LAPORAN KASUS
SEORANG LAKI-LAKI USIA 16 TAHUN DENGAN KELUHAN NYERI PADA JARI
TENGAH KAKI SEBELAH KANAN
Disusun Oleh :M. Dhanni DzuhrisalH2A009035
Pembimbing :Dr. H. Rudiansyah Harahap, Sp.OT
KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH ORTHOPAEDIFAKULTAS
KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG 2013
BAB I
I. IDENTITAS PASIENNama: Tn. MUmur: 16 tahunJenis kelamin:
laki-lakiAgama: IslamAlamat: Salamsari, BojaNo CM: 450353Tanggal
masuk: 8-6-2014
II. DATA DASARPrimary surveyA:AdekuatB:RR : 18 x /menitC:TD :
110/70 mmHg, N : 91x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup, akral
hangat, capilary refill < 2D:GCS 15 (E4M6V5), Pupil isokor
3mm/3mmE:Suhu : 36,70C, Didapatkan jejas pada kaki sebelah
kanan.Secondary surveyA. Data SubyektifAnamnesis Anamnesis
dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 10 Juni 2014 pukul
09.00 WIB di Bangsal Dahlia 3 RSUD Tugurejo Semarang.Keluhan
UtamaNyeri pada jari tengah kaki sebelah kanan. Riwayat Penyakit
SekarangPasien datang ke IGD RS Tugurejo Semarang dengan keluhan
nyeri pada jari tengah kaki sebelah kanan 2 hari yang lalu. Nyeri
dirasakan terus- menerus. Nyeri dirasakan bertambah bila kaki
digerakkan. Pasien mengatakan saat kejadian pasien sedang
mengendarai sepeda motor dengan kecepatan >80 km/jam, lalu
pasien menabrak tembok. Pasien tidak mengeluh mual, muntah,
pusing.
Riwayat Penyakit DahuluRiwayat trauma sebelumnya diakuiRiwayat
alergi disangkal
Riwayat Sosial EkonomiPasien berobat menggunakan BPJS , kesan
ekonomi kurang.
B. Data ObyektifPemeriksaan Fisik dilakukan tanggal 10 Juni 2014
pukul 09.10 WIB di Bangsal Dahlia 3 RSUD Tugurejo Semarang.
Status GeneralisKeadaan umum : baik, kooperatifKesadaran:
composmentisTanda Vital: Tek. Darah: 110/70 mmHgNadi: 91x/menit,
reguler, isi dan tegangan cukup Pernapasan: 18x/menit Suhu: 36,7 C
( axiller )
Kepala: mesosefalMata: conjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera
ikterik (-/-), pupil isokor (-/-) raccon eye (-/-)Hidung: nafas
cuping (-), sekret (-), septum deviasi (-), rhinorrea(-)Telinga:
discharge (-/-), ottorhea(-), Mulut: bibir sianosis (-),
parreseTenggorokan: T1-T1, faring hiperemis (-).Leher: simetris,
trakhea ditengah, pembesaran limfonodi (-)ThoraxPulmo I: simetris
statis dan dinamis Pa: stem fremitus kanan = kiriPe: sonor seluruh
lapangan paruAu: Suara dasar vesikuler, ronki -/-, wheezing
-/-CorI: ictus cordis tak tampakPa:ictus cordis teraba pada SIC V 2
cm medial Linea Midclavikularis Sinistra Pe: konfigurasi jantung
dalam batas normalAu: Suara jantung I-II murni, bising (-), gallop
(-). AbdomenI : datarAu : bising usus (+) normal Pe : timpani,
pekak sisi (+) normal, pekak alih (-)Pa: supel, hepar dan lien
tidak teraba, nyeri tekan (-), defans muskuler
(-)EkstremitasSuperiorInferiorAkral dingin -/- -/-Sianosis-/-
-/-Edema -/- -/-Sensibilitas+/+ +/+Motorik:Gerak+/++/+Kekuatan
5/55/5
Status lokalis: Regio Pedis DextraLook: deformitas digiti III
(+), vulnus laceratum pada dorsum pedis, vulnus laseratum yang
sudah dijahit pada plantar pedis.Feel: nyeri tekan digiti III (+),
krepitasi (+), pulsasi arteri radialis (+), akral hangat (+),
sensasi (-), capp refill (< 2), Move: Keterbatasan pergerakan
fleksi dan extensi pada digiti III
1. PEMERIKSAAN PENUNJANG Lab. Darah (tanggal
09-06-2014)PemeriksaanHasilSatuanNilai normal
Darah rutin :Leukosit Eritrosit Hemoglobin Hematokrit
MCVMCHMCHCTrombosit Diff count :Eosinofil absoluteBasofil
absoluteNetrofil absoluteLimfosit absoluteMonosit
absoluteEosinofilBasofilNetrofilLimfositMonositKimia klinik:Glukosa
sewaktuUreumCreatininKaliumNatriumChloridaTotal
protein5,384,3512,3641,20L 70,3L 24,735,4267
0,0420,056,532,110,97L 1,90,1063,6029,305,50
10511,8 H 1,14,61361057,2103/ul106/ulg/dl%FlPgg/dl103/ul
103/ul103/ul103/ul103/ul103/ul%%%%%
Mg/dlmg/dlmg/dlmmol/Lmmol/Lmmol/Lg/dl4,5-133,8-5,212,8-16,835-4780-10026-3432-36154-442
0,045-0,440-0,21,8-80,9-5,20,16-12-40-150-7025-501-6
< 12510-500,70-1,103,5-5,0135-14595-1050,1-8,3
X foto pedis dextra et sinistra (tanggal 09-06-2014)
Tampak diskontinuitas phalanx proximal digiti III Aposisi dan
alignment tak baik Struktur tulang baikKesan : fraktur phalanx
proksimal digiti III pedis dextra
2. DIAGNOSIS KERJAOpen fraktur digiti III pedis dextra
3. PENATALAKSANAANIP.Tx : Terapi cairan: infus RL 20 tpm ATS
1500 u Antibiotik (Injeksi Ceftriaxon 2x1 gr IV) Analgetik (Injeksi
Ketorolac 2x1 amp IV Konsul ke dokter spesialis ortophedi untuk
penanganan selanjutnya. IP.Mx : Keadaan umum, tanda vital,
perbaikan tanda dan gejala, pola makan, hasil pemeriksaan
penunjang, perbaikan movement. IP.Ex : Penjelasan mengenai penyakit
dan prognosisnya, minum obat teratur, makanan tinggi protein dan
kalsium, vitamin dan mineral, cukup istirahat. 4. PROGNOSISQuo ad
vitam: dubia ad bonamQuo ad sanam: dubia ad bonamQuo ad functionam:
dubia ad bonam
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
A. FRAKTURII.1 ANATOMI DAN FISIOLOGIPada anak-anak antara
epifisis dan metafisis terdapat lempeng epifisis sebagai daerah
pertumbuhan kongenital. Lempeng epifisis ini akan menghilang pada
dewasa, sehingga epifisis dan metafisis ini akan menyatu pada saat
itulah pertumbuhan memanjang tulang akan berhenti.Tulang panjang
terdiri dari : epifisis, metafisis dan diafisis. Epifisis merupakan
bagian paling atas dari tulang panjang, metafisis merupakan bagian
yang lebih lebar dari ujung tulang panjang, yang berdekatan dengan
diskus epifisialis, sedangkan diafisis merupakan bagian tulang
panjang yang di bentuk dari pusat osifikasi primer.Seluruh tulang
diliputi oleh lapisan fibrosa yang disebut periosteum, yang
mengandung sel-sel yang dapat berproliferasi dan berperan dalam
proses pertumbuhan transversal tulang panjang. Kebanyakan tulang
panjang mempunyai arteria nutrisi. Lokasi dan keutuhan dari
pembuluh darah inilah yang menentukan berhasil atau tidaknya proses
penyembuhan suatu tulang yang patah.
II.2 DEFINISIFraktur atau patah tulang adalah terputusnya
kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa. Trauma yang menyebabkan tulang patah
dapat berupa trauma langsung, misalnya benturan pada lengan bawah
yang menyebabkan patah tulang radius dan ulna, dan dapat berupa
trauma tidak langsung, misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang
menyebabkan tulang klavikula atau radius distal patah.Akibat trauma
pada tulang bergantung pada jenis trauma, kekuatan dan arahnya.
Trauma tajam yang langsung atau trauma tumpul yang kuat dapat
menyebabkan tulang patah dengan luka terbuka sampai ke tulang yang
disebut patah tulang terbuka. Patah tulang di dekat sendi atau
mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang disertai luksasi
sendi yang disebut fraktur dislokasi.II.3 KLASIFIKASIFraktur
menurut ada tidaknya hubungan antara patahan tulang dengan dunia
luar dibagi menjadi dua, yaitu fraktur tertutup dan fraktur
terbuka. Fraktur tertutup jika kulit diatas tulang yang fraktur
masih utuh, tetapi apabila kulit diatasnya tertembus maka disebut
fraktur terbuka. Patah tulang terbuka dibagi menjadi tiga derajat
yang ditentukan oleh berat ringannya luka dan berta ringannya patah
tulang.DerajatLukaFraktur
ILaserasi 2 cm, kontusi otot disekitarnyaDislokasi fragmen
jelas
IIILuka lebar, rusak hebat, atau hilangnya jaringan di
sekitarnyaKominutif, segmental, fragmen tulang ada yang hilang
Klasifikasi Fraktur terbuka menurut Gustillo dan Anderson ( 1976
)TipeBatasan
ILuka bersih dengan panjang luka < 1 cm
IIPanjang luka > 1 cm tanpa kerusakan jaringan lunak yang
berat
IIIKerusakan jaringan lunak yang berat dan luas, fraktur
segmental terbuka, trauma amputasi, luka tembak dengan kecepatan
tinggi, fraktur terbuka di pertanian, fraktur yang perlu repair
vaskuler dan fraktur yang lebih dari 8 jam setelah kejadian.
Klasifikasi lanjutfraktur terbuka tipe III (Gustillo dan
Anderson, 1976)oleh Gustillo, Mendoza dan Williams
(1984):TipeBatasan
IIIAPeriosteum masih membungkus fragmen fraktur dengan kerusakan
jaringan lunak yang luas
IIIBKehilangan jaringan lunak yang luas, kontaminasi berat,
periosteal striping atau terjadi bone expose
IIICDisertai kerusakan arteri yang memerlukan repair tanpa
melihat tingkat kerusakan jaringan lunak.
Klasifikasi salter haris untuk patah tulang yang mengenai
lempeng epifisis distal tibia dibagi menjadi lima tipe : Tipe 1 :
Epifisis dan cakram epifisis lepas dari metafisis tetapi
periosteumnya masih utuh.Tipe 2 : Periost robek di satu sisi
sehingga epifisis dan cakram epifisis lepas sama sekali dari
metafisis.Tipe 3 : Patah tulang cakram epifisis yang melalui
sendiTipe 4 : Terdapat fragmen patah tulang yang garis patahnya
tegak lurus cakram epifisisTipe 5 : Terdapat kompresi pada sebagian
cakram epifisis yang menyebabkan kematian dari sebagian cakram
tersebut. Menurut Penyebab terjadinya Faktur Traumatik : direct
atau indirect Fraktur Fatik atau Stress Trauma berulang, kronis,
misal: fr. Fibula pd olahragawan Fraktur patologis : biasanya
terjadi secara spontan Menurut hubungan dg jaringan ikat sekitarnya
Fraktur Simple : fraktur tertutup Fraktur Terbuka : bone expose
Fraktur Komplikasi : kerusakan pembuluh darah, saraf, organ
viseraMenurut Mansjoer (2000 : 346-347) dan menurut Appley Solomon
(1995 : 238-239) fraktur diklasifikasikan menjadi :1. Berdasarkan
garis patah tulanga. Greenstick, yaitu fraktur dimana satu sisi
tulang retak dan sisi lainnya bengkok.b. Transversal, yaitu fraktur
yang memotong lurus pada tulang.c. Spiral, yaitu fraktur yang
mengelilingi tungkai/lengan tulang.d. Obliq, yaitu fraktur yang
garis patahnya miring membentuk sudut melintasi tula2. Berdasarkan
bentuk patah tulanga. Complet, yaitu garis fraktur menyilang atau
memotong seluruh tulang dan fragmen tulang biasanya tergeser.b.
Incomplet, meliputi hanya sebagian retakan pada sebelah sisi
tulang.c. Fraktur kompresi, yaitu fraktur dimana tulang terdorong
ke arah permukaan tulang lain.d. Avulsi, yaitu fragmen tulang
tertarik oleh ligamen.e. Communited (Segmental), fraktur dimana
tulang terpecah menjadi beberapa bagian.f. Simple, fraktur dimana
tulang patah dan kulit utuh.g. Fraktur dengan perubahan posisi,
yaitu ujung tulang yang patah berjauhan dari tempat yang patah.h.
Fraktur tanpa perubahan posisi, yaitu tulang patah, posisi pada
tempatnya yang normal.i. Fraktur Complikata, yaitu tulang yang
patah menusuk kulit dan tulang terlihat.
II.4 ETIOLOGIFraktur terjadi bila ada suatu trauma yang mengenai
tulang, dimana trauma tersebut kekuatannya melebihi kekuatan
tulang. 2 faktor mempengaruhi terjadinya fraktur Ekstrinsik
meliputi kecepatan dan durasi trauma yang mengenai tulang, arah dan
kekuatan trauma. Intrinsik meliputi kapasitas tulang mengasorbsi
energi trauma, kelenturan, kekuatan, dan densitas tulang. Trauma
langsung akibat benturan akan menimbulkan garis fraktur transversal
dan kerusakan jaringan lunak. Benturan yang lebih keras disertai
dengan penghimpitan tulang akan mengakibatkan garis fraktur
kominutif diikuti dengan kerusakan jaringan lunak yang lebih luas.
Trauma tidak langsung mengakibatkan fraktur terletak jauh dari
titik trauma dan jaringan sekitar fraktur tidak mengalami kerusakan
berat. Pada olahragawan, penari dan tentara dapat pula terjadi
fraktur pada tibia, fibula atau metatarsal yang disebabkan oleh
karena trauma yang berulang. Selain trauma, adanya proses patologi
pada tulang seperti. tumor atau pada penyakit Paget dengan energi
yang minimal saja akan mengakibatkan fraktur. Sedang pada orang
normal hal tersebut belum tentu menimbulkan fraktur.
II.5 PATOFISIOLOGI FRAKTURTrauma yang terjadi pada tulang dapat
menyebabkan seseorang mempunyai keterbatasan gerak dan
ketidakseimbangan berat badan. Fraktur yang terjadi dapat berupa
fraktur tertutup ataupun fraktur terbuka. Fraktur tertutup tidak
disertai kerusakan jaringan lunak disekitarnya sedangkan fraktur
terbuka biasanya disertai kerusakan jarigan lunak seperti otot,
tendon, ligamen, dan pembuluh darah.Tekanan yang kuat atau
berlebihan dapat mengakibatkan fraktur terbuka karena dapat
menyebabkan fragmen tulang keluar menembus kulit sehingga akan
menjadikan luka terbuka dan akan menyebabkan peradangan dan
memungkinkan untuk terjadinya infeksi. Keluarnya darah dari luka
terbuka dapat mempercepat pertumbuhan bakteri. Tertariknya segmen
tulang disebabkan karena adanya kejang otot pada daerah fraktur
menyebabkan disposisi pada tulang, sebab tulang berada pada posisi
yang kaku.
II.6 MANIFESTASI KLINISMenurut Blach (1989) manifestasi klinik
fraktur adalah :1. NyeriNyeri kontinue/terus-menerus dan meningkat
semakin berat sampai fragmen tulang tidak bisa digerakkan.2.
Gangguan fungsiSetelah terjadi fraktur ada bagian yang tidak dapat
digunakan dan cenderung menunjukkan pergerakan abnormal,
ekstremitas tidak berfungsi secara teratur karena fungsi normal
otot tergantung pada integritas tulang yang mana tulang tersebut
saling berdekatan.3. Deformitas/kelainan bentukPerubahan tulang
pada fragmen disebabkan oleh deformitas tulang yang diketahui
ketika dibandingkan dengan daerah yang tidak luka.4. PemendekanPada
fraktur tulang panjang terjadi pemendekan yang nyata pada
ekstremitas yang disebabkan oleh kontraksi otot yang berdempet di
atas dan di bawah lokasi fraktur.5. KrepitasiSuara detik tulang
yang dapat didengar atau dirasakan ketika fraktur digerakkan.
6. Bengkak dan perubahan warnaHal ini disebabkan oleh trauma dan
perdarahan yang mengikuti fraktur.II.7 DIAGNOSISRiwayatAnamnesis
dilakukan untuk menggali riwayat mekanisme cedera (posisi kejadian)
dan kejadian-kejadian yang berhubungan dengan cedera tersebut.
riwayat cedera atau fraktur sebelumnya, riwayat sosial ekonomi,
pekerjaan, obat-obatan yang dia konsumsi, merokok, riwayat alergi
dan riwayat osteoporosis serta penyakit lain.Pemeriksaan Fisika.
Inspeksi / LookDeformitas : angulasi, rotasi, pemendekan,
pemanjangan, bengkakPada fraktur terbuka : klasifikasi Gustilob.
Palpasi / Feel ( nyeri tekan (tenderness), Krepitasi)Status
neurologis dan vaskuler di bagian distalnya perlu diperiksa.
Lakukan palpasi pada daerah ekstremitas tempat fraktur tersebut,
meliputi persendian diatas dan dibawah cedera, daerah yang
mengalami nyeri, efusi, dan krepitasiNeurovaskularisasi bagian
distal fraktur meliputi : pulsasi aretri, warna kulit, pengembalian
cairan kapler (Capillary refill test) sensasic. Gerakan / Moving
Dinilai apakah adanya keterbatasan pada pergerakan sendi yang
berdekatan dengan lokasi fraktur.d. Pemeriksaan trauma di tempat
lain : kepala, toraks, abdomen, pelvisSedangkan pada pasien dengan
politrauma, pemeriksaan awal dilakukan menurut protokol ATLS.
Langkah pertama adalah menilai airway, breathing, dan circulation.
Perlindungan pada vertebra dilakukan sampai cedera vertebra dapat
disingkirkan dengan pemeriksaan klinis dan radiologis. Saat pasien
stabil, maka dilakukan secondary survey.Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium : darah rutin, faktor pembekuan darah, golongan darah,
cross-test, dan urinalisa.Radiologis untuk lokasi fraktur harus
menurut rule of two, terdiri dari :I. 2 gambaran, anteroposterior
(AP) dan lateralII. Memuat dua sendi di proksimal dan distal
frakturIII. Memuat gambaran foto dua ekstremitas, yaitu ekstremitas
yang cedera dan yang tidak terkena cedera (pada anak) ; dan dua
kali, yaitu sebelum tindakan dan sesudah tindakan.Pergeseran
fragmen Tulang ada 4 :1. Alignment : perubahan arah axis
longitudinal, bisa membentuk sudut2. Panjang : dapat terjadi
pemendekan (shortening)3. Aposisi : hububgan ujung fragmen satu
dengan lainnya4. Rotasi : terjadi perputaran terhadap fragmen
proksimalII.8 PENATALAKSANAANPrinsip penatalaksanaan fraktur
terdiri dari 4R yaitu recognition berupa diagnosis dan penilaian
fraktur, reduction, retention dengan imobilisasi, dan
rehabilitation yaitu mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal
mungkinPenatalaksanaan awal fraktur meliputi reposisi dan
imobilisasi fraktur dengan splint. Status neurologis dan vaskuler
di bagian distal harus diperiksa baik sebelum maupun sesudah
reposisi dan imobilisasi. Pada pasien dengan multiple trauma,
sebaiknya dilakukan stabilisasi awal fraktur tulang panjang setelah
hemodinamis pasien stabil. Sedangkan penatalaksanaan definitif
fraktur adalah dengan menggunakan gips atau dilakukan operasi
dengan ORIF maupun OREF.Tujuan pengobatan fraktur : a. REPOSISI
dengan tujuan mengembalikan fragmen keposisi anatomi. Tehnik
reposisi terdiri dari reposisi tertutup dan terbuka. Reposisi
tertutup dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau traksi kulit
dan skeletal. Cara lain yaitu dengan reposisi terbuka yang
dilakukan padapasien yang telah mengalami gagal reposisi tertutup,
fragmen bergeser, mobilisasi dini, fraktur multiple, dan fraktur
patologis.
b. IMOBILISASI / FIKSASI dengan tujuan mempertahankan posisi
fragmen post reposisi sampai Union. Indikasi dilakukannya fiksasi
yaitu pada pemendekan (shortening), fraktur unstabel serta
kerusakan hebat pada kulit dan jaringan sekitarJenis Fiksasi
:Ekternal / OREF (Open Reduction External Fixation) Gips ( plester
cast) Traksi Jenis traksi : Traksi Gravitasi : U- Slab pada fraktur
humerus Skin traksiTujuan menarik otot dari jaringan sekitar
fraktur sehingga fragmen akan kembali ke posisi semula. Beban
maksimal 4-5 kg karena bila kelebihan kulit akan lepas Sekeletal
traksi : K-wire, Steinmann pin atau Denham pin.Traksi ini dipasang
pada distal tuberositas tibia (trauma sendi koksea, femur, lutut),
pada tibia atau kalkaneus ( fraktur kruris). Adapun komplikasi yang
dapat terjadi pada pemasangan traksi yaitu gangguan sirkulasi darah
pada beban > 12 kg, trauma saraf peroneus (kruris), sindroma
kompartemen, infeksi tempat masuknya pin
Indikasi OREF : Fraktur terbuka derajat III Fraktur dengan
kerusakan jaringan lunak yang luas fraktur dengan gangguan
neurovaskuler Fraktur Kominutif Fraktur Pelvis Fraktur infeksi yang
kontraindikasi dengan ORIF Non Union Trauma multipleInternal / ORIF
(Open Reduction Internal Fixation)ORIF ini dapat menggunakan
K-wire, plating, screw, k-nail. Keuntungan cara ini adalah reposisi
anatomis dan mobilisasi dini tanpa fiksasi luar.Indikasi ORIF :a.
Fraktur yang tak bisa sembuh atau bahaya avasculair nekrosis
tinggi, misalnya fraktur talus dan fraktur collum femur.b. Fraktur
yang tidak bisa direposisi tertutup. Misalnya fraktur avulse dan
fraktur dislokasi.c. Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit
dipertahankan. Misalnya fraktur Monteggia, fraktur Galeazzi,
fraktur antebrachii, dan fraktur pergelangan kaki.d. Fraktur yang
berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik dengan
operasi, misalnya : fraktur femur.
c. UNIONd. REHABILITASI
II.9 PENYEMBUHAN FRAKTURProses penyembuhan fraktur pada tulang
kortikal terdiri atas lima fase, yaitu :1. Fase hematomaApabila
terjadi fraktur pada tulang panjang, maka pembuluh darah kecil yang
melewati kanalikuli dalam sistem Haversian mengalami robekan pada
daerah fraktur dan akan membentuk hematoma diantara kedua sisi
fraktur. Hematoma yang besar diliputi oleh periosteum. Periosteum
akan terdorong dan dapat mengalami robekan akibat tekanan hematoma
yang terjadi sehingga dapat terjadi ekstravasasi darah ke dalam
jaringan lunak.Osteosit dengan lakunanya yang terletak beberapa
milimeter dari daerah fraktur akan kehilangan darah dan mati, yang
akan menimbulkan suatu daerah cincin avaskuler tulang yang mati
pada sisi-sisi fraktur segera setelah trauma.2. Fase proliferasi
seluler subperiosteal dan endostealPada fase ini terjadi reaksi
jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi penyembuhan.
Penyembuhan fraktur terjadi karena adanya sel-sel osteogenik yang
berproliferasi dari periosteum untuk membentuk kalus eksterna serta
pada daerah endosteum membentuk kalus interna sebagai aktifitas
seluler dalam kanalis medularis. Apabila terjadi robekan yang hebat
pada periosteum, maka penyembuhan sel berasal dari diferensiasi
sel-sel mesenkimal yang tidak berdiferensiasi ke dalam jaringan
lunak. Pada tahap awal dari penyembuhan fraktur ini terjadi
pertambahan jumlah dari sel-sel osteogenik yang memberi pertumbuhan
yang cepat pada jaringan osteogenik yang sifatnya lebih cepat dari
tumor ganas. Pembentukan jaringan seluler tidak terbentuk dari
organisasi pembekuan hematoma suatu daerah fraktur. Setelah
beberapa minggu, kalus dari fraktur akan membentuk suatu massa yang
meliputi jaringan osteogenik. Pada pemeriksaan radiologis kalus
belum mengandung tulang sehingga merupakan suatu daerah
radiolusen.3. Fase pembentukan kalus (fase union secara
klinis)Setelah pembentukan jaringan seluler yang bertumbuh dari
setiap fragmen sel dasar yang berasal dari osteoblas dan kemudian
pada kondroblas membentuk tulang rawan. Tempat osteoblast diduduki
oleh matriks interseluler kolagen dan perlengketan polisakarida
oleh garam-garam kalsium membentuk suatu tulang yang imatur. Bentuk
tulang ini disebut sebagai woven bone. Pada pemeriksaan radiologi
kalus atau woven bone sudah terlihat dan merupakan indikasi
radiologik pertama terjadinya penyembuhan fraktur.4. Fase
konsolidasi (fase union secara radiologik)Woven bone akan membentuk
kalus primer dan secara perlahan-lahan diubah menjadi tulang yang
lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang menjadi struktur lamelar
dan kelebihan kalus akan diresorpsi secara bertahap.5. Fase
remodelingBilamana union telah lengkap, maka tulang yang baru
membentuk bagian yang menyerupai bulbus yang meliputi tulang tetapi
tanpa kanalis medularis. Pada fase remodeling ini, perlahan-lahan
terjadi resorpsi secara osteoklastik dan tetap terjadi proses
osteoblastik pada tulang dan kalus eksterna secara perlahan-lahan
menghilang. Kalus intermediat berubah menjadi tulang yang kompak
dan berisi sistem Haversian dan kalus bagian dalam akan mengalami
peronggaan untuk membentuk ruang sumsum.
II.10 KOMPLIKASI FRAKTURKomplikasi fraktur dapat diakibatkan
oleh trauma itu sendiri atau akibat penanganan fraktur yang disebut
komplikasi iatrogenika. Komplikasi umumSyok karena perdarahan
ataupun oleh karena nyeri, koagulopati diffus dan gangguan fungsi
pernafasan.Ketiga macam komplikasi tersebut diatas dapat terjadi
dalam 24 jam pertama pasca trauma dan setelah beberapa hari atau
minggu akan terjadi gangguan metabolisme, berupa peningkatan
katabolisme. Komplikasi umum lain dapat berupa emboli lemak,
trombosis vena dalam (DVT), tetanus atau gas gangrenb. Komplikasi
Lokal Komplikasi diniKomplikasi dini adalah kejadian komplikasi
dalam satu minggu pasca trauma, sedangkan apabila kejadiannya
sesudah satu minggu pasca trauma disebut komplikasi lanjut. Pada
Tulang 1. Infeksi, terutama pada fraktur terbuka. 2. Osteomielitis
dapat diakibatkan oleh fraktur terbuka atau tindakan operasi pada
fraktur tertutup. Keadaan ini dapat menimbulkan delayed union atau
bahkan non union Komplikasi sendi dan tulang dapat berupa artritis
supuratif yang sering terjadi pada fraktur terbuka atau pasca
operasi yang melibatkan sendi sehingga terjadi kerusakan kartilago
sendi dan berakhir dengan degenerasi Pada Jaringan lunak 1. Lepuh ,
Kulit yang melepuh adalah akibat dari elevasi kulit superfisial
karena edema. Terapinya adalah dengan menutup kasa steril kering
dan melakukan pemasangan elastik2. Dekubitus.. terjadi akibat
penekanan jaringan lunak tulang oleh gips. Oleh karena itu perlu
diberikan bantalan yang tebal pada daerah-daerah yang menonjol Pada
Otot Terputusnya serabut otot yang mengakibatkan gerakan aktif otot
tersebut terganggu. Hal ini terjadi karena serabut otot yang robek
melekat pada serabut yang utuh, kapsul sendi dan tulang. Kehancuran
otot akibat trauma dan terjepit dalam waktu cukup lama akan
menimbulkan sindroma crush atau trombus (Apley & Solomon,1993).
Pada pembuluh darah Pada robekan arteri inkomplit akan terjadi
perdarahan terus menerus. Sedangkan pada robekan yang komplit ujung
pembuluh darah mengalami retraksi dan perdarahan berhenti
spontan.Pada jaringan distal dari lesi akan mengalami iskemi bahkan
nekrosis. Trauma atau manipulasi sewaktu melakukan reposisi dapat
menimbulkan tarikan mendadak pada pembuluh darah sehingga dapat
menimbulkan spasme. Lapisan intima pembuluh darah tersebut terlepas
dan terjadi trombus. Pada kompresi arteri yang lama seperti
pemasangan torniquet dapat terjadi sindrome crush. Pembuluh vena
yang putus perlu dilakukan repair untuk mencegah kongesti bagian
distal lesi (Apley & Solomon, 1993).Sindroma kompartemen
terjadi akibat tekanan intra kompartemen otot pada tungkai atas
maupun tungkai bawah sehingga terjadi penekanan neurovaskuler
sekitarnya. Fenomena ini disebut Iskhemi Volkmann. Ini dapat
terjadi pada pemasangan gips yang terlalu ketat sehingga dapat
menggangu aliran darah dan terjadi edema dalam otot.Apabila iskhemi
dalam 6 jam pertama tidak mendapat tindakan dapat menimbulkan
kematian/nekrosis otot yang nantinya akan diganti dengan jaringan
fibrus yang secara periahan-lahan menjadi pendek dan disebut dengan
kontraktur volkmann. Gejala klinisnya adalah 5 P yaitu Pain
(nyeri), Parestesia, Pallor (pucat), Pulseness (denyut nadi hilang)
dan Paralisis Pada saraf Berupa kompresi, neuropraksi, neurometsis
(saraf putus), aksonometsis (kerusakan akson). Setiap trauma
terbuka dilakukan eksplorasi dan identifikasi nervus (Apley &
Solomon,1993).
Komplikasi lanjutPada tulang dapat berupa malunion, delayed
union atau non union. Pada pemeriksaan terlihat deformitas berupa
angulasi, rotasi, perpendekan atau perpanjangan. Delayed union
Proses penyembuhan lambat dari waktu yang dibutuhkan secara normal.
Pada pemeriksaan radiografi, tidak akan terlihat bayangan sklerosis
pada ujung-ujung fraktur,Terapi konservatif selama 6 bulan bila
gagal dilakukan Osteotomi. Bila lebih 20 minggu dilakukan cancellus
grafting (12-16 minggu) Non union Dimana secara klinis dan
radiologis tidak terjadi penyambungan.Tipe I (hypertrophic non
union) tidak akan terjadi proses penyembuhan fraktur dan diantara
fragmen fraktur tumbuh jaringan fibrus yang masih mempunyai potensi
untuk union dengan melakukan koreksi fiksasi dan bone grafting.Tipe
II (atrophic non union) disebut juga sendi palsu (pseudoartrosis)
terdapat jaringan sinovial sebagai kapsul sendi beserta rongga
sinovial yang berisi cairan, proses union tidak akan dicapai
walaupun dilakukan imobilisasi lama.Beberapa faktor yang
menimbulkan non union seperti disrupsi periosteum yang luas,
hilangnya vaskularisasi fragmen-fragmen fraktur, waktu imobilisasi
yang tidak memadai, implant atau gips yang tidak memadai, distraksi
interposisi, infeksi dan penyakit tulang (fraktur patologis) Mal
unionPenyambungan fraktur tidak normal sehingga menimbukan
deformitas. Tindakan refraktur atau osteotomi koreksi .
Osteomielitis Osteomielitis kronis dapat terjadi pada fraktur
terbuka atau tindakan operasi pada fraktur tertutup sehingga dapat
menimbulkan delayed union sampai non union (infected non union).
Imobilisasi anggota gerak yang mengalami osteomielitis
mengakibatkan terjadinya atropi tulang berupa osteoporosis dan
atropi otot Kekakuan sendi Kekakuan sendi baik sementara atau
menetap dapat diakibatkan imobilisasi lama, sehingga terjadi
perlengketan peri artikuler, perlengketan intraartikuler,
perlengketan antara otot dan tendon. Pencegahannya berupa
memperpendek waktu imobilisasi dan melakukan latihan aktif dan
pasif pada sendi. Pembebasan periengketan secara pembedahan hanya
dilakukan pada penderita dengan kekakuan sendi menetap (Apley &
Solomon,1993).B. VESIKOLITIASIS1. Anatomi Buli-buli merupakan organ
berongga yang terdiri atas 3 lapis otot detrusor yang saling
beranyaman. Di sebelah dalam adalah otot longitudinal, di tengah
merupakan otot sirkuler, dan yang paling luar adalah longitudinal
mukosa vesika terdiri dari sel-sel transisional yang sama seperti
pada mukosa pelvis renalis, ureter dan uretra posterior. Pada dasar
buli-buli kedua muara ureter dan meatus uretra internum membentuk
suatu segitiga yang disebut trigonum buli-buli. Secara anatomis
buli-buli terdiri dari tiga permukaan, yaitu (1) permukaan superior
yang berbatasan dengan rongga peritoneum (2) permukaan
inferoinferior dan (3) permukaan posterior.2
Gambar 1. Sistem urinarius
Gambar 2. Anatomi Buli-buliBuli-buli berfungsi menampung urin
dari ureter dan kemudian mengeluarkannya melalui uretra dalam
mekanisme berkemih. Dalam menampung urin, buli-buli mempunyai
kapasitas yang maksimal, yang volumenya untuk orang dewasa kurang
lebih adalah 300-450 ml, sedangkan kapasitas buli-buli pada anak
menurut formula dari koff adalah:
Kapasitas buli- buli = (umur(tahun)+ 2 ) x 30Pada saat kosong,
buli-buli terdapat di belakang simpisis pubis dan pada saat penuh
berada pada atas simpisis pubis sehingga dapat dipalpasi atau di
perkusi. Buli-buli yang terasa penuh memberikan rangsangan pada
saraf afferen dan menyebabkan aktivasi miksi di medulla spinalis
segmen sacral S2-4. Hal ini akan menyebabkan kontraksi otot
detrusor, terbukanya leher buli-buli dan relaksasi spingter uretra
sehingga terjadilah proses miksi.
2. EtiologiTerbentuknya batu saluran kemih diduga ada
hubungannya dengan gangguan aliran urine, gangguan metabolik,
infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan keadaan-keadaan lain yang
masih belum terungkap (idiopatik).3,4a. Faktor Intrinsik Herediter
(keturunan) Studi menunjukkan bahwa penyakit batu diwariskan. Untuk
jenis batu umum penyakit, individu dengan riwayat keluarga penyakit
batu memiliki risiko dua kali lipat lebih tinggi menjadi batu
bekas. Ini risiko yang lebih tinggi mungkin karena kombinasi dari
predisposisi genetik dan eksposur lingkungan yang sama (misalnya,
diet). Meskipun beberapa faktor genetik telah jelas berhubungan
dengan bentuk yang jarang dari nefrolisiasis, (misalnya,
cystinuria), informasi masih terbatas pada gen yang berkontribusi
terhadap risiko bentuk umum dari penyakit batu. Umur Penyakit ini
paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun. Untuk pria, insiden
mulai meningkat setelah usia 20, puncak antara 40 dan 60 tahun.
Untuk wanita, tingkat insiden tampaknya lebih tinggi pada akhir
20-an pada usia 50, sisa yang relatif konstan selama beberapa
dekade berikutnya. Jenis Kelamin Jumlah pasien laki-laki tiga kali
lebih banyak dibandingkan dengan pasien perempuanb. Faktor
Ekstrinsik Geografi Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian
batu saluran kemih yang lebih tinggi dari pada daerah lain,
sehingga dikenal sebagai daerah stone belt (sabuk batu), sedangkan
daerah Bantu di Afrika Selatan hampir tidak dijumpai penyakit batu
saluran kemih. Iklim dan temperatur Asupan air Kurangnya asupan air
dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang dikonsumsi, dapat
meningkatkan insiden batu saluran kemih. Diet Diet banyak purin,
oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya penyakit batu saluran
kemih. Pekerjaan Sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya
banyak duduk dan kurang aktifitas atau sedentary life3.
PatogenesisSecara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran
kemih terutama pada tempat-tempat yang sering mengalami hambatan
aliran urine (statis urin), yaitu pada sistem kalises ginjal atau
buli-buli. Banyak teori yang menerangkan proses pembentukan batu di
saluran kemih; tetapi hingga kini masih belum jelas teori mana yang
paling benar.Beberapa teori pembentukan batu adalah :1. Teori
NukleasiBatu terbentuk di dalam urine karena adanya inti batu sabuk
batu (nukleus). Partikel-partikel yang berada dalam larutan yang
terlalu jenuh (supersaturated) akan mengendap di dalam nukleus itu
sehingga akhirnya membentuk batu. Inti batu dapat berupa kristal
atau benda asing di saluran kemih.42. Teori MatriksMatriks organik
terdiri atas serum/protein urine (albumin, globulin, dan
mukoprotein) merupakan kerangka tempat diendapkannya
kristal-kristal batu.43. Penghambatan KristalisasiUrine orang
normal mengandung zat penghambat pembentuk kristal, antara lain:
magnesium, sitrat, pirofosfat, mukoprotein dan beberapa peptida.
Jika kadar salah satu atau beberapa zat itu berkurang, akan
memudahkan terbentuknya batu di dalam saluran kemih. Ion magnesium
(Mg2+) dikenal dapat menghambat pembentukan batu karena jika
berikatan dengan oksalat, membentuk garam magnesium oksalat
sehingga jumlah oksalat yang akan berikatan dengan kalsium (Ca2+)
untuk membentuk kalsium oksalat menurun.
Gambar 3. Batu Buli-buli4. Faktor Risiko Penyebab BatuLebih dari
85% batu pada laki-laki dan 70% pada perempuan mengandung kalsium
terutama kasium oksalat. Predisposisi kejadian batu khususnya batu
kalsium oksalat dapat terjadi karena : Riwayat batu kandung kemih
dan saluran kemih Usia dan jenis kelamin Kelainan morfologi Pernah
mengalami infeksi saluran kemih Adanya kelainan pada ginjal dan
saluran kemih Profesi sebagai pekerja keras Penggunaan obat
antasid, aspirin dosis tinggi dan vitamin D terlalu lama.
Hiperkalsiuriaa. Hiperkalsiuria absortif ditandai oleh kenaikan
absorbsi kalsium dari lumen ususb. Hiperkalsiuria Puasa ditandai
adanya kelebihan kalsium, diduga berasal dari tulang.c.
Hiperkalsiuria Ginjal yang diakibatkan kelainan reabsobsi kalsium
di tubulus ginjal Hiperikosuria Merupakan suatu peningkatan asam
urat yang dapat memacu pembentuka batu kalsium, minimal sebagian
oleh Kristal asam urat dengan membentuk nidus untuk prespitasi
kalsium oksalat atau prespitasikalsium pospat. Pada kebanyakan
pasien dengan diet purin yag tinggi. Penurunan jumlah air kemih
Keadaan ini apat disebabkan masuknya cairan sedikit. Selanjutnya
akan menimbulkan pembentukan batu dengan peningkatan reaktan dan
pengurangan aliran kemih. Hiperoksaluria Merupakan kenaikan
ekskresi oksalat diatas normal (45 mg/hari atau 0,5 mmol/hari).
Peningkatan ini dapat menyebabkan perubahan cukup besar dan memacu
prepitasi kalsium oksalat dengan derajat yang lebih besar
dibandingkan kenaikan ekskresi kalsium.3-55. Pemeriksaan
KlinisPasien yang mempunyai batu buli sering asimtomatik, tetapi
pada anamnesis biasanya dilaporkan bahwa penderita mengeluh nyeri
suprapubik, disuria, gross hematuri terminal, perasaan ingin
kencing, sering kencing di malam hari, perasaan tidak enak saat
kencing, dan kencing tiba-tiba terhenti kemudian menjadi lancar
kembali dengan perubahan posisi tubuh. Gejala lain yang umumnya
terjadi dalam menyertai nyeri yaitu nyeri menjalar dari ujung
penis, scrotum, perineum, punggung dan panggul, perasaan tidak
nyaman tersebut biasa bersifat tumpul atau tajam, disamping sering
menarik-narik penisnya pada anak laki-laki dan menggosok-gosok
vulva pada anak perempuan. Rasa sakit diperberat saat pasien sedang
beraktivitas, karena akan timbul nyeri yang tersensitisasi akibat
batu memasuki leher vesika. Pasien anak dengan batu buli sering
disertai dengan priapism dan disertai ngompol.Pada pemeriksaan
fisik didapatkan vesika urinaria tampak penuh pada inspeksi, ketika
dipalpasi didapatkan blader distended pada retensi akut. Adapun
tanda yang dapat dilihat adalah hematuri mikroskopik atau bahkan
gross hematuri, pyuria, bakteri yang positif pada pemeriksaan
kultur urin.5
6. Pemeriksaan Penunjanga. Pemeriksaan urinPemeriksaan urin
sering dilakukan karena tidak mahal dan hasilnya dapat
menggambarkan jenis batu dalam waktu yang singkat. Pada pemeriksaan
dipstick, batu buli berhubungan dengan hasil pemeriksaan yang
positif jika mengandung nitrat, leukosit esterase dan darah. Batu
buli sering menyebabkan disuri dan nyeri hebat, oleh sebab itu
banyak pasien sering mengurangi konsumsi air minum sehingga urin
akan pekat. Pada orang dewasa, batu buli akan menyebabkan urin
asam. Pemeriksaan mikroskopis menunjukkan adanya sel darah merah
dan pyuria (leukosit), dan adanya kristal yang menyusun batu buli.
Pemeriksaan urin juga berguna untuk memberikan antibiotik yang
rasional jika dicurigai adanya infeksi.1
b. Pemeriksaan Imaging UrografiPemeriksaan radiologis yang
digunakan harus dapat memvisualisasikan saluran kemih yaitu ginjal,
ureter dan vesika urinaria (KUB). Tetapi pemeriksaan ini mempunyai
kelemahan karena hanya dapat menunjukkan batu yang radioopaque.
Batu asam urat dan ammonium urat merupakan batu yang radiolucent.
Tetapi batu tersebut terkadang dilapisi oleh selaput yang berupa
calsium sehingga gambaran akhirnya radioopaque. Pelapisan adalah
hal yang sering, biasanya lapisan tersebut berupa sisa metabolik,
infeksi dan disebabkan hematuri sebelumnya.
Gambar 4. BOF
Cystogram/ intravenous pyelografiJika pada pemeriksaan secara
klinik dan foto KUB tidak dapat menunjukkan adanya batu, maka
langkah selanjutnya adalah dengan pemeriksaan IVP. Adanya batu akan
ditunjukkan dengan adanya filling defek.5
Gambar 5. IVP
Ultrasonografi (USG)Batu buli akan terlihat sebagai gambaran
hiperechoic, efektif untuk melihat batu yang radiopaque atau
radiolucent.
Gambar 6. USG CT scanPemeriksaan ini dilakukan untuk banyak
kasus pada pasien yang nyeri perut, massa di pelvis, suspect abses,
dan menunjukkan adanya batu buli- buli yang tidak dapat ditunjukkan
pada IVP. Batu akan terlihat sebagian batu yang keruh.
MRIPemeriksaan ini akan menunjukkan adanya lubang hitam yang
semestinya tidak ada pada buli yang seharusnya terisi penuh, ini
diassosiasikan sebagai batu. SistoskopiPada pemeriksaan ini dokter
akan memasukkan semacam alat endoskopi melalui uretra yang ada pada
penis, kemudian masuk kedalam blader.
Gambar 7. Sistoskopi
7. Pengobatan a. KonservatifTerapi ditujukan untuk batu yang
ukurannya kurang dari 5 mm, karena diharapkan batu dapat keluar
spontan. Memberikan minum yang berlebihan disertai diuretik. Dengan
produksi air kemih yang lebih banyak diharapkan dapat mendorong
batu keluar dari saluran kemih. Pengobatan simptomatik mengusahakan
agar nyeri, khususnya kolik, yang terjadi menghilang dengan
pemberian simpatolitik. Dan berolahraga secara teratur.Adanya batu
struvit menunjukkan terjadinya infeksi saluran kemih, karena itu
diberikan antibiotik. Batu strufit tidak dapat dilarutkan tetapi
dapat dicegah pembesarannya bila diberikan pengobatan dengan
pengasaman urin dan pemberian antiurease, seperti Acetohidroxamic
acid. Ini untuk menghambat bakteri urease dan menurunkan kadar
ammonium urin.Pengobatan yang efektif untuk pasien yang mempunyai
batu asam urat pada saluran kemih adalah dengan alkalinisasi supaya
batu asam yang terbentuk akan dilarutkan. Pelarutan batu akan
terjadi apabila pH urin menjadi lebih tinggi atau berjumlah 6,2.
Sehingga dengan pemberian bikarbonas natrikus disertai dengan
makanan alkalis, batu asam urat diharapkan larut. Potasium Sitrat
(polycitra K, Urocit K) pada dosis 60 mEQ dalam 3-4 dosis perhari
pemberian digunakan untuk terapi pilihan. Tetapi terapi yang
berlebihan menggunakan sediaan ini akan memicu terbentuknya deposit
calsium pospat pada permukaan batu sehingga membuat terapi tidak
efektif lagi. Atau dengan usaha menurunkan produksi kadar asam urat
air kemih dan darah dengan bantuan alopurinol, usaha ini cukup
memberi hasil yang baik. Dengan dosis awal 300 mg perhari, baik
diberikan setelah makan.3-5b. LitotripsiPemecahan batu telah mulai
dilakukan sejak lama dengan cara buta, tetapi dengan kemajuan
tehnik endoskopi dapat dilakukan dengan cara lihat langsung. Untuk
batu kandung kemih, batu dipecahkan dengan litotriptor secara
mekanis melalui sistoskop atau dengan memakai gelombang ultrasonic
atau elektrohidrolik. Makin sering dipakainya gelombang kejut luar
tubuh (ESWL = Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy) yang dapat
memecahkan batu tanpa perlukaan ditubuh sama sekali. Gelombang
kejut dialirkan melalui air ke tubuh dan dipusatkan di batu yang
akan dipecahkan. Batu akan hancur berkeping-keping dan keluar
bersama kemih.5c. Terapi pembedahan Terapi bedah digunakan jika
tidak tersedia alat litotriptor, alat gelombang kejut atau bila
cara non bedah tidak berhasil. Walaupun demikian kita harus
memerlukan suatu indikasi. Misalnya apabila batu kandung kemih
selalu menyebabkan gangguan miksi yang hebat sehingga perlu
diadakan tindakan pengeluarannya. Litotriptor hanya mampu
memecahkan batu dalam batas ukuran 3 cm kebawah. Batu diatas ukuran
ini dapat ditangani dengan batu kejut atau sistolitotomi.1.
Transurethral Cystolitholapaxy tehnik ini dilakukan setelah adanya
batu ditunjukkan dengan sistoskopi, kemudian diberikan energi untuk
membuat nya menjadi fragmen yang akan dipindahkan dari dalam buli
dengan alat sistoskopi. Energi yang digunakan dapat berupa energi
mekanik (pneumatic jack hummer), ultrasonic dan elektrohidraulik
dan laser.2. Percutaneus Suprapubic cystolithopaxy tehnik ini
selain digunakan untuk dewasa juga digunakan untuk anak-anak,
tehnik percutaneus menggunakan endoskopi untuk membuat fragmen batu
lebih cepat hancur lalu dievakuasi. Sering tehnik ini digunakan
bersama tehnik yang pertama denagn tujuan stabilisasi batu dan
mencegah irigasi yang ditimbulkan oleh debris pada batu.3.
Suprapubic Cystostomy tehnik ini digunakan untuk memindah batu
dengan ukuran besar, juga di indikasikan untuk membuang prostate,
dan diverculotomy. Pengambilkan prostate secara terbuka
diindikasikan jika beratnya kira- kira 80-100gr. Keuntungan tehnik
ini adalah cepat, lebih mudah untuk memindahkan batu dalam jumlah
banyak, memindah batu yang melekat pada mukosa buli dan
kemampuannya untuk memindah batu yang besar dengan sisi kasar.
Tetapi kerugian penggunaan tehnik ini adalah pasien merasa nyeri
post operasi, lebih lama dirawat di rumah sakit, lebih lama
menggunakan kateter.
Gambar 8. Suprapubic Cystostomy8. Pencegahan Diuresis yang
adekuatUntuk mencegah timbulnya kembali batu maka pasien harus
minum banyak sehingga urin yang terbentuk tidak kurang dari 1500
ml. pada pasien dengan batu asam urat dapat digunakan alkalinisasi
urin sehingga pH dipertahankan dalam kisaran 6,5-7, mencegah
terjadinya hiperkalsemia yang akan menimbulkan hiperkalsiuria
pasien dianjurkan untuk mengecek pH urin dengan kertas nitrasin
setiap pagi. Diet untuk mengurangi kadar zat-zat komponen pembentuk
batu Eradikasi infeksi saluran kemih khususnya untuk batu
struvit5
DAFTAR PUSTAKA
1. Apley, A.Graham. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem APLEY.
Ed.7. Jakarta : Widya Medika.19952. Bagian Bedah Staf Pengajar
Fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Kumpulan Kuliah Ilmu
Bedah. Jakarta : Binarupa Aksara.1995.3. Rasjad, Chairuddin.
Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta : PT. Yarsif Watampone.
20074. Sjamsuhidajat R, De Jong Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi
ke-2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.2004.5. Schwartz,
Shires, Spencer. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah, Edisi 6.
Jakarta : EGC.2000.6. Sabiston, David C. Buku Ajar Bedah bagian 2.
Jakarta: EGC 1994.
8