BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Kejang demam atau febrile convulsion ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rectal di atas 38ºC) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium 8 .Kejang demam merupakan kelainan neurologist yang paling sering dijumpai padaanak, terutama pada anak umur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir 3% dari anak yang berumur dibawah 5 tahun pernah menderita kejang demam 11 . Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi berusia kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam 12 . Hingga kini belum diketahui secara pasti, tetapi dikaitkan faktor resiko yang penting adalah demam. Demam sering disebabkan infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih. Faktor resiko lainnya adalah riwayat keluarga kejang demam, problem pada masa neonatus, kadar natrium rendah. Setelah kejang demam pertama, kira-kira 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Kejang demam atau febrile convulsion ialah bangkitan kejang yang
terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rectal di atas 38ºC) yang
disebabkan oleh proses ekstrakranium8.Kejang demam merupakan
kelainan neurologist yang paling sering dijumpai padaanak, terutama pada
anak umur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir 3% dari anak yang berumur
dibawah 5 tahun pernah menderita kejang demam11. Anak yang pernah
mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak
termasuk dalam kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi berusia
kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam12.
Hingga kini belum diketahui secara pasti, tetapi dikaitkan faktor
resiko yang penting adalah demam. Demam sering disebabkan infeksi
saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis, dan
infeksi saluran kemih. Faktor resiko lainnya adalah riwayat keluarga
kejang demam, problem pada masa neonatus, kadar natrium rendah.
Setelah kejang demam pertama, kira-kira 33% anak akan mengalami satu
kali rekurensi atau lebih, dan kira-kira 9% akan mengalami 3X recurrent
atau lebih10.
B. Epidemiologi
Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% di Amerika Serikat,
Amerika Selatan dan Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira-
kira 20% kasus merupakan kejang demam yang kompleks. Umumnya
kejang demam timbul pada tahun kehidupan (17-23 bulan). Kejang demam
sedikit lebih sering terjadi pada anak laki-laki 10.
Kejang sangat tergantung kepada umur, 85% kejang pertama
sebelum berumur 4 tahun yaitu terbanyak di antara umur 17-23
1
bulan.Hanya sedikit yang mengalami kejang demam pertama sebelum
berumur 5-6 bulan atau setelah berumur 5-8 tahun. Biasanya setelah
berumur 6 tahun pasien tidak kejang demam lagi/ namun, beberapa pasien
masih dapat mengalami kejang demam sampai umur lebih dari 5-6 tahun14.
Angka kematian hanya 0,64% - 0,75%. Sebagian besar penderita
kejang demam sembuh sempurna, sebagian berkembang menjadi
epilepsi sebanyak 2-7%.Kejang demam juga dapat mengakibatkan
gangguan tingkah laku serta penurunan intelegensi dan pencapaian
tingkat akademik6.
C. Etiologi
Ada beberapa faktor yang mungkin berperan dalam menyebabkan
kejang demam, misalnya:
1. Demam itu sendiri
2. Efek produk toksik daripada mikroorganisme (kuman dan virus)
terhadap otak
3. Respon alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi
4. Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit
5. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan yang tidak
diketahui atau ensefalopati toksik sepintas
6. Gabungan semua faktor tersebut di atas
Infeksi viral paling sering ditemukan pada kejang demam. Hal ini
mungkin disebabkan karena infeksi viral memang lebih sering menyerang
pada anak, dan mungkin bukan merupakan sesuatu hal yang khusus.
Demam yang disebabkan oleh imunisasi juga dapat memprovokasi kejang
demam. Anak yang mengalami kejang setelah imunisasi selalu terjadi
waktu anak sedang demam. Kejang setelah imunisasi terutama didapatkan
setelah imunisasi pertusis (DPT) dan morbili (campak)7.
D. Klasifikasi
2
Kejang demam memiliki 2 bentuk yakni kejang demam kejang
demam sederhana dan kejang demam komplek. 80% dari kasus kejang
demam merupakan kejang demam sederhana sedangkan 20% kasus adalah
kejang demam komplek.
Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure) menurut
Livingstone memiliki beberapa kriteria, yakni:
1. Terjadi pada usia 6 bulan – 4 tahun
2. Lama kejang singkat kurang dari 15 menit
3. Sifatnya kejang umum, tonik dan atau klonik
4. Umunya berhenti sendiri dan pasien segera sadar
5. Kejang timbul pada 16 jam pertama setelah timbulnya demam
6. Tanpa adanya gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam
7. Tidak ada kelainan neurologi sebelum dan setelah kejang
8. Frekuensi kejang kurang dari 4x dalam 1 tahun
9. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu
normal tidak menunjukkan adanya kelainan 2.
Kejang Demam Komplek (Complex Febrile Seizure) memiliki ciri –
ciri gejala klinis sebagai berikut:
1. Kejang berlangsung lama lebih dari 15 menit
2. Sifat kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum yang
didahului oleh suatu kejang parsial
3. Kejang berulang atau terjadi lebih dari 1 kali dalam 24 jam
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau
kejang berulang lebih dari 2 kali dan diantara bangkitan kejang anak
tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam.
Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang
didahului dengan kejang parsial.
Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, di antara
2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% di
antara anak yang mengalami kejang demam1.
Tabel 1. Perbedaan kejang demam sederhana dan kompleks
3
E. Manifestasi klinik
Kejang demam yang berlansung singkat tidak berbahaya dan tidak
menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih
dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen
dan energy kontraksi otot skelet yang akhirnya menyebabkan hipoksemia,
hiperkapnea, asidosis lactate, hipotensi. Kerusakan pada daerah mesial
lobus temporalis setelah kejang berlangsung lama yang dapat menjadi
matang dikemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsy spontan. Jadi
kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan
anatomis diotak sehinggga terjadi epilepsy 8
Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu
demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-
klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti
sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk
sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak akan terbangun dan
sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf. Untuk ini Livingston membuat
criteria kejang demam atas 2 golongan, yaitu:
1. Kejang demam sederhana (simple febrile
convulsion )
2. Epilepsi yang di provokasi oleh demam
(Epilepsy triggered of by fever )
Menurut Hasan & Alatas, dkk (2002) dengan penanggulangan yang
tepat dan cepat, prognosisnya baik atau tidak perlu menyebabkan
4
kematian. Risiko yang dihadapi oleh seoarng anak sesudah menderita
kejang demam tergantung dari faktor:
1. Riwayat kejang tanpa demam dalam keluarga
2. Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak
menderita kejang demam
3. Kejang yang berlangung lama atau kejang fokal
F. Patofisiologi
Kejang merupakan manifestasi klinik akibat terjadinya pelepasan
muatan listrik yang berlebihan di sel neuron otak karena gangguan fungsi
pada neuron tersebut baik berupa fisiologi, biokimiawi, maupun
anatomi.Sel saraf, seperti juga sel hidup umumnya, mempunyai potensial
membran.Potensial membran yaitu selisih potensial antara intrasel dan
ekstrasel.Potensial intrasel lebih negatif dibandingkan ekstrasel. Dalam
keadaan istirahat potensial membran berkisar antara 30-100 mV, selisih
potensial membran ini akan tetap sama selama sel tidak mendapatkan
rangsangan 5
Mekanisme terjadinya kejang ada beberapa teori yaitu :
1. Gangguan pembentukan ATP dengan akibat kegagalan pompa Na-K,
misalnya pada hipoksemia, iskemia, dan hipoglikemia. Sedangkan pada
kejang sendiri dapat terjadi pengurangan ATP dan terjadi hipoksemia.
2. Perubahan permeabilitas sel syaraf, misalnya hipokalsemia dan
hipomagnesemia.
3. Perubahan relatif neurotransmiter yang bersifat eksitasi dibandingkan
dengan neurotransmiter inhibisi dapat menyebabkan depolarisasi yang
berlebihan. Misalnya ketidakseimbangan antara GABA atau glutamat
akan menimbulkan kejang.
Patofisiologi kejang demam secara pasti belum diketahui,
diperkirakan bahwa pada keadaan demam terjadi peningkatan reaksi kimia
tubuh. Dengan demikian reaksi-reaksi oksidasi terjadi lebih cepat dan
akibatnya oksigen akan lebih cepat habis, terjadilah keadaan hipoksia.
5
Transport aktif yang memerlukan ATP terganggu, sehingga Na intrasel
dan K ekstrasel meningkat yang akan menyebabkan potensial membran
cenderung turun atau kepekaan sel saraf meningkat 5.
Saat kejang demam akan timbul kenaikan konsumsi energi di otak,
jantung, otot, dan terjadi gangguan pusat pengatur suhu. Demam akan
menyebabkan kejang bertambah lama, sehingga kerusakan otak makin
bertambah. Pada kejang yang lama akan terjadi perubahan sistemik berupa
hipotensi arterial, hiperpireksia sekunder akibat aktifitas motorik dan
hiperglikemia. Semua hal ini akan mengakibatkan iskemi neuron karena
kegagalan metabolisme di otak 2.
Demam dapat menimbulkan kejang melalui mekanisme sebagai
berikut
1. Demam dapat menurunkan nilai ambang kejang pada sel-sel yang
belum matang/immatur.
2. Timbul dehidrasi sehingga terjadi gangguan elektrolit yang
menyebabkan gangguan permiabilitas membran sel.
Metabolisme basal meningkat, sehingga terjadi timbunan asam laktat
dan CO2 yang akan merusak neuron. Demam meningkatkan Cerebral
Blood Flow (CBF) serta meningkatkan kebutuhan oksigen dan glukosa,
sehingga menyebabkan gangguan aliran ion-ion keluar masuk sel 2.
6
G. Faktor Resiko
Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah
demam.Ada riwayat kejang demam keluarga yang kuat pada saudara
kandung dan orang tua, menunjukkan kecenderungan genetik. Selain itu
terdapat faktor perkembangan terlambat, problem pada masa neonates,
anak dalam perawatan khusus, dan kadar natrium rendah. Setelah kejang
demam pertama, kira-kira 33% anak akan mengalami satu kali rekurensi
atau lebih, dan kira-kira 9% anak akan mengalami tiga kali rekurensi atau
lebih, resiko rekurensi meningkat dengan usia dini, cepatnya anak
mendapat kejang setelah demam timbul, temperature yang rendah saat
kenjang, riwayat keluarga kejang demam, dan riwayat keluarga epilepsi.
H. Diagnosis Banding
Biasanya karena infeksi, misalnya meningitis, ensefalitis, abses otak
atau otitis media. Menghadapi seorang anak yang menderita demam
dengan kejang, harus dipikirkan apakah penyebab dari kejang itu di dalam
atau di luar susunan saraf pusat (otak). Oleh sebab itu, perlu waspada
untuk menyingkirkan dahulu apakah ada kelainan organis di otak. Baru
7
sesudah itu dipikirkan apakah kejang demam ini tergolong dalam kejang
demam sederhana atau epilepsi yang diprovokasi oleh demam.
I. Diagnosis
Menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang,
harus dipikirkan apakah penyebab dari kejangg itu di dalam atau di luar
susunan saraf pusat (otak).Pungsi lumbal terindikasi bila ada kecurigaan
klinis meningitis.Adanya sumber infeksi seperti otitis media tidak
menyingkirkan meningitis dan jika pasien telah mendapat antibiotic, maka
perlu pertimbangan pungsi lumbal.Penegakan diagnosa kejang demam
dapat diperoleh melalui beberapa langkah yakni anamnesa, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang yang terdiri dari laboratorium dan
pencitraan jika diperlukan.2
1. Anamnesa
Anamnesa adalah cara pemeriksaan yang dilakukan dengan
wawancara baik langsung pada pasien (autoanamnesis) atau kepada orang
tua atau sumber lain (aloanamnesis) misalnya wali atau pengantar. Dalam
anamnesa khususnya pada penyakit anak dapat digali data – data yang
berhubungan dengan kejang demam meliputi:
a. Identitas
Identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, nama orang tua,
alamat, umur penndidikan dan pekerjaan orang tua, agama dan suku