-
i Universitas Indonesia
UNIVERSITAS INDONESIA
APLIKASI MODEL KONSERVASI LEVINE DALAM ASUHAN KEPERAWATAN PADA
ANAK KANKER YANG MENGALAMI MASALAH NUTRISI DI RSUPN Dr. CIPTO
MANGUNKUSUMO
JAKARTA
KARYA ILMIAH AKHIR
LINA DEWI ANGGRAENI
1006800900
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM NERS SPESIALIS ILMU KEPERAWATAN
PEMINATAN KEPERAWATAN ANAK
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK, JUNI 2013
-
ii Universitas Indonesia
UNIVERSITAS INDONESIA
APLIKASI MODEL KONSERVASI LEVINE DALAM ASUHAN KEPERAWATAN PADA
ANAK KANKER YANG MENGALAMI MASALAH NUTRISI DI RSUPN Dr. CIPTO
MANGUNKUSUMO
JAKARTA
KARYA ILMIAH AKHIR
Disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Ners Spesialis Keperawatan Anak
LINA DEWI ANGGRAENI
1006800900
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM NERS SPESIALIS ILMU KEPERAWATAN
PEMINATAN KEPERAWATAN ANAK
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK, JUNI 2013
-
v Universitas Indonesia
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME, atas berkat
dan rahmatNya
yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah
Akhir yang
berjudul Aplikasi Model Konservasi Levine dalam Asuhan
Keperawatan pada
Anak Kanker yang Mengalami Masalah Nutrisi Di RSUPN Dr.
Cipto
Mangunkusumo Jakarta
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
memberikan
masukan, bimbingan, dukungan dan bantuannya sehingga Karya
Ilmiah Akhir ini
dapat terselesaikan sesuai waktu yang telah ditentukan.
1. Ibu Nani Nurhaeni, S.Kp, M.N selaku dosen pembimbing yang
telah banyak
memberikan arahan, bimbingan, masukan dan pemahaman dalam
penyusunan
Karya Ilmiah Akhir ini.
2. Ibu Happy Hayati, M.Kep., Sp.Kep.An selaku pembimbing yang
telah
memberikan waktu, masukan dan bimbingan dalam penyusunan Karya
Ilmiah
Akhir ini.
3. Ibu dr. Endang Windiastuti, Sp. A (K) selaku penguji yang
telah meluangkan
waktunya untuk memberikan arahan dan masukan.
4. Ibu Yuliana Hanaratri, MAN selaku penguji yang telah
meluangkan waktunya
untuk memberikan arahan dan masukan.
5. Ibu Titi Sulastri, M.Kes selaku penguji yang telah meluangkan
waktunya
untuk memberikan arahan dan masukan.
6. Ibu Dewi Irawaty, MA., PhD sebagai Dekan Fakultas Ilmu
Keperawatan
Universitas Indonesia.
7. Ibu Astuti Yuni Nursasi, S,Kp, M.N sebagai Ketua Program
Studi Pasca
Sarjana Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
8. Seluruh staf dan karyawan Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUPN Cipto
Mangunkusumo Jakarta yang telah memberikan bantuan yang besar
dan
kerjasama yang baik selama praktik residensi I dan II
-
vi Universitas Indonesia
9. Seluruh dosen pengajar Program Studi Magister Ilmu
Keperawatan Peminatan
Keperawatan Anak yang membantu dalam pembelajaran keilmuan
terkait
keperawatan anak.
10. Pihak-pihak terkait dalam Karya Ilmiah Akhir ini, yang tidak
dapat penulis
sebutkan satu per satu, terimakasih atas informasi yang
disampaikan.
11. Orang tua, suami dan anakku tercinta yang telah memberikan
dukungan, doa,
semangat, dan kasih sayangnya sepanjang waktu.
12. Teman-teman seangkatan yang telah memberikan semangat dan
kerjasamanya
selama ini.
Semoga Tuhan YME senantiasa memberikan kemudahan, rejeki,
kesehatan dan
kebaikan atas segala dukungan dan bantuannya selama penyusunan
Karya Ilmiah
Akhir ini. Akhir kata, penulis berharap Karya Ilmiah Akhir ini
dapat bermanfaat
bagi banyak pihak.
Depok, Juni 2013
Penulis
-
ix Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama : ProgramStudi : Judul :
Lina Dewi Anggraeni Ners Spesialis Keperawatan Anak Aplikasi
Model Konservasi Levine dalam Asuhan Keperawatan Pada Anak Kanker
yang Mengalami Masalah Nutrisi Di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
Jakarta
Masalah nutrisi merupakan permasalahan yang sering dihadapi oleh
anak kanker. Tujuan penulisan Karya Ilmiah Akhir ini adalah
memberikan gambaran pelaksanaan Praktik Residensi Keperawatan Anak
kanker yang mengalami masalah nutrisi dengan mengaplikasikan Model
Konservasi Levine. Dalam pencapaian kompetensi sebagai Ners
Spesialis Keperawatan Anak residen telah menjalankan peran sebagai
pemberi asuhan keperawatan, peran koordinasi dan kolaborasi,
pembuatan keputusan etik, advocator, dan innovator. Aplikasi Model
Konservasi Levine tertuang dalam lima kasus terpilih, dimana
trophicognosis yang umum ditemukan adalah ketidakseimbangan nutrisi
kurang atau lebih dari kebutuhan tubuh. Intervensi diberikan
berdasarkan empat prinsip konservasi. Hasil evaluasi terhadap
trophicognosis ketidakseimbangan nutrisi menunjukkan adanya
peningkatan terhadap kemampuan konservasi energi. Model Konservasi
Levine dapat diterapkan pada klien anak dengan kanker yang
mengalami masalah nutrisi. Pencapaian kompetensi dalam praktik
residensi keperawatan anak telah memperkaya dan meningkatkan
pengetahuan serta keterampilan klinis residen. Kata kunci: Anak
dengan kanker; Malnutrisi; Model Konservasi Levine; Nutrisi;
Overweight/obesitas
-
x Universitas Indonesia
ABSTRACT
Nama : Study Program : Judul :
Lina Dewi Anggraeni Specialist Pediatric Nurse Program The
Application of Levine Conservation Model of Nursing Care in
Children with Cancer Who Have Nutrition Problem at RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo Jakarta
Nutritional problem is commonly faced by children with cancer.
The aim of this final assignment was to provide Nursing Practice
Residency implementation of children with cancer which have
nutritional problems by applying Levine Conservation Model.
Competencies that had been made included providing nursing care,
coordination and collaboration, ethical decision making, advocator
and innovator. Levine Conservation Model was applied in five
selected cases and the trophicognosis commonly found was imbalanced
nutrition supply of the body needs. Interventions were given based
on the four principles of conservation, that are conservation of
energy, conservation of structural integrity, conservation of
personal integrity, and conservation of social integrity.
Evaluation of nutritional imbalance trophicognosis showed an
increase in energy conservation ability. Levine Conservation Model
can be applied to children with cancer who have a nutrition
problem. Achievement of competence in the practice residency of
nursing children have enriching and improving knowledge and
clinical skills of resident. Keywords: Child with cancer; Levine
Conservation Model; Malnutrition; Overweight/obesity.
-
xi Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
Hal.
HALAMAN JUDUL .
HALAMAN PERSETUJUAN ..........
HALAMAN PENGESAHAN ...
KATA PENGANTAR ..
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ..
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
ABSTRAK
DAFTAR ISI .
DAFTAR SKEMA ............
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL .
DAFTAR LAMPIRAN .
BAB 1. PENDAHULUAN ..
1.1 Latar belakang .........
1.2 Tujuan ...........
1.3 Sistematika penulisan ...
BAB 2. APLIKASI TEORI KEPERAWATAN PADA ASUHAN
KEPERAWATAN .
2.1 Gambaran kasus ....
2.2 Tinjauan teoritis ....
2.3 Integrasi Model Konservasi Levine menurut Levine dalam
Proses
Keperawatan ..........
2.4 Aplikasi Teori keperawatan pada kasus terpilih ...
BAB 3. PENCAPAIAN KOMPETENSI ...
3.1 Pencapaian kompetensi dalam praktik residensi keperawatan
anak .
3.2 Peran Ners Spesialis Keperawatan Anak ..
BAB 4. PEMBAHASAN .........
4.1 Penerapan Model Konservasi Levine dalam Asuhan Keperawatan
pada
Anak dengan Kanker yang mengalami Masalah Nutrisi ...
ii
iii
iv
v
vii
viii
ix
xi
xiii
xiv
xv
xvi
1
1
13
13
15
15
20
52
60
103
103
108
113
113
-
xii Universitas Indonesia
4.2 Pencapaian kompetensi selama melakukan praktik residensi
..
BAB 5. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan ...
2.2 Saran ..
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
136
139
139
141
-
xiii Universitas Indonesia
DAFTAR SKEMA
Skema 2.1 Integrasi Model Konservasi Levine dalam Proses
Keperawatan
pada Anak dengan Kanker .
Skema 2.2 Integrasi Model Konservasi Levine dalam Proses
Keperawatan
pada Anak dengan Limfoma Burkitt .
Skema 3.1 Kerangka Kompetensi Perawat Spesialis menurut
International
Council of Nurses (ICN)
58
59
112
-
xiv Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Fase Mukosistis
............................................................................
35
-
xv Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Estimasi kebutuhan kalori harian pada anak diatas 1
tahun ......... ... 28
-
xvi Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kontrak Belajar Keperawatan Klinik Khusus
Lampiran 2 Aplikasi Teori Keperawatan pada Kasus Terpilih
Lampiran 3 Proyek Inovasi
-
1 Universitas Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang Kanker adalah suatu pertumbuhan sel yang
abnormal dan berkembang secara
progresif, sehingga sel kehilangan kemampuan untuk melakukan
fungsinya
dengan baik. Hal ini disebabkan karena adanya perubahan
deoxyribonucleic
acid (DNA) (James & Ashwill, 2007). van Bokhorst-de van der
Schueren
(2005) mengungkapkan bahwa kanker adalah suatu penyakit sistemik
yang
secara langsung mempengaruhi sel dan dapat menyebar ke daerah
lain. Hal ini
menyebabkan berbagai komplikasi dan hilangnya fungsi organ
secara
progresif, yang pada akhirnya akan mempengaruhi status gizi.
Berdasarkan
beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kanker
adalah suatu
kondisi dimana sel mengalami suatu perubahan (mutasi) dari
deoxyribonucleic
acid (DNA). Perubahan tersebut mengakibatkan sel mengalami
pertumbuhan
yang abnormal, progresif, dan tidak terkendali, sehingga sel
tersebut
kehilangan kemampuan untuk melakukan fungsinya dengan baik.
Selain itu
perkembangan penyakit ini dapat mempengaruhi status gizi
penderita. Kanker
dapat menyerang bagian manapun dari anggota tubuh manusia
tanpa memandang usia dan jenis kelamin. Tidak hanya orang tua
baik pria
maupun wanita, kanker juga banyak menyerang anak-anak bahkan
balita.
Kanker merupakan penyebab utama kematian pada anak-anak di
seluruh
dunia, yang terjadi setelah anak melewati usia bayi (Hockenberry
& Wilson,
2009). Data statistik resmi dari International Agency for
Research on Cancer
(IARC) menyebutkan bahwa satu dari 600 anak akan menderita
kanker
sebelum umur 16 tahun (Cutland, 2011). Data dunia menyebutkan
bahwa,
setiap tahunnya lebih dari 175.058 anak usia nol sampai 14 tahun
terdiagnosis
kanker (Globocan, 2008). Menurut American Cancer Society/ACS
(2012)
insiden kanker pada anak mengalami peningkatan yang cepat
sekitar 0,5%
setiap tahun, dari tahun 2004-2008.
-
2
Universitas Indonesia
Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, mencatat
bahwa
permasalahan kanker pada anak saat ini menjadi persoalan yang
cukup besar
(Depkes RI, 2011). Menurut Globocan (2008), terdapat sekitar
7448 anak
Indonesia terdiagnosis kanker setiap tahunnya. Yayasan Onkologi
Anak
Indonesia (YOAI, 2009) menyebutkan bahwa di Jakarta dan
sekitarnya
dengan jumlah penduduk 12 juta jiwa, diperkirakan terdapat 650
pasien
kanker anak per tahun. Data Rumah Sakit Umum Pendidikan
Nasional
(RSUPN) Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, menunjukkan bahwa pada
tahun
2012, penyakit utama anak yang dirawat adalah kanker (Departemen
Ilmu
Kesehatan Anak RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, 2012).
Berdasarkan data dunia, jenis kanker pada anak yang terjadi pada
usia 0-14
tahun, diantaranya leukemia sebesar 30%, kanker otak dan saraf
sistem
sebesar 12,3%, non-Hodgkin limfoma sebesar 10,7%, tumor wilms
sebesar
5,3%, Hodgkin limfoma sebesar 4,2%, kanker hati sebesar 2,1%
(IARC,
2008). Jenis kanker di Indonesia yang terjadi pada anak usia
0-14 tahun
diperkirakan sekitar 2,5% dari keseluruhan jenis kanker pada
semua usia,
insidens leukemia sebesar 44,8%, kanker otak dan sistem saraf
sebesar 9,7%,
non-Hodgkin limfoma sebesar 7,5%, dan tumor wilms sebesar 3,7%
(IARC,
2008).
Kanker pada anak merupakan masalah yang cukup kompleks
mengingat
penanganan (perawatan dan pengobatan) penyakit tersebut dapat
memberikan
dampak terhadap aspek bio-psiko-sosio-spiritual anak. Maka
penanganannya
memerlukan kerjasama multi disiplin profesi kesehatan dan salah
satunya
adalah perawat. Perawat diharapkan mampu memberikan asuhan
keperawatan
anak dalam konteks keluarga secara holistik yang mencakup aspek
bio-psiko-
sosio-spiritual guna mengurangi komplikasi dari permasalahan
tersebut.
Permasalahan umum yang sering terjadi pada pasien yang dirawat
di rumah
sakit adalah malnutrisi (Wiryana, 2007). Barker, Gout dan Crowe
(2011) dan
Mehta et al (2013) mengungkapkan bahwa malnutrisi adalah suatu
istilah yang
-
3
Universitas Indonesia
digunakan untuk menggambarkan ketidakseimbangan nutrisi baik
undernutrition (underweight) maupun overnutrition
(overweight/obesitas).
European Society of Parenteral and Enteral Nutrition (ESPEN)
mengklarifikasi definisi malnutrisi dengan menyoroti perbedaan
antara
kaheksia, sarkopenia (hilangnya massa dan fungsi otot) dan
malnutrisi
(underweight) (Muscaritoli et al., 2010). Kaheksia dapat
didefinisikan sebagai
sindrom multifaktor yang ditandai dengan kehilangan berat badan,
lemak dan
otot serta peningkatan katabolisme protein karena penyakit yang
mendasari
(Muscaritoli et al., 2010; Holmes, 2011). Oleh karena itu,
malnutrisi pada
pasien rawat inap merupakan kombinasi dari kaheksia dan
malnutrisi
(underweight).
Menurut Mehta et al (2013) malnutrisi (underweight) adalah
ketidakseimbangan antara asupan dan kebutuhan nutrisi.
Ketidakseimbangan
tersebut dapat mengakibatkan defisit energi, protein, atau
mikronutrien, yang
pada akhirnya berdampak negatif terhadap pertumbuhan dan
perkembangan.
Malnutrisi merupakan permasalahan yang sering ditemukan pada
anak dengan
kanker, hal ini berkaitan erat dengan penyakit yang mendasarinya
(kanker)
dan efek samping pengobatan (Yarbro, Wujcik, & Gobel, 2011).
Akbulut
(2011), mengungkapkan malnutrisi pada anak dengan kanker
dihubungkan
dengan kaheksia yang merupakan interaksi komplek dari inflamasi
sitokin dan
metabolisme tubuh. Kanker kaheksia atau cancer anorexia-cachexia
syndrome
(CACS) merupakan sindrom multifaktor, yang dikarakteristikkan
dengan
penurunan berat badan, lemak, dan otot, serta perubahan
katabolisme protein
(Holmes, 2011), menurut sumber lain berupa anoreksia, rasa cepat
kenyang,
dan asthenia (kelemahan baik secara fisik maupun mental)
(Akbulut, 2011).
Salah satu manifestasi kanker kaheksia adalah anoreksia.
Anoreksia adalah
suatu keadaan yang ditandai dengan penurunan keinginan untuk
makan, yang
dapat menyebabkan berkurangnya asupan nutrisi. Beberapa hasil
penelitian
menyebutkan bahwa penurunan nafsu makan terjadi akibat adanya
respon tuan
rumah (host) terhadap sel kanker. Keadaan ini dapat menyebabkan
perubahan
-
4
Universitas Indonesia
pada hormon (seperti leptin, ghrelin), neuropeptida, dan
cytokinin (Yarbro,
Wujcik, & Gobel, 2011). Menurut Laviano et al (2008)
cytokinin, termasuk
tumor necrosis factor- (TNF- ), interferon-, leukemia inhibitory
factor
(LIF), interleukin 1 dan 6, dan ciliary neurotrophic factor
(CNTF) memainkan
peran penting dalam pengaturan asupan nutrisi dan berat
badan.
Penurunan nafsu makan juga dapat disebabkan oleh faktor
psikologis seperti
depresi, cemas, nyeri, dan faktor situasional (seperti isolasi,
tidak menyukai
makanan rumah sakit). Fatigue, merupakan manifestasi yang
sering
dilaporkan pada penderita kanker, dan sering dihubungkan dengan
penurunan
asupan nutrisi. Kondisi ini sering kali menggangu aktivitas
sehari-hari dan
mungkin membatasi kemampuan klien untuk memperoleh dan
menyiapkan
makan (Yarbro, Wujcik, & Gobel, 2011). Anoreksia pada anak
dengan kanker
juga dapat terjadi karena adanya obstruksi mekanik di sepanjang
traktus
gastrointestinal. Hal ini menyebabkan berkurangnya asupan
makanan
(Sungurtekin et al, 2004).
Kanker kaheksia juga dapat disebabkan oleh perubahan
metabolisme. Respon
tuan rumah (host) terhadap sel kanker dapat menyebabkan
perubahan
metabolisme makronutrien (karbohidrat, protein, dan lemak).
Glukosa
merupakan substansi energi untuk tubuh, yang digunakan untuk
mendukung
fungsi organ vital. Pada anak dengan kanker, asupan glukosa
sebagai sumber
energi menjadi kurang karena anoreksia, nausea, dan perasaan
kenyang.
Asupan glukosa yang tidak adekuat, menyebabkan tubuh
memproduksi
glukosa dengan melakukan glukoneogenesis, memproduksi glukosa
dari
laktat, asam amino, dan asam lemak bebas. Hal ini dapat
menyebabkan
resistensi sel terhadap insulin (Mantovanni et al, 2006).
Berdasarkan hasil studi yang dilakukan oleh Brinksma, Huizinga,
Sulkers,
Kamp, Roodbol, dan Tissing (2012), disimpulkan bahwa malnutrisi
yang
terjadi pada pasien leukemia adalah 5-10% saat diagnosis, dan
0-5% selama
pengobatan. Selain itu, disimpulkan juga bahwa malnutrisi lebih
banyak
-
5
Universitas Indonesia
terjadi pada anak dengan tumor padat. Malnutrisi yang terjadi
pada kasus
neuroblastoma adalah 50% pada saat diagnosis dan 20-50%
selama
pengobatan, pada kasus medulloblastoma dan Primitive Neuro
Ectodermal
Tumor (PNET) sebanyak 31% saat diagnosis, dan pada kasus lain
berkisar
antara 0% sampai 30% pada saat diagnosis dan selama
pengobatan.
Pernyataan tersebut didukung oleh Bauer, Jurgens, dan Fruhwald
(2011), yang
mengungkapkan bahwa malnutrisi lebih banyak terjadi pada anak
dengan
tumor padat.
Prevalensi masalah malnutrisi pada anak dengan kanker berkisar
60%, dan
berkaitan erat dengan pemberian pengobatan (Montgomery et al,
2013).
Penanganan (perawatan dan pengobatan) kanker pada anak adalah
dengan
kemoterapi, operasi atau pembedahan dan radioterapi (James &
Aswill, 2007)
atau gabungan antara kemoterapi dan radioterapi (Hockenberry
& Wilson,
2009). Terapi yang diberikan pada pasien kanker bertujuan
untuk
menyembuhkan penyakit atau memperpanjang umur, serta
meningkatkan
kualitas hidup (Hockenberry & Wilson, 2009). Pengobatan
kanker ini
memberikan dampak yang positif dan negatif. Dampak positif pada
pemberian
kemoterapi adalah membunuh sel-sel kanker yang berkembang dengan
cepat
(James & Ashwill, 2007). Dampak negatif yang akan dialami
oleh pasien
diantaranya adalah penekanan sumsum tulang (neutropenia, anemia,
dan
trombositopenia), fatigue/kelelahan (Ericson, 2004),
mual-muntah, anoreksia,
konstipasi, diare, rambut rontok, esophagitis dan mukositis
(James & Ashwill,
2007; Hockenberry & Wilson, 2009; Tomlinson & Kline,
2010).
Perubahan sensasi rasa dan bau yang dialami oleh penderita
kanker,
dihubungkan dengan penggunaan beberapa agen kemoterapi,
diantaranya
cisplatin, doxorubicin, carboplatin, methotrexate,
5-fluorouracil, levamisole,
dan cyclophosphamide (Bernhardson, Tisheelman, & Rutqvist,
2008). Selain
itu, agen kemoterapi juga dapat merusak sel mukosa, sensori
rasa, dan reseptor
penciuman. Hal ini berkontribusi terhadap kejadian anoreksia dan
penurunan
asupan nutrisi (Duggan, Watkins, & Walker, 2008). Efek
samping negatif dari
-
6
Universitas Indonesia
kemoterapi yang sering ditemukan pada anak, diantaranya adalah
mual dan
muntah. Mual dan muntah dapat terjadi dengan segera (akut)
setelah
pemberian kemoterapi atau dalam onset lambat (Yarbro, Wujcik,
& Gobel,
2011). Menurut James dan Ashwill (2007), agen kemoterapi juga
dapat
menyebabkan pengelupasan (cedera) pada jaringan mukosa di
sepanjang
saluran percernaan, yang dapat berkembang menjadi mukositis
dan
esophagitis. Kondisi ini dapat menimbulkan rasa nyeri dan
berkontribusi
terhadap penurunan asupan nutrisi.
Kemoterapi juga dapat berkontribusi terhadap kejadian
konstipasi. James dan
Ashwill (2007) menjelaskan bahwa konstipasi dapat diperburuk
dengan
adanya penurunan aktivitas, nyeri karena pengobatan, dan
rendahnya asupan
nutrisi. Selain itu, pengeluaran feses yang keras dapat
menyebabkan abrasi
pada membran mukosa rektum dan dapat meningkatkan resiko
terjadinya
infeksi bakteri dalam darah. Gangguan pola eliminasi lain yang
terjadi adalah
diare. Menurut Berger, Shuster, dan Von Roenn (2007) diare
biasanya terjadi
dua (2) sampai 14 hari setelah pemberian kemoterapi dan
disebabkan oleh
agen kemoterapi seperti fluoropyrimidine dan paclitaxel. Selain
itu, diare
dapat menyebabkan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit,
malnutrisi,
kehilangan albumin, dan menyebabkan pengurangan dosis kemoterapi
yang
pada akhirnya menyebabkan perawatan lebih lama.
Permasalahan nutrisi pada anak dengan kanker bukan hanya
underweight
tetapi juga overweight/obesity. Lughetti, Bruzzi, Predieri, dan
Paolucci (2012)
mengungkapkan bahwa obesitas merupakan salah satu kondisi kronis
yang
mempengaruhi kesehatan di seluruh dunia dan mempengaruhi para
penderita
kanker. Hal ini juga berdampak pada meningkatnya angka kesakitan
dan
kematian. Obesitas sering ditemukan pada pasien dengan leukemia
limfositik
akut (LLA), baik selama dan setelah kemoterapi (Orgel, 2011).
Tahun pertama
pengobatan LLA merupakan periode yang paling sering dilaporkan
adanya
peningkatan berat badan, terutama akhir dari fase kondolidasi
(50%)
(Arguelles, Barrios, Buno, Madero, & Argente, 2000). Hal
yang sama
-
7
Universitas Indonesia
diungkapkan oleh Oeffinger et al (2003), bahwa LLA memiliki
prevalensi
lebih tinggi untuk mengalami obesitas (30-50%), hal ini mungkin
akibat dari
pengobatan.
Faktor pengobatan yang dapat meningkatkan risiko
obesitas/overweight pada
anak dengan kanker adalah penggunaan steroid dosis tinggi selama
fase
induksi dan reinduksi (dalam remisi) (Sala Pencharz & Barr,
2004).
Pengobatan glukokortikoid, dalam hal ini dexamethasone merupakan
salah
satu pengobatan yang penting pada anak yang menderita leukemia
(Vries et
al., 2008). Dexamethasone dapat menyebabkan apoptosis dan
menstimulasi
respon glukokortikoid yang merupakan indikator awal respon tubuh
terhadap
kemoterapi. Selain itu, dexamethasone memberikan efek yang lebih
signifikan
daripada prednisone dalam menurunkan kejadian relaps dan
meningkatkan
keberhasilan terhadap pengobatan. Pengobatan glukokortikoid
untuk hampir
semua kasus leukemia limfositik pada anak dapat meningkatkan
asupan
energi, dan efek ini memberikan kontribusi terhadap peningkatan
berat badan
yang pada akhirnya mengakibatkan obesitas/overweight (Sala,
Pencharz &
Barr, 2004).
Faktor lain yang juga dapat meningkatkan risiko
obesitas/overweight pada
anak dengan kanker adalah penumpukan lemak (adiposity). Miller,
Lipstiz,
dan Mitnik (2010) mengungkapkan bahwa penyebab terjadinya
penumpukan
lemak (adiposity) hingga saat ini belum dipahami secara jelas.
Namun, teori
lain menyebutkan bahwa pengobatan glukokortikoid dapat
meningkatkan
penumpukan lemak (adiposity) dengan menekan sekresi hormon
pertumbuhan
(Marky, Mellander, Lannering, & Albertsson-Wikland, 1991
dalam Lughetti,
Bruzzi, Predieri & Paolucci, 2012) atau hal tersebut
menyebabkan resistensi
terhadap leptin (Davies, Evans, Jones, Evans, Jenney, &
Gregory, 2004).
Menurut Lughetti, Bruzzi, Predieri dan Paolucci (2012), faktor
lingkungan
memberikan pengaruh terhadap peningkatan kejadian obesitas
selama dan
setelah pengobatan LLA. Selama pengobatan, anak dengan kanker
biasanya
mengalami perubahan aktivitas sehari-hari, seperti peningkatan
asupan energi
-
8
Universitas Indonesia
dan penurunan aktivitas fisik. Penurunan aktivitas fisik
disebabkan sejumlah
faktor, termasuk kapasitas latihan berkurang, penurunan fungsi
motorik,
penurunan keinginan untuk melakukan kegiatan rekreasi dan over
protective.
Permasalahan nutrisi baik underweight maupun obesitas/overweight
yang
dialami oleh anak dengan kanker akan mempengaruhi kualitas
hidupnya.
Malnutrisi yang terjadi pada anak kanker memiliki konsekuensi
baik jangka
pendek maupun jangka panjang. Menurut Bauer, Jurgens, dan
Fruhwald
(2011), konsekuensi malnutrisi jangka pendek yang terjadi pada
anak kanker
berupa penurunan fungsi otot dan lemak tubuh, yang pada akhirnya
akan
merubah komposisi tubuh, penurunan toleransi dan respon
terhadap
kemoterapi, terlambatnya pengobatan, gangguan biokimia tubuh
seperti
anemia dan hipoalbuminemia, serta meningkatkan risiko infeksi.
Konsekuensi
malnutrisi jangka panjang meliputi gangguan pertumbuhan,
gangguan
neurodevelopment, kepadatan tulang yang abnormal, penurunan
kualitas hidup
dan peningkatan risiko terjadinya kanker sekunder (Bauer,
Jurgens, &
Fruhwald, 2011).
Konsekuensi jangka panjang pada anak dengan leukemia yang
telah
menyelesaikan terapi seringkali menjadi kekhawatiran
tersendiri.
Obesitas/overweight merupakan hasil dari akumulasi lemak yang
berlebihan.
Lemak yang merupakan jaringan metabolik aktif, akan memproduksi
faktor
proinflammatory yang berkontribusi terhadap inflamasi vaskular.
Hal ini
merupakan predisposisi pembentukan lesi vascular
atherosclerotic, yang pada
akhirnya anak dengan kanker rentan terhadap premature
atherosclerotic
(Miller, Lipstiz, & Mitnik, 2010). Maldonado-Alczar,
Nez-Enrquez,
Garca-Ruiz, Fajardo-Gutierrez dan Meja-Arangure (2013)
mengungkapkan
bahwa anak dengan kanker berisiko mengalami resistensi insulin,
diabetes
melitus, hipertensi, dislipidemia dan peningkatan risiko
kardiovaskular.
Menurut Butturini et al (2007) obesitas yang terjadi saat
diagnosis juga
diyakini dapat memprediksi anak dengan ALL mengalami relaps.
-
9
Universitas Indonesia
Permasalahan nutrisi baik underweight maupun obesitas/overweight
yang
dialami oleh anak penderita kanker harus ditangani sejak dini
oleh tim
kesehatan termasuk tenaga perawat. Perawat adalah individu yang
selalu
berhubungan dengan anak dan keluarga. International Council of
Nurses/ICN
(2012) mengungkapkan bahwa keperawatan meliputi pemberian
tindakan
keperawatan baik secara mandiri maupun kolaborasi terhadap
seorang
individu tanpa membedakan usia, keluarga, kelompok dan
masyarakat, sakit
atau sehat dalam semua kondisi. Perawat spesialis khususnya
perawat anak
berperan untuk memberikan praktik profesional yang memiliki
akuntabilitas
dengan tetap memperhatikan aspek etik dan legal (professional,
ethical and
legal practice), memberikan asuhan dan manajemen asuhan
keperawatan
(care provision and management), dan mengembangkan
profesionalisme
untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan asuhan keperawatan
(professional, personal and quality development) (ICN, 2009).
Keperawatan
memiliki peran penting dalam membantu individu yang sakit atau
sehat untuk
menanggapi berbagai stresor. Hal ini dilakukan untuk mencapai
kesejahteraan
yang optimal dan meningkatkan kualitas hidup individu.
Ruang non infeksi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo merupakan rumah
sakit
rujukan nasional yang menyediakan perawatan bagi anak dengan
berbergai
penyakit non infeksi kelas III termasuk di dalamnya adalah
kanker pada anak.
Berdasarkan hasil dokumentasi ruangan (Januari-Desember 2012)
didapatkan
bahwa lima penyakit terbesar yang dirawat di ruang non infeksi
adalah
leukemia (43,54%), retinoblastoma (18,57%), neuroblastoma
(10,2%),
limfoma maligna (6,09%), dan osteosarkoma (5,51%). Hasil
dokumentasi
ruangan (Januari-Maret 2013) menunjukkan bahwa leukemia
limfositik akut
tetap berada pada posisi pertama sebanyak 30,9%, diikuti oleh
leukemia
mieloblastik akut (11,89%), retinoblastoma (9,35%), dan kanker
nasofaring,
rabdomiosarkoma, dan osteosarkoma (4,06%). Berdasarkan hasil
pengamatan
yang dilakukan oleh residen pada saat praktik di ruang anak non
infeksi
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo (periode 18 Februari sampai dengan
10
Mei 2013), didapatkan bahwa dari pasien yang mengalami keganasan
59,61%
-
10
Universitas Indonesia
memiliki status gizi baik, 26,92% memiliki status gizi kurang,
6,15% memiliki
status gizi buruk, 5% memiliki status gizi lebih (overweight),
dan 2,31%
mengalami obesitas.
Penanganan masalah nutrisi pada setiap anak dengan kanker
berbeda satu
dengan lainnya. Nutrisi dan energi akan lebih banyak terpakai
apabila terdapat
sel kanker dalam tubuh anak. Ketika seorang anak yang menderita
kanker
tidak mendapatkan nutrisi yang adekuat, maka akan terjadi
ketidakseimbangan
nutrisi/energi. Berman, Snyder, Kozier, dan Erb (2009)
mengungkapkan
bahwa keseimbangan energi seseorang ditentukan dengan
membandingkan
antara asupan energi dan pengeluaran energi. Untuk mencapai
keseimbangan
energi maka asupan dan pengeluaran energi harus seimbang. Hal
ini
menekankan bahwa nutrisi yang adekuat sangat dibutuhkan
untuk
mempertahankan keseimbangan energi pada anak dengan kanker
yang
mengalami masalah nutrisi. Salah satu teori keperawatan yang
berfokus pada
keseimbangan energi adalah Levines Conservation Model (Model
Konservasi
Levine) (Alligood, 2010; Tomey & Alligood, 2010).
Parker (2005) mengungkapkan bahwa Model Konservasi Levine
telah
diaplikasikan sebagai kerangka kerja dalam berbagai area praktik
keperawatan
diantaranya area obstetrik, neonatologi, pediatrik, geriatrik,
dan perawatan
jangka panjang. Ekman dan Ehrenberg (2002) telah menerapkan
Model
Konservasi Levine terhadap pemberian asuhan keperawatan pada
lansia
penderita gagal jantung kongestif yang mengalami
kelelahan/fatigue. Menurut
Model Konservasi Levine (Levine, 1973 dalam Ekman &
Ehrenberg, 2002),
fatigue/kelelahan merupakan manifestasi dari upaya tubuh
untuk
mempertahankan dirinya sendiri, terjadi ketika pasokan energi
tidak dapat
memenuhi permintaan energi. Proses ini mempengaruhi kondisi
emosional
dan kesejahteraan fisik pasien dan mengancam keutuhan
(wholeness).
Mefford (2004) mengembangkan dan menguji teori promosi kesehatan
pada
bayi preterm berdasarkan Model Konservasi Levine, yang dapat
digunakan
-
11
Universitas Indonesia
untuk memandu praktik keperawatan neonatus. Menurut Mefford
(2004),
pengkajian dan intervensi keperawatan tidak hanya berfokus pada
perubahan
fisiologis anak tetapi juga kebutuhan dukungan psikososial bagi
keluarga. Hal
ini menunjukkan bahwa aplikasi dari praktik keperawatan yang
holistik
berdasarkan pada teori keperawatan dapat membantu meningkatkan
kesehatan
klien dan keluarga. Gregory (2008) menemukan bahwa
necrotizing
enterocolitis/NEC berkembang pada bayi prematur yang tidak
mendapatkan
nutrisi enteral (ASI). Hal tersebut juga dapat disebabkan karena
meningkatnya
kebutuhan oksigenasi yang digunakan untuk mempertahankan organ
vital lain,
sehingga proses oksigenasi pada saluran pencernaan tidak
terpenuhi. Model
Konservasi Levine diharapkan juga mampu dijadikan sebagai
panduan dalam
pemberian asuhan keperawatan pada anak penderita kanker yang
mengalami
masalah dalam menjaga keseimbangan energi, gangguan pada
integritas
struktural, integritas personal, maupun integritas sosial.
Model Konservasi Levine mendeskripsikan tentang cara yang
kompleks yang
memungkinkan individu (anak) untuk melanjutkan fungsi
meskipun
dihadapkan pada tantangan/hambatan yang sangat berat (Levine,
1990 dalam
Parker, 2005). Model Konservasi Levine memandu perawat untuk
fokus pada
pengaruh dan tanggapan individu sesuai tingkat organismik.
Perawat
diharapkan mampu menyelesaikan tujuan model melalui prinsip
konservasi
energi, struktur, integritas personal dan sosial (Levine, 1967
dalam Tomey &
Alligood, 2010). Prinsip-prinsip tersebut merupakan sarana untuk
menilai
apakah anak cukup memiliki bekal untuk melakukan proses
adaptasi
(Alligood, 2010; Tomey & Alligood, 2010).
Model Konservasi Levine mengidentifikasi tiga (3) konsep penting
dalam
penggunaan konsep modelnya yaitu adaptasi (adaptation),
keutuhan
(wholeness), dan konservasi (conservation). Adaptasi adalah
suatu proses
perubahan, dimana individu mampu mempertahankan integritas dalam
realitas
lingkungan tertentu (Levine, 1973 dalam Tomey & Alligood,
2010).
Kemampuan adaptasi setiap individu berbeda-beda menurut waktu
(histority),
-
12
Universitas Indonesia
karakter individu (specifity), dan tingkat kemampuan adaptasi
(redundancy)
(Levine 1991, dalam Tomey & Alligood, 2010). Hasil akhir
dari adaptasi
(proses perubahan) adalah konservasi. Konservasi bertujuan untuk
memelihara
keutuhan dan keseimbangan yang terdapat pada diri individu
tersebut (Levine,
1973 dalam Mock et al, 2007). Keutuhan (wholeness) menjadi ada
ketika
interaksi atau adaptasi terjadi secara terus-menerus (konstan)
antara organisme
dengan lingkungannya (Levine, 1991 dalam Tomey & Alligood,
2010).
Prinsip konservasi yang mendasari model ini adalah konservasi
energi,
konservasi integritas struktural, konservasi integritas personal
dan konservasi
integritas sosial (Levine 1989 dalam Mock et al, 2007). Selama
konservasi ini,
diharapkan individu (anak) dapat menghadapi
rintangan/hambatan,
beradaptasi, dan mempertahankan keunikannya. Ketika tantangan
lingkungan
terjadi, seperti dalam kasus kanker dan pengobatannya, anak
memulai proses
multidimensional adaptasi untuk mempertahankan hidup dan
melestarikan
adaptasi. Diagnosis kanker dan pengobatannya (pembedahan,
kemoterapi dan
radioterapi) menghasilkan perubahan lingkungan biokimia (ancaman
terhadap
integritas struktural) dan menciptakan tekanan psikososial yang
berkaitan
dengan kelangsungan hidup dan kualitas hidup (ancaman terhadap
integritas
personal dan sosial).
Levine mempercayai bahwa perawatan yang berorientasi pada pasien
(patient
center care) adalah pelayanan keperawatan yang bersifat
individual
(individualized nursing care) (Levine, 1973 dalam Parker, 2005).
Perawat
dapat membantu individu beradaptasi demi mempertahankan
keunikan
individu tersebut. Hal ini dilakukan dengan serangkaian tahapan
proses
keperawatan. Menurut Levine proses keperawatan dilakukan
dengan
menggunakan pemikiran kritis, diantaranya melakukan
pengkajian
(mengumpulkan data melalui wawancara dan observasi),
trophicognosis
(menyimpulkan fakta dan menentukan sebuah keputusan mengenai
bantuan
yang dibutuhkan pasien). Tahap selanjutnya adalah melakukan
hipotesis
-
13
Universitas Indonesia
(rencana keperawatan), melakukan intervensi keperawatan dan
evaluasi
keperawatan (Alligood, 2010).
Berdasarkan uraian diatas, residen merasa tertarik untuk
mengaplikasikan dan
menganalisis asuhan keperawatan pada anak kanker yang mengalami
masalah
nutrisi dengan menggunakan pendekatan Levines Conservation
Model
(Model Konservasi Levine).
1.2 Tujuan 1.2.1 Tujuan Umum
Memberikan gambaran aplikasi Model Konservasi menurut Levine
dalam
asuhan keperawatan pada anak penderita kanker yang mengalami
masalah
nutrisi.
1.2.2 Tujuan Khusus 1.2.2.1 Memberikan gambaran asuhan
keperawatan pada anak kanker yang
mengalami masalah nutrisi dengan menggunakan pendekatan
Model
Konservasi Levine.
1.2.2.2 Memberikan uraian analisis terhadap asuhan keperawatan
yang diberikan
pada anak penderita kanker yang mengalami masalah nutrisi
dengan
menggunakan pendekatan Model Konservasi Levine.
1.2.2.3 Memberikan gambaran pencapaian kompetensi dalam praktik
spesialis
keperawatan anak dan peran perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan secara profesional dengan memperhatikan aspek etik
dan
legal.
1.3 Sistematika penulisan Karya Ilmiah Akhir (KIA) ini terdiri
dari lima (5) bab, yang terdiri dari: Bab
satu (1), merupakan pendahuluan yang membahas latar belakang,
tujuan, dan
sistematika penulisan karya ilmiah akhir ini. Bab dua (2)
menguraikan aplikasi
teori keperawatan dalam pemberian asuhan keperawatan pada anak
yang
mengalami masalah nutrisi, yang meliputi uraian mengenai
gambaran kasus,
-
14
Universitas Indonesia
tinjauan teori, integrasi teori dan konsep keperawatan dalam
proses asuhan
keperawatan dan aplikasi teori keperawatan pada kasus terpilih.
Bab tiga (3),
menguraikan pencapaian kompetensi praktik residensi keperawatan
anak dan
peran perawat anak dalam pemberian asuhan keperawatan. Bab empat
(4),
memaparkan analisis penerapan Model Konservasi menurut Levine
dalam
asuhan keperawatan pada anak dengan masalah nutrisi dan
pencapaian target
kompetensi. Bab terakhir adalah bab lima (5), yang berisi
simpulan dan saran
dari seluruh proses penulisan karya ilmiah akhir (KIA).
-
15 Universitas Indonesia
BAB 2
APLIKASI TEORI KEPERAWATAN PADA PRAKTIK
RESIDENSI KEPERAWATAN ANAK
Bab 2 ini menguraikan gambaran kasus yang dikelola residen
selama melakukan
praktik residensi keperawatan anak lanjut I dan II di RSUPN Dr.
Cipto
Mangunkusumo. Gambaran kasus ini merupakan kasus terpilih pada
anak dengan
kanker yang mengalami masalah nutrisi, yang terdiri dari satu
kasus dengan
masalah nutrisi: lebih dari kebutuhan tubuh dan empat kasus
dengan masalah
nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh. Pada bab ini juga akan
diuraikan mengenai
tinjauan teoritis terkait dengan kasus yang dipilih, integrasi
teori dan konsep
keperawatan dalam proses keperawatan, dan aplikasi teori
keperawatan pada
kasus terpilih.
2.1 Gambaran kasus 2.1.1 Kasus 1
An. M. S, usia 3 tahun, jenis kelamin laki-laki, masuk ke RSUPN
Dr. Cipto
Mangunkusumo pada tanggal 28 Agustus 2012 dengan diagnosis
medis
tumor suprasella dan keluhan utama sesak nafas. Pada saat
dilakukan
pengkajian (18/09/2012), klien memasuki hari perawatan ke-22.
Ibu
mengatakan sesak nafas, batuk, dan pilek pada anaknya sudah
berkurang,
Kesadaran kompos mentis (CM), tampak lemah, suhu
36,9oC/axilla,
frekuensi nadi 120x/menit, tekanan darah 100/60mmHg, dan
frekuensi
pernafasan 42x/menit. Hasil pemeriksaan darah lengkap/DPL
(16/09/2012):
hemoglobin 10,9gr/dl dan hematokrit 33,3%, Hasil pemeriksaan
hitung jenis
didapatkan: eosinofil 3,4%, neutrofil 42,9%, dan limfosit 51,3%.
Ibu juga
mengatakan anaknya mengalami kelemahan pada kedua ekstremitas
bawah
dan ekstremitas atas sebelah kiri dan air kencingnya banyak
sekali. Saat ini,
ibu mengatakan anaknya masih malas untuk makan dan minum, serta
klien
terpasang Nasogastric Tube/NGT. Berat badan saat ini: 10,5 kg,
tinggi
badan 92 cm, lingkar lengan atas 10,5 cm, terdapat iga gambang,
wasting,
dan baggy pants. Kebutuhan kalori klien adalah 1625 kkal.
-
16
Universitas Indonesia
Masalah keperawatan yang muncul pada anak M. S adalah
ketidakefektifan
bersihan jalan nafas, ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari
kebutuhan,
risiko kekurangan volume cairan dan ketidakseimbangan
elektrolit,
hambatan mobilitas fisik, risiko keterlambatan pertumbuhan
dan
perkembangan, dan risiko cedera akibat profil darah abnormal.
Intervensi
keperawatan yang telah dilakukan, diantaranya: memantau tolerasi
nutrisi
per oral dan NGT, memberikan posisi semifowler pada klien,
memberikan
cairan secara adekuat, kolaborasi dalam pemenuhan nutrisi,
pemberian
antibiotik, transfusi, dan pemeriksaan laboratorium secara
berkala.
Hasil evaluasi setelah dilakukan intervensi selama 15 hari
adalah masalah
ketidakefektifan bersihan jalan nafas, keterbatasan aktivitas
teratasi, diare
dan hipertermi teratasi. Pemenuhan nutrisi adekuat, masalah
risiko
kekurangan volume cairan dan elektrolit tidak terjadi,
pertumbuhan dan
perkembangan klien dapat dipertahankan, dan risiko cidera akibat
profil
darah abnormal (penurunan kadar hemoglobin) tidak terjadi.
2.1.2 Kasus 2 An. S. N, usia 3 tahun 1 bulan, jenis kelamin
perempuan masuk ke RSUPN
Dr. Cipto Mangunkusumo pada tanggal 01/09/2012 dengan diagnosis
medis
Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) L1 B-lineage. Klien memiliki
riwayat
putus berobat setelah kemoterapi yang pertama. Klien
mendapatkan
perawatan di PICU selama 19 hari, dan pengkajian dilakukan pada
tanggal
24/09/2012 (perawatan hari ke 24). Kesadaran CM, suhu
36,9oC/axilla,
frekuensi nadi 100x/menit, kuat, regular, frekuensi pernafasan
28x/menit,
teratur, dan tekanan darah 100/66 mmHg. Ibu mengatakan anak
banyak
minum, banyak kencing, dan sering mengalami mimisan jika
anak
menangis. Klien jarang bermain dengan teman sebayanya, klien
lebih suka
menonton televisi dan bermain boneka bersama ibu dan
ayahnya.
Ibu juga mengatakan nafsu makan anaknya meningkat, berat badan
saat ini
14 kg, tinggi badan 82cm, dan lingkar perut 57cm, dan tampak
moonface.
-
17
Universitas Indonesia
Kebutuhan kalori klien 1500 didapatkan secara enteral yakni
dalam bentuk
makan biasa. Hasil pemeriksaan darah lengkap (24/09/2012):
prokalsitonin
1,17 mg/ml, hemoglobin 8,5 gr/dl, hematokrit 25,5%, leukosit
880/L,
trombosit: 40.000/L, dan eritrosit: 2.97 juta/L. Kadar absolute
neutrofil
count (ANC) adalah 0 sel/mikroliter.
Masalah keperawatan utama pada klien S. N adalah
ketidakseimbangan
nutrisi: lebih dari kebutuhan tubuh, risiko syok hipovolemik,
risiko cedera
akibat profil darah abnormal, dan risiko infeksi. Intervensi
keperawatan
yang telah dilakukan adalah memberikan cairan secara adekuat,
melakukan
dan mengajarkan hand hygiene pada keluarga, memberikan edukasi
kepada
orang tua mengenai obesitas pada anak dengan kanker, dan
kolaborasi dalam
pemberian antibiotik, transfusi, dan pemeriksaan
laboratorium.
Hasil evaluasi setelah dilakukan intervensi selama 5 hari adalah
masalah
risiko syok hipovolemik, risiko cedera (perdarahan akibat
trombositopenia
dan penyebaran infeksi akibat leukopenia) tidak terjadi. Pada
masalah
ketidakseimbangan nutrisi: lebih dari kebutuhan tubuh,
menunjukkan klien
masih mengalami obesitas dan berat badan tidak mengalami
penurunan,
namun orang tua sudah mengerti mengenai obesitas pada
anaknya.
2.1.3 Kasus 3 An. F. R, usia 3 tahun 5 bulan, jenis kelamin
laki-laki masuk ke RSUPN Dr.
Cipto Mangunkusumo pada tanggal 18 Februari 2013 dengan
diagnosis
medis LLA. Hasil Bone Marrow Puncture/BMP (06 Pebruari 2013)
menyatakan hiperaktif enteropoetik. Pengkajian dilakukan pada
tanggal 25
Pebruari 2013 (perawatan hari ke 8). Kesadaran apatis somnolen,
suhu
36,7oC/axilla, frekuensi nadi 104x/menit, frekuensi nafas
28x/menit,
tekanan darah 90/50 mmHg. Hasil DPL (14/02/2013) didapatkan
hemoglobin 9,5g/dL, hematokrit 31,0%, eritrosit: 3.65x106,
MCHC:
30,6g/dL, eosinofil 0.1%, Monosit 12.5%, dan kreatinin darah
0.20mg/dL.
Saat ini berat badan klien F. R 11,315 kg, tinggi badan 89 cm,
terpasang
-
18
Universitas Indonesia
NGT di nasar sinistra, bibir tampak kering, pecah-pecah, dan
terdapat
mukositis oral. Kebutuhan kalori klien F. R adalah 1200 kkal.
Klien
mengalami diare sejak dua hari yang lalu, bab 5x/hari,
konsistensi cair,
warna kuning, dan terdapat ampas.
Masalah keperawatan An. F.R adalah ketidakseimbangan nutrisi:
kurang
dari kebutuhan tubuh, risiko cedera akibat profil darah
abnormal, risiko
kekurangan volume cairan dan ketidakseimbangan elektrolit,
diare, dan
kerusakan membran mukosa oral. Intervensi keperawatan yang
telah
dilakukan adalah memantau tolerasi nutrisi per NGT, melakukan
perawatan
mulut, memberikan cairan secara adekuat, memonitor balance
cairan
(asupan dan keluaran), kolaborasi dalam pemberian pemenuhan
nutrisi,
cairan pengganti, antibiotik, transfusi, dan pemeriksaan
laboratorium.
Hasil evaluasi setelah dilakukan intervensi selama 9 hari adalah
masalah
ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh teratasi,
risiko
cedera akibat profil darah abnormal (penurunan kadar hemoglobin)
tidak
terjadi, risiko kekurangan volume cairan dan ketidakseimbangan
elektrolit
berganti menjadi kekurangan volume cairan dan telah dapat
diatasi. Masalah
diare telah teratasi dan kerusakan membran mukosa oral telah
teratasi
sebagian.
2.1.4 Kasus 4 An. M. S. A, usia 5 tahun 6 bulan, jenis kelamin
laki-laki dengan diagnosis
medis Tumor mandibula ec tersangka tumor osteoid, anemia, dan
gizi buruk
marasmik. Saat dilakukan pengkajian (25 Maret 2013), klien
memasuki
perawatan hari ke 8. Kesadaran CM, suhu 37.3oC/axilla, frekuensi
nadi
105x/menit, frekuensi nafas 36x/menit, dan tekanan darah 88/55
mmHg.
Pada klien tampak benjolan di sub mandibula sinistra, mendorong
lidah ke
bagian dalam sebelah kanan, berukuran 12 x 13 x 10 cm, massa
teraba keras
dan padat. Klien mengalami hipersalivasi bercampur dengan pus,
dan
berbau, didaerah sebelah kiri mulut tampak kemerahan seperti
inflamasi, dan
-
19
Universitas Indonesia
terdapat nyeri tekan (skala nyeri 3). Saat ini berat badan klien
M. S. A 14,6
kg, tinggi badan 110 cm, dan lingkar lengan atas 11,2 cm,
terdapat iga
gambang dan wasting. Kebutuhan kalori klien M.S.A adalah 1400
kkal yang
didapatkan dari nutrisi enteral yaitu F100 8 x 175 ml. Hasil
pemeriksaan
darah lengkap (24 Maret 2013) didapatkan hemoglobin 11,5
gr/dl,
hemotokrit 37%, leukosit: 16320/l, albumin: 3,31gr/dl.
Masalah keperawatan utama pada klien M.S.A adalah
ketidakseimbangan
nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh, nyeri, kerusakan membran
mukosa
mulut, risiko infeksi, ketidakefektifan bersihan jalan nafas,
dan cemas.
Intervensi keperawatan yang telah dilakukan adalah memantau
tolerasi
nutrisi per NGT, melakukan perawatan mulut, memberikan cairan
secara
adekuat, mengkaji tingkat nyeri, mengajarkan teknik relaksasi:
menarik
nafas dalam, memonitor balance cairan (intake dan output),
melakukan dan
mengajarkan hand hygiene pada keluarga, menjelaskan kepada orang
tua
kondisi anaknya dan kolaborasi dalam pemberian pemenuhan nutrisi
sesuai
kondisi klien, antibiotik, inhalasi, dan pemeriksaan
laboratorium. Hasil
evaluasi setelah dilakukan intervensi selama 17 hari adalah
masalah
ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh teratasi.
Masalah
kerusakan membran mukosa mulut, nyeri, cemas dan bersihan jalan
nafas
teratasi.
2.1.5 Kasus 5 An. D.P.A, usia 10 bulan, jenis kelamin laki-laki
dengan diagnosis medis
acute limfoblastic leukemia-high risk (ALL-HR). Pengkajian
dilakukan saat
klien masuk RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo (02 Mei 2013), klien
masuk
untuk kemoterapi fase konsolidasi. Kesadaran CM, suhu
38oC/axilla,
frekuensi nadi 88x/menit, frekuensi nafas 24x/menit, dan tekanan
darah
84/63 mmHg. Saat ini klien mengalami mual, batuk, pilek,
terdapat sekret
berwarna putih, dan demam. Berat badan 6,3 kg, panjang badan 68
cm.
Kebutuhan kalori anak D.P.A adalah 650 kkal yang didapatkan dari
makan
lunak BS 3x (450 kkal) dan SF 5x60 ml (200 kkal). Hasil DPL
(02/05/2013)
-
20
Universitas Indonesia
didapatkan hemoglobin 10,4 gr/dL, hematokrit 31,6%, dan
leukosit
13440/l. Hasil pemeriksaan hitung jenis didapatkan data sebagai
berikut:
basofil 2,5%, netrofil 23,4% limfosit 54,5%, dan monosit 17,7%.
Hasil
aspirasi sumsum tulang (22/04/2013) menyimpulkan gambaran
sumsum
tulang dapat sesuai dengan remisi.
Masalah keperawatan yang muncul adalah ketidakefektifan bersihan
jalan
nafas, ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh,
risiko
kerusakan membran mukosa mulut, kerusakan integritas kulit,
hipertermi,
dan cemas. Intervensi keperawatan yang telah dilakukan adalah
memantau,
melakukan perawatan mulut, memberikan cairan secara adekuat,
memonitor
balance cairan (asupan dan keluaran), memberikan kompres
hangat,
mengajarkan keluarga cara melakukan perawatan mulut,
menjelaskan
kepada orang tua mengenai kondisi klien dan kolaborasi dalam
pemberian
pemenuhan nutrisi, antipiretik, antibiotik, dan pemeriksaan
laboratorium.
Hasil evaluasi setelah dilakukan intervensi selama 9 hari adalah
masalah
ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh teratasi.
Masalah
ketidakefektifan bersihan jalan nafas, kerusakan integritas
kulit, cemas dan
hipertermi teratasi. Risiko infeksi dan risiko kerusakan membran
mukosa
mulut tidak terjadi.
2.2 Tinjauan teoritis 2.2.1 Konsep Kanker
Menurut National Cancer Institute/NCI (2012) kanker merupakan
suatu
kondisi di mana sel telah kehilangan kendali terhadap
mekanisme
normalnya, sehingga mengalami pertumbuhan yang abnormal,
penyakit ini
dapat menyebar melalui sistem peredaran darah dan limfe. Kanker
adalah
suatu penyakit sistemik yang secara langsung mempengaruhi sel
dan dapat
menyebar ke daerah lain. Hal ini menyebabkan berbagai komplikasi
dan
hilangnya fungsi organ secara progresif, yang pada akhirnya
akan
mempengaruhi status gizi (van Bokhorst-de van der Schueren,
2005).
-
21
Universitas Indonesia
2.2.1.1 Kanker pada anak
Kanker yang berkembang pada anak berbeda dengan kanker pada
orang
dewasa. Menurut Bowden dan Greenberg (2010) kanker pada anak
seringkali muncul dari lapisan embrionik mesodermal. Sel-sel ini
akan
tumbuh menjadi jaringan ikat, otot, tulang, tulang rawan ginjal,
organ
seksual, darah, pembuluh darah dan limfe, serta organ limfoid.
Dimana,
92% kanker pada anak seperti sarkoma, leukemia, dan limfoma
berkembang dari jaringan embrional primitif. Sisanya 8% timbul
dari
jaringan neuroektodermal dan berkembang menjadi tumor central
nervous
system atau CNS. Kanker epitelial cukup jarang ditemukan pada
anak di
bawah usia 15 tahun. Tumor yang berasal dari jaringan
mesoektodermal
dan neuroektodermal terletak lebih dalam dibandingkan dengan
tumor
epithelial, dan sulit dideteksi hingga tumor tersebut membesar
(Bowden &
Greenberg, 2010). Hampir 80% kanker pada anak, telah terjadi
metastasis
jauh (penyebaran) pada saat diagnosis (Ruccione, 2002). Kanker
pada
anak berbeda-beda berdasarkan jenis histologi, letak/lokasi
penyakit, ras,
jenis kelamin, dan usia (NCI, 2012).
Insiden kanker pada anak belum diketahui dengan jelas, namun
diperkirakan akan terus meningkat setiap tahunnnya. Statistik
resmi dari
International Agency for Research on Cancer (IARC)
menyebutkan
bahwa satu dari 600 anak akan menderita kanker sebelum umur 16
tahun
(Cutland, 2011). Jenis kanker pada anak yang terjadi pada usia
0-14 tahun,
diantaranya leukemia sebesar 30%, kanker otak dan saraf sistem
sebesar
12,3%, non-Hodgkin limfoma sebesar 10,7%, tumor wilms sebesar
5,3%,
Hodgkin limfoma sebesar 4,2%, kanker hati sebesar 2,1% (IARC,
2008).
2.2.1.2 Etiologi dan Patofisiologi kanker pada anak
Sampai saai ini penyebab kanker pada anak belum dapat dipastikan
(James
& Ashwill, 2007; Pillitteri, 2010), namun kanker dapat
dicetuskan oleh
berbagai faktor yang memicu terjadinya karsinogenesis
(proses
pembentukan kanker). Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah
genetik
meliputi abnormalitas kromosom (Gurney & Bondy, 2004), dan
penurunan
-
22
Universitas Indonesia
sistem imun. Zat karsinogenik seperti radiasi, iritasi fisik,
dan iritasi kimia
berkontribusi terhadap perkembangan kanker. Beberapa jenis
kanker pada
anak terjadi sebelum anak berusia 5 tahun, hal ini menekankan
bahwa
faktor lingkungan memiliki kontribusi yang kecil terhadap
perkembangan
sel kanker (Bowden & Greenberg, 2010; Pillitteri, 2010).
Kurt et al. (2008) mengungkapkan bahwa kanker pada anak juga
terkait
dengan faktor genetik. Beberapa kelainan genetik disebabkan
oleh
penyusunan ulang kromosom yang mengakibatkan translokasi
berupa
delesi dan duplikasi sekelompok gen. Proses ini merupakan tahap
awal
terjadinya kanker. Pillitteri (2010) menjelaskan bahwa agen
karsinogenik
dan herediter secara bersamaan mengubah sifat sel dari sel
normal menjadi
sel kanker (transformasi). Tahap yang digunakan untuk mengubah
sifat sel
tersebut, diantaranya adalah tahap inisiasi, promosi, dan
progresi. Pada
tahap inisiasi, transformasi sel dihasilkan dari interaksi
kimia, radiasi, atau
virus dengan sel DNA. Tahap kedua adalah tahap promosi, dimana
sel
mulai berkembang biak dan menghindari mekanisme yang ditetapkan
guna
melindungi tubuh dari pertumbuhan dan penyebaran sel-sel
tersebut.
Selanjutnya tahap ketiga adalah progresi, dimana sel-sel tumor
bergabung
dan tumbuh menjadi neoplasma yang sepenuhnya ganas (Mahan,
Escott-
Stump, & Raymond, 2012).
Hipotesis yang lebih kontroversial berpendapat bahwa kanker
berkembang
sebagai akibat dari kegagalan sistem kekebalan tubuh untuk
membedakan
antara sel normal dan abnormal (James & Ashwill, 2007).
Pernyataan ini
didukung oleh teori oncogenic virus, yang memiliki kemampuan
untuk
merubah struktur dari DNA atau RNA dalam sel. Virus RNA tipe
C
mungkin berperan terhadap kejadian leukemia dan EpsteinBarr
virus
(virus DNA) dihubungkan dengan kejadian lymphoma burkitt.
Fakta
tersebut menyatakan bahwa defisiensi kekebalan tubuh akan
meningkatkan
pertumbuhan sel kanker (Pillitteri, 2010). Ketika pengawasan
terhadap
-
23
Universitas Indonesia
virus dan sel abnormal hilang, virus akan menginvasi dan sel
abnormal
akan berkembang secara bebas.
2.2.1.3 Tanda dan gejala kanker pada anak
Kanker pada anak sulit untuk didiagnosis sehingga dibutuhkan
kepekaan
pemberi layanan kesehatan dalam mengenali manifestasi klinis
yang
muncul. Sulitnya mengenali manifestasi klinis dan diagnosis
kanker
disebabkan karena gejala yang muncul hampir sama dengan
gejala
penyakit pada umumnya (Bowden & Greenberg, 2010). Tanda dan
gejala
kanker dipengaruhi oleh tipe atau jenis kanker, penyebaran
penyakit, dan
usia anak (James & Ashwill, 2007).
Bowden dan Greenberg (2010) menjelaskan beberapa tanda dan
gejala
yang muncul pada anak dengan kanker, diantaranya adalah 1)
gejala
kompresi, infiltrasi, atau obstruksi yang disebabkan oleh tumor
(seperti
nyeri tulang dan abdomen); 2) perubahan produksi sel darah
merah
(penurunan kadar hemoglobin, hematokrit, leukosit, atau
trombosit); 3)
adanya sekresi subtansi dari sel tumor yang mempengaruhi fungsi
organ
normal; dan 4) adanya perubahan metabolik, elektrolit, hormonal,
atau
imunologis yang disebabkan oleh metabolisme sel tumor atau
kematian
sel.
James dan Ashwill (2007) membagi tanda dan gejala utama yang
muncul
pada anak dengan kanker, yaitu tanda-tanda yang jelas dan
manifestasi
klinis yang terselubung. Tanda-tanda yang jelas (overt signs),
diantaranya
terdapat massa; purpura; pucat; kehilangan berat badan; muntah
di pagi
hari; demam yang berulang dan terus-menerus. Manifestasi klinis
yang
terselubung, diantaranya nyeri tulang; sakit kepala;
lymphadenopathy;
perubahan keseimbangan, gaya berjalan, dan kepribadian;
kelelahan atau
fatique; dan malaise.
-
24
Universitas Indonesia
2.2.1.4 Penatalaksanaan kanker pada anak
Terapi untuk anak dengan kanker berfokus pada tindakan
membunuh
pertumbuhan sel-sel abnormal sekaligus melindungi sel-sel di
sekitarnya
yang normal. Menurut James dan Aswill (2007) penatalaksaan atau
terapi
modalitas primer pada anak dengan kanker terdiri dari
kemoterapi,
pembedahan, dan radioterapi. Selain itu, supportive care penting
dilakukan
dengan tujuan untuk meminimalkan efek samping dan hasil akhir
yang
merugikan yang merugikan dari pengobatan kanker (Bowden
&
Greenberg, 2010).
Menurut Tomlinson dan Kline (2010) radioterapi adalah penggunaan
ion
radiasi untuk mengobati penyakit keganasan. Pengobatan
radioterapi
bertujuan untuk mencapai pengendalian tumor secara lokal dan
meminimalkan efek jangka panjang. Radioterapi menyebabkan
kerusakan
sel-sel, terutama kerusakan pada DNA, dengan cara menghambat
pembelahan dan pertumbuhan sel (Pillitteri, 2010). Selain efek
terapeutik,
radioterapi juga memiliki efek samping baik jangka pendek
maupun
jangka panjang. Efek jangka pendek diantaranya adalah anoreksia,
mual,
muntah, kelelahan/fatique dan reaksi kulit seperti eritema
(James &
Ashwill, 2007).
Radioterapi dapat membahayakan sel-sel normal di area sekitar
tumor. Hal
ini tentu saja akan berdampak pada organ sekitar karena semua
radiasi
memancarkan energi radiasi, baik dalam bentuk gelombang
maupun
partikel. Menurut Pillitteri (2010) pemberian radioterapi
memiliki efek
jangka panjang, diantaranya adalah efek terhadap tulang
(pertumbuhan
tulang yang tidak simetris); hormon (disfungsi tiroid,
hipotalamus, dan
kelenjar pituitary); sistem nervus (letargi, rasa kantuk yang
mendalam dan
kejang); dan selanjutnya adalah efek terhadap organ dada
(pneumonitis
dan fibrosis pulmonari serta terjadi penebalan pericardium) dan
perut
(malabsorpsi kronik, penurunan fungsi hati dan ginjal).
-
25
Universitas Indonesia
Pembedahan merupakan penatalaksanaan utama pada anak dengan
tumor
padat. Menurut Bowden dan Greenberg (2010) pembedahan
merupakan
terapi definitive pada sebagian panderita kanker anak dan tujuan
utama
pembedahan adalah membuang semua penyakit keganasan yang
terlihat,
dengan tetap mempertahankan dan memulihkan fungsi tubuh
normal.
Pembedahan juga dapat digunakan untuk mendiagnosa suatu
penyakit
yaitu dengan tindakan biopsi. Tehnik pembedahan yang dilakukan
pada
anak dengan kanker meliputi biopsi dan debulking yaitu
pengangkatan
massa tumor ketika tidak mungkin untuk diangkat seluruhnya
(James &
Ashwill, 2007). Pada umumnya pembedahan dilakukan pada
penderita
dengan tumor primer yang masih dini, karena penatalaksanaan
ini
berpotensi untuk meningkatkan kualitas hidup klien (Catane,
Cherny,
Klohe, Tanneberger, & Schrijvers, 2006).
Penatalaksanaan selanjutnya adalah kemoterapi. Kemoterapi adalah
terapi
pengobatan yang bersifat toksik yang mampu mencegah
terjadinya
pembelahan dan penyebaran sel kanker (Tomlinson & Kline,
2010). Saat
ini pemberian kemoterapi pada kanker anak mempunyai peranan
yang
sangat penting, karena telah berhasil meningkatkan angka
kesembuhan
(Permono et al., 2010). Menurut Bowden dan Greenberg (2010)
penatalaksanaan kemoterapi merupakan penatalaksanaan atau
pengobatan
yang sangat efektif terutama pada kasus leukemia. Tidak hanya
pada kasus
hemato-onkologi, kemoterapi juga dapat digunakan untuk
pengobatan
tumor padat (Catane, Cherny, Klohe, Tanneberger, &
Schrijvers, 2006).
Kemoterapi dapat diberikan baik secara oral, intravena,
intramuskular,
subkutan, maupun intratekal. Agen kemoterapi yang biasanya
diberikan
yaitu alkylating agent, antimetabolit, alkaloid, antibiotik,
nitrosoureas,
enzim, terapi imun dan steroid (Pilliteri, 2010; Potts,
2011).
Kemoterapi diberikan secara terjadwal dalam waktu yang cukup
lama,
mulai dari beberapa bulan hingga tahunan. Menurut Tomlinson dan
Kline
(2010) kemoterapi dapat diberikan sebagai terapi tunggal atau
primer dan
-
26
Universitas Indonesia
kombinasi dengan terapi modalitas lainnya. Kemoterapi sebagai
terapi
primer atau tunggal artinya adalah kemoterapi menjadi terapi
utama tanpa
terapi radiasi dan pembedahan. Pemberian kemoterapi yang
bertujuan
untuk menghilangkan metastasis mikro dari sel-sel tumor setelah
operasi
dan/atau radiasi merupakan teknik kemoterapi adjuvant.
Kemoterapi
neoadjuvant adalah teknik pemberian kemoterapi yang diberikan
sebelum
operasi atau radiasi untuk mengurangi besarnya tumor (Bowden
&
Greenberg, 2010; Potts, 2011). Selanjutnya adalah kemoterapi
sebagai
terapi kombinasi, artinya agen kemoterapi diberikan bersamaan
dengan
pembedahan, radiasi, terapi imun, dan transplantasi sumsum
tulang.
Pengobatan kanker ini memberikan dampak yang positif dan
negatif.
Dampak positif pada pemberian kemoterapi adalah membunuh
sel-sel
kanker yang berkembang dengan cepat (James & Ashwill,
2007),
sedangkan dampak negatif yang akan dialami oleh pasien
adalah
penekanan pada sumsum tulang (neutropenia, anemia, dan
trombositopenia), fatique/kelelahan (Ericson, 2004),
mual-muntah,
anoreksia, konstipasi, diare, rambut rontok, esophagitis dan
mukositis
(James & Ashwill, 2007; Hockenberry & Wilson, 2009;
Tomlinson &
Kline, 2010).
2.2.2 Nutrisi pada anak dengan kanker Nutrisi merupakan komponen
dasar (makanan) yang berguna untuk
kesehatan, yang dapat mempengaruhi proses penyembuhan individu
dari
penyakit akut, kronik, pembedahan, dan trauma (Perry, Potter,
& Elkin,
2012). Komposisi nutrisi terdiri dari berbagai macam nutrien,
dimana
masing-masing nutrien memiliki efek metabolik yang spesifik pada
tubuh
manusia. Berman, Snyder, Kozier, dan Erb (2009) mendefinisikan
nutrien
sebagai suatu zat organik, zat nonorganik, dan zat yang
memproduksi energi
yang ditemukan dalam makanan dan dibutuhkan untuk
mempertahankan
fungsi tubuh. Selain itu, nutrien juga memiliki tiga fungsi
utama yaitu
menyediakan energi untuk metabolisme dan pergerakan tubuh,
menyediakan
-
27
Universitas Indonesia
zat yang dibutuhkan untuk membentuk jaringan tubuh, dan mengatur
proses
metabolisme tubuh. Secara garis besar, nutrien terbagi menjadi
makronutrien
(karbohidrat, protein, dan lemak) dan mikronutrien (vitamin dan
mineral),
dan air (Mahan, Escott-Stump, & Raymond, 2012). Menurut
Tomlison dan
Klien (2010) seseorang memiliki risiko mengalami masalah nutrisi
apabila
memiliki kriteria sebagai berikut: terjadi penurunan berat badan
(BB) 5%
dari BB sebelum sakit, BB/TB atau BMI persentil 10, asupan
nutrisi <
70% dari perkiraan kebutuhan selama 5 hari atau lebih, disfungsi
saluran
cerna terjadi lebih dari 5 hari.
2.2.2.1 Kebutuhan nutrisi pada anak dengan kanker
Nutrisi yang adekuat sangat penting ketika seorang anak
menderita kanker.
Nutrisi merupakan salah satu faktor penting yang dibutuhkan oleh
anak
dengan kanker dalam menjaga, mempertahankan fungsi tubuh dan
meningkatkan adaptasi terhadap tantangan penyakit dan efek
samping
pengobatan. Sel kanker dan pengobatan yang diperoleh anak
penderita
kanker dapat mempengaruhi nafsu makan, toleransi terhadap
makanan,
dan kemampuan tubuh untuk menggunakan nutrisi (ACS, 2012).
Kebutuhan nutrisi anak dengan kanker bervariasi sesuai dengan
tingkatan
usia dan faktor yang mempengaruhinya. Kondisi ini dapat
menyebabkan
stres psikologi dan meningkatkan katabolisme yang secara
signifikan
dapat meningkatkan kebutuhan nutrisi pada anak dengan kanker.
Tidak
banyak hasil penelitian yang membahas mengenai estimasi
kebutuhan
energi pada anak dengan kanker. Namun, beberapa studi
menunjukkan
bahwa kebutuhan energi pada anak dengan kanker akan meningkat
20-
90% dari kebutuhan yang telah diperkirakan (Bechard, Adiv,
Jaksic, &
Duggan, 2006). Tomlinson dan Kline (2010) mengungkapkan
beberapa
metode yang dapat digunakan untuk memperkirakan estimasi
kebutuhan
energi pada anak, diantaranya adalah the recommended dietary
allwance
(RDA), the estimated energy requirement (EER), the dietary
reference
intake (DRI), dan the Harris-Beneedict equation. Namun, metode
estimasi
-
28
Universitas Indonesia
dikembangkan berdasarkan rekomendasi pada populasi anak yang
sehat,
sehingga metode ini tidak akurat untuk memprediksi kebutuhan
energi
pada anak dengan kanker.
Metode estimasi lain yang digunakan untuk memperkirakan
kebutuhan
energi pada anak berdasarkan usia adalah resting energy
expenditure
(REE). REE adalah jumlah energi yang digunakan untuk
mempertahankan
fungsi hemostatik normal selama periode istirahat. Metode
estimasi ini,
mengkalikan hasil REE dengan aktivitas dan/atau faktor stres
yang sesuai
dengan kondisi anak (WHO, 1985 dalam Baron, 2005). Metode
estimasi
ini dapat berguna untuk membantu menentukan kebutuhan kalori
sehari-
hari pada anak dengan kondisi akut (Tomlinson & Kline,
2010).
Tabel 2. 1 Estimasi kebutuhan kalori harian pada anak diatas 1
tahun
Tahap 1 Hitung REE (BB dalam kg)
Usia (tahun)
1-3
3-10
10-18
18-30
Laki-laki
60,9 x BB - 54
22,7 x BB 495
17,5 x BB 651
15,3 x BB 679
Perempuan
61 x BB - 51
22,5 x BB 499
12,2 x BB 746
14,7 x BB 496
Tahap 2 Kalikan dengan aktivitas/faktor stress
Anak bergizi baik pada saat istirahat tidur dengan stres
ringan-sedang = (REE) x (1,3)
Anak yang sangat aktif dengan stres ringan-sedang = (REE) x
(1,5)
Anak tidak aktif dengan stres berat (trauma, sepsis, kanker,
pembedahan) = (REE) x (1,5)
Anak dengan aktivitas minimal membutuhkan energi untuk kejar
tumbuh = (REE) x (1,5)
Anak yang aktif membutuhkan energi untuk kejar tumbuh = (REE) x
(1,7)
Anak yang aktif dengan stres berat = (REE) x (1,7)
Sumber: Wolrd Health Organization, 1985 dalam Tomline &
Kline (2010)
Kebutuhan protein pada anak dengan kanker juga meningkat,
terutama
saat anak mendapatkan kemoterapi/radioterapi dan
mengkonsumsi
kortikosteroid. Sama halnya estimasi kebuthan energi, tidak
banyak hasil
penelitian yang membahas mengenai estimasi kebutuhan protein
pada
anak dengan kanker. Kebutuhan protein pada anak biasanya
berkisar
-
29
Universitas Indonesia
antara 1,5-2,5gr/kg berat badan atau dua kali Recommended
dietary
allowances (RDA) sesuai usia dan jenis kelamin (Tomlinson &
Kline,
2010).
2.2.2.2 Permasalahan nutrisi pada anak dengan kanker
Barker, Gout dan Crowe (2011) dan Mehta et al (2013)
mendefinisikan
bahwa malnutrisi adalah suatu istilah yang digunakan untuk
menggambarkan ketidakseimbangan nutrisi baik undernutrition
(underweight) maupun overnutrition (overweight/obesitas).
Menurut
Yarbro, Wujcik, dan Gobel (2011) penyakit/sel kanker, tuan rumah
(host),
dan pengobatan kanker dapat menggangu fungsi normal dari tubuh.
Hal ini
menyebabkan perubahan metabolisme dan kebutuhan energi, yang
dapat
mengakibatkan perubahan penyimpanan (deposit) tubuh dan
memiliki
potensi untuk berkembang menjadi obesitas, kehilangan berat
badan, atau
kaheksia. Masalah nutrisi pada anak dengan kanker dapat
disebabkan baik
oleh penyakit kanker itu sendiri maupun efek dari pengobatan.
Pada
pembahasan selanjutnya dalam penulisan karya ilmiah ini,
penggunaan
istilah malnutrisi dimaksudkan pada keadaan kurang gizi
(underweight)
sedangkan untuk kelebihan nutrisi disebut gizi lebih yang
meliputi
overweight atau obesitas.
a. Malnutrisi pada anak dengan kanker
Malnutrisi merupakan permasalahan yang sering ditemukan pada
anak
dengan kanker, hal ini berkaitan erat dengan penyakit yang
mendasari
(kanker) dan efek samping pengobatan (Yarbro, Wujcik, &
Gobel,
2011). Mehta et al (2013) mengungkapkan malnutrisi
(underweight)
adalah ketidakseimbangan antara asupan dan pengeluaran
nutrisi.
Ketidakseimbangan tersebut dapat mengakibatkan defisit energi,
protein,
atau mikronutrien, yang pada akhirnya berdampak negatif
terhadap
pertumbuhan dan perkembangan. Boediwarsono (2006)
mendefinisikan
malnutrisi sebagai suatu keadaan dimana terjadi penurunan berat
badan
lebih dari 10% dari berat badan semula dalam kurun waktu tiga
bulan.
-
30
Universitas Indonesia
Akbulut (2011), mengungkapkan malnutrisi pada anak dengan
kanker
dihubungkan dengan kaheksia yang merupakan interaksi komplek
dari
inflamasi sitokin dan metabolisme tubuh. Kanker kaheksia atau
cancer
anorexia-cachexia syndrome (CACS) merupakan sindrom
multifaktor,
yang dikarakteristikkan dengan kelihangan berat badan, lemak,
dan otot,
serta perubahan katabolisme protein (Santarpia, Contaldo, &
Pasanisi,
2011), anoreksia, rasa cepat kenyang, dan asthenia (kelemahan
baik
secara fisik maupun mental) (Akbulut, 2011), serta anemia
(Tomlinson
& Klien, 2010).
1) Kaheksia yang berhubungan dengan sel kanker
Topkan, Yavuz, dan Ozyilkan (2007) mengungkapkan mekanisme
patofisiologi malnutrisi karena kanker kaheksia belum jelas,
namun
hal ini diyakini berhubungan dengan adanya interaksi antara
sel
kanker dengan tuan rumah (host). Selain itu, kanker kaheksia
juga
diakibatkan oleh berbagai faktor (multifaktor), diantaranya:
1)
anoreksia dan asupan nutrisi yang tidak adekuat, dan 2)
perubahan
energi dan metabolisme substrat, yang dapat menyebabkan
kehilangan lemak dan otot yang cepat. Anoreksia adalah suatu
keadaan yang ditandai dengan penurunan keinginan untuk
makan,
yang dapat menyebabkan berkurangnya asupan nutrisi. Beberapa
hasil penelitian menyebutkan bahwa penurunan nafsu makan
terjadi
akibat adanya respon tuan rumah (host) terhadap sel kanker.
Keadaan
ini dapat menyebabkan perubahan pada hormon (leptin,
ghrelin),
neuropeptida, dan cytokinin (Dahele & Fearon, 2004;
Laviano,
Maguia, & Fanelli, 2006).
Menurut Laviano, Maguia, dan Fanelli (2006) cytokinin,
termasuk
tumor necrosis factor- (TNF- ), interferon-, leukemia
inhibitory
factor (LIF), interleukin (IL) 1 dan 6, dan ciliary neurotrophic
factor
(CNTF) memainkan peran penting dalam pengaturan asupan
nutrisi
dan berat badan. TNF- akan memproduksi efek anorectic yang
secara langsung di atur oleh sistem saraf pusat (SSP), dimana
TNF-
-
31
Universitas Indonesia
yang berada di hipotalamus lateral akan mengaktifkan aktivitas
saraf
neuron yang sensitif terhadap glukosa. Menurut Ramos,
Suzuki,
Mark, Inui, Asakawa, dan Meguid (2004), dalam Yarbro,
Wujcik,
dan Gobel (2011) mekanisme anoreksia yang disebabkan oleh IL
1
belum dapat dijelaskan secara pasti, namun hal ini
berhubungan
dengan rasa kenyang (early satiety). Peningkatan kadar IL 6
dihubungan dengan kehilangan berat badan pada pasien dengan
lymphoma (Rubin, 2003).
Penurunan nafsu makan juga dapat disebabkan oleh faktor
psikologis
seperti depresi, cemas, nyeri, dan faktor situasional (seperti
isolasi,
tidak menyukai makanan rumah sakit). Fatique, merupakan
manifestasi yang sering dilaporkan pada penderita kanker, dan
sering
dihubungan dengan penurunan asupan nutrisi. Kondisi ini sering
kali
menggangu aktivitas sehari-hari dan mungkin membatasi
kemampuan klien untuk memperoleh dan menyiapkan makan
(Yarbro, Wujcik, & Gobel, 2011). Anoreksia pada anak
dengan
kanker juga dapat terjadi karena adanya obstruksi mekanik di
sepanjang traktus gastrointestinal. Hal ini menyebabkan
berkurangnya asupan makanan (Sungurtekin et al., 2004).
Anoreksia
dapat menyebabkan malnutrisi, penurunan kemampuan dalam
mentoleransi pengobatan, meningkatkan risiko toksisitas, dan
penurunan kualitas hidup (Laviano, Maguia, & Fanelli,
2006).
Kanker kaheksia juga dapat disebabkan oleh perubahan
metabolisme.
Respon tuan rumah (host) terhadap sel kanker dapat
menyebabkan
perubahan metabolisme makronutrien (karbohidrat, protein,
dan
lemak) (Topkan, Yavuz, & Ozyilkan, 2007). Glukosa
merupakan
subtansi energi untuk tubuh, yang digunakan untuk medukung
fungsi
organ vital. Pada anak dengan kanker, asupan glukosa sebagai
sumber energi menjadi kurang karena anoreksia, nausea, dan
perasaan kenyang. Asupan glukosa yang tidak adekuat,
memprakasai
-
32
Universitas Indonesia
tubuh untuk memproduksi glukosa dengan melakukan
glukoneogenesis, memproduksi glukosa dari laktat, asam amino,
dan
asam lemak bebas. Namun, peningkatan produksi glukosa ini
tidak
diikuti dengan peningkatan insulin sehingga menyebabkan
resistensi
sel terhadap insulin (Matovanni et al., 2006).
Menurut Duggan, Watkins, dan Walker (2008) beberapa studi
mengungkapkan bahwa adipose merupakan aspek utama dalam
pengaturan berat badan. Hal ini disebabkan karena jaringan
adipose
memiliki kemampuan untuk memproduksi, menyimpan, dan
mensekresikan substansi aktif seperti cytokinin. Kanker
kaheksia
juga dihubungkan dengan penurunan jaringan adipose, yang
terutama
dihasilkan dari penurunan aktivitas lipoprotein lipase (LPL)
dan
peningkatan hormone-sensitive lipase. LPL berfungsi untuk
mengubah triacyglycerols menjadi asam giserol dan lemak.
Ketika
aktivitas LPL menurun, lemak tidak dapat disimpan dan pasien
akan
kehilangan sejumlah subtansi lemak dalam tubuh (Yarbro, Wujcik,
&
Gobel, 2011). Hilangnya sejumlah subtansi lemak dalam tubuh
menyebabkan muscle wasting dan pada akhirnya menyebabkan
kematian (Argiles, Lopez-Sariano, & Busques, 2008).
2) Kaheksia yang berhubungan dengan efek samping pengobatan
Kanker kaheksia pada anak dapat diakibatkan juga karena efek
samping pengobatan. Kemoterapi dan radioterapi memiliki efek
samping terhadap saluran pencernaan (tractus
gastrointestinal),
diantaranya mual-muntah, mukositis, konstipasi, dan diare.
Kondisi-
kondisi tersebut berkontribusi terhadap penurunan asupan
nutrisi,
yang pada akhirnya dapat mengakibatkan gangguan pemenuhan
nutrisi. Berikut uraian mengenai efek samping pengobatan
yang
mempengaruhi tractus gastrointestinal yang dapat menyebabkan
kanker kaheksia pada anak.
-
33
Universitas Indonesia
a) Mual muntah
Mual dan muntah merupakan efek samping negatif yang sering
ditemukan pada anak yang mendapatkan kemoterapi dan
radioterapi. Menurut Tomlison dan Kline (2010) mekanisme
neurofisiologi yang mengontrol mual dan muntah diatur oleh
sistem saraf pusat (SSP) dengan mekanisme yang berbeda. Mual
dikontrol oleh sistem saraf otonom sedangkan pusat muntah
berlokasi di reticular lateral medulla. Pusat ini akan
menerima
input aferen dari lima sumber, yakni: chemoreceptor trigger
zone
(CTZ), vagal dan aferen simpatis dari viseral, reseptor
midbrain
yang mendeteksi perubahan tekanan intrakranial, apparatus
labirin yang mendeteksi pergerakan dan posisi, dan struktur
sistem saraf pusat atas (seperti sistem limbik).
Mual bersifat subjektif dan ditandai dengan adanya keinginan
atau dorongan untuk muntah. Mual juga disertai dengan
gejala-
gejala otonom seperti pucat, takikardia, diaforesis, dan
pengeluaran saliva (Wilhelm, Dehoorne-Smith, &
Kale-Pradhan,
2007). Muntah adalah kontraksi berirama dari diafragma,
dinding perut, dan otot dada yang mendahului muntah. Berde
et
al (2006) mengungkapkan bahwa pusat muntah akan diaktifkan
oleh serangkaian mekanisme, dimana melibatkan nervus phrenic
pada area diafragma, nervus spinal pada area abdominal,
nervus
visceral dan nervus di saraf pusat yang akan menstimulasi
pusat
muntah hingga termanifestasikan menjadi muntah. Aktivasi
pusat
muntah dapat terjadi sebagai hasil input aferen dari obat,
seperti
agen kemoterapi, gerak, bau, pemandangan, situasi, dan emosi
(Hawkins & Grunberg, 2009). Mual muntah pada anak dengan
kanker dapat menyebabkan dehidrasi, gangguan elektrolit,
malnutrisi, dan mental confusion. Hal ini juga dapat
menyebabkan penurunan kualitas hidup pasien, memperpanjang
hari rawat, dan peningkatan biaya kesehatan.
-
34
Universitas Indonesia
b) Mukositis
Menurut James dan Ashwill (2007) agen kemoterapi dapat
menyebabkan pengelupasan (cidera) pada jaringan mukosa di
sepanjang saluran percernaan. Mukositis dapat terjadi pada
mukosa oral, faring, esophagus, dan traktus
gastrointestinal.
Mukositis oral merupakan inflamasi dan ulserasi yang terjadi
pada membran mukosa oral yang biasanya diakibatkan oleh efek
samping dari pengobatan kemoterapi dan radioterapi (Sonis et
al,
2004). Potting, Uitterhoeve, Op, dan van (2006)
mengungkapkan
bahwa mukositis oral ditandai dengan adanya: 1) tanda
perubahan obyektif seperti eritema, lesi, dan oedema; 2)
perubahan subyektif seperti nyeri, sensitivitas, dan
perasaan
kering, serta 3) adanya perubahan fungsi seperti perubahan
suara,
mengunyah, dan menelan.
Shih, Miaskowski, Dodd, Stotts, dan MacPhail (2005)
mengungkapkan bahwa sel mukosa membelah dengan sangat
cepat, sel tersebut akan hidup dalam 3-5 hari, kemudian sel
epitel
lama akan digantikan dengan sel baru dalam 7-14 hari.
Mukosistis terjadi dalam beberapa fase. Fase tersebut
diantaranya
adalah fase inflamasi, fase epithelial, fase ulserasi, dan
fase
penyembuhan. Fase yang pertama adalah fase inflamasi, pada
fase ini sel epitel, endothelial dan jaringan konektif dalam
mukosa mulut terkena radikal bebas, sehingga memacu respon
inflamasi dengan mengeluarkan sitokinin, interleukin IB,
prostaglandin, dan faktor nekrosis tumor (TNF) (Scardina,
Pisano
& Messina, 2010). Pada fase kedua yaitu fase epitel
terjadi
penghambatan pembelahan sel epitel pada mukosa mulut,
sehingga menyebabkan sel-sel epitel menjadi berkurang dan
tidak segera diganti oleh sel epitel yang baru. Hal ini
menyebabkan terjadinya kerusakan epitel, epitel menjadi
atrofi
-
35
Universitas Indonesia
dan terjadi eritema karena peningkatan vaskularisasi
(Scardina,
Pisano & Messina, 2010; Sonis, 2004).
Fase ketiga yaitu fase ulserasi, dimana kerusakan epitel
menyebabkan eksudasi dan pembentukan pseudomembran. Pada
fase ini terjadi kolonisasi mikroba pada permukaan mukosa
yang
rusak, hal ini dapat diperburuk oleh keadaan netropenia
(Scardina, Pisano & Messina, 2010; Sonis, 2004). Pada fase
ini
luka pada mukosa menembus epitel sampai lapisan submukosa
yang menyebabkan rasa nyeri dan mengalami disfungsi. Fase
yang keempat yang merupakan fase terakhir adalah fase
penyembuhan, dimana terjadi pembentukan sel-sel epitel yang
baru, fase ini biasanya terjadi pada hari ke 12-16, tetapi
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu tingkat proliferasi
epitel,
pembentukan kembali flora normal, tidak adanya faktor yang
mengganggu penyembuhan luka, infeksi dan iritasi mekanis
(Sonis et al., 2004).
Gambar 2.1 Fase Mukositis (Sonis,2004)
Selain itu, agen kemoterapi juga dapat merusak sensori rasa,
dan
reseptor penciuman. Perubahan sensasi rasa dan bau yang
dialami oleh penderita kanker, dihubungkan dengan penggunaan
beberapa agen kemoterapi, diantaranya cisplatin,
doxorubicin,
carboplatin, methotrexate, 5-fluorouracil, levamisole, dan
cyclophosphamide (Bernhardson, Tisheelman, & Rutqvist,
2009).
-
36
Universitas Indonesia
Kondisi-kondisi ini dapat menimbulkan rasa nyeri, anoreksia
dan
berkontribusi terhadap penurunan asupan nutrisi (Duggan,
Watkins, & Walker, 2008).
c) Konstipasi dan Diare
Kemoterapi juga dapat berkontribusi terhadap kejadian
konstipasi. Menurut Woolery et al dalam Tomlinson dan Klien
(2010) konstipasi adalah penurunan frekuensi BAB dari pola
normal atau BAB kurang dari 3x/minggu, yang ditandai dengan
konsistensi feses keras, pengeluaran feses yang tidak
sempurna,
kesulitan mengeluarkan feses yang ditandai dengan adanya
tindakan mengejan, dan adanya dorongan untuk BAB yang
mendesak. Menurut Tomlison dan Kline (2010) konstipasi dapat
menyebabkan mual dan muntah, nyeri abdomen, anoreksia, dan
menurunkan toleransi dari kemoterapi. James dan Ashwill
(2007)
menjelaskan bahwa konstipasi dapat diperburuk dengan adanya
penurunan aktivitas, nyeri karena pengobatan, dan rendahnya
asupan nutrisi.
Gangguan pola eliminasi lain yang terjadi adalah diare.
Diare
merupakan efek samping yang umum terjadi pada pasien yang
mendapatkan kemoterapi, terutama fluorouracil dan terapi
berbasis. Selain itu, diare juga dapat terjadi pada pasien
yang
mendapatkan radioterapi pada daerah perut dan pinggul
(Muehlbauer et al., 2009). Diare adalah peningkatan abnormal
pada kuantitas, frekuensi, atau likuiditas feses (Tomlison
dan
Kline, 2010). Menurut Berger, Shuster, dan Von Roenn (2007)
diare biasanya terjadi dua (2) sampai 14 hari setelah
pemberian
kemoterapi.
Diare dapat menyebabkan ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit, malnutrisi, dehidrasi, dan memperpanjang hari
rawat,
yang semuanya dapat menyebabkan gangguan kardiovaskular
-
37
Universitas Indonesia
dan kematian. Oleh karena itu, diare dapat mengganggu dan
mengurangi pengobatan kanker dengan menyebabkan penundaan
atau pengurangan dosis. Pada akhirnya, penundaan dan
pengurangan dapat berdampak pada kelangsungan hidup
(Tomlinson & Kline, 2010).
b. Obesitas/overweight pada anak dengan kanker
Obesitas merupakan salah satu kondisi kronis yang
mempengaruhi
kesehatan di seluruh dunia, juga mempengaruhi para penderita
kanker,
dan yang terpenting adalah hal tersebut dapat meningkatkan
angka
kesakitan dan kematian (Lughetti, Bruzzi, Predieri, &
Paolucci, 2012).
Menurut Center for Disease Control and Prevention/CDC (2011),
salah
satu indikator yang dapat digunakan untuk mengukur kegemukan
tubuh
bagi anak-anak dan remaja adalah body mass index (BMI) dan
pengukuran ini dapat dilakukan pada anak dengan rentang usia
2-20
tahun.
Obesitas sering ditemukan pada pasien dengan leukemia limfositik
akut
(LLA), baik selama dan setelah kemoterapi (Orgel, 2011).
Tahun
pertama pengobatan LLA merupakan periode yang paling sering
dilaporkan adanya peningkatan berat badan, terutama akhir dari
fase
kondolidasi (50%) (Arguelles, Barrios, Buno, Madero, &
Argente,
2000; Withycombe et al., 2009). Hal yang sama diungkapkan
oleh
Oeffinger, Mertens, dan Sklar (2003), bahwa LLA memiliki
prevalensi
lebih tinggi untuk mengalami obesitas (30-50%), hal ini mungkin
akibat
dari pengobatan.
Faktor pengobatan yang dapat meningkatkan risiko
obesitas/overweight
pada anak dengan kanker adalah penggunaan steroid dosis
tinggi
selama fase induksi dan reinduksi (dalam remisi) (Sala Pencharz
&
Barr, 2004; Sgarberi et al., 2006). Pengobatan glukokortikoid,
dalam
hal ini dexamethasone merupakan salah satu pengobatan yang
penting
-
38
Universitas Indonesia
pada anak yang menderita leukemia (Vries et al., 2008).
Dexamethasone dapat menyebabkan apoptosis dan menstimulasi
respon
glukokortikoid yang merupakan indikator awal respon tubuh
terhadap
kemoterapi. Selain itu, dexamethasone memberikan efek yang
lebih
signifikan daripada prednisone dalam menurunkan kejadian relaps
dan
meningkatkan keberhasilan terhadap pengobatan. Pengobatan
glukokortikoid untuk hampir semua kasus leukemia limfositik
pada
anak dapat meningkatkan asupan energi, dan efek ini
memberikan
kontribusi terhadap peningkatan berat badan yang pada
akhirnya
mengakibatkan obesitas/overweight (Sala, Pencharz & Barr,
2004).
Faktor lain yang juga dapat meningkatkan risiko
obesitas/overweight
pada anak dengan kanker adalah penumpukan lemak (adiposity).
Miller
et al. (2010) mengungkapkan bahwa penyebab terjadinya
penumpukan
lemak (adiposity) hingga saat ini belum dipahami secara jelas.
Namun,
teori lain menyebutkan bahwa pengobatan glukokortikoid dapat
meningkatkan penumpukan lemak (adiposity) dengan menekan
sekresi
hormon pertumbuhan (Marky, Mellander, Lannering, &
Albertsson-