BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Titrasi bebas air adalah titrasi yang tidak menggunakan air sebagai pelarut, tetapi digunakan pelarut lain atau pelarut organik. Pelarut yang biasa digunakan dibagi atas dua golongan yaitu pelarut protolisis dan pelarut amfiprotolisis. Pelarut protolisis, tidak terjadi transfer proton misalnya kloroform, sedangkan pelarut amfiprotolisis adalah pelarut yang member atau menerima proton sehingga pelarut ini dapat bersifat asam ataupun basa, contohnya asam asetat glasial. Seperti yang telah diketahui asam dan basa bersifat lemah seperti halnya asam-asam organik atau alkaloida-alkaloida. Cara titrasi dalam lingkungan berair tidak dapat dilakukan, karena disamping sukar larut dalam air juga kurang reaktif dalam air, seperti misalnya garam-garam amina, dimana garam-garam ini dirombak lebih dahulu menjadi basa bebas yang larut dalam air. Air yang merupakan senyawa-senyawa amfoterik, bekerja menghambat ionisasi asam atau basa yang sangat lemah. Semua perlengkapan dan peralatan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Titrasi bebas air adalah titrasi yang tidak menggunakan air sebagai
pelarut, tetapi digunakan pelarut lain atau pelarut organik. Pelarut yang
biasa digunakan dibagi atas dua golongan yaitu pelarut protolisis dan
pelarut amfiprotolisis. Pelarut protolisis, tidak terjadi transfer proton
misalnya kloroform, sedangkan pelarut amfiprotolisis adalah pelarut yang
member atau menerima proton sehingga pelarut ini dapat bersifat asam
ataupun basa, contohnya asam asetat glasial.
Seperti yang telah diketahui asam dan basa bersifat lemah seperti
halnya asam-asam organik atau alkaloida-alkaloida. Cara titrasi dalam
lingkungan berair tidak dapat dilakukan, karena disamping sukar larut
dalam air juga kurang reaktif dalam air, seperti misalnya garam-garam
amina, dimana garam-garam ini dirombak lebih dahulu menjadi basa
bebas yang larut dalam air.
Air yang merupakan senyawa-senyawa amfoterik, bekerja
menghambat ionisasi asam atau basa yang sangat lemah. Semua
perlengkapan dan peralatan bahan untuk titrasi bebas air, harus benar-
benar kering karena setetes air sekalipun akan merusak keseluruhan
penetapan kadar. Dalm lingkungan air, air dapat berkompetisi dengan
asma-asam atau basa-basa yang sangat lemah dalam hal menerima atau
memberi proton, oleh karena itu deteksi titik akhir titrasi sangat sulit.
Titrasi bebas air banyak digunakan dalam Brits Pharmacopren
Volume untuk kadar senyawa obat. Sejumlah besar obat bersifat asam
lemah (sulfanamida) atau basa lemah (morfin).
Dengan pentingnya titrasi bebas air dalam penetapan kadar suatu
obat, maka prcobaan ini perlu dilakukan.
B. Maksud dan Tujuan
1. Maksud Percobaan
Mengetahui dan memahami cara penetapan kadar suatu senyawa
dengan menggunakan metode volumetri.
2. Tujuan Percobaan
Menentukan kadar dari papaveri HCl dengan menggunakan
metode bebas air.
C. PRINSIP PERCOBAAN
Penetapan kadar dari papaveri HCl dengan menggunakan metode
titrasi bebas air berdasarkan reaksi netralisasi dimana sampel dilarutkan
dengan asam asetat glasial dan raksa asetat kemudian dititrasi dengan
HClO4 menggunakan indicator Kristal violet dengan titik akhir titrasi
ditandai dengan perubahan warna dari ungu menjadi hijau zamrud.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Umum
Titrasi bebas air adalah titrasi yang dilakukan tanpa tanpa adanya
air sebagai pelarut, tetapi menggunakan pelarut organic. Pelarut yang biasa
digunakan dibagi atas dua golongan, yaitu:
1. Pelarut protolisis : disebut juga pelarut inert, dimana tidak
terjadi transfer proton, misalnya benzene, nitrobenzene,
klorbenzen, dan kloroform.
2. Pelarut amfiprotolisis : pelarut ini member atau menerima
proton sehingga pelarut ini dapat bersifat asam ataupun basa.
Contoh: asam asetat glasial.
Indikator yang biasa digunakan adalah berupa senyawa organic yang
bersifat asam atau basa lemah. Dimana warna molekulnya berbeda dengan
warna bentuk ionnya.
(Haeria, 2011:13)
Titrasi bebas air (TBA) merupakan prosedur titrimetri yang paling
umum yang digunakan untuk uji-uji dalam Farmakope. Metode ini
mempunyai dua keuntungan yaitu:
1. Metode ini cocok untuk titrasi asam-asam atau basa-basa yang sangat
lemah
2. Pelarut yang digunakan adalah pelarut organik yang juga mampu
melarutkan anali-analit organic. Prosedur yang paling umum
digunakan untuk titrasi basa-basa organic adalah dengan menggunakan
titran asam perklorat dalam asam asetat.
Teori TBA sangat singkat, sebagai berikut: air dapat bersifat asam
lemah dan basa lemah. Oleh karena itu, dalam lingkungan air, air dapat
berkompetisi dengan asam-asam atau basa-basa yang sangat lemah dalam
hal menerima atau memberi proton sebagaimana ditunjukkan pada gambar
dibawah:
H2O + H+ H3O
Akan berkompetisi dengan RNH2 + H+ RNH3+
H2O + B OH + BH-
Akan berkompetisi dengan ROH + B RO- + BH+
Kompetisi air dengan asam lemah dan basa lemah untuk
memberi atau menerima proton (sumber: Jenkins;1967)
Adanya pengaruh kompetisi ini berakibat pada kecilnya titik
anfleksi pada kurva titrasi asam sangat lemah dan basa sangat lemah
sehingga mendekati batas pH 0 dan 14. Oleh karena itu deteksi titik akhir
titrasi sangat sulit. Sebagai aturan umum: basa- basa dengan pKa < 7 atau
asam-asam dengan pKa > 7 tidak dapat ditentukan kadarnya secara tepat
pada media air. Berbagai macam pelarut organic dapat digunakan untuk
mengganti air karena pelarut-pelarut ini kurang berkompetisi secara
efektif dengan analit dalam hal menerima atau memberi proton.
1. Titrasi Bebas Air Basa Lemah
Asam asetat merupakan penerima proton yang sangat lemah
sehingga tidak berkompetisi secara efektif dengan basa-basa lemah
dalam hal menerima proton. Hanya asam yang sangat kuat yang
mampu memprotonasi asam asetat sesuai persamaan reaksi sebagai
berikut:
O O
-A-
C + HA C H3C OH H3C OH2
- Ion onium
Asam perklorat dalam larutan asam asetat merupakan asam
yang paling kuat diantara asam-asam umum yang digunakan untuk
titrasi basa lemah dalam medium bebas air. Dalam TBA biasanya
ditambah dengan asam asetat anhidrida dengan tujuan untuk
menghilangkan air yang ada dalam asam perklorat. Reaksi yang
terjadi:
H2O + (CH3CO)2O 2CH3COOH
Sebagai indicator digunakan: oraset biru, kuinaldin merah, dan
Kristal violet. Salah satu jenis analisis dengan TBA adalah analisis L-
DOPA pada gambar:HO O
COOH
CHO NH2 H3C OH2
+
HO
COOH
CH3COOHHO NH3
+
(Sumber: Watson, 1999)
Jika basa yang dianalisis dalam bentuk garam yang berasal dari
asam lemah, maka penghilangan anion yang berasal dari asam kurang
begitu penting. Contoh garam basa yang berasal dari asam lemah
adalah: suksinat, tartrat, atau asetat. Akan tetapi, jika basa dalam
bentuk garam klorida atau bromida, maka bromida dan klorida harus
dihilangkan sebelum dititrasi. Penghilangan bromide atau klorida
dilakukan dengan penambahan merkuri asetat. Adanya asam klorida/
asm bromide dan asma-asam kuat lain harus dihindari karena bisa
mengakibatkan penetapan kadar tidak kuantitatif karena asam-asam
kuat ini juga bisa bereaksi dengan senyawa sampel yang bersifat basa.
Fenileprin HCl merupakan contoh garam yang harus dihilangkan
HCl-nya dengan penambahan merkuri asetat
H2+ Cl- OH OH
N OH NH2+
OH
H3C H
3C +Cl-
Hg(CH3COO)2 + 2Cl- HgCl2 + 2CH3COO-
2CH3COOH2- + 2CH3COO- 4CH3COOH
(Sumber: Watson, 1999)
2. Titrasi Bebas Air Asam-asam Lemah
Untuk titrasi bebas air asam-asam lemah, pelarut yang digunakan
adalah pelarut-pelarut yang tidak berkompetisi secar kuat dengan asam
lemah dalam hal memberikan proton. Alkohol pelarut-pelarut aprotik
dapat digunakan sebagai pelarut. Pelarut aprotik adalah pelarut yang
yang dapat menurunkan ionisasi asam-asam dan basa-basa. Termasuk
dalam pelarut ini adalah pelarut-pelarut non polar seperti benzene,
karbon tetra klorida serta hidrokarbon alifatik.
Titran yang biasa digunakan pada TBA senyawa-senyawa yang
bersifat asam lemah adalah natrium metoksida, litium metoksida dalam
methanol, atau tetrabutil ammonium hidroksida dalam
dimetilformamid. Kalium metoksida, yang merupakan basa yang lebih
kuat, tidak digunakan karena dapat membentuk endapan gelatinus.
Dalam beberapa keadaan yang mana natrium metoksida juga
membentuk endapan gelatinus maka litium metoksida merupakan
pilihan. Titran-titran basa lainnya adalah natrium aminometoksida
(merupakan basa paling kuat), dan natrium trimetilmetan yang
digunakan untuk senyawa-senyawa yang bersifat asam lemah seperti
fenol dan pirol. Sebagai deteksi titik akhir dapat digunakan indicator
timol biru atau secara potensiometri.
Beberapa senyawa yang ditetapkan kadarnya secara titrasi bebas
air dalam Farmakope Indonesia Edisi IV adalah: Allopurinol, antazolin
hidroklorida, salbutamol, tetrahidrozolin hidroklorida, dan veparamil
hidroklorida.
(Rohman. 2007; 141-
146)
Pelarut yang digunakan dalam titrasi lingkungan bebas air ini dapat
dibagi menjadi dua golongan yaitu:
1. Pelarut Protolisis
Atau disebut pelarut inert, proton-proton ini tidak memberi atau
menerima misalnya benzene, nitrobenzene, klorobenzen, dan kloroform.
Jika asam pikrat dilarutkan dalam benzene tidak memberikan warna,
karena asam ini tidak berdisosiasi dimana benzene tidak dapat menerima
proton dari asam pikrat. Kalau dalam larutan ini ditambahkan suatu basa
misalnya aniline larutan
C6H(NO2)3OH + C6H5NH2 C6H5(NO2)3O- + C6H5NH3+
2. Pelarut Amfiprotolisis
Pelarut ini dapat memberi atau menerima proton, dengan demikian
dapat besifat sebagai suatu asam atau basa. Salah satu pelarut dari
golongan ini terpentig dan terbanyak adalah asam cuka.
(Underwood. 2002;
62)
Cara penetapan titrasi bebas air serigkali menimbulkan kesalahan-
kesalahan dan degan cara titrasi bebas air hal-hal seperti ini dapat
dihindari dengan cara membuat zat dapat larut dan reaktif dalam air.
Metode ini memiliki beberapa keuntungan misalnya zat-zat yang tidak
dapat larut dalam air misalnya basa-basa organic, dapat dititrasi dalam
pelarut dimana zat-zat itu dapat segera larut (baik menggunakan pelarut-
pelarut proteclitis maupun pelarut-pelarut yang tidak bersifat proteclitis.
Ada tiga kategori yang digunakan untukmenerangkan reaksi
netralisasi dalam suatu pelarut yaitu teori titrasi ikatan hydrogen, teori
Lewis, dan teori Bronsted. Senyawa-senyawa murni dapat dititras secara
langsung, tetapi sarinya juga diperlukan isolasi dari bahan-bahan yang
berkhasiat untuk mencegah dari bahan penambahan.
(Underwood. 2002;
61)
Beberapa klasifikasi pelarut telah diusulkan. Laitinen mengusulkan
empat jenis. Pelarut amfiprotik mempunyai sifat asam ataupun basa
seperti halnya air. Mereka mengalami otoprotolisis dan seperti disebut
diatas, derajat sampai sampai dimana reaksi titrasi berlangsung sempurna
merupakan suatu fungsi dari reaksi ini. Sebagian, seperti methanol dan
etanol memiliki sifat asam-basa yang mirip dengan air, dan bersamaan
dengan air disebut pelarut netral. Lainnya yang disebut pelarut asam
seperti asam asetat, asam format, dan asam sulfat adalah asam-asam yang
jauh lebih kuat dan basa-basa yang lebih lemah daripada air. Pelarut basa
seperti ammonia cair dan etilendiamina mempunyai kebasaan yang lebih
besar dan keasaman yang lebih kecil daripada air.
Pelarut aprotik atau inert, tidak memilki sifat asam ataupun basa
yang cukup besar, sehingga sedikit atau bahkan tidak memiliki
kecenderungan untuk mengalami otoprotolisis. Contohnya benzene,
karbon tetraklorida dan kloroform.
Gugus pelarut lain yang disebut pelarut basa, mempunyai afinitas
yang kuat bagi proton tetapi tidak cukup bersifat asam. Contohnya eter,
piridina dan berbagai keton. Piridina misalnya, dapat menerima sebuah
proton dan suatu asam seperti air.
N + H2O N + OH-
H
Sebaliknya piridina tidak mempunyai kecenderungan untuk
melengkapi proton. Akibatnya , tidak ada raeksi otoprotolisis yang dapat
ditulis. Kelas pelarut yang keempat adalah pelarut yang bersifat asam
tetapi tanpa sifat basa.
Tetapan Dielektrik
Sifat lain dari pelarut yang penting dalam titrasi nonberair adalah
tetapan dielektrik. Dalam pelarut amfiprotik, penguraian asam lemah
menjadi ion-ion terpisah diduga terjadi sebagai berikut:
HB + HS (H2S+ B-) H2S+ + B-
Tahap pertama disebut pengionan dan produknya disebut pasangan
ion. Dalam tahap kedua pemisahan sempurna dari ion terjadi. Pelarut
dengan tetapan dielektrik tinggi mendukung penguraian sempurna
menjadi ion-ion dengan mengurangi energi ysng dibutuhkan untuk proses
tersebut. Dalam pelarut yang memiliki tetapan dielektrik rendah,
pasangan ion terjadi.
Secara umum, tetapan dielektrik yang tinggi memang diinginkan
untuk pelarut amfiprotik. Faktor yang paling penting adalah kelarutan,
tetapan dielektrik yang tinggi umumnya menyukai kelarutan reagen dan
sampel polar. Air adalah pelarut yang unik karena dalam memiliki tetapan
dielektrik yang sangat tinggi dan tetapan otoprotolisis yang relative kecil.
(Underwood. 2002; 159-
161)
Berdasarkan karakter keasaman dan kebasaannya (menurut teori
Bronsted-Lowry) dapat dibedakan menjadi pelarut protogenik, pelarut
protofilik, pelarut amfiprotik, dan pelarut aprotik. Pelarut protogenik
adalah pelarut yang bersifat asam.
Pelarut protogenik ini dapat mendonorksn proton (H3O+) pada saat
berdisosiasi. Contoh dari pelarut ini adalah HCl, HNO3, H2SO4-,
asam asetat.
Pelarut protofilik adalah pelarut yang bersifat basa atau pelarut
yang dapat mendonorkan proton (H3O+). Contog dari pelut ini
adalah etilendiamin, piridin,.
Pelarut amfiprotik adalah pelarut yang dapat menerima dan
mendonorkan proton. Contoh dari pelarut ini adalah methanol,
NH3.Pelarut amfiprotik akan mengalami ionisasi sendiri atau
protolisis. Tetapan protolisis pelarut amfiprotik ini dinyatakan
dengan suatu tetapan protolisis atau konstanta disosiasi.
H2O + H2O H3O + OH-
NH3 + NH3 NH4+ + NH2
-
Pelarut aprotik adalah pelarut yang tidak dapat menerima atau
mendonorkan proton. Contoh pelarut ini adalah CHCl3, CCL4,
hidrokarbon.
B. URAIAN BAHAN
1. Etanol (Dirjen POM.1979;85)
Nama Resmi : AETHANOLUM
Nama Lain : Etanol
Rumus Molekul : C2H5OH
Berat Molekul : 46,00
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, bau khas
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai Pembersih
2. Efedrin HCl (Dirjen POM.1979;236)
Nama Resmi : EPHEDRINI HYDROCHLORIDUM
Nama Lain : Efedrin Hidroklorida
Rumus Molekul : C10H15NO.HCl
Berat Molekul : 201,70
Pemerian : Hablur putih atau serbuk putig halus, tidak
berbau, rasa pahit
Kelarutan : Larut dalam lebih kurang 4 bagian air, dalam
lebih kurang 14 bagian etanol (95%) P, praktis
tidak larut dalam eter P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari
cahaya
Kegunaan : Sebagai sampel
Rumus Bangun : CH(OH) – CH(NHCH3) – CH3
.HCl
3. Asam Asetat Glasial (Dirjen POM.1979;42)Nama Resmi : ACIDUM ACETICUM GLACIALE
Nama Lain : Asam asetat glasial
Rumus Molekul : C2H4O2
Berat Molekul : 60,05
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, bau khas, tajam,
jika diencerkan dengan air , rasa asam
Kelarutan : Dapat campur dengan air, dengan etanol (95%) P,
dan dengan gliserol P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai pelarut
4. Raksa Asetat (Dirjen POM.1979;724)Nama Resmi : RAKSA (II) ACETICUM
Nama Lain : Raksa (II) Asetat
Rumus Molekul : HgCl2
Berat Molekul : 321,69
Pemerian : Massa hablur berat,tidak berwarna atau putih atau
serbuk hablur putih
Kelarutan : Larut dalam 15 bagian airdan dalam 3 bagian
etanol (95%) P
Kegunaan : Sebagai Pelarut
5. Kristal Violet (Dirjen POM.1979;698)
Pemerian : Hablur berwarna hijau tua. Larutannya berwarna
lembayung tua
Kelarutan : Sukar larut dalam air, agak sukar larut dalam
etanol (95%) P, dan dalam asam asetat glasial P
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai indikator
6. Papaverin HCl (Dirjen POM.1979;472)Nama Resmi : PAPAVERINI HYDROCHLORIDUM
Nama Lain : Papaveri HCl
Rumus Molekul : C20H21NO4 . HCl
Berat Molekul : 375,86
Pemerian : Hablur atau serbuk hablur, putih, tidak berbau,
rasa pahit kemudian pedas
Kelarutan : Larut dalam lebih kurang 40 bagian air, dan
dalam lebih kurang 120 bagian etanol (95%) P,
larut dalam kloroform P, praktis tidak larut dalam
eter P
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari
cahaya
Kegunaan : Sebagai sampelPK : Mengaandung tidak kurang dari 99,0 %
Rumus Bangun : CH3O
CH2
CH3o .HCl
CH3O CH3O
C. PROSEDUR KERJA (Haeria,2011: 13)1. Pembuatan dan standarisasi larutan asam perklorat 0,1 N
a. Pembuatan Larutan Baku HClO4 0,1 Campurkan 8,5 ml asam perklorat (70 %) dengan 500 ml
asam asetat glasial P dan21 ml asam asetat anhidrida P, dinginkan. Tambahkan asam asetat glasial hingga 1000 ml.
b. Standarisasi Larutan HClO4 0,1 denagn kalium biftalatTimbang seksama 700 mg kalium biftalat yang telah
dikeringkan pada suhu 120˚C selama 2 jam. Larutkan dalam 50 ml asam asetat glasial P, kemudin dititrasi dengan asam perklorat 0,1
N dengan menggunakan indicator Kristal violet hingga terjadi perubahan warna dari ungu menjadi cokelat
2. Penetapan Sampela. Penetapan kadar efedrin HCl
Timbang seksama lebih kurang 500 mg sampel, larutkan dalam 25 ml asam asetat glasial P. Tambahkan 10 ml raksa asetat LP dan 2 teteskristal violet. Titrasi dengan asam perklorat 0,1 N hingga warna hijau zamrud. Lakukan penetapan blanko. Ulangi perlakuan 2 kali lagi, hitung kadar efedrin HCl dalam sampel.
Tiap ml asam perklorat 0,1 N setara dengan 20,17 efedrin HCl
b. Penetapan kadar kafeinaTimbang seksama 400 mg sampel kafeina, larutkan dalam
40 ml asam asetat anhidrida P. Panaskan dan dinginkan. Tambahkan 20 ml benzene P. Titrasi dengan asam perklorat 0,1 N menggunakan indicator Kristal violet. Titrasi dilakukan hingga terjadi warna hijau zamrud. Ulangi perlakuan 2 kali lagi. Hitung kadar kafeina dalam sampel.
Tiap ml asam perklorat 0,1 N setara dengan 19,42 mg kafeina.
BAB III
METODE PERCOBAAN
A. ALAT DAN BAHANAlat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah buret,
erlenmeyr, gelas kimi, gelas ukur, pipet tetes, pipet volume, statif dan klem dan timbangan analitik
Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah asam asetat glasial, asam perklorat, efedrin HCl, indikator kertas violet, papaverin HCL, dan raksa asetat
B. CARA KERJAPertama-tama disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
Ditimbang papaverin HCl sebanyak 200 mg kemudian dimasukkan kedalam Erlenmeyer. Setelah itu ditambahkan 10 ml asam asetat glasial dan 5 ml raksa asetat LP, ditambahkan 2-3 tetes indicator Kristal violet. Selanjutnya dititrasi dengan HClO4 hingga titik akhir titrasi yang ditandai dengan perubahan warna dari ungu ke hijau zamrud. Setelah itu dilakukan penetapan blanko.
BAB IVHASIL PENGAMATAN
A. TABEL PENGAMATAN
N
O
Berat (g) Volume titrasi
(ml)
Volume
blanko (ml)
Perubahan warna
1 0,2001 0,2 0,05 Ungu hijau zamrud
2 0,2003 0,2 0,05 Ungu hijau zamrud
B. REAKSI
Hg(CH3COO)2 + 2Cl- HgCl2 + 2CH3COOH
CH3O N CH2
+ CH3COOH
CH3O CH3O OCH3
CH3O CH2
NH+ + CH3COOH
CH3O OCH3 OCH
3
C. PERHITUNGAN
Mgrek sampel ~ mgrek titrana. mg
= (volume titrasi – volume blanko). NBE
mg = (volume titrasi – volume blanko) .N.BE
mg = (0,2 – 0,05) . 0,0954 . 375,86
mg = 5,3786
g = 0,00537 gram
Berat praktek % kadar = x 100% Berat teori
0,00537 gram = x 100%
0,2001 gram
= 2,6836 %
b. mg = (volume titrasi – volume blanko). NBE
mg = (volume titrasi – volume blanko) .N.BE
mg = (0,2 – 0,05) . 0,0954 . 375,86
mg = 5,3786
g = 0,00537 gram
Berat praktek % kadar = x 100% Berat teori
0,00537 gram = x 100%
0,2003 gram
= 2,6809 %
% 1 + % 2∑ % kadar =
2
2,6836 % + 2,6809 % =
2 = 2,68225 %
BAB V
PEMBAHASAN
Titrasi bebas air adalah titrasi yang tidak menggunakan air sebagai
pelarut, tetapi digunakan pelarut lain atau pelarut organik.Pelarut yang biasa
digunakan dibagi atas dua golonganyaitu pelarut protolisis dan pelarut
amfiprotolisis.
Pelarut protolisis, tidak terjadi transfer proton misalnya kloroform.
Sedangkan pelarut amfiprotolisis adalah pelarut yang member atau menerima
proton sehingga pelarut ini dapat bersifat asam ataupun basa contohnya asam
asetat glasial.
(Haeria.2011;13)
Air dapat bersifat asam lemah dan basa lemah. Oleh karena itu, dalam
lingkungan air, air dapat berkompetisi dengan asam-asam atau basa-basa yang
sangat lemah dalam hal menerima atau memberi proton. Adanya pengaruh
kompetisi ini berakibat pada kecilnya titik anfleksi pada kurva titrasi asam sangat
lemah dan basa sangat lemah sehingga mendekati batas pH 0 dan 14. Oleh karena
itu deteksi titik akhir titrasi sangat sulit. Berbagai macam pelarut organic dapat
digunakan untuk mengganti air karena pelarut-pelarut ini kurang berkompetisi
secara efektif dengan analit dalam hal menerima atau memberi proton.
(Rohman. 2007; 141)
Faktor-faktor yang mempengaruhi titrasi bebas air adalah:
1. Suhu
Umumnya dilakukan pada suhu kamar, apabila bukan pada suhu
kamar akan mempengaruhi volume titran
2. Kandungan Air
Adanya air akan memngurangi ketajaman titik belok titrasi
(http://duniakimia.com/index.php?)
Air dapat bersifat asam lemah dan basa lemah. Oleh karena itu,
dalam lingkungan air, air dapat berkompetisi dengan asam-asam atau basa-
basa yang sangat lemah dalam hal menerima atau memberi proton
sebagaimana ditunjukkan pada gambar dibawah:
H2O + H+ H3O
Akan berkompetisi dengan RNH2 + H+ RNH3+
H2O + B OH + BH-
Akan berkompetisi dengan ROH + B RO- + BH+
Adanya pengaruh kompetisi ini berakibat pada kecilnya titik
anfleksi pada kurva titrasi asam sangat lemah dan basa sangat lemah
sehingga mendekati batas pH 0 dan 14. Oleh karena itu deteksi titik akhir
titrasi sangat sulit
(Rohma. 2007;
140)
Mekanisme kerja pada percobaan ini yaitu ditimbang papaveri HCl
sebanyak 200 mg, kemudian ditambahkan 10 ml asam asetat glasial dan 5 ml
raksa asetat LP. Selanjunya ditambahkan indicator Kristal violet kemudian
dititrasi dengan asam perklorat hingga terjadi perubahan warna dari ungu menjadi
hijau zamrud
Asam asetat merupakan penerima proton yang sangat lemah sehingga
tidak berkompetisi secara efektif dengan basa-basa lemah dalam hal menerima
proton. Asam perklorat dalam larutan asam asetat merupakan asam yang paling
kuat diantara asam-asam umum yang digunakan untuk titrasi basa lemah dalam
medium bebas air. Penambahan asam asetat anhidrida bertujuan untuk
menghilangkan air yang ada dalam asam perklorat.
Pada percobaan ini didapatkan % kadar prtama 2,6836 % dan %
kadar kedua yaitu 2,6809 %, sehingga % kadar rata-rata 2,6823 %. Hal ini tidak