Top Banner

of 40

Konservasi Keanekaragaman Jamur Edibel

Jul 22, 2015

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

Tugas Makalah Kuliah Matrikulasi Konservasi Tumbuhan

Konservasi Keanekaragaman Jamur Edibel di Taman Nasional Gunung Rinjani

Oleh TEGUH RIANTO E353100145

Pembimbing : Prof. Dr. Ir Ervizal AM Zuhud, MS.

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang yang telah memberikan berkat-Nya sehingga penulis diberikan kesempatan untuk menyusun tugas makalah sebagai bagian dari Kuliah Matrikulasi Pengelolaan Tumbuhan. Makalah dengan judul Konservasi Keanekaragaman Jamur Edibel di Taman Nasional Gunung Rinjani dilatar belakangi bahwa penelitian-penelitian tentang jamur di kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) belum banyak dilaporkan. Potensi keanekaragamannya yang besar akan sangat sia-sia ketika tidak dimanfaatkan sementara kegiatan pengelolaan selalu terbatas dalam pendanaan. Pertanyaan yang kemudian timbul mengapa pendanaan tidak bias dari dalam kawasan sendiri dengan mengeksplorasi sumberdaya? Tentu saja prinsip konservasi yang berkelanjutan tetap dikedepankan. Tulisan ini dapat dijadikan dasar untuk pengelolaan sumberdaya jamur di kawasan TNGR lebih lanjut. . Semoga apa yang menjadi bahasan dalam tulisan ini bermanfaat bagi banyak pihak terutama berkaitan dengan bagi upaya konservasi pada khususnya.

Penulis

i

DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR .................................................................................. DAFTAR ISI ................................................................................................ DAFTAR TABEL ........................................................................................ DAFTAR GAMBAR .................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. i ii iii iv v

I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1 II. METODOLOGI ...................................................................................... 2 III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Habitat Jamur ............................................................................. 2 B. Keanekaragaman Spesies ............................................................ 5 B. Potensi Jamur Edibel .................................................................. 8 C. Masyarakat Lokal dan Jamur ..................................................... 11 D. Upaya Pengelolaan ..................................................................... 12 VI. KESIMPULAN ...................................................................................... 14 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 14 LAMPIRAN ................................................................................................. 16

ii

DAFTAR TABEL Halaman 1 2 Musim Tumbuh Jamur Edibel Kawasan TNGR Jenis-jenis Jamur Kawasan Senaru, Aik Berik, Pesugulan ................................ ................................ 9 32

3

Hasil Perhitungan 10 Spesies Jamur dengan ................................ INP Tertinggi Kawasan Senaru Hasil Perhitungan 10 Spesies Jamur dengan ................................ INP Tertinggi Kawasan Pesugulan Hasil Perhitungan 10 Spesies Jamur dengan ................................ INP Tertinggi Kawasan Aik Berik

34

4

34

5

34

iii

DAFTAR GAMBAR Halaman 1 2 3 Coltricia perennis Pleurotus flabellatus (Jamur Tiram Merah) ................................ ................................ 7 10 10

Morchella deliciosa, Satu-satunya Jenis Morel ................................ di TNGR Termitomyces sp3, Dijual dalam Satu Ikatan di ................................ Pasar Lokal

4

11

iv

DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Spesies-spesies Jamur Edibel di Kawasan TNGR (BTNGR, 2010) Tabel Jenis-jenis Jamur Kawasan Senaru, Aik Berik, Pesugulan (BTNGR, 2010) Tabulasi Hasil Perhitungan INP ................................ 16

2

................................

32

3

................................

34

v

I.

PENDAHULUAN

Makrofungi atau lebih dikenal dengan istilah mushroom atau jamur, merupakan sumberdaya alam hayati yang penting dalam kehidupan manusia. Secara ekologi, jamur memegang peranan nyata pada peristiwa-peristiwa ekologis seperti asosiasinya dengan hutan tua dalam siklus nutrisi, jaring-jaring makanan serta secara nyata mempengaruhi kelangsungan hidup perkecambahan anakan-anakan pohon, pertumbuhan pohon dan keseluruhan kesehatan hutan. Jadi jamur adalah indikator penting komunitas hutan yang dinamis (Molina et al., 2001). Di beberapa belahan dunia, pemanfaatan jamur telah menjadi semakin meluas sejalan dengan semakin gencarnya penelitian mengenai peran jamur dalam dunia kesehatan (bahan fitofarmaka). Beberapa penelitian membenarkan bahwa spesiesspesies jamur tertentu ampuh untuk melawan penyakit ganas kanker dan virus HIV seperti jamur shiitake (Lentinus edulis) dan jamur maitake (Grifola frondosa) (Anonim, 2003). Spesies lain seperti jamur tiram (Pleurotus ostreatus) menurut salah satu penelitian dapat merehabilitasi beberapa penyakit kronis (Anonim, 2007). Spesies jamur tertentu dicari karena memiliki efek halusinogenik (jika dimakan atau dihisap seperti rokok dapat menyebabkan halusinasi atau efek fly seperti halnya pengguna narkoba (jamur spesies Psilocybe spp.) (Anonim, 2005). Di beberapa belahan dunia, regenerasi jamur liar memberikan kontribusi ekonomi yang cukup nyata pada masyarakat sekitar hutan. Spesies-spesies jamur tertentu dipanen dari hutan kemudian dijual ke pasaran yang menghasilkan sejumlah uang. Beberapa spesies jamur tertentu banyak dipasarkan di supermarket-supermarket dengan harga yang layak secara kontinyu sebab sudah dibuat rumah produksinya. Jamur merupakan hasil hutan non kayu yang prospektif secara ekonomi. Kawasan hutan Gunung Rinjani meliputi 26,5% dari luas daratan P. Lombok. Kawasan hutan Gunung Rinjani juga merupakan kawasan hutan terluas atau sekitar 86,11% dari luas keseluruhan hutan P. Lombok (BTNGR, 1997). Kawasan hutan Gunung Rinjani seluas 125.740 ha terdiri atas beberapa fungsi kawasan, termasuk di dalamnya sekitar 41.330 ha kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan hutan Taman

1

Nasional Gunung Rinjani (TNGR). Ekosistem kawasan hutan TNGR tergolong masih utuh dan sekitar 40% atasnya merupakan hutan primer tua. Dengan kondisi tersebut ratusan spesies jamur tumbuh subur sepanjang tahunnya. Penelitian mengenai jamur khususnya kawasan TNGR belum pernah dilakukan, sedangkan ancaman terhadap keanekaragaman hayati di kawasan ini cukup tinggi terutama melalui pengambilan langsung, kegiatan intensif wisata pendakian maupun kebakaran hutan relatif terjadi tiap tahun di lokasi-lokasi tertentu. Oleh karena itu penelitian-penelitian spesifik bioekologi jamur sangat penting untuk dilakukan. Makalah ini disusun untuk memberikan telaah keanekaragaman jenis jamur edible yang ada di kawasan TNGR beserta tindakan pengelolaan yang diperlukan demi kelestarian dan pemanfaatan sumberdaya jamur di masa mendatang. II. METODOLOGI

Penulisan makalah merupakan review studi yang dikerjakan penulis di beberapa lokasi yaitu Senaru, Aik Berik dan Pesugulan yang merupakan tempattempat yang identik sebagai kawasan basahnya TNGR. Kawasan lain seperti kawasan Sembalun dan Torean, dilakukan pengamatan secara visual sebagai pembanding. Studi dikerjakan pada tahun 2007 (bulan April, Juni, November, Desember), tahun 2008 (bulan Februari, April, Mei), tahun 2009 (bulan Maret, April, Juli) dan tahun 2010 (bulan Maret, Mei, Agustus) serta telaahan bahan pustaka sebagai bahan pembanding kajian. Spesimen dikoleksi dengan membuat transek sepanjang jalan trail dengan lebar transek 100 m. Koleksi spesimen basah dikumpulkan dari lapangan untuk diidentifikasi berdasarkan ciri makroskopis tubuh buah dan ciri makroskopis koloni jamur. Spesimen basah kemudian dikeringkan dan disimpan sebagai bahan koleksi jamur TNGR. . III. A. Habitat Jamur Kelestarian suatu spesies termasuk jamur sangat bergantung kepada vegetasi sebagai tempat tumbuhnya. Habitat jamur adalah spesifik, dengan faktor-faktor fisik HASIL DAN PEMBAHASAN

2

yang berbeda untuk masing-masing spesies jamur. Suhu dan cahaya matahari yang mempengaruhi kelembaban udara menentukan pertumbuhan jamur. Faktor fisik spesifik ini diciptakan oleh vegetasi dengan iklim mikronya. Tipe vegetasi kawasan Senaru, Aik Berik dan Pesugulan sebagai lokasi penelitian secara umum seragam. Vegetasi kawasan Senaru, Aik Berik dan Pesugulan merupakan bagian dari ekosistem hutan hujan tropis kawasan Gunung Rinjani. Musim basah terjadi antara November-April, meskipun di bulan Mei-Juni masih sering terjadi hujan. Spesies-spesies jamur akan banyak ditemukan pada awal-awal musim basah, sedikit di pertengahan musim (terutama spesies-spesies Agarics yaitu kelompok jamur yang mempunyai gill), dan melimpah lagi di akhir musim basah sampai pergantian ke musim kering. Spesies-spesies tertentu bisa ditemukan sepanjang tahun (kebanyakan spesies Polypores yaitu kelompok jamur yang berpori). Beberapa spesies lagi hanya bisa ditemukan spesifik di lokasi tertentu. Kondisi vegetasi dan faktor fisik lingkungan yang spesifik ini memungkinkan jamur dari beragam spesies tumbuh subur di kawasan Gunung Rinjani terutama di tiga lokasi penelitian yang dimaksud. Substrat berupa bahan organik sebagai media tumbuh jamur cukup tersedia dan melimpah sehingga pada kondisi kelembaban yang mencukupi regenerasi jamur juga melimpah. Vegetasi pohon penyusun di kawasan Senaru, Aik Berik dan Pesugulan dibedakan menurut ketinggian tempat. Berdasarkan ketinggian tempat, kawasan Senaru dan Aik Berik lebih bervariasi dibandingkan kawasan Pesugulan. Kawasan Senaru dan Aik Berik berketinggian antara 800-2500 mdpl, dimana ketinggian 2500 m merupakan batas vegetasi. Sedangkan kawasan Pesugulan berketinggian tempat antara 800-1000 mdpl. Vegetasi pohon penyusun berdasarkan ketinggian dibawah 1000 mdpl seperti Beringin, (Ficus benyamina), Jelateng (Laportea stimulan), Jambu-jambuan (Syzigium sp), Pala Hutan (Myritica fatna), Buni Hutan (Antdesma sp), Bajur (Pterospermum javanicum), Randu Hutan (Gossampinus heptophylla), Terep (Artocarpus elastica), Melastoma spp, Pandan (Pandanus tectorius), Keruing Bunga (Dipterocrapus

3

haseltii), Salam (Syzigium polyantha), Klokos (Syzigium sp), Rajumas (Duabanga moluccana). Vegetasi pohon penyusun berdasarkan ketinggian antara 1000-2000 mdpl seperti Kayu Jakut (Syzigium sp), Melastoma spp, Menang/Garu (Dysoxylum sp), Sentul (Aglaia sp), Deduren (Aglaia argentea), Pandan (Pandanus tectorius), Glagah (Saccharum spontaneum), Rotan Besar (Daemonorops sp), Bak-bakan (Engelhardia spicata). Di kawasan Senaru ada zonasi khusus vegetasi yang diberi nama sesuai dominan pohon penyusunnya yaitu zonasi Bak-bakan diketinggian sekitar 1500 mdpl. Pada ketinggian diatas 2000 mdpl vegetasi pohon penyusun semakin berkurang jumlah spesiesnya. Vegetasi penyusun dominan seperti Bak-bakan (Engelhardia spicata), Melastoma spp, Melela (Podocarpus vaccinium), Jambujambuan (Syzigium sp) dan Cemara Gunung (Casuarina jughuhniana). Di kawasan Senaru dan Aik Berik ada zonasi khusus vegetasi berupa zona konifer dengan spesies pohon penyusun dominan Cemara Gunung. Gangguan pada vegetasi akan berdampak langsung terhadap regenerasi jamur pada setiap musim tumbuhnya. Terbukanya vegetasi penutup lantai hutan akan berdampak pada perubahan iklim mikro. Spesies-spesies jamur cosmopolitan seperti kelompok Polypores mungkin kurang terpengaruh dengan sedikit perubahan faktorfaktor fisik lingkungan di habitatnya tapi bagi spesies-spesies Agarics dan noncosmopolitan lainnya terbukanya vegetasi akan mengurangi regenerasi. Miselium (bakal tubuh buah) jamur akan lebih banyak terbawa air sehingga tubuh buah yang dilihat kasat mata sebagai jamur tidak terbentuk ketika kawasan tanpa vegetasi penutup. Beberapa aktivitas yang dapat mengganggu keutuhan vegetasi seperti aktivitas penebangan liar, kawasan Pesugulan dan Aik Berik merupakan kawasan dengan interaksi masyakarat terhadap sumberdaya hutan cukup tinggi. Kawasan ini rawan dengan aktivitas penebangan liar serta intensif pengambilan langsung sumberdaya dari kawasan seperti pakis, anggrek dan jamur serta rencek kayu bakar. Aktivitas penebangan liar yang intensif akan berdampak langsung terhadap tajuk. Semakin banyak tajuk yang terbuka secara non alamiah tidak akan dapat diadaptasi oleh

4

ekosistem hutan sehingga penyusun ekosistem termasuk jamur didalamnya kemungkinan berkurang. Menurun dan hilangnya beberapa bagian habitat tempat tumbuh jamur dapat mengakibatkan berkurangnya keanekaragaman sumberdaya termasuk jamur, yang lebih disayangkan adalah hilangnya potensi pemanfaatan untuk kebutuhan manusia. Kebakaran hutan juga dapat merubah penutupan vegetasi. kebakaran merupakan fenomena yang relatif intensif terjadi setiap tahunnya di kawasan Senaru di zona konifer sampai savana (ketinggian 2000-2500 mdpl). Kawasan tersebut merupakan kawasan dengan kondisi iklim yang dingin dan kering, yang berbeda dengan kawasan dibawahnya yang cenderung basah dan lembab.

B. Keanekaragaman Spesies Hasil studi di kedua lokasi secara keseluruhan diperoleh 147 spesies, 109 spesies diantaranya teridentifikasi dan 38 spesies sisanya belum teridentifikasi (Rianto, 2009a, Rianto, 2009b, Rianto, 2009c). Dari 109 spesies yang teridentifikasi, 95 spesies diantaranya teridentifikasi sebanyak 32 famili. Dari 32 famili yang ada kebanyakan teridentifikasi sampai ke genus, beberapa diantaranya sampai ke penunjuk spesies. Dari 14 spesies sisanya hanya diidentifikasi sampai ke ordo. Secara keseluruhan spesies yang teridentifikasi berasal dari 14 ordo. Sebanyak 14% dari 32 famili yang teridentifikasi (13 spesies) termasuk famili Tricholomataceae, 12% (11 spesies) famili Agaricaceae, dan 11% (10 spesies) famili Polyporaceae. Sisanya merupakan jumlah spesies yang merata dari beberapa famili. Sehingga dapat dikatakan bahwa keragaman jumlah spesies cukup tinggi. Hal ini dibuktikan dengan nilai indeks diversitas Shannon bernilai 3,00 yang bisa diartikan bahwa jenis jamur di kawasan TNGR termasuk tinggi (Rianto, 2009d). Anggota famili yang teridentifikasi secara lengkap ditabulasikan dalam Tabel 2 (terlampir). Dari 95 jenis yang teridentifikasi, kebanyakan berasal dari ordo Agaricales (61 spesies) dan ordo Polyporales (11 spesies) dari kelas Basidiomycetes. Sedikit jumlah spesies dari kelas yang sama dari ordo Auriculariales (1 spesies), Boletales (4 spesies), Chantarellales (4 spesies), Dacrymycetales (1 spesies), Geastrales (1 spesies),

5

Hymenochaetales (5 spesies), Russulales (5 spesies) dan Theleporales (1 spesies). Sedikit jumlah spesies dari kelas Ascomycetes dari ordo Pezizales (5 spesies) dan Sphaeriales (4 spesies) serta dari kelas Myxomycetes dari ordo Physarales (2 spesies) dan Stemonitales (2 spesies). Spesies jamur lebih banyak ditemukan dan beberapa diantaranya spesifik hanya bisa ditemukan di kawasan Senaru. Dari 109 jenis yang teridentifikasi, 87 spesies ditemukan di kawasan Senaru, 72 spesies ditemukan di kawasan Pesugulan dan 54 spesies dapat ditemukan di kawasan Aik Berik. Beberapa spesies spesifik hanya dapat ditemukan di kawasan Senaru (30 spesies), Pesugulan (15 spesies) dan Aik Berik (2 spesies). Spesies-spesies spesifik kawasan tersebut dapat dilihat di Tabel 2 (terlampir). Ada beberapa kemungkinan yang dapat menyebabkan kawasan Senaru lebih kaya akan jenis jamur dan beberapa diantaranya spesifik dibandingkan kawasan Pesugulan atau Aik Berik. Kawasan Senaru memiliki variasi ketinggian dengan rentang yang lebih lebar dengan tipe ekosistem yang lebih bervariasi. Variasi ketinggian tempat berkisar dari 800 mdpl dengan tipe ekosistem mulai hutan hujan pegunungan di bagian bawah dengan jenis-jenis pohon penyusun campuran, zona Bak-bakan (Engelhardia spicata) di kisaran 1500 mdpl, zona konifer sampai ke daerah savana di kisaran ketinggian 2500 mdpl. Ketinggian kawasan Pesugulan hanya berkisar antara 800-1500 mdpl tanpa variasi tipe vegetasi seperti kawasan Senaru. Tipe vegetasi kawasan Pesugulan berupa hutan hujan pegunungan saja. Sedangkan kawasan Aik Berik memiliki variasi ketinggian dan tipe ekosistem yang hampir sama dengan kawasan Senaru. Tetapi di kawasan bawah, diketinggian 800-1000 mdpl tipe vegetasi di kawasan ini merupakan hutan sekunder. Sedangkan jamur akan lebih banyak tumbuh dan beragam pada hutan yang lebih klimaks (Molina et al, 2001). Spesies yang dominan di ketiga kawasan adalah spesies dari mayor grup jamur berpori (Polypores). Meskipun kebanyakan spesies yang teridentikasi berasal dari Agarics (mayor grup jamur yang mempunyai gill), menurut hasil perhitungan INP (Rianto, 2009) (Tabel 3, Tabel 4, Tabel 5 pada Lampiran 3) spesies-spesies Polypores mempunyai kerapatan jenis dan keterjumpaan yang lebih tinggi dibandingkan spesies

6

jamur Agarics. Spesies-spesies seperti Coltricia perennis, Trametes spp, Xylaria spp, Stereum spp dan Phellinus sp, mendominasi kawasan Senaru, Pesugulan dan Aik Berik. Spesies-spesies Polypores memang memiliki sifat mendominasi suatu ekosistem dan disebut sebagai spesies cosmopolitan dan dependant genera (Ryvarden, 1991). Spesies-spesies Polypores dalam ekosistem bertindak sebagai dekomposer yang hidup pada bagian mati tumbuhan Gymnosparmae dan Angiosparmae, sedikit yang hidup di humus. Kebanyakan Polypores merupakan jenis parennial, yang bisa ditemukan sepanjang tahun seperti Coltricia perennis (Gambar 1). Karakter Coltricia perennis spesifik dibandingkan spesies Polypores lain. Pada musim-musim sangat basah sedikit individu yang bisa dijumpai, individu-individu baru akan muncul di akhir musim basah.

Foto:Teguh Rianto

Gambar 1. Coltricia perennis. Spesies-spesies Agarics dominan ditempat kedua setelah Polypores. Spesiesspesies Agarics kebanyakan merupakan spesies saproba yang sebagian besar tumbuh di tanah, seresah atau humus seperti Coprinus spp dan Hygrocybe spp, sebagian lagi tumbuh di bagian mati tumbuhan Gymnosparmae atau Angiosparmae seperti Pluerotus spp. Kawasan Senaru, Pesugulan dan Aik Berik merupakan kawasan dengan karakter vegetasi setipe yakni hutan hujan tropis. Karakter vegetasi hutan hujan tropis adalah kelembaban dan ketersedian bahan organik tinggi, yang merupakan karakter habitat yang mendukung tumbuhnya spesies-spesies Agarics.

7

Komposisi antara jamur kayu dan jamur tanah yang teridentifikasi sebanding, yang bisa menjadi indikasi bahwa komuitas hutan di kawasan Senaru ataupun Pesugulan relatif dinamis. Menurut pengamanatan visual, kawasan lain seperti kawasan Sembalun (kawasan hutan di luar savana Sembalun) dan Torean sekitar 60% spesies yang telah diketahui di kawasan Aik Berik, Senaru atau Pesugulan bisa ditemukan di kawasan ini.

C. Potensi Jamur Edibel Jamur merupakan produk hutan bukan kayu yang bernilai ekonomi tinggi sebagai bahan pangan maupun bahan obat. Manfaat langsung jamur adalah sifat edibilitasnya sebagai jamur yang bisa dikonsumsi. Masyarakat sekitar kawasan hutan di berbagai penjuru dunia pada musim-musim tertentu berburu jamur untuk dikonsumsi. Interaksi seperti ini terjadi pada kebanyakan masyarakat di sekitar hutan di berbagai belahan dunia. Pada jumlah tertentu sebagian perburuan dijual dan menghasilkan uang. Dengan sistem budidaya yang lebih baik, dapat mendatangkan keuntungan yang sifatnya kontinyu dan meningkatkan kesejahteraan. Beberapa spesies edibel dan berpotensi komersil yang ada di kawasan TNGR dapat dilihat pada tabel . Spesies Auricularia auricula (jamur kuping) dan Pleurotus ostreatus (jamur tiram putih) merupakan spesies yang populer di pasaran. Jamur tiram merah atau Pleurotus flabellatus (Gambar 2) juga merupakan jamur yang beredar di pasaran tetapi jumlah produksinya mungkin tidak sebanyak jamur kuping atau jamur tiram putih sehingga kurang populer. Spesies Morchella deliciosa (Gambar 3) merupakan satu-satunya jenis morel yang ada di kawasan TNGR. Morel mungkin jenis jamur yang kurang populer di pasaran Indonesia, tetapi di pasaran internasional merupakan jenis high value market (jenis yang laris dipasaran karena tingkat edibilitasnya yang tinggi) dalam bentuk keringnya. Di India dan Pakistan ekspor morel menyumbang 70% penghasilan hasil hutan non kayu (Iqbal, 2002). Spesies Termitomyces sp3 (Gambar 4) merupakan spesies yang populer di pasaran lokal. Spesies ini menjadi sumber penghasilan tersendiri bagi masyarakat lokal saat musim tertentu, biasanya awal musim basah. Menurut informasi masyarakat

8

ada spesies Termitomyces dengan ukuran diameter cap sekitar 20-30 cm, hanya saja selama periode penelitian belum pernah dijumpai spesies yang dimaksud baik di alam maupun di pasaran. Spesies Tremella fusiformis juga merupakan jamur yang komersil di pasaran dalam bentuk keringnya. Beberapa spesies jamur edibel lain sepertiHygrocybe psittacina, Mycena sp, Polyporus sp dan Termitomyces sp harus dikumpulkan dalam jumlah banyak ketika akan dikonsumsi mengingat bentuknya yang berukuran kecil. Detail spesies-spesies jamur edibel dijelaskan dalam Lampiran 1 .

Tabel 1. Musim Tumbuh Jamur Edibel Kawasan TNGRNo Spesies Musim Tumbuh 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 SN 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Morchella deliciosa Auricularia auricula Tremella fusiformis Termitomyces sp Termitomyces sp2 Termitomyces sp3 Clitocybe sp Pleurotus ostreatus Pleurotus flabellatus Sebaran AB PG

10. Pleurotus sp 11. Clavaria vermicularis 12. Polyporus sp 13. Polyporus sp2 14. Artomyces pyxidatus 15. Mycena sp 16. Chantarellales

Keterangan : SN = Senaru, AB = Aik Berik, PG = Pesugulan Dasar penentuan musim tumbuh adalah frekuensi keterjumpaan spesies selama penelitian, dengan asumsi musim basah bulan antara bulan Nopember-April. Selain karena sifat edibilitasnya, jamur diperdagangkan sebagai bahan obat. Beberapa spesies yang berpotensi sebagai bahan obat yang ada di kawasan TNGR

9

menurut perbandingan literatur adalah Coltricia perennis, Coprinellus disseminatus, Clavaria vermicularis. Spesies-spesies tersebut dipakai dalam dunia farmasi sebagai antikarsinogenik. Bahan Polysakarida hasil ekstrak dari spesies-spesies tersebut dipercaya dapat menjadi obat antikanker (Ohtsuka et al, 1973) dan telah dipatenkan di Inggris. Genus Phellinus dipakai sebagai obat tradisional di Korea, penderita kanker di korea menggunakan mushroom ini sebagai co-medication (Anonim, 2010). Berdasarkan studi yang dilakukan (Rianto, 2009d), teridentifikasi dua spesies dari genus Phellinus. Untuk mengetahui kandungan antikarsinogenik dari spesies-spesies yang ada di TNGR tersebut perlu dilakukan penelitian lebih lanjut.

Foto:Teguh Rianto

Gambar 2. Pleurotus flabellatus (Jamur Tiram Merah).

Foto:Teguh Rianto

Gambar 3. Morchella deliciosa, Satu-satunya Jenis Morel di TNGR.10

Foto:Teguh Rianto

Gambar 4. Termitomyces sp3, Dijual dalam Satu Ikatan di Pasar Lokal. D. Masyarakat Lokal dan Jamur Secara umum masyarakat di P. Lombok mungkin tidak terbiasa

mengkonsumsi jamur meskipun banyak jenis komoditas jamur hasil budidaya di pasar lokal atau supermarket-supermarket seperti jamur tiram putih (Pluerotus ostreatus), jamur kuping (Auricularia auricula), jamur kancing (Agaricus bisporus), jamur merang (Volvariella volvacea) atau jamur kuping putih (Tremella fusiformis). Hal ini bisa disebabkan karena masalah selera atau memang persediaan pasar yang kurang merata sehingga hanya bisa ditemukan di supermarket-supermarket tertentu dengan harga yang cukup mahal dibandingkan dengan harga jamur yang diambil dari hutan dan dijual ke pasar lokal oleh masyarakat lokal. Spesies-spesies yang diperdagangkan secara lokal melalui pengambilan langsung dari hutan hanya spesies-spesies Termytomyces spp saja (di kawasan Gunung Rinjani ada sekitar 4 spesies tetapi dalam penelitian ini hanya ditemukan 3 spesies). Spesies-spesies Termytomyces spp pada musim-musim basah tumbuh serentak pada tempat-tempat tertentu sehingga terbentuk kebiasaan masyarakat lokal untuk memanen dalam jumlah yang cukup untuk dijual. Sedangkan jamur tiram putih (Pleuretus ostreatus) atau jamur kuping (Auricularia auricula) atau Mycena sp kebanyakan hanya dikonsumsi sendiri karena pertumbuhan populasinya tidak seperti

11

spesies-spesies Termytomyces spp yang cenderung tidak melimpah pada satuan waktu tertentu. Dari 16 spesies jamur edibel yang diidentifikasi, jenis yang tidak populer di masyarakat lokal seperti jamur tiram merah (Pleuretus flabellatus), morel (Morchella deliciosa) dan jamur kuping putih (Tremella fusiformis) merupakan jenis komoditas internasional. Jenis morel terutama bisa dikategorikan sebagai jamur yang paling dicari oleh para mushroomer (sebutan bagi penggemar mushroom) ketika berburu jamur di hutan, terutama di banyak negara sub tropis. Harga morel di pasar internasional biasanya dijual dalam bentuk keringnya dan dihargai cukup mahal. Di situs penjualan online terkenal seperti Amazon.com, morel dalam bentuk keringnya dihargai sekitar 91,1 dolar per kilogramnya atau sekitar Rp 820.000,00.

E. Upaya Pengelolaan 1. Identifikasi, Inventarisasi dan Penelitian Lanjutan Penelitian baik taksonomi maupun spesifik ekologi mengenai jamur di kawasan Nusa Tenggara sangat sedikit dilakukan (Suherman dan Nunez, 2000 dalam Risna, 2004). Penelitian keanekaragaman jamur di kawasan TNGR yang dilaporkan Rianto (2009d) masih perlu dilakukan penelitian lanjutan, terutama sampling spesies untuk seluruh kawasan TNGR sehingga spesies-spesies yang didapatkan mewakili keseluruhan kawasan yang berbeda tipe vegetasinya. Review taksonomi juga perlu dilakukan terutama untuk spesies-spesies yang tidak populer mengingat penentuan spesies berdasarkan pada ciri makroskopis tubuh buah dan ciri makroskopis koloninya saja. Perlu dukungan analisis laboratorium yang mendukung penentuan jenis (ciri mikroskopis spora). Untuk spesies-spesies yang berpotensi sebagai bahan obat perlu dilakukan penelitian lajutan mengenai kandungan zat kimiawi dalam tubuh buah jamur. Status konservasi spesies-spesies tersebut juga perlu dikaji untuk pengelolaan lebih lanjut. Monitoring populasi dapat dikerjakan secara berkala untuk memantau kecenderungan jumlah spesies dan kelimpahan jamur di alam. 2. Pengaturan Pemanenan Pada kenyataannya pengambilan langsung sumberdaya seperti pakis, jamur, tanaman hias atau sumberdaya lain dari kawasan masih sering terjadi dan terus12

menerus karena masih tingginya ketergantungan masyarakat lokal terhadap sumberdaya hutan. Secara teori, pihak pengelola seharusnya tidak mengijinkan segala sumberdaya keluar dari kawasan dalam bentuk dan tujuan apapun sesuai amanat Undang-undang No.5 Tahun 1990. Pemanfaatan seharusnya bersifat tidak langsung. Akan tetapi karena praktek-praktek ini telah ada bahkan sebelum dibentuk taman nasional, pelarangan tidak akan menyelesaikan masalah. Pengelolaan sebaiknya dilakukan dengan meregulasi cara-cara pemanenan dan mengusahakan teknik pembudidayakan yang dapat diaplikasikan ke masayarakat lokal. Identifikasi masyarakat lokal yang secara langsung memanfaatkan sumberdaya kawasan termasuk jamur perlu dilakukan sebagai bagian dari pengaturan pemanenan. Upaya ini dilakukan dengan tujuan untuk lebih mengatur eksistensi sumberdaya dan keberlajutan pemanfaatan di masa mendatang serta meminimalisir pihak-pihak lain yang akan mengambil kesempatan di luar masyarakat lokal. Pengelolaan pengunjung juga perlu diintensifkan dalam rangka pengamanan dan perlindungan sumberdaya terutama di kawasan-kawasan yang menjadi tujuan wisata. Pengecekan terhadap barang-barang bawaan pengunjung ketika keluar kawasan seharusnya dikerjakan untuk meminimalisir pengambilan langsung sumberdaya. Hal yang ditakutkan adalah pencurian sumberdaya oleh peneliti asing tanpa ijin khusus penelitian. Dengan semakin canggihnya teknologi sampel mungkin hanya akan sebesar kotak korek api bahkan bisa lebih kecil. 3. Pembinaan Habitat Pembinaan habitat dikerjakan secara terpadu tidak hanya bertujuan melindungi suatu spesies tertentu tapi lebih bersifat menyeluruh sehingga meminimalkan biaya pengelolaan. Pembinaan habitat diperlukan agar vegetasi penutup sesuai dengan kondisi asli dan mendukung regenerasi sumberdaya termasuk jamur. Perubahan ataupun gangguan vegetasi akan berdampak pada regenerasi mushroom. Gangguan vegetasi yang intensif terjadi akan menyebabkan kehilangan sumberdaya. Selain hal tersebut, pengetahuan habitat spesifik untuk sumberdaya tertentu perlu dilakukan dengan penelitian khusus, untuk mendukung upaya pengelolaan sumberdaya di luar kawasan aslinya.

13

4. Pembudidayaan Menurut Rianto (2009d) terdapat sekitar 16 spesies jamur yang bersifat edibel, 6 jenis diantaranya termasuk high value market. Dua jenis diantaranya yaitu Auricularia auricular dan Pleurotus ostreatus adalah jenis yang telah banyak dibudidayakan, sehingga konsentrasi penelitian dikhususkan pada Morchella deliciosa, Pleurotus flabellatus atau Sparasis crispa yang masih jarang atau belum ada sama sekali di pasaran, termasuk kemungkinan pembudidayan Termitomyces sp yang selama ini permintaan pasar dipenuhi dari pengambilan langsung dari hutan. Penelitian domestikasi ini ditujukan untuk kepentingan restocking dan aplikasi ke masyarakat. Dalam tujuan terakhir tersebut ada tujuan lebih besar yang akan dicapai yakni mengurangi ketergantungan langsung masyarakat terhadap sumberdaya hutan.

IV.

KESIMPULAN

Jamur edibel dikawasan TNGR baru diketahui sejumlah 16 spesies. Sejumlah 5 dari 16 spesies tersebut telah dimanfaatkan oleh masyarakat lokal. Kawasan Senaru merupakan kawasan dengan prosentase tumbuh jamur edibel lebih tinggi dibandingkan kawasan Pesugulan dan Aik Berik, TNGR. Upaya pengelolaan diprioritaskan pada domestikasi spesies-spesies yang telah diketahui berpotensi komersil sebagai bahan pangan maupun bahan obat dan perlindungan spesies-spesies yang belum diketahui manfaat ataupun belum teridentifikasi. Pengelolaan selanjutnya ditujukan untuk mengatur pemanenan sumberdaya, aplikasi budidaya jamur untuk eksistensi populasi jamur dan kesejahteraan masyarakat, pembinaan habitat dan restocking untuk mempertahankan populasi dan keanekaragam spesies di alam demi keberlanjutan kelestarian pemanfaatan di masa mendatang.

DAFTAR PUSTAKA

[Anonim]. 2003. Gelegak Industri Cendawan Jepang : Mushroom Ampuh Melawan Penyakit Seram. Harian Pikiran Rakyat 06 April 2003. [Anonim]. 2005. Cara Menghindari Kematian Karena Makan Mushroom Liar. Kompas Cyber Media 02 Februari 2005.14

[Anonim] 2007. Mushroom Rehabilitasi Penyakit Kronis. Tablod Agrina 21 Februari 2007. [Anonim]. 2010. About Phellinus Mushroom/ Fine-Mesima. FineCo : Health and Beauty. http://www.fineco.net/products/products_04.asp [31 Desember 2010]. [BTNGR] Balai Taman Nasional Gunung Rinjani. 1997. Rencana Pengelolaan Taman Nasional 1998-2023 Balai Taman Nasional Gunung Rinjani. Mataram. [BTNGR] Balai Taman Nasional Gunung Rinjani. 2010. Laporan Identifikasi Jamur Kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani. Mataram. Iqbal, M. 2002. NTFPs and Land Tenure and Resource Ownership: Problems and Opportunities. Research and Development. Forest Department. NWFP. Molina, R, Pilz, D, Smith, J, Dunham, S, Dreisbach T, ODell, T and Castellano, M. 2001. Conservation and management of Forest fungi in the Pacific Northwestern United States : an Integrated Ecosystem Approach. U.S. Departement of Agriculture. Portland. Oregon. Ohtsuka, S, Ueno, S, Yoshikumi, C, Hirose, F, Ohmura, Y, Wada, T, Fujii, T and Takashi, E. 1973. Polysaccarides Having an Anticarcinogenic Effect and a Method of Producing them from Spesies of Basidiomycetes. UK Patent 1331513 : 26 Sep 1973. http://www.healingmushrooms.net/archives/coltricia-perennis.html [31 Desember 2010]. Rianto, T. 2009a. Laporan Identifikasi Jamur Kawasan Aik Berik Taman Nasional Gunung Rinjani. Balai Taman Nasional Gunung Rinjani. Mataram (Tidak dipublikasikan). Rianto, T. 2009b. Laporan Identifikasi Jamur Kawasan Senaru Taman Nasional Gunung Rinjani. Balai Taman Nasional Gunung Rinjani. Mataram (Tidak dipublikasikan). Rianto, T. 2009c. Laporan Identifikasi Jamur Kawasan Pesugulan Taman Nasional Gunung Rinjani. Balai Taman Nasional Gunung Rinjani. Mataram (Tidak dipublikasikan). Rianto, T. 2009d. Studi Keanekaragaman Jenis Jamur Kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani . Balai Taman Nasional Gunung Rinjani. Mataram (Tidak dipublikasikan). Risna, RA. 2004. Keanekaragaman Jamur Berpori (Polyporineae) di Pulau Moyo dan Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Widyariset Vol.6 : 316-330. Ryvarden, L. 1991. Genera of Polypores, Nomenclature and Taxonomy. Fungiflora. Norway.15

Lampiran 1. Spesies-spesies Jamur Edibel di Kawasan TNGR (BTNGR, 2010).

Ascomycetes > Pezizales > Morchellaceae > Morchella deliciosa

Morchella deliciosaTudung berbentuk kerucut-silindris, panjang 5-7 cm, lebar 3-4 cm, permukaannya berkerut atau alur yang tak beraturan. Tudung berwarna putih dan cenderung menguning-coklat (seperti warna pudar baju putih) ketika tuanya. Tudung berongga ketika dibelah, warna senada tetapi lebih cerah dibanding tudung bagian luar. Batang panjang 2-4 cm, kokoh, membesar dibagian bawah, warna senada dengan tudung, juga berongga didalamnya. Edibilitas : Dapat dimakan, high value, menurutFoto:Teguh Rianto Foto:Teguh Rianto

literatur kebanyakan jenis Morchella spp. merupakan jenis yang paling dicari oleh para pemburu mushroom. Dimana ditemukan : Morchella deliciosa hanya bisa ditemukan di kawasan Senaru (jalur pendakian), di sekitar Pos II (Km 3,5) sampai Km 4,5 (ketinggian 1500 mdpl). Tumbuh sekitar akhir musim basah (AprilJuni). Biasanya ditemukan tumbuhFoto:Teguh Rianto

didinding tanah, lateral (sejajar permukaan tanah).

16

Lanjutan Lampiran 1.Basidiomycetes > Auriculariales > Auriculaceae > Auricularia auricula

Auricularia auriculaTubuh buah berbentuk seperti telinga tak beraturan, diameter 5-8 cm, permukaan atas berwarna coklat tua, permukaan bawah

berwarna coklat muda, daging seperti jelly, kenyal, tipis, tampak seperti berurat/kerutan di bagian pinggirnya. Edibilitas : Dapat dimakan dan merupakan jenis yang telah dibudidayakan secara komersil. Dimana ditemukan: Tumbuh menempel di kayu yang melapuk, soliter atau cluster yang padat. Bisa dijumpai di semua kawasan sepanjang musim basah, jarang dijumpai di musim kering.Foto:Teguh Rianto Foto:Teguh Rianto

17

Lanjutan Lampiran 1.

Basidiomycetes > Tremellomycetes> Tremellaceae > Tremella fusiformis

Tremella fusiformisTubuh buah bentuknya seperti shower-puff dan krispi ditepinya, warna putih susu dan akan menguning jika tua. Ukuran diameter 20-30 cm, bertekstur kenyal. Edibilitas : Merupakan jenis yang populer dikonsumsi maupun dikenal putting. Dimana ditemukan : Tremella fusiformis bisa ditemukan diatas ketinggian konifer 2000 mdpl, gunung pada zonasi diperdagangkan, dengan nama jamur dipasaran kupingFoto:Teguh Rianto

cemara

(CasuarinaFoto:Teguh Rianto

junghuniana) kawasan Senaru, TNGR. Dijumpai tumbuh di kayu lapuk cemara gunung (Casuarina junghuniana), tumbuh diakhir musim basah (April-Mei).

18

Lanjutan Lampiran 1.

Basidiomycetes > Agaricales >Lyophyllaceae > Termitomyces sp1

Termitomyces sp1.Tudung (umbonate) berbentuk seperti payung warna putih agak keruh

dengan tonjolan warna coklat dibagian pusat tudung, tudung terbelah 3 atau 4 dari pinggir; diameter 2-4 cm. Batang slender berwarna putih panjang 610 cm. Gill berwarna putih dengan susunan rapat, sinuate. Edibilitas : Bisa dimakan. Dimana ditemukan: Tumbuh di tanah, dalam grup kecil yang padat. Tumbuh disepanjang musim basah (Januari-Mei). Tumbuh di semua kawasan TNGR di daerah rendah (ketinggian kurang dari 1000 mdpl).Foto:Teguh Rianto Foto:Teguh Rianto

19

Lanjutan Lampiran 1.Basidiomycetes > Agaricales >Lyophyllaceae > Termitomyces sp2

Termitomyces sp2.Tudung berbentuk cembung yang melebar sampai mendatar, warna putih agak

kecoklatan dengan tonjolan hitam dibagian tengah, bagian tepi rata kadang terbelah, bagian tepi lurik (heavily striated).Foto:Teguh Rianto

Diameter tudung 6-8 cm, batang panjang 810 cm; gill berwarna putih dengan susunan rapat, sinuate. Edibilitas : Bisa dimakan, high value, local market. Dimana ditemukan: Tumbuh ditanah humus, di atas sersahsersah yang membusuk, soliter kadang dalam grup tapi tidak terlalu padat; tumbuh disepanjang musim basah di daerah bawah (ketinggian kurang dari 1000 mdpl); tumbuh disemua kawasan TNGR.Foto:Teguh Rianto

20

Lanjutan Lampiran 1.Basidiomycetes > Agaricales >Lyophyllaceae > Termitomyces sp3

Termitomyces sp3.Tudung berbentuk umbonate pada saat mudanya, kemudian melebar sampai

mendatar pada saat tuanya, warna putih agak kecoklatan, bagian tepi sobek/terbelah pada tuanya, bagian tepi lurik. Diameter tudung 12-16 cm, batang panjang 14-18 cm; gill berwarna putih dengan susunan rapat, sinuate. Keteguhan daging kokoh (lebih kenyal dari pada Termitomyces sp2. Batang bertipe bulbous (membengkak di bagian pangkal). Edibilitas : Bisa dimakan, high value, local market. Dimana ditemukan: Tumbuh ditanah humus, di atas sersahsersah yang membusuk, soliter kadang dalam grup tapi tidak terlalu padat; tumbuh disepanjang musim basah di daerah bawah (ketinggian kurang dari 1000 mdpl); tumbuh disemua kawasan TNGR.Foto:Teguh Rianto

Foto:Teguh Rianto

21

Basidiomycetes > Polyporales > Polyporaceae > Polyporus sp

Polyporus sp2Tubuh buah berbentuk kipas dengan tepi tak beraturan, warna putih sampai putih kecoklatan pada saat tuanya, permukaan atas halus licin kadang berbulu sangat halus dibagian tepi. Diameter 3-8 cm; batang pendek kurang dari 0,5 cm. Tekstur daging kenyal pada saat mudanya, menjadi teguh pada saat tuanya. Pori-pori akan kelihatan jelas pada saat tuanya. Edibilitas : Bisa dimakan fase mudanya. Dimana ditemukan: Tumbuh dalam grup padat di kayu yang melapuk atau di pohon yang belum lama mati, tumbuh sepanjang musim basah kadang masih bisa ditemui dimusimmusim kering (Januari-Juni). Bisa ditemui di semua kawasan TNGR.Foto:Teguh Rianto Foto:Teguh Rianto

Foto:Teguh Rianto

22

Basidiomycetes > Polyporales > Polyporaceae > Polyporus sp2

Polyporus sp2.Tubuh buah seperti Polyporus sp dengan kenampakan lebih besar, diameter lebih dari 10 cm, bagian tepi agak kecoklatan dengan tekstur halus dan bergelombang seperti telinga, tangkai sangat pendek (2-3 mm). Pori-pori berwarna putih. Tekstur daging kenyal. Edibilitas : Bisa dimakan saat muda. Dimana ditemukan: Sifat tumbuh seperti Polyporus sp tapi dalam grup kecil, kadang soliter. Tumbuh ditanah humus atau dilumut. Tumbuh sepanjang musim basah kadang masih bisa ditemui dimusim-musim kering (JanuariJuni). Bisa ditemukan di semua kawasan TNGR.Foto:Teguh Rianto Foto:Teguh Rianto

23

Lanjutan Lampiran 1.Basidiomycetes > Agaricales > Pleurotaceae > Pleurotus flabellatus

Pleurotus flabellatusDi pasaran dikenal dengan nama jamur tiram merah. Tubuh buah berbentuk setengah lingkaran atau mirip kerang. Tudung berwarna merah muda hingga

merah, diameter 4-10 cm. Tepi tudung pada tuanya kadang terlipat kedalam. Edibilitas : Bisa dimakan. Merupakan jenis komersil. Dimana ditemukan: Tumbuh dalam cluster padat pada kayu lapuk, bisa ditemukan sepanjang musim basah kadang masih bisa ditemuiFoto:Teguh Rianto

dimusim-musim kering (Maret-Juni). Bisa ditemui di semua kawasan TNGR. Jenis ini masih satu kerabat juga dengan Pleurotus eryngii atau King OysterFoto:Teguh Rianto

Mushroom yang populer di pasaran.

24

Basidiomycetes > Agaricales > Pleurotaceae > Pleurotus ostreatus

Pleurotus ostreatusTerkenal dengan nama pasar jamur tiram putih. Tubuh buah bentuknya tergantung tempat tumbuh, akan berbentuk setengah lingkaran atau mirip kerang ketika tumbuh lateral/tumbuh menyamping, kadang tidak nampak batang. Tudung akan berbentuk lingkaran sempurna dengan batang terlihat jelas jika sebaliknya (tumbuh vertikal). Bagian tudung berubah warna dari hitam, abu-abu, coklat, hingga putih, dengan permukaan yang hampir licin, diameter 512cm. Edibilitas : Bisa dimakan. Merupakan jenis komersil. Dimana ditemukan: Tumbuh dalam cluster padat di kayu lapuk. Range waktu tumbuh sama dengan saudaranya P. flatellatus, jenis ini pun bisa ditemukan disepanjang musim basahFoto:Teguh Rianto Foto:Teguh Rianto

kadang masih bisa ditemui dimusimmusim kering (Maret-Juni). Bisa ditemui di semua kawasan TNGR.Foto:Teguh Rianto

Seperti P. flatellatus, jenis ini masih satu kerabat dengan Pleurotus eryngii atau King Oyster Mushroom yang populer di pasaran.

25

Lanjutan Lampiran 1.Basidiomycetes > Basidiomycetes > Agaricales > Pleurotaceae > Pleurotus sp

Pleurotus spTubuh buah berbentuk corong setengah lingkaran, berwarna putih kemerahan, diameter 5-8 cm. Permukaan dan tekstur tudung halus. Batang tidak tampak. Gill juga berwarna putih kemerahan dengan susunan rapat. Edibilitas : Belum diketahui. Dimana ditemukan: Tumbuh dalam cluster padat di pohon Bak-bakan (Engelhardia spicata).Foto:Teguh Rianto

Ditemukan tumbuh sekitar akhir musim basah (April-Mei), sementara baruFoto:Teguh Rianto

ditemukan di wilayah Senaru.

26

Lanjutan Lampiran 1.Basidiomycetes > Agaricales > Tricholomataceae> Mycena sp

Mycena spTermasuk jamur mini, tubuh buahnya tidak lebih panjang dari 5 cm. Tudung berbentuk kerucut saat mudanya kemudian cembung sampai mendatar saat tuanya, berwarna coklat muda. Diameter tudung 12 cm. Gill berwarna putih. Batang panjang 3-5 cm, berwarna lebih cerah dari warna tudung. Jamur cahaya. Edibilitas : Bisa dimakan, tetapi terlalu mini dan kenampakan gillnya yang akan menghitam seperti tinta ketika sudah lama dicabut dari substrat sedikit akan mengurangiFoto:Teguh Rianto Foto:Teguh Rianto

ini

memendar

ketika

terkena

kenyamanan untuk dikonsumsi. Dimana ditemukan: Tumbuh dalam cluster padat, di tanah humus atau sersah-sersah, tumbuh di akhir musim basah (April-Mei). Bisa dijumpai di Senaru dan Pesugulan.Foto:Teguh Rianto

27

Lanjutan Lampiran 1.Basidiomycetes > Agaricales > Tricholomataceae > Clitocybe sp

Clitocybe sp.Tudung berbentuk seperti corong warna putih, bersisik, diameter 4-6 cm, tangkai panjang 3-6 cm. Gill warna putih dengan susunan rapat, deccurent. Batang berwarna putih. Edibilitas : Belum diketahui. Dimana ditemukan: Tumbuh di kayu yang melapuk, dalam cluster yang tidak terlalu padat,

Diketemukan di akhir musim basah dalam daerah terbuka, sementara hanya dijumpai di Aik Berik.

28

Lanjutan Lampiran 1.Basidiomycetes > Cantharellales >?>?

CantharellalesTudung berbentuk corong melebar hampir mendatar tak beraturan, atau lebih mirip seperti bentuk bunga sepatu berukuran besar; diameter tudung 20-24 cm, berwarna coklat, permukaan halus, gill atau semacamnya adnexed,Foto:Teguh Rianto

berwarna putih. Batang panjang 8-10 cm berwarna putih, berkayu.

Keteguhan daging liat/berkayu pada saat tuanya. Edibilitas : Bisa dimakan sebelum tuanya, tekstur akan semakin liat saat tuanya. Dimana ditemukan: Tumbuh dalam grup kecil,Foto:Teguh Rianto

mengelompok. Tumbuh di kayu yang sedang melapuk. Tumbuh di awal musim basah (Desember-Januari). Di kawasan TNGR hanya ditemukan di kawasan Senaru diketinggian sekitar 1000 mdpl.Foto:Teguh Rianto

29

Lanjutan Lampiran 1.Basidiomycetes > Rusulales > Auriscalpiaceae > Artomyces pyxidatus

Artomyces pyxidatusTermasuk dalam grup mushroom koral. Bentuknya yang seperti koral tak berarturan, dahan yang banyak cabangnya,

diujungnya ada cabang lagi dengan 3-6 anak cabang yang membentuk seperti mahkota. Berwarna putih panjang 10-12 cm, diameter koral 6-8 cm. Cabang tebal kirakira 1-5 mm. Keteguhan daging rapuh. Edibilitas : Bisa dimakan saat mudanya, menurutFoto:Teguh Rianto

literatur spesimen yang sudah tua ada sedikit rasa asam. Dimana ditemukan: Tumbuh soliter atau dalam grup kecil, tumbuh pada kayu yang sudah lama melapuk, bisa dijumpai di sepanjang musim basah sampai awal musim kering (JanuariMei). Ditemukan di Senaru di kawasan dengan ketinggian sekitar 1500 mdpl.Foto:Teguh Rianto

Nama lain : Clavicorona pyxidata

30

Lanjutan Lampiran 1.Basidiomycetes >Agaricales >Clavariaceae > Clavaria vermicularis

Clavaria vermicularisTubuh buah panjang 4-10 cm, tebal kurang dari 0,5 cm, bentuknya seperti cacing, tak bercabang, ujung tumpul, kadang lurus memanjang kadang ada yang bengkok tak beraturan, berwarna putih sampai putih abu-abu, keteguhan rapuh/sangat rapuh. Edibilitas : Bisa dimakan, hanya saja testurnya rapuh dan lembek. Dimana ditemukan: Tumbuh diakhir musim basah sampaiFoto:Teguh Rianto

pertengahan musim kering (Maret-Juni), tumbuh secara soliter atau dalam cluster tidak padat. Tumbuh di tanah-tanah humus atau sersahsersah yang sudah melapuk. Sementara hanya dijumpai di Senaru pada ketinggian sekitar 1000-1500 mdpl.Foto:Teguh Rianto

31

Lanjutan lampiran 2. Jenis Marasmius sp2 Mycena sp2 Marasmius sp2 Marasmiellus sp Marasmiellus sp2 Mycena sp3 Mycena sp4 ? Mycena sp5 Paramycena sp Pachyella clypeata Peziza sp Phellinus sp2 Pholiota sp Pleurotus flabellatus Pleurotus ostreatus Pleurotus sp Pleurotus sp2 Polyporus sp Polyporus sp2 Polyporus sp3 Polyporus sp4 Polyporus sp5 Polyporus sp Russula sp Russula sp2 Sarcoscypha cocinea ? Scleroderma sp Sparasis crispa Stemonitis splendens Stereum ostrea Stereum sp Thelephora palmata Trametes versicolor Trametes sp Trametes sp2 Trametes sp3 Termitomyces sp Termitomyces sp2 Termitomyces sp3 Xylaria longipes Xylaria sp Xylaria sp2 Xylaria sp3 Fam Marasmiaceae Tricholomataceae Marasmiaceae Marasmiaceae Marasmiaceae Tricholomataceae Tricholomataceae ? Tricholomataceae Tricholomataceae Pezizaceae Pezizaceae Hymenochaetaceae Strophariaceae Pleurotaceae Pleurotaceae Pleurotaceae Pleurotaceae Polyporaceae Polyporaceae Polyporaceae Polyporaceae Polyporaceae Polyporaceae Russulaceae Russulaceae Sarcoscyphaceae ? Sclerodermataceae Sparassidaceae Stemonitidaceae Stereaceae Stereaceae Thelephoraceae Polyporaceae Polyporaceae Polyporaceae Polyporaceae Lyophyllaceae Lyophyllaceae Lyophyllaceae Xylariaceae Xylariaceae Xylariaceae Xylariaceae Ordo Agaricales Agaricales Agaricales Agaricales Agaricales Agaricales Agaricales Agaricales Agaricales Agaricales Pezizales Pezizales Hymenochaetales Agaricales Agaricales Agaricales Agaricales Agaricales Polyporales Polyporales Polyporales Polyporales Polyporales Polyporales Russulales Russulales Pezizales Boletales Boletales Polyporales Stemonitales Russulales Russulales Thelephorales Polyporales Polyporales Polyporales Polyporales Agaricales Agaricales Agaricales Sphaeriales Sphaeriales Sphaeriales Sphaeriales Kelas Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Ascomycetes Ascomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Ascomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Myxomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Ascomycetes Ascomycetes Ascomycetes Ascomycetes Sebaran AB,SN,PG AB,SN,PG AB,SN,PG AB,SN,PG AB,SN,PG AB,SN,PG AB,SN,PG SN,PG SN,PG AB,SN,PG SN,AB SN AB,SN,PG SN SN,PG SN,PG SN SN,PG AB,SN,PG AB,SN,PG SN SN AB,SN,PG AB,SN,PG SN SN AB,SN,PG PG PG SN SN,AB AB,SN,PG PG AB,SN,PG AB,SN,PG AB,SN,PG AB,SN,PG PG SN SN PG,AB AB,SN,PG SN,AB AB,SN,PG AB,SN,PG

65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109

Keterangan : AB = Aik Berik, SN = Senaru, PG = Pesugulan

33

Lampiran 2. Tabel Jenis-jenis Jamur Kawasan Senaru, Aik Berik, Pesugulan (BTNGR, 2010). Jenis Agaricus sp Amanita sp Artomyces pyxidatus Auricularia auricula Badhamia utricularis Badhamia sp Boletus sp Boletus sp2 Calocera sp ? ? ? ? Macrolepiota sp Clavaria vermicularis Clavulina coralloides Clavulina sp Clavulina sp2 Clavulinopsis fusiformis Clitocybe sp ? Coltricia cinnamomea Coltricia perennis Coltricia sp Coprinellus disseminatus Coprinus lagopus Coprinus plicatilis Psathyrella sp Coprinus sp Coprinus sp2 Mycena sp ? Crepidotus sp Crepidotus sp2 Crepidotus sp3 Daedalea sp Ganoderma applanatum Phellinus sp Geastrum saccatum Hygrocybe miniata Hygrocybe psittacina Hygrocybe sp Hygrocybe sp2 Hygrocybe sp3 Hygrocybe subminiata Hygrophorus sp Hygrophorus sp2 Hypholoma fasciculare Inocybe sp Inocybe sp2 Inocybe sp3 ? ? Lentinellus sp Lepiota sp Lepiota sp2 ? Lepiota sp3 Marasmius sp ? ? ? Microstoma sp Morchella deliciosa Fam Agaricaceae Amanitaceae Auriscalpiaceae Auriculaceae Physaraceae Physaraceae Boletaceae Boletaceae Dacrymycetaceae ? ? ? ? Agaricaceae Clavariaceae Clavulinaceae Clavulinaceae Clavulinaceae Clavariaceae Tricholomataceae ? Hymenochaetaceae Hymenochaetaceae Hymenochaetaceae Psathyrellaceae Agaricaceae Agaricaceae Psathyrellaceae Agaricaceae Agaricaceae Tricholomataceae Agaricaceae Cortinariaceae Cortinariaceae Cortinariaceae Famitopsidaceae Ganodermataceae Ganodermataceae Geastraceae Tricholomataceae Tricholomataceae Tricholomataceae Tricholomataceae Tricholomataceae Tricholomataceae Hygrophoraceae Hygrophoraceae Strophariaceae Cortinariaceae Cortinariaceae Cortinariaceae ? ? Auriscalpiaceae Agaricaceae Agaricaceae Agaricaceae Agaricaceae Marasmiaceae ? ? ? Sarcoscyphaceae Morchellaceae Ordo Agaricales Agaricales Rusulales Auriculariales Physarales Physarales Boletales Boletales Dacrymycetales Cantharellales Cantharellales Cantharellales Cantharellales Agaricales Agaricales Agaricales Agaricales Agaricales Agaricales Agaricales Agaricales Hymenochaetales Hymenochaetales Hymenochaetales Agaricales Agaricales Agaricales Agaricales Agaricales Agaricales Agaricales Agaricales Agaricales Agaricales Agaricales Polyporales Polyporales Hymenochaetales Geastrales Agaricales Agaricales Agaricales Agaricales Agaricales Agaricales Agaricales Agaricales Agaricales Agaricales Agaricales Agaricales Agaricales Agaricales Russulales Agaricales Agaricales Agaricales Agaricales Agaricales Agaricales Agaricales Agaricales Pezizales Pezizales Kelas Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Myxomycetes Myxomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Basidiomycetes Ascomycetes Ascomycetes Sebaran AB SN SN AB,SN,PG SN SN SN SN AB,SN,PG SN SN SN AB PG SN,PG AB,SN,PG PG SN SN PG,AB SN,PG SN AB,SN,PG PG AB,SN,PG AB,SN,PG AB,SN,PG PG,AB SN,AB AB,SN,PG SN,PG SN SN PG AB,SN,PG AB,SN,PG AB,SN,PG PG AB,SN,PG AB,SN,PG AB,SN,PG SN PG,AB AB,SN,PG PG SN,PG AB,SN,PG AB,SN,PG AB,SN,PG SN PG PG PG AB,SN,PG SN,PG PG PG AB,SN,PG AB,SN,PG SN SN SN,AB SN

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64

32

Lampiran 3. Tabulasi Hasil Perhitungan INP Tabel 3. Hasil Perhitungan 10 Spesies Jamur dengan INP Tertinggi Kawasan Senaru.No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Spesies Coltricia perennis Trametes versicolor Trametes sp Ganoderma sp Xylaria longipes Phellinus sp Spesies 1- Agaric Coprinus sp Coprinus sp2 Polyporus sp1 F 0.400 0.165 0.155 0.150 0.150 0.150 0.130 0.130 0.125 0.125 FR 18.223230 7.517084 7.061503 6.833713 6.833713 6.833713 5.922551 5.922551 5.694761 5.694761 K 10.000 4.125 3.875 3.750 3.750 3.750 3.250 3.250 3.125 3.125 KR 18.22323 7.517084 7.061503 6.833713 6.833713 6.833713 5.922551 5.922551 5.694761 5.694761 INP 36.446470 15.034168 14.123006 13.667426 13.667426 13.667426 11.845102 11.845102 11.389522 11.389522

K K K K K K K T T K

Keterangan : K = jamur kayu, T = jamur tanah Tabel 4. Hasil Perhitungan 10 Spesies Jamur dengan INP Tertinggi Kawasan Pesugulan.No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Spesies Trametes sp Spesies 4- Agaric Xylaria sp Higrocybe sp Coltricia perennis Stereum ostrea Spesies 9- Agaric Trametes versicolor Coprinus sp3 Pleurotus sp F 0.495 0.185 0.165 0.155 0.150 0.150 0.130 0.125 0.120 0.100 FR 22.55125 8.428246 7.517084 7.061503 6.833713 6.833713 5.922551 5.694761 5.466970 4.555809 K 12.375 4.625 4.125 3.875 3.750 3.750 3.250 3.125 3.000 2.500 KR 22.551250 8.428246 7.517084 7.061503 6.833713 6.833713 5.922551 5.694761 5.466970 4.555809 INP 45.102510 16.856492 15.034168 14.123006 13.667426 13.667426 11.845100 11.389520 10.933940 9.111617

K K T T K K K K T K

Tabel 5. Hasil Perhitungan 10 Spesies Jamur dengan INP Tertinggi Kawasan Aik Berik.No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Jenis Trametes sp Spesies 4- Agaric Xylaria sp Higrocybe sp Coltricia perennis Stereum ostrea Spesies 9- Agaric Trametes versicolor Coprinus sp3 Pleurotus sp F 0.495 0.185 0.165 0.155 0.150 0.150 0.130 0.125 0.120 0.100 FR 22.551250 8.428246 7.517084 7.061503 6.833713 6.833713 5.922551 5.694761 5.466970 4.555809 K 12.375 4.625 4.125 3.875 3.750 3.750 3.250 3.125 3.000 2.500 KR 22.551250 8.428246 7.517084 7.061503 6.833713 6.833713 5.922551 5.694761 5.466970 4.555809 INP 45.102510 16.856492 15.034168 14.123006 13.667426 13.667426 11.845100 11.389520 10.933940 9.111617

K T K T K K T K T K

34