BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Oklusi adalah hubungan kontak antara gigi geligi bawah dengan gigi atas waktu mulut ditutup. Oklusi dikatakan normal, jika susunan gigi dalam lengkung geligi teratur baik serta terdapat hubungan yang harmonis antara gigi atas dengan gigi bawah, hubungan seimbang antara gigi, tulang rahang terhadap tulang tengkorak dan otot sekitarnya yang dapat memberikan keseimbangan fungsional sehingga memberikan estetika yang baik. Maloklusi adalah bentuk oklusi gigi yang menyimpang dari normal. Maloklusi dapat disebabkan karena tidak ada keseimbangan dentofasial. Keseimbangan dentofasial ini tidak disebabkan oleh satu faktor saja, tetapi beberapa faktor saling mempengaruhi. Beberapa faktor yang mempengaruhi antara lain adalah keturunan, lingkungan, pertumbuhan dan perkembangan, etnik, fungsional, dan patologi. Maloklusi dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pada pengunyahan, bicara serta estetik. Gangguan pengunyahan yang terjadi yaitu dapat berupa rasa tidak nyaman saat mengunyah, terjadinya rasa nyeri pada TMJ dan juga mengakibatkan nyeri kepala dan leher. Pada gigi yang berjejal dapat mengakibatkan kesulitan dalam pembersihan. 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Oklusi adalah hubungan kontak antara gigi geligi bawah
dengan gigi atas waktu mulut ditutup. Oklusi dikatakan normal, jika
susunan gigi dalam lengkung geligi teratur baik serta terdapat
hubungan yang harmonis antara gigi atas dengan gigi bawah,
hubungan seimbang antara gigi, tulang rahang terhadap tulang
tengkorak dan otot sekitarnya yang dapat memberikan
keseimbangan fungsional sehingga memberikan estetika yang baik.
Maloklusi adalah bentuk oklusi gigi yang menyimpang dari
normal. Maloklusi dapat disebabkan karena tidak ada keseimbangan dentofasial.
Keseimbangan dentofasial ini tidak disebabkan oleh satu faktor saja, tetapi beberapa
faktor saling mempengaruhi. Beberapa faktor yang mempengaruhi antara lain adalah
keturunan, lingkungan, pertumbuhan dan perkembangan, etnik, fungsional, dan
patologi.
Maloklusi dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pada pengunyahan,
bicara serta estetik. Gangguan pengunyahan yang terjadi yaitu dapat berupa rasa tidak
nyaman saat mengunyah, terjadinya rasa nyeri pada TMJ dan juga mengakibatkan
nyeri kepala dan leher. Pada gigi yang berjejal dapat mengakibatkan kesulitan dalam
pembersihan. Tanggalnya gigi-gigi akan mempengaruhi pola pengunyahan misalnya
pengunyahan pada satu sisi, dan pengunyahan pada satu sisi ini juga dapat
mengakibatkan rasa sakit pada TMJ.
Disamping itu maloklusi juga dapat mempengaruhi kejelasan bicara seseorang
serta mempengaruhi estetis dari penampilan seseorang. Penampilan wajah yang tidak
menarik mempunyai dampak yang tidak menguntungkan pada perkembangan
psikologis seseorang, apalagi pada saat usia masa remaja
Seiring dengan perkembangan zaman dan keinginan untuk tampil lebih baik,
saat ini penggunaan piranti ortodonti ini bukan lagi hanya untuk memperbaiki fungsi
1
gigi, tetapi sudah menjadi aksesoris. Piranti orthodonti boleh jadi disebut sebagai
tindakan kosmetika gigi yang paling populer dan menjadi trend. Tidak dapat
dipungkiri, belakangan ini penggunaan piranti orthodonti semakin banyak di
masyarakat, apalagi di kalangan anak anak dan remaja. Hal ini disebabkan karena
masyarakat mulai menyadari bahwa gigi mempunyai peranan penting dalam
penampilan
Dengan meningkatnya keperluan di bidang orthodonti maka diperlukan suatu
pedoman baku bagi para dokter gigi dalam menentukan kompleksitas perawatan
ortodonti, tingkat keinginan terhadap perawatan ortodonti dan tingkat estetis yang
dikenal sebagai indeks maloklusi.
Melalui indeks maloklusi diharapkan dapat menurunkan derajat subjektivitas
penilaian suatu maloklusi. Dengan menggunakan suatu indeks, dapat dinilai beberapa
hal menyangkut maloklusi, misalnya prevalensi, keparahan maloklusi, dan hasil
perawatan. Indeks maloklusi mencatat keadaan maloklusi dalam suatu format kategori
atau numerik sehingga penilaian suatu maloklusi bisa objektif.
Oleh karena itu penting bagi mahasiswa untuk mengetahui serta memahami
pengertian, tujuan, syarat serta berbagai macam dari indeks maloklusi.
1.2 Rumusan Masalah1. Apa definisi dari indeks maloklusi?
2. Apa saja syarat indeks maloklusi?
3. Apa saja tujuan dan manfaat indeks maloklusi?
4. Apa saja macam-macam indeks maloklusi?
1.3 Tujuan Penulisan1. Untuk mengetahui tentang indeks maloklusi.
2. Untuk mengetahui syarat-syarat indeks maloklusi.
3. Untuk mengetahui dan memahami tujuan dan manfaat indeks maloklusi.
4. Untuk mengetahui dan memahami macam-macam indeks maloklusi.
2
1.4 MAPING
3
MALOKLUSI
PENELITIAN MENGGUNAKAN INDEKS MALOKLUSI
Skor
pengukuran
KEPARA
SYARAT, TUJUAN
DAN MACAM
TINGKAT KEPARAHAN
Kebutuhan Perawatan Orthodonti
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
Pengertian oklusi menurut Dewanto (1993) adalah berkontaknya permukaan
oklusal gigi geligi di rahang atas dengan permukaan oklusal gigi geligi di rahang
bawah pada saat rahang atas dan rahang bawah menutup.
Oklusi adalah perubahan hubungan permukaan gigi geligi pada rahang atas
(maksila) dan rahang bawah (mandibula) yang terjadi selama pergerakan mandibula
dan berakhir dengan kontak penuh dari gigi geligi pada kedua rahang. Oklusi terjadi
karena adanya interaksi antara dental system, skeletal system dan muscular system.
Oklusi gigi bukan merupakan keadaan yang statis selama mandibula bergerak,
sehingga ada bermacam macam bentuk oklusi misalnya : centrik, excentrix, habitual,
5. Kebiasaan jelek, sikap tubuh yang salah dan trauma.
b. Faktor-faktor pada gigi (intrinsik / lokal factor) :
1. Anomali jumlah gigi, terdiri dari adanya gigi berlebih (dens supernumerary teeth) dan tidak adanya gigi (anondontia).
2. Anomali ukuran gigi.
3. Anomali bentuk gigi.
4. Frenulum labii yang tidak normal.
5. Kehilangan dini gigi desidui.
6. Persistensi gigi desidui.
8
7. Terlambatnya erupsi gigi permanen.
8. Jalan erupsi yang abnormal.
9. Ankilosis.
10. Karies gigi.
11. Restorasi yang tidak baik
Menurut Daniel (2000), maloklusi dapat menyebabkan beberapa gangguan pada penderitanya yaitu :
a. Masalah psikososial yang disebabkan karena gangguan estetis wajah.
b. Masalah dengan fungsi rongga mulut termasuk kesulitan dalam menggerakkan rahang (gangguan otot dan nyeri), gangguan sendi temporomandibular, gangguan
pengunyahan, menelan dan berbicara.
c. Kemungkinan mendapatkan trauma yang lebih mudah, masalah penyakit periodontal atau kehilangan gigi.
Gangguan yang berasal dari maloklusi primer adalah sebagai berikut (Thomson, 2007
):
1. Gigi-gigi sangat berjejal mengakibatkan rotasi gigi-gigi individual atau
berkembangnya gigi dalam atau di luar lengkung. Gangguan ini mengakibatkan
interferensi tonjol dan aktivitas pergeseran mandibula, walaupun pada gigi-geligi
yang sedang berkembang adaptasi dari pergerakan gigi umumnya bisa mencegah
timbulnya gangguan tersebut. Gangguan lain yang diakibatkannya adalah relasi
oklusal yang kurangstabil (tonjol terhadap tonjol ketimbang tonjol terhadap fossa)
dan kelainan gingival karena tidak memadainya ruang untuk tempat epithelium
interdental.
2. Meningkat atau berkurangnya overlap vertikal atau horizontal yang bisa
mengakibatkan fungsi insisivus yang tidak stabil atau perlunya seal bibir yang
adaptif.
9
3. Penyimpangan garis median atas dan bawah yang menandai adanya interferensi
insisivus atau interferensi tonjol pada segmen posterior
4. Kurangnya perkembangan jaringan dentoalveolar pada segmen posterior,
unilateral atau bilateral, dan mengakibatkan overclosure mandibula, jika bilateral,
dan kurangnya oklsi fungsional unilateral jika terbatas pada satu sisi dan
menimbulkan open bite.
5. Pertumbuhan tulang yang terlalu besar pada regio kedua kondilus yang sedang
berkembang akan menghasilkan gigitan terbuka anterior.
6. Celah palatum dan defek terkait
Maloklusi sekunder :
1. Fungsi unilateral dan fungsi yang berkurang
2. Supra- dan infrakontak
3. Hilangnya kurva oklusal
4. Relasi tonjol yang tidak stabil
5. Interferensi tonjol
6. Perubahan posisi interkuspa
7. Overclosure mandibula
8. Parafungsi (bruksisme)
9. Atrisi permukaan oklusal
10. Impaksi makanan dan plunger cusp
11. Gangguan gigi tiruan
Tingkatan perawatan ortodonti dapat dibagi dalam tiga tingkat, yaitu :
- Ortodonti Preventif
Tingkat perawatan untuk mencegah terjadinya maloklusi, seperti :
memelihara kebersihan gigi dan mulut untuk mencegah terjadinya karies gigi,
pemberian fluor pada gigi sulung agar tidak mudah karies, penambalan gigi
sulung harus baik dan tidak mengubah ukuran mesio-distal gigi dan titik
kontaknya, menghilangkan kebiasaan buruk : bernafas melalui mulut,
menghisap jari, mendorong lidah, menggigit bibir, pemakaian space
10
maintainer pada kasus premature loss gigi sulung untuk mencegah terjadinya
pergeseran gigi
- Ortodonti Interseptik
Perawatan ortodonti yang dilakukan jika sudah terjadi maloklusi ringan
dan sudah dapat terlihat maloklusi yang berkembang akibat adanya faktor
keturunan, intrinsik dan ekstrinsik, seperti : pemakaian space regainer untuk
mengembalikan gigi molar yang mengalami mesial drifting, serial ekstraksi.
- Ortodonti korektif
Perawatan terhadap maloklusi yang terjadi sudah cukup parah bahkan sudah
menyebabkan cacat wajah. Diperlukan tindakan perawatan ortodonti yang
kompleks.
Menurut Young dan Striffler, indeks maloklusi adalah nilai numerik yang
menjelaskan status relatif suatu populasi pada suatu skala bertingkat dengan batas atas
dan batas bawah yang jelas. Hal ini dirancang agar mampu memberi kesempatan dan
fasilitas untuk dibandingkan dengan populasi lain yang telah dikelompokkan dengan
kriteria dan metode yang sama (Agusni, 1998)
Indeks maloklusi yang diperlukan adalah penilaian kuantitatif dan objektif
yang dapat memberikan batasan adanya penyimpangan dari oklusi ideal yang masih
dianggap normal, dan dapat memisahkan kasus- kasus abnormal menurut tingkat
keparahan dan kebutuhan masyarakat (Dewi, 2008)
Syarat indeks menurut Jamison H.D dan Mc Millan R.S (Agusni, 1998) antara
lain adalah :
a. Indeks sebaiknya sederhana, akurat, dapat dipercaya dan dapat ditiru
b. Indeks harus objektif dalam pengukuran dan menghasilkan data kuantitatif
sehingga dapat dianalisi dengan metode statistik tertentu
c. Indeks harus di design untuk membedakan maloklusi yang merugikan dan
tidak merugikan
d. Pemeriksaan yang dibutuhkan dapat dilakukan dengan cepat oleh pemeriksa
walaupun tanpa instruksi khusus dalam diagnosis ortodonti
11
e. Indeks sebaiknya dapat dimodifikasi untuk sekelompok data epidemiologi
tentang maloklusi dari segi prevalensi, insiden dan keparahan, contohnya
frekuensi malposisi dari masing- masing gigi
f. Indeks sebaiknya dapat digunakan pada pasien atau model studi
g. Indeks sebaiknya mengukur derajat keparahan maloklusi.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Definisi Indeks Maloklusi
Indeks adalah angka / bilangan yang memiliki batasan atau standart tertentu.
Maloklusi adalah bentuk oklusi gigi yang menyimpang dari
normal.
Indeks maloklusi adalah suatu standart yang memiliki batasan untuk memisahkan
suatu kasus dengan keadaan normal dan menentukan derajat keparahan guna
menentukan hasil perawatan.
Pengertian indeks maloklusi menurut para ahli :
Istilah indeks menurut Young dan Striffler ialah nilai numerik
yang menjelaskan status relatif suatu populasi pada suatu skala
bertingkat dengan batas atas dan batas bawah yang jelas.
Suatu standart yang dirancang agar mampu memberi
kesempatan dan fasilitas untuk dibandingkan dengan populasi
lain yang telah dikelompokkan dengan kriteria dan metode
yang sama (Agusni, 1998).
Indeks maloklusi yang diperlukan adalah penilaian kuantitatif dan objektif yang
dapat memberikan batasan adanya penyimpangan dari oklusi ideal yang masih
dianggap normal, dan dapat memisahkan kasus- kasus abnormal menurut tingkat
keparahan dan kebutuhan masyarakat (Dewi, 2008)
3.2 Tujuan dan Manfaat dari Indeks Maloklusi12
Penialaian maloklusi dalam kesehatan masyarakat mempunyai 3 tujuan utama
yaitu:
a) Menilai keadaan/status dan penyebaran maloklusi masyarakat
b) Mendapatkan informasi tentang kebutuhan masyarakat akan perawatan
orthodonti
c) Mendapatkan informasi untuk merencanakan sumber dan fasilitas bagi
perawatan orthodonti dalam masyarakat yang berupa tenaga dan dana.
Indeks maloklusi telah banyak ditemukan dan indeks itu dibuat untuk suatu
tujuan atau manfaat tertentu. Manfaat inilah yang membedakan indeks yang satu
dengan yang lain, diantaranya:
- Untuk menentukan klasifikasi maloklusi menggunakan klasifikasi Angle.
- Untuk keperluan epidemiologi digunakan Indeks oleh WHO.
Keuntungan metode ini adalah sederhana dan obyektif serta tidak
memerlukan peralatan diagnostik yang rumit seperti model gnathostatik dan
alat sefalometri. Selain itu apabila peneliti telah terlatih hanya memerlukan
waktu penilaian yang singkat
Kerugiannya adalah dalam menilai interdigitasi tonjol hanya
memeriksa hubungan gigi posterior atas dan bawah sebelah kanan saja, sebelah
kiri tidak dinilai. Selain itu penilaian gigi berjejal depan bawah memerlukan
latihan terlebih dahulu karena untuk menentukan besarnya skor membutuhkan
waktu untuk mengukur lebar mesio-distal gigi-gigi anterior bawah dan
mengukur panjang lengkung gigi depan bawah. Jadi metode ini kurang praktis.
Poulton dan Aaranson (1960) telah mengevaluasi metode ini dan dari
hasil penelitiannya terbukti bahwa penilaian keparahan maloklusi oleh ahli
ortodonti secara subyektif dan penilaian oleh dokter ahli kesehatan masyarakat
memakai OFI hasilnya sangat mendekati (hampir sama).
Kriteria penilaian maloklusi oleh ahli ortodonti sebagai berikut:
Skor 0-1 : Maloklusi ringan sekali (slight) Tidak
memerlukan perawatan ortodonti
Skor 1-3 : Maloklusi ringan (mild) Ada sedikit variasi dari
oklusi ideal yang tidak perlu dirawat
Skor 4-5 : Maloklusi sedang (moderate) Indikasi perawatan
ortodonti
Skor 6-9 : Maloklusi berat/parah (severe) Sangat
memerlukan perawatan ortodonti
Penilaian ini yang berdasarkan atas perlunya perawatan, tidak dapat
diterapkan pada kelompok populasi yang lebih besar, tetapi meskipun
demikian ternyata erat hubungannya dengan skor OFI.
19
b. HANDICAPPING LABIO-LINGUAL DEVIATION INDEKS (HLD
INDEKS)
HLD Indeks disusun oleh para Draker pada tahun 1960, dengan maksud
untuk diajukan sebagai cara penilaian yang obyektif bagi epidemiologi
maloklusi.
Ciri-ciri maloklusi yang dinilai pada metode ini ialah meliputi 9 macam
ciri maloklusi dimana 2 diantaranya merupakan ciri khas yang dapat
menentukan adanya cacat muka (phisical handicap). Macam ciri maloklusi yang
dinilai dan cara member skor sebagai berikut:
Macam ciri maloklusi Skor HLD
1. Celah langit (“cleft palate”) skor 15
2. Penyimpangan traumatik yang berat skor 15
3. Jarak gigit (dalam mm)
4. Tumpang gigit (dalam mm)
5. Protusi mandibula x 5
6. Gigitan terbuka (dalam mm) x 4
7. Erupsi ectopic, hanya gigi depan, tiap gigi x3
8. Gigi berjejal anterior: Maksila, Mandibula,
tiap rahang skor 5
Penjumlahan skor menunjukkan Skor Penyimpangan Labio-lingual (dalam
mm)
Menurut draker (1960), skor 13 atau lebih sudah termasuk phisical
handicap. Draker menyatakan bahwa metode ini sederhana, obyektif dan
reproducible, penilaian maloklusi dapat dilakukan langsung pada subyek yang
diteliti atau pada model gigi tanpa menggunakan alat khusus, dan dapat dipakai
untuk menentukan cut off point bagi program kesehatan yang telah ditentukan,
sehingga dapat disesuaikan dengan perubahan dana yang tersedia tanpa
mengesampingkan objektivitas penelitian.
20
Apabila indeks ini diterapkan dengan sempurna, secara epidemiologi akan
dapat memisahkan kelainan handicapping labio-lingual deviation dari sampel
yang diteliti. Dengan demikian akan memudahkan tim pelayanan kesehatan gigi
dalam melaksanakan programnya.
Menurut Draker handicapping malocclusion adalah satu-satunya faktor
yang sangat menarik bagi kesehatan masyarakat. Definisi yang spesifik dan
tepat bagi handicapping malocclusion sukar ditentukan sebab ada sejumlah
kemungkinan variasi yang tidak terbatas dari maloklusi terutama variasi
individual tentang handicap.
Untuk menilai handicapping malocclusion dibutuhkan suatu alat penilai
semacam indeks yang dapat menunjukkan ada atau tidak adanya handicap dan
untuk mengukur keparahannya. Jadi bukan suatu pengetahuan spesialisasi.
Presentase yang tinggi dari orang-orang yang menderita maloklusi, yang
menurut ahli Orthodonti memerlukan perawatan, ternyata kasusnya tidak
merupakan masalah dalam kesehatan masyarakat. Sebaliknya panilaian
maloklusi oleh ahli Kesehatan Masyarakat. Sebaliknya penilaian oleh ahli
Kesehatan Masyarakat (petugas lapangan) tidak perlu memuaskan bagi dokter
gigi ahli Orthodontia tau dokter gigi yang bekerja di klinik (petugas klinik).
Handicap ialah suatu keadaan yang dapat diamati. Jadi indeks untuk
menilai handicap semacam DLD indeks sebaiknya berdasarkan pada
penggunaan oleh dokter gigi Kesehatan Masyarakat bukan oleh spesialis
Orthodonti.
c. DENTAL AESTHETIC INDEX (DAI)
DAI dapat membantu untuk menentukan apakah pasien perlu untuk
dirujuk ke dokter spesialis, hal ini dapat mengurangi jumlah pasien yang
melakukan konsultasi awal ke dokter gigi atau ortodontis (Hamamci, et al.,
2009).
DAI digunakan untuk mengevaluasi komponen estetika dan anatomi
maloklusi, tetapi DAI tidak memberikan informasi apapun tentang bagaimana
21
maloklusi mempengaruhi citra diri dan kualitas hidup pasien dari segi fungsi
kesejahteraan subjektif dan harian.
Dental Aesthetics Index (DAI), yang diadopsi oleh Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO), mengevaluasi 10 karakteristik oklusal, yaitu overjet, negatif
overjet, kehilangan gigi, diastema, anterior open bite, crowding anterior,
diastema anterior, lebar penyimpangan anterior (mandibula dan maksila) dan
hubungan anterior-posterior.
Dental Aesthetic Index (DAI) adalah suatu indeks ortodonti yang
berasaskan definisi standar sosial yang berguna dalam survey epidemiologi
untuk menemukan kebutuhan perawatan ortodonti di kalangan masyarakat dan
juga sebagai alat screening untuk mendeterminasikan prioritas subsidi terhadap
perawatan ortodonti
Cara Pengukuran Dental Aesthetics Index (DAI)
Dalam DAI ada 10 komponen yang perlu diukur, yaitu:
1. Gigi hilang (Insisif, Kaninus, dan Premolar). Rongak pada gigi
yang hilang tersebut masih terlihat. Perhitungan dimulai dari premolar kedua
kanan sampai premolar kedua kiri. Dalam satu rahang harus ada sepuluh gigi.
Gigi hilang dihitung per gigi, misalnya yang hilang satu gigi, diberi skor 1, yang
hilang 2 gigi diberi skor 2, dan seterusnya. Jika kurang dari sepuluh harus
dicatat sebagai gigi hilang, kecuali jika ruang antar gigi sudah menutup, masih
ada gigi sulung, ada gigi hilang yang sudah diganti dengan protesa
2. Berdesakan pada gigi anterior termasuk gigi yang rotasi dan
gigi yang terletak tidak sesuai lengkung (Gambar 1). Bila tidak ada berdesakan
maka diberi skor 0; bila pada salah satu rahang ada berdesakan diberi skor 1;
bila pada kedua rahang ada berdesakan diberi skor 2
22
3. Ruang antar gigi (rongak) pada gigi anterior. Dilihat dari
kaninus kanan sampai kaninus kiri. Jika tidak ada ruang antar gigi atau setiap
gigi kontak dengan baik diberi skor 0; jika dalam satu rahang ada ruang antar
gigi diberi skor 1; jika pada kedua rahang ada ruang antar gigi diberi skor 2
4. Diastema sentral. Dicatat jika ada diastema sentral pada rahang
atas dan diukur dengan ukuran millimeter kemudian dicatat sesuai jarak yang
ada (mm). Jika tidak ada diastema sentral diberi skor 0
5. Ketidakteraturan terparah pada maksila. Diukur pada salah satu
gigi yang paling tidak teratur (termasuk rotasi) dengan menggunakan jangka
sorong, dengan ukuran millimeter. Jika gigi terletak rapi dan tidak ada
berdesakan atau rotasi diberi skor 0;
6. Ketidakteraturan terparah pada mandibula (Gambar 2). Diukur
pada salah satu gigi yang paling tidak teratur (termasuk rotasi) dengan
menggunakan jangka sorong, dengan ukuran millimeter. Jika gigi terletak rapi
dan tidak ada berdesakan diberi skor 0;
Gambar 2. Pengukuran ketidakteraturan gigi dengan menggunakan jangka sorong
7. Jarak gigit anterior pada maksila (Gambar 3). Pengukuran ini
dilakukan pada posisi oklusi sentries. Yang dicatat hanya pada bagian yang
jarak gigitnya besar (lebih dari normal (> 2mm)). Jika semua gigi insisif bawah
hilang dan terdapat gigitan terbalik, tidak perlu dicatat. Bila jarak gigit normal
diberi skor 0 (Jarak gigit normal= ±2mm);
23
Gambar 3. Jarak gigit anterior pada maksila
8. Jarak gigit anterior pada mandibula (protrusi mandibula)
(Gambar 4). Dicatat jika ada protrusi mandibula yang paling parah, tapi jika ada
gigitan terbalik satu gigi karena gigi tersebut rotasi tidak perlu dicatat;
Gambar 4. Jarak gigit anterior pada mandibula
9. Gigitan terbuka anterior (Gambar 5). Yang dicatat hanya
gigitan terbuka terbesar dalam ukuran millimeter. Jika tidak ada gigitan terbuka
diberi skor 0;
Gambar 5. Gigitan terbuka vertikal anterior
10. Relasi molar anteroposterior dan deviasi terbesar dari normal
baik kanan maupun kiri. Penilaian berdasarkan relasi molar pertama permanen
atas dan bawah. Nilai 0 untuk relasi molar yang normal, nilai 1 jika molar
pertama bawah kanan atau kiri setengah tonjol distal atau mesial dari molar 24
pertama atas dan nilai 2 jika molar pertama bawah kanan atau kiri satu tonjol
penuh atau lebih atau distal dari molar pertama atas (Azman, et al. 2010).
Gambar 6. Relasi molar anteroposterior (Mulyana, 2010)
Skor DAI diciptakan dari jumlah total sepuluh komponen yang telah
dikalikan dengan bobot masing-masing kemudian hasil penilaian ditambahn
dengan konstanta (13) (Azman, et al. 2010).
Tabel 1. Koefisien Regresi (Mulyana, 2010)
25
Hasil skor tiap kasus dikelompokkan sesuai dengan keparahan
maloklusinya. Pengelompokan maloklusi berdasarkan skor DAI:
<25 maloklusi ringan
26-30 maloklusi sedang
31-35 maloklusi parah
>36 maloklusi yang sangat parah (Azman, et al. 2010).
DAI memiliki empat tahapan keparahan maloklusi, yaitu :
Skor ≤ 25 : kebutuhan perawatan tidak ada atau sedikit
Skor 26-30 : perawatan elektif
Skor 31-35 : sangat menginginkan perawatan
Skor > 36 : wajib melakukan perawatan
(Cardoso, et al., 2011).
d. MALALIGMANT INDEX (MAL-I)
Indeks ini diajukan oleh van kirk dan Pannell tahun 1959. Van Kirk dan
Pennell memilih penilaian maloklusi berdasarkan ketidakteraturan letak gigi
karena seringnya ciri maloklusi ini terjadi dan ciri erat hubungannya dengan
ciri-ciri maloklusi yang lain. Ciri maloklusi yang dinilai adalah letak gigi yang
tidak teratur (Malalignment teeth). Kriteria penilaian dengan skor berikut :
Skor 0 = ideal alignment = letak gigi teratur dalam deretan normal
Skor 1 = Minor malalignment = letak gigi tak teratur ringan.
Tipe 1 Rotasi <45 derajat
Tipe 2 Penyimpangan (displacement)< 1,5mm
Skor 2 = Major Malalignment = letak gigi tak teratur berat
Tipe 1 Rotasi >45 derajat
Tipe 2 Penyimpangan >1,5 mm
26
Pada penilaian ini gigi geligi dibagi menjadi 6 segmen yaitu : segmen
depan atas, kanan atas, kiri atas, depan bawah, kanan bawah dan kiri bawah.
Skor tiap segmen didapat dengan menjumlahkan skor tiap gigi, dan skor
Mal I tiap individu didapat dengan menjumlahkan skor tiap segmen. Jadi untuk
32 gigi skor Mal I berkisar antara 0-64. Tetapi dalam praktek hanya sedikit
individu yang skornya 0 dan di atas 18.
Alat ukur yang dipakai adalah penggaris plastik kecil dengan ukuran 1x4
inci, ujung penggaris miring 45 derajat dan di atas ujung lain diberi garis
mendatar dan tegak pada jarak 1,5mm dari tepi penggaris. Penilaian dapat
dilakukan di model gigi atau langsung pada mulut. Metode ini sederhana,
objektif dan praktis untuk program lapangan sangat cocok. Indeks ini tidak
hanya menilai kuantitas maloklusi tetapi juga dapat untuk mengelompokkan
tingkat keparahan maloklusi dalam masyarakat.
Metode ini berbeda dengan pemeriksaan klinik secara rutin yang
dilakukan oleh ahli Orthodontia atau dokter gigi umum lainnya. Metode
penilaian tersebut tidak memerlukan kursi gigi dan alat pemeriksaan gigi yang
lain seperti sonde, pinset atau lampu penerang. Cukup kaca mulut, alat
penggaris plastik kecil dan penerangan alam.
e. THE PEER ASSESMENT RATING INDEX ( PAR INDEX)
The Peer Assesment Rating Index ( Par Index) dikembangkan oleh Richmond Dkk (1992). Digunakan untun membandingkan maloklusi sebelum dan sesudah perawatan dalam melakukan evaluasi standart kualitas hasil perawatan. Indeks PAR menguji reliabilitas.
Cara pengukuran dilakukan dengan dua cara, yaitu menghitung
pengurangan bobot indeks PAR sebelum dan sesudah perawatan dan
menghitung persentase pengurangan bobot indeks PAR sebelum dan sesudah
perawatan. Penilaian antara kasus sebelum dan sesudah perawatan
menggunakan Indeks PAR memiliki komponen, masing-masing komponen
27
memiliki beberapa skor yang dinilai dengan kriteria tertentu berdasarkan
keparahannya.
Dari 11 komponen tabel 1, beberapa komponen individual tidak
dimasukkan dalam bobot indeks PAR karena tidak memiliki nilai yang
bermakna dalam memprediksi keberhasilan perawatan ortodonti. Segmen bukal
(berjarak, berjejal dan impaksi) merupakan salah satu komponen yang
dikeluarkan dari bobot indeks PAR. Salah satu alasan yang mungkin dijelaskan
adalah titik kontak antara gigi bukal sangat bervariasi. Jika perubahan letak
(displacement) gigi parah, akan menghasilkan oklusi crossbite dan skornya
dicatat pada oklusi bukal kanan atau kiri (tidak lagi pada penilaian titik kontak).
Adanya premolar impaksi juga tidak dimasukkan dalam bobot indeks PAR.
Selain karena prevalensinya sangat sedikit, pencabutan premolar juga sering
dilakukan pada kasus yang membutuhkan ruang sehingga tidak memberikan
pengaruh dalam menilai keberhasilan perawatan
Tabel 1 : Komponen-komponen Indeks PAR
No. Komponen
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11
Segmen bukal rahang atas kanan
Segmen anterior rahang atas
Segmen bukal rahang atas kiri
Segmen bukal rahang bawah kanan
Segmen anterior rahang bawah
Segmen bukal rahang bawah kiri
Oklusi bukal kanan
Overjet
Overbite
Garis median
Oklusi bukal kiri
Dari 11 komponen pada tabel diatas, terdapat 5 komponen utama dalam
pemeriksaannya, masing-masing komponen tersebut dinilai dan diberi bobot 28
bedasarkan besaran yang telah ditentukan. Setiap skor komponen
diakumulasikan dan dikalikan bobotnya masing-masing, sehingga menghasilkan
jumlah skor akhir dari 5 komponen utama yang digunakan. Lima komponen
Penilaian skor oklusi bukal. Penilaian skor ini dicatat dalam keadaan oklusi gigi posterior di sisi kiri dan kanan mulai dari gigi kaninus ke molar terakhir dengan cara melihat dalam tiga arah yaitu anterioroposterior, vartikal dan transversal.
29
Tabel 2 : Penilaian Skor Pergeseran Titik Kontak
Skor Kelainan
0.
1.
2.
3.
4.
5.
0-1 mm
1,1-2 mm
2,1-4 mm
4,1-8mm
>8 mm
Gigi impaksi
Tabel 3 : Penilaian Skor Oklusi Bukal
No. Skor Komponen
1.
0
1
2
Antero-Posterior
Interdigitasi baik kelas I,II,III
Kelainan kurang dari setengah unit
Kelainan pada setengah unit (cusp to cusp)
2.
0
1
Vertikal
Tidak ada kelainan
Gigitan terbuka sedikitnya pada dua gigi, dengan jarak >
2 mm
3.
0
1
2
3
4
Transversal
Tidak ada crossbite
Kecenderungan crossbite
Crossbite pada salah satu gigi
Crossbite lebih dari satu gigi
Lebih dari satu gigi scissor bite
30
3. Penilaian skor overjet, bobotnya 6 (Tabel 4)Penilaian skor ini untuk semua gigi insisivus Penilaian dilakukan
dengan menempatkan penggaris indeks PAR sejajar dataran oklusal dan radial dengan lengkung gigi (Gambar 3). Jika terdapat dua insisivus yang crossbite dan memiliki overjet 4 mm, skornya adalah 3 (untuk crossbite) ditambah 1 (untuk overjet 4 mm), sehingga total skornya adalah 4. Tabel penilaian skor overjet dapat dilihat pada tabel 4
Tabel 4 : Penilaian Skor OverjetNo. Skor Komponen
1.
0
1
2
3
4
Overjet
0-3 mm
3,1-5mm
5,1-7mm
7,1-9mm
>9 mm
31
2.
0
1
2
3
4
Cossbite Anterior
Tidak ada kelainan
Satu atau lebih gigi edge to edge
Crossbite pada salah satu gigi
Crossbite lebih dari satu gigi
Crossbite lebih dari dua gigi
4. Penilaian skor overbite, bobotnya 2 (Tabel 5)Penilaian skor ini untuk semua gigi insisivus yang dinilai dari jarak
tumpang tindih dalam arah vertikal gigi insisivus atas terhadap panjang mahkota klinis gigi insisivus bawah dan dinilai berdasarkan besarnya gigitan terbuka. Skor yang dicatat adalah nilai overbite yang terbesar diantara gigi insisivus
Tabel 5 : Penilaian Skor Overbite
No. Skor Komponen
1.
0
1
2
3
4
Gigitan Terbuka
Tidak ada gigitan terbuka
Gigitan terbuka kurang dari atu sama dengan 1 mm
Gigitan terbuka 1,1-2mm
Gigitan terbuka 2,1-3mm
Gigitan terbuka sama dengan atau lebih dari 4mm
2.
0
1
2
3
Overbite
Besarnya penutupan kurang dari atau sama dengan 1/3
tinggi mahkota gigi insisivus bawah
Besarnya penutupan lebih dari 1/3, tetapi kurang dari 2/3
tinggi mahkota gigi insisivus bawah
Besarnya penutupan lebih dari 2/3 tinggi mahkota gigi
insisivus bawah
Besarnya penutupan sama dengan atau lebih tinggi
mahkota gigi insisivus bawah
32
5. Penilaian skor garis median, bobotnya 4 (Tabel 6)
Penilaian skor ini dinilai dari hubungan garis tengah lengkung gigi atas terhadap lengkung gigi bawah. Garis tengah lengkung gigi diwakili oleh garis pertemuan kedua gigi insisivus pertama atas terhadap garis pertemuan kedua gigi insisivus bawah. Jika gigi insisivus bawah sudah dicabut penilain skor garis median tidak dicatat.
Tabel 6. Penilaian Skor Garis Media
Skor Komponen012
Tidak ada pergeseran garis median – ¼ lebar gigi insisivus bawahLebih dari ¼ - ½ lebar gigi insisivus bawah
Lebih dari setengah lebar gigi insisivus bawah
Penilaian Keparahan Maloklusi
Melalui indeks PAR, keparahan maloklusi diukur berdasarkan jumlah
skor akhir yang ditentukan berdasarkan kriteria dibawah ini :
1. Skor 0 kriteria oklusi ideal
33
2. Skor 1-16 kriteria maloklusi ringan
3. Skor 17-32 kriteria maloklusi sedang
4. Skor 33-48 kriteria maloklusi parah
5.Skor >48 kriteria maloklusi sangat parah
Keberhasilan perawatan diukur berdasarkan selisih jumlah skor akhir
antara sebelum perawatan dan sesudah perawatan yang ditentukan menurut
kriteria dibawah ini:
1. Pengurangan persentase skor <30% menunjukkan perawatan
tidak mengalami perbaikan/ lebih buruk.
2. Pengurangan skor <22 dan persentase skor 30% – 70%
menunjukkan perawatan mengalami perubahan.
Pengurangan skor >22 dan persentase skor >70% menunjukkan
perawatan mengalami perubahan sangat banyak.
f. OCCLUSAL INDEX
Pada metode ini ada 9 ciri khas oklusi yang dinilai yaitu : (1) umur gigi,
(2) hubungan gigi molar, (3) tumpang gigit, (4) jarak gigit, (5) gigitan silang
posterior, (6) penyimpangan letak gigi, (7) hubungan garis tengah, (8) gigitan
terbuka posterior, (9) gigi permanen yang absen.
Cara memberi skor/nilai 9 ciri khas maloklusi untuk menentukan OI adalah
sebagai berikut :
1. Umur gigi (dental age)
Dengan mengklasifikasikan oklusi berdasarkan tingkat perkembangan oklusi,
perbedaan umur kronologis, jenis kelamin, dan erupsi dapat diatasi.
a. Umur gigi 0 mulai pada waktu lahir dan berakhir dengan erupsinya
(mahkota klinis sebagian) gigi sulung. Jadi umur gigi ini ditandai dengan
erupsinya gigi sulung.
34
b. Umur gigi I mulai dengan erupsonya gigi sulung yang pertama dan
berakhir bila semua gigi geligi sulung atas dan bawah dalam keadaan
oklusi. Ini ditandai dengan perkembangan gigi geligi sulung.
c. Umur gigi II mulai bila semua gigi geligi sulung dalam keadaan oklusi dan
berakhir dengan erupsinya gigi permanen yang pertama. Umur gigi II ini
ditandai dengan lengkapnya gigi gelegi sulung.
d. Umur gigi III mulai dengan erupsinya gigi pertama permanen dan berakhir
bila semua gigi insisiv sentral dan lateral permanen serta gigi molar
pertama permanen dalam keadaan oklusi. Umur ini ditandai dengan tahap
pertama dari gigi geligi bercampur, yang lebih tepat disebut periode gigi
geligi bercampur tahap awal (early mixed dentition).
e. Umur gigi IV mulai bila semua gigi insisiv sentral dan lateral serta gigi
molar pertama permanen dalam keadaan oklusi dan berakhir dengan
erupsinya gigi caninus permanen atau gigi premolar. Umur gigi ini yang
ditandai dengan periode tidur atau istirahat (dormant periode) saat tidak
ada gigi permanen satu pun yang erupsi, disebut periode gigi bercampur
tahap pertengahan.
f. Umur gigi V mulai dengan erupsinya gigi kaninus permanen atau premolar
dan berakhir apabila semua gigi dalam keadaan oklusi. Umur ini ditandai
dengan tahap akhir dari gigi geligi bercampur dan disebut periode gigi
geligi bercampur tahap akhir.
g. Umur gigi VI mulai bila semua gigi kaninus dan gigi premolar dalam
oklusi. Umur gigi ini ditandai dengan lengkapnya gigi geligi permanen
(gigi molar kedua permanen sudah atau belum erupsi).
2. Hubungan molar atau relasi molar (molar relasion).
Pemberian skor/nilai pada hubungan molar atau relasi molar sebagai berikut :
a. Menentukan cut-off point yaitu pada saat satu tipe relasi molar berakhir
dan yang dimulai.
b. Tidak ada klasifikasi klas I, II, II menurut angle. Tetapi mungkin
klasifikasi angle berasal dari pengukuran ini.
c. Relasi gigi molar sulung kedua dan gigi molar permanen pertama pada
kedua sisi rahang diperhatikan.35
3. Tumpang gigit.
Tumpang gigit diskor sebagai jarak vertical dari tepi insisal gigi insisivus
sentral atas ke tepi insisal gigi insisiv sentral bawah bila dalam keadaan oklusi
sentris. Tumpang gigit diskor positif bila jarak tersebut 1/3 panjang mahkota
Indikator kebutuhan perawatan berdasarkan kriteria tingkat keparahan maloklusi
menunjukan keparaham maloklusi berkisar antara :
a. Skor 0 – 4 : variasi oklusi normal
b. Skor 5 – 9 : maloklusi ringan, tidak perlu perawatan
c. Skor 10-14 : maloklusi ringan, kasus tertentu memerlukan perawatan
d. Skor 15 – 19 : maloklusi berat, memerlukan perawatan
e. Skor = 20 : maloklusi berat, sangat memerlukan perawatan
46
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Indeks maloklusi yang diperlukan adalah penilaian kuantitatif dan objektif
yang dapat memberikan batasan adanya penyimpangan dari oklusi ideal yang
masih dianggap normal, dan dapat memisahkan kasus- kasus abnormal
menurut tingkat keparahan dan kebutuhan masyarakat
Macam-macam indeks maloklusi adalah :
1. Occlusion Feature Index (OFI)
2. Handicapping Labio-lingual Deviation Index (HLD Index)
3. Dental Aesthetic Index (Dai)
4. Malalignment Index (Mal I)
5. Peer Assesment Rating Index (PAR)
6. Occlusal Index (OI)
7. Treatment Priority Index (TPI)
8. Index Of Orthodontic Treatment Need (Iotn)
9. Handicapping Malocclusion Assessment Index (HMA Index)
Manfaat indeks maloklusi dalam perawatan orthodontik antara lain adalah:
- Untuk keperluan klasifikasi maloklusi
- Untuk keperluan epidemiologi
- Mengukur kebutuhan perawatan
- Estetik dento-fasial
- Menentukan keberhasilan
- Menentukan keberhasilan perawatan dan kebutuhan perawatan
47
DAFTAR PUSTAKA
Agusni T. 1998. Index Of Orthodontic Treatment Need (IOTN) Untuk Mengukur Kebutuhan Perawatan Ortodonti Pada Anak Indonesia Di Surabaya. Maj Ked Gigi 1998; 31:119-23
Azman, A.A.M., Sjafei, A., dan Winoto, E.R. 2010. Malocclusion Severity Representation Using Dental Aesthetic Index Among Ethnic Malays in Johor Bahru Malaysia. Orthodontic Dental Journal Vol. 1 No. 1 Januari-Juni 2010; 4-7
Daniel, C., Richmond, S., 2000. The Development of The Index of Complexity Outcome and Need (ICON). British Journal of Orthodontic Society.
Dewanto, Harkati . 1993. Aspek-Aspek Epidemiologi Maloklusi. Gajah Mada University Press: Yogyakarta
Dewi, Oktavia. 2008. Tesis Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Remaja Smu Kota Medan Tahun 2007. USU e-Repository.
Desmar, Deddy. Penggunaan Index Of Orthodontic Treatment Need (IOTN) Sebagai Evaluasi Hasil Perawatan Dengan Peranti Lepasan . Orthodontic Dental Journal vol 2 no. 1 Jan- Juni 2011: 45-48
Jenny, J. dan Cons, N.C. 1996. Establishing Malocclusion Severity Levels On Dental Aesthetic Index (DAI) Scale. Australian Dental Journal; 41 (1): 43.
Mulyana, DH. 2010. The Use Of Index Of Orthodontic Treatment Need And Dental Aesthestic Index. Orthodontic Dental Journal, Vol. 1 No.2
Mundiyah, Moktar. 1998. Dasar – Dasar Ortodonti Perkembangan dan Pertumbuhan Kraniodentofasial. Bagian I Ruang Lingkup Ortodonti. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan. Ikatan Dokter Gigi Indonesia. Persatuan Dokter Gigi Indonesia. p. 3-15.
Proffit, W.R. dan Fields, H.W. 2007. Contemporary Orthodontics.4th Edition. Mosby Inc., St. Louis. h
Rahardjo, Pambudi. 2009. Ortodonti Dasar. Surabaya: Airlangga University Press
Thomson, Hamish. 2007. Oklusi Edisi 2. Jakarta : EGC
48
Zenab, Yuliawati. 2010. Perawatan Maloklusi Kelas 1 Angle Tipe 2. FakultasKedokteran Gigi Universitas Padjajaran Bandung, Indonesia