Page 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 TUJUAN
a. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melakukan uji konfirmasi senyawa golongan
narkotika atau psikotropika pada urin pecandu narkoba dengan metode
KLT-spektrofotodensitometer.
b. Tujuan Khusus
1. Untuk dapat melakukan penyiapan sampel untuk ekstraksi cair-cair
dan ekstraksi fase padat.
2. Untuk dapat memisahkan obat-obat golongan amfetamin dan opiat
dari sampel urine dengan ekstraksi cair-cair dan ekstraksi fase
padat.
3. Mampu melakukan penyiapan plat KLT-spektrofotodensitometer.
4. Mampu menggunakan alat spektrodensitometri.
5. Mampu melakukan analisis senyawa-senyawa golongan narkotika
atau psikotropika berdasarkan hasil uji konfirmasi.
1.2 LATAR BELAKANG
Masalah penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif
lainya (NAPZA) atau istilah yang populer dikenal masyarakat sebagai
NARKOBA (Narkotika dan Bahan/ Obat berbahanya) merupakan masalah
yang sangat kompleks, yang memerlukan upaya penanggulangan secara
komprehensif dengan melibatkan kerja sama multidispliner, multisektor, dan
peran serta masyarakat secara aktif yang dilaksanakan secara
berkesinambungan, konsekuen dan konsisten.
Page 2
Meskipun dalam Kedokteran, sebagian besar golongan Narkotika,
Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) masih bermanfaat bagi
pengobatan, namun bila disalahgunakan atau digunakan tidak menurut indikasi
medis atau standar pengobatan terlebih lagi bila disertai peredaran dijalur
ilegal, akan berakibat sangat merugikan bagi individu maupun masyarakat luas
khususnya generasi muda. Dari data yang ada, penyalahgunaan NAPZA paling
banyak berumur antara 15–24 tahun. Tampaknya generasi muda adalah sasaran
strategis perdagangan gelap NAPZA.
Pemeriksaan konfirmasi adalah suatu pemeriksaan lanjutan yang lebih
akurat karena hasil yang dikeluarkan sudah definitive menunjukkan jenis zat
narkotika/psikotropika yang terkandung dalam sampel. Uji konfirmasi senyawa
golongan narkotika atau psikotropika pada urin pecandu narkoba dapat
dilakukan dengan metode KLT-spektrodensitometer. Kromatografi lapis tipis
(KLT) merupakan salah satu teknik yang sering digunakan dalam
mengidentifikasi suatu senyawa dalam analisis toksikologi dan digunakan
secara luas dalam pemisahan dan identifikasi obat karena teknik ini cepat,
menghasilkan hasil dengan sensitivitas yang tinggi serta memerlukan sedikit
biaya. Dalam uji konfirmasi ini, noda yang dihasilkan pada plat dari proses
pemisahan yang terjadi pada KLT nantinya akan dibuatkan spektrumnya dari
panjang gelombang 190-400 nm menggunakan spektrodensitometer. Nah
untuk dapat melakukan uji konfirmasi ini dengan baik dan benar sehingga
nantinya dapat diperoleh hasil uji konfirmasi terhadap senyawa golongan
narkotika atau psikotropika pada urin pecandu yang valid, maka praktikan
diharapkan mampu melakukan penyiapan plat KLT-spektrodensitometer serta
mampu menggunakan alat spektrodensitometer itu sendiri.
Page 3
BAB II
DASAR TEORI
2.1 EkstraksiEkstraksi adalah proses penarikan suatu zat dengan pelarut. Ekstraksi
menyangkut distribusi suatu zat terlarut (solut) diantara dua fasa cair yang tidak
saling bercampur. Teknik ekstraksi sangat berguna untuk pemisahan secara cepat
dan bersih, baik untuk zat organik atau anorganik, untuk analisis makro maupun
mikro (Rahayu, 2011).
a. Ekstraksi Cair-Cair
Ekstraksi cair-cair (liquid extraction, solvent extraction): yaitu pemisahan
solute dari cairan pembawa (diluen) menggunakan solven cair. Campuran
diluen dan solven tersebut bersifat heterogen (immiscible, tidak saling
campur), dan jika dipisahkan terdapat 2 fase, yaitu fase diluen (rafinat) dan
fase solven (ekstrak). Pada ekstraksi cair-cair, satu komponen bahan atau
lebih dari suatu campuran dipisahkan dengan bantuan pelarut. Proses ini
digunakan secara teknis dalam skala besar misalnya untuk memperoleh
vitamin, antibiotika, bahan-bahan penyedap, produk-produk minyak bumi dan
garam-garam. logam. Proses inipun digunakan untuk membersihkan air
limbah dan larutan ekstrak hasil ekstraksi padat cair.
b. Solid Phase Ekstraction (SPE)
Ekstraksi fase padat (Solid Phase Ekstraction) merupakan suatu teknik
preparasi sampel yang sangat bermanfaat. SPE mengacu pada peristiwa
pelepasan senyawa kimia dari sampel cairan yang mengalir karena adanya
Page 4
retensi pada suatu padatan penyerap, yang kemudian diikuti dengan perolehan
kembali analit yang diinginkan melalui proses elusi.
2.2 Kromatografi Lapis Tipis (KLT)Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan salah satu analisis kualitatif dari
suatu sampel yang ingin dideteksi dengan memisahkan komponen-komponen sampel
berdasarkan perbedaan kepolaran. Adapun prinsip kerjanya yaitu memisahkan sampel
berdasarkan perbedaan kepolaran antara sampel dengan pelarut yang digunakan.
Teknik ini biasanya menggunakan fase diam dari bentuk plat silika dan fase geraknya
disesuaikan dengan jenis sampel yang ingin dipisahkan. Larutan atau campuran
larutan yang digunakan dinamakan eluen. Semakin dekat kepolaran antara sampel
dengan eluen maka sampel akan semakin terbawa oleh fase gerak tersebut.
Semua kromatografi memiliki fase diam (dapat berupa padatan, atau kombinasi
cairan-padatan) dan fase gerak (berupa cairan atau gas). Fase gerak mengalir melalui
fase diam dan membawa komponen-komponen yang terdapat dalam campuran.
Komponen-komponen yang berbeda bergerak pada laju yang berbeda. campuran
pelarut pengembang dan fasa diamnya dapat berupa serbuk halus yang berfungsi
sebagai permukaan penyerap (kromatografi cair-padat) atau berfungsi sebagai
penyangga untuk lapisan zat cair (kromatografi cair-cair). Fasa diam pada KLT sering
disebut penyerap walaupun berfungsi sebagai penyangga untuk zat cair di dalam
sistem kromatografi cair-cair. Hampir segala macam serbuk dapat dipakai sebagai
penyerap pada KLT, contohnya silika gel (asam silikat), alumina (aluminium oksida),
kiselgur (tanah diatomae) dan selulosa. Silika gel merupakan penyerap paling banyak
dipakai dalam KLT.
2.3 Instrumen SpektrofotodensitometriThin Layer Chromatography Scanner yang lebih dikenal dengan nama
spektrofotodensitometer semakin banyak dan luas digunakan dalam analisis kualitatif
dan kuantitatif (Hahn-Deinstrop, 2007). Instrumen spektrofotodensitometer terdiridari
Page 5
sumber cahaya dalam rentang panjang gelombang 200-800 nm yaitu lampu deuterium
(rentang spektra 200-400 nm), lampu tungsten (rentang spektra 400-800 nm), slit
(celah), monokromator untuk memilih panjang gelombang yang sesuai, sistem untuk
memfokuskan sinar pada plat, filter fluoresensi, pengganda foton (photomultiplier)
dan rekorder (Ganjar dan Rohman, 2007 ; Schmutz, 1980).
Analisis KLT dengan menggunakan spektrofotodensitometri dapat dilakukan
dengan menggunakan mode absorbsi atau flouresensi. Pada umumnya yang paling
sering digunakan adalah mode absorbsi dengan menggunakan sinar UV pada λ 190-
300 nm. Oleh karena kebanyakan plat KLT menggunakan silika gel yang bersifat
opaque (tidak tembus cahaya), maka pengukuran dengan mode transmitan tidak
cocok digunakan. Penentuan absorpsi analit pada plat KLT opaque didasarkan pada
rasio intensitas antara radiasi elektromagnetik yang datang dengan intensitas radiasi
elektromagnetik yang dipantulkan/direfleksikan. Pengukuran flouresensi merupakan
metode pengukuran langsung yang peka untuk senyawa dalam daerah ultraviolet
dapat ditentukan melalui emisi penyinaran sekunder. Intensitas cahaya flouresensi
setelah dipancarkan melalui suatu monokromator, diukur secara selektif dalam
kondisi yang sesuai, berbanding lurus dengan berat senyawa yang ada dalam noda
(Sherma and Fried, 1994).
2.4 Uji Konfirmasi terhadap Narkotika dan PsikotropikaPemeriksaan konfirmasi adalah suatu pemeriksaan lanjutan yang lebih akurat
karena hasil yang dikeluarkan sudah definitif menunjukkan jenis zat narkotika
psikotropika yang terkandung di dalam sampel tersebut. Pemeriksaan dilakukan
apabila hasil pemeriksaan pendahuluan (Screening Test) memberi hasil positif
(Anonim, 2008).
Pada uji konfirmasi dengan KLT, setiap senyawa yang terlarut dalam fase
gerak memiliki hambatan yang berbeda saat bergerak pada fase diam. Besar
hambatan ini dapat dinyatakan dengan nilai Rf atau hRf (hRf = 100 Rf) (Sherma and
Fried, 1996). Harga Rf dapat dihitung dengan persamaan berikut :
Page 6
Rf=Jarak yang ditempuh masing-masing senyawajarak yang ditempuh fase gerak
..........……………(1)
Uji konfirmasi dilakukan dengan membandingkan nilai hRf analit dengan data
senyawa standar dan pustaka. Pada prakteknya, nilai hRf bervariasi karena pengaruh
faktor lingkungan seperti kejenuhan bejana kromatografi (chamber), pH medium,
suhu penguapan fase gerak pada plat, kadar analit yang ditotolkan (Sherma and Fried,
1996 ; Flanagan et al., 2007).
Terdapat metode yang digunakan untuk mengurangi variasi hRf tersebut,
Deutshe Forschungsgemeinschaft (DFG) dan The International Association of
Forensic Toxicologist (TIAFT) menggunakan harga hRf terkoreksi (hRfc) yang
relatif konstan untuk masing-masing senyawa pada tiap sistem TLC tertentu (Zeeuw
et al, 1992). Harga hRfc suatu analit dapat dihitung dengan menggunakan metode
korelasi poligonal. Metode ini membutuhkan minimal empat senyawa standar
pembanding yang harga hRfc tersebar di antara harga hRfc sampel. Perhitungan
poligonal untuk menentukan harga hRfc analit dapat dilihat seperti pada gambar 1.
Gambar 1. Grafik penghitungan hRfc secara Poligonal (Zeeuw et al., 1992)
Page 7
Keterangan: Sumbu x = Harga hRf analit; sumbu y = harga hRfc senyawa 4
pembanding A, B, C, dan D adalah senyawa standar.
Berdasarkan gambar 2.1 di atas, hRf senyawa X berada di antara hRfc senyawa-
senyawa standar dimana harga hRfc analit dapat diperoleh dengan memplot ke
sumbu X. Disamping menggunakan kurva diatas, harga hRfc analit langsung dapat
dihitung menggunakan rumus berikut (Zeeuw et al., 1992).
hRfc( X )= hRfc(C )+Δc
Δ[hRf ( X )− hRf (C )] ,dimana .. . .. .. . .. .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. .. .(2 )
Bila harga hRfc analit yang didapat dapat dibandingkan dengan database
harga hRfc di pustaka, maka akan diperoleh beberapa kemungkinan senyawa yang
sesuai, hal ini akan memunculkan banyak senyawa yang dicurigai sebagai analit.
Untuk lebih meyakinkan hasil analisis, maka digunakan kombinasi harga hRfc
dengan spektrum analit. Dari kombinasi 2 variabel ini akan diperoleh deretan
senyawa-senyawa yang berurutan, dimana senyawa yang korelasinya paling sesuai
dengan analit disebut dengan senyawa hit factor.
Δc= hRfc (D )-hRfc(C ) .. . .. .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. .. . .. .. . .. .. . .. .. .(2a )Δ= hRf ( D)-hRf (C ) . .. .. . .. .. . .. .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. .. . .. .. . .. .. . .(2b)
Page 8
BAB III
PROSEDUR KERJA
3.1 Medium Analit
Sampel: Urin
Target
Derivat Amfetamin : Amfetamin (AM), Metamfetamin (MA), dan
Metilendioksimetanfetamin (MDMA)
Golongan Opiat : Morfin dan Codein
3.2 ALAT DAN BAHAN
a. ALAT1. Pipet tetes
2. Botol vial
3. Aluminium foil
4. Kulkas/freezer
5. Pipet ukur
6. Gelas beaker
7. Tabung reaksi
8. Benjana
kromatografi vertical
(Camag-Muttenz-
Switzerland) 10x10
11. Eppendorf12. Oven
13. Erlenmeyer
14. Linomart
15. Spektrodensitometer
16. Pemanas dari Caorning PC-
420D.
17. Catridge SPE ACCUBOND dan CHROMABOND
Page 9
b. BAHAN1. Bahan Kimia dan Pelarut
Bahan kimia dan pelarut yang digunakan mempunyai derajat
kemurnian pro analisis dari Merck-Germany yaitu methanol,kloroform,
sitoheksan, toluene, dietilamin, HCl, dan NaOH , amoniak 25%, aseton, dan
etanol.
2. Fase Diam
Fase diam yang digunakan adalah plat Al-TLC Si 60 GF254 dari Merk-
Germany.
3. Senyawa Standar
Senyawa standar pembanding digunakan larutan papavaerin,
bromheksin, teofilin, dan dekstrometorpan.
4. Buffer pospat pH 10,5
5. Buffer phospat pH 9,3
6. Metanol
7. Kloroform
8. Isopropanol
9. Aquadest
Page 10
3.3 SKEMA KERJA
Ekstraksi sampel dengan menggunakan ekstraksi cair-cair
Residu+
dilarutkan dalam 25 µl metanol
Larutan fraksi A dan B yang telah
digabung
Fase kloroform sebagai Fraksi B diambil dan
ditampung pada fraksi A
Terbentuk dua fase pada tabung yaitu fase
kloroform dan fase air
Larutan homogen dalam tabung
centrifuge
Tabung divortexDgn kecepatan 2500 rpm
selama 30 menit
Fase Air dalam tabung +
1 mL buffer fosfat pH 10,5+
2 mL campuran kloroform : isopropanol = 3 : 1 (7,8
mL :2,2 mL)
Terbentuk dua fase pada tabung yaitu fase kloroform dan
fase air
Tabung dicentrifuge dgn kecepatan 2500 rpm selama 10 menit
Emulsi
sempurna
1 ml sampel urine+
1 ml buffer fosfat pH 9,3+
2 ml campuran kloroform : isopropanol = 3 : 1 (7,8 mL :
2,2 mL)
Tabung divortex
kecepatan 2500 rpm selama 30
menit
Fase kloroform diambilditampung pada tabung( Fraksi A mengandung
morfin)
Tabung dicentrifuge
dgn kecepatan 2500 rpm selama 10 menit
Diuapkan pada suhu 60-700C
Page 11
Ekstraksi sampel dengan menggunakan SPE (Solid Phase Extraction)Menggunakan fase diam Kolom SPE Accubond II Evidex Catridge
a. Preparasi SampelAmfetamin
Opiat
Sampel siap digunakan
Ditambahkan 0,75 mL 10 N NaOH pH 6,5-7,5 dgn 2,5 mL
0,5 M asam fosfat
Larutan sampel
urine
5 mL sampel urine+
0,5 mL HCl
Dipanaskan 1200C selama
20 menit dan dinginkan
Sampel siap digunakan5 mL sampel urine
+3 mL K2HPO4 0,1 M
pH 6
dihomogenkan
Page 12
b. Ekstraksi Sampel
Amfetamin
+ 3 mL kloroform-isopropil alcohol-HCl (60/40/1)
+ Sampel yang
telah dipreparasi
+ 3 mL air
+ 3 mL 0,1 M
asam asetat
+ 3 mL metanol
Kolom SPE yang telah
dikondisikan
Kolom SPE + 6 ml methanol+
6 mL K2HPO4 0,1 M pH 6
Rinse
SPE Condition
Elution
Analit hasil
ekstraksi
Fraksi-fraksi yang
telah diuapkan
EluatKolom SPE yang bebas
pengotor (analit berada
dalam padatan penyerap)
Diuapkan pada
suhu 650C
Direkonstitusi dengan methanol sebanyak 25 µl
Page 13
Opiat
Elution
Kolom SPE yang telah
dikondisikan
Kolom SPE
Rinse
SPE Condition
+ 6 ml methanol+
6 mL K2HPO4 0,1 M pH 6
+ 3 mL K2HPO4 0,1 M
+ masukkan sampel yang
telah dipreparasi
+ 3 mL air
+ 3 mL sodium asetat 0,1
M pH 4,5
+ 3 mL metanol
+ 3 mL kloroform-isopropil alcohol-NH4OH (78/20/2)
Analit hasil
ekstraksi
Fraksi-fraksi yang
telah diuapkan
Eluat
Kolom SPE yang bebas
pengotor (analit berada dalam
padatan penyerap)
Diuapkan pada
suhu 650C
Direkonstitusi dengan methanol sebanyak 25 µl
Page 14
Sistem Kromatografia. Penyiapan Fase Diam
b. Penyiapan Larutan Pengembang TB
c. Penjenuhan Bejana Kromatografi
d. Larutan Standar Amfetamin dan Morfin
Bejana siap digunakan
Dibiarkan ± 30 menit
Pelarut pengembang TB dalam bejanaDimasukkan ke dalam
bejana kromatografi yang dilapisi kertas
saring
Pelarut pengembang TB
Plat siap digunakan Diaktivasi pada suhu
1200 C selama 30 menit dalam oven
Plat yang sudah dielusi
Dicuci/dielusi dengan metanol
Plat yang sudah dipotong
Dipotong sesuai ukuran yang diperlukan
Plat Al-TLC Si 60 GF254
Larutan pengembang siap digunakan
Dimasukkan ke dalam labu ukur &
dihomogenkan
Sikloheksana: Toluen:Dietilamin
(75:15:10)
Page 15
e. Larutan Standar Pembanding Fase Gerak Sistem TB
Pemisahan Hasil Ekstraksi Sampel dengan KLT
Hasil elusi KLT
pada plat
Plat yang sudah dielusi dengan KLT
2 PLAT Al-TLC Si 60 GF254 siap dielusi
2 PLAT Al-TLC Si 60 GF254
yang sudah diprewashing dan diaktivasi Ditotolkan standar
pembanding serta 25 µl larutan ekstrak yang direkontitusi dengan metanol
Plat diangkat dan dikeringkan dalam oven suhu 600C selama 10
menit
Dielusi dengan sistem gerak TB sampi 90 mm dari tepi atas plat
Dimasukkan kedalam bejana kromatografi yang sudah jenuh
0,25 m standar amfetamin+
0,25 ml standar opiatLarutan Standar
Dimasukkan kedalam labu ukur dan add dengan methanol
Larutan standar
pembanding TBDicampur dan dihomogenkan
0,5 ml Larutan Teofilin+0,5 ml papaverin+ 0,5 ml
dekstrometorfan+ 0,5 ml bromheksin
(masing-masing konsentrasi 1mg/ml)
Page 16
Deteksi dengan Spektrofotodensitometeri dan Penetapan Hasil Ekstraksi Sampel
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan1. Preparasi Sampel Urine dengan Ekstraksi Cair-Cair
Kode Sampel: x
Target analit : Morfin dan MDMA
No Gambar Keterangan
Jenis
Senyawa
Hasil spectrum
masing-masing λ
Dipindai dengan TLC scanner (Camag-Muttenz-
Switzerland pada λ tertentu
Hasil kromatogram sebagai hRfc
Hasil elusi KLT pada plat
Setiap noda dibuat spektrumnya dari
λ 190-400nm
Dicocokkan kedua hasil
Page 17
1 Sampel urine X Ekstraksi LLE dilakuakn
terhadap sampel urine x
Target analit : Morfin
2 Sampel Urine + Buffer Fosfat pH 9,3 +
campuran kloform:isopropanol (3:1)
Bagian atas : buffer fosfat
Bagian Bawah : campuran
kloroform isopropanol
Bagian atas
Bagian bawah
MAKALAH IMUNOSEROLOGI
PEMERIKSAAN TPHA
(Treponema pallidum Haemaglutination Assay)
Oleh:
Ayu Putu Astiti Natih (P07134011002)
Ayu Savitri Siakayani (P07134011004)
Ni Kadek Destari Dwi Wiantari (P07134011006)
Madya Mas Cista Hwardani (P07134011008)
Komang Jatmika (P07134011010)
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN ANALIS KESEHATAN
2013
Page 18
3 Proses homogenisasi Proses homogenisasi
dilakukan menggunakan
vortex dengan kecepatan
3000 rpm selama 10
menit.
4 Setelah proses homogenisasi dengan
vortex
Setelah divortex, tampak
emulsi campuran pelarut
organic
(kloroform:isopropanol)
dan dengan sampel.
Page 19
5 Campuran sampel dan pelarut organic
setelah disentrifuse
Setelah disentrifuse larutan
akan terpisah menjadi 2
bagian:
Bagian atas : Fase air
(terdapat pengotor serta
sebagaian analit masih
terdapat dalam fase air)
Bagian bawah: Fase
kloroform/Fraksi A (analit
yang diinginkan terdapat
dalam fase kloroform)
6 Campuran Fraksi A dan Fraksi B Merupakan fraksi yang
mengandung analit dan siap
untuk diuapkan untuk
menghilangkan pelarut yang
digunakan pada ekstraksi.
2. Pengenceran Standar Amfetamin dan Opiat
Dik : Konsentrasi standar sebagai N1 = 1000 ng/µl = 1 mg/ml
N2 = 50 ng/ml = 0,05 mg/ml
V2 = 5 mL
Dit : V1 = ……? Dari konsentrasi 50 ng/µl
Fase Air
Fase Kloroform(fraksi A)
Page 20
Jawab :
V1 x N1 = V2 x N2
V1 x 1 mg/ml = 5 ml x 0,05 mg/ml
V1 = 0,25 ml
3. Pengenceran Dekstrometorfan
Dik : Konsentrasi dekstrometorfan sebagai N1 = 2 mg/ml
N2 = 1 mg/ml
V2 = 5 mL
Dit : V1 = ……? Dari konsentrasi 2 mg/ml
Jawab :
V1 x N1 = V2 x N2
V1 x 2 mg/ml = 5 ml x 1 mg/ml
V1 = 2,5 ml
4. Penotolan Sampel dan Standar Pada Plat 10 x 10 cm
1000 ng800 ng600 ng400 ng200 ng
987654321
Page 21
5. Larutan Baku Standar
Konsentrasi larutan Standar
Konsentrasi Standar 1 (C1) = 200 ng
Konsentrasi Standar 2 (C2) = 400 ng
Konsentrasi Standar 3 (C3) = 600 ng
Konsentrasi Standar 4 (C4) = 800 ng
Konsentrasi Standar 5 (C5) = 1000 ng
AUC Larutan Standar Jenis Senyawa Morphine
a. AUC Standar 1 (AUC 1m) = 928,0
b. AUC Standar 2 (AUC 2m) = 917,5
c. AUC Standar 3 (AUC 3m) = 1288,2
d. AUC Standar 4 (AUC 4m) = 1586,2
e. AUC Standar 5 (AUC 5m) = 674,1
AUC Larutan Standar Jenis Senyawa MDMA
a. AUC Standar 1 (AUC 1md) = 1010,2
b. AUC Standar 2 (AUC 2md) = 1225,0
c. AUC Standar 3 (AUC 3md) = 1331,5
d. AUC Standar 4 (AUC 4md) = 946,2
e. AUC Standar 5 (AUC 5md) = 238,2
6. Kurva Hubungan Konsentrasi Terhadap Absorbansi Senyawa Morphine
Konsentrasi (X)
Absorbansi(Y) X2 Y2 XY
400 917,5 160000 841806,25 367000
600 1288,2 360000 1659459,24 772920
Page 22
800 1586,2 640000 2516030,44 1268960
∑X = 1800 ∑Y = 3791.9 ∑X2 = 1160000
∑Y2 =5017295.93
∑XY=
2408880
a. Penentuan Koefisien Korelasi
R= n∑ XY−∑ X . ∑Y
√ {n ∑ X2−(∑ X )2 } {n∑Y 2−(∑Y )2 }
R=(3 x2408880 )−(1800 x 3791,9)
√ {(3 x 1160000 )−(1800)2 }¿¿¿
R= 7226640−6825420
√ (3480000−3240000 ) (15051887,79−14378505,61 )
R= 401220
√240000 x673382,18
R= 401220
√1,6161 x 1011
R= 401220402009,6059
R = 0,998R2 = 0,9961
b. Penentuan Koefisien Regresi (B) dan Konstanta (A)
B=n ∑ XY−∑ X .∑Y
n ∑ X 2−(∑ X)2
B=(3 x2408880 )−(1800 x3791,9)
(3 x1160000 )−(1800)2
A=∑Y −B . ∑ Xn
A=3791,9−1,6718 x18003
Page 23
B=7226640−68254203480000−3240000
B=401220240000
B = 1,6718
A=3791,9−3009,83
A=782,663
A = 260,92c. Persamaan Garis Regresi Linier
Dik : A = 260,92B = 1,6728
Dit : Y = ………?Jawab :
Y = A + BX
Y = 1,6728 x + 260,92
350 400 450 500 550 600 650 700 750 800 8500
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
1800
f(x) = 1.67175 x + 260.916666666666R² = 0.996075564399403
Kurva Konsentrasi Terhadap Absorbansi Morphine
Konsentrasi
Abso
rban
si
Page 24
7. Kurva Hubungan Konsentrasi Terhadap Absorbansi Senyawa MDMA
Konsentrasi (X)
Absorbansi(Y) X2 Y2 XY
200 1010,2 40000 1020504.04 202040400 1225 160000 1500625 490000600 1331,5 360000 1772892.25 798900
∑X = 1200 ∑Y = 3566.7 ∑X2 =560000
∑Y2 =4294021.29
∑XY=1490940
a. Penentuan Koefisien Korelasi
R= n∑ XY−∑ X . ∑Y
√ {n ∑ X2−(∑ X )2 } {n∑Y 2−(∑Y )2 }
R=(3 x1490940 )−(1200 x 3566,7)
√{ (3 x 560000 )−(1200)2}¿¿¿
R= 4472820−4280040
√ (1680000−1440000 ) (12882063,87−12721348,89 )
R= 192780
√240000 x160714,98
R= 192780
√3,857 x1010
R= 192780196396,5254
R = 0,981
Page 25
R2 = 0,9635b. Penentuan Koefisien Regresi (B) dan Konstanta (A)
B=n ∑ XY−∑ X .∑Y
n ∑ X 2−(∑ X)2
B=(3 x1490940 )−(1200 x3566,7)
(3x 560000 )−(1200)2
B=4472820−42800401680000−1440000
B=192780240000
B = 0,8033
A=∑Y −B . ∑ Xn
A=3566,7−0,8033 x12003
A=3566,7−963,964
A=2602,743
A = 867,6c. Persamaan Garis Regresi Linier
Dik : A = 867,6B = 0,8033
Dit : Y = ………?Jawab :
Y = A + BX
Y = 0,8033 x + 867,6
Page 26
150 200 250 300 350 400 450 500 550 600 6500
200
400
600
800
1000
1200
1400f(x) = 0.80325 x + 867.6R² = 0.963510277635601
Kurva Konsentrasi Terhadap Absorbansi MDMA
Konsentrasi
Abso
rban
si
8. Larutan Sampel LLE AUC Sampel LLE Track 8
1. AUC Sampel Jenis Senyawa Morphine (AUC S1) = 5009,9
2. AUC Sampel Jenis Senyawa MDMA(AUC S2) = 15534,4
Rf Sampel LLE Track 8
1. Rf Sampel Jenis Senyawa Morphine (Rf1) = 0,04
2. Rf Sampel Jenis Senyawa MDMA(Rf2) = 0,42
9. Analisa Kualitatif Senyawa Morphine dan MDMA dalam Sampel LLE
a. Analisa Kualitatif Senyawa Morphine
Dik : hRf Morphine track 8 = 0,04 x 100 = 4, berada diantara hRfc
Teofilin dan Papaverin = 1 dan 8.
Page 27
hRf c ( A) = 1
hRfc (B) = 8hRf (B) = 17hRf (A) = 2
Dit : hRf c = ……..?
Jawab :
hRf c ( X )=hRf c( A)+ ∆ c∆
[hRf ( X )−hRf ( A)]
= 1 + 7/15 x 2
= 1 + 14/15
= 1 + 0,933
= 1,933
Keterangan :
hRfc (X) = nilai hRfc Morphine sampel
hRfc (A) = nilai hRfc Teofilin pustaka
∆c = hRfc (B) - hRfc (A)
(selisih pustaka nilai hRfc Papaverin dengan Teofilin)
∆ = hRf (B) - hRf (A)
(selisih nilai hRf Papaverin dengan Teofilin di track 9)
hRf (X) = nilai Rf max Morphine di track 8 dikali 100
hRf (A) = nilai Rf max Teofilin di track 9 dikali 100
Jadi, hRFc Morphine yang diperoleh adalah sebesar 1,933 bila
dibandingkan dengan hRFc pustaka hasil ini sangat jauh dari hRfc
senyawa Morphine dalam larutan pengembang TB yaitu sebesar 00.
Page 28
b. Analisa Kualitatif Senyawa Morphine
Dik : hRf MDMA track 8 = 0,42 x 100 = 42, berada diantara hRfc Teofilin dan Papaverin = 8 dan 42.
hRfc (C ) = 42
hRfc(B) = 8
hRf (C ) = 0,67x100 = 67
hRf ( A) = 0,17x100 = 17
Dit : hRf c = ……..?
Jawab :
hRfc ( X )=hRfc (B )+ ∆ c∆
¿
¿8+ 3450
( 42 – 17)
= 8 + 17
= 25
Jadi, hRFc MDMA yang diperoleh adalah sebesar 25, hasil ini sudah
mendekati hRfc dalam pustaka untuk MDMA dalam larutan pengembang TB
yaitu sebesar 24.
Page 29
10. Kadar Morphine dan MDMA pada LLE
Dik : Persamaan Garis Regresi
a. Morphine : y = 1,6728 x + 260,92
b. MDMA : y = 0,8033 x + 867,6
AUC S1 (y1) = 5009,9
AUC S2 (y2) = 15534,4
Dit :
a. Kadar Morphine dalam sampel = ……?
b. Kadar MDMA dalam sampel = …..?
Jawab :
a. Kadar Morphine
y = 1,6728 x + 260,92
5009,9 = 1,6728 x + 260,92
5009,9-260,92 = 1,6728 x
1,6278 x = 4748,98
x = 2917,42 ng
Jadi kadar morphine yang terkandung dalam sampel LLE adalah
2917,42 ng/ml = 0,002917 mg/ml.
b. Kadar MDMA
y = 0,8033 x + 867,6
15534,4 = 0,8033 x + 867,6
15534,4-867,6 = 0,8033 x
Page 30
0,8033 x = 14666,8
x = 18258,18 ng
Jadi kadar morphine yang terkandung dalam sampel LLE adalah
18258,18 ng/ml = 0,0183 mg/ml.
4.2 PEMBAHASANPemeriksaan konfirmasi adalah suatu pemeriksaan lanjutan yang lebih akurat
karena hasil yang dikeluarkan sudah definitif menunjukkan jenis zat narkotika
psikotropika yang terkandung di dalam sampel tersebut. Pemeriksaan dilakukan
apabila hasil pemeriksaan pendahuluan (screening test) memberi hasil positif.
Pemeriksaan konfirmatif bertujuan untuk memastikan identitas atau golongan analit
dan menetapkan kadarnya.
Pada praktikum, dilakukan pemeriksaan konfirmatif pada sampel urine yang
sudah positif menunjukkan adanya narkotika golongan opiate pada hasil uji skrining.
Opioid atau opiat berasal dari kata opium, jus dari bunga opium, Papaver
somniverum, yang mengandung kira-kira 20 alkaloid opium, termasuk morfin. Nama
Opioid juga digunakan untuk opiat, yaitu suatu preparat atau derivat dari opium dan
narkotik sintetik yang kerjanya menyerupai opiat tetapi tidak didapatkan dari opium.
opiat alami lain atau opiat yang disintesis dari opiat alami adalah heroin
(diacethylmorphine), kodein (3-methoxymorphine), dan hydromorphone (Dilaudid).
Ada beberapa cara atau metode yang dapat digunakan dalam melakukan uji
konfirmasi narkotika/psikotropika, seperti: kromatografi gas- spektrofotometri massa
(GC-MS), kromatografi cair kenerja tinggi (HPLC) dengan diode-array detektor,
Page 31
kromatografi cair - spektrofotometri massa (LC-MS), KLT-Spektrofotodensitometri,
dan teknik lainnya. Dan pada praktikum ini, metode yang digunakan adalah metode
KLT-Spektrofotodensitometri. Dalam pemeriksaan konfirmasi ini, ada beberapa
tahapan yang harus dilakukan untuk dapat melakukan pemeriksaan dan memastikan
jenis senyawa yang terdapat di dalam sampel, antara lain preparasi sampel, ekstraksi
sampel, uji konfirmasi narkotika /psikotropika pada sampel urine dengan KLT-
spektrofotodensitometri, dan perhitungan kadar senyawa narkotika / psikotropika
yang terdapat di dalam sampel.
1. Preparasi Sampel Urine dengan Ekstraksi
Urine sangat berguna dalam skrining racun karena obat, racun, dan metabolit
terdapat dengan konsentrasi yang ebih besar pada urine dibandingkan dalam darah.
Urine tidak seperti plasma, bebas dari protein dan lipida. Karena itu, umumnya dapat
langsung diekstraksi dengan pelarut organic. Keuntungan analisis obat menggunakan
sampel urine adalah bahwa jenis senyawa yang umum terdapat dalam urine adalah
larut air. Sedangkan, sebagian besar obat adalah larut lemak sehingga dapat
diekstraksi dengan pelarut yang sesuai.
Untuk melakukan pemeriksaan konfirmasi narkotika/psikotropika pada urine,
diperlukan preparasi sampel sebelum dilakukan sebelum melakukan analisis. Tingkat
kerumitan prosedur preparasi sampel sangat ditentukan oleh sifat alami sampel, sifat
alami senyawa yang akan dianalisis, dan metode deteksi yang dipilih. Tujuan
dilakukannya preparasi sampel yaitu untuk memecah ikatan obat-protein, derivatisasi
analit untuk meningkatkan efisiensi ekstraksi, kromatografik maupun deteksi. Selain
itu, untuk memisahkan residu tak larut maupun senyawa pengganggu dan
menyesuaikan kadar sampel dengan sensitivitas alat.
Untuk memisahkan analit dengan matrik sampel, pada praktikum ini
dilakukan preparasi sampel dengan metode ekstraksi cair-cair/liquid-liquid
ekstraction (LLE). Ekstraksi adalah pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu
padatan atau cairan dengan bantuan pelarut sebagai separating agen. Pemisahan
terjadi atas dasar kemampuan larut yang berbeda dari komponen-komponen dalam
Page 32
campuran. Biasanya, pada ekstraksi pelarut yang digunakan adalah pelarut organic,
karena sebagian besar senyawa golongan obat larut dalam pelarut organic. Terdapat
beberapa persyaratan pelarut organic yang digunakan untuk mengekstraksi analit,
antara lain:
Memiliki kemampuan mengekstraksi yang baik
Kelarutannya rendah dalam air.
Memiliki densitas atau kerapatan lebih rendah daripada air.
Memiliki volatilitas moderat agar mudah diuapkan, tetapi tidak terlalu
volatile agar tidak menguap saat dilakukan preparasi sampel.
Stabil atau inert, serta tidak mudah terbakar.
Murah.
Tidak mengabsorpsi sinar uv atau tidak memiliki aktivitas
elektrokimia.
Pemilihan pelarut yang digunakan untuk ekstraksi ini tergantung dari sifat
analit yang akan dianalisis. Morfin memiliki sifat kelarutan 1 bagian larut dalam 5000
bagian air, dalam 210 bagian etanol, dalam 1220 bagian kloroform, dalam 125 bagian
gliserol, sangat mudah larut dalam campuran kloroform-isopropanol dan praktis tidak
larut dalam eter.
2. Ekstraksi Sampel dengan menggunakan Ekstraksi Cair-Cair
Ekstraksi cair-cair (liquid extraction, solvent extraction): yaitu pemisahan
solute dari cairan pembawa (diluen) menggunakan solven cair. Campuran diluen dan
solven tersebut bersifat heterogen (immiscible, tidak saling campur). Pemisahan
dengan metode ekstraksi cair-cair didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan
perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak saling bercampur. Umumnya
digunakan pelarut nonpolar yang secara efektif akan mengekstraksi analit. Jika
dipisahkan terdapat 2 fase, yaitu fase diluen (rafinat) yang berisi diluen dan sisa solut
dan fase solven (ekstrak) yang berisi solut dan solven.
Ekstraksi cair-cair ini dilakukan pada sampel urine yang diduga mengandung
morfin (golongan opiate). Ekstraksi ini dilakukan dengan cara menambahkan 1 ml
Page 33
buffer fosfat pH 9,3 ke dalam 1 ml sampel urin pada tabung sentrifuse kemudian
ditambahkan 2 ml campuran kloroform:isopropanol (3:1). Penambahan buffer fosfat
ini dilakukan karena ekstraksi akan berjalan optimal pada pH tertentu, dan
berdasarkan pustaka variasi pH pada ekstraksi cair-cair yang menghasilkan perolehan
kembali analit yang tertinggi adalah pH 9-10 dengan presentasi perolehan kembali
analit sebesar 83,9%-97,2%. Sedangkan campuran isopropanol-kloroform digunakan
karena berdasarkan pustaka yang ada, menyatakan bahwa pengekstraksi kloroform
dengan pengendap protein isopropanol memberikan hasil perolehan kembali morfin
yang memuaskan. Setelah itu, tabung divortek dengan kecepatan 2500 rpm selama 30
menit hingga terbentuk emulsi sempurna. Kemudian tabung disentrifuse dengan
kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Pencampuran dengan vortek merupakan
metode yang paling cepat, efisien, dan hanya untuk pelarut dalam jumlah kecil. Dan
setelah disentrifuse larutan akan tampak terpisah menjadi 2 fase yaitu fase kloroform
di bagian bawah (fraksi A yang mengandung morfin) dan fase air di bagian atas. Hal
ini karena masa jenis pelarut organic (fase kloroform) lebih besar daripada fase
airnya. Setelah disentrifuse, fraksi A kemudian dipisahkan dengan fase airnya.
Proses ekstraksi kemudian diulang kembali pada fase air menggunakan buffer fosfat
dengan pH 10,5. Pengulangan ini dilakukan untuk menarik analit yang kemungkinan
masih tersisa pada fase air. Semakin besar jumlah pengulangan yang dilakukan,
semakin besar jumlah analit yang dapat diperoleh. Selanjutnya fraksi B (fraksi yang
mengandung morfin) yang diperoleh dari pengulangan ini digabungkan dengan fraksi
A dan kemudian diuapkan dalam penangas pada suhu 60-700 C untuk menguapkan
pelarut sehingga hanya tersisa analitnya. Kemudian hasil penguapan ini di
rekonstitusi dengan 25 µl methanol. Setelah analit yang didapat diuapkan dan
direkonstitusi dengan methanol, analit tampak tidak berwarna (bening).
3. Uji Konfirmasi dengan metode KLT-Spektrodensitometer
Metode KLT-Spektrodensitometer merupakan salah satu teknik yang sering
digunakan untuk mengidentifikasi suatu senyawa dalam analisis toksikologi baik
secara kualitatif dan kuantitatif. Suatu campuran zat dapat dipisahkan dengan teknik
Page 34
KLT berdasarkan afinitas masing-masing komponen terhadap fase gerak dan fase
diamnya. Komponen yang telah terpisah, besar serapannya dapat diukur dengan
spektrofotodensitometer. Kadar dari sampel dapat ditentukan dari perbandingan
antara serapan sampel dan bakunya.
Secara garis besar, ada dua hal yang dilakukan dalam praktikum ini yaitu
memisahkan senyawa-senyawa pengotor dari senyawa yang ingin dideteksi, yaitu
amfetamin dan opiat dengan menggunakan metode KLT dan pengukuran absorbansi
senyawa MDMA dan opiat dengan alat spektrofotodensitometer. Pembacaan hasil
pemisahan dengan metode KLT dilakukan melalui proses scanning menggunakan
CAMAG TLC-SCANNER. Dari proses pengukuran absorbansi dari senyawa
amfetamin dan opiat menghasikan data kualitatif berupa suatu kromatogram dan
spektrum dari MDMA dan opiat, dimana kadar dari MDMA dan opiat dapat dihitung
dengan AUC (Area Under Curve) yang didapat. Jika absorbansi suatu seri larutan
diukur pada panjang gelombang, suhu, kondisi pelarut yang sama, dan absorbansi
masing-masing larutan diplotkan terhadap konsentrasinya maka suatu garis lurus akan
teramati sesuai dengan persamaan A= εbc.
Kromatografi lapis tipis (TLC) adalah suatu pemisahan campuran analit
berdasarkan afinitas masing-masing komponen terhadap fase gerak dan fase diam
dengan cara elusi melalui fase diam yang datar pada plat penyangga. Fase gerak yang
digunakan dalam praktikum ini berupa larutan pengembang TB. Pemillihan fase
gerak ini didasarkan dari pemilihan pustaka dimana secara pustaka larutan
pengembang TB dapat memberikan hasil elusi yang lebih baik daripada larutan
pengembang TAEA.
Prosedur pemisahan/elusi dengan KLT dilakukan terlebih dahulu dengan
melakukan beberapa persiapan kerja diantaranya penyiapan fase diam, penyiapan
larutan pengembang TB, penjenuhan benjana kromatografi dan pembuatan larutan
pembanding. Prosedur yang pertama dilakukan yaitu penyiapan fase diam yaitu plat
Al-TLC Si 60 GF254. Penyiapan plat ini dilakukan dengan tujuan agar plat siap untuk
digunakan dalam proses elusi, dimana proses penyiapan yang pertama adalah
Page 35
melakukan pemotongan terhadap plat tersebut sesuai dengan ukuran yang diperlukan.
Pada praktikum ini, ukuran plat yang digunakan adalah 10 x 10 cm dimana dipotong
dari plat yang sebenarnya berukuran 20 x 20 cm. Proses pemotongan plat dilakukan
dengan beberapa persyaratan, antara lain:
1. Alas yang digunakan untuk memotong plat harus dalam
keadaan bersih dan halus dan biasanya terbuat dari keramik atau
kaca.
2. Alat pemotong yang digunakan harus tajam dan tidak boleh
berkarat
3. Dalam pemotongan plat, dilakukan secara berulang dan tidak
boleh terlalu dilakukan penekan hingga plat benar-benar
terputus dengan sempurna.
Hal tersebut diatas harus dilakukan agar hasil pemotongan plat tidak bergerigi
atau halus karena apabila plat yang dipotong itu bergerigi dapat mempengaruhi pada
proses elusi dimana dapat menyebabkan arah elusi menjadi miring dan menimbulkan
tailing (ekor). Setelah plat dipotong dengan baik kemudian dilakukan pemberian
batas pada plat/tepi atas plat serta identitas arah elusi pada plat dengan menggunakan
pensil. Pemilihan penggunaan pensil untuk identitas adalah tidak mengandung bahan
kimia yang dapat ikut bermigrasi bersama analit sehingga tidak mengotori sisi aktif
plat atau dengan kata lain bahan kimia yang terdapat dalam pensil masih dapat
ditoleransi oleh plat. Pemberian batas tepi atas plat yaitu berukuran 1 cm dari atas plat
yang dapat ditandai dengan garis kecil pada bagian kanan dan kiri. Sedangkan
pemberian identitas yang dilakukan yaitu pemberian tanda panah atas pada bagian
atas plat dan pemberian kode untuk menandai plat yang digunakan. Dimana kedua
proses tersebut mempunyai fungsi diantaranya yaitu pemberian batas/tepi atas pada
plat berfungsi sebagai batas perhentian proses elusi/titik akhir proses elusi dimana
diatas batas tersebut biasanya telah terkumpul pengotor hasil dari proses pencucian.
Sementara fungsi pemberian identitas arah elusi dengan tanda panah atas yaitu agar
Page 36
proses pencucian plat dan proses elusi berjalan kearah yang sama, sebab apabila tidak
diberikan berupa kode arah elusi maka ditakutkan terjadinya arah proses elusi dan
pencucian yang berlawanan dimana akan menyebabkan kotoran plat yang telah
dibawa ke bagian atas plat saat pencucian plat dengan methanol akan turun kembali
ke daerah uji saat proses elusi yang menyebabkan analit yang dielusikan akan terelusi
bersama pengotor – pengotor tersebut sehingga mengganggu proses analisis analit.
Sebelum plat benar-benar siap untuk digunakan, plat harus dicuci dan diaktivasi
terlebih dahulu. Proses pencucian plat dilakukan dengan menggunakan methanol
yang bertujuan menghilangkan pengotor dari sisi aktif plat. Pemilihan penggunaan
methanol ini didasarkan pada sifat pelarut methanol yang dapat melarutkan senyawa
polar dan non polar atau sering disebut sebagai pelarut umum sehingga pengotor yang
terdapat pada plat semuanya dapat terlarut dan tidak mengganggu sisi aktif plat.
Selain itu methanol juga digunakan karena didasarkan pada harga methanol yang
murah dan mudah untuk didapat. Proses pencucian plat dilakukan dengan menaruh
plat pada chamber yang telah diisi dengan 10 ml methanol dan dibiarkan hingga
methanol bermigrasi sampai ke atas. Namun perlu diperhatikan agar peletakkan plat
pada chamber sesuai dengan kode arah elusinya.
Tahap selanjutnya yaitu dilakukan proses aktivasi plat, yang bertujuan untuk
menghilangkan air dan pengotor yang menempel pada sisi aktif plat agar dapat
memberikan respon baseline yang lebih baik serta mengurangi rasio gangguan (noise
ratio). Proses aktivasi plat dilakukan dengan plat yang sudah dicuci sebelumnya
kemudian dipanaskan pada oven pada suhu 600C selama 10 menit. Kemudian plat
siap untuk digunakan.
Setelah proses penyiapan plat kemudian dilakukan proses penyiapan larutan
pengembang TB. Larutan pengembang TB dibuat dengan mencampurkan
sikloheksana : toluene : dietilamin pada perbandingan (75 : 15 : 10). Dalam
praktikum ini larutan pengembang TB yang dibuat dengan mencampurkan 7,5 mL
Page 37
sikloheksana : 1,5 ml toluene : 1 ml dietilamin kemudian dihomogenkan dan larutan
pengembang TB siap untuk digunakan.
Tahap selanjutnya pada proses persiapan kerja ini yaitu pembuatan lsenyawa
standar dan larutan standar pembanding TB. Terlebih dahulu dibuat senyawa standar,
dimana senyawa standar ini dibuat dengan tujuan sebagai suatu standar yang
digunakan dalam pembuatan kurva standar dimana akan diperoleh persamaan garis
regresinya untuk penentuan dari kadar senyawa yang terdapat pada sampel. Senyawa
standar yang digunakan adalah senyawa dari jenis amfetamin dan senyawa opiat,
kedua jenis senyawa ini digunakan karena merupakan target analit yang ingin
ditentukan dalam praktikum ini. Senyawa standar yang diperlukan masing-masing
konsentrasinya adalah 50 ng/µl yang dibuat dari konsentrasi senyawa standar yang
tersedia adalah 1000 ng/µl, maka larutan standar dengan konsentrasi 1000 ng/l
tersebut diencerkan terlebih dahulu menjadi konsentrasi 50 ng/l dengan cara 0,25 ml
larutan standar 1000 ng/l diencerkan dalam labu ukur 5 ml dengan menggunakan
methanol hingga tanda batas labu ukur, sehingga diperoleh larutan standar
pembanding 50 ng/l yang diinginkan.
Kemudian dibuat larutan standar pembanding TB, dimana senyawa
pembanding dibuat dengan tujuan untuk memastikan jenis senyawa yang terdapat
dalam sampel dengan membandingkan nilai hRFnya standar pembanding pada
pustaka. Larutan standar pembanding untuk sistem TB dibuat dari larutan teofilin,
papaverin, dekstrometorfan, dan bromheksin yang masing – masing larutan tersebut
berkonsentrasi 1 mg / ml kecuali larutan dektrometorfan yang memiliki konsentrasi 2
mg/ml. Oleh karenanya sebelum keempat larutan tersebut dicampurkan, larutan
dekstrometorfan harus diencerkan terlebih dahulu hingga diperoleh larutan standar
pembanding dekstrometorfan 1 ml /ml. Pengenceran larutan dekstrometorfan 2 mg /
ml dilakukan dengan memipet 2,5 ml larutan dektrometorfan 2 mg / ml dan
dimasukkan ke dalam labu ukur 5 ml kemudian ditepatkan hingga tanda batas dengan
methanol da dihomogenkan hingga diperoleh larutan Dektrometorfan 1 mg / ml.
Page 38
Pembuatan larutan standar pembanding untuk sistem TB dilakukan dengan
mencampurkan masing – masing 0,5 ml larutan teofilin 1 mg / ml, papaverin 1 mg /
ml, dektrometorfan 1 mg / ml, serta bromheksin 1 mg /ml dalam sebuah botol vial
dan kemudian dihomogenkan.
Proses tahapan terakhir persiapan kerja adalah penjenuhan chamber/benjana
kromatografi. Proses penjenuhan chamber sebaiknya dilakukan hampir bersamaan
dengan proses penotolan dimana untuk mencegah terjadinya kejenuhan chamber
terlebih dahulu namun proses penotolan belum diselesaikan. Proses penjenuhan
dilakukan hingga mencapai jarak rambat 10 cm. Hal ini bertujuan untuk menyamakan
tekanan dalam chamber sehingga proses pengembangan fase gerak dapat berlangsung
dengan efektif. Penjenuhan chamber dilakukan dengan menambahkan 10 ml larutan
metanol ke dalam chamber dan menempatkan kertas tissue di ujung atas chamber
sebagai indicator kejenuhannya. Penambahan kertas tissue/kertas saring berfungsi
agar penguapan yang terjadi dalam chamber dapat diketahui merata sehingga udara di
dalam chamber tetap jenuh pelarut. Namun indicator kejenuhan dengan kertas tissue
relative akan menghasilkan kejenuhan yang sama disetiap prosesnya maka sebaiknya
digunakan indicator waktu untuk penjenuhan yang sudah dibuktikan melalui suatu
penelitian yaitu selama 30 menit. Kondisi jenuh dalam chamber dengan uap pelarut
mencegah penguapan pelarut (Clark, 2007). Waktu penjenuhan chamber harus
diperhatikan agar chamber tidak lewat jenuh yang dapat memperlambat proses elusi
dan menghasilkan pemisahan yang kurang baik. Kemudian Chamber ditutup dengan
baik dan dijaga agar tidak mengalami pergeseran sehingga larutan pengembang TB di
dalamnya tidak menguap dan tidak mengganggu jalannya proses penjenuhan
chamber.
Proses penotolan sampel pada plat KLT dilakukan menggunakan penotol
linomart yang bersifat semi otomatis, dimana penotolan dilakukan terhadap larutan
standar, analit sampel yang sebelumnya telah direkonstitusi dengan methanol, serta
larutan standar pembanding sistem TB pada plat yang telah dicuci dan diaktivasi.
Dikatakan sebagai alat penotolan yang semi otomatis, karena pada proses aspirasi
Page 39
bahan uji ke dalam syringe linomart masih dilakukan secara manual oleh petugas
tetapi untuk proses penotolah bahan uji dilakukan secara otomatis oleh linomart itu
sendiri melalui proses setting komputerisasi yang sebelumnya telah dilakukan
sehingga petugas hanya perlu penempatan plat pada meja linomart. Karena plat yang
digunakan berukuran 10 X 10 cm dan jarak penotolan satu senyawa dengan senyawa
lainnya adalah 1 cm, maka pada plat tersebut akan terdapat 9 titik penotolan. Titik
penotolan 1 sampai 5 diisi dengan larutan standar, titik penotolan 6 sampai 8 diisi
dengan analit dari sampel, dan titik penotolan 9 diisi dengan larutan standar
pembanding untuk sistem TB. Pada titik penotolan 1 sampai 5, ditotolkan larutan
standar dengan konsentrasi yang berbeda – beda, yaitu 200 ng/l, 400 ng/l, 600
ng/l, 800 ng/l, dan 1000 ng/l. Sedangkan pada titik penotolan ke 6 diisi oleh
analit yang diperoleh melalui proses ekstraksi SPE dengan target sasaran analisis
Amfetamin, pada titik penotolan 7 diisi oleh analit yang diperoleh melalui proses
ekstraksi SPE dengan target sasaran analisis Opiat dan titik penotolan 8 diisi oleh
analit yang diperoleh melalui proses ekstraksi LLE dengan target sasaran analisis
Amfetamin dan Opiat. Masing – masing analit dari sampel tersebut ditotolkan
sebanyak 50 l. Dan pada titik penotolan 9 ditotolkan 2 l larutan standar
pembanding TB. Pada proses penotolan dilakukan perlu diperhatikan bahwa
penotolan sampel yang tidak tepat akan menyebabkan bercak yang menyebar ke
puncak ganda. Pelebaran bercak dapat mengganggu proses scanning dengan alat
spektrodensitometer karena memungkinkan terjadinya himpitan puncak.
Plat yang telah ditotolkan kemudian dielusi pada chamber yang telah
dijenuhkan. Chamber ditutup rapat dan volume fase gerak dibuat sedikit mungkin
namun dapat mengelusi lempeng sampai pada batas jarak pengembangan. Hal ini
bertujuan agar tidak terjadi kontaminasi dari kontaminan selama proses elusi. Plat
yang telah melalui proses elusi selanjutnya melalui proses pengeringan dengan oven
pada suhu 600C selama 10 menit yang bertujuan untuk menguapkan sisa pelarut yang
masih terdapat pada plat KLT sehingga tidak mengganggu proses scanning dengan
spektrofotodensitometer. Dalam proses pengeringan harus diperhatikan titik uap
Page 40
pelarut dan titik uap senyawa agar senyawa yang akan dideteksi tidak rusak serta agar
pelarut dapat dipisahkan dari senyawa dengan baik.
Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses pengelusian
ini,diantaranya:
a. Chamber diletakkan pada tempat yang datar dan bebas dari getaran agar
kejenuhan chamber stabil.
b. Proses pemasukan plat ke dalam chamber dilakukan secara cepat karena untuk
mempertahankan kejenuhan chamber.
c. Dipastikan posisi plat pada saat didalam chmaber dalam keadaan datar dan
sedikit dimiringkan sehingga hanya ujungnya yang tersandar pada dinding
chamber hal ini dilakukan dengan tujuan agar memudahkan dalam proses
pengambilan plat setelah proses elusi selesai dan agar meminimalkan plat
jatuh saat proses elusi.
Analit yang telah dielusikan pada plat KLT dapat secara langsung dilakukan
uji konfirmasi untuk memastikan jenis senyawa yang terkandung dalam analit dengan
menggunakan TLC Scanner (Spektrofotodensitometer). Setelah plat dielusi dengan
pengembang TB, kemudian hasil elusi ini dipindai dengan TLC scanner
(Spektrofotodensitometer).
Spektrofotodensitometer merupakan suatu instrumen yang dapat mengukur
intensitas radiasi yang direfleksikan dari permukaan lempeng ketika disinari dengan
lampu UV atau lampu sinar tampak. Solut-solut yang mampu menyerap sinar akan
dicatat sebagai puncak (peak) oleh pencatat (recorder). Instrument
spektrofotodensitometer terdiri dari sumber cahaya pada rentang panjang gelombang
200-800 nm yaitu lampu deuterium (rentang spectra 200-400 nm), lampu tungsten
(rentang spectra 400-800nm), slit atau celah, monokromator unutk memilih panjang
gelombang yang sesuai, system untuk memfokoskan sinar pada plat, filter
flourosensi, pengganda foton, dan rekorder.
Page 41
Spektrofotodensitometer dapat bekerja secara absorpsi atau flouresensi. Dan
yang sering digunakan adalah metode absorpsi dengan menggunakan sinar uv pada
panjang gelomabang 190-300 nm karena kebanyakan plat KLT menggunakan silica
gell yang bersifat opaque (tidak tembus cahaya). Prinsip kerja
spektrofotodensitometri berdasarkan interaksi antara radiasi elektromagnetik sinar uv-
vis dengan analit yang merupakan noda pada plat. Radiasi elektomagnetik yang
dating pada plat diabsorpsi oleh analit. Radiasi elektromagnetik yang diabsorpsi oleh
analit atau indicator plat dapat diemisikan berupa flourosensi dan fosforesensi.
Deteksi menggunakan spektrofotodensitometri ini dilakukan terhadap 9 titik
penotolan yang terdiri dari 5 titik standar amfetamin opiate, 1 titik penotolan sampel,
dan 1 titik penotolan satndar pembanding TB. Spektrofotodensitometer akan
mendeteksi masing-masing track penotolan dan masing-masing track ini akan
ditampilkan dalam bentuk kromatogram. Semakin tinggi bentuk kromatogram ini,
maka konsentrasi analit dalam sampel semakin. Dari kromatogram ini, akan dapat
diketahui nilai Area Under Curve (AUC) dan nilai Rf dari tiap senyawa yang
terkandung dalam noda, dimana Rf ini sangat khas untuk masing-masing senyawa.
Dan dari sinilah akan diketahui secara pasti jenis senyawa yang terdapat pada analit
dengan membandingkannya dengan nilai Rf dan bentuk peak pada pustaka untuk
berbagai jenis senyawa. berdasarkan kromatogram yang ditunjukkan pada
spektrofotodensitometer, didapatkan hasil pada masing-masing track sebagai berikut:
1. Track 1, Track 2, Tack 3, Track4, dan Track 5 (noda standar) : terdapat adanya
kandungan morfin. Hasil ini didapatkan dari nilai Rf yang ditunjukkan pada
kromatogram yaitu nilai Rf max 0,02 yang spesifik untuk morfin dan nilai Rf max
0,40 yang spesifik untuk MDMA. Selain itu, terdapat juga bromheksin dan
papaverin, yang kemungkinan adalah zat pengotor yang memiliki Rf yang mirip
dengan zat-zat tersebut.
2. Track 6 (noda sampel LLE) : dari hasil pendeteksian sampel, menunjukkan adanya
kandungan morfin dan MDMA berdasarkan nilai Rf max yang didapat yaitu 0,02
Page 42
yang spesifik untuk Morfin dan 0,038 dimana Rf ini mirip dengan MDMA. Selain
itu, ditemukan juga adanya zat yang diduga papaverin karena nilai Rf 0,17 yang
mirip dengan papaverin dan zat yang diduga bromheksin karena nilai Rfnya 0,88
yang mirip dengan broheksin.
3. Track 9 (noda standar pembanding TB) : pendeteksian standar pembanding TB
ini dilakukan untuk mengetahui nilai hRf dari standar pembanding yang
digunakan, dan nantinya akan dibandingkan dengan nilai hRfc yang ada pada
pustaka sehingga dapat diketahui secara pasti jenis senyawa pada analit. dari hasil
pendeteksian ini didapatkan zat-zat yang terkandung pada standar pembanding TB
antara lain papaverin, theophiline, dextrometorpan, dan bromheksin dengan nilai
Rf yang spesifik untuk masing-masing zat tersebut.
Uji konfirmasi dilakukan dengan nilai hRf analit senyawa standar dan
pustaka. Pada prakteknya nilai hRf bervariasi karena pengaruh factor lingkungan
seperti kejenuhan chamber, pH medium, suhu penguapan fase gerak dan plat, serta
kadar analit yang ditotolkan. Terdapat metode untuk mengurangi variasi hRf tersebut.
Yaitu menggunakan harga hRf terkoreksi (hRfc) yang relative konstan untuk masing-
masing senyawa pada tiap system TLC tertentu. Harga hRfc suatu analit dapat
dihitung dengan menggunakan metode korelasi polygonal. Metode ini membutuhkan
minimal 4 senyawa standar pembanding yang harga hRfc tersebar di antara harga
hRfc sampel. Penetuan harga hRfc pada sampel dilakukan dengan rumus berikut ini:
hRfc (X) = hRfc (C) + ∆ c∆
[Rf(X)-hRf(C) ,dimana
∆c = hRfc (D)-hRfc (C)
∆ = hRf(D)-hRf(C)
Kemudian, harga hRfc analit yang didapat dapat dibandingkan dengan
database harga hRfc dengan pelarut pengembang TB di pustaka sehingga diperoleh
kemungkinan senyawa yang sesuai. Dari hasil perhitungan yang dilakukan,diperoleh
hRfc senyawa morphine = 1,933 dan hRfc senyawa MDMA = 25 bila kedua hasil ini
dibandingkan dengan pustaka yang telah ada, hRfc senyawa morphine sangat jauh
Page 43
dari pustaka sedangkan hRfc senyawa MDMA mendekati dari pustaka.Namun untuk
analysis kualitatif ini juga dilakukan dengan mencocokan peak senyawa dimana peak
analit morphine pada sampel sama dengan pustaka sehingga dapat dikatakan analit
tersebut adalah morphine.
Dengan menggunakan spektrofotodensitometer ini juga dapat
dilakukan penentuan kadar senyawa yang ada pada sampel. Analisis kuantitatif dari
suatu senyawa yang telah dipisahkan dengan KLT biasanya dilakukan dengan
densitometer langsung pada lempeng KLT (atau secara in situ). Kadar dari sampel
dapat ditentukan dari perbandingan antara serapan sampel dan bakunya. Kadar dari
sampel dapat ditentukan dari perbandingan antara serapan sampel dan Standarnya.
Penetuan kadar sampel ini dilakukan dengan terlebih dahulu membuat kurva standar
dengan meihat nilai AUC yang diperoleh pada kromatogram sebagai nilai Y. Dari
kromatogram ini dapat dilihat nilai AUC untuk masing-masing konsentrasi standar
antara lain:
1. AUC Senyawa Morphinea. AUC Standar 1 (AUC 1m) = 928,0
b. AUC Standar 2 (AUC 2m) = 917,5
c. AUC Standar 3 (AUC 3m) = 1288,2
d. AUC Standar 4 (AUC 4m) = 1586,2
e. AUC Standar 5 (AUC 5m) = 674,1
2. AUC Senyawa MDMAa. AUC Standar 1 (AUC 1md) = 1010,2
b. AUC Standar 2 (AUC 2md) = 1225,0
c. AUC Standar 3 (AUC 3md) = 1331,5
d. AUC Standar 4 (AUC 4md) = 946,2
e. AUC Standar 5 (AUC 5md) = 238,2
Page 44
Dari nilai AUC ini kemudian dapat ditentukan masing-masing koefisien
korelasi dan persamaan garis regresinya. Namun pada saat pembuatan kurva
konsentrasi terhadap absorbansi terdapat penghilangan 2 titik yang mengganggu
kelinieritasn dari kurva sehingga hanya digunakan 3 titik konsentrasi untuk
menentukan kurva konsentrasi terhadap absorbansi masing-masing jenis senyawa
korelasi. Penghilangan konsentrasi ini juga dilakukan karena ada dugaan bahwa
terdapat beberapa kesalahan dari proses penotolan dan proses elusi sehingga tidak
sesuai dengan teori yang ada. Adapun koefien korelari yang diperoleh pada masing-
masing kurva adalah r senyawa morphine =0,9961 dan r senyawa MDMA=0.9655,
dari koedisien korelasi yang diperoleh ini dapat dikatahui bahwa kurva mendekati
kelinieran sangat bagus sehingga dapat digunakan dalam penentuan kadar dari
masing-masing senyawa. Selain itu juga digunakan persamaan regresi linier untuk
penentuan kadarnya yaitu senyawa morphine sebesar y = 1,6728 x + 260,92 dan
senyawa MDMA persamaan regresi liniernya sebesar y = 0,8033 x + 867,6.
Bila persamaan regresi linier telah diketahui, maka kadar morfin dalam
sampel dapat diketahui dengan memasukkan nilai AUC sampel pada persamaan
regresi linier. Dari perhitungan yang dilakukan, kemudian didapatkan kadar morfin
dalam sampel adalah sebesar 0,002917 mg/ml dan kadar MDMA dalam sampel
adalah sebesar 0,0183 mg/ml.
BAB V
PENUTUP
5.1 SIMPULAN
1. Preparasi sampel untuk uji konfirmasi dan pemisahan obat-obatan golongan
amfetamin dan opiate dalam sampel urine dapat dilakukan dengan metode
Page 45
ekstraksi cair-cair dan SPE.
2. Proses persiapan kerja dalam proses elusi yaitu penyiapan fase diam, penyiapan
larutan pengembang TB, penjenuhan benjana kromatografi dan pembuatan larutan
pembanding
3. Prinsip pemisahan KLT adalah Suatu campuran zat dapat dipisahkan dengan
teknik KLT berdasarkan afinitas masing-masing komponen terhadap fase gerak
dan fase diamnya.
4. Prinsip kerja spektrofotodensitometri berdasarkan interaksi antara radiasi
elektromagnetik sinar uv- vis dengan analit yang merupakan noda pada plat.
Radiasi elektomagnetik yang dating pada plat diabsorpsi oleh analit. Radiasi
elektromagnetik yang diabsorpsi oleh analit atau indicator plat dapat diemisikan
berupa flourosensi dan fosforesensi.
5. Dari hasil uji konfirmasi dengan metode KLT-Spektrofotodensitometri terhadap
sampel urine yang diperiksa dapat ditentukan bahwa jenis senyawa yang ada
dalam sampel urine adalah Morfin (golongan opiate) dengan kadar sebesar
0,002917 mg/ml dan kadar MDMA dalam sampel adalah sebesar 0,0183 mg/ml.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. Pemeriksaan Laboratorium Narkotika dan Psikotropika.
http://ndiel2.wordpress.com/2011/11/08/pemeriksaan-lab-napza-narkotika-
psikotropika-dan-zat-adiktif-lain/. Diakses tanggal 13 Mei 2013
Page 46
Anonim. 2012. Opioid dan Ketergantungan.
http://indoanesthesia.wordpress.com/2012/07/04/opioid-dan-
ketergantungan/ Diakses tanggal: 16 Mei 2013
BNN. 2008. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Narkotika, Psikotropik, dan
Obat Berbahaya. Jakarta : BNN.
Rahayu. 2011. Ekstraksi.
http://alchemistviolet.blogspot.com/2011/02/ekstraksi.html. diakses
tanggal: 13 Mei 2013
Sora. 2010. Amfetamin http://rillsora.blogspot.com/2010/03/amfetamin.html
Diakses : 14 Mei 2013
Wirasuta. 2008. Analisis Toksikologi Forensik Dan Interpretasi Temuan Analisis.
Jakarta: Indonesian Journal of Legal and Forensic Sciences
Wirasuta. 2012. Tugas Dugaan Pemerkosaan Menggunakan Obat. http://gelgel-
wirasuta.blogspot.com/2012/06/dugaan-perkosaan-menggunakan-obat-
tugas.html. diakses tanggal: 13 Mei 2013
Wirasuta,dkk. 2013. Penuntun Praktikum Toksikologi D3 Analis Kesehatan
Tahun Ajaran 2012/2013. Badung: Jurusan Farmasi Fakulras Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana