Page 1
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Abses adalah kumpulan pus yang terletak dalam satu kantung yang
terbentuk dalam jaringan yang disebabkan oleh suatu proses infeksi oleh bakteri,
parasit atau benda asing lainnya. Abses merupakan reaksi pertahanan yang
bertujuan mencegah agen-agen infeksi menyebar ke bagian tubuh lainnya. Pus itu
sendiri merupakan suatu kumpulan sel-sel jaringan lokal yang mati, sel-sel darah
putih, organisme penyebab infeksi atau benda asing dan racun yang dihasilkan
oleh organisme dan sel-sel darah.1
Ruang submandibula terdiri dari ruang sublingual dan submaksila yang
dipisahkan oleh m. milohioid. Ruang submaksila dibagi lagi menjadi ruang
submental dan submaksila ( lateral ) oleh m. digastrikus anterior. Namun ada
pembagian lain yang tidak menyertakan ruang sublingual ke dalam ruang
submandibula, dan membagi ruang submandibula atas ruang submental dan ruang
submaksila saja.1,2,3
Abses submandibula adalah suatu peradangan yang disertai pembentukan
pus pada daerah submandibula. Keadaan ini merupakan salah satu infeksi pada
leher bagian dalam ( deep neck infection ). Pada umumnya sumber infeksi pada
ruang submandibula berasal dari proses infeksi dari gigi, dasar mulut, faring dan
kelenjar limfe submandibula. Mungkin juga kelanjutan infeksi dari ruang leher
dalam lain.1,2,3
Angka kejadian Abses submandibula berada di bawah abses peritonsil dan
retrofaring. Namun pada orang dewasa, angka kejadiannya menduduki urutan
tertinggi dari seluruh abses leher dalam. 70 – 85% dari kasus disebabkan oleh
infeksi dari gigi, selebihnya karena sialadenitis, limfadenitis, laserasi dinding
mulut atau fraktur mandibula. Selain itu, angka kejadian juga ditemukan lebih
tinggi pada daerah dengan fasilitas kesehatan yang kurang lengkap.4
Page 2
2
Pada kasus infeksi leher dalam rentang usia dari umur 1 - 81 tahun, laki-laki
sebanyak 78% dan perempuan 22%. Infeksi peritonsil paling banyak ditemukan,
yaitu 72 kasus, diikuti oleh parafaring 8 kasus, submandibula, sublingual dan
submaksila masing-masing 7 kasus dan retrofaring 1 kasus. Dari kasus infeksi
leher dalam sebanyak 185 kasus. Abses submandibula ( 15,7 % ) merupakan
kasus terbanyak ke dua setelah abses parafaring ( 38,4 % ), diikuti oleh Ludwig’s
angina ( 12,4 % ), parotis ( 7 % ) dan retrofaring ( 5,9 % ).3
Abses submandibula sudah semakin jarang dijumpai. Hal ini disebabkan
penggunaan antibiotik yang luas dan kesehatan mulut yang meningkat.
Disamping insisi drainase abses yang optimal, pemberian antibiotik diperlukan
untuk terapi yang adekuat. Walaupun demikian, angka morbiditas dari
komplikasi yang timbul akibat abses submandibula masih cukup tinggi sehingga
diagnosis dan penanganan yang cepat dan tepat sangat dibutuhkan.6
Page 3
3
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Leher
Secara anatomi leher terdiri dari beberapa fasia dan ruang potensial. Fasia
servikal terdiri atas lapisan jaringan fibrosa yang meliputi organ, otot, saraf dan
pembuluh darah yang memisahkan area leher menjadi rangkaian ruang – ruang
potensial. Fasia ini dibagi atas fasia servikal superfisial dan fasia servikal
profunda yang dipisahkan oleh muskulus platisma. Fasia servikal superfisial
meluas dari perlekatan superiornya di prosesus zygomatikus turun ke area toraks
dan aksila yang terdiri atas jaringan subkutan berlemak. Ruang antara fasia
servikal superfisial dan profunda berisi kelenjar limfe superfisial, saraf dan
pembuluh darah termasuk vena jugularis eksterna. Fasia servikal profunda terbagi
menjadi 3 bagian, yaitu lapisan luar / superfisial, tengah / media, dan dalam /
profunda.9
Lapisan superfisial dari fasia servikal profunda membungkus seluruh leher
meluas dari insersinya di linea muchae tengkorak ke dada dan daerah aksila.
Anterior ke daerah wajah dan melekat ke klavikula. Lapisan jaringan fibrosa ini
membungkus m. sternokleidomastoideus dan masseter serta membungkus kelenjar
parotis dan submaksila. Lapisan media dari fasia servikal profunda dibagi atas
divisi muskuler dan viseral. Divisi muskuler berada di bawah lapisan superfisial
dan membungkus sternohyoid, sternotyroid, tyrohyoid dan omohyoid. Fasia ini
melekat di os. hyoid, kartilago tyroid, sternum, klavikula dan skapula. Divisi
viseral melingkupi area viseral anterior leher termasuk kelenjar tiroid, trakea dan
oesofagus. Lapisan profunda dan fasia servikal profunda membentuk cincin
dengan pembuluh – pembuluh darah besar di luar cincin tersebut serta saraf
frenikus didalamnya.3,4,5,6,7
Dari berbagai lapisan fasia servikal dan sepanjang perjalanannya
mengadakan perlekatan ke berbagai struktur di leher akan membentuk beberapa
Page 4
4
ruang potensial. Tulang hyoid merupakan struktur penting yang membatasi
penyebaran infeksi daerah leher dan merupakan landmark yang reliabel saat
melakukan tindakan pembedahan dalam mengatasi abses leher dalam. Ruangan
potensial di leher dibagi menjadi 3, yaitu :3,7,8
1. Ruang yang melibatkan seluruh panjang leher yang terdiri dari ruang
retrofaring, ruang bahaya ( danger space ) dan ruang pravertebra.
2. Ruang di atas tulang hyoid ( ruang suprahyoid ) terdiri dari ruang
submandibula, ruang parafaring, ruang peritonsil, ruang mastikator, ruang
temporal dan ruang parotis.
3. Ruang dibawah tulang hyoid ( ruang infrahyoid ) mencakup ruang visera
anterior.
Gambar 1
Submandibular space 8
Page 5
5
Gambar 2.
Otot Milohioid yang memisahkan ruang sublingual dan submental 8
Gambar 3.
Potongan vertikal ruang submandibula 6
Page 6
6
2.2. Definisi
Abses submandibula di definisikan sebagai terbentuknya abses pada ruang
potensial di regio submandibula yang disertai dengan nyeri tenggorok, demam
dan terbatasnya gerakan membuka mulut. Abses submandibula merupakan
bagian dari abses leher dalam. Abses leher dalam terbentuk di ruang potensial di
antara fasia leher dalam sebagai akibat penjalaran infeksi dari berbagai sumber,
seperti gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga tengah dan leher.1
2.3. Etiologi
Ruang submandibula merupakan daerah yang paling sering terlibat
penyebaran infeksi dari gigi. Penyebab lain adalah infeksi kelenjar ludah, infeksi
saluran nafas atas, trauma, benda asing, dan 20% tidak diketahui penyebabnya.
Sebagian lain dapat merupakan kelanjutan infeksi leher dalam lainnya. Sebelum
ditemukan antibiotika, penyebab tersering infeksi leher dalam adalah faring dan
tonsil, tetapi sekarang adalah infeksi gigi. Kuman penyebab biasanya campuran
kuman aerob dan anaerob. Kuman aerob yang paling sering ditemukan adalah
Streptococcus sp, Staphylococcus sp, Neisseria sp, Klebsiella sp, Haemophillus
sp. Pada kasus yang berasal dari infeksi gigi, sering ditemukan kuman anaerob
kelompok batang gram negatif seperti, Bacteroides melaninogenesis,
Eubacterium, Peptostreptococcus dan yang paling jarang adalah kuman
Fusobacterium.9,11
Proliferasi bakteri dan invasi bakteri melalui organ enamel menyebabkan
nekrosis tulang di sekeliling akar gigi. Biasanya ini terjadi pasien yang sedang
menjalani pengobatan gigi dan drainase abses akar gigi. Jika abses akar gigi tidak
di drainase dan tidak diperiksa, infeksi dapat menyebar dengan abses ke bagian
leher dan mediastinum. Infeksi kebanyakan menyebar dari gigi molar dan di
beberapa kasus menyebar dari luka mukosa mulut. Abses dapat juga disebabkan
oleh trauma, infeksi pada lidah atau penyakit kelenjar ludah. Infeksi dapat
menyebar ke ruang leher dalam, ke ruang submandibula, ruang parafaring dan
ruang retrofaring. Ruang prevertebral dapat juga terlibat. Infeksi ruang leher
Page 7
7
dalam dapat menyebabkan komplikasi berbeda yang dapat mengancam nyawa
seperti obstruksi saluran nafas atas dan mediastinitis. Apabila ketiga ruang
submandibula (bilateral submandibula dan ruang sublingual) terinfeksi maka
disebut dengan Ludwig’s angina.8,9,11
Gambar 4.
Etiologi abses submandibula 13
2.4. Patogenesis
Berawal dari etiologi seperti infeksi gigi. Nekrosis pulpa karena karies
dalam yang tidak terawat dan periodontal pocket dalam merupakan jalan bakteri
untuk mencapai jaringan periapikal. Karena jumlah bakteri yang banyak, maka
infeksi yang terjadi akan menyebar ke tulang spongiosa sampai tulang cortical.
Jika tulang ini tipis, maka infeksi akan menembus dan masuk ke jaringan lunak.
Penyebaran infeksi ini tergantung dari daya tahan jaringan dan tubuh.
Infeksi odontogen dapat menyebar melalui jaringan ikat
(perikontinuitatum), pembuluh darah ( hematogenous ), dan pembuluh limfe
(limfogenous). Yang paling sering terjadi adalah penjalaran secara
perkontinuitatum karena adanya celah / ruang di antara jaringan berpotensi
sebagai tempat berkumpulnya pus. Penjalaran infeksi pada rahang atas dapat
membentuk abses palatal, abses submukosa, abses gingiva, cavernous sinus
thrombosis, abses labial, dan abses facial. Penjalaran infeksi pada rahang bawah
dapat membentuk abses sublingual, abses submental, abses submandibular, abses
Page 8
8
submaseter, dan angina Ludwig. Ujung akar molar kedua dan ketiga terletak
dibelakang bawah linea mylohyoidea ( tempat melekatnya m. Mylohyoideus )
yang terletak di aspek dalam mandibula, sehingga jika molar kedua dan ketiga
terinfeksi dan membentuk abses, pus nya dapat menyebar ke ruang submandibula
dan dapat meluas ke ruang parafaringeal. Abses pada akar gigi menyebar ke
ruang submandibula akan menyebabkan sedikit ketidaknyamanan pada gigi, dan
pembengkakan sekitar wajah di daerah bawah. Setelah 3 hari pembengkakan,
akan terisi pus. Jika tidak diberikan penanganan, maka pus akan keluar,
menyebabkan terbentuknya fistel pada kulit. Pus tersebut juga dapat menyebar ke
jaringan lain sekitar tenggorokan, dan ini dapat menyebabkan problem pernafasan.
Jadi abses submandibular merupakan kondisi yang serius.4,5,6
2.5. Gejala Klinis
Secara umum, gejala abses adalah :
a. Nyeri
b. Bengkak
c. Eritema pada jaringan
d. Trismus
e. Demam
Pembengkakan pada abses biasanya :
a. Terasa nyeri
b. Panas
c. Kurang dari 2 minggu
d. Berkembang sangat cepat
e. Disertai sakit gigi atau terlihat caries gigi
Gejala klinis abses submandibula meliputi demam tinggi, nyeri leher
disertai pembengkakan di bawah mandibula dan atau di bawah lidah, mungkin
berfluktuasi. Dapat juga terjadi sakit pada dasar mulut, trismus, indurasi
submandibula dan kulit di bawah dagu eritema dan oedem.1,12
Page 9
9
Tabel 1. Perbandingan gejala Abses Leher Dalam 11
Page 10
10
Gambar 5.
Inspeksi Abses Submandibular 13
2.6. Dasar Diagnosis
Diagnosis di tegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.7,9,12
1. Anamnesis
Sesuai etiologi yang paling sering mengakibatkan abses submandibula,
Dari anamnesis di dapatkan adanya riwayat sakit gigi, mengorek atau
mencabut gigi atau adanya riwayat higiene gigi yang buruk. Dari anamnesis
juga didapatkan gejala berupa sakit pada dasar mulut dan sukar membuka
mulut.
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik diapatkan pembengkakan di daerah submandibula,
fluktuatif, lidah terangkat ke atas dan terdorong ke angulus mandibula, dapat
diraba. Pada palpasi, akan terasa kenyal dan terdapat pus. Ludwig’s angina
merupakan selulitis di daerah submandibula, dengan tidak ada fokal abses.
Biasanya akan mengenai kedua sisi submandibula, air liur yang banyak,
trismus, nyeri, disfagia, massa submandibula, sesak nafas akibat sumbatan
jalan nafas oleh lidah yang terangkat ke atas dan terdorong ke belakang. Pada
beberapa kasus kadang-kadang sulit untuk menentukan lokasi abses terutama
Page 11
11
jika melibatkan beberapa daerah leher dalam dan jika pasien sudah
mendapatkan pengobatan sebelumnya.
3. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium
Pada pemeriksaan darah rutin, didapatkan leukositosis. Aspirasi
material yang bernanah ( purulent ) dapat dikirim untuk dibiakkan guna uji
resistensi antibiotik
b. Radiologis
Rontgen jaringan lunak kepala AP
Rontgen panoramik
Dilakukan apabila penyebab abses submandibuka berasal dari gigi.
c. Rontgen thoraks
Perlu dilakukan untuk evaluasi mediastinum, emfisema subkutis,
pendorongan saluran nafas, dan pneumonia akibat aspirasi abses.
d. Tomografi komputer (CT-scan)
CT-scan dengan kontras merupakan pemeriksaan gold standar pada
abses leher dalam. Berdasarkan penelitian bahwa hanya dengan
pemeriksaan klinis tanpa CT-scan mengakibatkan estimasi terhadap
luasnya abses yang terlalu rendah pada 70 % pasien. Gambaran abses
yang tampak adalah lesi dengan hipodens (intensitas rendah), batas yang
lebih jelas, dan kadang ada air fluid level .
e. Algoritma pemeriksaan benjolan di leher
Page 12
12
Gambar 6
Algoritma Pemeriksaan Benjolan di Leher 12
Pemeriksaan penunjang sangat berperan dalam menegakkan diagnosis.
Pada foto polos jaringan lunak leher anteroposterior dan lateral didapatkan
gambaran pembengkakan jaringan lunak, cairan di dalam jaringan lunak, udara di
subkutis dan pendorongan trakea. Pada foto polos toraks, jika sudah terdapat
komplikasi dapat dijumpai gambaran pneumotoraks dan juga dapat ditemukan
gambaran pneumomediastinum. Jika hasil pemeriksaan foto polos jaringan lunak
menunjukkan kecurigaan abses leher dalam, maka pemeriksaan tomografi
idealnya dilakukan. CT Scan dengan kontras merupakan standar untuk evaluasi
infeksi leher dalam. Pemeriksaan ini dapat membedakan antara selulitis dengan
abses, menentukan lokasi dan perluasan abses. Pada gambaran CT Scan dengan
kontras akan terlihat abses berupa daerah hipodens yang berkapsul, dapat disertai
udara di dalamnya, dan oedema jaringan sekitar. CT Scan dapat menentukan
waktu dan perlu tidaknya operasi. Pemeriksaan penunjang lainnya adalah
pemeriksaan pencitraan resonansi magnetik (Magnetic resonance Imaging / MRI)
yang dapat digunakan untuk mengetahui lokasi abses, perluasan dan sumber
infeksi. Sedangkan Ultrasonografi (USG) adalah pemeriksaan penunjang
diagnostik yang tidak invasif. Foto panoramik digunakan untuk menilai posisi
gigi dan adanya abses pada gigi. Pemeriksaan ini dilakukan terutama pada kasus
abses leher dalam yang diduga sumber infeksinya berasal dari gigi. Pemeriksaan
darah rutin dapat melihat adanya peningkatan leukosit yang merupakan tanda
Page 13
13
infeksi. Analisis gas darah dapat menilai adanya sumbatan jalan nafas.
Pemeriksaan kultur dan resistensi kuman harus dilakukan untuk mengetahui jenis
kuman dan antibiotik yang sesuai.7,9,12
2.7. Penatalaksanaan
Antibiotika dosis tinggi terhadap kuman aerob dan aerob harus diberikan
secara parenteral. Evakuasi abses dapat dilakukan dalam anestesi lokal untuk
abses yang dangkal dan terlokalisasi atau eksplorasi dalam narkosis bila letak
abses dalam dan luas. 1,4
Seharusnya pemberian antibiotik berdasarkan hasil biakan kuman dan tes
kepekaan terhadap bakteri penyebab infeksi, tetapi hasil biakan membutuhkan
waktu yang lama untuk mendapatkan hasilnya, sedangkan pengobatan harus
segera diberikan. Pemberian antibiotik secara parenteral sebaiknya diberikan
secepatnya tanpa menunggu hasil kultur pus. Antibiotik kombinasi ( mencakup
terhadap kuman aerob dan anaerob, gram positif dan gram negatif ) adalah pilihan
terbaik mengingat kuman penyebabnya adalah campuran dari berbagai kuman.
Secara empiris kombinasi ceftriaxone dengan metronidazole masih cukup baik.
Setelah hasil uji sensistivitas kultur pus telah didapat pemberian antibiotik dapat
disesuaikan. 1,4
Berdasarkan uji kepekaaan, kuman aerob memiliki angka sensitifitas tinggi
terhadap terhadap ceforazone sulbactam, moxyfloxacine, ceforazone, dan
ceftriaxone, yaitu lebih dari 70%. Metronidazole dan klindamisin angka
sensitifitasnya masih tinggi terutama untuk kuman anaerob gram negatif.
Antibiotik biasanya dilakukan selama ± 10 hari. 1,4
Tabel 2. Antibiotik yang dianjurkan oleh beberapa penulis secara empiris
Antibiotik ∑ S I R
Page 14
14
AmpicillinAmpicillin + sulbactamEritromicinCefiximeChlorampheniclKotrimoxazoleCefotaximeGentamycinCifrofloxacinCeftriaxoneCeftazidimeCeforazoneCeforazone sulbactam + MeropenemMoxyfloxacine
1716
179
168
16171717181410
1612
6(35%)6(37%)
6(35%)5(56%)9(56%)1(12%)
11(69%)7(41%)
10(59%)12(70%)11(61%)12(86%)9(90%)
10(63%)9(75%)
3(18%)5(31%)
1(6%)1(11%)3(19%)2(25%)3(18%)4(24%)
01(6%)
4(22%)1(7%)
0 3(18%)
0
8(47%)5(31%)
10(59%)3(33%)4(25%)5(63%)2(13%)6(35%)7(41%)4(24%)3(17%)1(7%)
1(10%) 3(19%)
3(25%)S= sensitif I= intermediate R= resisiten
Tabel 3. Pola Kepekaan kuman anerob terhadap antibiotic 4
Antibiotik R I S ∑
Bacteroides fragilis
Provotella
Fusobacterium sp
Gram negatif lain
Gram positif lain
Gram positifnon spora
AmoksilinMetronidazoleKlindamisinAmpisilin/sulbaktamAmoksilinMetronidazoleKlindamisinAmpisilin/sulbaktamAmoksilinMetronidazoleKlindamisinAmpisilin/sulbaktamAmoksilinMetronidazoleKlindamisinAmpisilin/sulbaktamMetronidazoleKlindamisinAmpisilin/sulbaktamMetronidazoleKlindamisinAmpisilin/sulbaktam
7016
1102010102200100
4030
0030103130000100010020
0720
37493242111513155575
131114174856
7766
49493743151514157875
141214575356
S= sensitif I= intermediate R= resisiten
Page 15
15
Insisi dibuat pada tempat yang paling berfluktuasi atau setinggi os hioid,
tergantung letak dan luas abses. Pasien dirawat inap sampai 1-2 hari sampai
gejala dan tanda infeksi reda. 1,4
Gambar 7.
Insisi dan Drainase Abses 13
2.8. Komplikasi
Komplikasi terjadi karena keterlambatan diagnosis, terapi yang tidak tepat
dan tidak adekuat. Komplikasi diperberat jika disertai dengan penyakit diabetes
mellitus, adanya kelainan hati dan ginjal dan kehamilan. Proses peradangan dapat
menjalar secara hematogen, limfogen atau langsung (perkontinuitatum) ke daerah
sekitarnya. Infeksi dari submandibula paling sering meluas ke ruang parafaring
karena pembatas antara ruangan ini cukup tipis.8 Perluasan ini dapat secara
langsung atau melalui ruang mastikor melewati musculus pterygoid medial
kemudian ke parafaring. Selanjutnya infeksi dapat menjalar ke daerah potensial
lainnya.4,9
Penjalaran ke atas dapat mengakibatkan peradangan intrakranial, ke bawah
menyusuri selubung karotis mencapai mediastinum menyebabkan mediastinitis.
Abses juga dapat menyebabkan kerusakan dinding pembuluh darah. Bila
pembuluh karotis mengalami nekrosis, dapat terjadi ruptur, sehimgga terjadi
Page 16
16
perdarahan hebat, bila terjadi periflebitis atau endoflebitis, dapat timbul
tromboflebitis dan septikemia.4,9
Gambar 8.
Komplikasi Abses Submandibular 11
2.9. Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan pemeriksaan gigi ke dokter secara rutin
dan teratur, penanganan infeksi gigi dan mulut yang tepat dapat mencegah kondisi
yang akan meningkatkan terjadinya komplikasi.5
2.10. Prognosis
Pasien dengan abses submandibula yang diobati dapat sembuh sempurna
bila abses ditangani dengan baik dan tepat waktu. Pasien yang mendapat
pengobatan yang terlambat dapat mengakibatkan terjadinya komplikasi dan
penyembuhan yang lama. Sekali abses submandibula ditangani secara sempurna,
maka tidak ada kecenderungan untuk kambuh lagi.5
Page 17
17
BAB III
KESIMPULAN
Abses submandibula di defenisikan sebagai terbentuknya abses pada ruang
potensial di regio submandibula yang disertai dengan nyeri tenggorok, demam
dan terbatasnya gerakan membuka mulut. Abses submandibula merupakan bagian
dari abses leher dalam. Abses leher dalam terbentuk di ruang potensial di antara
fasia leher dalam sebagai akibat penjalaran infeksi dari berbagai sumber, seperti
gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga tengah dan leher.
Ruang submandibula merupakan daerah yang paling sering terlibat
penyebaran infeksi dari gigi. Penyebab lain adalah infeksi kelenjar ludah, infeksi
saluran nafas atas, trauma, benda asing, dan 20% tidak diketahui penyebabnya.
Sebagian lain dapat merupakan kelanjutan infeksi leher dalam lainnya. Sebelum
ditemukan antibiotika, penyebab tersering infeksi leher dalam adalah faring dan
tonsil, tetapi sekarang adalah infeksi gigi. Kuman penyebab biasanya campuran
kuman aerob dan anaerob. Kuman aerob yang paling sering ditemukan adalah
Streptococcus sp, Staphylococcus sp, Neisseria sp, Klebsiella sp, Haemophillus
sp. Pada kasus yang berasal dari infeksi gigi, sering ditemukan kuman anaerob
kelompok batang gram negatif seperti, Bacteroides melaninogenesis, Eubacterium
Peptostreptococcus dan yang jarang adalah kuman Fusobacterium.
Gejala klinis abses submandibula meliputi demam tinggi, nyeri leher
disertai pembengkakan di bawah mandibula dan atau di bawah lidah, mungkin
berfluktuasi. Dapat juga terjadi sakit pada dasar mulut, trismus, indurasi
submandibula dan kulit di bawah dagu eritema dan oedem.
Untuk Penatalaksanaanya antibiotika dosis tinggi terhadap kuman aerob dan
aerob harus diberikan secara parenteral. Evakuasi abses dapat dilakukan dalam
anestesi lokal untuk abses yang dangkal dan terlokalisasi atau eksplorasi dalam
narkosis bila letak abses dalam dan luas.
Page 18
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Fachruddin D. Abses Leher Dalam. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N,
Bashiruddin J eds. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan
Kepala & Leher. Edisi ke-6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007. Hal 226-30
2. Ardehali MM, Jafari M, Haqh AB. Submandibular space abscess: a clinical
trial for testing a new technique. Cited 2012 Oct 7. Available from:
www.ncbi.nml.nih.gov/pubmed/22267495#.
3. A Mazita, MBBCh BaO, MYS Hazim, MS ORL-HNS, MAR Megant Shiraz
MS ORL-HNS, S H A Primuharsa Putra, MS ORL-HNS.Neck Abscess: Five
Year Retrospective Review of Hospital University Kebangsaan Malaysia
Experience. Med J Malaysia. 2011;61(2)
4. Hibbert J. Laryngology and Head and Neck Surgery. Oxford: Butterworth-
Heinemann. 1997. Page 5,16,17
5. Murray AD, Marcincuk MC. Deep Neck Infection. Available in:
http:/emedicine.medscape.com./article/837048-overview
6. Lee KJ. Essential Otolaryngology. Head and Neck Surgery. New York:
McGraw-Hill. 2003. Page 422-432
7. Bailey BJ, Johnson JT, Newlands SD. Head and Neck Surgery-
Otolaryngology. 4th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 2006.
Page 668-680
8. Standring, S. 2004. Grays Anatomy. The Anatomical Basis of Clinical
Practise. Churcill LivingStone: Elsevier
9. Scott BA, Steinberg CM, Driscoll BP. Infection of the deep Space of the
neck. In: Bailley BJ, Jhonson JT, Kohut RI et al editors. Otolaryngology
Head and neck surgery. Philadelphia: JB.Lippincott Company 2001.p.701-15
10. Rosen EJ. Deep neck spaces and infections. Grand rounds Presentation
University of Texas Dept of Otolaryngology; 2002.p
Page 19
19
11. Dr David Maritz. Deep space infections of the neck and floor of mouth-
Hand Out
12. Anniko M, Sprekelsen Mb, Bonkowsky V, dkk. Otorhinology Head and Neck
Surgery. New York: Springer. Page 414-415. Available in:
http://books.google.co.id/books?
id=13fPEPZQqoQC&pg=PA414&dq=submandibular+space+abcess,
+otorhinolaryngology&hl=id&ei=I1ttTJ7FGou4vgOqvJC3DQ&sa=X&oi=bo
ok_result&ctbook-
thumbnail&resnumb=1nfed=0CCjQ6wEwAA#v=onepage&q=submandibular
%20space%20abscess%2c%20otorhinolaryngology&f=false
13. Pictures of submandibular neck. Otolaryngology Houston. Diunduh dari
http://prosites-otohouston.homestead.com/neckabscess.html [Diakses tanggal
16 Juni 2011].