BAB I
PENDAHULUAN
Sekitar 2.2 juta orang di Amerika Serikat menderita glaukoma
dimana sebanyak 300,000 kasus baru setiap tahun dan sekitar 5400
orang mengalami kebutaan. Jumlah penderita glaucoma di Amerika
Serikat diperkirakan akan meningkatkan sekitar 3.3 juta pada tahun
2020. Sebanyak 85-90% glaukoma sudut terbuka primer, sedangkan
sebagian kecil sekitar 10-15% sudut tertutup primer yang dapat
melalui stadium akut, subakut dan kronik, serta bentuk glaukoma
lainnya. Prevalensi glaukoma sudut terbuka primer pada usia 40
tahun sekitar 0,4-0,7% sedangkan pada usia 70 tahun sekitar 2-3%.
Pernyataan ini hampir sama dengan pernyataan oleh Framingham dan
Ferndale Glaukoma Study yang menyatakan bahwa prevalensi glaukoma
sudut terbuka primer sekitar 0,7% penduduk yang berusia 52-64
tahun, meningkat menjadi 1,6% pada usia 65-74 dan 4,2% penduduk
pada usia 75-85 tahun. Pada glaukoma akut penderitanya lebih
didominasi oleh wanita dikarenakan mereka memiliki bilik mata depan
yang lebih sempit dan juga resiko yang lebih besar terjadi pada
usia dekade keenam atau ketujuh.1,2,3
Glaukoma merupakan masalah kesehatan mata yang penting di
Indonesia. Distribusi penyakit glaukoma di Indonesia sebesar 13,4%.
Prevalensi kebutaan akibat penyakit glaukoma sebesar 0,2% (Depkes,
1997). Glaukoma adalah penyebab kebutaan nomor dua terbesar di
dunia dan juga di Indonesia setelah katarak dan seringkali mengenai
orang berusia lanjut.1
Sementara itu sebagian besar penderita glaukoma sudut terbuka
primer hampir tidak pernah manyadari bahwa tekanan bola matanya
yang meningkat. Seringkali mereka baru menyadari setelah merasakan
ada gangguan yang jelas terhadap tajam penglihatan, atau
penyempitan lapangan pandang.
Penatalaksanaan glaukoma berupa pengobatan medis, terapi bedah
dan laser. ECP (endoscopic cyclophotocoagulation) menggunakan laser
untuk mengurangi produksi aquoeus humor dan tekanan intraocular
merupakan salah satu penatalaksanaan glaukoma.1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Fisiologi Aquous Homur
Aquous Humor adalah suatu cairan jernih yang mengisi kamera
anterior dan posterior mata. Diproduksi oleh korpus siliare dan
bervariasi diurnal. Setelah memasuki bilik mata belakang, humor
akuos melalui pupil dan masuk ke bilik mata depan dan kemudian ke
perifer menuju ke sudut bilik mata depan dan nantinya akan
dikeluarkan melalui dua jalur outflow berbeda yaitu:
1. Outflow melalui jalur trabekulum (jalur konvensional). Yang
merupakan jalur utama, dimana sekitar 90% outflow akuos humor
melalui jalinan trabekular menuju kanalis sklem dan berlanjut ke
system vena kolektor.
1. Outflow melalui jalur uveoscleral(jalur unkonvensional).
Dimana sekitar 10% outflow akuos humor melalui jalur ini.
Sudut bilik mata depan dibentuk oleh tautan antara kornea dan
iris perifer, yang diantaranya terdapat jalinan trabekular. Jalinan
trabekular (trabecular meshwork) sendiri terdiri dari 3 bagian
yaitu:
1. Jalinan uveal (uveal meshwork)
1. Jalinan korneosklera (corneoscleral meshwork)
1. Jalinan endothelial (juxtacanalicular atau endothelial
meshwork)
Ketiga bagian ini terlibat dalam proses outflow akuos humor.
Struktur lain yang terlibat adalah kanalis sklem. Kanalis
berbentuk sirkumfensial dan dihubungkan oleh septa-septa. Bagian
dalam kanalis dilapisi oleh sel-sel endotel berbentuk kumparan yang
mengandung vakuol-vakuol besar, dan di bagian luar dilapisi oleh
sel-sel datar halus yang mengandung ujung dari kanalis-kanalis
kolektor. Bagian selanjutnya yang berperan adalah kanalis kolektor.
Kanalis ini meninggalkan kanalis sklem dan berhubungan dengan vena
episklera.
Gambar 2.1 Fisiologi Aquos Humor
2.2Glaukoma
2.2.1Definisi Glaukoma
Glaukoma berasal dari kata Yunani Glaukos yang berarti hijau
kebiruan yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita
glaucoma. Glaukoma adalah suatu keadaan pada mata yang ditandai
dengan kenaikan tekanan intraokuli, penurunan visus, penyempitan
lapang pandang dan atropi nervus optikus.1,2
2.2.2Faktor Resiko Glaukoma
Faktor resiko glaukoma meliputi hipermetropi (glaukoma sudut
tertutup), miopi (glaukoma sudut terbuka), usia >45 tahun,
keturunan (riwayat glaukoma dalam keluarga), dan ras (Asia lebih
beresiko). Faktor resiko lainnya adalah migrain, hipertensi,
hipotensi, diabetes mellitus, peredaran darah dan regulasinya
(darah yang kurang akan menambah kerusakan), fenomena autoimun,
degenerasi primer sel ganglion dan pasca bedah dengan
hifema/infeksi.4
Hal yang memperberat resiko glaukoma:
a. Tekanan bola mata, makin tinggi makin berat
b. Makin tua makin berat, makin bertambah resiko
c. Resiko kulit hitam 7 kali dibanding kulit putih
d. Hipertensi, resiko 6 kali lebih sering
e. Kerja las, resiko 4 kali lebih sering
f. Miopia, resiko 2 kali lebih sering
g. Diabetes Mellitus, resiko 2 kali lebih sering.
2.2.3Klasifikasi
1.Glaukoma Primer
a. Glaukoma sudut terbuka
Glaukoma primer sudut terbuka adalah bentuk glaukoma yang
tersering dijumpai. Diduga glaukoma primer sudut terbuka diturunkan
secara dominan atau resesif pada 50% penderita, secara genetik
penderitanya adalah homozigot. Terdapat faktor resiko pada
seseorang untuk mendapatkan glaukoma seperti diabetes melitus,
hipertensi, kulit berwarna dan miopia.1
Gambaran patologik utama pada glaukoma primer sudut terbuka
adalah proses degeneratif di jalinan trabekular, termasuk
pengendapan bahan ekstrasel di dalam jalinan dan di bawah lapisan
endotel kanalis Schlemm. Akibatnya adalah penurunan aquoeus humor
yang menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler.1 Mulai timbulnya
gejala glaukoma primer sudut terbuka agak lambat yang kadang-kadang
tidak disadari oleh penderita sampai akhirnya berlanjut dengan
kebutaan.2
Pada glaukoma primer sudut terbuka tekanan bola mata sehari-hari
tinggi atau lebih dari 20 mmHg. Mata tidak merah atau tidak
terdapat keluhan, yang mengakibatkan terdapat gangguan susunan
anatomis dan fungsi tanpa disadari oleh penderita. Gangguan saraf
optik akan terlihat gangguan fungsinya berupa penciutan lapang
pandang.2
Pada waktu pengukuran bila didapatkan tekanan bola mata normal
sedang terlihat gejala gangguan fungsi saraf optik seperti glaukoma
mungkin akibat adanya variasi diurnal. Dalam keadaan ini maka
dilakukan uji provokasi minum air, pilokarpin, uji variasi diurnal,
dan provokasi steroid.2
b.Glaukoma sudut tertutup
Glaukoma sudut tertutup akut primer terjadi apabila terbentuk
iris bomb yang menyebabkan sumbatan sudut kamera anterior oleh iris
perifer. Hal ini menyumbat aliran aquoeus humor dan tekanan
intraokular meningkat dengan cepat, menimbulkan nyeri hebat,
kemerahan dan kekaburan penglihatan.2
Pada glaukoma sudut tertutup, pupil berdilatasi sedang disertai
sumbatan pupil. Hal ini biasanya terjadi pada malam hari, saat
tingkat pencahayaan berkurang. Hal tersebut juga dapat terjadi pada
dilatasi pupil untuk oftalmoskopi.1 Glaukoma sudut tertutup akut
primer ditandai oleh munculnya kekaburan penglihatan mendadak yang
disertai nyeri hebat, halo dan mual serta muntah. Temuan-temuan
lain adalah peningkatan mencolok tekanan intraokular, kamera
anterior dangkal, kornea berkabut, pupil terfiksasi berdilatasi
sedang dan injeksi siliaris.2
2.Glaukoma kongenital
Glaukoma kongenital (jarang) dapat dibagi menjadi (1) glaukoma
kongenital primer, yang menunjukkan kelainan perkembangan terbatas
pada sudut kamera anterior; (2) anomali perkembangan segmen
antex9[rior - sindrom Axenfeld, anomali Peter, dan sindrom Reiger.
Disini perkembangan iris dan kornea juga abnormal;(3) berbagai
kelainan lain, termasuk aniridia, sindrom Sturge-weber,
neurofibromatosis, sindrom Lowe dan rubela kongenital. Pada keadaan
ini, anomali perkembangan pada sudut disertai dengan kelainan
okular dan ekstraokular lain.1
Glaukoma kongenital bermanifestasi sejak lahir pada 50% kasus,
didiagnosis pada 6 bulan pertama pada 70% kasus dan didiagnosis
pada akhir tahun pertama pada 80% kasus. Gejala paling dini dan
paling sering adalah epifora. Dapat dijumpai fotofobia dan
pengurangan kilau kornea. Peningkatan tekanan intraokular adalah
tanda kardinal. Pencekungan diskus optikus akibat glaukoma
merupakan kelainan yang terjadi relatif dini dan terpenting.
Temuan-temuan lanjut adalah peningkatan garis tengah, edema epitel,
robekan membran Descemet, dan peningkatan kedalaman kamera anterior
serta edema dan kekeruhan lensa.1
3. Glaukoma sekunder
Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang diketahui penyebabnya.
Dapat disebabkan atau dihubungkan dengan keadaan-keadaan atau
penyakit yang telah diderita sebelumnya atau pada saat itu.1
Glaukoma sekunder merupakan glaukoma yang terjadi akibat
penyakit mata yang lain atau penyakit sistemik yang menyertainnya,
seperti:
a) Akibat perubahan lensa (dislokasi lensa, intumesensi lensa,
glaukoma fakolitik dan fakotoksik pada katarak, glaukoma
kapsularis/sindrom eksfoliasi)
b) Akibat perubahan uvea (uveitis anterior, tumor, rubeosis
iridis)
c) Akibat trauma (hifema, kontusio bulbi, robeknya kornea atau
limbus yang disertai prolaps iris)
d) Akibat post operasi (pertumbuhan epitel konjungtiva, gagalnya
pembentukan bilik mata depan post-operasi katarak, blok pupil
post-operasi katarak)
e) Akibat pemakaian kortikosteroid sistemik atau topikal dalam
jangka waktu yang lama.
Penyebab yang paling sering ditemukan adalah uveitis. Penyebab
lainnya adalah penyumbatan vena oftalmikus, cedera mata, pembedahan
mata dan perdarahan ke dalam mata. Beberapa obat (misalnya
kortikosteroid) juga bisa menyebabkan peningkatan tekanan
intraokuler.2
Pada uveitis, tekanan intraokular biasanya lebih rendah dari
normal karena korpus siliar yang meradang kurang berfungsi baik.
Namun juga dapat terjadi peningkatan tekanan intraokular melalui
beberapa mekanisme yang berlainan. Jalinan trabekular dapat
tersumbat oleh sel-sel radang dari kamera anterior, disertai edema
sekunder, atau kadang-kadang terlibat dalam proses peradangan yang
spesifik diarahkan ke sel-sel trabekula (trabekulitis). 2
Uveitis kronik atau rekuren menyebabkan gangguan permanen fungsi
trabekula, sinekia anterior perifer, dan kadang-kadang
neovaskularisasi sudut,yang semuanya meningkatkan glaukoma
sekunder.1
4.Glaukoma absolut
Glaukoma absolut merupakan stadium akhir glaukoma
(terbuka/tertutup) dimana sudah terjadi kebutaan total, akibat
tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi lanjut.
Pada glaukoma absolut kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal,
papil atrofi dengan ekskavasi glaukomatosa, mata keras seperti batu
dan dengan rasa sakit. Sering dengan mata buta ini mengakibatkan
penyumbatan pembuluh darah sehingga menimbulkan penyulit berupa
neovaskularisasi pada iris, keadaan ini memberikan rasa sakit
sekali akibat timbulnya glaukoma hemoragik. 2
Gambar 2.2 Klasifikasi Glaukoma5
2.2.4Patofisiologi
Sudut bilik mata dibentuk dari jaringan korneosklera dengan
pangkal iris. Pada keadaan fisiologis bagian ini terjadi pengaliran
keluar cairan bilik mata. Berdekatan dengan sudut ini didapatkan
jaringan trabekulum, kanal Schlemm, baji sklera, garis Schwalbe dan
jonjot iris. Pada sudut filtrasi terdapat garis Schwalbe yang
merupakan akhir perifer endotel dan membran desemet, kanal schlemm
yang menampung cairan mata kesalurannya.
Sudut filtrasi berbatas dengan akar iris berhubungan dengan
sklera kornea dan disini ditemukan sklera spur yang membuat cincin
melingkar 360 derajat dan merupakan batas belakang sudut filtrasi
serta tempat insersi otot siliar longitudinal. Anyaman trabekula
mengisi kelengkungan sudut filtrasi yang mempunyai dua komponen
yaitu badan siliar dan uvea.
Tekanan intraokular ditentukan oleh kecepatan terbentuknya
cairan mata (akueus humor) bola mata oleh badan siliar dan hambatan
yang terjadi pada jaringan trabekular meshwork. Akueus humor yang
dihasilkan badan siliar masuk ke bilik mata belakang, kemudian
melalui pupil menuju ke bilik mata depan dan terus ke sudut bilik
mata depan, tepatnya ke jaringan trabekulum, mencapai kanal Schlemm
dan melalui saluran ini keluar dari bola mata.
Pada glaukoma sudut terbuka, kelainan terjadi pada jalinan
trabekular, sedangkan sudut bilik mata terbuka lebar. Jadi tekanan
intraokuler meningkat karena adanya hambatan outflow humor akuos
akibat kelainan mikroskopis pada jalinan trabekular.
Pada glaukoma sudut tertutup, jalinan trabekular normal,
sedangkan tekanan intraokuler meningkat karena obstruksi mekanik
akibat penyempitan sudut bilik mata, sehingga outflow humor akuos
terhambat saat menjangkau jalinan trabekular. Keadaan seperti ini
sering terjadi pada sudut bilik mata yang sempit (kadang-kadang
disebut dengan dangerous angle).
Penting untuk diketahui, jika sudut bilik mata tidak sempit atau
sudut terbuka luas, perifer iris tidak kontak dengan perifer
kornea, sehingga sudut bilik mata depan tidak tertutup dan glaukoma
sudut tertutup tidak akan terjadi. Ini merupakan perbedaan dasar
antara glaukoma sudut terbuka dengan glaukoma sudut tertutup.
Ketika dislokasi lensa sebagai penyebab tertutupnya sudut bilik
mata maka keadaan ini dikenal dengan glaukoma sudut tertutup
sekunder. Jika glaukoma sudut tertutup tidak diketahui penyebabnya,
kondisi ini dikenal dengan glaukoma sudut tertutup primer.
Apabila sudut bilik mata depan tertutup secara cepat dan berat,
ini dikenal dengan glaukoma akut yang disertai dengan banyak gejala
dan tanda. Apabila penutupan sudut bilik mata depan tidak sempurna
dan kadang-kadang saja terjadi, ini dikenal dengan glaukoma sudut
tertutup intermitten atau glaukoma sudut tertutup kronik, dan
disertai dengan sedikit gejala. Apabila glaukoma sudut tertutup
intermitten yang tidak mempunyai gejala, ini dikenal dengan
glaukoma sudut tertutup kreeping.
Satu hal penting untuk diketahui bahwa tidak semua sudut bilik
mata sempit akan berkembang menjadi glaukoma akut, dapat terjadi
hanya sebagian kecil saja, terutama pada mata yang pupilnya
berdilatasi sedang (3,0 - 4,5mm) yang dapat memungkinkan terjadinya
blok pupil sehingga dapat berlanjut menjadi sudut tertutup.
Akibat terjadinya blok pupil, maka tekanan intraocular lebih
tinggi di bilik mata belakang daripada bilik mata depan. Jika blok
pupil semakin berat tekanan intraokuler di bilik mata belakang
semakin bertambah, sehingga konveksivitas iris semakin bertambah
juga, ini dikenal dg iris bombe, yang membuat perifer iris kontak
dengan jalinan trabekuler, dan menyebabkan sudut bilik mata depan
tertutup. Jika tekanan intraokuler meningkat secara drastic akibat
sudut tertutup komplit maka akan terjadi glaukoma akut.
Mekanisme lain yang dapat menyebabkan glaukoma akut adalah:
plateau iris dan letak lensa lebih ke anterior. Pada keadaan
seperti ini juga sering terjadi blok pupil.1
Mekanisme utama penurunan penglihatan pada glaukoma adalah
atrofi sel ganglion difus, yang menyebabkan penipisan lapisan serat
saraf dan inti bagian dalam retina dan berkurangnya akson di saraf
optikus. Iris dan korpus siliar juga menjadi atrofi, dan prosesus
siliaris memperlihatkan degenerasi hialin.1
Diskus optikus menjadi atrofi disertai pembesaran cekungan
optikus diduga disebabkan oleh ; gangguan pendarahan pada papil
yang menyebabkan degenerasi berkas serabut saraf pada papil saraf
optik (gangguan terjadi pada cabang-cabang sirkulus Zinn-Haller),
diduga gangguan ini disebabkan oleh peninggian tekanan intraokuler.
Tekanan intraokuler yang tinggi secara mekanik menekan papil saraf
optik yang merupakan tempat dengan daya tahan paling lemah pada
bola mata. Bagian tepi papil saraf optik relatif lebih kuat
daripada bagian tengah sehingga terjadi cekungan pada papil saraf
optik.1
Gambar 2.3 Patofisiologi
2.2.5Pemeriksaan Penunjang
a.Pemeriksaan tekanan bola mata
Pemeriksaan tekanan bola mata dilakukan dengan alat yang
dinamakan tonometer. Dikenal beberapa alat tonometer seperti
tonometer Schiotz dan tonometer aplanasi Goldman. Pemeriksaan
tekanan bola mata juga dapat dilakukan tanpa alat disebut dengan
tonometer digital, dasar pemeriksaannya adalah dengan merasakan
lenturan bola mata (ballotement) dilakukan penekanan bergantian
dengan kedua jari tangan.2
b.Gonioskopi
Tes ini sebagai cara diagnostik untuk melihat langsung keadaan
patologik sudut bilik mata, juga untuk melihat hal-hal yang
terdapat pada sudut bilik mata seperti benda asing. Pemeriksaan ini
dilakukan dengan meletakkan lensa sudut (goniolens) di dataran
depan kornea setelah diberikan lokal anestetikum. Lensa ini dapat
digunakan untuk melihat sekeliling sudut bilik mata dengan
memutarnya 360 derajat.2
c.Pemeriksaan lapang pandang
Berbagai cara untuk memeriksa lapang pandang pada glaukoma
adalah layar singgung, kampimeter dan perimeter otomatis. Penurunan
lapang pandang akibat glaukoma itu sendiri tidak spesifik, karena
gangguan ini dapat terjadi akibat defek berkas serat saraf yang
dapat dijumpai pada semua penyakit saraf optikus, tetapi pola
kelainan lapangan pandang, sifat progresivitasnya dan hubungannya
dengan kelainan-kelainan diskus optikus adalah khas untuk penyakit
ini.1
d.Funduskopi
Papil saraf optik menunjukan penggaungan dan atrofi, seperti
pada glaukoma simpleks. Sehingga cup disk ratio membesar (N =