1 BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya dari bercocok tanam, maka dari itu tidak mengherankan bila hasil bercocok tanamnya beraneka ragam. Salah satunya adalah tanaman jenis umbi-umbian seperti singkong, ketela rambat, kentang dan lain-lain. Tanaman jenis ini (umbi) banyak ditemukan di daerah tropis dan dekat garis katulistiwa seperti Indonesia, karena itu jenis tanaman ini banyak ditemukan diberbagai tempat di Indonesia. Sifat penyesuaiannya yang tinggi terhadap lingkungan tempat hidupnya menyebabkan tanaman ini mampu tumbuh diberbagai tempat, baik subur maupun tandus. Daerah penghasil singkong pada umumnya adalah daerah perbukitan atau pegunungan, karena daerah ini biasanya kurang subur sebagai akibat sulitnya perolehan air, sehingga tidak banyak jenis tanaman yang dapat
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya
dari bercocok tanam, maka dari itu tidak mengherankan bila hasil bercocok
tanamnya beraneka ragam. Salah satunya adalah tanaman jenis umbi-umbian
seperti singkong, ketela rambat, kentang dan lain-lain.
Tanaman jenis ini (umbi) banyak ditemukan di daerah tropis dan dekat
garis katulistiwa seperti Indonesia, karena itu jenis tanaman ini banyak ditemukan
diberbagai tempat di Indonesia. Sifat penyesuaiannya yang tinggi terhadap
lingkungan tempat hidupnya menyebabkan tanaman ini mampu tumbuh
diberbagai tempat, baik subur maupun tandus.
Daerah penghasil singkong pada umumnya adalah daerah perbukitan atau
pegunungan, karena daerah ini biasanya kurang subur sebagai akibat sulitnya
perolehan air, sehingga tidak banyak jenis tanaman yang dapat tumbuh di daerah
ini. Di Yogyakarta tanaman ini banyak ditemukan di daerah Gunung Kidul dan
Kulon Progo. Di Jawa Tengah tanaman ini banyak ditemukan di daerah Wonogiri.
Daerah yang sebagian besar hasil perkebunannya singkong, biasanya
singkong dibuat gaplek. Karena kurangnya pengetahuan petani tentang cara
pendayagunaan singkong, akhirnya ketela dibuat pada kisaran itu saja. Akibatnya
pemanfaatan ketela tidak dapat memberikan hasil yang maksimal.
2
Untuk memberikan hasil usaha yang maksimal, pendayagunaan singkong
sebaiknya tidak hanya dijadikan gaplek saja tetapi dicoba pendayagunaan lainnya,
salah satunya yaitu pemanfaatan singkong menjadi criping.
1.1. Latar Belakang
Kemajuan zaman yang pesat menuntut kita untuk bekerja lebih efektif dan
efisien dengan mencoba meninggalkan pola kerja lama yang banyak
mengandalkan tenaga manusia dengan mesin.
Termasuk dalam proses pembuatan criping, bila sebelumnya hampir
keseluruhan proses dilakukan dengan tenaga manusia, kini direncanakan mesin
perajang singkong dengan sumber penggerak motor sehingga akan didapatkan
peningkatan hasil produksi dengan cara mempercepat proses perajangan singkong.
Mesin ini juga dirancang untuk mengatasi kekurangan yang ada pada peralatan
sebelumnya, seperti ketebalan perajangan yang tidak teratur dan criping pecah-
pecah. Sebelum direncanakan dan dibuat mesin perajang ini, masih menggunakan
cara sederhana yaitu hanya dengan menggunakan pisau untuk merajang ketela
tersebut. Setelah dengan pisau kemudian coba dikembangkan alat perajang
manual dengan putaran engkol. Dengan melihat dan mengamati alat yang ada
tersebut, kini kami coba merencana dan mengembangkannya lagi agar
produktifitas dapat meningkat dan pekerjaan yang dilakukan dapat lebih efektif
dan efisien.
3
1.2. Tujuan dan Manfaat
1.2.1. Tujuan
Tujuan perancangan ini dibedakan menjadi dua yaitu tujuan akademis dan
tujuan teknis.
a. Tujuan Akademis
- Memenuhi tugas mata kuliah Elemen Mesin III, Program Studi
Strata I pada Jurusan Teknik Mesin, ISTA, Yogyakarta
- Menerapkan ilmu yang didapat selama pendidikan secara terpadu,
sekaligus mengembangkan kreatifitas dalam mengembangkan
gagasan ilmiah
b. Tujuan Teknis
Tujuan perancangan mesin perajang singkong ini adalah untuk mengubah
pola kerja lama yang pada awalnya banyak menggunakan tenaga manusia,
menjadi pola kerja yang lebih banyak menggunakan mesin.
1.2.2. Manfaat
a. Dihasilkan teknologi tepat guna yang sangat dibutuhkan oleh industri,
terutama industri kecil / rumah tangga
b. Diperoleh prodiktifitas, efektifitas dan efisiensi kerja yang semakin baik
1.3. Batasan Masalah
Bagian-bagian pokok yang direncanakan dalam pembuatan mesin perajang
singkong ini adalah :
4
1. Piringan dan Pisau Perajang 5. Sabuk
2. Motor Listrik 6. Bantalan
3. Poros 7. Pasak
4. Puli 8. Las
Sementara untuk komponen lain (baut, mur dan lain-lain) dapat digunakan
menurut standar yang ada. Perencanaan mesin perajang singkong ini juga
dilengkapi dengan gambar konstruksi sesuai perhitungan perancangan dan gambar
bagian-bagian untuk data-data diambil dari pengamatan alat yang sudah ada,
survey ke lapangan dan dari pustaka-pustaka.
1.4. Metodologi Penulisan
Untuk merencanakan suatu alat yang dapat berfungsi dengan baik
memerlukan data-data yang cukup, untuk mendapatkan data-data tersebut
dilakukan dengan cara :
1. Studi Pustaka
Mempelajari buku referensi yang berhubungan dengan perencanaan dan
berbagai katalog lainnya.
2. Observasi
Mencari informasi dibeberapa tempat, misalnya bengkel atau pabrik.
3. Konsultasi
Melakukan tukar pikiran dengan pihak-pihak yang berpengalaman dalam
bidang perancangan dan pembuatan, misalnya melakukan bimbingan
dengan dosen pembimbing.
5
1.5. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang akan dilakukan pada merencana mesin ini
meliputi 5 bab, yaitu terdiri dari :
BAB I Pendahuluan
Pada bab pendahuluan berisi tentang pembahasan latar belakang
masalah, tujuan, batasan masalah, metodologi penulisan dan
sistematika penulisan
BAB II Landasan Teori
Pada bab ini berisi tentang teori dasar perencanaan dan perancangan
mesin. Terutama elemen-elemen mesin yang digunakan pada mesin
perajang singkong.
BAB III Perencanaan dan Perhitungan
Bab ini akan membahas mengenai perencanaan secara umum, langkah-
langkah perencanaan, alternatif pemilihan rancangan, perhitungan dan
gambar kerja.
BAB IV Perawatan dan Perbaikan
Bab empat ini berisi mengenai perawatan dan perbaikan mesin.
BAB V Penutup
Bab ini berisikan ulasan langkah dari apa yang telah dijelaskan dalam
bab sebelumnya yang berisikan kesimpulan dan saran.
6
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Tinjauan Mesin
Mesin perajang singkong ini komponen utamanya terdiri atas piringan dan
pisau perajang, motor, poros, sabuk, bantalan, puli dan pasak. Dalam perencanaan
mesin ini hanya ada satu gerakan yaitu berputar. Dengan memberikan daya input
dari suatu motor maka alat ini akan bekerja sesuai perencanaan. Besarnya
kecepataan piringan tergantung dari besarnya kecepatan input tetapi juga
dipengaruhi oleh keliatan atau kekerasan singkong dan juga ketajaman pisau
perajang. Pisau perajang apabila sudah tumpul bisa dipertajam kembali atau
diganti, karena pisau pengiris dikonstruksi untuk dapat dilepas atau diganti.
2.2. Piringan dan Pisau Perajang
Piringan memiliki fungsi sebagai tempat memasang pisau perajang,
sedangkan pisau perajang berfungsi untuk merajang singkong menjadi ukuran
tipis dengan cara berputar. Pisau ini berjumlah dua buah seperti Gambar 2.1.
pisau perajang
piringan
Gambar 2.1. Piringan dan pisau perajang
7
2.3. Motor Listrik
Motor ini sebagai tenaga penggerak dari mesin perajang singkong. Sebagai
suatu sistem penggerak menggunakan motor listrik dengan daya dan jumlah
putaran yang sesuai untuk mesin ini.
Jika N adalah daya rata-rata yang diperlukan maka harus dibagi dengan
efisiensi mekanis dari sistem transmisi untuk mendapatkan daya penggerak
P = beban ekivalen dinamis (kg)_________________________15 Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1991, hal : 13516 Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1991, hal : 13617 Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1991, hal : 136
25
Perhitungan umur bantalan tersebut menggunakan rumus, yaitu :
...............................................18
Keterangan :
= umur bantalan (jam)
= faktor umur
2.7. Pasak Baut
Baut dan mur merupakan alat pengikat yang sangat penting. Untuk
mencegah kecelakaan atau kerusakan pada mesin, pemilihan baut dan mur sebagai
alat pengikat harus dilakukan dengan seksama untuk mendapatkan ukuran yang
sesuai. Dalam Gambar 2.17. diperlihatkan berbagai jenis baut dan mur.
Pada mesin perajang singkong ini baut berfungsi sebagai :
1. Pengikat pada kedudukan motor penggerak
2. Pengikat cover dan rangka
3. Pengikat bantalan
4. Pengikat puli, piringan dengan poros
_________________________18 Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1991, hal : 136
26
Gambar 2.17. Baut dan mur
( Sumber : Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1991 )
Pertama-tama akan ditinjau kasus dengan pembebanan aksial murni.
Dalam hal ini, persamaan yang berlaku adalah :
...................................19
Keterangan :
= tegangan tarik dibagian berulir (kg/mm2)
W = beban tarik aksial pada baut (kg)
d1 = diameter inti (mm)
_________________________19 Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1991, hal : 296
27
Pada sekrup atau baut yang mempunyai diameter luar d > 3 (mm),
umumnya besar diameter inti d1 0,8 d, sehingga 0,64. Jika (kg/mm2)
adalah tegangan tarik yang diijinkan, maka ukuran ulir adalah :
d ......................................20
Keterangan :
d = diameter ulir (mm)
W = beban tarik aksial pada baut (kg)
= tegangan tarik yang diijinkan (kg/mm2)
Harga tergantung pada macam bahan yaitu, SS, SC atau SF. Jika difinis
tinggi faktor keamanan dapat diambil sebesar 6-8 dan jika difinis biasa besarnya
antara 8-10. Pada baja liat yang mempunyai kadar karbon 0,2-0,3 %, tegangan
tarik yang diijinkan ( ) adalah 6 kg/mm2 jika difinis tinggi dan 4,8 kg/mm2 jika
difinis biasa.
Dalam profil mur, jika tinggi yang bekerja menahan gaya menyebabkan
terjadi tekanan permukaan seperti dalam Gambar 2.18., maka jumlah ulir z dan
tinggi mur H (mm) dapat dihitung dengan persamaan :
...........................................
.........21
_________________________20 Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1991, hal : 296
28
21 Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1991, hal : 297Keterangan :
z = jumlah ulir
p = jarak bagi (mm)
H = tinggi mur (mm), menurut standar = (0,8-1,0)
Keterangan :
(1). ulir dalam
(2).
ulir luar
Gambar 2.18. Tekanan permukaan pada ulir
( Sumber : Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1991 )
2.8. Las
Berdasarkan definisi dari Deutche Industrie Normen (DIN) las adalah
ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan
dalam keadaan lumer atau cair. Las adalah nama kumpulan sejumlah besar
teknologi untuk memperoleh sambungan mati.
Pengelasan dapat diklasifikasikan dalah tiga kelas utama yaitu :
1. Pengelasan Cair
29
Pengelasan cair adalah cara pengelasan dimana sambungan dipanaskan
sampai mencair dengan sumber panas dari busur listrik atau semburan api
gas yang terbakar.
2. Pengelasan tekan
Pengelasan tekan adalah cara pengelasan dimana sambungan dipanaskan
dan kemudian ditekan hingga menjadi satu.
3. Pematrian
Pematrian adalah cara pengelasan dimana sambungan diikat dan disatukan
menggunakan paduan logam yang mempunyai titik cair rendah. Dalam hal
ini logam induk tidak ikut mencair.
30
Gambar 2.19. Metode las
( Sumber : Stolk, Jac dan C. Kros, 1984 )
Las listrik dengan elektroda terbungkus adalah cara pengelasan yang
banyak digunakan saat ini. Dalam pengelasan ini digunakan kawat elektroda
logam yang dibungkus dengan fluks. Dalam Gambar 2.20. dapat dilihat dengan
jelas bahwa busur listrik terbentuk diantara logam induk dan ujung elektroda.
Karena panas dari busur ini maka logam induk dan ujung elektroda tersebut
mencair dan kemudian membeku bersama.
31
Gambar 2.20. Las busur listrik elektroda terbungkus
( Sumber : Wiryosumarto, Harsono dan Toshie Okumura, 2004 )
Dalam konstruksi las selalu digunakan logam las yang mempunyai
kekuatan dan keuletan yang lebih baik atau paling tidak sama dengan logam
induk. Dalam hal logam las, sifat ini dipengaruhi oleh keadaan, cara dan prosedur
pengelasan. Selain itu tipe pengelasan juga mempengaruhi kekuatan las yang
dihasilkan.
Secara umum jenis atau tipe lasan yang digunakan pada rangka yang telah
dibuat ada dua macam yaitu las temu (butt weld) dan las sudut (fillet weld).
Kegunaan utama dari las temu adalah untuk menghubungkan struktur yang
mempunyai bidang sama. Karena las temu biasanya dimaksudkan untuk
mentransmisikan beban penuh struktur-struktur yang dihubungkannya, maka las
yang digunakan harus memiliki kekuatan yang sama dengan struktur-struktur
yang dihubungkannya.
Las sudut merupakan jenis las yang banyak digunakan karena
penggunaannya tidak memerlukan persiapan khusus seperti pada las temu. Selain
itu las sudut mudah untuk difabrikasi serta lebih hemat.
32
Ukuran luas untuk tipe las temu atau las sudut merupakan hasil kali tinggi
leher las (h) dengan panjang kampuh las (l). Pada las temu tinggi leher adalah
sama dengan ketebalan pelat yang akan disambungkan, seperti pada Gambar 2.21.
Sedangkan pada las sudut tinggi leher merupakan jarak nominal terpendek dari
akar ke muka las.
A = h l ...................................................22
Keterangan :
A = luas penampang memanjang dari las (mm2)
h = tinggi leher las (mm)
l = panjang kampuh (mm)
Gambar 2.21. Las temu
( Sumber : Shigley, Joseph E. dan Larry D. Mitchell, 1999 )
_________________________22 Sukrisno, Umar, 1984, hal : 161
Untuk pembebanan tarik ataupun tekan, tegangan normal rata-rata adalah
_________________________25 Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1991, hal : 17126 Khurmi, R. S., J. K. Gupta, 1982, hal : 66627 Shigley, Joseph E. dan Larry D. Mitchell, 1999, hal : 335
Tegangan sabuk V adalah :
2,3 log =
log =
log = 0,42
= log-1 0,42
= 2,63
= 2,63
43
F =
5,11 = 2,63
5,11 = 1,63
= 3,13 kg
= 5,11 + 3,13
= 8,24 kg
Jadi :
= Tegangan sisi kencang pada sabuk = 8,24 kg
= Tegangan sisi kendor pada sabuk = 3,13 kg
3.5. Poros
Poros yang direncanakan ditumpu oleh dua buah bantalan. Panjang poros
direncanakan 455 mm. Bantalan dipasang pada jarak 215 mm dari ujung atas
poros dan 80 mm dari ujung bawah poros.
Diketahui :
1. Bahan poros : S30C
2. Tegangan tarik maksimum ( ) : 48 kg/mm2
3. Putaran poros ( ) : 277,78 rpm
4. Daya rencana ( ) : 0,25 HP
Perhitungan poros :
1) Momen puntir (T) :
44
1 HP = 0,746 kW (Arismunandar, Wiranto, 1988, hal : 5)
T = 9,74 × 105
= 9,74 × 105
= 653,94 kg · mm
2) Gaya yang bekerja pada poros
P1 = gaya pada puli = T1 + T2
= 8,24 + 3,13 = 11,37 kg
P2 = gaya iris = 2,13 kg
P3 = berat beban + berat piringan + berat poros + berat puli
= 0,345 + 1,54 + 0,5 + 0,95
= 3,34 kg
3) Konstruksi pembebanan pada poros
Gambar 3.2. Konstruksi pembebanan poros
4) Gaya reaksi dan momen pada poros
a. Reaksi vertikal
160 mm 215 mm
A B D
RAy
P2 = 2,13 kg
P3 = 3,34 kg
RAy
RBy
P2 = 2,13 kg
RBz
P3 = 3,34 kg
P1 = 11,37 kg
80 mm160 mm
215 mm
P1z = 11,2 kg9,82o
P1y = 1,94 kg
RAz
HA+B
A
B
D
C
45
Gambar 3.3. Reaksi vertikal
∑X = 0
HA+B P3 = 0
HA+B = P3
HA+B = 3,34 kg
∑Y = 0
kg
∑MAy = 0
kg
80 mm
RByP1y = 1,94 kg
C
46
kg
- Momen lentur reaksi vertikal :
MCy = 0
MAy =
=
= kg · mm
MBy =
=
= kg · mm
MDy = 0
b. Reaksi horisontal
Gambar 3.4. Reaksi horisontal
∑Y = 0
80 mm160 mm 215 mm
C A B D
RAzRBz
P1z = 11,2 kg
47
kg
∑MAz = 0
kg
kg
- Momen lentur reaksi horisontal :
MCz = 0
MAz =
=
= kg · mm
MBz =
=
= 0
MDz = 0
48
5) Diagram gaya dan momen
a. Diagram gaya dan momen reaksi vertikal
49
Gambar 3.5. Diagram gaya dan momen reaksi vertikal
b. Diagram gaya dan momen reaksi horisontal
160 mm 215 mm
P2 = 2,13 kg
C A B D
RAy RBy
3,34 kg
( - )
( - )
457,6 kg · mm
155,2 kg · mm
NFD
BMD
P1y = 1,94 kg
HA+B
80 mm
P3 = 3,34 kg
3,34 kg
SFD 1,94 kg
( + )
3,83 kg( - )
2,13 kg( + )
2,13 kg
( + )
50
Gambar 3.6. Diagram gaya dan momen reaksi horisontal
6) Reaksi bantalan gabungan :
RA =
=
= 17,76 kg
RB =
=
= 8,18 kg
7) Momen lentur gabungan (MR) :
160 mm 215 mm
C A B D
RAz RBz
( - )
896 kg · mm
BMD
80 mm
SFD
11,2 kg
5,6 kg
( - )
( + )
P1z = 11,2 kg
5,6 kg
51
MR1 =
=
= 909,34 kg · mm
MR2 =
=
= 457,6 kg · mm
8) Dengan bahan poros S30C (kekuatan tarik = 48 kg/mm2), angka-
angka keamanan Sf1 = 6, dan Sf2 = 2.
Maka :
τa = σB / (Sf1 Sf2)
=
= 4 kg/mm2
9) Diameter poros
Diketahui :
- Tegangan geser yang diijinkan (τa) = 4 kg/mm2
- Faktor koreksi momen lentur ( ) = 1,5
- Momen lentur ( ) = 909,34 kg · mm
- Faktor koreksi momen puntir ( ) = 2
- Torsi ( ) = 653,94 kg · mm
Sehingga,
52
mm
Jadi, diameter poros yang digunakan adalah 15 mm
3.6. Bantalan
Bantalan ini berfungsi untuk tumpuan poros utama agar lebih stabil.
Bantalan yang digunakan adalah bantalan gelinding bola radial alur tunggal.
Berdasarkan Tabel 7.7 (Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1991), bantalan yang
digunakan adalah tipe 6202 dengan pertimbangan mampu menerima beban
dinamis sebesar 600 kg dan beban statis sebesar 360 kg. Data bantalan gelinding
yang digunakan adalah sebagai berikut :
a. Diameter kecil (d) = 15 mm
b. Diameter besar (D) = 35 mm
c. Kapasitas nominal dinamis spesifik (C) = 600 kg
d. Kapasitas nominal statis spesifik (Co) = 360 kg
Perhitungan :
1) Beban ekivalen dinamis :
Pr = X V Fr + Y Fa
Diketahui :
53
- X, V, Y = faktor bantalan (Tabel 7.7)
- X = 0,56
- V = 1
- Y = 1,45
- Beban radial (Fr)
= Reaksi bantalan yang terbesar RA = 17,76 kg
- Beban aksial (Fa)
= berat beban + berat piringan + berat poros + berat puli
= 0,345 + 1,54 + 0,5 + 0,95
= 3,34 kg
Maka,
Pr = X V Fr + Y Fa
=
= 14,79 kg
2) Umur nominal bantalan ( )
- Faktor kecepatan (fn)
=
= 0,49
- Faktor umur (fh)
54
= 0,49
= 19,89
Maka,
= 3934362,34 jam
Jadi, umur pemakaian bantalan adalah 3934362,34 jam.
3.7. Las
Untuk menyambung dua buah benda dengan bahan sama digunakan las.
Pada mesin ini penyambungan pada rangka dilakukan dengan las busur listrik.
Bahan rangka adalah besi siku 40 x 40 x 3 mm.
Diketahui :
- Beban (F) = 16 kg
- Tinggi leher las (h) = 3 mm
- Panjang kampuh (l) = 40 mm
Tegangan normal rata-rata ( ) :
dimana,
55
A =
A =
A = 120 kg/mm2
Maka,
kg/mm2
Elektroda yang digunakan adalah jenis AWS E6013, tegangan luluh 38,7 kg/mm2
(Wiryosumarto, Harsono dan Toshie Okumura, 2004, hal : 14). Sehingga
tegangan ijin lasan adalah = 23,22 kg/mm2 (Shigley, Joseph E. dan
Larry D. Mitchell, 1999, hal : 445).
Cek : 0,13 kg/mm2 23,22 kg/mm2
Berdasarkan perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa rangka mesin perajang
singkong adalah aman.
BAB IV
PERAWATAN DAN PERBAIKAN
56
4.1. Perawatan
Perawatan adalah suatu kegiatan atau aktivitas yang dilakukan secara
teratur untuk mencegah atau mengurangi penyebab terjadinya kerusakan. Usaha
perawatan yang dilakukan secara terencana dan teratur harus dilakuakan pada
suatu kegiatan produksi atau lainnya, sehingga kerugian akibat terhentinya
produksi dapat ditekan seminimal mungkin.
Perawatan yang dilakukan secara periodik perlu diterapkan pada suatu
mesin, sehingga kerusakan-kerusakan dapat diketahui secara dini. Sehubungan
dengan hal itu ada berbagai perawatan yang harus dilakukan, yaitu meliputi :
1. Perawatan Preventif
Perawatan preventif adalah kegiatan yang bersifat pencegahan pada tahap
awal agar kerusakan yang terjadi secara dini dapat dihindari. Yang perlu
dilakuakan terhadap mesin perajang singkong sehubungan dengan perawatan
preventif adalah:
c. Pelumasan
Pelumasan perlu diberikan pada komponen-komponen :
- Bantalan
Komponen ini merupakan salah satu bagian yang terpenting karena
dengan bantalan inilah poros dapat berputar dengan halus dan tidak
menimbulkan suar berisik karena gesekan, sehingga bila bantalan kotor
atau brkarat akan menyebabkan putaran poros tidak lancar dan bila ini
terjadi terus menerus akibatnya akan terjadi kemacetan. Untuk mencegah
57
terjadinya hal yang tidak diinginkan ini, maka bantalan harus diberikan
pelumasan secara periodik agar tidak terjadi kemacetan dan keawetannya
terjaga.
- Baut dan Mur
Untuk mencegah terjadinya korosi yang dapat mengakibatkan
ketidaklancaran dalam pelepasannya, maka baut dan mur perlu diberi
pelumasan.
d. Pembersihan
Pembersihan dilakukan setiap menggunakn mesin, karena kotoran yang
tertinggal dapat menimbulkan korosi.
e. Tindakan pengamanan
Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah:
- Setelah mesin digunakan, mesin dibersihkandan sampai kering untuk
menghindari korosi.
- Motor listrik jangan sampai terkena cairan karena dapat menyebabkan
terjadinya hubungan arus pendek yang akan berakhir pada kerusakan.
2. Perawatan Prediktif
Kegiatan ini berupa pemeriksaan yang bersifat dugaan dan dilakukan
secara berkala, sehingga apabila terjadi kerusakan setidaknya telah diketahui
posisinya dan bisa ditentukan pula penaggulangannya.
Komponen yang perlu diperhatikan pada perawatan ini adalah:
58
- Mur dan baut pada motor
Kekencangan pada baut pengikat pada motor harus diperhatikan karena
dengan adanya getaran mesin saat beroperasi akan menyebabkan baut menjadi
kendor. Baut yang kendor karena getaran yang terus menerus akhirnya akan
terlepas bila tidak segera ditangani.
- Baut pada piringan aluminium
Kekencangan baut pada piringan aluminium juga harus diperhatiakan karena
baut yang kendor akan mengakibatkan berkurangnya daya ikat aluminium
pada poros.
4.2. Perbaikan
Sebenarnya semua alat atau mesin yang digunakan memerlukan perbaikan
jika terjadi kerusakan dan mengganti dengan yang baru jika diperlukan.
Pada mesin perajang singkong ini, aktivitas utama dalam perbaikan akan
dilakukan pada komponen :
1. Motor
Kerusakan pada motor dapat diperbaiki sendiri menurut pengetahuan atau
melalui literatur-literatur yang ada, tetapi jika tidak memungkinkan, maka bisa
dibawa ke reparasi atau ke ahli motor listrik.
2. Bantalan
Bagian ini perlu diganti bila telah mencapai usia nominalnya, biasanya
ditandai dengan terdengarnya bunyi kasar dan getaran pada mesin walaupun
59
telah dilakukan dengan melepaskan bantalan yang lama dan diganti dengan
yang baru menurut ketentuan dan standar yang ada.
3. Baut dan Mur
Apabila komponen ini rusak atau aus, maka perlu diganti dengan yang baru,
karena kekuatan baut dan mur membuat kedudukan motor, piringan dan puli
menjadi kuat.
4. Pisau Perajang
Pisau perajang dapat tumpul dan berkarat, maka pisau harus diasah, namun
apabila bibir potong telah habis, maka pisau diganti dengan yang baru.
60
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Perencanaan mesin perajang singkong ini merupakan usaha
pengembangan dari mesin yang sudah ada, tetapi terdapat perubahan pada desain
kontruksinya. Mesin ini diharapkan dapat meningkatkan industri kecil dalam
rangka mengubah nilai jual komoditas singkong (umbi-umbian). Apabila
dimungkinkan mesin ini dapat dikembangkan dan disempurnakan lagi untuk
mendapatkan hasil dan kapasitas yang lebih baik.
Cara yang diterapkan dalam mengoperasikan mesin ini adalah dengan
memasukan singkong melalui corong pemasukan. Selanjutnya motor dihidupkan
sehingga piringan akan berputar dan pisau akan merajang sesuai dengan
kebutuhan yang dikehendaki (tebal atau tipis). Ketika proses perajang dilakukan
maka bagian ujung singkong harus tetap dipegang dan ditahan. Hal ini dilakukan
agar hasil potongan dapat dihasilkan sesuai dengan yang diharapkan. Fungsi lain
dari menahan ujung singkong adalah memberi tekanan agar dapat terpotong
dengan baik.
5.2. Saran
Berdasarkan dari hasil pembahasan yang telah dijelaskan sebelumnya
maka ada beberapa saran yang mungkin dapat bermanfaat bagi pihak yang akan
memanfaatkan mesin ini. Saran-saran tersebut antara lain:
61
- Perawatan mesin harus diperhatikan untuk menunjang hasil produksi dan
memperpanjang umur dari mesin.
- Keselamatan kerja merupakan faktor utama sehingga operator harus
memperhatikan gerakan atau putaran pisau agar tidak terjadi kecelakaan
kerja.
62
DAFTAR PUSTAKA
Arismunandar, Wiranto, 1988, Motor Bakar Torak, Penerbit ITB, Bandung.
Khurmi, R. S., J. K. Gupta, 1982, A Text Book of Machine Design, Mc. Graw Hill
Publishing Company Ltd, New Delhi.
Niemann, G., 1986, Elemen Mesin, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Sato, G. Takeshi dan N. Sugiarto Hartono, 1992, Menggambar Mesin Menurut
Standar ISO, PT. Pradnya Paramita, Jakarta.
Shigley, Joseph E. dan Larry D. Mitchell, 1999, Perencanaan Teknik Mesin, Jilid
1 dan 2, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Stolk, Jac dan C. Kros, 1984, Elemen Mesin, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Sukrisno, Umar, 1984, Bagian-Bagian Mesin dan Merencana, Penerbit Erlangga,
Jakarta.
Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1991, Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen
Mesin, PT. Pradnya Paramita, Jakarta.
Wiryosumarto, Harsono dan Toshie Okumura, 2004, Teknologi Pengelasan
Logam, PT. Pradnya Paramita, Jakarta.
63
LAMPIRAN
64
Tabel 7.1. Bahan baja karbon dan baja batang yang difinis dingin untuk
poros
Sumber : Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1991, Dasar Perencanaan dan Pemilihan
Elemen Mesin, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, hal : 3
65
Tabel 7.2. Bahan baja paduan untuk poros
Sumber : Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1991, Dasar Perencanaan dan Pemilihan
Elemen Mesin, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, hal : 3
66
Tabel 7.3. Ukuran puli V
Sumber : Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1991, Dasar Perencanaan dan Pemilihan
Elemen Mesin, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, hal : 166
Tabel 7.4. Diameter minimum puli yang diijinkan dan dianjurkan (mm)
Sumber : Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1991, Dasar Perencanaan dan Pemilihan
Elemen Mesin, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, hal : 169
67
Tabel 7.5. Panjang sabuk V standar
Sumber : Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1991, Dasar Perencanaan dan Pemilihan
Elemen Mesin, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, hal : 168
68
Tabel 7.6. Faktor koreksi Kθ
Sumber : Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1991, Dasar Perencanaan dan Pemilihan
Elemen Mesin, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, hal : 174
69
Tabel 7.7. Nomor dan ukuran bantalan gelinding
Sumber : Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1991, Dasar Perencanaan dan Pemilihan
Elemen Mesin, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, hal : 143
70
Tabel 7.8. Faktor V, X, Y dan X0, Y0
Sumber : Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1991, Dasar Perencanaan dan Pemilihan
Elemen Mesin, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, hal : 135
Tabel 7.9. Sifat minimum logam las
Sumber : Shigley, Joseph E. dan Larry D. Mitchell, 1999, Perencanaan Teknik
Mesin, Jilid 1, Penerbit Erlangga, Jakarta, hal : 444