50
IPENDAHULUAN
1.1. Latar BelakangPenyediaan bahan pakan pada dasarnya
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan zat makanan yang diperlukan oleh
ternak. Pemilihan bahan pakan tidak akan terlepas dari ketersediaan
zat makanan itu sendiri yang dibutuhkan oleh ternak. Untuk
mengetahui berapa jumlah zat makanan yang diperlukan oleh ternak
serta cara menyusun ransum, diperlukan pengetahuan mengenai
kualitas dan kuantitas zat makanan. Merupakan suatu keuntungan
bahwa zat makanan, selain mineral dan vitamin, tidak mempunyai
sifat kimia secara individual. Zat makanan sumber energi memiliki
kandungan karbon, hidrogen dan oksigen, sedangkan protein terdiri
dari asam amino dan mengandung sekitar 16 persen nitrogen. Secara
garis besar jumlah zat makanan dapat dideterminasi dengan analisis
kimia, seperti analisis proksimat dan analisis serat. Zat makanan
dapat ditentukan dengan analisis proksimat, dan terhadap pakan
berserat analisis proksimat lebih dikembangkan lagi menjadi
analisis serat.Kandungan nutrien pangan atau pakan dapat diketahui
dengan mengurai (menganalisis) komponen pangan dan pakan secara
kimia. Teknik analisis yang umum untuk mengetahui kadar nutrien
dalam pangan atau pakan adalah Analisis Proksimat (Proximate
analysis) atau metode Weende. Analisis Proksimat ditemukan sekitar
100 tahun yang lalu di pusat eksperimen Weende (Weende Experiment
Station) Jerman oleh dua ilmuwan Henneberg dan Stohmann. Metode ini
tidak menguraikan kandungan nutrien secara rinci namun berupa nilai
perkiraan sehingga disebut analisis proksimat. Metode Proksimat
menggambarkan bahwa analisis dapat dilakukan terhadap kadar air,
abu, lemak atau ether ekstrak, nitrogen total, dan kadar serat.
Komponen bahan ekstrak tanpa nitrogen adalah hasil pengurangan
bahan kering dengan komponen , abu, lemak, nitrogen total, dan
serat. Komponen lemak, protein dan serat sering disebut lemak
kasar, protein kasar dan serat kasar.
1.2. Identifikasi MakalahBerdasarkan uraian latar belakang
diatas, identifikasi masalah dari pembuatan laporan akhir praktikum
ini adalah sebagai berikut:1) Berapa kandungan air yang terkandung
dalam onggok.2) Berapa kadar abu yang terkandung dalam onggok.3)
Berapa kadar protein kasar yang terkandung dalam onggok.4) Berapa
kadar lemak kasar yang terkandung dalam onggok.5) Berapa kadar
serat kasar yang terkandung dalam onggok.6) Berapa energi yang
terkandung dalam onggok.
1.3. TujuanBerdasarkan identifikasi masalah diatas, tujuan dari
laporan akhir praktikum ini adalah:1) Untuk mengetahui kandungan
air yang terkandung dalam onggok menggunakan analisis kadar air.2)
Untuk mengetahui jumlah mineral yang terkandung dalam onggok
melalui analisis kadar abu.3) Untuk mengetahui kadar protein kasar
yang terkandung dalam onggok melalui analisis protein kasar.4)
Untuk mengetahui kadar lemak kasar yang terkandung dalam onggok
melalui analisis lemak kasar.5) Untuk mengetahui kadar serat kasar
yang terdapat dalam onggok melalui analisis serat kasar.6) Untuk
mengetahui energi yang terkandung dalam onggok melalui analisis
energi.
1.4. Waktu dan Tempat PraktikumHari/ Tanggal: Kamis, 6 November
2014 - 20 November 2014Pukul: 13.30 WIB 14.30 WIBTempat:
Laboratorium Nutrisi Ternak dan Kimia MakananTernak.
IIDESKRIPSI BAHAN
Onggok adalah sisa giling tapioka yang berasal dari singkong
atau ubi kayu. Dalam bahasa jawa onggok seringkali di sebut gaber.
Pada mulanya onggok hanya dianggap sebagai limbah, terlebih karena
bau yang di timbulkan onggok sangat menyengat. Namun seiring
berjalannya perkembangan kebutuhan manusia akan bahan pengganti
pakan ternak dan bahan baku lainnya, maka jadilah onggok sebagai
sumber penghasil tambahan.Ketersediaan onggok semakin meningkat
sejalan dengan meningkatnya produksi tapioka. Hal ini diindikasikan
dengan semakin meluasnya areal penanaman dan produksi ubi kayu.
Luas areal tanam meningkat dari 1,3 juta hektar dengan produksi
13,3 juta ton pada tahun 1990 menjadi 1,8 hektar dengan produksi
19,4 juta ton pada tahun 1995 (BPS, 1996). ENIE (1989) melaporkan
dari setiap ton ubi kayu akan dihasilkan 250 kg tapioka dan 114 kg
onggok. Hal ini yang menyebabkan onggok berpotensi sebagai polutan
disekitar pabrik. Ada 2 jenis onggok yang lazim beredar, yaitu
onggok kering dan onggok basah. Beberapa fungsi dari onggok basah
adalah sebagai bahan tambahan pakan untuk ternak sapi, babi,
ataupun ternak lainnya yang mulai kesulitan mencari hijauan pakan
terutama di musim kemarau. Karena harganya yang relatif terjangkau,
jadilah onggok basah sebagai bahan pakan alternatif bagi
pakan.Onggok kering sendiri merupakan onggok basah yang telah
melalui proses pengeringan, baik pengeringan oleh matahari maupun
pengeringan oleh oven. Fungsi onggok kering antara lain sebagai
bahan baku saus, bahan baku obat nyamuk, bahan perekat lem kertas,
campuran kecap.
Tabel 1. Kandungan Nutrisi pada OnggokZat NutrisiKandungan
Nutrisi
Protein Kasar (%)2,89
Lemak Kasar (%)0,38
Serat Kasar (%)14,73
Abu (%)1,21
BETN (%)80,80
Air20,31
Sumber : Sudarmadji (1996)Penggunaan onggok sebagai bahan pakan
sangat terbatas, terutama bagi ternak poligastrik. Hal tersebut
disebabkan karena kandungan protein kasar onggok yang cukup rendah
dan disertai dengan kandungan serat kasar yang tinggi.
ANALISIS AIR
IIITINJAUAN PUSTAKA
Air yang dimaksud dalam analisis proksimat adalah semua cairan
yang menguap padapemanasandalambeberapawaktupadasuhu105-110C dengan
tekanan udara bebas sampai sisa yang tidak menguap mempunyai bobot
tetap. Penentuan kandungan kadar air dari suatu bahan sebetulnya
bertujuan untuk menentukan kadar bahan kering daribahan
tersebut(Kamal, 1998).Kadar air merupakan banyaknya air yang
terkandung dalam bahan pangan yang dinyatakan dalam persen. Kadar
air dalam bahan pangan ikut menentukan kesegaran dan daya awet
bahan pangan tersebut. Kadar air yang tinggi menyebabkan mudahnya
bakteri, kapang dan khamir untuk berkembang biak, sehingga akan
terjadi perubahan pada bahan pangan (Dwijosepputro, 1994).Banyaknya
kadar air dalam suatu bahan pakan dapat diketahui bila bahan pakan
tersebut dipanaskan pada suhu 105C dalam peranti pemanas, seperti
oven. Metode pengeringan melalui oven sangat memuaskan untuk
sebagian besar makanan, akan tetapi beberapa makanan seperti
silase, banyak sekali bahan-bahan atsiri (bahan yang mudah terbang)
yang bisa hilang pada pemanasan tersebut (Winarno, 1997).Umur
tanaman, kualitas dan lama penjemuran bahan pakan yang akan
dianalisis dapat mempengaruhi data yang dihasilkan (Sutardi,
2009).Kadar air dalam bahan pakan terdapat dalam bentuk air bebas,
air terikat lemah dan air terikat kuat. Besar kadar air ini bisa
bisa dipengaruhi oleh proses pengeringaan dalam oven atau saat
dikering udarakan(Tillmanet al., 1998).Kelemahan dalam analisis air
ini adalah tidak hanya air yang menguap, tetapi terdapat juga
senyawa-senyawa asam-basa organik sederhana yang ikut menguap
seperti; asam asetat, butirat, propionat, ester atsiri sehingga
terhitung sebagai komponen air. Selain itu, adapula air yang
terikat dalam senyawa sukar untuk menguap, sehingga mengurangi
total air.Rumus yang digunakan untuk menghitung analisis air
adalah:
Air (%)= berat awal bahan sebelum dioven (gr)berat akhir bahan
setelah dioven (gr)Berat awal bahan sebelum dioven
IVALAT BAHAN DAN PROSEDUR KERJA
4.1. Alat dan Bahan4.1.1. Alat 1) Oven listrik berfungsi untuk
mengeringkan sampel atau memanaskan alat- alat laboratrium seperti
cawan aluminum.2) Eksikator berfungsi untuk mnyerapa penguapan dan
mendinginkan sampel yang sudah dipanaskan.3) Cawan alumunium
berfungsi untuk menyimpan sampel yang di analisis.4) Tang penjepit
berfungsi untuk memindahkan sampel yang ada di cawan alumunium.5)
Neraca analitik untuk menimbang berat sampel atau cawan yang
digunakan.4.1.2. Bahan:1) Onggok4.2. Prosedur Kerja1) Mengeringkan
Cawan alumunium dalam oven selama 1 jam pada suhu100 - 1050C.2)
Kemudian dinginkan dalam eksikator selama 15 menit dan timbang
beratnya (Catat sebagai A gram)3) Menambahkan ke dalam cawan
alumunium tersebut sejumlah sampel/bahan lebih kurang 2-5 gram,
timbang dengan teliti. Dengan demikian berat sampel/bahan dapat
diketahui dengan tepat (Catat sebagai B gram). Bila menggunakan
timbangan analitik digital maka dapat langsung diketahui berat
sampelnya dengan mensetzero balans,yaitu setelah berat alumunium
diketahui beratnya dan telah dicatat, kemudian dizerokan sehingga
penunjukan angka menjadi nol, lalu sampel langsung dimasukan ke
dalam cawan dan kemudian timbang beratnya dan catat sebagai C
gram.4) Memasukan cawan+sampel ke dalam oven selama 3 jam pada suhu
100 - 1050C sehingga seluruh air menguap. (Atau dapat pula
dimasukan dalam oven dengan suhu 60oC selama 48 jam).5) Masukkan
dalam eksikator selama 15 menit dan timbang. Ulangi pekerjaan ini
dari tahap no 4 dan 5, sampai beratnya tidak berubah lagi. Catat
sebagai D gram.6) Setiap kali memindahkan cawan alumunium (baik
berisi sampel atau tidak, gunakan tang penjepit).
VHASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil PengamatanTabel 2. Hasil Pengamatan OnggokBerat
cawanBerat cawan + sampel sebelum di ovenBerat cawan + sampel
setelah di ovenHasil Perhitungan
7,315 gram11,904 gram11,524 gram8,28 %
5.2. PembahasanDalam menentukan kadar air dari onggok, dilakukan
penguapan terhadap sampel onggok dengan cara memanaskannya di dalam
oven selama 3 jam dengan suhu 105oC. Berat sampel + cawan berkurang
setelah dioven yaitu dari 11,904 gr menjadi 11,524 gr dikarenakan
air yang terkandung dalam onggok semuanya menguap menjadi gas dan
menyisakan bahan kering dari onggok. Maka dapat diketahui bahwa
berat air pada sampel adalah seisih dari perubahan berat tersebut.
Untuk mengetahui kadar airnya dalam persen adalah dengan membagi
berat air yaitu 0,38 gr dengan berat sampel yang diuji yaitu 4,59
gr dan dikalikan dengan 100% sehingga didapatkan bahwa kadar air
onggok adalah 8,28%.Sedangkan menurut literatur Sudarmadji (1996)
kadar air dalam onggok sebesar 20,31%. Terjadi rentan nilai yang
cukup jauh antara hasil perhitungan dengan literatur. Perbedaan ini
dapat disebabkan karena bisa saja tidak hanya air yang menguap,
tetapi terdapat juga senyawa-senyawa asam-basa organik sederhana
yang ikut menguap seperti; asam asetat, butirat, propionat, ester
atsiri sehingga terhitung sebagai komponen air. Selain itu, adapula
air yang terikat dalam senyawa sukar untuk menguap, sehingga
mengurangi total air.
ANALISIS ABU
IIITINJAUAN PUSTAKA
Analisa kadar abu bertujuan untuk memisahkan bahan organik dan
bahan anorganik suatu bahan pakan. Kandungan abu suatu bahan pakan
menggambarkan kandungan total mineral pada bahan tersebut. Abu
terdiri dari mineral yang larut dalam detergen dan mineral yang
tidak larut dalam detergen (Cherney,2000).Dalam proses pengabuan
suatu bahan, ada dua macam metode yang dapat dilakukan, yaitu cara
kering (langsung) dan cara tidak langsung (cara basah). Kandungan
abu ditentukan dengan cara mengabukan atau membakar bahan pakan
dalam tanur, pada suhu 400-600oC sampai semua karbon hilang dari
sampel, dengan suhu tinggi ini bahan organik yang ada dalam bahan
pakan akan terbakar dan sisanya merupakan abu (berwarna dari putih
sampai abu-abu) yang dianggap mewakili bagian inorganik makanan.
Namun, abu juga mengandung bahan organik seperti sulfur dan fosfor
dari protein, dan beberapa bahan yang mudah terbang seperti
natrium, klorida, kalium, fosfor dan sulfur akan hilang selama
pembakaran. Kandungan abu dengan demikian tidaklah sepenuhnya
mewakili bahan inorganik pada makanan baik secara kualitatif maupun
secara kuantitatif (Anggorodi, 1994).Jumlah sampel yang akan
diabukan bergantung pada keadaan bahannya. Dalam hal ini, kandungan
abunya dan kadar air bahan. Bahan-bahan yang kering biasanya 2-5
gram, seperti biji-bijian dan pakan ternak. Untuk bahan yang
kandungan airnya tinggi, jumlah bahan yang diabukan adalah cukup
tinggi sekitar 10-50 gram karena saat dipanaskan maka air dalam
bahan akan menguap dan bahan menjadi mengalami susut berat sehingga
apabila sampel yang dianalisis terlalu sedikit, kemungkinan sisa
zat tertinggal yang akan ditimbang tidak ada sehingga analisis bisa
terganggu.Bahan yang mengandung kadar air tinggi perlu dioven
terlebih dahulu sebelum diabukan agar proses pengabuan tidak
berlangsung terlalu lama. Bahan yang berlemak banyak dan mudah
menguap harus diabukan menggunakan suhu mula-mula selama beberapa
saat lalu baru dinaikkan ke suhu pengabuan agar komponen volatil
bahan tidak cepat menguap dan lemak tidak rusak karena teroksidasi.
Sedangkan untuk bahan yang dapat membuih perlu dikeringkan dalam
oven terlebih dahulu dan ditambahkan zat antibuih, seperti olive
atau parafin lalu bisa mulai diabukan. Hal ini dilakukan karena
timbulnya banyak buih dapat menimbulkan potensi ledakan yang cukup
membahayakan (Apriantono, 1989).Jumlah abu dalam bahan pakan hanya
penting untuk menentukan perhitungan bahan ekstrak tanpa nitrogen
(Soejono, 1990). Kelemahan dari analisis abu adalah tidak
seluruhnya unsur utama pembentuk senyawa dapat terbakar dan berubah
menjadi gas. Oksigen ada yang masih tinggal dalam abu sebagai
oksida misalnya; karbon sebagai karbonat. Juga ada sebagian mineral
tertentu berubah menjadi gas, seperti; sulfut sebagai H2S, SO2,
SO3.Rumus yang digunakan untuk perhitungan analisis abu adalah:Abu
(%)= Berat abu (gram) x 100 Berat awal bahan sebelum dibakar
IVALAT BAHAN DAN PROSEDUR KERJA
4.1. Alat dan Bahan4.1.1. Alat:1) Crussible porselen 30 ml2)
Kompor listrik3) Tanur listrik4) Eksikator5) Tang penjepit4.1.2.
Bahan:1) Onggok4.2. Prosedur Kerja1) Keringkan crussible porselen
ke dalam oven selama 1 jam pada suhu 105oC.2) Dinginkan dalam
eksikator selama 15 menit dan timbang, catat sebagai A gram.3)
Crussible porselen masih di atas piringan timbangan, lalu pijit
tombol zero pada alat timbangan digital sehingga angka pengukuran
menjadi nol. Tambahkan ke dalam crussible porselen tersebut
sejumlah sampel/bahan lebih kurang 2-5 gram, timbangan dengan
teliti. Catat berat sampel sebagai B garam.4) Panaskan crussible
porselen + sampel dengan hot plate atau kompor listrik sampai tidak
berasap lagi.5) Masukan crussible porselen + sampel ke dalam tanur
listrik dengan temperatur 600-700oC. Biarkan beberapa lama sampai
bahan menjadi abu putih betul.6) Masukan dalam eksikator kurang
lebih 30 menit dan timbang dengan teliti, catat sebagai C gram.7)
Hitung kadar abunya.
VHASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil PengamatanTabel 3. Hasil Pengamatan OnggokBerat
crusibleBerat cawan + sampel sebelum di tanurBerat cawan + sampel
setelah di tanurHasil Perhitungan
20,47521,79220,4951,518
4.2. PembahasanAnalisa kadar abu bertujuan untk memisahkan bahan
organik dan bahan anorganik yang terdapat dalam onggok. Kandungan
abu yang di dapat akan menggambarkan total mineral yang terkandung
dalam onggok. Onggok di bakar dalam tanur dengan suhu 600-700oC
selama 6-8 jam, hingga tersisa bahan mineral yang berwarna putih
hingga abu-abu. Dalam analisis abu ini tidak digunakan cawan
alumunium tetapi crusible porselen, hal ini di karenakan suhu di
dalam tanur yang sangat tinggi, jika digunakan cawan alumunium,
dikhawatirkan cawan akan hancur (lebur) dalam tanur.Berdasarkan
hasil perhitungan yang telah dilakukan, kandungan mineral dalam
onggok sebesar 1,518%. Sedangkan menurut literatur Sudarmadji
(1996) kandungan mineral dalam onggok sebesar 1,21%. Terjadi rentan
nilai yang relatif kecil berdasarkan hasil perhitungan dan
literatur. Adanya perbedaan ini dapat terjadi di karenakan tidak
seluruhnya asam organik yang ikut terbakar dalam analisis ubu dan
tidak berubah menjadi gas. Ada oksigen yang masih tinggal dalam abu
sebagai oksida (misal CaO) dan karbon sebagai karbonat (, sehingga
nilai kadar abu kurang dari kadar abu sesungguhnya. Hasil fraksi
dari analisis abu salah satunya adalah mineral, misalnya Natrium
(Na), Klor (Cl), Belerang (S), Posphor (P). Bisa saja sebagian
mineral tertentu ikut menguap menjadi gas (Mis: Sulfur sebagai , ,
. Sehingga kadar abunya bernilai lebih tinggi dari kadar
sebenarnya.
ANALISIS PROTEIN KASAR
IIITINJAUAN PUSTAKA
Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi
tubuh, karena zat ini disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam
tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein
adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O,
dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Molekul
protein mengandung pula fosfor, belerang, dan ada jenis protein
yang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga.Protein
digunakan sebagai bahan bakar apabila keperluan enegi dalam tubuh
tidak terpenuhi oleh karbohidrat dan lemak. Protein ikut pula
mengatur berbagai proses tubuh, baik langsung maupun tidak langsung
dengan membentuk zat-zat pengatur proses dalam tubuh. Protein
mengatur keseimbangan cairan dalam jaringan dan pembuluh darah.
Sifat amfoter protein yang dapat bereaksi dengan asam dan basa
dapat mengatur keseimbangan asam-basa dalam tubuh (Winarno,
1990).Metode Kjeldahl merupakan salah satu dari uji kadar protein
yang memiliki tingkat kepercayaan lebih tinggi dalam menentukan
kandungan nitrogen (N). Prinsip penentuan kadar protein kasar
dengan menggunakan metode ini adalah penetapan nilai protein kasar
dilakukan secara tidak langsung yaitu dengan menghitung kandungan N
dan kemudian dikonversikan ke nilai protein dengan dikalikan dengan
6,25. Nilai 6,25 didapatkan dari asumsi protein memiliki nitrogen
sebanyak 16% sehingga rasio protein : nitrogen adalah 100 : 16 atau
lebih disederhanakan menjadi 6,25 : 1.Untuk menentukan kadar
protein, terdapat tiga tahap analisis kimia yaitu destruksi atau
tahap penghancuran molekul-molekul yang ada dalam bahan menjadi
lebih sederhana, destilasi atau tahap pemisahan nitrogen dari unsur
lainnya yang ada pada bahan, dan tahap titrasi atau tahap penetapan
nilai nitrogennya. Kelebihan metode ini adalah sederhana, akurat,
dan universal juga mempunyai kebolehulangan (Reproducibility) yang
cukup baik, akan tetapi metode ini bukannya tidak memiliki
kekurangan. Kekurangannya adalah nitrogen tidak hanya terkandung
dalam protein, tapi terkandung juga pada senyawa Non-Protein
Nitrogen. Karena senyawa non protein nitrogen ikut terhitung pada
fraksi protein, maka komponen pada fraksi protein kasar adalah
protein, asam amino bebas, amine sitrat, glikosida mengandung
nitrogen, vitamin B, asam nukleat, HCN, Alkaloid, dan urea.
Kekurangan lainnya dari analisis ini adalah, nilai 6,25 sebagai
konversi nitrogen ke protein tidak selalu tetap. Umumnya, nitrogen
pada protein nabati kadarnya kurang dari 6,25 sedangkan pada
protein hewani kadarnya lebih dari 6,25 (Juiati dan Sumardi, 1981).
Rumus untuk menentukan kadar protein kasar adalah:
IVALAT BAHAN DAN PROSEDUR KERJA
4.1. Alat dan Bahan4.1.1. Alat:1) Labu kjedahl 300 ml.2) Satu
set alat destilasi3) Erlenmeyer 250 cc4) Buret 50 cc skala 0,1 ml5)
Timbangan analitik4.1.2. Bahan:1) Onggok4.1.3. Zak kimia:1) Asam
sulfat pekat2) Asam chorida (yang sudah diketahui normalitasnya)3)
Natrium hydroxida 40 %4) Katalis campuran (yang dibuat dari
CuSO4.5H2O dan K2SO4 dengan perbandingan 1:5)5) Asam borax 5%6)
Indikator campuran (Borm cresol green; Methyl merah = 4:5. Sebanyak
0,9 gram campuran dilarutkan dengan alkohol 100ml).4.2. Prosedur
KerjaDestruksi1) Timbang contoh sampel kering oven sebanyak 1 gram.
(Catat sebagai A gram)2) Masukan ke dalam labu kjedahl dengan
hati-hati, dan tambahkan 6 gram katalis campuran.3) Tambah 20 ml
asam sulfat pekat.4) Panaskan dalam nyala api kecil di lemari asam.
Bila sudah tidak berbuih lagi destruksi diteruskan dengan nyala api
yang besar.5) Destruksi sudah dianggap selesai bila larutan sudah
berwarna hijau jernih, setelah itu dinginkan.Destilasi1) Siapkan
alat destilasi selengkapnya, pasang dengan hati-hati jangn lupa
labu didih, vaselin dan tali pengaman.2) Pindahkan larutan hasil
destruksi ke dalam labu didih, kemudian bilas dengan aquades
sebanyak kurang lebih 50 ml.3) Pasangkan erlenmeyer yang sudah
diisi asam borax 5% sebanyak 15 ml untuk menangkap gas amonia, dan
telah diberi indikator campuran sebanyak 2 tetes.4) Basahkan
larutan bahan dan destruksi dengan menambah 40 -60 ml NaOH 40%
melalui corong samping. Tutup kran corong segera setelah larutan
tersebut masuk ke labu didih.5) Nyalakan pemanas bunsen dan alirkan
kedalam pendingin tegak.6) Lakukan destilasi sampai semua N dalam
larutan diangggap telah tertangkap oleh asam borax yang di tandai
dengan menyusutnya larutan dalam labu didih sebanyak 2/3
bagian.Titrasi1) Erlenmeyer berisi sulingan tadi diambil (jangan
lupa membulas yang tertinggal di dalam sulingan).2) Kemudian
titrasi dengan HCl yang sudah diketahui normalitasnya catat sebagai
B garam. Titik titrasi dicapai dengan ditandai dengan perubahan
warna hijau ke abu-abuan menjadi. Catat jumlah larutan HCl yang
dipakai sebagai C ml.
VHASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil PengamatanTabel 7. Hasil Pengamatan OnggokBerat
SampelNormalitas HCLVolume HCLHasil perhitungan
0,6190,12321,83,134
5.2. PembahasanBerdasarkan perhitungan yang telah dilakukan,
didapatkan kandungan protein kasar yang terdapat dalam onggok
adalah sebesar 3,134%. Menurut literatur Sudarmadji (1996)
kandungan protein kasar dalam onggok adalah 2,89%.Adanya perbedaan
hasil perhitungan dengan literatur dapat disebabkan oleh adanya
penambahan pupuk urea saat onggok (sampel) ditanam, yang akan
menyebabkan terjadinya perbedaan kandungan protein kasar. Selain
itu dapat juga disebabkan oleh N yang mengikat pada NH2NO3.Onggok
memiliki kandungan protein kasar yang sangat rendah sedangkan
kandungan serat kasar yang sanggat tinggi, hal ini menyebabkan
onggok kurang cocok jika dijadikan pakan untuk ternak
monogastrik.
ANALISIS LEMAK KASAR
IIITINJAUAN PUSTAKA
Kandungan lemak suatu bahan pakan dapat ditentukan dengan metode
soxhlet, yaitu proses ekstraksi suatu bahan dalam tabung soxhlet
(Soejono, 1990). Lemak yang didapatkan dari analisis lemak ini
bukan lemak murni. Selain mengandung lemak sesungguhnya, ekstrak
eter juga mengandung waks (lilin), asam organik, alkohol, dan
pigmen, oleh karena itu fraksi eter untuk menentukan lemak tidak
sepenuhnya benar (Anggorodi, 1994).Penetapan kandungan lemak
dilakukan dengan larutan heksan sebagai pelarut. Fungsi dari heksan
adalah untuk mengekstraksi lemak atau untuk melarutkan lemak,
sehingga merubah warna dari kuning menjadi jernih (Mahmudi,
1997).Analisis lemak yang umum dilakukan pada bahan makanan dapat
digolongkan dalam 3 kelompok tujuan, yaitu penentuan kuantitatif,
penentuan kualitatif, dan penentuan sifat fisik kimia yang
khas.Ekstraksi merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar
lemak dalam suatu bahan. Sebagai senyawa hidrokarbon lemak dan
minyak pada umumnya tidak larut dalam air tetapi larut dalam
pelarut organik. Fospolipid yang bersifat polar dan asam akan mudah
larut dalam kloroform yang sedikit polar dan basa. Heksana adalah
bahan pelarut lemak nonpolar yang paling banyak digunakan karena
harganya relatif murah, kurang berbahaya terhadap kebakaran dan
ledakan serta lebih selektif untuk lemak nonpolar (Srihartini,
2013).Kelemahan dari analisis lemak ini adalah tidak hanya lemak
yang dapat larut dalam pelarut lemak, tetapi terdapat pula komponen
senyawa organik lain yang bukan lemak larut dalam pelarut ini,
seperti; pigmen, klorofil, sterol, vitamin ADEK. Lemak dengan bobot
molekul besar serta kompleks seperti fospolipid dan lipoprotein
sulit larut dalam eter, sehingga bahan yang demikian harus
didestruksi terlebih dahulu agar bisa larut.Rumus yang digunakan
untuk menghitung lemak kasar adalah:Lemak Kasar (%)= Berat lemak
(gram) x 100Berat awal bahan (gram)
IVALAT BAHAN DAN PROSEDUR KERJA
4.1. Alat dan Bahan4.1.1. Alat:1) Satu set alat soxhlet2) Kertas
saring bebas lemak. 3) Kapas dan biji hekter4) Eksikator 5)
Timbangan analitik4.1.2. Bahan:1) Onggok 2) Kloroform4.2. Prosedur
Kerja1) Siapkan kertas saring yang telah kering oven (gunakan
kertas saring bebas lemak) .2) Buatlah selongsong penyaring yang
dibuat dari kertas saring, timbang dan catat beratnya sebagai A
gram. Masukkan sampel sekitar 2 5 gram dalam selongsong kemudian
timbang dan catat beratnya sebagai B gram. Tutup dengan kapas
kemudian dihekter, lalu timbang dan catat beratnya sebagai C gram.
Berat sampel = (B - A) gram.3) Selongsong penyaring berisi sampel
dimasukkan ke dalam alat soxhlet. Masukan pelarut lemak (Kloroform)
sebnayak 100 200 ml ke dalam labu didihnya. Lakukan ekktarksi
(Nyalakan pemanas hot plate dan alirkan air pada bagian
kondensornya).4) Ekstraksi dilakukan selama lebih kurang 6 jam.
Ambil selongsong yang berisi sampel yang telah diekstraksi dan
keringkan didalam oven selama 1 jam pada suhu 1050 C. kemudian
masukan ke dalam eksikator 15 menit dan kemudian timbang, dan catat
beratnya sebagai D gram. 5) Kloroform yang terdapat dalam labu
didih, dildestilasi sehinga tertampung di penampung sokhlet.
Kloroform yang tertampung disimpan untuk digunakan kembali.
VHASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil PengamatanTabel. 4 Hasil Pengamatan OnggokDalam
gram
Berat Selongsong0,888
Berat selongsong + sampel1,758
Berat selongsong + sampel + biji hekter sebelum
diekstraksi1,771
Berat selongsong + sampel + biji hekter setelah
diekstraksi1,761
Hasil Perhitungan1,149%
5.2. PembahasanSetelah melakukan perhitungan didapatkan kadar
lemak kasar pada onggok adalah 1,149 % untuk mencari nilai tersebut
dapat dilakukan dengan cara berat sampel sebelum diekstraksi
dikurangi berat sampel setelah diekstraksi dibagi berat awal sampel
dikali 100 %. Sedangkan menurut literatur Sudarmadji (1996)
kandungan lemak kasar yang terdapat dalam onggok adalah 0,38%.
Terjadi rentan nilai yang cukup jauh antara hasil perhitungan
dengan literatur. Faktor yang mempengaruhi perbedaan hasil kadar
lemak kasar antara sampel yang kami teliti dengan literatur yaitu
:1) Kemampuan dalam fotosintesis dari bahan pakan tersebut tidak
sama.2) Kandungan unsur hara dalam setiap tanah tidak selalu
sama.3) Penggunaan jenis singkong bisa jadi tidak sama.4) Kesalahan
orang yang meneliti dalam melakukan penelitian bahan tersebut.
ANALISIS SERAT KASAR
IIITINJAUAN PUSTAKA
Serat kasar adalah zat non gizi sebagai sisa-sisa selektal
sel-sel tanaman yang tahan terhadap hidrolisa oleh enzim-enzim
pencernaan manusia. Serat makanan yang disebut juga unavailable
carbohydrate sedangkan yang tergolong available carbohydrate adalah
gula, pati, dan dekstrin, karena zat-zat tersebut dapat dihidrolisa
dan diabsorbsi manusia yang kemudian di dalam tubuh diubah menjadi
glukosa dan akhirnya menjadi energi atau disimpan dalam bentuk
lemak. Serat makanan ini terdiri dari dinding sel tanaman yang
sebagian besar mengandung 3 polisakarida yaitu selulosa,
hemiselulosa, dan lignin (Pilrang dan Djojoesobagio, 2002)Istilah
dari serat makanan harus dibedakan dengan istilah serat kasar yang
biasa digunakan dalam analisis proksimat bahan pangan atau pakan.
Serat kasar adalah bagian dari pangan yang tidak dapat dihidrolisis
oleh asam atau basa kuat, bahan-bahan kimia yang digunakan untuk
menentukan serat kasar yaitu asam sulfat (1,25%) dan natrium
hidroksida (1,25%). Dengan pemanasan asam-basa kuat yang ada akan
menjadi rusak dan dapat diketahui komposisi kimia tiap-tiap bahan
yang menagandung dinding sel. (Pilrang dan Djojoesobagio,
2002)Serat kasar sangat penting dalam penilaian kualitas bahan
makanan karena angka ini merupakan indeks dan menentukan nilai gizi
makanan tersebut. Selain itu, kandungan serat kasar dapat digunakan
untuk mengevaluasi suatu proses pengolahan (Hermayanti dan Eli,
2006).Serat kasar mengandung senyawa selulosa, lignin dan zat lain
yang belum dapat diidentifikasi dengan pasti. Yang disebut serat
kasar disini adalah senyawa yang tidak dapat dicerna dalam organ
pencernaan manusia ataupun hewan. Dalam analisa penentuan serat
kasar diperhitumgkan banyaknya zat-zat yang larut dalam asam encer
ataupun basa encer dengan kondisi tertentu.Langkah-langkah yang
dilakukan dalam analisa adalah :1) Defatting, yaitu menghilangkan
lemak yang terkandung dalam sampel menggunakan pelarut lemak.2)
Digestion, terdiri dari 2 tahapan yaitu pelarutan dengan asam dan
pelarutan dengan basa. Kedua macam proses digesti ini dilakukan
dalam keadaan tertutup pada suhu terkontrol (mendidih) dan sedapat
mungkin dihilangkan dari pengaruh luar.Penyaringan harus segera
dilakukan setelah digetion selesai, karena terjadi perusakan serat
lebih lanjut oleh bahan kimia yang dpakai. Untuk bahan yang
mengandung banyak protein sering mengalami kesulitan dalam
penyaringan, maka sebaiknya dilakukan digesti pendahuluan dengan
menggunakan enzim proteolitik.Sampel yang sudah bebas lemak dan
telah disaring dipakai untuk mendapatkan serat kasar. Sampel bila
ditambah larutan asam sulfat dan dipanaskan, kemudian residu
disaring. Residu yang diperoleh dalam pelarutan menggunakan asam
dan basa merupakan serat kasar yang mengandung 97 % selulosa dan
lignin, dan sisanya adalah senyawa lain yang belum dapat
diidentifikasi dengan pasti.Serat kasar sangat penting dalam
penilaian kualitas pakan makanan, karena angka ini merupakan indeks
dan menentukan nilai gizi bahan makanan tersebut. Selain itu
kandungan serat kasar dapat digunakan untuk mengevaluasi suatu
proses pengolahan, misalnya proses penggilingan atau proses
pemisahan kulit dan kotiledon, dengan demikian persentase serat
kasar dapat dipakai untuk menentukan kemurnian bahan atau efisiensi
suatu proses.Rumus yang digunakan untuk menghitung serat kasar
adalah:Serat kasar (%) = Berat residu (gram) Berat abu (gram) x
100Berat awal bahan
IVALAT BAHAN DAN PROSEDUR KERJA
Analisis Serat Kasar4.1. Alat:4.1.1. Alat:1) Gelas piala khusus
600 ml2) Cawan porselen 30 ml3) Corong Buchner 4.5 cm4) Satu set
alat pompa vakum5) Eksikator6) Kertas Saring bebas abu (Merek
Whatman No 41)7) Tanur listrik8) Hot plate9) Tang penjepit 10)
Timbangan analitik4.1.2. Bahan:1) Onggok2) H2SO4 1.25 %3) NaOH 1.25
%4) Aseton5) Aquades panas4.2. Prosedur Keraja1) Siapkan kertas
saring kering oven dengan diameter 4,5 cm, catat sebagai A gram.2)
Siapkan cawan porselen kering oven.3) Residu/sisa ekstraksi lemak
di masukkan kedalam gelas piala khusus sebanyak 1 gram, Catat
sebagai B gram.4) Tambah asam sulfat 1,25 % sebanyak 100 ml
kemudian pasang pada alat pemanas khusus tepat dibawah kondensor
(reflux).5) Alirkan airnya dan nyalakan pemanas listrik tersebut.6)
Didihkan selama 30 menit dihitung saat mulai mendidih.7) Setelah
cukup pemanasan, ambil dan saring dengan mempergunakan corong
buchner yang telah dipasang kertas saring (kertas saring ini tidak
perlu diketahui beratnya.8) Penyaringan menggunakan pompa Vacum
(pompa isap) dan cuci/bilas dengan mempergunakan aquades panas
sebanyak 100 ml.9) Residu yang terdapat dalam corong buchner
dikembalikan kepada beaker glass semula. 10) Tambahkan NaOH 1,25%
sebanyak 100 ml kemudian pasang kembali pada alat pemanas khusus
seperti semula.11) Lakukan seperti pada 67. Tetapi menggunakan
kertas saring yang telah diketahui beratnya (lihat no 1). 12) Pada
penyaringan ini cuci/bilas berturut turut dengan :13) Air panas 100
ml14) Asam sulfat panas 0.3 N (1.25%) 50 ml15) Air panas 100 ml16)
Aceton 50 ml17) Kertas saring dan isinya (residu) dimasukkan ke
dalam cawan porselen dengan menggunakan pinset.18) Keringkan dalam
oven 1000-1050C selama 1 jam.19) Dinginkan dalam eksikator selama
15 menit lalu timbang, catat sebagai C gram).20) Panaskan dalam hot
plate sampai tidak berasap lagi, kemudian masukan dalam tanur
listrik 6000-7000C selama 3 jam sampai abunya berwarna putih. Di
sini serat kasar di bakar sampai habis.21) Dinginkan dalam
eksikator selama 30 menit lalu timbang dan catat sebagai D
gram.
VHASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil PengamatanTabel 5. Hasil Pengamatan OnggokBerat
sampelBerat kertas saringBerat residuBerat abuHasil Perhitungan
0,5230,22819,69519,3914,72
5.2. PembahasanSetelah melakukan perhitungan didapatkan kadar
serat kasar pada onggok adalah 14,72% untuk mencari nilai tersebut
dapat dilakukan dengan cara jumlah dari residu dikurangi abu dibagi
sampel awal. Kekurangan dari serat kasar adalah terdapat bahan
organic yang mudah larut dalam asam basa encer. Menurut literatur
Sudarmadji (1996) kandungan serat kasar yang terdapat dalam onggok
adalah sebesar 14,72%. Terdapat rentai nilai yang sangat kecil
sekali antara hasil perhitungan dan literatur.Faktor yang
mempengaruhi perbedaan hasil kadar serat kasar antara sampel yang
kami teliti dengan yang di literatur yaitu :1) Kemampuan dalam
fotosintesis dari bahan pakan tersebut tidak sama .2) Kandungan
unsur hara dalam setiap tanah tidak selalu sama.3) Penggunaan jenis
singkong bisa jadi tidak sama.
ANALISIS ENERGI
IIITINJAUAN PUSTAKA
Karbohidrat, lemak, dan protein dalam makanan digunakan hewan
untuk membangun jaringan lunak tubuh, mensintesa hasil hewan, dan
menyediakan energi yang dibutuhkan untuk melaksanakan fungsi normal
tubuh. Makanan dioksidasi untuk menyediakan energi kimia ang dapat
diubah menjadi energi mekanik atau diubah menjadi bentuk lain. Bila
energi kimia dari makanan digunakan untuk kerja otot dan kimia yang
perlu untuk pemeliharaan hewan yang tak bekerja, energi diubah
menjadi panas untuk memelihara temperatur suhu tubuh. Bila hewan
diberi makan protein dan energi yang dihasilkan melebihi kebutuhan
hidup pokoknya, maka hewan tersebut akan menggunakan kelebihan zat
makanan tersebut untuk pertumbuhan dan produksi. Maka dari itu,
kemampuan makanan atau ransum untuk menyediakan energi adalah
penting guna menentukan nilai makanannya (Tillman et al.,
1989).Bahan makanan yang dibakar sempurna, reaksinya akan
menghasilkan oksida berupa karbon dioksida, air, dan gas-gas
lainnya disertai dengan energi panas. Energi yang dihasilkan
tersebut disebut energi bruto (Murtidjo, 1987).Untuk menentukan
besar dari energi bruto pada bahan makanan digunakan alat yang
disebut bomb-calorimeter dimana bahan makanan dibakar sempurna di
dalamnya sehingga akan terbentuk gas-gas dan energi berbentuk kalor
dimana energi kalor tersebut akan memanaskan air pada alat tersebut
dan suhunya akan diukur dengan termometer yang terpasang pada alat.
Selisih waktu tertinggi yang dihasilkan dengan suhu awal sebelum
pembakaran dikonversi ke nilai kalori dan dibagi dengan berat bahan
yang dibakar, sehingga di dapat nilai energi bruto dengan satuan
kalori per gram (Murtidjo, 1987). Dengan kata lain
IVALAT BAHAN DAN PROSEDUR KERJA
4.1. Alat dan Bahan4.1.1. Alat:1) Wadah2) Tutup yang dilengkapi
Elektroda dan kabel elektroda Katup inlet Katup outlet
Cawan/mangkuk pembakaran Sumbu pembakar Drat pengunci3) Bejana
air4) Jacket yang terdiri dari Wadah Tutup yang dilengkapi Batang
pengaduk air Elektromotor Thermometer5) Tabung gas oksigen yang
dilengkapi regulator dan selang inlet6) Statif/ standar untuk
jacket atau tutup bejana7) Catu daya 23 volt4.1.2. Bahan:1)
Onggok2) Oksigen3) Kawat sumbu pembakar4.2. Prosedur Kerja1)
Menghubungkan ujung elektroda dengan kawat sumbu pembakar.2)
Menimbang 1 gram sampel dan masukan kedalam mangkuk pembakar
kemudian simpan dart di bawah sumbu pembakar.3) Masukan tutup bomb
ke wadahnya, lalu dikencangkan dengan dart pengunci.4) Isi bejana
bomb dengan oksigen sebesar 30 atm melalui katup selang inlet ke
katup inlet.5) Isi bejana air dengan aquades sebanyak 2 kg.6)
Masukan bejana bomb ke bejana air yang telah diisi aquades.7)
Masukan bejana air berisi bejana bomb ke dalam wadah jacket, lalu
tutup dengan penutup jaketnya.8) Sambungkan kabel elektroda ke catu
daya 23 volt.9) Jalankan motor llistrik yang akan menjalankan
pengaduk air yang terhubung ke bejana air.Pengadukan dilakukan 5
menit. Pada menit ke enam, catat suhunya sebagai T1.10) Tekan
tombol catu daya, sebagai pemicu pembakaran di dalam bomb.11) Amati
perubahan suhu hingga suhu konstan dan catat sebagai T2.12) Matikan
tombol elektromotor dan lepaskan kabel belt.13) Angkat tutup dan
simpan di atas statifnya.14) Cabut kabel elektroda ke catu daya.15)
Keluarkan bejana air dan bejana bomb.16) Keluarkan gas pembakaran
dalam bejana bomb melalui katup outlet valve.17) Buka pengunci dan
buka tutup bomb.
VHASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Pengamatan OnggokTabel 6. Hasil Pengamatan
OnggokBerat sampelT1T2Hasil perhitungan
0,75129,0230,223.862,050 kal/gram
5.2. PembahasanPrinsip dari penentuan energi bruto adalah untuk
menentukan kadar energi bruto dalam bahan yaitu gaplek dengan cara
sampel dimasukkan bejana bomb dan dibakar sempurna di dalam bejana
air sehingga panas yang timbul akan memanaskan air dalam bejana
air. Setelah dilakukan perhitungan, nilai energi bruto dalam onggok
adalah 3.862,050 cal/gram, didapatkan dengan memasukkan sampel
sebanyak 0,751 g ke bejana bomb yang kemudian diisi dengan oksigen
sebesar 30 atmosfir dan bejana air diisi air sebanyak 2 kg. Setelah
itu bejana bomb dimasukkan ke bejana air yang fungsinya untuk
menstabilkan suhu dan meredam bejana bomb sewaktu pembakaran.
Sebelum dibakar, bejana air berisi bejana bomb dimasukkan ke dalam
wadah jaket dan kemudian ditutup dengan penutup jaket yang harus
dipastikan tertutup. Daya yang digunakan dalam pembakaran yaitu 23
volt. Suhu awal dicatat pada saat menit ke 6 dinyalakannya pengaduk
air yang terhubung ke bejana air yaitu sebesar 29,02oC. Lalu suhu
akhir di catat pada saat suhu tertinggi dan konstan sebesar
30,22oC. Setelah dilakukan pembakaran dan mencabut kabel elektroda
ke catu daya, angkat tutup jaket, keluarkan bejana air dan bejana
bomb lalu keluarkan gas hasil pembakaran melalui katup outlet dan
buka drat pengunci dan kemudian tutup bomb. Suhu yang konstan
tersebut dikurangi dengan suhu yang dicatat pada menit ke 6 untuk
mengetahui kenaikan suhu yang terjadi saat dibakar yang menunjukan
energi panas yang dihasilkan dan didapat angka 1,2oC sebagai
kenaikan suhunya. Kenaikan suhu tersebut dikonversikan ke dalam
kalori dengan cara mengalikannya dengan 2417 dan kemudian dibagi
dengan berat sampel yang dibakar sehingga di dapat nilai energi
bruto pada onggok.
VIKESIMPULAN DAN SARAN
Maka dapat disimpulkan bahwa berdasarkan analisis proksimat dan
energi bruto:1) Kadar air yang terkandung dalam onggok adalah
8,28%2) Kadar abu yang terkandung dalam onggok adalah 1,518%3)
Kadar protein kasar pada onggok adalah 3,134%4) Kadar lemak kasar
yang terkandung dalam onggok adalah 1,149%5) Kadar serat kasar yang
terkandung dalam onggok adalah 14,72%6) Besar energi bruto yang
terkandung dalam onggok adalah 3.862,050 cal/g
DAFTAR PUSTAKA
Deskripsi BahanSudarmadji, S. B.Haryono, dan Suhardi. 2003.
Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Liberty Yogyakarta
Bekerja Sama dengan Pusat antar Universitas Pangan dan Gizi
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Analisis AirDwijosepputro, D.1994.Dasar-Dasar Mikrobiologi.
Djambatan.Jakarta.
Kamal, M. 1998.Nutrisi Ternak 1. Rangkuman. Laboratorium Makanan
Ternak. Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan.
UGM. Yogyakarta.
Tillman, A. D, H. Hartadi, S. Reksohadiprojo, dan S.
Prawirokusumo.1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Universitas Gadjah
Mada Press.Yogyakarta.
Winarno, F. G. 1997.Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit : PT
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Analisis AbuAnggorodi. R. 2005. Ilmu Makanan Ternak Umum. Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta.
Apriyantono, A., D. Fardiaz, N. L. Puspitasari, Sedamawati, dan
S. Budiyanto.1989. Analisis Pangan. PAU Pangan dan Gizi. IPB Press.
Bogor.
Cherney, D. J. R. 2000. Characterization of Forage by Chemical
Analysis. Dalam Given, D. I., I. Owen., R. F. E. Axford., H. M.
Omed. Forage Evaluation in Ruminant Nutrition. Wollingford: CABI
Publishing.
Soejono, M. 1990.Pengenalan dan Pengawasan Kualitas Bahan Baku
dan Pakan.Dirjen Peternakan.BinaProduksi. Jakarta.
Analisis Lemak KasarAnggorodi. R. 2005. Ilmu Makanan Ternak
Umum. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Pilrang, W.G. dan S. Djojosoebagio.2002. Fisiologi Nutrisi. IPB
Press :Bogor .
Analisis Serat KasarHermayanti, Yeni, Eli Gusti.2006. Modul
Analisis Proksimat. SMAN 3 Padang. Padang.
Pilrang, W.G. dan S. Djojosoebagio.2002. Fisiologi Nutrisi. IPB
Press. Bogor.
Sudarmadji, Slamet. Etal.1996. Prosedur Analisa Bahan Makanan
dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta .
Analisis Energi BrutoMurtidjo, Bambang Agus. 1987. Pedoman
Meramu Pakan Unggas. Kanisius. Yogyakarta.
Tillman, D.A., et al. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta.
Analisis Protein KasarJulianti, J dan Sumardi. 1981. Sedikit
Modifikasi Dalam Metode Analisa N (Protein) Dalam Bahan Makanan
Dengan Cara Kjeldahl. Seminar Nasional Metode Analisa Kimia.
Bandung.
Winarno F.G. 1990. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
LAMPIRAN
Pengolahan Data Analisis Air pada OnggokAir ( % ) = = = = 8,28
%
Pengolahan Data Analisis Abu pada OnggokAbu ( %) = = = = 1,518
%
Pengolahan Data Analisis Protein kasar pada OnggokPK ( % ) = = =
3,134 %
Pengolahan Data Analisis Lemak kasar pada OnggokLk ( % ) = = = =
1,149 %Pengolahan Data Analisis Serat kasar pada OnggokSk ( % ) = =
= 14,72 %Pengolahan Data Analisis Energi pada OnggokEnergi = = =
3.862,050 cal/gramMencari BETN BETN = 100%- ( % air + % abu + % lk
+ % sk + % pk )= 100% - ( 8,28 % + 1,518 % + 1,149 % + 14,72 % +
3,134 % )= 71,199 %
Konversi kadar abu dalam kondisi bahan kering ke asfeedDiketahui
: Kadar air pada kondisi asfeed = 8,28 % Kadar bahan kering pada
kondisi asfeed = 100 % - 8,28 % = 91,72 % Kadar abu dalam kondisi
bahan kering = 1,51 %
Abu pada Asfeed
Konversi kadar Protein kasar dalam kondisi bahan kering ke
asfeedDiketahui : Kadar air pada kondisi asfeed = 8,28 % Kadar
bahan kering pada kondisi asfeed = 100 % - 8,28 % = 91,72 % Kadar
protein kasar dalam kondisi bahan kering = 3,134 %
= Kadar PK pada asfeed = 2,874 %
Konversi kadar lemak kasar dalam kondisi bahan kering ke asfeed
Diketahui : Kadar air pada kondisi asfeed = 8,28 % Kadar bahan
kering pada kondisi asfeed = 100% - 8,28 % = 91,72 % Kadar lemak
kasar dalam kondisi bahan kering = 1,149 %
Kadar LK pada asfeed = 1,053 %Konversi kadar Serat kasar dalam
kondisi bahan kering ke asfeed Diketahui : Kadar air pada kondisi
asfeed = 8,28 % Kadar bahan kering pada kondisi asfeed = 100 % -
8,28 % = 91,72 % Kadar serat kasar dalam kondisi bahan kering =
14,72 %
Kadar SK pada asfeed = 13,501 %