Laporan Kasus ABSES RUANG SUBMANDIBULA SINISTRA DENGAN PERLUASAN KE RUANG SUBMENTAL Oleh: I G. A. Trisna Dewi, I DG Arta Eka Putra, I Wayan Sucipta Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/ RSUP Sanglah Denpasar I. PENDAHULUAN Abses leher dalam didefinisikan sebagai kumpulan nanah setempat yang terbentuk dalam ruang potensial diantara fasia leher dalam akibat dari kerusakan jaringan yang merupakan penjalaran infeksi dari berbagai sumber, seperti gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga tengah dan leher. Pada saat ini infeksi tonsil merupakan penyebab utama pada anak-anak, sedangkan pada orang dewasa infeksi terutama bersumber dari gigi atau odontogenik. 1,2 Abses di ruang submandibula adalah salah satu abses leher dalam yang sering ditemukan. Ruang submandibula merupakan suatu ruang potensial pada leher yang terdiri dari ruang sublingual dan submaksila yang dipisahkan oleh otot milohioid. 4 Selain disebabkan oleh infeksi gigi, infeksi di ruang submandibula bisa disebabkan oleh sialadenitis kelenjar submandibula, limfadenitis, trauma atau pembedahan dan bisa juga sebagai kelanjutan infeksi ruang leher dalam lain. Penyebab infeksi dapat disebabkan oleh kuman aerob, anaerob atau campuran. Infeksi di ruang submandibula biasanya ditandai dengan pembengkakan di bawah rahang, baik unilateral atau bilateral. 1,4,6 Dalam beberapa abad terakhir, diagnosis dan pengobatan infeksi leher dalam merupakan suatu tantangan baik bagi dokter maupun ahli bedah. Disamping struktur yang kompleks dan lokasi yang dalam pada region leher, menyebabkan diagnosis dan pengobatan cukup sulit. Infeksi ini merupakan masalah kesehatan dengan morbiditas dan mortalitas yang cukup signifikan. 4 Meskipun penggunaan 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Laporan Kasus
ABSES RUANG SUBMANDIBULA SINISTRA DENGAN PERLUASAN
KE RUANG SUBMENTAL
Oleh:
I G. A. Trisna Dewi, I DG Arta Eka Putra, I Wayan Sucipta
Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana/ RSUP Sanglah Denpasar
I. PENDAHULUAN
Abses leher dalam didefinisikan sebagai kumpulan nanah setempat yang terbentuk
dalam ruang potensial diantara fasia leher dalam akibat dari kerusakan jaringan
yang merupakan penjalaran infeksi dari berbagai sumber, seperti gigi, mulut,
tenggorok, sinus paranasal, telinga tengah dan leher. Pada saat ini infeksi tonsil
merupakan penyebab utama pada anak-anak, sedangkan pada orang dewasa
infeksi terutama bersumber dari gigi atau odontogenik.1,2
Abses di ruang submandibula adalah salah satu abses leher dalam yang
sering ditemukan. Ruang submandibula merupakan suatu ruang potensial pada
leher yang terdiri dari ruang sublingual dan submaksila yang dipisahkan oleh otot
milohioid.4 Selain disebabkan oleh infeksi gigi, infeksi di ruang submandibula
bisa disebabkan oleh sialadenitis kelenjar submandibula, limfadenitis, trauma atau
pembedahan dan bisa juga sebagai kelanjutan infeksi ruang leher dalam lain.
Penyebab infeksi dapat disebabkan oleh kuman aerob, anaerob atau campuran.
Infeksi di ruang submandibula biasanya ditandai dengan pembengkakan di bawah
rahang, baik unilateral atau bilateral.1,4,6
Dalam beberapa abad terakhir, diagnosis dan pengobatan infeksi leher dalam
merupakan suatu tantangan baik bagi dokter maupun ahli bedah. Disamping
struktur yang kompleks dan lokasi yang dalam pada region leher, menyebabkan
diagnosis dan pengobatan cukup sulit. Infeksi ini merupakan masalah kesehatan
dengan morbiditas dan mortalitas yang cukup signifikan.4 Meskipun penggunaan
1
antibiotik telah menurunkan angka kematian akibat abses leher dalam namun abses leher
dalam masih merupakan masalah yang serius dan menimbulkan komplikasi yang dapat
mengancam nyawa. Diagnosis yang terlambat atau misdiagnosis dapat mengakibatkan
keterlambatan penatalaksanaan yang dapat menimbulkan kematian.5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Ruang Submandibula
Leher terdiri atas fasia servikal superfisial dan profunda yang memisahkan struktur
menjadi beberapa bagian. Ruang leher bagian dalam dibentuk dari fasia ini, namun fasia
servikal superfisial dari leher tidak ikut berperan untuk terjadinya infeksi leher dalam.
Ruang fasial wajah dan leher merupakan daerah jaringan penyambung longgar, dimana
memungkinkan menjadi daerah pembentukan abses sesuai dengan perluasan jalannya
infeksi. Ruangan ini dikelilingi oleh selubung fasia yang merupakan lapisan penyambung
padat menutupi otot dan organ. Fungsi selubung ini adalah untuk memberi perlindungan
juga memungkinkan pencegahan terjadinya pergerakan struktur satu dan lainnya.1
Fasia kepala dan leher dalam membungkus otot dan organ-organ viscera leher,
kemudian membentuk dasar dan ruangan yang membatasi penyebaran infeksi,
diantaranya : ruang submandibula, ruang faring lateral, ruang retrofaring, ruang bahaya
(danger space) dan ruang prevertebra. Infeksi pada ruang-ruang ini mempunyai efek
yang sangat fatal dapat menyebabkan sumbatan jalan nafas atau meluas kedaerah vital
seperti mediastinum dan atau carotid sheath.1
Fasia servikal terdiri dari lapisan dari lapisan jaringan ikat fibrous yang
membungkus organ, otot, saraf dan pembuluh darah yang membagi leher menjadi ruang
potensial. Fasia servikal terbagi menjadi dua bagian yaitu fasia servikal superfisial dan
fasia servikal profunda.
Fasia servikal superfisial yang disebut juga panikulus adiposus menutupi
seluruh leher dan berlanjut ke muskulus platisma di sebelah anteriornya. Fasia servikalis
profunda atau yang disebut juga deep cervical fascia terbagi menjadi tiga lapis yaitu
lapisan superfisial, lapisan media dan lapisan profunda.
2
Lapisan superfisial fasia servikal profunda mengelilingi leher mulai dari linea nukalis pada kranium sampai ke
klavikula dan membungkus muskulus sternokleidomastoideus, muskulus trapezius, kelenjar parotis dan kelenjar submandibula.6
Lapisan media fasia servikal profunda terdiri dari divisi muskularis dan divisi
viseral. Divisi muskularis melekat pada tulang hyoideus dan kartilago tiroid di superior
dan melekat pada sternum, klavikula dan skapula di sebelah inferior. Divisi viseral
yang disebut juga fasia pretrakeal menyelubungi kelenjar tiroid, trakea dan esofagus
meluas sampai ke rongga dada dan menyatu dengan pericardium.6
Lapisan profunda fasia servikalis profunda terdiri dari dua lapisan yaitu fasia
prevertebra dan fasia alaris. Fasia prevertebra terletak di sebelah anterior korpus
vertebra dan meluas ke lateral menutupi otot-otot prevertebralis dan melekat pada
prosesus transversus vertebra dan ligamen-ligamennya, kemudian meluas ke posterior
menutupi otot-otot ekstensor leher dan kemudian melekat pada prosesus spinosus
vertebra. Fasia prevertebra merupakan dinding belakang dari danger space yang
meluas dari dasar tengkorak sampai ke diafragma. Fasia alaris terletak antara fasia
prevertebralis di posteriornya dan divisi viseral lamina media fasia servikal profunda.
Fasia alaris melekat antara kedua prosesus transversus vertebra pada bidang transversal
dan antara dasar tengkorak sampai vertebra torakalis kedua pada bidang vertikal,
dimana fasia alaris menyatu dengan divisi viseral lamina media fasia servikalis
profunda. Fasia alaris merupakan dinding anterior dari danger space dan sekaligus
dinding posterolateral dari ruang retrofaring. Fasia servikal profunda membatasi ruang-
ruang potensial leher. Ruang ruang potensial leher bukan merupakan suatu
kompartemen yang kedap namun kerap kali berhubungan satu sama lain. Selubung
karotis terbentuk dari bagian tiga lapisan fasia servikal profunda, yang memanjang dari
kepala hingga dada. Selubung ini menutupi arteri carotis, vena jugularis interna dan
nervus vagus. 6
3
Menurut Hollingshead seperti dikutip oleh Gadre ruang-ruang potensial leher
diklasifikasikan berdasarkan hubungannya dengan tulang hyoideus menjadi ruang
yang melibatkan seluruh panjang leher, ruang yang terletak di atas tulang hyoideus dan
ruang yang terletak di bawah tulang hyoideus. Ruang yang melibatkan seluruh panjang
leher adalah ruang retrofaring, danger space, ruang prevertebra dan ruang vaskular
viseral. Ruang yang terletak di atas tulang hyoideus adalah ruang parafaring, ruang
submandibula, ruang parotis, ruang mastikator, ruang peritonsiler dan ruang temporal.
Ruang yang terbatas dibawah tulang hyoideus adalah ruang pretrakeal atau ruang
viseralis anterior dan ruang suprasternal.6
Gambar 1. Anatomi fascia dan ruang pada leher
Ruang submandibula adalah ruang fasial kepala dan leher ( kadang-kadang juga
disebut ruang fasial atau ruang jaringan ). Merupakan ruang potensial , dan
berpasangan di kedua sisi, terletak pada permukaan dari otot milohioid antara anterior
dan posterior otot digastrikus. Ruang ini berhubungan dengan segitiga submandibula,
bagian dari segitiga anterior leher.
4
Batas-batas anatomi setiap ruang submandibular adalah:
otot milohioid pada bagian superior.
kulit, fasia superficial, otot platysma dan lapisan superfisial dari fasia
servikalis pada bagian inferior dan lateral.
permukaan medial mandibula pada bagian anterior dan lateral. tulang
hyoid pada bagian posterior.
bagian anterior dari otot digastrikus pada sisi medial.5
Gambar 2. Anatomi ruang submandibula
Ruang submandibula terletak di anterior dari ruang parafaring, sebelah inferior
berbatasan berbatasan dengan lapisan superfisial fascia servikalis profunda, meluas dari
os hyoid sampai ke mandibula, bagian inferiornya berbatasan dengan korpus mandibulla
dan bagian superior dengan mukosa dari dasar mulut. Ruang submandibula terdiri dari
ruang sublingual bagian superior dan bagian inferior ruang submaksilla, yang dipisahkan
oleh muskulus milohyoideus. Ruang sublingual berisi kelenjar sublingual, n. Hipoglossus
dan duktus Whartons. Ruang submaksila dibagi oleh m. Digastrikus anterior menjadi
kompartemen sentral, kompartemen submental, dua kompartemen lateral dan
kompartemen submaksilla. Semua bagian ini saling berhubungan, oleh karena
5
kelenjar submaksilla meluas dari ruang submaksilla sepanjang tepi posterior m.
Milohyoideus sampai ke ruang sublingual sehingga dapat menyebabkan penyebaran
infeksi secara langsung.4
Otot milohioid berperan penting dalam penyebaran infeksi yang bersumber dari
gigi. Otot ini menempel ke mandibula dan, meninggalkan akar dari gigi molar kedua dan
ketiga di bawah garis milohioid dan puncak dari molar pertama atas. Kebanyakan infeksi
molar apikal melubangi mandibula pada sisi lingual, jadi jika puncak gigi berada di atas
garis milohioid itu akan melibatkan ruang sublingual .Jika perforasi terjadi pada bagian
bawah garis milohioid maka yang terkena adalah ruang submandibula. Pasien dengan
infeksi pada daerah submandibula umumnya akan mengalami demam, trismus,
pembengkakan pada leher daerah submandibula, kesulitan dalam membuka mulut dan
makan. 7
Posisi akar gigi terhadap linea obliqua mandibula memberikan gambaran klinis
penyebaran infeksi odontogenik dari akar gigi. Infeksi yang berasal dari akar gigi yang
terletak superior terhadap linea obliqua mandibula yaitu dari gigi insisivus sampai molar
pertama pada umumnya memberikan gejala awal pada daerah submentalis sedangkan
infeksi yang berasal dari akar gigi yang terletak inferior terhadap linea obliqua mandibula
yaitu pada gigi molar umumnya bermanifestasi di ruang submandibula. Infeksi gigi
periapikal umumnya menembus korteks lingual dari mandibula dan timbul di ruang
submandibula.9, 10
2.2 Epidemiologi
Abses submandibula adalah suatu peradangan yang disertai pembentukan pus pada
daerah submandibula. Keadaan ini merupakan salah satu infeksi pada leher bagian dalam.
Pada umumnya sumber infeksi pada ruang submandibula berasal dari proses infeksi dari
gigi, dasar mulut, faring, kelenjar limfe submandibula. Mungkin juga kelanjutan infeksi
dari ruang leher dalam lain.11
Abses submandibula sudah semakin jarang dijumpai, hal ini disebabkan penggunaan
antibiotik yang luas dan kesehatan mulut yang meningkat.11 Rana dkk dalam
penelitiannya menyatakan bahwa diantara abses leher dalam, abses submandibula
merupakan abses leher dalam yang paling sering terjadi (60%),
6
diikuti oleh abses parafaring (16%), abses parotis (6%) dan abses retrofaring (4%). 6
Pada penelitian yang dilakukan oleh Paolo Rizzo ditemukan bahwa penderita abses
submandibula berusia antara 12 sampai 96 tahun dengan rata-rata usia sekitar 57 tahun.
Angka kejadian abses submandibula lebih banyak ditemukan pada laki-laki (51,9%)
dibanding perempuan (48,1%).12 Hal ini sesuai dengan hasil penelitian secara retrospektif
dibagian Rekam Medik RSU Prof. DR. R. D. Kandaou, Manado, didapati jumlah
penderita Abses Submandibula yang datang di bagian poli bedah, IRD Bedah dan Irna A
Rumah Sakit Umum Prof. DR. R. D. Kandaou Manado, pada periode juni 2009 sampai
juli 2012 adalah 39 orang..
Diantara penderita-penderita Abses Submandibula didapatkan bahwa mayoritas penderita
abses Submandibula adalah pria dengan presentasi 53% dibandingkan dengan wanita
yang hanya mencapai 43% 11. Selain pada pria presentasi penderita Abses Submandibula
terbanyak juga terdapat pada kelompok umur >50 tahun mencapai 33%. Berdasarkan
penelitan Abses submandibula ini didapatkan juga pada anak-anak dengan usia termuda 1
tahun dan yang tertua pada umur 70 tahun,oleh karena itu tidak ada batasan umur pada
abses submandibula, seperti yang diungkapkan oleh Sakaguchi bahwa Abses
Submandibula dapat ditemui dari umur 1-81 tahun.11
2.3 Etiologi
Abses submandibula merupakan salah satu abses odontogenik yang cukup sering ditemui,
khususnya di masa pancaroba saat daya tahan tubuh manusia relatif menurun sehingga
tubuh tidak mampu melawan bakteri Abses ini berasal dari gigi premolar atau molar
rahang bawah.yang meluas ke arah lingual di bawah m. Mylohyoid.18
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Paolo Rizzo, penyebab tersering abses
submandibula adalah infeksi pada gigi (46,9%). Selain disebabkan oleh infeksi gigi,
infeksi di ruang submandibula bisa disebabkan oleh sialadenitis kelenjar submandibula,
limfadenitis, trauma, atau pembedahan dan bisa juga
klavulanat, piperacillin / Tazobactam ), cefoxitin, carbapenem, atau klindamisin
.Pemberian makrolid atau ketolides ditambah metronidazol dapat dipertimbangkan
pada pasien yang alergi amoksisilin.19
Pada penelitian yang dilakukan oleh Shih-Wei Yang dkk pada tahun 2001
sampai dengan tahun 2006 mengenai cakupan spektrum kerja antimikroba yang
berbeda pada hasil kultur bakteri aerob dan anaerob dari 89 pasien dengan hasil kultur
positif, didapatkan kombinasi dari seftriakson dan klindamisin, seftriakson dan
metronidazol, atau penisilin G dan gentamisin dan klindamisin merupakan terapi
antibiotika yang disarankan untuk penatalaksanaan abses leher dalam. 20
Tabel 1. Tingkat spektrum kerja antara antimikroba yang berbeda pada hasil kultur bakteri aerob dan anaerob dari 89 pasien dengan hasil kultur positif.20
No Regimen antimikroba Jumlah kasus Jumlah kasus Cakupan
yang sensitif yang resisten spektrum
kerja
1 Penisilin, gentamisin, 60 29 67.42%
klindamisin
2 Seftriakson, klindamisin 68 21 76,40%
3 Seftriakson, metronidasol 63 26 70,79%
4 Sefuroksim, klindamisin 55 34 61,80%
5 Penisilin G, metronidasol 15 74 16,85%
14
2.8 Komplikasi
Komplikasi abses submandibula terjadi akibat keterlambatan diagnosis dan
penatalaksanaan serta terapi yang tidak tepat dan adekuat. Komplikasi yang dapat terjadi
adalah obstruksi jalan nafas, osteomielitis mandibula, penyebaran infeksi ke ruang leher
dalam di dekatnya, mediastinitis serta sepsis yang menyebabkan semakin sulitnya
penanganan dan bahkan dapat menyebabkan terjadinya kematian.7,12, Pada era antibiotik
modern, telah dilaporkan angka kematian akibat komplikasi dari abses submandibula
mencapai 40%. 3
Salah satu penyebaran infeksi pada abses submandibula yang dapat terjadi
adalah ke ruang submental. Ruang ini adalah ruang fasia kepala dan leher yang
merupakan ruang potensial terletak antara otot milohioid superior , otot platisma inferior,
terletak digaris tengah bawah dagu . Ruang ini terletak tepat di wilayah segitiga
submental , bagian dari segitiga anterior leher. Abses dari gigi molar mandibula kedua
dan ketiga dapat melubangi mandibula dan menyebar ke dalam ruang submandibula dan
submental. 21
2.9 Prognosis
Sejak ditemukan antibiotik, kejadian komplikasi terkait dengan abses leher dalam telah
menurun selama dekade terakhir. Diagnosis dini , manajemen agresif dengan bedah
intervensi dan manajemen jalan napas yang tepat dapat mengurangi komplikasi dan
kematian yang terkait dengan abses leher dalam termasuk abses submandibula. 6
Prognosis yang cukup baik didapatkan pada penelitian yang dilakukan di
Departemen THT-KL RSHS Bandung periode Januari 2012-Desember 2012 yang
memperlihatkan kondisi pasien saat pulang dengan perbaikan sebanyak 71%.22
III. LAPORAN KASUS
Pasien KM, perempuan berusia 65 tahun, Hindu, Bali, ibu rumah tangga, beralamat di
Seririt datang ke poliklinik THT-KL RSUP Sanglah Denpasar pada tanggal 8 Juni 2016
dengan keluhan pembengkakan di bawah rahang kiri sampai di bawah dagu.
15
Dari anamnesis didapatkan bahwa pembengkakan tersebut dirasakan pasien sejak
kurang lebih lima hari sebelumnya. Awalnya pembengkakan muncul dibawah rahang kiri
dan semakin lama semakin besar hingga kebawah dagu dan terasa nyeri. Pasien juga sulit
membuka mulut dan demam yang timbul kira-kira empat hari sebelum masuk rumah
sakit. Tidak didapatkan nyeri dada maupun sesak nafas. Pasien susah makan terutama
makanan padat, tetapi masih bisa makan makanan lunak dan minum.
Gambar 3. Pembengkakan pada daerah submandibula dan submentalis
Sejak dua minggu sebelumnya pasien mengeluh sakit pada pada gigi geraham
bawah dan atas lalu pasien berobat ke dokter gigi dan telah dilakukan pencabutan pada 1
gigi namun masih ada beberapa gigi yang berlubang mendapat perawatan tambal gigi.
Pasien juga diresepkan obat pereda nyeri dan antibiotika. Tidak ada riwayat kencing
manis pada pasien ini.
Keadaan umum pasien sedang, kesadaran kompos mentis, tekanan darah 120/90
mmHg, nadi 80 x/menit, respirasi 20x/menit dan temperatur 37°C. Tidak didapatkan
tanda dehidrasi. Telinga dan hidung tampak tenang. Tenggorok sulit dievaluasi karena
trismus sehingga pasien hanya bisa membuka mulut kira-kira 2 cm. Oral higiene buruk.
Di regio submandibula sinistra hingga regio submentalis tampak edema dan hiperemi.
Pada palpasi teraba hangat, terdapat nyeri tekan dan fluktuasi. Pada aspirasi di daerah
tersebut didapatkan pus. Pus yang telah
16
diaspirasi dikirim ke laboratorium untuk pemeriksaan kultur dan uji sensitivitas. Pasien
didiagnosis dengan abses submandibula sinistra.dengan perluasan ke submentalis.
Pasien setuju untuk rawat inap dan dilakukan pemeriksaan glukosa darah sewaktu,
darah lengkap dan kimia darah. Hasil pemeriksaan glukosa darah sewaktu adalah 104
mg/dL dan leukosit 26.610/µL. Dipasang IVFD NaCl 0,9% dan dekstrosa 5% dengan
kecepatan 20 tetes/menit. Dilakukan insisi pada abses submandibula sinistra, keluar pus
berbau busuk berwarna kuning dan dipasang drain sarung tangan steril. Pasien tirah
baring dalam posisi Trendelenburg. Antibiotika yang diberikan adalah ceftriakson 2x1 g
intravena dan metronidazol 3x500 mg intravena. Antiinflamasi yang diberikan adalah