RESPONSI KASUS GASTROENTEROHEPATOLOGI INTOKSIKASI MAKANAN & INTOKSIKASI ALKOHOL ROSRES, LENDY N.M.; LAKSMI, DYAH AYU; SANTOSO, A.M. HENRY PEMBIMBING: dr. BOGI PRATOMO, Sp.PD-KGEH LABORATORIUM / SMF ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. SAIFUL ANWAR MALANG JUNI 2015
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
RESPONSI KASUS GASTROENTEROHEPATOLOGI
INTOKSIKASI MAKANAN & INTOKSIKASI ALKOHOL
ROSRES, LENDY N.M.; LAKSMI, DYAH AYU; SANTOSO, A.M. HENRY
PEMBIMBING:dr. BOGI PRATOMO, Sp.PD-KGEH
LABORATORIUM / SMF ILMU PENYAKIT DALAMFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. SAIFUL ANWAR MALANGJUNI 2015
PENDAHULUANSekitar 70 % kasus keracunan makanan di dunia disebabkan oleh makanan siap santap. (Depkes, 2000)
Dari 2000 laporan setiap tahunnya, 63 pusat keracunan melaporkan 2.168.248 kasus keracunan pada manusia yang disebabkan pemaparan zat toksik. (Moklhlest et al, 2003)
INTOKSIKASI MAKANAN
definisiPenyakit akibat mengonsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh bakteri dan/atau racun yang diproduksinya, atau oleh parasit, virus, atau bahan kimia.
Patogen yang paling umum antara lain Norovirus, Escherichia coli, Salmonella, Clostridium prefringens, Campylobacterm dan Staphylococcus aureus.
(Susannah Dewi, 2003)
etiologiCDC:
97% kasus keracunan makanan akibat penanganan tidak tepat; 79% kasus akibat disiapkan di perusahaan komersial atau institusional;21% kasus akibat disiapkan di rumah.
Penyebab paling umum (1) meninggalkan makanan siap saji pada suhu yang optimal untuk
pertumbuhan bakteri, (2) proses memasak tidak memadai atau pemanasan ulang, (3) kontaminasi silang, dan (4) infeksi pada penjamah makanan (Kontaminasi silang)
Bakteri 75% wabah keracunan makanan
PATOGENESIS
Produksi toksin / invasi
langsung
Bakteri
Protozoa Jamur
Virus
klasifikasi berdasarkan patogenesis1. Racun yang masuk ke tubuh
S. aureus, B. cereus, c. botulinum, C. perfringens2. Bakteri noninvasif, dan melepas racun saat menepel di usus
ETEC, V. cholera, C. jejuni3. Invasi ke sel epitel usus
Shigella, Salmonella4. Bakteri masuk ke peredaran darah melalui saluran cerna
tahan panas, berat molekul < 5.000 dalton)• Inkubasi jangka panjang sayuran (enterotoksin
rentan panas, berat molekul > 50.000 dalton)• Enteroktksin aktifkan adenylate cyclase usus
sekresi cairan usus ↑ watery diarrhea
CLOSTRIDIUM PERFRINGENS
• Daging yang sudah masak lalu tidak disimpan dengan benar selama 1-2 hari
• Sel vegetatif endospora di usus endotoksin• 12 endotoksin toksin alfa dan teta oleh
strain A penumpukan cairan berlebih di usus nyeri perut akut , diare, mual, muntah
CLOSTRIDIUM BOTULINUM
• Makanan kaleng yang tidak disterilisasi dan dikemas dengan benar.
• Toksin botulinum dilepaskan saat bakteri mati dan lisis
• Toksin botulinum tahan asam dan getah pencernaan lain diserap sal. pencernaan atas peredaran darah NMJ celah presinaps pelepasan Ach ↓ kelumpuhan flaksid
ETEC
• Membentuk koloni di proksimal usus halus toksin LT (heat-labile) dan ST (heat-stabile).
• Toksin LT subunit A dan B. Subunit B + GM1 di permukaan sel usus masuknya subunit A ke dalam sel usus aktifkan adenylate cyclase c-AMP ↑ hipersekresi cairan dan elektrolit hambat reabsorbsi natrium.
EHEC
• Daging olahan yang tiak dimasak dengan matang + olahan susu mentah
C. Perfringens Meat products that are eaten 1-2 days after preparation. Meats that have been cooked (cooled slowly), and then held for some time before eating. Fish pastes and cold chicken.
8-24 hours Illness is characterized by acute abdominal pain, diarrhea, and vomiting. Illness is self-limiting and patient recovers in18-24 hours.
PATHOGENIC MICROORGANISM
INCRIMINATED FOOD
INCUBATION PERIOD
CLINICAL FEATURES
C. botulinum Home canned or bottled meat, vegetables and fish, low-medium acid canned food. The anaerobic environment encourage the overgrowth of spores.
12-36 hours Vomiting, thirst, dryness of mouth, constipation, ocular paresis, difficulty in speaking and swallowing, coma or delirium, death due to respiratory paralysis.
PATHOGENIC MICROORGANISM
INCRIMINATED FOOD
INCUBATION PERIOD
CLINICAL FEATURES
ETEC Food or water contaminated with ETEC, contamination of water with human sewage, contamination foods, infected food handlers.
16-72 hours Sudden watery diarrhea, nausea, vomiting, abdominal cramp, bloating. Known as traveler’s diarrhea.
PATHOGENIC MICROORGANISM
INCRIMINATED FOOD
INCUBATION PERIOD
CLINICAL FEATURES
EHEC Cattle : undercooked hamburger meat, raw milk, cream, and cheeses made from raw milk.
72-120 hours Initial symptoms may be diarrhea with abdominal cramps, which may turn into grossly bloody diarrhea in a few days. There is however, no fever.
PATHOGENIC MICROORGANISM
INCRIMINATED FOOD
INCUBATION PERIOD
CLINICAL FEATURES
V. parahemolyticus Infections are associated with consumption of uncooked or undercooked crabs, prawns, shrimps and other seafoods.
7-48 hours The clinical infection is characterized by a sudden onset of acute gastroenteritis. Infection may also result in diarrhea, abdominal pain, vomiting and fever.
PATHOGENIC MICROORGANISM
INCRIMINATED FOOD
INCUBATION PERIOD
CLINICAL FEATURES
S. enteritidis Infected chicken and poultry, including its feces, eggs or flesh of dressed fowl, milk and milk products (ice creams)
Y. enterocolitica Raw or undercooked pork products, unpasteurized milk or untreated water.
4-7 days Fever, abdominal pain, and bloody diarrhea, pseudoappendicitis, mesenteric lymphadenitis, and terminal ileitis.
PATHOGENIC MICROORGANISM
INCRIMINATED FOOD
INCUBATION PERIOD
CLINICAL FEATURES
C. jejuni Fecal-oral route, farm animals, birds, dogs, processed poultry, milk, meat products, contaminated water, undercooked poultry and unpasteurized dairy.
2-11 days Abdominal pain and cramps, diarrhea, malaise, headache, fever. Watery / bloody diarrhea, bacteremia.
diagnosisANAMNESIS
durasi penyakit, karakteristik dan frekuensi buang air besar, dan hal-hal yang berhubungan dengan perut dan gejala sistemik, dapat memberikan petunjuk untuk penyebab yang mendasari. Adanya sumber yang sama, jenis makanan tertentu, dan penggunaan antibiotik selalu harus diselidiki.
(Levine dan Tarabar, 2015)
PEMERIKSAAN FISIK • Keparahan dehidrasi:
– Mulut kering, penurunan produksi keringat, dan penurunan urin ouput dehidrasi ringan-sedang
– orthostasis, takikardia, dan hipotensi dehidrasi berat. – Ditemukan pada pasien muntah atau diare yang cukup sering dan lama:
mata cowong, mukosa mulut kering, turgor kulit menurun, tampak haus, penurunan kesadaran.
• Rectal Toucher: untuk memvisualisasikan tinja, menguji darah samar, dan meraba mukosa dubur untuk setiap lesi.
• Makula rosea dan hepatosplenomegali infeksi Salmonella typhi. • Eritema nodosum dan faringitis eksudatif infeksi Yersinia. • Selulitis dan otitis media Vibrio vulnificus atau Vibrio alginolyticus• Tanda-tanda gagal nafas dan parese saraf-saraf motoris. infeksi
toksin botulinum
diagnosis
(Levine dan Tarabar, 2015)
PEMERIKSAAN PENUNJANG • fekal smear mendeteksi telur dan parasit• biakan kuman, • pengecatan gram, pewarnaan metilen blue mendeteksi
leukosit, membantu membedakan penyakit invasif dari penyakit non-invasif
• kultur bakteri Salmonella, Shigella, dan Campylobacter (wajib jika feses ada leukosit atau darah disertai demam 3-4 hari
• pengecekan sensitivitas kuman terhadap antibiotik.
diagnosis
STUDI LABORATORIUM
• CBC dengan differential count, • elektrolit serum, • BUN/kreatinin STUDI RADIOLOGI
• Radiografi abdomen supine dan erect
TES LAIN
• Sigmoidoskopi/kolonoskopi dengan biopsi dan esophagogastroduodenoscoy (EGD) dengan aspirasi duodenum dan biopsi
diagnosis
(menilai respon inflamasi dan tingkat dehidrasi)
tata laksana• Rehidrasi yang cukup dan suplemen elektrolit ORS atau
intravena solutionORS: cairan bening dan larutan glukosa dan natrium. ORS sederhana: 1 sendok teh garam dan 4 sendok teh gula dalam 1 liter air. ORS membantu kotranspor glukosa, natrium, dan air di epitel usus. WHO: larutan yang mengandung 3,5 g natrium klorida, 2,5 g natrium bikarbonat, 1,5 g kalium klorida, dan 20 g glukosa per liter air.
Membantu mengontrol buang air besar, namun tidak mengubah perjalanan penyakit atau proses kehilangan cairan.
• Agen antisekresi (bismuth subsalicylate (Pepto-Bismol)). 30 mL setiap 30 menit, tidak lebih dari 8-10 dosis.
(Levine dan Tarabar, 2015)
• Antiperistaltics (turunan opiat) Tidak boleh digunakan pada pasien dengan demam, keracunan sistemik, atau diare berdarah atau pada pasien yang kondisinya baik tidak menunjukkan perbaikan atau memburuk1. Diphenoxylate dengan atropin (Lomotil)
Dosis awal: 2 tablet 4 kali sehari (20 mg / d).
2. Loperamide (Imodium)meningkatkan penyerapan elektrolit dan air di usus, menurunkan motilitas usus dan sekresi. Dosis awal: 4 mg, diikuti oleh 2 mg setelah setiap diare, tidak lebih dari 16 mg dalam 24 jam.
Jika gejala menetap lebih dari 3-4 hari, etiologi spesifik harus ditentukan dengan melakukan kultur tinja dan mulai pengobatan empiris
tata laksana
• Shigella dan Campylobacter – diare (> 4 kali / hari) selama lebih dari 3 hari – demam, – sakit perut, – muntah, – sakit kepala, – mialgia.terapi lini pertama:
inflamasi.3. Difenoksilat dan atropin (Lomotil, Lonox). Kombinasi obat yang terdiri dari
diphenoxylate, yang merupakan meperidine congener sembelit, dan atropin untuk mencegah adiksi. Menghambat propulsi GI yang berlebihan dan motilitas.
4. Loperamide (Imodium). Menghambat peristaltik usus, memperpanjang perpindahan elektrolit dan cairan dan meningkatkan viskositas feses.
tata laksana
RAWAT JALANSebagian besar kasus adalah self-limited, perawatan tindak lanjut berkepanjangan tidak diperlukan. \
tata laksana
ANTIBIOTIK• Ciprofloxacin (Cipro)
Terapi lini pertama. Fluorokuinolon terhadap Pseudomonas, Streptococcus, MRSA, Staphylococcus epidermidis, dan sebagian besar organisme gram-negatif.
• Norfloksasin (Noroxin)Fluorokuinolon dengan aktivitas terhadap Pseudomonas, Streptococcus, MRSA, S epidermidis, dan sebagian besar organisme gram-negatif.
• Trimetoprim / sulfametoksazol (Bactrim DS, Septra DS)Terapi alternatif, tetapi organisme resisten yang umum di daerah tropis
• Doxycycline (Doryx, Vibramycin, Vibra-Tabs)Untuk V cholerae atau infeksi parahaemolyticus V. Menghambat sintesis protein dan pertumbuhan bakteri
• Rifaximin (Xifaxan, RedActiv, Flonorm)Nonabsorbed (<0,4%), spektrum luas antibiotik khusus untuk patogen enterik dari saluran pencernaan (yaitu, gram-positif, gram negatif, aerobik, anaerobik).
tata laksana
INTOKSIKASI ALKOHOL
• alcohol dependence (alcoholism) ditandai dengan kecanduan alkohol, ketidakmampuan untuk memberhentikan minum alkohol, terjadinya withdrawal symptom setelah memberhentikan minum (ketergantungan secara fisik) dan toleransi.
• alcohol abuse (harmful use) apabila alkohol dapat menyebabkan gangguan fisik dan psikologis yang khas dalam waktu 12 bulan.
• Intoksikasi alkohol apabila jumlah dari alkohol yang dikonsumsi mengakibatkan abnormalitas fisik dan tingkah laku.
definisi
(Moss M et al, 2006)
etiologi
Intoksikasi Alkohol
Asidosis metabolik
Kondisi hiperosmolal
JENIS KERACUNAN ZAT PENYEBAB ABNORMALITAS
Intoksikasi etanol (Alcoholic ketoacidosis)
Asam β-hidroksibutiratAsam asetoasetat
Asidosis metabolic
Intoksikasi metanol Asam formatAsam laktatBadan keton
Asidosis metabolicHiperosmolalitasKerusakan retina (kebutaan)Kerusakan putamen dengan tanda disfungsi neurologis
Intoksikasi etilene glikol Asam glikolatKalsium oksalat
Kerusakan otot jantung dan otakGagal ginjalAsidosis metabolicHiperosmolalitasHipokalsemia
• Alcoholic Ketoacidosis• Acetaldehyde ↑ acetyl CoA ↑ badan keton ↑• Asam asetoasetat + β-hidroksibutirat ↑ asidosis
metabolik• Pada peminum alkohol berat (heavy binge drinker)• Tanda : AKA + acute/chronic liver disease (mual-
muntah, nyeri perut, gangguan status mental tanpa tanda fokal)
ISOPROPANOLOL
• Isopropanolol ↑ + aseton ↑ disfungsi organ tanpa asidosis metabolik
• Bunuh diri / tidak sengaja meminum cairan pembersih
• Tanda (30-60 menit) : nyeri perut, mual, muntah, diare, perubahan perilaku, hipotensi, koma/ meninggal
tata laksana• memastikan status hidrasi • Memastikan kadar gula darah pasien• airway, breathing, dan circulation. • H2-blocker atau proton pump inhibitor. • Hemodialisis hanya dilakukan jika terdapat gangguan
hemodinamik. • Karena methanol dan etilen glikol sama-sama dimetabolisme
oleh alcohol dehydrogenase, terapi yang dibutuhkan sama
(Levine dan Tarabar, 2015).
• Terapi antidot primer methanol dan etilen glikol pengeblokan alcohol dehydrogenase oleh etanol atau fomepizol.
ETANOL 5% ATAU 10%• Etanol memiliki afinitas 10-20 kali lebih besar daripada metanol. • loading dose sebesar 600 mg/kgBB, diikuti drip 66-154 mg/kgBB/jam. • Target konsentrasi serum yang direkomendasikan adalah 100-150 mg/dL. • Efek samping: hipoglikemia, inebriasi, depresi SSP, pancreatitis, dan flebitis
lokal
tata laksana
(Levine dan Tarabar, 2015)
FOMEPIZOLE (MISAL 4-METHYLPIRIZOLE, 4-MP, ANTIZOL)• mempunyai afinitas lebih besar dibanding etanol maupun metanol, dan
lebih aman dibanding etanol. • loading dose fomepizole sambil dilakukan pengukuran kadar toksisitas
alkohol dalam darah. • loading dose 15 mg/kgBB, diikuti dosis 10 mg/kgBB setiap 12 jam untuk 4
dosis. • Pemberian selanjutnya dosis harus ditingkatkan hingga 15 mg/kgBB. • Pemberian fomepizol dilanjutkan hingga konsentrasi metanol atau etilen
glikol <20 mg/dL.
tata laksana
(Levine dan Tarabar, 2015)
ASIDOSIS METABOLIK • infus natrium bikarbonat. • Jika diduga intoksikasi methanol asam folinat dosis 1 mg/kgBB, dengan dosis
maksimal 50 mg, diulang setiap 4 jam. Asam folat dapat diberikan dengan dosis yang sama.
• Jika diduga intoksikasi etilen glikol, diberikan thiamine intravena 100 mg/6 jam dan piridoksin 50 mg/6 jam shunt metabolism
HEMODIALISIS Pasien yang disertai (1) pH arteri <7,1, (2) penurunan pH >0,05 pada darah arteri setelah pemberian natrium bikarbonat, (3) pH <7,3 walaupun dengan terapi bikarbonat, (4) peningkatan kreatinin serum hingga 90 mmol/L, dan (5) konsentrasi metanol atau