KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag) Oleh : Mohammad Hafidz Hidayat P NIM : 11150321000031 PROGRAM STUDI STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2019 M/1441 H
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh :
Mohammad Hafidz Hidayat P
NIM : 11150321000031
PROGRAM STUDI STUDI AGAMA-AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019 M/1441 H
i
ABSTRAK
Mohammad Hafidz Hidayat Putra
11150321000031
Konsep Ketuhanan Dalam Bhagavad Gita
Setiap kepercayaan yang ada di dalam suatu agama pasti menitik beratkan
kepada pembahasan tentang Tuhan. Namun banyak perbedaan pandangan
mengenai persoalan atau konsep Ketuhanan yang ada di setiap agama. Ada yang
mempercayai Tuhan itu melalui berbagai bentuk dan juga simbol. Ada pula yang
mempercayai bahwa Tuhan itu tidak berwujud dan tidak bisa disamakan dengan
apapun. Konsep Ketuhanan yang ada di dalam agama Hindu cukup membuat
bingung benak para penganut agama lain, dan membuat penganut agama lain
bertanya-tanya sosok Tuhan seperti apa yang dipercayai dan disembah oleh para
penganut agama Hindu.
Di dalam kitab Bhagavad Gita dijelaskan bahwasanya sosok Tuhan Yang
Maha Esa itu hanyalah satu. Sosok Tuhan yang tidak berwujud dan tidak bisa
dilacak oleh penglihatan kita sebagai manusia. Namun Tuhan yang jauh
(transendent) mewujudkan dirinya dalam berbagai bentuk agar bisa dikenali oleh
para pengikutnya.
Pada penelitian kali ini penulis melakukan penelitian dengan cara kajian
pustaka atau yang di kenal (Library Research). Melalui Library Research ini
penulis memperoleh data-data yang berkaitan langsung dengan judul atau topik
yang sedang di bahas. Disamping itu penulis juga menggunakan data-data yang di
perlukan, baik primer atau sekunder. Adapun data primer yang penulis dapat
adalah Srimad Bhagawad Gita, Pemikiran Hindu, serta melakukan wawancara
langsung dengan kepala dan wakil kepala Pasraman Pura Amrta Jati, Cinere.
Sedangkan untuk data sekunder penulis menggunakan buku-buku atau jurnal yang
masih berkaitan dengan topik yang sedang di bahas.
Dari hasil penelitian ini, dapat di simpulkan bahwa, agama Hindu
bukanlah agama yang mempercayai banyak Tuhan atau dewa. Di dalam agama
Hindu dikenal sosok Brahman atau Tuhan yang Maha Esa. Para penganut agama
Hindu memang mengakui adanya dewa-dewa di dalam agamanya, akan tetapi
sosok dewa ini bukanlah yang paling tinggi, melainkan hanya manifestasi atau
wujud dari pada yang Tunggal yaitu Brahman.
Kata Kunci: Bhagavad Gita, Tuhan, Hindu.
ii
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur kehadirat Allah SWT atas segala berkah dan nikmat-Nya,
yang telah diberikan kepada hamba-Nya, sehingga penulis bisa menyelesaikan
skripsi ini guna memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana strata satu
(S1) Jurusan Studi Agama-Agama, Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Salawat dan salam senantiasa teriring untuk Nabi Muhammad SAW
beserta para sahabat dan keluarganya.
Penulisan skripsi ini dapat terselesaikan berkat dukungan dan bantuan dari
beberapa pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih
yang sebesar-besarnya kepada :
1. Ibu Dra. Hermawati, MA, selaku dosen pembimbing yang begitu tulus dan
sabar dalam memberikan bimbingan serta ilmunya kepada penulis
khusunya selama proses penulisan skripsi ini berlangsung. Semoga Allah
SWT senantiasa memberikan kesehatan serta kelancaran rezeki.
2. Bapak Prof. Kautsar Azhari Noer selaku dosen penasehat akademik,
terimakasih sudah bersedia untuk meluangkan waktunya dan memberikan
masukan serta arahan mengenai judul skripsi yang akan penulis kaji.
3. Ibu Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc., MA., selaku
rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Dr. Yusuf Rahman, MA.,
selaku Dekan Fakultas Ushuluddin.
4. Bapak Syaiful Azmi, MA., dan Ibu Lisfa Sentosa Aisyah, MA., selaku
Ketua dan Sekretaris Jurusan Studi Agama-Agama yang sangat ramah
iii
dalam menyambut kami para mahasiswa dan mahasiswi yang memiliki
keperluan dengan jurusan.
5. Ibu Hj. Siti Nadroh, S.Ag., M.Ag., yang sudah bersedia meluangkan
waktunya untuk menguji proposal skripsi penulis.
6. Bapak Dr. Hamid Nasuhi, MA., yang bersedia meluangkan waktunya
untuk menguji ujian komprehensif penulis.
7. Seluruh staf dosen Fakultas Ushuluddin, khususnya Jurusan Studi Agama-
Agama, Bapak Prof. Ridwan Lubis, Bapak Prof. Ikhsan Tanggok, Ibu
Nursapia Harahap, “Penelitian Kepustakaan” Jurnal Iqra, vol 8 no.1 Mei 2014, h. 68.
11
kekuatan yang dimiliki agama untuk memperjuangkan (mempertahankan) dirinya
selama periode-periode itu. Interpretasi historis telah dibenarkan dengan daya
tarik dokumentasi dan dengan klaim bahwa peristiwa-peristiwa historis
diinterpretasikan sebagai hasil peristiwa-peristiwa historis lain atau sebagai hasil
kekuatan-kekuatan manusia.16
Melalui pendekatan historis ini dapat membantu
penulis dalam memahami sejarah serta perkembangan Bhagavad Gita di kalangan
penganut agama Hindu.
Pendekatan yang kedua yaitu Pendekatan Teologis, dalam rentang sejarah
yang cukup lama merupakan pendekatan yang paling dominan dan paling
berpengaruh dalam Studi Agama dan Studi agama-agama (Perbandingan Agama),
bahkan hingga hari ini meskipun tidak lagi mendominasi. Selama berabad-abad,
teologi dianggap sebagai “Ratu Ilmu Pengetahuan (Queen of the Sciences),”
terutama di dunia Yahudi, Kristen dan Islam. Inilah pendekatan yang bersifat
normatif dan subyektif. Dengan pendekatan ini seorang penganut suatu agama,
apakah itu Kristen, Islam atau agama lain ketika membuat studi teologis biasanya
ia melakukan satu dari dua hal: pertama studi internal. Dalam hal ini, seorang
sarjana/peneliti agama adalah orang dalam (insider) yang berusaha secara aktif
dalam kegiatan ilmiah nya untuk mepromosikan keunggulan agamanya serta
mempertahankannya dari ancaman atau serangan orang lain. Kedua, eksternal.
Dalam hal ini seorang peneliti atau penganut agama tertentu melakukan kajian
16
Media Zainul Bahri, Wajah Studi Agama-Agama (Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR,
2015) h. 15-16.
12
terhadap agama/keyakinan orang lain untuk “menilai” dan “menghakiminya”
dengan ukuran agama sang peneliti.17
Dengan menggunakan pendekatan ini dapat membantu penulis untuk
mengetahui pemahaman teologis di kalangan penganut Hindu dan mencoba untuk
menginterpretasikan nilai-nilai teologis yang berhubungan langsung dengan
konsep ketuhanan dalam Bhagavad Gita itu sendiri.
4. Sumber Penelitian
Dalam hal ini peneliti memiliki dua sumber yaitu sumber data primer dan
sumber data sekunder. Sumber data primer adalah data yang dikumpulkan melalui
pihak pertama, biasanya dapat melalui wawancara, jejak dan lain-lain. Sedangkan
Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh dengan cara membaca,
mempelajari dan memahami melalui media lain yang bersumber dari literatur,
buku-buku serta dokumen.18
G. Sistematika Penulisan
untuk sampai kepada pemahaman yang menyeluruh dan mempermudah
penjabaran Proposal Skripsi ini, penulis menggunakkan sistematika penulisan
sebagai berikut :
Bab pertama, merupakan pertanggung jawaban akademis dam metodologi
dari Proposal skripsi ini yang memuat latar belakang permasalahan, faktor-faktor
dan fenomena apa yang melatar belakangi sehingga penulis merasa tertarik untuk
17
Bahri, Wajah Studi Agama-Agama, h. 20. 18
Dwi Kartini “Tinjauan Atas Penyusunan Laporan Keungan Pada Young Enterpreuner
Academy Indonesia Bandung” Jurnal Riset Akutansi vol. 8 no.2 oktober 2016, h. 23.
13
mengangkat tema ini, dan secara implisit latar belakang permasalahan untuk
menghilangkan kesalah pahaman arti yang tercantum dalam judul, pokok
permasalahan yang memuat inti permasalahan dalam membahas Proposal Skripsi
ini. Tujuan penulis sebagai target yang ingin dicapai, Tinjauan Pustaka penulis
lain yang membahas judul ini. Metode penelitian sebagai langkah untuk
menyusun Proposal Skripsi ini secara benar, terarah, dan diakhiri dengan
sistematika penulisan skripsi untuk memudahkan pembaca dalam memahami
skripsi ini.
Bab kedua, membahas sejarah kitab ini, Bhagavaad Gita, beserta fungsi
dan peranan kitab Bhagavad Gita bagi umat Hindu yang akan diuraikan dalam bab
ini. Uraian pada bab ini sangat penting, utamanya terkait latar belakang sejarah
serta perkembangan kitab ini, bagi penganutnya secara khusus.
Bab tiga, pada bab ini akan mendeskripsikan dan menjelaskan tentang
bagaimana pemahaman Ketuhanan dalam agama Hindu, ditinjau dari teks dan
sloka-sloka dalam kitab Bhagavad Gita dan juga kitab lain yang ada didalam
agama Hindu. Akan dibahas pula dalam Bab ini mengenai hal-hal yang
berhubungan dengan pokok persoalan dalam tulisan ini. Hal-hal yang
berhubungan tersebut antara lain adalah persoalan tentang sifat Tuhan yang
Personal dan Impersonal.
Bab keempat, menjelaskan tentang analisis konsep Ketuhanan dalam
Bhagavad Gita. Pokok bahasan ini diawali dengan tinjauan umum tentang Tuhan,
sebagai konsep awal, kemudian akan dilanjutkan dengan telahan terhadap
Bhagavad Gita untuk menemukan bagaimana kitab suci ini berbicara tentang
14
Ketuhanan dan juga pandangan para penganut Hindu modern tentang Ketuhanan
itu sendiri.
Bab kelima, merupakan bab penutup yang berisikan kesimpulan hasil
penelitian untuk memberikan jawaban atas pokok-pokok permasalahan yang
dirumuskan pada masalah diatas. Memberikan saran-saran serta himbauan yang
berguna bagi penelitian selanjutnya dalam tema dan pembahasan yang sama.
15
BAB II
GAMBARAN UMUM TENTANG BHAGAVAD GITA
A. Sejarah Bhagavad Gita
Dengan tidak adanya ajaran Agama, mungkin manusia tidak tahu untuk
apa sebenarnya dia hidup ini dan apa pula tujuan, serta bagaimana pula caranya
hidup. Agama memberikan pengetahuan tentang tujuan dan bagimana caranya
hidup. Seperti seorang yang masuk dalam gua yang dalam dan gelap, karena tidak
dapat melihat apa yang ada dihadapannya, disamping dia akan lambat bergerak,
kemungkinan juga akan terperosok, ditambah lagi dengan ketakuan, dan
kegelapan, ketakutan itu timbul dari ketidak tahuan. Demikian kitab suci atau
agama hendaknya dipegang sebagai obor untuk menerangi jalan didalam
kegelapan, agar kita tahu mana yang patut dan mana yang tidak patut untuk
dipijak.1
Dalam beberapa literatur, dikatakan bahwa agama Hindu kira-kira
terbentuk 1500 SM, yang didasarkan pada Teori Invansi Arya yang sekarang tidak
dipergunakan lagi. Menurut teori ini bangsa Arya pada zaman Weda datang dari
India tengah, yang menyerbu India sekitar tahun 1500 SM. Berdasarkan bukti
arkeologi dan kesusastraan, cendikiawan modern telah menyebutkan bahwa tidak
ada invansi Arya dan orang-orang zaman Rg Weda yang menyebut diri mereka
Aryan (kata Arya dalam bahasa Sansekerta berarti kebijaksanaan), merupakan
1 Cundamani, Pengantar Agama Hindu (Yayasan Wisma Karya Jakarta, 1987) h. 11.
16
penduduk asli India dan merupakan salah satu etnik grup sejak 6500 SM atau
bahkan lebih awal lagi.2
Sanatana Dharma3 berkembang dari zaman pra-sejarah di India dalam
bentuk pantheon agama Monotheisme (contohnya memuja satu Tuhan dalam
berbagai cara dan bentuk). Sementara itu sejumlah kelas sosial muncul dalam
masyarakat Hindu dalam bentuk upacara agama yang besar-besaran, pengorbanan
binatang, pelaksanaan sistem kasta yang terlalu kaku dan pernyataan kesuperioran
para Brahmana dari kasta yang lainnya. Dalam periode yang ditandai dengan
adanya pemberontakan, Buddhisme dan Jainisme yang muncul di India.
Buddhisme mendominasi selama sekitar 1000 tahun (200 SM - 800 M).
Bagaimana pun juga, pengaruhnya di India perlahan-lahan terkikis karena
perselisihan dalam organisasinya dan pertahanan yang dibuat oleh para Sanatanis
(pengikut Sanatana Dharma).
Munculnya Buddhisme, bagaimana pun juga telah membuka mata para
Sanatanis. Mereka dapat menerima pesan dari reinkarnasi Dewa Visnu. Pesan
Buddha tentang persahabatan yang mendalam (Mahamaitri) dan kasih yang tak
terbatas (mahakaruna) terhadap sesama mahluk yang kemudian dimasukan dalam
Sanatana Dharma sebagai Bhakti (Pengabdian) Yoga. Pemujaan terhadap Dewa
Siva, Ibu Mulia, Sri Rama dan Sri Krsna melalui Bhakti Yoga menjadi sangat
popular diantara para penganut Hindu. Sekitar 700 M, Adi Sankaracarya (Seorang
suci yang terkenal, seorang filsuf, dan juga cendekiawan) memerankan peranan
2 Bansi Pandit, Pemikiran Hindu Pokok-pokok Pikiran Agama Hindu Dan Filsafatnya
(Surabaya : Paramita, 2003) h. 3-4. 3 Sanatana Dharma berarti agama atau jalan yang bersifat abadi dan sejati yang bersumber
dari Sang Hyang Widhi (Brahman).
17
penting dalam melawan pergerakan Buddhisme dan memegang teguh Sanatana
Dharma di India. Ia juga membawa ajaran dari Bhagavad Gita.4
Bhagavad Gita muncul lebih kemudian dari pada gerakan-gerakan besar
yang dipresentasikan kitab-kitab Upanisad dan lebih awal dari periode
perkembangan formulasi-formulasi serta sistem-sistem filsafat sutra.5 Dua kata
Bhagavad dan Gita berarti “Lagu dari Tuhan”. Bhagavad Gita, bagimana pun juga
bukan lirik tetapi puisi filsafat yang ditulis oleh Rsi Vyasa, pengumpul dari cerita
Mahabarata. Untuk saat ini Bhagavad Gita terdiri dari Bab 23 sampai 40 dari
bagian Bhismaparva dalam epos Mahabarata.
Bhagavad Gita telah memberikan inspirasi bagi banyak orang Hindu
karena komposisinya, Bhagavad Gita juga telah memberikan inspirasi bagi
banyak pemikir Barat seperti Henry David Thoreau (1817-1860)6, dan Ralph
Waldo Emerson (1803-1882)7. Walaupun waktu dari penulisan Bhagavad Gita ini
tidak jelas, tetapi ajarannya tidak pernah ketinggalan zaman, sehingga waktu yang
tepat kapan kitab ini muncul bukanlah hal yang penting. Teks yang asli dari
Bhagavad Gita dalam Bahasa Sansekerta, tetapi terjemahannya tersedia dalam
berbagai bahasa di dunia.8 Penerjemah pertama Bhagavad Gita ke dalam bahasa
Inggris dibuat oleh Charles Wilkins 1785.9
4 Bansi Pandit, Pemikiran Hindu (Surabaya : Paramita, 2003) h. 4.
5 S. Radhakrishnan, Bhagawadgita (Jogjakarta : IRCiSoD, 2009) h. 20.
6 Henry David Thoreau adalah seorang penulis dan filsuf asal Amerika Serikat. Dia juga
anggota dari kelompok para penulis yang bernama New England Transcendentalist. Henry David
Thoreau lahir pada tahun 1817 d i Concord, Amerika serikat dan meninggal pada tahun 1862. 7 Ralph Waldo Emerson adalah seorang esais Amerika Serikat dan penyair pemimpin
gerakan transendentalisme pada pertengahan abad 19. Ia lahir pada tahun 1803 di Boston, Amerika
serikat dan meninggal pada tahun 1882. 8 Pandit, Pemikiran Hindu, h. 88-89.
9 Sir Charles Wilkins adalah seorang tokoh orientalis dan juru ketik bahasa Inggris. Lahir
di Inggris pada tahun 1749 dan meninggal pada tahun 1836.
18
Bhagavad Gita termasuk kitab yang cukup penting dalam Agama Hindu.
Bhagavad Gita (yang juga disebut dengan Gita) adalah dialog spiritual antara
Krishna, (Inkarnasi Tuhan dalam Hindu), dan Arjuna (salah satu dari pahlawan
dalam Mahabarata). Bhagavad Gita melambangkan sebuah ringkasan dari ajaran
Upanisad, terkadang ini disebut dengan Upanishad dari Upanishad.10
Bhagavad Gita telah dikenal selama berabad-abad sebagai salah satu kitab
suci agama Hindu, yang memiliki otoritas yang sama dengan kitab-kitab
Upanisad dan Brahma Sutra, ketiganya secara bersama-sama membentuk tiga
serangkai prinsip utama (prasthana traya). Para guru Wedanta diharuskan untuk
membenarkan ajaran istimewa mereka dengan mengambil otoritas dari ketiganya
ini dan menulis ulasannya dalam megemukakan bagimana naskah tersebut
mengajarkan titik pandang khusus mereka. Kitab-kitab Upanishad mengandung
banyak gagasan yang berbeda-beda tentang hakekat Yang Mutlak dan hubungan-
Nya dengan dunia ini. Brahma Sutra yang demikian singkat dan tidak jelas itu
telah dipergunakan untuk menghasilkan berbagai ragam penafsiran.11
Bhagavad Gita memberikan pandangan yang lebih konsisten sehingga para
pengulas yang berniat untuk menafsirkan naskah untuk tujuan mereka sendiri,
menjadi bertambah sulit. Setelah penolakan ajaran Buddha di India, muncul sekte
yang berbeda-beda, terutama adalah Adwaita atau non-dualis dan Wisistadwaita
atau non-dualis terbatas, Dwaita atau dualisme dan Suddhadwaita atau non-
dualisme murni. Berbagai ulasan tentang Bhagavad Gita ditulis oleh para guru
dalam menyokong tradisi mereka sendiri (sampradaya) dan dalam membuktikan
10
Pandit, Pemikiran Hindu, h. 88. 11
I Wayan Maswinara, Srimad Bhagawad Gita (Surabaya : Paramita, 2003) h. 63.
19
ketidak beneran pendapat yang lainnya. Para pengulas ini mampu menemukan
didalam Bhagavad Gita, sistem pemikiran dan metafisika keagamaan mereka,
karena penyusun Bhagavad Gita menyarankan bahwa satu kebenaran abadi yang
kita cari sebagai sumber kebenaran lainnya, tak dapat disimpulkan dalam satu
rumusan tunggal saja. Lagi pula, dari mempelajari dan merenungkan kitab suci,
kita mendapatkan banyak sekali kebenaran hidup dan pengaruh spiritual,
sebanyak yang kita mampu terima12
Dari konstruksi kuno dan referensi internalnya, kita dapat menyimpulkan
bahwa secara pasti Bhagavad Gita merupakan karya dari abad sebelum Masehi.
Masanya dapat ditetapkan kurang lebih pada abad ke-5 SM, walaupun naskahnya
mungkin telah mengalami pergantian pada masa sesudah itu. Kita tidak
mengetahui nama penyusun Gita ini karena hampir semua kitab yang berasal dari
kepustakaan awal India bersifat anonim ( tanpa nama penyusun). Tetapi penyusun
Bhagavad gita ini dianggap dilakukan oleh Rsi Vyasa, penyusun legendaris dari
kitab Mahabarata.13
Masih diperdebatkan bahwa sang guru, Sri Krishna, tidak menyampaikan
700 sloka ini kepada Arjuna di medan perang ia hanya mengatakan beberapa
macam permasalahan saja yang kemudian diperinci oleh si pencerita ke dalam
karya yang luas ini Menurut Garbe14
, Bhagavad Gita ini aslinya merupakan ajaran
Samkhya-yoga, yang mencampurkan pemujaan Krsna – Wasudewa dan pada abad
ke-3 SM ia disesuaikan dengan tradisi Wedik dengan penyamaan Krishna dengan
12
Maswinara, Srimad Bhagawad Gita, h. 63-64. 13
Maswinara, Srimad Bhagawad Gita, h. 61. 14
Richard Garbe, Tokoh Indologis asal German, yang telah memberikan kontribusi yang
signifikan pada studi Samkhya Yoga dan Bhagavad Gita. lahir pada tahun 1857 di Bredow,
German. dan meninggal pada tahun 1927 di Tubingen, German.
20
Wisnu. Teori Garbe ini umumnya ditolak. Beberapa pendapat lain menyatakan
bahwa Bhagavad Gita lahir antara tahun 400 – 500 SM. Namun demikian kejadian
historisnya diperkirakan sekitar 3500 tahun sebelum M.
Rudolf Otto15
memastikan bahwa Bhagavad Gita merupakan “pragmen
epic gemilang dan tidak termasuk dalam kepustakaan ajaran apapun”. Itu
merupakan kesungguhan krishna untuk tidak menyatakan dogma transenden
apapun tentang pembebasan tetapi untuk memberinya (Arjuna) kehendak untuk
melakukan pelayanan khusus dari kehendak yang Maha Kuasa yang memutuskan
takdir atas peperangan ini. Otto percaya bahwa risalah ajaran disisipkan disini.
Pendapat yang berbeda-beda ini muncul dari kenyataan bahwa di dalam Bhagavad
Gita disatukan aliran-aliran pemikiran filosofis dan agamis yang tersebar serta
aliran yang berliku-liku dan nampak nya banyak pertentangan kepercayaan
dikerjakan kedalam kesatuan sederhana ini. untuk menemukan kebutuhan jaman,
dalam semangat Hindu yang sebenarnya, yang keseluruhannya merenungkan
anugerah Tuhan.16
Kata orang alim, Bhagavad Gita itu sebetulnya surat kebajikan, pelajaran
tentang etik. yang mana didalam nya diajarkan beberapa pengetahuan tentang
Yoga. Yang dimaksud Yoga itu adalah suatu ikhtiar memperhubungkan diri
dengan Tuhan, mempersatukan manusia dengan dasar yang sedalam-dalamnya.
15
Rudlof Otto adalah seorang teolog sekaligus filsuf German yang terkemuka. Dia
dianggap sebagai salah satu cendikiawan agama paling berpengaruh pada awal abad ke-20. Lahir
di Peine, German Utara pada tahun 1869 dan meninggal di Marburg, German pada tahun 1937. 16
Maswinara, Srimad Bhagawad Gita, h. 62.
21
Maka ilmu Yoga itu menunjukan metode (cara) untuk melawan segala gangguan
dunia, sehingga jiwa kita tinggal tetap, bersih, mulia.17
B. Ajaran-ajaran Bhagavad Gita
Pembelajaran tentang Bhagavad Gita menyangkut pengertian tentang lima
kenyatan pokok. Pertama-tama ilmu pengetahuan tentang Tuhan dijelaskan,
kemudian kedudukaan pokok makhluk hidup, atau para jiva. Ada isvara yang
berarti kepribadian yang mengendalikan dan para jiva yakni para makhluk hidup
yang dikendalikan. Kalau makhluk hidup mengatakan bahwa dirinya tidak
dikendalikan melainkan dirinya bebas, itu berarti bahwa dia tidak waras. Makhluk
hidup dikendalikan dalam segala hal, sekurang-kurang nya dalam kehidupan yang
terikat. Jadi, dalam Bhagavad Gita pembelajaran menyangkut isvara atau Tuhan
Yang Mahakuasa dan para jiva yaitu para makhluk hidup yang dikendalikan .
Prakrti (alam material) Kala (jangka waktu kehidupan seluruh alam semesta) dan
karma (kegiatan) juga dibicarakan. Manifestasi alam semesta penuh dengan
bermacam-macam kegiatan. Semua makhluk hidup sibuk dalam berbagai
kegiatan. Dari Bhagavad Gita kita harus mempelajari apa arti Tuhan Yang Maha
Esa, para makhluk hidup, praktri manifestasi alam semesta, bagaimana alam
semesta dikendalikan oleh waktu dan bagaimana kegiatan makhluk hidup.18
Kita ditempatkan di dunia yang dapat dilihat atau dunia material, dan
dunia ini juga lengkap dengan sendirinya, karena menurut filsafat Sankhya, dua
puluh empat unsur yang merupakan manifestasi sementara alam semesta material
17
Amir Hamzah, Bhagawad-Gita (Jakarta : Dian Rakyat, 1992) h. 6. 18
Prabhupada, Bhagavad Gita Menurut Aslinya, h. 7.
22
ini diatur sepenuhnya untuk menghasilkan bahan-bahan yang lengkap yang
dibutuhkan untuk memelihara dan menghidupkan alam semesta ini.19
Untuk memahami pokok-pokok ajaran yang terdapat dalam Bhagavadgita,
perlu diketahui keseluruhan isi Bhagavad Gita terdiri atas 18 bab dimana tiap-tiap
bab membahas secara khusus. Keseluruhan isi bab Bhagavad Gita dapat
disimpulkan pokok-pokok pikiran sebagai berikut:
Bab I, memulai pandangan ajaran bersandar pada dialektika teori konflik
mengenal hakekat yang dialami oleh manusia.
Bab II, Krsna yang menanggapai pandangan dan perasaan yang dialami oleh
Arjuna.
Bab III, membahas dasar-dasar penegertian Karma Yoga yang dibedakan dari
ajaran Samnyasa Yoga.
Bab IV, menguraikan tentang Jnana Yoga, yang telah berkai-kali disampaikan Sri
Krsna kepada umat manusia untuk menjadikannya manusia-manusia bijak dalam
tujuan pengembaraan kehidupannya.
Bab V, Bhagavad Gita dengan judul Karma Samnyasa Yoga, pada intinya
mencoba memprbandingankan antara dua sistem jalan menuju kesempurnaan,
yaitu karma samnyasa disatu pihak Yoga dibagian kedua.
Bab VI, adalah uraian tentang makna Dhyana Yoga sebagai satu sistem dalam
Yoga.
19
Prabhupada, Bhagavad Gita Menurut Aslinya, h. 14.
23
Bab VII, intinya adalah membahas Jnana dan Vijnana. Jnana artinya ilmu
pengetahuan dan Vijnana adalah serba tahu dalam pengetahuan itu.
Bab VIII, adalah Aksara Yoga, yaitu tentang hakekat sifat kekekalan Tuhan Yang
Maha Esa.
Bab IX, membahas hakekat dasar-dasar ajaran Raja Yoga dengan judul Raja
Vidya Raja Guhya Yoga. Hakekat raja hanya sebagai istilah untuk menunjukkan
raja dari semua ilmu (vidya) yaitu ajaran Ketuhanan.
Bab X, Vibhuti Yoga mencoba memberi penjelasan tentang sifat hakekat Tuhan
yang absolut secara empiris dimana disimpulkan hakekat absolut transdental
sebagai akibat hakekat tanpa permulaan – pertengahan – akhir.
Bab XI, Visparupa Darsana Yoga sebagai uraian penjelasan lebih lanjut dari
ajaran Vibhuti Yoga mencoba menjelaskan bentuk manifestasinya secara nyata
dengan menyadari persamaan itu maka terjawablah misteri yang ada pada
Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai hakekat Yang Maha Ada.
Bab XII, Bhakti Yoga dimana manusia bersembah sujud kepada Tuhan Yang
Maha Esa ada dua hal yang ingin dipertanyakan oleh Arjuna, yaitu : Menyambah
Tuhan dalam Wujudnya yang abstrak dan Menyembah Tuhan dalam wujud nyata,
misalnya mempergunakan nyasa dan pratima berupa arca atau mantra.
Bab XIII, yaitu Ksetra – Ksetrajna Vibhaga Yoga merupakan bab yang membahas
hakekat Ketuhanan Yang Maha Esa yang dihubungkan dengan hakekaat purusa
dan prakrti (pradhana) sebagai nama rupa.
24
Bab XIV, membahas triguna, sesuai dengan judulnya yaitu guna traya (tiga
macam guna). Ketiga macam guna yang dimaksud yaitu sttvam – rajas – tamas.
Bab XV, membahas pengertian purusa sebagai asal dari semua ciptaan.
Bab XVI, Daivasura Sampad Vibhaga Yoga pada intinya membahas hakekat
tingkah laku manusia yang dikenal sebagai perbuatan bai dan perbuatan buruk.
Bab XVII, sesuai menurut judulnya yaitu Srddha Traya Vibhaga Yoga bertujuan
untuk menyakinkan agar berkenyakinan akan tiga hal yaitu triguna.
Bab XVIII, yaitu bab terakhir adalah Samnyasa Yoga. Bab ini merupakan
kesimpulan dari semua ajaran yang menjadi inti tujuan pelaksanaan agama yang
tertinggi yaitu brahma nirvana sebagai Sumumbonum dengan kesimpulan ini
maka jelas kepada kita Bhagavad Gita mencoba mendorong Arjuna untuk
bertindak tanpa ragu dan tidak mengikatkan diri pada apa kewajiban itu dan apa
pula akibatnya, melainkan bertindak dan pasrah kepada Tuhan sebagai Yang
Maha mengatur sehingga dengan demikian rasa berdosa itu dapat diatasi.20
Ada beberapa ajaran terkait Bhagavad Gita, termasuk ajaran bhakti marga,
Ajaran bhakti marga adalah ajaran yang langsung diterima dan ril mencari Tuhan,
ajaran alamiah, ajaran yang mudah diterima dan dilaksanakan oleh orang awam,
ajaran yang sejak dari permulaan pertengahan dan akhir tetap bergerak di dalam
getaran cinta kasih. Ajaran bhakti adalah ajaran yang mudah dilaksanakan oleh
segala tingkat dan sifat manusia. Baik orang miskin, maupun orang kaya, orang
pandai maupun orang kurang pengetahuan, petani pedangang, maupun pejabat
20
Gede Pudja, Bhagavad Gita (Pancamo Veda) (Surabaya : Paramita, 1999) h. xiv-xxviii.
25
pemerintahan semuanya bisa menempuh jalan ini. Seorang bhakti (penganut
bhakti marga) adalah orang yang penuh cinta kasih, cinta kepada Tuhan, cinta
kepada alam semesta ciptaan Tuhan ini.21
Dalam Bhagavad Gita dapat ditemukan juga pembahasan terkait filsafat,
atau yang biasa dikenal filsafat Bhagavad Gita. Berikut point-point yang dapat
diringkas didalam filsafat Bhagavad Gita, yaitu :
1. Kenyataan yang mutlak memiliki dua aspek, transedental (impersona) dan
ada dimana-mana (persona).
2. Dalam Aspeknya yang transenden, Kenyataan yang mutlak adalah
Brahman dari Advaita Vedanta, yang tidak dapat dibedakan, tidak dapat
didekati, tidak berbentuk dan tidak memiliki atribut.
3. Dalam aspeknya yang immanen (selalu ada), Kenyataan yang mutlak
adalah Tuhan, pencipta, penjaga, pengendali, dan pemimpin moral dari
jagat raya.22
Kitab Bhagavad Gita memuat banyak sekali ajaran yang dapat dijadikan
pedoman bagi manusia untuk menjadikan dirinya menjadi pribadi yang semakin
berkualitas. Salah satu ajaran yang termuat dalam kitab Bhagavad Gita ialah
mengenai sebuah falsafah atau pandangan hidup yang dapat dijalankan oleh
21
Novita Nurul Aini, “Bhakti Dalam Hinduisme Dan Mahabbah Dalam Sufisme”
(Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014) h.
15. 22
Pandit, Pemikiran Hindu, h. 91.
26
masyarakat agar dapat mencapai tujuan tertinggi dalam hidupnya. Ajaran tersebut
ialah ajaran mengenai cara mencapai kesempurnaan hidup.23
Komentar tentang Bhagavad Gita sangat banyak karena tiap aliran filsafat
di India telah menemukan sistem metafisika yang mereka anut dalam Bhagavad
Gita dan setiap filsuf atau orang suci mengambil inspirasi dari satu sumber yang
sama. Jadi Bhagavad Gita berisi permata dari semua bentuk dan sistem pemikiran
religius, tetapi tidak bisa dibatasi pada sistem metafisika atau agama tertentu.24
Semangat toleransi merupakan ciri utama dari semua ajaran India. Mereka
lebih memperlihatkan semangat harmoni dari pada konflik, sintesis dan teloransi
dari pada oposisi dan sekterianisme. Tuhan tak terbatas, tak terbatas pada
aspekNya, dan tak terbatas pula cara mencapaiNya. Kita baca dalam Rg Veda
“Ekam Sat Vipra Bahudha Vadanti” “Kebenaran hanya satu, orang-orang
bijaksana memanggilNya dengan berbagai nama”. Pada dasarnya Bhagavad Gita
menekankan pengetahuan Sang Diri atau Tuhan sebagai satu-satunya tujuan
hidup.25
Sabda agung Bhagavad Gita ini, walaupun kata-katanya sederhana namun
kebenaran didalamnya, tidak mudah untuk diikuti dan diinsafi. Penyerahan diri
pada Tuhan, tinggal dalam Tuhan, Kirshna yang sebenarnya. Dulu, baik Jnana
Yoga maupun Bhakti Yoga yang ditekankan, namun dewasa ini Karma Yoga yang
ditekankan dalam ajaran pokok Bhagavad Gita. Tetapi kenyataannya Sri Krishna
23
Doni Dwi Hartanto, Endang Nurhayati, “Falsafah Hidup Bhakti Marga Yoga Dalam
Naskah Serat Bhagawad Gita” Vol 6, September 2017, h. 65-66. 24
I Nyoman Ananda, Agama Veda Dan Filsafat (Surabaya : Paramita, 2006) h. 104. 25
Ananda, Agama Veda Dan Filsafat, h. 105.
27
tidak pernah menekankan salah satu dari Yoga-Yoga itu sebagai yang paling
utama, sebaliknya masing-masing Yoga sama pentingnya dengan yang lain26
Secara keseluruhan Bhagavad Gita menekankan pelaksanaan kewajiban
hidup dengan hati yang bebas dari keterikatan dan pikiran pemerolehan hal-hal
duniawi, dan membaktikan diri secara menyeluruh untuk memuja Tuhan.27
Sesungguhnya Bhagavad Gita mengajarkan kita agar mempunyai pandangan
dalam hidup ini.28
Dalam kepercayaan Hindu, epos Mahabarata juga dikenal sebagai kitab
Weda yang ke-V (Regweda ke-I, Samaweda ke-II, Yayurweda ke-III, dan
Atharweda-IV), dikarenakan mengandung Bhagavad Gita yang dipandang sebagai
Al-Qur’an atau Kitab Injilnya penganut agama Hindu, dan ajaran-ajaran Bhisma
kepada Pandawa yang termahsyur dalam Santiparwa dan Anusasanaparwa.29
Mahatma Gandhi menyatakan bahwa instisari ajaran Bhagavad Gita
adalah kerja tanpa pamerih.30
Beberapa prinsip besar ajaran agama yang
ditemukan Gandhi dalam Bhagavad Gita adalah pertama, Samakhava; yang
berarti bahwa seseorang tidak boleh merasa terganggu karena perasaan sakit atau
senang. Mereka harus berusaha meraih hak tanpa khawatir gagal atau berharap
sukses. Gandhi selalu menghindari usaha yang menghalalkan segala cara, dan ia
memberi perhatian besar tentang bagaimana mendatangkan perubahan. Prinsip
26
Ananda, Agama Veda Dan Filsafat, h. 106. 27
Ananda, Agama Veda Dan Filsafat, h. 108. 28
Nyoman S. Pendit, Bhagavad Gita, (T.tp : Lembaga Penyelenggara Penterjemahan Dan
penerbit Kitab Suci Weda Dan Dhammapada Departemen Agama R.I, 1967) h. xxviii. 29
Nyoman S. Pendit, Mahabharata Sebuah Perang Dahsyat Di Medan Kurushetra
(Jakarta : Bharata, 1993) h. xxiii-xxiv. 30
M. Syamsul Hadi, “Konsep Kasta Dalam Bhagavad Gita” (Skripsi S1 Fakultas
Ushuluddin, Universitas islam Negeri Sunan KaliJaga Yogyakarta, 2009) h. 36-37.
28
kedua, Aparigraha berarti sikap tak memiliki terhadap kebendaan. Kekayaan
spiritual dapat diraih dengan menjadi miskin dan bersih - tanpa memiliki
limpahan harta. Prinsip Ketiga, Ahimsa berarti tidak menyakiti segala yang
bernyawa, ia takkan membunuh atau mengizinkan membunuh kepada siapa saja,
baik untuk kepentingan makhluk tersebut maupun untuk dirinya sendiri.31
Bhagavad Gita mengajarkan bahwa kita harus menyucikan kesadaran ini
yang dicemari secara material. Dalam kesadaran yang murni kegiatan kita akan
digabungkan dengan kehendak isvara, dan itu akan membahagiakan diri kita.
tidak dimaksudkan agar kita menghentikan segala kegiatan kita. Melainkan
kegiatan kita harus disucikan dan kegiatan yang sudah disucikan disebut bhakti.32
Ada beberapa tokoh yang memberikan pandangan betapa pentingnya
kitab Bhagavad gita :
1. Jawaharlal Nehru - Perdana Mentri India
Bhagavad-Gita memberi landasan spiritual bagi keberadaan umat manusia.
Ia adalah panggilan (bagi seluruh umat manusia ) untuk berkarya dan menunaikan
kewajibannya di dunia dengan tetap memperhatikan tujuan spiritual semesta yang
jauh lebih penting dan mulia.
2. Herman Hesse - Penulis/filsuf Jerman
Kehebatan Bhagavad Gita terletak pada kemampuannya untuk
menjelaskan kebijakan hidup dengan sangat indah, sehingga filsafat pun berbunga
menjadi kepercayaan yang hidup.
31
I Ketut Wisarja, Gandhi Dan Masyarakat Tanpa Kekerasan (Surabaya : Paramita,
2007) h. 70-71 32
Prabhupada, Bhagavad Gita Menurut Aslinya, h. 11.
29
3. Rudolph Steiner - Filsuf Barat
Untuk memahami pesan Bhagavad-Gita yang begitu mulia dan halus, jiwa
kita harus berada pada gelombang yang sama dengannya.
4. Adolf Huxley - Filsuf Barat
Bhagavad Gita menjelaskan evolusi batin manusia dengan sangat jelas dan
sistematis, evolusi batin yang dapat mengangkat derajat manusia. Ia adalah intisari
dari filsafat perenial yang paling jelas dan lengkap. karena itu, ia penting bagi
seluruh umat manusia, bukan bagi India saja.
5. Vivekananda – Pujangga besar India
Cara untuk menggapai kesempurnaan hidup dengan bekerja tanpa
pamerih, itulah yang dijelaskan oleh Krishna dalam Bhagavad Gita33
C. Kedudukan Dan Peranan Bhagavad Gita
Bhagavad Gita juga bernama Gitoupanisad. Bhagavad Gita adalah hakekat
segala pengetahuan Veda dan salah satu di antara Upanisad-upanisad yang paling
penting dalam kesusastraan Veda.34
Bhagavad Gita merupakan sebuah kitab yang
penting kedudukannya didalam tradisi Hindu. Walaupun secara historis
penyusunannyaa terjadi sesudah kitab-kitab Veda, esensi dan popularitasnya tidak
kalah dengan kitab-kitab tersebut. Uniknya, meskipun tidak termasuk bagian dari
Veda, Bhagavad Gita secara kanonik telah terkodifikasi ke dalam kitab Sruti.
Lebih jauh dari itu, Bhagavad Gita tidak hanya popular dalam kalangan Hindu
33
Anand Krishna, Bhagavad Gita (Jakarta : Pusat Studi Veda Dan Dharma, 2004) h. xvi. 34
Prabhupada, Bhagavad Gita Menurut Aslinya, h. 2.
30
saja, tetapi banyak sekali dihormati dan dibaca oleh kalangan luas, baik oleh ahli
sastra, ahli agama, dan filsafat, dengan beragam interpretasi dan tendensi.35
Bhagavad Gita dikenal sebagai Nyanyian Tuhan, Nyanyian Surga. Ia
bukan suatu karya esoterik yang dimaksudkan untuk dipahami oleh mereka yang
terinisiasi secara khusus saja, tetapi juga merupakan bait-bait sloka popular yang
bahkan membantu mereka-mereka “yang tersesat di wilayah kejamakan dan
keaneka ragaman ini”. Ia memberikan gagasan pada aspirasi para penziarah dari
segala sekte, yang mencari dan menapak jalan batin menuju pencerahan, Yang
begitu dalam menyentuh realitas dimana manusia berjuang, gagal dan menang.
Jutaan orang hindu, selama berabad-abad telah menemukan ketenangan dan
kenyamanan dalam kitab suci yang hebat ini, yang menyatakan secara tepat
dengan kata-kata yang menembus prinsip-prinsip esensial dari agama spiritual
yang tidak tergantung pada kenyataan-kenyataan yang tak berdasar, dogma-
dogma yang tidak ilmiah ataupun khayalan yang menyesatkan.36
Dengan sejarah kekuatan spiritualnya yang lama, bahkan hingga sekarang
ini, ia bertindak selaku sinar pencerah bagi semua orang yang akan menerima
pencerahan melalui pendalaman kebijaksanaannya, menyentuh dunia yang lebih
luas dan lebih dalam. Peperangan-peperangan hanyalah alegoris yang
mengantarkan penyajian pendidikan etika dan moralitas kehidupan. Ia merupakan
faktor pembentuk yang sangat ampuh dalam memperbaharui kehidupan spiritual
dan telah mengukuhkan tepat yang pasti diantara kitab-kitab suci agung dunia ini.
35
Tri Kurniawan Pamungkas, “Berkenalan Dengan Bhagavad Gita” dalam
http://lsfcogito.org/bhagavad-gita/ diakses tanggal 17 Maret 2016. 36
Maswinara, Bhagawad Gita, h. 58.
31
Perlu dicatat disini bahwa Gita pada awalnya telah mempengaruhi secaara luas
kepada Cina, Jepang dan belakangan ini ke Negara-negera Barat. Menarik untuk
mengamati bahwa pejabar esmii dari “the German Faith,” J.W.Hauner, seorang
sarjana Sanskrit yang bertindak sebagai seorang misonaris selama beberapa tahun
di India, menempatkan Bhagaavad Gita inti dari keyakinan bangsa Jerman.
Beliau menyebutnya, “sebuah karya abadi yang sangat penting” Beliau juga
menyatakan bahwa buku tersebut, “memberi kita bukan saja penglihatan batin
yang mendalam yang sah bagi segala jaman dan bagi segala kehidupan
keagamaan, tetapi juga menagandung sajian klasik dari salah satu tahapan sejarah
keagamaan Indo-Jerman yang sangat penting . . . . Ia menunjukan kepada kita
jalan mengenai sifat esensial dan karakteristik dasar dari agama Indo-Jerman.”37
Bhagavad Gita disebut sebagai sebuah Upanisad, karena inspirasi
utamanya diambil dari kelompok kitab suci istimewa, yaitu kitab-kitab Upanisad.
Walaupun Bhagavad Gita memberi kita visi kebenaran yang impresif dan
mendalam; walaupun ia membuka jalan baru bagi pikiran manusia, ia menerima
anggapan sebagai bagian dari tradisi generasi masa lalu dan yang ditanamkan
dalam bahasa yang dipergunakannya. Ia mengkristalisasi dan mengkonsentrasikan
pemikiran dan perasaan yang sedang berkembang diantara manusia-manusia
pemikir dari jamannya.38
Orang yang selalu sibuk berpikir tentang paham-paham jasmani tidak
dapat mengerti kedudukannya. Bhagavad Gita disabdakan untuk membebaskan
orang dari paham hidup yang yang bersifat jasmani, dan Arjuna menempatkan
dirinya dalam kedudukan ini untuk menerima keterangan tersebut dari Tuhan.
Orang harus dibebaskan dari paham hidup yang bersifat jasmani; itulah kegiatan
yang harus dilakukan terebih dahulu oleh seorang rohaniawan. Orang yang ingin
bebas dan mencapai pembebasan terlebih dahulu harus belajar bahwa dirinya
37
Maswinara, Bhagawad Gita, h. 58. 38
Maswinara, Bhagawad Gita, h. 60.
32
bukan badan jasmani. Mukti atau pembebasan berarti bebas dari kesadaran
material.39
“Gita sastram idam punyam, yah pathet prayatah puman, visnoh padam
avanpnoti bhaya-sokadi-varjitah”. Bhagavad Gita ini menurut tokoh ajaran Saiva
Dharma, Maharesi Sankaracarya adalah kitab suci yang sangat suci. Orang-orang
yang tekun membacanya setiap hari, dia akan terbebaskan dari “Bhaya” atau
kecemasan, ketakutan, kesedihan dan kesengsaraan. Mengingat Bhagavad Gita
merupakan kitab suci yang selain memberikan pengetahuan-pengetahuan mulia.
Bhagavad Gita juga memiliki daya penyucian yang luar biasa.40
Kelebihan Bhagavad Gita dari kitab-kitab suci lain adalah Bhagavad Gita
menekankan kerja di dunia, dan mendesak manusia agar tidak berhenti bekerja
untuk kebaikan orang lain. Kita akan lihat ketika kita mendiskusikan Karma
Yoga. Bagaimana kerja dijadikan sarana penyucian diri pencapaian Brahma-
Nirvana. Setelah mencapai kesempurnan dalam Yoga, seseorang tidak berhenti
bekerja walaupun tiada lagi yang ia ingin peroleh dari kerja.41
Bhagavad Gita adalah mutiara dari semua aliran falsafah dan agama yang
ada dalam kepercayaan Hindu. Ia mengandung kebeneran dan metafisika dalam
berbgai aspek dan dan mengemban setiap bentuk pemikiran. Tuhan tidak terbatas
pula aspek-aspekNya. Karena itu, tidak terbatas pula jalann untuk mencapainya,
seperti kata Krisna kepada Arjuna “Jalan mana pun yang ditempuh manusia
kearah ku, semua kuterima. Dari mana-mana mereka menuju jalanKu”
39
Prabhupada, Bhagavad Gita Menurut Aslinya, h. 11. 40
Darmayasa, “Mengenali Bhagavad Gita sebagai Pancamo Veda” dalam
http://phdi.or.id/artikel/mengenali-bhagavad-gita-sebagai-pancamo-veda diakses tanggal 12
Februari 2017. 41
Ananda, Agama Veda Dan Filsafat, h. 140.
33
Bagi pemikir Barat, Bhagavad Gita yang merupakan sintesa dan penuh
toleransi agak ganjil karena pelaksanaan ajaran-ajarannya ditentukan oleh masing-
masing penganutnya. Yang lebih ganjil lagi, dalam masyarakat Hindu tertata rapi,
masing-masing orang mencari jalan sendiri untuk memberi arti pada hidupnya
dan melepaskan diri dari belenggu Karmapala lewat jalan kerohanian yang
dipilihnya.42
Karya-karya besar seperti Bhagavad Gita bukanlah literatur biasa. Bukan
pula karya klasik yang biasa dibaca ulang beberapa kali saja. Karya besar seperti
ini adalah panduan untuk seumur hidup.43
Betapa pentingnya kedudukan kitab
Bhagavad Gita bagi para penganut agama Hindu, banyak makna filosofis yang
tersirat dalam Bhagavad Gita yang seharusnya bisa diaplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari.
42
Nyoman S. Pendit, BhagavadGita (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002) h. xii. 43
Anand Krishna, Kebijakan Bhagavad Gita Bagi Generasi Y (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 2017) h. 19.
34
BAB III
KONSEP UMUM TENTANG KETUHANAN DALAM AGAMA HINDU
A. Tuhan Dalam Teks Suci
sastrayonitvat: Kitab Suci sebagai alat dari pengetahuan yang benar. Kitab
suci (sajalah) jalan menuju kepada pengetahuan yang benar (dalam hubungannya
dengan Brahman, pemaparan seperti yang diceritakan pada sutra 2 membenarkan
hal ini).
(Sutra ini juga dapat ditafisrkan dengan jalan lain. Telah dikatakan dalam Sutra 2
bahwa brahman, yang merupakan penyebab kejamakan alam semesta ini, dengan
sendirinya maha tau. Sutra ini membenarkan hal itu. Kalau demikian maka dia
seharusnya dibaca : “(Brahman yang mahatau dan mahakuasa dari) keberadaan-
Nya menjadi sumber naskah suci ini. “Kitab suci sendiri menyatakan bahwa
Yang Kuasa sendiri yang menghembuskan nafas Veda ini. Karena itu Dia yang
telah menciptkan naskah suci ini, yang mengandung pengetahuan yang
mengagumkan ini tak dapat tidak pasti mahatahu dan mahakuasa).1
Sutra ini membuat lebih jelas gagasan yang dikemukakan pada sutra 2.
Bila masih ada keraguan tentang Brahman sebagai asal mula dan lain-lain dari
dunia yang ditetapkan oleh otoritas naskah suci, dan bukan karena penyimpulan
dan lain-lain, yang berdiri sendiri dari hal tersebut, sutra ini memperjelas bahwa
sruti sajalah satu-satunya yang merupakan bukti tentang Brahman.
Brahman adalah sesuatu yang telah ada, sehingga Dia juga dapat dipahami
dengan jalan pengetahuan lain yang benar, yang terpisah dengan naskah suci.
Brahman tidak memiliki bentuk dan lain-lain sehingga tak akan dapat dipahami
dengan persepsi langsung. Disamping itu, pada karakteristik yang terpisah, seperti
asap dari apinya. Dia tak dapat ditetapkan dengan penyimpulan atau analogi
1 Svami Viresvarananda, Brahma Sutra Pengetahuan Tentang Ketuhanan (Surabaya:
Paramita, 2004) h. 74.
35
(upamana). Karena itu dia hanya dapat dipahami melalui naskah suci. Kitab suci
sendiri berkata: “Dia yang tidak mengetahui tentang naskah suci, tak akan dapat
memahami Brahman.” Tak dapat diasingkan, seperti yang benar juga memiliki
bidang, tetapi hanya setelah Brahman ditetapkan oleh naskah suci – sebagai
pelengkap dari padanya dan bukan berdiri sendiri darinya.2
Naskah-naskah Vedanta hanya mengacu kepada Brahman saja, sebab
semuanya itu menjadikan brahman sebagai topik pembicaraan, Tujuan utama dari
suatu ajaran dikumpulkan dari karakteristik berikut; (1) Permulaan dan
Juni 2016, h. 148 2 Brahmajyoti adalah sinar atau cahaya dari panacaran Ida Sang Hyang Widhi (Brahman)
atau Tuhan yang maha Esa. lihat Swami Prapuphada, Bhagavad Gita Menurut Asli Nya, h. 20 3 Nyoman S. Pendit, “Aspek-Aspek Agama Hindu: Seputar Weda dan Kebajikan”
(Jakarta : Pustaka Manikgeni, 1993) h. 75
52
yang tidak tampak itu berada dalam segala sesuatu yang digambarkan seperti
garam yang dilarutkan di dalam air.4
Brahman yang dicapai oleh mereka yang melalui jalan para dewa tak dapat
menjadi brahman Tertinggi. Mereka hanya mencapai saguna brahman. Brahman
Tertinggi meliputi segalanya, sebagai sang Diri batin bagi semuanya. Brahman
seperti itu tak dapat dicapai, sebab Dia merupakan sang Diri dari setiap orang.
Apa yang disebut sebagai realisasi Brahman Tertinggi tiada lain adalah pelepasan
kebodohan tentang-Nya.
Dalam Reg Weda dijelaskan bahwa Tuhan itu satu, dari segala sesuatu
yang belum ada, namun beliau telah ada. Tuhan (Brahman) itu tidak bisa dikenali
wujud dan bentuk seperti apa. Kemudian beliau berkehendak ingin menciptakan,
yang pertama kali diciptakan oleh beliau adalah wujud nya sendiri yang disebut
Dewa Brahma, Dewa Wisnu dan Dewa Siwa. Jadi sesungguhnya ketiga Dewa ini
berasal dari yang Tunggal yaitu Brahman.5
Om Twam Siwah Twam Mahadewaah, Iswarah Parameswara, Brahma
Wisnuca Rudrasca, Purusah Parikirtitah,
Artinya:
Engkau disebut Siwa, Mahadewa, Iswara, Parameswara, Brahma dan
Wisnu dan juga Rudra. Engkau adalah asal mula dari segala yang ada6.
Rgveda : 2.12.5
4 Harun hadiwijono, “Agama Hindu dan Budha” (Jakarta : PT BPK Gunung Mulia,
2009) h. 25 5 Wawancara dengan Karnadi, tanggal 28 Juli 2019 di Pura Amrta jati Cinere.
6 Elicia Dwi Pratama, “Mantra dan Sloka Ke Esaan Tuhan Menurut Hindu” dalam