KONSEP KETUHANAN DALAM ISLAM
DISUSUN OLEH
KELOMPOK 21.ROMADHON HERDIO UTAMA(2014 161 062)2.DENTI
SYAFITRI(2014 161 055)3.IRODAH HANUM(2014 161 072)4.METI SETIANI
(2014 161 044)KELAS : 1.BDOSEN PENGASUH : M.ARIFIN,S.Ag,M.Pd.I
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS PGRI
PALEMBANGTAHUN 2014
KATA PENGANTAR Alhamdulillah,puji syukur penulis panjatkan
kehadirat Allah SWT,karena atas berkat dan hidayahnya lah penulis
dapat menyelesaikan penyusunan makalah tentang hakikat manusia
menurut islam. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan
makalah ini masih banyak kekurangan ,karena keterbatasan
pengetahuan dan kemampuan,untuk itu kritik dan saran yang membangun
dari pembaca sangat diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.Akhir
kata penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat tidak
hanya diri sendiri,melainkan kepada semua dan memberikan sumbangsih
yang berarti bagi kita semua.
Palembang2014
Penulis
iiDAFTAR ISI
.........................................................................................iiKATA
PENGANTAR
..........................................................................iiiPENDAHULUAN.................................................................................13.1
FILFASAT KETUHANAN DALAM ISLAM ..............................13.1.1
sipakah tuhan itu
?..............................................................13.1.2
sejarah pemikiran manusia tentang tuhan
.........................33.1.3 konsep ketuhanan dalam islam
..........................................63.1.4 pembuktian wujud
tuhan ..................................................103.2
KEIMANAN DAN
KETAQWAAN...............................................103.2.1
pengertian iman dan
taqwa................................................113.2.2 proses
terbentuknya
iman..................................................123.2.3
tanda-tanda orang
beriman................................................143.2.4
keterkaitan keimanan dan
ketakwaan................................153.2.5 implementasi iman
dan ketwa dalam kehidupan
moderen16PENUTUP..............................................................................................173.3
KESIMPULAN................................................................................17DAFTAR
PUSTAKA............................................................................18
iii
A. PendahuluanAspek keimanan yang akan dikaji dalam tulisan ini
adalah aspek kejiwaan dan nilai. Aspek ini belum mendapat perhatian
seperti perhatian terhadap aspek lainnya. Kecintaan kepada Allah,
ikhlas beramal hanya karena Allah, serta mengabdikan diridan
tawakal sepenuhnya kepada-Nya, merupakan nilai keutamaan yang perlu
diperhatikan dan diutamakandalam menyempurnakan cabang-cabang
keimanan.Sesungguhnya amalah lahiriah berupa ibadah mahdhah dan
muamalah tidak akan mencapai kesempurnaan, kecuali jika didasari
dan diramu dengan nilai keutamaan tersebut. Sebab nilai-nilai
tersebut senantiasa mengalir dalam hati dan tertuang dalam setiap
gerak serta perilaku keseharian.Pendidikan modern telah
mempengaruhi peserta didik dari berbagai arah dan pengaruhnya telah
sedemikian rupa merasuki jiwa generasi penerus. Jika tidak pandai
membina jiwa generasi mendatang, dengan menanamkan nilai-nilai
keimanan dalam nalar, pikir dan akal budi mereka, maka mereka tidak
akan selamat dari pengaruh negatif pendidikan modern. Mungkin
mereka merasa ada yang kurang dalam sisi spiritualitasnya dan
berusaha menyempurnakan dari sumber-sumber lain. Bila ini terjadi,
maka perlu segera diambil tindakan, agar pintu spiritualitas yang
terbuka tidak diisi oleh ajaran lain yang bukan berasal dari ajaran
spiritualitas Islam.Seorang muslim yang paripurna adalah yang nalar
dan hatinya bersinar, pandangan akal dan hatinya tajam, akal pikir
dan nuraninya berpadu dalam berinteraksi dengan Allah dan dengan
sesama manusia, sehingga sulit diterka mana yang lebih dahulu
berperan kejujuran jiwanya atau kebenaran akalnya. Sifat
kesempurnaan ini merupakan karakter Islam, yaitu agama yang
membangun kemurnian akidah atas dasar kejernihan akal dan membentuk
pola pikir teologis yang menyerupai bidang-bidang ilmu eksakta,
karena dalam segi akidah, Islam hanya menerima hal-hal yang menurut
ukuran akal sehat dapat diterima sebagai ajaran akidah yang benar
dan lurus.Pilar akal dan rasionalitas dalam akidah Islam tecermin
dalam aturan muamalat dan dalam memberikan solusi serta terapi bagi
persoalan yang dihadapi. Selain itu Islam adalah agama ibadah.
Ajaran tentang ibadah didasarkan atas kesucian hati yang dipenuhi
dengan keikhlasan, cinta, serta dibersihkan dari dorongan hawa
nafsu, egoisme, dan sikap ingin menang sendiri. Agama seseorang
tidak sempurna, jika kehangatan spiritualitas yang dimiliki tidak
disertai dengan pengalaman ilmiah dan ketajaman nalar. Pentingnya
akal bagi iman ibarat pentingnya mata bagi orang yang sedang
berjalan.
1
B. Filsafat Ketuhanan dalam Islam3.1.1 Siapakah Tuhan
itu?Perkataan ilah, yang diterjemahkan Tuhan, dalam Al-Quran
dipakai untuk menyatakan berbagai obyek yang dibesarkan atau
dipentingkan manusia, misalnya dalam QS 45 (Al-Jatsiiyah): 23,
yaitu:Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa
nafsunya sebagai Tuhannya.?Dalam QS 28 (Al-Qashash):38, perkataan
ilah dipakai oleh Firaun untuk dirinya sendiri:Dan Firaun berkata:
Wahai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan bagimu selain
aku.Contoh ayat-ayat tersebut di atas menunjukkan bahwa perkataan
ilah bisa mengandung arti berbagai benda, baik abstrak (nafsu atau
keinginan pribadi maupun benda nyata (Firaun atau penguasa yang
dipatuhi dan dipuja). Perkataan ilah dalam Al-Quran juga dipakai
dalam bentuk tunggal (mufrad: ilaahun), ganda (mutsanna:ilaahaini),
dan banyak (jama': aalihatun). Bertuhan nol atau atheisme tidak
mungkin. Untuk dapat mengerti dengan definisi Tuhan atau Ilah yang
tepat, berdasarkan logika Al-Quran sebagai berikut:Tuhan (ilah)
ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia
sedemikian rupa, sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai
oleh-Nya.Perkataan dipentingkan hendaklah diartikan secara luas.
Tercakup di dalamnya yang dipuja, dicintai, diagungkan,
diharap-harapkan dapat memberikan kemaslahatan atau kegembiraan,
dan termasuk pula sesuatu yang ditakuti akan mendatangkan bahaya
atau kerugian.Ibnu Taimiyah memberikan definisi al-ilah sebagai
berikut:Al-ilah ialah: yang dipuja dengan penuh kecintaan hati,
tunduk kepada-Nya, merendahkan diri di hadapannya, takut, dan
mengharapkannya, kepadanya tempat berpasrah ketika berada dalam
kesulitan, berdoa, dan bertawakal kepadanya untuk kemaslahatan
diri, meminta perlindungan dari padanya, dan menimbulkan ketenangan
di saat mengingatnya dan terpaut cinta kepadanya (M.Imaduddin,
1989:56)Atas dasar definisi ini, Tuhan itu bisa berbentuk apa saja,
yang dipentingkan manusia. Yang pasti, manusia tidak mungkin ateis,
tidak mungkin tidak ber-Tuhan. Berdasarkan logika Al-Quran, setiap
manusia pasti ada sesuatu yang dipertuhankannya. Dengan begitu,
orang-orang komunis pada hakikatnya ber-Tuhan juga. Adapun Tuhan
mereka ialah ideologi atau angan-angan (utopia)
mereka.(wahyudi,dkk.hal 28)2Dari penjelasan di atas menurut
kelompok 2 Dalam ajaran Islam diajarkan kalimat la ilaaha illa
Allah. Susunan kalimat tersebut dimulai dengan peniadaan, yaitu
tidak ada Tuhan, kemudian baru diikuti dengan penegasan melainkan
Allah. Hal itu berarti bahwa seorang muslim harus membersihkan diri
dari segala macam Tuhan terlebih dahulu, sehingga yang ada dalam
hatinya hanya ada satu Tuhan, yaitu Allah.3.1.2 Sejarah Pemikiran
Manusia tentang Tuhan1. Pemikiran BaratYang dimaksud konsep
Ketuhanan menurut pemikiran manusia adalah konsep yang didasarkan
atas hasil pemikiran baik melalui pengalaman lahiriah maupun
batiniah, baik yang bersifat penelitian rasional maupun pengalaman
batin. Dalam literatur sejarah agama, dikenal teori evolusionisme,
yaitu teori yang menyatakan adanya proses dari kepercayaan yang
amat sederhana, lama kelamaan meningkat menjadi sempurna. Teori
tersebut mula-mula dikemukakan oleh Max Muller, kemudian
dikemukakan oleh EB Taylor, Robertson Smith, Lubbock dan Javens.
Proses perkembangan pemikiran tentang Tuhan menurut teori
evolusionisme adalah sebagai berikut: DinamismeMenurut paham ini,
manusia sejak zaman primitif telah mengakui adanya kekuatan yang
berpengaruh dalam kehidupan. Mula-mula sesuatu yang berpengaruh
tersebut ditujukan pada benda. Setiap benda mempunyai pengaruh pada
manusia, ada yang berpengaruh positif dan ada pula yang berpengaruh
negatif. Kekuatan yang ada pada benda disebut dengan nama yang
berbeda-beda, seperti mana (Melanesia), tuah (Melayu), dan syakti
(India). Mana adalah kekuatan gaib yang tidak dapat dilihat atau
diindera dengan pancaindera. Oleh karena itu dianggap sebagai
sesuatu yang misterius. Meskipun nama tidak dapat diindera, tetapi
ia dapat dirasakan pengaruhnya. AnimismeMasyarakat primitif pun
mempercayai adanya peran roh dalam hidupnya. Setiap benda yang
dianggap benda baik, mempunyai roh. Oleh masyarakat primitif, roh
dipercayai sebagai sesuatu yang aktif sekalipun bendanya telah
mati. Oleh karena itu, roh dianggap sebagai sesuatu yang selalu
hidup, mempunyai rasa senang, rasa tidak senang apabila
kebutuhannya dipenuhi. Menurut kepercayaan ini, agar manusia tidak
terkena efek negatif dari roh-roh tersebut, manusia harus
menyediakan kebutuhan roh. Saji-sajian yang sesuai dengan saran
dukun adalah salah satu usaha untuk memenuhi kebutuhan roh.
3 PoliteismeKepercayaan dinamisme dan animisme lama-lama tidak
memberikan kepuasan, karena terlalu banyak yang menjadi sanjungan
dan pujaan. Roh yang lebih dari yang lain kemudian disebut dewa.
Dewa mempunyai tugas dan kekuasaan tertentu sesuai dengan
bidangnya. Ada dewa yang bertanggung jawab terhadap cahaya, ada
yangmembidangi masalah air, ada yang membidangi angin dan lain
sebagainya.
HenoteismePoliteisme tidak memberikan kepuasan terutama terhadap
kaum cendekiawan. Oleh karena itu dari dewa-dewa yang diakui
diadakan seleksi, karena tidak mungkin mempunyai kekuatan yang
sama. Lama-kelamaan kepercayaan manusia meningkat menjadi lebih
definitif (tertentu). Satu bangsa hanya mengakui satu dewa yang
disebut dengan Tuhan, namun manusia masih mengakui Tuhan (Ilah)
bangsa lain. Kepercayaan satu Tuhan untuk satu bangsa disebut
dengan henoteisme (Tuhan Tingkat Nasional). MonoteismeKepercayaan
dalam bentuk henoteisme melangkah menjadi monoteisme. Dalam
monoteisme hanya mengakui satu Tuhan untuk seluruh bangsa dan
bersifat internasional. Bentuk monoteisme ditinjau dari filsafat
Ketuhanan terbagi dalam tiga paham, yaitu: deisme, panteisme, dan
teisme.Evolusionisme dalam kepercayaan terhadap Tuhan sebagaimana
dinyatakan oleh Max Muller dan EB. Taylor (1877), ditentang oleh
Andrew Lang (1898) yang menekankan adanya monoteisme dalam
masyarakat primitif. Dia mengemukakan bahwa orang-orang yang
berbudaya rendah juga sama monoteismenya dengan orang-orang
Kristen. Mereka mempunyai kepercayaan pada wujud yang Agung dan
sifat-sifat yang khas terhadap Tuhan mereka, yang tidak mereka
berikan kepada wujud yang lain.(wahyudi,dkk.hal 29)Dari penjelasan
di atas menurut kelompok 2 Dengan lahirnya pendapat Andrew Lang,
maka berangsur-angsur golongan evolusionisme menjadi reda dan
sebaliknya sarjana-sarjana agama terutama di Eropa Barat mulai
menantang evolusionisme dan memperkenalkan teori baru untuk
memahami sejarah agama. Mereka menyatakan bahwa ide tentang Tuhan
tidak datang secara evolusi, tetapi dengan relevansi atau wahyu.
Kesimpulan tersebut diambil berdasarkan pada penyelidikan
bermacam-macam kepercayaan yang dimiliki oleh kebanyakan masyarakat
primitif. Dalam penyelidikan didapatkan bukti-bukti bahwa asal-usul
kepercayaan masyarakat primitif adalah monoteisme dan monoteisme
adalah berasal dari ajaran wahyu Tuhan (Zaglul Yusuf,
1993:26-27).42. Pemikiran Umat IslamPemikiran terhadap Tuhan yang
melahirkan Ilmu Tauhid, Ilmu Kalam, atau Ilmu Ushuluddin di
kalangan umat Islam, timbul sejak wafatnya Nabi Muhammad SAW.
Secara garis besar, ada aliran yang bersifat liberal, tradisional,
dan ada pula yang bersifat di antara keduanya. Sebab timbulnya
aliran tersebut adalah karena adanya perbedaan metodologi dalam
memahami Al-Quran dan Hadis dengan pendekatan kontekstual sehingga
lahir aliran yang bersifat tradisional. Sedang sebagian umat Islam
yang lain memahami dengan pendekatan antara kontektual dengan
tektual sehingga lahir aliran yang bersifat antara liberal dengan
tradisional. Ketiga corak pemikiran ini telah mewarnai sejarah
pemikiran ilmu ketuhanan dalam Islam. Aliran tersebut yaitu:a.
Mutazilah yang merupakan kaum rasionalis di kalangan muslim, serta
menekankan pemakaian akal pikiran dalam memahami semua ajaran dan
keimanan dalam Islam. Orang islam yang berbuat dosa besar, tidak
kafir dan tidak mukmin. Ia berada di antara posisi mukmin dan kafir
(manzilah bainal manzilatain).Dalam menganalisis ketuhanan, mereka
memakai bantuan ilmu logika Yunani, satu sistem teologi untuk
mempertahankan kedudukan keimanan. Hasil dari paham Mutazilah yang
bercorak rasional ialah muncul abad kemajuan ilmu pengetahuan dalam
Islam. Namun kemajuan ilmu pengetahuan akhirnya menurun dengan
kalahnya mereka dalam perselisihan dengan kaum Islam ortodoks.
Mutazilah lahir sebagai pecahan dari kelompok Qadariah, sedang
Qadariah adalah pecahan dari Khawarij.b. Qodariah yang berpendapat
bahwa manusia mempunyai kebebasan dalam berkehendak dan berbuat.
Manusia sendiri yang menghendaki apakah ia akan kafir atau mukmin
dan hal itu yang menyebabkan manusia harus bertanggung jawab atas
perbuatannya.c. Jabariah yang merupakan pecahan dari Murjiah
berteori bahwa manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam
berkehendak dan berbuat. Semua tingkah laku manusia ditentukan dan
dipaksa oleh Tuhan.d. Asyariyah dan Maturidiyah yang pendapatnya
berada di antara Qadariah dan JabariahDari penjelasan di atas
menurut kelompok 2 Semua aliran itu mewarnai kehidupan pemikiran
ketuhanan dalam kalangan umat islam periode masa lalu. Pada
prinsipnya aliran-aliran tersebut di atas tidak bertentangan dengan
ajaran dasar Islam. Oleh karena itu umat Islam yang memilih aliran
mana saja diantara aliran-aliran tersebut sebagai teologi mana yang
dianutnya, tidak menyebabkan ia keluar dari islam. Menghadapi
situasi dan perkembangan ilmu pengetahuan sekarang ini, umat Islam
perlu mengadakan koreksi ilmu berlandaskan al-Quran dan Sunnah
Rasul, tanpa dipengaruhi oleh kepentingan politik tertentu. Di
antara aliran tersebut yang nampaknya lebih dapat menunjang
perkembangan ilmu pengetahuan dan meningkatkan etos kerja adalah
aliran Mutazilah dan Qadariah.(wahyudi,dkk.hal 30)53.1.3 konsep
ketuhanan dalam islamPengkajian manusia tentang Tuhan, yang hanya
didasarkan atas pengamatan dan pengalaman serta pemikiran manusia,
tidak akan pernah benar. Sebab Tuhan merupakan sesuatu yang ghaib,
sehingga informasi tentang Tuhan yang hanya berasal dari manusia
biarpun dinyatakan sebagai hasil renungan maupun pemikiran
rasional, tidak akan benar.Informasi tentang asal-usul kepercayaan
terhadap Tuhan antara lain tertera dalam:1. QS 21 (Al-Anbiya): 92,
Sesungguhnya agama yang diturunkan Allah adalah satu, yaitu agama
Tauhid. Oleh karena itu seharusnya manusia menganut satu agama,
tetapi mereka telah berpecah belah. Mereka akan kembali kepada
Allah dan Allah akan menghakimi mereka.Ayat tersebut di atas
memberi petunjuk kepada manusia bahwa sebenarnya tidak ada
perbedaan konsep tentang ajaran ketuhanan sejak zaman dahulu hingga
sekarang. Melalui Rasul-rasul-Nya, Allah memperkenalkan dirinya
melalui ajaran-Nya, yang dibawa para Rasul, Adam sebagai Rasul
pertama dan Muhammad sebagai terakhir.Jika terjadi
perbedaan-perbedaan ajaran tentang ketuhanan di antara agama-agama
adalah karena perbuatan manusia. Ajaran yang tidak sama dengan
konsep ajaran aslinya, merupakan manipulasi dan kebohongan manusia
yang teramat besar.2. QS 5 (Al-Maidah):72, Al-Masih berkata: Hai
Bani Israil sembahlah Allah Tuhaku dan Tuhanmu. Sesungguhnya orang
yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti
mengharamkan kepadanya syurga, dan tempat mereka adalah neraka.3.
QS 112 (Al-Ikhlas): 1-4, Katakanlah, Dia-lah Allah, Yang Maha Esa.
Allah adalah Tuhan yang bergantung pada-Nya segala sesuatu. Dia
tiada beranak dan tiada pula diperanakkan dan tidak ada seorangpun
yang setara dengan Dia.Dari ungkapan ayat-ayat tersebut, jelas
bahwa Tuhan adalah Allah. Kata Allah adalah nama isim jumid atau
personal name. Merupakan suatu pendapat yang keliru, jika nama
Allah diterjemahkan dengan kata Tuhan, karena dianggap sebagai isim
musytaq.Tuhan yang haq dalam konsep al-Quran adalah Allah. Hal ini
dinyatakan antara lain dalam surat Ali Imran ayat 62, surat Shad 35
dan 65, surat Muhammad ayat 19. Dalam al-quran diberitahukan pula
bahwa ajaran tentang Tuhan yang diberikan kepada Nabi sebelum
Muhammad adalah Tuhan Allah juga. Perhatikan antara lain surat Hud
ayat 84 dan surat al-Maidah ayat 72. Tuhan Allah adalah esa
sebagaimana dinyatakan dalam surat al-Ankabut ayat 46, Thaha ayat
98, dan Shad ayat 4.
6
Dengan mengemukakan alasan-alasan tersebut di atas, maka menurut
informasi al-Quran, sebutan yang benar bagi Tuhan yang benar-benar
Tuhan adalah sebutan Allah, dan kemahaesaan Allah tidak melalui
teori evolusi melainkan melalui wahyu yang datang dari Allah. Hal
ini berarti konsep tauhid telah ada sejak datangnya Rasul Adam di
muka bumi. Esa menurut al-Quran adalah esa yang sebenar-benarnya
esa, yang tidak berasal dari bagian-bagiandan tidak pula dapat
dibagi menjadi bagian-bagian.Keesaan Allah adalah mutlak. Ia tidak
dapat didampingi atau disejajarkan dengan yang lain. Sebagai umat
Islam, yang mengikrarkan kalimat syahadat La ilaaha illa Allah
harus menempatkan Allah sebagai prioritas utama dalam setiap
tindakan dan ucapannya (wahyudi,dkk.hal29).Konsepsi kalimat La
ilaaha illa Allah yang bersumber dari al-quran memberi petunjuk
bahwa manusia mempunyai kecenderungan untuk mencari Tuhan yang lain
selain Allah dan hal itu akan kelihatan dalam sikap dan praktik
menjalani kehidupan.Pembuktian Wujud Tuhan1. Metode Pembuktian
IlmiahTantangan zaman modern terhadap agama terletak dalam masalah
metode pembuktian. Metode ini mengenal hakikat melalui percobaan
dan pengamatan, sedang akidah agama berhubungan dengan alam di luar
indera, yang tidak mungkin dilakukan percobaan (agama didasarkan
pada analogi dan induksi). Hal inilah yang menyebabkan menurut
metode ini agama batal, sebab agama tidak mempunyai landasan
ilmiah.Sebenarnya sebagian ilmu modern juga batal, sebab juga tidak
mempunyai landasan ilmiah. Metode baru tidak mengingkari wujud
sesuatu, walaupun belum diuji secara empiris. Di samping itu metode
ini juga tidak menolak analogi antara sesuatu yang tidak terlihat
dengan sesuatu yang telah diamati secara empiris. Hal ini disebut
dengan analogi ilmiah dan dianggap sama dengan percobaan
empiris.Suatu percobaan dipandang sebagai kenyataan ilmiah, tidak
hanya karena percobaan itu dapat diamati secara langsung. Demikian
pula suatu analogi tidak dapat dianggap salah, hanya karena dia
analogi. Kemungkinan benar dan salah dari keduanya berada pada
tingkat yang sama.
7
Percobaan dan pengamatan bukanlah metode sains yang pasti,
karena ilmu pengetahuan tidak terbatas pada persoalan yang dapat
diamati dengan hanya penelitian secara empiris saja. Teori yang
disimpulkan dari pengamatan merupakan hal-hal yang tidak punya
jalan untuk mengobservasi. Orang yang mempelajari ilmu pengetahuan
modern berpendapat bahwa kebanyakan pandangan pengetahuan modern,
hanya merupakan interpretasi terhadap pengamatan dan pandangan
tersebut belum dicoba secara empiris. Oleh karena itu banyak
sarjana percaya padanya hakikat yang tidak dapat diindera secara
langsung. Sarjana mana pun tidak mampu melangkah lebih jauh tanpa
berpegang pada kata-kata seperti: Gaya (force), Energy, alam
(nature), dan hukum alam. Padahal tidak ada seorang sarjana pun
yang mengenal apa itu: Gaya, energi, alam, dan hukum alam. Sarjana
tersebut tidak mampu memberikan penjelasan terhadap kata-kata
tersebut secara sempurna, sama seperti ahli teologi yang tidak
mampu memberikan penjelasan tentang sifat Tuhan. Keduanya percaya
sesuai dengan bidangnya pada sebab-sebab yang tidak
diketahui.Dengan demikian tidak berarti bahwa agama adalah iman
kepada yang ghaib dan ilmu pengetahuan adalah percaya kepada
pengamatan ilmiah. Sebab, baik agama maupun ilmu pengetahuan
kedua-duanya berlandaskan pada keimanan pada yang ghaib. Hanya saja
ruang lingkup agama yang sebenarnya adalah ruang lingkup penentuan
hakikat terakhir dan asli, sedang ruang lingkup ilmu pengetahuan
terbatas pada pembahasan ciri-ciri luar saja. Kalau ilmu pengtahuan
memasuki bidang penentuan hakikat, yang sebenarnya adalah bidang
agama, berarti ilmu pengetahuan telah menempuh jalan iman kepada
yang ghaib. Oleh sebab itu harus ditempuh bidang lain.Para sarjana
masih menganggap bahwa hipotesis yang menafsirkan pengamatan tidak
kurang nilainya dari hakikat yang diamati. Mereka tidak dapat
mengatakan: Kenyataan yang diamati adalah satu-satunya ilmu dan
semua hal yang berada di luar kenyataan bukan ilmu, sebab tidak
dapat diamati. Sebenarnya apa yang disebut dengan iman kepada yang
ghaib oleh orang mukmin, adalah iman kepada hakikat yang tidak
dapat diamati. Hal ini tidak berarti satu kepercayaan buta, tetapi
justru merupakan interpretasi yang terbaik terhadap kenyataan yang
tidak dapat diamati oleh para sarjana.(wahyudi,dkk.hal30)3.1.4
bukti Adanya TuhanAdanya alam serta organisasinya yang menakjubkan
dan rahasianya yang pelik, tidak boleh tidak memberikan penjelasan
bahwa ada sesuatu kekuatan yang telah menciptakannya, suatu Akal
yang tidak ada batasnya. Setiap manusia normal percaya bahwa
dirinya ada dan percaya pula bahwa alam ini ada. Dengan dasar itu
dan dengan kepercayaan inilah dijalani setiap bentuk kegiatan
ilmiah dan kehidupan.8
Jika percaya tentang eksistensi alam, maka secara logika harus
percaya tentang adanya Pencipta Alam. Pernyataan yang mengatakan:
adalah suatu pernyataan yang tidak benar. Belum pernah diketahui
adanya sesuatu yang berasal dari tidak ada tanpa diciptakan. Segala
sesuatu bagaimanapun ukurannya, pasti ada penyebabnya. Oleh karena
itu bagaimana akan percaya bahwa alam semesta yang demikian
luasnya, ada dengan sendirinya tanpa pencipta?3. Pembuktian Adanya
Tuhan dengan Pendekatan FisikaSampai abad ke-19 pendapat yang
mengatakan bahwa alam menciptakan dirinya sendiri (alam bersifat
azali) masih banyak pengikutnya. Tetapi setelah ditemukan hukum
kedua termodinamika (Second law of Thermodynamics), pernyataan ini
telah kehilangan landasan berpijak.Hukum tersebut yang dikenal
dengan hukum keterbatasan energi atau teori pembatasan perubahan
energi panas membuktikan bahwa adanya alam tidak mungkin bersifat
azali. Hukum tersebut menerangkan bahwa energi panas selalu
berpindah dari keadaan panas beralih menjadi tidak panas. Sedang
kebalikannya tidak mungkin, yakni energi panas tidak mungkin
berubah dari keadaan yang tidak panas menjadi panas. Perubahan
energi panas dikendalikan oleh keseimbangan antara energi yang ada
dengan energi yang tidak ada.Bertitik tolak dari kenyataan bahwa
proses kerja kimia dan fisika di alam terus berlangsung, serta
kehidupan tetap berjalan. Hal itu membuktikan secara pasti bahwa
alam bukan bersifat azali. Seandainya alam ini azali, maka sejak
dulu alam sudah kehilangan energinya, sesuai dengan hukum tersebut
dan tidak akan ada lagi kehidupan di alam ini. Oleh karena itu
pasti ada yang menciptakan alam yaitu Tuhan.4. Pembuktian Adanya
Tuhan dengan Pendekatan AstronomiBenda alam yang paling dekat
dengan bumi adalah bulan, yang jaraknya dari bumi sekitar 240.000
mil, yang bergerak mengelilingi bumi dan menyelesaikan setiap
edarannya selama dua puluh sembilan hari sekali. Demikian pula bumi
yang terletak 93.000.000.000 mil dari matahari berputar pada
porosnya dengan kecepatan seribu mil per jam dan menempuh garis
edarnya sepanjang 190.000.000 mil setiap setahun sekali. Di samping
bumi terdapat gugus sembilan planet tata surya, termasuk bumi, yang
mengelilingi matahari dengan kecepatan luar biasa.Matahari tidak
berhenti pada suatu tempat tertentu, tetapi ia beredar bersama-sama
dengan planet-planet dan asteroid mengelilingi garis edarnya dengan
kecepatan 600.000 mil per jam. Di samping itu masih ada ribuan
sistem selain sistem tata surya kita dan setiap sistem mempunyai
kumpulan atau galaxy sendiri-sendiri. Galaxy-galaxy tersebut juga
beredar pada garis edarnya. Galaxy dimana terletak sistem matahari
kita, beredar pada sumbunya dan menyelesaikan edarannya sekali
dalam 200.000.000 tahun cahaya.9Logika manusia dengan memperhatikan
sistem yang luar biasa dan organisasi yang teliti, akan
berkesimpulan bahwa mustahil semuanya ini terjadi dengan
sendirinya, bahkan akan menyimpulkan bahwa di balik semuanya itu
ada kekuatan maha besar yang membuat dan mengendalikan sistem yang
luar biasa tersebut, kekuatan maha besar tersebut adalah
Tuhan.Metode pembuktian adanya Tuhan melalui pemahaman dan
penghayatan keserasian alam tersebut oleh Ibnu Rusyd diberi istilah
dalil ikhtira. Di samping itu Ibnu Rusyd juga menggunakan metode
lain yaitu dalil inayah. Dalil inayah adalah metode pembuktian
adanya Tuhan melalui pemahaman dan penghayatan manfaat alam bagi
kehidupan manusia (wahyudi,dkk 30-34).3.2 Pengertian ImanKebanyakan
orang menyatakan bahwa kata iman berasal dari kata kerja
amina-yumanu-amanan yang berarti percaya. Oleh karena itu, iman
yang berarti percaya menunjuk sikap batin yang terletak dalam hati.
Akibatnya, orang yang percaya kepada Allah dan selainnya seperti
yang ada dalam rukun iman, walaupun dalam sikap kesehariannya tidak
mencerminkan ketaatan dan kepatuhan (taqwa) kepada yang telah
dipercayainya, masih disebut orang yang beriman. Hal itu disebabkan
karena adanya keyakinan mereka bahwa yang tahu tentang urusan hati
manusia adalah Allah dan dengan membaca dua kalimah syahadat telah
menjadi Islam.Dalam surah al-Baqarah ayat 165 dikatakan bahwa orang
yang beriman adalah orang yang amat sangat cinta kepada Allah
(asyaddu hubban lillah). Oleh karena itu beriman kepada Allah
berarti amat sangat rindu terhadap ajaran Allah, yaitu Al-Quran
menurut Sunnah Rasul. Hal itu karena apa yang dikehendaki Allah,
menjadi kehendak orang yang beriman, sehingga dapat menimbulkan
tekad untuk mengorbankan segalanya dan kalau perlu mempertaruhkan
nyawa.Dalam hadits diriwayatkan Ibnu Majah Atthabrani, iman
didefinisikan dengan keyakinan dalam hati, diikrarkan dengan lisan,
dan diwujudkan dengan amal perbuatan (Al-Immaanu aqdun bil qalbi
waigraarun billisaani waamalun bil arkaan). Dengan demikian, iman
merupakan kesatuan atau keselarasan antara hati, ucapan, dan laku
perbuatan, serta dapat juga dikatakan sebagai pandangan dan sikap
hidup atau gaya hidup.Istilah iman dalam al-Quran selalu
dirangkaikan dengan kata lain yang memberikan corak dan warna
tentang sesuatu yang diimani, seperti dalam surat an-Nisa':51 yang
dikaitkan dengan jibti (kebatinan/idealisme) dan thaghut
(realita/naturalisme). Sedangkan dalam surat al-Ankabut: 52
dikaitkan dengan kata bathil, yaitu walladziina aamanuu bil
baathili. Bhatil berarti tidak benar menurut Allah. Dalam surat
lain iman dirangkaikan dengan kata kaafir atau dengan kata Allah.
Sementara dalam al-Baqarah: 4, iman dirangkaikan dengan kata ajaran
yang diturunkan Allah (yuminuuna bimaa unzila ilaika wamaa unzila
min qablika).
10Kata iman yang tidak dirangkaikan dengan kata lain dalam
al-Quran, mengandung arti positif. Dengan demikian, kata iman yang
tidak dikaitkan dengan kata Allah atau dengan ajarannya, dikatakan
sebagai iman haq. Sedangkan yang dikaitkan dengan selainnya,
disebut iman bathil.3.2.1 Wujud ImanAkidah Islam dalam al-Quran
disebut iman. Iman bukan hanya berarti percaya, melainkan keyakinan
yang mendorong seorang muslim untuk berbuat. Oleh karena itu
lapangan iman sangat luas, bahkan mencakup segala sesuatu yang
dilakukan seorang muslim yang disebut amal saleh.Seseorang
dinyatakan iman bukan hanya percaya terhadap sesuatu, melainkan
kepercayaan itu mendorongnya untuk mengucapkan dan melakukan
sesuatu sesuai dengan keyakinan. Karena itu iman bukan hanya
dipercayai atau diucapkan, melainkan menyatu secara utuh dalam diri
seseorang yang dibuktikan dalam perbuatannya.Akidah Islam adalah
bagian yang paling pokok dalam agama Islam. Ia merupakan keyakinan
yang menjadi dasar dari segala sesuatu tindakan atau amal.
Seseorang dipandang sebagai muslim atau bukan muslim tergantung
pada akidahnya. Apabila ia berakidah Islam, maka segala sesuatu
yang dilakukannya akan bernilai sebagai amaliah seorang muslim atau
amal saleh. Apabila tidak beraqidah, maka segala amalnya tidak
memiliki arti apa-apa, kendatipun perbuatan yang dilakukan bernilai
dalam pendengaran manusia.(wahyudi,dkk hal 34)Akidah Islam atau
iman mengikat seorang muslim, sehingga ia terikat dengan segala
aturan hukum yang datang dari Islam. Oleh karena itu menjadi
seorang muslim berarti meyakini dan melaksanakan segala sesuatu
yang diatur dalam ajaran Islam. Seluruh hidupnya didasarkan pada
ajaran Islam.Proses Terbentuknya ImanSpermatozoa dan ovum yang
diproduksi dan dipertemukan atas dasar ketentuan yang digariskan
ajaran Allah, merupakan benih yang baik. Allah menginginkan agar
makanan yang dimakan berasal dari rezeki yang halalanthayyiban.
Pandangan dan sikap hidup seorang ibu yang sedang hamil
mempengaruhi psikis yang dikandungnya. Ibu yang mengandung tidak
lepas dari pengaruh suami, maka secara tidak langsung pandangan dan
sikap hidup suami juga berpengaruh secara psikologis terhadap bayi
yang sedang dikandung. Oleh karena jika seseorang menginginkan
anaknya kelak menjadi mukmin yang muttaqin, maka isteri hendaknya
berpandangan dan bersikap sesuai dengan yang dikehendaki Allah.
11
Benih iman yang dibawa sejak dalam kandungan memerlukan
pemupukan yang berkesinambungan. Benih yang unggul apabila tidak
disertai pemeliharaan yang intensif, besar kemungkinan menjadi
punah. Demikian pula halnya dengan benih iman. Berbagai pengaruh
terhadap seseorang akan mengarahkan iman/kepribadian seseorang,
baik yang datang dari lingkungan keluarga, masyarakat, pendidikan,
maupun lingkungan termasuk benda-benda mati seperti cuaca, tanah,
air, dan lingkungan flora serta fauna.Pengaruh pendidikan keluarga
secara langsung maupun tidak langsung, baik yang disengaja maupun
tidak disengaja amat berpengaruh terhadap iman seseorang. Tingkah
laku orang tua dalam rumah tangga senantiasa merupakan contoh dan
teladan bagi anak-anak. Tingkah laku yang baik maupun yang buruk
akan ditiru anak-anaknya. Jangan diharapkan anak berperilaku baik,
apabila orang tuanya selalu melakukan perbuatan yang tercela. Dalam
hal ini Nabi SAW bersabda, Setiap anak, lahir membawa fitrah. Orang
tuanya yang berperan menjadikan anak tersebut menjadi Yahudi,
Nasrani, atau Majusi.Pada dasarnya, proses pembentukan iman juga
demikian. Diawali dengan proses perkenalan, kemudian meningkat
menjadi senang atau benci. Mengenal ajaran Allah adalah langkah
awal dalam mencapai iman kepada Allah. Jika seseorang tidak
mengenal ajaran Allah, maka orang tersebut tidak mungkin beriman
kepada Allah.Seseorang yang menghendaki anaknya menjadi mukmin
kepada Allah, maka ajaran Allah harus diperkenalkan sedini mungkin
sesuai dengan kemampuan anak itu dari tingkat verbal sampai tingkat
pemahaman. Bagaimana seorang anak menjadi mukmin, jika kepada
mereka tidak diperkenalkan al-Quran.Di samping proses pengenalan,
proses pembiasaan juga perlu diperhatikan, karena tanpa pembiasaan,
seseorang bisa saja semula benci berubah menjadi senang. Seorang
anak harus dibiasakan untuk melaksanakan apa yang diperintahkan
Allah dan menjauhi hal-hal yang dilarang-Nya, agar kelak setelah
dewasa menjadi senang dan terampil dalam melaksanakan ajaran-ajaran
Allah.Berbuat sesuatu secara fisik adalah satu bentuk tingkah laku
yang mudah dilihat dan diukur. Tetapi tingkah laku tidak terdiri
atas perbuatan yang tampak saja. Di dalamnya tercakup juga
sikap-sikap mental yang tidak selalu mudah ditanggapi kecuali
secara fisik langsung (misalnya, melalui ucapan atau perbuatan yang
diduga dapat menggambarkan sikap mental tersebut), bahkan secara
tidak langsung itu adakalanya cukup sulit menarik kesimpulan yang
teliti. Di dalam tulisan ini dipergunakan istilah tingkah laku
dalam arti luas dan dikaitkan dengan nilai-nilai hidup, yakni
seperangkat nilai yang diterima oleh manusia sebagai nilai yang
penting dalam kehidupan, yaitu iman. Yang dituju adalah tingkah
laku yang merupakan perwujudan nilai-nilai hidup tertentu, yang
disebut tingkah laku terpola.Dalam keadaan tertentu, sifat, arah,
dan intensitas tingkah laku dapat dipengaruhi melalui campur tangan
secara langsung, yakni dalam bentuk intervensi terhadap interaksi
yang terjadi. Dalam hal ini dijelaskan beberap prinsip dengan
mengemukakan implikasi metodologinya, yaitu:12
1. Prinsip pembinaan berkesinambunganProses pembentukan iman
adalah suatu proses yang penting, terus menerus, dan tidak
berkesudahan. Belajar adalah suatu proses yang memungkinkan orang
semakin lama semakin mampu bersikap selektif. Implikasinya ialah
diperlukan motivasi sejak kecil dan berlangsung seumur hidup. Oleh
karena itu penting mengarahkan proses motivasi agar membuat tingkah
laku lebih terarah dan selektif menghadapi nilai-nilai hidup yang
patut diterima atau yang seharusnya ditolak.2. Prinsip
internalisasi dan individuasiSuatu nilai hidup antara lain iman
dapat lebih mantap terjelma dalam bentuk tingkah laku tertentu,
apabila anak didik diberi kesempatan untuk menghayatinya melalui
suatu peristiwa internalisasi (yakni usaha menerima nilai sebagai
bagian dari sikap mentalnya) dan individuasi (yakni menempatkan
nilai serasi dengan sifat kepribadiannya). Melalui pengalaman
penghayatan pribadi, ia bergerak menuju satu penjelmaan dan
perwujudan nilai dalam diri manusia secara lebih wajar dan amaliah,
dibandingkan bilamana nilai itu langsung diperkenalkan dalam bentuk
utuh, yakni bilamana nilai tersebut langsung ditanamkan kepada anak
didik sebagai suatu produk akhir semata-mata. Prinsip ini
menekankan pentingnya mempelajari iman sebagai proses
(internalisasi dan individuasi). Implikasi metodologinya ialah
bahwa pendekatan untuk membentuk tingkah laku yang mewujudkan
nilai-nilai iman tidak dapat hanya mengutamakan nilai-nilai itu
dalam bentuk jadi, tetapi juga harus mementingkan proses dan cara
pengenalan nilai hidup tersebut. Dari sudut anak didik, hal ini
bahwa seyogianya anak didik mendapat kesempatan sebaik-baiknya
mengalami proses tersebut sebagai peristiwa pengalaman pribadi,
agar melalui pengalaman-pengalaman itu terjadi kristalisasi nilai
iman.3. Prinsip sosialisasiPada umumnya nilai-nilai hidup bru
benar-benar mempunyai arti apabila telah memperoleh dimensi sosial.
Oleh karena itu suatu bentuk tingkah laku terpola baru teruji
secara tuntas bilamana sudah diterima secara sosial. Implikasi
metodologinya ialah bahwa usaha pembentukan tingkah laku mewujudkan
nilai iman hendaknya tidak diukur keberhasilannya terbatas pada
tingkat individual (yaitu hanya dengan memperhatikan kemampuan
seseorang dalam kedudukannya sebagai individu), tetapi perlu
mengutamakan penilaian dalam kaitan kehidupan interaksi sosial
(proses sosialisasi) orang tersebut. Pada tingkat akhir harus
terjadi proses sosialisasi tingkah laku, sebagai kelengkapan proses
individuasi, karena nilai iman yang diwujudkan ke dalam tingkah
laku selalu mempunyai dimensi sosial.
134. Prinsip konsistensi dan koherensiNilai iman lebih mudah
tumbuh terakselerasi, apabila sejak semula ditangani secara
konsisten, yaitu secara tetap dan konsekuen, serta secara koheren,
yaitu tanpa mengandung pertentangan antara nilai yang satu dengan
nilai lainnya. Implikasi metodologinya adalah bahwa usaha yang
dikembangkan untuk mempercepat tumbuhnya tingkah laku yang
mewujudkan nilai iman hendaknya selalu konsisten dan koheren.
Alasannya, caranya dan konsekuensinya dapat dihayati dalam sifat
dan bentuk yang jelas dan terpola serta tidak berubah-ubah tanpa
arah. Pendekatan demikian berarti bahwa setiap langkah yang
terdahulu akan mendukung serta memperkuat langkah-langkah
berikutnya. Apabila pendekatan yang konsisten dan koheren sudah
tampat, maka dapat diharapkan bahwa proses pembentukan tingkah laku
dapat berlangsung lebih lancar dan lebih cepat, karena kerangka
pola tingkah laku sudah tercipta.5. Prinsip integrasiHakikat
kehidupan sebagai totalitas, senantiasa menghadapkan setiap orang
pada problematika kehidupan yang menuntut pendekatan yang luas dan
menyeluruh. Jarang sekali fenomena kehidupan yang berdiri sendiri.
Begitu pula dengan setiap bentuk nilai hidup yang berdimensi
sosial. Oleh karena itu tingkah laku yang dihubungkan dengan nilai
iman tidak dapat dibentuk terpisah-pisah. Makin integral pendekatan
seseorang terhadap kehidupan, makin fungsional pula hubungan setiap
bentuk tingkah laku yang berhubungan dengan nilai iman yang
dipelajari. Implikasi metodologinya ialah agar nilai iman hendaknya
dapat dipelajari seseorang tidak sebagai ilmu dan keterampilan
tingkah laku yang terpisah-pisah, tetapi melalui pendekatan yang
integratif, dalam kaitan problematik kehidupan yang nyata.3.2.3
Tanda-tanda Orang BerimanAl-Quran menjelaskan tanda-tanda orang
yang beriman sebagai berikut:1. Jika disebut nama Allah, maka
hatinya bergetar dan berusaha agar ilmu Allah tidak lepas dari
syaraf memorinya, serta jika dibacakan ayat al-Quran, maka
bergejolak hatinya untuk segera melaksanakannya (al-Anfal: 2). Dia
akan memahami ayat yang tidak dia pahami.2. Senantiasa tawakal,
yaitu bekerja keras berdasarkan kerangka ilmu Allah, diiringi
dengan doa, yaitu harapan untuk tetap hidup dengan ajaran Allah
menurut Sunnah Rasul (Ali Imran: 120, al-Maidah: 12, al-Anfal: 2,
at-Taubah: 52, Ibrahim: 11, Mujadalah: 10, dan at-Taghabun:13).3.
Tertib dalam melaksanakan shalat dan selalu menjaga pelaksanaannya
(al-Anfal: 3 dan al-Muminun: 2, 7). Bagaimanapun sibuknya, kalau
sudah masuk waktu shalat, dia segera shalat untuk membina kualitas
imannya.4. Menafkahkan rezki yang diterimanya (al-Anfal: 3 dan
al-Mukminun:4). Hal ini dilakukan sebagai suatu kesadaran bahwa
harta yang dinafkahkan di jalan Allah merupakan upaya pemerataan
ekonomi, agar tidak terjadi ketimpangan antara yang kaya dengan
yang miskin.14
5. Menghindari perkataan yang tidak bermanfaat dan menjaga
kehormatan (al-Mukminun: 3,5). Perkataan yang bermanfaat atau yang
baik adalah yang berstandar ilmu Allah, yaitu al-Quran menurut
Sunnah Rasulullah.6. Memelihara amanah dan menepati janji
(al-Mukminun: 6). Seorang mumin tidak akan berkhianat dan dia akan
selalu memegang amanah dan menepati janji.7. Berjihad di jalan
Allah dan suka menolong (al-Anfal:74). Berjihad di jalan Allah
adalah bersungguh-sungguh dalam menegakkan ajaran Allah, baik
dengan harta benda yang dimiliki maupun dengan nyawa.8. Tidak
meninggalkan pertemuan sebelum meminta izin (an-Nur: 62). Sikap
seperti itu merupakan salah satu sikap hidup seorang mukmin, orang
yang berpandangan dengan ajaran Allah menurut Sunnah Rasul.Akidah
Islam sebagai keyakinan membentuk perilaku bahkan mempengaruhi
kehidupan seorang muslim. Abu Ala Maudadi menyebutkan tanda orang
beriman sebagai berikut:1. Menjauhkan diri dari pandangan yang
sempit dan picik.2. Mempunyai kepercayaan terhadap diri sendiri dan
tahu harga diri3. Mempunyai sifat rendah hati dan khidmat4.
Senantiasa jujur dan adil5. Tidak bersifat murung dan putus asa
dalam menghadapi setiap persoalan dan situasi6. Mempunyai pendirian
teguh, kesabaran, ketabahan, dan optimisme.7. Mempunyai sifat
ksatria, semangat dan berani, tidak gentar menghadapi resiko,
bahkan tidak takut kepada maut.8. Mempunyai sikap hidup damai dan
ridha.9. Patuh, taat, dan disiplin menjalankan peraturan
Ilahi.3.2.4 Korelasi Keimanan dan KetakwaanKeimanan pada keesaan
Allah yang dikenal dengan istilah tauhid dibagi menjadi dua, yaitu
tauhid teoritis dan tauhid praktis. Tauhid teoritis adalah tauhid
yang membahas tentang keesaan Zat, keesaan Sifat, dan keesaaan
Perbuatan Tuhan. Pembahasan keesaan Zat, Sifat, dan Perbuatan Tuhan
berkaitan dengan kepercayaan, pengetahuan, persepsi, dan pemikiran
atau konsep tentang Tuhan. Konsekuensi logis tauhid teoritis adalah
pengakuan yang ikhlas bahwa Allah adalah satu-satunya Wujud Mutlak,
yang menjadi sumber semua wujud.Adapun tauhid praktis yang disebut
juga tauhid ibadah, berhubungan dengan amal ibadah manusia. Tauhid
praktis merupakan terapan dari tauhid teoritis. Kalimat Laa ilaaha
illallah (Tidak ada Tuhan selain Allah) lebih menekankan pengertian
tauhid praktis (tauhid ibadah). Tauhid ibadah adalah ketaatan hanya
kepada Allah. Dengan kata lain, tidak ada yang disembah selain
Allah, atau yang berhak disembah hanyalah Allah semata dan
menjadikan-Nya tempat tumpuan hati dan tujuan segala gerak dan
langkah.15Selama ini pemahaman tentang tauhid hanyalah dalam
pengertian beriman kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Mempercayai
saja keesaan Zat, Sifat, dan Perbuatan Tuhan, tanpa mengucapkan
dengan lisan serta tanpa mengamalkan dengan perbuatan, tidak dapat
dikatakan seorang yang sudah bertauhid secara sempurna. Dalam
pandangan Islam, yang dimaksud dengan tauhid yang sempurna adalah
tauhid yang tercermin dalam ibadah dan dalam perbuatan praktis
kehidupan manusia sehari-hari. Dengan kata lain, harus ada kesatuan
dan keharmonisan tauhid teoritis dan tauhid praktis dalam diri dan
dalam kehidupan sehari-hari secara murni dan konsekuen.Dalam
menegakkan tauhid, seseorang harus menyatukan iman dan amal, konsep
dan pelaksanaan, fikiran dan perbuatan, serta teks dan konteks.
Dengan demikian bertauhid adalah mengesakan Tuhan dalam pengertian
yakin dan percaya kepada Allah melalui pikiran, membenarkan dalam
hati, mengucapkan dengan lisan, dan mengamalkan dengan perbuatan.
Oleh karena itu seseorang baru dinyatakan beriman dan bertakwa,
apabila sudah mengucapkan kalimat tauhid dalam syahadat asyhadu
allaa ilaaha illa Alah, (Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain
Allah), kemudian diikuti dengan mengamalkan semua perintah Allah
dan meninggalkan segala larangan-Nya.Problematika, Tantangan, dan
Resiko dalam Kehidupan ModernDi antara problematika dalam kehidupan
modern adalah masalah sosial-budaya yang sudah established,
sehingga sulit sekali memperbaikinya.Berbicara tentang masalah
sosial budaya berarti berbicara tentang masalah alam pikiran dan
realitas hidup masyarakat. Alam pikiran bangsa Indonesia adalah
majemuk (pluralistik), sehingga pergaulan hidupnya selalu dipenuhi
oleh konflik baik sesama orang Islam maupun orang Islam dengan
non-Islam.Pada millenium ketiga, bangsa Indonesia dideskripsikan
sebagai masyarakat yang antara satu dengan lainnya saling
bermusuhan. Hal itu digambarkan oleh Ali Imran: 103, sebagai
kehidupan yang terlibat dalam wujud saling bermusuhan (idz kuntum
adaaan), yaitu suatu wujud kehidupan yang berada pada ancaman
kehancuran.Adopsi modernisme (werternisme), kendatipun tidak secara
total, yang dilakukan bangsa Indonesia selama ini, telah
menempatkan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang semi naturalis. Di
sisi lain, diadopsinya idealisme juga telah menjadikan bangsa
Indonesia menjadi pengkhayal. Adanya tarik menarik antara kekuatan
idealisme dan naturalisme menjadikan bangsa Indonesia bersikap
tidak menentu. Oleh karena itu, kehidupannya selalu
terombang-ambing oleh isme-isme tersebut.Secara ekonomi bangsa
Indonesia semakin tambah terpuruk. Hal ini karena diadopsinya
sistem kapitalisme dan melahirkan korupsi besar-besaran. Sedangkan
di bidang politik, selalu muncul konflik di antara partai dan
semakin jauhnya anggota parlemen dengan nilai-nilai qurani, karena
pragmatis dan oportunis.Di bidang sosial banyak muncul masalah.
Berbagai tindakan kriminal sering terjadi dan pelanggaran terhadap
norma-norma bisa dilakukan oleh anggota masyarakat. Lebih
memprihatinkan lagi adalah tindakan penyalahgunaan NARKOBA oleh
anak-anak sekolah, mahasiswa, serta masyarakat. Di samping itu
masih terdapat bermacam-macam masalah yang dihadapi bangsa
Indonesia dalam kehidupan modern.Persoalan itu muncul, karena
wawasan ilmunya salah, sedang ilmu merupakan roh yang menggerakkan
dan mewarnai budaya. Hal itu menjadi tantangan yang amat berat dan
dapat menimbulkan tekanan kejiwaan, karena kalau masuk dalam
kehidupan seperti itu, maka akan melahirkan risiko yang besar.Untuk
membebaskan bangsa Indonesia dari berbagai persoalan di atas, perlu
diadakan revolusi pandangan. Dalam kaitan ini, iman dan taqwa yang
dapat berperan menyelesaikan problema dan tantangan kehidupan
modern tersebut.Peran Iman dan Takwa dalam Menjawa Problema dan
Tantangan Kehidupan ModernPengaruh iman terhadap kehidupan manusia
sangat besar. Berikut ini dikemukakan beberapa pokok manfaat dan
pengaruh iman pada kehidupan manusia.1. Iman melenyapkan
kepercayaan pada kekuasaan bendaOrang yang beriman hanya percaya
pada kekuatan dan kekuasaan Allah. Kalau Allah hendak memberikan
pertolongan, maka tidak ada satu kekuatanpun yang dapat
mencegahnya. Sebaliknya, jika Allah hendak menimpakan bencana, maka
tidak ada satu kekuatanpun yang sanggup menahan dan mencegahnya.
Kepercayaan dan keyakinan demikian menghilangkan sifat
mendewa-dewakan manusia yang kebetulan sedang memegang kekuasaan,
menghilangkan kepercayaan pada kesaktian benda-benda kramat,
mengikis kepercayaan pada khurat, takhyul, jampi-jampi dan
sebagainya. Pegangan orang yang beriman adalah firman Allah surat
al-Fatihahayat 1-7 .2. Iman menanamkan semangat berani menghadapi
mautTakut menghadapi maut menyebabkan manusia menjadi pengecut.
Banyak di antara manusia yang tidak berani mengemukakan kebenaran,
karena takut menghadapi resiko. Orang yang beriman yakin sepenuhnya
bahwa kematian di tangan Allah. Pegangan orang beriman mengenai
soal hidup dan mati adalah firman Allah dalam QS 4 (al-Nisa):78:Di
mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu kendatipun
kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh3. Iman menanamkan
sikap self help dalam kehidupan .Rezeki atau mata pencaharian
memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Banyak orang yang
melepaskan pendiriannya, karena kepentingan penghidupannya.
Kadang-kadang manusia tidak segan-segan melepaskan prinsip, menjual
kehormatan, bermuka dua, menjilat, dan memperbudak diri, karena
kepentingan materi. Pegangan orang beriman dalam hal ini ialah
firman Allah dalam QS 11 (Hud):6:Dan tidak ada satu binatang
melatapun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan
Dia mengetahui tempat berdiam binatang dan tempat penyimpanannya.
Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata. (lauh mahfud).16
KESIMPULANBerdasarka berbagai aspek yang telah kami bahas ,maka
kami dapat menyimpulkan :A.Dalam ajaran Islam diajarkan kalimat la
ilaaha illa Allah. Susunan kalimat tersebut dimulai dengan
peniadaan, yaitu tidak ada Tuhan, kemudian baru diikuti dengan
penegasan melainkan Allah. Hal itu berarti bahwa seorang muslim
harus membersihkan diri dari segala macam Tuhan terlebih dahulu,
sehingga yang ada dalam hatinya hanya ada satu Tuhan, yaitu AllahB.
Dengan lahirnya pendapat Andrew Lang, maka berangsur-angsur
golongan evolusionisme menjadi reda dan sebaliknya sarjana-sarjana
agama terutama di Eropa Barat mulai menantang evolusionisme dan
memperkenalkan teori baru untuk memahami sejarah agama. Mereka
menyatakan bahwa ide tentang Tuhan tidak datang secara evolusi,
tetapi dengan relevansi atau wahyu. Kesimpulan tersebut diambil
berdasarkan pada penyelidikan bermacam-macam kepercayaan yang
dimiliki oleh kebanyakan masyarakat primitif. Dalam penyelidikan
didapatkan bukti-bukti bahwa asal-usul kepercayaan masyarakat
primitif adalah monoteisme dan monoteisme adalah berasal dari
ajaran wahyu Tuhan (Zaglul Yusuf, 1993:26-27).C. Semua aliran itu
mewarnai kehidupan pemikiran ketuhanan dalam kalangan umat islam
periode masa lalu. Pada prinsipnya aliran-aliran tersebut di atas
tidak bertentangan dengan ajaran dasar Islam. Oleh karena itu umat
Islam yang memilih aliran mana saja diantara aliran-aliran tersebut
sebagai teologi mana yang dianutnya, tidak menyebabkan ia keluar
dari islam. Menghadapi situasi dan perkembangan ilmu pengetahuan
sekarang ini, umat Islam perlu mengadakan koreksi ilmu berlandaskan
al-Quran dan Sunnah Rasul, tanpa dipengaruhi oleh kepentingan
politik tertentu. Di antara aliran tersebut yang nampaknya lebih
dapat menunjang perkembangan ilmu pengetahuan dan meningkatkan etos
kerja adalah aliran Mutazilah dan Qadariah.