LAPORAN KIMIA FARMASI ANALITIK KUANTITATIF Menetapkan kadar
Parasetamol (generic) dalam tablet dengan metode spektrofotometri
UV-Visibel
Disusun Oleh: Esti Igha Jajang Pirmansyah Yansen Indo Negoro
PRODI S1 FARMASI STIKes BAKTI TUNAS HUSADA TASIKMALAYA 2012
I. TUJUAN 1. Untuk mengetahui panjang gelombang pengukuran
Parasetamol.2. Untuk menetapkan kadar Parasetamol dalam tablet
dengan metode
spektrofotometri UV-Visibel. II. DASAR TEORI Parasetamol
Parasetamol atau Asetaminofen atau N-asetil-4-aminofenol mempunyai
rumus molekul C8H9NO2, BM 151,2 g/mol memiliki struktur molekul
:
Gambar 1. Struktur Kimia Parasetamol (Moffat et all, 2005).
Paracetamol merupakan derivat dari asetanilida yang merupakan
metabolit dari fenasetin yang dahulu banyak digunakan sebagai
analgetikum, tapi pada tahun 1978 ditarik dari peredaran karena
efek sampingnya berupa nefrotoksisitas dan karsinogen. Khasiat dari
paracetamol ini adalah sebagai analgesik dan antipiretik, tetapi
tidak untuk antiradang. Dewasa ini paracetamol dianggap sebagai zat
antinyeri yang paling aman juga untuk swamedikasi (pengobatan
sendiri) (Tjay dan Rahardja, 2008). Sifat Fisiko Kimia Paracetamol
mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 101,0%
C8H9NO2, dihitung terhadap zat anhidrat (Depkes RI, 1995).
Pemeriannya berupa hablur atau serbuk hablur putih, tidak berbau,
dan berasa pahit. Parasetamol larut dalam 70 bagian air, 7 bagian
etanol 95% P, 13 bagian aseton P, 40 bagian gliserol P, 9 bagian
propilenglikol P, dan larut dalam alkali hidroksida. Penyimpanannya
dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya
(Depkes RI, 1979). Larut dalam air mendidih dan dalam natrium
hidoksida 1 N; mudah larut dalam etanol (Depkes RI, 1995).
Parasetamol memiliki pKa 9,5 (25o) dan koefisien partisi 0,5
(Moffat et al., 2005). Memiliki suhu lebur antara 168o dan 172o
(Depkes RI, 1995). Larutan jenuh parasetamol memiliki pH antara
5,3-6,5 (Moffat et al., 2005). Identifikasi Paracetamol memenuhi
uji Identifikasi secara Kromatografi Lapis Tipis dengan menggunakan
1 mg per ml dalam methanol P dan fase gerak diklorometana P-
methanol (4:1) (Depkes RI, 1995). Parasetamol bila diukur
absorbansinya pada spektrofotometri UV akan memperlihatkan
absorbansi maksimum pada panjang gelombang 245 nm untuk larutan
asam dan 257 nm untuk larutan basa (Moffat et al., 2005)
Gambar 2. Spektra UV Paracetamol
Indikasi Sekalipun ekivalen dengan aspirin sebagai agen
analgesik dan antipiretik yang efektif, paracetamol berbeda karena
sifat antiinflamasinya lemah. Parasetamol tidak mempengaruhi kadar
asam urat dan sifat penghambatan plateletnya lemah. Obat ini
berguna untuk nyeri ringan sampai sedang seperti sakit kepala,
mialgia, nyeri pascapersalinan, dan keadaan lain di mana aspirin
tidak efektif sebagai analgesik. Parasetamol lebih disukai daripada
aspirin pada pasien dengan hemofilia atau dengan riwayat ulkuks
peptikum. Berbeda
dengan aspirin, paracetamol tidak mengantagonis efek agenagen
urikosurik. Parasetamol lebih disukai daripada aspirin pada anak
dengan infeksi virus (Katzung, 2002). Farmakokinetika Parasetamol
diberikan secara oral. Penyerapan dihubungkan dengan tingkat
pengosongan perut, dan konsentrasi darah puncak biasanya tercapai
dalam 3060 menit. Parasetamol sedikit terikat pada protein plasma
dan sebagian dimetabolisme oleh enzim mikrosomal hati dan diubah
menjadi sulfat dan glukoronida acetaminophen, yang secara
farmakologis tidak aktif. Kurang dari 5% diekskresikan dalam
keadaan tidak berubah. Metabolit minor, tetapi sangat aktif
(N-acetyl-p-benzoquinone) adalah penting dalam dosis besar karena
efek toksiknya terhadap hati dan ginjal. Waktu paruh parasetamol
adalah 2-3 jam dan relatif tidak berpengaruh oleh fungsi ginjal.
Dengan kuantitas toksik atau penyakit hati, waktu paruhnya dapat
meningkat dua kali lipat atau lebih (Katzung, 2002). Efek-efek yang
Tidak Diinginkan Dalam dosis terapetik sedikit peningkatan
enzim-enzim hati kadang-kadang bisa terjadi tanpa adanya ikterus,
keadaan ini reversibel bila obat dihentikan. Menelan 15 g
acetaminophen bisa fatal, kematian disebabkan oleh hepatotoksik
yang hebat dengan nekrosis lobules sentral, kadang-kadang dikaitkan
dengan nekrosis tubular ginjal akut. Gejala-gejala awal dari
kerusakan hati meliputi mual, muntah-muntah, diare dan nyeri perut.
Di samping terapi suportif, tindakan-tindakan yang terbukti sangat
berguna adalah pemberian grup-grup sulfhydryl untuk menetralisir
metabolit-metabolit yang toksik. Acetylcysteine dipakai untuk
tujuan ini. Nefritis interstisial dan nekrosis papilla yang
merupakan komplikasi serius dari phenacetin, namun dengan pemakaian
acetaminophen kronis yang luas tidak terjadi, padahal kenyataannya
kurang lebih 80% dari phenacetyn dengan cepat dimetabolisme
menjadi
acetaminophen. Pendarahan gastrointestinal tidak terjadi. Harus
berhati-hati pada penderita sakit hati (Katzung, 2002).
Spektrofotometri UV-Vis Spektrofotometri UV-Vis adalah metode
analisis spektroskopik yang memakai sumber radiasi elektromagnetik
UV dekat (190-380 nm) dan sinar tampak (380 -780 nm) dengan memakai
instrumen spektrofotometer. Radiasi UV jauh (100190 nm) tidak
dipakai, sebab pada daerah tersebut, udara juga mengalami absorbs
radiasi (Tim Penyusun, 2008). Radiasi di daerah UV/Vis diserap
melalui eksitasi elektron-elektron yang terlibat dalam
ikatan-ikatan antara atom-atom pembentuk molekul sehingga awan
elektron menahan atom-atom bersama-sama mendistribusikan kembali
atom-atom itu sendiri dan orbital yang ditempati oleh
elektron-elektron pengikat tidak lagi bertumpang tindih (Watson,
2007). Ketika sinar melewati suatu senyawa, energi dari sinar
digunakan untuk mendorong perpindahan elektron dari orbital ikatan
atau orbital non-ikatan ke salah satu orbital anti-ikatan yang
kosong (Clark, 2007). Perpindahan/lompatan elektron yang mungkin
terjadi akibat adanya sinar adalah:
Lompatan yang lebih besar membutuhkan energi yang lebih besar
dan menyerap sinar dengan panjang gelombang yang lebih pendek.
Lompatan yang ditunjukan dengan tanda panah abu-abu menyerap sinar
UV dengan panjang gelombang yang lebih rendah dari 200 nm (Clark,
2007).
Lompatan yang penting diantaranya adalah lompatan dari orbital
pi ikatan ke orbital pi anti-ikatan; dari orbital non-ikatan ke
orbital pi anti-ikatan; dan dari orbital non-ikatan ke orbital
sigma anti-ikatan. Artinya untuk menyerap sinar pada daerah antara
200 800 nm (pada daerah dimana spektra diukur), molekul harus
mengandung ikatan pi atau terdapat atom dengan orbital nonikatan.
Perlu diingat bahwa orbital non-ikatan adalah pasangan elektron
bebas, misalnya pada oksigen, nitrogen, atau halogen (Clark, 2007).
Analisis kuantitatif dengan metode spektrofotometri UV-Vis dapat
digolongkan atas tiga macam pelaksanaan pekerjaan, yaitu: (1)
analisis zat tunggal atau analisis satu komponen; (2) analisis
kuantitatif campuran dua macam zat atau analisis dua komponen; dan
(3) analisis kuantitatif campuran tiga macam zat atau lebih
(analisis multi komponen) (Gandjar dan Rohman, 2007). Analisis
Komponen Tunggal Jika absorpsi suatu seri konsentrasi larutan
diukur pada panjang gelombang, suhu, kondisi pelarut yang sama; dan
absorbansi masing-masing larutan diplotkan terhadap konsentrasinya
maka suatu garis lurus akan teramati sesuai dengan persamaan A =
bc. Grafik ini disebut dengan plot hukum LambertBeer dan jika garis
yang dihasilkan merupakan suatu garis lurus maka dapat dikatakan
bahwa hukum Lambert-Beer dipenuhi pada kisaran konsentrasi yang
teramati (Gandjar dan Rohman, 2007). Cara lain untuk menetapkan
kadar sampel adalah dengan menggunakan perbandingan absorbansi
sampel dengan absorbansi baku, atau dengan menggunakan persamaan
regresi linier yang menyatakan hubungan konsentrasi baku dengan
absorbansinya. Persamaan kurva baku digunakan untuk menghitung
kadar dalam sampel (Gandjar dan Rohman, 2007).
Analisis Dua Campuran secara Bersama-sama Spektrofotometri
merupakan metode relatif (bukan metode absolut), artinya perlu
senyawa baku sebagai pembanding. Pengukuran absorbansi sampel
maupun baku untuk campuran beberapa senyawa (multicomponent) dapat
diukur pada beberapa maksimum masing-masing senyawa. Selanjutnya
konsentrasi masing-masing senyawa dihitung berdasarkan persamaan
simultan sederhana (SSE=simple simultan equation). Determinasi
secara simultan akan diasumsikan pada total absorbansi pada
masing-masing panjang gelombang yang dijumlahkan (Khopkar, 2003).
Kadar larutan campuran dua zat dapat ditentukan dengan metode
spektrofotometri tanpa harus dipisahkan lebih dahulu. Kedua zat
harus memiliki panjang gelombang maksimum yang tidak berimpit.
Absorpsi larutan sampel atau campurannya pada panjang gelombang
pengukuran merupakan jumlah absorpsi dari masing-masing zat
tunggalnya. Kadar masing-masing zat ditentukan menggunakan metode
simultan (Pitri Susanti, dkk, 2011). Jika absorbansi suatu seri
konsentrasi larutan diukur pada panjang gelombang, suhu, kondisi
pelarut yang sama, dan absorbansi masing-masing larutan diplotkan
terhadap konsentrasinya, maka suatu garis lurus akan teramati
sesuai dengan persamaam A=abc. Grafik ini disebut dengan plot hukum
Lambert-Beer dan jika garis yang dihasilkan merupakan suatu garis
lurus maka dapat dikatakan bahwa hukum Lambert-Beer dipenuhi pada
kisaran konsentrasi yang diamati (Gandjar dan Rohman, 2007). Bila
diinginkan dua buah senyawa secara bersama-sama secara
spektrofotometri, maka dapat dilakukan pada dua panjang gelombang
yang mana masing-masing komponen tidak saling mengganggu atau
gangguan dari komponen yang lain paling kecil. Dua buah kromofor
yang berbeda akan mempunyai kekuatan absorbsi cahaya yang berbeda
pula pada satu daerah panjang gelombang. Pengukuran dilakukan pada
masing-masing larutan pada dua panjang gelombang sehingga diperoleh
dua persamaan hubungan antara
absorbansi dengan konsentrasi pada dua panjang gelombang,
akibatnya konsentrasi masing-masing komponen dapat dihitung.
Mula-mula dipilih panjang gelombang yang mana perbandingan
absorptivitas maksimum, yaitu :
a1 a 2
a maksimum pada 1 dan 2 maksimum pada 2 (Gandjar dan a 1
Rohman, 2007).
Gambar 2. Spektra dua buah senyawa, senyawa I dan senyawa II
Absorban jumlah suatu campuran beberapa senyawa yang mengabsorpsi
pada masing-masing panjang gelombang merupakan jumlah absorban
masingmasingnya. Pada campuran dua komponen akan terlihat absorban
yang diukur pada 1 serta 2 merupakan jumlah dari absorban komponen
tunggal pada panjang gelombang tersebut. Hal ini memungkinkan untuk
pemeriksaan kemurnian senyawa obat secara spektrofotometri serta
penentuan campuran beberapa komponen (Rot dan Blaschke, 1985). Dari
hukum Lambert-Beer, dapat diketahui bahwa absorbansi berbanding
lurus dengan absortivitas (a), tebal kuvet (b), dan konsentrasi
(c). Supaya nilai b tetap maka selama pengukuran digunakan kuvet
yang sama. Absorbansi senyawa 1, A1=
a1b1c1......................(1) Absorbansi senyawa 1, A1=
a2b2c2......................(2) Selama kuvet yang digunakan sama,
maka nilai b tetap sehingga persamaan 1 dan 2 menjadi persamaan 3
dan 4. A1= a1c1.......................(3)
A2= a2c2.......................(4) Pengukuran campuran 2 senyawa
dilakukan baik pada panjang gelombang 1 (1) maupun pada panjang
gelombang 2 (2), oleh karena itu absorbansi pada kedua panjang
gelombang tersebut merupakan jumlah dari absorbansi senyawa 1 dan
absorbansi senyawa 2, yang secara matematis dapat dituliskan
sebagai berikut: A1= (a1c1)1 + (a2c2)2.......................(5)
A2= (a1c1)2 + (a2c2)1.......................(6) Keterangan: nilai a
(absortivitas) dapat juga diganti dengan absorptivitas molar. Yang
mana: C1 C2 : konsentrasi senyawa 1 : konsentrasi senyawa 2
(a1) 1 : absorpsivitas senyawa 1 pada panjang gelombang pertama
(a2) 2 : absorpsivitas senyawa 1 pada panjang gelombang kedua (a2)
1 : absorpsivitas senyawa 2 pada panjang gelombang pertama (a2) 2 :
absorpsivitas senyawa 2 pada panjang gelombang kedua A1 :
absorbansi senyawa campuran pada panjang gelombang pertama A2 :
absorbansi senyawa campuran pada panjang gelombang kedua (Gandjar
dan Rohman, 2007).
Data spektra UV-Vis secara tersendiri tidak dapat digunakan
untuk identifikasi kualitatif obat atau metabolitnya. Sedangkan
pada aspek kuantitatif, suatu berkas radiasi dikenakan pada
cuplikan (larutan sampel) dan intensitas sinar radiasi yang
diteruskan diukur besarnya. Radiasi yang diserap oleh cuplikan
ditentukan dengan membandingkan intensitas sinar yang diteruskan
dengan intensitas sinar yang diserap jika tidak ada spesies
penyerap lainnya. Intensitas atau kekuatan radiasi cahaya sebanding
dengan jumlah foton yang melalui satu-satuan luas penampang per
detik. Besarnya intensitas energi REM yang diabsorpsi proporsional
dengan jumlah kromofornya (konsentrasinya),
dan hubungan proporsional ini dirumuskan dalam bentuk persamaan
Hukum Lambert Beer : A=bc Di mana: A = Absorbansi = Absorptivitas
molar (cm mg/mL) b = Tebal kuvet (cm) c = Konsentrasi (mg/mL)
(Gandjar dan Rohman, 2007) Dalam Hukum Lambert-Beer terdapat
beberapa pembatasan, yaitu : 1. Sinar yang digunakan dianggap
monokromatis.2. Penyerapan terjadi dalam suatu volume yang
mempunyai luas penampang
yang sama. 3. Senyawa yang menyerap dalam larutan tersebut tidak
tergantung terhadap yang lain dalam larutan tersebut. 4. Tidak
terjadi peristiwa fluororesensi atau fosforesensi. 5. Indeks bias
tidak tergantung pada konsentrasi larutan. Dengan mengetahui nilai
absorbansi dari larutan sampel, melalui kurva kalibrasi dapat
ditentukan konsentrasinya. Penetapan kadar parasetamol juga dapat
ditentukan melalui persamaan regresi linier : y = bx + a
Keterangan: y = absorbansi; x = konsentrasi Apabila suatu REM
dikenakan kepada suatu larutan dengan intensitas radiasi semula
(I0), maka sebagian radiasi tersebut akan diteruskan (It),
dipantulkan (Ir) dan diabsorbsi (Ia), sehingga :
I0 = It + Ir + Ia
Harga Ir ( 4%) dapat diabaikan karena pengerjaan dengan metode
Spektrofotometri UV-Vis menggunakan larutan pembanding sehingga
:
I0 = It + IaBouguer, Lambert, dan Beer secara matematis
menghubungkan antara transmitan dan absorban dengan intensitas
radiasi sehingga didapatkan :
T=
It = 10 .b.c I0 1 = .b . c T
A = logKeterangan : T = persen transmitan
Io = intensitas radiasi yang datang It = intensitas radiasi =
absorbansi molar (L.mol-1.cm-1) c = konsentrasi (mol. L-1) b =
tebal larutan (cm) A = absorbansi (Tim Penyusun, 2008) Dengan
mengetahui nilai absorbansi dari larutan sampel, melalui kurva
kalibrasi dapat ditentukan konsentrasinya. Penetapan kadar
parasetamol juga dapat ditentukan melalui persamaan regresi linier
: y = bx + a Di mana: y = Absorbansi x = Konsentrasi Ada beberapa
hal yang harus diperhatikan dalam analisa dengan spektofotometri
UV-Vis terutama untuk senyawa yang semula tidak berwarna
yang akan dianalisis dengan spektrofotometri visible karena
senyawa tersebut harus diubah terlebih dahulu menjadi senyawa yang
berwarna (Gandjar dan Rohman, 2007), antara lain : 1. Pembentukan
molekul yang dapat menyerap sinar UV-Vis Hal ini perlu dilakukan
jika senyawa yang dianalisis tidak menyerap pada daerah tersebut.
Cara yang digunakan adalah dengan merubah menjadi senyawa lain atau
direaksikan dengan pereaksi tertentu. Pereaksi yang digunakan harus
memenuhi beberapa persyaratan tertentu yaitu: reaksinya reaktif dan
sensitif, reaksinya cepat, kuantitatif, dan reprodusibel, dan hasil
reaksi stabil dalam jangka waktu yang lama. Keselektifan dapat
dinaikan dengan mengatur pH, pemakaian masking agent, atau
penggunaan teknik ekstraksi (Gandjar dan Rohman, 2007). 2. Waktu
operasional (operating time) Pada saat awal terjadi reaksi,
absorbansi senyawa yang berwarna ini meningkat sampai waktu
tertentu hingga diperoleh absorbansi yang stabil. Semakin lama
waktu pengukuran, maka ada kemungkinan senyawa yang berwarna
tersebut menjadi rusak atau terurai sehingga intensitas warnanya
turun akibatnya absorbansinya juga turun. Karena alasan inilah,
maka untuk pengukuran senyawa berwarna (hasil suartu reaksi kimia)
harus dilakukan pada saat waktu operasional (Gandjar dan Rohman,
2007). Cara ini biasa digunakan untuk pengukuran hasil reaksi atau
pembentukan warna. Tujuannya untuk mengetahui waktu pembentukan
yang stabil. Waktu operasional ditentukan dengan mengukur hubungan
antara waktu pengukuran dengan absorbansi larutan (Gandjar dan
Rohman, 2007). 3. Pemilihan panjang gelombang Panjang gelombang
yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah panjang gelombang
yang mempunyai absorbansi maksimal. Untuk memilih panjang gelombang
maksimal, dilakukan dengan membuat kurva hubungan antara absorbansi
dengan panjang gelombang dari suatu larutan baku pada konsentrasi
tertentu (Gandjar dan Rohman, 2007).
Ada beberapa alasan mengapa harus menggunakan panjang gelombang
maksimal, yaitu: Pada panjang gelombang maksimal, kepekaannya juga
maksimal karena pada panjang gelombang maksimal tersebut, perubahan
absorbansi untuk setiap satuan konsentrasi adalah yang paling
besar. Di sekitar panjang gelombang maksimal, bentuk kurva
absorbansi datar dan pada kondisi tersebut hukum Lambert-Beer akan
terpenuhi. Jika dilakukan pengukuran ulang maka kesalahan yang
disebabkan oleh pemasangan ulang panjang gelombang akan kecil
sekali ketika digunakan panjang gelombang maksimal. (Gandjar dan
Rohman, 2007)
4.
Pembuatan kurva baku Dibuat seri larutan baku dari zat yang akan
dianalisis dengan berbagai konsentrasi. Masing-masing absorbansi
larutan dengan berbagai konsentrasi diukur, kemudian dibuat kurva
yang merupakan hubungan antara absorbansi (y) dengan konsentrasi
(x). Kurva baku sebaiknya sering diperiksa ulang. Penyimpangan dari
garis lurus biasanya dapat disebabkan oleh: (i) kekuatan ion yang
tinggi; (ii) perubahan suhu, dan (iii) reaksi ikutan yang terjadi
(Gandjar dan Rohman, 2007).
5.
Pembacaan absorbansi sampel atau cuplikan Absorban yang terbaca
pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2 sampai 0,8 atau 15%
sampai 70% jika dibaca sebagai transmitan. Anjuran ini berdasarkan
anggapan bahwa kesalahan dalam pembacaan T adalah 0,005 atau 0,5%
(kesalahan fotometrik) (Gandjar dan Rohman, 2007). Linieritas
Linieritas merupakan kemampuan suatu metode untuk memperoleh
hasilhasil uji yang secara langsung proporsional dengan konsentrasi
analit pada
kisaran yang diberikan. Linieritas suatu metode merupakan ukuran
seberapa baik kurva kalibrasi yang menghubungkan antara respon (y)
dengan konsentrasi (x). Linieritas dapat diukur dengan melakukan
pengukuran tunggal pada konsentrasi yang berbeda-beda. Data yang
diperoleh selanjutnya diproses dengan metode kuadrat terkecil,
untuk selanjutnya dapat ditentukan nilai kemiringan (slope),
intersep, dan koefisien korelasinya (Gandjar dan Rohman, 2007).
Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon
yang secara langsung atau dengan bantuan transformasi matematik
yang baik, proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel.
Rentang metode adalah pernyataan batas terendah dan tertinggi
analit yang sudah ditunjukkan dapat ditetapkan dengan kecermatan,
keseksamaan, dan linearitas yang dapat diterima. Sebagai parameter
adanya hubungan linier digunakan koefisien korelasi r pada analisis
regresi linier Y = a + bX. Hubungan linier yang ideal dicapai jika
nilai b = 0 dan r = +1 atau 1 bergantung pada arah garis. Sedangkan
nilai a menunjukkan kepekaan analisis terutama instrumen yang
digunakan. Parameter lain yang harus dihitung adalah simpangan baku
residual (Sy). Dengan menggunakan kalkulator atau perangkat lunak
komputer, semua perhitungan matematik tersebut dapat diukur:
(Harmita, 2004) Instrumentasi Spektrofotometri UV-Vis Sistem
Optik
Pada umumnya konfigurasi dasar setiap spektrofotometer UV-Vis
berupa susunan peralatan optik terkontruksi sebagai berikut :
SRMSKDAVD Keterangan : SR M SK D A VD : Sumber radiasi :
Monokromator : Sampel Kompartemen : Detektor : Amplifier atau
penguat : Visual display atau meter Setiap bagian peralatan optik
spektrofotometer uv-vis memegang fungsi dan peranan masing-masing
dan saling terkait. Fungsi dan peranan tersebut dituntut ketelitian
dan ketepatan optimal, sehingga akan diperoleh hasil pengukuran dan
tingkat ketelitian dan ketepatan yang tinggi (Tim Penyusun, 2008).
Instrumentasi Sumber radiasi Sumber radiasi yang umum digunakan
adalah lampu deuterium, lampu tungstein dan lampu merkuri. Lampu
deuterium digunakan pada daerah panjang gelombang 190-380 nm (UV
dekat) karena pada daerah tersebut lampu deuterium memberikan
spectrum energi radiasi yang lurus. Lampu tungstein digunakan
sebagai sumber radiasi pada daerah pengukuran sinar tampak dengan
panjang gelombang 389-900 nm. Sumber radiasi merkuri merupakan
sumber radiasi yang mengadung uap merkuri bertekanan rendah yang
biasa digunakan untuk kalibrasi panjang gelombang spektrofotometer
UV-Vis pada daerah 365 nm dan sekaligus mengecek resolusi dari
monokromator (Tim Penyusun, 2008). Monokromator
Monokromator berfungsi untuk menghasilkan radiasi monokromatis
dari sumber radiasi yang memencarkan radiasi polikromatis.
Monokromator spektrofotometer UV-Vis umumnya terdiri dari : celah
(slit) masuk, filter optik, prisma dan kisi (grating), serta celah
keluar (Tim Penyusun, 2008). Sel atau Kuvet Sel atau kuvet
merupakan wadah sampel yang akan dianalisis. Ditinjau dari cara
pemakaiannya dan dari bahan yang dipakai, kuvet dibedakan menjadi
kuvet permanen yang terbuat dari leburan silika (dipakai pada
panjang gelombang 190-1100 nm) atau gelas (dipakai pada panjang
gelombang 3801100 nm), dan kuvet disposable satu kali pemakaian
yang terbuat dari Teflon atau plastic (Tim Penyusun, 2008).
Detektor Detektor merupakan bagian spektrofotometer yang penting
karena berfungsi untuk merubah sinyal radiasi yang diterima menjadi
sinyal elektonik. Syarat detektor yang baik diantaranya: Kepekaan
yang tinggi terhadap radiasi yang diteriama, dengan derau yang
minimal. Mampu memberikan respon terhadap radiasi pada rentang
panjang gelombang yang lebar (UV-Vis). Respon terhadap radiasi
harus serempak. Respon harus kuantitatif dan sinyal elektronik yang
keluar berbanding lurus dengan radiasi elektromagnetik yang
diterima. Sinyal elektronik yang dihasilkan harus dapat
diamplifikasikan oleh penguat (amplifier) ke rekorder (pencatat)
(Tim Penyusun, 2008). Macam-macam detektor yang umumnya digunakan
diantaranya: - Detektor Fotosel- Detektor Tabung Foton Hampa
(Vaccum Phototubes) - Detektor Tabung Penggandaan Foton
(Photomultiplier Tubes/PMT)
- Detektor Photo Diode-Array/ PDA yang merupakan detektor dengan
teknologi
modern. (Tim Penyusun, 2008).
III ALAT DAN BAHAN 3.1 Alat Gelas beaker Neraca analitik Pipet
volume Pipet tetes Kertas saring Corong gelas Sendok tanduk Batang
pengaduk Labu ukur Mortir dan stamper Seperangkat alat UV-Vis Kuvet
Lap Kertas perkamen Aluminium foil
3.2 Bahan
Tablet paracetamol 500 mg Serbuk Parasetamol Larutan blanko
etanol
IV. PROSEDUR KERJA Pengukuran absorbansi larutan baku
parasetamol1.
Ambil 250 mg contoh kedalam labu takar. Tambahkan mL gliseril
dan kocok Encerkan sampai 100mL kemudian kocok dan biarkan 15 menit
Sediakan larutan standar parasetamol 100 ppm. Pipet dari
larutan
2. 3.4.
standar parasetamol 100 ppm tersebut sebanyak 1mL ; 2mL ; 3mL ;
4mL ; 5mL ke dalam labu takar 100 mL.5.
Ukur absorbansi larutan standar dan sampel pada 400 200 nm Buat
kurva hub. antara absorbansi sulfat standar pada sumbu Y dan
6.
konsentrasi standar pada sumbu X Pengukuran absorbansi larutan
sampel parasetamol 1. Ambil 1 tablet paracetamol, gerus ad homogen.
2. Tambahkan 50 mL ethanol3. Encerkan sampai 100 mL kemudian kocok
dan biarkan 15 menit
4. Ambil 1 ml dari hasil pengenceran, ad sampai tnda batas labu
100 ml5. Ukur absorbansi larutan standar dan sampel pada max 248,5
dengan
absorban (0,2 0,8)6. Hitung kadar paracetamol dari sampel
dikalikan dengan faktor pengenceran
bila ada. V. 1. Pembuatan larutan seri Deret I (50 mL larutan
blanko) Deret II (1 mL larutan pct 100 ppm dalam 50 mL) V1 . ppm1 =
V2 . ppm2 1mL . 100 ppm = 50mL . ppm2 HASIL PENGAMATAN
ppm2
= 2 ppm
Deret III (2 mL larutan pct 100 ppm dalam 50 mL) V1 . ppm1 = V2
. ppm2 2mL . 100 ppm = 50mL . ppm2 ppm2 = 4 ppm Deret IV ( 3 mL
larutan pct 100 ppm dalam 50 mL) V1 . ppm1 = V2 . ppm2 3 mL . 100
ppm = 50mL . ppm2 ppm2 = 6 ppm Deret V (4 mL larutan pct 100 ppm
dalam 50 mL) V1 . ppm1 = V2 . ppm2 4mL . 100 ppm = 50mL . ppm2 ppm2
= 8 ppm Deret VI (5 mL larutan pct 100 ppm dalam 50 mL) V1 . ppm1 =
V2 . ppm2 5mL . 100 ppm = 50mL . ppm2 ppm2 = 10 ppm 2. pembuatan
larutan sampel 50ml di encerkan dalam 100 ml Pengenceran 100 = 2x
50 100 = 100x 1 Pengenceran 2 x 100 = 200x
data hasil pengukuran spektro uv ppm 2 4 6 8 max 248.5 248.5
248.5 248.5 A 0.245 0.394 0.497 0.659
10
248.5
0.831
Konsentrasi sampel max 248.5 y sampel = 0,275 = 0,094 + 0,071x
0,181 = 0,071x = 2,549 ppm A 0.275
VI.
Pembahasan
Dalam praktikum kali ini kelompok kami melakukan praktikum yang
berjudul Menetapkan kadar Parasetamol 500 mg dalam tablet dengan
metode spektrofotometri UV-Visibel. Hal-hal yang harus diperhatikan
terlebih dahulu yaitu dengan memperhatikan Hukum Lambert-Beer,
terdapat beberapa pembatasan, yaitu : 1. Sinar yang digunakan
dianggap monokromatis.
2. Penyerapan terjadi dalam suatu volume yang mempunyai luas
penampang yang sama. 3. Senyawa yang menyerap dalam larutan
tersebut tidak tergantung terhadap yang lain dalam larutan
tersebut. 4. Tidak terjadi peristiwa fluororesensi atau
fosforesensi. 5. Indeks bias tidak tergantung pada konsentrasi
larutan. Radiasi di daerah UV/Vis diserap melalui eksitasi
elektron-elektron yang terlibat dalam ikatan-ikatan antara
atom-atom pembentuk molekul sehingga awan elektron menahan
atom-atom bersama-sama mendistribusikan kembali atom-atom itu
sendiri dan orbital yang ditempati oleh elektron-elektron pengikat
tidak lagi bertumpang tindih. Ketika sinar melewati suatu senyawa,
energi dari sinar digunakan untuk mendorong perpindahan elektron
dari orbital ikatan atau orbital non-ikatan ke salah satu orbital
anti-ikatan yang kosong. Pada pengukuran absorbansi larutan baku
parasetamol di dapatkan data sbagai berikut: ppm 2 4 6 8 10 max
248.5 248.5 248.5 248.5 248.5 A 0.245 0.394 0.497 0.659 0.831
dari grafik di atas hasil menunjukan bahwa R mendekati 1 yaitu
0.993 yang artinya pengukuran absorbansi larutan baku parasetamol
memenuhi syarat. Pada bagian parasetamol (fase Ethanol) dilakukan
pengenceran hingga 10000x, karena pada pengenceran 100x absorbansi
yang diperoleh pada max 248,5 nm tidak masuk dalam range pembacaan
absorban(0.2 0.8). pada pengecnceran 10000x dengan max 248,5
menghasilkan absorban 0,273 A. dan masuk dalam range pembacaan
absorban (0,2 0,8). di dapatkan hasil
Kesimpulan Jadi dari hasil penelian yang telah di lakukan di
dapatkan sampel parasetamol dengan berat 500 mg adalah 2,549 ppm
DAFTAR PUSTAKA Clarck, J. 2007. Spektra Serapan UV-Tampak. (cited :
30 Oktober 2011). Available at
:http://www.chem-is-try.org/spektrum_serapan_ultraviolet-tampak_uv-vis
Dep Kes RI. 1995. Farmakope Indonesia edisi IV. Departemen
Kesehatan RI: Jakarta Gandjar, Ibnu Gholib dan Abdul Rohman. 2007.
Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar : Yogyakarta Harmita, 2004.
Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara Perhitungannya.
Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Universitas Indonesia. Katzung, B. G. 2002. Farmakologi Dasar dan
Klinik. Salemba Medika : Jakarta. Khopkar, S. M. 2003. Konsep Dasar
Kimia Analitik. UI-Press : Jakarta Moffat, C.A., M. D. Osselton, B.
Widdop. 2005. Clarke's Analysis of Drugs and Poisons.
Pharmaceutical Press. Publications division of the Royal
Pharmaceutical Society of Great Britain Pitri Susanti, dkk. 2011.
Petunjuk Praktikum Kimia Analisis. Jurusan Farmasi FMIPA
Universitas Udayana: Jimbaran Tim Penyusun. 2008. Buku Ajar
Analisis Farmasi Fisiko Kimia. Jurusan Farmasi FMIPA Universitas
Udayana: Jimbaran
Tjay, Tan dan K. Rahardja. 2008. Obat-Obat Penting. Elex Media
Komputindo: Jakarta Watson, David G. 2007. Analisis Farmasi. EGC :
Jakarta.