PENENTUAN KADAR PARASETAMOL SEDIAAN TABLET DENGAN MENGGUNAKAN
METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)
I. TUJUAN1.1 Melakukan penetapan kadar parasetamol dari tablet
parasetamol dengan metode analisis HPLC 1.2 Melakukan validasi data
dari metode analisis yang digunakan pada penetapan kadar
II.DASAR TEORI2.1Parasetamol Parasetamol (C8H9NO2) atau
asetaminofen berupa serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa
sedikit pahit. Mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih
dari 101,0 % C8H9NO2, dihitung terhadap zat anhidrat. Kelarutannya
larut dalam air mendidih dan dalam natrium hidroksida 1 N serta
mudah larut dalam etanol. BM parasetamol adalah 151,16. Parasetamol
memiliki khasiat sebagai analgetikum dan antipiretikum (Depkes RI,
1995).
Gambar 1. Rumus Struktur Paracetamol(Sumber: Moffat et al.,
2005)
Absorbansi parasetamol pada max 245nm dalam larutan asam adalah
sebesar 668a sedangkan dalam larutan alkali atau basa absorbansinya
sebesar 715a pada max 257nm. Identifikasi: Sistem HDk 0.1; sistem
HWk 0.32; sistem HXRI 264; sistem HYRI 241; sistem HZwaktu retensi
1.9menit; sistem HAAwaktu retensi 5.6menit; sistem HAMwaktu retensi
2.0menit; sistem HAXwaktu retensi 4.8menit; sistem HAYwaktu retensi
3.7menit (Moffat et al., 2005).
2.2High Performance Liquid Chromatography HPLCHigh performance
liquid chromatography (HPLC) atau yang sering disebut kromatografi
cair kinerja tinggi (KCKT) adalah jenis kromatografi yang
penggunaannya paling luas. Kegunaan umum HPLC adalah untuk
pemisahan dan pemurnian senyawa obat serta untuk analisis
kuantitatif senyawa obat dalam sediaan farmasetika. Disamping itu,
HPLC juga digunakan untuk identifikasi kualitatif senyawa obat
berdasarkan pada parameter waktu retensi senyawa obat standar serta
senyawa obat dalam sampel (Gandjar dan Rohman, 2012). Kegunaan HPLC
antara lain:-Untuk pemisahan sejumlah senyawa organik, anorganik,
maupun senyawa biologis-Analisis ketidakmurnian
(impurities)-Analisis senyawa-senyawa tidak mudah menguap (non
volatile)-Penentuan molekul-molekul netral, ionik, maupun zwitter
ion-Isolasi dan pemurnian senyawa-Pemisahan senyawa-senyawa yang
strukturnya hampir sama-Pemisahan senyawa-senyawa dalam jumlah yang
sekelumit (trace element), dalam jumlah banyak, dan dalam skala
proses industri.(Gandjar dan Rohman, 2007)
2.3Parameter HPLCParameter yang dapat digunakan untuk mengetahui
kualitas suatu kromatogram adalah Resolusi (Rs), Faktor Retensi
(k), Faktor selektifitas (), Efisiensi dan jumlah lempeng teoritis
(N). Resolusi (Rs)Hal yang terpenting dari HPLC adalah mengoptimasi
resolusi dalam waktu yang minimum. Nilai resolusi yang melebihi 1,5
diantara dua puncak akan memberikan nilai pemisahan yang baik.
Resolusi dipengaruhi oleh beberapa parameter diantaranya:
Selectivity, Effieciency, dan Retention. Faktor Retensi (k)Faktor
retensi adalah waktu yang diperlukan untuk membawa keluar suatu
komponen dari dalam kolom kromatografi. Nilai k yang tinggi
mengindikasikan sampel memerlukan waktu dalam berinteraksi dengan
fase diam terlebih dahulu hingga keluar dari kolom saat tepat dalam
konsentrasi maksimum. Faktor selektifitas ()Selektifitas merupakan
kemampuan instrumen dalam mengenali senyawa-senyawa dalam campuran
untuk mendapat selektifitas yang maksimum diperlukan interaksi yang
sesuai (partisi, adsorpsi, size exclusion, atau ion exchange).
Apabila kedua senyawa memiliki k atau nilai = 1 kedua senyawa tidak
dapat dipisahkan. akibat waktu retensinya identik. Agar terjadi
pemisahan yang baik maka nilai selektivitas () harus lebih besar
daripada 1, semakin besar nilai maka pemisahannya akan semakin
baik. Nilai dapat diubah-ubah dengan cara, mengubah fasa gerak
(misalnya dengan memperbesar polaritas), mengubah fasa diam,
mengubah temperatur karena pada umumnya kenaikan temperatur akan
memperkecil waktu retensi, dan mengubah bentuk komponen
EfisiensiEfisiensi kolom merupakan kemampuan kolom mengeluarkan
hasil yang diinginkan dengan memuaskan dan dalam waktu yang
singkat. Hasil yang idel kolom yang efisien akan menghasilkan
puncak yang tajam. Efisiensi sangat dipengaruhi oleh kapasitas dari
kolom. Lempeng teoritis (N)Merupakan parameter yang menghitung
efisiensi kromatografi. Menyatakan jumlah peristiwa partisi yang
dialami oleh analit pada setiap saat yang dibawa oleh fase gerak
selama elusi. Dimana semakin besar harga N akan memberikan puncak
yang lebih efisien.(Crawford, 2011)
2.4Instrumen
Gambar 1. Skema Alat HPLC
a. Pompa (Pump)Fase gerak dalam KCKT adalah suatu cairan yang
bergerak melalui kolom. Ada dua tipe pompa yang digunakan, yaitu
kinerja konstan (constant pressure) dan pemindahan konstan
(constant displacement). Pemindahan konstan dapat dibagi menjadi
dua, yaitu: pompa reciprocating dan pompa syringe. Pompa
reciprocating menghasilkan suatu aliran yang berdenyut teratur
(pulsating), oleh karena itu membutuhkan peredam pulsa atau peredam
elektronik untuk, menghasilkan garis dasar (base line) detektor
yang stabil, bila detektor sensitif terhadapan aliran. Keuntungan
utamanya ialah ukuran reservoir tidak terbatas. Pompa syringe
memberikan aliran yang tidak berdenyut, tetapi reservoirnya
terbatas (Putra, 2004).
b. Injektor (Injector) Ada tiga tipe dasar injektor yang dapat
digunakan: 1) Stop-Flow: Aliran dihentikan, injeksi dilakukan pada
kinerja atmosfir, sistem tertutup, dan aliran dilanjutkan lagi.
Teknik ini bisa digunakan karena difusi di dalam cairan kecil dan
resolusi tidak dipengaruhi.2) Septum: Septum yang digunakan pada
KCKT sama dengan yang digunakan pada Kromatografi Gas. Injektor ini
dapat digunakan pada kinerja sampai 60 -70 atmosfir. Tetapi septum
ini tidak tahan dengan semua pelarut-pelarut kromatografi cair.
Partikel kecil dari septum yang terkoyak (akibat jarum injektor)
dapat menyebabkan penyumbatan. 3) Loop Valve: Tipe injektor ini
umumnya digunakan untuk menginjeksi volume lebih besar dari 10 L
dan dilakukan dengan cara otomatis (dengan menggunakan adaptor yang
sesuai, volume yang lebih kecil dapat diinjeksikan secara manual).
Pada posisi load, sampel diisi kedalam loop pada kinerja atmosfer,
bila valve difungsikan, maka sampel akan masuk ke dalam kolom
(Putra, 2004).
c. Kolom (Column) Kolom dapat diklasifikasikan menjadi dua
kelompok, yaitu : 1) Kolom analitik: Diameter dalam 2 - 6 mm.
Panjang kolom tergantung pada jenis material pengisi kolom. Untuk
kemasan pellicular, panjang yang digunakan adalah 50 - 100 cm.
Untuk kemasan poros mikropartikulat, 10 - 30 cm. Dewasa ini ada
yang 5 cm. 2) Kolom preparatif: umumnya memiliki diameter 6 mm atau
lebih besar dan panjang kolom 25 -100 cm (Putra, 2004).
d.DetektorDetektor dapat dibagi menjadi beberapa macam, yaitu
sebagai berikut: 1) Detektor spektrofotometri UV-VisDetektor jenis
ini merupakan detektor yang paling banyak digunakan dan sangat
berguna untuk analisis di bidang farmasi karena kebanyakan senyawa
obat mempunyai struktur yang dapat menyerap sinar UV-Vis. Detektor
ini didasarkan pada adanya penyerapan radiasi UV dan sinar tampak
pada kisaran panjang gelombang 190-800 nm oleh spesies solut yang
mempunyai struktur atau gugus kromoforik. Sel detektor umumnya
berupa tabung dengan diameter 1 mm dan panjang celah optiknya 10
mm, serta diatur sedemikian rupa sehingga mampu menghilangkan
pengaruh indeks bias yang dapat mengubah absorbansi yang terukur.
2) Detektor Indeks BiasDetektor indeks bias atau refraktometer
diferensial adalah suatu detektor universal yang memberi tanggap
pada setiap zat terlarut, asalkan indeks biasnya jauh berbeda
dengan indeks bias fase gerak. Kelemahan utamanya adalah bahwa
indeks bias ini peka terhadap suhu. Karena itu suhu fase gerak,
kolom, dan detektor harus dikendalikan dengan seksama, bila
pengukuran yang cermat dilakukan pada kepekaan tinggi.3) Detektor
ElektrokimiaBanyak molekul organik, termasuk obat, dapat dioksidasi
atau direduksi secara elektrokimia pada elektrode yang cocok. Arus
yang dihasilkan pada proses ini dapat diperkuat untuk menghasilkan
tenaga yang sesuai. Meskipun detektor elektrokimia cukup peka,
namun ada pula kelemahannya. Adanya timbrungan listrik dan
goncangan arus juga harus diperhatikan.4) Detektor Photodiode-Array
(PDA)Detektor PDA merupakan detektor UV-Vis dengan berbagai
keistimewaan. Detektor ini mampu memberikan kumpulan kromatogram
secara simultan pada panjang gelombang yang berbeda dalam sekali
proses (single run). Selama proses berjalan, suatu kromatogram pada
panjang gelombang yang diinginkan (biasanya antara 190-400) dapat
ditampilkan. Dengan demikian, PDA memberikan banyak lebih banyak
informasi komposisi sampel disbanding dengan detector UV-Vis.
Dengan detektor ini, juga diperoleh spectrum UV tiap puncak yang
terpisah sehingga dapat dijadikan sebagai alat yang penting untuk
memilih panjang gelombang maksimal untuk sistem KCKT yang
digunakan. Dan akhirnya dengan detektor ini pula, dapat dilakukan
uji kemurnian puncak dengan membandingkan antara spectra analit
dengan spectra senyawa yang sudah diketahui.Spektrum dan
kromatogram yang dihasilkan pada detektor PDA ini dapat ditampilkan
sebagai plot 3 dimensi absorbansi, panjang gelombang, dan waktu
sehingga data ini dapat dimanipulasi dan diplotkan kembali pada
layar (monitor) lalu dibandingkan dengan data 3 dimensi senyawa
lain dari perpustakaan data yang ada di sistem komputernya sehingga
bisa digunakan untuk tujuan identifikasi (Gandjar dan Rohman,
2007).
2.5Metode ValidasiValidasi metode analisis adalah suatu tindakan
penilaian terhadap parameter tertentu, berdasarkan percobaan
laboratorium, untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi
persyaratan untuk penggunaannya (Harmita, 2004). Validasi metode
menurut United States Pharmacopeia (USP) dilakukan untuk menjamin
bahwa metode analisis akurat, spesifik, reprodusibel, dan tahan
pada kisaran analit yang akan dianalisis (Gandjar dan
Rohman,2007).Suatu metode analisis harus divalidasi untuk melakukan
verifikasi bahwa parameter-parameter kinerjanya cukup mampu untuk
mengatasi problem analisis, karenanya suatu metode harus divalidasi
ketika :a.Metode baru dikembangkan untuk mengatasi problem analisis
tertentu.b.Metode yang sudah baku direvisi untuk menyesuaikan atau
karena munculnya suatu problem yang mengarahkan bahwa metode baku
tersebut harus direvisi.c.Penjaminan mutu yang mengindikasikan
bahwa metode baku telah berubah seiring dengan berjalannya
waktu.d.Metode baku digunakan di laboratorium yang berbeda, atau
dikerjakan dengan alat yang berbeda.e.Untuk mendemonstrasikan
kesetaraan antar dua metode, seperti antara metode baru dan metode
baku.(Gandjar dan Rohman, 2007)a. Linierity (Linieritas)Linieritas
merupakan kemampuan suatu metode untuk memperoleh hasil-hasil uji
yang secara langsung proposional dengan konsentrasi analit pada
kisaran yang diberikan. Linieritas suatu metode merupakan ukuran
seberapa baik kurva kalibrasi yang menghubungkan antara respon (y)
dengan konsentrasi (x). Linieritas dapat diukur dengan melakukan
pengukuran tunggal pada konsentrasi yang berbeda-beda. Data yang
diperoleh selanjutnya diproses dengan metode kuadrat terkecil,
untuk selanjutnya dapat ditentukan nilai kemiringan (slope),
intersep, dan koefisien korelasinya (r) (Gandjar dan Rohman,
2012).
b. Kisaran (Range)Kisaran suatu metode didefinisikan sebagai
konsentrasi terendah dan tertinggi yang mana suatu metode analisis
menunjukkan akurasi, presisi, dan linieritas yang mencukupi.
Kisaran-kisaran konsentrasi yang diuji tergantung pada jenis metode
dan kegunaannya. Untuk pengujian komponen utama (mayor), maka
konsentrasi baku harus diukur di dekat atau sama dengan konsentrasi
kandungan analit yang diharapkan. Suatu strategi yang baik adalah
mengukur baku dengan kisaran 25, 50, 75, 100, 125, dan 150% dari
konsentrasi analit yang diharapkan (Gandjar dan Rohman,
2012).Sebagaimana telah direkomendasikan ICH, kisaran umum yang
digunakan untuk uji potensi senyawa obat atau produk obat adalah
20% dari target atau nominal konsentrasi; sementara untuk uji
keseragaman kadar adalah 20% dari target atau nominal konsentrasi
(Gandjar dan Rohman, 2012).
c. StabilitasTujuan dari penelitian ini adalah untuk menunjukkan
bahwa sampel dan larutan standar yang disiapkan sesuai dengan
metode masing-masing adalah stabil setidaknya selama durasi normal
urutan analitis (itu adalah rekomendasi biasanya untuk melakukan
stabilitas larutan pada 24, 48, dan 72 jam). Kriteria dapat
ditentukan selama tahap pengembangan metode jika pengencer cocok
untuk sampel persiapan dan pengencer tidak bereaksi dengan aktif
dan / atau eksipien dalam matriks (Kazekevich dan LoBrutto,
2007).
d. KekasaranDefinisi dalam hal ketidakrataan diberikan oleh USP
adalah sebagai berikut: "Kekasaran dari metode analisis adalah
tingkat kemampuan untuk memproduksi hasil tes yang diperoleh oleh
analisisis dari sampel yang sama dalam berbagai kondisi uji normal,
seperti laboratorium yang berbeda, analisis instrumen yang berbeda
berbeda, hari yang berbeda, dll. Ketidakrataan biasanya dinyatakan
sebagai tidak adanya pengaruh pada hasil tes dari variabel
operasional dan lingkungan dari metode analisis. Kekasaran adalah
ukuran kemampuan untuk memproduksi hasil tes dalam kondisi normal
kondisi operasional yang diharapkan dari laboratorium -
laboratorium ke dan dari Analis ke analis". Praktis berbicara,
kekasaran. adalah nama lain untuk presisi menengah, di mana dua
analis, dari dua laboratorium yang berbeda, pada dua hari yang
berbeda, menggunakan instrumentasi yang berbeda, jumlah kolom
banyak, reagen, pelarut, dan bahan kimia, ikuti metode uji identik
dengan menguji sampel identik (Kazekevich dan LoBrutto, 2007).
e. Kecermatan (accuracy)Kecermatan adalah ukuran yang
menunjukkan derajat kedekatan hasil analis dengan kadar analit yang
sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali
(recovery) analit yang ditambahkan. Kecermatan ditentukan dengan
dua cara yaitu metode simulasi (spiked-placebo recovery) yaitu
memasukkan analit ke dalam matriks blanko atau metode penambahan
baku (standard additionmethod) yaitu penambahan baku pada matriks
sampel yang mengandung analit (Harmita, 2004).
f. Keseksamaan (precision)Keseksamaan adalah ukuran yang
menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual, diukur
melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika prosedur
diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari
campuran yang homogen. Keseksamaan diukur sebagai simpangan baku
atau simpangan baku relatif (koefisien variasi). Keseksamaan dapat
dinyatakan sebagai keterulangan (repeatability) atauketertiruan
(reproducibility). Keterulangan adalah keseksamaan metode jika
dilakukan berulang kali oleh analis yang sama pada kondisi sama dan
dalam interval waktu yang pendek (Harmita, 2004).
g. Selektivitas (Spesifisitas)Selektivitas atau spesifisitas
suatu metode adalah kemampuannya yang hanya mengukur zat tertentu
saja secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang
mungkin ada dalam matriks sampel. Selektivitas metode ditentukan
dengan membandingkan hasil analisis sampel yang mengandung cemaran,
hasil urai, senyawa sejenis, senyawa asing lainnya atau pembawa
plasebo dengan hasil analisis sampel tanpa penambahan bahan-bahan
tadi (Harmita, 2004).
h. LOD dan LOQBatas deteksi (LOD) adalah jumlah terkecil analit
dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon
signifikan dibandingkan dengan blangko. Batas deteksi merupakan
parameter uji batas. Batas kuantitasi (LOQ) merupakan parameter
pada analisis renik dan diartikan sebagai kuantitas terkecil analit
dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama.
LOD dan LOQ dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai
berikut:
, (Harmita, 2004)
III. ALAT DAN BAHAN3.1. Alata. Timbangan analitikb. Batang
pengadukc. Sendok tandukd. Beaker glasse. Erlenmeyerf. Labu ukurg.
Pipet ukurh. Mortir dan stamperi. Botol vialj. Bulb fillerk. Pipet
tetesl. Kertas perkamenm. Membran filtern. Alat ultrasoniko.
Syringe p. HPLC dengan kolom reversed phase C18
3.2. Bahana. Tablet sampel (Pamol)b. Serbuk baku parasetamolc.
Metanol dan air (70:30 v/v)
IV. PROSEDUR KERJA4.1 Pembuatan Larutan Standar Parasetamol 100
g/mL dari larutan Stok Paracetamol 1 mg/mLDiketahui : Konsentrasi
larutan stok (M1) = 1 mg/mLKonsentrasi larutan yang dibuat = 100
g/mLVolume larutan yang dibuat (V2) = 10 mLDitanya : Volume larutan
stok yang diambil (V1)....?Jawab :
V1 = 1 mLPembuatan Larutan Stok ParasetamolParasetamol ditimbang
menggunakan beaker glass sebanyak 50 mg kemudian dilarutkan dengan
sedikit metanol dan air (70:30 v/v). Larutan ini kemudian dimasukan
kedalam labu ukur 50 mL. Setelah itu ditambahkan metanol dan air
(70:30 v/v) sampai tanda batas. Larutan ini digojog homogen.
Larutan ini memiliki konsentrasi sebesar 1 mg/mL. Larutan stok ini
dipipet sebanyak 1 mL kemudian dimasukan kedalam labu ukur 10 mL.
setelah itu ditambahkan metanol dan air (70:30 v/v) sampai tanda
batas. Larutan kerja yang dimiliki memiliki konsentrasi parasetamol
sebesar 100 g/mL (godze, 2009).
4.2 Pembuatan Seri Larutan Standar ParasetamolLarutan kerja
parasetamol 100 g/mL dipipet masing-masing 0,5 mL; 1 mL; 1,5 mL; 2
mL; 2,5 mL untuk dimasukan kedalam labu ukur 10 mL. Setelah itu
metanol dan air (70:30 v/v) ditambahkan pada setiap labu ukur
tersebut sampai tanda batas, kemudian digojog homogen. Larutan seri
parasetamol yang yang dihasilkan masing-masing sebesar 5 g/mL; 10
g/mL; 15 g/mL; 20 g/mL; 25 g/mL.a. Larutan standar seri volume 0,5
mL100 g/mL 0,5 mL = M2 10 mL M2 = 5 g/mLb. Larutan standar seri
volume 1 mL100 g/mL 1 mL = M2 10 mL M2 = 10 g/mL c. Larutan standar
seri volume 1,5 mL100 g/mL 1,5 mL = M2 10 mL M2 = 15 g/mLd. Larutan
standar seri volume 2 mL100 g/mL 2 mL = M2 10 mL M2 = 20 g/mLe.
Larutan standar seri volume 2,5 mL100 g/mL 2,5 mL = M2 10 mL M2 =
25 g/mL
4.3 Pembuatan Larutan SampelTablet parasetamol sebanyak 3 buah
digerus menggunakan stamper dan mortir. Kemudian serbuk yang
dihasilkan ditimbang sehingga diperoleh serbuk yang ekivalen dengan
100 mg parasetamol. Serbuk tablet ini kemudian dimasukan ke dalam
beaker glass, setelah itu serbuk ini dilarutkan menggunakan metanol
dan air (70:30 v/v) sebanyak 20 mL. Larutan ini kemudian dimasukan
kedalam labu ukur 100 mL. Setelah itu metanol dan air (70:30 v/v)
ditambahkan kedalam labu ukur tersebut sampai tanda batas. Larutan
digojog homogen sehingga diperoleh sampel larutan parasetamol
dengan konsentrasi 1 mg/mL. Larutan sampel parasetamol 1 mg/mL
kemudian diencerkan menjadi 100 g/mL.Larutan sampel ini dipipert
sebanyak 10 mL ke dalam labu 100 mL. Setelah itu metanol dan air
(70:30 v/v) ditambahkan pada labu ukur tersebut hingga tanda batas
dan larutan digojog homogen. Larutan sampel 100 g/mL kemudian
diencerkan menjadi 15 g/mL. Larutan sampel 100 g/mL dipipet
sebanyak 1,5 mL lalu dimasukan ke dalam labu ukur labu 10 mL.
Setelah itu metanol dan air (70:30 v/v) ditambahkan kedalam labu
tersebut sampai tanda batas. Larutan digojog homogen sehingga
diperoleh larutan sampel parasetamol dengan konsentrasi 15
g/mL.
Penyiapan sampelPerhitungan:Dik: kadar parasetamol dalam tablet
= 500 mg massa serbuk 20 tablet = ..... mg massa parasetamol yang
diinginkan = 100 mgDit: massa serbuk parasetamol yang setara dengan
100 mg serbuk parasetamol = ...?Jawab:Kadar parasetamol dalam 3
tablet = 3 500 mg= 1500 mg
Massa yang setara 100 mg parasetamol = = .... mg Sejumlah serbuk
sampel yang setara dengan 100 mg kadar parasetamol dibuat dengan
volume 100 mL.Perhitungan :Dik : Massa paracetamol = 100 mgVolume
paracetamol= 100 mLDit : C paracetamol = ?
Jawab : C = = = 1mg/mL= 1000 g/mL Dibuat konsentrasi larutan
sampel paracetamol 100 g/mL Perhitungan :M1 x V1 = M2 x V21000 g/mL
x 10 mL = M2 x 100 mL
M2 = M2 = 100 g/mL Dari konsentrasi 100 g/mL sampel diencerkan
kembali sampai 15 g/mL M1 x V1 = M2 x V2100 g/mL x V1 = 15 g/mL x
10 mL
V1 = V1 = 1,5 mL
4.4 Pengkondisian Kolom HPLCLarutan pencuci kolom (metanol dan
air (70:30 v/v)) difiltrasi melalui membran. Metanol dan air (70:30
v/v) sebanyak 10 L kemudian diinjeksi ke alat melalui selang
pelarut dengan kecepatan alir 1 mL/menit. Metanol dan air (70:30
v/v) akan secara otomatis didegassing dalam instrumen.
4.5 Pembuatan Kurva KalibrasiLarutan seri parasetamol
konsentrasi terendah difiltrasi sebanyak 20 L diinjeksikan pada
injektor HPLC (godze, 2009). Setelah itu larutan seri di-scan pada
200 nm - 300 nm. Panjang gelombang maksimum yang sudah diperoleh
kemudian digunakan sebagai panjang gelombang dalam pengukuran nilai
AUC untuk setiap larutan seri lainnya. Masing-masing AUC yang akan
didapat dicatat sebagai bahan pembuatan kurva kalibrasi parasetamol
y = bx + a, dengan y = AUC dan x = konsentrasi (g/mL).
4.6 Penetapan Kadar ParasetamolSetiap larutan sampel parasetamol
difiltrasi kemudian sebanyak 20 L larutan sampel ini diinjeksikan
pada injektor HPLC. Larutan di-scan pada panjang gelombang maksimum
parasetamol yang sudah diperoleh sebelumnya. Masing-masing AUC yang
akan didapat dicatat sebagai bahan penetapan kadar dengan cara
mensubstitusikan nilai AUC ke dalam kurva kalibrasi parasetamol
yang sudah diperoleh sebelumnya. Setelah itu ditentukan nilai
perolehan kembali kadar parasetamol terhadap kadar pada kemasan
sampel (godze, 2009).
4.7 Validasi Metode analisis4.7.1 Penetuan akurasi metode
analisisData AUC yang diperoleh dimasukan kedalam persamaan regresi
linier. Dihitung presentasi perolehan kembali (recorvery).
4.7.2 Penentuan Presisi metode analisisDihitung dengan
menggunakan data penentuan akurasi metode analisis. Dihitung dengan
menggunakan persamaan :
4.7.3 Penentuan nilai nilai LOD dan LOQ Dibuat 5 variasi larutan
parasetamol dengan konsentrasi yang berbeda. Ditentukan nilai
absorbansi dari kelima variasi parasetamol. Dibuat persamaan
regresi liniernya, y = bx + a dengan y adalah absorbansi dari
kelima variasi konsetrasi larutan parasetamol dan x adalah
konsentrasi larutan parasetamol. Ditentukan nilai y" yaitu nilai
absorbansi suatu konsentrasi larutan parasetamol setelah dimasukkan
kedalam persamaan liniernya. Ditentukan selisih dari y-y" dan
kuadrat dari selisih y-y". Ditentukan nilai simpangan baku residual
(Sy/x) dengan rumus :
Ditentukan nilai LOD dan LOQ dari larutan parasetamol dengan
persamaan :LOD = (3 x Sy/x) / bLOQ = (10 x Sy/x) / b
V. SKEMA KERJA
Larutan pencuci kolom (metanol dan air (70:30 v/v)) difiltrasi
melalui membran5.1 Pengkondisian Kolom HPLC
Metanol dan air (70:30 v/v) difiltrasi.
Diinjeksikan metanol dan air (70:30 v/v) sebanyak 10 L ke alat
melalui selang pelarut dengan kecepatan alir 1 mL/menit.
Ditimbang parasetamol menggunakan beaker glass sebanyak 50
mg.5.2 Pembuatan Larutan Stok Parasetamol 100 g/mL
Dilarutkan dengan sedikit metanol dan air (70:30 v/v),
dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL.
Ditambahkan metanol dan air (70:30 v/v) sampai tanda batas,
digojog hingga homogen.
Dipipet sebanyak 1 mL, dimasukan kedalam labu ukur 10 mL.
Ditambahkan metanol dan air (70:30 v/v) sampai tanda batas.
Digojog hingga homogen.5.3 Pembuatan Seri Larutan Standar
Parasetamol 5 g/mL; 10 g/mL; 15 g/mL; 20 g/mL; 25 g/mL
Larutan stok parasetamol 100 g/mLdipipet 0,5 mL; 1 mL; 1,5 mL; 2
mL; 2,5 mL dimasukan ke dalam labu ukur 10 mL.
Ditambahkan metanol dan air (70:30 v/v) hingga tanda batas.
Digojog hingga homogen.
Digerus tablet parasetamol sebanyak 3 buah menggunakan stamper
dan mortir.5.4 Pembuatan Larutan Sampel 1 mg/mL
Ditimbang serbuk mengandung sebanyak 100 mg parasetamol.
Dimasukan ke dalam beaker glass, setelah itu serbuk ini
dilarutkan dengan metanol dan air (70:30 v/v), dimasukan kedalam
labu ukur 100 mL.
Ditambahkan pelarut hingga tanda batas kemudian digojog hingga
homogen.
Ditambahkan metanol dan air (70:30 v/v) ke dalam labu ukur
sampai tanda batas.
Digojog hingga homogen.
5.4.1 Pengenceran Larutan Sampel 1 mg/mL menjadi 100 g/mL
Dipipet larutan parasetamol 1 mg/mL sebanyak 10 mL, dimasukkan
ke dalam labu ukur 100 mL.
Ditambahkan metanol dan air (70:30 v/v) hingga tanda batas.
Digojog homogen.
5.4.2 Pengenceran Larutan Sampel 100 g menjadi 15 g/mL
Dipipet larutan sampel 100 g/mL sebanyak 1,5 mL, dimasukan ke
dalam labu ukur 10 mL.
Ditambahkan metanol dan air (70:30 v/v) sampai tanda batas.
Digojog hingga homogen.
Diulangi sebanyak 2 kali.
5.5 Pembuatan Kurva Kalibrasi
Diinjeksikan larutan seri parasetamol konsentrasi terendah
diinjeksikan ke membran (difiltrasi) sebanyak 20 L pada injektor
HPLC.
Larutan seri di-scan pada panjang gelombang 200 nm-300 nm.
Ditentukan panjang gelombang maksimumnya.
Larutan standar lain diukur pada panjang gelombang maksimum.
Dibuat kurva kalibrasi standar parasetamol dan persamaan regresi
linier y = bx + a, y = AUC dan x = kadar sampel (g/mL).
Setiap larutan sampel parasetamol di-degassing dan
difiltrasi.5.6 Penetapan Kadar Parasetamol
Diinjeksikan sebanyak 20 L larutan sampel pada injektor
HPLC.
Larutan discan pada panjang gelombang maksimum parasetamol yang
sudah diperoleh sebelumnya.
Masing-masing AUC yang akan didapat dicatat sebagai bahan
penetapan kadar dengan cara mensubstitusikan nilai AUC ke dalam
kurva kalibrasi parasetamolyang sudah diperoleh sebelumnya.
Ditentukan nilai perolehan kembali kadar parasetamol terhadap
kadar pada kemasan sampel.
IV. V. 5.1 5.2 5.3 5.4 5.5 5.6 5.7 Validasi Metode analisis5.7.1
Penetuan akurasi metode analisis
Data AUC yang diperoleh dimasukan kedalam persamaan regresi
linier
Dihitung presentasi perolehan kembali (recorvery).
5.7.2 Penentuan Presisi metode anlaisis
Dihitung dengan menggunakan data penentuan akurasi metode
analisis dan pennetuan kadar sempel PCT
Dihitung dengan menggunakan persamaan :
5.7.3 Penentuan nilai nilai LOD dan LOQ
Dibuat persamaan regresi linier 5 larutan seri konsentrasi, y =
bx + a dengan y adalah absorbansi dari kelima variasi konsetrasi
larutan parasetamol dan x adalah konsentrasi larutan
parasetamol
Ditentukan nilai y" yaitu nilai absorbansi suatu konsentrasi
larutan parasetamol setelah dimasukkan kedalam persamaan
liniernya
Ditentukan selisih dari y-y" dan kuadrat dari selisih y-y"
Ditentukan nilai simpangan baku residual (Sy/x) dengan rumus
:
Ditentukan nilai LOD dan LOQ dari larutan parasetamol dengan
persamaan:LOD = (3 x Sy/x) / b ; LOQ = (10 x Sy/x) / b
VI. HASIL PENGAMATAN6.1 Bobot Masing-Masing Tablet6.1.1 Sampel
ATabletBobot
Tablet 1Tablet 2Tablet 3Bobot total0,7254 gram0,7222 gram0,7265
gram2,1741gram
6.1.2 Sampel BTabletBobot
Tablet 1Tablet 2Tablet 3Bobot total0,7217 gram0,7196 gram0,7192
gram2,1605 gram
6.1.3 Sampel CTabletBobot
Tablet 1Tablet 2Tablet 3Bobot total0,7189 gram0,7204 gram0,7115
gram2,1508 gram
6.2 Data AUC dan waktu retensiBahanAUCWaktu Retensi
Standar 1 (5 g/ml)Standar 2 (10 g/ml)Standar 3 (15 g/ml)Standar
4 (20 g/ml)Standar 5 (25g/ml)Sampel ASampel BSampel
C63936812140101734344233225527084781737360215264716235831,5691,5811,5791,5861,5811,5711,5821,594
6.3 Spektrum6.3.1 Standar 1 (5 g/ml)
6.3.2 Standar 2 (10 g/ml)
6.3.3 Standar 3 (15 g/ml)
6.3.4 Standar 4 (20 g/ml)
6.3.5 Standar 5 (25g/ml)
6.3.6 Sampel A
6.3.7 Sampel B
6.3.8 Sampel C
VII. ANALISIS DATA7.1 Larutan StandarBahanAUCWaktu Retensi
Standar 1 (5 g/ml)Standar 2 (10 g/ml)Standar 3 (15 g/ml)Standar
4 (20 g/ml)Standar 5 (25g/ml)Sampel ASampel BSampel
C63936812140101734344233225527084781737360215264716235831,5691,5811,5791,5861,5811,5711,5821,594
Dari data diatas, dapat ditentukan persamaan regresi linear dari
larutan standar seri konsentrasi.
BahanAUC
Standar 1 (5 g/ml)Standar 2 (10 g/ml)Standar 3 (15 g/ml)Standar
4 (20 g/ml)Standar 5 (25g/ml)6393681214010173434423322552708478
Regresi linear yang diperoleh:y = 105129,3x + 148751,5 R =
0,997
7.2 SampelBahanAUCWaktu Retensi
Sampel ASampel BSampel C1737360215264716235831,5711,5821,594
Perhitungan kadar sampel:a. Sampel ADiketahui:y= 105129,3x +
148751,5AUC1= 1737360Ditanya: Konsentrasi= ......g/mLJawab:y=
105129,3x + 148751,51737360= 105129,3x + 148751,5105129,3x=
1588608,5x= 15,11 g/mL
b. Sampel BDiketahui:y= 105129,3x + 148751,5 AUC2 =
2152647Ditanya: Konsentrasi= ......g/mLJawab:y= 105129,3x +
148751,52152647= 105129,3x + 148751,5105129,3x= 2003895,5x= 19,06
g/mL
c. Sampel CDiketahui:y= 105129,3x + 148751,5AUC3 =
1623583Ditanya: Konsentrasi= ......g/mLJawab:y= 105129,3x +
148751,51623583= 105129,3x + 148751,5105129,3x= 1474831,5x= 14,02
g/mL
7.3 Perhitungan Konversi Sampela. Sampel ADiketahui: Kadar
sampel A= 15,11 g/mL Kadar sampel primer= 1 mg/mL Volume sampel
primer = 100 mL Kadar sampel sekunder = 15 g /mLDitanya : kadar
sampel= ......mgJawab : Konversi dari kadar sampel (g/ml) sebanding
1000 g/ml
Konversi sebanding 100 mg sampel1,0073 mg/ml 100 ml= 100,73
mgJadi, untuk sampel A kadar sampel 15,11 g/mL setara 100,73 mg
b. Sampel BDiketahui: Kadar sampel B= 19,06 g/mL Kadar sampel
primer= 1 mg/mL Volume sampel primer = 100 mL Kadar sampel sekunder
= 15 g /mLDitanya : kadar sampel= ......mgJawab : Konversi dari
kadar sampel (g/ml) sebanding 1000 g/ml
Konversi sebanding 100 mg sampel1,2706 mg/ml 100 ml= 127,06
mgJadi, untuk sampel B kadar sampel 19,06 g/mL setara 127,06 mg
c. Sampel CDiketahui: Kadar sampel C= 14,02 g/mL Kadar sampel
primer= 1 mg/mL Volume sampel primer = 100 mL Kadar sampel sekunder
= 15 g /mLDitanya : kadar sampel= ......mgJawab : Konversi dari
kadar sampel (g/ml) sebanding 1000 g/ml
Konversi sebanding 100 mg sampel0,9346 mg/ml 100 ml= 93,46
mgJadi, untuk sampel C kadar sampel 14,02 g/mL setara 93,46 mg
7.4 Perhitungan kadar paracetamol dalam sampel
Kadar rata- rata=
==107,08 mg
-
100,73 mg107,08 mg-6,3540,32
127,06 mg107,08 mg19,98399,20
93,46 mg107,08 mg-13,62185,50
625,02
Standar Deviasi=
=
RSD= = (100 x 17,67)/107,08= 16,51 %Kadar Paracetamol dalam
sampel = SD= 107,08 mg 17,67 mg
7.5 Perhitungan Kadar Paracetamol dalam Tableta. Sampel
ADiketahui :Kandungan parasetamol 1 tablet yang diambil (ka)= 100
mgKandungan paracetamol diperoleh (ks) =100,73 mgKandungan
parasetamol 3 tablet secara teoritis= 1500 mgKandungan parasetamol
1 tablet secara teoritis= 500 mgDitanya: Kandungan parasetamol 1
tablet dari analisis = ...?Jawab:
Kandungan parasetamol 3 tablet=
= = 1510,95 mg
Kandungan parasetamol 1 tablet= = 503,65 mg
b. Sampel BDiketahui :Kandungan parasetamol 1 tablet yang
diambil (ka)= 100 mgKandungan paracetamol diperoleh (ks) =127,06
mgKandungan parasetamol 3 tablet secara teoritis= 1500 mgKandungan
parasetamol 1 tablet secara teoritis= 500 mgDitanya: Kandungan
parasetamol 1 tablet dari analisis = ...?Jawab:
Kandungan parasetamol 3 tablet=
= = 1905,9 mg
Kandungan parasetamol 1 tablet= = 635,3 mg
c. Sampel CDiketahui :Kandungan parasetamol 1 tablet yang
diambil (ka)= 100 mgKandungan paracetamol diperoleh (ks) = 93,46
mgKandungan parasetamol 3 tablet secara teoritis= 1500 mgKandungan
parasetamol 1 tablet secara teoritis= 500 mgDitanya: Kandungan
parasetamol 1 tablet dari analisis = ...?Jawab:
Kandungan parasetamol 3 tablet=
= = 1401,9 mg
Kandungan parasetamol 1 tablet= = 467,3 mg
7.6 Perhitungan Perolehan Kembalia. Sampel A Diketahui :Massa
parasetamol 1 tablet yang diambil (ka)= 100 mgMassa sampel yang
diperoleh (ks)= 100,73 mgDitanya:Perolehan kembali = ...?Jawab:
% perolehan kembali=
= = 100,73 %
b. Sampel B Diketahui :Massa parasetamol 1 tablet yang diambil
(ka)= 100 mgMassa sampel yang diperoleh (ks)= 127,06
mgDitanya:Perolehan kembali = ...?Jawab:
% perolehan kembali=
= = 127,06 %
c. Sampel C Diketahui :Massa parasetamol 1 tablet yang diambil
(ka)= 100 mgMassa sampel yang diperoleh (ks)= 93,46
mgDitanya:Perolehan kembali = ...?Jawab:
% perolehan kembali=
= = 93,46 %
Perhitungan perolehan kembali rata-rata
% perolehan kembali rata- rata=
==107,08%
7.7 Perhitungan LOD dan LOQDiketahui:Konsentrasi standar 1= 5
g/mLKonsentrasi standar 2= 10 g/mLKonsentrasi standar 3= 15
g/mLKonsentrasi standar 4= 20 g/mLKonsentrasi standar 5= 25 g/mLAUC
standar 1 = 639368AUC standar 2 = 1214010AUC standar 3 = 1734344AUC
standar 4 = 2332255AUC standar 5= 2708478Ditanya: Nilai AUC dalam
persamaan (y) = .....?Jawab: AUC 1y= 105129,3x + 148751,5y=
105129,3(5) + 148751,5= 674398 AUC 2y= 105129,3x + 148751,5y=
105129,3(10) + 148751,5= 1200044,5 AUC 3y= 105129,3x + 148751,5y=
105129,3(15) + 148751,5= 1725691 AUC 4y= 105129,3x + 148751,5y=
105129,3(20) + 148751,5= 2251337,5 AUC 5y= 105129,3x + 148751,5y=
105129,3(25) + 148751,5= 27769847.8 Simpangan Baku (SD)Diketahui:C
(g)yyy-y(y-y)2
5639368674398-350301227100900
1012140101200044,513965,5195035190
1517343441725691865374874409
2023322552251337,580917,56547641806
2527084782776984-685064693072036
(y-y)212737724342
Ditanya: Nilai Simpangan Baku ( ) = .........?Jawab :
=
=
= 112861,5
7.9 LOD dan LOQ
Diketahui: = 112861,5Dari persamaan y= 105129,3x + 148751,5
diketahui b =105129,3Ditanya: LOD dan LOQ = ......?Jawab : LOD=
LOD= LOD= 3,22 g/mL
LOQ=
LOQ= LOQ= 10,735 g/mL
VIII.PEMBAHASANPraktikum Analisis Farmasi II pada kesempatan
kali ini dilakukan analisis kuantitatif penetapan kadar Parasetamol
dalam sediaan tablet dengan metode High Performance Liquid
Chromatography (HPLC). Prinsip dari metode ini pada umumnya sama
dengan metode kromatografi, yaitu didasarkan pada perbedaan
kecepatan migrasi solut yang dipengaruhi oleh perbedaan afinitas
solut terhadap fase gerak dan fase diam (Gandjar dan Rohman, 2007).
Metode HPLC ideal untuk analisis beragam obat dalam sediaan dan
cairan biologi, karena sederhana, dan kepekaannya tinggi (Munson,
1984).Instrumen HPLC memiliki 2 jenis kolom berdasarkan jenis fase
gerak dan fase diam yang digunakan, yaitu kolom normal phase dan
kolom reverse phase. Dalam praktikum ini digunakan instrumen HPLC
dengan jenis kolom reverse phase. Kolom reverse phase kolom yang
fase diamnya bersifat nonpolar sedangkan fase geraknya bersifat
polar, kebalikan dari fase normal. Fase diam nonpolar yang paling
banyak digunakan adalah jenis C18, C8, dan C2 (Mulja dan Suharman,
1995). Fase diam yang digunakan pada kolom reverse phase HPLC pada
praktikum ini adalah C18. Penggunaan kolom reverse phase karena
parasetamol merupakan senyawa polar sehingga parasetamol mampu
dipisahkan oleh kolom reverse phase karena kolom reverse phase
memiliki gugus oktadesil silika (ODS atau C18) yang mampu
memisahkan senyawa-senyawa dengan kepolaran yang rendah, sedang,
maupun tinggi (Gandjar dan Rohman, 2007). Selain itu, kolom C18
memiliki jumlah C yang banyak sehingga mengakibat sifat fase diam
ini cenderung bersifat non polar, akibatnya pemisahan terhadap
parasetamol akan semakin baik. Selain itu dengan kolom reverse
phase, fase gerak yang digunakan bersifat polar. Fase gerak yang
digunakan pada kolom reverse phase HPLC adalah metanol-air yang
memiliki drajat pro-analisis. Sehingga, dalam penggunaannya pada
metode HPLC harus disaring terlebih dahulu dengan pompa vakum yang
berisi membran filter untuk menyaring pengotor-pengotor bahkan yang
berukuran mikro dari fase gerak. Adanya pengotor dalam reagen dapat
menyebabkan gangguan pada sistem kromatografi. Adanya partikel yang
kecil dapat terkumpul dalam kolom atau dalam tabung yang sempit,
sehingga dapat menyebabkan suatu kekosongan pada kolom atau tabung
tersebut (Gandjar dan Rohman, 2007). Pemilihan metanol-air sebagai
fase gerak karena metanol-air merupakan pelarut universal yang
dapat mengelusi senyawa-senyawa yang bersifat polar, hal ini
disebabkan karena struktur dari metanol memiliki susunan unik
dimana gugus OH dan metil berdeketan menjadikkan metanol bersifat
semipolar, sehingga bila dipakai sebagai fase gerak, metanol mampu
mengelusi senyawa baik yang polar maupun nonpolar. Selain itu
metanol memenuhi persyaratan sebagai fase gerak yaitu murni, tidak
terdapat kontaminan (karena metanol telah disaring sebelum
digunakan), tidak bereaksi dengan wadah (packing), dapat melarutkan
sampel, memiliki visikositas rendah, tidak merusak sampel, dan
seperti yang telah dibahan di atas salah satu syarat suatu fase
gerak adalah diperdagangan dapat diperoleh dengan harga murah
(reasonable price). Air merupakan pelarut universal yang bersifat
polar, reasonable price. Sehingga dikombinasikan dengan metanol
untuk dapat memperoleh hasil pemisahan yang efisien.Sebelum
dilakukan proses analisis parasetamol dengan metode HPLC.
Pertama-tama dilakukan pengkondisian kolom. Pengkondisian kolom
HPLC meliputi pengaturan tekanan kolom, laju alir fase gerak, serta
pencucian kolom dengan menggunakan metanol-air. Proses ini
dilakukan untuk meningkatkan kepekaan kolom dan menghindari
pengotor atau sisa analit yang masih tertahan pada kolom pada
analisis sebelumnya agar tidak mengganggu analisis dan merusak
kolom. Setelah dilakukan pengkondisian kolom. Selanjutnya dilakukan
analisis sampel. Fase gerak maupun larutan yang dianalisis
dialirkan dengan menggunakan sistem pompa. Pompa dibutuhkan untuk
mengalirkan fase gerak dengan tekanan sehingga dapat mengalir
secara terus menerus melalui kolom secara tepat, reprodusibel,
konstan, dan bebas dari gangguan. Proses elusi dilakukan dengan
cara isokratik diamana elusi dengan menggunakan komposisi fase
gerak yang sama tanpa ada perubahan perbandingan fase gerak yang
digunakan. Semua larutan sebelum dialirkan ke sistem harus disaring
terlebih dahulu dengan membran filter dengan tujuan yang sama
seperti saat menyaring fase gerak yaitu untuk menyaring
pengotor-pengotor bahkan yang berukuran mikro dari pelarut. Adanya
pengotor dalam reagen dapat menyebabkan gangguan pada sistem
kromatografi. Adanya partikel yang kecil dapat terkumpul dalam
kolom atau dalam tabung yang sempit, sehingga dapat menyebabkan
suatu kekosongan pada kolom atau tabung tersebut (Gandjar dan
Rohman, 2007).Injeksi larutan standar dan sampel ke dalam HPLC
harus dilakukan dengan hati-hati dan dijaga agar tidak ada gas yang
terinjeksikan sebab adanya gas dapat menimbulkan gelembung dan
pengumpulan gas pada komponen lain terutama di pompa dan detektor
sehingga akan mengacaukan analisis. Sehingga hasil analisisnya
tidak baik. Sampel-sampel cair dan larutan disuntikkan secara
langsung ke dalam fase gerak yang mengalir di bawah tekanan menuju
kolom menggunakan alat penyuntik yang dilengkapi dengan keluk
sampel (sample loop). Pada saat pengisian sampel, sampel digelontor
melewati keluk sampel dan kelebihannya dikeluarkan ke pembuang.
Sampel yang melewati keluk ini adalah 20 L. Pada saat penyuntikan,
katup diputar sehingga fase gerak mengalir melewati keluk sampel
dan menggelontor sampel ke kolom (Gandjar dan Rohman, 2007). Pada
saat praktikum larutan standar dan sampel-sampel cair disuntikan
sebesar 40 L. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi cairan yang
mungkin tertinggal saat diinjeksikan, sehingga sampel yang masuk
tidak kurang dari 20 L. Larutan standar yang pertama dielusi adalah
larutan standar dengan konsentrasi terkecil untuk mengantisipasi
jika ada larutan yang tertinggal saat elusi. Dimana bila kita
mengukur dari konsentrasi yang paling besar, kemungkinan adanya
sisa konsentrasi dari larutan ini lebih besar. Sehingga akan
mempengaruhi konsentrasi larutan yang lebih kecil yang diukur
selanjutnya. Kemungkinan jika konsentrasi larutan yang tertinggal
tadi ikut terbaca maka AUC yang dihasilkan oleh larutan dengan
konsentrasi yang lebih kecil, menjadi lebih besar dibandingkan
dengan AUC larutan dengan konsentrasi lebih tinggi. Detektor yang
digunakan pada HPLC ini adalah detektor photodiode array (PDA).
Detektor ini merupakan detektor UV-Vis dengan berbagai
keistimewaan. Detektor ini mampu memberikan kumpulan kromatogram
secara simultan pada panjang gelombang yang berbeda dalam sekali
proses (single run). Selama proses berjalan, suatu kromatogram pada
panjang gelombang yang diinginkan dapat ditampilkan. Dengan
detektor ini akan diperoleh spektrum UV tiap puncak yang terpisah
sehingga dapat dijadikan sebagai alat yang penting untuk memilih
panjang gelombang maksimal untuk sistem HPLC yang digunakan. Dengan
detektor ini pula, dapat dilakukan uji kemurnian puncak
(similiarity factor) dengan membandingkan antara spektra analit
dengan spektra senyawa yang sudah diketahui atau berada dalam
library HPLC (Gandjar dan Rohman, 2007).Setelah pengkondisian alat
dilakukan pembuatan larutan standar eksternal parasetamol dengan
konsentrasi 5 g/mL; 10 g/mL; 15 g/mL; 20 g/mL; 25 g/mL. Rentang ini
dipilih karena kadar sampel yang akan dianalisis berkisar 15 g/ml.
Suatu strategi yang baik adalah mengukur baku dengan kisaran 25,
50, 75, 100, 125 dan 150% dari konsentrasi analit yang diharapkan
(Gandjar dan Rohman, 2007). Sebelum diinjeksikan, larutan standar
disaring terlebih dahulu. Perlu diperhatikan pada saat penyuntikan
larutan ke dalam injektor tidak boleh terdapat gelembung pada
syringe karena dapat mengganggu pengamatan dan gas dapat
menimbulkan gelembung dan pengumpulan gas pada komponen lain
terutama di pompa dan detektor sehingga akan mengacaukan
analisis.Untuk analisis kuantitatif penetapan kadar Parasetamol
dalam sediaan tablet dengan metode High Performance Liquid
Chromatography (HPLC). Dibuat 3 buah sampel dengan cara sembilan
(9) buah tablet dengan kandungan parasetamol 500 mg ditimbang. Dan
bobot masing-masing tablet ditimbang. Selanjutnya 3 tablet digerus
dan ditimbang bobotnya setara dengan 100 mg parasetamol. Hal ini
dilakukan 3 kali. Untuk sampel 1, 2 dan 3. Selanjutnya serbuk yang
telah ditimbang setara dengan 100 mg parasetamol. Dilarutkan dengan
metanol-air, dan dilakukan pengenceran agar diperoleh konsentrasi
masing-masing sebesar 15 g/mL. Sebelum dilakukan penginjeksian
sampel, terlebih dahulu dilakukan penginjeksian larutan standar
eksternal parasetamol dengan kosentrasi 5 g/mL; 10 g/mL; 15 g/mL;
20 g/mL; 25 g/mL. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap nilai AUC,
diperoleh data yang menunjukan bahwa pada larutan standar
parasetamol 5 g/mL diperoleh nilai AUC sebesar 639368 dengan waktu
retensi 1,569. Pada larutan standar parasetamol 10 g/mL diperoleh
nilai AUC sebesar 1214010 dengan waktu retensi 1,581. Pada larutan
standar parasetamol 15 g/mL diperoleh nilai AUC sebesar 1734344
dengan waktu retensi 1,579. Pada larutan standar parasetamol 20
g/mL diperoleh nilai AUC sebesar 2332255 dengan waktu retensi
1,586. Pada larutan standar parasetamol 25 g/mL diperoleh nilai AUC
sebesar 2708478 dengan waktu retensi 1,581. Larutan standar
eksternal ini akan digunakan untuk membuat persamaan regresi linier
dan dapat dibuat kurva kalibrasi sebagai berikut :
Dari semua larutan standar yang diukur diperoleh persamaan
regresi dengan menggunakan kelima larutan standar yaitu konsentrasi
diperoleh nilai korelasi (R2) yang cukup tinggi yaitu sebesar
0,997. Berdasarkan perhitungan diperoleh persamaan regresi y=
105129,3 + 148751,5 dengan y = AUC dan x = kadar sampel (g/ml).
Persamaan ini sudah memenuhi parameter linieritas sehingga dengan
persamaan linier ini, maka dapat digunakan untuk menentukan kadar
parasetamol sampel.Setelah diperoleh persamaan regresi linier dari
larutan standar eksternal parasetamol. Selanjutnya dilakukan
penginjeksian sampel. Elusi dari masing-masing berkisar antara
1,582 menit. Penginjeksian sampel dilakukan sebanyak 3 kali untuk
memperoleh keseksamaan. Uji kualiatif adanya parasetamol dalam
tablet dilakukan dengan cara mencocokan batas spektrum yang
diperoleh dengan spektrum standar parasetamol yang telah tersedia.
Berikut adalah spektrum dari ketiga sampel yang diinjeksikan :
Gambar 2. Spektrum sampel A
Gambar 3. Spektrum Sampel B
Gambar 4. Spektrum Sampel CSecara kuantitatif berdasarkan
perhitungan diperoleh kadar sampel rata-rata dari 3 kali
penyuntikan adalah 107,08 mg. Kadar yang diperoleh dari hasil
analsis adalah 535,41 mg dengan perolehan kembali sebesar
107,08%.Hasil yang diperoleh melebihi 100 % dari kadar sebenarnya.
Hal ini kemungkinan karena ketidaktepatan pemipetan pada saat
pembuatan larutan sampel. Setelah penetapan kadar parasetamol
dilanjutkan dengan menetapkan batas deteksi (LOD) dan batas
kuantisasi (LOQ) dari suatu sampel paracetamol. LOD dan LOQ
merupakan dua di antara 8 parameter yang menentukan validitas suatu
metode analis (Gandjar & Rohman, 2007). Dari hasil perhitungan
diperoleh batas deteksi (LOD) sebesar 3,22 g/mL dan batas
kuantisasi (LOQ) sebesar 10,735 g/mL. Hal ini menunjukan bahwa
jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih
memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blangko adalah
3,22 g/mL. Dan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih
dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama adalah 10,735 g/mL.
IV. KESIMPULANKadar parasetamol yang diperoleh 535,41 mg dengan
perolehan kembali sebesar 107,08%. Dan dari validasi metode
diketahui jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi
yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blangko
adalah 3,22 g/mL. Dan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang
masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama adalah 10,735
g/mL.
14