BAB I
PENDAHULUANPenyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan
penyakit kronik yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara
didalam saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel. Gangguan
yang bersifat progresif ini disebabkan karena terjadinya inflamasi
kronik akibat pajanan partikel atau gas beracun yang terjadi dalam
kurun waktu yang cukup lama dengan gejala utama sesak nafas, batuk
dan produksi sputum.1
Akhir-akhir ini penyakit ini semakin menarik untuk dibicarakan
karena prevalensi dan angka mortalitasnya yang terus
meningkat.2
Meningkatnya usia hidup manusia dan dapat diatasinya penyakit
degeneratif lainnya PPOK sangat mengganggu kualitas hidup di usia
lanjut. Bidang industri yang tidak dapat dipisahkan dengan polusi
udara dan lingkungan serta kebiasaan merokok merupakan penyebab
utamaBAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. DEFINISIPenyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) adalah suatu
penyakit yang dikarakteristikkan oleh adanya hambatan aliran udara
secara kronis dan perubahan-perubahan patologi pada paru, dimana
hambatan aliran udara saluran nafas bersifat progresif dan tidak
sepenuhnya reversibel dan berhubungan dengan respon inflamasi yang
abnormal dari paru-paru terhadap gas atau partikel yang
berbahaya.1,2 2. EPIDEMIOLOGI. Pada studi populasi selama 40 tahun,
didapati bahwa hipersekresi mukus merupakan suatu gejala yang
paling sering terjadi pada PPOK, penelitian ini menunjukkan bahwa
batuk kronis, sebagai mekanisme pertahanan akan hipersekresi mukus
di dapati sebanyak 15-53% pada pria paruh umur, dengan prevalensi
yang lebih rendah pada wanita sebanyak 8-22%. Studi prevalensi PPOK
pada tahun 1987 di Inggris dari 2484 pria dan 3063 wanita yang
berumur 18-64 tahun dengan nilai VEP1 berada 2 simpang baku di
bawah VEP prediksi, dimana jumlahnya meningkat seiring usia,
khususnya pada perokok.Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan
bahwa menjelang tahun 2020 prevalensi PPOK akan meningkat sehingga
sebagai penyebab penyakit tersering peringkatnya meningkat dari
ke-12 menjadi ke-5 dan sebagai penyebab kematian tersering
peringkatnya juga meningkat dari ke-6 menjadi ke-3. Pada 12 negara
Asia Pasifik, WHO menyatakan angka prevalensi PPOK sedang-berat
pada usia 30 tahun keatas, dengan rerata sebesar 6,3%, dimana
Hongkong dan Singapura dengan angka prevalensi terkecil yaitu 3,5%
dan Vietnam sebesar 6,7%.Tabel 1. Prevalensi PPOK Pada
negara-negara miskin, 1990
Indonesia sendiri belumlah memiliki data pasti mengenai PPOK ini
sendiri, hanya Survei Kesehatan Rumah Tangga DepKes RI 1992
menyebutkan bahwa PPOK bersama-sama dengan asma bronkhial menduduki
peringkat ke-6 dari penyebab kematian terbanyak di Indonesia.1,2,7
Tingkat morbiditas dan mortalitas PPOK sendiri cukup tinggi di
seluruh dunia. Hal ini di buktikan dengan besarnya kejadian rawat
inap, seperti di Amerika Serikat pada tahun 2000 terdapat 8 juta
penderita PPOK rawat jalan dan sebesar 1,5 juta kunjungan pada Unit
Gawat Darurat dan 673.000 kejadian rawat inap. Angka kematian
sendiri juga semakin meningkat sejak tahun 1970, dimana pada tahun
2000, kematian karena PPOK sebesar 59.936 vs 59.118pada wanita vs
pria secara berurutan. Di bawah ini di gambarkan angka kematian
pria per 100.000 populasi.3. FAKTOR RISIKOPPOK yang merupakan
inflamasi lokal saluran nafas paru, akan ditandai dengan
hipersekresi mucus dan sumbatan aliran udara yang persisten.
Gambaran ini muncul dikarenakan adanya pembesaran kelenjar di
bronkus pada perokok dan membaik saat merokok di hentikan. Terdapat
banyak faktor risiko yang diduga kuat merupakan etiologi dari PPOK.
Faktor-faktor risiko yang ada adalah genetik, paparan partikel,
pertumbuhan dan perkembangan paru, stres oksidatif, jenis kelamin,
umur, infeksi saluran nafas, status sosioekonomi, nutrisi dan
komorbiditas.1a. Genetik.PPOK merupakan suatu penyakit yang
poligenik disertai interaksi lingkungan genetik yang sederhana.
Faktor risiko genetik yang paling besar dan telah di teliti lama
adalah defisiensi 1 antitripsin, yang merupakan protease serin
inhibitor. Biasanya jenis PPOK yang merupakan contoh defisiensi 1
antitripsin adalah emfisema paru yang dapat muncul baik pada
perokok maupun bukan perokok, tetapi memang akan diperberat oleh
paparan rokok. Bahkan pada beberapa studi genetika, dikaitkan bahwa
patogenesis PPOK itu dengan gen yang terdapat pada kromosom
2q.1
b. Paparan Partikel Inhalasi.Setiap individu pasti akan terpapar
oleh beragam partikel inhalasi selama hidupnya. Tipe dari suatu
partikel, termasuk ukuran dan komposisinya, dapat berkontribusi
terhadap perbedaan dari besarnya risiko dan total dari risiko ini
akan terintegrasi secara langsung terhadap pejanan inhalasi yang
didapat. Dari berbagai macam pejanan inhalasi yang ada selama
kehidupan, hanya asap rokok dan debu-debu pada tempat kerja serta
zat-zat kimia yang diketahui sebagai penyebab PPOK. Paparan itu
sendiri tidak hanya mengenai mereka yang merupakan perokok aktif,
bahkan pada perokok pasif atau dengan kata lain environmental
smokers itu sendiri pun ternyata risiko menderita PPOK menjadi
tinggi juga. Pada perokok pasif didapati penurunan VEP1 tahunan
yang cukup bermakna pada orang muda yang bukan perokok. Bahkan yang
lebih menarik adalah pengaruh rokok pada bayi jika ibunya perokok
aktif atau bapaknya perokok aktif dan ibunya menjadi perokok pasif,
selain didapati berat bayi lebih rendah, maka insidensi anak untuk
menderita penyakit saluran pernafasan pada 3 tahun pertama menjadi
meningkat. Shahab dkk melaporkan hal yang juga amat menarik bahwa
ternyata mereka mendapatkan besarnya insidensi PPOK yangtelah
terlambat didiagnosis, memiliki kebiasaan merokok yang tinggi. PPOK
yang berat berdasarkan derajat spirometri, didapatkan hanya sebesar
46,8% ( 95% CI 39,1-54,6) yang mengatakan bahwa mereka menderita
penyakit saluran nafas, sisanya tidak mengetahui bahwa mereka
menderita penyakit paru dan tetap merokok. Status merokok justru
didapatkan pada penderita PPOK sedang dibandingkan dengan derajat
keparahan yang lain. Begitu juga mengenai riwayat merokok yang ada,
ternyata prevalensinya tetap lebih tinggi pada penderita PPOK yang
sedang (7,1%, p