INTRAVENA BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Setiap obat yang masuk ke dalam tubuh dalam rute pemberian apapun selalu berkaitan dengan farmakokinetik. Sebab setiap obat pasti akan mengalami proses baik itu mulai dari proses penyerapan maupun langsung mengalami distribusi seperti pada pemberian intravena yang langsung masuk ke dalam peredaran darah tanpa mengalami proses absorbsi. Pemberian ini kebanyakan digunakan pada HUSNUL KHATIMAH ULFA NUR FADILLA PIKRI, S. Farm 15020120092
Setiap obat yang masuk ke dalam tubuh dalam rute pemberian apapun selalu berkaitan dengan farmakokinetik. Sebab setiap obat pasti akan mengalami proses baik itu mulai dari proses penyerapan maupun langsung mengalami distribusi seperti pada pemberian intravena yang langsung masuk ke dalam peredaran darah tanpa mengalami proses absorbsi.
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
INTRAVENA
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Setiap obat yang masuk ke dalam tubuh dalam rute pemberian
apapun selalu berkaitan dengan farmakokinetik. Sebab setiap obat
pasti akan mengalami proses baik itu mulai dari proses penyerapan
maupun langsung mengalami distribusi seperti pada pemberian
intravena yang langsung masuk ke dalam peredaran darah tanpa
mengalami proses absorbsi. Pemberian ini kebanyakan digunakan
pada pasien yang sangat susah mengkonsumsi obat lewat mulut
ataupun pasien yang tidak memungkinkan mengkonsumsi obat secara
oral seperti pasien yang memerlukan penanganan cepat, pingsan, dan
berbagai kondisi lain.
Dimana kita ketahui bahwa jika suatu obat diberikan secara
intravena, seluruh dosis obat akan masuk ke dalam tubuh dengan
segera. Dan obat akan langsung didistribusikan ke semua jaringan di
dalam tubuh melalui sistem sirkulasi.
Hal tersebut juga yang mendasari perbedaan beberapa
parameter farmakokinetik antara rute pemberian oral dan intravena.
Dimana pada rute pemberian intravena tidak memiliki nilai Ka (tetapan
HUSNUL KHATIMAH ULFA NUR FADILLA PIKRI, S. Farm15020120092
INTRAVENA
absorbsi). Selebihnya juga terdapat beberapa persaman parameter
seperti Ke (tetapan laju eliminasi), Vd (volume distribusi) , t½ (waktu
paruh), dan AUC (daerah di bawah kurva). Dan juga tetap
menggunakan sampel plasma darah sebelum dan setelah pemberian
obat dengan durasi waktu yang ditentukan.
1.2. Maksud Praktikum
Adapun maksud dari praktikum ini adalah untuk menganalisis
dan mempelajari parameter Farmakokinetik obat Farmadol didalam
tubuh yang diberikan secara intravena lewat sampel darah.
1.3 Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk menentukan
distribusi obat Farmadol di dalam tubuh yang diberikan secara
intravena dan menentukan volume distribusinya.
1.4 Prinsip Praktikum
Adapun prinsip dari praktikum ini adalah untuk menentukan
parameter farmokinetik intravena meliputi tetapan eliminasi (k), waktu
paruh, (t1/2), Volume distribusi (Vd), area di bawah kurva (AUC), dan
nilai absorbansi pada spektrofotometri dengan menggunakan obat
paracetamol secara intravena pada hewan coba tikus (Rattus
norvegicus).
BAB 2
HUSNUL KHATIMAH ULFA NUR FADILLA PIKRI, S. Farm15020120092
INTRAVENA
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Umum
Farmakologi medis adalah ilmu mengenai zat-zat kimia (obat)
yang berinteraksi dengan tubuh manusia. Interaksi-interaksi ini
dibagi menjadi dua jenis (Neal, 2006) :
1. Farmakodinamik, yaitu efek obat terhadap tubuh, dan
2. Farmakokinetik, yaitu bagaimana tubuh mempengaruhi obat
dengan berlalunya waktu (yaitu absorbsi, distribusi,
metabolisme dan ekskresi).
Proses mulai dari masuknya obat ke dalam tubuh sampai
dikeluarkan kembali disebut farmakokinetik. Termasuk dalam
proses farmakokinetik ialah absorbsi, distribusi, biotransformasi /
metabolisme dan ekskresi obat. Untuk menghasilkan efek, suatu
obat harus terdapat dalam kadar yang tepat pada tempat obat itu
bekerja. Untuk mencapai tempat kerja, suatu obat harus melewati
berbagai membran sel tubuh (Staf pengajar, 2004).
Respon yang diinginkan dari suatu obat biasanya berkaitan
dengan kadar obat pada tempat kerjanya sehingga tujuan terapi
adalah mempertahankan kadar obat yang cukup pada tempat kerja
obat tersebut. Dalam praktiknya sangat sulit untuk
mempertahankan kadar obat pada tempat kerja dan akan lebih
HUSNUL KHATIMAH ULFA NUR FADILLA PIKRI, S. Farm15020120092
INTRAVENA
mudah mengukur kadar obat dalam plasma darah dengan respon
yang diperoleh. Jadi, dapat dikatakan bahwa tujuan terapi obat
adalah untuk mempertahankan kadar obat yang cukup dalam darah
yang akan memberikan hasil pengobatan yang kita inginkan (Staf
pengajar, 2004).
Secara skematis perjalanan obat dalam tubuh terdiri dari 4
tahap yaitu (Aiache : 1993) :
1. Absorpsi (penyerapan)
Yang dimaksud dengan absorpsi atau penyerapan suatu zat
aktif adalah masuknya molekul-molekul obat kedalam tubuh
atau menuju ke peredaran darah tubuh setelah melewati
sawar biologi. Penyerapan ini hanya dapat terjadi bila molekul
zat aktif berada dalam bentuk terlarut.
2. Distribusi (penyebaran)
Setelah molekul zat aktif masuk kedalam peredaran darah,
maka selanjutnya zat aktif tersebut akan disebarkan keselruh
bagian tubuh, sama halnya dengan molekul lain dalam fase
aquous mamapu menyaring secara ultra dan melewati sawar
membrane. Dalam penyebarannya, secara kualtitatif dan
kuantitatif sifat fisika kimia zat aktif sangat menentukan
HUSNUL KHATIMAH ULFA NUR FADILLA PIKRI, S. Farm15020120092
INTRAVENA
afinitasnya, sedangkan peredaran darah yang menyebar
keseluruh jangan tubuh menunjukkan jalur penyebarannya.
3. Metabolism dan Ekskresi (pengeluaran)
Adanya molekul asing didalam tubuh akan memaksa organ
tubuh agar melenyapkan kolekul asing tersebut. Metabolism
terjadi secara kimiawi dan kinetic metabolism dan kinetic
pengeluarannya merupakan kinetic peniadaan. Pengeluaran
dan metabolism tidak perlu dipisahkan adalah kandungan
hasil in vivo dari zat aktifnya, karena merupakan dua bagian
dari satu macam proses. Peniadaan atau eliminasi adalah
proses dinamika yang kinetiknya merupakan ciri khas dari zat
aktif yang berkaitan dengan organ tubuh pada keadaan obat
yang diberikan.
Adapun parameter farmakokinetik yang digunakan untuk
mengetahui bioavabilitas suatu obat adalah
(Ganiswarna :2005).
1. Daerah dibawah kurva (Area Under Curva) adalah integritasi
batas obat di dalam darah dari waktu t = o hingga t, dimana
besar AUC berbanding lurus dengan jumlah total obat yang
diabsorbsi. AUC merupakan salahsatu parameter untuk
HUSNUL KHATIMAH ULFA NUR FADILLA PIKRI, S. Farm15020120092
INTRAVENA
menentukan bioavabilitas. Cara yang paling sederhana untuk
menghitung AUC adalah dengan metode trapezoid.
2. Volume distribusi adalah suatu parameter farmakokinetik yang
menggambarkan luas dan intensitas distribusi obat dalam
tubuh. Volume distribusi bukan merupakan vilume yang
sesungguhnya dari ruang yang ditempati obat dalam tubuh,
tetapi hanya volume tubuh. Besarnya volume distribusi dapat
digunakan sebagai gambaran, tingkat distribusi obat dalam
darah.
3. Konsentrasi Tinggi Puncak (Cpmax) adalah konsentrasi dari
obat maksimum yang diamati dalam plasma darah dan serum
pemberian dosis obat. Jumlah obat biasanya dinyatakan
dalam batasan konsentrasinya sehubungan dengan volume
spesifik dari darah, serum dan plasma.
4. Waktu Puncak (tmax) adalah waktu yang dibutuhkan unsure
untuk mencapai level obat maksimum dalam darah (tmax). serta
parameter ini menunjukan laju absorsi obat dari formulasi.
Laju absorbsi obat, menentukan waktu diperlukan untuk
dicapai konsentrasi efektif minimum dan dengan demikian
untuk awal dari efek farmakolpgis yang dikendaki.
HUSNUL KHATIMAH ULFA NUR FADILLA PIKRI, S. Farm15020120092
INTRAVENA
5. Waktu paruh obat (t½) adah gambaran waktu yang dibutuhkan
untuk suatu level aktivitas obat dan emnjadi separuh dari leval
asli atau level yang dikendaki
6. Tetapan absorbsi (Ka) adalah parameter yang mengambarkan
laju absorbsi suatu obat, dimana agar suatu obat diabsorbsi
mula-mula obat harus larut dalam cairan pada tempat
absorsinya
7. Tetapan eliminasi (K) adalah parameter yang gambarkan laju
eliminasi suatu obat tubuh. Dengan ekskresinya obat dan
metabolit obat, aktivitas dan keberadaan obat dalam tubuh
dapat dikatakan berakhir.
Jika suatu obat diberikan dalam bentuk injeksi intravena cepat
(IV bolus), seluruh dosis obat masuk kedalam tubuh dengan
segera. Oleh karena itu, laju absorbsi obat tidak diberikan dalam
perhitungan. Dalam banyak hal, obat tersebut didistribusikan ke
semua jaringan di dalam tubuh melalui sistem sirkulasi dan secara
berkesetimbangan di dalam tubuh. Model farmakokinetik yang
paling sederhana untuk menggambarkan pelarutan obat dalam
suatu volume tubuh diberikan dalam Gambar 1 (Shargel, 2005).
HUSNUL KHATIMAH ULFA NUR FADILLA PIKRI, S. Farm15020120092
IVDB, VD
K
INTRAVENA
Gambar 1. Model Farmakokinetika Obat yang diberikan
dengan injeksi intravena cepat
Model kompartemen satu terbuka menganggap bahwa
berbagai perubahan kadar obat dalam plasma mencerminkan
perubahan yang sebanding dengan kadar obat dalam jaringan.
Tetapi model ini tidak menganggap bahwa konsentrasi obat dalam
tiap jaringan tersebut adalah sama pada berbagai waktu.
Disamping itu DB juga tidak dapat ditentukan secara langsung,
tetapi dapat ditentukan obatnya dengan menggunakan cuplikan
cairan tubuh (seperti darah). Volume distribusi, Vdadalah volume
dalam tubuh dimana obat terlarut(Shargel, 2005).
Dalam suatu kompartemen – satu (pemberian IV), Vd dihitung
dengan persamaan berikut (Shargel, 2005):
Dengan injeksi IV cepat, dosis = DB0. Cp0 adalah konsentrasi
obat mula-mula pada t=0; harga ini dapat diperoleh dengan
ekspolasi garis regresi ke sumbu Y.
Model kompartemen-dua beranggapan bahwa pada t=0 tidak
HUSNUL KHATIMAH ULFA NUR FADILLA PIKRI, S. Farm15020120092
INTRAVENA
ada obat dalam kompartemen jaringan. Setelah dosis IV, obat
secara cepat dipindahkan kedalam kompartemen jaringan,
sedangkan kadar obat dalam darah menurun secara cepat
sehubungan dengan eliminasi obat dan pemindahan obat keluar
dari kompartemen sentral ke dalam berbagai jaringan. Suatu ciri
yang khas kadar obat dalam jaringan setelah suatu dosis IV tunggal
yaitu kadar obat dalam jaringan akhirnya akan mencapai puncak
dan kemudian akan menurun sehubungan dengan perbedaan
konsentrasi antara dua komparetemen yang kecil (Shargel, 2005).
Nilai VD < 5 L menunjukkan bahwa obat dipertahankan dalam
kompartemen vascular. Nilai VD < 15 L menunjukkan bahwa obat
terbatas pada cairan ekstraseluler, sedangkan volume distribusi
yang besar (VD > 15 L) menunjukkan distribusi di seluruh cairan
tubuh total atau konsentrasi pada jaringan tertentu. Volume
distribusi dapat digunakan untuk menghitung bersih obat (Neal,
2006).
Bila suatu obat diberikan secara suntikan intravena, semua
dosis yang diberikan masuk ke dalam sirkulasi sistemik, tetepi hal
ini mungkin tidak terjadi pada obat-obat yang diberikan peroral.
Fraksi dari dosis obat yang masuk ke dalam sirkulasi sistemik
setelah pemberian secara oral dibandingkan dengan jumlah obat
HUSNUL KHATIMAH ULFA NUR FADILLA PIKRI, S. Farm15020120092
INTRAVENA
yang masuk sirkulasi sitemik disebut sebagai ketersediaan hayati
(bioavailability=F). Proses-proses fisika dan Kimia yang
menyebabkan ketersediaan hayati berkurang (F kurang dari 1)
meliputi kelarutan obat yang jelek, absorbsi gastrointestinal yang
tidak lengkap, dan metabolisme yang cepat pada saat melalui hati
sebelum sampai ke sirkulasi sistemik (first-pass effect). Nilai F
dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan (Staf pengajar,
2004) :
Metabolisme obat biasanya terjadi dalam hati melalui satu
atau dua jenis reaksi. Tahap 1 reaksi umumnya membuat molekul
obat lebih polar dan larut dalamair sehingga mudah dieliminasi oleh
ginjal. Tahap modifikasi termasuk oksidasi, hidrolisis dan reduksi.
Tahap II reaksi melibatkan konjugasi untuk membentuk
glucuronides, asetat atau sulfat. Reaksi iniumumnya
menonaktivkan aktivitas farmakologi obat dan membuatnya lebih
cepat dieliminasi oleh ginjal. Organ lain yang memiliki kemampuan
untuk mengeliminasi obat atau metabolit dari badan. Ginjal bisa
mengekskresi obat dengan filtrasi glomerulus atau proses aktif
seperti sekresi tubular proksimal. Obat juga dapat dieliminasi
HUSNUL KHATIMAH ULFA NUR FADILLA PIKRI, S. Farm15020120092
INTRAVENA
melalui empedu yang diproduksi oleh hati atau pengeluaran udara
oleh paru-paru (Dipiro, 2008).
Obat yang cukup larut lemak untuk dapat diabsorbsi secara
oral, dengan cepat terdistribusi keseluruh kompartemen cairan
tubuh (O). Banyak obat berikatan lemah dengan albumin plasma,
dan terbentuklah keseimbangan antara obat terikat (PB) dan obat
bebas (B) dalam plasma. Obat yang terikat pada protein plasma
hanya terdapat system vascular dan tidak dapat menimbulkan sifat
farmakologik (Neal, 2006).
Jika obat diberikan secara suntikan intravena, maka obat
masuk kedalam darah dan secara cepat terdistribusi kejaringan.
Penurunan konsentrasi obat dalam plasma dari waktu kewaktu
(yaitu kecepatan eliminasi obat) dapat diukur (kanan atas) dengan
mengambil sampel darah secara berulang. Pada awalnya serigkali
konsentrasi menurun dengan cepat, namun kemudian kecepatan
penurunan berkurang secara progresif. Kurva tersebut disebut
eksponensial, dan hal ini berarti pada waktu tertentu terjadi
eliminasi fraksi konstan pada obat dalam satu satuan waktu.
Banyak obat menunjukkan suatu penurunan eksponensial dalam
konsentrasi plasma karena kecepatan kerja proses eliminasi obat
biasanya proporsional terhadap konsentrasi obat dalam plasma
HUSNUL KHATIMAH ULFA NUR FADILLA PIKRI, S. Farm15020120092
INTRAVENA
(Neal, 2006).
Proses yang terlihat adalah(Neal, 2006) :
1. Eliminsi urin oleh filtrasi glomerulus
2. Metabolisme, biasanya oleh hati
3. Ambilan oleh hati dan selanjutnya eliminasi melalui empedu
Distribusi dan ekskresi
Distribusi obat keseluruh tubuh terjadi saat obat mencapai
sirkulasi. Selanjutnya obat harus masuk kejaringan untuk bekerja
(Neal, 2006).
T½ (waktu paruh) adalah waktu yang dibutuhkan sehingga
konsentrasi obat dalam darah berkurang setengah dari nilai
awalnya (grafik atas kanan). Pengukuran t½ memungkinkan
penghitungan konstanta kecepatan eliminasi (eliminasi rate
constant (Ket) dengan rumus (Neal, 2006):
Ket adalah fraksi yang ada pada suatu waktu yang akan
tereliminasi dalam satu satuan waktu (misalnya Ket = 0,02 menit-
1berarti bahwa 2% dari obat yang ada dieliminasi dalam waktu 1
menit) (Neal, 2006).
Kurva eksponensial dari konsentrasi plasma (Cp) terhadap
HUSNUL KHATIMAH ULFA NUR FADILLA PIKRI, S. Farm15020120092
INTRAVENA
waktu (t) diuraikan sebagi berikut (Neal, 2006).
Cp = Co e-Ket
t
Dimana Co = konsentrasi awal plasma. Dengan menggunakan
logaritma, kurva eksponensial dapat ditransformasikan menjadi
garis lurus yang lebih sederhana (grafik bawah kanan), sehingga
Codan t½ dapat ditentukan dengan mudah (Neal, 2006).
Segera sesudah infuse dari pemberian bahan
intravena ,konsentrasi obat dalam darah maksimum, yang
diindikasikan sebagai Cmax dalam gambar 1. Untuk pemberian obat
oral, untuk yang diabsorpsi kedalam darah lebih lambat dari pada
dengan pemberian obat intravena, hal ini memudahkan untuk
mengumpulkan sampel darah padav ariasi waktu setelah
pemberian dan mengamati kenaikan konsentrasi dari obat, atau
hasil biotransformasinya dan mencatat waktu yang dilewati, Tmax,
untuk daerah konsentrasi maksimum, Cmax, penggambaran
konsentrasi obat dengan waktu dan mencocokkan poin percobaan
untuk memberikan garis lengkung tunggal pada kecepatan yang
konstan, k, dan waktu paruh, t½ , pada hilangnya garis lengkung,
dengan pemberian AUC olehCmax /k , yang mana tiap unit dari berat
(mol) per unit volume dikalikan oleh waktu. Untuk contoh g (moles)
l-1 h pada gambar 1 . kerap kali hilangnya bagian kurva dapat di
HUSNUL KHATIMAH ULFA NUR FADILLA PIKRI, S. Farm15020120092
INTRAVENA
model dengan lebih satu garis lengkung, yang mana tempat klirens
dikatakan sesuai untuk bentuk kompartemen, dengan karakteristik
garis lengkung (eksponensial) oleh kecepatan yang konstank dan t½
(Dabrowiak, James C.2009)
Gambar
1 .grafik konsentrasi obat dalam darah Vs waktu setelah pemberian
infuse intravena
Kadar obat puncak adalah konsentrasi plasma tertinggi dari
sebuah obat pada waktu tertentu. Jika obat diberikan secara oral,
waktu puncaknya mungkin 1 sampai 3 jam setelah pemberian
obat, tetapi jika obat diberikan secara intravena, kadar puncaknya
mungkin dicapai dalam 10 menit. Sampel darah harus diambil
pada waktu puncak yang dianjurkan sesuati dengan rute
pemberian (Hayes, 1996).
Kadar terendah adalah konsentrasi terendah dari sebuah obat
HUSNUL KHATIMAH ULFA NUR FADILLA PIKRI, S. Farm15020120092
INTRAVENA
dan menunjukkan kecepatan eliminasi obat. Kadar terendah
diambil beberapa menit sebelum diberikan, tanpa memandang
apakah diberikan secara oral atau intravena. Kadar puncak
menunjukkan kecepatan absorbsi suatu obat. Kadar puncak
terendah diperlukan bagi obat yang memiliki indeks terapetik yang
sempit dan dianggap toksik seerti aminoglikosida (antibiotika).
Jika kadar terendah terlalu tinggi, maka toksisitas akan
terjadi(Hayes, 1996).
2.2 Uraian Obat
1. Parasetamol (Ditjen POM, 1979 dan MIMS : 114)
Nama Resmi : ACETAMINOPHENUM
Nama Lain : Asetaminofen, paracetamol
RM/BM : C8H9NO2/151,16
Pemerian : Hablur atau serbuk, hablur putih, tidak berbau
rasa pahit.
Kelarutan : Larut dalam 27 bagian air, dalam 7 bagian
etanol (95%) P, dalam 13 bagian aseton P,
dalam 40 bagian gliserol
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
Kegunaan : Sebagai sampel
HUSNUL KHATIMAH ULFA NUR FADILLA PIKRI, S. Farm15020120092
INTRAVENA
Farmakokinetik : Parasetamol cepat diabsorbsi dari saluran
pencernaan, dengan kadar serum puncak
dicapai dalam 30-60 menit. Waktu paruh kira-
kira 2 jam. Metabolisme di hati, sekitar 3 %
diekskresi dalam bentuk tidak berubah
melalui urin dan 80-90 % dikonjugasi dengan
asam glukoronik atau asam sulfurik kemudian
diekskresi melalui urin dalam satu hari
pertama; sebagian dihidroksilasi menjadi N
asetil benzokuinon yang sangat reaktif dan
berpotensi menjadi metabolit berbahaya.
Pada dosis normal bereaksi dengan gugus
sulfhidril dari glutation menjadi substansi
nontoksik. Pada dosis besar akan berikatan
dengan sulfhidril dari protein hati (Lusiana
Darsono 2002).
Farmakodinamik : Efek analgesik Parasetamol dan Fenasetin
serupa dengan Salisilat yaitu menghilangkan
atau mengurangi nyeri ringan sampai
sedang. Keduanya menurunkan suhu tubuh
dengan mekanisme yang diduga juga
HUSNUL KHATIMAH ULFA NUR FADILLA PIKRI, S. Farm15020120092
INTRAVENA
berdasarkan efek sentral seperti salisilat.
Efek anti-inflamasinya sangat lemah, oleh
karena itu Parasetamol dan Fenasetin tidak
digunakan sebagai antireumatik. Parasetamol
merupakan penghambat biosintesis
prostaglandin (PG) yang lemah. Efek iritasi,
erosi dan perdarahan lambung tidak terlihat
pada kedua obat ini, demikian juga gangguan
pernapasan dan keseimbangan asam basa
(Mahar Mardjono 1971).
Indikasi : Parasetamol merupakan pilihan lini pertama
bagi penanganan demam dan nyeri sebagai
antipiretik dan analgetik. Parasetamol
digunakan bagi nyeri yang ringan sampai
sedang (Cranswick 2000).
Kontra Indikasi : Penderita gangguan fungsi hati yang berat
dan penderita hipersensitif terhadap obat ini
(Yulida 2009).
Efek Samping : Reaksi alergi terhadap derivate para-
aminofenol jarang terjadi. Manifestasinya
berupa eritem atau urtikaria dan gejala yang
HUSNUL KHATIMAH ULFA NUR FADILLA PIKRI, S. Farm15020120092
INTRAVENA
lebih berat berupa demam dan lesi pada
mukosa. Fenasetin dapat menyebabkan
anemia hemolitik, terutama pada pemakaian
kronik. Anemia hemolitik dapat terjadi
berdasarkan mekanisme autoimmune,
defisiensi enzim G6PD dan adanya metabolit
yang abnormal (Yulida 2009).
2.3 Uraian Hewan Coba
a. Klasifikasi (Ningsih,2009)
Kingdom : Animalia
Divisio : Vertebrata
Class : Mamalia
Ordo : Rodentia
Famili : Muridae
Genus : Orytolagus
Spesies : Rattus norvegicus
b.Karakteristik Hewan Coba (Ningsih, 2009)
Pubertas : 4 bulan
Masa beranak : Mei – September
Masa hamil : 28-36 hari
Jumlah sekali lahir : 5-6 ekor
Lama hidup : 8 tahun
HUSNUL KHATIMAH ULFA NUR FADILLA PIKRI, S. Farm15020120092
INTRAVENA
Masa tumbuh : 4-6 bulan
Masa laktasi : 3 -4
Frekuensi kelahiran : 38,5-39,5
Pertahun
Suhu tubuh (KC) : 50K - 60K
Tekanan darah : 5
BAB 3
METODE KERJA
3.1 Alat
Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah