LAPORAN PENDAHULUAN DIARE
A. DEFINISI Diare atau penyakit diare (Diarrheal disease)
berasal dari bahasa Yunani yaitu diarroi yang berarti mengalir
terus, merupakan keadaan abnormal dari pengeluaran tinja yang
terlalu frekuen (Yatsuyanagi, 2002). Diare adalah peningkatan dalam
frekuensi buang air besar (kotoran), serta pada kandungan air dan
volume kotoran itu. Para Odha sering mengalami diare. Diare dapat
menjadi masalah berat. Diare yang ringan dapat pulih dalam beberapa
hari. Namun, diare yang berat dapat menyebabkan dehidrasi
(kekurangan cairan) atau masalah gizi yang berat (Yayasan Spiritia,
2011) Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi
lebih lunak atau lebih cair dari biasanya, dan terjadi paling
sedikit 3 kali dalam 24 jam. Sementara untuk bayi dan anak-anak,
diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja >10 g/kg/24 jam,
sedangkan rata-rata pengeluaran tinja normal bayi sebesar 5-10
g/kg/ 24 jam (Juffrie, 2010). Diare adalah buang air besar dalam
bentuk cairan lebih dari tiga kali dalam satu hari dan biasanya
berlangsung selama dua hari atau lebih. Orang yang mengalami diare
akan kehilangan cairan tubuh sehingga menyebabkan dehidrasi tubuh.
Hal ini membuat tubuh tidak dapat berfungsi dengan baik dan dapat
membahayakan jiwa, khususnya pada anak dan orang tua (USAID, 2009)
Diare merupakan penyakit yang ditandai dengan bertambahnya
frekuensi defekasi lebih dari biasanya (>3 kali/hari) disertai
perubahan konsistensi tinja (menjadi cair), dengan/tanpa darah
dan/atau lendir (Suraatmaja, 2007). Diare disebabkan oleh
transportasi air dan elektrolit yang abnormal dalam usus. Di
seluruh dunia terdapat kurang lebih 500 juta anak yang menderita
diare setiap tahunnya, dan 20% dari seluruh kematian pada anak yang
hidup di negara berkembang berhubungan dengan diare serta
dehidrasi. Gangguan diare dapat melibatkan lambung dan usus
(gastroenteritis), usus halus (enteritis), kolon (colitis) atau
kolon dan usus (enterokolitis). Diare biasanya diklasifikasikan
sebagai diare akut dan kronis (Wong, 2009). Terdapat beberapa
pendapat tentang definisi penyakit diare. Menurut Hippocrates
definisi diare yaitu sebagai suatu keadaan abnormal dari frekuensi
dan kepadatan tinja, Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia, diare
atau penyakit diare adalah bila tinja mengandung air lebih banyak
dari normal. Menurut Direktur Jenderal PPM dam PLP, diare adalah
penyakit dengan buang air besar lembek/ cair bahkan dapat berupa
air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (biasanya 3
kali atau lebih dalam sehari) (Sinthamurniwaty, 2006). Menurut
Simadibrata (2006) diare adalah buang air besar (defekasi) dengan
tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan
air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 gram atau 200
ml/24 jam. Menurut World Health Organization (WHO), penyakit diare
adalah suatu penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan
konsistensi tinja yang lembek sampai mencair dan bertambahnya
frekuensi buang air besar yang lebih dari biasa, yaitu 3 kali atau
lebih dalam sehari yang mungkin dapat disertai dengan muntah atau
tinja yang berdarah. Penyakit ini paling sering dijumpai pada anak
balita, terutama pada 3 tahun pertama kehidupan, dimana seorang
anak bisa mengalami 1-3 episode diare berat (Simatupang, 2004). Di
Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI, diare diartikan sebagai buang air
besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan
frekuensi lebih banyak dari biasanya. Neonatus dinyatakan diare
bila frekuensi buang air besar sudah lebih dari 4 kali, sedangkan
untuk bayi berumur lebih dari 1 bulan dan anak, frekuensinya lebih
dari 3 kali (Simatupang, 2004) Diare adalah suatu keadaan
meningkatnya berat dari fases (>200 mg/hari) yang dapat
dihubungkan dengan meningkatnya cairan, frekuensi BAB, tidak enak
pada perinal, dan rasa terdesak untuk BAB dengan atau tanpa
inkontinensia fekal.1-4 Diare terbagi menjadi diare Akut dan
Kronik.Diare akut berdurasi 2 minggu atau kurang, sedangkan diare
kronis lamanya lebih dari 2 minggu. Selanjutnya pembahasan
dikhususkan mengenai diare kronis (Hooward, 1995 cit Sutadi 2003)
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair
atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih
banyak dari biasanya lebih dari 200 g atau 200 ml/24 jam. Definisi
lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih
dari 3 kali per hari. Buang air besar encer tersebut dapat/tanpa
disertai lendir dan darah (Guerrant, 2001; Ciesla, 2003) Menurut
Boyle (2000), diare adalah keluarnya tinja air dan elektrolit yang
hebat. Pada bayi, volume tinja lebih dari 15 g/kg/24 jam disebut
diare. Pada umur 3 tahun, yang volume tinjanya sudah sama dengan
orang dewasa, volume >200 g/kg/24 jam disebut diare. Frekuensi
dan konsistensi bukan merupakan indikator untuk volume tinja.
B. KLASIFIKASI1. Menurut Simadibrata (2006), diare dapat
diklasifikasikan berdasarkan : a. Lama waktu diare 1) Diare akut,
yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari. Sedangkan menurut
World Gastroenterology Organization Global Guidelines (2005) diare
akut didefinisikan sebagai pasase tinja yang cair atau lembek
dengan jumlah lebih banyak dari normal, berlangsung kurang dari 14
hari. Diare akut biasanya sembuh sendiri, lamanya sakit kurang dari
14 hari, dan akan mereda tanpa terapi yang spesifik jika dehidrasi
tidak terjadi (Wong, 2009). 2) Diare kronik adalah diare yang
berlangsung lebih dari 15 hari. b. Mekanisme patofisiologik 1)
Osmolalitas intraluminal yang meninggi, disebut diare sekretorik.
2) Sekresi cairan dan elektrolit meninggi. 3) Malabsorbsi asam
empedu. 4) Defek sisitem pertukaran anion atau transport elektrolit
aktif di enterosit. 5) Motilitas dan waktu transport usus abnormal.
6) Gangguan permeabilitas usus. 7) Inflamasi dinding usus, disebut
diare inflamatorik. 8) Infeksi dinding usus, disebut diare infeksi.
c. Penyakit infektif atau non-infektif. d. Penyakit organik atau
fungsional 2. Menurut WHO (2005) diare dapat diklasifikasikan
kepada: a. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14
hari. b. Disentri, yaitu diare yang disertai dengan darah. c. Diare
persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari. d.
Diare yang disertai dengan malnutrisi berat (Simatupang, 2004). 3.
Menurut Ahlquist dan Camilleri (2005), diare dibagi menjadi a. Akut
apabila kurang dari 2 minggu, persisten jika berlangsung selama 2-4
minggu. Lebih dari 90% penyebab diare akut adalah agen penyebab
infeksi dan akan disertai dengan muntah, demam dan nyeri pada
abdomen. 10% lagi disebabkan oleh pengobatan, intoksikasi, iskemia
dan kondisi lain.b. Kronik jika berlangsung lebih dari 4 minggu.
Berbeda dengan diare akut, penyebab diare yang kronik lazim
disebabkan oleh penyebab non infeksi seperti allergi dan
lain-lain.4. Menurut Kliegman, Marcdante dan Jenson (2006),
dinyatakan bahwa berdasarkan banyaknya kehilangan cairan dan
elektrolit dari tubuh, diare dapat dibagi menjadi : a. Diare tanpa
dehidrasi Pada tingkat diare ini penderita tidak mengalami
dehidrasi karena frekuensi diare masih dalam batas toleransi dan
belum ada tanda-tanda dehidrasi. b. Diare dengan dehidrasi ringan
(3%-5%) Pada tingkat diare ini penderita mengalami diare 3 kali
atau lebih, kadang-kadang muntah, terasa haus, kencing sudah mulai
berkurang, nafsu makan menurun, aktifitas sudah mulai menurun,
tekanan nadi masih normal atau takikardia yang minimum dan
pemeriksaan fisik dalam batas normal. c. Diare dengan dehidrasi
sedang (5%-10%) Pada keadaan ini, penderita akan mengalami
takikardi, kencing yang kurang atau langsung tidak ada,
irritabilitas atau lesu, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung,
turgor kulit berkurang, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit
tampak kering, air mata berkurang dan masa pengisian kapiler
memanjang ( 2 detik) dengan kulit yang dingin yang dingin dan
pucat. d. Diare dengan dehidrasi berat (10%-15%) Pada keadaan ini,
penderita sudah banyak kehilangan cairan dari tubuh dan biasanya
pada keadaan ini penderita mengalami takikardi dengan pulsasi yang
melemah, hipotensi dan tekanan nadi yang menyebar, tidak ada
penghasilan urin, mata dan ubun-ubun besar menjadi sangat cekung,
tidak ada produksi air mata, tidak mampu minum dan keadaannya mulai
apatis, kesadarannya menurun dan juga masa pengisian kapiler sangat
memanjang ( 3 detik) dengan kulit yang dingin dan pucat.
C. ETIOLOGI1. Penyebab diare Yaitu: (Tantivanich, 2002;
Sirivichayakul, 2002; Pitisuttithum, 2002)a. Virus : Merupakan
penyebab diare akut terbanyak pada anak (70 80%). Beberapa jenis
virus penyebab diare akut : Rotavirus serotype 1,2,8,dan 9: pada
manusia. Serotype 3 dan 4 didapati pada hewan dan manusia. Dan
serotype 5,6, dan 7 didapati hanya pada hewan. Norwalk virus :
terdapat pada semua usia, umumnya akibat food borne atau water
borne transmisi, dan dapat juga terjadi penularan person to person.
Astrovirus, didapati pada anak dan dewasa Adenovirus (type 40, 41)
Small bowel structured virus Cytomegalovirus b. Bakteri :
Enterotoxigenic E.coli (ETEC). Mempunyai 2 faktor virulensi yang
penting yaitu faktor kolonisasi yang menyebabkan bakteri ini
melekat pada enterosit pada usus halus dan enterotoksin (heat
labile (HL) dan heat stabile (ST) yang menyebabkan sekresi cairan
dan elektrolit yang menghasilkan watery diarrhea. ETEC tidak
menyebabkan kerusakan brush border atau menginvasi mukosa.
Enterophatogenic E.coli (EPEC). Mekanisme terjadinya diare belum
jelas. Didapatinya proses perlekatan EPEC ke epitel usus
menyebabkan kerusakan dari membrane mikro vili yang akan mengganggu
permukaan absorbsi dan aktifitas disakaridase. Enteroaggregative
E.coli (EAggEC). Bakteri ini melekat kuat pada mukosa usus halus
dan menyebabkan perubahan morfologi yang khas. Bagaimana mekanisme
timbulnya diare masih belum jelas, tetapi sitotoksin mungkin
memegang peranan. Enteroinvasive E.coli (EIEC). Secara serologi dan
biokimia mirip dengan Shigella. Seperti Shigella, EIEC melakukan
penetrasi dan multiplikasi didalam sel epitel kolon.
Enterohemorrhagic E.coli (EHEC). EHEC memproduksi verocytotoxin
(VT) 1 dan 2 yang disebut juga Shiga-like toxin yang menimbulkan
edema dan perdarahan diffuse di kolon. Pada anak sering berlanjut
menjadi hemolytic-uremic syndrome. Shigella spp. Shigella
menginvasi dan multiplikasi didalam sel epitel kolon, menyebabkan
kematian sel mukosa dan timbulnya ulkus. Shigella jarang masuk
kedalam alian darah. Faktor virulensi termasuk : smooth
lipopolysaccharide cell-wall antigen yang mempunyai aktifitas
endotoksin serta membantu proses invasi dan toksin (Shiga toxin dan
Shiga-like toxin) yang bersifat sitotoksik dan neurotoksik dan
mungkin menimbulkan watery diarrhea Campylobacter jejuni
(helicobacter jejuni). Manusia terinfeksi melalui kontak langsung
dengan hewan (unggas, anjing, kucing, domba dan babi) atau dengan
feses hewan melalui makanan yang terkontaminasi seperti daging ayam
dan air. Kadang-kadang infeksi dapat menyebar melalui kontak
langsung person to person. C.jejuni mungkin menyebabkan diare
melalui invasi kedalam usus halus dan usus besar.Ada 2 tipe toksin
yang dihasilkan, yaitu cytotoxin dan heat-labile enterotoxin.
Perubahan histopatologi yang terjadi mirip dengan proses ulcerative
colitis. Vibrio cholerae 01 dan V.choleare 0139. Air atau makanan
yang terkontaminasi oleh bakteri ini akan menularkan kolera.
Penularan melalui person to person jarang terjadi. V.cholerae
melekat dan berkembang biak pada mukosa usus halus dan menghasilkan
enterotoksin yang menyebabkan diare. Toksin kolera ini sangat mirip
dengan heat-labile toxin (LT) dari ETEC. Penemuan terakhir adanya
enterotoksin yang lain yang mempunyai karakteristik tersendiri,
seperti accessory cholera enterotoxin (ACE) dan zonular occludens
toxin (ZOT). Kedua toksin ini menyebabkan sekresi cairan kedalam
lumen usus. Salmonella (non thypoid). Salmonella dapat menginvasi
sel epitel usus. Enterotoksin yang dihasilkan menyebabkan diare.
Bila terjadi kerusakan mukosa yang menimbulkan ulkus, akan terjadi
bloody diarrhea c. Protozoa : Giardia lamblia. Parasit ini
menginfeksi usus halus. Mekanisme patogensis masih belum jelas,
tapi dipercayai mempengaruhi absorbsi dan metabolisme asam empedu.
Transmisi melalui fecal-oral route. Interaksi host-parasite
dipengaruhi oleh umur, status nutrisi,endemisitas, dan status imun.
Didaerah dengan endemisitas yang tinggi, giardiasis dapat berupa
asimtomatis, kronik, diare persisten dengan atau tanpa malabsorbsi.
Di daerah dengan endemisitas rendah, dapat terjadi wabah dalam 5 8
hari setelah terpapar dengan manifestasi diare akut yang disertai
mual, nyeri epigastrik dan anoreksia. Kadang-kadang dijumpai
malabsorbsi dengan faty stools,nyeri perut dan gembung. Entamoeba
histolytica. Prevalensi Disentri amoeba ini bervariasi,namun
penyebarannya di seluruh dunia. Insiden nya mningkat dengan
bertambahnya umur,dan teranak pada laki-laki dewasa. Kira-kira 90%
infksi asimtomatik yang disebabkan oleh E.histolytica non patogenik
(E.dispar). Amebiasis yang simtomatik dapat berupa diare yang
ringan dan persisten sampai disentri yang fulminant.
Cryptosporidium. Dinegara yang berkembang, cryptosporidiosis 5 15%
dari kasus diare pada anak. Infeksi biasanya siomtomatik pada bayi
dan asimtomatik pada anak yang lebih besar dan dewasa. Gejala
klinis berupa diare akut dengan tipe watery diarrhea, ringan dan
biasanya self-limited. Pada penderita dengan gangguan sistim
kekebalan tubuh seperti pada penderita AIDS, cryptosporidiosis
merupakan reemerging disease dengan diare yang lebih berat dan
resisten terhadap beberapa jenis antibiotik. Microsporidium spp
Isospora belli Cyclospora cayatanensis d. Helminths : Strongyloides
stercoralis. Kelainan pada mucosa usus akibat cacing dewasa dan
larva, menimbulkan diare. Schistosoma spp. Cacing darah ini
menimbulkan kelainan pada berbagai organ termasuk intestinal dengan
berbagai manifestasi, termasuk diare dan perdarahan usus..
Capilaria philippinensis. Cacing ini ditemukan di usus halus,
terutama jejunu, menyebabkan inflamasi dan atrofi vili dengan
gejala klinis watery diarrhea dan nyeri abdomen. Trichuris
trichuria. Cacing dewasa hidup di kolon, caecum, dan appendix.
Infeksi berat dapat menimbulkan bloody diarrhea dan nyeri abdomen.
2. Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam golongan
6 besar, tetapi yang sering ditemukan di lapangan ataupun klinis
adalah diare yang disebabkan infeksi dan keracunan. Untuk mengenal
penyebab diare yang dikelompokan sebagai berikut: (Lebenthal, 1989;
Daldiyono, 1990; Dep Kes RI, 1999; Yatsuyanagi, 2002)a. Infeksi :1)
Bakteri (Shigella, Salmonella, E.Coli, Golongan vibrio, Bacillus
Cereus, Clostridium perfringens, Staphilococ
Usaurfus,Camfylobacter, Aeromonas)2) Virus (Rotavirus, Norwalk +
Norwalk like agent, Adenovirus)3) Parasita) Protozoa (Entamuba
Histolytica, Giardia Lambia, Balantidium Coli, Crypto Sparidium)b)
Cacing perut (Ascaris, Trichuris, Strongyloides, Blastissistis
Huminis)c) Bacilus Cereus, Clostridium Perfringensb. Malabsorpsi:
karbohidrat (intoleransi laktosa), lemak atau protein.c. Alergi:
alergi makanand. Keracunan :1) Keracunan bahan-bahan kimia2)
Keracunan oleh racun yang dikandung dan diproduksi :a) Jazad renik,
Algaeb) Ikan, Buah-buahan, Sayur-sayurane. Imunodefisiensi /
imunosupresi (kekebalan menurun) : Aids dllf. Sebab-sebab lain:
Faktor lingkungan dan perilaku, Psikologi: rasa takut dan cemas
Diare
D. EPIDEMIOLOGI 1. Penyebaran kuman yang menyebabkan diareKuman
penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal oral antara lain
melalui makanan/minuna yang tercemar tinja dan atau kontak langsung
dengan tinja penderita. Beberapa perilaku dapat menyebabkan
penyebaran kuman enterik dan meningkatkan risiko terjadinya diare
perilaku tersebut antara lain :a. Tidak memberikan ASI ( Air Susi
Ibu ) secara penuh 4-6 bulan pada pertama kehidupan pada bayi yang
tidak diberi ASI risiko untuk menmderita diare lebih besar dari
pada bayi yang diberi AsI penuh dan kemungjinan menderita dehidrasi
berat juga lebih besar.b. Menggunakan botol susu , penggunakan
botol ini memudahkan pencernakan oleh Kuman , karena botol susah
dibersihkanc. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar. Bila makanan
disimpan beberapa jam pada suhu kamar makanan akan tercemar dan
kuman akan berkembang biak,d. Menggunakan air minum yang tercemar .
Air mungkin sudah tercemar dari sumbernya atau pada saat disimpan
di rumah, Perncemaran dirumah dapat terjadi kalau tempat
penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan tercemar menyentuh
air pada saat mengambil air dari tempat penyimpanan.e. Tidak
mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah membuang tinja
anak atau sebelum makan dan menyuapi anak,f. Tidak membuang tinja (
termasuk tinja bayi ) dengan benar Sering beranggapan bahwa tinja
bayi tidaklah berbahaya padahal sesungguhnya mengandung virus atau
bakteri dalam jumlah besar sementara itu tinja binatang dapat
menyebabkan infeksi pada manusia.2. Faktor penjamu yang
meningkatkan kerentanan terhadap diareBeberapa faktor pada penjamu
dapat meningkatkan insiden beberapa penyakit dan lamanya diare.
Faktor-faktor tersebut adalah :a. Tidak memberikan ASI sampai 2
Tahun. ASI mengandung antibodi yang dapat melindungi kita terhadap
berbagai kuman penyebab diare seperti : Shigella dan v choleraeb.
Kurang gizi beratnya Penyakit , lama dan risiko kematian karena
diare meningkat pada anak-anak yang menderita gangguan gizi
terutama pada penderita gizi buruk.c. Campak diare dan desentri
sering terjadi dan berakibat berat pada anak-anak yang sedang
menderita campak dalam waktu 4 minggu terakhir hal ini sebagai
akibat dari penurunan kekebalan tubuh penderita.d. Imunodefesiensi
/Imunosupresi. Keadaan ini mungkin hanya berlangsung sementara,
misalnya sesudah infeksi virus ( seperti campak ) natau mungkin
yang berlangsung lama seperti pada penderita AIDS ( Automune
Deficiensy Syndrome ) pada anak imunosupresi berat, diare dapat
terjadi karena kuman yang tidak parogen dan mungkin juga
berlangsung lama,e. Segera Proposional , diare lebih banyak terjadi
pada golongan Balita ( 55 % )3. Faktor lingkungan dan perilaku
:Penyakit diare merupakan salah satu penyakiy yang berbasis
lingkungan dua faktor yang dominan, yaitu sarana air bersih dan
pembuangan tinja kedua faktor ini akan berinteraksi bersamadengan
perilaku manusia Apabila factor lingkungan tidak sehat karena
tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku manusia
yang tidak sehat pula. Yaitu melalui makanan dan minuman, maka
dapat menimbulkan kejadian penyakit diare.(Lebenthal, 1989;
Daldiyono, 1990; Dep Kes RI, 1999; Yatsuyanagi, 2002)
E. PATOFISIOLOGIFungsi utama dari saluran cerna adalah
menyiapkan makanan untuk keperluan hidup sel, pembatasan sekresi
empedu dari hepar dan pengeluaran sisa-sisa makanan yang tidak
dicerna. Fungsi tadi memerlukan berbagai proses fisiologi
pencernaan yang majemuk, aktivitas pencernaan itu dapat berupa:
(Sommers,1994; Noerasid, 1999 cit Sinthamurniwaty 2006)1. Proses
masuknya makanan dari mulut kedalam usus.2. Proses pengunyahan
(mastication) : menghaluskan makanan secara mengunyah dan
mencampur.dengan enzim-enzim di rongga mulut3. Proses penelanan
makanan (diglution) : gerakan makanan dari mulut ke gaster4.
Pencernaan (digestion) : penghancuran makanan secara mekanik,
percampuran dan hidrolisa bahan makanan dengan enzim-enzim5.
Penyerapan makanan (absorption): perjalanan molekul makanan melalui
selaput lendir usus ke dalam. sirkulasi darah dan limfe.6.
Peristaltik: gerakan dinding usus secara ritmik berupa gelombang
kontraksi sehingga makanan bergerak dari lambung ke distal.7. Berak
(defecation) : pembuangan sisa makanan yang berupa tinja. Dalam
keadaan normal dimana saluran pencernaan berfungsi efektif akan
menghasilkan ampas tinja sebanyak 50-100 gr sehari dan mengandung
air sebanyak 60-80%. Dalam saluran gastrointestinal cairan
mengikuti secara pasif gerakan bidireksional transmukosal atau
longitudinal intraluminal bersama elektrolit dan zat zat padat
lainnya yang memiliki sifat aktif osmotik. Cairan yang berada dalam
saluran gastrointestinal terdiri dari cairan yang masuk secara per
oral, saliva, sekresi lambung, empedu, sekresi pankreas serta
sekresi usus halus. Cairan tersebut diserap usus halus, dan
selanjutnya usus besar menyerap kembali cairan intestinal, sehingga
tersisa kurang lebih 50-100 gr sebagai tinja.Motilitas usus halus
mempunyai fungsi untuk:1. Menggerakan secara teratur bolus makanan
dari lambung ke sekum2. Mencampur khim dengan enzim pankreas dan
empedu3. Mencegah bakteri untuk berkembang biak.Faktor-faktor
fisiologi yang menyebabkan diare sangat erat hubungannya satu
dengan lainnya. Misalnya bertambahnya cairan pada intraluminal akan
menyebabkan terangsangnya usus secara mekanis, sehingga
meningkatkan gerakan peristaltik usus dan akan mempercepat waktu
lintas khim dalam usus. Keadaan ini akan memperpendek waktu
sentuhan khim dengan selaput lendir usus, sehingga penyerapan air,
elektrolit dan zat lain akan mengalami gangguan.Berdasarkan
gangguan fungsi fisiologis saluran cerna dan macam penyebab dari
diare, maka patofisiologi diare dapat dibagi dalam 3 macam kelainan
pokok yang berupa :1. Kelainan gerakan transmukosal air dan
elektrolit (karena toksin)Gangguan reabsorpsi pada sebagian kecil
usus halus sudah dapat menyebabkan diare, misalnya pada kejadian
infeksi. Faktor lain yang juga cukup penting dalam diare adalah
empedu. Ada 4 macam garam empedu yang terdapat di dalam cairan
empedu yang keluar dari kandung empedu. Dehidroksilasi asam
dioksikholik akan menyebabkan sekresi cairan di jejunum dan kolon,
serta akan menghambat absorpsi cairan di dalam kolon. Ini terjadi
karena adanya sentuhan asam dioksikholik secara langsung pada
permukaan mukosa usus. Diduga bakteri mikroflora usus turut
memegang peranan dalam pembentukan asam dioksi kholik tersebut.
Hormon-hormon saluran cerna diduga juga dapat mempengaruhi absorpsi
air pada mukosa. usus manusia, antara lain adalah: gastrin,
sekretin, kholesistokinin dan glukogen. Suatu perubahan PH cairan
usus juga. dapat menyebabkan terjadinya diare, seperti terjadi pada
Sindroma Zollinger Ellison atau pada Jejunitis.2. Kelainan cepat
laju bolus makanan didalam lumen usus (invasive diarrhea)Suatu
proses absorpsi dapat berlangsung sempurna dan normal bila bolus
makanan tercampur baik dengan enzim-enzim saluran cerna dan. berada
dalam keadaan yang cukup tercerna. Juga. waktu sentuhan yang
adekuat antara khim dan permukaan mukosa usus halus diperlukan
untuk absorpsi yang normal. Permukaan mukosa usus halus
kemampuannya berfungsi sangat kompensatif, ini terbukti pada
penderita yang masih dapat hidup setelah reseksi usus, walaupun
waktu lintas menjadi sangat singkat. Motilitas usus merupakan
faktor yang berperanan penting dalam ketahanan local mukosa usus.
Hipomotilitas dan stasis dapat menyebabkan mikro organisme
berkembang biak secara berlebihan (tumbuh lampau atau overgrowth)
yang kemudian dapat merusak mukosa usus, menimbulkan gangguan
digesti dan absorpsi, yang kemudian menimbulkan diare.
Hipermotilitas dapat terjadi karena rangsangan hormon
prostaglandin, gastrin, pankreosimin; dalam hal ini dapat
memberikan efek langsung sebagai diare. Selain itu hipermotilitas
juga dapat terjadi karena pengaruh enterotoksin staphilococcus
maupun kholera atau karena ulkus mikro yang invasif o1eh Shigella
atau Salmonella.Selain uraian di atas haruslah diingat bahwa
hubungan antara aktivitas otot polos usus,gerakan isi lumen usus
dan absorpsi mukosa usus merupakan suatu mekanisme yang sangat
kompleks.3. Kelainan tekanan osmotik dalam lumen usus (virus).Dalam
beberapa keadaan tertentu setiap pembebanan usus yang melebihi
kapasitas dari pencernaan dan absorpsinya akan menimbulkan diare.
Adanya malabsorpsi dari hidrat arang, lemak dan zat putih telur
akan menimbulkan kenaikan daya tekanan osmotik intra luminal,
sehingga akan dapat menimbulkan gangguan absorpsi air. Malabsorpsi
hidrat arang pada umumnya sebagai malabsorpsi laktosa yang terjadi
karena defesiensi enzim laktase. Dalam hal ini laktosa yang
terdapat dalam susu tidak sempurna mengalami hidrolisis dan kurang
di absorpsi oleh usus halus. Kemudian bakteri-bakteri dalam usus
besar memecah laktosa menjadi monosakharida dan fermentasi
seterusnya menjadi gugusan asam organik dengan rantai atom karbon
yang lebih pendek yang terdiri atas 2-4 atom karbon.
Molekul-molekul inilah yang secara aktif dapat menahan air dalam
lumen kolon hingga terjadi diare. Defisiensi laktase sekunder atau
dalam pengertian yang lebih luas sebagai defisiensi disakharidase
(meliputi sukrase, maltase, isomaltase dan trehalase) dapat terjadi
pada setiap kelainan pada mukosa usus halus. Hal tersebut dapat
terjadi karena enzim-enzim tadi terdapat pada brush border epitel
mukosa usus. Asam-asam lemak berantai panjang tidak dapat
menyebabkan tingginya tekanan osmotik dalam lumen usus karena asam
ini tidak larut dalam air..PATHWAY DIARE
Pathway Diare
F. MANIFESTASI KLINIS1. Menurut Suriadi (2001), Manifestasi
klinis diare yaitua. Sering buang air besar dengan konsistensi
tinja cair atau encerb. Kram perutc. Demamd. Muale. Muntahf.
Kembungg. Anoreksiah. Lemahi. Pucatj. Urin output menurun
(oliguria, anuria)k. Turgor kulit menurun sampai jelekl. Ubun-ubun
/ fontanela cekungm. Kelopak mata cekungn. Membran mukosa kering2.
Manifestasi klinis diare yaitu (Nelwan, 2001; Procop et al, 2003)
Diare akut karena infeksi dapat disertai keadaan muntah-muntah
dan/atau demam, tenesmus, hematochezia, nyeri perut atau kejang
perut. Diare yang berlangsung beberapa waktu tanpa penanggulangan
medis yang adekuat dapat menyebabkan kematian karena kekurangan
cairan di badan yang mengakibatkan renjatan hipovolemik atau karena
gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang lanjut. Karena
kehilangan cairan seseorang merasa haus, berat badan berkurang,
mata menjadi cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor
kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini
disebabkan deplesi air yang isotonik. Karena kehilangan bikarbonas,
perbandingan bikarbonas berkurang, yang mengakibatkan penurunan pH
darah. Penurunan ini akan merangsang pusat pernapasan sehingga
frekwensi nafas lebih cepat dan lebih dalam (kussmaul). Reaksi ini
adalah usaha tubuh untuk mengeluarkan asam karbonas agar pH dapat
naik kembali normal. Pada keadaan asidosis metabolik yang tidak
dikompensasi, bikarbonat standard juga rendah, pCO2 normal dan base
excess sangat negatif. Gangguan kardiovaskular pada hipovolemik
yang berat dapat berupa renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi
yang cepat, tekanan darah menurun sampai tidak terukur. Pasien
mulai gelisah, muka pucat, ujung-ujung ekstremitas dingin dan
kadang sianosis. Karena kehilangan kalium pada diare akut juga
dapat timbul aritmia jantung. Penurunan tekanan darah akan
menyebabkan perfusi ginjal menurun dan akan timbul anuria. Bila
keadaan ini tidak segera diatasi akan timbul penyulit berupa
nekrosis tubulus ginjal akut, yang berarti pada saat tersebut kita
menghadapi gagal ginjal akut. Bila keadaan asidosis metabolik
menjadi lebih berat, akan terjadi kepincangan pembagian darah
dengan pemusatan yang lebih banyak dalam sirkulasi paru-paru.
Observasi ini penting karena dapat menyebabkan edema paru pada
pasien yang menerima rehidrasi cairan intravena tanpa alkali.3.
Gejala Diare menurut Kliegman (2006), yaitu:Tanda-tanda awal dari
penyakit diare adalah bayi dan anak menjadi gelisah dan cengeng,
suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak
ada, kemudian timbul diare. Tinja akan menjadi cair dan mungkin
disertai dengan lendir ataupun darah. Warna tinja bisa
lama-kelamaan berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur
dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya lecet karena seringnya
defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat banyaknya
asam laktat yang berasal darl laktosa yang tidak dapat diabsorbsi
oleh usus selama diare. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau
sesudah diare dan dapat disebabkan oleh lambung yang turut meradang
atau akibat gangguan keseimbangan asam-basa dan elektrolit
(Kliegman, 2006).Menurut Kliegman, Marcdante dan Jenson (2006),
dinyatakan bahwa berdasarkan banyaknya kehilangan cairan dan
elektrolit dari tubuh, diare dapat dibagi menjadi : a. Diare tanpa
dehidrasi Pada tingkat diare ini penderita tidak mengalami
dehidrasi karena frekuensi diare masih dalam batas toleransi dan
belum ada tanda-tanda dehidrasi. b. Diare dengan dehidrasi ringan
(3%-5%) Pada tingkat diare ini penderita mengalami diare 3 kali
atau lebih, kadang-kadang muntah, terasa haus, kencing sudah mulai
berkurang, nafsu makan menurun, aktifitas sudah mulai menurun,
tekanan nadi masih normal atau takikardia yang minimum dan
pemeriksaan fisik dalam batas normal. c. Diare dengan dehidrasi
sedang (5%-10%) Pada keadaan ini, penderita akan mengalami
takikardi, kencing yang kurang atau langsung tidak ada,
irritabilitas atau lesu, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung,
turgor kulit berkurang, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit
tampak kering, air mata berkurang dan masa pengisian kapiler
memanjang ( 2 detik) dengan kulit yang dingin yang dingin dan
pucat. d. Diare dengan dehidrasi berat (10%-15%) Pada keadaan ini,
penderita sudah banyak kehilangan cairan dari tubuh dan biasanya
pada keadaan ini penderita mengalami takikardi dengan pulsasi yang
melemah, hipotensi dan tekanan nadi yang menyebar, tidak ada
penghasilan urin, mata dan ubun-ubun besar menjadi sangat cekung,
tidak ada produksi air mata, tidak mampu minum dan keadaannya mulai
apatis, kesadarannya menurun dan juga masa pengisian kapiler sangat
memanjang ( 3 detik) dengan kulit yang dingin dan pucat.4. Sebagai
akibat diare baik yang akut maupun khronis, maka akan terjadi:
(FKUI, 2001 cit Sinthamurniwaty 2006)a. Kehilangan air dan
elektrolit sehingga timbul dehidrasi dan keseimbangan asam basa
Kehilangan cairan dan elektrolit (dehidrasi) serta gangguan
keseimbangan asam basa disebabkan oleh:1) Previous Water Losses :
kehilangan cairan sebelum pengelolaan, sebagai defisiensi cairan.2)
Nomial Water Losses : kehilangan cairan karena fungsi fisiologik.3)
Concomittant Water Losses : kehilangan cairan pada waktu
pengelolaan.4) Intake yang kurang selama sakit : kekurangan masukan
cairan karena anoreksia atau muntah. Kekurangan cairan pada diare
terjadi karena:1) Pengeluaran usus yang berlebihana) Sekresi yang
berlebihan dari selaput lendir usus (Secretoric diarrhea) karena,
gangguan fungsi selaput lendir usus, (Cholera E. coli).b)
Berkurangnya penyerapan selaput lendir usus, yang disebabkan oleh
berkurangnya kontak makanan dengan dinding usus, karena adanya
hipermotilitas dinding usus maupun kerusakan mukosa usus.c) Difusi
cairan tubuh kedalam lumen usus karena penyerapan oleh tekanan
cairan dalam lumen usus yang hiperosmotik; keadaan ini disebabkan
karena adanya substansi reduksi dari fermentasi laktosa yang tidak
tercerna enzim laktase (diare karena virus Rota)2) Masukan cairan
yang kurang karena :a) Anoreksiab) Muntahc) Pembatasan makan
(minuman)d) Keluaran yang berlebihan (panas tinggi, sesak nafas)b.
Gangguan gizi sebagai "kelaparan" (masukan kurang dan keluaran
berlebihan) Gangguan gizi pada penderita diare dapat terjadi
karena:1) Masukan makanan berkurang karena adanya anoreksia
(sebagai gejala penyakit) atau dihentikannya beberapa macam makanan
o1eh orang tua, karena ketidaktahuan. Muntah juga merupakan salah
satu penyebab dari berkurangnya masukan makanan.2) Gangguan
absorpsi. Pada diare akut sering terjadi malabsorpsi dari nutrien
mikro maupun makro. Malabsorpsi karbohidrat (laktosa, glukosa dan
fruktosa) dan lemak yang kemudian dapat berkembang menjadi
malabsorpsi asarn amino dan protein. Juga kadang-kadang akan
terjadi malabsorpsi vitamin baik yang larut dalam air maupun yang
larut dalam lemak (vitamin B12, asam folat dan vitamin A) dan
mineral trace (Mg dan Zn).Gangguan absorpsi ini terjadi karena:a)
Kerusakan permukaan epitel (brush border) sehingga timbul deplisit
enzim laktase.b) Bakteri tumbuh lampau, menimbulkan:(1) Fermentasi
karbohidrat(2) Dekonjugasi empedu.Kerusakan mukosa usus, dimana
akan terjadi perubahan struktur mukosa usus dan kemudian terjadi
pemendekan villi dan pendangkalan kripta yang menyebabkan
berkurangnya permukaan mukosa usus.Selama diare akut karena kolera
dan E. coli terjadi penurunan absorpsi karbohidrat, lemak dan
nitrogen. Pemberian masukan makan makanan diperbanyak akan dapat
memperbaiki aborpsi absolut sampai meningkat dalam batas kecukupan
walaupun diarenya sendiri bertambah banyak. Metabolisme dan
absorpsi nitrogen hanya akan mencapai 76% dan absorpsi lemak hanya
50%.3) KatabolismePada umumnya infeksi sistemik akan mempengaruhi
metabolisme dan fungsi endokrin, pada penderita infeksi sistemik
terjadi kenaikan panas badan. Akan memberikan dampak peningkatan
glikogenesis, glikolisis, peningkatan sekresi glukagon, serta
aldosteron, hormon anti diuretic (ADH) dan hormon tiroid. Dalam
darah akan terjadi peningkatan jumlah kholesterol, trigliserida dan
lipoprotein. Proses tersebut dapat memberi peningkatan kebutuhan
energy dari penderita dan akan selalu disertai kehilangan nitrogen
dan elektrolit intrasel melalui ekskresi urine, peluh dan tinja.4)
Kehilangan langsungKehilangan protein selama diare melalui saluran
cerna sebagai Protein loosing enteropathy dapat terjadi pada
penderita campak dengan diare, penderita kolera dan diare karena E.
coli. Melihat berbagai argumentasi di atas dapat disimpulkan bahwa
diare mempunyai dampak negative terhadap status gizi penderita.c.
Perubahan ekologik dalam lumen usus dan mekanisme ketahananisi usus
Kejadian diare akut pada umumnya disertai dengan kerusakan mukosa
usus keadaan ini dapat diikuti dengan gangguan pencernaan karena
deplesi enzim. Akibat lebih lanjut adalah timbulnya hidrolisis
nutrien yang kurang tercerna sehingga dapat menimbulkan peningkatan
hasil metabolit yang berupa substansi karbohidrat dan asam
hidrolisatnya. Keadaan ini akan merubah ekologi kimiawi isi lumen
usus, yang dapat menimbulkan keadaan bakteri tumbuh lampau, yang
berarti merubah ekologi mikroba isi usus. Bakteri tumbuh lampau
akan memberi kemungkinan terjadinya dekonjugasi garam empedu
sehingga terjadi peningkatan asam empedu yang dapat menimbulkan
kerusakan mukosa usus lebih lanjut. Keadaan tersebut dapat pula
disertai dengan gangguan mekanisme ketahanan lokal pada usus, baik
yang disebabkan oleh kerusakan mukosa usus maupun perubaban ekologi
isi usus.
G. KOMPLIKASIKehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan
komplikasi utama, terutama pada usia lanjut dan anak-anak. Pada
diare akut karena kolera kehilangan cairan secara mendadak sehingga
terjadi shock hipovolemik yang cepat. Kehilangan elektrolit melalui
feses potensial mengarah ke hipokalemia dan asidosis
metabolik.(Hendarwanto, 1996; Ciesla et al, 2003) Pada kasus-kasus
yang terlambat meminta pertolongan medis, sehingga syok hipovolemik
yang terjadi sudah tidak dapat diatasi lagi maka dapat timbul
Tubular Nekrosis Akut pada ginjal yang selanjutnya terjadi gagal
multi organ. Komplikasi ini dapat juga terjadi bila penanganan
pemberian cairan tidak adekuat sehingga tidak tecapai rehidrasi
yang optimal. (Nelwan, 2001; Soewondo, 2002; Thielman &
Guerrant, 2004)Haemolityc uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi
yang disebabkan terbanyak oleh EHEC. Pasien dengan HUS menderita
gagal ginjal, anemia hemolisis, dan trombositopeni 12-14 hari
setelah diare. Risiko HUS akan meningkat setelah infeksi EHEC
dengan penggunaan obat anti diare, tetapi penggunaan antibiotik
untuk terjadinya HUS masih kontroversi. Sindrom Guillain Barre,
suatu demielinasi polineuropati akut, adalah merupakan komplikasi
potensial lainnya dari infeksi enterik, khususnya setelah infeksi
C. jejuni. Dari pasien dengan Guillain Barre, 20 40 % nya menderita
infeksi C. jejuni beberapa minggu sebelumnya. Biasanya pasien
menderita kelemahan motorik dan memerlukan ventilasi mekanis untuk
mengaktifkan otot pernafasan. Mekanisme dimana infeksi menyebabkan
Sindrom Guillain Barre tetap belum diketahui. Artritis pasca
infeksi dapat terjadi beberapa minggu setelah penyakit diare karena
Campylobakter, Shigella, Salmonella, atau Yersinia sppMenurut SPM
Kesehatan Anak IDAI (2004) dan SPM Kesehatan Anak RSUD Wates
(2001), Komplikasi Diare yaitu: Kehilangan air dan elektrolit :
dehidrasi, asidosis metabolic Syok Kejang Sepsis Gagal Ginjal Akut
Ileus Paralitik Malnutrisi Gangguan tumbuh kembang
H. PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN PENUNJANG LAINNYAPemeriksaan
Laboratorium yang dapat dilakukan pada diare adalah sebagai berikut
:1. Lekosit Feses (Stool Leukocytes): Merupakan pemeriksaan awal
terhadap diare kronik. Lekosit dalan feses menunjukkan adanya
inflamasi intestinal. Kultur Bacteri dan pemeriksaan parasit
diindikasikan untuk menentukan adanya infeksi. Jika pasien dalam
keadaan immunocompromisedd, penting sekali kultur organisma yang
tidak biasa seperti Kriptokokus,Isospora dan M.Avium
Intracellulare. Pada pasien yang sudah mendapat antibiotik, toksin
C difficle harus diperiksa.2. Volume Feses: Jika cairan diare tidak
terdapat lekosit atau eritrosit, infeksi enteric atau imfalasi
sedikit kemungkinannya sebagai penyebab diare. Feses 24 jam harus
dikumpulkan untuk mengukur output harian. Sekali diare harus
dicatat (>250 ml/day), kemudian perlu juga ditentukan apakah
terjadi steatore atau diare tanpa malabsorbsi lemak.3. Mengukur
Berat dan Kuantitatif fecal fat pada feses 24 jam: Jika berat feses
>300/g24jam mengkonfirmasikan adanya diare. Berat lebih dari
1000-1500 gr mengesankan proses sektori. Jika fecal fat lebih dari
10g/24h menunjukkan proses malabsorbstif.4. Lemak Feses : Sekresi
lemak feses harian < 6g/hari. Untuk menetapkan suatu steatore,
lemak feses kualitatif dapat menolong yaitu >100 bercak merak
orange per lapang pandang dari sample noda sudan adalah positif.
False negatif dapat terjadi jika pasien diet rendah lemak. Test
standard untuk mengumpulkan feses selama 72 jam biasanya dilakukan
pada tahap akhir. Eksresi yang banyak dari lemak dapat disebabkan
malabsorbsi mukosa intestinal sekunder atau insufisiensi
pancreas.5. Osmolalitas Feses : Dipeerlukan dalam evaluasi untuk
menentukan diare osmotic atau diare sekretori. Elekrolit feses Na,K
dan Osmolalitas harus diperiksa. Osmolalitas feses normal adalah
290 mosm. Osmotic gap feses adalah 290 mosm dikurangi 2 kali
konsentrasi elektrolit faeces (Na&K) dimana nilai normalnya 105
bakteri/ml menunjukkan pertumbuhan bakteri.
I. PENCEGAHAN DIAREKegiatan pencegahan penyakit diare yang benar
dan efektif yang dapat dilakukan adalah: (Kementrian Kesehatan RI,
2011)1. Perilaku Sehata. Pemberian ASIASI adalah makanan paling
baik untuk bayi. Komponen zat makanan tersedia dalam bentuk yang
ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara optimal oleh
bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai umur 6
bulan. Tidak ada makanan lain yang dibutuhkan selama masa ini.ASI
bersifat steril, berbeda dengan sumber susu lain seperti susu
formula atau cairan lain yang disiapkan dengan air atau bahan-bahan
dapat terkontaminasi dalam botol yang kotor. Pemberian ASI saja,
tanpa cairan atau makanan lain dan tanpa menggunakan botol,
menghindarkan anak dari bahaya bakteri dan organisme lain yang akan
menyebabkan diare. Keadaan seperti ini di sebut disusui secara
penuh (memberikan ASI Eksklusif).Bayi harus disusui secara penuh
sampai mereka berumur 6 bulan. Setelah 6 bulan dari kehidupannya,
pemberian ASI harus diteruskan sambil ditambahkan dengan makanan
lain (proses menyapih).ASI mempunyai khasiat preventif secara
imunologik dengan adanya antibodi dan zat-zat lain yang
dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan terhadap diare.
Pada bayi yang baru lahir, pemberian ASI secara penuh mempunyai
daya lindung 4 kali lebih besar terhadap diare daripada pemberian
ASI yang disertai dengan susu botol. Flora normal usus bayi yang
disusui mencegah tumbuhnya bakteri penyebab botol untuk susu
formula, berisiko tinggi menyebabkan diare yang dapat mengakibatkan
terjadinya gizi buruk.b. Makanan Pendamping ASIPemberian makanan
pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap mulai dibiasakan
dengan makanan orang dewasa. Perilaku pemberian makanan pendamping
ASI yang baik meliputi perhatian terhadap kapan, apa, dan bagaimana
makanan pendamping ASI diberikan.Ada beberapa saran untuk
meningkatkan pemberian makanan pendamping ASI, yaitu:1) Perkenalkan
makanan lunak, ketika anak berumur 6 bulan dan dapat teruskan
pemberian ASI. Tambahkan macam makanan setelah anak berumur 9 bulan
atau lebih. Berikan makanan lebih sering (4x sehari). Setelah anak
berumur 1 tahun, berikan semua makanan yang dimasak dengan baik,
4-6 x sehari, serta teruskan pemberian ASI bila mungkin.2)
Tambahkan minyak, lemak dan gula ke dalam nasi /bubur dan
biji-bijian untuk energi. Tambahkan hasil olahan susu, telur, ikan,
daging, kacang-kacangan, buah-buahan dan sayuran berwarna hijau ke
dalam makanannya.3) Cuci tangan sebelum meyiapkan makanan dan
meyuapi anak. Suapi anak dengan sendok yang bersih.4) Masak makanan
dengan benar, simpan sisanya pada tempat yang dingin dan panaskan
dengan benar sebelum diberikan kepada anak.c. Menggunakan Air
Bersih Yang CukupPenularan kuman infeksius penyebab diare
ditularkan melalui Face-Oral kuman tersebut dapat ditularkan bila
masuk ke dalam mulut melalui makanan, minuman atau benda yang
tercemar dengan tinja, misalnya jari-jari tangan, makanan yang
wadah atau tempat makan-minum yang dicuci dengan air
tercemar.Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang
benar-benar bersih mempunyai risiko menderita diare lebih kecil
dibanding dengan masyarakat yang tidak mendapatkan air
bersih.Masyarakat dapat mengurangi risiko terhadap serangan diare
yaitu dengan menggunakan air yang bersih dan melindungi air
tersebut dari kontaminasi mulai dari sumbernya sampai penyimpanan
di rumah.Yang harus diperhatikan oleh keluarga :1) Ambil air dari
sumber air yang bersih2) Simpan air dalam tempat yang bersih dan
tertutup serta gunakan gayung khusus untuk mengambil air.3) Jaga
sumber air dari pencemaran oleh binatang dan untuk mandi
anak-anak4) Minum air yang sudah matang (dimasak sampai mendidih)5)
Cuci semua peralatan masak dan peralatan makan dengan air yang
bersih dan cukup.d. Mencuci TanganKebiasaan yang berhubungan dengan
kebersihan perorangan yang penting dalam penularan kuman diare
adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun, terutama
sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum
menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makan anak dan sebelum makan,
mempunyai dampak dalam kejadian diare ( Menurunkan angka kejadian
diare sebesar 47%).e. Menggunakan JambanPengalaman di beberapa
negara membuktikan bahwa upaya penggunaan jamban mempunyai dampak
yang besar dalam penurunan risiko terhadap penyakit diare. Keluarga
yang tidak mempunyai jamban harus membuat jamban dan keluarga harus
buang air besar di jamban.Yang harus diperhatikan oleh keluarga :1)
Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat
dipakai oleh seluruh anggota keluarga.2) Bersihkan jamban secara
teratur.3) Gunakan alas kaki bila akan buang air besar.f. Membuang
Tinja Bayi Yang BenarBanyak orang beranggapan bahwa tinja bayi itu
tidak berbahaya. Hal ini tidak benar karena tinja bayi dapat pula
menularkan penyakit pada anak-anak dan orang tuanya. Tinja bayi
harus dibuang secara benar.Yang harus diperhatikan oleh keluarga:1)
Kumpulkan segera tinja bayi dan buang di jamban2) Bantu anak buang
air besar di tempat yang bersih dan mudah di jangkau olehnya.3)
Bila tidak ada jamban, pilih tempat untuk membuang tinja seperti di
dalam lubang atau di kebun kemudian ditimbun.4) Bersihkan dengan
benar setelah buang air besar dan cuci tangan dengan sabun.g.
Pemberian Imunisasi CampakPemberian imunisasi campak pada bayi
sangat penting untuk mencegah agar bayi tidak terkena penyakit
campak. Anak yang sakit campak sering disertai diare, sehingga
pemberian imunisasi campak juga dapat mencegah diare. Oleh karena
itu berilah imunisasi campak segera setelah bayi berumur 9 bulan.2.
Penyehatan Lingkungana. Penyediaan Air BersihMengingat bahwa ada
beberapa penyakit yang dapat ditularkan melalui air antara lain
adalah diare, kolera, disentri, hepatitis, penyakit kulit, penyakit
mata, dan berbagai penyakit lainnya, maka penyediaan air bersih
baik secara kuantitas dan kualitas mutlak diperlukan dalam memenuhi
kebutuhan air sehari-hari termasuk untuk menjaga kebersihan diri
dan lingkungan. Untuk mencegah terjadinya penyakit tersebut,
penyediaan air bersih yang cukup disetiap rumah tangga harus
tersedia. Disamping itu perilaku hidup bersih harus tetap
dilaksanakan.b. Pengelolaan SampahSampah merupakan sumber penyakit
dan tempat berkembang biaknya vektor penyakit seperti lalat,
nyamuk, tikus, kecoa dsb. Selain itu sampah dapat mencemari tanah
dan menimbulkan gangguan kenyamanan dan estetika seperti bau yang
tidak sedap dan pemandangan yang tidak enak dilihat. Oleh karena
itu pengelolaan sampah sangat penting, untuk mencegah penularan
penyakit tersebut. Tempat sampah harus disediakan, sampah harus
dikumpulkan setiap hari dan dibuang ke tempat penampungan
sementara. Bila tidak terjangkau oleh pelayanan pembuangan sampah
ke tempat pembuangan akhir dapat dilakukan pemusnahan sampah dengan
cara ditimbun atau dibakar.c. Sarana Pembuangan Air LimbahAir
limbah baik limbah pabrik atau limbah rumah tangga harus dikelola
sedemikian rupa agar tidak menjadi sumber penularan penyakit.
Sarana pembuangan air limbah yang tidak memenuhi syarat akan
menimbulkan bau, mengganggu estetika dan dapat menjadi tempat
perindukan nyamuk dan bersarangnya tikus, kondisi ini dapat
berpotensi menularkan penyakit seperti leptospirosis, filariasis
untuk daerah yang endemis filaria. Bila ada saluran pembuangan air
limbah di halaman, secara rutin harus dibersihkan, agar air limbah
dapat mengalir, sehingga tidak menimbulkan bau yang tidak sedap dan
tidak menjadi tempat perindukan nyamuk.
J. PENATALAKSANAANMenurut Kemenkes RI (2011), prinsip
tatalaksana diare pada balita adalah LINTAS DIARE (Lima Langkah
Tuntaskan Diare), yang didukung oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia
dengan rekomendasi WHO. Rehidrasi bukan satu-satunya cara untuk
mengatasi diare tetapi memperbaiki kondisi usus serta mempercepat
penyembuhan/menghentikan diare dan mencegah anak kekurangan gizi
akibat diare juga menjadi cara untuk mengobati diare. Adapun
program LINTAS Diare (Lima Langkah Tuntaskan Diare) yaitu: 1.
Berikan OralitUntuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan
mulai dari rumah tangga dengan memberikan oralit osmolaritas
rendah, dan bila tidak tersedia berikan cairan rumah tangga seperti
air tajin, kuah sayur, air matang. Oralit saat ini yang beredar di
pasaran sudah oralit yang baru dengan osmolaritas yang rendah, yang
dapat mengurangi rasa mual dan muntah. Oralit merupakan cairan yang
terbaik bagi penderita diare untuk mengganti cairan yang hilang.
Bila penderita tidak bisa minum harus segera di bawa ke sarana
kesehatan untuk mendapat pertolongan cairan melalui infus.Derajat
dehidrasi dibagi dalam 3 klasifikasi :a. Diare tanpa dehidrasiTanda
diare tanpa dehidrasi, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau
lebih : Keadaan Umum : baik Mata : Normal Rasa haus : Normal, minum
biasa Turgor kulit : kembali cepatDosis oralit bagi penderita diare
tanpa dehidrasi sbb : Umur < 1 tahun : - gelas setiap kali anak
mencret Umur 1 4 tahun : - 1 gelas setiap kali anak mencret Umur
diatas 5 Tahun : 1 1 gelas setiap kali anak mencretb. Diare
dehidrasi Ringan/SedangDiare dengan dehidrasi Ringan/Sedang, bila
terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih: Keadaan Umum : Gelisah,
rewel Mata : Cekung Rasa haus : Haus, ingin minum banyak Turgor
kulit : Kembali lambatDosis oralit yang diberikan dalam 3 jam
pertama 75 ml/ kg bb dan selanjutnya diteruskan dengan pemberian
oralit seperti diare tanpa dehidrasi. c. Diare dehidrasi berat
Diare dehidrasi berat, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau
lebih: Keadaan Umum : Lesu, lunglai, atau tidak sadar Mata : Cekung
Rasa haus : Tidak bisa minum atau malas minum Turgor kulit :
Kembali sangat lambat (lebih dari 2 detik) Penderita diare yang
tidak dapat minum harus segera dirujuk ke Puskesmas untuk di
infus.
ORALIT
2. Berikan obat Zinc Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang
penting dalam tubuh. Zinc dapat menghambat enzim INOS (Inducible
Nitric Oxide Synthase), dimana ekskresi enzim ini meningkat selama
diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel usus. Zinc juga
berperan dalam epitelisasi dinding usus yang mengalami kerusakan
morfologi dan fungsi selama kejadian diare. Pemberian Zinc selama
diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat keparahan diare,
mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja,
serta menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan
berikutnya.(Black, 2003). Penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa
Zinc mempunyai efek protektif terhadap diare sebanyak 11 % dan
menurut hasil pilot study menunjukkan bahwa Zinc mempunyai tingkat
hasil guna sebesar 67 % (Hidayat 1998 dan Soenarto 2007).
Berdasarkan bukti ini semua anak diare harus diberi Zinc segera
saat anak mengalami diare. Dosis pemberian Zinc pada balita: Umur
< 6 bulan : tablet ( 10 Mg ) per hari selama 10 hari Umur > 6
bulan : 1 tablet ( 20 mg) per hari selama 10 hari. Zinc tetap
diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti. Cara
pemberian tablet zinc: Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air
matang atau ASI, sesudah larut berikan pada anak diare.
ZINK
3. Pemberian ASI / Makanan : Pemberian makanan selama diare
bertujuan untuk memberikan gizi pada penderita terutama pada anak
agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat badan.
Anak yang masih minum Asi harus lebih sering di beri ASI. Anak yang
minum susu formula juga diberikan lebih sering dari biasanya. Anak
uis 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah mendapatkan makanan
padat harus diberikan makanan yang mudah dicerna dan diberikan
sedikit lebih sedikit dan lebih sering. Setelah diare berhenti,
pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk membantu
pemulihan berat badan. 4. Pemberian Antibiotika hanya atas indikasi
Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya
kejadian diare pada balita yang disebabkan oleh bakteri.
Antibiotika hanya bermanfaat pada penderita diare dengan darah
(sebagian besar karena shigellosis), suspek kolera. Obat-obatan
Anti diare juga tidak boleh diberikan pada anak yang menderita
diare karena terbukti tidak bermanfaat. Obat anti muntah tidak di
anjurkan kecuali muntah berat. Obat-obatan ini tidak mencegah
dehidrasi ataupun meningkatkan status gizi anak, bahkan sebagian
besar menimbulkan efek samping yang bebahaya dan bisa berakibat
fatal. Obat anti protozoa digunakan bila terbukti diare disebabkan
oleh parasit (amuba, giardia). 5. Pemberian Nasehat Ibu atau
pengasuh yang berhubungan erat dengan balita harus diberi nasehat
tentang : a. Cara memberikan cairan dan obat di rumah b. Kapan
harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan bila : Diare
lebih sering Muntah berulang Sangat haus Makan/minum sedikit Timbul
demam Tinja berdarah Tidak membaik dalam 3 hari.
Menurut Kapita Selekta Kedokteran (2000) dan SPM Kesehatan Anak
RSUD Wates (2001), Penatalaksanaan Medis diare yaitu:1. Resusitasi
cairan dan elektrolita. Rencana Pengobatan A, digunakan untuk :
Mengatasi diare tanpa dehidrasi Meneruskan terapi diare di rumah
Memberikan terapi awal bila anak diare lagi
Tiga cara dasar rencana Pengobatan A :1) Berikan lebih banyak
cairan daripada biasanya untuk mencegah dehidrasi (oralit, makanan
cair : sup, air matang). Berikan cairan ini sebanyak anak mau dan
terus diberikan hingga diare berhenti.Kebutuhan oralit per kelompok
umurUmurDdiberikan Setiap BabYang Disediakan
< 12 bulan50-100 ml400 ml / hari (2 bungkus)
1-4 tahun100-200 ml600-800 ml / hari (3-4 bungkus)
> 5 tahun200-300 ml800-1000 ml / hari (4-5 bungkus)
Dewasa300-400 ml1.200-2.800 ml / hari
Cara memberikan oralit :o Berikan sesendok teh tiap 1-2 menit
untuk anak < 2 tahuno Berikan beberapa teguk dari gelas untuk
anak lebih tuao Bila anak muntah, tunggu 10 menit, kemudian berikan
cairan lebih sedikit (sesendok teh tiap 1-2 menit)o Bila diare
belanjut setelah bungkus oralit habis, beritahu ibu untuk
memberikan cairan lain atau kembali ke petugas untuk mendapatkan
tambahan oralit.2) Beri anak makanan untuk mencegah kurang gizi :o
Teruskan pemberian ASIo Untuk anak < 6 bln dan belum mendapatkan
makanan padat dapat diberikan susu yang dicairkan dengan air yang
sebanding selama 2 hari.o Bila anak > / = 6 bulan atau telah
mendapat makanan padat :- Berikan bubur atau campuran tepung
lainnya, bila mungkin dicampur dengan kacang-kacangan, sayur,
daging, tam-bahkan 1 atau 2 sendok teh minyak sayur tiap porsi.-
Berikan sari buah segar atau pisang halus untuk menambah kalium-
Dorong anak untuk makan berikan sedikitnya 6 kali sehari- Berikan
makanan yang sama setelah diare berhenti dan berikan makanan
tambahan setiap hari selama 2 minggu.- Bawa anak kepada petugas
bila anak tidak membaik selama 3 hari atau anak mengalami : bab
sering kali, muntah berulang, sangat haus sekali, makan minum
sedikit, demam, tinja berdarah
b. Rencana Pengobatan B Dehidrasi tidak berat (ringan-sedang);
rehidrasi dengan oralit 75 ml / kg BB dalam 3 jam pertama atau bila
berat badan anak tidak diketahui dan atau memudahkan dilapangan,
berikan oralit sesuai tabel :Jumlah oralit yang diberikan 3 jam
pertama :Umur< 1 tahun1-5 tahun> 5tahunDewasa
Jumlah oralit300 ml600 ml1.200 ml2.400 ml
Setelah 3-4 jam, nilai kembali, kemudian pilih rencana A, B,
atau C untuk melanjutkan pengobatan : Bila tidak ada dehidrasi
ganti ke rencana A Bila ada dehidrasi tak berat atau ringan/sedang,
ulangi rencana B tetapi tawarkan makanan, susu dan sari bu-ah
seperti rencana A Bila dehidrasi berat, ganti dengan rencana Cc.
Rencana Pengobatan C Dehidrasi berat : rehidrasi parenteral /
cairan intravena segera. Beri 100 ml/kg BB cairan RL, Asering atau
garam normal (larutan yang hanya mengandung glukosa tidak boleh
diberikan).Umur30 ml/kg BB70 ml/kg BB
< 12 bulan 1 jam pertama5 jam kemudian
> 1 tahun jam pertama21/2 jam kemudian
Rehidrasi parenteral : RL atau Asering untuk resusitasi /
rehidrasi D1/4S atau KN1B untuk maintenan (umur < 3 bulan) D1/2S
atau KN3A untuk maintenan (umur > 3 bulan) Ulangi bila nadi
masih lemah atau tidak teraba Nilai kembali tiap 1-2 jam. Bila
rehidrasi belum tercapai percepat tetesan infuse Juga berikan
oralit 5 ml/kg BB/jam bila penderita bisa minum. Biasanya setelah
3-4 jam (bayi) atau 1-2 jam (anak) Setelah 3-6 jam (bayi) atau 3
jam (anak) nilai lagi, kemudian pilih rencana A, B, C untuk
melanjutkan pengobatan.2. Obat-obat anti diare meliputi
antimotilitas (loperamid, difenoksilat, kodein, opium), adsorben
(norit, kaolin, smekta). 3. Obat anti muntah : prometazin ,
domperidon, klorpromazin4. Antibiotik hanya diberikan untuk
disentri dan tersangka kolera : Metronidazol 50 mg/kgBB/hari5.
Hiponatremia (Na > 155 mEq/L), dikoreksi dengan D1/2S. Penurunan
kadar Na tidak boleh lebih dari 10 mEq per hari karena bisa
menyebabkan edema otak6. Hiponatremia (Na < 130 mEq/L),
dikoreksi dengan RL atau NaCl7. Hiperkalemia (K > 5 mEq/L),
dikoreksi dengan kalsium glukonas perlahan-lahan 5-10 menit sambil
memantau detak jantung8. Hipokalemia (K, 3,5 mEq/L), dikoreksi
dengan KCl
K. PENGKAJIAN KEPERAWATAN1. IdentitasPerlu diperhatikan adalah
usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insiden
paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan. Kebanyakan kuman
usus merangsang kekebalan terhadap infeksi, hal ini membantu
menjelaskan penurunan insidence penyakit pada anak yang lebih
besar. Pada umur 2 tahun atau lebih imunitas aktif mulai terbentuk.
Kebanyakan kasus karena infeksi usus asimptomatik dan kuman enteric
menyebar terutama klien tidak menyadari adanya infeksi. Status
ekonomi juga berpengaruh terutama dilihat dari pola makan dan
perawatannya .2. Keluhan UtamaBAB lebih dari 3 x, muntah, diare,
kembung, demam.3. Riwayat Penyakit SekarangBAB warna kuning
kehijauan, bercamour lendir dan darah atau lendir saja. Konsistensi
encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari
(diare akut), lebih dari 7 hari ( diare berkepanjangan), lebih dari
14 hari (diare kronis).4. Riwayat Penyakit DahuluPernah mengalami
diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau kortikosteroid jangka
panjang (perubahan candida albicans dari saprofit menjadi parasit),
alergi makanan, ISPA, ISK, OMA campak. 5. Riwayat NutrisiPada anak
usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang dewasa,
porsi yang diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan
susu. kekurangan gizi pada anak usia toddler sangat rentan,. Cara
pengelolahan makanan yang baik, menjaga kebersihan dan sanitasi
makanan, kebiasan cuci tangan, 6. Riwayat Kesehatan KeluargaAda
salah satu keluarga yang mengalami diare.7. Riwayat Kesehatan
LingkunganPenyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga
kebersihan, lingkungan tempat tinggal.8. Pemeriksaan Fisika.
pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan
mengecil, lingkar kepala, lingkar abdomen membesar,b. keadaan umum
: klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran menurun.c. Kepala :
ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada anak umur 1
tahun lebihd. Mata : cekung, kering, sangat cekunge. Sistem
pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen, peristaltic
meningkat > 35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual muntah, minum
normal atau tidak haus, minum lahap dan kelihatan haus, minum
sedikit atau kelihatan bisa minumf. Sistem Pernafasan : dispnea,
pernafasan cepat > 40 x/mnt karena asidosis metabolic (kontraksi
otot pernafasan)g. Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120
x/mnt dan lemah, tensi menurun pada diare sedang .h. Sistem
integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu
meningkat > 375 0 c, akral hangat, akral dingin (waspada syok),
capillary refill time memajang > 2 dt, kemerahan pada daerah
perianal.i. Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai
anuria (200-400 ml/ 24 jam ), frekuensi berkurang dari sebelum
sakit.j. Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa
mengalami stress yang berupa perpisahan, kehilangan waktu bermain,
terhadap tindakan invasive respon yang ditunjukan adalah protes,
putus asa, dan kemudian menerima.9. Pola Fungsi Kesehatana. Pola
persepsi dan pemeliharaan kesehatan : kebiasaan bab di wc / jamban
/ sungai / kebun, personal hygiene ?, sanitasi ?, sumber air minum
?b. Pola nutrisi dan metabolisme : anoreksia, mual, muntah, makanan
/ minuman terakhir yang dimakan, makan makanan yang tidak biasa /
belum pernah dimakan, alergi, minum ASI atau susu formula, baru
saja ganti susu, salah makan, makan berlebihan, efek samping obat,
jumlah cairan yang masuk selama diare, makan / minum di warung ?c.
Pola eleminasi a. Bab : frekuensi, warna, konsistensi, bau, lendir,
darahb. Bak : frekuensi, warna, bak 6 jam terakhir ?, oliguria,
anuriad. Pola aktifitas dan latihan : travellinge. Pola tidur dan
istirahatf. Pola kognitif dan perceptualg. Pola toleransi dan
koping stressh. Pola nilai dan keyakinani. Pola hubungan dan
peranj. Pola persepsi diri dan konsep diri i. Pola seksual dan
reproduksi
DIARE
L. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL1. Diare b.d factor
psikologis (tingkat stress dan cemas tinggi), faktor situasional (
keracunan, penyalahgunaan laksatif, pemberian makanan melalui
selang efek samping obat, kontaminasi, traveling), factor
fisiologis (inflamasi, malabsorbsi, proses infeksi, iritas,
parasit)2. Hipertermi b.d peningkatan metabolic, dehidrasi, proses
infeksi, medikasi3. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan volume
cairan aktif, kegagalan dalam mekanisme pengaturan.4. PK : Syok
hipovolemik b.d dehidrasi5. Cemas orang tua b.d proses penyakit
anaknya6. Takut b.d tindakan invasive, hospitalisasi, pengalaman
yang kurang menyenangkan.7. Kurang pengetahuan tentang penyakit
diare b.d kurang informasi, keterbatasan kognisi, tidak familiar
dengan sumber informasi8. Resiko kelebihan volume cairan b.d
overhidrasi9. Penurunan cardiac output b.d penurunan suplai
cairan/darah10. Pola nafas tidak efektif b.d hiperventilasi11.
Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara kebutuhan dan
suplai oksigen
M. PERENCANAAN KEPERAWATANNODIAGNOSA KEPNOC / TUJUANNIC /
INTERVENSI
1.Diare b.d faktor psiko-logis (stress, cemas), faktor
situasional (kera-cunan, kontaminasi, pem-berian makanan melalui
selang, penyalahgunaan laksatif, efek samping obat, travelling,
malab-sorbsi, proses infeksi, parasit, iritasi)
Batasan karakteristik :- Bab > 3 x/hari- Konsistensi encer /
cair- Suara usus hiperaktif- Nyeri perut- Kram
Setelah dilakukan tindakan perawatan selama X 24 jam pasien
tidak me-ngalami diare / diare berkurang, dengan criteria :
Bowel Elemination (0501)- Frekuensi bab normal < 3 kali /
hari - Konsistensi feses normal (lunak dan berbentuk)- Gerakan usus
tidak me-ningkat (terjadi tiap 10 -30 detik)- Warna feses normal-
Tidak ada lendir, darah- Tidak ada nyeri- Tidak ada diare- Tidak
ada kram- Gambaran peristaltic tidak tampak- Bau fese normal (tidak
amis, bau busuk)
Manajemen Diare (0460) 1. Identifikasi faktor yang mungkin
me-nyebabkan diare (bakteri, obat, makanan, selang makanan, dll )2.
Evaluasi efek samping obat3. Ajari pasien menggunakan obat diare
dengan tepat (smekta diberikan 1-2 jam setelah minum obat yang
lain)4. Anjurkan pasien / keluarga untuk men-catat warna, volume,
frekuensi, bau, konsistensi feses.5. Dorong klien makan sedikit
tapi sering (tambah secara bertahap)6. Anjurkan klien menghindari
makanan yang berbumbu dan menghasilkan gas.7. Sarankan klien untuk
menghindari ma-kanan yang banyak mengandung laktosa.8. Monitor
tanda dan gejala diare9. Anjurkan klien untuk menghubungi pe-tugas
setiap episode diare10. Observasi turgor kulit secara teratur11.
Monitor area kulit di daerah perianal dari iritasi dan ulserasi12.
Ukur diare / keluaran isi usus13. Timbang Berat Badan secara
teratur14. Konsultasikan dokter jika tanda dan gejala diare
menetap.15. Kolaborasi dokter jika ada peningkatan suara usus16.
Kolaborasi dokter jika tanda dan gejala diare menetap.17. Anjurkan
diet rendah serat 18. Anjurkan untuk menghindari laksatif19. Ajari
klien / keluarga bagaimana meme-lihara catatan makanan20. Ajari
klien teknik mengurangi stress21. Monitor keamanan preparat
makanan
Manajemen Nutrisi (1100)1. Hindari makanan yang membuat alergi2.
Hindari makanan yang tidak bisa di-toleransi oleh klien3.
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan kebutuhan kalori dan
jenis makanan yang dibutuhkan 4. Berikan makanan secara selektif5.
Berikan buah segar (pisang) atau jus buah6. Berikan informasi
tentang kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan kien dan ba-gaimana cara
makannya
Bowel Incontinence Care (0410)1. Tentukan faktor fisik atau
psikis yang menyebabkan diare.2. Terangkan penyebab masalah dan
alasan dilakukan tindakan.3. Diskusikan prosedur dan hasil yang
diharapkan dengan klien / keluarga4. Anjurkan klien / keluarga
untuk mencatat keluaran feses 5. Cuci area perianal dengan sabun
dan air dan keringkan setiap setelah habis bab6. Gunakan cream di
area perianal 7. Jaga tempat tidur selalu bersih dan kering
Perawatan Perineal (1750)1. Bersihkan secara teratur dengan teknik
aseptik2. Jaga daerah perineum selalu kering3. Pertahankan klien
pada posisi yang nyaman4. Berikan obat anti nyeri / inflamasi
dengan tepat
2.Hipertermi b.d dehidrasi, peningkatan metabolik, inflamasi
usus
Batasan karakteristik :- Suhu tubuh > normal- Kejang-
Takikardi- Respirasi meningkat- Diraba hangat- Kulit memerah
Setelah dilakukan tindakan perawatan selama X 24 jam suhu badan
klien normal, dengan criteria :
Termoregulasi (0800)- Suhu kulit normal- Suhu badan 35,9C-
37,3C- Tidak ada sakit kepala - Tidak ada nyeri otot- Tidak ada
perubahan war-na kulit - Nadi, respirasi dalam ba-tas normal-
Hidrasi adekuat- Pasien menyatakan nya-man- Tidak menggigil- Tidak
iritabel / gragapan / kejang
Pengaturan Panas (3900)1. Monitor suhu sesuai kebutuhan2.
Monitor tekanan darah, nadi dan respirasi3. Monitor suhu dan warna
kulit4. Monitor dan laporkan tanda dan gejala hipertermi5. Anjurkan
intake cairan dan nutrisi yang adekuat6. Ajarkan klien bagaimana
mencegah panas yang tinggi7. Berikan obat antipiretik8. Berikan
obat untuk mencegah atau mengontrol menggigil
Pengobatan Panas (3740)1. Monitor suhu sesuai kebutuhan2.
Monitor IWL3. Monitor suhu dan warna kulit4. Monitor tekanan darah,
nadi dan respirasi5. Monitor derajat penurunan kesadaran6. Monitor
kemampuan aktivitas7. Monitor leukosit, hematokrit8. Monitor intake
dan output9. Monitor adanya aritmia jantung10. Dorong peningkatan
intake cairan 11. Berikan cairan intravena12. Tingkatkan sirkulasi
udara dengan kipas angin13. Dorong atau lakukan oral hygiene14.
Berikan obat antipiretik untuk mencegah pasien menggigil /
kejang15. Berikan obat antibiotic untuk mengobati penyebab demam16.
Berikan oksigen17. Kompres dingin diselangkangan, dahi dan aksila
bila suhu badan 39C atau lebih18. Kompres hangat diselangkangan,
dahi dan aksila bila suhu badan < 39C 19. Anjurkan klien untuk
tidak memakai selimut 20. Anjurkan klien memakai baju berbahan
dingin, tipis dan menyerap keringat
Manajemen Lingkungan (6480)1. Berikan ruangan sendiri sesuai
indikasi2. Berikan tempat tidur dan kain / linen yang bersih dan
nyaman3. Batasi pengunjung
Mengontrol Infeksi (6540)1. Anjurkan klien untuk mencuci tangan
sebelum makan2. Gunakan sabun untuk mencuci tangan3. Cuci tangan
sebelum dan sesudah melakukan kegiatan perawatan 4. Ganti tempat
infuse dan bersihkan sesuai dengan SOP5. Berikan perawatan kulit di
area yang odem6. Dorong klien untuk cukup istirahat7. Lakukan
pemasangan infus dengan teknik aseptik 8. Anjurkan koien minum
antibiotik sesuai advis dokter
3.Kekurangan volume ca-iran b.d intake kurang, kehilangan volume
cairan aktif, kegagalan dalam mekanisme pengaturan
Batasan karakteristik :- Kelemahan- Haus- Penurunan turgor
kulit- Membran mucus / kulit kering- Nadi meningkat, te-kanan darah
menu-run, tekanan nadi menurun- Penurunan pengisian kapiler-
Perubahan status mental- Penurunan urin out-put- Peningkatan
konsen-trasi urin- Peningkatan suhu tubuh- Hematokrit mening-kat-
Kehilangan berat ba-dan mendadak.
Setelah dilakukan tindakan perawatan selama X 24 jam kebutuhan
cairan dan elektrolit adekuat, dengan kriteria :
Hidrasi (0602)- Hidrasi kulit adekuat- Tekanan darah dalam
ba-tas normal- Nadi teraba - Membran mukosa lembab- Turgor kulit
normal- Berat badan stabil dan dalam batas normal- Kelopak mata
tidak ce-kung- Fontanela tidak cekung- Urin output normal- Tidak
demam- Tidak ada rasa haus yang sangat- Tidak ada napas pendek /
kusmaul
Balance Cairan (0601)- Tekanan darah normal- Nadi perifer
teraba- Tidak terjadi ortostatik hypotension- Intake-output
seimbang dalam 24 jam- Serum, elektrolit dalam batas normal.- Hmt
dalam batas normal- Tidak ada suara napas tambahan- BB stabil-
Tidak ada asites, edema perifer- Tidak ada distensi vena leher-
Mata tidak cekung- Tidak bingung- Rasa haus tidak berlebih-an-
Membrane mukosa lem-bab- Hidrasi kulit adekuat
M Monitor Cairan (4130)1. Tentukan riwayat jenis dan banyaknya
intake cairan dan kebiasaan eleminasi2. Tentukan faktor resiko yang
menyebabkan ketidakseimbangan cairan (hipertermi, diu-retik,
kelainan ginjal, muntah, poliuri, diare, diaporesis, terpapar
panas, infeksi)3. Menimbang BB secara teratur4. Monitor vital
sign5. Monitor intake dan output6. Periksa serum, elektrolit dan
membatasi cairan bila diperlukan7. Jaga keakuratan catatan intake
dan output8. Monitor membrane mukosa, turgor kulit dan rasa haus9.
Monitor warna dan jumlah urin10. Monitor distensi vena leher,
krakles, odem perifer dan peningkatan berat badan.11. Monitor akses
intravena12. Monitor tanda dan gejala asites13. Catat adanya
vertigo14. Pertahankan aliran infuse sesua advis dokter
Manajemen Cairan (4120)1. Timbang berat badan dan monitor
ke-cenderungannya.2. Timbang popok3. Pertahankan keakuratan catatan
intake dan output4. Pasang kateter bila perlu5. Monitor status
hidrasi (kelembaban membrane mukosa, denyut nadi, tekanan darah)6.
Monitor vital sign7. Monitor tanda-tanda overhidrasi / ke-lebihan
cairan (krakles, edema perifer, distensi vena leher, asites, edema
pulmo)8. Berikan cairan intravena9. Monitor status nutrisi10.
Berikan intake oral selama 24 jam11. Berikan cairan dengan selang
(NGT) bila perlu12. Monitor respon pasien terhadap terapi
elektrolit13. Kolaborasi dokter jika ada tanda dan gejala kelebihan
cairan
Manajemen Hipovolemia (4180)1. Monitor status cairan intake dan
output2. Pertahankan patensi akses intravena3. Monitor Hb dan Hct4.
Monitor kehilangan cairan (muntah dan diare)5. Monitor tanda
vital6. Monitor respon pasien terhadap perubahan cairan7. Berikan
cairan isotonic / kristaloid (Na-Cl, RL, Asering) untuk rehidrasi
eks-traseluler8. Monitor tempat tusukan intravena dari tanda
infiltrasi atau infeksi9. Monitor IWL (misalnya : diaporesis) 10.
Anjurkan klien untuk menghindari meng-ubah posisi dengan cepat,
dari tidur ke duduk atau berdiri 11. Monitor berat badan secara
teratur12. Monitor tanda-tanda dehidrasi ( turgor kulit menurun,
pengisian kapiler lambat, membrane mukosa kering, urin output
menurun, hipotensi, rasa haus meningkat, nadi lemah.13. Dorong
intake oral (distribusikan cairan selama 24 jam dan beri cairan
diantara waktu makan)14. Pertahankan aliran infus15. Posisi pasien
Trendelenburg / kaki elevasi lebih tinggi dari kepala ketika
hipotensi jika perlu
Monitoring Elektrolit (2020)1. Monitor elektrolit serum2.
Kolaborasi dokter jika ada ketidak-seimbangan elektrolit3. Monitor
tanda dan gejala ketidak-seimbangan elektrolit (kejang, kram perut,
tremor, mual dan muntah, letargi, cemas, bingung, disorientasi,
kram otot, nyeri tulang, depresi pernapasan, gangguan ira-ma
jantung, penurunan kesadaran : apa-tis, coma)
Manajemen Elektrolit (2000)1. Pertahankan cairan infuse yang
me-ngandung elektrolit2. Monitor kehilangan elektrolit lewat
suc-tion nasogastrik, diare, diaporesis3. Bilas NGT dengan normal
salin4. Berikan diet makanan yang kaya kalium5. Berikan lingkungan
yang aman bagi klien yang mengalami gangguan neurologis atau
neuromuskuler6. Ajari klien dan keluarga tentang tipe, penyebab,
dan pengobatan ketidakse-imbangan elektrolit7. Kolaborasi dokter
bila tanda dan gejala ketidakseimbangan elektrolit menetap.8.
Monitor respon klien terhadap terapi elektrolit9. Monitor efek
samping pemberian su-plemen elektrolit. 10. Kolaborasi dokter
pemberian obat yang mengandung elektrolit (aldakton, kalsium
glukonas, Kcl).11. Berikan suplemen elektrolit baik lewat oral,
NGT, atau infus sesuai advis dokter
4.PK: Syok hipovolemia b.d dehidrasi
Setelah dilakukan tindak-an / penanganan selama 1 jam diharapkan
klien mempunyai perfusi yang adekuat, dengan criteria :
Kriteria hasil :- Amplitudo nadi perifer meningkat- Pengisian
kapiler singkat (< 2 detik)- Tekanan darah dalam rentang normal-
CVP > atau = 5 cm H2O- Frekuensi jantung teratur- Berorientasi
terhadap waktu, tempat, dan orang- Keluaran urin > atau = 30
ml/jam- Akral hangat- Nadi teraba - Membran mukosa lembab- Turgor
kulit normal- Berat badan stabil dan dalam batas normal- Kelopak
mata tidak cekung- Tidak demam- Tidak ada rasa haus yang sangat-
Tidak ada napas pen-dek /kusmaul
1. Kaji dan catat status perfusi perifer. Laporkan temuan
bermakna : ekstremitas dingin dan pucat, penurunan amplitude nadi,
pengisian kapiler lambat.2. Pantau tekanan darah pada interval
sering ; waspadai pada pembacaan lebih dari 20 mmHg di bawah
rentang normal klien atau indicator lain dari hipotensi : pusing,
perubahan mental, keluaran urin menurun.3. Bila hipotensi terjadi,
tempatkan klien pada posisi telentang untuk meningkatkan aliran
balik vena. Ingat bahwa tekanan darah > atau = 80/60 mmHg untuk
perfusi koroner dan arteri ginjal yang adekuat.4. Pantau CVp (bila
jalur dipasang) untuk menentukan keadekuatan aliran balik vena dan
volume darah; 5-10 cm H2O biasanya dianggap rentang yang adekuat.
Nilai mendekati 0 menunjukkan hipovolemia, khususnya bila terkait
dengan keluaran urin menurun, vasokonstriksi, dan peningkatan
frekuensi jantung yang ditemukan pada hipovolemia.5. Observasi
terhadap indicator perfusi serebral menurun : gelisah, konfusi,
penurunan tingkat kesadaran. Bila indicator positif terjadi,
lindungi klien dari cidera dengan meninggikan pengaman tempat tidur
dan menempatkan tempat tidur pada posisi paling rendah.
Reorientasikan klien sesuai indikasi.6. Pantau terhadap indicator
perfusi arteri koroner menurun : nyeri dada, frekuensi jantung
tidak teratur.7. Pantau hasil laboratorium terhadap BUN (>20
mg/dl) dan kreatinin (>1,5 mg/dl) meninggi ; laporkan
peningkatan.8. Pantau nilai elektrolit terhadap bukti ketidak
seimbangan , terutama Natrium (>147 mEq/L) dan Kalium (>5
mEq/L). Waspadai tanda hiperkalemia : kelemahan otot,
hiporefleksia, frekuensi jantung tidak teratur. Juga pantau tanda
hipernatremia, retensi cairan dan edema.9. Berikan cairan sesuai
program untuk meningkatkan volume vaskuler. Jenis dan jumlah cairan
tergantung pada jenis syok dan situasi klinis klien : RL,
Asering10. Siapkan untuk pemindahan klien ke ICU/PICU
5Takut b.d tindakan inva-sif, hospitalisasi, penga-laman
lingkungan yang kurang bersahabat. (00148)
Batasan karakteristik :- Panik- Teror- Perilaku menghindar atau
menyerang- Impulsif- Nadi, respirasi, TD sistolik meningkat-
Anoreksia- Mual, muntah- Pucat- Stimulus sebagai an-caman- Lelah-
Otot tegang- Keringat meningkat- Gempar- Ketegangan mening-kat-
Menyatakan takut- Menangis- Protes- Melarikan diri
Setelah dilakukan tindak-an keperawatan selama X 24 jam rasa
takut klien berkurang, dengan criteria :
Fear control (1404) :- Klien tidak menyerang atau menghindari
sumber yang menakutkan- Klien menggunakan tek-nik relaksasi untuk
me-ngurangi takut- Klien mampu mengontrol respon takut- Klien tidak
melarikan diri - Durasi takut menurun- Klien kooperatif saat
di-lakukan perawatan dan pengobatan
Anxiety control (1402)- Tidur pasien adekuat- Tidak ada
manifestasi fisik- Tidak ada manifestasi perilaku- Klien mau
berinteraksi sosial
Coping enhancement (5230)1. Kaji respon takut pasien : data
objektif dan subyektif2. Jelaskan klien / keluarga tentang proses
penyakit3. Terangkan klien / keluarga tentang semua pemeriksaan dan
pengobatan4. Sampaikan sikap empati (diam, memberikan sen-tuhan,
mengijinkan mena-ngis, berbicara dll)5. Dorong orang tua untuk
selalu menemani anak6. Berikan pilihan yang realistis tentang aspek
perawatan7. Dorong klien untuk melakukan aktifitas sosial dan
komunitas8. Dorong penggunaan sumber spiritual
Anxiety Reduction (5820)1. Jelaskan semua prosedur termasuk
perasaan yang mungkin dialami selama menjalani prosedur2. Berikan
objek yang memberikan rasa aman3. Berbicara dengan pelan dan
tenang4. Membina hubungan saling percaya5. Jaga peralatan
pengobatan di luar penglihatan klien6. Dengarkan klien dengan penuh
perhatian7. Dorong klien mengungkapkan perasaan, persepsi dan takut
secara verbal8. Berikan aktivitas / peralatan yang meng-hibur untuk
mengurangi ketegangan9. Anjurkan klien menggunakan teknik
relaksasi10. Anjurkan orang tua untuk membawakan mainan kesukaan
dari rumah11. Mengusahakan untuk tidak mengulang pengambilan
darah12. Libatkan orang tua dalam perawatan dan pengobatan 13.
Berikan lingkungan yang tenang14. Batasi pengunjung
6.Cemas orang tua b.d perkembangan penyakit anaknya (diare,
muntah, panas, kembung)
Batasan karakteristik :- Orang tua sering bertanya- Orang tua
meng-ungkapkan perasaan cemas- Khawatir- Kewaspadaan me-ningkat-
Mudah tersinggung- Gelisah- Wajah tegang, me-merah- Kecenderungan
me-nyalahkan orang lain
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama X per-temuan
kecemasan orang tua berkurang, dengan criteria:
Anxiety control (1402)- Tidur adekuat- Tidak ada manifestasi
fisik- Tidak ada manifestasi perilaku- Mencari informasi untuk
mengurangi cemas- Menggunakan teknik re-laksasi untuk mengurangi
cemas- Berinteraksi sosial
Aggression Control (1401)- Menghindari kata yang meledak-ledak-
Menghindari perilaku yang merusak- Mampu mengontrol ung-kapan
verbal
Coping (1302)- Mampu mengidentifikasi pola koping yang efektif
dan tidak efektif- Mampu mengontrol ver-bal- Melaporkan stress /
ce-masnya berkurang- Mengungkapkan mene-rima keadaan- Mencari
informasi ber-kaitan dengan penyakit dan pengobatan- Memanfaatkan
dukungan social- Melaporkan penurunan stres fisik- Melaporkan
peningkatan kenyamanan psikisnya- Mengungkapkan membu-tuhkan
bantuan- Melaporkan perasaan ne-gatifnya berkurang- Menggunakan
strategi ko-ping efektif
Coping enhancement (5230)1. Kaji respon cemas orang tua2.
Jelaskan orang tua tentang proses penyakit anaknya3. Bantu orang
tua untuk mengenali penyebab diare.4. Terangkan orang tua tentang
prosedur pemeriksaan dan pengobatan5. Beritahu dan jelaskan setiap
perkem-bangan penyakit anaknya 6. Dorong penggunaan sumber
spiritual
Anxiety Reduction (5820)1 Jelaskan semua prosedur termasuk
pera-saan yang mungkin dialami selama men-jalani prosedur2 Berikan
objek yang dapat memberikan ra-sa aman3 Berbicara dengan pelan dan
tenang4 Membina hubungan saling percaya5 Dengarkan dengan penuh
perhatian6 Ciptakan suasana saling percaya7 Dorong orang tua
mengungkapkan pera-saan, persepsi dan cemas secara verbal8 Berikan
peralatan / aktivitas yang meng-hibur untuk mengurangi ketegangan9
Anjurkan untuk menggunakan teknik re-laksasi10 Berikan lingkungan
yang tenang, batasi pengunjung
7Kurang pengetahuan kli-en / orang tua tentang diare b.d kurang
informa-si, keterbatasan kognisi, tak familier dengan sum-ber
informasi.
Batasan Karakteristik :- Mengungkapkan ma-salah- Tidak tepat
mengiku-ti perintah- Tingkah laku yang berlebihan (histeris,
bermusuhan, agitasi, apatis)
Setelah dilakukan penjelasan selama X pertemuan klien / orang
tua mengetahui dan memahami tentang penya-kitnya, dengan criteria
:
Knowledge : Disease Process (1803) :- Mengetahui jenis / nama
penyakitnya- Mampu menjelaskan pro-ses penyakit- Mampu menjelaskan
fak-tor resiko- Mampu menjelaskan efek penyakit- Mampu menjelaskan
tan-da dan gejala penyakit- Mampu menjelaskan komplikasi- Mampu
menjelaskan ba-gaimana mencegah kom-plikasi
Knowledge : Health be-havors (1805)- Mampu menjelaskan pola
nutisi yang sehat- Mampu menjelaskan ak-tifitas yang bermanfaat-
Mampu menjelaskan cara pencegahan diare- Mampu menjelaskan tek-nik
manajemen stress- Mampu menjelaskan efek zat kimia- Mampu
menjelaskan ba-gaimana mengurangi re-siko sakit- Mampu menjelaskan
ba-gaimana menghindari lingkungan yang berba-haya (sanitasi
kurang)- Mampu menjelaskan cara pemakaian obat sesuai resep
Teaching : Disease Process (5602)1. Berikan penilaian tentang
tingkat pengetahuan klien / orang tua tentang proses penyakitnya2.
Jelaskan patofisiologi diare dan ba-gaimana hal ini berhubungan
dengan ana-tomi dan fisiologi dengan cara yang sesuai.3. Gambarkan
tanda dan gejala yang biasa muncul pada diare dengan cara yang
sesuai4. Gambarkan proses penyakit diare dengan cara yang sesuai5.
Identifikasi kemungkinan penyebab de-ngan cara yang tepat6. Bantu
klien / orang tua mengenali faktor penyebab diare7. Berikan
informasi upaya-upaya mencegah diare : selalu merebus air minum,
mencuci tangan sebelum makan, tidak makan di sembarang tempat,
merebus dot / botol susu sebelum digunakan, memperhatikan
kebersihan lingkungan dll8. Berikan informasi pada klien / orang
tua tentang kondisi / perkembangan kesehatan dengan tepat9.
Sediakan informasi tentang pengukuran diagnostik yang tersedia10.
Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk
mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau proses
pengontrolan penyakit11. Diskusikan pilihan terapi atau
penanganan12. Gambarkan pilihan rasional rekomendasi manajemen
terapi / penanganan13. Dukung klien/ orang tua untuk
meng-eksplorasikan atau mendapatkan second opinion dengan cara yang
tepat14. Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan dengan cara
yang tepat15. Instruksikan klien / orang tua mengenai tanda dan
gejala untuk melaporkan pada pemberi perawatan16. Kuatkan informasi
yang disediakan tim kesehatan yang lain dengan cara yang tepat
Teaching Procedur / Treatment (5618)1. Informasikan kepada klien
dan orang tua kapan prosedur pengobatan akan di-laksanakan2.
Informasikan seberapa lama prosedur pengobatan akan dilakukan3.
Informasikan tentang peralatan yang akan digunakan dalam
pengobatan4. Informasikan kepada orang tua siapa yang akan
melakukan prosedur pengobatan5. Jelaskan tujuan dan alasan
dilakukan prosedur pengobatan6. Anjurkan kepada klien untuk
kooperatif saat dilakukan prosedur pengobatan7. Jelaskan tentang
perasaan yang mungkin akan dialami selama dilakukan prosedur
pengobatan
8.Pola nafas tidak efektif b.d hiperventilasi
Batasan karakteristik :- Penurunan tekanan inspirasi /
ekspirasi- Penurunan ventilasi per menit- Penggunaan otot na-fas
tambahan- Pernafasan nasal fla-ring- Dispneu- Ortopneu-
Penyimpangan dada- Nafas pendek- Posisi tubuh menun-jukkan posisi 3
poin- Nafas pursed-lip (de-ngan bibir)- Ekspirasi memanjang-
Peningkatan diame-ter anterior-posterior- Frekuensi nafas Bayi :
< 25 atau > 60 1-4 th : < 20 atau > 30 5-14 th : <
14 atau > 25 > 14 th : < 11 atau > 24- Kedalaman nafas
Volume tidal de-wasa saat istira-hat 500 ml Volume tidal ba-yi 6-8
ml/kg BB- Penurunan kapasitas vital- Timing rasio
Setelah dilakukan tindakan perawatan selama X 24 jam pola nafas
efektif, dengan criteria :
Respiratory status : Airway patency (0410) :- Suara napas
bersih- Tidak ada sianosis- Tidak sesak napas- Irama napas dan
frekuensi napas dalam rentang nor-mal- Pasien tidak merasa
ter-cekik- Tidak ada sianosis- Tidak gelisah- Sputum berkurang
Respiratory status : ventilation (0403)- Respirasi dalam rentang
normal- Ritme dalam batas normal- Ekspansi dada simetris- Tidak ada
sputum di jalan napas- Tidak ada penggunaan otot-otot tambahan-
Tidak ada retraksi dada- Tidak ditemukan dispneu- Dispneu saat
aktivitas ti-dak ditemukan- Napas pendek-pendek ti-dak ditemukan-
Tidak ditemukan taktil fremitus- Tidak ditemukan suara napas
tambahan
Airway manajemen ( 3140)1 Buka jalan napas, gunakan teknik chin
lift atau jaw thrust bila perlu2 Posisikan klien untuk
memaksimalkan ventilasi3 Identifikasi pasien perlunya pemasangan
jalan napas buatan4 Pasang mayo bila perlu5 Lakukan fisioterapi
dada bila perlu6 Keluarkan secret dengan batuk atau suction7
Auskultasi suara napas , catat adanya suara tambahan8 Kolaborasi
pemberian bronkodilator bila perlu9 Monitor respirasi dan status
oksigen
Respirasi Monitoring (3350)1 Monitor rata-rata, ritme,
kedalaman, dan usaha napas2 Catat gerakan dada apakah simetris, ada
penggunaan otot tambahan, dan retraksi3 Monitor crowing, suara
ngorok4 Monitor pola napas : bradipneu, takipneu, kusmaull, apnoe5
Dengarkan suara napas : catat area yang ventilasinya menurun /
tidak ada dan catat adanya suara tambahan6 K/p suction dengan
mendengarkan suara ronkhi atau crakles7 Monitor peningkatan
gelisah, cemas, air hunger8 Monitor kemampuan klien untuk batuk
efektif9 Catat karakteristik dan durasi batuk10 Monitor secret di
saluran napas11 Monitor adanya krepitasi12 Monitor hasil roentgen
thorak13 Bebaskan jalan napas dengan chin lift atau jaw thrust bila
perlu14 Resusitasi bila perlu15 Berikan terapi pengobatan sesuai
advis (oral, injeksi, atau terapi in-halasi)
Cough Enhancement (3250)1 Monitor fungsi paru-paru, kapasitas
vital, dan inspirasi maksimal2 Dorong pasien melakukan nafas dalam,
ditahan 2 detik lalu batuk 2-3 kali3 Anjurkan klien nafas dalam
beberapa kali, dikeluarkan dengan pelan-pelan dan ba-tukkan di
akhir ekspirasi
Terapi Oksigen (3320)1. Bersihkan secret di mulut, hidung dan
tra-khea / tenggorokan2. Pertahankan patensi jalan nafas3. Jelaskan
pada klien / keluarga tentang pentingnya pemberian oksigen4.
Berikan oksigen sesuai kebutuhan5. Pilih peralatan sesuai kebutuhan
: kanul nasal 1-3 l/mnt, head box 5-10 l/mnt, dll6. Monitor aliran
oksigen7. Monitor selang oksigen8. Cek secara periodik selang
oksigen, air humidifier, aliran oksigen9. Observasi tanda
kekurangan oksigen : gelisah, sianosis dll10. Monitor tanda
keracunan oksigen11. Pertahankan oksigen selama dalam
trans-portasi12. Anjurkan klien / keluarga untuk menga-mati
persediaan oksigen, air humidifier, jika habis laporkan petugas
9.Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan suplai dan
kebutuhan O2, kelemahan
Batasan Karakteristik :- Laporan kerja : kele-lahan dan
kelemahan- Respon terhadap akti-vitas menunjukkan na-di dan tekanan
darah abnormal- Perubahan EKG me-nunjukkan aritmia / disritmia-
Dispneu dan ketidak-nyamanan yang sangat- GelisahSetelah dilakukan
tindakan keperawatan selama x 24 jam, klien mampu mencapai :
activity toleransi , dengan indikator :
Activity tolerance (0005)- Saturasi oksigen dalam batas normal
ketika beraktivitas- HR dalam batas normal ketika beraktivitas-
Respirasi dalam batas normal saat beraktivitas- Tekanan darah
sistolik dalam batas normal saat beraktivitas- Tekanan darah
diastolik dalam batas normal saat beraktivitas- EKG dalam batas
normal- Warna kulit- Usaha bernafas saat beraktivitas- Berjalan di
ruangan- Berjalan jauh- Naik tangga- Kekuatan ADL- Kemampuan
berbicara saat latihan
Activity therapy (4310)1 Catat frekuensi jantung irama,
perubahan tekanan darah sebelum, selama, setelah beraktivitas
sesuai indikasi2 Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas dan berikan
aktivitas senggang yang tidak berat3 Batasi pengunjung4 Monitor /
pantau respon emosi, fisik, sosial dan spiritual 5 Jelaskan pola
peningkatan aktivitas secara bertahap6 Bantu klien mengenal
aktivitas dengan penuh arti7 Bantu klien mengenal pilihan untuk
baktivitas8 Bantu klien mengenal dan memperoleh akal, sumber yang
dibutuhkan untuk keinginan beraktivitas9 Tentukan kien komitmen
untuk me-ningkatkan frekuensi dan atau jarak un-tuk aktivitas10
Kolaborasi yang berhubungan dengan fisik, terapi rekreasi,
pengawasan program aktivitas yang tepat11 Bantu klien membuat
rencana yang khusus untuk pengalihan aktivitas rutin tiap hari12
Bantu klien / keluarga mengenal ke-kurangan mutu aktivitas13 Latih
klien / keluarga mengenai peran fisik, sosial, spiritual ,
pengertian aktivitas didalam pemeliharaan kesehatan14 Bantu klien /
keluarga menyesuaikan ling-kungan dengan keinginan aktivitas15
Berikan aktivitas yang meningkatkan perhatian dalam jangka waktu
tertentu16 Fasilitasi penggantian aktivitas ketika klien sudah
melewati batas waktu, energi dan pergerakan17 Berikan lingkungan
yang tidak berbahaya untuk berjalan sesuai indikasi18 Berikan
bantuan yang positif untuk partisipasi didalam aktivitas19 Bantu
klien menghasilkan motivasi sendiri20 Monitor emosi, fisik, sosial,
dan spiritual dalam aktivitas21 Bantu klien / keluarga monitor
men-apatkan kemajuan untuk mencapai tujuan
Dysrhythmia management (4090)Aktivitas :1. Mengetahui dengan
pasti klien dan ke-luarga yang mempunyai riwayat penyakit jan-ung2.
Monitor dan periksa kekurangan oksigen keseimbangan asam basa,
elektrolit.3. Rekam EKG 4. Anjurkan istirahat setiap terjadi
serangan.5. Catat frekuensi dan lamanya serangan .6. Monitor
hemodinamik.
DAFTAR PUSTAKA
AIDS info net. 2008. Diarrhea. Diakses pada
www.aidsinfonet.orgAvikar, Anupkumar, dkk. 2008. Role of
Escherichia coli in acute diarrhoea in tribal preschool children of
central India. Journal Compilation Paediatric and Perinatal
Epidemiology, No. 22, 4046.Chakraborty, Subhra, dkk. 2001.
Concomitant Infection of Enterotoxigenic Escherichia coli in an
Outbreak of Cholera Caused by Vibrio cholera O1 and O139 in
Ahmedabad, India. JOURNAL OF CLINICAL MICROBIOLOGY Vol. 39, No. 9
p. 32413246.Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan. 2008. Buku Saku Petugas Kesehatan LINTAS DIARE.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Doengoes, M.E., 2000, Rencana
Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.Johnson, M., et all. 2000. Nursing
Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper
Saddle River Komite Medis RS. Dr. Sardjito. 2005. Standar Pelayanan
Medis RS DR. Sardjito. Yogyakarta: MEDIKA Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada.Mattingly, David., Seward,Charles. 2006.
Bedside Diagnosis 13th Edition. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions
Classification (NIC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle
RiverMubarak, W. I., B.A. Santoso., K. Rozikin., and S.Patonah.
2006. Ilmu Keperawatan komunitas 2: Teori & Aplikasi dalam
Praktik dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan Komunitas, Gerontik,
dan Keluarga. Jakarta: Sagung Seto.Purwo Sudarmo S., Gama H.,
Hadinegoro S. 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak: Infeksi dan
Penyakit Tropis. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan
NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima MedikaSudoyo, Aru, dkk. 2006. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FK UI. Tjaniadi, Periska, dkk. 2003. ANTIMICROBIAL RESISTANCE OF
BACTERIAL PATHOGENS ASSOCIATED WITH DIARRHEAL PATIENTS IN
INDONESIA. Am. J. Trop. Med. Hyg., 68(6) pp. 666670.The Ohio State
University Medical Center. 2006. Diarrhea. Diakses pada
www.healthinfotranslations.com
Wiyadi, N. 2007. Book 2 Kulia