Laporan Kasus ULKUS DEKUBITUS DERAJAT II Pembimbing: dr. Dina Arwina Dalimunthe, MKed(KK), Sp.KK Penyaji: dr. Eka Syahrini Divisi Dermatologi Umum Departemen ilmu kesehatan kulit dan kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara RSUP. H. Adam Malik Hari : Senin, 21-12- 2015
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Laporan Kasus
ULKUS DEKUBITUS DERAJAT II
Pembimbing: dr. Dina Arwina Dalimunthe, MKed(KK), Sp.KK
Penyaji:dr. Eka Syahrini
Divisi Dermatologi Umum
Departemen ilmu kesehatan kulit dan kelamin
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
RSUP. H. Adam Malik
Medan – 2015
Hari : Senin, 21-12-2015Pukul :
ULKUS DEKUBITUS DERAJAT II
PENDAHULUAN
Ulkus dekubitus (UD) disebut juga ulkus tekanan, merupakan kerusakan jaringan yang
terlokalisir yang disebabkan oleh tekanan yang terus menerus dalam waktu yang lama sehingga
menyebabkan kerusakan terlokalisir pada jaringan dibawahnya yang dikombinasikan dengan
gesekan yang memicu timbulnya iskemia akibat menurunnya aliran darah pada daerah
penonjolan tulang, yang selanjutnya akan menyebabkan kerusakan jaringan berupa nekrosis dan
ulserasi.1,2
Insidens UD bervariasi berdasarkan keadaan klinis. Diperkirakan sekitar 1,5 – 3 juta
orang di Amerika Serikat menderita UD. Penderita rawat inap dengan UD meningkat sampai
hampir 80% di Amerika Serikat antara tahun 1993 dan 2006.2 Di Asia, rata-rata insidens UD
adalah 2,1% sampai 31,1%. Di Indonesia, insidens rata-rata UD di Pontianak sebesar 33,3% pada
tahun 2003, dimana lokasi tersering adalah pada sakrum (73,7%) dan pada tumit (13,2%).3
Faktor etiologi utama yang berkontribusi terhadap terjadinya UD adalah tekanan,
pergeseran, gesekan, dan kelembaban.2 Toleransi jaringan terhadap tekanan dipengaruhi oleh
berbagai faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik antara lain adalah ras, jenis
kelamin, usia, mobilitas, status mental, inkontinensia, berat badan, status gizi, suhu tubuh, obat-
obatan dan merokok. Faktor ekstrinsik berhubungan dengan lingkungan antara lain suhu
lingkungan, kelembaban lingkungan, perawatan, tekanan, pergeseran dan gesekan dengan
permukaan.2,4,5 Selain itu, gangguan mobilitas merupakan faktor yang penting dalam terjadinya
UD. Pasien yang terganggu mobilitasnya seperti pada gangguan neurologis, sedasi berat,
demensia yang tidak mampu merubah posisi mereka untuk mengurangi tekanan.2,6,7
UD dapat terjadi dimana saja, namun lebih sering terjadi pada daerah yang terdapat
penonjolan tulang. Posisi pasien dan derajat imobilitas dapat mempengaruhi lokasi yang terlibat.
Bila pasien dalam posisi supinasi, lokasi yang sering terkena adalah sakrum, coccygeus, dan
tumit. Jika pasien dalam posisi menyamping, lokasi yang sering terkena adalah panggul dan
pergelangan kaki. Jika pasien dalam posisi duduk, lokasi yang sering terkena adalah bokong.2
Stadium UD ditentukan berdasarkan The National Pressure Ulcer Advisory Panel
(NPUAP) tergantung pada jaringan yang terlibat. UD derajat I apabila dijumpai kulit yang utuh,
berwarna merah pucat yang terlokalisir pada daerah penonjolan tulang. Pada UD derajat II
dijumpai hilangnya ketebalan sebagian epidermis, dermis, atau keduanya. Dapat juga dilihat
adanya lepuh berisi serum. Pada UD derajat III terjadi hilangnya ketebalan seluruh kulit atau
nekrosis jaringan subkutis. Lemak subkutis dapat terlihat, namun tulang, tendon, atau otot tidak
terlihat. Pada UD derajat IV terjadi hilangnya seluruh ketebalan kulit dengan nekrosis yang luas
atau kerusakan pada otot, tulang, atau jaringan pendukung lainnya (misalnya fasia, tendon, atau
kapsul sendi).2,5
Penatalaksanaan secara umum terbagi menjadi pencegahan dan pengobatan. Pencegahan
yang dapat dilakukan meliputi mengatasi faktor etiologi, mengurangi tekanan, gesekan dan
pergeseran, perawatan kulit dan kelembaban, penggunaan alat-alat yang dapat mengurangi
tekanan, dan edukasi.1,2,8 Pengobatan dilakukan saat UD sudah terjadi dan memerlukan
keterlibatan interdisipliner.1,2 Pengobatan yang dapat dilakukan meliputi pemberian nutrisi yang
adekuat, penanganan nyeri, penggunaan alat-alat pendukung permukaan, pembersihan luka,
pembalutan luka dalam kondisi lembab, dan kontrol infeksi.1,2
Penatalaksanaan ulkus adalah dengan pencucian ulkus, debridement, balutan,
penatalaksanaan infeksi dan kolonisasi bakteri. Pencucian ulkus harus dilakukan dengan lembut
untuk meminimalisir trauma mekanik pada ulkus. Umumnya digunakan normal saline untuk
irigasi luka dengan tekanan 4-15 psi. Penggunaan antiseptik harus dihindari karena bersifat
sitotoksik dan dapat menghambat re-epitelisasi. Pada ulkus dengan jaringan nekrotik harus
dilakukan tindakan debridement. Pembalut luka harus diganti setidaknya satu kali dalam sehari.
Balutan pada luka dapat melindungi luka dari lingkungan, mencegah infeksi, stimulasi
debridement autolitik, mengurangi nyeri, dan menstimulasi jaringan granulasi. Pada suatu
penelitian eksperimental telah diketahui bahwa lingkungan yang lembab akan menyebabkan luka
membaik 40% lebih cepat dibandingkan luka yang terpapar udara. Antibiotik topikal yang
diaplikasikan pada luka dapat mencegah dan mengobati infeksi, mengurangi bacterial load,
mengurangi bau, dan tanda inflamasi.2
LAPORAN KASUS
Seorang wanita, usia 73 tahun, dikonsulkan dari Departemen Bedah Saraf RSUP. H.
Adam Malik Medan pada tanggal 16 Oktober 2015 dengan keluhan utama adanya luka pada
bokong sejak kurang lebih 1 bulan yang lalu. Berdasarkan alloanamnesis didapatkan bahwa
sebelumnya pasien mengalami penurunan kesadaran dan sudah dirawat dirumah sakit lain
selama kurang lebih 2 minggu. Setelah masuk RSUP H.Adam Malik dan dirawat oleh
departemen bedah saraf selama lebih kurang 8 hari kondisi pasien mengalami perbaikan. Pasien
sudah mulai sadarkan diri tetapi bicara pasien masih belum jelas dan aktifitas motorik pasien
masih sangat terbatas terutama pada tubuh bagian kanan terasa lebih lemah. Sehingga pasien
terus menerus berbaring di tempat tidur dan semua aktivitas dilakukan di tempat tidur. Selama
ini pasien buang air besar dan buang air kecil (BAB/BAK) di tempat tidur dan menggunakan
popok. Awalnya pada bokong terdapat luka pada kulit. Semakin lama luka semakin luas. Selama
ini belum ada pengobatan yang diberikan untuk luka tersebut.
Riwayat trauma tajam atau trauma tumpul tidak dijumpai, riwayat menderita penyakit
diabetes tidak dijumpai, riwayat keluarga menderita penyakit diabetes tidak dijumpai. Riwayat
hipertensi dijumpai.
Pada pemeriksaan fisik (16 Oktober 2015) didapatkan keadaan umum tampak sakit
sedang, status gizi baik, kesadaran compos mentis , tekanan darah 140/80 mmHg, frekuensi nadi
88x/menit, frekuensi pernafasan 20x/menit, suhu tubuh 36,7°C.
Pada pemeriksaan status dermatologis didapatkan erosi, berbatas tegas, permukaan
berwarna merah, ukuran 12x6 cm pada regio sacrum, eksudat purulen (+) berwarna putih
kekuningan.
Hasil pemeriksaan laboratorium (16 Oktober 2015) didapatkan Hb 12,5 gr/dl (11,7-15,5
gr/dl), Eritrosit 4,12 x 106/mm3 (4,2-4,87 x 106/mm3), leukosit 17,70 x 103/mm3 (4,5 – 11 x
103/mm3), Hematokrit 36,3% (38-44%), Trombosit 367 x 103/mm3 (150-450 x 103/mm3), hitung
jenis leukosit 86%/8,8%/5%/0,1%/0,1% (neutrofil 37-80%/ limfosit 20-40%/ monosit 2-8%/
eosinofil 1-6%/ basofil 0-1%), gula darah sewaktu 99,9mg/dl (<200 mg/dl), ureum 57,90
Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, Wolff K, editor. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Edisi 8. New York: McGraw-Hill Companies; 2012: h1121-29.
3. Suriadi, Sanada H, Sugama J, Kitagawa J, Thigpen B, Kinosita S, Murayama S. Risk factors in the development of pressure ulcers in an intensive care unit in Pontianak, Indonesia. IWJ. 2007; 4(3):208-15.
4. Loerakker S. Aetiology of pressure ulcers. Eindhoven University of Technology. Department of Biomedical Engineering. Section Materials Technology. Division Biomechanics and Tissue Engineering. 2007:1-24.
6. Dharmarajan TS, Ugalina JT. Pressure ulcers: clinical features and management. Hospital physician. 2002; 64-71.
7. Bouten CVC. Etiology and pathology of pressure sores: a literature review. Eindhoven University of Technology. Department of Computational and Experimental Mechanics. 1996:1-19.
8. Laksmi PW, Harimurti K, Setiati S, Soejono CH, Aries W, Roosheroe AG. Management of immobilization and its complication for elderly. Acta Med Indones-Indones J Intern Med. 2008; 40(4):233-40.
9. Vanderwee K, Clark M, Dealey C, Gunningberg L, Defloor T. Pressure ulcer prevalence in Europe: a pilot study. Journal of Evaluation in Clinical Practice. 2006; 13:227-35.
10. Frykberg RG. Diabetic foot ulcer: pathogenesis and management. Am Fam Physician. 2002; 66:1655-62.
11. Coffman D. Antibiotics review. CME resources. 2006: 1-34.