LAPORAN STUDI KASUS STASE GIGI DAN MULUT
BAB ILATAR BELAKANG
0. Latar BelakangNyeri tenggorok dan demam yang disertai dengan
terbatasnya gerakan membuka mulut dan leher, harus dicurigai
kemungkinan disebabkan oleh abses leher dalam. Abses leher dalam
terbentuk didalam ruang potensial diantara fasia leher dalam
sebagai akibat penjalaran infeksi dari berbagai sumber, seperti
gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga tengah dan leher.
Gejala dan tanda klinik biasanya berupa nyeri dan pembengkakan di
ruang leher dalam yang terlibat.1Anatomi dari abses leher dalam
sangat komplek, sehingga sulit untuk menentukan lokasi infeksi.
Untuk membuat diagnosis dari abses leher dalam cukup sulit karena
abses ini ditutupi oleh beberapa jaringan lunak yang ada pada leher
dan juga sulit untuk mempalpasi serta menginspeksi dari
luar.1,2
1.2 Rumusan Masalah1. Apakah yang maksud dengan Abses
submandibula.?2. Apa saja yang menjadi penyebab dan gejala-gejala
Abses submandibula.?3. Bagaimana cara mendiagnosa Abses
submandibula.?4. Bagaimana cara penanganan bagi penderita Abses
submandibula.?5. Saran apa sajakah yang bisa diberikan bagi
penderita Abses submandibula.?
I.3. Tujuan1. Untuk mengetahui pengertian tentang Abses
submandibula.2. Untuk mengetahui penyebab dan gejala-gejala Abses
submandibula.3. Untuk mengetahui cara mendiagnosa Abses
submandibula. 4. Untuk mengetahui cara-cara penanganan Abses
submandibula.5. Untuk dapat memberikan saran yang baik bagi
penderita Abses submandibula.
LAPORAN STUDI KASUS STASE GIGI DAN MULUT
BAB IIISTATUS PASIEN
3.1 IDENTITASNama: Nn.SAlamat: RT 04 RW 17 ds.Sawentan,
kanigoro, BlitarUmur: 24 tahunKelamin: perempuanPekerjaan:
GuruAgama: IslamTanggal periksa: 12 Mei 20153.2 RIWAYAT KASUS1.
Keluhan Utama: benjolan pada pipi bawah kanan2. Riwayat Penyakit
Sekarang: Pasien datang dengan keluhan adanya benjolan pada pipi
bawah kanan sebelah kanan sejak 1 bulan yang lalu. Pasien merasa
muncul benjolan yang sebelumnya tidak ada. Pasien juga mengeluh
sukar untuk membuka mulut, dikarenakan nyeri. Sebelumnya pasien
sakit gigi selama 3 bulan pada gigi bawah sebelah kanan. Sakit
timbul tanpa rangsangan (mengunyah atau terkena minuman dingin).
Kemudian rasa sakitnya banyak berkurang, tetapi timbul benjolan di
pipi kanan, Sehingga pasien memeriksakannya ke poli gigi dan mulut
RSD Mardi Waluyo. 3. Riwayat Perawatana. Gigi: Pasien belum pernah
melakukan perawatan gigi sebelumnyab. Jar.lunak R. mulut &
sekitarnya: Keluhan pembekakan baru terjadi satu kali.4. Riwayat
Kesehatan Kelainan darah: tidak ditemukan adanya kelainan Kelainan
endokrin: tidak ditemukan adanya kelainan Gangguan nutrisi: tidak
ditemukan adanya kelainan Kelainan jantung: tidak ditemukan adanya
kelainan Kelainan kulit/ kelamin: tidak ditemukan adanya kelainan
Gangguan pencernaan: tidak ditemukan adanya kelainan Gangguan
respiratori: tidak ditemukan adanya kelainan Kelainan imunologi:
tidak ditemukan adanya kelainan Gangguan TMJ: tidak ditemukan
adanya kelainan Tekanan darah: 100/80 mmHg Diabetes mellitus: -
Lain-lain: -5. Keadaan Sosial/kebiasaan: kopi (-), rokok (-),
alkohol (-)6. Riwayat Keluarga : a) Kelainan darah : tidak
ditemukan adanya kelainanb) Kelainan endokrin : tidak ditemukan
adanya kelainanc) Diabetes melitus : tidak ditemukan adanya
kelainand) Kelainan jantung : tidak ditemukan adanya kelainane)
Kelainan syaraf : tidak ditemukan adanya kelainanf) Alergi : tidak
ditemukan adanya kelainang) lain-lain : -
3.3. PEMERIKSAAN KLINIS 1. EKSTRA ORAL a. Muka : tidak ada
kelainanb. Pipi kanan : terdapat adanya benjolan dengan diameter 4
cm, teraba hangat dan lunak, warna sama dengan kulit
disekitarnya.Pipi kiri : tidak ada kelainanc. Bibir atas : tidak
ada kelainanBibir bawah : tidak ada kelainand. Sudut mulut : tidak
ada kelainane. Lain-lain : tidak ada kelainan2. INTRA ORALa. Mukosa
labial atas : tidak ada kelainanMukosa labial bawah : tidak ada
kelainanb. Mukosa pipi kiri : tidak ada kelainanMukosa pipi kanan :
tidak ada kelainanc. Bukal fold atas : tidak ada kelainanBukal fold
bawah : tidak ada kelainand. Labial fold atas : tidak ada
kelainanLabial fold bawah : tidak ada kelainane. Ginggiva rahang
atas : tidak ada kelainanGinggiva rahang bawah : tidak ada kelainan
f. Lidah : tidak ada kelainang. Dasar mulut : tidak ada kelainanh.
Palatum : tidak ada kelainani. Tonsil : tidak ada kelainanj.
Pharynx : tidak ada kelainank. Lain lain : tidak ada
kelainanPemeriksaan Gigi 1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 8 I II III
IV V I II III IV V 8 7 6 5 4 3 2 1 8 7 6 5 4 3 2 1
V IV III II I
V IV III II I
Keterangan : : tidak ada kelainan pada gigi
: karies profunda (35,36,37,47)
: sisa akar (46)
: impaksi (48)
Karang gigi: seluruh regio gigi
Status lokalis : Ekstra oral : terdapat adanya benjolan pada
pipi kiri Inspeksi: tampak 1 buah benjolan pada pipi kanan atas
dengan diameter 4 cm, warna sama dengan kulit disekitarnya, pus
(-), darah (-) Palpasi: teraba 1 buah benjolan, konsisitensi
kenyal, batas tidak jelas, hangat, nyeri (+) Intra oral: tidak ada
kelainan
3.4. PEMERIKSAAN PENUNJANGFoto panoramic1. karies profunda
(35,36,37,47)2. sisa akar (46)3. impaksi (48)4. os mandibula tampak
baik5. os maksila tampak baik3.5. DIAGNOSIS BANDING1) Abses
Submandibula et Parafaring Sinistra2) Parotitis3) Angina
Ludovici
3.6. DIAGNOSIS Gangren pulpa regio 35, 36, 37 dan 47 Gangrene
radiks 46 Periodontitis marginalis kronis oleh karena kalkulus
3.7. TERAPI PembedahanEkstraksi gigi regio 47 dan 48
Medikamentosa- Cefadroxil 3x250mg- Metronidazole 3x500 mg- Injeksi
Ranitidin 2x150 mg- Asam mefenamat 2x250 mg Terapi post operasi
Cefadroxil 3x250mg Metronidazole 3x500 mg Betadine kumur Scalling
kalkulus rahang atas dan rahang bawah
LAPORAN STUDI KASUS STASE GIGI DAN MULUT
BAB IIITINJAUAN PUSTAKA
3.1. ANATOMI3.1.1. GigiAnatomi dasar gigi terdiri dari bagian
mulut, sedangkan bagian akar terbenam di dalam tulang rahang dan
gusi.
Gambar 3.1. Anatomi gigiPeriodontium adalah jaringan yang
menyangga atau yang terdapat disekitar gigi. Anatomi periodontium
terdiri dari : 1. Gingiva 2. Ligamen periodontal 3. Sementum 4.
Tulang alveolus 1. Gingiva Gingiva adalah bagian mukosa mulut yang
mengelilingi gigi. Gingiva melekat pada gigi dan tulang alveolar.
Pada permukaan vestibulum di kedua rahang, gingiva secara jelas
dibatasi mukosa mulut yang lebih dapat bergerak oleh garis yang
bergelombang disebut perlekatan mukogingiva. Garis demarkasi yang
sama juga ditemukan pada aspek lingual mandibular antara gingival
dan mukosa mulut. Pada palatum, gingiva menyatu dengan palatum dan
tidak ada perlekatan mukogingiva yang nyata 6 Gingiva dibagi
menjadi tiga menurut daerahnya yaitu marginal gingival, attached
gingival dan gingival interdental. Marginal gingival adalah bagian
gingival yang terletak pada daerah korona dan tidak melekat pada
gingiva. Dekat tepi gingiva terdapat suatu alur dangkal yang
disebut sulkus gingiva yang mengelilingi setiap gigi. Pada gigi
yang sehat kedalaman sulkus gingival bervariasi sekitar 0,5 2 m.
Attached gingiva merupakan kelanjutan dari marginal gingiva.
Jaringan padat ini terikat kuat dengan periosteum tulang alveolar
dibawahnya. Permukaan luar dari attached gingiva terus memanjang ke
mukosa alveolar yang lebih kendur dan dapat digerakkan, bagian
tersebut disebut mucogingival juntion. Interdental gingiva mewakili
gingiva embrasure, dimana terdapat ruang interproksimal dibawah
tempat berkontaknya gigi. Interdental gingiva dapat berbentuk
piramidal atau berbentuk seperti lembah . Suplai darah pada gingiva
melalui 3 jalan yaitu: arteri yang terletak lebih superfisial dari
periosteum, mencapai gingiva pada daerah yang berbeda di rongga
mulut dari cabang arteri alveolar yaitu arteri infra orbital,
nasopalatina, palatal, bukal, mental dan lingual Pada daerah
interdental percabangan arteri intrasepatal. Pembuluh darah pada
ligamen periodontal bercabang ke luar ke arah gingival. Suplai
saraf pada periodontal mengikuti pola yang sama dengan distribusi
suplai darah2. Ligamen periodontalLigamen periodontal adalah suatu
jaringan ikat yang melekatkan gigi ke tulang alveolar. Ligamen ini
berhubungan dengan jaringan ikat gingiva melalui saluran vaskuler
di dalam tulang. Pada foramen apikal, ligament periodontal menyatu
dengan pulpa. . Ligamen periodontal seperti semua jaringan ikat
lain, mengandung sel, serat-serat dan subtansi dasar. Serat ligamen
periodontal ada yang berbentuk krista aleveolar, horizontal, oblik
dan apikal. Suplai darah melalui cabang arteri alveolar yaitu
cabang arteri interdental. 3. SementumSementum adalah jaringan
terminal yang menutupi akar gigi yang strukturnya mempunyai
beberapa kesamaan dengan tulang kompakta dengan perbedaan sementum
bersifat avaskuler. Sementum membentuk lapisan yang sangat tipis
pada daerah servikal akar dan tebalnya bertambah pada daerah
apikal. 4. Tulang alveolarBagian mandibula atau maksila yang
menjadi lokasi gigi disebut sebagai prosesus alveolar. Alveoli
untuk gigi ditemukan di dalam prosesus alveolar dan tulang yang
membatasi alveoli disebut tulang alveolar. Tulang alveolar
berlubang-lubang karena banyak saluran Volkman yang mengandung
pembuluh darah pensuplai ligamen periodontal.
3.1.2. MandibulaPengetahuan tentang ruang-ruang dileher dan
hubunganya dengan fasia penting untuk mendiagnosis dan mengobati
infeksi pada leher. Ruang yang dibentuk oleh berbagai fasia pada
leher ini adalah merupakan area yang berpotensi untuk terjadinya
infeksi. Invasi dari bakteri akan menghasilkan selulitis atau
abses, dan menyebar melalui berbagai jalan termasuk melalui saluran
limfe.Pembagian ruang ruang di leher berdasarkan Hollinshead
(1954). 1. Di bawah hyoid: Carotid Sheath Ruang Pretrakeal Ruang
Retroviseral Ruang Viseral Ruang prevertebral.1. Di atas hyoid:
Ruang submandibula Ruang submaxilla Ruang masticator Ruang
parotid1. Area perifaring: Ruang retrofaring Ruang parafaring
(lateral Pharyngeal) Ruang submandibula1. Area intrafaring: Ruang
paratonsilAbses paling sering mengenai ruang retrofaring, ruang
parafaring (lateral pharyngeal), dan ruang submandibula.
Gambar 3.2. Otot milohioid yang memisahkan ruang sublingual dan
submental.
Gambar 3.3. Potongan vertical ruang submandibula.Ruang
submndibula terletak diantara mukosa dasar mulut (sebagai batas
superior) dan lapisan superficial pada fasia servikalis bagian
dalam ( sebagai batas inferior). Di bagian inferiornya dibentuk
oleh otot digastrikus. Batas lateralnya berupa kulit, otot
platysma, dan korpus mandibula. Sedangkan dibagian medialnya
berbatasan dengan hyoglosus dan milohioid. Di bagian anteriornya,
ruang ini berbatasan dengan otot digastrikus anterior dan
milohioid. Bagian posteriornya berbatasan dengan ligamentum
submandibula dan otot digastrikus posteriornya. Ruang submandibula
merupakan ruang di atas hyoid yang terdiri dari ruang sublingual
dan ruang submaksila. Ruang sublingual dipisahkan dari ruang
submaksila oleh otot milohioid. Ruang submaksila selanjutnya dibagi
atas ruang submental dan ruang submaksila (lateral) oleh otot
digastrikus anterior tetapi kedua ruang ini berhubungan secara
bebas. Namun ada pembagian lain yang tidak menyertakan ruang
sublingual kedalam ruang submandibula, dan membagi ruang
submandibula atas ruang submental dan ruang submaksila saja.
Gambar 3.4. Submandibular spaceRuang sublingual mengandung
kelenjar sublingual, duktus Wharton, dan saraf hipoglosal. Ruang
ini terletak dia atas otot milohioid tetapi masih dianterior lidah,
dan dilateral otot intrinsic lidah (genioglosus dan geniohioid) dan
superior dan medial dengan otot milohioid. Dibagian anteriornya,
berbatasan dengan sepanjang genu mandibula dan bagian posteriornya
berhubungan bebas dengan ruang submaksila.Ruang submaksila berada
di bawah otot milohioid, dan mengandung kelenjar submandibula dan
kelenjar getah bening. Ruang submksila ini berhubungan bebas dengan
ruang sublingual sepanjang tepi posterior otot milohioid. Kelenjar
submandibula terletak diantara kedua ruang tersebut.Ruang submental
merupakan ruang yang terbentuk segitiga yang terletak di garis
tengah dibawah mandibula dimana batas superior dan lateralnya
dibatasi bagian anterior otot digastricus. Dasar pada ruangan ini
adalah otot milohyoid sedangkan atapnya adalah kulit, facia
superficial, otot platysma. Ruang submental mengandung beberapa
nodus limfe dan jaringan lemak fibrous..
3.2. DEFINISIAbses adalah infeksi akut yang terlokalisir pada
rongga yang berdinding tebal, manifestasinya berupa keradangan,
pembengkakan yang nyeri jika ditekan, dan kerusakan jaringan
setempat8Abses rongga mulut adalah suatu infeksi pada mulut, wajah,
rahang, atau tenggorokan yang dimulai sebagai infeksi gigi atau
karies gigi. Kehadiran abses dentoalveolar sering dikaitkan dengan
kerusakan yang relatif cepat dari alveolar tulang yang mendukung
gigi. Jumlah dan rute penyebaran infeksi tergantung pada lokasi
gigi yang terkena serta penyebab virulensi organisme8Abses
submandibula terletak dibagian bawah m.mylohioid yang memisahkannya
dari spasium sublingual. Lokasi ini di bawah dan medial bagian
belakang mandibula. Dibatasi oleh m.hiooglosus dan m.digastrikus
dan bagian posterior oleh m.pterigoid eksternus. Berisi kelenjar
ludah submandibula yang meluas ke dalam spasium sublingual. Juga
berisi kelenjar limfe submaksila. Pada bagian luar ditutup oleh
fasia superfisial yang tipis dan ditembus oleh arteri submaksilaris
eksterna.Infeksi pada spasium ini dapat berasal dari abses
dentoalveolar, abses periodontal dan perikoronitis yang berasal
dari gigi premolar atau molar mandibula.
3.3. ETIOLOGIInfeksi dapat bersumber dari gigi, dasar mulut,
faring, kelenjar liur atau kelenjar limfa submandibula. Mungkin
juga sebagian kelanjutan infeksi ruang leher dalam lain. Kuman
penyebab biasanya campuran kuman aerob dan aerob. 2,3Abses
submandibula merupakan salah satu bagian dari abses leher dalam.
Sebagian besar abses leher dalam disebabkan oleh campuran berbagai
kuman, baik kuman aerob, anaerob, maupun fakultatif anaerob. Kuman
aerob yang sering ditemukan adalah Stafilokokus, Streptococcus sp,
Haemofilus influenza, Streptococcus Pneumonia, Moraxtella
catarrhalis, Klebsiell sp, Neisseria sp. Kuman anaerob yang sering
ditemukan pada abses leher dalam adalah kelompok batang gram
negatif, seperti Bacteroides, Prevotella, maupun
Fusobacterium.2,4
3.4. Tanda dan Gejala1. Adanya respon InflamasiRespon tubuh
terhadap agen penyebab infeksi adalah inflamasi. Pada keadaan ini
substansi yang beracun dilapisi dan dinetralkan. Juga dilakukan
perbaikan jaringan, proses inflamasi ini cukup kompleks dan dapat
disimpulkan dalam beberapa tanda:14a) Hiperemi yang disebabkan
vasodilatasi arteri dan kapiler dan peningkatan permeabilitas dari
venula dengan berkurangnya aliran darah pada vena.b) Keluarnya
eksudat yang kaya akan protein plasma, antiobodi dan nutrisi dan
berkumpulnya leukosit pada sekitar jaringan.c) Berkurangnya faktor
permeabilitas, leukotaksis yang mengikuti migrasi leukosit
polimorfonuklear dan kemudian monosit pada daerah luka.d)
Terbentuknya jalinan fibrin dari eksudat, yang menempel pada
dinding lesi. e) Fagositosis dari bakteri dan organisme lainnyaf)
Pengawasan oleh makrofag dari debris yang nekrotik2. Adanya gejala
infeksiGejala-gejala tersebut dapat berupa : rubor atau kemerahan
terlihat pada daerah permukaan infeksi yang merupakan akibat
vasodilatasi. Tumor atau edema merupakan pembengkakan daerah
infeksi. Kalor atau panas merupakan akibat aliran darah yang
relatif hangat dari jaringan yang lebih dalam, meningkatnya jumlah
aliran darah dan meningkatnya metabolisme. Dolor atau rasa sakit,
merupakan akibat rangsangan pada saraf sensorik yang di sebabkan
oleh pembengkakan atau perluasan infeksi. Akibat aksi faktor bebas
atau faktor aktif seperti kinin, histamin, metabolit atau
bradikinin pada akhiran saraf juga dapat menyebabkan rasa sakit.
Fungsio laesa atau kehilangan fungsi, seperti misalnya
ketidakmampuan mengunyah dan kemampuan bernafas yang terhambat.
Kehilangan fungsi pada daerah inflamasi disebabkan oleh faktor
mekanis dan reflek inhibisi dari pergerakan otot yang disebabkan
oleh adanya rasa sakit.143. LimphadenopatiPada infeksi akut,
kelenjar limfe membesar, lunak dan sakit. Kulit di sekitarnya
memerah dan jaringan yang berhubungan membengkak. Pada infeksi
kronis perbesaran kelenjar limfe lebih atau kurang keras tergantung
derajat inflamasi, seringkali tidak lunak dan pembengkakan jaringan
di sekitarnya biasanya tidak terlihat. Lokasi perbesaran kelenjar
limfe merupakan daerah indikasi terjadinya infeksi. Supurasi
kelenjar terjadi jika organisme penginfeksi menembus sistem
pertahanan tubuh pada kelenjar menyebabkan reaksi seluler dan
memproduksi pus. Proses ini dapat terjadi secara spontan dan
memerlukan insisi dan drainase.14
3.5. PATOGENESABerawal dari etiologi diatas seperti infeksi
gigi. Nekrosis pulpa karena karies dalam yang tidak terawat dan
periodontal pocket dalam merupakan jalan bakteri untuk mencapai
jaringan periapikal. Karena jumlah bakteri yang banyak, maka
infeksi yang terjadi akan menyebar ke tulang spongiosa sampai
tulang cortical. Jika tulang ini tipis, maka infeksi akan menembus
dan masuk ke jaringan lunak. Penyebaran infeksi ini tergantung dari
daya tahan jaringan dan tubuh.5Infeksi odontogen dapat menyebar
melalui jaringan ikat (perikontinuitatum), pembuluh darah
(hematogenous), dan pembuluh limfe (limfogenous). Yang paling
sering terjadi adalah penjalaran secara perkontinuitatum karena
adanya celah/ruang di antara jaringan berpotensi sebagai tempat
berkumpulnya pus. Penjalaran infeksi pada rahang atas dapat
membentuk abses palatal, abses submukosa, abses gingiva, cavernous
sinus thrombosis, abses labial, dan abses facial. Penjalaran
infeksi pada rahang bawah dapat membentuk abses subingual, abses
submental, abses submandibular, abses submaseter, dan angina
ludwig. Ujung akar molar kedua dan ketiga terletak dibelakang bawah
linea mylohyoidea (tempat melekatnya m. Mylohyoideus) yang terletak
di aspek daam mandibula, sehingga jika molar kedua dan ketiga
terinfeksi dan membentuk abses, pus nya dapat menyebar ke ruang
submandibula dan dapat meluas ke ruang parafaringeal. Abses pada
akar gigi menyebar ke ruang submandibula akan menyebabkan sedikit
ketidaknyamanan pada gigi, dan pembengkakan sekitar wajah di daerah
bawah. Setelah 3 hari pembengkakan akan terisi pus. Jika tidak
diberikan penanganan, maka pus akan keluar, menyebabkan
terbentuknya fistel pada kulit. Pus tersebut juga dapat menyebar ke
jaringan lain sekitar tenggorokan, dan ini dapat menyebabkan
problem pernafasan. Jadi abses submandibular merupakan kondisi yang
serius.5
3.6. DIAGNOSIS Diagnosis abses submandibula ditegakkan
berdasarkan anamnesis, gejala klinis, dan pemeriksaan penunjang
seperti foto polos jaringan lunak leher atau tomografi
komputer.Tanda dan gejala dari suatu abses leher dalam timbul oleh
karena: 61. efek massa atau inflamasi jaringan atau cavitas abses
pada sekitar struktur abses.1. keterlibatan daerah sekitar abses
dalam proses infeksi.A. AnamnesisBeberapa gejala berikut dapat
ditemukan pada pasien dengan abses submandibula adalah : 1.
asimetris leher karena adanya massa atau limfadenopati pada sekitar
70%.71. trismus karena proses inflamasi pada m.pterigoides 1.
torticolis dan penyempitan ruang gerak leher karena proses
inflamasi pada leher.Riwayat penyakit dahulu sangat bermanfaat
untuk melokalisasi etiologi dan perjalanan abses pasien seharus
ditanya : 1. tentang riwayat tonsillitis dan peritonsil abses.1.
riwayat trauma retrofaring contoh intubasi1. dental caries dan
abses.B. Pemeriksaan KlinikDiagnosis untuk suatu abses leher dalam
kadang-kadang sulit ditegakkan bila hanya berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik saja. Ditemukan pembengkakan dibawah rahang baik
unilateral maupun bilateral dan berfluktuasi. Karena itu diperlukan
studi radiografi untuk membantu menegakkan diagnosis, menyingkirkan
kemungkinan penyakit lainnya dan perluasan penyakit. 7Pemeriksaan
tomography komputer dapat ditemukan daerah dengan densitas rendah,
peningkatan gambaran kontras pada dinding abses dan edem jaringan
sekitar abses. Pemeriksaan kultur dan sensitivitas test dilakukan
untuk mengetahui jenis kuman dan antibiotik yang sesuai. 71.
LaboratoriumPada pemeriksaan darah rutin, didapatkan leukositosis.
Aspirasi material yang bernanah (purulent) dapat dikirim untuk
dibiakkan guna uji resistensi antibiotik1. Radiologis 1. Rontgen
jaringan lunak kepala AP1. Rontgen panoramikDilakukan apabila
penyebab abses submandibuka berasal dari gigi.
1. Rontgen thoraksPerlu dilakukan untuk evaluasi mediastinum,
empisema subkutis, pendorongan saluran nafas, dan pneumonia akibat
aspirasi abses.1. Tomografi komputer (CT-scan)CT-scan dengan
kontras merupakan pemeriksaan baku emas pada abses leher dalam.
Berdasarkan penelitian Crespo bahwa hanya dengan pemeriksaan klinis
tanpa CT-scan mengakibatkan estimasi terhadap luasnya abses yang
terlalu rendah pada 70% pasien (dikutip dari Pulungan). Gambaran
abses yang tampak adalah lesi dengan hipodens (intensitas rendah),
batas yang lebih jelas, dan kadang ada air fluid level . 4
Gambar 3.5. contoh CT scanCT-scan pasien dengan keluhan trismus,
pembengkakan submandibula yang nyeri dan berwarna kemerahan selama
12 hari. CT-scan axial menunjukkan pembesaran musculus pterygoid
medial (tanda panah), peningkatan intensitas ruang submandibular
dan batas yang jelas dari musculus platysmal (ujung panah).e.
Algoritma pemeriksaan benjolan di leher
Gambar 3.6. Algoritma Pemeriksaan Benjolan di Leher
3.7. TERAPI Penatalaksanaan abses submandibula meliputi:1,8
Penatalaksanaan terhadap abses Penatalaksanaan terhadap
penyebabAntibiotik dosis tinggi terhadap kuman aerob dan anaerob
harus diberikan secara parenteral. Abses submandibula sering
disebabkan oleh infeksi gigi dan paling sering menyebabkan trismus.
Maka sesegera mungkin setelah trismus hilang, sebaiknya pengobatan
terhadap penyebab segera dilakukan.1,8Pola Kepekaan kuman anerob
terhadap antibiotik
Evakuasi abses dapat dilakukan dalam anastesi lokal untuk abses
yang dangkal dan terlokalisasi atau eksplorasi dalam narkosis bila
letak abses dalam dan luas.Insisi dibuat pada tempat yang paling
berfluktuasi atau setinggi os hyoid, tergantung letak dan luas
abses.
3.8. KOMPLIKASIKomplikasi yang sering terjadi adalah Ludwigs
angina. Ludwigs angina adalah infeksi berat yang melibatkan dasar
mulut, ruang submental, dan ruang submandibula. Penyebab dari
Ludwigs angina ini pun bisa karena infeksi lokal dari mulut, karies
gigi, terutama gigi molar dan premolar, tonsilitis, dan karena
trauma ekstraksi gigi. Dapat juga disebabkan oleh kuman aerob
maupun anaerob.9,10
Ludwigs angina merupakan peradangan selulitis atau flegmon dari
bagian superior ruang suprahioid. Ruang potensial ini berada antara
otot-otot yang melekatkan lidah pada tulang hioid dan otot
milohioideus. Peradangan ruang ini menyebabkan kekerasan yang
berlebihan pada jaringan dasar mulut dan mendorong lidah ke atas
dan ke belakang. Dengan demikian dapat menyebabkan obstruksi jalan
nafas secara potensial.11Gejalanya sangat cepat. Dapat menyebabkan
trismus, disfagia, leher membengkak secara bilateral berwarna
kecoklatan. Dan pada perabaan akan terasa keras. Yang paling
berakibat fatal adalah Ludwigs angina tersebut dapat menyebabkan
lidah terdorong ke atas dan belakang sehingga menimbulkan sesak
nafas dan asfiksia karena sumbatan jalan nafas yang kemudian dapat
menyebabkan kematian.9,10,113.9. PROGNOSIS Pada awalnya, kematian
yang terjadi akibat kasus abses submandibula ini lebih dari 50%
kasus. Namun seiring dengan penggunaaan antibiotic yang semakin
luas, angka mortalitas tersebut turun hingga mencapai di bawah 5%.
Penggunaan antibiotic intravena memberikan prognosis yang baik jika
digunakan pada masa-masa awal kasus penyakit. Kemudian tindakan
operasi dilakukan jika terjadi obstruksi jalan napas, abses yang
terlokalisir dan kegagalan penggunanaan antibiotic untuk
meningkatkan kemungkinan kesembuhan.
LAPORAN STUDI KASUS STASE GIGI DAN MULUT
BAB IVPEMBAHASAN
Abses submandibula adalah suatu peradangan yang disertai
pembentukan pus pada daerah submandibula. Abses submandibula
menempati urutan tertinggi dari seluruh abses leher dalam. 70-85 %
kasus yang disebabkan oleh infeksi gigi merupakan kasus terbanyak,
selebihnya disebabkan oleh sialadenitis, limfadenitis, laserasi
dinding mulut atau fraktur mandibula. Pada pasien kasus ini
ditemukan tanda-tanda peradangan Berikut adalah penjabaran
penegakan diagnosis pada pasien:LiteraturKasus
AnamnesisAnamnesis
Riwayat penyakit sekarang:Adanya tanda-tanda inflamasi:1. rubor
(kemerahan)2. kalor (panas)3. dolor (rasa sakit),4. tumor
(pembengkakan) 5. functio laesa (perubahan fungsi)Pada pasien
ditemukan adanya nyeri dan pembekaaan pada rahang kanan pasien.
Pasien juga mengalami kesulitan dalam mengunyah dan membuka
mulut.
Riwayat penyakit dahulu Bermanfaat untuk melokalisasi etiologi
dan perjalanan abses pasien seharus ditanya : 1. riwayat
tonsillitis dan peritonsil abses.2. riwayat trauma retrofaring
contoh intubasi3. dental caries dan abses.Pasien merasa nyeri pada
gigi bawah sebelah kanan sejak 3 bulan yang lalu, tetapi nyerinya
semakin berkurang
Pemeriksaan FisikPemeriksaan Fisik
Ditemukan pembengkakan dibawah rahang baik unilateral maupun
bilateral dan berfluktuasiAdanya pembekakan rahang unilateral. Pada
pembekakan tampak rubor (kemerahan) dan kalor (panas) saat
perabaan.
Pemeriksaan penunjangPemeriksaan penunjang
1. LaboratoriumPada pemeriksaan darah rutin, didapatkan
leukositosis. Aspirasi material yang bernanah (purulent) dapat
dikirim untuk dibiakkan guna uji resistensi antibiotik2. Radiologis
a. Rontgen jaringan lunak kepala APb. Rontgen panoramikDilakukan
apabila penyebab abses submandibula berasal dari gigi.c. Rontgen
thoraksPerlu dilakukan untuk evaluasi mediastinum, empisema
subkutis, pendorongan saluran nafas, dan pneumonia akibat aspirasi
abses.d. Tomografi komputer (CT-scan)Dengan menggunakan kontras,
merupakan gold standar untuk mengevaluasi infeksi pada daerah leher
dalam. Abses akan tampak sebagai bangunan atau lesi, air fluid
level, dan lokulasi. Pemerksaan fisik yang ditunjang CT-scan
memiliki sensitivitas 95%4) LaboratoriumPada pasien belum dilakukan
pemeriksaan darah rutin dan aspirasi material.5)
RadiologisDitemukan karies (35,36,37,47), sisa akar (46) dan
impaksi (48).6) Rontgen thoraks dan Tomografi komputer (CT-scan)
tidak dilakukan.
Infeksi dapat terjadi akibat perjalanan dari infeksi gigi dan
jaringan sekitarnya yaitu pada P1,P2,M1,M2 namun jarang terjadi
pada M3. Pada pasien ini penyebab abses adalah dentogenik, karena
adanya infeksi yang berasal dari gigi dan jaringan sekitarnya yaitu
impaksi pada gigi regio 48 atau gangren pulpa regio 47 dan
periodentitis marginalis kronis oleh karena kalkulus. Untuk
mengatasi etiologi dentogenik maka disarankan dilakukannya eksisi
gigi 48 dan 47. Hal ini disebabkan posisi akar gigi 48 dan 47
berada di bawah garis perlekatan m. milohiod pada mandibula.
Diagnosis banding pasien ini adalah parotitis yang merupakan
infeksi yang disebabkan oleh virus mumps, bersifat self limitting
disease. Gejala klinis meliputi pembengkakan dan rasa nyeri pada
kelenjar saliva terutama kelenjar parotid, disertai adanya demam,
sakit kepala, malaise dan anoreksia. Parotitis merupakan penyakit
menular dari sekret pernafasan atau saliva pasien, serta secara
droplet. Periode inkubasi adalah 16-18 hari, periode penularan
adalah 6 hari sebelum gejala muncul dan 9 hari setelah gejala
muncul. Pada kasus ini tidak didapatkan pembengkakan pada kelenjar
parotis dan tidak didapatkan riwayat kontak dengan pasien parotitis
sebelumnya.Diagnosis banding kedua adalah Angina Ludovici yang
merupakan infeksi ruang submandibula berupa selulitis dengan tanda
khas berupa pembengkakan seluruh ruang submandibula, tidak
membentuk abses, sehingga keras pada pembesaran submandibula.
Sumber infeksi berasal dari gigi atau dasar mulut, oleh kuman aerob
dan anaerob. Gejala klinis berupa nyeri tenggorokan dan leher,
disertai pembengkakan di daerah submandibula yang hiperemis dan
keras pada perabaan, dasar mulut yang membengkak dapat mendorong
lidah ke atas belakang sehingga menimbulkan sesak napas. Pada
pemeriksaan fisik kasus ini teraba fluktuasi dan tidak mendorog
lidah ke belakang.9,10,11Prinsip pengelolaan abses adalah pemberian
antibiotik parenteral dosis tinggi dan evakuasi abses. Antibiotik
pertama yang diberikan pada pasien ini adalah Cefadroxil 3x250mg
yang sensitif untuk kuman aerob dan Metronidazole 3x500 mg yang
sensitif untuk kuman anaerob. Cefadroxil merupakan antibiotik
golongan sefalosporin generasi pertama yang efektif terhadap gram
positif dan gram negatif. Kuman aerob memiliki angka sensitifitas
tinggi terhadap cefadroxil Metronidazole memiliki sensitifitas yang
tinggi terutama untuk kuman anaerob gram negatif.1,8 Evakuasi abses
dilakukan dengan ekstraksi gigi 48 dan 47. Pasien juga mendapatkan
terapi simptomatik berupa analgetik dan antiseptik kumur. Analgetik
yang diberikan untuk pasien yaitu asam mefenamat 2x250 mg.
Sedangkan betadine kumur diberikan sebagai antiseptik oral untuk
menjaga kesehatan gigi dan mulut. Ranitidin 2x150 mg merupakan
antagonis histamin reseptor H2 yang menghambat kerja histamin
secara kompetitif pada reseptor H2 dan mengurangi sekresi asam
lambung, diberikan untuk mencegah terjadinya efek samping dari
antibiotik dan analgetik yang diberikan kepada pasien. Betadine
kumur diberikan sebagai antiseptik oral untuk menjaga kesehatan
gigi dan mulut. Pemberian ranitidin 2x150 mg pada pasien untuk
mencegah terjadinya efek samping dari antibiotik dan analgetik
karena merupakan antagonis histamin reseptor H2 yang menghambat
kerja histamin secara kompetitif pada reseptor H2 dan mengurangi
sekresi asam lambung.1,8Sebagian besar abses leher dalam disebabkan
oleh campuran berbagai kuman, baik kuman aerob, anaerob, maupun
fakultatif anaerob. Kuman aerob yang sering ditemukan adalah
Staphylococcus, Streptococcus sp, Haemofilus influenza,
Streptococcus Pneumonia, Moraxtella catarrhalis, Klebsiella sp,
Neisseria sp. Kuman anaerob yang sering ditemukan pada abses leher
dalam adalah kelompok basil gram negatif, seperti Bacteroides,
Prevotella, maupun Fusobacterium. Hasil pemeriksaan mikrobiologi
dari pus pada pasien ini adalah Staphylococcus aureus, dengan hasil
pewarnaan gram adalah coccus gram positif.2,3,4Setelah luka dari
ekstraksi gigi 48 dan 47 mulai sembuh, maka dilakukan ektaksi gigi
35,36,37 dan 46 agar tidak terjadi abses. Sedangkan untuk mengobati
periodentitis marginalis kronis dilakukan pembersihan
kalkulus.1,8Prognosa pasien pada kasus ini adalah ad bonam jika
pasien mengatasi etiologi dari abses yaitu . Serta mengikuti advice
terapi yang telah diberikan.
LAPORAN STUDI KASUS STASE GIGI DAN MULUT
BAB VKESIMPULAN
Telah dilaporkan kasus abses submandibula dextra oleh karena
impaksi gigi 48 dan gangren pulpa gigi 47 pada pasien perempuan
dengan usia 24 tahun dengan keluhan rahang kanan disertai susah
membuka mulut, sulit makan, minum dan berbicara. Awalnya pasien
mengeluhkan nyeri pada gigi kanan bawah. Ketika keluhan nyeri gigi
membaik, ada pembekakan pada rahang sebelah kanan pasienPada
pemeriksaan fisik pada regio submandibula dextra didapatkan
benjolan yang oedem, eritem, kalor dan nyeri tekan. Pada foto
panoramic ditemukan impaksi pada gigi 38 dan gangren pulpa gigi 47.
Berdasarkan gejala, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang,
diagnosis pasien ini adalah abses submandibula dextra oleh impaksi
pada gigi 38 dan gangren pulpa gigi 47. Dilakukan tindakan evakuasi
abses dan pemberian antibiotik parenteral. Sehingga diagnosis dan
penatalaksanaan pada pasien ini telah sesuai dengan kepustakaan
yang ada.
1Mei 2015