DAFTAR ISI DAFTAR ISI.........................................................1 BAB I..............................................................2 PENDAHULUAN........................................................2 1.1. Latar Belakang.............................................. 2 1.2. Tujuan Pembelajaran.........................................2 1.3. Kegiatan yang Dilakukan dan Keluarannya...................3 1.4. Laporan Seven Jumps.........................................3 BAB II.............................................................6 PEMBAHASAN.........................................................6 1. Bagaimana anatomi leher?......................................6 Jawab:........................................................... 6 2. Apa saja etiologi pembesaran KGB / Limfadenopati ?............7 3. Apa Keadaan yang dapat menyebabkan benjolan di leher?.........8 4. Bagaimana patomekanisme pembesaran KGB?......................10 5. Apa aja anamnesis dan pemeriksa fifik tambahan yang diperlukan pada skenario?.................................................. 12 6. TB Apa saja pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan dalam penanganan benjolan pada leher?.................................13 7. Jelaskan DD 1 Limfodenitis TB.............................19 8. Jelaskan DD 2 Limfoma Maligna.............................22 9. Jelaskan DD 3 Kanker tiroid...............................32 BAB III...........................................................46 PENUTUP...........................................................46 3.1. Simpulan................................................... 46 DAFTAR PUSTAKA....................................................47
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI........................................................................................................................................1
BAB I....................................................................................................................................................2
BAB II..................................................................................................................................................6
5. Apa aja anamnesis dan pemeriksa fifik tambahan yang diperlukan pada skenario?..........12
6. TB Apa saja pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan dalam penanganan benjolan pada leher?.....................................................................................................................................13
BAB III...............................................................................................................................................46
Kelompok kami melakukan belajar mandiri terlebih dahulu untuk mencari dasar
ilmiah, mengumpulkan data-data atau informasi yang dapat membantu meningkatkan
pemahaman dan penerapan konsep dasar yang telah ada yang pada tahap selanjutnya
akan dipersentasikan dan disajikan untuk dibahas bersama.
LANGKAH 7 ( Pembahasan )
Kelompok kami telah melakukan diskusi kembali pada pertemuan kedua dan
kami telah menyelesaikan langkah yang belum tercapai pada pertemuan sebelumnya.
Semua anggota kelompok kami memaparkan semua hasil yang telah didapatkan pada
saat belajar mandiri. Pemaparan dari langkah teakhir ini akan kami bahas pada Bab II.
Modul 3 – Benjolan Pada Leher | 5
BAB II
PEMBAHASANNama : Tito Syahjihad
NIM : 2012730114
1. Bagaimana anatomi leher?
Jawab:
Gambaran umum Leher
Leher adalah area transisional di antara cranium di superior dan clavicular di inferior.leher berkerja sebagai saluran utama bagi struktur struktur yang berjalan di antaranya .selain itu , beberapa oragn penting dengan fungsi unik terletak disini : misalnya ,larynx dan tiroid serta gladnula parathyroid
Tulang leher
Skleton leher di bentuk oleh vertreba cervicalis ,os hyoideum ,manubrium sterni ,dan clavicular .tulang tulang tersebut merupakan bagian skleton aksial kecuali clavicula,yang merupakan bagian skleton apendikular superior.
Fascia cervicalis
Struktur struktur di leher di kelilingi oleh lapisan jaringan subkutan dan di bagi bagi oleh lapisan lapisan fascia cervicalis
-jaringan subkutan cervical dan platysma
Jaringan subkutan leher :adalah suatu lapisan jaringan ikat berlemak yang terletak di antara dermis kulit dan fascia investiens pada fascia cervicalis profunda .jaringan tersebut biasanya lebih tipis daripada jaringan region lain, terutama di anterior .jaringan mengandung saraf kulit ,pembuluh darah ,dan pembuluh limfatik , nodi limpatic superfacialis dan banyak lemak
Otot otot leher
Otot sternokleidomastoid berasal dari klavikula dan tersisip pada tengkorak, sehingga meregangkan leher ketika otot-otot ini berkontraksi bersama-sama. Jika salah satu kontraksi sternokleidomastoid sementara yang lain rileks, maka yang akan menghasilkan menekuk kepala ke arah bahu dan mengubah wajah dalam arah yang berlawanan.Di sisi posterior, otot-otot splenius memperpanjang leher dan membantu untuk mempertahankan postur tegak. Otot-otot ini melekat pada vertebra dan tengkorak.
Modul 3 – Benjolan Pada Leher | 6
Nama : Sheila Sarasanti
NIM : 2013730099
2. Apa saja etiologi pembesaran KGB / Limfadenopati ? Jawab:
Kelainan kongenital merupakan kelainan yang dibawa sejak lahir, benjolannya dapat berupa benjolan yang timbul sejak lahir atau timbul pada usia kanak-kanak bahkan terkadang muncul setelah usia dewasa. Pada kelainan ini, benjolan yang paling sering terletak di leher samping bagian kiri atau kanan bagian atas, namun ada pula di tengah-tengah bawah dagu. Ukuran benjolan bisa kecil dan bisa juga hampir sebesar bola tenis. Kelainan kongenital yang sering terjadi di daerah leher antar lain adalah hygroma colli, kista branchial, kista ductus thyroglosus.
a. Hygroma colli Merupakan kelainan bawaan lahir akibat adanya gangguan saluran limfe, biasanya muncul sejak lahir dan mungkin bertambah besar dengan bertambahnya usia bahkan bisa sampai seukuran bola tenis atau lebih. Benjolan ini biasanya agak lunak.
b. Kista ductus thyroglosusBenjolannya umumnya di garis tengah leher diantara bawah dagu sampai kelenjar thyroid atau kelenjar gondok. Pada jenis kelainan ini bisa muncul pada masa kanak-kanak atau setelah usia dewasa.
c. Kista branchialSama seperti kista ductus thyroglosus yang juga berisi cairan. Letaknya paling sering dijumpai pada bagian samping leher.
InfeksiInfeksi pada bagian leher dapat berupa infeksi akut maupun infeksi kronik. Biasanya
infeksi akut disertai adanya gejala demam, rasa nyeri dan adanya warna kemerahan pada benjolan tersebut. Infeksi kronis atau menahun yang paling sering ditemukan adalah benjolan akibat penyakit TBC kelenjar. Pada TBC kelenjar, benjolan dapat berupa benjolan kecil ukuran beberapa milimeter sampai ukuran beberapa centimeter, bisa hanya satu buah namun
Modul 3 – Benjolan Pada Leher | 8
dapat juga beberapa buah benjolan dan paling sering terletak di leher bagian samping kiri atau kanan bahkan kadang kanan kiri sekaligus.
Neoplasma/kanker daerah leher bisa dibedakan menjadi 2 macam menurut asal pertumbuhannya, yaitu :
1. Kanker/neoplasma yang pertumbuhannya memang berasal dari daerah leher itu sendiri, misalnya kanker kelenjar gondok, kanker jaringan lunak yang berasal dari otot dan jaringan lunak lainnya di leher.
2. Kanker yang terjadi akibat metastasis dari kanker induk di daerah lain, contohnya kanker nasofaring, kanker daerah kepala, kanker rongga mulut yang jika bermetastasis akan menyebabkan benjolan di leher samping atas sedikit dibawah telinga kiri atau kanan.
Trauma
Trauma di daerah leher biasa terjadi akibat benturan benda tumpul sehingga terjadi bekuan darah atau hematom dan membentuk benjolas seperti tumor. Biasanya benjolan akibat trauma akan memberikan rasa nyeri bila ditekan.
Kelainan lain di daerah leher dapat disebabkan misalnya oleh kelainan pembuluh darah di leher. Ada juga kelainan yang berada di kelenjar gondok yang disebabkan kekurangan yodium terutama pada daerah endemis gondok.
Modul 3 – Benjolan Pada Leher | 9
Nama : Tian Tiffani
NIM : 2013730111
4. Bagaimana patomekanisme pembesaran KGB? Jawab:
Ada banyak factor yang dapat menyebabkan timbulnya benjolan pada leher, seperti
trauma, infeksi, hormon, neoplsma dan kelainan herediter. Faktor-faktor ini bekerja dengan
caranya masing-masing dalam menimbulkan benjolan. Hal yang perlu di tekankan adalah
tidak selamanya benjolan yang ada pada leher timbul karena kelainan yang ada pada leher.
Tidak jarang kelainan itu justru berasal dari kelainan sisitemik seperti limfoma dan TBC.
Hampir semua struktur yang ada di leher dapat mengalami benjolan entah itu kelenjar
tiroid, paratiroid dan getah bening, maupun benjolan yang berasal dari struktur jaringan lain
seperti lemak, otot dan tulang.
Infeksi dapat menyebabkan timbulnya benjolan pada leher melalui beberapa cara yang
di antaranya berupa benjolan yang berasal dari invasi bakteri langsung pada jaringan yang
terserang secara langsung maupun benjolan yang timbul sebagai efek kerja imunitas tubuh
yang bermanifestasi pada pembengkkan kelenjar getah bening.
Mekanisme trauma dalam menimbulkan benjolan pada leher agak menyerupai
mekanisme infeksi, hanya saja trauma yang tidak di sertai infeksi sekunder pada umumnya
tidak menyebabakan pembesaran kelenjar getah bening.
Jika jaringan tubuh manusia terkena rangsangan berupa trauma dan reaksi imun, maka
otomatis sel-sel akan mengalami gangguan fisiologis. Sebagai responnya, sel tubuh terutama
mast sel dan basofil akan mengalami granulasian mengeluarkan mediator radang berupa
histamine, serortonin, bradikinin, sitokinberupa IL-2,IL-6 dan lain-lain. Mediator-mediator
radang ini terutama histamine akan menyebabkan dilatasi arteriola dan meningkatkan
permeabilitas venula serta pelebaran intra endothelia juntion. Hal ini mengakibatkan cairan
yang ada dalam pembuluh darah keluar kejaringan sekitarnya sehingga timbul benjolan pada
daerah yang terinfeksi ataupun terkena trauma. Infeksi dapat menimbulkan pembesaran
kelenjar limfe karena apabila mekanisme pertahanan tubuh berfungsi baik, sel-sel pertahanan
tubuh seperti makrofag, neutrofil dan sel T akan berupaya memusnahkan agar infeksi usitu
sendiri berupaya untuk menghanurkan sel-sel tubuh terutama eritrosit agar bias mendapatkan
nutrisi. Kedua upaya perlawanan ini akan mengakibatkan pembesaran kelenjar limfe karena
Modul 3 – Benjolan Pada Leher | 10
bekerja keras untuk memproduksi sel limfoid maupun menyaring sel tubuh yang mengalami
kerusakan dan agen infeksius yang masuk agar tidakmenyebarke organ tubuh lain.
Sedangkan mekanisme timbulnya benjolan akibat neoplasma entah itu di otot, sel
limfoid, tulang mau kelenjar secara umum hamper sama. Awalnya terjadi dysplasia dan
metaplasia pada sel matur akibat berbagai factor sehingga diferensiasi sel tidak lagi
sempurna. Displasia ini menimbulkan sejumlah kelainan fisiologis molekuler seperti
peningkatan laju pembelahan sel dan inaktifasi mekanisme bunuh diri sel terprogram. Hal ini
berakibat pada proliferasi sel tak terkendali yang bermanifestasi pada timbulnya benjolan
pada jaringan. Neoplasma dapat terjadi pada semua sel yang ada di leher entah itu kelenjar
tiroid- adenoma tiroid, lemak-lipoma, kartilago-kondroma, jaringan limfe – limfoma maupun
akibat dari metastase kanker dari organ di luar leher.
Timbulnya benjol unilateral dikarenakan sel yang abnormal berdiferensiasi di sisi
sinistra dan tidak bilateral. Sel berdiferensiasi dan membentuk angiogenesis tumor.
Proliferasi sel tumor akan membentuk masa yang dapat menekan jaringan sekitarnya.
Jaringan yang tertekan akan menjadi atrofik. Tumor di leher dapat menekan trachea dan bias
mengganggu pernafasan.
Modul 3 – Benjolan Pada Leher | 11
Nama : Saiffeddine Saleh Awad A
NIM : 2013730096
5. Apa aja anamnesis dan pemeriksa fifik tambahan yang diperlukan pada skenario?
Jawab:
Anamnesis tambahan dan pemeriksaan tambahan• Benjolan– Lokasi (pertama x, tempat lain)– Sifat benjolan: batas, konsistensi, warna, ulcus, dapat digerakkan/tidak– Nyeri• Keluhan lain– BB menurun• Sejak kapan, bagaimana sifatnya• Nafsu makan menurun/meningkat/normal– Pengaruh mens ada/tidak– Gangguan pernapasan, saat makan, pendengaran– Demam– gejala penyerta lainnya• Riwayat medis: radiasi, pil KB,• Riwayat kebiasaan hidup: rokok, alkohol, ikan asin• Riwayat keluarga
Pemeriksaan Fisis Tambahan• InspeksiBenjolan• Lokasi• Sifat benjolan: ukuran, warna, ulcus• Menelan: ikut gerakan / tidak• Palpasi1. Benjolan: batas, permukaan, konsistensi, mudah digerakkan/tidak,2. Kelenjar limfe leher: submental, submandibular, jugularis, asesorius, supra dan infraklavikular3. Kelenjar limfe aksilla dan inguinal.
Modul 3 – Benjolan Pada Leher | 12
Nama : Azizah Khairina
NIM : 2013730019
6. TB Apa saja pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan dalam penanganan
benjolan pada leher?
Jawab:
Pemeriksaan Penunjang Tuberkulosis Kelenjar
A. Pemeriksaan radiologis
Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk
menemukan lesi tuberculosis. Lokasi lesi tuberculosis biasanya di daerah apeks paru
(segmen apical lobus atas atau segmen apical lobus bawah), tetapi dapat juga
mengenai lobus bawah (bagian inferior) atau di daerah hilus menyerupai tumor paru.
Tubekrulosis sering memberikan gambaran yang aneh-aneh, terutama
gambaran radiologis. Gambaran infiltrasi dan tuberkuloma sering diartikan sebagai
pneumonia, mikosis, karsinoma bronkus atau metastasis. Gambaran kavitas sering
diartikan sebagai abses paru.
B. Darah
Hasilnya tidak sensitif dan juga tidak spesifik. Pada saat tuberculosis baru
mulai akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit meninggi dengan hitung jenis
pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah normal. Laju endap darah mulai
meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan jumlah
limfosit masih tinggi. Laju endap darah mulai turun ke arah normal lagi.
Hasil pemeriksaan lain didapatkan juga anemia ringan dengan gambaran
normositik normositer, gama globulin meningkat, kadar natrium darah menurun.
Pemeriksaan tersebut di atas nilainya juga tidak spesifik.
C. Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman
BTA, diagnosis tuberculosis dapat dipastikan. Tetapi kadang-kadang tidak mudah
untuk mendapat sputum, terutama pasien yang tidak batuk atau batuk tidak produktif.
Dalam hal ini dianjurkan saru hari sebelum pemeriksaan sputum, pasien diminta
minum aor sebanyak + 2 liter dan diajarkan melalukan reflex batuk. Dapat juga
dengan memberikan obat-obatan mukolitik ekspektoran atau dengan inhalasi larutan
garam hipertonik selama 20-30 menit. Bila masih sulit, sputum dapat diperoleh
Modul 3 – Benjolan Pada Leher | 13
dengan cara bronkoskopi diambil dengan brushing atau bronchial washing atau BAL
(bronchoalevolar lange). BTA dari sputum bisa juga didapat dengan cara bilasan
lambung.
Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3
batang kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5000 kuman
dalam 1 ml sputum.
D. Tes tuberculin
Biasanya dipakai tes Mantoux yakni dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberculin
P.P.D. (Purified Protein Deriative) intrakutan berkekuatan 5 T.U. (intermediate
strength). Bila ditakutkan reaksi hebat dengan 5 T.U. dapat diberikan dulu 1 atau 2
T.U (first strength). Bila dengan 250 T.U masih memberikan hasil negative, berarti
tuberculosis dapat disingkirkan.
Tes tuberculin hanya menyatakan apakah seseorang individu sedang atau
pernah mengalami infeksi M. tuberculosae, M. bovis, vaksinasi BCG dan
Mycobacteria pathogen lainnya.
Setelah 48-72 jam tuberculin disuntikkan, akan timbul reaksi berupa indurasi
kemerahan yang terdiri dari infiltrat limfosit yakni reaksi persenyawaan antara
antibodi selular dengan antigen tuberculin. Banyak sedikitnya reaksi persenyawaan
antibodi selular dan antigen tuberculin amat dipengaruhi oleh antibody humoral,
makin besar pengaruh antibodi humoral, makin kecil indurasi yang dihasilkan.
Baisanya hampir seluruh pasien tuberculosis menunjukkan reaksi mantoux yang
positif (99,8%).
Pemeriksaan Penunjang Limfoma Maligna
A. Limfoma Non Hodgkin
a. Laboratorium
Rutin
- Hematologi:
1. Darah perifer lengkap
2. Gambaran darah tepi
- Urinalisis: urin lengkap
- Kimia klinik
1. SGOT, SGPT, LDH, protein total, albumin, asam urat
2. Alkali fosfatase
Modul 3 – Benjolan Pada Leher | 14
3. Gula darah puasa dan 2 jam pp
4. Elektrolit: Na, K, Cl, Ca, P
Khusus
- Gamma GT
- Kolinesterase
- LDH/fraksi
- Serum protein elektroforesis
- Imuno elektroforase
- Tes coombs
- B2 mikroglobulin
b. Biopsi
Biopsi KGB dilakukan hanya 1 kelenjar yang paling representative, superficial, dan
perifer. Jika terdapat kelenjar perifer/superficial yang representative, maka tidak perlu
biopsy intra abdominal atau intratorakal. Diagnosis ditegakkan berdasarkan
histopatologi dan sitologi. Tidak diperlukan penentuan stadium laparotomi. Specimen
kelenjar diperiksa:
- Rutin
- Histopatologi
- Khusus
- Immunoglobulin permukaan
- Histo/sitokimia
c. Aspirasi sumsum tulang dan biopsi sumsum tulang dari 2 sisi spina iliaka dengan
hasil specimen sepanjang 2 cm.
d. Radiologi
- Rutin:
Foto toraks PA dan lateral
CT Scan seluruh abdomen (atas dan bawah)
- Khusus
CT Scan toraks
USG Abdomen
Limfografi, limfosintigrafi
e. Konsultasi THT: Bila cincin Waldeyer terkena, dilakukan gastroskopi atau foto
saluran cerna atas dengan kontras.
Modul 3 – Benjolan Pada Leher | 15
f. Cairan tubuh lain: cairan pleura, asites, cairan serebrospinal jika dilakukan
punksi/aspirasi diperiksa sitologi dengan cara cytospin, di samping pemeriksaan
rutin lainnya.
g. Immunophenotyping: parafin panel: CD 20, CD 3.
B. Limfoma Hodgkin
a. Pemeriksaan darah:
Anemi, eosinofilia, peningkatan laju endap darah, pada flow cytometry dapat
terdeteksi limfosit abnormal atau limfositosis dalam sirkulasi.
Pada pemeriksaan faal hati terdapat gangguan faal hati yang tidak sejalan
dengan keterlibatan limfoma pada hati. Peningkatan alkali fosfatase dan adanya
ikterus kolestatik dapat merupakan gejala paraneoplastik tanpa keterlibatan hati.
Dpat terjadi obstruksi biliaris ekstrahepatik karena pembesaran kelenjar getah
bening porta hepatis.
Pemeriksaan faal ginjal: peningkatan kreatinin dan ureum dapat diakibatkan
obstruksi ureter. Adanya nefropati urat dan hiperkalsemia dapat memperberat
fungsi ginjal. Sindroma nefrotik sebagai fenomena paraneoplastik dapat terjadi
pada limfoma Hodgkin. Hiperurisemia merupakan manifestasi peningkatan turn-
over akibat limfoma. Hiperkalsemia dapat disebabkan sekunder karena produksi
limfotoksin (osteoclast activating factor) oleh jaringan limfoma. Kadar LDH darah
yang meningkat dapat menggambarkan massa tumor dan turn-over.
b. Biopsi sumsum tulang
Dilakukan pada stadium lanjut untuk keperluan staging. Keterlibatan sumsum
tulang pada limfoma Hodgkin sulit didiagnosis dengan aspirasi sumsum tulang.
c. Radiologis
Pemeriksaan foto toraks untuk melihat limfadenopati hiliar dan mediastinal,
efusi pleura atau lesi parenkim paru. Obstruksi aliran limfotik mediastinal dapat
menyebabkan efusi chyolus (seperti susu).
USG abdomen kurang sensitive dalam mendiagnosis adanya limfadenopati.
Pemeriksaan CT Scan toraks untuk mendeteksi abnormalitas parenkim paru dan
mediastinal sedangkan CT Scan abdomen member jawaban limfodenopati
retroperitoneal, mesenteric, portal, hepatosplenomegali, atau lesi di ginjal.
Pemeriksaan Penunjang Karsinoma Tiroid
Modul 3 – Benjolan Pada Leher | 16
1. Pemeriksaan Serologi
Terutama mencakup pemeriksaan fungsi tiroid, kadar kalsitonin serum, dll. Semua
pasien dengan tumor tiroid harus diperiksa fungsi tiroid, termasuk TSH, T4, T3
serum, dll. Sebagian terbesar pasien kanker tiroid memiliki fungsi tiroid yang normal.
Bila pasien dengan tumor tiroid memiliki kadar kalsitonin serum meninggi, dapat
didiagnosis sebagai karsinoma medular tiroid. Pasien dengan riwayat keluarga
karsinoma medular tiroid atau riwayat keluarga tumor endokrin multiple, harus
diperiksa kadar kalsitonin serum basal dan dalam kondisi stress, untuk memastikan
apakah menderita karsinoma medular tiroid.
2. Pemeriksaan USG
Mencakup USG biasa dan dopler warna, USG merupakan cara yang cukup sensitif
untuk memeriksa ukuran dan jumlah tumor tiroid, dapat menunjukkan ada tidaknya
tumor, sifatnya padat atau kistik, ada tidaknya kalsifikasi, dll. Akurasi pemeriksaan
bergantung pada keterampilan dan pengalaman pemeriksa. Dopler warna dapat
mengetahui situasi aliran darah di dalam tumor dan kelenjar limfe, sangat membantu
dalam diagnosis banding lesi jinak atau ganas.
3. Pemeriksaan radioisotop
Sebagian besar karsinoma tiroid memiliki fungsi mengambil iodium, tampak sebagai
nodul hangat. Jika terdapat perubahan kistik, maka seluruhnya atau sebagian tampak
sebagai nodul dingin. Pemeriksaan ini belakangan secara bertahap digantikan oleh
USG dan CT.
4. Pemeriksaan sinar X
Termasuk foto trakea anteroposterior dan lateral, foto barium esophagus, foto toraks,
dll. Foto AP dan lateral trakea dapat menunjukkan kalsifikasi dalam tumor tiroid,
kondisi desakan, pergeseran posisi, dan penyempitan trakea, serta bayangan jaringan
lunak prevertebral, juga dapat menunjukkan kondisi batas inferior tumor berekstensi
ke posterior sternum dan mediastinum. Pemeriksaan esophagus menelan barium dapat
mengetahui adanya desakan, infiltrasi ke esophagus. Rontgen toraks dapat
mengetahui kondisi mediastinum dan kedua paru.
5. Pemeriksaan CT
Dapat menunjukkan lokasi, jumlah tumor, ada tidaknya kalsifikasi, kondisi struktur
internalnya, keteraturan batasnya, dll. sangat membantu dalam diagnosis lokasi tumor
tiroid. Karsinoma tiroid pada CT tampak sebagai bayangan jaringan lunak tidak
beraturan dan/atau berlobulasi, kebanyakan berdensitas heterogen, batas tidak tegas,
Modul 3 – Benjolan Pada Leher | 17
dapat kalsifikasi, pasca kontras menunjukkan penyengatan tak beraturan. Hasil
pencitraan CT lebih baik pada lesi karsinoma tiroid yang lebih besar, tapi dalam hal
diagnosis lokalisasi lesi tiroid yang lebih kecil relatif sulit.
6. Pemeriksaan MRI
Dapat menampilkan potongan koronal, sagital, transversal, dengan lapisan multiple,
sangat baik dalam diagnosis lokalisasi karsinoma tiroid dan hubungannya dengan
organ, vascular dan jaringan sekitarnya.
7. Pemeriksaan PET
Dalam diagnosis lesi tiroid jinak atau ganas memiliki akurasi relatif tinggi, tapi ini
bukan cara diagnosis pasti, biayanya relative sangat tinggi, dewasa ini masih sulit
Sedangkan sistem klsifikasi menurut WHO, limfoma Hodgkin dibagi menjadi Hodgkin
limfoma jenis predominan limfosit nodular dan klasik, Nodular Sklerosis, jenis klasik sarat
limfosit, sel campuran, depresi limfositik.1,7
b. Limfoma Non-Hodgkin
Formulasi kerja limfoma non-hodgkin merupakan sistem klasifikasi limfoma yang
didasarkan pada kriteria morfologi (pola pertumbuhan kelenjar limfe dan karakteristik
sitologik sel tumor) dan sifat progresivitas biologic (tingkat keganasan rendah, sedang,
tinggi), bermanfaat dalam memprediksi survival pasien.1
Tabel. Formulasi kerja Limfoma Non-Hodgkin (NHL)1
Keganasan rendah A. Limfoma jenis sel kecil
B. Limfoma jenis predominan sel belah kecil
folikular
C. Limfoma jenis campuran
Keganasan sedang D. Limfoma jenis sel besar folikular
E. Limfoma jenis predominan sel belah kecil
difus
F. Limfoma jenis campuran sel besar dan sel
belah kecil difus.
G. Limfoma jenis sel besar difus
Keganasan tinggi H. Limfoma jenis imunoblastik
I. Limfoma jenis limfoblastik (inti berkelok atau
tidak berkelok)
J. Limfoma jens sel kecil tak belah (burkitt atau
non-burkitt)
Modul 3 – Benjolan Pada Leher | 24
Klasifikasi menurut WHO, neoplasia jaringan Limfoid Non-Hodgkin dibagi menjadi 2
golongan besar yitu neoplasia sel B, neoplasia sel T dan NK.6
IV. GAMBARAN KLINIS
Manifestasi klinis limfoma maligna bervariasi, karena jaringan limfatik tersebar luas
dalam tubuh, jaringan limfatik di bagian manapun dapat menjadi lesi primer atau dalam
perjalanan penyakit mengalami invasi, kelainan di bagian tubuh berbeda dapat menunjukkan
manifestasi berbeda.(1)
a. Limfadenopati
Tampakgejala pertama berupa pembesaran kelenjar limfe superfisial, kelenjar limfe
bagian leher, aksila, inguinal, dan yang mengenai kelenjar limfe mandibula.Pembesaran
kelenjar limfe sering kali asimetri, konsistensi padat dan kenyal, tidak nyeri, pada stadium
dini idak saling melekat, pembesaran kelenjar limfe profunda, dapat menimbulkan tanda
invasi dan kompresi setempat.
Bila kelenjar limfe mediastinum yang terkena maka dapat timbul sindrom kompresi
ediastinum invasi paru, atelektasis, dan hidrothoraks. Bila kelenjar limfe peritoneal yag
terkena (paraaorta dan mesenterium) dapat timbul nyeri abdomen, lumbago, massa
abdomen, gangguan BAB an BAK, hematuria. Bila kelenjar limfe saluran cerna
(submukosa) terkena dapat timbul nyeri abdomen, diarre, massa abdomen, ileus,
hematokezia, perforasi intestna dan sindrom malabsorpsi. Bila tonsil dan jaringan limfatik
yang terkena maka akan terjadi pembesaran tonsil dan gangguan napas.
b. Kelainan Limpa
Umumnya ditemukan pada limfoma Hodgkin, dapat timbul spleenomegali,
hipersplenisme.
c. Kelainan Hepar
Modul 3 – Benjolan Pada Leher | 25
Terjadi pada stadium lanjut, hepatomegali dan gangguan fungsi hati.Sebagian pasien
dapat menderita ikterik obstruksi akibat limfadenopati portal atau akumulasi cairan
empedu intraheatik.
d. Kelainan Skeletal
Kelainan tulang rangka paling sering ditemukan pada vertebra torakal dan lumbal,
lalu costa dan cranium.
e. Destruksi Kulit
Kelainan kulit spesifik adalah invasi kulit limfoma maligna tampil bervariasi,
adakalanya berupa eritroderma maligna.Non spesifikhanya trasformasi dari dermatitis
biasa, gejalanya berupa pruritus, herpes zoster.
f. Kelainan Sistem Neural
Biasanya ditemukan paralisis neural, sefalgia, dan peningkatan tekanan intrakranial.
g. Gejala Sistemik
- Demam, dapat berupa demam irregular, atau demam rekuren priodik spesifik
- Keringat malam hari
- Penurunan berat badan dalam setengah tahun berat badan turun 10% tanpa penyebab
spesifik.
Limfoma memilki gejala relatif yang khas, berupa demam tinggi 38oC tanpa sebab
jelas, keringat malam hari, dan penurunan berat badan 10% dalam waktu 6 bulan, terdapat
salah satu dari 3 gejala itu disebut memiliki gejala B(sesuai uraian pembagian stadium).1,2
Perbedaan klinis antara limfoma hodgkin dan non-hodgkin.6
Limfoma Hodgkin Limfoma non-hodgkin
Lebih sering terlokalisasi ke satu
kelompok kelenjar getah bening
Lebih sering mengenai banyak
kelenjar perifer
Modul 3 – Benjolan Pada Leher | 26
aksial (servikalis, mediastinum,
paraaorta)
Penyebaran teratur ke jaringan
sekitar
Penyebaran nonkontagiosa
Kelenjar mesenterium dan cincin
weldeyer di faring jarang terkena
Kelenjar mesenterium dan cincin
weldeyer di faring sering terkena
Jarang mengenai sistem diluar
kelenjar getah bening
sering mengenai sistem diluar
kelenjar getah bening
V. PERUBAHAN HEMATOLOGIK
Pada limfoma Hodgkin sering terdapat anemia normositik normokrom, peyebab anemia
sering kali adalah menurunnya produksi dan peningkatan destruksi.Granulosit sering
meningkat sehingga timbul leukositosis.Limfosit sering menurun terutama stadium
lanjut.Apusan sumsum tulang sering menunjukan hiperproliferasi granulosit, disertai
peningkatan histiosit sehingga menyerupa gambaran sumsum tulang infeksius. Biopsy
sumsum tulang dapat menemukan sel reed-strenberg pada infiltrasi fokal atau difus sumsum
tulang.6
Pada limfoma nonhodgkin sering disertai anemia, penyebabnya dapat nultifaktor,
seperti invasi sumsum tulang, invasi saluran gastrointestinal menyebabkan tukak berdarah
dan gangguan absorpsi besi dan asam folat, serta akibat komsumsi kronis radioterapi dan
kemoterapi menyebabkan depresi hemopoiesis atau eritropoiesis inefektif dan factor lainnya.
Sebagian kasus sel abnormal dapat muncul di darah tepi sehingga timbul gambaran
leukemia.6
VI. DIAGNOSIS
Untuk memastikan diagnosis prosedur pemeriksaan lengkap mencakup berikut ini: 1,2,8
- Anamnesis mengenai keluhan pembesaran kelenjar dan keluhan sistemik demam ≥38
0C, penurunan berat badan dalam 6 bulan lebih dar 10% tanpa etiologi lain yang
menjelaskan, keringat malam hari.
Modul 3 – Benjolan Pada Leher | 27
- Pemeriksaan fisik dengan mencari adanya pembesaran kelenjar getah bening diseluruh
tubuh, cincin waldeyer, pembesaran organ ekstra limfatik yang sering pada LNH.
- Biopsy kelenjar getah bening untuk menentukan apakah LH atau LNH. Biopsi
dilakukan pada 1 kelenjar yang paling representatif, superfisial, dan perifer.
- Pemeriksaan radiologi meliputi foto toraks PA/lateral bertujuan untuk melihat kelenjar
limfe di daerah hilus paru, medastinum, mamaria interna dan ada tidaknya invasi ke
paru. Pemeriksaan CT-scan, USG, MRI abdomen dapat menemukan lesi rongga
abdominal, tomografi mediastinum, limfografi kedua tungkai bawah.
- Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah lengkap, darah perifer lengkap,
gambaran darah tepi, tes faal hati termasuk alkali fosfatase protein, SGOT, SGPT,
albumin, Gula darah. Tes faal ginjal (urin lengkap), asam urat. Namun semua
pemeriksaan ini tidak spesifik.
VII. KLASIFIKASI STADIUM
Stadium klinis limfoma hodgkin dan non-hodgkin menurut Ann Arbor1,2, 6,8
Stadium Distribusi Penyakit
I Keterlibatan satu regio kelenjar getah bening (I)atau terkenanya
satu organ atau jaringan ekstralimfatik (IE).
II Keterlibatan dua atau lebih regio kelenjar getah bening di sisi
diafragma yang sama saja (II) atau dengan keterlibatan organ
atau jaringan ekstralimfatik didekatnya(IIE).
III Keterlibatan regio kelenjar getah bening di kedua sisi
diafragma (III), yang mungkin mencakup limpa (IIIS), tempat
atau organ ekstralimfatik di sekitar secara terbatas (IIIE)atau
keduanya(IIIES).
IV Fokus (multipel)keterlibatan satu atau lebih organ atau jaringan
Modul 3 – Benjolan Pada Leher | 28
ekstralimfatik dengan atau tanpa keterlibatan limfatik.
Ket: A Tanpa gejalaB Dengan gejala: demam, penurunan BB, keringat malam hariX Bulky disease (pembesaran mediatinum >1/3, adanya massa kelenjar dengan diameter maksimum 1)E Keterlibatan satu organ ekstranodal yang contiguous terhadap regio kelenjar getah bening
Dikutip dari http://www.lymphomation.org/images/stages_fav.jpg
VIII. TERAPI
Pengobatan LH adalah radioterapi ditambah kemoterapi, tergantung dari staging dan
faktor risiko.
a. Penyakit hodkin stadium I dan IIA dapat diobati dengan henya pemberian
radioterapi. Dosis sebesar 4000 rad mampu menghancurkan jaringan hodgkin
kelenjar getah bening pada sekitar 80% pasien tersebut. Radioterapi
meliputiExtended Field Radiotherapy (EFRT), Involved field Radiotherapy (IFRT),
DAN radioterapi (RT) pada limfoma residual. Faktor risiko untuk terapi menurut
German hodgkin lymphoma study Group (GHSG) meliputi:2,9
- Massa mediatinal yang besar
- Ekstranodal
- Peningkatan laju endap darah, ≥50 untuk tanpa gejala atau ≥30 untuk dengan
• N0 Tidak didapat metastasis ke kelenjar getah bening regional
• N1 Terdapat metastasis ke kelenjar getah bening regional
• N1a Metastasis ke level VI kelenjar getah bening ( pretracheal, paratracheal, dan
relaryngeal/Delphian)
• N1b Metastasis pada kelenjar getah bening unilateral atau kontralateral atau mediastinum
posterior
M (Metastasis jauh)
• Mx Metastasis jauh belum dapat dinilai
• M0 Tidak terdapat metastasis jauh
• M1 Terdapat metastasis jauh
Prognosis
Prognosis karsinoma papiler baik, 10-year survival lebih dari 90% dan untuk pasien
muda lebih dari 98%. Perbandingan relatif area-area papiler dan folikular tidak berhubungan
dengan prognosis, tetapi invasi vaskular dan nuklear atypia mungkin merupakan tanda-tanda
prognostik yang berlawanan. Sedangkan pada tall-cell variant dan columnar cell variant
prognostiknya sangat jelek oleh karena memiliki behavior yang sangat agresif. Karsinoma
folikular lebih agresif daripada karsinoma papiler. Prognosis bergantung pada invasi jauh dan
staging. Secara langsung berhubungan dengan ukuran tumor (<1,0cm mempunyai prognosis
Modul 3 – Benjolan Pada Leher | 43
yang baik). Lebih dari setengah penderita meninggal dunia dalam 10 tahun tetapi hal ini
bervariasi tergantung pada derajat invasi tumor ke dalam pembuluh darah, kapsul tumor, atau
jaringan sekitarnya. Gambaran klinis umum berhubungan dengan prognosis bergantung pada
usia, ukuran tumor, perluasan keluar dari tiroid, pembedahan yang komplet dan metastasis
jauh. Efek prognostik yang berlawanan pada usia tua ditekankan terhadap ukuran tumor yang
besar dan perluasan ekstraglandular dari tumor.
Modul 3 – Benjolan Pada Leher | 44
Nama : Hansa Eka Pertiwi
NIM : 2012730044
10. Jelaskan penatalaksanaan pada kasus diskenario!
Jawab:
OAT Dosis Harian Mg/kg BB/ hari
Dosis 2x/ minggu Mg/KgBB/ hari
Dosis 3x/ minggu Mg/KgBB/hari
Isoniazid (INH) 5-15 max 300 mg 15-40 max 900 mg 15-40 max 900 mgRifampisin 10-20 max 600 mg 10-20 max 600 mg 15-20 max 600 mgPirazinamid 15-40 max 2 g 50-70 max 4 g 15-20 max 3 gEtambutol 15-25 max 2,5 g 50 max 1,5 g 15-25 max 2,5 gStreptomisin 15-40 max 1 g 25-40max 1,5 g 25-40 max 1,5 g
Isoniazid
Isoniazid diabsorpsi dengan baik melalui saluran gastrointestinal. Obat ini juga diberikan melalui intramuscular dan intravena. Obat ini mempunyai tingkat pengikatan pada protein yang sangat rendah (10%), dan waktu paruhnya adalah 1-4 jam. Isoniazid dimetabolisme oleh hati dan 50 % dari obat ini diekskresikan tanpa mengalami perubahan ke dalam urin. Isoniazid menghambat sintesis dinding sel dari basil tuberkulose.
Rifampisin
Rifampisin aktif terhadap kuman gram-positif dan kuman gram negative. Efek samping tidak ada nafsu makan, mual, sakit perut. Semua OAT diminum malam sebelum tidur.
Pirazinamid
Resorpsinya cepat dan hampir sempurna; kadar maksimal dalam plasma sudah daicapai dalam 1-2 jam. PP-nya k.l 50%, plasma-t stngah nya 9-10 jam. Efek sampingnya yang sering kali terjadi dan berbahaya adalah kerusakan hati dengan icterus. Pengobatan harus segera dihentikan bila ada tanda-tanda kerusakan hati.
Etambutol
Etambutol jarang menimbulkan efek samping. Dosis harian sebesar 15 mg/kg BB menimbulkan efek toksis yang minimal. Pada dosis ini kurang 2% pasien akan mengalami efek samping yaitu penurunan ketajaman penglihatan, ruam kulit dan demam
Streptomisin
Gangguan penglihatan berupa Neuritis
Modul 3 – Benjolan Pada Leher | 45
Nama : Fauzio N. Khaira
NIM : 2012730037
11. Bagaimana prognosis, preventif, dan komplikasi pada skenario? Jawaban:
PROGNOSIS
• Prognosis untuk pemulihan adalah baik jika segera diobati dengan pengobatan yang tepat. Dalam kebanyakan kasus, infeksi dapat dikendalikan dalam tiga atau empat hari. Namun, dalam beberapa kasus mungkin diperlukan waktu beberapa minggu atau bulan untuk pembengkakan menghilang, panjang pemulihan tergantung pada penyebab infeksi. Pengobatan yang tidak tuntas dapat menyebabkan resistensi dan septikemia
PREVENTIF
• Menerapkan pola hidup sehat, makan makan bernutrisi dan gizi yg baik
• Olahraga teratur
• Istirahat yg cukup
• Intinya sehat
KOMPLIKASI
• Penyebaran langsung melalui kel limfe >> servikal, inguinal, aksial
• Penyebaran melalui darah >> paru, otak, tulang
• Pembentukan abses
• Sepsis
• Fistula
Modul 3 – Benjolan Pada Leher | 46
BAB III
PENUTUP
3.1. Simpulan Jadi, simpulan yang didapatkan pada Modul 3 – Benjolan pada leher ini adalah telah
didapatkan beberapa DD yaitu limfoma, limfodenitis dan kanker tiroid. Tapi kelompok kami
lebih mengarah ke TB Kelenjar karena manifestasi klinis yang terdapat diskenario sangat
mendekati dengan penyakit tersebut.
Tetapi untuk lebih memastikan lagi, selain pasien telah di anamnesis pasien juga
harus melakukan pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang yang sesuai sehingga