PENETAPAN KADAR DENGAN KLT-SPEKTRODENSITOMETRI
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS
PENETAPAN KADAR PARACETAMOL DENGAN KLT-SPEKTRODENSITOMETRI
Oleh :
Kelompok 4
Golongan INi Nengah Sri Wahyuni
(0908505018)
I Dw. Ag. Diah Yuniartha Dewi(0908505019)
Luh Gede Evy Windarini
(0908505020)
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANABUKIT JIMBARAN2011
PENETAPAN KADAR PRACETAMOL
DENGAN METODE KLT-SPEKTRODENSITOMETRI
I. Tujuan1. Memahami metode penetapan kadar zat aktif pada
sediaan paracetamol dengan KLT-Spektrofotodensitometer.II. Dasar
TeoriSuatu campuran zat dapat dipisahkan dengan teknik KLT
berdasarkan perbedaan afinitas masing-masing komponen terhadap fase
gerak dan fase diamnya. Komponen yang telah terpisah, besar
serapannya dapat diukur dengan spektrofotodensitometer. Kadar dari
sampel dapat ditentukan dari perbandingan antara serapan sampel dan
bakunya (Susanti, 2011). A. ParacetamolParacetamol memiliki nama
lain Acetaminophen atau N-Acetylpaminophenol
N-(4-Hydroxyphenyl)acetamide. Berat molekulnya 151,2. Berupa
kristal putih atau terdiri dari serbuk kristal. Titik didihnya
dalam air berkisar antara 169.0 sampai 170.5. Paracetamol sedikit
larut dalam air dingin, sangat larut dalam air panas, larut dalam
etanol, metanol, dimetilformamide, etilene diklorida, aseton, dan
etil asetat; sedikit larut dalam eter dan kloroform; serta tidak
larut dalam petrolium eter, pentane dan benzene.
Gambar 1 : Struktur paracetamolLarutan asam encer245 (A11=668a);
Larutan basa encer257nm (A11=715a)
(Anonim, 2005).
Paracetamol mengandung tidak kurang dari 98,0 % dan tidak lebih
dari 101,0% C8H9NO2, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.
Serbuknya hablur atau serbuk hablur putih; tidak berbau; rasa
sedikit pahit. Kelarutannya larut dalam 70 bagian air, dalam 7
bagian etanol (95%)P, dalam 13 bagian aseton P, dalam 40 bagian
gliserol P dan dalam 9 bagian propilenglikol P; larut dalam larutan
alkali hidroksida (Depkes RI, 1979). Paracetamol memenuhi uji
Identifikasi secara Kromatografi Lapis Tipis dengan menggunakan 1
mg per ml dalam methanol P dan fase gerak diklorometana P- methanol
(4:1) (Depkes RI, 1995).B. Kromatografi Lapis Tipis
(KLT)Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dikembangkan oleh Izmailoff dan
Schraiber pada tahun 1938. KLT merupakan bentuk kromatrografi
planar , selain kromatograi kertas dan elektroforesis. Berbeda
dengan kromatografi kolom yang mana fase diamnnya diisikan atau
dikemas didalamnya, pada kromatografi lapis tipis, fase diammnya
berupa lapisan yang seragam (uniform) pada permukaan bidang datar
yang didukung oleh lempeng kaca, Pelat aluminium, atau pelat
plastik (Gandjar dan Rohman, 2007)Kromatografi lapis tipis (KLT)
adalah suatu metode pemisahan campuran analit dengan mengelusinya
melalui fase diam yang datar pada plat penyangga. Dalam KLT, fase
gerak ini berupa cairan. Pemisahan akan terjadi jika salah satu
komponen dari campuran diadsorpsi lebih kuat dari komponen yang
lainnya. Karena adsorpsi merupakan fenomena permukaan, maka derajat
pemisahan dipengaruhi oleh luas permukaan yang ada atau secara
tidak langsung dipengaruhi oleh ukuran partikel fase diam
(adsorben) Walaupun demikian koefisien distribusi/partisi senyawa
antara kedua fase dalam sistem merupakan faktor kunci setiap bentuk
kromatogram (Widjaja dkk., 2008).
(Widjaja dkk., 2008).Pemisahan pada kromatografi lapis tipis
yang optimal akan diperoleh hanya jika menotolkan sampel dengan
ukuran bercak sekecil dan sesempit mungkin. Sebagaimana dalam
prosedur kromatografi yang lain, jika sampel yang digunakan terlalu
banyak akan menurunkan resolusi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
penotolan sampel secara otomatis lebih dipilih daripada penotolan
secara manual terutama jika sampel yang akan ditotolkan lebih dari
15l. Penotolan sampel yang tidak tepat akan menyebabkan bercak yang
menyebar ke puncak ganda. Pelebaran bercak dapat mengganggu proses
scanning dengan spektrodensitometri karena memungkinkan terjadinya
himpitan puncak (Kusmardiyani dan Nawawi, 1992).
Untuk memperoleh reprodusibilitas, volume sampel yang ditotolkan
paling sedikit 0,5 l. Jika volume sampel yang akan ditotolkan lebih
besar dari 2-10 l maka penotolan harus dilakukan secara bertahap
dengan dilakukan pengeringan antar totolan. Bila sampel telah
ditotolkan maka tahap selanjutnya adalah mengembangkan sampel
tersebut ke dalam bejana kromatografi yang sebelumnya telah
dijenuhi dengan uap fase gerak. Untuk melakukan penjenuhan fase
gerak, biasanya bejana dilapisi dengan kertas saring. Jika fase
gerak telah mencapai ujung kertas saring, maka dapat dikatakan
bahwa fase gerak telah jenuh. Selama proses elusi, bejana
kromatografi harus ditutup rapat, misalkan dengan lembar aluminium
dan sebagainya. Kemudian tepi bagian bawah lempeng lapis tipis yang
telah ditotoli sampel dicelupkan ke dalam fase gerak kurang lebih
0,5-1 cm. Tinggi fase gerak dalam bejana harus di bawah lempeng
yang telah berisi totolan sampel. Setelah plat KLT dicelupkan ke
dalam bejana, kemudian dilakukan pengembangan . Ada beberapa teknik
untuk melakukan pengembangan dalam KLT yaitu pengembangan menaik
(ascending), pengembangan menurun (descending), melingkar, dan
mendatar. Meskipun demikian, cara pengembangan menaik merupakan
cara yang paling populer dibandingkan dengan cara yang lain
(Gandjar dan Rohman, 2007).Setelah proses pengembangan mencapai
batas akhir lintasan, plat KLT lalu dikeringkan pada temperatur
yang sesuai dengan titik didih pelarut yang digunakan. Tujuan dari
aktivasi tersebut adalah untuk menguapkan metanol dan amonia yang
digunakan sebagai larutan pengelusi agar tidak mengganggu analisis
saat di-scanning dengan spektrofotodensitometri (Kusmardiyani dan
Nawawi, 1992).
Gambar 2 : Kromatografi lapis tipisKarena pelarut bergerak
lambat pada lempengan, komponen-komponen yang berbeda dari campuran
pewarna akan bergerak pada kecepatan yang berbeda dan akan tampak
sebagai perbedaan bercak warna.
Gambar 3 : menunjukan Lempengan setalah pelarut bergerak
setengah dari lempengan.
Pelarut dapat mencapai sampai pada bagian atas dari lempengan.
Ini akan memberikan pemisahan maksimal dari komponen-komponen yang
berwarna untuk kombinasi tertentu dari pelarut dan fase diam.
(Clark, 2007)
Parameter migrasi analitik pada KLT dinyatakan dengan Rf (waktu
tambat). Rf (waktu tambat) adalah waktu yang diperlukan untuk
mengelusi maksimum suatu sampel dihitung dari titik awal penotolan.
Oleh karena itu bilangan Rf selalu lebih kecil dari 1. Waktu tambat
dapat dihitung dengan rumus:
Fase diam pada KLT adalah adsorben dengan partikel halus yang
dilapiskan pada lempeng penyangga kaca, logam, atau plastik.
Adsorben yang dapat digunakan diklasifikasi berdasarkan sifat kimia
atau daya ikatannya (Widjaja dkk., 2008). Fase diam yang digunakan
dalam KLT merupakan penjerap berukuran kecil dengan diameter
partikel antara 10-30m. Semakin kecil ukuran rata-rata partikel
fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin
baik kinerja KLT dalam hal efisiensi dan resolusinya (Gandjar dan
Rohman, 2007).
Untuk fase diam yang non polar (sistem fase balik) biasanya
digunakan fase gerak larutan berair, metanol, asetonil, dan
isopropanol. Pemilihan fase gerak sangat bergantung pada jenis
pemisahan yang hendak dicapai. Secara umum pemilihan fase gerak
harus dihindari menggunakan pelarut yang berbahaya atau beracun.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan pelarut
adalah:
a. Pelarut harus tidak toksik agar tidak menyebabkan masalah
kesehatan baik jangka pendek maupun panjang
b. Tidak mudah meledak pada kondisi normalc. Tidak reaktif atau
beraksi secara kimia dengan analit atau fase diamd. Tidak
memberikan masalah pada pembuangan (ramah lingkungan)
(Widjaja dkk., 2008)Fase gerak ialah medium angkut dan terdiri
atas satu atau beberapa pelarut. Fase gerak bergerak di dalam fase
diam, yaitu suatu lapisan berpori, karena ada gaya kapiler. Yang
digunakan hanyalah pelarut bertingkat mutu analitik dan bila perlu,
sistem pelarut miltikomponen ini harus berupa suatu campuran
sesederhana mungkin yang terdiri atas maksimum tiga komponen. Angka
banding campuran dinyatakan dalam bagian volum sedemikian rupa
sehingga volume total 100, misalnya benzen-kloroform-asam asetat
96% (50:40:10) (Stahl, 1985).
Sistem pelarut yang paling sederhana ialah campuran dua pelarut
organik karena daya elusi campuran kedua pelarut ini dapat diatur
sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal
atau sempurna. Berikut ini adalah beberapa petunjuk dalam memilih
dan mengoptimasi fase gerak:
1. Fase gerak harus memiliki kemurnian yang sangat tinggi karena
KLT merupakan teknik yang sensitif
2. Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga
harga Rf terletak antara 0,2 sampai 0,8 untuk memaksimalkan
pemisahan3. Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar
seperti silika gel, polaritas fase gerak akan menentukan kecepatan
migrasi solut yang berarti juga menentukan nilai Rf. Penambahan
pelarut yang bersifat sedikit polar seperti dietil eter kedalam
pelarut non polar seperti metil benzen akan meningkatkan harga Rf
secara signifikan4. Solut-solut ionik dan solut-solut polar lebih
baik digunakan campuran pelarut sebagai fase geraknya, seperti
campuran air dan metanol dengan perbandingan tertentu. Penambahan
sedikit asam etanoat atau amonia masing-masing akan meningkatkan
solut-solut yang bersifat basa dan asam
(Gandjar dan Rohman, 2007).Paracetamol merupakan senyawa yang
bersifat basa sehingga sebelum penotolan diperlukan aktivasi fase
diam silika dengan cara plat KLT disemprot dengan larutan KOH dalam
methanol. Perlakuan ini bertujuan untuk memperoleh kromatogram
senyawa dalam bentuk basa bebasnya daripada dalam bentuk garamnya.
Garam-garam amina akan bergerak sangat lambat dalam fase gerak
pelarut organik karena senyawa-senyawa basa cenderung berinteraksi
secara kuat dengan gugus silanol yang ada di fase diam sehingga
jika ada KOH dalam fase diam akan menekan interaksi ini. Fase gerak
yang digunakan untuk jenis ini biasanya mengandung komponen yang
bersifat basa (Gandjar dan Rohman, 2007). Aktivasi plat KLT
bertujuan untuk menghilangkan pengotor dan air yang masih terdapat
dalam plat KLT (Kusmardiyani dan Nawawi, 1992).
Ada 2 cara yang digunakan untuk analisis kuantitatif dengan KLT.
Pertama, bercak diukur langsung pada lempeng dengan menggunakan
ukuran luas atau dengan teknik densitometri. Cara kedua adalah
dengan mengerok bercak lalu menetapkan kadar senyawa yang terdapat
dalam bercak tersebut dengan metode analisis yang lain, misalkan
dengan metode spektrofotometri. Pada cara pertama tidak terjadi
kesalahan yang disebabkan oleh pemindahan bercak atau kesalahan
ekstraksi, sementara pada cara kedua sangat mungkin terjadi
kesalahan pengambilan atau karena ekstraksi (Gandjar dan Rohman,
2007).C. Spektrodensitometri
Analisis kuantitatif dari suatu senyawa yang telah dipisahkan
dengan KLT biasanya dilakukan dengan densitometer langsung pada
lempeng KLT (atau secara in situ). Densitometer dapat bekerja
secara serapan atau fluoresensi. Kebanyakan densitometer mempunyai
sumber cahaya, monokromator untuk memilih panjang gelombang yang
cocok, sistem untuk memfokuskan sinar pada lempeng, pengganda
foton, dan recorder. (Gandjar dan Rohman, 2007). Semua densitometer
pemayar mempunyai rancang bangun tertentu, yang meliputi sumber
cahaya, perangkat pemilih panjang gelombang, sistem pengumpul dan
pemusat cahaya, serta detektor. Selain itu diperlukan mekanisme
gerak lempeng di bawah cahaya terpusat untuk memayar lempeng. Dalam
hal ini pemilihan panjang gelombang adalah monokromator (MK) dan
perangkat indera adalah tabung photomultiplier (PM) (Munson,
1991).Pada cara pantulan, yang diukur adalah sinar yang
dipantulkan, yang dapat menggunakan sinar tampak maupun
ultraviolet. Sementara itu, cara transmisi dilakukan dengan
menyinari bercak dari satu sisi dan mengukur sinar yang diteruskan
pada sisi lain. Gangguan utama pada sistem serapan adalah fluktuasi
latar belakang (background) yang dapat dikurangi dengan beberapa
cara, misalnya dengan menggunakan alat berkas ganda, sistem
transmisi dan pantulan secara bersamaan, atau dengan sistem 2
panjang gelombang. Kurva baku dibuat untuk setiap lempeng dan kadar
senyawa dihitung seperti pada metode instrumental yang lain.
Presisi penetapan termasuk penotolan cuplikan, pengembangan
kromatogram, dan pengukuran adalah 2-5% .Sistem fluoresensi
biasanya lebih disenangi jika senyawa itu dapat dibuat
berfluoresensi. Batas deteksi sistem ini lebih rendah dan
kelinieran respon dan selektifitasnya lebih tinggi. Gangguan
fluktuasi latar belakang juga lebih rendah. Bercak yang diukur
dengan sistem fluoresensi, serapan ultraviolet, atau sinar tampak
dapat ditetapkan lebih teliti daripada bercak yang disemprot dengan
pereaksi warna. Faktor keseragaman pada penyemprotan merupakan hal
yang sangat menentukan (Gandjar dan Rohman, 2007).Dasar teori
terapan densitometri dalam analisis kuantitatif lempeng lapisan
tipis adalah persamaan Kubelka dan Munk. Bentuk persamaan
Kubelka-Munk dapat dinyatakan :
Keterangan :
R = cahaya terpantul pada permukaan lempeng = koefisien serapan
terokanC = kadar terokan dan
S = koefisien hambur lempeng
Persamaan ini meramalkan ketidaklurusan yang sering teramati
pada pengukuran pantul. Tetapi persamaan ini dapat diluruskan
dengan pendekatan seperti menggambarkan (luas puncak)2 versus kadar
atau log luas puncak versus log kadar (Munson, 1991).D. Penetapan
Kadar
Kadar dari sampel dapat ditentukan dari perbandingan antara
serapan sampel dan bakunya. Untuk penentuan kadar, yang ditetapkan
adalah absorpsi maksimum kurva absorpsi. Jika absorpsi ini untuk
penentuan kadar adalah sangat rendah atau senyawa mula-mula
mengabsorpsi di bawah 220 nm, maka seringkali senyawa diubah dulu
menjadi suatu zat warna melalui reaksi kimia, dan absorpsi
ditentukan dalam daerah sinar tampak (kolorimetri) (Roth dan
Blaschke, 1988).Berikut ini adalah contoh penyelesaiannya :
1. Menggunakan Hukum Lambert Beer
Keterangan : A adalah daya serap, adalah daya serap molar (dalam
mole cm-1) ; c adalah kadar (dalam mole liter-1) dan d adalah
panjang jalur (dalam cm).
Persamaan di atas berlaku menyeluruh sebagai dasar pokok
analisis kuantitatif dengan spektroskopi serapan. Suatu cara
sederhana untuk mengkuantitasi suatu bahan penyerap ialah dengan
mengukur daya serapnya pada panjang gelombang tertentu dan
menyubstitusikan A, dan d ke persamaan di atas untuk mendapatkan c
(Munson, 1991).
2. Menggunakan Kurva Kalibrasi.Bila tidak diketahui dan terokan
murni analit tersedia, kurva kalibrasi dapat dibuat (daya serap
terhadap kadar). Lereng kurva tersebut adalah d dan bila d
diketahui maka dapat dihitung. Terokan tunggal yang diketahui
kadarnya dapat digunakan untuk menentukan , tetapi hal ini kurang
handal daripada penggunaan lereng kurva kalibrasi. Selain itu kadar
terokan yang tak diketahui dapat dibaca langsung dari kurva
kalibrasi dengan mencari daya serap yang tak diketahui pada kurva
dan menarik garis tegak lurus ke bawah pada sumbu kadar. Metode ini
sangat bermanfaat terutama jika nyata terlihat adanya penyimpangan
terhadap hukum Beer (ketaklurusan) (Munson, 1991).III. Alat dan
Bahan
Alat: Pipet kapiler
Chamber
Alat pemanas
Spektrofotodensitometer CAMAG TLC-Scaner Oven Plat KLT silica GF
254 Penotol nanomat Lampu UVBahan:
Larutan sampel Larutan baku pembanding (paracetamol 100, 200,
400, 800, 1600 ng) Fase gerak (metanol)
Fase diam (silika gel)
IV. Cara Kerja1. Disiapkan larutan baku dan sampel (sediaan
paracetamol). 2. Plat dipotong dengan panjang 8 cm x 10 cm.3. Plat
dicuci dengan metanol sebanyak 10 ml dan kertas saring untuk
menyerap kotaoran dari plat.4. Plat diaktivasi selam 30 menit
dengan suhu 1200 C.5. Chamber dijenuhkan dengan fase gerak.6.
Larutan sampel, larutan baku dan larutan blanko ditotolkan pada
plat dengan penotol linomat dengan jarak tiap 1 cm tiap
penotolan.7. Plat yang sudah ditotolkan dielusikan dalam chamber
dengan jarak pengembangan 8 cm. 8. Plat diangkat dan dikeringkan
pada oven dengan suhu 80 oC selama 15 menit.9. Plat discanning
dengan CAMAG TLC-SCANNER pada = 248 nm.10. Ditentukan serapan
masing-masing komponen pada panjang gelombang tertentu dengan
spektrodensitometer.V. Hasil dan Perhitungan
Diketahui:
1. Larutan baku
Konsentrasi larutan baku 1 ( C1 ) = 100 ng
Konsentrasi larutan baku 2 ( C2 ) = 200 ng
Konsentrasi larutan baku 3 ( C3 ) = 400 ng
Konsentrasi larutan baku 4 ( C4 ) = 800 ng
Konsentrasi larutan baku 5 ( C5 ) = 1600 ng
AUC larutan baku 1 ( AUC1 )= 864,2AUC larutan baku 2 ( AUC2 ) =
1110,5AUC larutan baku 3 ( AUC3 ) = 1573,0AUC larutan baku 4 ( AUC4
) = 3098,0AUC larutan baku 5 ( AUC5 ) = 4912,52. Larutan sampel
AUC larutan sampel ( AUCs ) = 4464,2
Ditanya:
a.Kurva kalibrasi larutan baku = ?
b.Persamaan regresi linier antara konsentrasi dan AUC =?
c.Konsentrasi sampel ( Cs ) =?
Jawab:a. Kurva kalibrasi larutan baku
b. Persamaan regresi linier antara konsentrasi dan AUC
Persamaan ini diperoleh melalui perhitungan dengan menggunakan
kalkulator scientific Casio fx-570 MS. Jika konsentrasi (C) adalah
x dan Area Under Curve ( AUC ) adalah y maka diperoleh persamaan
regresi linier larutan baku parasetamol yaitu:
y = 2,762x + 599,125 dengan r = 0.995.c. Konsentrasi sampely=
2,762x + 599,125AUCs= 2,762x + 599,1254464,2= 2,762x +
599,1254464,2 599,125= 2,762x
2,762x = 3865,075x= x = 1399,375 ngVI. Pembahasan
Percobaan kali ini bertujuan untuk memahami metode penetapan
kadar zat aktif pada sediaan paracetamol secara kuantitatif dengan
KLT-spektrofotodensitometer. Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah
suatu metode pemisahan campuran analit dengan mengelusinya melalui
fase diam yang datar pada plat penyangga. Suatu campuran zat dapat
dipisahkan dengan teknik KLT berdasarkan perbedaan afinitas
masing-masing komponen terhadap fase gerak dan fase diamnya.
Komponen yang telah terpisah, besar serapannya dapat diukur dengan
spektrofotodensitometer. Kadar dari sampel dapat ditentukan dari
perbandingan antara serapan sampel dan bakunya (Susanti, dkk.
2009). Ada 2 cara digunakan untuk analisis kuantitatif dengan KLT.
Pertama, bercak diukur langsung pada lempeng dengan menggunakan
ukuran luas atau dengan teknik densitometri. Cara kedua adalah
dengan mengerok bercak lalu menetapkan kadar senyawa yang terdapat
dalam bercak tersebut dengan metode analisis yang lain, misalkan
dengan metode spektrofotometri. (Gandjar dan Rohman, 2007). Pada
praktikum kali ini yang dilakukan adalah pengukuran langsung
menggunakan spektrofotodensitometer.
Penentuan kadar paracetamol ini diawali dengan pengukuran
absorbansi larutan paracetamol yang telah diketahui kadarnya pada
panjang gelombang yang sama. Jika absorbansi suatu seri larutan
diukur pada panjang gelombang, suhu, kondisi pelarut yang sama, dan
absorbansi masing-masing larutan diplotkan terhadap konsentrasinya
maka suatu garis lurus akan teramati sesuai dengan persamaan A= bc.
Pada percobaan ini, hal yang dilakukan adalah pemisahan dengan KLT
dan pembacaan hasil pemisahan dengan proses scanning dengan CAMAG
TLC-SCANNER.
Dalam percobaan ini, fase diam yang digunakan adalah silica gel
GF 254 nm berukuran 8 x 10 cm. Sedangkan, fase geraknya berupa
metanol. Metanol merupakan senyawa semipolar karena memiliki gugus
OH yang bersifat polar dan gugus CH3 yang bersifat non polar. Oleh
sebab itu metanol digunakan sebagai fase gerak untuk pemisahan
senyawa yang menggunakan silika gel yang bersifat polar sebagai
fase diam.Selain itu pula, analit yang digunakan dalam percobaan
ini adalah paracetamol dimana paracetamol larut dalam 70 bagian air
( sukar larut) sehingga paracetamol bersifat non polar.(Depkes RI,
1995). Penggunaan pelarut metanol yang bersifat semi polar
diharapkan agar proses pengelusian tidak berlangsung cepat ataupun
tidak berlangsung lambat. Proses pengelusian yang terlalu cepat
ataupun lambat juga tidak baik untuk hasil pemisahan
nantinya.Sebelum digunakan, plat KLT dicuci terlebih dahulu dengan
cara dielusi dengan metanol untuk menghilangkan pengotornya. Pada
ujung plat KLT diletakkan kertas tissue yang berfungsi untuk
menyerap fase gerak apabila telah terelusi melewati plat sehingga
pengotor yang telah larut pada metanol langsung dapat diserap dan
tidak terjadi elusi balik. Setelah elusi selesai, dilakukan
aktivasi plat KLT dengan cara dikeringkan pada oven dengan suhu
1200C selama 30 menit. Aktivasi ini bertujuan untuk menghilangkan
sisa air yang terdapat fase diam dan juga untuk memindahkan
pengotor agar berada pada ujung plat KLT sehingga tidak mengganggu
proses pemisahan (Kusmardiyani dan Nawawi, 1992). Digunakan suhu
1200C dikarenakan air memiliki titik didih 1000C, sehingga dengan
cepat air dapat menguap. Setelah aktivasi selesai kemudian
dilakukan penjenuhan chamber. Penjenuhan chamber berfungsi untuk
meratakan tekanan uap eluen dalam chamber sehingga jumlah lempeng
teoritis meningkat dan pengelusian dapat seragam kecepatannya dan
untuk mengoptimalkan proses pengembangan fase gerak. Penjenuhan
chamber dilakukan dengan menambahkan fase geraknya yaitu metanol ke
dalam chamber dan meletakkan kertas saring pada chamber. Penambahan
kertas saring berfungsi agar penguapan yang terjadi dalam chamber
merata sehingga udara di dalam chamber tetap jenuh pelarut
(Kusmardiyani dan Nawawi, 1992). Selama proses penjenuhan, chamber
harus ditutup dengan baik, kemudian didiamkan selama 30 menit dan
dijaga agar tidak mengalami pergeseran untuk mencegah terjadinya
ketidakjenuhan pelarut. Kondisi jenuh dalam chamber dengan uap
pelarut mencegah penguapan pelarut (Clark, 2007). Waktu penjenuhan
chamber harus diperhatikan agar chamber tidak lewat jenuh yang
dapat memperlambat proses elusi dan menghasilkan pemisahan yang
kurang baik. Setelah itu dilakukan penotolan sampel pada plat KLT
dengan penotol linomat dengan jarak tiap 1 cm tiap penotolan.
Sampel yang ditotolkan harus memiliki ukuran bercak sekecil dan
sesempit mungkin karena jika sampel yang digunakan terlalu banyak
akan menurunkan resolusi. Selain itu, penotolan sampel yang tidak
tepat akan menyebabkan bercak yang menyebar ke puncak ganda.
Pelebaran bercak dapat mengganggu proses scanning dengan
spektrodensitometri karena memungkinkan terjadinya himpitan puncak
(Kusmardiyani dan Nawawi, 1992). Selain itu, apabila konsentrasi
senyawa pada plat sangat tinggi adalah maka ketika discanning
dengan TLAC-CAMAG SCANNER sinar yang mengenai sampel akan
diabsorbsi oleh lapisan pertama larutan dan hanya sedikit radiasi
yang diserap oleh bagian lain sampel pada jarak yang lebih jauh
sehingga fluoresensi sampel yang berkonsentrasi tinggi ini tidak
seragam dan tidak proporsional dengan konsentrasi senyawa ( Gandjar
dan Rohman, 2007). Setelah dilakukan penotolan sampel, plat yang
telah ditotolkan lalu dielusikan pada chamber yang telah
dijenuhkan. Volume fase gerak dibuat sedikit mungkin namun dapat
mengelusi lempeng sampai pada batas jarak pengembangan. Hal ini
bertujuan agar tidak terjadi kontaminasi dari kontaminan selama
proses elusi/pengembangan (Gandjar dan Rohman, 2009).
Setelah proses pengelusian plat selesai, plat dikeringkan pada
oven dengan suhu 800C selama 10 menit. Pengeringan ini bertujuan
untuk menguapkan sisa pelarut yang masih terdapat pada plat KLT
sehingga tidak mengganggu proses scanning dengan
spektrofotodensitometer. Suhu yang digunakan disesuaikan dengan
suhu pelarutnya yaitu metanol.elanjutnya dilakukan scanning pada
permukaan lempeng dengan spektrofotodensitometer.
Spektrofotodensitometer merupakan suatu instrumen yang dapat
mengukur intensitas radiasi yang direfleksikan dari permukaan
lempeng ketika disinari dengan lampu UV atau lampu sinar tampak.
Solut-solut yang mampu menyerap sinar akan dicatat sebagai puncak
(peak) dan pencatat (recorder).
Dengan spektrofotodensitometer diperoleh konsentrasi zat aktif
dari sampel paracetamol berdasarkan sifat absorpsi yang dimiliki
oleh paracetamol. Paracetamol mampu berabsorbansi karena
paracetamol terdiri dari inti cincin benzena, satu grup hidroksil,
dan atom nitrogen dari grup amida pada posisi para. Hal ini
menyebabkan konjugasi yang luas pada gugus-gugus yang terdapat pada
paracetamol (Rusdiana dkk., tt). Intensitas absorbansi berbanding
langsung dengan absorpvitas molar, oleh karena itu pada analisis
fluorometri disarankan penggunaan panjang gelombang yang memberikan
absorpsi maksimal (Gandjar dan Rohman, 2009).
Gambar. Spektrum absorbansi larutan baku paracetamol
Dari praktikum yang dilakukan, diperoleh hasil yang berbeda
antara panjang gelombang maksimum pada percobaan dan literature.
Pada literatur menyebutkan bahwa dalam larutan asam encer,
parasetamol menunjukkan absorbansi maksimum pada 245 nm (Anonim,
2005). Sedangkan, pada praktikum diperoleh panjang gelombang
maksimum paracetamol adalah 248 nm, yang terlihat pada spektrum.
Perbedaan ini mungkin disebabkan karena perbedaan kondisi larutan
paracetamol yang digunakan pada praktikum dan saat penetapan
panjang gelombang maksimum pada literatur. Selain itu penyimpanan
larutan paracetamol juga berpengaruh pada hasil yang diperoleh
praktikan. Setelah diperoleh kurva baku paracetamol kemudian
dilakukan pengukuran absorbansi sampel paracetamol.
Berikut ini merupakan spektrum absorbansi dari sampel
paracetamol:
Gambar. Spektrum absorbansi larutan sampel paracetamolDengan
membandingkan kedua kurva di atas , terlihat bahwa kurva yang
terbentuk pada sampel hampir sama dengan kurva baku paracetamol
sehingga dapat dipastikan bahwa senyawa yang dibaca absorbansinya
adalah memang benar paracetamol. Dari kurva baku yang
dihasilkan,selanjutnya dibandingkan dengan membaca absorbansi
paracetamol pada berbagai konsentrasi. Setelah itu, kurva
absorbansi dicari persamaan garisnya dengan menggunakan regresi
linier. Dari hasil perhitungan didapatkan persamaan regresi sebagai
berikut:
Dimana, y adalah nilai AUC dan x adalah konsentrasi paracetamol.
Persamaan ini diperoleh melalui perhitungan dengan menggunakan
kalkulator scientific Casio fx-570 MS. Kadar dari sampel
paracetamol ditentukan dari perbandingan antara serapan sampel dan
bakunya. Dari hasil perhitungan diperoleh kadar sampel paracetamol
yaitu 1399,375 ng .VII. Kesimpulan
Kadar sampel paracetamol yang ditentukan dengan metode
KLT-spektrofotodensitometri sebesar 1399,375 ng.DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2005. Clarkes Analysis of Drug and Poison. London:
Pharmaceutical PressClark, Jim. 2007. Kromatografi Lapis Tipis.
(cited 18 Maret
2011)http://greenhati.blogspot.com/2009/01/kromatografi-lapis-tipis.htmlDepkes
RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Direktorat
Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.Depkes RI. 1995. Farmakope
Indonesia Edisi Keempat. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan
Obat dan Makanan.Gandjar, Ibnu Gholib dan Abdul Rohman. 2007. Kimia
Analisis Farmasi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Kusmardiyani, S. dan A. Nawawi. 1992. Kimia Bahan Alam. Jakarta:
Universitas Bidang Ilmu Hayati.Munson, J.W. 1991. Analisis Farmasi
Metode Modern. Surabaya: Airlangga University Press. Roth, H. J.
dan G. Blaschke. 1988. Analisis Farmasi. Yogyakarta: UGM Press.
Rusdiana T., F. Sjuib, dan S. Asyarie. tt. Interaksi
Paracetamol, (cited 25 March, 2011).Available from:
http://www.chem-is-try.org/paracetamol.pdf
Stahl E. 1985. Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi.
Bandung: Penerbit ITB.
Susanti, dkk, Petunjuk Praktikum Kimia Analisis. Jimbaran :
Jurusan Farmasi FMIPA Universitas Udayana.Widjaja, I N.K., K.W.
Astuti, N.M.P. Susanti, dan I M.A.G. Wirasuta. 2008. Buku Ajar
Analisis Farmasi Fisiko Kimia. Jimbaran: Jurusan Farmasi FMIPA
UNUD.
LAMPIRAN 1
DIAGRAM ALIR PROSEDUR KERJA
Disiapkan larutan baku dan sampel (sediaan paracetamol).Plat
dipotong dengan panjang 8 cm x 10 cm.
Plat dicuci dengan metanol sebanyak 10 ml dan kertas saring
untuk menyerap kotaoran dari plat.
Plat diaktivasi selam 30 menit dengan suhu 1200 C.
Chamber dijenuhkan dengan fase gerak.Larutan sampel, larutan
baku dan larutan blanko ditotolkan pada plat dengan penotol linomat
dengan jarak tiap 1 cm tiap penotolan.Plat yang sudah ditotolkan
dielusikan dalam chamber dengan jarak pengembangan 8 cm.Plat
diangkat dan dikeringkan pada oven dengan suhu 80 oC selama 15
menit.Plat discanning dengan CAMAG TLC-SCANNER pada = 248
nm.Ditentukan serapan masing-masing komponen pada panjang gelombang
tertentu dengan spektrodensitometer.
LAMPIRAN 2Tugas :
1. Buat spektrum (puncak absorbsi) masing komponen sampel dan
baku.
2. Tentukan serapan (luas area di bawah puncak) tiap
spektrum.
3. Hitung kadar sampel parasetamol.Jawab :
1. a. Spektrum (puncak absorpsi) larutan baku:
b. Spektrum (puncak absorpsi) larutan sampel:2. Serapan tiap
spektrum :
a. Larutan baku
AUC larutan baku 1 ( AUC1 )= 864,2AUC larutan baku 2 ( AUC2 ) =
1110,5AUC larutan baku 3 ( AUC3 ) = 1573,0AUC larutan baku 4 ( AUC4
) = 3098,0AUC larutan baku 5 ( AUC5 ) = 4912,5b. Larutan sampel
AUC larutan sampel ( AUCs ) = 4464,2
3. Kadar Sampel paracetamol:4. Persamaan regresi linier larutan
baku paracetamol yaitu dengan y = 2,762x + 599,125 dengan r =
0.995. Maka konsentrasi sampel dapat dihitung:y= 2,762x +
599,125
AUCs= 2,762x + 599,1254464,2= 2,762x + 599,1254464,2 599,125=
2,762x
2,762x = 3865,075x= x = 1399,375 ng
Jadi, kadar sampel parasetamol adalah : 1399,375 ng.
Koefisien distribusi/partisi (K) = QUOTE
Rf= jarak yang ditempuh senyawa
jarak yang ditempuh pelarut
EMBED Equation.3
A = c d
y = 2,762x + 599,125
1
_1362930672.xlsChart1
864.2
1110.5
1573
3098
4912.5
KURVA KALIBRASI LARUTAN BAKU
AUC Larutan baku
konsentrasi larutan baku (ng)
KURVA KALIBRASI LARUTAN BAKU
Sheet1
KURVA KALIBRASI LARUTAN BAKU
100864.2
2001110.5
4001573
8003098
16004912.5
D
_1361964256.unknown