LAPORAN RESMI PRAKTIKUM IMUNOLOGI PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN NANGKA TERHADAP TITER ANTIBODI PADA MENCIT YANG DIVAKSINASI HEPATITIS B DI SUSUN OLEH : GOLONGAN IV FBA ‘05 LABORATORIUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI BAGIAN KIMIA FARMASI FAKULTAS FARMASI UGM YOGYAKARTA 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM IMUNOLOGI
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN NANGKA
TERHADAP TITER ANTIBODI PADA MENCIT YANG DIVAKSINASI HEPATITIS B
DI SUSUN OLEH :
GOLONGAN IVFBA ‘05
LABORATORIUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGIBAGIAN KIMIA FARMASI
FAKULTAS FARMASI UGMYOGYAKARTA
2007
1
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN NANGKA
TERHADAP TITER ANTIBODI PADA MENCIT YANG DIVAKSINASI HEPATITIS B
4. TUJUAN
1. Mahasiswa mengetahui pengaruh pemberian ekstrak daun nangka dengan variasi
kadar terhadap respon imun tubuh mencit yang di vaksin dengan virus hepatitis B
2. Mahasiswa memahami preparasi pengambilan serum dari darah hewan uji (mencit)
yang telah diberi immunostimulator dan immunisasi
3. Mahasiswa memahami prosedur isolasi makrofag dan isolasi limfosit
4. Mahasiswa memahami prosedur pengukuran titer antibody menggunakan metode
ELISA
DASAR TEORI
Imunologi merupakan studi mekanisme yang melindungi individu dari injuri.
Injuri atau tantangan dapat berasal dari mikroorganisme eksogenus, zat-zat kimiawi
eksogenus atau sel-sel eksogenus.
Sistem imun menjalankan tiga fungsi, yaitu pertahanan, homeostatis dan
pengawasan. Fungsi pertahanan yang dimaksud adalah pertahanan melawan invasi
mikroorganisme. Jika elemen pertahanan seluler berhasil menyebar maka hospes akan
muncul sebagai pemenang. Tetapi bila elemen-elemen tersebut hiperaktif maka tanda-
tanda tertentu yang tidak diinginkan seperti alergi atau hipersensitivitas timbul.
Sebaliknya, jika elemen-elemennya hipoaktif maka kerentanan terhadap infeksi ulang
akan bertambah seperti terlihat pada penyakit defisiensi imun.
Homeostatis berfungsi untuk memenuhi kebutuhan umum dari organisme
multiseluler untuk mempertahankan keseragaman dari jenis sel tertentu. Homeostatis
tersebut memperhatikan fungsi degenerasi dan katabolit normal dari isi tubuh dengan
2
pembersihan elemen-elemen yang rusak, seperti eritrosit dan leukosit dalam sirkulasi.
Elemen-elemen sel ini mungkin rusak selama perjalanan jika hidup normal atau
sebagai akibat yang merugikan.
Pengawasan dini berfungsi untuk memonitor pengenalan jenis-jenis sel yang
secara tetap selalu timbul dalam tubuh. Sel-sel mutan tersebut dapat terjadi secara
spontan atau disebabkan oleh pengeruh virus tertentu. System imun diberi tugas
pengenalan atau pembuangan badan-badan baru yang di dapat, sebagian besar tugas
ini terjadi di permukaan sel.
Imunomodulasi merupakan cara untuk mengembalikan dan memperbaiki sistem
imun yang fungsinya terganggu atau untuk menekan yang fungsinya berlebihan.
Obat-obatan yang dapat mengembalikan ketidakseimbangan sistem imun disebut
imunomodulator. (Barathawidjaja, 2000)
Obat-obat golongan imunomodulator bekerja menurut tiga cara, yakni :
1) Imunorestorasi
Suatu cara untuk mengembalikan fungsi sistem imun yang terganggu dengan
memberikan berbagai komponen sistem imun, seperti immunoglobulin.
2) Imunostimulasi
Merupakan cara memperbaiki fungsi sistem imun dengan menggunakan bahan
yang merangsang sistem tersebut. Bahan-bahan yang dapat meningkatkan respon
imun disebut imunomodulator, misalnya levamisol. (Barathawidjaja, 2000)
3) Imunosupresi
Merupakan suatu tindakan untuk menekan respon imun. Kegunaannya di klinik
terutama pada transplatasi alat tubuh dalam usaha mencegah reaksi penolakan dan
pada penyakit autoimun untuk menghambat pembentukan antibodi. Contohnya
steroid.
Sedangkan cara untuk memasukkan bahan-bahan imunomodulator tersebut adalah
melalui imunisasi atau vaksinasi, yaitu suatu prosedur untuk meningkatkan derajat
imunitas seseorang terhadap patogen tertentu atau toksin. Idealnya adalah yang dapat
mengaktifkan sistem pengenalan imun dan sistem imun yang diperlukan. Menurut
Kato, vaksinasi adalah suatu cara memproduksi imunitas dengan memperkenalkan
3
antigen tidak toksik atau virus yang dilemahkan dalam wujud suatu vaksin.
Sedangkan imunisasi adalah suatu tindakan terhadap tubuh agar tubuh mempunyai
imunitas terhadap penyakit tertentu.
Definisi imunitas mencakup semua mekanisme fisiologi yang membantu tubuh
untuk mengenal pada dirinya, untuk menetralkan, menyisihkan atau memetabolisme
benda asing tersebut dengan atau tanpa kerusakan pada jaringannya.
Imunisasi sendiri dapat terjadi secara alamiah ataupun buatan, masing-masing
dibedakan menjadi imunisasi aktif dan pasif. Respon imun nonspesifik dapat terjadi
melalui mekanisme seluler dan humoral. Sedangkan respon imun spesifik
diklasifikasikan menjadi respon imun humoral serta respon yang diperantarai sel.
Respon imun humoral meliputi produksi antibodi oleh limfosit B dengan atau tanpa
bantuan limfosit T dan produk-produknya.
Limfosit
Limfosit diproduksi di sumsum tulang. Sekitar 20-30% leukosit darah
perifer tersusun atas limfosit. Sel ini mempunyai masa hidup lama. Limfosit bisa
diklasifikasikan menurut ukurannya, yaitu limfosit kecil (yang dibagi menjadi dua
tipe berdasrkan fungsinya yaitu limfosit T dan limfosit B), serta limfosit granula besar
(Large Granular Lymphocytes / LGL). Limfosit kecil berdiameter 8-10μm, dengan
perbandingan antara inti dan sitoplasma besar. Limfosit kecil ini tidak memiliki
granula sitoplasmik, sedangkan limfosit LGL mempunyai diameter lebih dari 16μm,
dengan perbandingan antara inti dan sitoplasma lebih kecil daripada limfosit kecil.
Sitoplasma ini bergranula.
Limfosit B menyusun kira-kira 5-10% dari limfosit total dan mengekspresikan
immunoglobulin permukaan. Immunoglobulin permukaan berfungsi sebagai reseptor
untuk antigen spesifik. Sebagian besar immunoglobulin permukaan adalah IgM dan
IgD. Beberapa sel B juga mengekspresikan IgA (Fike, 1997). Limfosit B
berdiferensiasi di sumsum tulang (Bellanti, 1993). Setelah matang sel B pindah ke
organ limfoid, seperti kelenjar getah bening ataupun limpa (Case dkk, 2001). Sel B
yang teraktivasi menghasilkan antibodi. Proses pembentukan antibodi dimulai ketika
sel B terpapar oleh antigen bebas atau ekstra seluler. Sel B menjadi teraktivasi,
4
membelah dan berdiferensiasi menjadi sebuah klon sel efektor yang disebut sel
plasma.
Makrofag
Sifat dasar fungsi makrofag adalah kemampuan mengingesti dan melenyapkan
bahan-bahan asing dan bahan yang mudah rusak. Proses endositik makrofag diduga
dimulai dengan interaksi bahan asing dengan membrane sel. Fagositosis dapat
dipermudah oleh adanya antigen yang diselimuti antibodi, ialah proses opsonisasi.
Antibodi dari bermacam-macam spesifitas dapat dilekatkan pada permukaan
makrofag melalui reseptor Fc-nya. Antibodi sitofilik ini memperlengkapi makrofag
dengan peningkatan kemampuan untuk mengenal, mengingesti, dan menghancurkan
substansi antigenic. Reseptor-reseptor untuk komponen-komponen yang tidak
tergantung pada reseptor-reseptor Fc juga membantu makrofag dalam melenyapkan
antigen-antigan dari lingkungannya.
Adjuvan adalah substansi-substansi yang dapat meningkatkan secara non spesifik
efektifitas imunologin pengimunisasi. Perannya yakni menambah area permukaan
antigen, memperlama penyimpanan antigen dlam tubuh, memberi kesempatan pada
sistem limfoid untuk menuju ke antigen.
Pemilihan adjuvan sangat mempengaruhi rute injeksi. Imunogen yang terlarut
dapat diberikan dengan cara intra dermal, intra peritoneal, sub cutan, intra muscular,
dan intra vena. Sebagai alasan perbedaan ini adalah bagaimana cepatnya imunogen
dibersihkan dari tempat injeksi dan kecenderungannya mencapai pusat limfoid yang
sangat penting.
Nangka
Nangka adalah nama sejenis pohon, sekaligus buahnya. Pohon nangka termasuk
ke dalam suku Moraceae; nama ilmiahnya adalah Artocarpus heterophyllus. Dalam
samping yang imsomnia, euphoria, pada pemejanan yang lama dapat mengakibatakan
Cushing's syndrome, kegemukan, osteoporosis, glaukoma, DM tipe II, serta depresi.
Hepatitis B
Istilah hepatitis dipakai untuk semua jenis peradangan hati (liver). Penyebabnya dapat
berbagai macam, mulai dari virus sampai obat-obatan, termasuk obat tradisional.
Virus hepatitis ada beberapa jenis, yakni hepatitis A, B, C, D,E, F, dan G. manifestasi
penyakit hepatitis akibat virus bisa akut (Hepatitis A) dapat pula hepatitis kronik
(hepatitis B,C) dan ada pula yang kemudian menjadi kanker hati (hepatitis B,C)
(Anonim, 2003).
Enzime Linked Immunosorbent Assay (ELISA )
ELISA merupakan immunoassay heterogen paling popular yang
mempunyai label enzim dan menggunakan fase padat dalam teknik pemisahan
(Sheehan, 1997). Ciri utama teknik ini adalah dipakai indicator enzim untuk reaksi
imunologi (Burgess, 1995).
ELISA digunakan untuk menemukan antibodi. Dalam hal ini antigen
mula-mula diikat benda padat kemudian ditambah antibodi yang akan dicari. Setelah
itu ditambah lagi antibodi yang bertanda enzim, seperti periksodasefosfatase.
Akhirnya ditambahkan substrat kromogenik yang bila bereaksi dengan enzim dapat
menimbulkan perubahan warna. Perubahan warna yang terjadi sesuai dengan jumlah
enzim yang diikat dan sesuai pula dengan kadr antibodi yang dicari (Barathawidjaja,
2000).
Menurut Burgess (1995), ELISA dapat dikelompokkan ke dalam lima
konfigurasi, yaitu :
I. ELISA langsung
Merupakan konfigurasi ELISA paling sederhana. Antigen secara langsung
diabsorpsikan ke substrat padat permukaan substrat di cuci dan antibodi yang
ditempeli enzim digunakan untuk menunjukkan adanya antigen. Hasilnya kan
terlihat bila ditambah substrat. Konfigurasi ini memerlukan antiserum spesifik
11
untuk antigen yang dimaksud. Antiserum ini harus dikonjugasikan pada enzim.
Keterbatasan konfigurasi ini berkaitan dengan sifat pengikatan substrat padat dan
kualitas antibodi indikator. Pembatas utama sistem ini adalah tidak adanya
fleksibilitas. Keuntungan utama adalah kesederhanaan sistem. Konfigurasi ini
biasanya digunakan dalam assay untuk mengenali antigen.
II. ELISA tidak langsung
Merupakan konfigurasi paling sederhana yang dapat digunakan untuk mengukur
titer antibodi. Antigen terabsorpsi pada substrat padat. Antibodi primer tidak
belabel dan dapat diperoleh dari serum atau cairan tubuh lain. Antibodi sekunder
terikat pada enzim ayng sesuai. Antibodi ini biasanya disebut dengan konjugat.
Hasil akan tampak jika ditambah substrat. Antigen dan antibodi sekunder
biasanya dibuat konstan dan yang berubah adalah antibodi primer. Kerapatan
optik berhubungan dengan konsentrasi antibodi primer. Kelemahan utama
konfigurasi ini terletak pada tidak adanya spesifitas. Sebagai akibat bereaksi
dengan antigen yang tidak murni.
III. ELISA penangkap antigen atau ELISA sandwich
Konfigurasi ini menggunakan antibodi yang terikat pada fase padat untuk
menangkap antigen secara spesifik. Jika tingkat antibodi yang terdapat dalam
tubuh harus diukur, konfigurasi sisanya serupa dengan ELISA tak langsung.
Antibodi penangkap antigen dan sistem indikator dan yang akan berubah adalah
titer antibodi primer untuk antigen spesifik.
IV. ELISA penangkap antibodi
Konfigurasi ini menggunakan antiglobulin yang terikat pada substrat padat.
Antibodi sampel yang diuji ditangkap dan sistem indikator menempeli antigen
berlabel.
V. ELISA kompetitif atau ELISA pemblok
12
Teknik ini dapat digunakan dalam sejumlah konfigurasi dasar. Kompetisi dapat
terhadap antigen atau antibodi. Assay kompetitif membutuhkan antigen untuk
ditangkap antigen secara langsung maupun lewat antibodi spesifik ke substrat
padat. Antibodi yang telah dikenal bersaing dan antibodi yang tidak dikenal akan
mendapatkan tempat penempelan pada antigen. Antibodi yang telah diketahui
dapat dilabel atau dideteksi menggunakan antibodi anti spesiesnya. Cara ini dapat
membedakan respon imun terhadap organisme yang dekat hubungannya.
Kelebihan ELISA adalah cukup sensitif, reagen mempunyai self life cukup
panjang, dapat menggunakan spektrofotometer biasa dan mudah dilakukan untuk
automatisasi dan yang paling penting adalah tidak mengandung bahan radioaktif
(Kresno, 1996). Tiap plate dapat mengandung sampai dengan 96 sumuran sehingga
sampel yang banyak dapat diukur. Prosedur ini dari observasi mempunyai
keuntungan bahwa permukaan plastik dapat mengabsorpsi rendah tapi mampu
mendeteksi sejumlah protein (Kenney and Arakawa, 1997).
Penerapan klinik metode ELISA bermacam-macam, baik untuk diagnosis
serologic infeksi, misalnya penerapan antibody terhadap bakteri, parasit, atau virus
maupaun serodiagnosis yang lain, misalnya penetapan petanda ganas, alergi, penyakit
autoimun, dan sebagainya.
5. ALAT DAN BAHAN
Alat:
- Pipa kapiler
- Ependrof
- Jarum suntik ujung tumpul (per-oral)
- Jarum suntik (intraperitoneal)
- Erlenmeyer
- Gabus
- Aluminium foil
- Jarum penthul
- Mikropipet
13
- Alat sentrifuge
- Sumuran
- Inkubator
- ELISA reader
Bahan:
- Mencit jantan dan betina (jenis Swiss)
- Daun nangka
- Kloroform
- CMC
- Levamisol
- Prednison
- Vaksin Hepatitis B
- OPD (Ortho-phenylendiamine)
- BSA1%
- PBS
- PBST20
- RPMI
6. CARA KERJA
Penentuan Perlakuan pada Hewan Uji
Mencit (Swiss) dibagi untuk 9 kelompok
(@ 6 mencit)
Masing-masing mencit ditimbang
14
Kontrol CMC
Levamisol
Prednison
Ekstak polar 50 mg/kg
BB
Ekstrak polar 100
mg/kg BB
Ekstrak polar 200 mg/ kg
BB
Ekstrak non-polar
50 mg/kg
BB
Ekstrak non-polar 100
mg/kg BB
Ekstrak non-polar 200
mg/kg BB
Diambil sampel darah dari vena cavila occulair
Diberi perlakuan per-oral
Imunisasi pada Hewan Uji
Vaksin hepatitis B diberikan
Secara intraperitoneal
Imunisasi pertama dilakukan setelah 7 hari perlakuan
Imunisasi kedua dilakukan pada hari ke- 21
Imunisasi ketiga dilakukan pada hari ke-35
Pengumpulan Serum dari Darah Hewan Uji
Gunakan pipa kapiler untuk mengalirkan darah
dari vena cavila occulair
Tampung darah dalam ependrof
Diamkan selama 1 jam pada suhu kamar
Sentrifugasi
Ambil serrumnya
Serum diisolasi dan disimpan dengan temperatur –200C
Pengukuran titer antibodi dengan metode ELISA
Mikropipet dilapisi vaksin Hepatitis B 100 mikroltr dalam PBS 10 ml
15
Masukkan pada tiap sumuran
Inkubasi pada suhu 40C
Cuci sumuran dengan PBST20 sebanyak 3 kali
Pada sumuran ditambahkan BSA 1% dalam PBS 100 mikroliter
Inkubasi selama 1 jam pada suhu 370C
Cuci sumuran dengan PBST20 sebanyak 3 kali
Pada sumuran diberi serum yang telah diencerkan dengan PBS sebanyak 100
mikroliter
Inkubasi selama 1 jam pada suhu 370C
Cuci sumuran dengan PBST20 sebanyak 3 kali
Ditambah konjugat yang telah diencerkan PBS
Inkubasi selama 1 jam pada suhu 370C
Cuci sumuran dengan PBST20 sebanyak 3 kali
Ditambah substrat ODP 100 mikroliter
Inkubasi selama 10 menit pada suhu kamar
Amati warna yang terbentuk
16
Baca pada Elisa reader
Isolasi Limfosit dan Makrofag
Mencit dimatikan dengan kloroform
Mencit ditelentangkan pada gabus yang telah dilapisi alumunium foil dan dijepit
di kedua kaki tangannya
Kulit bagian perut dibuka
Selubung peritoniumnya disterilisasi dengan alkohol 70%
Suntikkan RPMI sebanyak 5-7 ml pada rongga peritonium hingga
menggelembung, namun tidak bocor
Ditepuk perlahan-lahan
Campuran media dan makrofag diaspirasi kembali dari rongga peritoneal
Limfosit dilisis dengan Natrium Hiperklorat
Sentrtifuge
Hitung jumlah limfosit dan makrofag dengan alat hemositimeter di bawah
mikroskop
7. DATA DAN PERHITUNGAN
UJI SIGNIFIKANSI ANTARA BASE LINE DENGAN SERUM HARI KE-14 DAN HARI KE-28 DENGAN UJI PAIR SAMPLE T TEST (WILCOXON SIGNED RANKS TEST)
NPar TestsWilcoxon Signed Ranks Test
17
Ranks
14a 17.36 243.00
23b 20.00 460.00
0c
37
Negative Ranks
Positive Ranks
Ties
Total
O.D14 - BaseLineN Mean Rank Sum of Ranks
O.D14 < BaseLinea.
O.D14 > BaseLineb.
O.D14 = BaseLinec.
Test Statisticsb
-1.637a
.102
Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
O.D14 -BaseLine
Based on negative ranks.a.
Wilcoxon Signed Ranks Testb.
Ranks
12a 11.29 135.50
9b 10.61 95.50
0c
21
Negative Ranks
Positive Ranks
Ties
Total
O.D.28 - BaselineN Mean Rank Sum of Ranks
O.D.28 < Baselinea.
O.D.28 > Baselineb.
O.D.28 = Baselinec.
Test Statisticsb
-.695a
.487
Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
O.D.28 -Baseline
Based on positive ranks.a.
Wilcoxon Signed Ranks Testb.
HipotesisHo: tidak ada perbedaan nilai optical density sebelum dan sesudah diberi vaksin.Ha: ada perbedaan nilai optical density sebelum dan sesudah diberi vaksin.Pengambilan keputusanJika sig>0.05 maka Ho diterimaJika sig<0.05 maka Ho ditolak
UJI DISTRIBUSI HASIL ELISA DENGAN UJI KOLMOGOROV-SMIRNOV
18
NPar Tests
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Base Line O.D.14 O.D.28N 54 37 21
Normal Parameters(a,b)Mean .0667 .0682 .0551Std. Deviation .05657 .05626 .04520
Kolmogorov-Smirnov Z 1.394 1.224 1.042Asymp. Sig. (2-tailed) .041 .100 .228
a Test distribution is Normal.b Calculated from data.
OnewayTest of Homogeneity of Variances
pengambilan1
Levene Statistic df1 df2 Sig.
3.584 8 28 .006
NPar TestsKruskal-Wallis Test
Ranks
4 24.00
3 22.33
3 19.17
6 11.75
4 5.13
3 27.00
4 14.00
5 23.80
5 27.10
37
kelompok1
2
3
4
5
6
7
8
9
Total
O.D14N Mean Rank
19
Test Statisticsa,b
16.692
8
.033
Chi-Square
df
Asymp. Sig.
O.D14
Kruskal Wallis Testa.
Grouping Variable: kelompokb.
HipotesisHo: tidak ada perbedaan nilai optical density antar kelompok pada pengambilan serum.Ha: ada perbedaan nilai optical density antar kelompok pada pengambilan serum.Pengambilan keputusan
Jika sig>0.05 maka Ho diterimaJika sig<0.05 maka Ho ditolak
Tabel Signifikansi Antar Kelompok Pada Serum Hari Ke-14 (Mann-Whitney)
Kelompok (I) Kelompok (J) Signifikansi (I-J)1 2
3456789
1.0000.8570.0380.0290.8570.2001.0000.556
2 3456789
1.0000.1670.0570.7000.6291.0000.571
3 456789
0.3810.1140.4000.6290.7860.250
4 56789
0.1710.0480.7620.0520.082
5 6789
0.0570.3430.0160.016
6 789
0.0570.7860.571
7 89
0.4130.111
8 9 0.841
20
ANALISIS PEMBERIAN EKSTRAK NANGKA SEBAGAI IMUNOMODULATOR
Data dan Perhitungan ELISATabel Optical Density setelah dikurangi blangko
Absorbansi blangko rata-rata:
Kelompok Perlakuan Serum M1 M2 M3 M4 M5 M6 Rata-rataI CMC Base line
Hari 14Hari 28
0.0390.0930.028
0.0410.1320.115
0.0260.043-
0.081--
0.0420.0470.031
0.087--
0.0530.0790.058
II Levamisol Base lineHari 14Hari 28
0.095--
0.0480.0330.015
0.078--
0.0530.0460.032
0.0400.1510.037
0.071--
0.0640.0770.028
III Prednison Base lineHari 14Hari 28
0.103--
0.019--
0.0610.101-
0.2500.025-
0.056--
0.0620.053-
0.0920.060-
IV Ekstrak Polar 50mg/kgBB
Base lineHari 14Hari 28
0.0190.025-
0.0800.088-
0.0100.0180.013
0.0100.0300.017
0.0150.0360.005
0.0170.0310.033
0.0250,0380,017
V Ekstral Polar 100 mg/kgBB
Base lineHari 14Hari 28
0.055--
0.0230.021-
0.0210.024-
0.0410.027-
0.0280.021-
0.018--
0,0310,023-
VI Ekstrak Polar 200mg/kgBB
Base lineHari 14Hari 28
0.0660.0630.082
0.044--
0.088--
0.0560.0900.084
0.0600.103-
0.065--
0,0630,0850,083
VII Ekstrak Non Polar 50mg/kgBB
Base lineHari 14Hari 28
0.105--
0.097--
0.0340.035-
0.2770.0080.048
0.0360.0430.085
0.0720.057-
0,1040,0360,067
VIII Ekstrak Non Polar 100mg/kgBB
Base lineHari 14Hari 28
0.2680.2710.133
0.106--
0.0740.137-
0.0470.0520.034
0.0390.0320.033
0.0470.0370.057
0,0970,1060,064
IX Ekstrak Non Polar 200mg/kgBB
Base lineHari 14Hari 28
0.0620.0270.022
0.051--
0.1520.1840.188
0.0620.152-
0.0720.1060.050
0.0900.086-
0,0820,1110,087
Perbandingan Optical Density antara Ekstrak Nangka dengan Kontrol CMC Ekstrak terenapkan etanol