LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR HUMERUS
A. Pengertian Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, Arif, et
al, 2000). Fraktur humerus adalah diskontinuitas atau hilangnya
struktur dari tulang humerus (Mansjoer, Arif, et al, 2000).Fraktur
humerus adalah fraktur pada tulang humerus yang disebabkan oleh
benturan / trauma langsung maupun tak langsung (Sjamsuhidajat,
2004).
B. Etiologi1) Kekerasan LangsungKekerasan langsung menyebabkan
patah tulang pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian
sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau
miring. 2) Kekerasan Tidak LangsungKekerasan tidak langsung
menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya
kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah
dalam jalur hantaran vektor kekerasan.3) Kekerasan Akibat Tarikan
OtotPatah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.
Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, dan penekanan,
kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.
C. Klasifikasi Fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk
alasan yang praktis , dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu:1)
Berdasarkan sifat fraktur.a) Faktur Tertutup (Closed), bila tidak
terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut
juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi. b)
Fraktur Terbuka (Open/Compound),bila terdapat hubungan antara
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya
perlukaan kulit.2) Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan
fraktur.a) Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh
penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang seperti terlihat
pada foto.b) Fraktru Inkomplit, bila garis patah tidak melalui
seluruh penampang tulang seperti: Hair Line Fraktur (patah retidak
rambut) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu
korteks dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya. Green Stick
Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya yang
terjadi pada tulang panjang.3) Berdasarkan bentuk garis patah dan
hubbungannya dengan mekanisme trauma.a) Fraktur Transversal:
fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan akibat
trauma angulasi atau langsung.b) Fraktur Oblik: fraktur yang arah
garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan meruakan
akibat trauma angulasijuga.c) Fraktur Spiral: fraktur yang arah
garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan trauma rotasi.d)
Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi
yang mendorong tulang ke arah permukaan lain.e) Fraktur Avulsi:
fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot
pada insersinya pada tulang.4) Berdasarkan jumlah garis patah.a)
Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan
saling berhubungan.b) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah
lebih dari satu tapi tidak berhubungan.c) Fraktur Multiple: fraktur
dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang
sama.5) Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.a) Fraktur
Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum nasih utuh.b) Fraktur
Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen, terbagi atas: Dislokai ad longitudinam cum
contractionum (pergeseran searah sumbu dan overlapping). Dislokasi
ad axim (pergeseran yang membentuk sudut). Dislokasi ad latus
(pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).6) Fraktur
Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.7) Fraktur
Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis
tulang.
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang
berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:1) Tingkat
0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak
sekitarnya.2) Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar
kulit dan jaringan subkutan.3) Tingkat 2: fraktur yang lebih berat
dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan pembengkakan.4)
Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata
ddan ancaman sindroma kompartement.
D. Manifestasi Klinis Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri,
hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ektremitas, krepitus,
pembengkakan lokal, dan perubahan warna yang dijelaskan secara
rinci sebagai berikut :1) Nyeri terus menerus dan bertambah
beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme otot yang
menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang
untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.2) Setelah terjadi
fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung bergerak
secara alamiah (gerakan luar biasa). Pergeseran fragmen pada
fraktur lengan dan tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun
teraba) ektremitas yang bisa diketahui dengan membandingkannya
dengan ektremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan
baik karena fungsi normal otot tergantung pada integritasnya tulang
tempat melekatnya otot.3) Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan
tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat di atas
dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melengkapi satu
sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci).4) Saat
ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
dengan lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan
lunak yang lebih berat.5) Pembengkakan dan perubahan warna lokal
pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan perdarahan yang
mengikuti fraktur. Tanda ini biasa terjadi setelah beberapa jam
atau hari setelah cedera.
E. Komplikasi 1) Komplikasi Awala) Kerusakan ArteriPecahnya
arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT
menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin
pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting,
perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan
pembedahan.b) Kompartement SyndromKompartement Syndrom merupakan
komplikasi serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang,
saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh
oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh
darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan
embebatan yang terlalu kuat.c) Fat Embolism SyndromFat Embolism
Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada
kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang
dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan
tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan
pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam.d) Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan
masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka,
tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan
seperti pin dan plat.e) Avaskuler NekrosisAvaskuler Nekrosis (AVN)
terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang
bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkmans
Ischemia.f) ShockShock terjadi karena kehilangan banyak darah dan
meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya
oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.2) Komplikasi Dalam
Waktu Lamaa) Delayed UnionDelayed Union merupakan kegagalan fraktur
berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk
menyambung. Ini disebabkan karena penurunan supai darah ke
tulang.b) NonunionNonunion merupakan kegagalan fraktur
berkkonsolidasi dan memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan
stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai dengan adanya
pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi
palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah
yang kurang. c) MalunionMalunion merupakan penyembuhan tulang
ditandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk
(deformitas). Malunion dilakukan dengan pembedahan dan
reimobilisasi yang baik.
F. Pemeriksaan Penunjang1) Pemeriksaan radiologis (rontgen),
pada daerah yang dicurigai fraktur, harus mengikuti aturan role of
two, yang terdiri dari :a) Mencakup dua gambaran yaitu
anteroposterior (AP) dan lateral.b) Memuat dua sendi antara fraktur
yaitu bagian proximal dan distal.c) Memuat dua extremitas (terutama
pada anak-anak) baik yang cidera maupun yang tidak terkena cidera
(untuk membandingkan dengan yang normal)d) Dilakukan dua kali,
yaitu sebelum tindakan dan sesudah tindakan.
2) Pemeriksaan laboratorium, meliputi:a) Darah rutin,b) Faktor
pembekuan darah,c) Golongan darah (terutama jika akan dilakukan
tindakan operasi),d) Urinalisa,e) Kreatinin (trauma otot dapat
meningkatkan beban kreatinin untuk kliren ginjal).3) Pemeriksaan
arteriografi dilakukan jika dicurigai telah terjadi kerusakan
vaskuler akibat fraktur tersebut.
G. Penatalaksanaan Penatalaksanaan fraktur meliputi reduksi,
imobilisasi dan pengembalian fungsi dan kekuatan normal dengan
rehabilitasi.1) Rekognisi Rekognisi dilakukan dalam hal diagnosis
dan penilaian fraktur. Prinsipnya adalah mengetahui riwayat
kecelakaan, derajat keparahannya, jenis kekuatan yang berperan dan
deskripsi tentang peristiwa yang terjadi oleh penderita sendiri. 2)
Reduksi Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulangpada
kesejajarannya dan rotasi anatomis. Metode dalam reduksi adalah
reduksi tertutup, traksi dan reduksi terbuka, yang masing-masing di
pilih bergantung sifat fraktur yaitu : a) Reduksi tertutup
dilakukan untuk mengembalikan fragmen tulang ke posisinya
(ujung-ujung saling behubungan) dengan manipulasi dan traksi
manual. Traksi, dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan
imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang
terjadi.b) Reduksi terbuka, dengan pendekatan pembedahan, fragmen
tulang direduksi. Alat fiksasi internal dalam bentuk pin, kawat,
sekrup, plat, paku atau batangan logam dapat digunakan untuk
mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan
tulang yang solid terjadi.Imobilisai fraktur, setelah fraktur di
reduksi fragmen tulang harus di imobilisasi atau di pertahankan
dalam posisi dan kesejajaranyang benar sampai terjadi penyatuan.
Immobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksternal atau inernal.
Fiksasi eksternal meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi
kontinui, pin dan teknik gips atau fiksator eksternal. Fiksasi
internal dapat dilakukan implan logam yang berperan sebagai bidai
inerna untuk mengimobilisasi fraktur. Pada fraktur femur
imobilisasi di butuhkan sesuai lokasi fraktur yaitu intrakapsuler
24 minggu, intra trohanterik 10-12 minggu, batang 18 minggu dan
supra kondiler 12-15 minggu.Mempertahankan dan mengembalikan
fungsi, segala upaya diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan
lunak, yaitu :a) Mempertahankan reduksi dan imobilisasib)
Meninggikan untuk meminimalkan pembengkakanc) Memantau status
neurologi.d) Mengontrol kecemasan dan nyerie) Latihan isometrik dan
setting ototf) Berpartisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari,g)
Kembali keaktivitas secara bertahap.Faktor yang mempengaruhi
penyembuhan fraktur :a) Imobilisasi fragmen tulang.b) Kontak frgmen
tulang minimal.c) Asupan darah yang memadai.d) Nutrisi yang baik.
e) Latihan pembebanan berat badan untuk tulang panjang.f)
Hormon-hormon pertumbuhan tiroid, kalsitonin, vitamin D, steroid
anabolik.g) Potensial listrik pada patahan tulang.3) RetensiSetelah
fraktur direduksi, fragmen tulang harus dimobilisasi atau
dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai
terjadi penyatuan. Immobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi
eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi gips,
bidai, traksi dan teknik fiksator eksterna.4) RehabilitasiMerupakan
proses mengembalikan ke fungsi dan struktur semula dengan cara
melakukan ROM aktif dan pasif seoptimal mungkin sesuai dengan
kemampuan klien. Latihan isometric dan setting otot. Diusahakan
untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan peredaran darah5)
Proses Penyembuhan Tulanga) Stadium Pembentukan HematomaHematoma
terbentuk dari darah yang mengalir dari pembuluh darah yang rusak,
hematoma dibungkus jaringan lunak sekitar (periostcum dan otot)
terjadi 1 2 x 24 jam.
b) Stadium ProliferasiSel-sel berproliferasi dari lapisan dalam
periostcum, disekitar lokasi fraktur sel-sel ini menjadi precursor
osteoblast dan aktif tumbuh kearah fragmen tulang. Proliferasi juga
terjadi dijaringan sumsum tulang, terjadi setelah hari kedua
kecelakaan terjadi.
c) Stadium Pembentukan KallusOsteoblast membentuk tulang lunak /
kallus memberikan regiditas pada fraktur, massa kalus terlihat pada
x-ray yang menunjukkan fraktur telah menyatu. Terjadi setelah 6 10
hari setelah kecelakaan terjadi.
d) Stadium Konsolidasi Kallus mengeras dan terjadi proses
konsolidasi, fraktur teraba telah menyatu, secara bertahap-tahap
menjadi tulang matur. Terjadi pada minggu ke 3 10 setelah
kecelakaan.
e) Stadium RemodellingLapisan bulbous mengelilingi tulang
khususnya pada kondisi lokasi eks fraktur. Tulang yang berlebihan
dibuang oleh osteoklas. Terjadi pada 6 -8 bulan.
H. Konsep Pengkajian Pengkajian pada klien dengan fraktur
humerus sebagai berikut :1) Aktifitas (istirahat)Tanda :
Keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yeng terkena (mungkin
secara fraktur itu sendiri/terjadi secara sekunder dari
pembengkakan jaringan nyeri)2) SirkulasiTanda : Hipertensi
(kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri/ansietas)
atau hipotensi (kehilangan darah), takikerdia (respon stress,
hipovolemia), penurunan/ tak ada nadi pada bagian distal yang
cedera, pengisian kapiler lambat, pucat pada bagian yang terkena
pembengkakan jaringan/masa hepotoma pada sisi cedera3)
NeurosensoriGejala : Hilang gerakan/sensasi, spasme otot,
kebos/kesemutan (ponestesis)Tanda : Deformitas lokal : ambulasi
abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi (bunyi berdesir) Spasme
otot, terlihat kelemahan/ hilang fungsi Agitasi (mungkin
berhubungan dengan nyeri /ansietas/trauma)4) Nyeri/KenyamananGejala
: Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi
pada area jaringan /kesemutan pada tulang = dapat berkurang pada
imobilisasi, tidak ada nyeri akibat kerusakan saraf, spasme / kram
otot (setelah imobilisasi)5) Keamanan Tanda : Laserasi kulit,
opulasi jaringan, perubahan warna, perdarahan, pembengkakan local
(dapat meningkatkan secara bertahap /tiba-tiba)
Daftar Pustaka
Brunner, Suddarth. 2002.Buku Ajar keperawtan medikal bedah,
edisi 8 vol.3. EGC. JakartaCarpenito, LJ. 2001. Buku Saku Diagnosa
Keperawatan edisi 6 .Jakarta: EGCMansjoer, A dkk. 2007.Kapita
Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius