Page 1
KUALITAS FISIKOKIMIA PUTIH TELUR
FERMENTASI MELALUI PENAMBAHAN
LEVEL SUSU YANG BERBEDA
SKRIPSI
OLEH
AGUS MAULANA
I 111 12 266
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016
brought to you by COREView metadata, citation and similar papers at core.ac.uk
provided by Hasanuddin University Repository
Page 2
ii
KUALITAS FISIKOKIMIA PUTIH TELUR
FERMENTASI MELALUI PENAMBAHAN
LEVEL SUSU YANG BERBEDA
Oleh
AGUS MAULANA
I 111 12 266
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan
Universitas Hasanuddin
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016
Page 3
iii
PERNYATAAN KEASLIAN
1. Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Agus Maulana
NIM : I 111 12 266
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa:
a. Karya skripsi yang saya tulis adalah asli
b. Apabila sebagian atau seluruhnya dari karya skripsi ini, terutama Bab Hasil
dan Pembahasan, tidak asli atau plagiasi maka bersedia dibatalkan dan
dikenakan sanksi akademik yang berlaku.
2. Demikian pernyataan keaslian ini dibuat untuk dapat digunakan seperlunya.
Makassar, Mei 2016
Agus Maulana
Page 4
iv
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Skripsi :
Nama : Agus Maulana
Nomor Induk Mahasiswa : I 111 12 266
Fakultas : Peternakan
Skripsi ini Telah Diperiksa dan Disetujui oleh :
Dr. Nahariah, S.Pt, M.P
Pembimbing Utama
drh.Hj. Farida Nur Yuliati M.Si
Pembimbing Anggota
Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M.Sc
Dekan
Prof. Dr. drh. Hj. Ratmawati Malaka, M.Sc
Ketua Program Studi
Tanggal Lulus : 2016
Kualitas Fisikokimia Putih Telur Fermentasi
Melalui Penambahan Level Susu yang Berbeda
Page 5
v
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT., atas rahmat dan
taufik-Nya sehingga dapat menyelesaikan skripsi pada waktu yang tepat. Penulis
dengan rendah hati mengucapakan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dan membimbing dalam menyelesaikan skripsi ini utamanya kepada :
1. Ibu Dr. Nahariah, S.Pt, M.P sebagai pembimbing utama dan Ibu drh. Hj,
Farida Nur Yuliati, M.Si sebagai pembimbing anggota, atas segala
keikhlasannya meluangkan banyak waktu untuk membimbing, memberi
nasihat dan memotivasi sejak awal penelitian hingga selesainya penulisan
skripsi ini.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Effendi Abustam, M.Sc, Bapak Dr.Ir. Wempie Pakiding,
M.Sc dan Ibu Endah Murphi Ningrum. S.Pt, MP yang telah banyak
memberikan saran dalam penulisan skripsi ini.
3. Bapak Dekan Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M.Sc, Ibu Wakil Dekan I, Ibu
Wakil Dekan II dan Bapak Wakil Dekan III.
4. Ketua Program Studi Peternakan Ibu Prof. Dr. drh. Hj. Ratmawati Malaka,
M.Sc dan Ketua Bagian Teknologi Hasil Ternak Bapak Dr. Muhammad Irfan
Said, S.Pt, M.P.
5. Bapak Ir. Muhammad Zain Mide, MS sebagai Penasehat Akademik yang
telah memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis.
6. Bapak dan Ibu Dosen dan Pegawai Fakultas Peternakan tanpa terkecuali yang
telah membimbing penulis sepanjang proses perkuliahan .
Page 6
vi
7. Ayahanda Muh. Nurdin, SE dan Ibunda Hj. Nurhayati atas segala doa,
dukungan dan kasih sayang yang tiada henti sehingga penulis memiliki
semangat yang tinggi.
8. Saudari Irna Destyawati dan Tri Irianti Buana Tungga dewi yang telah
banyak berbagi kebersamaan.
9. Teman-teman Flock Mentality 2012, terimakasih telah berbagi ilmu
pengetahuan dengan penulis dan terima kasih atas kebersamaannya.
10. Keluarga Kecilku (SOLKARS) Akbar halim, Ibrahim, Ibnu Hadi, Nur
Ichwan, Kurniawan, Setiawan halim, Facrurrozi, Rahmat Burhan, Abdan
Syukur, Arman DB, Asfar syafar, Muhammad Akbar, Rhiza Achmad,
Sulfiman Selle, Wahyu Arianto, Rudiansyah yusuf, Rudinal Adiatma,
Miswar Yakub, Andi Sukma Indah, Kurniati, Ekadara Larasati, Suryanti
ilyas, Nesmawati, Suraeni, Irmayanti, Ayu Angga, Irene, Rahma Ningsih,
Nirwana, Novi Pertiwi dan Kasmita yang senantiasa menemani penulis
dengan canda tawa dan wawasan yang baru.
11. Teman tim penelitian Nurhamdayani, Hasrianti, Yuyu, Kartina, kak Aby dan
kak Jaya, terima kasih atas bantuan dan kerja samanya. Kak Trias Devianti
A.K. yang telah memberikan bantuan dan arahan kepada penulis selama
melaksanakan penelitian.
12. Teman-teman pengurus HIMATEHATE_UH dan SEMA FAPET-UH, Priode
(2009, 2010, 2011, 2012, 2013, 2014 dan 2015), yang telah menjadi wadah
bagi penulis untuk belajar. .
Page 7
vii
13. Kakanda Syamsuddin, S.Pt, Syachroni, S.Pt, Haikal, S.Pt, Andri Teguh
Prabowo, S.Pt, Arham Janwar, S.Pt, Basri, S.Pt, Lukman Hakim,S.Pt, Azmi
Mangalisu, S.Pt, Kiki Rezki Muchlis, S.Pt, Syahriana Sabil, S.Pt, Muh. Fuad
A.W, S.Pt. Aprisal Nur, S.Pt terima kasih atas bimbingan dan motivasi yang
diberikan kepada penulis.
14. Teman-teman KKN Reguler UNHAS Gel. 90, Kecamatan Watang Sidenreng,
Kabupaten Sidrap.
15. Teman-teman KKN Reguler UNHAS Gel. 90, Posko Desa Mojong, Kec.
Watang Sidenreng Selatan, Kab. Sidrap, Muhammad Don viko, Benny
Madaun, Andi Asmaraeni, Atika dan Griffit Onggi terima kasih atas
kerjasamanya.
16. Sahabat-sahabatku Muhammad Assalam Basit, Muhammad Qayyum Hamka,
Muhammad Nurjayadi, Muhammad Facrul Hamka, dan Muhammad Chaidir
yang telah memberikan banyak pengalaman.
17. Semua pihak yang tidak sempat penulis sebutkan, terima kasih atas dukungan
dan kerja samanya.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,
karena itu penulis memohon saran untuk memperbaiki kekurangan tersebut. Saran
dan kritik yang membangun dari pembaca akan membantu kesempurnaan dan
kemajuan ilmu pengetahuan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca. Amin.
Makassar, Mei 2016
Penulis
Page 8
viii
ABSTRAK
AGUS MAULANA (I111 12 266). Kualitas Fisikokimia Putih Telur Fermentasi
melalui Penambahan Level Susu yang berbeda. Dibimbing oleh NAHARIAH dan
FARIDA NUR YULIATI
Fermentasi putih telur dengan penambahan susu merupakan suatu produk
olahan yang baru untuk melihat kinerja kultur starter yang ditanamkan
Penambahan susu pada telur fermentasi berfungsi sebagai sumber energi bagi
mikroorganisme dalam pembuatan telur fermentasi. Tujuan penelitian untuk
mengetahui kualitas fisikokimia putih telur fermentasi dengan penambahan level
susu yang berbeda. Telur ayam ras disterilkan dipisahkan putih dan kuning. Putih
telur ditambahkan dengan kultur starter (Lactobacillus bulgaricus, Lactobacillus
achidopillus, dan Streptococcus thermopillus) ditambahkan level susu sesuai
perlakuan yaitu tanpa penambahan level susu, penambahan susu 2%, 4% dan 6%
kemudian difermentasi. Parameter yang diukur pH, kadar air, warna, dan
kekentalan. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa nilai pH berturut-turut 7.00, 7.02, 7.05 dan 6.76.
Presentase nilai kadar air menunjukkan nilai berturut-turut 84.94, 83.24, 81.05
dan 80.67. Parameter warna menunjukkan hasil warna dari kekuningan menjadi
agak putih dengan nilai berturut-turut 1.67, 2.36 ,2.73 dan 3.00. Hasil uji
kekentalan menunjukkan penurunan dari agak encer menjadi agak kental dengan
nilai berturut-turut 3.81, 3.70, 3.55 dan 3.30. Dapat disimpulkan bahwa
penambahan level susu tidak menurunkan nilai pH pada putih telur fermentasi
tetapi dapat menurunkan presentase nilai kadar air. Penambahan level susu
memberikan perubahan warna dari kekuningan menjadi agak putih dan dapat
meningkatkan kekentalan dari putih telur fermentasi.
Kata kunci :Fisikokimia, Putih Telur, Fermentasi, susu dan kultur starter.
Page 9
ix
ABSTRACT
AGUS MAULANA (I111 12 266). Physicochemical Quality Egg Whites
Fermentation with addition Milk of different levels. Supervised by NAHARIAH
and FARIDA NUR YULIATI
Egg whites fermentation with the addition of milks a new processed
products to see the performance of starter culture was embedded in the eggs
fermented addition milks serve as a source of energy for microorganisms in the
manufacture of fermented eggs. The aim of research to determine the
physicochemical quality of the egg whites fermented with the addition of milks
different levels. Sterilized eggs were separated white and yellow. The egg whites
were added with a starter culture (Lactobacillus bulgaricus, Lactobacillus
achidopillus, and Streptococcus thermopillus) added level of milk according to
treatment that is without the addition of milks level, the addition of milks 2%, 4%
and 6% then fermented. Parameters measured pH, moisture content, color, and
viscosity. This studies uses a completely randomized design (CRD). The results
showed that the pH value in a row 7.00, 7.02, 7.05 and 6.76. The percentage of
water content shows values respectively 84.94, 83.24, 81.05 and 80.67.
Parameters color indicates the color of yellowish become somewhat white with
consecutive values 1.67, 2.36, and 3.00 is 2.73. Viscosity test results showed a
decrease of slightly dilute be somewhat thick with grades respectively 3.81, 3.70,
3.55 and 3.30. It can be concluded that the addition of milks level not lower the
pH value in the egg whites fermentation but can reduce the percentage of water
content. The addition of milks level provides a color change from yellowish
become somewhat white and can increase the thickness of the egg whites
fermentation.
Keywords: Physicochemical, Egg whites, Fermentation, milks and starter culture.
Page 10
x
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI .................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiv
PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Umum Telur ............................................................................. 3
Tinjauan Umum Susu .............................................................................. 10
Kultur Starter ........................................................................................... 12
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat .................................................................................. 17
Materi Penelitian .................................................................................... 17
Metode Penelitian ................................................................................... 17
Analisis Data ........................................................................................... 22
HASIL DAN PEMBAHASAN
Nilai pH ................................................................................................. 23
Kadar Air ................................................................................................. 25
Warna …. ................................................................................................ 27
Kekentalan .............................................................................................. 29
Halaman
Page 11
xi
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ............................................................................................. 31
Saran ................................................................................................. 31
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 32
LAMPIRAN ..................................................................................................... 36
RIWAYAT HIDUP .......................................................................................... 42
Page 12
xii
DAFTAR TABEL
Teks
No. Halaman
1. Komposisi Telur Ayam Tiap 100 g ...................................................... 4
2. Persyaratan Mutu Mikrobiologis Telur ................................................ 10
3. Rata – rata Nilai pH dan Kadar Air Putih Telur Fermentasi Melalui
Penambahan Level Susu yang Berbeda ............................................... 23
4. Rata – rata Nilai Organoleptik Warna dan Kekentalan Putih Telur
Fermentasi Melalui Penambahan Level Susu yang Berbeda ............... 23
Page 13
xiii
DAFTAR GAMBAR
Teks
No. Halaman
1. Potongan Melintang Telur.................................................................... 7
2. Lactobacillus Bulgaricus ..................................................................... 14
3. Lactobacillus Achidopillus ................................................................... 14
4. Streptococcus termophillus .................................................................. 16
5. Diagram Alir Pembuatan Kultur Kerja ................................................ 20
6. Diagram Alir Penelitian ....................................................................... 21
Page 14
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Teks
No. Halaman
1. Tabel ANOVA nilai pH putih telur fermentasi dengan penambahan level
susu yang berbeda ..................................................................................... 36
2. Tabel ANOVA dan uji lanjut LSD nilai kadar air putih telur fermentasi
dengan penambahan level susu yang berbeda ............................................ 37
3. Tabel ANOVA dan uji lanjut LSD uji warna pada putih telur fermentasi
dengan penambahan level susu yang berbeda ............................................ 38
4. Tabel ANOVA uji kekentalan putih telur fermentasi dengan penambahan
level susu yang berbeda ............................................................................. 39
5. Dokumentasi kegiatan ................................................................................ 40
Page 15
1
PENDAHULUAN
Telur adalah salah satu bahan makanan hewani yang dikonsumsi selain
daging, ikan dan susu. Telur merupakan bahan pangan yang mempunyai banyak
keunggulan antara lain, sebagai sumber protein, kandungan asam amino yang
lengkap mempunyai citarasa yang enak dan harganya murah sehingga digemari
oleh banyak orang.
Telur berfungsi sebagai bahan pangan pada aneka ragam pengolahan
bahan makanan. Namun telur tidak dapat bertahan lama dan akan mengalami
penurunan mutu yang akhirnya dapat menyebabkan kerusakan pada telur.
Penurunan mutu ini tidak dapat dicegah namun dapat diperlambat dengan
berbagai perlakuan salah satunya dengan membuat telur fermentasi.
Telur fermentasi merupakan telur yang telah mengalami rekontruksi atau
perubahan pada bagian tertentu. Proses fermentasi telur biasanya dilakukan pada
putih telur (albumin) dan kuning telur (yolk). Proses fermentasi telur dapat
dilakukan dengan mengkombinasikan telur dengan produk peternakan lainnya
seperti susu sehingga nantinya diperoleh suatu produk olahan yang inovatif dan
memiliki nilai fungsional yang tinggi dari hasil fermentasi tersebut.
Fermentasi putih telur dengan penambahan susu merupakan suatu produk
olahan yang baru. Fermentasi putih telur bertujuan untuk melihat kinerja kultur
starter yang ditanamkan pada media telur.Telur memiliki sedikit kandungan
glukosa, penambahan susu pada telur fermentasi berfungsi sebagai sumber energi
bagi mikroorganisme yang digunakan dalam pembuatan telur fermentasi,
penambahan tiga jenis mikroorganisme Lactobacillus bulgaricus, Lactobacillus
Page 16
2
achidopillus, dan Streptococcus thermopillus diharapkan dapat meningkatkan
kualitas fisikokimia putih telur seperti pH, kadar air, warna, dan kekentalan.
Namun penelitian mengenai fermentasi telur dengan penambahan level susu
masih terbatas. Hal inilah yang melatarbelakangi dilakukannya penelitian
mengenai kualitas fisikokimia (pH, kekentalan, kadar air dan warna) telur
fermentasi dengan penambahan level susu yang berbeda.
Telur biasanya hanya dijadikan bahan tambahan untuk pembuatan kue
ataupun makanan lainnya, karena itu diperlukan inovasi baru untuk meningkatkan
kualitas dari telur yang ada sehingga dapat meningkatkan nilai telur. Salah
satunya dengan membuat telur fermentasi, untuk membuat telur fermentasi
diperlukan mikroorganisme atau kultur strter. Namun, telur memiliki sedikit
kandungan glukosa sehingga akanmempengaruhi proses fermentasi. Glukosa
berperan sebagai sumber energi dari kultur starter yang digunakan, oleh karena itu
diperlukan penambahan susu untuk menunjang kebutuhan energi dari kultur
starter. Kultur starter yang digunakan berasal dari bakteri yoghurt sehingga dalam
proses fermentasi kultur starter dapat tumbuh dengan baik.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas fisikokimia
(pH, kekentalan, kadar air dan warna) putih telur fermentasi dengan penambahan
level susu yang berbeda.Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai sumber
informasi mengenaikualitas fisikokimia (putih telur fermentasi dengan
penambahan level susu yang berbeda.
Page 17
3
TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Umum Telur
Menurut Sudaryani (2003), telur merupakan produk peternakan yang
memberikan sumbangan terbesar bagi tercapainya kecukupan gizi masyarakat.
Sebutir telur didapatkan gizi yang cukup sempurna karena mengandung zat gizi
yang sangat baik dan mudah dicerna. Oleh karenanya telur merupakan bahan
pangan yang sangat baik untuk anak – anak yang sedang tumbuh dan memerlukan
protein dan mineral dalam jumlah banyak dan juga dianjurkan diberikan kepada
orang yang sedang sakit untuk mempercepat proses kesembuhannya.
Telur dapat disiapkan dalam berbagai bentuk olahan, karena telur
harganya relatif murah jika dibandingkan dengan sumber protein hewani lainnya.
Bagi anak-anak, remaja maupun orang dewasa, telur merupakan makanan ideal,
sangat mudah diperoleh dan selalu tersedia setiap saat. Ketersediaan telur yang
selalu ada dan mudah diperoleh ini, harus diimbangi dengan pengetahuan
masyarakat tentang penanganan telur, dan kewajiban untuk menjaga kualitasnya
sehingga mempunyai rasa aman dalam mengkonsumsi telur (Yuniati, 2000).
Pengetahuan masyarakat tentang penanganan telur di tingkat rumah tangga
belum banyak di ketahui dan dibahas. Penanganan telur harus dikerjakan segera
setelah telur dibeli dipeternak, pasar ataupun dibeli dari warung-warung,
penanganan telur bertujuan untuk memperlambat penurunan kualitas atau
kerusakan telur (Rachmawan, 2001).
Telur merupakan salah satu bahan pangan yang paling lengkap gizinya.
Selain itu, bahan pangan ini juga bersifat serba guna karena dapat dimanfaatkan
Page 18
4
untuk berbagai keperluan. Komposisinya terdiri dari 11% kulit telur, 58% putih
telur, dan 31% kuning telur. Kandungan gizi terdiri dari protein 6,3 gram,
karbohidrat 0,6 gram, lemak 5 gram, vitamin dan mineral di dalam 50 gram telur
(Sudaryani, 2003).
Komponen utama telur terdiri atas air, protein, lemak, karbohidrat,
vitamin, dan mineral. Komposisi telur ayam ras disajikan pada Tabel 1 :
Tabel 1.Komposisi Telur Ayam Tiap 100 g
Sumber : Winarno (2002).
Fungsi telur secara umummenurut Sudaryani (2003), fungsi – fungsi
tersebut adalah :
1. Telur merupakan sumber gizi yang sangat baik. Satu butir
telurmengandung sekitar 6 gram protein, sejumlah vitamin (A, B, D,
K),kolin, selenium, yodium, fosfor, besi, dan seng.
2. Kolin pada telur diperlukan untuk kesehatan membran sel di seluruhtubuh
dan membantu tubuh menjaga kadar homocysteine di
tingkatnormal.(Homocysteine adalah asam amino yang berkaitan dengan
resikopenyakit jantung).
3. Baik untuk fungsi mental dan memori.
4. Selenium sebagai mineral untuk mempertahankan kekebalan tubuh
danmerupakan antioksidan kuat.
Komponen Putih Telur Kuning Telur Telur utuh
Air (g) 88,57 48,50 73,70
Protein (g) 10,30 16,15 13,00
Lemak (g) 0,03 34,65 11,50
Karbohidrat (g) 0,65 0,60 0,65 Abu (g) 0,55 1,10 0,90
Page 19
5
5. Memiliki vitamin B (folat dan fiboflavin) yang penting bagi tubuhuntuk
mengubah makanan jadi energi dan penting untuk mencegahcacat lahir.
6. Memiliki vitamin A untuk pengelihatan,pertumbuhan sel, dan kulityang
sehat.
7. Memiliki vitamin E sebagai antioksidan yang bekerjasama denganvitamin
C danseleniumuntuk mencegah kerusakan tubuh dari radikalbebas.
8. Telur dapat mengentalkan darah yang bertujuan untuk menurunkanresiko
serangan jantung dan stroke.
Menurut Sudaryani (2003) telur memiliki beberapa komponen didalamnya
yaitu:
1. Putih telur
Nama lain dari putih telur adalah albumen telur. Putih telur terdiri
sepenuhnya oleh protein dan air. Dibandingkan dengan telur kuning, telur putih
memiliki rasa (flavor) dan warna yang sangat rendah.
2. Kuning telur (Yolk)
Kuning telur (Yolk) sekitar setengahnya mengandung uap basah (moisture)
dan setengahnya adalah kuning padat (yolk solid). Semakin bertambah umurnya
telur, kuning telur akan mengambil uap basah dari putih telur yang mengakibatkan
kuning telur semakin menipis dan menjadi rata ketika telur dipecahkan ke
permukaan yang rata.
3. Kulit telur (Shell)
Page 20
6
Kulit telur memiliki berat sekitar 11% dari jumlah total berat telur.
Meskipun terlihat keras dan benar – benar menutupi isi telur, kulit telur itu
sebenarnya berpori (porous). Dengan kata lain, bau dapat menebus kulit telur dan
uap basah (moisture) dan gas (terutama karbon dioksida) dapat keluar. Warna
kulit telur terdiri dari warna cokelat atau putih, tergantung dari perkembang
biakan dari ayam. Ayam dengan bulu putih dan cuping putih menghasilkan telur
dengan kulit putih, tetapi ayam dengan bulu berwarna merah dan cuping merah
menghasilkan telur dengan kulit cokelat.Warna dari kulit telur tidak memiliki
pengaruh kepada kepada rasa, nutrisi, dan kegunaan dari telur tersebut.
4. Rongga udara (Air Cell)
Telur memiliki dua selaput pelindung diantara kulit telur dan putih telur.
Sesudah telur diletakkan, rongga udara terbentuk diantara selaput telur. Semakin
telur bertambah tua, kehilangan uap basah (moisture), dan menyusut maka rongga
udara akan semakin membesar yang mengakibatkan telur yang sudah lama akan
melayang apabila diletakkan ke dalam air. Selengkapnya akan dijelaskan di
bagian tanda – tanda kerusakan telur.
5. Chalazae
Chalazae adalah tali dari putih telur yang mempertahankan kuning telur
agar tetap ditengah – tengah telur.
Telur terdiri atas 3 komponen pokok, yaitu kulit telur atau cangkang, putih
telur atau albumin, dan kuning telur.
Bagian - bagian telur secara rinci disajikan pada Gambar 1.
Page 21
7
Gambar 1. Potongan melintang telur (Suprapti, 2002).
Keterangan gambar :
1. Kulit luar (shell) dengan lapisan tipis di bagian luar (mucus).
2. Selaput tipis yang menempel pada shell selaput tipis lain yang melekat
pada putih telur (membrane).
3. Lapisan putih telur (egg white) pada 2 tempat, dekat dengan kulit (3a) dan
yang dekat dengan kuning telur (3b) kondisinya lebih encer.
4. Lapisan putih telur kental (diapit 2 lapisan putih telur encer).
5. Kuning telur (yolk).
6. Titik benih (lembaga) atau germ spot.
7. Tali pengikat kulit telur (chalazeae).
8. Rongga udara (air space).
9. Lapisan luar kuning telur (vitellin).
Menurut Suprapti (2002) yang menyatakan bahwa secara umum telur
terbagi atas tiga komponen pokok, yaitu kulit telur atau cangkang (11% dari bobot
tubuh), putih telur (57% dari bobot tubuh) dan kuning telur (32% dari bobot
tubuh).
Menurut Sudaryani (2003), kualitas telur secara keseluruhan ditentukan
oleh kualitas isi dan kulit telur. Oleh karena itu, penentuan kualitas telur dilakukan
Page 22
8
pada kedua bagian telur tersebut. Kualitas telur sebelumnya keluar dari organ
reproduksi ayam dipengaruhi faktor: strain, family, dan individu; pakan, penyakit,
umur, dan suhu lingkungan. Kualitas telur sesudahkeluar dari organ reproduksi
dipengaruhi oleh penanganan telur dan penyimpanan (lama, suhu, dan bau
penyimpanan).
Kebanyakan telur di Indonesia diperdagangkan tanpa pengolahan terlebih
dahulu. Kesulitan dalam pengolahan telur diantaranya karena sifat – sifatnya,
antara lain (Hadiwiyoto, 1983) :
a. Kulit telur sangat mudah pecah, retak, dan tidak dapat menahan tekanan
mekanis yang besar, sehingga telur tidak dapat diperlakukan secara kasar pada
suatu wadah.
b. Telur tidak mempunyai bentuk ukuran yang sama besar, sehingga bentuk
elipnya memberikan masalah untuk penanganan secara mekanis dalam suatu
sistem yang kontinyu.
c. Kelembaban udara relatif dan suhu dapat mempengaruhi mutunya terutama
kuning telur dan putih telurnya yang menyebabkan perubahan– perubahan secara
kimiawi dan bakteriologis.
d. Mutu isi yang baik, namun penampakan luar berpengaruh pada penjualan telur,
terutama mempengaruhi harga.
Kandungan anti mikroba yang terdapat pada putih telur (AnonimC, 2016) :
1. lysozim
2. ovinhibitor
3. ovomukoid
Page 23
9
4. ovotransferrin,
5. ovoflavoprotein dan
6. avidin
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas telur ayam, diantaranya
perbedaan kelas, strain, famili, kandungan zat gizi pakan, penyakit, umur dan
suhu lingkungan Sudaryani(2003). Telur dapat mengalami kerusakan, baik
kerusakan fisik maupun kerusakan yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroba.
Mikroba dapat masuk ke dalam telur melalui pori-pori yang terdapat pada kulit
telur, baik melalui air, udara, maupun kotoran ayam. Telur harus mendapatkan
cara pengawetan dan penyimpanan yang baik agar kualitas telur tetap terjaga
(Haryoto, 1993; Jawet et al., 1996).
Jumlah mikroba dalam telur makin meningkat sejalan dengan lamanya
penyimpanan. Mikroba ini akan mendegradasi atau menghancurkan senyawa–
senyawa yang ada di dalam telur menjadi senyawaberbau khas yang mencirikan
kerusakan telur (Winarno, 2002).Persyaratan mutu mikrobiologis telur disajikan
pada Tabel 2 berikut :
Tabel 2. Persyaratan Mutu Mikrobiologis Telur
No. Jenis Cemaran Mikroba Satuan Batas Maksimum Cemaran
Mikroba ( BMCM )
1. Total Plate Count ( TPC ) CFU/g 1 x 105
2. Coliform CFU/g 1 x 102
3. Escherichia coli
MPN/g 5 x 101
4 Salmonella sp
Per 25g Negatif
Sumber : BSN (2008).
Page 24
10
Cara mempertahankan mutu telur yaitu dengan mencegah penguapan air
dan terlepasnya gas – gas lain dari dalam isi telur, serta mencegah masuk dan
tumbuhnya mikroba di dalam telur selama mungkin. Hal tersebut dapat dilakukan
dengan cara menutup pori – pori kulit telur atau mengatur kelembaban dan
kecepatan aliran udara dalam ruangan penyimpanan (Winarno, 2002).
Tinjauan Umum Susu
Susu didefinisikan sebagai suatu hasil sekresi yang komposisinya sangat
berbeda dari komposisi darah yang merupakan asal susu.Susu Sebagai bahan
pangan dapat digunakan baik dalam bentuk aslinya sebagai satu kesatuan, maupun
dari bagian-bagiannya (Muchtadi dan Sugiono, 1989). Susu merupakan bahan
pangan yang hampir sempurna ditinjau dari segi gizi dan merupakan satu-satunya
sumber makanan alami bagi binatang menyusui yang baru lahir.
Komposisi susu sangat bergantung dari beberapa faktor, yaitu jenis ternak,
waktu pemerahan, musim, umur ternak, dan makanan ternak. Selain itu,
komposisi susu sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor luar seperti penambahan air
atau bahan lain, kegiatan bakteri, dan pengadukan dalam pengambilan contoh
(Buckle et al., 1985).
Semua susu umumnya memiliki komposisi kimia yang sama seperti air,
lemak, susu, protein (kasein dan albumin), laktosa (gula susu), dan abu.
Komposisi ini sangat berbeda dengan komposisi darah yang merupakan asal susu.
Komposisi susu selain air dikenal sebagai “total padatan” dan total padatan tanpa
lemak disebut “padatan lemak”. Komposisi susu adalah air 82-90 %, lemak 2,5-
Page 25
11
8,0 %, kasein 2,3-4,0 %, albumin 0,4-1 %, gula 3,5-6,0 % dan abu 0,5-0,9 %
(Rahman et al.,1992).
Susu fermentasi didefinisikan sebagai hasil fermentasi susu segar atau
susu skim atau susu konsentrat yang telah dipasteurisasi maupun disterilisasi
dengan menggunakan kultur mikroba tertentu dimana mikroba tersebut
dipertahankan hidup sampai pada saat dijual ke konsumen dan diharapkan hidup
sampai pada saat dijual ke konsumen dan diharapkan tidak mengandung mikroba
patogen (Rahman et al.,1992).
Dasar fermentasi susu adalah komponen gula dalam susu, terutama laktosa
menjadi asam laktat dan asam-asam lain. Asam laktat yang dihasilkan dapat
memperbaiki flavor dan menurunkan derajat keasaman susu sehingga hanya
sedikit mikroba yang dapat bertahan hidup. Fermentasi susu dapat menghambat
pertumbuhan mikroba patogen dan mikroba perusak susu sehingga masa simpan
susu dapat diperpanjang (Oberman, 1985).
Seiring dengan berkembangnya teknologi, produk hasil fermentasi susu
telah semakin berkembang dan sebagaimana diketahui banyak variasi dari produk
tersebut. Sebagai contoh yoghurt mempunyai banyak variasi misalnya aroma,
diberi ekstrak buah-buahan, dikeringkan, dibekukan dan sebagainya. Selain itu,
saat ini juga banyak dikembangkan susu fermentasi yang menggunakan isolat-
isolat mikroba yang diisolasi dari pangan-pangan tradisonal (Tzanetaki dan
Tzanetakis, 1999).
Fermentasi adalah proses secara aerob maupun anaerob yang
menghasilkan berbagai produk dengan melibatkan aktivitas mikroba terkontrol
Page 26
12
(Darwis dan Sukara, 1989). Proses fermentasi akan mengubah laktosa menjadi
glukosa dan galaktosa oleh aktivitas kultur starter sehingga akan mengurangi
gangguan pencernaan bila mengkonsumsinya (Afriani, 2010).
Kultur Starter
Kultur starter merupakan bagian yang penting dalam pembuatan produk
fermentasi. Mutu kultur starter yang digunakan akan mempengaruhi flavor serta
tekstur produk yang dihasilkan (Helfrich dan Westhoff, 1980).
Atribut utama susu fermentasi yang sudah cukup dikenal adalah
manfaatnya bagi kesehatan dan kaya nutrisi. Kultur starter dalam suatu produk
susu fermentasi dianggap memegang peranan untuk mencapai kualitas tersebut.
Keterlibatan bakteri asam laktat dalam suatu proses fermentasi tidak hanya
membantu memperpanjang masa simpan produk pangan, namun juga
memperbaiki sifat-sifat sensori terutama flavor dari bahan pangan yang
difermentasi dan ikut dalam kegiatan meningkatkan kesehatan tubuh (Selamat,
1992).Menurut Helferich dan Westhoff (1980), yoghurt dengan kultur starter
campuran beberapa bakteri asam laktat akan menghasilkan nilai organoleptik yang
lebih baik daripada yoghurt dengan kultur tunggal.
Lactobacillus bulgaricus adalah bakteri berbentuk batang, berantai, tidak
berspora, tidak berflagel, Gram positif, bergranulasi dengan pewarnaan methylen
blue, bersifat homofermentatif yaitu produk akhir dari metabolisme karbohidrat
adalah asam laktat, mikroaerofilik, tidak mencerna kasein, tidak memproduksi
indol dan H2S, tidak memproduksi enzim katalase, kadang-kadang memproduksi
pigmen kuning sampai orange dan tidak patogen (Sneath et al., 1986). Dengan
Page 27
13
menggunakan elektron mikroskop, dinding sel Lactobacillus mengandung
peptidoglikan, juga mengandung polisakarida yang melekat pada peptidoglikan
dengan ikatan fosfodiester. Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus strain
pembentuk lendir (slime) umumnya ditemukan pada susu asam. Komposisi asam
amino bakteri dari genus Lactobacillus terdiri dari lisin, aspartat, glutamat dan
alanin, kecuali pada L. plantarum tidak mengandung aspartat dan lisin tetapi
digantikan oleh asam diaminopimelat (Williams, 1982).
Nutrisi yang dibutuhkan oleh Lactobacillus adalah asam amino, peptida,
derivat asam nukleat, vitamin, garam, asam lemak atau ester asam lemak dan
karbohidrat yang terfermentasi. Kondisi optimum pertumbuhan L. bulgaricus
adalah antara 30 – 40oC, dengan pH optimal antara 5,5 – 6,2 tetapi tumbuh pada
pH 5 atau kurang, dan laju pertumbuhan berkurang pada pH netral atau alkali
(Sneath et al, 1986).
Lactobacillus bulgaricus salah satu dari beberapa bakteri yang digunakan
untuk memproduksi yoghurt. Pertama diidentifikasi tahun 1905 oleh doktor asal
Bulgarian bernama Stamen Grogorov. Secara morfologis L.bulgaricus termasuk
Gram positif, bakteri ini merupakan bakteri tak bergerak dan tidak berbentuk.
Bakteri ini mempunyai kebutuhan nutrisi yang komplek, termasuk di dalamnya
ketersediaan untuk memfermentasi beberapa jenis gula termasuk laktosa. Bakteri
ini juga merupakan bakteri tahan asam, yang tahan terhadap pH rendah (sekitar
5,4-4,6) agar tumbuh efektif (Balows dan Trupen, 1991).
Page 28
14
Morfologi Lactobacillus bulgaricus dan Lactobacillus achidopillus
disajikan pada Gambar 2 dan 3.
Sumber :Anonim, 2015. Sumber : AnonimA, 2016.
Gambar 2. Lactobacillus bulgaricus Gambar 3. Lactobacillus acidophilus
Lactobacillus acidophilus adalah salah satu dari delapan genera umum dari
bakteri asam laktat. Tiap genus dan spesiesnya mempunyai karakteristik yang
berbeda. Namun, secara umum mereka merupakan bakteri gram positif berbentuk
kokus atau batang, bersifat non motil, dan nonspora yang memproduksi asam
laktat sebagai produk utama dari metabolisme fermentasi dan menggunakan
laktosa sebagai sumber karbon utama dalam memproduksi energi.
Lactobacillus acidophilus adalah spesies dalam genus Lactobacillus. L.
acidophilus merupakan spesies bersifat homofermentatif, fermentasi gula menjadi
asam laktat, dan tumbuh dengan mudah pada pH agak rendah (di bawah pH 5.0)
dan memiliki suhu pertumbuhan optimum sekitar 37 ° C (99 ° F) L. acidophilus.
terjadi secara alami dalam saluran pencernaan manusia dan hewan dan mulut. L.
acidophilus dapat tumbuh baik dengan oksigen ataupun tanpa oksigen, dan bakteri
ini dapat hidup pada lingkungan yang sangat asam sekalipun, seperti pada pH 4-5
atau dibawahnya dan bakteri ini merupakan bakteri homofermentatif yaitu bakteri
Page 29
15
yang memproduksi asam laktat sebagai satu-satunya produk akhir. Bakteri ini
merupakan bakteri Lactobacillus yang dikenal sangat baik, umumnya bakteri ini
ditemukan di dalam gastro intestinal manusia, hewan, mulut, dan vagina(Buckle et
al. 1978).
Lactobacillus acidophilus adalah jenis bakteri yogurt yang bermanfaat
untuk pencernaan, mencegah perut kembung, bau mulut, memperbaiki kerusakan
pada saluran pencernaan yang disebabkan oleh antibiotik, serta menjaga kesehatan
dan kebersihan usus. L. acidophilus juga digunakan untuk memproduksi susu
acidophilus manis, yang diresepkan untuk pasien intoleransi laktosa (orang yang
tidak dapat mengkonsumsi laktosa) bakteri ini juga bisa ditambahkan ke dalam
susu untuk mengurangi tingkat pH.
Lactobacillus acidophilus membantu pencernaan laktosa susu,
merangsang respon kekebalan tubuh terhadap mikroorganisme yang tidak
diinginkan dan membantu mengendalikan kadar kolesterol darah. Banyak
publikasi yang menunjukkan bahwa L. acidophilus menghasilkan zat seperti
lactocidine atau acidophiline yang meningkatkan stamina dan kekebalan(Buckle
et al. 1978).
Streptococcus thermophilus bersifat homofermentatif, termofilik,
perkembangbiakan dan produksi asam lebih cepat dibanding Lactobacillus, dan
menghasilkan antimikroba termofilin (Tamine dan Robinson, 2000).Streptococcus
thermophilus dapat mengubah lebih dari 85% laktosa menjadi asam laktat.
Glukosa, fruktosa, dan maltµosa dapat difermentasi, tetapi fermentasi galaktosa,
Page 30
16
maltosa dan sukrosa hanya dapat dilakukan oleh strain tertentu (Robinson, 1999).
Morfologi Streptococcus thermophilusdisajikan pada gambar berikut:
Sumber : AnonimB, 2016.
Gambar 4. Streptococcus thermophilus
Karakteristik dari Streptococcus thermophilus adalah anaerobik fakultatif
berbentuk bulat dengan diameter 0,7-0,9 µm, Gram positif, suhu optimum
pertumbuhan 37 0C dan menyukai suasana mendekati netral dengan pH optimum
untuk pertumbuhannya adalah 6,5 (Helferich dan Westhoff, 1980).
Page 31
17
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari - Februari 2016, bertempat
di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak dan Laboratorium Terpadu Fakultas
Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.
Materi Penelitian
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tabung sampel,
tabung reaksi, mixer, micropipet, tip, spoit, timbangan analitik, gelas ukur, pH
meter, rak tabung, rak telur,auto-clave, cawan petri, gelas plastik, dan PCR Hood.
Bahan yang digunakan adalah telur ayam yang berumur 0 hari yang
diperoleh dari Laboratorium Ilmu Ternak Unggas Fakultas Peternakan
Univerisitas Hasanuddin Makassar sebanyak 80 butir, kultur starter campuran
(Lactobacillus achidopilus, Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus
thermopilus),susu full cream, formalin, KMnO4, clorin, dan alcohol 70%.
Metode Penelitian
A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilakukan secara eksperimental dengan menggunakan
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan empat perlakuan dan empat kali
ulangan. Tiap perlakuan menggunakan100 ml putih telur,perlakuan tersebut :
F0 = Tanpa penambahan susu
F1 = Penambahan level susu 2%
F2 = Penambahan level susu 4%
F3 = Penambahan level susu 6%
Page 32
18
B. Prosedur Penelitian
Propagasi Kultur
Pembuatan kultur starter dimulai dengan pengenceran kultur induk,
pertama kultur induk disiapkanselanjutnya dimasukkan sebanyak 20g kedalam
botol yang berisi susu cair sebanyak 300 ml kemudian dihomogenisasikan setelah
itu dilakukan fermentasi pada suhu 37○ C selama 24 jam. Selanjutnya diambil 100
ml biakan induk.Setelah itu dimasukkan ke dalam botol plastik yang telah berisi
susu cair sebanyak 200 ml selanjutnya dihomogenisasikan kemudian dilakukan
fermentasi pada suhu 37○ C selama 24 jam.
Preparasi Sampel.
Pertama sterilisasi alat dengan menggunakan auto-clave selanjutnya
sterilisasi bahan dengan memfumigasi telur ayam ras yang berumur 0
harimenggunakan campuran formalin dan KMnO4 selama 5 menit selanjutnya
dibersihkan dengan menggunakan air panas suhu 70○ C kemudian dibersihkan
dengan larutan clorin dan dibilas dengan menggunakan alkohol 70%. Telur ayam
dipecahkan selanjutnya dipisahkan antara putih telur dan kuning telur, kemudian
putih telur sebanyak 100 ml dihomogenisasikan dengan menggunakan mixer.
Putih telur yang telah dihomogenkan kemudian ditambahkan 10mlkultur starter
dan ditambahkan level susu sesuai denganperlakuan yang digunakan, setelah itu
sampel difermentasi pada suhu 37○ C selama 24 jam.
C. Parameter yang Diukur
Pengukuran pH (Apriyantono et al., 1989).pH meter dinyalakan dan
dinetralkan selama 15 - 30 menit dan distandarisasi dengan larutan buffer pH 4
Page 33
19
dan pH 7. Elektroda pH meter kemudian dibilas dengan akuades lalu dikeringkan
dengan kertas tissu. Sampel dapat diukur setelah pH meter dikalibrasi. pH meter
dicelupkan pada sampel lalu dibiarkan sampai angka pH meter stabil. Nilai yang
tertera pada layar monitor pH meter diamati. Setelah dilakukan pengukuran, pH
meter kemudian dibilas dengan akuades dan dikeringkan dengan tissu.
Analisa Kadar Air (AOAC, 2003). Kadar air ditentukan dengan
mengeringkan sampel sebanyak 20 ml ke dalam oven pada suhu 1020C kemudian
didinginkan di dalam desikator dan ditimbang. Pengeringan dilakukan selama 24
jam.
Kadar air dihitung dengan rumus:
% 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑖𝑟 =𝑾𝟏−𝑾𝟐
𝑾𝟏 × 𝟏𝟎𝟎 %
Keterangan : W1 = Berat awal sampel
W2 = Berat sampel setelah dikeringkan.
Warna. Uji warna ditentukan dengan menggunakan uji organoleptik yang
menggunakan indera penglihatan dari 10panelis.
Warna telur fermentasi
1 2 3 4 5
Kekentalan. Uji kekentalan ditentukan dengan menggunakan uji organoleptik
yang menggunakan indera penglihatan dan peraba dari 10 panelis.
Kekentalan telur fermentasi
1 2 3 4 5
Warna :
1. Kekuningan
2. Putih kekuningan
3. Agak putih
4. Putih
5. Sangat putih
Warna :
1. Sangat Kental
2. Kental
3. Agak Kental
4. Agak Encer
5. Encer
Page 34
20
Kultur induk 20 g
Dimasukkan susu cair 300 ml
Dihomogenisasi
Fermentasi pada suhu 370 C selama 24 jam
100 ml kultur induk
Dimasukkan susu cair sebanyak 200 ml
Dihomogenisasi
Fermentasi pada suhu 370
C selama 24 jam
Tahap 1. Pembuatan Kultur Starter
Gambar 5. Diagram Alir Pembuatan KulturStarter.
Kultur induk
Kultur Starter
Page 35
21
Tahap 2. Pembuatan Putih Telur Fermentasi Telur dengan Penambahan Level
Susu yang Berbeda.
Gambar 6.Diagram Alir Penelitian.
Telur ayam umur 0 hari
Proses Sterilisasi
Pemisahan putih dan kuning telur
Putih telur 100 ml dihomogenkan dengan mixer
Penambahan kultur starter
Penambahan susu full cream dangan level 2,4,6%
Fermentasi pada suhu 370 C selama 24 jam
Pengujian
Fumigasi menggunakan KMnO4
dan formalin selama 5menit
Direndam air panas dengan
suhu 70 0 C selama 3 menit
Dibersihkan dengan
menggunakan larutan Clorin
Disemprot alkohol 70%
pH Warna Kekentalan Kadar air
Page 36
22
Analisis Data
Data yang diperoleh pada penelitian ini diolah dengan Analisis Ragam
berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (RAL) (Gaspersz, 1991) dengan empat
perlakuan dan empat kali ulangan. Model statistik yang digunakan adalah sebagai
berikut :
Yij = μ + τi + εij
i = 1, 2, 3,4 …i = perlakuan
j = 1, 2, 3,4 …j = ulangan
Keterangan :
Yij = Variabel respon pengamatan
μ = Nilai rata – rata hasil pengamatan
τi = Pengaruh penambahan level susu ke-i
εij = Pengaruh galat percobaan dari penambahan level susu ke-i dan ulangan ke-j
Apabila perlakuan menunjukkan pengaruh yang nyata, maka akan dilanjutkan
dengan uji Least Significant different (LSD) (Gaspersz, 1991
Page 37
23
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kualitas fisikokimia telur fermentasi dengan penambahan level susu yang
berbeda disajikan pada Tabel 3 berikut :
Tabel 3. Rata – rata Nilai pH dan Kadar PutihTelur Fermentasi
DenganPenambahanLevelSusu Yang Berbeda.
Level susu PARAMETER
pH Kadar Air (%)
Tanpa penambahan susu 7,00 ±0,05 84,94 ±1,23b
Penambahan 2% susu 7,02 ±0,16 83,24 ±0,99b
Penambahan 4% susu 7,05 ±0,11 81,05 ±0,69a
80,67 ±1,84a Penambahan 6% susu 6,76 ±0,32
Rata-rata 6,96 ±0,21 82,48 ±2,11 Keterangan : superskripabcyang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata
(P<0.05).
Nilai pH
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan level susu tidak
memberikan pengaruh nyata (P>0,05) terhadap nilai pH putih telur fermentasi pada
semuaperlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan level susu2, 4 dan 6%
tidak memberikan kontribusi terhadap peubahan nilai pH putih telur fermentasi.
Data hasil penelitian pada Tabel 3 menunjukkan bahwa pemberian level
susutidak memberikan kontribusi terhadap nilai pH putih telur fermentasi. Hal ini
diduga terjadi karenastarter bakteri yang digunakan pertumbuhannya belum efektif
sehingga penurunan nilai pH tidak terjadi secara signifikat hal ini terjadi karena
waktu fermentasi yang dilakukan hanya sebentar. Starter bakteri yang digunakan
memerlukan waktu untuk beradaptasi dengan lingkungan baru yang diberikan,
kecepatan pertumbuhan bakteri didasarkan adanya sumber energi dan nutrisi serta
Page 38
24
lingkungan yang cocok. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Manglizu A (2015) yang
berpendapat bahwa nilai pH telur menurun selama fermentasi. Hal ini terjadi karena
peningkatan waktu fermentasi sehingga akan meningkatkan jumlah dan metabolisme
bakteri yang menghasilkan asam laktat sehingga nilai pH menurun. Mahdian dan
Tehrani (2007) terdapat hubungan yang erat antara pertumbuhan starter kultur dengan
peningkatan keasaman selama fermentasi berlangsung, kadar asam laktat meningkat
dan menurunkan nilai pH. Pertumbuhan bakteri pada suatu medium diduga
berhubungan erat dengan kemampuan bakteri tersebut dalam memetabolisme nutrisi
yang ada terutama kemampuan memecah protein. Selama pertumbuhannya, bakteri
asam laktat memecah protein menjadi asam amino dan peptida yang digunakan
sebagai sumber nitrogen bagi pertumbuhan dan perbanyakan sel (Nisa et al., 2008).
Waktu fermentasi juga berpengaruh terhadap nilai pH produk fermentasi
semakin lama waktu fermentasi maka nilai pH semakin menurun. Aktivitas
fermentasi dapat menurunkan pH produk juga terjadi pada penelitian Nahariah et al.
(2013) mengenai fermentasi putih telur ayam ras selama 18 jam, 24 jam dan 30 jam
yang masing-masing sebesar 7,689, 6,434, dan 6,353.
Penelitian sebelumnya pada bahan pangan lainnya oleh Aju dan Arik (2013)
yang menunjukkan bahwa penambahan level susu skim pada level 0, 2, 4, dan 6 akan
menurunkan nilai pH youghurt dengan nilai 4,37, 4,34, 4,27 dan 4,25.
Penambahansusu 6% menghasilkan nilai rata-rata pH paling rendah dibandingkan
dengan perlakuan yang lain, hal ini dipengaruhi oleh adanya perlakuan penambahan
Page 39
25
susu skim dalam konsentrasi tertinggi. Penambahan susu skim dalam proses
pembuatan yogurt meningkatkan kandungan laktosa (Hadiwiyoto, 1994).
Nahariah et al.(2013), menyatakan bahwa penurunan pH disebabkan oleh
adanya aktivitas fermentasi yang mengubah karbohidrat atau gula dalam bahan
makanan menjadi asam dan air serta produk – produk akhir lainnya.Asam laktat
sebagai produk utama fermentasi mudah terdisosiasi menghasilkan H+ dan
CH3CHOHCOO-. Adanya ion H+ semakin mempengaruhi nilai pH, semakin banyak
asam laktat yang dihasilkan maka konsentrasi ion H+ semakin meningkat dan terukur
dipengukuran pH. Akumulasi asam laktat yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat
dapat menurunkan pH media fermentasi. Nilai pH yang terhitung merupakan
konsentrasi H+ yang terbebaskan selama proses fermentasi.
Kadar Air
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan susu pada level yang
berbeda pengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar air putih telur fermentasi pada
semuaperlakuan.
Hasil lanjut uji LSD menunjukkan bahwa nilai kadar air putih telur fermentasi
berbeda nyata antara penambahan susu 2% dan penambahan susu 4% masing- masing
sebesar 83,24%dan 81,05%. Hal ini diduga terjadi starter bakteri yang digunakan
memerlukan adaptasi untuk pertumbuhannya sehingga berpengaruh terhadap kinerja
bakteri yang digunakan sehingga proses metabolisme tidak berjalan dengan optimal.
Hal ini sesuai dengan pendapat Syahrir (2002) yang berpendapat bahwa kadar air
Page 40
26
merupakan hasil metabolisme yang dihasilkan dari proses fermentasi, semakin
banyak mikroba yang tumbuh maka hasil metabolismnya juga semakin tinggi.
Penambahan level susu 2%, dan 6% berbeda nyata dengan nilai masing-
masing sebesar 83,24% dan 80,67%. Hal ini diduga terjadi karenatidak terjadi
aktivitas amilolitik dari kultur starter yang digunakan. Hal ini sesuai dengan pendapat
dari Zummah dan Wikandari (2013) yang menyatakan bahwa adanya aktivitas
metabolisme bakteripada produk fermentasi akan menghasilkan aktivitas amilolitik
bakteri asam laktat karena adanya peningkatan jumlah bakteri. Aktivitas amilolitik
akan mampu menghidrolisis protein sederhana, dengan adanya hidrolisis protein
maka akan dihasilkan glukosa dan gula – gula lain yang lebih banyak. Glukosa dan
gula tersebut akan diubah menjadi piruvat dengan membebaskan molekul air,
sehingga kadar air juga lebih banyak.
Penambahan level susu 4% dan 6% tidak berbeda nyata dengan nilai masing –
masing sebesar 81,05% dan 80,67%. Hal ini diduga terjadi karena bakteri yang
digunakan mengasilkan kadar air sebagai hasil metabolisme dari proses fermentasi.
Hal ini sesuai dengan pendapat dari Melia et al.(2009) yang menyatakan bahwa
adanya pengaruh metabolisme dari mikroba akandiikuti oleh produk sampingan,
salah satunya berupa H2O yang mengakibatkan nilai kadar air meningkat. Semakin
lama waktu inkubasi, semakin banyak bakteri membutuhkan makanan untuk
pertumbuhan dan perkembangannya. protein, lemak, karbohidrat dan komponen
Page 41
27
lainnya menjadi senyawa yang lebih sederhana, kemudian diserap ke dalam sel
sehingga bakteri dapat untuk tumbuh dan berkembang.
Tabel 4. Rata – rata Nilai Organoleptik Warna dan Kekentalan Putih Telur
Fermentasi dengan Penambahan Level Susu Yang Berbeda.
Level Susu PARAMETER
Warna Kekentalan
Tanpa penambahan susu 1,67 ±0,30a 3,81 ±0,33
Penambahan 2% susu 2,36 ±0,06b 3,70 ±0,29
Penambahan 4% susu 2,73 ±0,11c 3,55 ±0,29
3,30 ±0,35 Penambahan 6% susu 3,00 ±0,32c
Rata-rata 2,44 ±0,55 3,59 ±0,34 Keterangan : superskripabcyang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata
(P<0.01).
Warna : 1. Kekuningan 2. Putih kekuningan 3. Agak putih 4. Putih 5. Sangat putih
Kekentalan : 1. Sangat kental 2. Kental 3. Agak kental 4. Agak encer 5. Encer
Warna
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan level susu berpengaruh
sangat nyata (P<0,01) terhadap warna putih telur fermentasi.
Hasil uji lanjut LSD menunjukkan bahwa nilai rata- rata warna pada telur
fermentasi berbeda nyata pada putih telur fermentasi tanpa penambahan level susu
dengan penambahan level susu 2% masing – masing 1,67(kekuningan), dan
2,36(putih kekuningan). Hal ini diduga terjadi karenapenambahan level susu dan
kultur starter yang digunakan menyebabkan perubahan warna pada telur fementasi.
Hal ini seusai dengan pendapat dari Afriani et al, (2011) yang menyatakan bahwa
warna dari produk fermentasi di pengaruhi oleh bahan dasar yang digunakan.
Penambahan level susu 2% dan 4%berbeda nyata dengan nilai masing –
masing 2,36(putih kekuningan) dan 2,73(putih kekuningan). Hal ini diduga terjadi
Page 42
28
karenakultur starter yang digunakan dalam proses fermentasi berperan dalam
memperbaiki warna produk fermentasi menjadi lebih cerah. Hal ini sesuai dengan
pendapat dari Selamat (1992) yang menyatakan bahwa Keterlibatan bakteri asam
laktat dalam suatu proses fermentasi tidak hanya membantu memperpanjang masa
simpan produk pangan, namun juga memperbaiki sifat-sifat sensori terutama flavor
dari bahan pangan yang difermentasi serta memperbaiki warna produk fermnetasi
menjadi lebih cerah dan ikut dalam kegiatan meningkatkan kesehatan tubuh.
Penambahan susu 4% dan 6% tidak berbeda nyata dengan nilai masing –
masing yaitu 2,73(putih kekuningan) dan 3,00(Agak putih).Hal ini diduga terjadi
karenapenambahan level susu serta penambahan kultur starter yang digunakan dalam
proses fermentasi menyebabkan adanya perubahan warna, Perubahan warna ini
terjadi karna bahan utama yaitu putih telur yang dominan berwarna agak putih bening
setelah ditambahkan susu akan berubah menjadi lebih putih ini dikarenakan warna
dasar susu yang putih.Afriani et al, (2011) yang menyatakan bahwa warna dari
produk fermentasi di pengaruhi oleh bahan dasar yang digunakan. Proses fermentasi
juga berpengaruh terhadap warna produk yang dihasilkan, kultur starter yang
digunakan berperan dalam proses metabolismenya memperbaiki sifat fisik dari
produk fermentasi salah satunya adalah warna, starter bakteri akan membuat produk
menjadi lebih cerah sehingga penampilannya lebih menarik. Keterlibatan bakteri
asam laktat dalam suatu proses fermentasi tidak hanya membantu memperpanjang
masa simpan produk pangan, namun juga memperbaiki sifat-sifat sensori terutama
flavor dari bahan pangan yang difermentasi serta memperbaiki warna produk
Page 43
29
fermnetasi menjadi lebih cerah dan ikut dalam kegiatan meningkatkan kesehatan
tubuh (Selamat,1992).
Kekentalan
Hasil analisis ragam menunjukkan perlakuan pengolahan tidak memberikan
pengaruh nyata (P>0,05) terhadap Kekentalan telur fermentasi pada semua perlakuan.
Tabel 4 menunjukkan bahwa nilai rataan akan kekentalan pada telur
fermentasi yaitu tanpa penambahan susu (3,81), susu 2% (3,70), susu 4% (3,55) dan
susu 6% (3,30) agak kental. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan level susu tidak
memberikan kontribusi terhadap nilai kekentalan pada putih telur fermentasi. Hal ini
dikarenakan kadar air yang menurun sehingga membuat kekentalan meningkat selain
itu penambahan level susu juga dapat mempengaruhi kekentalan hal ini disebabkan
penggunaan susu bubuk full cream yang mengandung cukup banyak total padatan
atau total solid (lemak, protein, laktosa dan abu). Hal ini sesuai dengan Wahyudi dan
Samsundari (2008) terbentuknya asam laktat selama proses fermentasi menyebabkan
peningkatan total asam dan koagulasi protein pembentuk gel. Gel membentuk tekstur
semi padat dan meningkatkan kekentalan. Kekuatan gel kasein yang terbentuk
ditentukan oleh kekuatan ikatan antara misel kasein dengan misel kasein yang
kekuatan ikatannya dipengaruhi oleh pH, konsentrasi kalsium, dan suhu. Tekstur
yang kental didukung dengan hasil viskositas yang juga tinggi (Hess, et al., 1997).
Kekentalan pada telur juga dipengruhi olehkerusakn pada telur kerusakan ini
biasanya ditandai dengan rusaknya isi telur dan bila dipecah isi tidak menggumpal
lagi. Kerusakan isi telur karena CO2 yang terkandung didalamnya sudah banyak yang
Page 44
30
keluar sehingga derajat keasaman telur meningkat. Penguapan yang terjadi juga
membuat bobot telur menurun dan putih telur juga lebih encer. Masuknya mikroba
kedalam telur melalui poro- pori kulit telur juga akan merusak isi telur. (Heath,
1976).
Page 45
31
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
penambahan level susu tidak menurunkan nilai pH pada putih telur fermentasi tetapi
dapat menurunkan nilai kadar air. Penambahan level susu memberikan perubahan
warna dari kekuningan menjadi agak putih dan dapat meningkatkan kekentalan dari
puith telur fermentasi.
Saran
Disarankan penambahan level susu yang baik pada pembuatan putih telur
fermentasi adalah pada penambahan level susu 4%.
Page 46
32
DAFTAR PUSTAKA
Afriani. 2010. Pengaruh penggunaan starter bakteri asam laktat Lactobacillus
plantarum dan Lactobacillus fermentum terhadap total bakteri asam
laktat, kadar asam dan nilai pH dadih susu sapi. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu
Peternakan. 8(6) : 279-285.
Afriani, Suryono dan H Lukman, 2011. Karakteristik dadih susu sapi hasil
fermentasi beberapa starter bakteri asam laktat yang diisolasi dari dadih asal
kabupaten kerinci, Agrinak Vol 1 (1) : 36 – 42.
Aju Tjatur Nugroho Krisnaningsih Dan Arik Effendi. 2013. Pengaruh penggunaan
level susu skim dan masa inkubasi pada suhu ruang terhadap ph dan
organoleptik stirred yogurt. Jurnal Ilmiah Fakultas Peternakan Universitas
Kanjuruhan. Malang.
Anonim, 2015 Gambar Lactobachillus achidopillus. http://hubpages. Com / health /
Good - Bacteria- Lactobacillus- acidophilus. Diakses pada tanggal 05
Januari 2016.
AnonimA,2016. Gambara Lactobachillus bulgarhicus. http://www.tierrafertil.com.
Mx / lactobacillus – bulgarius – bacteria – quedescontamina – suelos.
Diakses pada tanggal 05 Januari 2016.
AnonimB,2016. Gambar Streptococcus thermophilus. http://slideplayer. Fr / slide
/2572148. Diakses pada tanggal 05 Januari 2016.
Anonimc, 2016. Aktivitas anti mikroba pada telur,
http://reposy.unikama.ac.id/259/11/Komposisi%20dan%20Mikroba%20T
elu25205.pptx.Diakses pada tanggal 12 mei 2016.
AOAC. 2003. Official Methods of Analysis. 17th Ed (2 revision) AOAC
Internasional. Gaitherburg, MD. USA.
Apriyantono, A., S. Fardiaz, N. L. Puspitasari, Sendarwati dan S. Budiyanto. 1989.
Analisa Pangan, Petunjuk Laboratorium, Pusat Antar Universitas Pangan
dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Badan Standarisasi Nasional (BSN). 2008. SNI 3926:2008 Tentang Telur Ayam
Konsumsi. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.
Page 47
33
Balows, A. H., and G. Trupen., 1991. Artikel. http//en.Wikipedia.org/wiki/
lactobacillus_bulgaricus. Diakses: 20-12-2015.
Bottazzi. 1983. Other Fermented Dairy Products. In: Biotechnology. Fifth volume.
H.J.REHM and G.REED(Ed.). G.REED (vol. ed.). Verlag Chemie.
Florida, Basel.
Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet dan M Wooton. 1985. Ilmu pangan.
Terjemahan hadi purnomo dan adiono. UI Press, Jakarta.
Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet, dan M. Wooton.1978. Ilmu Pangan.
Universitas Press. Jakarta.
Darwis, A.A dan E Sakura. 1989. Teknologi Mikrobial. Pusat Antar Universitas
Bioteknologi. Institus Pertanian Bogor. Bogor.
Gaspersz, V. 1991. Metode Rancangan Percobaan. Arminco. Bandung.
Hadiwiyoto, S. 1983. Hasil – Hasil Olahan : Susu, Ikan, Daging, dan Telur. Liberty.
Yogyakarta.
Hadiwiyoto, S. 1994. Studi pengolahan dendeng dengan oven pengeringrumah
tangga. Buletin peternakan. 18:119-126.
Haryoto. 1993. Pengawetan Telur Segar. Penebar Swadaya. Jakarta.
Heath, J.L. 1976. Factors Affecting the Vitelline Membrane og Hen’s Egg. Poultry
Sci. 55:936-942.
Helferich, W. dan D. Westhoff. 1980. All About Yoghurt. Prentice-Hall, Inc,
Englewood Cliffs. New Jersey.
Hess, S.J., R.F. Robert, and G. R. Ziegler. 1997. Rheological properties on nonfat
yoghurt stabilized using Lactobacillus delbrueckii ssp. bulgaricus
producing exopolysaccharide or using commercial stabilizer systems.
Journal of Dairy Science, 80 : 252 – 263.
Jawet, Melnick, dan Adelberg’s. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. Salemba Medica.
Jakarta.
Nahariah, A. M. Legowo, E. Abustam, A. Hintono, Y. B. Pramono, dan F. N. Yuliati.
2013. Kemampuan tumbuh bakteri Lactobacillus plantarum pada putih
Page 48
34
telur ayam ras dengan lama fermentasi yang berbeda. Jurnal Ilmu dan
Teknologi Peternakan. 3(1) : 33-39.
Nisa, F. C., J. Kusnadi, dan R. Chrisnasari. 2008. Viabilitas dan deteksi subletal
bakteri probiotik pada susu kedelai fermentasi instan metode pengeringan
beku (kajian jenis isolate dan konsentrasi sukrosa sebagai krioprotektan).
Jurnal Teknologi Pertanian. 9(1) : 40 – 51.
Nurzainah Ginting, Elsegustri Pasaribu,2005. “Pengaruh Temperatur Dalam
Pembuatan Yoghurt dari Berbagai Jenis Susu Dengan Menggunakan
Lactobacillus .Bulgaricus dan Streptococcus Thermophilus”, Jurnal
Agribisnis Peternakan, Vol.1, No.2.
Mahdian, E., dan Tehrani, M.M. 2007. Evaluation the Effect of Milk Total Solids
onthe Relationship Between Growth and Activity of Starter Cultures and
Quality of Concentrated Yoghurt. American-Eurasian J. Agric. &
Environ. Sci. 2 (5):587-592.
Mangalizu A. 2015. Kemampuan Fermentasi lactobacillus Plantarum Pada Telur
Infertil Dengan Waktu Inkubasi Yang Berbeda. Skripsi.Fakultas
Peternakan Universitas Hasanuddin. Makassar.
Melia, S., I. Juliyarsi, dan Africon. 2009. Teknologi Pengawetan Telur Ayam Ras
dalam Larutan Gelatin dari Limbah Kulit Sapi. Laporan Penelitian.
Fakultas Peternakan Universitas Andalas. Padang.
Muchtadi, D. dan T.R. Sugiyono, 1989. Petunjuk Laboratorium Ilmu Pengetahuan
Bahan Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat
Jendral Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi,
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Oberman, H. 1985. Fermented Milk. Di dalam wood B.J.B (ed). Microbiology of
fermented food. Volume 1. Elsevier Applied Science, New York.
Rachmawan, O. 2001. Pengeringan, pendinginan dan pengemasan, komoditas
pertanian. Depdiknas. Medan.
Rahman, A., S. Fardiaz, W.P. Rahayu, Suliantari dan C.C. Nurwitri. 1992. Bahan
Pengajaran: Teknologi Fermentasi Susu. Pusat Antar Universitas Pangan
dan Gizi Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Page 49
35
Robinson, R. K. 1999. Yoghurt. Di dalam, R.K., S. A. Batt, dan P. D. Patel (eds).
1999. Encyclopedia of Food Microbiology. Academic Press.
Selamat, D.P. 1992. Mutu Simpan Yakult Kedelai Yang Difermentasi Oleh
Lactobacillus casei Galur Shirota dan Lactobacillus casei Subsp.
Rhamnosus pada Suhu Ruang dan Suhu Lemari Es. Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sneath, P.H.A, N.S. Mair, M.E. Sharpe, J.G. Holt. 1986. Bergey’s Manual of
Systematic Bacteriology. Vol 2. Williams and Wilkins. Baltimore.
Sudaryani. 2003. Kualitas Telur. Penebar Swadaya. Jakarta.
Suprapti, L.M, 2002. Pengawetan Telur, Telur Asin Tepung Telur dan Telur Beku,
Kanisius. Yogyakarta.
Syahrir, I.H. 2002. Karakteristik Fisik, Kimia dan Mikrobiologi Dadih Susu Sapi
dengan Kombinasi Starter Lactobacillus plantarum, Lactobacillus
bulgaricus dan Streptococcus termophillus. Skripsi. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Tamime, A.Y. dan Robinson, R.K. 2000. Yogurt Science and Technology. Second
Edition. Woodhead Publishing Limited, England
Tzanetaki, E.L. dan Tzanetakis. N. 1999. Fermentes Milk Department of Food
Science. Faculty of Agriculture, Aristole University of Thessaloniki,
Greece.
Winarno, F. G. 2002. Telur , Komposisi, Penanganan, dan Pengolahannya. M-Brio
Press. Bogor.
Williams, R.A.D. 1982. A review of biochemical techniques in the classification of
Lactobacilli. Biochemistry : 351 – 367.
Yuniati, S. 2000. Faktor Penyebab Penurunan Kualitas Interior Telur Ayam. FMIPA
Universitas Terbuka. Jakarta.
Zummah, A. dan P. R. Wikandari. 2013. Pengaruh waktu fermentasi dan penambahan
kultur starter bakteri asam laktat Lactobacillus plantarum B1765 terhadap
mutu bekasam ikan bandeng (Chanos chanos). UNESA J of Chemistry.
2(3) : 14 – 24.
Page 50
36
LAMPIRAN 1. Tabel ANOVA nilai pH putih telur fermentasi dengan penambahan
level susu yang berbeda
ANOVA
Dependent Variable:pH
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model .223a 3 .074 1.936 .178
Intercept 775.483 1 775.483 2.016E4 .000
PERLAKUAN .223 3 .074 1.936 .178
Error .462 12 .038
Total 776.168 16
Corrected Total .685 15
a. R Squared = .326 (Adjusted R Squared = .158)
Page 51
37
LAMPIRAN 2. Tabel ANOVA dan uji lanjut LSD uji Kadar air putih telur
fermentasi dengan penambahan level susu yang berbeda
ANOVA
Dependent Variable: Kadar Air
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 47.672a 3 15.891 9.972 .001
Intercept 108847.206 1 108847.206 6.831E4 .000
PERLAKUAN 47.672 3 15.691 9.972 .001
Error 19.122 12 1.594
Total 108914.001 16
Corrected Total 66.794 15
a. R Squared = .162 (Adjusted R Squared = -.048)
LSD
Dependent Variable:
Kadar Air
(I) PERLAKUAN (J) PERLAKUAN Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
LSD TANPA PENAMBAHAN SUSU
PENAMBAHAN SUSU 2% 1.6985 .89262 .081 -.2463 3.6433
PENAMBAHAN SUSU 4% 3.8855* .89262 .001 1.9407 5.8303
PENAMBAHAN SUSU 6% 4.2640 .89262 .000 2.3192 6.2088
PENAMBAHAN SUSU 2%
TANPA PENAMBAHAN SUSU
-1.6985 .89262 .081 -3.6433 .2463
PENAMBAHAN SUSU 4% 2.1870 .89262 .031 0.2422 4.1318
PENAMBAHAN SUSU 6% 2.2655 .89262 .014 .6207 4.5103
PENAMBAHAN SUSU 4%
TANPA PENAMBAHAN SUSU
-3.8855 .89262 .001 -5.8303 -1.9407
PENAMBAHAN SUSU 2% -2.1870 .89262 .031 -4.1318 -.2422
PENAMBAHAN SUSU 6% .3785 .89262 .679 -1.5663 2.3233
PENAMBAHAN SUSU 6%
TANPA PENAMBAHAN SUSU
-4.2640 .89262 .000 -6.2088 -2.3192
PENAMBAHAN SUSU 2% -2.2655 .89262 .014 -4.5103 -.6207
PENAMBAHAN SUSU 4% -.3785 .89262 .679 -2.3233 1.5663
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 4.666.
Page 52
38
LAMPIRAN 3. Tabel ANOVA dan uji lanjut LSD uji warna putih telur fermentasi
dengan penambahan level susu yang berbeda
ANOVA
Dependent Variable:Warna
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 3.973a 3 1.324 24.592 .000
Intercept 95.551 1 95.551 1.774E3 .000
PERLAKUAN 3.973 3 1.324 24.592 .000
Error .646 12 .054
Total 100.170 16
Corrected Total 4.619 15
a. R Squared = .860 (Adjusted R Squared = .825)
LSD
Dependent
Variable:Warna
(I) PERLAKUAN (J) PERLAKUAN Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound
Upper Bound
LSD TANPA PENAMBAHAN
PENAMBAHAN SUSU 2% -.6875* .16409 .001 -1.0450 -.3300
PENAMBAHAN SUSU 4% -1.0625* .16409 .000 -1.4200 -.7050
PENAMBAHAN SUSU 6% -1.3250* .16409 .000 -1.6825 -.9675
PENAMBAHAN SUSU 2%
TANPA PENAMBAHAN SUSU .6875* .16409 .001 .3300 1.0450
PENAMBAHAN SUSU 4% -.3750* .16409 .041 -.7325 -.0175
PENAMBAHAN SUSU 6% -.6375* .16409 .002 -.9950 -.2800
PENAMBAHAN LSUSU 4%
TANPA PENAMBAHAN SUSU 1.0625* .16409 .000 .7050 1.4200
PENAMBAHAN SUSU 2% .3750* .16409 .041 .0175 .7325
PENAMBAHAN SUSU 6% -.2625 .16409 .136 -.6200 .0950
PENAMBAHAN SUSU 6%
TANPA PENAMBAHAN SUSU 1.3250* .16409 .000 .9675 1.6825
PENAMBAHAN SUSU 2% .6375* .16409 .002 .2800 .9950
PENAMBAHAN SUSU 4% .2625 .16409 .136 -.0950 .6200
Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .054.
*. The mean difference is significant at the .05 level.
Page 53
39
LAMPIRAN 4. Tabel ANOVA dan uji lanjut LSD uji kekentalan putih telur
fermentasi dengan penambahan level susu yang berbeda
ANOVA
Dependent Variable:kekentalan
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model .589a 3 .196 1.921 .180
Intercept 206.281 1 206.281 2.018E3 .000
PERLAKUAN .589 3 .196 1.921 .180
Error 1.227 12 .102
Total 208.098 16
Corrected Total 1.816 15
a. R Squared = .324 (Adjusted R Squared = .156)
Page 54
40
LAMPIRAN 5. DOKUMENTASI KEGIATAN
SAMPEL
TELUR YANG TELAH DIFUMIGASI
Page 55
41
PENGUKURAN pH
PENGUKURAN KADAR AIR
UJI WARNA DAN KEKENTALAN OLEH PANELIS
Page 56
42
RIWAYAT HIDUP
Agus Maulana, lahir pada tanggal 25 Agustus 1994 di kota
Ujung Pandang, Provinsi Sulawesi Selatan. Penulis adalah anak
keempat dari empat bersaudara pasangan Muh. Nurdin dan
Nurhayati. Jenjang pendidikan formal yang pernah ditempuh
Penulis adalah TK Pertiwi Kab. Takalar yang lulus pada tahun 2000 dan melanjutkan
Sekolah Dasar Negeri Kakatua Makassar dan lulus tahun 2006. Kemudian setelah
lulus di SDN, Penulis melanjutkan di SMPN 29 Makassar dan lulus pada tahun 2009.
Penulis pernah menjadi anggota club renang mattoangin dan menjadi anggota ekskul
karate di SMPN 29 Makassar. Melanjutkan pendidikan di SMAN 014 Makassar,
lulus pada tahun 2012. Penulis pernah menjadi anggota remaja masjid nuru’tabiah
(IKRAMNUH) di SMAN 014 Makassar dan Menjadi Ketua Umum di ikatan Remaja
Masjid Al-Amanah (IRMNAH). Setelah menyelesaikan SMA, penulis diterima di
Perguruan Tinggi Negeri (PTN) melalui Seleksi bersama masuk perguruan tinggi
negeri (SBMPTN) di Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makasssar pada
tahun 2012. Penulis pernah menjadi pengurus Senat Mahasiswa Fakultas Peternakan
Univeristas Hasanuddin (SEMA FAPET–UH) dan Saat ini Penulis aktif di Himpunan
Mahasiswa Teknologi Hasil Ternak Universitas Hasanuddin (HIMATEHATE_UH).