BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Stroke menurut WHO (World Health organization)
didefinisikan sebagai suatu gangguan fungsional otak yang terjadi
secara mendadak dengan tanda dan gejala klinik baik fokal maupun
global akut yang berlangsung lebih dari 24 jam, berasal dari
gangguan aliran darah otak. Menurut american stroke association
mengkalisifikasikan stroke menjadi ischemic, hemoragik, dan TIA
(Transient Ischemic Attack) (Lionel Ginsberg, 2007).Stroke
merupakan penyebab kematian utama urutan kedua pada kelompok usia
diatas 60 tahun dan urutan kelima pada kelompok usia 15-59 tahun.
Sebanyak 20,5 juta jiwa di dunia sudah terkena stroke pada tahun
2001. Dari jumlah itu 5,5 juta telah meninggal dunia.17,5 juta
kasus stroke dunia disebabkan oleh Hipertensi. (WHO, 2005)Di
Amerika Stroke merupakan penyakit utama penyebab kematian ketiga
setelah penyakit jantung dan kanker. Setiap tahun ada di Amerika
Serikat sekitar 700.000 kasus stroke sekitar 600.000 kasus adalah
lesi iskemik dan perdarahan intraserebral ialah 100.000 kasus
dengan 175.000 kematian dari kedua penyebab ini
Di Indonesia penyakit Stroke menduduki posisi ketiga setelah
jantung dan kanker. Sebanyak 28,5% penderita stroke meninggal
dunia. Sekitar 15 % dapat sembuh total dan sisanya menderita
kelumpuhan total maupun sebagian.Yayasan Stroke Indonesia
(YASTROKI) menyebutkan bahwa 63,52 per 100.000 penduduk Indonesia
berumur diatas 65 tahun terjangkit stroke.
Adapun kasus yang diangkat dalam makalah ini merupakan kondisi
seorang pasien rawat jalan Departemen Rehabilitasi Medik RSUPN Dr.
Cipto Mangunkusumo pada poli fisioterapi neuromuskular terkait
dengan diagnosa medik hemiparese sinistra e.c. post stroke
hemoragik.B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas,
maka kami sebagai penulis dapat mengidentifikasikan masalah untuk
kasus tersebut yaitu kelemahan gerak, asimetri pola gerak dan
gangguan pola jalan
1. Batasan Masalah
Banyaknya jenis dan masalah yang timbul pada kasus post stroke
hemoragik, maka kami akan membatasi permasalahan yang akan dibahas
dalam makalah ini. Adapun masalah yang dibahas akan dibatasi pada
Penatalaksanaan fisioterapi pada penderita post stroke hemoragik
dengan metode PNF dan Bobath.
2. Rumusan Masalah
rumusan masalah dalam makalah ini adalah:1) Apa definisi dari
stroke?2) Bagaimana anatomi dan fisiologi otak?3) Bagaimana
patofisiologi stroke hemoragik?4) Bagaimana etiologi stroke
hemoragik?5) Bagaimana epidemiologi stroke hemoragik?6) Bagaimana
manifestasi klinis stroke hemoragik?7) Bagaimana fisiologi exercise
pada pasien stroke hemoragik?8) Bagaimana penatalaksanaan
fisioterapi pada kasus stroke hemoragik?C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dalam penulisan laporan kasus ini adalah:1. Tujuan
Umum
a. Untuk memenuhi tugas akhir kami sebelum kami pindah ke rumah
sakit lain dalam rangka praktek klinik II.
b. Untuk mengaplikasikan pengetahuan kami dalam mengatasi
masalah pada kasus post stroke hemoragik2. Tujuan khususa.
Mengetahui definisi dari stroke?b. Mengetahui anatomi dan fisiologi
otak?c. Mengetahui patofisiologi stroke hemoragik?d. Mengetahui
etiologi stroke hemoragik?e. Mengetahui epidemiologi stroke
hemoragik?f. Mengetahui manifestasi klinis stroke hemoragik?g.
Mengetahui fisiologi exercise pada pasien stroke hemoragik?h.
Mengetahui penatalaksanaan fisioterapi pada kasus stroke
hemoragik?D. Metode PenulisanDalam Penyusunan makalah ini, metode
yang kami gunakan adalah metode kepustakaan yaitu dengan membaca
buku buku yang bersangkutan dengan kasus ini. Selain itu kami juga
mencari literatur dari internet untuk menambah informasi yang
bersangkutan, dan observasi langsung pada pasienE. Sistematika
Penulisan
Dalam sistematika penulisan, BAB I merupakan pendahuluan yang
meliputi latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan
masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan, dan
sistematika penulisan.BAB II merupakan kajian teori yang meliputi
definisi, anatomi fisiologi otak, patofisiologi, etiologi,
epidemiologi, manifestasi klinis, dan fisiologi exercise. BAB III
merupakan penatalaksanaan fisioterapi pada kasus post stroke
haemoragic BAB IV merupakan pembahasan status, serta BAB V yang
merupakan penutupan berupa kesimpulan dan saran.BAB II
TINJAUAN PUSTAKAA. Definisi Stroke menurut WHO (World Health
organization) didefinisikan sebagai suatu gangguan fungsional otak
yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala klinik baik
fokal maupun global akut yang berlangsung lebih dari 24 jam,
berasal dari gangguan aliran darah otak (lionel ginsberg,
2007).Stroke merupakan sindrome yang terdiri dai tanda atau gejala
hilangnya fungsi sistem saraf fokal (atau global)yang berkembang
cepat, berlangsung lebih dari 24 jam atau menyebabkan kematian
(lionel ginsberg, 2007).Mekanisme vaskuler yang menyebabkan stroke
dapat diklasifikasikan sebagai:
a) Infark (emboli atau trombosis)b) Hemoragik
Sedangkan menurut American Stroke Association (ASS)
mengkalisifikasikan stroke menjadi:
1. Iskemik, Terjadi sebagai akibat sebuah obstruksi dalam
pembuluh darah yang memasok darah ke otak.
2. Hemorrhagik, Terjadi ketika melemah dinding sehingga pecah
pembuluh darah. Dua jenis pembuluh darah dengan dinding melemah
biasanya menyebabkan stroke hemoragik yaitu: aneurisma dan
malformasi arteriovenosa (AVMs). Tapi penyebab paling umum stroke
hemoragik adalah hipertensi yang tidak terkontrol (tekanan darah
tinggi)3. TIA (Transient Ischemic Attack), disebabkan oleh gumpalan
semetara, sering disebut sebagai mini stroke, ini merupakan
peringatan serius agar dilakukan tindakan dan pencegahan untuk
stroke sebenarnyaB. Anatomi dan Fisiologi
Gambar 1 Brain anatomy. The brain is presented in three views:
lateral, coronal, and midsaggitalSumber : Lane R. et al, 20091.
OtakBerat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang
lebih 100 triliun neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar
yaitu serebrum (otak besar), serebelum (otak kecil), brainsterm
(batang otak), dan diensefalon. (Satyanegara, 2008). Otak terdiri
dari empat bagian besar yaitu cerebrum atau otak besar, cerebellum
atau otak kecil, brainstem atau batang otak, dan dienchepahalons
(Satyanegara, 2008). a. Batang otak atau brainstemDaerah paling tua
dan paling kecil di otak, bersambungan dengan korda spinalis.
Bagian ini mengontrol banyak proses untuk mempertahankan hidup,
misalnya : bernafas, sirkulasi, dan pencernaan yang juga dijumpai
pada banyak bentuk vertebra rendah (Sherwood Lauralee, 2011)b.
Serebelum
Melekat ke bagian atas-belakang dari batang otak., yang berkenan
dengan pemeliharaan posisi tubuh dalam ruang yang sesuai dan
koordinasi bawah-sadar aktivitas motorik (gerakan) (Sherwood
Lauralee, 2011).c. Otak depan (forebrain)
1) DiensefalonTerletak diatas batang otak, terselip di dalam
interior serebrum
a) HipotalamusMengontrol banyak fungsi homeostatis yang penting
untuk mempertahankan stabilitas lingkungan internal.
b) TalamusYang melakukan sebagian pengolahan sensorik primitif.
Thalamus berfungsi sebagai stasiun penyambung dan pusat integrasi
sinaps untuk pengolahan pendahuluan semua masalah sensorik dalam
perjalanan ke korteks (Sherwood Lauralee, 2011).
2) Serebrum
a) Basal ganglia atau basal nuclueiMerupakan bagian otak yang
bertugas memodifikasi gerakan tubuh dan inhibisi gerakan sehingga
gerakan yang ddihasilkan halus dan terkoordinasi. Basal ganglia
merupakan bagian subkortikal yang berperan penting dalam kontrol
postural dan merencanakan suatu gerakan yang terkoordinasi melalui
neurotransmitter (dopamin)b) korteks serebrumMerupakan bagian yang
paling berkembang pada manusia, meliputi 80% berat total otak.
Lapisan luar serebrum yang memiliki banyak lekukan adalah korteks
serebrum. Korteks menutupi bagian tengah yang mengandung nukleus
basal. Korteks serebrum berperan penting dalam sebagian besar
fungsi tercanggih saraf, misalnya inisiasi volunter gerakan,
persepsi sensorik akhir, berfikir sadar, bahasa, sifat kepribadian,
dan faktor-faktor lain yang berhubungan dengan berpikir dan
intelektual (Sherwood Lauralee, 2011). Korteks serebrum adalah
bahan abu-abu di lapisan terluar yang membungkus bahan putih di
bagian tengah. Serebrum merupakan bagian terbesar dari otak
manusia, dibagi menjadi dua belahan, yaitu hemisfer kanan dan
hemisfer kiri. Keduanya dihubungkan oleh korpus kalosum, suatu pita
tebal yang mengandung sekitar 300 juta akson saraf melintang di
antara kedua hemisfer.
Setiap hemisfer terdiri dari lapisan luar yang tipis yaitu
substansia grisea ( bahan abu-abu) atau korteks serebrum, menutupi
bagian tengah yang lebih tebal yaitu substansia alba (bahan putih)
(Sherwood Lauralee, 2011).
Patokan-patokan anatomis yang digunakan dalam pemetaan korteks
adalah lipatan-lipatan dalam tertentu yang membagi setiap belahan
korteks menjadi empat lobus utama. Empat pasang lobus di korteks
serebrum mengalami spesialisasi untuk aktivitas-aktivitas yang
berlainan. Keempat lobus pada korteks yaitu :1) Lobus
oksipitalis
Terletak di sebelah posterior ( di belakang kepala), lobus yang
bertanggung jawab untuk pengolahan awal masuknya penglihatan.2)
Lobus temporalis
Terletak di sebelah lateral tiap-tiap hemisfer, bertugas untuk
menerima sensasi suara.
3) Lobus parietalis
Bertanggung jawab terutama untuk menerima dan mengolah masukan
sensorik seperti sentuhan, tekanan, panas, dingin, dan nyeri dari
permukaan tubuh. Sensasi-sensasi ini secara kolektif dikenal
sebagai sensasi somestatik. Lobus parietalis juga merasakan posisi
tubuh, suatu fenomena yang disebut sebagai propiosepsi.
4) Lobus frontalis
Terletak pada bagian derpan,bertanggung jawab terhadap tiga
fungsi utama yaitu :a. Aktivitas motorik volunterb. Kemampuan
bicarac. Elaborasi pikiran (Sherwood Lauralee, 2011).2. Sirkulasi
serebral Sirkulasi serebral menerima kira-kira 20% dari curah
jantung atau 750 ml permenit. Sirkulasi ini sangat dibutuhkan
karena otak tidak menyimpan makanan , sementara kebutuhan
metabolisme tinggi. Darah arteri mengalir dari bawah dan darah vena
mengalir ke atas (Fransisca B. Batticaca, 2008). a) Arteri Otak
diperdarahi oleh dua arteri karotis interna dan dua arteri
vertebralis. Darah arteri yang disuplai ke otak berasal dari dua
arteri karotis interna dan dua arteri verebralis serta meluas ke
sistem percabangan. Karotis interna dibentuk dari percabangan dua
karotis dan memberikan sirkulasi darah otak bagian anterior.
Arteri-arteri vertebralis adalah cabang dari arteri subclavia yang
mengalir ke belakang bagian vertikal dan masuk tengkorak mellui
foramen magnum, saling berhubungan menjadi arteri basalaris pada
batang otak. Arteri vertebrobasalaris paling banyak memperdarahi
otak bagiab posterior. Arteri basilaris teragi menjai dua cabang
pada arteri serebralis bagian posterior (Fransisca B. Batticaca,
2008)b) Vena Aliran vena untuk otak tidak menyertai sirkulasi
arteri sebagaimana pada struktur organ lain. Vena-vena pada otak
menjangkau daerah otak dan bergabung menjadi vena-vena besar.
Vena-vena serebri tidak berkatub sehingga tidak dapat mencegah
aliran darah balik (Fransisca B. Batticaca, 2008)C. Patofisiologi
Perdarahan intrakranial meliputi perdarahan diparenkim otak dan
perdarahan subarachnoid. Insidens perdarahan intrakranial kurang
lebih 20 % adalah stroke hemoragik, dimana masing-masing 10% adalah
perdarahan subarachnoid dan perdarahan intraserebral (Caplan,
2000). Perdarahan intraserebral biasanya timbul karena pecahnya
mikroaneurisma (Berry aneurysm) akibat hipertensi maligna. Hal ini
paling sering terjadi di daerah subkortikal, serebelum, dan batang
otak. Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola berdiameter
100 400 mikrometer mengalami perubahan patologi pada dinding
pembuluh darah tersebut berupa lipohialinosis, nekrosis fibrinoid
serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Pada kebanyakan pasien,
peningkatan tekanan darah yang tiba-tiba menyebabkan rupturnya
penetrating arteri yang kecil. Keluarnya darah dari pembuluh darah
kecil membuat efek penekanan pada arteriole dan pembuluh kapiler
yang akhirnya membuat pembuluh ini pecah juga. Hal ini
mengakibatkan volume perdarahan semakin besar. (Caplan, 2000)D.
EtiologiPenyebab Stroke dikelompokkan menjadi dua yaitu:1. Faktor
Pembuluh Darah
a. Ateroklerosis Pembuluh darah otakPenumpukan lemak pada
pembuluh darah dan menutupi lumen pembuluh darah.Akibatnya,jaringan
yang ada di depan pembuluh darah akan kekurangan oksigen dan dapat
menyebabkan kematian jaringan.
b. Malformasi Arteri OtakAdanya aneurisma (kelemahan) pembuluh
darah otak dan tipisnya pembuluh darah akan memudahkan dinding
pembuluh darah robek jika terjadi peningkatan tekanan aliran
darah.Aneurisma tidak memberikan gejala apapun sampai suatu saat
dapat pecah sendiri jika terjadi peningkatan aliran darah ke otakc.
Trombosis Vena Terjadi penyumbatan yang diantaranya disebabkan oleh
thrombus,emboli,cacing,arasit atau leukemiad. Pecahnya pembuluh
darah otakDapat terjadi di ruang Subarachnoid (dibawah selaput
otak) atau intracerebral ( dalam jaringan otak).Akibatnya darah
dari arteri otak akan terus mengalir dan dapat menutupi dan menekan
sebagian besar jaringan otak sehingga jaringan otak yang tertekan
akan mengalami hipoksia disertai kematian jaringan otak,bahkan
kematian biologis.
2. Faktor dari luar pembuluh darah
a. Penurunan perfusi (aliran) darah ke otakDapat disebabkan oleh
hipertensi menahun karena terjadi perubahan anatomi jantung,gagal
jantung kongestif atau hiperkolesterol.Adanya perubahan tersebut
menyebabkan darah menjadi relative pekat dan alirannya menjadi
lambat.
b. Embolus atau thrombus yang mengalir dalam pembuluh darah
tersangkut di percabangan pembuluh darah otak yang kecil dan
disertai kematian jaringan otak. Emboli atau thrombus dapat berasal
dari pembuluh darah di tungkai saat aktivitas,dari paru-paru,emboli
leat terjadi terutama pada obesitas,pasca operasi Caesar dan patah
tulang.
E. Epidemiologi Stroke merupakan penyebab kematian utama urutan
kedua pada kelompok usia diatas 60 tahun dan urutan kelima pada
kelompok usia 15-59 tahun.Menurut WHO, sebanyak 20,5 juta jiwa di
dunia sudah terkena stroke pada tahun 2001. Dari jumlah itu 5,5
juta telah meninggal dunia.17,5 juta kasus stroke dunia disebabkan
oleh Hipertensi.Di Amerika Stroke merupakan penyakit utama penyebab
kematian ketiga setelah penyakit jantung dan kanker. Setiap tahun
ada di Amerika Serikat sekitar 700.000 kasus stroke sekitar 600.000
kasus adalah lesi iskemik dan perdarahan intraserebral ialah
100.000 kasus dengan 175.000 kematian dari kedua penyebab ini
(Allan H Ropper et all. 2009)Di Indonesia penyakit Stroke menduduki
posisi ketiga setelah jantung dan kanker. Sebanyak 28,5% penderita
stroke meninggal dunia. Sekitar 15 % dapat sembuh total dan sisanya
menderita kelumpuhan total maupun sebagian.Yayasan Stroke Indonesia
(YASTROKI) menyebutkan bahwa 63,52 per 100.000 penduduk Indonesia
berumur diatas 65 tahun terjangkit stroke.F. Manifestasi Klinis
1. Aspek Motorik:
a. Hemiplegia
b. Kontrol postural
c. Monoplegia
d. Problematika pola jalane. Spastisitasf.
Hipotonus/hipertonus2. Aspek Sensorik:
a. Gangguan sensasi
b. Hemianaesthesia
b. Hiposensibilitas kulit3. Aspek Bicara, Visual, dan
Auditori:a. Afasia
b. Nystagmus
c. Asimetris wajah
d. Gangguan respon pupil mata
e. Ptosis
f. Dysartria4. Aspek Kognitif:a. Amnesiab. Gngguan tingkat
kesadaran
c. Halusinasi5. Aspek prilaku/psikologis :
a. Hilangnya semangat hidup (abulia)
b. Gangguan prilaku sosial
c. Gangguan tidurG. Fisiologi Exercise 1. Metabolisme
IntraselulerMetabolisme adalah jumlah seluruh reaksi kimia dan
fisik serta pengubahan energi dalam tubuh yang menopang dan
mempertahankan kehidupan (Sloane, 2004). Metabolisme dalam tubuh
memungkinkan sel melangsungkan kehidupannya (Gayton, 1997).
Metabolisme dapat dibagi menjadi 2 katagori, yaitu anabolisme dan
katabolisme. Metabolisme dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu
anabolisme dan katabolisme. Anabolisme adalah merupakan proses
sistesis molekul komplek dari molekul sederhana, dan katabolisme
adalah pemecahan atau penguraian molekul komplek besar menjadi
molekul sederhana yang lebih kecil (Pocock, 2004).
ATP adalah senyawa fosfat yang berenergi tinggi yang menyimpan
energi untuk tubuh. ATP terbentuk dari nukleitida adenosin ditambah
dengan gugus fosfat dalam ikatan yang berenergi tinggi. Hidrolisis
ATP melepaskan satu fosfat menjadi ADP dan melepaskan energi.
Pelepasan fosfat kemudian akan menjadi AMP melepaskan banyak
energi. Energi yang dilepas dari katabolisme makanan dipakai oleh
ADP untuk membentuk ATP sebagai simpanan energi. Sistem ATP-ADP
adalah cara utama pemindahan energi dalam sel (Sloane,
2004).Molekul ATP pada beberapa metabolisme dapat dihasilkan dengan
beberapa cara:
a) Glikolisis atau reaksi biokimia dimana glukosa dioksidasi
menjadi molekul asam piruvat.
C6H1206[Glukosa] + 2 NAD+ + 2 P1 (fosfat) + 2 ADP 2 piruvat +
2NADH + 2 ATP + 2 H+ + 2 H2O
b) Glikolisis pada lintasan Embden-Meyerhof-Parnas (EMP) untuk
menghasilkan lebih banyak ATP :C6H1206[Glukosa] + 2ATP + 2NAD+ 2
piruvat + 4 ATP + 2NADH
c) ATP sintase disebut juga kompleks V (reaksi kesetimbangan
fosforilasi)
ADP + P1 [fosfat] + 4H+(sitosol) ATP + H2O + 4 H+ (matriks)
d) Sel juga memiliki trifosfat nukleosida mengandung energi
tinggi yang lain seperti GTP, Reaksi ADP (Adenosine difosfat)
dengan GTP (Guanosina difosfat) juga menghasilkan ATP
ADP[Adenosine difosfat] + GTP [Guanosina trifosfat] ATP+
GDP[Guanosina difosfat]2. Sistem Kardiorespirasi pada Pasca
Stroke
Meskipun tidak semua pasien setelah stroke memiliki penyakit
paru yang jelas, respirasi dapat menurun sebagai akibat langsung
dari stroke itu sendiri (terutama stroke batang otak), komplikasi
yang terkait (misalnya, kelemahan otot-otot pernapasan,
terganggunya mekanik pernapasan), komorbiditas (misalnya, penyakit
paru obstruktif kronik, disfungsi kardiovaskular), atau faktor gaya
hidup (misalnya, inaktivitas fisik, merokok). Kelelahan yang
berlebihan yang dialami oleh beberapa orang setelah stroke mungkin
disebabkan karena insufisiensi respirasi dengan manifestasi
kapasitas difusi paru yang rendah, ketidakcocokan
ventilasi-perfusi, atau penurunan volume paru (misalnya, kapasitas
vital, kapasitas total paru, kapasitas inspirasi dan inspirasi
maksimal, dan volume cadangan ekspirasi). Mekanik pernapasan
terganggu dengan adanya restriksi dan paradoksal dinding dada dan
depresi diafragma telah juga dilaporkan. Disfungsi ekspirasi
berhubungan dengan tingkat kerusakan motorik (misalnya, paresis
hemidiafragma dan otot interkostal serta abdomen). Keterbatasan
inspirasi, mempunyai manifestasi berupa penurunan tekanan inspirasi
maksimal berkurang, yang terkait dengan berkurangnya pengembangan
dinding dada akibat terbentuknya kontraktur sangkar iga secara
bertahap (Billinger et all, 2012).Kontrol saraf pada system
kardiorespiratori terutama bertujuan untuk efisiensi seluruh fungsi
tubuh. Maka itu kontrol ini tidak hanya diatur oleh central nervous
system, tetapi juga diatur oleh peningkatan suhu darah (blood
temperature), keasaman dan pergeseran ke kanan kurva HbO2 disosiasi
selama latihan. Di samping itu, dengan faktor yang sama ditambah
dengan PO2 yang rendah akan menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah
arteri pada otototot yang aktif. Akibat dari hal ini akan
menyebabkan respon perubahan antara lain peningkatan venous return
akibat dari aktivitas mekanik otot dan pompa respirasi, dan adanya
hemoconcentrasi yang disebabkan oleh perpindahan cairan Antara
otot-otot yang aktif dan darah. Kesemuanya ini guna untuk efisiensi
system kardiovaskuler, khususnya selama latihan.3. Penetapan Dosis
Latihan yang Tepat untuk Pasca Stroke
Memberikan resep latihan pada pasien stroke sama dengan
memberikan obat, sehingga harus ada dosis optimal yang
direkomendasikan sesuai kebutuhan dan keterbatasan individu.
Latihan aerobik dapat meliputi ergometer kaki, lengan ataupun
kombinasi keduanya pada 40-70% konsumsi oksigen puncak atau heart
rate reserve, dengan penilaian usaha sebagai pemantau intensitas.
Frekuensi yang direkomendasikan adalah 3-7 hari seminggu dengan
durasi 20-60 menit per hari baik terus menerus maupun latihan yang
intermitten, tergantung dari tingkat kebugaran pasien. Protokol
latihan intermitten dibutuhkan pada minggu-minggu awal rehabilitasi
karena tingkat dekondisi pasien yang menurun saat fase pemulihan
(Gordon et all, 2004).
BAB III
PENATALAKSANAAN FISOTERAPIBerdasarkan Panduan Prosedur
Operasional Fisioterapi Indonesia, standar pelayanan fisioterapi
berisikan kegiatan berurutan sebagai berikut :A. Asesmen
Tujuan dari asesmen adalah untuk menentukan masalah pasien
secara akurat . Hal ini didasarkan pada asesmen subjektif dan
objektif. (A Jenifer Pryor, 2001)a. Asesmen subjektifAsesmen
subjektif dilakukan dengan anamnesis atau wawancara dengan pasien.
Ananmnesis dapat dilakukan langsung kepada pasien (autoanamnesis)
atau dilakukan terhadapa orangtua, wali atau sumber lain
(aloanamnesis). (Beverley harden, 2009)1) Anamnesis umum
Terdiri dari rincian pribadi pasien termasuk nama, tanggal
lahir, alamat, pendidikan terkahir, nomor rumah sakit, dan dokter
yang merujuk, terdapat juga diagnosis medik. (A Jenifer Pryor,
2001)2) Anamnesis khusus.
Merangkum sejarah dari catatan medis dan penilaian fisioterapi.
Hal ini sering dibagi menjadi beberapa bagian :
a) KU (Keluhan Utama)
Merupakan keluhan atau gejala yang menyebabkan pasien berobat.
Keluhan utama yang bisa muncul pada penyakir respirasi anatar lain
batuk, sputum dan hemoptisis, dispnea, wheezing, dan chest pain. (A
Jenifer Pryor, 2001)b) RPS (Riwayat Penyakit Sekarang)
Riwayat penyakit sekarang ini disusun secara kronologis, terinci
dan jelas mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum terdapat
keluhan sampai ia dibawa berobat. (A Corry Matondang, 2003)c) RPD
(Riwayat Penyakit Dahulu)
Penyakit yang pernah diderita sebelumnya perlu diketahui karena
mungkin ada hubungannya dengan penyakit sekarang atau memberikan
informasi untuk diagnosis dan tata laksana penyakitnya
sekarang.
d) RPK (Riwayat Penyakit Keluarga)
Berisi riwayat penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang
mungkin berhubungan dengan masalah kesehatan yang dihadapi pasien
sekarang.e) RPsi (Riwayat Psikososial)
Memberikan gambaran situasi sosial pasien yang penting untuk
mengetahui dukungan yang tersedia di lingkungan. Tata letak rumah
pasien harus juga dipastikan dengan penekanan khusus di tangga.
Pekerjaan dan hobi, baik masa lalu dan sekarang memberikan
informasi lebih lanjut tentang gaya hidup pasien. Serta, riwayat
merokok dan penggunaan alkohol harus dicatat.
b. Asesmen Objektif
Asesmen objektif dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kepada
pasien. Dapat diakukan dengan pemriksaan umum dan pemeriksaan
khusus (pemeriksaan fisik). (A Jenifer Pryor, 2001)1) Pemeriksaan
UmumPemantauan tanda-tanda vital penting untuk mengevaluasi status
dasar dari pasien serta respon mereka untuk posisi perubahan,
mobilisasi, dan latihan.
a) Nadi (heart rate) Tensi atau Tekanan Darah adalah tekanan
yang ditimbulkan pada dinding arteri dalam kebanyakan kasus, nadi
radial sering ilakukan. Dua atau 3 jari ( bukan ibu jari )
ditempatkan tepat di lateral tendon fleksor pada sisi radial
pergelangan tangan.
b) Tingkat pernapasan (Respiratory Rate)Respirasi Rate Respirasi
rate adalah jumlah seseorang mengambil napas permenit. Respiratory
Rate (RR) biasanya dinilai dengan mengamati pergerakan dinding dada
atau perut. Hal ini sangat penting bahwa orang yang tidak menyadari
bahwa tindakan tersebut.
c) Tekanan Darah (Blood Pressure)Tensi atau Tekanan Darah adalah
tekanan yang ditimbulkan pada dinding arteri. Jika Blood Pressure
(BP) turun sementara tingkat aktivitas meningkat , itu adalah
pertanda buruk bahwa jantung tidak menghadapi beban kerja
meningkat.Berikut ini adalah tabel Rentang normal untuk HR , RR ,
SpO2, dan BP :
Sumber : (W Darlene Reid, 2004)e) Suhu Badan Nilai ini akan
menunjukkan peningkatan bila pengeluaran panas meningkat. Kondisi
demikian dapat juga disebabkan oleh vasodilatasi, berkeringat,
hiperventilasi dan lain-lain. Demikian sebaliknya, bila pembentukan
panas meningkat maka nilai suhu tubuh akan menurun. Memeriksa suhu
badan biasa menggunakan punggung tangan. Afebris berarti dalam
batas normal, subfebris berarti demam yang tidak tinggi atau saat
dipalpasi terasa hangat, febris berarti demam. (Hidayat, 2004)f)
Status GiziIndikator yang paling sering digunakan untuk mendeteksi
gizi seseorang adalah dengan pengukuran IMT. Berdasarkan metode
pengukuran WHO 2011, untuk menentukan IMT dimasukkan ke dalam rumus
dibawah ini :
Berat badan (Kilogram)
IMT = --------------------------------
Tinggi badan2 (meter)2Kemudian di interpretasikan hasil IMT yang
di dapat ke tabel klasifikasi IMT.
KlasifikasiBMI(kg/m2)
Severe thinness< 16,00
Moderet thinness16,00 16,99
Mild thinness17.00 18,49
Normal18,50 24,99
Grade 1 overweight25,00 29,99
Grade 2 overweight30,00 39,99
Grade 3 overweight 40,00
Tabel 2 Klasifikasi IMTSumber : (WHO, 2011)
2) Pemeriksaan khusus
a) Inspeksi
Inspeksi adalah pemeriksaan secara visual, yaitu pengkajian
menggunakan indra penglihatan (Kozier, 2001). Inspeksi dapat dibagi
menjadi inspeksi umum dan inspeksi lokal.b) Palpasi
Suatu tindakan pemeriksaan yang dilakukan dengan perabaan dan
penekanan bagian tubuh dengan menggunakan jari-jari atau tangan.
Palpasi dapat digunakan untuk mendeteksi suhu tubuh, adanya
getaran, pergerakan, bentuk, kosistensi, dan ukutan rasa nyeri
tekan dan kelainan dari jaringan/organ tubuh. Palpasi merupakan
tindakan penegasan dari hasil inspeksi untuk menemukan yang tidak
terlihat, suhu, nyeri tekan, spasme otot, sensibilitas1) Tonus otot
adalah ketegangan minimal suatu otot dalam keadaan istirahat. Ini
dapat diperiksa dengan cara palpasi dan gerakan pasif. Palpasi
dapat dilakukan pada perut otot yang diperiksa. Dengan palpasi kita
akan mendapatkan informasi tentang tonus otot dalam keadaan normal,
hipotonus, atau hipertonus.Sedangkan gerakan pasif dapat dilakukan
pada anggota gerak (sendi) secara berulang-ulang dan cepat sehingga
otot yang diperiksa diregangkan dan dikendorkan berulang-ulang.
Pada saat yang sama kita akan merasakan adanya tahanan berarti
hipotonus dan apabila ada tahanan yang dirasakan cukup kuat berarti
hipertonus.c) Sensasi
Tujuan:
(1) Menjelaskan pentingnya kelainan sensori bagi terapis
(2) Mengenal tanda dan gejala kelainan sensoris
(3) Mampu melakukan pemeriksaan sensoris
(4) Mampu membedakan kelainan sensori perifer atau kortikal
(5) Mampu melakukan terapi defisit sensori Sensasi adalah suatu
pengalaman sadar namun tidak selalu begitu, sering sebelumnya
menyadari gerakan motorik telah mendahului, misalnya bila terkena
objek panas. Informasi sensori yang digunakan untuk mengatur
gerakan yang efektif dan memperbaiki gerakan yang salah memalui
timbal balik. (1) Sensasi Permukaan : (a) Nyeri ( Diskriminasi
tajam / Tumpul )Tes dengan menggunakan peniti dan paper clip,
tusukan ujung tajam dan ujung tumpul secara random ( tempat
rangsangan jangan terlalu dekat ). Dengan tekanan yang ringan dan
sama. Hati-hati dengan tajam jangan menusuk kulit. Respon pasien
menjawab setiap rangsangan sebagai ( tajam, tumpul, atau tidak
terasa ).(b) SuhuTes menggunakan 2 buah tabung reaksi, masing
masing air panas 40 -45 C dan air dingin 5 - 10 C. Respon pasien
menjawab setiap rangsangan sebagai panas, dingin atau tidak
terasa.(c) Raba ringanTes Raba ringan menggunakan kapas atau
tissue, caranyadengan menyentuh atau mengusap.Respon pasien
mengenai rangsangan dengan menjawab ya atau tidak.
(d) Raba TekanTes menggunakan ibu jari atau ujung jari terapis
menekan permukaan kulit pasien, tekanan ini harus cukup menekan
kulit untuk merangsang reseptor dalam. Respon pasien mengenai
rangsangan denga jawaban ya atau tidak .(2) Sensasi Dalam (a)
Sensasi Posisi Tes ini untuk menilai sensasi posisi sendi. Jari
pemeriksa ditempatkan pada bagian lateral untuk menghindari
stimulasi takut berlebihan.Caranya : Gerakan sendi dalam lingkup
geraknya dan pegang dalam posisi statik buat lingkup sendi awal,
pertengahan, dan akhir. Respon sementara aekstremitas atau sendi
dipegang dalam posisi static oleh terapis, pasien ditanyakan
posisi, pasien menjawab secara verbal atau menduplikasi posisi
ekstrenitas yang berlawanan.(b) Sensasi Kinestasi Tes untuk menilai
persepsi akan gerakan. Ekstremitas digerakan pasif pada sedikit
lingkup sendi sampai gerakan penuh.Respon pasien : Dinyatakan untuk
mengidentifikasi secara verbal arah gerakan pada saat ekstremitas
digerakan ( ke atas, ke bawah, kedalam, atau keluar ) dalam lingkup
gerak sendi.
(c) Vibrasi Tes garpu tala digerakan dan ditaruh diatas tonjolan
tulang, seperti siku, sternum, dan angkle. Jika intak pasien dapat
merasakan vibrasi. Bila terdapat gangguan pasien tidak dapat
membedakan garpu tala yang digetarkan oleh garpu tala tidak
bergetar. Respon pasien secara verbal merasakan getaran atau tidak,
setiap garpu tala diletakan pada tonjolan tulang.(3) Sensasi
Kombinasi ( Kortikal )(a) Streognosis Tes menggunakan benda-benda
sekitar yang dikenal. Satu persatu objek diletakkan pada tangan
pasien. Pasien boleh memanipulasi benda tersebut. (sebelum tes,
pasien juga boleh memegang ). Respon pasien : Menjawab benda yang
ditaruh di dalam tangannya
(b) Lokasi Taktil Tes menilai kemampuan pasien mengenai lokasi
sentuhan, Gunakan ujung jari, terapis menyentuh beberapa tampat
lokasi. Setelah sentuhan pasien diberi kesempatan mejawab dimana
rangsangan. Respon Pasien : Mengidentifiaksi lokasi rangsangan
dengan menunjuk lokasi yang baru saja ditekan atau dengan jawaban.
Tes ini juga bisa bersamaan dengan tes sensai permukaan.
(c) Diskriminasi 2 titik Tes menilai rangsangan 2 titik pada
kulit. Yang diukur adalah jarak 2 titik rangsang yang dapat
dibedakan sebagai 2 titik. Alat pengukur adalah
penggaris.Tatalaksana two point discrimination : caranya jika
pasien tidak bisa membedakan sabagai 2 titik pada 2 mm, jarak
ditambah 1 mm. Hal ini diteruskan sampai 10 mm pada jari-jari , dan
20 mm pada telapak tangan. Penilaian sensivitas pada
ekstremitasatas 38 45 mm sampai 2,25 mm pada jari-jari tangan (
terdapat variasi nilai pada penelitian lain). Respon pasien :
mengenal rangsangan sebagai 2 titik atau 1 titik.
(d) Stimulasi Bilateral stimultan Tes menilai kemampuan menerima
rangsang raba serempak pada bagian tubuh yang berlawanan, dibagian
proksimal dan distal satu ekstremitas atau pada satu sisi tubuh
yang berlawanan. Respon secara verbal pasien menjawab lokasi
sentuhan dan jumlah sentuhan.(e) Barognosis Tes pengenalan akan
berat, sejumlah objek berukuran sama, nemun berat yang digunakan
berbeda. Bila diletakan sejumlah objek tersebut bersamaan atau
menaruh satu kemasing-masing tangan secara serempak.(f) Grafestia
Tes pengenalan akan huruf, angka atau desain pada kulit dengan
menggunakan penghapus atau ujung pensil. Suatu seri huruf, angka
atau desain digambar di telapak tangan.Respon pasien menjawab yang
ditulis pada tangan. Bila pasien afasia, pasien menunjuk pada huruf
atau angka.
(g) Pengenalan Tekstur Tes menilai kemampuan mengenai berbagai
tekstur, seperti karton, wol, dan sutera. Setiap bahan ditaruh
ditangan pasien atau boleh dimanipulasi.
Respon pasien dinyatakan tekstur masing-masing dengan menyebut
jenis bahan ( kain atau sutera ) atau tekstur (kasar atau lembut
)d) Move
1) MMTManual muscle test (MMT) adalah suatu usaha untuk
menentukan atau mengetahui kemampuan seseorang dalam
mengontraksikan otot atau group otot secara
voluntary.AngkaKataKemampuan
0ZeroTidak ada kontraksi sama sekali (baik terlihat maupun
teraba)
1TraceKontraksi otot data terliha/diraba tetapi tidak ada
gerakan sendi
2PoorKontraksi otot, dapat menggerakkan sendi secara penuh,
tanpa pengaruh gravitasi
3FairKontraksi otot, dapat menggerakkan sendi. Secara penuh
dengan melawan graviitasi
4GoodKontraksi otot dengan gerakan sendi penuh, mampu melawan
gravitasi dengan tahanan sedang
5NormalKontraksi otot dengan gerakan sendi penuh, mampu melawan
gravitasi dengan tahanan penuh
Tabel 3 Penilaian Manual muscle test (MMT(sumber, buku
pemeriksaan MMT)
2) VAS (Visual Analog Scale)VAS adalah satu teknik pengukuran
nyeri adalah dengan menggunakan Visual Analogue Pain Rating Scale
(VAS). VAS merupakan alat ukur yang sederhana untuk mengukur /
mengetahui perkiraan derajat / intensitas nyeri secara
subjektif.Teknik ini menggunakan urutan angka dari 1 sampai 10
untuk menunjukkan nilai tingkatan nyeri. Nilai 1 untuk nyeri ringan
sampai 10 untuk nyeri paling berat.Terapis menjelaskan terlebih
dahulu sebelum dilakukan penilaian.Dalam pengukuran ini pasien
diberi kebebasan penuh untuk memberi tanda pada VAS sesuai dengan
intensitas nyeri yang dirasakan.
Gambar 2 VAS (Visual Analog Scale)3) ROMTes ini bertujuan untuk
mengetahui gerakan sendi dengan menggunakan alat bantu Goniometer.
Dalam literature telah ditetapkan kriteria normal Range of Motion
untuk masing-masing persendian, meskipun demikian Range of Motion
normal pada masing-masing individu berbeda, disesuaikan dengan usia
dan ukuran badan seseorang. e) Spastisitas
Salah satu cara cepat dan mudah untuk mengukur spastisitas
adalah Skala Ashworth Modified (MAS). MAS mengukur perlawanan
selama pasif jaringan lunak peregangan. Ini adalah aturan umum
:
MAS dilakukan dalam posisi telentang ( ini akan mengumpulkan
yang paling akurat dan skor terendah , ketegangan di mana saja di
tubuh akan meningkatkan spastisitas ). Karena spastisitas adalah
tergantung kecepatan ( lebih cepat tungkai tersebut akan
dipindahkan, semakin banyak spastisitas ditemui ), MAS dilakukan
bergerak ekstremitas pada kecepatan gravitasi. Ini didefinisikan
sebagai kecepatan yang sama anggota tubuh non - spastic secara
alami akan turun.Uji coba dilakukan maksimal tiga kali untuk
masing-masing sendi. Jika hal itu dilakukan lebih dari tiga kali
efek jangka pendek dari bentangan dampak skor. MAS dilakukan
sebelum pengujian goniometric . Pengujian Goniometric memberikan
peregangan dan efek jangka pendek dari bentangan dampak skor.
Masalah dengan MAS adalah kedua ujung skala. Secara teknis MAS
adalah skala untuk perlawanan yang ditemui selama PROM . Hal ini
tidak secara khusus tes spastisitas . Skor " 0 " tidak berarti "
ada nada , " itu berarti nada normal. Jadi tidak ada nilai kurang
dari nada normal ( flaccid ) . Skor " 4 " tidak memberitahu terapis
jika kekakuan sendi adalah karena jumlah tinggi spastisitas atau
kontraktur.
Di sisi positifnya, Modified Ashworth adalah cepat ukuran mudah
yang dapat membantu dalam mengambil menebak dari kemanjuan
pengobatan .
Nilai pengukuran skala ashworth :0= Tidak ada peningkatan
tonus
1= Sedikit peningkatan tonus otot , dimanifestasikan dengan
menangkap dan rilis atau resistensi minimal pada akhir ROM ketika
bagian yang terkena bergerak dalam fleksi atau ekstensi
1 += Sedikit peningkatan tonus otot , dimanifestasikan oleh
menangkap , diikuti oleh resistensi minimal seluruh sisanya (
kurang dari setengah ) dari ROM
2 = Lebih ditandai peningkatan tonus otot melalui sebagian besar
ROM , tetapi bagian yang terkena dengan mudah dipindahkan
3= peningkatan yang cukup dalam otot , gerakan pasif sulit4=
Terkena bagian kaku dalam fleksi atau ekstensi
f) Keseimbangan dan koordinasi
(1) Tes Keseimbangan dudukTipe pengukuran: mengukur dan menilai
kemampuan dalam mempertahankan keseimbangan dalam posisi dudukAlat
yang dibutuhkan: stop watch dan bedWaktu tes: 30 detikProsedur tes:
Pasien duduk di tepi bed, kaki tersangga, kedua tangan diletakkan
di sisi tubuh dan punggung tak tersangga, selama 15 detik. Jika
mampu menahan posisi ini selama 15 detik, fisioterapis
menggoyang/mendorong pasien ke arah depan, belakang dan samping
(dengan tenaga dorongan yang diperkirakan mampu diterima pasien),
hingga waktu 30 detik berakhir.Skor:skorKeterangan
0Tidak ada peningkatan tonus otot
4 (normal)mampu melakukan tanpa ada bantuan fisik
3 (good)membutuhkan bantuan dari sisi tubuh yang lemah
2 (fair)mampu mempertahankan posisi statis, tapi perlu bantuan
dalam reaksi tegak
1 (poor)tak mampu mempertahankan posisi statis tegak
Tabel 5 Skor KeseimbanganSumber : (Bohannon, R. and Smith, M,
2007 )(2) Tes Keseimbangan Berdiri(a) Clinical Test of Sensory
Interaction of Balance (CTSIB)Tipe pengukuran: pengukuran terhadap
kemampuan mempertahankan posisi berdiri pada keadaan berkurang atau
berselisihnya-nya petunjuk sensorik.Alat yang dibutuhkan: stop
watch, foam padat, domeWaktu tes:6 jenis tes, masing-masing 30
detikProsedur tes:Berdiri tegak tanpa alas kaki dengan kedua kaki
terpisah 10 cm atau rapat. Berikan penjelasan atau contoh kepada
pasien tentang tes yang akan dilakukan. Pasien berdiri tegak dan
mempertahankan posisi tersebut dengan kedua tangan di samping
tubuh. Fisioterapis memberikan aba-aba mulai bersamaan dengan
menghidupkan stopwatch dan stop bersamaan dengan mematikan
stopwatch setelah 30 detik atau saat pasien kehilangan
keseimbangannya.Jenis tes :1. Mata terbuka; berdiri di permukaan
yang keras2. Mata tertutup; berdiri di permukaan yang keras3.
Konflik visual (memakai dome); berdiri di permukaan yang keras4.
Mata terbuka; berdiri di atas foam5. Mata tertutup; berdiri di atas
foam6. Konflik visual (memakai dome); berdiri di atas foamSkor
normalUmur 25-44 : mampu melakukan semua tes sesuai dengan waktu
(30 detik)Umur 45-64 : mampu melakukan semua tes sesuai dengan
waktu (30 detik) dengan sedikitpenurunan pada jenis tes nomor 6Umur
65-84 : mampu melakukan/mempertahankan 30 detik untuk 3 tes
pertama, 29 detik untuk tes nomor 4, 17 detik untuk tes nomor 5, 19
detik untuk tes nomor 6(Cohlen H, Blatchy CA, Gombash LL, 1993)(3)
Test koordinasi dapat dibagi menjadi 2, yakni non equilibrium dan
equilibrium :
1. Test koordinasi non equilibrium menilai komponen statis dan
dinamis dari gerakan bukan pada posisi berdiri. Mencakup aktifitas
kasar dan halus
2. Test koordinasi equilibrium menilai komponen statis dan
dinamis dari postur dan keseimbangan pada saat tubuh posisi
berdiri. Mencakup aktifitas motorik kasar dan membutuhkan observasi
tubuh saat statis dan dinamis.
Nilai KiriTest KoordinasiNilai Kanan
Jari-hidung
Jari-jari Pemeriksa
Jari-jari Pemeriksa
Bergantian jari-hidung-jari
Oposisi jari
Menggenggam ( Mass Grasp )
Pronasi / Supinasi
Rebound Test of holmes
Tapping ( Tangan )
Tapping ( kaki )
Pointing & Past pointing
Bergantian heel - knee, heel - toe
Menggambar lingkaran (dengan tangan )
Menggambar lingkaran ( dengan kaki )
Tabel 6 Pemeriksaan Koordinasi
Sumber : (Bohannon, R. and Smith, M, 2007 )Interprestasi :
5: Normal
4: Impairment ringan : mampu melaksanakan gerakan dengan sedikit
gangguan kecepatan & ketepatan
3: Impairment sedang : mampu melakukan gerakan, dengan defisir
koordinasi yang jelas, gerakan lambat, tidak tepat
2: Impairment Berat : mapu memulai gerakan saja ( tidak dapat
menyelesaikan )
1: Tidak mampu melakukan gerakan
g) Refleks patologis
a) Ankle Clonus
Alat : ManualProsedur:
1) Pasien tidur terlentang atau setengah duduk
2) Lutut disemifleksikan
3) Dilakukan gerakan dorsi fleksi secara kejut.Reaksi : Positif
bila terjadi gerakan dorsi / plantar fleksi yang terus menerus b)
Knee Clonus
Alat
: Reflek Hammer atau benda tumpul
Prosedur : 1) Pasien duduk di tepi bed
2) Dilakukan ketukan pada tendon patella
Reaksi: Positif bila terjadi gerakan fleksi / ekstensi yang
terus menerus pada lututnya.
c) Tanda Babinsky
Alat
: Reflek Hammer atau benda tumpul
Prosedur :1) Pasien tidur terlentang 2) Dilakukan goresan pada
bagian lateral telapak kaki
Reaksi: Positif bila terjadi gerakan ekstensi secara lambat pada
ibu jari.
d) Reflek caddock
Alat
: Reflek Hammer atau benda tumpul
Prosedur
:1) Pasien tidur terlentang
2) Lakukan goresan sepanjang tepi lateral punggung kaki di luar
telapak kaki, dari tumit ke depan.
Reaksi : Jika positif maka akan timbul reflek seperti babinskih)
Pemeriksaan Fungsional Aktivitas
Tes ini digunakan untuk menilai tingkat ketergantungan atau
kemandirian pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari.Tes ini
sangat penting karena tujuan akhir dari rehabilitasi (misalnya
stroke) adalah pasien bisa melakukan AKS-nya, jadi merupakan
komponen yang vital terutama dalam "discharge planning" dari unit
rehabilitasi.Pemeriksaan fungsional aktivitas yang lazim dipakai
diantaranya adalah :
1) Indeks BarthelTipe pengukuran : Mengukur kemampuan aktivitas
fungsional. Alat yang dibutuhkan: Tidak dibutuhkan peralatan
khususWaktu tes: 20 menitProsedur tes:No.AktivitasSkor
1Pemeliharaan kesehatan diri0-5
2Mandi0-5
3Makan0-10
4Toilet (BAK dan BAB)0-10
5Naik/turun tangga (trap)0-10
6Berpakaian0-10
7Kontrol BAB0-10
8Kontrol BAK0-10
9Ambulasi0-15
Ambulasi kursi roda(bila pasien ambulasi dengan kursi
roda0-5
10Transfer kursi/bed0-15
Skor normal100
Tabel 7 Pemeriksaan barthel indexSumber : Wade DT and Collin C,
20082) Functional Independent Measure (FIM)Tipe
pengukuran:Aktivitas fungsional, FIM sering dipakai sebagai patokan
pengukuran di dunia rehabilitasi dan alat evaluasi efektivitas dan
efisiensi programAlat yang dibutuhkan :tidak diperlukan alat khusus
(observasi). Komponen tes:Ada 6 sub tes terdiri dari 18 jenis tes,
masing-masing berskala 1-7 (atau 1-4) (Carr J, Stepherd R.
1998)Prosedur tes: a) Pasien dinilai saat melakukan aktivitas di
bawah ini: Perawatan diri, yaitu makan, berdandan, mandi,
berpakaian (tubuh atas), berpakaian (tubuh bawah), toiletingb)
Kontrol sfingter, yaitu kontrol BAK dan BABc) Mobilitas, yaitu
transfer (bed/kursi/kursi roda), transfer (toilet), transfer
(bak/tub/shower)d) Lokomosi, jalan atau memakai kursi roda,
naik-turun tanggae) Komunikasi, komprehensif, ekspresif) Kognisi
social, interaksi social, pemecahan masalah, memoriSkor normal 126
(skala 1-7) atau 72 (skala 1-4). 3) Indeks KatzTipe
pengukuran:aktivitas fungsionalAlat yang dibutuhkan :tidak
diperlukan alat khusus (observasi)Komponen tes:ada 6 sub tes,
masing-masing digolongkan sebagai mandiri atau tergantung. (Katz,
S., Down, T.D., Cash, H.R., & Grotz, R.C., 2007 )Prosedur
tes:Pasien dinilai saat melakukan aktivitas di bawah ini:a) Mandib)
Berpakaianc) Toiletingd) Transfere) Kontrol BAK dan BABf)
MakanPenilaian:a) Mandirib) Mandiri, kecuali 1 fungsic) Mandiri,
kecuali mandi dan 1 fungsi laind) Mandiri, kecuali mandi,
berpakaian dan 1 fungsi laine) Mandiri, kecuali mandi, berpakaian,
toileting dan 1 fungsi lainf) Mandiri, kecuali mandi, berpakaian,
toileting, transfer dan 1 fungsi laing) Tergantung
Skor normal A (mandiri)
B. Diagnosa fisioterapi
Diagnosis fisioterapi dihasilkan dari proses pemeriksaan,
pengukuran dan evaluasi dengan pertimbangan klinis yang dapat
menunjukkan adanya disfungsi gerak, mencakup adanya gangguan atau
kelemahan jaringan tertentu, limitasi fungsi, hambatan dan sindroma
yang berfungsi dalam menggambarkan keadaan pasien, menuntun
penentuan prognosis dan menuntun penyusunan rencana intervensi.C.
Perencanaan FisioterapiPerencanaan fisioterapi ialah rumusan
antisipasi kondisi pasien jangka pendek, menengah dan panjang yang
bisa dicapai melalui serangkaian tindakan fisioterapi, serta
rumusan rangkaian tindakan fisioterapi yang diperlukan untuk
pencapaian tersebut. Komponen perencanaan meliputi prioritas
masalah ; tujuan yaitu singkat dan jelas berdasarkan diagnosa
fisioterapi, dapat diukur, realistik dan menggunakan tahapan ;
rencana tindakan yaitu tindakan metodelogi fisioterapi berdasarkan
tujuan terapi yang merumuskan jenis-jenis tindakan fisioterapi,
frekuensi, intensitas, durasi, modifikasi dan jadwal evaluasi ; dan
edukasi terhadap pasien melibatkan pasien dan keluarga pasien. D.
Intervensi Fisioterapi
Intervensi fisioterapi ialah implementasi atau pelaksanaan
rencana tindakan yang ditentukan dengan maksud memenuhi tujuan atau
kebutuhan pasien secara maksimal yang mencakup aspek peningkatan,
pemeliharaan, penyembuhan serta pemulihan kesehatan.E. Teknologi
Fisioterapi Pada Kasus Stroke1. Proprioceptive Neuromuscular
Fascilitation (PNF)
a. Definsi
Proprioceptive : melakukan sesuatu dengan reseptor-reseptor
sensoris yang meberikan informasi mengenai gerakan dan posisi
tubuh
Neuromuscular : melibatkan saraf dan otot
Facilitation : membuat mudah
PNF adalah sebuah konsep terapi. Filosofi yang mendasarinya
adalah bahwa semua manusia termasuk yang disabilitas mempunyai
potensi yang belum digunakan. Untuk menjaga filosofi ini, ada
prinsip dasar untuk PNF : (Susan S Adler, 2003)1) Integrated
approach : setiap terapi terarah pada total human being, tidak
hanya pada problem spesifik atau segmen tubuh
2) Pendekatan terapi selalu positif, penguatan dan penggunaan
yang maan pasien dapat lakukan pada level fisik dan psikologi
3) Tujuan utama dari semua terapi adalah untuk menolong pasien
mencapai level fungsi tertinggi b. Prinsip-prinsip dasar
neurofisiologis
Apa yang dilakukan Sir Charles Sherrington sangat penting dalam
pengembangan prosedur dan teknik PNF. Berikut ini adalah beberapa
definisi yang dijabarkan dari pekerjaan beliau (Susan S Adler,
2003):
1) Afterrdischarge: Efek suatu stimulus berlanjut setelah
stimulus berhenti. Lika kekuatan dan durasi sautu stimulus
meningkat, afterdischarge meningkat pula. Perasaan akan peningkatan
kekuatan yang datang setelah mempertahankan kontraksi statis adalah
hasil afterdischarge.
2) Temporal summation: Rangkaian stimulus yang lemah
(subliminal) terjadi di dalam periode waktu tertentu (pendek)
bergabung (summate) untuk menyebabkan eksitasi.
3) Spatial summation : Stimulus yang lemah diaplikasikan secara
simultan terhadap area-area dari tubuh yang berbeda memperkuat satu
sama lain (summate) untuk menyebabkan eksitasi. Temporal dan
spatial summation dapat dikombinasikan untuk aktifitas yang lebih
besar.
4) Irradiation: Ini adalah penyebaran dan peningkatan kekuatan
suatu respon. Terjadi baik bila jumlah stimulus atau kekuatan
stimulus meningkat.responnya dapat berupa excitation atau
inhibition.
5) Successive induction: Peningkatan eksitasi dari otot-otot
agonis mengikuti stimulasi (contraction) yang terjadi dari
antagonisnya. Teknik yang melibatkan reversal of antagonists
menggunakan prinsip ini (Induction: stimulation, increased
excitability.).
6) Reciprocal innervation (reciprocal inhibition): Kontraksi
beberapa otot disertai dengan inhibisi yang simultan terhadap
antagonisnya. Reciprocal innervation adalah bagian yang penting
dari gerakan yang terkoordinasi. Teknik Relaxation menggunaan hal
ini.c. Prosedur dan Prinsip Dasar
Prinsip: Sumber yang fundamental atau dasar dari PNF. (Susan S
Adler, 2003)Prosedur :
a. Cara dalam melakukan sesuatu yang sudah mapan atau resmi
b. Rangkaian tindakan yang dilaksanakan dalam uruutan
tertentu
Prinsip Dasar dan Prosedur:
a. Prinsip-prinsip fasilitasi
b. Alat untuk stimulasi Syaraf Pusat/ CNS
Basic Procedure : Memberikan alat bagi terapis untuk membantu
pasien mencapai fungsi motorik secara efisien dan meningkatkan
motor control (tidak tergantung pada kerjasama yang disadari oleh
pasien) (Susan S Adler, 2003)a. Prinsip Dasar :
1) Optiomal weerstand
Gellhorm melakukan satu penelitian dengan seekor monyet dan
penelitian tsb menunjukan bahwa :
a) Bila satu titik di motorisch cortex distimulasi, maka reaksi
kontraksi akan lebih kuat bila persendian di fixasi daripada bila
persendiannya dibiarkan bebas.
b) Suatu rangsangan dibawah nilai ambang batas diberikan
dicortex maka tidak ada reaksi kontraksi bila persendiannya bebas
bergerak, sementara dengan nilai stimulus yang sama tetapi otot
diberikan stretch dan resistance maka akan terjadi reaksi kontraksi
diotot tsb. Hal tersebut menunjuk pada efek fasilitasi dari
resistence dan teori semuanya atau tidak samasekali pada proses
kontraksi otot. Maximal resistance adalah dengan pengertian bahwa
resistance tersebut masih bisa ditahan oleh pasien dengan :
a) Masih bisa mengambil sikap dengan isometris kontraksi dalam
tiga arah/dimensi.
b) Masih bisa bergerak dengan halus terkoordinasi dengan
isotonis kontraksi tanpa hambatan dalam arah diagonal.Dengan
demikian resistance yang diberikan sangat berkaitan dan bergantung
dengan keadaan pasien. Maka istilah yang dipakai selanjutnya adalah
optimal resistance daripada maximal resistance. Dalam setiap
melaksanakan gerakan yang kita minta pasien diharapkan dapat
melakukan dengan terkoordinasi dengan halus/lancar. (Susan S Adler,
2003)Dalam memberikan resistance terapist berdiri di groove dan
memberikannya dengan tenaga dari tubuhnya. Lumbrical grip
memudahkan kita dalam memberikan tahanan dalam arah rotasi. Besar,
kecil, kuat, lemahnya tahanan sangat bervariasi. Tahanan segera
diberikan setelah penguluran dan diatur sekecil mungkin/relative
kecil. Tahanan semakin ditambah sampai pada posisi ditengah ROM
kemudian semakin menurun sampai pada batas akhir gerakan (Full
ROM). Walaupun semakin berkurang tahanan harus terus dirasakan oleh
pasien sampai akhir gerakan.
2) Irradiatie and ReinforcementIrradiatie atau overflow adalah
pelimpahan luapan dari impuls syaraf, akan meningkatkan respons.
Respons dapat dalam bentuk excitatie maupun inhibitie. Peningkatan
respons tergantung seberapa banyak stimulasi yang diterima. PNF
memanfaatkan prinsip ini. Selalu berusaha menstimulasi sebanyak
mungkin motor unit untuk lebih aktif. Selalu berusaha mencari mana
impuls motorik dari otot yang lemah untuk diperkuat dengan
memanfaatkan impuls motorik dari otot yang lebih kuat, secara
bersama berkontraksi dan mempunyai fungsi yang mirip. Pelaksanaan
overflow prinsip ini selalu dengan optimal tahanan dan dalam
kerangka patron yang telah dipilih. (Susan S Adler,
2003)Reinforcement atau penguatan adalah pengaruh respon motorik
dari satu bagian anggota tubuh yang satu terhadap satu bagian
anggota tubuh yang lain. Reinforcement dapat melalui irradiasi dan
central reflex. Reinforcement digunakan untuk memperkuat respons,
mencegah kecapaian, mengkombinasikan patron yang dipilih.
3) Manual ContactMengacu pada sensoris dan proprioceptive
daripada kulit. Manuel contact dimaksudkan sebagai stimulasi
terhadap kulit serta terhadap proprioceptoren. Stimulasi ini harus
bisa dirasakan, disadari oleh pasien sampai seberapa kuat dia
diminta bergerak, dengan demikian sangat perlu untuk diatur
seberapa kuat dan dalam hand grip terapis. Disamping itu arah
pegangan tadi juga harus bisa dirasakan oleh pasien sebagai
bimbingan kemana dia harus bergerak. Manuel contact dilakukan
sedapat mungkin selalu dengan kedua tangan terapis, sehingga dengan
mudah dan lancar bisa kita berikan penguluran, penekanan, traksi
serta tahanan. Hand grip yang mencakup itu semua dikenal dengan
istilah lumbrical greep, dengan cara ini kita juga bisa menambah
fascilitasi dengan gerak atau arah rotasi, terutama pada distal
tangan. Selanjutnya kontak dengan kulit pasien tidak boleh
menimbulkan rasa sakit. (Susan S Adler, 2003)4) Body position &
body mechanics
Terapis seyogyanya berdiri di groove, yaitu daerah dimana dengan
mudah kita bisa memegang/kontak dengan anggota tubuh pasien dan
kontak mata masih dimungkinkan. Terapis bisa melakukan manuel
kontak dan melakukan gerakan tanpa hambatan, lancar. Selain itu
juga harus diperhatikan posisi tubuh terapis dalam melakukan
terapi, jangan sampai terjadi cedera yang tidak perlu terjadi
karena posisi tubuh yang salah. Dalam memberikan tahanan selalu
diusahakan dengan tenaga dari tubuh jangan dari tangan/lengan.
Lakukan dengan lengan lurus, gunakan tenaga tubuh dan tungkai,
tetaplah di groove. Pasien tiduran atau duduk dengan nyaman, dibed
terapi dia pas ditepinya. (Susan S Adler, 2003)5) Verbal
(commands)Stimulasi auditive memfascilitasi motorik. Disini verbal
stimulasi harus memakai tone yang lembut pada usaha relaxasi dan
relief pain, untuk tujuan meningkatkan kegiatan dan kekuatan tone
lebih tegas dan kuat. Komando/aba-aba harus tegas, singkat, jelas,
sering diulang sehingga konsentrasi pasien bisa penuh terhadap
terapi.Timing harus tepat, ini penting sebab bila komando sampai
terlambat atau terlalu cepat diberikan akan jadi kacau, hilang
konsentrasi dan seterusnya. (Susan S Adler, 2003)6) VisionDengan
bantuan penglihatannya pasien bisa mengikuti arah gerakan,
mengontrolnya dan megoreksinya bila terdapat kesalahan. Kontak mata
antara pasien dan terapis juga sangat penting. Untuk melihat
expresi pasien. (Susan S Adler, 2003)7) Traction or
approximation
Traksi adalah usaha untuk memanjangkan satu segmen dari satu
anggota tubuh. Sehingga stimulasi terjadi lewat receptor
dipersendiannya. Usaha ini akan memperkuat kontraksi isotonis.
Selama berlangsung gerakan traksi diusahakan selalu diberikan.
Approximatie adalah tekanan/kompresi yang diberikan kepada satu
segmen dari satu anggota tubuh. Approximatie memperkuat stabilisasi
dan menstimulasi respons otot, dengan reaksi isometris kontraksi.
Ada dua macam tehnik approximatie yaitu: Quick Approximation &
Maintained Approximation. (Susan S Adler, 2003)8) Stretch
Respon terhadap penguluran dari muscle chain yang diberikan oleh
terapis dapat membuat terjadinya stretch reflex atau hanya untuk
stimulasi otot tersebut. Memberikan stretch pada otot sebaiknya
hanya dilakukan ketika terapis mengharapkan untuk memfasilitasi
aktifitas dinamis otot.
Stertch stimulus terjadi ketika otot dielongasi. Stertch
stimulus digunakan sepanjang aktifitas normal sebagai persiapan
gerak untuk fasilitasi kontraksi otot. Stimulus tersebut
memfasilitasi otot yang dielongasi, otot-otot sinergis lain yang
berhubungan (Loofb Ourrow and Gellhorn 2008)
Strtech reflex ditimbulkan dari otot yang menegang baik karena
elongasi atau kontraksi. Kekuatan kontraksi otot yang dihasilkan
oleh stretch dipengaruhi oleh maksud dan karenanya oleh intruksi
sebelumnya.
9) Timing
Timing adalah urutan gerak. Gerakan normal membutuhkan urutan
aktifitas yang mulus, dan gerakan terkoordinasi membutuhkan gerak
terkoordinasi dan terus menerus hingga tujuan tercapai.
Normal timing dari sebgaian besar gerak yang terkoordinasi dan
efisien dari distal ke proximal. Proximal kontrol akan berkembang
terlebih dahulu sebelum distal kontrol.Pada orang dewasa gerakan
dimulai dari distal keproximal. Normal timing dapat menjadi tujuan
dari penanganan/latihan. Koreksi masalah masalah dibagian proximal.
Tehnik nyaTerapis diharapkan untuk selalu menyesuaikan semua
stimulus yang diterapkan pada waktu yang tepat. Misalnya : Strecth,
Komando, Resistance, dst.
Pada proses tumbuh kembang yang normal maka kontrol proximal
lebih awal daripada kontrol distal, sebaliknya pada orang dewasa
perkembangan gerakan terkoordinasi timbul dari distal keproximal.
Bagian distal dari anggota badan adalah bagian yang paling banyak
menerima rangsangan motoris. Gerakan terarah dimulai dengan rotasi
kemudian berlangsung dari distal kearah proximal. (Susan S Adler,
2003)Timing For Emphasis. Berdasarkan axioma Bevor bahwa otak kita
tidak mengenal aksi otot secara individuel, tetapi hanya mengenal
gerakan. Timing for emphasis diberikan dengan menerapkan optimal
resistance pada group otot yang kuat sehingga menimbulkan
irradiatie atau overflow kepada group otot yang lemah. Bila bagian
distal lebih lemah dari bagian proximal maka gerakan terhambat
sampai bagian distal mulai bergerak. Bila bagian distal lebih kuat
maka bila bagian distal bergerak dengan penuh maka bagian
proximalpun mulai bergerak. Pada timing for emphasis maka optimal
resistance diberikan dalam fasilitasi patron dengan memperhitungkan
normal timing sehingga overflow dapat mengalir dari group otot kuat
ke group otot lemah.10) Pattern Dalam konsep PNF kita memakai pola
gerakan masal dan total (mass movements and patterns). Pattern PNF
dikembangkan dari kerja synergis grup otot kemudian dibawa keposisi
dimana paling efektif yaitu pada posisi terulur : Elongated
state.Gerakan terdiri dari :
a) Komponen spiral,
b) Komponen diagonal.
Arah gerakan dibentuk oleh :
a) Arah flexi extensi,
b) Arah abduksi adduksi,
c) Arah endorotasi exorotasi (distal:Pronasi-supinasi;
inversi-eversi)
Patron (pola gerakan) dalam PNF 1) Sacpula :a) Anterior
elevasie.
b) Posterior depressie.
c) Anterior depressie.
d) Posterior elevasie
2) Pelvis :
a) Anterior elevasie.
b) Posterior depressie.
c) Anterior depressie.
d) Posterior elevasie.
Kombinasi antara patron scapula dan pelvis :Symetris
reciprocal.a) Anterior elevasi - posterior depressie.
b) Posterior depressie - anterior elevasie.
c) Posterior elevasie - anterior depressie.
d) Anterior depressie - posterior depressie.Asymetris.
a) Anterior elevasie - anterior depressie.
b) Posterior depressie - posterior elevasi.
c) Anterior depressie - anterior elevasi.
d) Posterior elevasie - posterior depressie.
3) Lengan
a) Flexi abduksi exorotasi.
b) Flexi abduksi exorotasi dengan elbow flexi.
c) Flexi abduksi exorotasi dengan elbow extensi.
d) Extensi adduksi endorotasi.
e) Extensi adduksi endorotasi dengan elbow flexi.
f) Extensi adduksi endorotasi dengan elbow extensig) Flexi
adduksi exorotasi.
h) Flexi adduksi exorotasi dengan elbow flexi.
i) Flexi adduksi exorotasi dengan elbow extensi.
j) Extensi abduksi endorotasi.
k) Extensi abduksi endorotasi dengan elbow flexi.
l) Extensi abduksi endorotasi dengan elbow extensi.
4) Tungkai.
a) Flexi abduksi endorotasi.
b) Flexi abduksi endorotasi dengan lutut flexi.
c) Flexi abduksi endorotasi dengan lutut extensi.
d) Extensi adduksi exorotasi.
e) Extensi adduksi exorotasi dengan lutut flexi.
f) Extensi adduksi exorotasi dengan lutut extensi.
g) Flexi adduksi exorotasi.
h) Flexi adduksi exorotasi dengan lutut flexi.
i) Flexi adduksi exorotasi dengan lutut extensi.
j) Extensi abduksi endorotasi.
k) Extensi abduksi endorotasi dengan lutut flexi.
l) Extensi abduksi endorotasi dengan lutut extensi
d. Teknik- Teknik PNF
Tehnik PNF adalah alat fasilitasi yang dipilih dengan maksud
maksud yang specifik Tehnik-tehnik tersebut mempunyai tujuan antara
lain :
a. Mengajarkan gerak.
b. Menambah kekuatan otot.
c. Relaksasi.
d. Memperbaiki koordinasie. Mengurangi sakitf. Menambah ruang
lingkup gerak sendig. Menambah stabilisasih. Mencegah kelelahani.
Mengajarkan kembali gerakanj. Memperbaiki sikapTeknik teknik PNF
:1) Rhytmic Initiation :
Tehnik yang dipakai untuk agonis dengan menggunakan gerakan
gerakan pasif, aktif dengan tahanan. Caranya :
a) Terapis melakukan gerakan pasif.
b) Kemudian pasien melakukan gerakan aktif seperti gerakan pasif
yang dilakukan terapis .
c) Gerakan selanjutnya diberikan tahanan sedikit.
d) Baik agonis maupun antagonis patron dapat dilakukan dalam
waktu yang sama.
Indikasi :
a) Problema permulaan gerak yang sakit karena rigiditied, spasme
yang berat atau ataxia.b) Ritme gerak yang lambat.
c) Keterbatasan mobilisasi.
2) Repeated Contraction
Suatu tehnik dimana gerakan otot-otot agonis, yang setelah
sebagian gerakan dilakukan restretch kontraksi diperkuat .Caranya
:a) Pasien bergerak pada arah diagonal.
b) Pada waktu gerakan dimana kekuatan mulai turun, terapis
memberikan restretch.c) Pasien memberikan reaksi terhadap restretch
dengan mempertinggi kontraksi.d) Terapis memberikan tahanan pada
reaksi kontraksi yang meninggi.e) Kontraksi otot tidak pernah
berhenti.
f) Dalam satu gerakan/patron diagonal stretch diberikan maksimal
4(empat) kali.
Gunanya :
a) Meningkatkan kekuatan otot
b) Meningkatkan keseimbangan kerja otot
c) Meningkatkan kemampuan/kemudahan gerakan aktif
d) Relaksasi dan penguluran otot antagonis
e) Meningkatkan tonus otot
3) Stretch Reflex
Bentuk gerakan yang mempunyai efek fasilitasi terhadap otot-otot
yang diulur.Caranya :
a) Panjangkan posisi anggota badan (ini hanya dapat dicapai
dalam bentuk patron).
b) Tarik pelan-pelan kemudian tarik dengan cepat (di tiga arah
gerak) dan bangunkan stretch reflex.c) Langsung berikan tahanan
setelah terjadi stretch reflex.
d) Gerakan selanjutnya diteruskan dengan tahanan yang optimal.e)
Berdasarkan aba-aba pada waktu yang tepat.
Gunanya:
a) Memandu gerakan/mengarahkan
b) Mempercepat gerakan
c) Mengajarkan gerakan
d) Memperbaiki kekuatan otot
e) Mencegah kecapaian
f) Menambah relaksasi (autogene remming)4) Combination of
Isotonic.Kombinasi kontraksi dari gerak isotonik antara konsentris
dan eksentris dari agonis patron (tanpa kontraksi berhenti) dengan
pelan-pelan.
Gunanya :
a) Mengajarkan pola gerakan
b) Latihan fungsionalc) Penguatan otot (pasien dengan kelemahan
disatu fase gerakan)
d) Mengajarkan kontraksi otot secara excentris dan statis
5) Timing for Empasis.
Bentuk gerakan dimana bagian yang lemah dari gerakan mendapat
ekstra stimulasi yang lebih kuat. Caranya adalah Pada satu patron
gerak, bagian yang kuat ditahan dan bagian yang lemah dibiarkan
bergerak. Gunaya adalah Penguatan otot disalah satu bagian anggota
gerak dan mobilisasi
6) Hold Relax.
Suatu tehnik dimana kontraksi isometris mempengaruhi otot
antagonis yang mengalami pemendekan, yang diikuti dengan hilang
atau berkurangnya ketegangan dari otot-otot tersebut (Prinsip
reciproke inhibibisi)
Caranya :
a) Gerakan pasif atau aktif dalam patron pasif atau aktif dari
grup otot agonis sampai pada batas gerak atau batas sakit.
a) Terapis memberikan penambahan tahanan pelan-pelan pada
antagonis patron, pasien harus menahan tanpa membuat gerakan.
Aba-aba : Tahan disini !.
b) Relax sejenak pada patron antagonis, tunggu sampai timbul
relaksasi pada grup agonis.
c) Gerak pasif atau aktif pada agonis patron.
d) Ulangi prosedur diatas.
e) Penambahan gerak pada patron agonis berarti menambah lingkup
gerak sendi. Gunanya :
a) Relaksasi antagonist
b) Meningkatkan mobilitic) Mengurangi nyeri
7) Contract Relax .
Tehnik dimana kontraksi isotonik secara optimal pada otot-otot
antagonis yang mengalami pemendekan. Caranya :
a) Gerakan pasif atau aktif pada patron gerak agonis sampai
batas gerak.b) Pasien diminta mengkontraksikan secara isotonik dari
otot-otot antagonis yang mengalami pemendekan. Aba-aba :Tarik atau
Dorong!.c) Tambah lingkup gerak sendi pada tiga arah gerak, tetap
diam dekat posisi batas dari gerakan.d) Pasien diminta untuk relax
pada antagonis patron sampai betul-betul timbul relaksasi.e) Gerak
patron agonis secara pasif atau aktif.f) Ulangi prosedur tersebut
diatas.
g) Perbesar gerak patron agonis dengan menambah lingkup gerak
sendi.
Gunanya :
Relaksasi/penguluran dari antagonis dengan tujuan meningkatkan
mobillitas
8) Slow Reversal Tehnik dimana kontraksi isotonik dilakukan
bergantian antara agonis dan antagonis tanpa terjadi pengenduran
kerja otot .
Caranya :
a) Gerakan dimulai dari yang mempunyai gerak patron yang kuat.b)
Gerakan berganti kearah patron gerak yang lemah tanpa pengenduran
otot.c) Sewaktu berganti kearah gerakan yang kuat tahanan atau luas
gerak sendi ditambah.
d) Tehnik ini berhenti pada patron gerak yang lemah.
e) Aba-aba disini sangat penting untuk memperjelas kearah mana
pasien harus bergerak. ( Aba-aba :dan........ tarik! ).f) Tehnik
dapat dilakukan dengan cepat.Gunanya :
a) Meningkatkan kekuatan otot
b) Relaksasic) Memperbaiki mobiliteit
d) Belajar gerakan
e) Memperbaiki koordinasi
f) Meningkatkan kemampuan mempertahankan sikap
9) Stabilisasi Tehnik ini dipergunakan apabila ditemukan masalah
dengan stabilitas yang kurang. Diterapkan pada bahu atau pelvis
tetapi juga pada sendi yang lain dengan berbagai sikap awal.
Tahanan/aproximasi diarahkan di sendinya atau pada arah gerak
diagonal.
Penerapan tehnik stabilisasi dengan secara gradual tahanan
ditingkatkan sampai mencapai maximal dan kemudian dengan
perlahan-lahan diturunkan. Tahanan diatur semakin besar tetapi
jangan sampai membuat pasien rubuh. Penerapan tehnik ini hampir
selalu dengan aproximasi yang dilakukan secara: Quick (cepat)
pasien diminta berkontraksi untuk mempertahankan sikap tanpa ada
relaksasi (aba-aba:tahan--tahan!")
10) Stabilizing reversal
Satu bentuk gerakan isotonis dimana agonis dan antagonis saling
diaktifkan tanpa pergantian relaksasi dengan tujuan untuk
meningkatkan stabilitas.a) Aktifitas dimulai dengan aproximasi di
bagian dengan patron yang lebih kuat.
b) Terapis memberikan tahanan di groovec) Komando : Tahan...diam
disana!
d) Pergantian dipersiapkan dengan komando : Awas....tahan!
e) Satu tangan masih menahan sementara tangan yang lain
bertukar
f) Mulailah dari arah yang lebih kuat.
g) Jangan biarkan ada relaksasi selama pergantian kontraksi.
h) Kedua tangan bisa bertukar tetapi jangan bersamaan
timingnya.
i) Meningkatkan tahanan pada setiap pertukaran/reversal.
j) Tahanan untuk gerak rotasi sangat penting.
11) Ritmische stabilisasi
Tehnik stabilisasi dengan berirama, lebih nyaman (dengan
perasaan), dengan mengkontraksi baik agonis maupun antagonis. Ini
adalah tehnik yang sulit penerapannya yang mensyaratkan bahwa
pasien benar benar mengerti dan mau bekerja sama.Caranya :Mulai
dari tempat dimana pasien masih ada sedikit stabilitas.a)
Aproximasi terus menerus (dengan manual atau dengan berat
badan).
b) Tehnik dilakukan dengan patron lurus.
c) Komando : Tahaaaaan....!
d) Pasien mempertahankan sikapnya,jangan sampai ada gerakan juga
rotasi.
e) Mulai dari arah gerak yang lebih kuat,kemudian perlahan
tahanan diganti arahf) Tahanan diberikan dengan perlahan.
g) Pada pertukaran arah tahanan jangan diberikan lagi
aproximasi.
h) Usahakan jangan sampai rubuh.
Tujuan :
a) Memperbaiki stabilitas.
b) Memperbaiki mobilitas.
c) Menambah relaksasi.
2. Bobath
1. Metode Bobath
Metode Babath adalah suatu metode terapi latihan pada stroke
yang berasumsi bahwa penderita stroke seolah-olah pasien stroke
kembali pada usia bayi sehingga pertumbuhan dan perkembangannya
sesuai dengan pertumbuhan bayi normal. Oleh karena itu stroke harus
dilatih mulai dari posisi berbaring, miring, tengkurap, merangkak,
duduk, berdiri, dan berjalan. Jangan mencoba untuk latihan berdiri
kalau miring saja belum bisa. Jangan juga latihan untuk berdiri
kalau duduk saja belum stabil. Di samping itu untuk mengatasi tonus
otot yang berlebihan, berikan posisi inhibisi (posisi yang dapat
menghambat terjadinya hypertonus) dan fasilitasi (posisi yang dapat
mengurangi hypertonus). Setelah itu baru latihan gerak pada pola
normal.
Metode Bobath pada awalnya memiliki konsep perlakuan yang
didasarkan atas inhibisi aktivitas abnormal reflex dan pembelajaran
kembali gerak normal, melalui penanganan manual dan fasilitasi.
Dengan perkembangan ilmu dan teknologi, maka konsep bobath juga
mengalami perkembangan dimana konsep bobath terkini adalah
Pendekatan problem solving dengan cara pemeriksaan dan tindakan
secara individual yang diarahkan pada tonus otot, gerak dan fungsi
akibat lesi pada system saraf pusat.( Muhammad Irfan , 2010 )2.
Tujuan Intervensi Bobath
Tujuan dari intervensi metode bobath adalah optimalisasi fungsi
dengan peningkatan kontrol postural dan gerakkan selektif melalui
fasilitasi, sebagaimana yang dinyatakan oleh IBITA tahun 1995. The
goal of treatment is to optimize function by improving postural
control and selective movement trought fasilitation(IBITA
1995).Prinsip dasar yang perlu diperhatikan dalam intervensi
bobath.
a. Pola Gerakan1) Gerakan yang ada dalam suatu pola yang telah
dikontrol oleh system persarafan, yaitu saraf pusat (bukan gerakan
perotot)2) Gerakan yang dilakukan untuk meningkatkan aktivitas anak
dilakukan berdasarkan pada pola gerakan dan perkembangam normal.3)
Dilakukan pada gerakan yang dikarenakan oleh
a) Perkembangan pola gerakan yang abnormal.
b) Kompensasi / adaptasi terhadap abnormalitas.
4) Tujuan penerapan Bobath
Seluruh gerakan diajarkan dalam kondisi yang normal atau kondisi
yang mendekati normal.Meningkatkan kwalitas dari gerakan.5) Harus
memahami pola pola gerakan yang abnormal untuk menimbulkan lebih
banyak pola gerakan yang normal.
b. Komponen Gerakan
1) Tonus postural yang normal untuk menahan gravitasi bila
bagian lain bergerak.
2) Gerakan yang responsive dan efektif hanya terjadi pada
penanganan yang benar.
3) Penanganan untuk menormalisasi postural, meningkatkan sikap
dari gerakan, meningkatkan keterampilan dan meningkatkan adaptasi
terhadap rangsang.c. Konsep / prinsip kerja terapi bobath, meliputi
;
1) Fasilitasi
Suatu bentuk bantuan yang diberikan untuk memudahkan pasien
dalam melaksanakan aktivitasnya sehari hari, hal ini dapat
dilakukan dengan tehnik posisioning.Fasilitasi adalah salah satu
cara yang menggunakan kontrol sensory dan proprioceptive untuk
mempermudah gerakan. Pemberian fasilitasi adalah bagian dari satu
proses belajar secara aktif (IBITA 1997) dimana individu
memungkinkan untuk mengatasi inersia, inisiatif, melanjutkan atau
menyelesaikan satu tugas fungsional. Pemberian fasilitasi digunakan
untuk membantu individu dalam pemecahan masalah, memungkinkan dia
untuk melakukan gerakan yang sebaik mungkin selama bekerja.
Memberikan kinerja fasilitasi - terhadap performance bisa
ditingkatkan dengan pengulangan dalam latihan.
2) StimulasiMerupakan suatu bentuk pemberian rangsangan yang
terdiri dari dua bentuk antara lain ;
a) Stimulasi verbal (dengan aba aba, suara/bunyi bunyian)
b) Stimulasi non verbal (menggunakan rangsang taktil dan
propioseption)
c) Stability, merupakan salah satu bagian dari teknik terapi
yang bertujuan untuk membentuk stability untuk mengurangi gerakan
yang abnormal. Stabilisasi yang diberikan antara lain postural
stability dan proximal stability.3. Aplikasi metode Bobath pada
pasien StrokePada prinsipnya bentuk latihan dengan pendekatan
metode bobath bersifat individual, tergantung problem yang di
temukan pada pemeriksaan.Langkah awal dalam terapi latihan bobath
yaitu dengan aktifasi otot-otot internal trunk (otot abdominal,
otot para\ spinal,otot pelvic floor). Otot-otot tersebut merupakan
otot yang memberikan stabilitas yang utama pada postur. Dengan
stabilitas postur yang adekuat, maka fungsi mobilitas dari
ekstremitas menjadi lebih mudah. Beberapa bentuk latihan dalam
pendekatan metode bobath yang umum berikan pada pasien stroke,
diantaranya : ( Muhammad Irfan , 2010 )a. latihan foreward dan
backward pelvic
b. latihan briging
c. latihan mobilisasi scapula
d. Latihan fungsional sehari-sehari, gangguan fungsi otak yang
timbul pada kasus stroke antara lain adalah gangguan koordinasi,
gangguan keseimbangan, gangguan kontrol postur, gangguan sensasi
dan gangguan reflek gerak. Adanya permasalahan tersebut diatas
menyebabkan kompensasi gerakan meningkat, dengan kompensasi yang
meningkat maka akan menurunkan kemampuan keterampilan motorik
(motor skill) sehingga pasien akan mengalami gangguan fungsional
aktivitas sehari-hari. Pada pasien dengan kompensasi gerak yang
tinggi termasuk adanya spastisitas akan mengalami kesulitan untuk
melakukan fungsional aktivitas sehari-hari dengan pola yang tepat.
Tingkat spastisitas yang tinggi akan mengakibatkan ketidakmampuan
pasien dalam mempertahankan postur, gerakan motorik dan pada
akhirnya mengganggu kemampuan fungsional aktivitas sehari-hari.
Latihan fungsional sehari-hari atau sering disingkat ADL (activity
daily living), perlu diberikan untuk meningkatkan kemandirian
pasien stroke. Beberapa aktivitas fingsional yang diberikan tentu
saja memerlukan penyesuaian dengan kemampuan pasien stroke. Awali
latihan dengan kegiatan yang sederhana akan tetapi merupakan
kegiatan yang rutin dilakukan oleh pasien stroke sebelum mengalami
serangan stroke, seperti aktivitas mengenakan baju, mandi, naik
turun tangga dan libatkan yang merupakan kegemaran pasien stroke.
.( Muhammad Irfan , 2010 )BAB IVURAIAN KASUS
DEPARTEMEN REHABILITASI MEDIK
RSUPN CIPTO MANGUNKUSUMO, JAKARTA
FORMULIR FISOTERAPI
Nama Fisioterapis: Abdul Jamil SST.FT Peminatan: FT
NeuromuskularNama Dokter : dr.Ira Mistivani, SpKFR Ruangan: Poli FT
C lt 4 IRMNomor Register: 388- 89 - 25 Tgl Pemeriksaan : 20 Maret
2014
A. PENGUMPULAN DATA IDENTITAS PASIEN:
Nama Inisial: Tn.ZA
Tempat & tgl lahir: Sidempuan, 11 September 1952
(61tahun)
Alamat: Duren Sawit ,Jakarta Timur
Pendidikan Terakhir: S1 Ilmu Hukum
Pekerjaan: Pensiunan PNS (Bea Cukai)
Hobi: Tidur
Diagnosis Medik: Hemiparese sinistra ec. Post Stroke Haemoragic
dextraB. PENGUMPULAN DATA RIWAYAT PENYAKIT
KU: Bagian tubuh kiri sulit digerakkanRPS: Januari 2014 Os
tiba-tiba pusing saat duduk dikursi,lalu OS berdiri dan jatuh. OS
dilarikan ke RSCM kebagian IGD dengan kondisi setengah sadar,tidak
ada mual dan muntah .OS juga merasa bagian sisi tubuh kiri sulit
digerakkan dan bicara pelo.Lalu OS dirawat 1 bulan dirawat inap ,OS
disarankan untuk melakukan terapi. Maret 2013 Os melakukan terapi
di RSCM,ini merupakan terapi yang ke-2.Saat ini OS masih sulit
menggerakkan sisi tubuh kiri,bicara sudah mulai jelasRPD : HT (
Sejak taun 1990-an), DM tidak adaRPK : HT ( Ayah), DM (Ibu )RPsi :
OS tinggal bersama 1 istri dan 3 orang anak, OS sehari-hari
menjalani rutinitas pengajian di masjid dan bermain game di
rumah..C. PEMERIKSAAN
1. Pemeriksaan Umuma. Cara datang:: Menggunakan wheelchairb.
Kesadaran : composmentisc. Kooperatif/tidak kooperatifd. Tensi :
140 / 100 mmHge. Nadi: 78 x/menitf. RR
: 20 x/menitg. Status Gizi : Berat Badan: kg ; Tinggi Badan :
cm
IMT = BB /(TB/100)2
IMT = kg/ (cm/100)2
IMT = kg/m2 , Grade
(Normal = 18,5 - 22,9 kg/m2)
h. Suhu: afebris 2. Pemeriksaan KhususImpairmenta. Inspeksi1)
Pola jalan
: Hemiplegic gait
2) Posture
: Tampak depan :
a) Bahu kiri lebih rendah dari bahu kanan
b) Clavicula kiri lebih rendah dari kanan
c) Axial contact kiri lebih rapat dari kanan
d) Papilamamme kiri lebih rendah dari kanan
Tampak Samping :
b) Kurva vertebra normal
Tampak Belakang :
a) Bahu kiri lebih rendah dari bahu kanan
b) Scapula kiri lebih rendah dari kanan
c) Axial contact kiri lebih rapat dari kanan
d) Aligment vertebra normal
e) Sias kiri lebih rendah dari kanan
f) Lipatan pantat kiri lebih rendah dari kanan3) Posisi Tidur
Terlentang:
a) Posisi kepala cenderung lateral fleksi kanan, rotasi kearah
kiri.
b) Asimetri wajah,mulut mencong ke kiri
c) Terdapat deviasi lidah ke kiri
d) Dapat Mengangkat kepala untuk melihat kakinya.
e) Posisi lengan kiri dengan :
shoulder : abduksi,internal rotasi
elbow : semi fleksi ,pronasi
wrist : palmar fleksi
jari-jari fleksi
f) Asimetris trunkg) Ada rotasi pelvis
h) Lumbal tidak Lordosis
i) Posisi tungkai kiri denganhip: ekstensi, eksternal rotasi
knee : ekstensi
ankle : plantar fleksi
j) Posisi pattella tungkai kiri berada di lateral
k) Pasien dapat miring kiri dan kanan sendiri
l) Pasien tidak dapat melakukan gerakan voluntair dengan patern
normal4) Posisi telungkup
a) Pasien tidak mampu mengangkat lengan kiri ke depan
b) Tidak dapat menahan berat badan dengan kedua siku
c) Tidak dapat menekuk kedua lutut kiri dengan hip ekstensi5)
Posisi Duduk
a) Pasien dapat duduk dari posisi tidur sendiri
b) Pasien tidak dapat mempertahankan posisi trunk tetap
lurus
c) Asimetris trunk
d) Dapat rotasi ke kanan / kiri
e) Pasien tidak dapat melakukan Lateral Flexi trunk
f) Tumpuan berat badan cenderung pada bokong kanan
g) Tidak ada sitting balance
h) Tungkai kiri tergantung dengan posisi fleksi knee
i) Pasien dapat menggerakan kepala bebas ke kiri,kanan,atas,dan
bawah
j) Pasien dapat menggeser duduk dari kiri kekanan dan depan
kebelakang6) Posisi Berdiri
a) Pasien belum mampu dari duduk keberdiri
b) Terdapat pola sinergis fleksor .
c) Weight Bearing pada sisi tubuh kanan
d) Pelvis iri sedikit terangkat
7) Berjalan
a) Pasien berjalan dengan pola hemiplegic gait
b) Pasien bejalan dengan lambat,kaki kiri melangkah tanpa fleksi
knee,langkah tidak simultan,dan langkah kecil
c) Kaki kiri menapak pada ujung kaki
d) Selama berjalan lengan tidak melenggang secara simultan
e) hiper extensu pada kaki kiri pada saat menumpu berat
badan.
f) Pasien tidak dapat menggerakan kepala, berbicara pada saat
berjalan.
g) Pasien memerlukan bantuan pada saat berjalan
b. Palpasi1) Spasme otot upper trapezius2) Spasme m.bicep
humeri3) Spasme m. Hamstring dan m. Gastrocnemeus4) Nyeri tekan
pada m. Upper trapezius,m.bicep humeri,m.hamstring dan
m.gastrocnemeus sisi tubuh kanan5) Hipotropi pada upper ekstermitas
sinistra dan lower elstermitas sinistrac.
MoveSendiGerakanMMTROMVAS
AktifPasifAktifPasif
DxSinDxSinDxSinDxsindexSin
ShoulderFleksi43FullterbatasFullFull0204
Ekstensi43FullterbatasFullFull0204
Abd 43FullterbatasFullFull0204
Add43FullterbatasFullFull0204
Int rotasi43FullterbatasFullFull0204
Eks rotasi43FullterbatasFullFull0204
ElbowFleksi 43fullFullfullFull0204
Ekstensi 43fullFullfullFull0204
WristFleksi 43fullFullfullFull0000
Ekstensi 43fullFullfullFull0000
MCPFleksi 43fullFullfullFull0000
Ekstensi 43fullFullfullFull0000
Abduksi43fullFullfullFull0000
Adduksi43fullFullfullFull0000
HipFleksi 43FullterbatasfullFull0204
Ekstensi 43FullterbatasfullFull0204
Abd 43FullterbatasfullFull0204
Add 43FullterbatasfullFull0204
Int rotasi43FullterbatasfullFull0204
Eks rotasi43FullterbatasfullFull0204
KneeFleksi 43FullterbatasfullFull0204
Ekstensi 43FullterbatasfullFull0204
AnkleDorso fleksi43fullFullfullFull0000
Plantar fleksi43fullFullfullFull0000
Keterangan :
d. Tes spastisitas skala AshworthUE sinistra = 1
LE sinistra = 1e. Refleks patologis1) Reflkes Babinsky: ( +
)pada
Respon:
2) Refleks Chaddock: ( - )pada
Respon:
3) Refleks Klonus: ( - )pada
Respon:
4) Refleks Fisiologi tendon patella: ( - )
Respon : f. Test sensasi1) Raba halus UE sinistra : defisit
sensori 100 %
LE sinistra : defisit sensori 100 %2) Raba Tekan : tidak
terdapat defisit sensori pada UE dan LE 3) Stereognosis :terdapat
gangguan 4) Propioseptif : terdapat gangguang. Tes keseimbangan dan
koordinasiPemeriksaan Koordinasi pada bagian ekstermitas
sinistraTest KoordinasiHasil
Finger to Finger
Finger to nose
Oposisi jari
MenggenggamX
PronasiX
SupinasiX
D. PENGUMPULAN DATA TERTULIS PEMERIKSAAN PENUNJANGLaporan
radiologi (18/-01-2014)Kesimpulan : Pendarahan Intraparenkim di
basal ganglia kanan hingga lobus insular kanan dengan estimasi
volume....Laporan Radiologi (22/-01-2014) Kesimpulan : Dibandingkan
CT Scan sebelumnya,pendarahan basal ganglia sampai insular kanan
berkurang estimasi volume saat ini 6,11 cc
E. 1. URUTAN MASALAH FISIOTERAPI BERDASARKAN PRIORITAS
1) Kelemahan sisi tubuh bagian kiri.2) Asimetri pola gerak3)
Gangguan Pola jalan2. DIAGNOSA FISIOTERAPI
Impairment
:Kelemahan sisi tubuh bagian kiriFunctional Limitation: Gangguan
fungsi tangan dan kaki kiri,Fungsi transfer dan ambulasi, Fungsi
ToilettingParticipation Restrictive: Pasien tidak dapat melakukan
kegiatan rutinitas pengajian di masjid dekat rumahF. PROGRAM
PELAKSANAAN FISIOTERAPI
1. Pengumpulan data program fisioterapi dari dokter
RehabilitasiMedik
Tanggal 04/-03-2014 Mempaiki balance dan gaitFT : Balance
training Latihan jalan/Gait training
2. Tujuan
a) Tujuanjangkapendek :
1) Reedukasi gerakan normal2) Memperbaiki pola jalanb) Tujuan
Jangkapanjang :1) Pasien dapat melakukan aktifitas sehari-hari
dengan keluhan minimal
2) Pasien dapat berjalan secara mandiri tanpa menggunakan alat
bantu3. Metode Pemberian
FisioterapiNoJenisMetodeDosisKeterangan
1ModalitasIRRF : 2x1 minggu
I : Toleransi Pasien
T : 15 menitMelancarkan aliran darah,Rileksasi otot, Mengurangi
spasme
2Terapi LatihanPNF
(Rhitmic Initiation)F:5x1 minggu
I:8 kali repitisi
T:Toleransi PasienMeningkatkan ROM,Mengurangi spastisitas,
strengthening lower dan upper ekstremitas, Memperbaiki koordinasi
gerak
BobathF:5x1 minggu
I:8 kali repitisi
T:Toleransi PasienInhibisi spastisitas, Fasilitasi dari duduk di
bawah lantai ke berdiri
4. UraianTindakan Fisioterapi1) PNF (rhitmic initiation)Posisi
pasien : di atas bedPosisi terapis : disamping bed pasien
Aplikasi :a) Patron gerakan : fleksi-abd-eksorotasi dan
ekstensi-add-endorotasi
Prosedur : terapis menggerakkan tangan kiri pasien keatas kepala
pasien dengan siku lurus dan jempol kearah dalam (supinasi) lalu
gerakan tangan kebawah dengan posisi siku lurus dan pronasi, lalu
instruksikan pasien untuk menggerakan tangannya sesuai dengan yang
dilakukan oleh terapis, sambil terapis memberikan tahanan minimal
sesuai toleransi pasien.b) Patron gerakan : fleksi-add-eksorotas
dan ekstensi-abd-endorotasiProsedur :terapis menggerakan tangan
kiri pasien kearah telinga kanannya dengan siku ditekuk disamping
telinga. Lalu tangan kiri pasien dibawa kesamping kiri tubuh
pasien, jempol mengarah keluar (supinasi). Lalu instruksikan pasien
untuk menggerakan tangan kirinya sesuai dengan yang dilakukan
terapis sambil terapis memberikan tahanan minimal sesuai toleransi
pasien.c) Patron gerakan :
fleksi-abd-endorotasidanekstensi-add-eksorotasi
Prosedur : terapis menggerakkan kaki kiri pasien kearah luar,
dengan hip ditekuk, lutut diluruskan dan punggung kaku dibawa kerah
luar, lalu kaki kiri pasien dibawa kearah dalam tubuh dengan lutut
ditekuk dan punggung kaki digerakkan kearah dalam. Lalu
instruksikan pasien untuk melakukan gerakkan yang telah dilakukan
terapis sambil terapis memberitahanan minimal sesuai toleransi
pasien.d) Patron gerakan : fleksi-add-eksorotasi dan
ekstensi-abd-endorotasiProsedur : terapis menggerakkan kaki kiri
pasien kearah dalam dekat dengan tubuh dengan lututd iluruskan dan
ankle digerakkan kearah dalam lalu hip diluruskan dan dibawa kearah
luar dan ankle dibawa ke arah luar. Instruksikan pasien untuk
melakukan gerakan sesuai dengan yang dicontohkan terapis sambil
terapis memberitahanan minimal sesuai kemampuan pasien.2)
BobathPosisi pasien: duduk di atas matras
Posisi terapis: berada d belakang pasien
Aplikasi : pasien duduk bersila diatas matras dengan kedua
tangan berada di depan kaki dan menumpu dimatras, lalu terapis
mendorong pinggul kearah depan, hingga pasien berada dalam posisi
merangkak. Lalu terapis memberikan stimulasi pada bahu kanan dan
tangan kiri terapis memfiksasi pinggul kiri pasien, hingga pasien
berada pada posisi kneeling ,lalu terapis mengarahkan pinggul
pasien kanan kearah anterior hingga kaki kanan pasien refleks untuk
menapak, terapis memindahkan weight bearing kekanan sambil
merotasikan pinggul kanan pasien ke arah posterior sehingga kaki
kiri pasien refleks menapak.5. Program untuk di rumah
1. Massage wajah kearah telinga kiri
2. Latihan melempar dan menendang bola
3. Latihan keberdiri dengan berpengangan
4. Latihan dingklik
5. Latihan bertepuk tangan
6. Edukasi pasien : menggunakan sling pada bahu kiri,posisi
duduk harus tegapG. EVALUASI
1. Evaluasi hasil terapi
S:Sisi tubuh kiri masih sulit digerakkan
O:Tidak ada keterbatasan Rom
Bisa miring kiri dan kanan
Masihada ankle clonus
A:Hemiparese sinistra ec. Stroke Haemoragic dextra
P:Reedukasi gerakan normal
Latihan berjalan/ gait training
2. Evaluasi tanggal 25 Maret 2014
S:Sisi tubuh kiri masih terasa berat saat digerakan
O:Pasien sudah bisa keduduk mandiri
Berjalan dengan berpeganggan
Masih ada ankle clonus
Asimetri wajah sudah mulai berkurang
A:Hemiparese sinistra ec. Stroke Haemoragic dextra
P:Reedukasi pola berjalan normal
Latihan koordinasi dan kontrol gerakanBAB V
PENUTUP
1. KESIMPULAN
2. SARAN
a. Saran untuk pasien.
Diharapkan pasien dapat bekerjasama baik dengan terapis dan
menjalankan home program seperti yang telah diajarkan oleh terapis
untuk mengoptimalkan proses rehabilitasi.
b. Saran untuk keluarga
Diharapkan keluarga untuk memberikan dukungan dan semangat
kepada pasien dalam melakukan home program yang telah diberikan
terapis sebelumnya.
c. Saran untuk fisioterapi
Diharapkan fisioterapis dapat memberihkan latihan yang efektif
dan efisien kepada pasien.
b. Saran untuk instansi
Diharapkan rumah sakit dapat meningkatkan mutu pelayanan seperti
melakukan penyuluhan atau sosialisai yang berhubungan dengan
penyakit paruUNDERLYING PROCESS
DAFTAR PUSTAKABillinger SA, Coughenour E, MacKay-Lyons MJ, Ivey
FM. Reduced cardiorespiratory fitness after stroke:biological
consequences and exercise-induced adaptation. Stroke research and
treatment. Vol .2012
Gordon NF, Gulanic M, Costa F, Fletcher G, Franklin BA, Roth
EJ,et al. Pysical activity and exercise recommendation for stroke
survivors. American Heart Association Scientific Statement.
Circulation. 2004.
Ginsberg, Lional. Lecture Notes : Neurology. Jakarta. Erlangga.
2007
Timmreck, Thomas C. Epidemiologi. Jakarta. Buku kedokteran
EGC.2005Ropper, H.A. (2009). Adams and Victor's Principles of
Neurology. United States of America:
The McGraw-Hill Companies.Intervensi: PNF
1.Dinamic Reciprocal
2.Stabilisasi Revearsal
3.Rhytmic Initiation
GANGGUAN POLA JALAN
GANGGUAN KESEIMBANGAN
Tabel SEQ Tabel \* ARABIC 1 Rentang normal untuk HR , RR , SpO2
, dan BP
GANGGUAN KOORDINASI
KELEMAHAN SISIS TUBUH KIRI
STROKE HEMORAGIK
PENDARAHAN DI OTAK (BASAL GANGLIA)
HIPERTENSI TIDAK TERKONTROL
Output:
Meningkatkan kekuatan otot pada sisi tubuh yang lemah. Sensasi
dan koordinasi adekuat. Mobilisasi ke duduk ,ke berdiri dan
berjalan dengan pola normal.
Intervensi: BOBATH
Fasilitasi Berjalan
KELEMAHAN SISI TUBUH KIRI
66Universitas Indonesia
67 Universitas Indonesia