FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS IMUNISASI DIFTERI PERTUSIS TETANUS (DPT) DAN CAMPAK (Studi di Wilayah Kerja Puskesmas Wonopringgo Kabupaten Pekalongan Tahun 2006) SKRIPSI Untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat pada Universitas Negeri Semarang Oleh Siti Muamalah NIM 6450402019 FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT 2006
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS
IMUNISASI DIFTERI PERTUSIS TETANUS (DPT) DAN CAMPAK
(Studi di Wilayah Kerja Puskesmas Wonopringgo
Kabupaten Pekalongan Tahun 2006)
SKRIPSI
Untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
pada Universitas Negeri Semarang
Oleh
Siti Muamalah
NIM 6450402019
FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
2006
ABSTRAK
Siti Muamalah, 2006. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Status Imunisasi DPT dan Campak (Studi di Wilayah Kerja Puskesmas Wonopringgo Kabupaten Pekalongan Tahun 2006). Skripsi. Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing : I. Dra. ER. Rustiana, M.Si, II. Irwan Budiono, SKM.
Kata Kunci : Status Imunisasi DPT dan Campak. Cakupan imunisasi DPT3 dan campak di Puskesmas Wonopringgo Kabupaten Pekalongan mengalami penurunan dari 89% (2004) menjadi 75,4% (2005) untuk imunisasi campak juga mengalami penurunan dari 94% (2004) menjadi 84,7% (2005). Dengan adanya penurunan cakupan imunisasi DPT dan campak maka peneliti tertarik untuk meneliti faktor-faktor yang berhubungan dengan status imunisasi DPT dan campak. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah adakah hubungan antara pengetahuan ibu tentang imunisasi DPT dan campak, tingkat pendidikan ibu, pekerjaan ibu, sikap ibu, keaktifan petugas imunisasi dalam memotivasi, kedisiplinan petugas imunisasi dengan status imunisasi DPT dan campak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan ibu tentang imunisasi DPT dan campak, tingkat pendidikan ibu, pekerjaan ibu, sikap ibu, keaktifan petugas imunisasi dalam memotivasi, kedisiplinan petugas imunisasi dengan status imunisasi DPT dan campak. Jenis penelitian ini adalah explanatory research dengan metode survei dan pendekatan cross sectional. Populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah ibu-ibu yang memiliki balita usia 12-36 bulan yang berjumlah 1.427. Sampel yang diambil 142 yang diperoleh dengan dengan menggunakan teknik Cluster Proportional Random Sampling. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah formulir kuesioner. Data penelitian ini diperoleh dari data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara, data sekunder diperoleh dengan cara melihat data di puskesmas. Data yang diperoleh dalam penelitian ini diolah dengan menggunakan statistik uji Chi-Square dengan derajat kemaknaan (α ) = 0,05. Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu tentang imunisasi DPT dan campak (p = 0,000 dan CC = 0,431), pendidikan ibu (p = 0,020 dan CC = 0,192), pekerjan ibu (p = 0,048 dan CC = 0,164), sikap ibu (p = 0,000 dan CC = 0,408), keaktifan petugas dalam memotivasi (p = 0,006 dan CC = 0,226), kedisiplinan petugas imunisasi (p = 0,000 dan CC = 0,306) dengan status imunisasi DPT dan campak. Saran yang diajukan adalah Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Pekalongan perlu kiranya meningkatkan pembinaan kepuskesmas yang cakupan imunisasinya masih dibawah target untuk meningkatkan cakupan imunisasi. Bagi Puskesmas Wonopringgo Kabupaten Pekalongan perlu ditingkatkan pemantauan pelaksanaan imunisasi baik kualitas maupun cakupan imunisasi,
untuk desa-desa yang cakupan imunisasinya rendah perlu diadakan sweeping imunisasi. Bagi petugas imunisasi perlu meningkatkan keaktifan dalam penyuluhan tentang imunisasi kepada masyarakat khususnya ibu-ibu dan perlu meningkatkan kedisiplinan dalam menjalankan tugasnya.
HALAMAN PENGESAHAN
Telah dipertahankan di hadapan sidang Panitia Ujian Skripsi
Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan
Universitas Negeri Semarang
Pada hari : Rabu
Tanggal : 9 Agustus 2006
Panitia Ujian
Ketua Panitia, Sekretaris,
DR. Khomsin, M.Pd. Drs. Herry Koesyanto, M.S.
NIP 131469639 NIP 131571549
Dewan Penguji,
1.
dr. Oktia Woro KH, M.Kes (Ketua)
NIP 131695159
2.
Dra. ER. Rustiana, M.Si (Anggota)
NIP 131472346
3.
Irwan Budiono, SKM (Anggota)
NIP 132308392
MOTO DAN PERSEMBAHAN
MOTO
“Jadikan setiap masalah menjadi sarana efektif untuk mengevaluasi dan
imunisasi DPT 1 di Propinsi Jawa Tengah tahun 2003 sebesar 97,5%
sedangkan cakupan imunisasi campak di Jawa Tengah tahun 2003 adalah
91,7%, dan angka DO imunisasi lengkap pada bayi di Propinsi Jawa Tengah
tahun 2003 adalah 5,88%. Adapun target nasional untuk DO adalah kurang
dari 10% sehingga Jawa Tengah masih tergolong baik. Bila ditinjau dari
pencapaian Universal Child Imunization (UCI) desa tahun 2003 masih
terdapat beberapa kabupaten atau kota yang belum mencapai UCI desa
secara merata. Pencapaian UCI desa menurut Departemen Kesehatan
menargetkan paling sedikit 80% di semua desa (Dinas Kesehatan Propinsi
Jawa Tengah, 2003 : 77-78 ).
Berdasarkan data hasil pencapaian UCI tahun 2004 Puskesmas
Wonopringgo dari 14 desa (wilayah kerja Puskesmas Wonopringgo) ada 3
desa yang telah mencapai UCI dan pada tahun 2005 mengalami penurunan
menjadi 2 desa yang mencapai UCI. Puskesmas Wonopringgo untuk
program imunisasi menduduki peringkat ke 24 dari 26 puskesmas yang ada
di Kabupaten Pekalongan. Dengan data tersebut Puskesmas Wonopringgo
termasuk rendah cakupan imunisasinya (Dinas Kesehatan Kabupaten
Pekalongan, 2004 : 40 ).
Cakupan imunisasi DPT3 dan campak di Puskesmas Wonopringgo
Kabupaten Pekalongan paling rendah dibandingkan dengan seluruh
puskesmas yang ada di Kabupaten Pekalongan. Cakupan imunisasi DPT3
mengalami penurunan dari 89% (2004) menjadi 75,4% (2005) dan cakupan
imunisasi campak juga mengalami penurunan dari 94% (2004) menjadi
84,7% (2005), sedangkan target imunisasi DPT3 dan campak untuk
Puskesmas Wonopringgo Pekalongan adalah 90% (Puskesmas
Wonopringgo, 2005 : 13).
Dengan adanya penurunan cakupan imunisasi pada saat sekarang
ini, dapat memperburuk kondisi kesehatan ibu dan anak pada khususnya,
dimana anak yang memiliki status gizi buruk seringkali terserang penyakit
menular yang sebenarnya dapat dicegah dengan imunisasi
(Depkes RI, 1999 : 1).
Berkaitan dengan masalah di atas hasil penelitian Sunarti tahun 2000
menunjukkan bahwa beberapa faktor yang berhubungan dengan status
imunisasi campak anak usia 9-35 bulan di wilayah kerja Puskesmas
Platungan dan Sukorejo 1 Kabupaten Kendal adalah pekerjaan ibu, status
ekonomi, jarak pelayanan imunisasi campak, dan motivasi petugas.
Dengan adanya penurunan cakupan imunisasi DPT dan campak
maka peneliti tertarik untuk meneliti faktor-faktor apa yang berhubungan
dengan status imunisasi DPT dan campak, dengan mengacu pada teori
Lawrence Green (1980). Menurut Lawrence Green perilaku dipengaruhi
oleh 3 faktor meliputi predisposing factor, enabling factor dan reinforcing
factor. Aplikasi teori Lawrence Green tersebut dari unsur predisposing
factor meliputi pengetahuan ibu, tingkat pendidikan, pekerjaan ibu, sikap
ibu. Unsur enabling factor terwujud dalam lingkungan fisik, tersedianya
fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana untuk imunisasi. Sedangkan reinforcing
factor meliputi keaktifan petugas imunisasi dalam memotivasi dan
kedisiplinan petugas imunisasi.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah tersebut di atas dapat diidentifikasi
permasalahan yaitu pencapaian Universal Child Imunisation (UCI) tahun
2004 di Puskesmas Wonopringgo Pekalongan dari 14 desa ada 3 desa yang
UCI dan pada tahun 2005 mengalami penurunan menjadi 2 desa yang
mencapai UCI. Cakupan imunisasi DPT3 dan campak di Puskesmas
Wonopringgo Pekalongan mengalami penurunan, untuk imunisasi DPT3
dari 89% (2004) menjadi 75,4% (2005) dan cakupan imunisasi campak juga
mengalami penurunan dari 94% (2004) menjadi 84,7% (2005), sedangkan
target imunisasi DPT3 dan campak untuk Puskesmas Wonopringgo
Pekalongan adalah 90%.
Dari identifikasi tersebut masalah dalam penelitian ini adalah penurunan
cakupan imunisasi DPT dan Campak diwilayah kerja Puskesmas
Wonopringgo Kabupaten Pekalongan, Sehingga rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.2.1 Masalah Umum
Faktor-faktor apa yang berhubungan dengan status imunisasi DPT dan
campak di wilayah kerja Puskesmas Wonopringgo Kabupaten
Pekalongan ?
1.2.2 Masalah Khusus
1.2.2.1 Adakah hubungan antara pengetahuan ibu tentang imunisasi
DPT dan campak dengan status imunisasi DPT dan Campak di
wilayah kerja Puskesmas Wonopringgo Kabupaten Pekalongan?
1.2.2.2 Adakah hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan status
imunisasi DPT dan campak di wilayah kerja Puskesmas
Wonopringgo Kabupaten Pekalongan?
1.2.2.3 Adakah hubungan antara pekerjaan ibu dengan status imunisasi
DPT dan campak di wilayah kerja Puskesmas Wonopringgo
Kabupaten Pekalongan?
1.2.2.4 Adakah hubungan antara sikap ibu dengan status imunisasi DPT
dan campak di wilayah kerja Puskesmas Wonopringgo
Kabupaten Pekalongan?
1.2.2.5 Adakah hubungan antara keaktifan petugas imunisasi dalam
memotivasi dengan status imunisasi DPT dan campak di
wilayah kerja Puskesmas Wonopringgo Kabupaten Pekalongan?
1.2.2.6 Adakah hubungan antara kedisiplinan petugas imunisasi dengan
status imunisasi DPT dan campak di wilayah kerja Puskesmas
Wonopringgo Kabupaten Pekalongan?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan dengan status imunisasi DPT dan campak di wilayah
kerja Puskesmas Wonopringgo Kabupaten Pekalongan.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan ibu tentang
imunisasi DPT dan campak dengan status imunisasi DPT dan
campak di wilayah kerja Puskesmas Wonopringgo Kabupaten
Pekalongan.
1.3.2.2 Untuk mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan ibu
dengan status imunisasi DPT dan campak di wilayah kerja
Puskesmas Wonopringgo Kabupaten Pekalongan.
1.3.2.3 Untuk mengetahui hubungan antara pekerjaan ibu dengan status
imunisasi DPT dan campak di wilayah kerja Puskesmas
Wonopringgo Kabupaten Pekalongan.
1.3.2.4 Untuk mengetahui hubungan antara sikap ibu dengan status
imunisasi DPT dan campak di wilayah kerja Puskesmas
Wonopringgo Kabupaten Pekalongan.
1.3.2.5 Untuk mengetahui hubungan antara keaktifan petugas imunisasi
dalam memotivasi dengan status imunisasi DPT dan campak di
wilayah kerja Puskesmas Wonopringgo Kabupaten Pekalongan.
1.3.2.6 Untuk mengetahui hubungan antara kedisiplinan petugas
imunisasi dengan status imunisasi DPT dan campak di wilayah
kerja Puskesmas Wonopringgo Kabupaten Pekalongan.
1.4 Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka manfaat yang akan diperoleh
adalah :
1.4.1 Bagi Fakultas
Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan tambahan kepustakaan
dalam penelitian selanjutnya.
1.4.2 Bagi Masyarakat
Memberikan informasi pada masyarakat khususnya ibu-ibu mengenai
faktor-faktor yang berhubungan dengan status imunisasi DPT dan
campak.
1.4.3 Bagi Instansi (Puskesmas Wonopringgo Pekalongan)
Dengan mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan status
imunisasi DPT dan campak dapat menjadi intervensi program
imunisasi bagi pihak Puskesmas Wonopringgo Kabupaten
Pekalongan.
1.5 Keaslian Penelitian
Tabel 1 Matrik Keaslian Penelitian
No.
Judul Penelitian
Nama Peneliti
Tahun dan Tempat
Penelitian
Rancangan Penelitian
Variabel Penelitian
Hasil Penelitian
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 1.
Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Status Imunisasi Campak Anak Usia 9-35 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Platungan dan Sukorejo 1 Kabupaten Kendal.
Sunarti
Tahun 2000 di wilayah kerja Puskesmas Platungan dan Sukorejo 1 Kabupaten Kendal.
Jenis penelitian explanatory dengan pendekatan cross sectional
Variabel Bebas : • Pengetahuan • Tingkat
pendidikan • Pekerjaan
ibu • Status
ekonomi • Jarak tempat
pelayanan • Motivasi
petugas • Kelengkapa
n alat • Kecukupan
vaksin Variabel Terikat : • Status
imunisasi campak anak usia 9-35 bulan
Ada hubungan yang sangat signifikan antara pengetahuan, tingkat pendidikan, pekerjaan ibu, status ekonomi, jarak tempat pelayanan, motivasi petugas dengan status imunisasi campak dan tidak ada hubungan antara kedisiplinan petugas dengan status imunisasi campak.
1. 2.
3.
2. Faktor yang Berhubungan dengan Cakupan Imunisasi di Kecamatan Uluagung Kabupaten Magelang Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Status Imunisasi bagi Bayi di Puskesmas Gunung Jati Kabupaten Magelang
3. Endah Widarti Sugiarti
4. Tahun 2001 Kecamatan Uluagung Kabupaten Magelang Tahun 2002 di Puskesmas Gunung Jati Kabupaten Magelang
5. Jenis penelitian explanatory dengan pendekatan cross sectional Jenis penelitian explanatory dengan pendekatan cross sectional
6. Variabel Bebas : • Pendidikan
ibu • Jumlah anak • Pengetahuan • Pekerjaan
ibu • Pendapatan Variabel Terikat : • Cakupan
imunisasi Variabel Bebas : • Pengetahuan
ibu • Pendidikan • Pekerjaan
ibu • Status
ekonomi • Kedisiplinan
petugas Variabel Terikat : • Status
imunisasi pada bayi
7. Terdapat hubungan yang bermakna antara pendidikan ibu, jumlah anak, pengetahuan ibu, pekerjaan ibu dengan cakupan imunisasi bayi dan tidak terdapat hubungan antara pendapatan dengan cakupan imunisasi bayi. Ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu, pekerjaan ibu, status ekonomi dengan status imunisasi pada bayi dan tidak terdapat hubungan antara kedisiplinan petugas dengan status imunisasi pada bayi.
1.
4.
2.
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Imunisasi di Kecamatan Kendal Kota Kabupaten Kendal
3.
Sri Mumpuni
4.
Tahun 2002 Kecamatan Kendal kota Kabupaten Kendal
5.
Jenis penelitian explanatory dengan pendekatan cross sectional
6.
Variabel Bebas : • Pekerjaan
ibu • Pendapatan • Pendidikan • Pengetahuan • Jumlah anak Variabel Terikat : • Status
imunisasi bayi
7.
Terdapat hubungan yang bermakna antara pekerjaan ibu, pendidikan, pengetahuan, jumlah anak, dengan status imunisasi bayi dan tidak terdapat hubungan antara pendapatan dengan status imunisasi bayi.
Dari penelitian-penelitian yang dilakukan sebelumnya, terdapat
perbedaan dengan penelitian yang dilakukan, perbedaan tersebut yaitu
judul, variabel penelitian, tempat dan waktu penelitian. Disamping
perbedaan tersebut ditemukan adanya kontroversi antara hasil penelitian
Sunarti (2000) dan penelitian Sugiarti (2002) dengan teori Djoko Wijono
(2000 : 39). Berdasarkan penelitian Sunarti (2000) dan penelitian Sugiarti
(2002) tidak ada hubungan antara kedisiplinan petugas dengan status
imunisasi bayi, sedangkan menurut teori Djoko Wijono (2000 : 39)
semakin disiplin atau semakin patuh semua tenaga kesehatan profesional
kepada standar yang baik (standards of good practice) yang diakui oleh
masing-masing profesi, semakin tinggi mutu pelayanannya.
Dengan adanya kontroversi tersebut, maka peneliti tertarik untuk
meneliti variabel faktor kedisiplinan petugas imunisasi.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
1.6.1 Ruang Lingkup Tempat
Tempat penelitian ini adalah di wilayah kerja Puskesmas
Wonopringgo Kabupaten Pekalongan.
1.6.2 Ruang Lingkup Waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April Tahun 2006.
1.6.3 Ruang Lingkup Materi
Lingkup materi tentang Epidemiologi, Ilmu Perilaku, Imunisasi DPT
dan Campak.
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Penyakit Campak, Difteri, Pertusis dan Tetanus.
2.1.1.1 Penyakit Campak
Penyakit campak dapat menyerang semua anak-anak yang
tidak kebal. Di negara berkembang menyerang anak-anak usia di
bawah 2 tahun sedangkan di negara maju sering menyerang
anak-anak prasekolah. Di daerah dengan kepadatan
penduduknya tinggi. Penyakit ini dapat bersifat endemik,
sedangkan di daerah dengan kepadatan penduduk yang rendah
sering terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) (Sudarjat Suraatmaja,
1995 : 36).
Pada anak-anak dengan gizi baik, penyakit ini jarang
menyebabkan kematian. Sebaliknya pada anak-anak golongan
gizi buruk, penyakit ini sering menyebabkan kematian karena
terjadi penyulit radang paru-paru (Sudarjat Suraatmaja, 1995 :
36).
1) Penyebab Campak
Penyakit campak adalah suatu penyakit akut dan sangat
menular. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi virus campak
(Sudarjat Suraatmaja, 1997 : 35).
12
2) Penularan Campak
Cara penularan campak adalah melalui droplet atau percikan
lendir saat batuk (sekresi hidung), kontak langsung dengan cairan
lendir hidung dan mulut dari orang yang terinfeksi (Sudarjat
Suraatmaja, 1997 : 35).
Penyakit campak sangat menular, masa penularan sudah
terjadi sebelum gejala yang khas berupa ruam-ruam pada kulit
timbul sampai lebih kurang 7 hari setelah timbulnya ruam-ruam
pada kulit.
3) Masa Inkubasi Campak
Rata-rata 10 hari, bervariasi 7-18 hari mulai terpapar sampai
timbul demam, pada umumnya 14 hari sampai timbul rash (Sudarjat
Suraatmaja, 1997: 35).
4) Gambaran Klinis Campak
Gejala pertama yang timbul menyerupai penyakit influenza,
seperti panas, batuk, pilek serta peradangan pada mata
(konjungtivitis) selama 3-7 hari. Kemudian timbul ruam-ruam pada
kulit mulai dari leher atau belakang telinga yang selanjutnya
menyebar keseluruh tubuh yang berlangsung selama 4-6 hari
(Sudarjat Suraatmaja, 1997 : 35).
5) Gejala dan Tanda-tanda Penyakit Campak
Ada 3 gejala dan tanda-tanda penyakit campak antara lain
stadium kataral, stadium erupsi dan stadium konvalensi.
Stadium kataral dengan gejala panas, lesu (malaise), batuk,
takut cahaya (fotofobia), mata merah (conjuctivitis), hidung mampat
mendadak (coriza), bercak koplik di mukosa bucalis. Stadium erupsi
dengan gejala coriza dan batuk bertambah. Timbul titik merah di
palatum durum dan platum mole atau langit-langit mulut, bercak
koplik, kemerahan (rash) yang dimulai dari belakang telinga dan
atas lateral tengkuk sepanjang rambut menjalar ke muka. Suhu
badan semakin tinggi, bibir pecah-pecah, mata merah dan berair.
Kadang ada perdarahan ringan pada kulit, muka, hidung, saluran
pencernaan. Rasa gatal, muka bengkak, pembesaran kelenjar getah
bening, pembesaran limpa (splenomegali), diare dan muntah.
Sedangkan stadium konvalesensi memiliki gejala erupsi berkurang,
timbul hiperpigmentasi, radang kulit bersisik (Dinas Kesehatan
Propinsi Jawa Tengah, 2005 : 89).
6) Pencegahan Penyakit Campak
Penyakit campak dapat dicegah dengan imunisasi campak di
daerah sekitar lokasi Kejadian Luar Biasa (KLB); meningkatkan gizi
penderita; mencegah kontak dengan penderita (tidak keluar rumah,
sekolah, bermain selama tujuh hari), menutup hidung dan mulut saat
penderita bersin (Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah, 2005 :
89).
2.1.1.2 Difteri
1) Penyebab dan Perjalanan Penyakit Difteri
Penyakit difteri adalah penyakit akut dan mudah menular
yang disebabkan oleh sejenis bakteri yang disebut Corynebacterium
Diphtheriae, sifatnya sangat ganas dan mudah menular (A.H.
Markum, 2002 : 18).
2) Penularan Difteri
Penularan terjadi karena adanya kontak (langsung atau tidak
langsung) dengan penderita atau penderita pembawa kuman (carier).
Tanpa pengobatan yang cukup, masa penularan berlangsung sampai
4 minggu. Tetapi dengan pengobatan yang baik masa penularan
hanya berlangsung antara 24 sampai 48 jam (Sudarjat Suraatmaja,
1997 : 20).
3) Gejala Klinis Difteri
Gejala klinis difteri antara lain; panas kurang lebih 38
derajat celsius, ada pseudomembrane putih keabu-abuan di faring,
laring atau tonsil, tak mudah lepas dan mudah berdarah, sakit waktu
menelan, leher membengkak seperti leher sapi disebabkan karena
pembengkakan kelenjar leher dan sesak napas disertai bunyi
(stridor) (Sudarjat Suraatmaja, 1997 : 20).
4) Gambaran Klinis Difteri
Tanda khas dari penyakit difteri adalah adanya tanda radang
disertai adanya selaput yang berwarna putih kotor pada
kerongkongan dan bila meluas ke tenggorokan dapat menyebabkan
penyumbatan pada jalan napas. Pada kasus yang berat, terjadi
pembengkakan disertai udem pada leher (Sudarjat Suraatmaja, 1997:
20).
5) Pencegahan Penyakit Difteri
Penyakit difteri dapat dicegah dengan imunisasi DPT pada
bayi umur kurang dari satu tahun sebanyak 3 kali; meningkatkan
gizi penderita; mencegah penderita tidak keluar rumah, sekolah,
bermain selama kurang lebih 5 hari; mengawasi dan melakukan
pemerikasaan laboratorium terhadap orang yang kontak dengan
penderita selama 2 kali masa inkubasi; dan penyuluhan (Dinas
Kesehatan Propinsi Jawa Tengah, 2005 : 100).
2.1.1.3 Pertusis (Batuk Rejan, Batuk 100 Hari).
Penyakit pertusis dapat diderita oleh bayi karena selama
dalam kandungan tidak mendapatkan zat anti terhadap pertussis.
Jika diderita bayi penyakit ini merupakan penyakit yang gawat
dengan kematian 15-30%. Pada anak-anak penyakit ini jarang
menyebabkan kematian, tetapi pengobatan terhadap penyakit ini
sulit dan memakan waktu lama (8 minggu) sehingga pengobatan
terhadap pertusis memerlukan biaya yang cukup tinggi
(Sudarjat Suraatmaja, 1997 : 22).
1) Penyebab Pertusis
Pertusis disebabkan oleh infeksi kuman Bordetella Pertussis.
Kuman mengeluarkan toksin yang menyebabkan ambang rangsang
batuk menjadi rendah, sehingga dengan rangsangan sedikit saja
(tertawa terbahak-bahak, dan menangis) akan terjadi batuk yang hebat
dan lama (Sudarjat Suraatmaja, 1997 : 23).
2) Penularan Pertusis
Dengan percikan sewaktu penderita batuk, masa penularan
terjadi sejak permulaan penyakit sampai 3 minggu berikutnya.
3) Masa Inkubasi Pertusis
Masa inkubasi pertusis terjadi antara 6 sampai 12 hari (rata-rata
7 hari).
4) Gambaran Klinis Pertusis
Pada stadium permulaan yang disebut stadium kataralis yang
berlangsung 1-2 minggu, gejala belum jelas. Penderita menunjukkan
gejala demam, pilek, batuk yang makin lama makin keras. Pada
stadium selanjutnya disebut stadium paroksismal, baru timbul gejala
khas berupa batuk lama atau hebat, didahului dengan menarik napas
panjang disertai bunyi “whoops”. Stadium paroksismal ini
berlangsung 4-8 minggu. Pada bayi batuk tidak khas, “whoops” tidak
ada tetapi sering disertai penghentian napas sehingga bayi menjadi
biru (Sudarjat Suraatmaja, 1997: 24).
2.1.1.4 Tetanus
Secara epidemiologis dibedakan antara tetanus
neonatorum (pada bayi sampai umur 28 hari) dan tetanus pada
anak dan dewasa.
Tetanus neonatum dapat terjadi jika pemotongan tali pusat
kurang steril atau seperti yang banyak terjadi di Bali, tali pusat
dipotong steril tetapi obat tali pusat diganti obat tradisional
(Sudarjat Suraatmaja, 1997 : 26).
1) Penyebab Tetanus
Tetanus adalah penyakit akut yang disebabkan oleh infeksi
kuman Clostridium tetani, kuman ini bersifat anaerob, yang berarti
kuman baru dapat hidup pada lingkungan yang tidak mengandung
zat asam (oksigen). Di luar tubuh manusia berubah menjadi bentuk
spora, pada keadaan lingkungan yang cocok (anaerob), spora ini
akan berubah menjadi bentuk aktif yang mengeluarkan eksotoksin
yang disebut lisin, menyebabkan sel darah merah pecah, toksin yang
merusak sel darah putih dari suatu toksin yang akan terikat pada
saraf menyebabkan penurunan ambang rangsang sehingga terjadi
kejang otot dan kejang-kejang. Kejang dapat terjadi karena
rangsangan, dan pada keadaan yang berat terjadi tanpa rangsangan
(Sudarjat Suraatmaja, 1997 : 26).
2) Penularan Tetanus
Kuman ini banyak terdapat pada binatang pemakan rumput,
terutama pada usus kuda dalam bentuk spora tersebar luas di tanah.
Infeksi terjadi kalau spora masuk dalam tubuh dan terdapat
lingkungan anaerob. Pada bayi yang baru lahir, infeksi terjadi pada
tali pusat yang dipotong dengan alat yang tidak steril atau pusar
dibubuhi obat tradisional yang mengandung spora kuman tetanus.
Pada tetanus anak, infeksi terjadi melalui luka tusuk atau luka yang
kotor (Sudarjat Suraatmaja, 1997 : 27).
3) Masa Inkubasi Tetanus
Masa inkubasi tetanus terjadi antara 4-21 hari (umumnya 7
hari).
4) Gambaran Klinis Tetanus
Gambaran klinis tetanus neonatorum adalah mulut tidak dapat
dibuka sehingga bayi tidak bisa minum susu ibu, tubuh kaku dan
kejang-kejang. Gambaran klinis yang khas adalah kekejangan otot
mulut sehingga mulut tidak bisa dibuka, leher dan tubuh kaku,
kesulitan menelan, dan kejang-kejang. Kejang-kejang biasanya
terjadi pada hari ke-3 atau ke-4 dan berlangsung selama 7-10 hari
(Sudarjat Suraatmaja, 1997 : 29).
2.1.2 Aspek Imunologi Imunisasi
2.1.2.1 Imunisasi
Imunisasi adalah salah satu bentuk intervensi kesehatan yang
sangat efektif dalam upaya menurunkan angka kematian bayi dan
balita. Imunisasi merupakan suatu cara untuk meningkatkan
kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga
bila ia kelak terpajan pada antigen yang serupa tidak terjadi
penyakit (I.G.N. Ranuh, dkk. 2005 : 7).
Menurut cara diperolehnya zat anti, kekebalan dibagi dalam :
1) Kekebalan Aktif
Kekebalan aktif yaitu kekebalan yang diperoleh, dimana tubuh
orang tersebut aktif membuat zat anti sendiri.
Kekebalan aktif dibagi dua yaitu : kekebalan aktif alami (naturally
acquired immuninity) dan kekebalan pasif disengaja (artifially
induced active immunity).
Kekebalan aktif alami (naturally acquired immuninity) Orang
ini menjadi kebal setelah menderita penyakit sedangkan kekebalan
pasif disengaja (artifially induced active immunity) yaitu kekebalan
yang diperoleh setelah orang mendapatkan vaksinasi.
2) Kekebalan Pasif
Kekebalan pasif yaitu kekebalan yang diperoleh karena orang
tersebut mendapatkan zat anti dari luar.
Kekebalan pasif dibagi dua yaitu : kekebalan pasif yang diturunkan
(congenital immunity) dan kekebalan pasif disengaja (arficially
induced passive immunit.
Kekebalan pasif yang diturunkan (congenital immunity) yaitu
kekebalan pada bayi-bayi, karena mendapatkan zat anti yang
diturunkan dari ibunya, ketika ia masih berada dalam kandungan.
Antibodi dari darah ibu, melalui plasenta, masuk ke dalam darah bayi.
Macam dan jumlah zat anti yang didapatkannya tergantung pada
macam dan jumlah zat anti yang dimiliki ibunya. Macam kekebalan
yang diturunkan antara lain : terhadap tetanus, difteri, pertusis, typhus.
Kekebalan ini biasanya berlangsung sampai umur 3-5 bulan, karena
zat anti ini makin lama makin berkurang sedangkan ia sendiri tidak
immunity) yaitu kekebalan yang diperoleh seseorang karena orang itu
diberi zat anti dari luar (Indah Entjang, 2000 : 37-38).
2.1.2.2 Respon Imun
Respon imun adalah respon tubuh berupa suatu urutan
kejadian yang kompleks terhadap antigen, untuk mengeliminasi
antigen tersebut.
Dikenal dua macam pertahanan tubuh yaitu :
1) Mekanisme pertahanan non-spesifik disebut juga komponen non-
adaptif atau innate artinya tidak ditujukan hanya untuk satu macam
antigen, tetapi untuk berbagai macam antigen.
2) Mekanisme pertahanan tubuh spesifik atau komponen adaptif
ditujukan khusus terhadap satu jenis antigen, terbentuknya antibodi
lebih cepat dan lebih banyak pada pemberian antigen berikutnya, hal
ini disebabkan telah terbentuknya sel memori pada pengenalan antigen
pertama kali.
Mekanisme pertahanan spesifik terdiri atas imunitas humoral
akan menghasilkan antibodi bila dirangsang oleh antigen dan imunitas
seluler hanya dapat dipindahkan melalui sel contohnya pada reaksi
penolakan organ transplantasi oleh sel limfosit dan pada gaft versus
host disease (I.G.N. Ranuh, dkk. 2005 : 7).
2.1.2.3 Vaksin Campak
Imunisasi campak diberikan untuk mendapatkan kekebalan
terhadap penyakit campak secara aktif. Vaksin campak
mengandung virus campak hidup yang telah dilemahkan.
Vaksin campak yang beredar di Indonesia dapat diperoleh
dalam bentuk kemasan kering tunggal atau dalam kemasan kering
dikombinasikan dengan vaksin gondong dan rubella (campak
Jerman) (A.H. Markum, 2002 : 26).
Untuk menentukan minimal pemberian imunisasi dan jadwal
imunisasi, ada 2 hal yang perlu diperhatikan yaitu :
1). Distribusi umur mengenai anak yang terserang dan kematiannya.
2). Respon imunologis sehubungan dengan adanya kekebalan bawaan.
Di Indonesia penyakit ini sering menyerang bayi atau anak kecil,
imunisasi dianjurkan diberikan pada umur 12-15 bulan (Sudarjat
Suraatmaja, 1997 : 39).
2.1.2.4 Vaksin DPT (Difteria, Pertusis, Tetanus)
Manfaat pemberian imunisasi DPT adalah untuk
menimbulkan kekebalan aktif dalam waktu yang bersamaan
terhadap penyakit difteria, pertusis dan tetanus.
Di Indonesia vaksin terhadap ketiga penyakit tersebut
dipasarkan dalam tiga jenis kemasan, yaitu dalam bentuk kemasan
tunggal khusus bagi tetanus dalam bentuk kombinasi DT (difteri
dan tetanus) dan kombinasi DPT (dikenal pula sebagai vaksin
tripel).
Cara imunisasi DPT yaitu imunisasi dasar DPT diberikan
tiga kali, sejak bayi berumur 2 bulan dengan selang waktu antara
dua penyuntikan minimal 4 minggu. Untuk imunisasi massal tetap
harus diberikan 3 kali karena suntikan pertama tidak memberikan
perlindungan apa-apa dan baru akan memberikan perlindungan
terhadap serangan penyakit apabila telah mendapat suntikan
vaksin DPT sebanyak 3 kali. Daya proteksi atau daya lindung
vaksin difteri cukup baik yaitu sebesar 80-90% dan daya proteksi
vaksin tetanus sangat baik yaitu 90-95% sedangkan daya proteksi
vaksin pertusis masih rendah yaitu 50-60%. Oleh karena itu jarang
anak yang telah mendapatkan imunisasi pertusis masih terjangkit
batuk rejan, tetapi dalam bentuk yang lebih ringan.
Reaksi imunisasi yang mungkin terjadi biasanya demam
ringan, pembengkakan dan rasa nyeri ditempat suntikan selama 1-
2 hari (A.H. Markum, 2002 : 23).
2.1.2.5 Jadwal Pemberian Imunisasi pada Bayi
Tabel 2. Jadwal Pemberian Imunisasi pada Bayi Dengan
DPT dan HB dalam Bentuk Terpisah, Bayi Lahir di Rumah
Umur Vaksin Tempat 0 bulan HB1 Rumah 1 bulan BCG, Polio1 Posyandu* 2 bulan DPT1, HB2, Polio2 Posyandu* 3 bulan DPT2, HB3, Polio3 Posyandu* 4 bulan DPT3, Polio4 Posyandu* 9 bulan Campak Posyandu*
Sumber : Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah ( 2005 : 17)
Tabel 3. Jadwal Pemberian Imunisasi pada Bayi dengan Menggunakan
Vaksin DPT dan HB dalam Bentuk Terpisah, Bayi Lahir di RS/RB/Bidan Praktek
Umur Vaksin Tempat 0 bulan HB1, Polio1, BCG RS/ RB/ Bidan 2 bulan DPT1, HB2, Polio2 RS/ RB/ Bidan# 3 bulan DPT2, HB3, Polio3 RS/ RB/ Bidan# 4 bulan DPT3, Polio4 RS/ RB/ Bidan# 9 bulan Campak RS/ RB/ Bidan#
Sumber : Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah (2005 : 17)
Keterangan :
* : atau tempat pelayanan lain
# : atau posyandu
Tabel 4. Jadwal Pemberian Imunisasi pada Bayi dengan Menggunakan
Vaksin DPT dan HB dalam Bentuk Terpisah, Menurut Frekuensi dan Selang Waktu dan Umur Pemberian.
Vaksin Pemberian Imunisasi
Selang Waktu
Pemberian Minimal
Umur Keterangan
BCG 1X - 0-11 bulan DPT 3X
(DPT 1,2,3) 4 minggu 2-11 bulan
Polio 4X (Polio
1,2,3,4)
4 Minggu 0-11 bulan
Campak 1X - 9-11 bulan Hepatitis
B 3X
(Hepatitis 1,2,3)
4 Minggu 0-11 bulan Untuk bayi lahir di RS/Puskesmas/RB/ Rumah oleh Nakes Pelaksana, HB segera diberikan dalam 24 jam pertama kelahiran, vaksin BCG, Polio diberikan sebelum bayi pulang ke rumah.
Sumber : Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah (2005 : 17)
Tabel 5. Jadwal Pemberian Imunisasi pada Bayi dengan Menggunakan
Vaksin DPT/HB Kombo Bayi Lahir di Rumah.
Umur Vaksin Tempat 0 bulan HB1 Rumah 1 bulan BCG, Polio1 Posyandu* 2 bulan DPT/HB kombo1, Polio2 Posyandu* 3 bulan DPT/HB kombo2, Polio3 Posyandu* 4 bulan DPT/HB kombo3 Polio4 Posyandu* 9 bulan Campak Posyandu* Sumber : Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah (2005 : 18)
Tabel 6. Jadwal Pemberian Imunisasi pada Bayi dengan Menggunakan Vaksin
DPT/HB Kombo Bayi Lahir di RS/RB/Bidan Praktek
Umur Vaksin Tempat 0 bulan HB1, Polio1, BCG RS/RB/Bidan 2 bulan DPT/ HB kombo1,
Polio2 RS/RB/Bidan#
3 bulan DPT/HB kombo2, Polio3 RS/RB/Bidan# 4 bulan DPT/ HB kombo3,
Polio4 RS/RB/Bidan#
9 bulan Campak RS/RB/Bidan# Sumber : Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah (2005 : 18)
Keterangan :
* : atau tempat pelayanan lain
# : atau posyandu
2.1.3 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Imunisasi DPT dan
Campak
Menurut Lawrence Green (1980) ada 3 faktor yang berhubungan
Meliputi : keaktifan petugas imunisasi dalam memotivasi dan
kedisiplinan petugas imunisasi.
Dalam penelitian ini Faktor-faktor pendorong (reinforcing factor)
diteliti.
Kerangka konsep di atas dapat digambarkan seperti di bawah ini.
Variabel Bebas Variabel Terikat
Gambar 2. Kerangka Konsep
Pengetahuan Ibu tentang Imunisasi DPT dan Campak
Tingkat Pendidikan Ibu
Pekerjaan Ibu
Keaktifan Petugas Imunisasi dalam
Memotivasi
Kedisiplinan Petugas
Status Imunisasi DPT dan Campak
Sikap Ibu
3.2 Hipotesis Penelitian
3.2.1 Ada hubungan antara pengetahuan ibu tentang imunisasi DPT dan
campak dengan status imunisasi DPT dan campak di wilayah kerja
Puskesmas Wonopringgo Kabupaten Pekalongan
3.2.2 Ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan status imunisasi
DPT dan campak di wilayah kerja Puskesmas Wonopringgo
Kabupaten Pekalongan
3.2.3 Ada hubungan antara pekerjaan ibu dengan status imunisasi DPT
dan campak di wilayah kerja Puskesmas Wonopringgo Kabupaten
Pekalongan
3.2.4 Ada hubungan antara sikap ibu dengan status imunisasi DPT dan
campak di wilayah kerja Puskesmas Wonopringgo Kabupaten
Pekalongan
3.2.5 Ada hubungan antara keaktifan petugas imunisasi dalam memotivasi
dengan status imunisasi DPT dan campak di wilayah kerja
Puskesmas Wonopringgo Kabupaten Pekalongan
3.2.6 Ada hubungan antara kedisiplinan petugas imunisasi dengan
cakupan imunisasi DPT dan campak di wilayah kerja Puskesmas
Wonopringgo Kabupaten Pekalongan
3.3 Definisi Operasional
Tabel 8 Definisi Operasional
No. Variabel Definisi Cara Ukur Klasifikasi Skala Pengukuran
1. 2. 3. 4. 5. 6. 1. Pengeta-
huan ibu tentang imunisasi DPT dan campak
Pengetahua ibu adalah kemampuan yang dimiliki ibu untuk menjawab sejumlah pertanyaan tentang imunisasi DPT dan campak.
Dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner tersebut diberi skor atau nilai jawaban masing-masing dengan sistem penilaian sebagai berikut: 1 untuk jawaban (a) benar 0 untuk jawaban (b) salah
Pengetahuan baik jika > 80% jawaban benar Pengetahua
n cukup jika 60-80% jawaban benar Pengetahua
n kurang jika < 60% jawaban benar.
Ordinal
2.
Tingkat pendidikan ibu
Tingkat pendidikan ibu adalah pendidikan formal terakhir yang diikuti ibu yang dinyatakan dengan pemberian ijazah.
Dengan menggunakan kuesioner.
1. Tingkat pendidikan dasar (tidak tamat SD, tamat SD/ sederajat
2. Tingkat pendidikan menengah keatas (tamat SMP/ sederajat, tamat SMA/ sederajat, tamat perguruan tinggi).
Ordinal
1. 2. 3. 4. 5. 6. 3. Pekerjaan
ibu Pekerjaan ibu adalah jenis pekerjaan yang digeluti ibu.
Dengan menggunakan kuesioner
1. Ibu rumah tangga tidak kerja
2. Ibu rumah tangga bekerja
Nominal
4. Sikap ibu Sikap ibu adalah anggapan atau reaksi ibu terhadap tatalaksana imunisasi
Dengan kuesioner. Responden diminta menanggapi pertanyaan tentang sikap. Pertanyaan
Favourable untuk pertanyaan II, no. 9, 10, 11, 12, 16, 17. Dengan penilaian 1. Untuk
tanggapan Sangat Tidak Setuju (STS)
2. Untuk tanggapan Tidak Setuju (TS)
3. Untuk tanggapan Ragu-ragu (R)
4. Untuk tanggapan Setuju (S)
5. Untuk tanggapan Sangat Setuju (SS). Pertanyaan
Unfavourable untuk pertanyaan II, no. 13, 14, 15. Penilaiannya kebalikan dari pertanyaan favourable
Sikap positif jika total nilai sama dengan atau lebih dari rata-rata. Sikap
negatif jika total nilai kurang dari rata-rata.
Nominal
1. 2. 3. 4. 5. 6. 5. Keaktifan
petugas imunisasi dalam memotivasi
Keaktifan petugas imunisasi dalam memotivasi merupakan upaya petugas imunisasi untuk membangkitkan atau mengubah motiv ibu-ibu dari yang tadinya tidak atau kurang mendukung imunisasi kemudian menjadi mau atau bersedia dan bahkan mengimunisasi bayinya. Keaktifan petugas imunisasi yang dimaksud adalah penilaian responden terhadap keaktifan petugas imunisasi dalam memotivasi ibu-ibu.
Dengan menggunakan kuesioner. Diukur dengan menggunakan kuesioner yang diberikan pada responden dengan sistem penilaian sebagai berikut : Skor 1 untuk
pilihan nomor 1 Skor nilai 2
untuk pilihan nomor 2. Skor nilai 3
untuk pilihan nomor 3.
Tidak aktif jika skor jawaban responden 1-3. Cukup aktif
jika skor jawaban responden 4-6. Aktif jika
skor jawaban responden 7-9
Ordinal
6.
Kedisiplinan petugas Imunisasi
Kedisiplinan petugas Imunisasi merupakan kedisiplinan petugas imunisasi
Dengan menggunakan kuesioner. Diukur dengan menggunakan kuesioner yang diberiakan pada
Kedisiplinan tinggi jika skor jawaban responden lebih dari atau sama dengan 80% dari skor
Nominal
1.
2.
dalam 3.
melakukan tugasnya yang berkaitan dengan imunisasi, terutama mengenai pembuatan jadwal dan pemenuhan jadwal tersebut. Kedisiplinan petugas imunisasi adalah penilaian responden terhadap kedisiplinan petugas dalam melakukan tugasnya.
responden 4.
dengan sistem penilaian sebagai berikut : Skor nilai 1
untuk pilihan nomor 1. Skor nilai 2
untuk pilihan nomor 2. Skor nilai 3
untuk pilihan nomor 3.
total. 5.
Kedisiplinan
rendah jika skor jawaban responden kurang dari 80% dari skor total.
6.
7. Status imunisasi DPT dan Campak
Status imunisasi DPT dan Campak adalah Kelengkapan imunisasi DPT dan Campak, yang dimiliki anak dari responden
Diukur dengan kuesioner
1. Lengkap jika di imunisasi DPT1, 2, 3 dan Campak
2. Tidak lengkap jika tidak imunisasi DPT1, 2, 3 dan Campak
Nominal.
3.4 Jenis dan Rancangan Penelitian
Dalam penelitian ini digunakan metode survei analitik dengan
pendekatan cross sectional. Cross sectional adalah suatu penelitian
dimana variabel- variabel yang termasuk faktor resiko dan variabel yang
termasuk efek diobservasi sekaligus pada waktu yang sama.
3.5 Populasi dan Sampel Penelitian
3.5.1 Populasi Penelitian
Populasi target adalah populasi yang menjadi sasaran akhir
penerapan hasil penelitian (Sudigdo Sastroasmoro dan Sofyan
Ismael, 1995 : 42). Populasi target dalam penelitian ini adalah
seluruh ibu yang mempunyai bayi atau balita yang ada di wilayah
kerja Puskesmas Wonopringgo Pekalongan yang berjumlah 3.575
sedangkan populasi terjangkau adalah bagian dari populasi target
yang dapat dijangkau oleh peneliti yang dibatasi oleh tempat dan
waktu (Sudigdo Sastroasmoro dan Sofyan Ismael, 1995 : 43).
dalam penelitian ini populasi terjangkaunya adalah ibu-ibu yang
memiliki balita umur (12-36 bulan) yang ada di wilayah kerja
Puskesmas Wonopringgo Pekalongan yang berjumlah 1.427.
3.5.2 Sampel Penelitian
Sampel yang diambil 10% dari jumlah populasi sasaran yaitu
1.427 jadi jumlah sampelnya adalah 142. Teknik sampling yang
digunakan adalah Cluster Proportional Random Sampling. Teknik
ini melalui dua tahap yaitu tahap pertama menentukan sampel
desa. Wilayah kerja Puskesmas Wonopringgo Kabupaten
Pekalongan terdiri dari 14 desa dan sampelnya menggunakan 6
desa. Pengambilan 6 desa tersebut dilaksanakan secara random
(Simple Random Sampling) desa yang dijadikan sampel antara lain
: Jetak Kidul, Sastrodirjan, Legok Gunung, Sampih, Wonorejo,
dan Gondang. Dan tahap berikutnya menentukan sampel yang ada
pada desa tersebut secara proportional sample, diambil 25% dari
jumlah tiap-tiap populasi yang ada didesa yang telah terpilih
sebagai sampel. Hasilnya sebagai berikut :
Tabel 9. Jumlah Sampel Dari Tiap-Tiap Desa
No Desa Jumlah
populasi/ balita umur 12-36 bulan
Populasi X 25%
Sampel
1. Jetak Kidul 120 120 X 25 % 30 2. Sastrodirjan 116 116 X 25 % 29 3. Legok
Gunung 102 102 X 25 % 25
4. Sampih 67 67 X 25 % 16 5. Wonorejo 102 102 X 25 % 25 6. Gondang 68 68 X 25 % 17
Jumlah 575 142
3.5.2.1 Kriteria Inklusi
Ibu yang mempunyai balita umur (12-36) bulan pada
saat dilakukan penelitian yang ada di wilayah kerja Puskesmas
Wonopringgo Kabupaten Pekalongan.
3.5.2.2 Kriteria Ekslusi
Ibu yang mempunyai balita yang ada di wilayah kerja
Puskesmas Wonopringgo Pekalongan yang berumur 12-36
bulan pada saat dilakukan penelitian tetapi tidak bersedia ikut
berpartisipasi dalam penelitian.
3.6 Instrumen Penelitian.
Instrumen yang digunakan adalah formulir kuesioner untuk
mengumpulkan data mengenai pengetahuan ibu tentang imunisasi,
pendidikan ibu, pekerjaan ibu, sikap ibu, keaktifan petugas imunisasi
dalam memotivasi dan kedisiplinan petugas imunisasi.
3.6.1 Uji Kuesioner sebagai Alat Ukur.
Kuesioner dapat digunakan sebagai alat ukur penelitian
perlu uji validitas dan reliabilitas. Untuk itu kuesioner tersebut
harus dilakukan uji coba “trial” lapangan.
3.6.2 Validitas
Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur
itu benar-benar mengukur apa yang diukur.
Untuk mengetahui apakah kuesioner yang kita susun
tersebut mampu mengukur apa yang hendak kita ukur. Maka perlu
diuji dengan uji korelasi antara skor (nilai) tiap-tiap item
(pertanyaan) dengan skor total kuesioner tersebut.
Bila semua pertanyaan itu mempunyai korelasi yang
bermakna (construck validity) berarti semua item (pertanyaan)
yang ada didalam kuesioner itu mengukur konsep yang kita ukur.
Teknik korelasi yang dipakai adalah teknik korelasi “product
Moment” yang rumusnya sebagai berikut :
( ) ( )( )[ ] ( )( )[ ]2222 ΣΥ−ΝΣΥΣΧ−ΝΣΧ
ΣΧΣΥ−ΣΧΥΝ=R
Dimana :
X = Item soal
Y = Skor total
N = Jumlah anggota sampel.
Sumber : (Soekidjo Notoatmodjo, 2002 : 129-131)
Berdasarkan hasil uji validitas kuesioner penelitian dengan
20 responden pada lampiran ditunjukkan dari 8 butir pertanyaan
tentang pengetahuan ibu tentang imunisasi DPT dan campak yang
diujicobakan ternyata semua butir pertanyaan valid, karena
memiliki p < 0,05. Sehingga pertanyaan tentang pengetahuan ibu
tentang imunisasi DPT dan campak dapat digunakan untuk
mengumpulkan data.
Uji validitas kuesioner penelitian dengan 20 responden
untuk variabel sikap ibu, pada lampiran ditunjukkan dari 9 butir
pertanyaan yang diujikan ternyata semua butir pertanyaan valid,
karena memiliki nilai p < 0,05. Sehingga butir pertanyaan tentang
sikap ibu dapat digunakan untuk mengumpulkan data penelitian.
3.6.3 Reliabilitas
Reliabilitas adalah indek yang menunjukkan sejauh mana
suatu alat pengukuran dapat dipercaya atau dapat diandalkan.
Perhitungan reliabilitas harus dilakukan hanya pada
pertanyaan-petanyaan yang sudah memiliki validitas.
Pengujian reliabilitas dengan internal consistency,
dilakukan dengan cara mencobakan instrumen sekali saja,
kemudiaan hasil yang diperoleh dianalisis dengan teknik Alfa
Cronbach.
Rumus Koefisiensi Reliabilitas Alfa Cronbach.
( ) ⎪⎭
⎪⎬⎫
⎪⎩
⎪⎨⎧−
−= ∑
2
2
11 St
Sik
kri
Dimana :
K = mean kuadrat antara subyek
=∑ 2Si mean kuadrat kesalahan
St 2 = varians Total
(Sugiyono, 2004 : 283).
Berdasarkan hasil uji reliabilitas kuesioner penelitian untuk
variabel pengetahuan ibu tentang imunisasi DPT dan Campak
didapatkan nilai Alpha Cronbach = 0,7801 > nilai r tabel (dimana
α = 5 %, N = 20, jadi r tabel = 0,444). Jadi butir pertanyaan
tentang pengetahuan ibu tentang imunisasi DPT dan Campak
adalah reliabel, karena memiliki alpha lebih besar dari pada r
tabel.
Sedangkan hasil uji reliabilitas kuesioner penelitian untuk
variabel sikap ibu didapatkan nilai Alpha Cronbach = 0,8516 >
nilai r tabel (0,444) sehingga butir pertanyaan tentang sikap ibu
adalah reliabel.
3.7 Teknik Pengambilan Data
Teknik pengambilan data yang digunakan antara lain:
3.7.1 Dokumentasi
Dokumentasi merupakan metode untuk mengumpulkan
data dari suatu dokumen resmi. Dalam melakukan metode
dokumentasi, peneliti menggunakan data dari kelurahan berupa
monografi dan data yang ada di puskesmas berupa profil
kesehatan dan data sekunder puskesmas berupa Kartu menuju
sehat (KMS) balita untuk mengumpulkan data tentang status
imunisasi DPT dan campak.
3.7.2 Wawancara
Wawancara adalah suatu metode yang dipergunakan untuk
mengumpulkan data. Dengan metode ini didapatkan keterangan
atau pendirian secara lisan dari seseorang sasaran penelitian
(responden), atau bercakap-cakap berhadapan muka dengan orang
tersebut. Jadi data tersebut diperoleh langsung dari responden
melalui suatu pertemuan atau percakapan.
3.8 Teknik Analisis data
Dalam penelitian ini data dianalisis dengan menggunakan :
3.8.1 Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil
penelitian, analisis univariat meliputi distribusi dan persentase dari tiap
variabel pengetahuan ibu tentang imunisasi DPT dan campak, tingkat
pendidikan ibu, pekerjaan ibu, sikap ibu, keaktifan petugas imunisasi
dalam memotivasi, kedisiplinan petugas imunisasi dan status imunisasi
DPT dan campak.
3.8.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk mencari hubungan antara
variabel bebas dan variabel terikat dengan uji statistik yang disesuaikan
dengan skala data yang ada. Uji statistik yang digunakan adalah chi-
square. Taraf signifikansi yang digunakan adalah 95% dengan nilai
kemaknaan 5%.
Untuk mengetahui tingkat keeratan hubungan antara variabel
bebas dengan variabel terikat, maka digunakan koefisien kontingensi
(CC). Kriteria keeratan hubungan dengan menggunakan koefisien
kontingen yaitu sebagai berikut :
1) 0,00 – 0,19 = hubungan sangat lemah
2) 0,20 – 0,39 = hubungan lemah
3) 0,40 – 0,59 = hubungan cukup kuat
4) 0,60 – 0,79 = hubungan kuat
5) 0,80 – 1,00 = hubungan sangat kuat
(Sugiyono, 2002 : 216).
Rumusnya sebagai berikut :
2
2
Χ+ΝΧ
=c
Harga chi-square dicari dengan rumus :
( )2
1 1
2 ∑∑= = ΕΡ
Ε+ΟΡ=Χ
r
i
k
j ij
ijij
( Sugiyono, 2002 : 224).
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Wilayah Penelitian Dan Deskripsi Data
4.1.1 Gambaran Wilayah Penelitian
4.1.1.1 Geografis
Puskesmas Wonopringgo terletak di daerah dataran rendah,
berlokasi di desa Pegaden Tengah Kecamatan Wonopringgo
kabupaten Pekalongan. Wilayah kerja Puskesmas Wonopringgo
Meliputi 14 desa yaitu : Jetak Kidul, Sastrodirjan, Legok Gunung,
Endah Widiarti. 2001. Faktor yang Berhubungan dengan Cakupan Imunisasi di
Kecamatan Uluagung Kabupaten Magelang. Skripsi S-1. Universitas Diponegoro Semarang.
I.G.N. Ranuh, dkk. 2005. Pedoman Imunisasi di Indonesia. Jakarta : Ikatan
Dokter Anak Indonesia. Indan Entjang. 2000. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bandung : PT. Citra Aditya
Bakti.
Kunaryo Hadi Kusuma, dkk. 1996. Pengantar Pendidikan. Semarang : IKIP Semarang PRESS.
Pandji Anoraga. 2005. Psikologi Kerja. Jakarta : Rineka Cipta. Sarlito Wirawan Sarwono. 2000. Pengantar Umum Psikologi. Jakarta : PT. Bulan
Bintang. Siswanto Sastrohadiwiryo. 2003. Manajemen Tenaga Kerja Indonesia. Jakarta :
Bumi Aksara. Soekidjo Notoatmodjo. 2002a. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka
Cipta.
. 2003b. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Sri Mumpuni. 2002. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Imunisasi di Kecamatan Kendal Kota Kabupaten Kendal. Skripsi S-1. Universitas Diponegoro Semarang.
Sudarjat Suraatmaja. 1995. Imunisasi. Jakarta : Arcan. Sugeng Hariyadi. 2003. Psikologi Perkembangan. Semarang : UPT UNNES
Press. Sugiarti. 2002. Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Status Imunisasi bagi
Bayi di Puskesmas Gunung Jati Kabupaten Magelang. Skripsi S-1. Universitas Diponegoro Semarang.
Sugiyono. 2002. Statistik untuk Penelitian. Bandung : CV Alfa Beta. Suharsimi Arikunto. 1998. Prosedur Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta. Sunarti. 2000. Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Status Imunisasi
Campak Anak Usia 9-35 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Platungan dan Sukorejo 1 Kabupaten Kendal. Skripsi S-1. Universitas Diponegoro Semarang.