BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Depresi merupakan suatu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dengan gejala penyerta termasuk perubahan pola tidur, nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, ahedonia, kelelahan, rasa putus asa, tak berdaya dan gagasan bunuh diri. Menurut Kaplan, depresi merupakan salah satu gangguan mood yang ditandai oleh hilangnya perasan kendali dan pengalaman subjektif adanya penderitaan berat. Mood adalah keadaan emosional internal yang meresap dari seseorang dan bukan afek, yaitu ekspresi dari isi emosional saat itu (Kaplan, 2010). Amir (2005) mengatakan bahwa depresi bukanlah gangguan yang homogen, tetapi merupakan fenomena yang kompleks. Bentuknya pun sangat bervariasi, sehingga kita mengenal depresi dengan gejala yang ringan, sedang, berat, dengan atau tanpa cirri psikotik, berkormobiditas dengan gangguan psikiatrik lain atau dengan gangguan fisik lain. Keanekaragaman tersebut diduga karena adanya perbedaan etiologi yang mendasarinya. Istilah depresi pertama kali dikenalkan oleh Meyer (1905) untuk menggambarkan suatu penyakit jiwa dengan gejala utama sedih, yang disertai gejala-gejala psikologis lainnya, gangguan somatic (fisik) maupun gangguan psikomotor dalam kurun waktu tertentu dan digolongkan ke dalam gangguan afektif. 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Depresi merupakan suatu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam
perasaan yang sedih dengan gejala penyerta termasuk perubahan pola tidur, nafsu makan,
psikomotor, konsentrasi, ahedonia, kelelahan, rasa putus asa, tak berdaya dan gagasan bunuh
diri. Menurut Kaplan, depresi merupakan salah satu gangguan mood yang ditandai oleh
hilangnya perasan kendali dan pengalaman subjektif adanya penderitaan berat. Mood adalah
keadaan emosional internal yang meresap dari seseorang dan bukan afek, yaitu ekspresi dari isi
emosional saat itu (Kaplan, 2010).
Amir (2005) mengatakan bahwa depresi bukanlah gangguan yang homogen, tetapi
merupakan fenomena yang kompleks. Bentuknya pun sangat bervariasi, sehingga kita mengenal
depresi dengan gejala yang ringan, sedang, berat, dengan atau tanpa cirri psikotik,
berkormobiditas dengan gangguan psikiatrik lain atau dengan gangguan fisik lain.
Keanekaragaman tersebut diduga karena adanya perbedaan etiologi yang mendasarinya.
Istilah depresi pertama kali dikenalkan oleh Meyer (1905) untuk menggambarkan suatu
penyakit jiwa dengan gejala utama sedih, yang disertai gejala-gejala psikologis lainnya,
gangguan somatic (fisik) maupun gangguan psikomotor dalam kurun waktu tertentu dan
digolongkan ke dalam gangguan afektif.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO, 1974) menyebutkan bahwa 17% pasien-pasien yang
berobat ke dokter adalah pasien dengan depresi. Diperkirakan prevalensi pada populasi
masyarakat dunia adalah 3%. Sementara Sartorius (1974) memperkirakan 100 juta penduduk di
dunia mengalami depresi.
Penelitian yang dilakukan di negara-negara Barat menunjukkan insidensi depresi yang
bervariasi antara 33 – 350 per 100.000 penduduk. Sedangkan di Asia insidensi depresi
menunjukkan angka 20 – 690 per 100.000 penduduk. Di Amerika Serikat 6 – 8 % pasien yang
datang berobat ke fasilitas kesehatan menderita depresi. Saat ini depresi memang masih
1
merupakan suatu fenomena gunung es, di mana hanya 12 –15 orang per 1000 pasien yang
mengeluh dengan keluhan depresi (Setyonegoro, 1981 cit., Hawari, 2002).
Rangkuman dari referensi utama psikiatri Kaplan dan Sadock's Comprehensive Textbook of
Psychiatry menyebutkan bahwa prevalensi seumur hidup dan sepanjang tahun dari depresi
unipolar adalah 20%-25% dan 10%-15% secara berturut-turut (Rihmer dan Angst, 2005).
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO, 1974) menyebutkan angka 17% pasien yang berobat ke
dokter adalah pasien dengan depresi dan selanjutnya diperkirakan prevalensi depresi pada
populasi masyarakat dunia adalah 3%. Angka-angka ini akan semakin bertambah untuk masa-
masa yang akan datang yang disebabkan karena beberapa hal, antara lain :
1. Usia harapan hidup semakin bertambah
2. Stressor biopsikososial semakin berat
3. Berbagai penyakit kronik semakin bertambah; dan
4. Kehidupan beragama yang semakin ditinggalkan.
Pengamatan dari waktu ke waktu kasus-kasus gangguan kejiwaan yang tergolong
kecemasan dan depresi semakin bertambah. Hal ini dapat dilihat dari kenaikan jumlah kunjungan
pasien yang berobat di pusat-pusat pelayanan kesehatan jiwa dan juga yang berobat ke
dokter/psikiater. Kenaikan jumlah pasien dengan kecemasan dan/atau depresi dapat juga dilihat
dari kenaikan obat-obat psikofarmaka (obat anti cemas dan anti depresi) yang diresepkan oleh
para dokter (Hawari, 2002).
Menurut I Gusti Ayu Endah Ardjana (Menurut Soetjiningsih, 2004) depresi yang nyata
menunjukkan trias gejala yaitu :
a. Pertama, tertekannya perasaan. Tertekannya perasaan dapat dirasakan penderita, dapat
dilaporkan secara verbal, dapat pula diekspresikan dalam bentuk roman muka yang sedih,
tidak mengindahkan dirinya, mudah menangis dan lain sebagainya.
b. Kedua, kesulitan berpikir. Kesulitan berpikir Nampak dalam reaksi verbal yang lambat,
sedikit bicara dan menyatakan bahwa proses berpikir menjadi lambat.
2
c. Ketiga, keterlambatan psikomotor. Merupakan gejala yang dapat dinilai secara obyektif
oleh sekitar dan juga dirasakan oleh penderita. Misalnya, mudah lelah, kurang antusias,
kurang energy, ragu-ragu, dan keluhan lain sebagainya yang tidak menentu.
Depresi bisa melanda siapa saja, pada segala rentang usia, namun depresi pada kelompok
remaja ternyata relative lebih tinggi atau dengan kata lain remaja rentan terkena depresi. Masa
remaja sering dianggap sebagai masa yang rentan masalah, salah satu wujud dari masalah-
masalah tersebut dikenal sebagai perilaku antisosial. Walau depresi sudah dikenal sejak beberapa
abad yang lalu, namun penyebabnya belum diketahui secara pasti.
Berdasarkan penelitian, semakin meningkat usia anak maka angka kejadian depresinya
makin meningkat. Dari data penelitian di Amerika, didapatkan gejala depresi pada remaja umur
11-13 tahun (remaja awal) lebih ringan dibandingkan dengan gejala depresi pada umur 14 tahun
(remaja menegah) dan umur 17-18 tahun (remaja akhir). Depresi merupakan gangguan jiwa
yang banyak dialami oleh orang antara umur 15-44 tahun. Prevalensi gangguan depresi pada
remaja dengan depresi berat 0,4-6,4%, gangguan distimik 1,6-8% dan gangguan bipolar 1%.
Sekitar 40-70% komorbiditas dengan gangguan jiwa lain (penyimpangan perilaku,
penyalahgunaan obat, penyimpangan seksual, gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif,
anxietas, anoreksia nervosa, problem sekolah). 50% populasi memiliki 2 atau lebih dari dua
gangguan jiwa lain. Rasio remaja perempuan dibandingkan laki-laki adalah 2:1. Diperkirakan
pada wanita yang mengalami depresi antara 10%-15% dan pada pria antara 5% - 12% (Hawari,
2005). Semenjak 20 tahun terakhir ini banyak penelitian tentang depresi pada masa remaja,
karena gejala depresi sering terjadi pada masa remaja.
Remaja atau “adolessence”, berasal dari bahasa latin “Adolescare” yang berarti tumbuh
kearah kematangan. Kematangan dimaksud adalah bukan hanya kematangan fisik saja, tetapi
juga kematangan social dan psikologi.
Masa remaja merupakan suatu periode dalam rentang kehidupan manusia. Pada masa ini
remaja akan mengalami berbagai macam proses-proses perubahan secara biologis dan juga
secara psikologis. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak ke masa dewasa yang
ditandai oleh perubahan fisik, emosi dan psikis. Menurut WHO batasan usia remaja adalah 12
3
tahun samapai 24 tahun. Menurut Depkes RI adalah 10-19 tahun dan belum kawin. Sedangkan
menurut BKKBN adalah 10-19 tahun (Widyastuti, 2008).
Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kana-kanak dengan masa dewasa. Istilah ini
menunjukkan masa dari awal pubertas sampai tercapainya kematangan. Perubahan dari masa
kana-kanak menuju masa dewasa atau sering dikenal dengan istilah masa pubertas ditandai
dengan datangnya menstruasi pada perempuan (August, 2009).
Sejumlah problem yang dihadapi remaja tidak lepas dari kenyataan bahwa masa remaja
merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Hal itu akan
menimbulkan sejumlah konsekuensi perubahan baik pada aspek fisik, seksual, emosi, religious,
moral, social, dan intelektual. Secara biologis masa remaja sudah tergolong dewasa, dalam arti
sudah cukup matang untuk memberikan keturunan. Namun secara psikologis, pemikiran, sikap,
perasaan, minat, dan kehendak masih sering berubah-ubah dan dianggap belum mencapai taraf
kestabilan, bahkan dalam hal keuangan para remaja masih banyak yang bergantung kepada orang
tua (Bastaman, 1995).
Menyerahkan pendidikan anak ke pondok pesantren yang pada umumnya mensyaratkan
para santrinya tinggal di asrama berarti memisahkan hubungan fisik antara anak dan orang tua
selama masa pendidikan. Perpisahan anak dengan orang tua mempunyai resiko terhadap
perkembangan mental di masa yang akan datang dengan berbagai macam konsekuensinya.
Pesantren merupakan sebuah pendidikan dan pengembangan islam yang diperkenalkan di
Jawa sekitar 500 tahun yang lalu. Pada zaman wali songo, pesantren memainkan peran penting
dalam penyebaran agama islam di pulau Jawa. Selanjutnya, pesantren berperan dalam era
kebangkitan islam di Indonesia (Hasbullah, 1999).
Dari hal-hal yang telah diuraikan diatas, peneliti tertarik untuk meneliti perbandingan
tingkat depresi yang terjadi pada remaja putri tingkat tsanawiyah di Madrasah Muallimaat
Muhammadiyah Yogyakarta yang berasal dari Yogyaarta dan dari luar Yogyakarta.
1.2. Rumusan Masalah
Adapun perumusan masalah yang akan peneliti kemukakan adalah :
4
Apakah ada perbedaan tingkat depresi antara remaja putri yang berasal dari dalam dan luar
Yogyakarta pada tingkat tsanawiyah di Madrasah Muallimaat Muhammadiyah Yogyakarta.
1.3. Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah yang telah dirumuskan tersebut, tujuan penelitiannya adalah
sebagai berikut :
Untuk mengetahui perbedaan tingkat depresi pada remaja putri yang berasal dari dalam
dan luar Yogyakarta pada tingkat tsanawiyah di Madrasah Muallimaat Yogyakarta.
1.4. Keaslian Penelitian
Berdasarkan pengetahuan peneliti, penelitian ini belum pernah dilakukan. Namun
beberapa penelitian yang mirip adalah :
a. Penelitian yang berjudul “Hubungan Harga Diri dengan Tingkat Depresi Remaja Santri di
Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta”, oleh Siti Cholifatun (2004). Penelitian ini
merupakan penelitian kuantitatif non eksperimental dengan rancangan deskriptif analitik
menggunakan pendekatan cross sectional study. Sampel pada penelitian ini adalah remaja
santri berumur 15-24 tahun di Pesantren Krapyak Yogyakarta. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa semakin tinggi harga diri maka semakin rendah tingkat depresi.
b. Penelitian yang berjudul “Tingkat Depresi Pada Mahasiswa Unversitas Islam Indonesia Yang
Tinggal Di Pondokan Dengan Induk Semang Dan Yang Tinggal di Pondokan Tanpa Induk
Semang”, oleh Eko Prayunanto Adhi N. (2007). Penelitian ini merupakan penelitian
kuantitatif non-eksperimental dengan rancangan deskriptif analitik menggunakan pendekatan
cross sectional study. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan
tingkat depresi yang signifikan pada mahasiswa UII yang tinggal di pondokan dengan induk
semang dan tanpa induk semang.
1.5. Manfaat Penelitian
a. Bagi Peneliti
5
Memperoleh pengalaman dalam hal melakukan riset, mengolah data, dan menyajikannya
sebagai sumber informasi yang baru, serta menambah wawasan bagi peneliti mengenai
depresi yang terjadi pada remaja putri.
b. Bagi profesi kesehatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu mengatasi dan mengurangi kondisi
gangguan jiwa yang terjadi pada remaja putri.
c. Bagi masyarakat
Menambah informasi tentang gangguan jiwa yang terjadi pada mahasiswa terutama
mengenai depresi pada remaja putri.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEPRESI
2.1.1. Pengertian
Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan
dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur
dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tidak
berdaya, serta bunuh diri. Depresi merupakan salah satu gangguan mood yang ditandai oleh
hilangnya perasaan kendali dan pengalaman subjektif adanya penderitaan berat. Mood adalah
keadaan emosional internal yang meresap dari seseorang, dan bukan afek, yaitu ekspresi dari isi
emosional saat itu (Kaplan & Sadock, 1997).
Menurut Kartono (2003) Depresi juga dapat diartikan sebagai kemuraman hati
(kepedihan, kesenduan, keburaman perasaan) yang bersifat patologis.
Menurut Maramis (2009) depresi adalah suatu jenis perasaan atau emosi dengan
komponen psikologik rasa susah, murung, sedih, putus asa, dan tidak bahagia.
2.1.2. Faktor Penyebab Depresi
Kaplan menyatakan bahwa faktor penyebab depresi dapat secara buatan dibagi
menjadi faktor biologi dan faktor psikososial.
1. Faktor biologi
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat kelainan pada amin biogenik, seperti: 5