Top Banner
LAPORAN KASUS TINEA KRURIS Dokter Pembimbing Klinik Dr. Bowo Wahyudi, Sp.KK Disusun Oleh : Algi Iskandar 2009730067 KEPANITERAAN STASE ILMU KULIT DAN KELAMIN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANJAR UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA 1
40

LAPORAN KASUS lengkap

Jan 19, 2016

Download

Documents

Algi Iskandar

kepaniteraan universitas muhammadiyah jakarta tinea kruris
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: LAPORAN KASUS lengkap

LAPORAN KASUS

TINEA KRURIS

Dokter Pembimbing Klinik

Dr. Bowo Wahyudi, Sp.KK

Disusun Oleh :

Algi Iskandar

2009730067

KEPANITERAAN STASE ILMU KULIT DAN KELAMIN

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANJAR

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2014

1

Page 2: LAPORAN KASUS lengkap

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat

dan karunia-Nya kepada kita semua.Tidak lupa salawat serta salam kepada junjungan besar

Rasulullah SAW beserta para sahabatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan

kasus “Tinea Kruris”

Laporan refreshing ini disusun untuk memperdalam materi berdasarkan tinjauan pustaka

dan juga sebagai tugas dari kepaniteraan stase ilmu kulit dan kelamin, RSUD Banjar.

Selain itu kami ingin mengucapkan terima kasih kepada dokter Bowo Wahyudi, Sp.KK

selaku pembimbing. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada kakak-kakak koas

dan bidan yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu dalam

penyusunan refreshing ini.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam pembuatan laporan kasus ini masih jauh dari

sempurna. Oleh karena itu,kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun

dari semua pihak yang membaca tulisan ini, agar kami dapat mengoreksi diri dan dapat

membuat laporan yang lebih baik lagi untuk kedepannya. Terima Kasih.

Wassalamualaikum Wr.Wb.

Banjar, Mei 2014

Penulis

i

2

Page 3: LAPORAN KASUS lengkap

DAFTAR ISI

Kata Pengantar………………………………………………………………………………..i

Daftar Isi……………………………………………………………………………………...ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang……………………………………………………………………………1

1.2. Tujuan…………………………………………………………………………………….1

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Status pasien……..……………………………………………………………………….2

2.2. Tinjauan pustaka………………………………………………………………………...10

BAB III PENUTUP………………………………………………………………………....25

Daftar Pustaka…………..…………………………………………………………………..26

ii

3

Page 4: LAPORAN KASUS lengkap

BAB I

PENDAHULUAN

I.I Latar Belakang

Tinea kruris adalah dermatofitosis pada sela paha, daerah perineum, dan sekitar anus.

Kelainan ini bersifat akut atau menahun.1,2,6,10 Bahkan dapat merupakan penyakit yang

berlangsung seumur hidup. Lesi kulit dapat berbatas tegas pada daerah genitor – krural saja,

atau meluas kedaerah sekitar anus, daerah gluteus, dan perut bagian bawah atau bagian tubuh

lainnya. 1,2,6,10

Kelainan kulit tampak pada sela paha merupakan lesi berbatas tegas. Peradangan pada

tepi lebih nyata daripada daerah tengahnya. 1,2,6,10 Efloresensi terdiri atas bermacam – macam

bentuk yang primer atau sekunder. Bila penyakit ini menahun dapat berupa bercak hitam

disertai sedikit sisik. Erosi dan keluarnya cairan biasanya akitab dari garukan. Tinea kruris

merupakan salah satu bentuk klinis sering dilihat di Indonesia.1,2,6,10

I.II. Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah laporan kasus ini yaitu mengetahui apa itu tinea kruris dari definisi sampai terapi dan prognosa untuk penyakit ini.

BAB II

4

Page 5: LAPORAN KASUS lengkap

STATUS PASIEN

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn . K

Umur : 45 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Suku bangsa : Sunda

Pekerjaan : Wiraswasta

Status Marital : Menikah

Alamat : Banjarsari

ANAMNESIS (Auto-anamnesis pada tanggal 3 Mei 2014 Pukul 10.00 WIB)

Keluhan utama

Bercak kemerahan dan gatal pada kedua lipatan paha sejak 6 bulan yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang pertama kali ke poliklinik kulit dengan keluhan timbul bercak kemerahan

disertai dengan gatal pada kedua lipatan paha sejak 6 bulan yang lalu, Awalnya dirasakan

sering gatal didaerah lipatan paha tetapi pasien menghiraukan keluhan ini. Keluhan ini

dirasakan pada kedua lipatan paha dan timbul bercak kemerahan yang semakin meluas tetapi

menurut pasien tidak meluas sampai ke daerah anus.

Timbul beruntus pada tepi, gatal bertambah apabila pasien berkeringat setelah

melakukan aktifitas, terasa perih setelah pasien menggaruk bercak tersebut, tidak ada rasa

panas seperti terbakar, dirasakan lebih enak apabila telah digaruk, terdapat sisik pada daerah

tepi bila digaruk sisik yang terdapat di tepi terlepas, bercak kering, tidak ada nanah maupun

cairan yang timbul. Akhirnya pasien memeriksakan dirinya ke poliklinik.

Saat ini pasien rutin kontrol ke poliklinik untuk keluhannya ini. Pasien juga mengatakan

bila keluhan membaik pasien tidak menggunakan obat yang diberikan oleh dokter. Pasien

mengatakan mempunyai riwayat diabetes sejak 1 tahun yang lalu tetapi rutin kontrol.

5

Page 6: LAPORAN KASUS lengkap

Riwayat Penyakit Dahulu:

Belum pernah mengalami keluhan yang sama seperti ini, mempunyai riwayat hipertensi sejak

4 tahun terakhir ini.

Riwayat Penyakit Keluarga:

Anggota keluarga yang tinggal serumah ada yang menderita keluhan seperti ini, riwayat DM

pada keluarga disangkal, riwayat hipertensi pada ibu dari pasien.

Riwayat Pengobatan:

Selama ini pasien sering kontrol rutin ke dokter.

Riwayat Alergi:

Alergi makanan disangkal, alergi obat disangkal, alergi cuaca disangkal

Riwayat Psikososial

Pasien tinggal bersama istri dan kedua orang anak. Menurut pasien situasi kamar

lembab, pasien mengatakan handuk dirumah apabila selesai mandi tidak langsung dijemur

dan sering dipakai siapa saja oleh istri dan anak – anaknya sering berganti untuk pemakaian,

celana dalam yang dipakai oleh pasien diganti sehari sekali, pasien mandi rata – rata satu kali

sehari setelah beraktifitas.

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Composmentis

Tanda-tanda vital :

Tekanan darah : 150/90 mmHg

Nadi : 84 x/menit

Respirasi : 22 x/menit

Suhu : 36,6 ˚ C

BB : 71 kg IMT = 24,06 ( underweight )

TB : 172 cm

6

Page 7: LAPORAN KASUS lengkap

Status Generalis:

Kepala Rambut : alopecia (-), rontok (-)

Mata : conjunctiva pucat -/-, sklera ikterik -/-

Hidung : sekret (-/-)

Mulut : hiperemis (-), mukosa buccal basah, erosi (-)

Gigi : karies (-), mikrolesi (-)

THT : tonsil T1/T1 tidak hiperemis, faring tidak hiperemis

Leher KGB: tidak teraba membesar, massa (-)

JVP tidak meninggi

Thoraks Bentuk dan gerak simetris

Sonor +/+, BJ murni reguler, vesikuler +/+, wheezing -/-, ronchi -/-,

murmur -/-

Abdomen Kontur abdomen rata, NT -/-, timpani, BU + normal

Ekstremitas Deformitas (-), udem (-), RCT < 2 dtk

Kulit lihat status dermatologikus

Status Dermatologi :

Distribusi Regional

A/R Kedua Lipat paha kanan dan kiri.

Karakteristik

Lesi

Lesi multipel, konfluens, bentuk tidak teratur, sirkumskrip,

permukaan sebagian menimbul dan sebagian rata dan kering. Tepi

terlihat lebih aktif. Ukuran pada kedua lipat paha panjang ± 5 cm

dan lebar ± 3 cm.

Efluroesensi Makula eritematosa dengan permukaan terdapat skuama, papul

7

Page 8: LAPORAN KASUS lengkap

Gambaran pada paha sebelah kiri dan kanan

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Dilakukan pemeriksaan mikroskopis kerokan kulit

dengan KOH 10 % didapatkan jamur / hifa

panjang, bercabang, berderet, berkontur,

bersegmen.

8

Page 9: LAPORAN KASUS lengkap

RESUME

Laki-laki 45 tahun datang ke Poli Kulit & Kelamin RSUD Banjar dengan keluhan

eritema dan pruritus yang disertai papul yang terasa gatal di kedua lipat paha sejak ± 6 bulan

yang lalu. Keluhan ini dirasakan pada kedua lipatan paha dan timbul. Lesi kemudian digaruk,

keluhan bertama semakin melebar disertai papul-papul yang eritema dan berskuama. Pruritus

bertambah terutama bila berkeringat.

Status generalisata tidak ditemukan adanya kelainan. Status dermatologi ditemukan

distribusi regional, A/R kedua lipat paha kanan dan kiri. Lesi multipel, konfluens, bentuk

tidak teratur, sirkumskrip, permukaan sebagian menimbul dan sebagian rata dan kering. Tepi

terlihat lebih aktif. Ukuran pada kedua lipat paha panjang ± 5 cm dan lebar ± 3 cm.

Efloresensi Makula eritematosa dengan permukaan terdapat skuama dan papul.

DIAGNOSIS BANDING

- Kandidosis intertriginosa

- Eritrasma

DIAGNOSA KERJA

Tinea Kruris

PENATALAKSANAAN

Umum :

1. Menjaga kulit tetap kering

2. Mengurangi kegiatan yang banyak menimbulkan keringat

3. Menggunakan pakaian yang longgar

4. Gunakan pakaian dalam yang mudah menyerap keringat,

5. Mengganti pakaian jika pakaian lembab karena keringat

6. Menghindari garukan

Khusus :

Topikal : Ketokonazol cream 2% 2 kali sehari selama 2 minggu

Sistemik : Antifungi : Ketokonazol tablet 1 x 200 mg sehari selama 2 minggu

Anti Histamin: Citirizine tablet 1 x 10mg (jika masih terasa gatal)

9

Page 10: LAPORAN KASUS lengkap

PROGNOSIS

Quo ad vitam : ad bonam

Quo ad functionam : ad bonam

Quo ad sanationam : ad bonam

10

Page 11: LAPORAN KASUS lengkap

Definisi Etiologi Predileksi Gejala

klinis

Diagnosis

Tinea Kruris Penyakit

pada

jaringan

yang

mengandung

zat tanduk,

mis. Stratum

korneum

Mcirosporum,

Trichopyton, dan

Epidermophyton

Genitokrural,

anus, perut

bagian

bawah, dan

bokong

Lesi

berbatas

tegas,

peradangan

tepi lebih

nyata

daripada

tengah. Jika

menahun

bercak

hitam dan

bersisik

KOH 10 %

= hifa

panjang

Kandidosis

intertriginosa

Penyakit

jamur yang

bersifat akut

atau subakut

Candida

Albicans

Lipatan

ketiak, lipat

paha,

intergluteal,

lipat

payudara,

antara jari

tangan dan

kaki, glans

penis, dan

umbilikus

Berbatas

tegas,

bersisik,

basah dan

eritematosa

KOH 10%

=

blastospora

dan hifa

semu

Eritrasma Penyakit

bakteri

kronik pada

stratum

korneum,

eritema dan

skuama

halus

Corynebacterium Ketiak dan

lipat paha

Ukuran

miliar

plakat.

Skuama

halus

kadang-

kadang

dapat

Lampu

wood =

merah

membara

(oral-red)

11

Page 12: LAPORAN KASUS lengkap

terlihat

merak

kecoklatan.

Skuama

kering yang

halus

menutupi

lesi dan

pada

perabaan

terasa

berlemak

TINJAUAN PUSTAKA

12

Page 13: LAPORAN KASUS lengkap

DERMATOFITOSIS

I. Definisi

Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya

stratum korneum pada epidermis, rambut, dan kuku, yang disebabkan oleh golongan

jamur dermatofita.1,2

II. Etiologi

Dermatofita adalah golongan jamur yang menyebabkan dermatofitosis. Golongan

jamur ini mempunyai sifat mencernakan keratin. Dermatofita termasuk kelas Fungi

imperfecti, yang terbagi dalam genus Microsporum, Trichophyton dan Epidermophyton.

Selain sifat keratofilik, masih banyak sifat yang sama diantara dermatofita, misalnya sifat

faali, taksonomis, antigenik, kebutuhan zat makanan unutk pertumbuhannya dan

penyebab penyakit. Microsporum dan Trichophyton merupakan jamur patogen pada

manusia dan hewan. Epidermophyton merupakan jamur patogen pada manusia. Masa

inkubasi pada hewan adalah 1-2 minggu.1,2

III. Epidemiologi

Tinea cruris dapat ditemui diseluruh dunia dan paling banyak di daerah tropis. Angka

kejadian lebih sering pada orang dewasa, terutama laki-laki dibandingkan perempuan. Tidak

ada kematian yang berhubungan dengan tinea cruris. Jamur ini sering terjadi pada orang yang

kurang memperhatikan kebersihan diri atau lingkungan sekitar yang kotor dan lembab.1,2,5

IV. Klasifikasi

Pembagian yang lebih praktis dan dianut oleh para spesialis kulit berdasarkan lokasi

diantaranya :2,4

- Tinea kapitis, dermatofitosis pada kulit dan rambut kepala.

- Tinea barbe, dermatofitosis pada dagu dan jenggot.

- Tinea kruris, dermatofitosis pada daerah genitikrural, sekitar anus, bokong, dan

kadang-kadang sampai perut bagian bawah.

- Tinea pedis et manum, dermatofitosis pada kaki dan tangan.

- Tinea unguium, dermatofitosis pada kuku jari tangan dan kaki.

- Tinea korporis, dermatofitosis pada bagian lain yang tidak termasuk bentuk 5 tinea

di atas.

13

Page 14: LAPORAN KASUS lengkap

Selain 6 bentuk tinea masih dikenal istilah yang mempunyai arti khusus, yaitu :

- Tinea imbrakata : dermatofitosis dengan susunan skuama yang konsentrasis dan disebabkan Trichophyton concentrium

- Tinea favosa : dermatofitosis yang terutama disebabkan Trichophyton schoenleini : secara klinis antara lain terbentuk skutula dan berbau seperti tikus.

- Tinea fasialis, tinea aksilaris, yang juga menunjukkan daerah kelainan - Tinea sirsinata, arkuata yang merupakan penamaan deskriptif morfologis

V. Cara penularan

Cara penularan jamur dapat secara langsung maupun tidak langsung. Penularan

langsung dapat secara fomitis, epitel, rambut yang mengandung jamur baik dari manusia,

binatang, atau tanah. Penularan tidak langsung dapat melalui tanaman, kayu yang

dihinggapi jamur, pakaian debu. Agen penyebab juga dapat ditularkan melalui

kontaminasi dengan pakaian, handuk atau sprei penderita atau autoinokulasi dari tinea

pedis, tinea inguium, dan tinea manum. Jamur ini menghasilkan keratinase yang

mencerna keratin, sehingga dapat memudahkan invasi ke stratum korneum.6 Infeksi

dimulai dengan kolonisasi hifa atau cabang-cabangnya didalam jaringan keratin yang

mati. Hifa ini menghasilkan enzim keratolitik yang berdifusi ke jaringan epidermis dan

menimbulkan reaksi peradangan. Pertumbuhannya dengan pola radial di stratum korneum

menyebabkan timbulnya lesi kulit dengan batas yang jelas dan meninggi (ringworm).

Reaksi kulit semula berbentuk papula yang berkembang menjadi suatu reaksi peradangan.

Disamping cara penularan tersebut, timbulnya kelainan-kelainan di kulit bergantung pada

beberapa faktor, antara lain : 2,7,8

1. Faktor virulensi dari dermatofita.

Virulensi ini bergantung pada afinitas jamur, apakah jamur antropofilik, zoofilik,

atau geofilik. Selain afinitas ini masing-masing jenis jamur tersebut berbeda pula satu

dengan yang lain dalam afinitas terhadap manusia maupun bagian-bagian tubuh

misalnya Trichophyton rubrum jarang menyerang rambut, Epidermofiton floccosum

yang paling sering menyerang lipatan paha dalam.9

Faktor terpenting dalam virulensi ini ialah kemampuan spesies jamur menghasilkan

keratinasi dan mencerna keratin di kulit.9

2. Faktor trauma

Kulit yang utuh tanpa lesi-lesi kecil, lebih susah untuk terserang jamur.2,10

3. Faktor suhu dan kelembaban

14

Page 15: LAPORAN KASUS lengkap

Kedua faktor ini sangat jelas berpengaruh terhadap infeksi jamur, tampak pada

lokalisasi atau lokal; tempat yang banyak keringat seperti pada lipatan paha dan sela-

sela jari paling sering terserang jamur ini.3,10

4. Keadaan sosial serta kurangnya kebersihan

Faktor ini memang peranan penting pada penyakit jamur. Insiden penyakit jamur

pada golongan sosial dan ekonomi lebih rendah lebih sering ditemukan daripada

golongan sosial ekonomi yang lebih baik.3,10

5. Faktor umur dan jenis kelamin

Penyakit tinea kapitis lebih sering ditemukan pada anak-anak dibandingkan pada

orang dewasa. Pada wanita lebih sering ditemukan infeksi jamur disela-sela jari

daripada pria, dan hal ini banyak berhubungan dengan pekerjaan. Disamping faktor-

faktor tadi masih ada faktor-faktor lain seperti faktor pelindung tubuh (topi, sepatu,

dsb) faktor- faktor transpirasi serta penggunaan pakaian yang serba nilon dapat

memudahkan timbulnya penyakit jamur ini.2

VI. Gejala Klinis

Dermatofitosis biasanya timbul pada jaringan berkeratin seperti rambut, kuku dan

bagian terluar dari kulit. Gejala klinis pada tiap klasifikasi berbeda-beda sesuai dengan

lokasinya. Gejala tersering adalah pruritus.1,2,3

TINEA KRURIS

15

Page 16: LAPORAN KASUS lengkap

Tinea Cruris adalah dermatofitosis pada sela paha, perineum dan sekitar anus. Kelainan

ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat merupakan penyakit yang berlangsun

seumur hidup. Lesi kulit dapat terbatas pada daerah genito-krural saja atau bahkan meluas ke

daerah sekitar anus, daerah gluteus dan perut bagian bawah atau bagian tubuh yang lain.2

I. ETIOLOGI

Penyebab utama dari tinea cruris Trichopyhton rubrum (90%) dan Epidermophython

fluccosum Trichophyton mentagrophytes (4%), Trichopyhton tonsurans (6%).1,2

II. EPIDEMIOLOGI

Tinea cruris dapat ditemui diseluruh dunia dan paling banyak di daerah tropis. Angka

kejadian lebih sering pada orang dewasa, terutama laki-laki dibandingkan perempuan. Tidak

ada kematian yang berhubungan dengan tinea kruris. Jamur ini sering terjadi pada orang yang

kurang memperhatikan kebersihan diri atau lingkungan sekitar yang kotor dan lembab.3,7

III.PATOFISIOLOGI

Cara penularan jamur dapat secara langsung maupun tidak langsung. Penularan

langsung dapat secara fomitis, epitel, rambut yang mengandung jamur baik dari manusia,

binatang, atau tanah.5 Penularan tidak langsung dapat melalui tanaman, kayu yang dihinggapi

jamur, pakaian debu. Agen penyebab juga dapat ditularkan melalui kontaminasi dengan

pakaian, handuk atau sprei penderita atau autoinokulasi dari tinea pedis, tinea inguium, dan

tinea manum. 5,6

Jamur ini menghasilkan keratinase yang mencerna keratin, sehingga dapat memudahkan

invasi ke stratum korneum. Infeksi dimulai dengan kolonisasi hifa atau cabang-cabangnya

didalam jaringan keratin yang mati.5 Hifa ini menghasilkan enzim keratolitik yang berdifusi

ke jaringan epidermis dan menimbulkan reaksi peradangan. Pertumbuhannya dengan pola

radial di stratum korneum menyebabkan timbulnya lesi kulit dengan batas yang jelas dan

meninggi (ringworm). Reaksi kulit semula berbentuk papula yang berkembang menjadi suatu

reaksi peradangan.4,6

Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya kelainan di kulit adalah:

a. Faktor virulensi dari dermatofita

16

Page 17: LAPORAN KASUS lengkap

Virulensi ini bergantung pada afinitas jamur apakah jamur antropofilik, zoofilik,

geofilik. Selain afinitas ini massing-masing jamur berbeda pula satu dengan yang lain dalam

hal afinitas terhadap manusia maupun bagian-bagian dari tubuh misalnya: Trichopyhton

rubrum jarang menyerang rambut, Epidermophython fluccosum paling sering menyerang

liapt paha bagian dalam.4

b. Faktor trauma

Kulit yang utuh tanpa lesi-lesi kecil lebih susah untuk terserang jamur.2

c. Faktor suhu dan kelembapan

Kedua faktor ini jelas sangat berpengaruh terhadap infeksi jamur, tampak pada

lokalisasi atau lokal, dimana banyak keringat seperti pada lipat paha, sela-sela jari paling

sering terserang penyakit jamur.2,4

d. Keadaan sosial serta kurangnya kebersihan

Faktor ini memegang peranan penting pada infeksi jamur dimana terlihat insiden

penyakit jamur pada golongan sosial dan ekonomi yang lebih rendah sering ditemukan

daripada golongan ekonomi yang baik2,4

e. Faktor umur dan jenis kelamin1

IV. MANIFESTASI KLINIS

1. Anamnesis

Keluhan penderita adalah rasa gatal dan kemerahan di regio inguinalis dan dapat meluas

ke sekitar anus, intergluteal sampai ke gluteus.1 Dapat pula meluas ke supra pubis dan

abdomen bagian bawah. Rasa gatal akan semakin meningkat jika banyak berkeringat.

Riwayat pasien sebelumnya adalah pernah memiliki keluhan yang sama.1 Pasien berada pada

tempat yang beriklim agak lembab, memakai pakaian ketat, bertukar pakaian dengan orang

lain, aktif berolahraga, menderita diabetes mellitus. Penyakit ini dapat menyerang pada

tahanan penjara, tentara, atlit olahraga dan individu yang beresiko terkena dermatophytosis.1,2

2. Pemeriksaan Fisik

17

Page 18: LAPORAN KASUS lengkap

Efloresensi terdiri atas bermacam-macam bentuk yang primer dan sekunder. Makula

eritematosa, berbatas tegas dengan tepi lebih aktif terdiri dari papula atau pustula.6 Jika kronis

atau menahun maka efloresensi yang tampak hanya makula hiperpigmentasi dengan skuama

diatasnya dan disertai likenifikasi. Garukan kronis dapat menimbulkan gambaran

likenifikasi.1,6

Manifestasi tinea cruris :

1. Makula eritematus dengan central healing di lipatan inguinal, distal lipat paha, dan

proksimal dari abdomen bawah dan pubis.1

2. Daerah bersisik.1

3. Pada infeksi akut, bercak-bercak mungkin basah dan eksudatif.1

4. Pada infeksi kronis makula hiperpigmentasi dengan skuama diatasnya dan disertai

likenifikasi.1

5. Area sentral biasanya hiperpigmentasi dan terdiri atas papula eritematus yang tersebar dan

sedikit skuama.1

6. Penis dan skrotum jarang atau tidak terkena.1

7. Perubahan sekunder dari ekskoriasi, likenifikasi, dan impetiginasi mungkin muncul karena

garukan.1

8. Infeksi kronis bisa oleh karena pemakaian kortikosteroid topikal sehingga tampak kulit

eritematus, sedikit berskuama, dan mungkin terdapat pustula folikuler.1

9. Hampir setengah penderita tinea cruris berhubungan dengan tinea pedis.1

18

Page 19: LAPORAN KASUS lengkap

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan mikologik untuk membantu penegakan diagnosis terdiri atas pemeriksaan

langsung sediaan basah dan biakan.3 Pada pemeriksaan mikologik untuk mendapatkan jamur

diperlukan bahan klinis berupa kerokan kulit yang sebelumnya dibersihkan dengan alkohol

70%.3

a. Pemeriksaan dengan sediaan basah

Kulit dibersihkan dengan alkohol 70% → kerok skuama dari bagian tepi lesi dengan

memakai scalpel atau pinggir gelas → taruh di gelas obyek → tetesi KOH 10-15 % 1-2

tetes → tunggu 10-15 menit untuk melarutkan jaringan → lihat di mikroskop dengan

pembesaran 10-45 kali, akan didapatkan hifa, sebagai dua garis sejajar, terbagi oleh

sekat, dan bercabang, maupun spora berderet (artrospora) pada kelainan kulit yang lama

atau sudah diobati, dan miselium.7

b. Pemeriksaan kultur dengan agar Sabouraud

Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada medium saboraud

dengan ditambahkan chloramphenicol dan cyclohexamide (mycobyotic-mycosel) untuk

menghindarkan kontaminasi bakterial maupun jamur kontaminan. Identifikasi jamur

biasanya antara 3-6 minggu.7

c. Biopsi

Dapat digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis namun sensitifitasnya dan

spesifisitasnya rendah. Pengecatan dengan Periodik Acid–Schiff, jamur akan tampak

merah muda atau menggunakan pengecatan methenamin silver, jamur akan tampak

coklat atau hitam.7

d. Penggunaan lampu wood bisa digunakan untuk menyingkirkan adanya eritrasma dimana

akan tampak floresensi merah bata.8

VI.DIAGNOSIS

19

Page 20: LAPORAN KASUS lengkap

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik dengan melihat

gambaran klinis dan lokasi terjadinya lesi serta pemeriksaan penunjang seperti yang telah

disebutkan dengan menggunakan mikroskop pada sediaan yang ditetesi KOH 10-20%,

sediaan biakan pada medium Saboraud, punch biopsi, atau penggunaan lampu wood.1,2,3,6

VII.DIAGNOSIS BANDING

a. Candidosis intertriginosa

Kandidosis adalah penyakit jamur yang disebabkan oleh spesies Candida biasanya

oleh Candida albicans yang bersifat akut atau subakut dan dapat mengenai mulut, vagina,

kulit, kuku, bronki.Penyakit ini terdapat di seluruh dunia, dapat menyerang semua umur, baik

laki-laki maupun perempuan.2,5

Patogenesisnya dapat terjadi apabila ada predisposisi baik endogen maupun eksogen.

Faktor endogen misalkan kehamilan karena perubahan pH dalam vagina, kegemukan karena

banyak keringat, debilitas, iatrogenik, endokrinopati, penyakit kronis orang tua dan bayi,

imunologik (penyakit genetik).1,2 Faktor eksogen berupa iklim panas dan kelembapan,

kebersihan kulit kurang, kebiasaan berendam kaki dalam air yang lama menimbulkan

maserasi dan memudahkan masuknya jamur, kontak dengan penderita.1,2

Dapat mengenai daerah lipatan kulit, terutama ketiak, bagian bawah payudara, bagian

pusat, lipat bokong, selangkangan, dan sela antar jari; dapat juga mengenai daerah belakang

telinga, lipatan kulit perut, dan glans penis (balanopostitis).1 Pada sela jari tangan biasanya

antara jari ketiga dan keempat, pada sela jari kaki antara jari keempat dan kelima, keluhan

gatal yang hebat, kadang-kadang disertai rasa panas seperti terbakar.1

Lesi pada penyakit yang akut mula-mula kecil berupa bercak yang berbatas tegas,

bersisik, basah, dan kemerahan.2 Kemudian meluas, berupa lenting-lenting yang dapat berisi

nanah berdinding tipis, ukuran 2-4 mm, bercak kemerahan, batas tegas, Pada bagian tepi

kadang-kadang tampak papul dan skuama.2 Lesi tersebut dikelilingi oleh lenting-lenting atau

papul di sekitarnya berisi nanah yang bila pecah meninggalkan daerah yang luka, dengan

pinggir yang kasar dan berkembang seperti lesi utama.2 Kulit sela jari tampak merah atau

terkelupas, dan terjadi lecet. Pada bentuk yang kronik, kulit sela jari menebal dan berwarna

putih.2

20

Page 21: LAPORAN KASUS lengkap

Gambar Candidosis intertriginosa

b. Erytrasma

Erytrasma adalah penyakit bakteri kronik pada stratum korneum yang disebabkan oleh

Corynebacterium minitussismum, ditandai lesi berupa eritema dan skuama halus terutama di

daerah ketiak dan lipat paha.2 Gejala klinis lesi berukuran sebesar milier sampai plakat. Lesi

eritroskuamosa, berskuama halus kadang terlihat merah kecoklatan. Variasi ini rupanya

bergantung pada area lesi dan warna kulit penderita. Tempat predileksi kadang di daerah

intertriginosa lain terutama pada penderita gemuk. Perluasan lesi terlihat pada pinggir yang

eritematosa dan serpiginose.2 Lesi tidak menimbul dan tidak terlihat vesikulasi. Efloresensi

yang sama berupa eritema dan skuama pada seluruh lesi merupakan tanda khas dari

eritrasma. Skuama kering yang halus menutupi lesi dan pada perabaan terasa berlemak. Pada

pemeriksaan dengan lampu wood lesi terlihat berfluoresensi merah membara (coral red) 6

Gambar eritrasma

21

Page 22: LAPORAN KASUS lengkap

Gambar erytrasma dengan lampu wood tampak floresensi merah

VIII. PENATALAKSANAAN

Pada infeksi tinea kruris biasanya dapat dipakai anti jamur topikal saja. Obat ini

digunakan pagi dan sore hari kira-kira 2-4 minggu. Terapi dioleskan sampai 3 cm diluar batas

lesi, dan diteruskan sekurang-kurangnya 2 minggu setelah lesi menyembuh.10 Terapi sistemik

dapat diberikan jika terdapat kegagalan dengan terapi topikal, intoleransi dengan terapi

topikal. Sebelum memilih obat sistemik hendaknya cek terlebih dahulu interaksi obat-obatan

tersebut. Diperlukan juga monitoring terhadap fungsi hepar apabila terapi sistemik diberikan

lebih dari 4 mingggu.10

Pengobatan anti jamur untuk Tinea kruris dapat digolongkan dalam empat golongan

yaitu: golongan azol, golongan alonamin, benzilamin dan golongan lainnya seperti siklopiros,

tolnaftan, haloprogin. Golongan azole ini akan menghambat enzim lanosterol 14 alpha

demetylase (sebuah enzim yang berfungsi mengubah lanosterol ke ergosterol), dimana

struktur tersebut merupakan komponen penting dalam dinding sel jamur.10 Golongan

Alynamin menghambat keja dari squalen epokside yang merupakan enzim yang mengubah

squalene ke ergosterol yang berakibat akumulasi toksik squalene didalam sel dan

menyebabkan kematian sel.10 Dengan penghambatan enzim-enzim tersebut mengakibatkan

kerusakan membran sel sehingga ergosterol tidak terbentuk. Golongan benzilamin

mekanisme kerjanya diperkirakan sama dengan golongan alynamin sedangkan golongan

lainnya sama dengan golongan azole.10 Pengobatan tinea cruris tersedia dalam bentuk

pemberian topikal dan sistemik:

22

Page 23: LAPORAN KASUS lengkap

Obat secara topikal yang digunakan dalam tinea cruris adalah:

1. Golongan Azol

a. Clotrimazole (Lotrimin, Mycelec)

Merupakan obat pilihan pertama yang digunakan dalam pengobatan tinea

cruris dan corporis karena bersifat broad spektrum antijamur yang mekanismenya

menghambat pertumbuhan ragi dengan mengubah permeabilitas membran sel

sehingga sel-sel jamur mati. Pengobatan dengan clotrimazole ini bisa dievaluasi

setelah 4 minggu jika tanpa ada perbaikan klinis.1 Penggunaan pada anak-anak sama

seperti dewasa. Obat ini tersedia dalam bentuk kream 1%, solution, lotion. Diberikan

2 kali sehari selama 4 minggu.1,2 Tidak ada kontraindikasi obat ini, namun tidak

dianjurkan pada pasien yang menunjukan hipersensitivitas, peradangan infeksi yang

luas dan hinari kontak mata.1

b. Mikonazole (icatin, Monistat-derm)

Mekanisme kerjanya dengan selaput dinding sel jamur yang rusak

akanmenghambat biosintesis dari ergosterol sehingga permeabilitas membran sel

jamur meningkat menyebabkan sel jamur mati. Tersedia dalam bentuk cream 2%,

solution, lotio, bedak.2,6 Diberikan 2 kali sehari selama 4 minggu. Penggunaan pada

anak sama dengan dewasa. Tidak dianjurkan pada pasien yang menunjukkan

hipersensitivitas, hindari kontak dengan mata.2,6

c. Econazole (Spectazole)

Mekanisme kerjanya efektif terhadap infeksi yang berhubungan dengan kulit

yaitu menghambat RNA dan sintesis, metabolisme protein sehingga mengganggu

permeabilitas dinding sel jamur dan menyebabkan sel jamur mati.1 Pengobatan

dengan ecnazole dapat dilakukan dalam 2-4 minggu dengan cara dioleskan sebanyak

2kali atau 4 kali dalam sediaan cream 1%.. Tidak dianjurkan pada pasien yang

menunjukkan hipersensitivitas, hindari kontak dengan mata.1

d. Ketokonazole (Nizoral)

23

Page 24: LAPORAN KASUS lengkap

Mekanisme kerja ketokonazole sebagai turunan imidazole yang bersifat broad

spektrum akan menghambat sintesis ergosterol sehingga komponen sel jamur

meningkat menyebabkan sel jamur mati.10 Pengobatan dengan ketokonazole dapat

dilakukan selama 2-4 minggu. Obat ini tersedia dalam bentuk cream 2 %. Tidak

dianjurkan pada pasien yang menunjukkan hipersensitivitas, hindari kontak dengan

mata.10

e. Oxiconazole (Oxistat)

Mekanisme oxiconazole kerja yang bersifat broad spektrum akan menghambat

sintesis ergosterol sehingga komponen sel jamur meningkat menyebabkan sel jamur

mati.1 Pengobatan dengan oxiconazole dapat dilakukan selama 2-4 minggu. Tersedia

dalam bentk cream 1% atau bedak kocok. Penggunaan pada anak-anak 12 tahun

penggunaan sama dengan orang dewasa. Tidak dianjurkan pada pasien yang

menunjukkan hipersensitivitas dan hanya digunakan untuk pemakaian luar.1

f. Sulkonazole (Exeldetm)

Sulkonazole merupakan obat jamur yang memiliki spektrum luas. Titik

tangkapnya yaitu menghambat sintesis ergosterol yang akan menyebabkan kebocoran

komponen sel, sehingga menyebabkan kematian sel jamur.2 Tersedia dalam bentuk

cream 1% dan solutio. Penggunaan pada anak-anak 12 tahun penggunaan sama

dengan orang dewasa (dioleskan pada daerah yang terkena selama 2-4 minggu

sebanyak 4 kali sehari).1,2

2. Golongan alinamin

a.Naftifine (Naftin)

Bersifat broad spektrum anti jamur dan merupakan derivat sintetik dari

alinamin yang mekanisme kerjanya mengurangi sintesis dari ergosterol sehingga

menyebabkan pertumbuhan sel amur terhambat. Pengobatan dengan naftitine

dievaluasi setelah 4 minggu jika tidak ada perbaikan klinis.1 Tersedia dalam bentuk

1% cream dan lotion. Penggunaan pada anak sama dengan dewasa ( dioleskan 4 kali

sehari selama 2-4minggu).10

24

Page 25: LAPORAN KASUS lengkap

b. Terbinafin (Lamisil)

Merupakan derifat sintetik dari alinamin yang bekerja menghambat skualen

epoxide yang merupakan enzim kunci dari biositesis sterol jamur yang menghasilkan

kekurangan ergosterol yang menyebabkan kematian sel jamur.10 Secara luas pada

penelitian melaporkan keefektifan penggunaan terbinafin. Terbenafine dapat

ditoleransi penggunaanya pada anak-anak.10 Digunakan selama 1-4 minggu.10

3. Golongan Benzilamin

a. Butenafine (mentax)

Anti jamur yang poten yang berhuungan dengan alinamin. Kerusakan

membran sel jamur menyebabkan sel jamur terhambat pertumbuhannya. Digunakan

dalam bentuk cream 1%, diberikan selama 2-4 minggu.8 Pada anak tidak dianjurkan.

Untuk dewasa dioleskan sebanyak 4 kali sehari.8

4. Golongan lainnya

a. Siklopiroks (Loprox)

Memiliki sifat broad spektrum anti fungal. Kerjanya berhubunan dengan sintesi

DNA.1

c. Haloprogin (halotex)

Tersedia dalam bentuk solution atau spray, 1% cream. Digunakan selama 2-4minggu

dan dioleskan sebanyak 3 kali sehari.1

d. Tolnaftate

Tersedia dalam cream 1%,bedak,solution.6 Dioleskan 2kali sehari selama 2-4

minggu.6

Obat sistemik yang digunakan untuk tinea kruris :

25

Page 26: LAPORAN KASUS lengkap

Pengobatan secara sistemik dapat digunakan untuk untuk lesi yang luas atau gagal

dengan pengobatan topikal, berikut adalah obat sistemik yang digunakan dalam pengobatan

tinea cruris:1

a. Ketokonazole

Sebagai turunan imidazole, ketokonazole merupakan obat jamur oral yang

berspektrum luas. Kerja obat ini fungistatik. Pemberian 200 mg/hari selama 2-4 minggu.

Ketokonazol merupakan kontraindikasi untuk penderita kelainan hepar.1

b. Itrakonazole

Sebagai turunan triazole, itrakonazole merupakan obat anti jamur oral yang

berspektrum luas yang menghambat pertumbuhan sel jamur dengan menghambat sitokrom

P-450 dependent sintetis dari ergosterol yang merupakan komponen penting pada selaput

sel jamur. Pada penelitian disebutkan bahwa itrakonazole lebih baik daripada griseofulvin

dengan hasil terbaik 2-3 minggu setelah perawatan.1 Dosis dewasa 200 mg po selama 1

minggu dan dosis dapat dinaikkan 100mg jika tidak ada perbaikan tetapi tidak boleh

melebihi 400mg/hari. Untuk anak-anak 5mg/hari PO selama 1 minggu. Obat ini

dikontraindikasikan pada penderita yang hipersensitivitas, dan jangan diberikan bersama

dengan cisapride karena berhubunngan dengan aritmia jantung.1,10

c. Griseofulfin

Termasuk obat fungistatik, bekerja dengan menghambat mitosis sel jamur dengan

mengikat mikrotubuler dalam sel. Obat ini lebih sedikit tingkat keefektifannya dibanding

itrakonazole.1,10 Pemberian dosis pada dewasa 500mg microsize (330-375 mg

ultramicrosize) PO selama 2-4minggu, untuk anak 10-25 mg/kg/hari Po atau 20 mg

microsize /kg/hari.8

d.Terbinafine

Pemberian secara oral pada dewasa 250g/hari selama 2 minggu. Pada anak pemberian

secara oral disesuaikan dengan berat badan:1,7

12-20kg :62,5mg/hari selama 2 minggu

26

Page 27: LAPORAN KASUS lengkap

20-40kg :125mg/ hari selama 2 minggu

>40kg:250mg/ hari selama 2 minggu

Edukasi kepada pasien di rumah :

Anjurkan agar menjaga daerah lesi tetap kering.7,10

Bila gatal, jangan digaruk karena garukan dapat menyebabkan infeksi.7,10

Jaga kebersihan kulit dan kaki bila berkeringat keringkan dengan handuk dan

mengganti pakaian yang lembab.7,10

Gunakan pakaian yang terbuat dari bahan yang dapat menyerap keringat seperti katun,

tidak ketat dan ganti setiap hari.1

Untuk menghindari penularan penyakit, pakaian dan handuk yang digunakan

penderita harus segera dicuci dan direndam air panas.6

IX.KOMPLIKASI

Tinea cruris dapat terinfeksi sekunder oleh candida atau bakteri yang lain.6 Pada infeksi

jamur yang kronis dapat terjadi likenifikasi dan hiperpigmentasi kulit.6

X.PROGNOSIS

Prognosis penyakit ini baik dengan diagnosis dan terapi yang tepat asalkan kelembapan

dan kebersihan kulit selalu dijaga.7

BAB III

PENUTUP

27

Page 28: LAPORAN KASUS lengkap

III.1. Kesimpulan

Pengobatan yang tepat dan teratur dapat menyembuhkan tinea kruris ini. Faktor psikosoial

berpengaruh terhadap timbulnya penyakit ini dan penularannya. Jadi untuk tinea kruris ini

merupakan penyakit yang tidak mengancam jiwa dan mempunyai prognosa baik bila pasien

berobat dengan rutin.

DAFTAR PUSTAKA

28

Page 29: LAPORAN KASUS lengkap

1. Emmy S. Sjamsoe Daili, dkk. PENYAKIT KULIT YANG UMUM DI INDONESIA.

Jakarta : Medical Multimedia Indonesia. 2011: 50-56.

2. Djuanda, Adhi, dkk. ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN EDISI KEENAM.

Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2010. Hal 89-105.

3. Jacinto, Jamora : Pityrosporum Folikulitis In The Philippines : Diagnosis Prevalence

and Management. J. Am. Acad. Dermatol : 695-6.

4. Arnold, Harry, L, et al. Andrew’s Disease of The Skin. Philadelpia : WB Saunders

Company. 2011. 331-353.

5. Pendit, Brahm, U. Dermatologi Praktis. Jakarta : Penerbit Hipokrates. 2010. Hal :

102-6.

6. Budimulja, U. Dermatomikosis Superficialis. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2010.

Hal 7-16, 29-43.

7. Hartadi, Hardjono, Naoryda. Dermatomikologi. Semarang : Badan Penerbit FK

UNDIP. 2009. Hal : 9-10.

8. Siregar, R. dan Thaha, M.A. Sporothricosis Kulit pada RSUP Palembang, Jilid 1.

1976. Hal : 334-339.

9. Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6.

EGC : Jakarta. 2009. Hal 100-15.

10. Mochtar Hamzah : Dasar Pemeriksaan Penunjang Untuk Penyakit Jamur. Jakarta:

FKUI, 2010: 357-360.

29