KATA PENGANTAR Executive Summary Report kegiatan ”Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Penyeberangan” adalah salah satu rangkaian dari beberapa laporan yang harus dikerjakan oleh konsultan. Laporan ini pada hakekatnya telah menggambarkan data dan informasi dari lokasi studi yang telah dikaji, konsep rumusan naskah akademis pedoman di bidang transportasi penyeberangan, serta buku konsep tersebut. Konsep pedoman di bidang transportasi penyeberangan tersebut meliput; 1) Pedoman pemeliharaan/perawatan kapal penyeberangan 2) Pedoman berlalu lintas di alur penyeberangan 3) Pedoman Penetapan Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) pelabuhan laut yang digunakan untuk angkutan penyeberangan 4) Pedoman Penetapan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp) pelabuhan laut yang khusus digunakan untuk angkutan penyeberangan 5) Pedoman penentuan jumlah kapal penyeberangan pada lintas penyeberangan komersial 6) Pedoman Penempatan kapal penyeberangan sesuai daerah operasi 7) Pedoman Pengurusan izin pengoperasian kapal penyeberangan 8) Pedoman penanganan kecelakaan kapal penyeberangan pada saat operasi 9) Pedoman Penempatan kapal penyeberangan pada lintas penyeberangan perintis 10) Pedoman pengukuran jarak lintas antar pelabuhan penyeberangan pada lintas penyeberangan Konsultan masih menyadari, bahwa substansi Executive Summary Report ini masih belum sempurna seperti yang diharapkan oleh Tim Pengarah dan Tim Pendamping. Berkenaan dengan itu, konsultan mengharapkan adanya masukan yang sifatnya konstruktif tertutama dalam penyempurnaan laporan ini. Jakarta, November 2012 PT. Diksa Intertama Consultant
246
Embed
KATA PENGANTAR - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-101500000000009...KATA PENGANTAR Executive Summary Report kegiatan ”Studi Penyusunan Konsep
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
KATA PENGANTAR
Executive Summary Report kegiatan ”Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang
Transportasi Penyeberangan” adalah salah satu rangkaian dari beberapa laporan yang
harus dikerjakan oleh konsultan. Laporan ini pada hakekatnya telah menggambarkan
data dan informasi dari lokasi studi yang telah dikaji, konsep rumusan naskah akademis
pedoman di bidang transportasi penyeberangan, serta buku konsep tersebut. Konsep
pedoman di bidang transportasi penyeberangan tersebut meliput;
1) Pedoman pemeliharaan/perawatan kapal penyeberangan
2) Pedoman berlalu lintas di alur penyeberangan
3) Pedoman Penetapan Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) pelabuhan laut yang
digunakan untuk angkutan penyeberangan
4) Pedoman Penetapan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp) pelabuhan laut
yang khusus digunakan untuk angkutan penyeberangan
5) Pedoman penentuan jumlah kapal penyeberangan pada lintas penyeberangan
komersial
6) Pedoman Penempatan kapal penyeberangan sesuai daerah operasi
7) Pedoman Pengurusan izin pengoperasian kapal penyeberangan
8) Pedoman penanganan kecelakaan kapal penyeberangan pada saat operasi
9) Pedoman Penempatan kapal penyeberangan pada lintas penyeberangan
perintis
10) Pedoman pengukuran jarak lintas antar pelabuhan penyeberangan pada lintas
penyeberangan
Konsultan masih menyadari, bahwa substansi Executive Summary Report ini masih
belum sempurna seperti yang diharapkan oleh Tim Pengarah dan Tim Pendamping.
Berkenaan dengan itu, konsultan mengharapkan adanya masukan yang sifatnya
konstruktif tertutama dalam penyempurnaan laporan ini.
Jakarta, November 2012
PT. Diksa Intertama Consultant
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant I - 1
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyelenggaraan transportasi angkutan penyeberangan adalah merupakan salah
satu moda transportasi yang sangat dibutuhkan di negera Indonesia. Hal ini,
dikarenakan Negara Indonesia terdiri dari berbagai pulau yang jumlahnya sekarang
ini mencapai 17.404 buah, yang tersebar di 32 provinsi ( http://id.wiki,2009). Jumlah
penduduk di pulau tersebut, relatif cukup banyak, dengan kegiatan sehari beraneka
ragam, beberapa di antaranya adalah bergerak di bidang pertanian dan perdagangan.
Untuk memenuhi kebutuhan primer penduduk tersebut sebagian besar di datangkan
dari pulau lainnya, yang sudah barang tentu membutuhkan transportasi, salah satu di
antaranya adalah angkutan penyeberangan. Angkutan penyeberangan merupakan
angkutan yang berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan jaringan jalan atau
jaringan jalur kereta api yang dipisahkan oleh perairan untuk mengangkut penumpang
dan kendaraan beserta muatannya 1
Melihat relatif banyaknya pulau di Indonesia, sudah barang tertentu membutuhkan
berbagai moda transportasi, salah satu di antaranya adalah moda transportasi
angkutan penyeberangan. Dalam kondisi yang demikian, pemerintah tidak mungkin
memenuhi secara keseluruhan menyediakan angkutan penyeberangan. Berkenaan
dengan itu, , pemerintah memberikan peluang bagi pihak swasta untuk bergerak
dalam usaha angkutan penyeberangan. Jumlah kapal angkutan penyeberangan dalam
tahun 2007 mencapai 196 unit. Di antaranya memilik PT.ASDP Ferry Indonesia
sebanyak 80 unit, dan milik KSO dengan jumlah 2 unit serta milik swasta sebanyak
Dalam operasi angkutan kapal penyeberangan perlu dilakukan pembinaan. Hal
ini dimaksudkan untuk menjamin kelencaran, kenyamanan dan keselamatan. Hal ini
telah ditegaskan dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran,
dimana dalam pembinaan pelayaran dilakukan dengan memperhatikan seluruh aspek
kehidupan masyarakat dan diarahkan untuk 2 ; a. memperlancar arus perpindahan
1 Undang – Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran pada Pasal 22 ayat (1)2 Undang – Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran pada Pasal 5 ayat (6) point a dan b
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant I - 2
orang dan/atau barang secara massal melalui perairan dengan selamat, aman, cepat,
lancar, tertib dan teratur, nyaman, dan berdaya guna, dengan biaya yang terjangkau
oleh daya beli masyarakat; b. meningkatkan penyelenggaraan kegiatan angkutan di
perairan, kepelabuhanan, keselamatan dan keamanan, serta perlindungan lingkungan
maritim sebagai bagian dari keseluruhan moda transportasi secara terpadu dengan
memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Jenis angkutan di
perairan terdiri atas angkutan laut, dan angkutan sungai dan danau, serta angkutan
penyeberangan 3
Berkenaan dengan adanya penjelasan seperti telah disebutkan sebelumnya, maka
untuk menjamin adanya keselamatan, keamanan, dan kenyamanan para penumpang,
maka diperlukan adanya pedoman penyelenggaraan angkutan penyeberangan. Untuk
itu, diperlukan suatu kegiatan “ Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang
Transportasi Penyeberangan”.
Dari segi regulasi, dasar pelaksanaan kegiatan ‘Studi Penyusunan Konsep Pedoman
di Bidang Transportasi Penyeberangan adalah sebagai berikut;
1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
2. Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan
3. Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan
4. Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian
5. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan
6. Keputusan Menteri Perhubungan No. KM.3 tahun 2005 tentang Lambung
Timbul Kapal
7. Peraturan Menteri Perhubungan No. PM.26 tahun 2011 tentang
Telekomunikasi Pelayaran
8. Peraturan Menteri Perhubungan No. PM.26 tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Angkutan Penyeberangan
9. Keputusan Menteri Perhubungan No. 53 Tahun 2002 tentang Tatanan
Kepelabuhanan
10. Keputusan Menteri Perhubungan No. 52 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan
Pelabuhan Penyeberangan
3 Undang –Undang No.17 tahun 2008 tentang Pelayaran pada Pasal 6
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant I - 3
11. International Maritime Organization ( IMO )
12. Navguide IALA
B. Maksud dan Tujuan
a. Maksud kegiatan adalah melakukan studi penyusunan pedoman di bidang
transportasi penyeberangan
b. Tujuan Kegiatan
Tujuan dari studi ini adalah merumuskan konsep pedoman di bidang
transportasi penyeberangan
C. Hasil Yang Diharapkan
Hasil yang diharapka dari kegiatan ini adalah adanya tersusunnya pedoman di bidang
transportasi angkutan penyeberangan yang meliputi 10 (sepuluh) konsep pedoman,
yaitu:
1) Pedoman pemeliharaan/perawatan kapal penyeberangan
2) Pedoman berlalu lintas di alur penyeberangan
3) Pedoman Penetapan Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) pelabuhan laut yang
digunakan untuk angkutan penyeberangan
4) Pedoman Penetapan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp) pelabuhan
laut yang khusus digunakan untuk angkutan penyeberangan
5) Pedoman penentuan jumlah kapal penyeberangan pada lintas penyeberangan
komersial
6) Pedoman Penempatan kapal penyeberangan sesuai daerah operasi
7) Pedoman Pengurusan izin pengoperasian kapal penyeberangan
8) Pedoman penanganan kecelakaan kapal penyeberangan pada saat operasi
9) Pedoman Penempatan kapal penyeberangan pada lintas penyeberangan
perintis
10) Pedoman pengukuran jarak lintas antar pelabuhan penyeberangan pada lintas
penyeberangan
D. Lokasi Studi
a. Ambon
b. Medan
c. Kendari
d. Mataram
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant I - 4
E. Ruang Lingkup Kegiatan
Pedoman di bidang transportasi penyeberangan adalah relative luas, karena itu
konsultan memfokuskan beberapa pedoman sesuai dengan ruang lingkup kegiatan
yang ditetapkan dalam TOR adalah sebagai berikut;
1) Pedoman pemeliharaan/perawatan kapal penyeberangan
2) Pedoman berlalu lintas di alur penyeberangan
3) Pedoman Penetapan Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) pelabuhan laut yang
digunakan untuk angkutan penyeberangan
4) Pedoman Penetapan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp) pelabuhan
laut yang khusus digunakan untuk angkutan penyeberangan
5) Pedoman penentuan jumlah kapal penyeberangan pada lintas penyeberangan
komersial
6) Pedoman Penempatan kapal penyeberangan sesuai daerah operasi
7) Pedoman Pengurusan izin pengoperasian kapal penyeberangan
8) Pedoman penanganan kecelakaan kapal penyeberangan pada saat operasi
9) Pedoman Penempatan kapal penyeberangan pada lintas penyeberangan
perintis
10) Pedoman pengukuran jarak baring pada lintas penyeberangan
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant I - 5
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 1
BAB IIPEDOMAN DI BIDANG TRANSPORTASI PENYEBERANGAN
A. Pedoman Pemeliharaan Kapal Penyeberangan
1. Latar Belakang Penyusunan
Undang–Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Pasal 130, dan
Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan, Pasal
91.
2. Tujuan penyusunan
Tujuannya adalah untuk menjamin kelaiklautan kapal selama beroperasi.
3. Sasaran yang diwujudkan dalam penyusunan
Sasaran yang diwujudkan dalam penyusunan konsep pedoman pemeliharaan
kapal penyeberangan adalah sebagai acuan kepada pengusaha/operator kapal,
nahkoda dan ABK serta pejabat pemeriksa kelaiklauatn kapal dalam kegiatan
pemeliharaan kapal.
4. Jangkauan penyusunan
Jangkauan penyusunan konsep pedoman ini adalah panduan dan tanggung jawab
awak kapal terhadap semua bagian kapal termasuk permesinan dan kelengkapan
bantu kapal meliputi;
a. Manajemen Pemeliharaan ISM Code
b. Survei dan Pengujian Keselamatan Kapal
c. Pemeliharaan Bagian Kapal:
1) pemeliharaan pelat lambung
2) pemeliharaan ruang penumpang dan sanitary
3) pemeliharaan sarana tambat
4) pemeliharaan alat-alat keselamatan
5) pemeliharaan pemadam kebakaran
6) pemeliharaan ramp door
7) pemeliharaan alat navigasi
8) pemeliharaan mesin induk
9) pemeliharaan motor bantu
10) pemeliharaan pesawat bantu
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 2
11) pemeliharaan departemen radio dan sipil
5. Objek atau arah pengaturan
a. Manajemen Pemeliharaan ISM Code
1) Pada Klausul 10.2 ISM Code menyebutkan: Perusahaan harus menjamin
bahwa setiap ketidaksesuaian telah dilaporkan dengan kemungkinan
penyebabnya apabila diketahui –dan tindakan perbaikan telah
dilaksanakan (Dalam konteks ini “ketidaksesuaian” harus diartikan sebagai
kekurangan teknis atau cacat atau kesalahan operasional daripada bagian
lambung kapal atau permesinan dan peralatannya/lihat klausul ISM Code).
Masalah-masalah yang ditemukan selama inspeksi teknis rutin atau
perbaikan, setelah terjadinya kerusakan atau pada kejadian lain harus
dilaporkan. Elemen elemen mendasar daripada proses investigasi
kerusakan dan kesalahan atau ketidaksesuaian –dapat dikaji pada diagram
berikut ini. Perlu diperhatikan bahwa tidaklah mudah untuk melakukan
tindakan korektif. Efektifitas tindakan tersebut harus dikaji terlebih
dahulu.Lebih jelasnya dapat dilihat pada diagram berikut.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 3
Gambar 2.1
BLOK DIAGRAM
PROSES TINDAKAN KOREKTIF
IDENTIFIKASI MASALAH
PASTIKAN PENYEBABNYA
RUMUSKAN USULAN SOLUSI
EVALUASI USULAN SOLUSI
PILIH SATU
USULAN
TOLAK SEMUA
USULAN
LAKSANAKAN USULAN
EVALUASI EFEKTIFITASNYA
EFEKTIF TIDAK EFEKTIF
S E L E S A I
2) Perusahaan pelayaran dalam mengembangkan atau meningkatkan prosedur
pemeliharaan –perbaikan diharuskan juga untuk memperhitungkan hal hal
tersebut dibawah ini: a) Rekomendasi produsen peralatan permesinan
mengenai perbaikan dan spesifikasinya.b) Riwayat peralatan dan
permesinan termasuk kelemahan, cacat dan kerusakan serta tindakan
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 4
perbaikan yang pernah dilakukan.c) Hasil inspeksi pihak ketiga.d) Usia
kapal.e) Identifikasi peralatan permesinan serta sistem yang dinilai kritis.f)
Dampak kelemahan-kegagalan peralatan permesinan pada keselmatan
5) Penugasan personil yang tepat dan bertanggung jawab untuk kegiatan
inspeksi.
6) Penugasan personil yang tepat dan bertanggung jawab untuk kegiatan
pemeliharaan dan perbaikan.
17)Definisi yang jelas mengenai mekanisme dan persyaratan pelaporan.
Dalam hal ini cacatan harus disimpan dan dikelola sebagai bukti
terpenuhinya prosedur pemeliharaan – perbaikan serta efektifitasnya dapat
dikelompokkan dalam dua kategori utama yaitu: catatan yang diperoleh
dari pihak luar meliputi: a) Catatan dan laporan klasifikasi dan
sertifikatnya.b) Catatan dan laporan statutori dan sertifikatnya.c) Laporan
pemeriksaan pihak Pemerintah bendera kapal.d)Laporan organisasi terkait
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 5
lainnya. Kedua adalah catatan yang berasal dari perusahaan sendiri yang
meliputi; a) catatan inspeksi rutin atas kapal. b) catatan pekerjaan
pemeliharaan perbaikan yang pernah dilaksanakan. c) catatan hasil
pengujian peralatan yang senantiasa tersedia dan kritis lainnya.d) catatan
hasil pengujian keadaan bahaya dan penghentian darurat.e) catatan
kunjungan superintenden dan hasil inspeksinya.f) laporan audit internal
dan pihak ketiga.g) laporan ketidaksesuaian, kecelakaan, dan kejadian
yang membahayakan, h) catatan mengenai implementasi dan verifikasi
pelaksanaan tindakan koreksi dan i) daftar permintaan suku cadang, surat
pesanan, pemberitahuan surat pengiriman dan lain lainnya.
18) Pada Klausul 10.3 ISM Code yang menyatakan : “Perusahaan harus
menyusun prosedur yang merupakan bagian dari SPPPK (SP-3-K) untuk
mengidentifikasi kemungkinan terjadinya kegagalan operasional
mendadak (tidak terduga) pada peralatan dan sistem teknis yang dapat
menimbulkan keadaan bahaya. SP-3-K harus menyiapkan tindakan khusus
dan spesifik dengan tujuan menunjukkan kehandalan sebuah peralatan atau
system. Prosedur tersebut harus meliputi pengujian secara berkala seperti
halnya perlengkapan, permesinan dan sistem teknis yang harus berstatus
siaga serta yang tidak beroperasi secara kontinyu”
19) Apabila peralatan-perlengkapan sudah diidentifikasi, pengujian yang tepat
dan sesuai dan prosedur lainnya harus ditetapkan untuk menjamin
kehandalannya. Di atas kapal terdapat banyak perlengkapan-permesinan
dan sistem teknis dimana kegagalan operasionil mendadak dapat
menimbulkan keadaan berbahaya dan untuk itu, diperlukan tindakan yang
efektif didukung adanya peralatan yang sudah memadai. Tindakan yang
tepat harus dilaksanakan.
Lebih jelasnya daftar konrol manajemen sistem pemeliharaan dan
perbaikan dapat dilihat pada tabel berikut.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 6
Tabel 2.2. DAFTAR KONTROL
MANAJEMEN SISTEM PEMELIHARAAN - PERBAIKAN
No. P E M E R I K S A A N Yes No
1
Apakah informasi yang baru/diperbarui mengenai statutory,peraturan klasifikasi, peraturan pelabuhan internasional/nasional,kode industry dan pedomannya selalu diterima tepat waktu danmemadai
2
Apakah pengawasan atau kontrol ditempat untuk menjaminkesesuaian peraturan yang bersifat wajib dan untuk menjaminbahwa kode yang sesuai pedoman dan standar telahdiperhitungkan
3Apakah tanggung jawab petugas dan otoritasnya, baik di kapaldan atau dikantor terlibat dalam pemeriksaan/inspeksi danaktifitas pemeliharaan-perbaikan telah dirumuskan
4 Apakah aktifitas inspeksi, pemeliharaan-perbaikan dilimpahkankepada petugas yang tepat terlatih dan berpengalaman
5Apakah telah dilakukan pemeriksaan atas tersedia atau tidaknyadokumen teknis maupun prosedur serta yang berlaku adalahterbitan terakhir apabila setiap saat dibutuhkan
6 Apakah telah dilakukan tindakan untuk menjamin agar dokumenyang sudah kedaluwarsa tidak digunakan secara tidak sengaja
7 Apakah sudah tersedia sistem untuk pelaporan dan analisa cacat,kecelakaan dan keadaan yang membahayakan
8 Apakah jenis dan besarnya cacat dan kecelakaan/kejadian telahdilaporkan secara jelas, lengkap dan benar
9 Apakah prosedur untuk implementasi tindakan korektif danverifikasi atas efektifitasnya telah tersedia
10
Apakah catatan pemeliharaan-perbaikan memungkinkan dipakaisecara tepat untuk monitoring kronologis pemeliharaan-perbaikankapal
11 Apakah interval inspeksi telah ditetapkan
12 Apakah metode, tipe dan ketelitian inspeksi dan akurasi peralatanyang akan dipakai telah dibakukan
13 Apakah criteria untuk penolakan & penerimaan sudahditetapkan/dibakukan
14 Apakah interval pemeliharaan-perbaikan telah ditetapkan
15
Apakah catatan hasil inspeksi dan pelaksanaan pemeliharaan-perbaikan telah tersimopan dengan baik untuk menunjukkankesesuaian dengan persyaratan perusahaan dan peraturan yangwajib
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 7
16
Apakah seluruh perlengkapan peralatan dan sistem teknistermasuk yang harus selalu siaga dan jarang difungsikan, dimanadapat terjadi kesalahan operasional yang akan menimbulkankeadaan yang rawan atau berbahaya
17
Apakah prosedur periizinan untuk bekerja pada tempat yangdimasuki serta risiko yang akan terjadi sewaktu aktifitas inspeksidan pemeliharaan-perbaikan dan untuk menjamindilaksanakannya pengawasan yang memadai
18Apakah hasil analisa informasi pemeliharaan-perbaikan telahtersedia untuk diikutkan dalam pembahasan mengenai efektifitassistem manajemen oleh para pimpinan armada dan perusahaan
b. Survei dan Pengujian Keselamatan Kapal
Pengujian dan pemeliharaan-perbaikan perlengkapan peralatan siaga (stand by)
yang jarang dipergunakan harus menjadi bagian dari rencana pemeliharaan
perbaikan yang dipersiapkan oleh perusahaan. Berikut ini adalah contoh dari
instalasi yang harus diinspeksi dan diuji yaitu: a) Tanda bahaya dan perangkat
pemutusan pada keadaan darurat.b) Kehandalan sistem bahan bakar (terutama
dalam keadaan bahaya). c) Kehandalan sistem bongkar muat muatan.d) Peralatan
perlengkapan keselamatan (pemadam kebakaran dan detector CO-2 dan lainnya).
e) Pengujian perangkat sistem kemudi darurat pada saat tiba dan bertolak,
jenerator, pompa kebakaran darurat, peralatan komunikasi dan lainnya serta f)
Peralatan perlengkapan pemadam kebakaran dan pertolongan bagi menusia.
c. Survey Mempertahankan Kelas
Agar kapal dapat terus beroperasi maka sertifikat secara periodik harus
dipertahankan salah satunya adalah melalui : SURVEY MEMPERTAHANKAN
KELAS (SMK). Dokumen yang harus dipersiapkan untuk pelaksanaan SMK
adalah meliputi : a) Permohonan survey.b) Sertifikat Klasifikasi Lambung dan
Mesin. c) Sertifikat Instalasi Pendingin (apabila ada). d) Sertifikat Garis Muat.e)
Buku Instalasi Bongkar Muat (apabila ada).
Dalam rangka menjamin keselamatan, keamanan, kenyamanan dan atau
kelaiklautan kapal selama berlayar, salah satu kegiatan yang perlu dilakukan
adalah survey periodik dan pemeliharaan. Survey periodik terdiri 6 (enam)
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 8
kategori yaitu 1: a.survey tahunan (annual survey), b.survey antara (intermediate
belas) hari kerja sejak hasil penelitian diterima. 4 Dalam penetapan batas
Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan sebagaimana paling sedikit
memuat 5:
1) luas perairan yang digunakan sebagai Daerah Lingkungan Kepentingan
pelabuhan; dan 2) titik koordinat geografis sebagai batas Daerah Lingkungan
Kepentingan pelabuhan
3 Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 Tentang Kepelabuhanan, Pasal 314 Ibid, Pasal 12 ayat (5)5 Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 Tentang Kepelabuhanan, Pasal 33
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 39
b. Menetapkan ukuran DLKP wilayah perairan
Fasilitas daerah lingkungan kepentingan di pelabuhan penyeberangan yang
akan diukur adalah sebagai berikut 6: 1) Alur pelayaran dari dan ke pelabuhan,
Fasilitas keperluan keadaan darurat, 2) Pengembangan pelabuhan jangka
panjang, 3) Percobaan berlayar, dan 4) Fasilitas pembangunan serta
pemeliharaan dan perbaikan kapal. Untuk memperoleh ukuran daerah
lingkungan kepentingan wilayah perairan yang digunakan untuk penyediaan
fasilitas tersebut adalah dengan pendekatan sebagai berikut
1) Area Alur Pelayaran
Alur pelayaran adalah sarana untuk keluar masuk kapal dari dan keluar
pelabuhan. Untuk menentukan ukuran alur pelayaran maka harus diketahui
variabel lebar kapal maksimum yang beroperasi di pelabuhan
penyeberangan. Besarnya ukuran lebar alur pelayaran ditentukan dari
sembilan kali lebar kapal maksimum yang beroperasi di pelabuhan
penyeberangan ditambahkan dengan 30 meter. Secara matematis dapat
dilihat pada formula berikut 7:
W = 9B + 30
Keterangan:
W = Lebar alur pelayaran
B = Lebar kapal maksimum
2) Area Keperluan Keadaan Darurat
Untuk mengantisipasi apabila terjadi kecelakaan kapal atau musibah kapal
lainnya maka diperlukan area yang memadai. Musibah tersebut adalah
berupa kecelakaan kapal, kebakaran kapal, kapal kandas dan lain-lain.
Variabel yang harus diketahui sebelum menentukan ukuran keperluan
darurat adalah variabel luas areal pindah labuh kapal. Penentuan ukuran area
salvage diperkirakan luasnya 50% dari luas areal pindah labuh kapal.
6 Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 52 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan PelabuhanPenyeberangan, Pasal 10 ayat (4)
7 Ibid, Lampiran II
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 40
Artinya luas ukuran keperluan darurat adalah setengah dari luas arela pindah
labuh kapal, secara matematis dapat dilihat dari rumus berikut 8:
Ad = 0,5 * A
atau
Ad = 0,5 * N * π * R2
dimana
R = L + 6D + 30
Keterangan:
Ad = Area keperluan keadaan darurat
A = Luas areal berlabuh
N = Jumlah kolam putar
π = Konstanta (3,14)
R = Jari-jari areal untuk berlabuh per kapal
L = Panjang kapal yang berlabuh
D = Kedalaman air
3) Area Pengembangan Pelabuhan Jangka Panjang
Penetapan rencana area pengembangan suatu pelabuhan tentunya disesuaikan
dengan kecepatan pertumbuhan ekonomi daerah yang dilayani. Pertumbuhan
ekonomi yang pesat akan memicu mobilitas penduduk dan juga mobilitas
barang dari daerah yang satu ke daerah yang lainnya. Mobilitas orang dan
barang tersebut tentunya akan membutuhkan ruang lebih di tempat-tempat
pelayanan jasa tidak terkecuali di pelabuuhan penyeberangan. Pelaksana
teknis pelabuhan sebagai penanggung jawab kegiatan operasional di
pelabuhan penyeberangan setidaknya menyiapkan dua kali luas eksisting
pelabuhan yang ada untuk rencana pengembangan pelabuuhan ke depan.
8 Ibid, Pada Lampiran II
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 41
4) Area Percobaan Berlayar
Dalam hal menetapkan ukuran area percobaan berlayar maka faktor utama
yang perlu diperhatikan adalah ukuran kapal rencana yang akan berlayar di
pelabuhan penyeberangan. 9
5) Area Pembangunan serta pemeliharaan dan perbaikan kapal
Sama halnya dengan penentuan ukuran area percobaan berlayar, dalam hal
menetapkan ukuran fasilitas pembangunan serta pemeliharaan dan perbaikan
kapal maka faktor utama yang perlu diperhatikan adalah ukuran kapal
maksimum yang akan dibangun atau diperbaiki. 10
6) Menentukan titik koordinat geografis sebagai batas DLKp
Setelah ukuran DLKp berhasil dirumuskan dan dihitung, maka langkah
selanjutnya adalah dengan mengukur atau mengeplotkannya ke dalam areal
atau rencana lokasi pelabuhan. Untuk itu diperlukan gambaran atau data secara
in situ (fakta di lapangan) tentang kondisi geografis lahan daratan dan perairan
agar dapat menjamin kelancaran, keamanan, ketertiban dan keselamatan
pelayanan penyeberangan. Data tersebut meliputi data topografi daratan,
bathimetri perairan, oceaongrafi, cuaca, termasuk peruntukan lahan sesuai
RTRW setempat.
Penggambaran secara geografis untuk pemetaan DLKp harus menyertakan
titik-titik yang menjelaskan lokasi batas paling luar dari DLKp dari setiap
fasilitas pokok maupun penunjang pelabuhan. Selain penyebutan titik-titk
koordinat dalam Bujur dan Lintang, juga harus disertakan penjelasan secara
fisik daerah batas-batas alam atau keadaan yang telah ada, misalnya sungai,
batu karang, mercusuar, dan bangunan lainnya. Secara jelas harus juga
diuraikan bagaimana titik-titik koordinat batas dihubungkan satu sama lain
sehingga membentuk suatu area/daerah. Hal ini mutlak dikarenakan peta
dibuat sebagai sarana penyajian grafis ari bentuk ruang dan hubungan
keruangan antara berbagai perwujudan yang diwakili.
9 Lampiran II Keputusan Menteri Perhubungan No; KM 52 Tahun 2004 tentang PenyelenggaraanPelabuhan Penyeberangan
10 Lampiran II Keputusan Menteri Perhubungan No; KM 52 Tahun 2004 tentang PenyelenggaraanPelabuhan Penyeberangan
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 42
Sebagai contoh adalah Batas-batas DLKp Wilayah perairan Pelabuhan
Penyeberangan Ketapang sesuai dengan Keputusan Menteri Nomor KM.53
tahun 2003.
Gambaran titik-titik kordinat geografis tersebut dalam sebuah peta DLKp
pelabuhan. Penggambaran peta wajib memenuhi kaidah atau standar
kartografi dalam pemetaan. Dalam kaidah kartografi, biasanya ukuran peta
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 43
1 : 1.000.000 11. Sumber peta sebai peta dasar dalam penggambaran objek
(dalam hal ini lokasi pelabuhan) dapat diperoleh dari lembaga yang dipercaya
(misalnya Bakosurtanal), atau juga dari peta satelit langsung, kemudian baru
diregistrasi sesuai titik-titik koordinatnya. Selanjutnya dari peta dasar ini akan
digunakan untuk penggambaran peta tematik lokasi pelabuhan dan batas-
batas DLKp. Peta tematik ini akan menggambarkan tentang penggunaan
lahan wilayah daratan (tata guna lahan) di lokasi pelabuhan sesuai dengan
fasilitas pokok dan fasilitas penunjang serta lahan wilayah perairan.
Peta harus diplot dengan skala yang cukup sehingga seluruh batas-batas
DLKp dapat tercantum dalam peta tersebut. Dalam keterangan gambar perlu
juga ditampilkan insert peta yang berupa lokasi pelabuhan dalam suatu
wilayah administrasi propinsi atau kabupten/kota tertentu sehingga mudah
dalam pencarian lokasi tersebut.
Gambar 5.2.Contoh Peta DLKp Pelabuhan
Lebih jelasnya alir penetapan DLKP pelabuhan laut untuk angkutan
penyeberangan dapat dilihat pada diagram berikut.
11 Sariyono dan Nursa’ban, Kartografi Dasar, UNY, 2010
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 44
Gambar Diagram 2.3.Alir Penetapan DLKp Pelabuhan Laut untuk Kepentingan
Angkutan Penyeberangan
Data dukung:- RTRW
Propinsi/Kabupaten/Kota- Data Ukuran DLKp Perairan- Peta Lokasi Pelabuhan dengan
batas-batas KoordinatGeografis
Penelitian berkaspermohonan oleh
Menteri/Gubernur/Bupati/Walikota
DITERIMA
DITOLAK
Melengkapiberkas
Kriteria:- Kesesuaian dengan RTRW
Propinsi/Kabupaten/Kota- Kesesuaian Luas DLKp
perairan- Kesesuaian titik koordinat
geografis
Penetapan olehMenteri/Gubernur/Bupati/Walikota
Permohonan dariPemerintah/Pemda
yang tergabungdalam kesatuan
Permohonan LokasiPelabuhan
Hasil penelitianDITERIMA/ DITOLAKmaksimal waktu 30 harisetelah semua berasLENGKAP
Penetapan maksimalwaktu 14 hari setelah
hasil penelitian diterima
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 45
C. Pedoman Penetapan Daerah Lingkungan Kerja (DKr) Pelabuhan Laut
Untuk Kepentingan Penyeberangan
1. Latar Belakang Penyusunan
Dilatarbelakangi oleh Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
pada Pasal 72 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 75 ayat (1), (2), (3), (4), (5), dan ayat
(6), Pasal 76 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 77, Peraturan Pemerintah No. 61
Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan pada Pasal 17, 18, 30, 31, 32, 33, 34, 35, dan
Pasal 36, serta Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 52 Tahun 2004
tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Penyeberangan, Pasal 11, Pasal 12 dan Pasal
13, diperlukan adanya tindak lanjut penyusunan Konsep Pedoman Penetapan
Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp) Pelabuhan Laut Untuk Kepentingan
Penyeberangan.
2. Tujuan Penyusunan
Pedoman Penetapan Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) pelabuhan penyeberangan
bertujuan untuk menyusun panduan penetapan daerah lingkungan kerja baik
wilayah perairan maupun wilayah daratan sehingga dapat memberikan jaminan
keamanan dan kenyamanan bagi pengguna pelabuhan penyeberangan.
3. Sasaran Yang Diwujudkan Dalam Penyusunan
Sasaran yang diharapkan dari penyusuna konsep Pedoman Penetapan Daerah
Lingkungan Kerja (DLKr) Pelabuhan Laut untk Kepentingan Penyeberangan ini
adalah sebagai pedoman dalam menentukan ukuran DLKr terutama darata.
4. Jangkauan Penyusunan
Pedoman ini disusun untuk menjadi pegangan dalam penetapan daerah lingkungan
kerja (DLKr) pelabuhan penyeberangan. Ruang lingkup penyusunan pedoman
Penetapan Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) adalah menetapkan daerah
lingkungan kerja pelabuhan penyeberangan dan penggunaannya.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 46
5. Objek atau Arah Pengaturan
Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) adalah wilayah perairan dan daratan pada
pelabuhan yang digunakan secara langsung untuk kegiatan pelabuhan 12. Dalam hal
untuk kepentingan angkutan penyeberangan. Penggunaan wilayah daratan dan
perairan tertentu sebagai lokasi pelabuhan yang ditetapkan oleh Menteri yang harus
sesuai dengan Rencana Induk Pelabuhan Nasional wajib disertai dengan Rencana
Induk Pelabuhan serta Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) dan Daerah Lingkungan
Kepentingan (DLKp) pelabuhan 13. Batas Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah
Lingkungan Kepentingan pelabuhan ditetapkan dengan koordinat geografis untuk
menjamin kegiatan kepelabuhanan. Daerah Lingkungan Kerja pelabuhan tersebut,
terdiri atas 14: a) wilayah daratan yang digunakan untuk kegiatan fasilitas pokok
dan fasilitas penunjang; dan b) wilayah perairan yang digunakan untuk kegiatan
alur-pelayaran, tempat labuh, tempat alih muat antarkapal, kolam pelabuhan untuk
kebutuhan sandar dan olah gerak kapal, kegiatan pemanduan, tempat perbaikan
kapal, dan kegiatan lain sesuai dengan kebutuhan.
Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan untuk
pelabuhan laut untuk kepentingan angkutan penyeberangan ditetapkan oleh 15: a)
Menteri untuk pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul setelah mendapat
rekomendasi dari gubernur dan bupati/walikota akan kesesuaian dengan tata ruang
wilayah provinsi dan kabupaten/kota; dan b) gubernur atau bupati/walikota untuk
pelabuhan pengumpan.
Rencana peruntukan wilayah daratan dalam DLKr disusun untuk penyediaan
fasilitas dalam melayani kegiatan angkutan penyeberangan, yaitu 16; 1) fasilitas
poko yang terdiri dari: a) Fasilitas pokok meliputi : b) terminal penumpang;b)
penimbangan kendaraan bermuatan (angkutan barang); c) jalan penumpang
keluar/masuk kapal (gang way); d) perkantoran untuk kegiatan pemerintahan dan
pelayanan jasa; e) fasilitas bunker; f) instalasi air bersih, listrik, dan
telekomunikasi; g) akses jalan dan/atau jalur kereta api; h) fasilitas pemadam
12 Undang-undang No 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, Pasal 113 Ibid, Pasal 7214 Ibid, Pasal 7515 Ibid, Pasal 7616 Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 Tentang Kepelabuhanan, Pasal 26
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 47
kebakaran; dan dan i) tempat tunggu (lapangan parkir) kendaraan bermotor
sebelum naik ke kapal. 2) Fasilitas penunjang meliputi: a) kawasan perkantoran
untuk menunjang kelancaran pelayanan jasa kepelabuhanan; b) tempat
penampungan limbah; c) fasilitas usaha yang menunjang kegiatan pelabuhan
penyeberangan; d) areal pengembangan pelabuhan; dan e) fasilitas umum lainnya.
Lebih jelasnya penetapan dan ukuran DLKPr
a. Menetapkan ukuran DLKr wilayah daratan
Untuk memperoleh ukuran daerah lingkungan kerja wilayah daratan yang
digunakan untuk penyediaan fasilitas pokok dan fasilitas penunjang, adalah
dengan pendekatan sebagai berikut.
1). Menetapkan Area Terminal Penumpang
Untuk menentukan luas area terminal adalah dengan cara menjumlahkan luas
areal ruang tunggu, luas areal ruang kantin/kios, luas areal ruang administrasi,
luas areal ruang utilitas, dan luas areal ruang publik. Secara matematis untuk
menentukan ruang areal terminal penumpang ada sebagai berikut 17:
A = a1 + a2 + a3 + a4 + a5
Keterangan:
A = Luas total areal gedung terminal (m2)
a1 = Luas areal ruang tunggu (m2)
a2 = Luas areal ruang kantin/kios (m2)
a3 = Luas areal ruang administrasi (m2)
a4 = Luas areal ruang utilitas (m2)
a5 = Luas areal ruang publik (m2)
Penetapan luas areal ruang tunggu (a1) diperoleh dari hasil perkalian antara luas
area yang dibutuhkan untuk satu orang dengan jumlah penumpang dalam satu
kapal yang direncanakan beroperasi di pelabuhan penyeberangan dan jumlah
17 Keputusan Menteri Perhubungan No; KM 52 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan PelabuhanPenyeberangan, Lampiran II
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 48
kapal yang datang/berangkat pada saat yang bersamaan serta rasio konsetrasi dan
rata-rata fluktuasi. Secara matematis dapat ditunjukan dengan formula berikut 18:
a1 = a * n * N * x * y
Keterangan:
a1 = Luas areal ruang tunggu
a = Luas area yang dibutuhkan oleh satu orang (1,2 m2 per orang)
n = Jumlah total penumpang dalam satu kapal
N = Jumlah kapal yang datang/berangkat pada waktu bersamaan
x = Rasio konsentrasi (1,0 - 1,6)
y = Rata-rata fluktuasi (1,2)
Luas area ruang kantin (a2) diperoleh dari 15% total luas area ruang tunggu (15%
* a1). Sementara luas areal administrasi (a3) juga diperoleh dari 15% total luas
area ruang tunggu (15% * a1). Sedangkan luas areal ruang utilitas (a4) diperoleh
dari 25% dari total jumlah luas areal ruang tunggu, luas areal kantin/kios, dan luas
areal ruang administrasi (25% * [a1 + a2 + a3]). Terakhir luas areal ruang publik
(a5) diperoleh dari 10% dari total jumlah luas areal ruang tunggu, luas areal
kantin/kios, luas areal ruang administrasi, dan luas areal ruang utilitas (10% * [a1
+ a2 + a3 + a4]). 19
2). Area Penimbangan Kendaraan Bermuatan
Jembatan timbang adalah tempat untuk menimbang kendaraan beserta muatannya.
Untuk mengetahui kapasitas timbangan akan digunakan berdasarkan Jumlah Berat
Diperbolehkan (JBB) dan juga berdasarkan Muatan Sumbu Terberat (MST) .
Besarnya angka JBB dan MST tergantung jenis kapal yang beroperasi. Di
Indonesia kemampuan kapal terbesar yang beroperasi untuk mengangkut
kendaraan yang memiliki JBB baru sebatas 40 ton sementara untuk angka MST
baru sebatas 10 ton. Sehingga disain jembatan timbang yang akan dipakai di
18 Ibid, Lampiran II19 Ibid, Lampiran II
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 49
pelabuhan penyeberangan minimal harus mampu mengukur JBB 40 ton dan MST
10 ton. 20
3). Area Jalan penumpang keluar/masuk (gang way)
Jalan penumpang keluar/masuk kapal (gang way) adalah tempat untuk
memisahkan akses penumpang dan akses kendaraan dengan menggunakan
jalan/jembatan. Untuk menentukan ukuran panjang jalan keluar/masuk penumpang
maka harus mengetahui variabel panjang dermaga dan jarak antara ruang tunggu
dan area dermaga. Sementara untuk lebar jalan penumpang keluar/masuk adalah
harus mampu mengakomodasi pejalan kaki tiga orang penumpang berderet. Oleh
karena itu, jalan penumpang keluar/masuk kapal minimal memiliki panjang dari
total penjumlahan panjang dermaga dan jarak antara ruang tunggu dengan
dermaga, sementara lebar gang way minimal mampu mengakomodasi tiga orang
penumpang jalan berderet.
4).Area Perkantoran Untuk Kegiatan Pemerintahan dan Pelayanan Jasa
Untuk menentukan besarnya luas areal perkantoran digunakan 15% dari luas ruang
tunggu. Artinya adalah 0,15 kali dari luas ruang tunggu penumpang. secara
matetamatis dapat ditunjukkan dengan formula berikut 21:
a3 = 0,15 * a1
atau
a3 = 0,15 * a * n * N * x * y
Keterangan:
a3 = Luas area perkantoran
a1 = Luas areal ruang tunggu
a = Luas area yang dibutuhkan oleh satu orang (1,2 m2 per orang)
n = Jumlah total penumpang dalam satu kapal
N = Jumlah kapal yang datang/berangkat pada waktu bersamaan
x = Rasio konsentrasi (1,0 - 1,6)
y = Rata-rata fluktuasi (1,2)
20 Lampiran III Ditektur Jenderal Perhubungan Darat No. SK 73/AP005/DRJD/2003 TentangPersyaratan Pelayanan Minimal Angkutan Penyeberangan Menyangkut Persyaratan PelayananPemuatan Kendaraan di Kapal Penyeberangan
21 Lampiran II Keputusan Menteri Perhubungan No; KM 52 Tahun 2004 tentang PenyelenggaraanPelabuhan Penyeberangan
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 50
5). Area Fasilitas Penyimpanan Bahan Bakar (Bunker)
Berdasarkan alasan tersebut, maka perlu diketahui variabel jenis dan jumlah
kapal yang beroperasi di pelabuhan penyeberangan. Secara matematis dapat
ditunjukkan dengan formula berikut 22:
V = D1 + D2 + D3 + ... + Dn
Keterangan:
V = Volume bungker (tanki)
D1 = Kebutuhan (demand) bahan bakar minyak kapal pertama
D2 = Kebutuhan (demand) bahan bakar minyak kapal kedua
D3 = Kebutuhan (demand) bahan bakar minyak kapal ketiga
Dn = Kebutuhan (demand) bahan bakar minyak kapal-kapal selanjutnya
6). Area Instalasi Penyediaan Air Bersih
Untuk mengetahui besarnya fasilitas penyediaan air bersih dapat diukur dari
perkalian besarnya kebutuhan air perorang per hari dengan total penumpang dan
pegawai yang ada di pelabuhan penyeberangan. Secara matematis dapat
ditunjukkan dengan formula berikut 23:
V = d * (P + W)
Keterangan:
V = Volume tangki air bersih
d = Kebutuhan air per orang per hari untuk di terminal/perkantoran
(25 liter)
P = Jumlah rata-rata penumpang per hari di terminal penyeberangan
W = Jumlah pegawai di terminal penyeberangan
7). Area Fasilitas Listrik dan Telekomunikasi
Instalasi listrik adalah fasilitas untuk memasok tenaga listrik guna mendukung
kegiatan bongkar muat di pelabuhan sementara fasilitas telekomunikasi adalah
22 Ibid, Pada Lampiran II23 Sutrisno. T., Suciastuti. E. Teknologi Penyediaan Air Bersih, 2002, Rineka Cipta
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 51
fasilitas untuk memudahkan komunikasi intern dan ekstern di pelabuhan. Ukuran
fasilitas listrik dan telekomunikasi di pelabuhan penyeberangan dikonfersikan
dari besarnya ruang yang dibutuhkan untuk menempatkan sumber pembangkit
listrik (generator) serta server alat komunikasi yang dipakai. Jadi kebutuhan areal
untuk generator didasarkan pada standar kebutuhan ruang untuk fasilitas listrik
seluas 150 m2. Sementara untuk fasilitas telekomunikasi membutuhkan area
seluas 60 m2. 24
8). Area Akses Jalan dan/atau Jalur Kereta Api
Kebutuhan ruang stasiun diperoleh berdasarkan perkalian dari kebutuhan ruang
per orang penumpang dikalikan dengan jumlah penumpang tiap gerbong, jumlah
gerbong yang datang/pergi secara bersamaan, rasio konsentrasi dan rata-rata
fluktuasi. Secara matematis dapat ditampilkan sesuai formula berikut 25:
A = a * n * N * x * y
Keterangan:
A = Luas areal ruang tunggu
a = Luas area yang dibutuhkan oleh satu orang (0,6 m2 per orang)
n = Jumlah total penumpang dalam satu gerbong
N = Jumlah gerbong yang datang/berangkat pada waktu bersamaan
x = Rasio konsentrasi (1,0 - 1,6)
y = Rata-rata fluktuasi (1,2)
9). Area Fasilitas Pemadam Kebakaran
Fasilitas pemadam kebakaran adalah fasilitas untuk menanggulangi bahaya
kebakaran dapat berupa hydrant, tabung kebakaran, dan alarm pendeteksi
kebakaran dan unit mobil pemadam kebakaran. Ukuran fasilitas mobil pemadam
kebakaran dapat diperoleh dari perkalian kebutuhan ruang tiap mobil pemadam dan
24 Lampiran II Keputusan Menteri Perhubungan No; KM 52 Tahun 2004 tentang PenyelenggaraanPelabuhan Penyeberangan
25 Ibid, Pada Lampiran II
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 52
total mobil yang disediakan di lokasi pelabuhan penyeberangan. Secara matematis
dapat dilihat dari formula berikut 26:
A = a * n
Keterangan:
A = Total kebutuhan ruang parkir mobil pemadam kebakaran
a = Kebutuhan ruang untuk satu mobil pemadam kebakaran (60 m2)
n = Jumlah mobil pemadam kebakaran yang tersedia di lokasi pelabuhan
10). Area Tempat Tunggu Kendaraan Bermotor Sebelum Naik Kapal.
Untuk menentukan besarnya area tempat tunggu kendaraan bermotor sebelum naik
kapal dapat ditentukan dari perkalian antara luas areal yang dibutuhkan untuk satu
unit kendaraan, jumlah kendaraan dalam satu kapal, jumlah kapal yang datang/pergi
secara bersamaan, rata-rata pemanfaatan dan rasio konsentrasi. Secara matematis
dapat dilihat pada formula berikut 27:
A = a * n * N * x * y
Keterangan:
A = Luas total areal parkir untuk kendaraan menyeberang
a = Luas areal yang dibutuhkan untuk satu unit kendaraan, dimana:
Truk 8 Ton = 60 m2
Truk 4 Ton = 45 m2
Truk 2 Ton = 25 m2
Kendaraan Penumpang = 25 m2
n = Jumlah kendaraan dalam satu kapal
N = Jumlah kapal datang / berangkat pada saat bersamaan
x = Rata-rata pemanfaatan
y = Rasio konsentrasi
26 Lampiran III Ditektur Jenderal Perhubungan Darat No. SK 73/AP005/DRJD/2003 TentangPersyaratan Pelayanan Minimal Angkutan Penyeberangan Menyangkut Persyaratan PelayananPemuatan Kendaraan di Kapal Penyeberangan
27 Lampiran II Keputusan Menteri Perhubungan No; KM 52 Tahun 2004 tentang PenyelenggaraanPelabuhan Penyeberangan
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 53
b. Fasilitas Penunjang DLKp
Beberapa fasilitas penunjang daerah lingkungan kerja di area darat untuk pelabuhan
penyeberangan adalah sebagai berikut 28:
a) Kawasan perkantoran untuk menunjang kelancaran pelayanan jasa
kepelabuhanan,
b) Tempat penampungan limbah
c) Fasilitas usaha yang menunjang kegiatan pelabuhan penyeberangan
d) Areal pengembangan pelabuhan,
e) Fasilitas umum lainnya meliputi:
(1) Tempat peribadatan
(2) Area taman
(3) Area jalur hijau
(4) Tempat pelayanan kesehatan
(5) Area parkir kendaraan antar/jemput
1). Area Kawasan Perkantoran Untuk Menunjang Kelancaran Pelayanan Jasa
Kepelabuhanan
Kawasan perkantoran yang dimaksud dalam hal ini adalah kawasan pelayanan
jasa pendukung untuk melayani penumpang di lokasi pelabuhan penyeberangan.
Kebutuhan ruang untuk kawasan perkantoran disubsitusi dari kebutuhan ruang
untuk fasilitas umum dan fasilitas sosial bagi 250 orang penduduk pendukung.
Jadi berdasarkan hal tersebut maka luas kawasan yang dibutuhkan untuk
membangun kawasan perkantoran diperoleh dari perkalian kebutuhan ruang untuk
satu kantor dengan jumlah kantor yang akan dibangun. Secara matematis dapat
29 Keputusan Menteri Perhubungan No; KM 52 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan PelabuhanPenyeberangan, Lampiran II
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 54
2). Area Tempat Penampungan Limbah
Penampungan limbah yang dimaksudkan dalam hal ini adalah limbah cair
domestik dan limbah padat (sampah) yang dihasilkan dari aktivitas pelabuhan.
Untuk menentukan besarnya penampung limbah cair domestik diperoleh dari
variabel kebutuhan air rata-rata per hari di terminal, sedangkan untuk menentukan
besarnya penampungan limbah padat (sampah) dapat diperoleh dari besarnya
volume timbulan sampah per orang per hari. Oleh karena itu, besarnya volume
limbah cair yang dihasilkan dari kegiatan pelabuhan diperoleh dari 25% dikalikan
dengan besarnya kebutuhan air bersih per hari di pelabuhan. Artinya besarnya
limbah yang dihasilkan adalah 0,25 dari total kebutuhan air di pelabuhan. Secara
matematis dapat dilihat dari formula berikut 30:
V = 0,25 * D
Keterangan:
V = Volume air limbah yang dihasilkan di pelabuhan penyeberangan
D = Kebutuhan total air bersih di pelabuhan penyeberangan
Sedangkan untuk menentukan besarnya volume limbah padat (sampah) dapat
diperoleh dari perkalian timbulan sampah per orang per hari dari penumpang
dengan jumlah total penumpang dan pegawai di pelabuhan, secara matematis
dapat dilihat dari formula berikut 31:
V = t * (P + W)
Keterangan:
V = Volume timbulan sampah total di pelabuhan penyeberangan
t = Timbulan sampah per orang penumpang per hari (0,15 m3)
P = Jumlah total penumpang per hari di pelabuhan penyeberangan
W = Jumlah pegawai di pelabuhan penyeberangan
30 Darmasetiawan. M, Sarana Sanitasi Perkotaan, 2004, Ekamitra Engineering31 Keputusan Menteri Perhubungan No; KM 52 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan
Penyeberangan, Lampiran II
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 55
3). Area Fasilitas Usaha Yang Menunjang Kegiatan Pelabuhan
Penyeberangan
Fasilitas usaha yang dimaksud dalam hal ini adalah kawasan perdagangan untuk
melayani penumpang di lokasi pelabuhan penyeberangan. Kebutuhan ruang untuk
kawasan perdagangan disubsitusi dari kebutuhan ruang untuk fasilitas umum dan
fasilitas sosial bagi 250 orang penduduk pendukung. Jadi berdasarkan hal tersebut
maka luas kawasan yang dibutuhkan untuk membangun kawasan perdagangan
diperoleh dari perkalian kebutuhan ruang untuk satu tempat usaha dengan jumlah
total tempat usaha yang akan dibangun. Secara matematis dapat dilihat dari
formula berikut 32:
A = a * n
Keterangan:
A = Total luas kawasan perdagangan
a = Luas untuk satu ruang tempat usaha (60 m2)
n = Jumlah seluruh tempat usaha yang akan dibangun
4). Area Pengembangan Pelabuhan
Penetapan rencana area pengembangan suatu pelabuhan tentunya disesuaikan
dengan kecepatan pertumbuhan ekonomi daerah yang dilayani. Pertumbuhan
ekonomi yang pesat akan memicu mobilitas penduduk dan juga mobilitas barang
dari daerah yang satu ke daerah yang lainnya. Mobilitas orang dan barang tersebut
tentunya akan membutuhkan ruang lebih di tempat-tempat pelayanan jasa tidak
terkecuali di pelabuuhan penyeberangan. Pelaksana teknis pelabuhan sebagai
penanggung jawab kegiatan operasional di pelabuhan penyeberangan setidaknya
menyiapkan dua kali luas eksisting pelabuhan yang ada untuk rencana
pengembangan pelabuuhan ke depan.
5). Area Fasilitas Umum Lainnya
Fasilitas umum lainnya yang dimaksud dalam hal ini adalah sebagai berikut 33:
(a). Tempat peribadatan
32 Ibid, Lampiran II33 Ibid, Lampiran II
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 56
Kebutuhan ruang untuk fasilitas peribadatan disubsitusi dari kebutuhan ruang
untuk fasilitas umum dan fasilitas sosial bagi 250 orang penduduk
pendukung. Jadi besarnya ruang yang dibutuhkan berdasarkan hal tersebut
adalah 60 m2.
(b).Area taman
Besarnya areal taman dikonfersikan dari besarnya ruang utilitas yaitu 15% dari
luas ruang tunggu, artinya 0,15 dikalikan dengan luas ruang tunggu
penumpang.
(c). Area jalur hijau
Sama halnya dengan area taman, besarnya areal jalur hijau juga dikonfersikan
dari besarnya ruang utilitas yaitu 15% dari luas ruang tunggu, artinya 0,15
dikalikan dengan luas ruang tunggu penumpang.
(d).Tempat pelayanan kesehatan
Sama hanya dengan tempat peribadatan, kebutuhan ruang untuk fasilitas
kesehatan juga disubsitusi dari kebutuhan ruang untuk fasilitas umum dan
fasilitas sosial bagi 250 orang penduduk pendukung. Jadi besarnya ruang yang
dibutuhkan berdasarkan hal tersebut adalah 60 m2.
(e). Area parkir kendaraan antar/jemput
Untuk menentukan besarnya kebutuhan ruang untuk area parkir kendaraan
antar/jemput, maka harus diketahui beberapa variabel yang mempengaruhi
kebutuhan lahan yaitu:
(1) Luas areal yang dibutuhkan untuk satu unit kendaraan
(2) Jumlah penumpang dalam satu kapal
(3) Jumlah penumpang dalam satu kendaraan
(4) Jumlah kapal datang / berangkat pada saat bersamaan
(5) Rata-rata pemanfaatan
(6) Rasio konsentrasi
(7) Rata-rata pemanfaatan
Jadi untuk menentukan besarnya lahan perkir yang dibutuhkan diperoleh dari
perkalian antara luas area yang dibutuhkan untuk satu unit kendaraan, jumlah
dalam satu kapal, jumlah kapal datang/berangkat pada saat bersamaan, rata-rata
pemanfaatan, rasio konsentrasi, dan rata-rata pemanfaatan serta dikalikan
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 57
dengan satu per jumlah penumpang dalam satu kendaraan. Secara matematis
dapat dilihat dalam formula berikut 34:
A = a * n1 * N * x * y * z * 1/n2
Keterangan:
A = Luas total area parkir untuk kendaraan antar/jemput
a = Luas areal yang dibutuhkan untuk satu unit kendaraan (25 m2)
n1 = Jumlah penumpang dalam satu kapal
n2 = Jumlah penumpang dalam satu kendaraan (8 penumpang per kendaraan)
N = Jumlah kapal datang / berangkat pada saat bersamaan
x = Rata-rata pemanfaatan (1,0)
y = Rasio konsentrasi (1,0 - 1,6)
z = Rata-rata pemanfaatan (1,0 : Seluruh penumpang meninggalkan terminal
dengan kendaran)
c. Menetapkan ukuran DLKr wilayah perairan
Selanjutnya, untuk menetapkan ukuran daerah lingkungan kerja wilayah perairan
yang digunakan untuk kegiatan alur pelayaran, tempat labuh, tempat alih muat
antarkapal, kolam pelabuhan untuk kebutuhan sandar dan olah gerak kapal,
kegiatan pemanduan, tempat perbaikan kapal, dan kegiatan lain sesuai dengan
kebutuhan, dengan pendekatan sebagai berikut:
1). Area Alur Pelayaran
Alur pelayaran adalah sarana untuk keluar masuk kapal dari dan keluar pelabuhan.
Untuk menentukan ukuran alur pelayaran maka harus diketahui variabel lebar
kapal maksimum yang beroperasi di pelabuhan penyeberangan. Besarnya ukuran
lebar alur pelayaran ditentukan dari sembilan kali lebar kapal maksimum yang
beroperasi di pelabuhan penyeberangan ditambahkan dengan 30 meter. Secara
matemati dapat dilihat pada formula berikut 35:
34 Keputusan Menteri Perhubungan No; KM 52 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan PelabuhanPenyeberangan, Lampiran II
35 Keputusan Menteri Perhubungan No; KM 52 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan PelabuhanPenyeberangan, Lampiran II
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 58
W = 9B + 30
Keterangan:
W = Lebar alur pelayaran
B = Lebar kapal maksimum
2). Area Sandar Kapal
Fasilitas sandar kapal adalah sarana untuk sandar kapal dalam rangka bongkar muat
kapal termasuk untuk naik turun kendaraan beserta muatannya. Fasilitas sandar
kapal yang dimaksud di sini juga termasuk dermaga. Untuk menentukan panjang
fasilitas sandar kapal dan panjang dermaga harus diketahui variabel panjang kapal
maksimal yang beroperasi di pelabuhan penyeberangan. Jadi panjang dermaga yang
dibutuhkan di suatu pelabuhan penyeberangan sebesar 1,3 kali panjang kapal
maksimum yang beroperasi di pelabuhan penyeberangan, sedangkan luas area yang
sandar kapal diperoleh dari 1,8 panjang kapal maksimum dikalikan dengan 1,5
panjang kapal maksimum. Secara matematis dapat dilihat pada formula berikut 36:
Ad = 1,3 * L
dan
A = 1,8L * 1,5L
Keterangan:
Ad = Panjang dermaga/tempat sandar kapal
A = Luas perairan tempat sandar untuk satu kapal
L = Panjang kapal maksimal
3) Area Tempat Labuh
Perairan tempat labuh adalah area perairan yang digunakan untuk lego jangkar
kapal yang sedang istirahat, docking ringan atau sedang menunggu antrian
sebelum masuk kolam pelabuhan. Dalam hal penentuan ukuran perairan tempat
labuh kapal, maka harus diketahui beberapa variabel, variabel-variabel tersebut
adalah jumlah kolam putar yang ada di pelabuhan penyeberangan, jari-jari areal
untuk berlabuh per kapal, panjang kapal yang berlabuh, dan kedalaman air di
36 Ibid, Lampiran II
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 59
pelabuhan penyeberangan. Jadi untuk menentukan ukuran perairan yang
digunakan untuk tempat berlabuh kapal diperoleh dengan cara perkalian antara
jumlah kolam putar yang ada dengan konstanta (π) serta kuadrat jari-jari areal
untuk berlabuh per kapal, sementara jari-jari areal untuk berlabuh per kapal
didapat dari total penjumlahan panjang kapal berlabuh dan enam kali kedalaman
air serta ditambahkan 30 meter. Secara matematis dapat dilihat dari rumus berikut37:
A = N * π * R2
dimana
R = L + 6D + 30
Keterangan:
A = Luas areal berlabuh
N = Jumlah kolam putar
π = Konstanta (3,14)
R = Jari-jari areal untuk berlabuh per kapal
L = Panjang kapal yang berlabuh
D = Kedalaman air
4) Area Kolam Pelabuhan Untuk Kebutuhan Sandar dan Olah Gerak Kapal
Penentuan kedalaman kolam pelabuhan diperoleh dari menambahkan minimal 1
meter dari tinggi beban muatan penuh (full load draft) sebagai kelonggaran
kedalaman. Sedangkan penentuan areal kolam putar diperoleh dengan cara
perkalian antara jumlah kolam putar dengan konstanta (π) serta kuadrat diameter
areal kolam putar dibagi dengan empat. Secara matematis dapat dilihat dari rumus
berikut 38:
37 Ibid, Lampiran II38 Ibid, Lampiran II
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 60
d = 1 + f
dan
A = N * π * D2/4
dimana
D = 3 * L
Keterangan:
d = Kedalaman kolam pelabuhan
f = Beban muatan penuh (full load draft)
A = Luas areal kolam putar
N = Jumlah kolam putar rencana
π = Konstanta (3,14)
L = Panjang kapal yang berlabuh
D = Diameter areal kolam putar
5) Menentukan titik koordinat geografis sebagai batas DLKr
Setelah ukuran-ukuran dari DLKr berhasil dirumuskan dan dihitung, maka langkah
selanjutnya adalah dengan mengukurkan atau mengeplotkannya ke dalam areal
atau rencana lokasi pelabuhan. Untuk itu diperlukan gambaran atau data secara in
situ (fakta di lapangan) tentang kondisi geografis lahan daratan dan perairan agar
dapat menjamin kelancaran, keamanan, ketertiban dan keselamatan pelayanan
penyeberangan. Data tersebut meliputi data topografi daratan, bathimetri perairan,
oceaongrafi, cuaca, termasuk peruntukan lahan sesuai RTRW setempat.
Penggambaran secara geografis atau pemetaan DLKr tersebut harus menyertakan
titik-titik yang menjelaskan lokasi batas paling luar dari DLKr dari setiap fasilitas
pokok maupun penunjang pelabuhan. Selain penyebutan titik-titk koordinat
tersebut dalam Bujur dan Lintang, juga harus disertakan penjelasan secara fisik
daerah tersebut dengan batas-batas alam atau keadaan yang telah ada, misalnya
sungai, batu karang, mercusuar, dan bangunan lainnya. Secara jelas harus juga
diuraikan bagaimana titik-titik koordinat batas tersebut dihubungkan satu sama lain
sehingga membentuk suatu area/daerah. Hal ini mutlak dikarenakan peta dibuat
sebagai sarana penyajian grafis ari bentuk ruang dan hubungan keruangan antara
berbagai perwujudan yang diwakili.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 61
Sebagai contoh adalah Batas-batas DLKr dan DLKp Pelabuhan Penyeberangan
Ketapang sesuai dengan Keputusan Menteri Nomor KM.53 tahun 2003.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 62
Selanjutnya adalah penggambaran titik-titik kordinat geografis tersebut dalam
sebuah peta DLKr pelabuhan. Penggambaran peta wajib memenuhi kaidah atau
standar kartografi dalam pemetaan. Dalam kaidah kartografi, biasanya ukuran
d.Peta skala kecil, 1 : 500.000 – 1 : 1.000.000; dan e.Peta umum, < 1 : 1.000.00039. Sumber peta sebai peta dasar dalam penggambaran objek (dalam hal ini lokasi
39 Sariyono dan Nursa’ban, Kartografi Dasar, UNY, 2010
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 63
pelabuhan) dapat diperoleh dari lembaga yang dipercaya (misalnya
Bakosurtanal), atau juga dari peta satelit langsung, kemudian baru diregistrasi
sesuai titik-titik koordinatnya, baru kemudian didigitasi sehingga dapat
ditampilakan secara giografis. Selanjutnya dari peta dasar ini digunakan untuk
penggambaran peta tematik lokasi pelabuhan tersebut dan batas-batas DLKr. Peta
tematik ini akan menggambarkan tentang penggunaan lahan wilayah daratan (tata
guna lahan) di lokasi pelabuhan sesuai dengan fasilitas pokok dan fasilitas
penunjang serta lahan wilayah perairan.
Lebih jelasnya diagram alir penetapan DLKr pelabuhan laut untuk kepentingan
angkutan penyeberangan dapat dilihat pada gambar berikut
Gambar Diagram 2.4.Alir Penetapan DLKr Pelabuhan Laut Untuk Kepentingan
Angkutan Penyeberangan
Data dukung:- RTRW
Propinsi/Kabupaten/Kota- Data ukuran DLKr daratan- Data Ukuran DLKr Perairan- Peta Lokasi Pelabuhan
dengan batas-batasKoordinat Geografis
Penelitian berkaspermohonan oleh
Menteri/Gubernur/Bupati/Walikota
DITERIMA
DITOLAK
Melengkapi berkas
Kriteria:- Kesesuaian dengan RTRW
Propinsi/Kabupaten/Kota- Kesesuaian Luas DLKr
daratan- Kesesuaian Luas DLKr
perairan- Kesesuaian dengan titik
koordinat geografisPenetapan oleh
Menteri/Gubernur/Bupati/Walikota
Permohonan dariPemerintah/Pemda
yang tergabungdalam kesatuan
PermohonanLokasi Pelabuhan Hasil penelitian
DITERIMA/ DITOLAKmaksimal waktu 30 harisetelah semua berasLENGKAP
Penetapan maksimalwaktu 14 hari setelahhasil penelitianditerima
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 64
D. Pedoman Berlalulintas di Alur Penyeberangan
1. Latar Belakang
Dilatarbelakangi penetapan Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang
Pelayaran terutama pada Pasal 188 ayat (3), dan Pasal 193, Peraturan Pemerintah
No. 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian pada Pasal 8 dan Pasal 17, serta
Peraturan Menteri Nomor PM. 68 Tahun 2011 tentang Alur Pelayaran di Laut
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 76
7). situasi memotong;
Bilamana dua kapal sedang berlayar dengan haluan saling memotong sedemikian
rupa sehingga akan mengakibatkan bahaya tubrukan, kapal yang mendapati kapal
lain di sisi kanannya harus menghindar, dan jika keadaan mengizinkan, harus
menghindarkan dirinya memotong di depan kapal lain itu.
8).tindakan kapal yang menghindari;
Setiap kapal yang diwajibkan menghindari kapal lain, sedapat mungkin
melakukan tindakan secara dini dan tegas untuk tetap bebas sama sekali.
9) tanggung jawab antar kapal;
Kapal yang sedang berlayar harus menghindari: 1).kapal yang tidak terkendalikan;
2).kapal yang kemampuan olah geraknya terbatas; 3).kapal yang sedang
menangkap ikan; 4).kapal layar. Setiap kapal, kecuali kapal yang tidak dapat
dikendalikan atau kapal yang kemampuan olah geraknya terbatas, jika keadaan
mengizinkan harus menghindarkan dirinya merintangi jalan aman sebuah kapal
yang terkendala oleh saratnya. Kapal yang terkendala oleh saratnya harus berlayar
dengan kewaspadaan khusus dengan benar-benar memperhatikan keadannya yang
khusus itu.
10).olah gerak kapal dalam penglihatan terbatas.
Setiap kapal harus berlayar dengan kecepatan aman yang disesuaikan dengan
keadaan dan suasana penglihatan terbatas yang ada serta harus benar-benar
memperhatikan keadaan dan suasana penglihatan terbatas yang ada. Kapal yang
mengidera kapal lain hanya dengan radar harus menentukan apakah sedang
berkembang situasi saling mendekati terlalu rapat dan/atau apakah ada bahaya
tubrukan. Jika kapal itu harus melakukan tindakan dalam waktu yang cukup
lapang ketentuan bahwa bilamana tindakan demikian terdiri dari perubahan
haluan, maka sejauh mungkin harus dihindari hal-hal sebagai berikut :
1).perubahan haluan ke kiri terhadap kapal yang ada di depan arah melintang,
selain daripada kapal yang sedang disusul; 2).perubahan haluan ke arah kapal
yang ada di arah melintang atau di belakang arah melintang. Kecuali telah yakin
bahwa tidak ada bahaya tubrukan, setiap kapal yang mendengar isyarat kabut
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 77
kapal lain yang menurut pertimbangannya berada di depan arah melintangnya,
atau yang tidak dapat menghindari situasi saling mendekati terlalu rapat hingga
kapal yang ada di depan arah melintangnya, harus mengurangi kecepatannya
serendah mungkin yang dengan kecepatan itu kapal tersebut dapat
mempertahankan haluannya. Jika dianggap perlu kapal meniadakan kecepatannya
sama sekali dan bagaimanapun juga berlayar dengan kewaspadaan khusus hingga
bahaya tubrukan telah berlalu.
11).Sistem perambuan
Sesuai dengan ketentuan IALA, sistem pemasangan perambuan di dunia
dikelompokkan pada dua bagian yaitu sistem A dan sistem B.
Gambar 2.7. Sistem Pelampung Internasional
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 78
Gambar 2.8. Sistem Perambuan Internasional
d. Indonesia menganut Sistem A dalam berlalu linta
Indonesia menganut sistem A, karena itu pemasangan rambu suaru dilakukan
sebegai berikut 54;
1) SBNP rambu suar ataupun pelambung suar sebagai penuntun memasuki
pelabuhan, berada di sebelah kanan masuk kapal pelabuhan dengan warna
hijau.
2) SBNP rambu suar ataupun pelambung suar sebagai penuntun memasuki
pelabuhan, berada di sebelah kiri masuk kapal pelabuhan dengan warna
merah.
3) SBNP pengenal pelabuhan dengan warna putih.
SBNP tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a). Menara Suar ( Mensu ) Lighthouse
Di dalam berlalu lintas, perlu diperhatikan Menara Suar merupakan Sarana
Bantu Navigasi Pelayaran tetap yang bersuar dan mempunyai jarak tampak
sama atau lebih 20 (dua puluh) mil laut . Menara suar dapat membantu para
navigator dalam menentukan posisi dan/atau haluan kapal, menunjukkan arah
54 IALA- Navguide, 2001
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 79
daratan dan adanya pelabuhan serta dapat dipergunakan sebagai tanda batas
wilayah negara 55. Spesifikasi menara suar adalah 56 ;
- Jarak tampak minimum :20 NM
- Jenis Konstruksi Atas Baja Galvanis dengan sifat bangunan; Beton
Terbuka, Beton Tertutup, Steel Chub, Lampu Sesuai Standar IALA warna
lampu putih.Tipe lampu revolving, rotating, dan flashing, serta mempunyai
karakteristik lampu adalah sebagai berikut;
1). perairan aman: a) cerlang panjang dengan periode 10 detik,b) cahaya
isophasa, c) cahaya tunggal terputus,d) cahaya kode morse dengan
karakter tunggal “A”;
2) tanda khusus dengan sifat; a) kelompok terputus, b) cerlang tunggal, tetapi
bukan cerlang panjang dengan periode 10 detik,c) kelompok cerlang
dengan 1 kelompok terdiri dari empat, lima, atau (secara luar biasa)
enam cerlang,d) kelompok cerlang campuran,e) cahaya kode morse tetapi
bukan karakter tunggal “A” maupun “U”;
3) Luas Area 5000 M2, dan cara pengoperasian secara Manual dan Dijaga
secara Otomatis .
Gambar 2.9 . Menara Suar
55 Peraturan Menteri Nomor PM.25 Tahun 2011 tentang Sarana Bantu Navigasi Pelayaran, Pasal 156 IALA – AIMS ( Internastional Assosiation of Lighthouse Authority ), 2006
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 80
Gambar 2.10. Contoh Menara Suar (Mensu) Lighthouse.
4).Rambu Suar (Ramsu) Light Beacon
Rambu Suar adalah sarana Bantu navigasi pelayaran tetap yang bersuar dan
mempunyai jarak tampak sama atau lebih dari 10 (sepuluh) mil laut . Rambu
Suar dapat membantu untuk menunjukkan kepada para navigator adanya
bahaya/rintangan navigasi antara karang, air dangkal, gosong, dan bahaya
terpencil serta menentukan posisi dan /atau haluan kapal 57. Spesifikasi Rambu
Suar ( Ramsu ) Light Beacon adalah 58: Ciri-cirinya adalah sebagai berikut
- Jarak Tampak Minimum : 15 NM
- Tipe Lampu; Sesuai Standar IALA, tipe lampu revolving, rotating, dan
flashing, serta mempunyai karakteristik lampu sebagai berikut:(1). bahaya
terpencil, (2) kelompok cerlang dengan satu kelompok terdiri dari dua cerlang
dalam satu periode 5 detik, (3) kelompok cerlang dengan satu kelompok terdiri
dari dua cerlang dalam satu periode 10 detik, (2). perairan aman dengan
karakteristik; (1) cerlang panjang dengan periode 10 detik, (2) cahaya isophasa;
(3) cahaya tunggal terputus, (4) cahaya kode morse dengan karakter tunggal
“A”, (5) tanda khusus adalah :((a) kelompok terputus,(b) cerlang tunggal, tetapi
bukan cerlang panjang dengan periode 10 detik, (c) kelompok cerlang dengan 1
kelompok terdiri dari empat atau lima, atau (secara luar biasa) enam cerlang.(d)
kelompok cerlang campuran, (e) cahaya kode morse tetapi bukan karakter
tunggal “A” maupun “U”;
5) tanda khusus penandaan kapal tenggelam, a) cerlang tunggal, tetapi bukan cerlang
57 Peraturan Menteri Nomor PM.25 Tahun 2011 tentang Sarana Bantu Navigasi Pelayaran, Pasal 158 IALA – AIMS ( Internastional Assosiation of Lighthouse Authority ), 2006
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 81
panjang dengan periode 3 detik, b) cahaya kode morse “D”,c) lateral, a) semua
irama/karakter yang direkomendasikan, tetapi termasuk dalam kelompok cerlang
campuran, dengan kelompok (2+1) cerlang, dan semata-mata digunakan untuk
tanda lateral yang di modifikasi untuk menandai alur yang dianjurkan,b)
modifikasi lateral; kelompok pancaran cahaya yang tersusun dengan satu
kelompok (2+1) pancaran dalam satu periode tidak lebih dari 16 detik;
7) kardinal; kardinal terdiri : kardinal utara, kardinal timur dan kardinal selatan
serta kardinal barat.
Kardinal utara memiliki kharakteristik sebagai berikut: (1) cahaya terus menerus
secara sangat cepat, (2) cahaya terus menerus secara cepat.
Kardinal timur memiliki kharakteristik: (1) kelompok cahaya sangat cepat dengan
satu kelompok terdiri dari tiga pancaran dalam 1 periode 5 detik, (2) kelompok
cahaya sangat cepat dengan satu kelompok terdiri dari tiga pancaran dalam 1
periode 10 detik;
Kardinal selatan memiliki kharakteristik; (1) kelompok cahaya sangat cepat
dengan satu kelompok terdiri dari enam pancaran yang diikuti oleh pancaran
panjang dengan waktu tidak kurang dari 2 detik dalam satu periode 10 detik, (2)
kelompok cahaya sangat cepat dengan satu kelompok terdiri dari enam pancaran
yang diikuti oleh pancaran panjang dengan waktu tidak kurang dari 2 detik dalam
satu periode 15 detik;
Kardinal barat memiliki kharakteristik sebagai berikut: (1) kelompok cahaya
sangat cepat dengan satu kelompok terdiri dari sembilan cerlang dalam satu
periode 10 detik, (2) kelompok cahaya sangat cepat dengan satu kelompok terdiri
dari sembilan cerlang dalam satu periode 15 detik;
Warna Lampu; (1) bahaya terpencil, perairan aman, dan kardinal berwarna cahaya
putih, (2) untuk tanda lateral menggunakan warna cahaya merah atau hijau (3) .
untuk tanda khusus menggunakan cahaya warna kuning; dan (4) untuk tanda
khusus penandaan kapal tenggelam menggunakan cahaya warna kuning dan biru;
Tanda Puncak digunakan untuk: (1). bahaya terpencil, menggunakan tanda puncak
berupa 2 (dua) buah bola hitam yang tersusun vertical (2) perairan aman,
menggunakan tanda puncak berupa 1 (buah) bola merah, (3) kardinal menggunakan
tanda puncak berupa 2 (dua) buah kerucut hitam, (4) tanda lateral menggunakan
tanda puncak dengan bentuk silinder merah untuk sisi kiri alur dan kerucut hijau
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 82
untuk sisi kanan alur, (5) untuk perairan khusus menggunakan sebuah tanda puncak
bentuk “X” berwarna kuning, (6) untuk tanda khusus penandaan kapal tenggelam
menggunakan sebuah tanda puncak berbentuk “+” berwarna kuning;
- Jenis Sumber Tenaga : - Sistem Tenaga Surya
- Jenis Konstruksi Atas : (a) Baja Galvanis, (b) Beton Terbuka, (c) Beton Tertutup
(d) Steel Chub, (e) Steel Pipe, (f) - Sigle Pipe
- Warna Konstruksi (a) bahaya terpencil menggunakan warna hitam dengan satu atau
lebih lajur-lajur merah mendatar (b) perairan aman menggunakan warna merah
putih melajur tegak (c) kardinal menggunakan warna, meliputi
Kardinal Utara: puncak keatas dengan karakteristik Lajur hitam diatas lajur Kuning;
Sementara kardinal Selatan: puncak kebawah dengan karakteristik Lajur Hitam
dibawah lajur Kuning dan Kardinal Barat: puncak ke dalam dengan karakteristik
lajur hitam dibawah dan diatas lajur Kuning (Hitam ditengah lajur – lajur Kuning);
Kardinal Timur: Puncak keluar dengan karakteristik Lajur Hitam diatas dan
dibawah lajur Kuning (Kuning ditengah lajur-lajur Hitam);
Lateral menggunakan warna merah dan hijau, tanda khusus menggunakan warna
kuning dan tanda khusus penandaan kapal tenggelam menggunakan warna Kuning
biru Melajur tegak. Cara Pengoperasian adalah Otomatis Tanpa Dijaga dengan luas
ramsu darat adalah 400 M2
Gambar 2.11. Contoh Rambu Suar (Ramsu) Light Beacon.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 83
8) Pelampung Suar ( Pelsu ) Light Buoy
Pelampung Suar (Pelsu) Light Buoy adalah sarana bantu navigasi pelayaran
apung dan mempunyai jarak tampak lebih kurang dari 6 (enam) mil laut.
Pelampung Suar (Pelsu) Light Buoy dapat membantu untuk menunjukkan kepada
para navigator adanya bahaya/rintangan navigasi antara lain karang, air dangkal,
gosong, kerangka kapal dan untuk menunjukkan perairan aman serta pemisah
jalur 59. Spesifikasi Pelampung Suar (Pelsu) Light Buoy adalah 60: Jarak Tampak
adalah 2 s/d 6 NM, dan jenis lampu suar adalah
a) Jenis Lampu Suar Sesui standart IALA, tipe lampu flashing dengan
karakteristik lampu sebagai berikut : (1) bahaya terpencil yang terdiri dari
kelompok cerlang dengan satu kelompok terdiri dari dua cerlang dalam satu
periode 5 detik serta kelompok cerlang dengan satu kelompok terdiri dari dua
cerlang dalam satu periode 10 detik;
b) perairan aman;(1) cerlang panjang dengan periode 10 detik, (2) cahaya isophas
(3) cahaya tunggal terputus, (4) cahaya kode morse dengan karakter tunggal
“A”;
c) tanda khusus; (1) kelompok terputus; (2) cerlang tunggal, tetapi bukan cerlang
panjang dengan periode 10 detik (3) kelompok cerlang dengan 1 kelompok
terdiri dari empat, lima, atau (secara luar biasa) enam cerlang, (4) kelompok
cerlang campuran, (5) cahaya kode morse tetapi bukan karakter tunggal “A”
maupun “U”;
d) tanda khusus penandaan kapal tenggelam dengan kharakteristik sebagai berikut:
(1) cerlang tunggal, tetapi bukan cerlang panjang dengan periode 3 detik, (2)
cahaya kode morse “D”, (3) Lateral, (4) semua irama/karakter yang
direkomendasikan, tetapi termasuk dalam kelompok cerlang campuran, dengan
kelompok (2+1) cerlang, dan semata – mata digunakan untuk tanda lateral yang
di modifikasi untuk menandai alur yang dianjurkan, (5) modifikasi lateral;
kelompok pancaran cahaya yang tersusun dengan satu kelompok (2+1) pancaran
dalam satu periode tidak lebih dari 16 detik;
59 Peraturan Menteri Nomor PM.25 Tahun 2011 tentang Sarana Bantu Navigasi Pelayaran, Pasal 160 IALA – AIMS ( Internastional Assosiation of Lighthouse Authority ), 2006
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 84
Kardinal utara memiliki kharakteristik; (1) cahaya terus menerus secara sangat
cepat, (2) cahaya terus menerus secara cepat.
Sementara kardinal timur memiliki kelompok cahaya: (1) Kelompok cahaya
sangat cepat dengan satu kelompok terdiri dari tiga pancaran dalam 1 periode 5
detik, (2) Kelompok cahaya sangat cepat dengan satu kelompok terdiri dari tiga
pancaran dalam 1 periode 10 detik,
Kardinal selatan: kelompok cahaya sangat cepat dengan satu kelompok terdiri
dari enam pancaran yang diikuti oleh pancaran panjang dengan waktu tidak
kurang dari 2 detik dalam satu periode 10 detik, kelompok cahaya sangat cepat
dengan satu kelompok terdiri dari enam pancaran yang diikuti oleh pancaran
panjang dengan waktu tidak kurang dari 2 detik dalam satu periode 15 detik.
Kardinal barat: (1) kelompok cahaya sangat cepat dengan satu kelompok terdiri
dari sembilan cerlang dalam satu periode 10 detik, (2) kelompok cahaya sangat
cepat dengan satu kelompok terdiri dari Sembilan cerlang dalam satu periode 15
detik;
Warna Lampu ; (1) bahaya terpencil, perairan aman, dan kardinal berwarna
cahaya putih, (2) untuk tanda lateral menggunakan warna cahaya merah atau
hijau, (3) untuk tanda khusus menggunakan cahaya warna kuning; dan (4).
untuk tanda khusus penandaan kapal tenggelam menggunakan cahaya warna
kuning dan biru;
Tanda Puncak memiliki kharakteristik : (1) bahaya terpencil, menggunakan tanda
puncak berupa 2 (dua) buah bola hitam yang tersusun vertical, (2) . perairan aman,
menggunakan tanda puncak berupa 1 (buah) bola merah, (3) kardinal
menggunakan tanda puncak berupa 2 (dua) buah kerucut hitam, (3) tanda lateral
menggunakan tanda puncak dengan bentuk silinder merah untuk sisi kiri alur dan
kerucut hijau untuk sisi kanan alur, (4) untuk perairan khusus menggunakan
sebuah tanda puncak bentuk “X” berwarna Kuning, (5) untuk tanda khusus
penandaan kapal tenggelam menggunakan sebuah tanda Puncak berbentuk “+”
berwarna kuning. Kharakteristik secara khusus adalah: (a) Diameter : 1 -
3 M ( IALA Navigator ). Jenis s Sumber Tenaga :Sistem Tenaga Surya, dan jenis
konstruksi adalah Baja Galvanis serta Steel Pipe.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 85
Warna Konstruksi ; (1) bahaya terpencil menggunakan warna hitam dengan satu
atau lebih lajur – lajur merah mendatar, (2) perairan aman menggunakan warna
merah putih melajur tegak, (3) . kardinal menggunakan warna, meliputi, (a)
Kardinal Utara: puncak keatas dengan karakteristik lajur hitam diatas lajur
kuning,(b) kardinal Selatan: puncak kebawah dengan karakteristik lajur hitam
dibawah lajur kuning, (c) kardinal Barat: puncak ke dalam dengan karakteristik
lajur hitam dibawah dan diatas lajur kuning (hitam ditengah lajur – lajur
kuning), (d) Kardinal Timur: puncak keluar dengan karakteristik Lajur Hitam
diatas dan dibawah lajur Kuning (Kuning ditengah lajur-lajur Hitam)
Lateral menggunakan warna merah dan hijau, sementara rambu suar untuk tanda
khusus menggunakan warna kuning.Rambu suar untuk tanda khusus penandaan
kapal tenggelam menggunakan warna kuning biru melajur tegak.
Cara Pengoperasian adalah Otomatis Tanpa Dijaga, perlengkapan bahan
pelampung dengan alat tambahan Radar Beacon - AIS
Gambar 2.12. Contoh Pelampung Suar (Pelsu) Light Buoy.
9) Tanda Siang (Day Mark)
Tanda Siang (Day Mark) adalah Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran berupa anak
pelampung dan/atau rambu siang yang dapat membantu para navigator adanya
bahaya/rintangan navigasi antara lain karang, air dangkal, gosong, kerangka
kapal dan menunjukan perairan yang aman serta pemisah alur yang hanya dapat
dipergunakan pada siang hari 61. Spesifikasi bangunan tanda siang adalah Tinggi
paling rendah 7,5 m. Sementara jenis konstruksi adalah: (a) baja galvanis, (b)
beton terbuka, (c) beton tertutup, atau steel pipe.
61 Peraturan Menteri Nomor PM.25 Tahun 2011 tentang sarana Bantu Navigasi Pelayaran, Pasal 1
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 86
Warna konstruksi adalah: (a) bahaya terpencil menggunakan warna , (b) hitamdengan satu atau lebih lajur– lajur merah mendatar, (c) perairan amanmenggunakan warna merah putih melajur tegak, (d) kardinal menggunakanwarna, meliputi; (1) Kardinal Utara: puncak keatas dengan karakteristik Lajurhitam diatas lajur Kuning, (2) Kardinal Selatan: puncak kebawah dengankarakteristik Lajur Hitam dibawah lajur Kuning, (3) Kardinal Barat: puncak kedalam dengan karakteristik Lajur hitam dibawah dan diatas lajur Kuning (Hitamditengah lajur – lajur Kuning), (4) kardinal Timur: Puncak keluar dengankarakteristik Lajur Hitam diatas dan dibawah lajur Kuning (Kuning ditengahlajur-lajur Hitam), (5) lateral menggunakan warna merah dan hijau, (6) tandakhusus menggunakan warna kuning, (7) tanda khusus penandaan kapal tenggelammenggunakan warna kuning biru melajur tegak.
Tanda puncak dengan kharakteristik sebagai berikut; (a) kardinal menggunakan
tanda puncak berupa 2 (dua) buah kerucut hitam, (b) tanda lateral menggunakan
tanda puncak dengan bentuk silinder merah untuk sisi kiri alur dan kerucut hijau
untuk sisi kanan alur, (c) untuk perairan khusus menggunakan sebuah tanda
puncak bentuk “X” berwarna kuning.
Untuk lebih jelasnya system lalu lintas kapal di Indonesia yang menggunakan
sistem A dapat dilihat ( IALA ) dalam gambar berikut.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 87
Gambar 2.13. Keterangan rambu tanda-tanda Lateral, Terpencil dan Aman
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 88
Gambar 2.14. Keterangan rambu tanda-tanda Kardinal dan Khusus
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 89
Selain itu, untuk kepentingan keamanan dan keselamatan SBNP tersebut dibuat zona
keamanan dan keselamatan di sekitar bangunan atau instalasi Sarana Bantu Navigasi-
Pelayaran. Zona keamanan dan keselamatan berfungsi: a) sebagai batas pengaman
konstruksi; dan b) melindungi Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran dari gangguan
sarana lain. Zona keamanan dan keselamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
terdiri atas:
a) zona terlarang pada area 500 (lima ratus) meter dihitung dari sisi terluar
instalasi atau bangunan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran
b) zona terbatas pada area 1.250 (seribu dua ratus lima puluh) meter dihitung dari
sisi terluar zona terlarang atau 1.750 (seribu tujuh ratus lima puluh) meter dari
titik terluar instalasi atau bangunan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran.
Di luar zona keamanan dan keselamatan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran dapat
dilalui oleh kapal dengan menjaga jarak aman. Sementara di dalam zona keamanan
dan keselamatan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran tidak dapat dilalui oleh kapal dan
berlabuh jangkar kecuali pada alur sempit, sungai, atau danau yang lebar alurnya
kurang dari 500 (lima ratus) meter. Kapal yang berlabuh jangkar pada alur sempit,
sungai, atau danau yang lebar alurnya kurang dari 500 (lima ratus) meter wajib
menjaga jarak aman paling sedikit satu setengah kali panjang kapal. Begitu juga
halnya, kapal negara yang melaksanakan kegiatan pemeliharaan dan/atau perawatan
Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran dapat mendekati Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran .
Sesuai dengan Ketentuan IMO – SOLAS Chapter V, telah mengisyaratkan untuk
menjamin keselamatan dan keamanan berlayar, perlu dibangun sarana bantu navigasi
pelayaran. Berdasarkan statatemen tersebut, IALA - AIMS (The Internastional
Assosiation of Marine Aids to Navigation and Lighthouse Authorities ). Lembaga
tersebut menjelaskan beberapa spesifikasi Sarana Bantu Navigasi Pelayaran ( SBNP )
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 90
e. Ruang Bebas Alur Penyeberangan
Alur pelayaran penyeberangan, terdiri atas 63; a)alur-pelayaran masuk dan di
dalam pelabuhan; dan b) alur-pelayaran umum dan perlintasan. Spesifikasi teknis
alur pelayaran lintas penyeberangan dilakukan berdasarkan kriteria: a) kedalaman
alur; b) lebar alur; dan c) tinggi ruang bebas di bawah bangunan yang melintas di
atas alur. Dalam perencanaan spesifikasi teknis alur pelayaran lintas
penyeberangan harus memperhatikan: a) karakteristik kapal (sarat, lebar, tinggi
tiang, antena ragar, cerobong, dll) yang beroperasi atau direncanakan beroperasi
pada alur yang bersangkutan; b) kondisi geografis (pasang surut, kedalaman,
gelombang) lintas penyeberangan; c) kemampuan alur pelayaran dengan frekuensi
serta beban lalu lintas dan angkutan melewatinya; d) penempatan konstruksi
bangunan yang melintas di atas alur pelayaran; dan e) spesifikasi teknis terminal
penyeberangan.
Kedalaman alur-pelayaran penyeberangan adalah jarak antara permukaan perairan
penyeberangan pada saat air surut terendah dengan bagian dasar perairan.
Kedalaman alur dipelabuhan yang dipergunakan untuk daerah olah gerak kapal,
kedalamannya harus ditentukan dengan memperhatikan informasi yang diberikan
mengenai under keel clearance 64.
Gambar 2.15. Ilustrasi Perhitungan Kedalamam Alur Penyeberangan
63 Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian pasal 7 ayat (2)64 Peraturan Menteri No. PM.68 Tahun 2011 tentang Alur Pelayaran di Laut, Pasal 13.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 91
Lebar alur-pelayaran penyeberangan adalah jarak permukaan antara dua tepian
perairan penyeberangan yang diukur pada saat air surut terendah yang dianggap
aman dan selamat untuk dilayari. Pada alur satu arah lebar dari alur-alur satu arah
tidak boleh kurang dari 5 (lima) kali lebar kapal yang terbesar. Pada lebar alur dua
arah, lebarnya harus ditambah dengan 3 (tiga) atau sampai 5 (lima) kali lebar
kapal yang terbesar ditambah dampak penyimpangan karena arus dan/atau angin.
Sedangkan Iebar dalam belokan-belokan alur, lebar tambahan untuk lintasannya
berdasarkan panjang P dari kapal, jadi 1/8 x P2/R, dengan R- radius belokan 65.
Khusus untuk jalur-jalur pelayaran sempit garis mengemudi lurus yang ditandai,
cukup dengan kepanjangan minimal 5 (lima) kali panjang kapal terbesar pada
kedua ujung jalur 66. Ruang bebas minimal bagi pergerakan atau maneuver sebuah
kapal pada suatu alur pelayaran di dalam pelabuhan adalah dengan
memperhitungkan jarak aman paling sedikit satu setengah kali panjang kapal,
dapat dihitung dengan formula 67:
Lbap ≥ 1,5 x Loa meter
Dimana:
Lbap : lebar ruang bebas alur di dalam pelabuhan
Loa : panjang kapal seluruhnya
65Ibid, Pasal 10, 11 dan 12.66 Ibid, Pasal 8.67 Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian pasal 40 ayat (3)
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 92
a). 2 Arah
a). 1 Arah
Gambar 2.16. Ilustrasi Perhitungan Lebar Alur Penyeberangan
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 93
Tinggi ruang bebas di bawah bangunan atau instalasi yang melintas di atas alur
penyeberangan adalah jarak yang diukur dari bagian tertinggi konstruksi kapal
dengan bagian bawah bangunan yang melintas di atas alur penyeberangan yang
diukur pada saat surut terendah. Toleransi ketinggian bangunan (safety factor)
yang melintas di atas alur pelayaran adalah ditentukan sebesar 2 sampai 5 meter
dari titik tertinggi kapal (Marine Handbook), setelah memperhatikan:
(1) Data traffic kapal melintas di alur
(2) Kondisi kapal yang tertinggi digunakan sebagai referensi dengan kondisi tidak
ada muatan
(3) Dimensi / ukuran kapal (tinggi tiang, antena ragar, cerobong, dll)
(4) Kondisi perairan (pasang surut, kedalaman, gelombang)
(5) Penempatan konstruksi bangunan yang melintas di atas alur
Ruang bebas alur penyeberangan yang dilintasi jembatan, dihitung dengan
memperhatikan 68: a).bentangan jembatan; b).kepadatan lalu lintas kapal (traffic),
dan pesawat udara; c).dimensi kapal; d).kondisi alur; e). air pasang tertinggi; f).
tinggi tiang utama kapal; g).gelombang; h).kedalaman perairan; dan i).pilar
konstruksi jembatan. Lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut;
68 Peraturan Menteri No. PM.68 Tahun 2011 tentang Alur Pelayaran di Laut, Pasal 46.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 94
Gambar 2.17. Ilustrasi Perhitungan Ruang Bebas Atas Alur Penyeberangan
Dimana:
HHWL : Air Pasang Paling Tertinggi (High Highest Water Level)
TM : tinggi maximum kapal (m)
SM : freeboard + draft (sarat maksimal) (m)
M : tinggi tiang mast (m)
TK : tinggi muatan (m) / tinggi crane
Fk : faktor keselamatan 10%
Dalam rangka penentuan spesifikasi teknis alur pelayaran lintas penyeberangan,
Pemerintah melakukan koordinasi dengan Badan Metereologi, Klimatologi dan
Geofisika untuk melakukan identifikasi dan kajian tinggi gelombang. Tinggi
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 95
gelombang pada semua lintas penyeberangan dikelompokkan pada tujuh (7) region69, sebagai berikut;
a) Region A, dengan tinggi gelombang maksimum 1,25 meter;
b) Region B, dengan tinggi gelombang maksimum 1,5 meter;
c) Region C, dengan tinggi gelombang maksimum 2 meter;
d) Region D, dengan tinggi gelombang maksimum 2,5 meter;
e) Region E, dengan tinggi gelombang maksimum 3 meter;
f) Region F, dengan tinggi gelombang maksimum 3,5 meter;
g) Region G, dengan tinggi gelombang maksimum 4 meter;
Spesifikasi teknis alur pelayaran lintas penyeberangan, terdiri atas:
a) kedalaman alur-pelayaran masuk dan di dalam pelabuhan, dengan ketentuan70;
d ≥ 1,1 x D
Dimana:
d : kedalaman alur
D : draft kapal
b) kedalaman alur-pelayaran umum dan perlintasan alur-pelayaran, dengan
ketentuan 71;
h = D + t
= D + (t1 + t2 + t3 + t4)
dimana:
h : kedalaman alur
D : sarat/draft kapal
t1: angka keamanan navigasi di bawah lunas kapal dengan jenis tanah dasar
alur penyeberangan, sebagaimana tabel berikut;
69Studi Kelaikan Kapal Sungai dan Penyeberangan dengan Daerah Operasi, Balitbang-Dephub, 2007.70 Lampiran SK Dirjen Perhubungan Darat No. HK.206/1/20/DRPD/93 tentang Pedoman Teknis
Pemeliharaan dan Pengerukan Alur Pelayaran Perairan Daratan dan Penyeberangan.71 Lampiran SK Dirjen Perhubungan Darat No. HK.206/1/20/DRPD/93 tentang Pedoman Teknis
Pemeliharaan dan Pengerukan Alur Pelayaran Perairan Daratan dan Penyeberangan.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 96
Jenis tanah
Angka keamanan berdasar ukuran kapal
LOA>185meter
125<LOA<185meter
LOA < 86meter
Campuran pasir 0,20 0,20 0,20
Pasir 0,30 0,25 0,20
Padat 0,45 0,30 0,20
Keras 0,50 0,45 0,20
t2 : angka keamanan karena adanya gelombang
= 0,3 H – t1
H : tinggi gelombang, berdasarkan region lintasan sebagaimna dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (1)
Jika t2 adalah negatif, maka t2 dianggap nol (t2 = 0)
t3 : angka keamanan yang disebabkan oleh gerakan kapal
= k.v
k : koefisien yang tergantung dari keadaan kapal, sebagaimana tabel
berikut:
Ukurankapal
LOA >185meter
125<LOA<185meter
LOA < 86 meter125 <LOA<
86 meter
Koefisien 0,033 0,027 0,022 0,017
v : kecepatan kapal (km / jam)
t4 : angka keamanan untuk pekerjaan pengerukan alur, berkisar ±0,40 meter
c). lebar alur-pelayaran, dengan ketentuan 72;
(1) Satu arah
72 Lampiran SK Dirjen Perhubungan Darat No. HK.206/1/20/DRPD/93 tentang Pedoman TeknisPemeliharaan dan Pengerukan Alur Pelayaran Perairan Daratan dan Penyeberangan.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 97
L = 4,8 x B meter
(2) Dua arah
L = 7,6 x B meter
(3) Lebar di Kolam Pelabuhan
L ≥ 1,5 x Loa meter
Dimana:
L : Lebar alur (meter)
B : Lebar kapal (meter)
Loa : panjang kapal (meter)
d).Tinggi ruang bebas di bawah bangunan yang melintas di atas alur
penyeberangan, dengan ketentuan;
t = T + tsf
Dimana:
t : tinggi ruang bebas di bawah bangunan yang melintas di atas alur
penyeberangan (meter)
T : tinggi puncak atau bangunan tertinggi bagian kapal
tsf: toleransi ketinggian bangunan (safety factor) yang melintas di atas
alur pelayaran adalah ditentukan sebesar 2 sampai 5 meter dari titik
tertinggi kapal.
Berdasarkan data yang diperoleh di lokasi studi, karakteristik kapal yang
melintasi alur penyeberangan pada umumnya mempunyai ukuran utama
paling besar adalah:
Panjang Seluruhnya (LOA) : 45,5 meter
Panjang Garis Air (LPP) : 42,4 meter
Lebar tengah (B) : 12 meter
Tinggi geladak (H) : 3,7 meter
Sarat air (D) : 2,46 meter
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 98
Tinggi sampai bangunan atas (T) : 15 meter
Kapasitas angkut : 400 orang
Kecepatan (V) : 12 knot = 22.22 km/jam
(1 knot = 1,852 km/jam)
Selanjutnya Spesifikasi Teknis Alur Pelayaran Penyeberangan dapat dihitung
sebagai berikut:
a) Kedalaman alur pelayaran
(1) Kedalaman alur pelayaran di luar pelabuhan dapat diperoleh dengan
KHz, 16805.5 KHz dan 156.525 MHz (Chanel 70) dengan jam penyiaran
0000 – 2400 UTC;
(4) apabila menggunakan perangkat NBDP dengan kelas emisi FIB/J2B
disiarkan melalui frekuensi 2174.5 KHz, 4177.5 KHz 6288 KHz, 8376.5
KHz, 12520 KHz, 16695 KHz dengan jam penyiaran 0000 – 2400 UTC.
Stasiun Radio Pantai dan/atau stasiun bumi pantai yang menerima berita
marabahaya, harus menyampaikan ke Badan Search And Rescue Nasional (SAR),
Direktur Jenderal dan Syahbandar pelabuhan terdekat.Setiap kapal yang
dilengkapi dengan perangkat komunikasi radio, jika sedang berlayar harus
menyelenggarakan dinas jaga radio pada frekuensi-frekuensi marabahaya dan
keselamatan serta informasi keselamatan pelayaran sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. ABK yang bertanggung jawab atas
dinas jaga radio kapal selama dalam pelayaran wajib menyelenggarakan tugas-
tugas 76:
(1) menerima dan/atau memancarkan berita marabahaya, berita segera dan
berita keselamatan pelayaran;
(2) berita dalam usaha pencarian dan pertolongan;
74 Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian, Pasal 7875 Peraturan Menteri No. PM.26 Tahun 2011 tentang Telekomunikasi Pelayaran, Pasal 4876 Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan, Pasal 76
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 113
(3) berita keselamatan mengenai navigasi dan meteorologi (cuaca buruk yang
membahayakan keselamatan berlayar);
(4) berita-berita lain mengenai keperluan kapal dan pelayaran;
(5) melaporkan posisi kapal; dan
(6) mengisi buku harian radio kapal;
Pemilik atau operator Kapal, menyediakan wajib frekuensi radio, sehingga
bilamana terjadi keadaan darurat, Nahkoda dapat menggunakan untuk
memancarkan ke berbagai radio di darat, misalnya dengan frekuensi 2182 KHZ,
6215 KHZ, 8291 KHZ, 156.8 MHZ. Sementara itu kapal yang dilengkapai
dengan fasilitas GMDSS dapat berhubungan langsung dengan petugas
pelabuhan di darat. Kepala Pelabuhan harus menyiapkan personil di darat untuk
memonitor pelayaran kapal. Stasiun radio di darat standby di frekuensi 9158
KHZ sebagai media komunikasi dengan kantor Pusat atau dengan stasiun
cabang lainnya serta memantau operasional. Sistem komunikasi dengan Tim
Tanggap Darurat untuk pelayaran jarak dekat dapat menggunakan VHF, SSB,
HT, Handpone, Telepon Satelit.
Untuk memudahkan komunikasi dalam keadaan darurat/kebakaran kapal,
Nahkoda harus memiliki Daftar Kontak berupa Nomor telepon Kantor
Pelabuhan yang dilintasi, Rumah dan Handpone Pejabat PT. ASDP Indonesia
Ferry ( Persero ), dan seluruh anggota Tim Tanggap Darurat serta Instansi yang
terkait dan jika perlu daftar kontak telepon alamat penumpang dan awak kapal.
c. Latihan Penanganan Kedaruratan Kapal
Kapal sesuai dengan dan ukuran harus memiliki peralatan alarm darurat
umum,yang dapat dioperasikan dari anjungan atau tempat lainnya disertai
tuntunan latihan. Peralatan alarm darurat umum harus dapat dioperasikan dengan
sumber arus listrik dari sumber tenaga listrik utama atau dari sumber tenaga
listrik darurat. Di setiap kapal harus ada sijil berkumpul yang menyebutkan
rincian dari isyarat alarm keadaan darurat umum dan tindakan yang harus
diambil oleh anak buah kapal serta penumpang pada waktu alarm dibunyikan dan
juga harus menjelaskan perintah meninggalkan kapal yang diberikan. Sijil
berkumpul harus menunjukan tugas-tugas yang diwajibkan kepada perwira-
perwira kapal dan anak buah kapal lainnya serta harus selalu siap diperiksa pada
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 114
saat kapal akan berlayar. Di setiap kapal yang memiliki sekoci harus tersedia sijil
sekoci yang memuat petunjuk bagi anak buah kapal dan penumpang untuk
menempati sekoci penolong apabila dalam keadaan bahaya dan ada perintah
nahkoda meninggalkan kapal. Di kapal penumpang yang memiliki tonase kotor
150 (GT.150) atau lebih dan dikapal barang yang memiliki tonase kotor 300
(GT.300) atau lebih harus ada sijil darurat bagi awak kapal dan penumpang,
sehubungan dengan kebakaran, kebocoran, orang jatuh kelaut dan meninggalkan
kapal. Pada setiap sijil harus dinyatakan tugas dan tanggung jawab masing-
masing awak kapal dan kewajiban pelayar dalam keadaan darurat 77.
Semua peralatan kedaruratan kapal baik yang tetap maupun yang dapat dipindah
harus dipelihara dan dirawat dengan baik serta setiap saat dapat digunakan. Anak
buah kapal harus terlatih dalam hal yang perlu mereka lakukan bila terjadi
musibah atau meninggalkan kapal dan jika mungkin bagi pelayar lainnya. Di
kapal yang memiliki tonase kotor 500 (GT.500 ) atau lebih harus diselengarakan
dinas ronda yang tepat guna sehingga setiap ada musibah dapat dengan segera
diketahui. Latihan peran kebakaran, peran kebocoran, peran pertolongan orang
jatuh kelaut dan peran meninggalkan kapal dilakukan 1(satu) kali dalam 1 (satu)
minggu atau paling sedikit 1 (satu) kali dalam pelayaran jika lama berlayar
kurang dari 1(satu) minggu. Peralatan yang digunakan setiap latihan harus
digunakan secara bergiliran dan bergantian. Setiap selesai latihan masing-masing
peran, wajib ditulis dibuku harian kapal dengan catatan tingkat keberhasilan dari
setiap latihan peran. ABK perlu melakukan sistem penanggulangan dan
kesiagaan keadaan darurat secara periodik, sehingga profesionalisme orang
tersebut dapat lebih handal.
Jika pada saat operasi ternyata benar-benar terjadi kecelakaan kapal, yang berupa:
a).kapal tenggelam; b).kapal terbakar; c).kapal tubrukan; dan d).kapal kandas;
maka setiap orang yang berada di atas kapal yang mengetahui terjadi kecelakaan
dalam batas kemampuannya harus memberikan pertolongan dan melaporkan
kecelakaan tersebut kepada Nakhoda dan/atau Anak Buah Kapal 78. Nakhoda
yang mengetahui kecelakaan kapalnya atau kapal lain wajib mengambil tindakan
penanggulangan, meminta dan/atau memberikan pertolongan, dan
77 Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan, Pasal 8378 Undang-undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Pasal 246
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 115
menyebarluaskan berita mengenai kecelakaan tersebut kepada pihak lain.
Selanjutnya Nakhoda wajib melaporkan kepada Syahbandar pelabuhan terdekat.
Dalam melakukan tindakan terhadap penanggulangan, Nahkoda harus
mempertimbangkan tingkatan keadaan darurat, meliputi:
(1) Peringatan Tingkat 1
(2) Setiap insiden/kecelakaan yang dapat ditangani, wajib dikomunikasikan oleh
dan setiap awak pada instansi terkait.
(3) Peringatan Tingkat 2
(4) Setiap insiden/kecelakaan yang memerlukan Tim untuk mengatasi termasuk
mengevakuasi penumpang.
(5) Peringatan Tingkat 3
(6) Setiap insiden/kecelakaan yang memerlukan Tim/Pasukan untuk
mengendalikan dan mengatasinya termasuk mengevakuasi penumpang dan
semua awak kapal.
d. Penanganan Kecelakaan Kebakaran Kapal
1) Pemberitahuan Awal
(1) Setiap orang termasuk ABK/Crew yang mengetahui kejadian adanya
kebakaran di atas kapal, segera menginformasikan kepada petugas
jaga/Nahkoda
(2) Nahkoda selaku pemimpin tertinggi dalam Kapal, segera mengambil
alih Komando dan melakukan koordinasi pada ABK untuk menangani
Kebakaran dan secara simultan membunyikan tanda bahaya alarm
(3) ABK memberikan pengumuman, agar penumpang semua tenang dan
menempati tempat semula, dan menangani kebakaran sesuai dengan
SIJIL KEBAKARAN
(4) Apabila kebakaran semakin tinggi dan kapal sulit melanjutkan
perjalanan, maka tindakan secara simultan yang dilakukan oleh
Nahkoda adalah menghubungi kapal lain yang sedang berlayar, TNI
AL, dan Syahbandar melalui Petugas STC
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 116
(5) Apabila kebakaran dapat diatasi, maka perjalanan kapal dapat
dilanjutkan
(6) Bilamana kebakaran tidak dapat diatasi, Nahkoha memerintahkan
penumpang meninggalkan kapal, dan ABK menyiapkan berbagai
peralatan
(7) Untuk mengurangi tingkat kebakaran yang semakin tinggi, Nahkoda
segera memerintahkan untuk membuang barang/kendaraan ke laut
2) Penanganan Internal
(1) Tugas Jaga di anjungan menentukan posisi kapal pada saat kejadian
kebakaran dan ditulis dalam jurnal kapal
(2) Juru mudi siap dianjungan dan melaksanakan instruksi dari Nahkoda
(3) Makronis melakukan tugasnya sebagai berikut;
(a) Menyiapkan peralatan komunikasi untuk hubungan dengan darat
atau dengan kapal lain jika dibutuhkan
(b) Menyiapkan surat-surat kapal
(c) Menyiapkan alat komunikasi (HT) untuk regu pengendali
kejadian
(d) Memberitahu awak kapal dan penumpang tentang keadaan
darurat yang terjadi di kapal melalui Publicaddresor
(4) Masinis Jaga segera menuju tempat Pompa Pemadam Kebakaran untuk
Menyiapkan dan menghidupkan Pompa Bilga di Kamar Mesin
(5) Regu Pemadam Kebakaran segera menyiapkan Peralatan Breating
Aparatus, peralatan P3K, dan melaksanakan pemadam kebakaran
sesuai dengan Sijil Kebakaran.
3) Penanganan Eksternal
(1) Jika kebakaran tidak bisa ditangani oleh tim internal, maka Nahkoda
segera mengirim berita kebakaran kapal kepada petugas STC (Ship
Traffic Control).
(2) Petugas Radio di Pelabuhan yaitu Bagian STC (Ship Trafic Control)
yang menerima keadaan darurat segera meneruskan ke Manajer
Operasional. Bilamana Kapal Memiliki GMDSS, petugas radio
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 117
darat dapat berhubungan langsung dengan Kapal yang sedang
mengalami kebakaran.
(3) Manajer operasional segera menghubungi Kepala Pelabuhan tentang
keadaan darurat kapal penyeberangan, berikut lokasi Lokasi Kejadian,
jumlah penumpang dan jenis bantuan yang diperlukan.
(4) Kepala Pelabuhan, segera melakukan koordinasi dengan SAR, Polisi
Air Pemadam Kebakaran, TNI AL.
(5) SAR mengevakuasi penumpang, sementara Pemadam Kebakaran dan
Polisi Air berusaha memadamkan kebakaran.
(6) Penumpang yang mengalami luka maupun yang tewas, petugas SAR
membawa ke Rumah Sakit untuk diotopsi.
4) Evaluasi dan Pelaporan
(1) Nahkoda berkewajiban untuk membuat analisa/evaluasi kecelakaan
yang terjadi untuk mencegah terulangnya kejadian kecelakaan yang
serupa.
(2) Nahkoda berkewajiban untuk mengirim semua dokumen kejadian ke
kantor Cabang operator.
(3) Semua dokumen hasil analisa/evaluasi oleh Kantor Cabang dikirim ke
Kantor Pusat.
(4) Nahkoda dan Kantor Cabang berkewajiban untuk mengarsip semua
dokumen jadian (laporan kejadian, proses penanganan, berita acara,
hasil evaluasi dan analisa) dengan masa retensi 2 tahun.
Secara singkat proses penanganan adalah seperti diagram berikut;
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 118
Petugas jaga memberitahukankepada Nahkoda dan mencatatposisi kapal, dan waktu kejadian
Kebakaran- Juru mudi siap dianjungan,
- Makronis menyiapkan: peralatan komunikasi untukhubungan dengan darat atau dengan kapal lain jika
dibutuhkan, surat-surat kapal, alat komunikasi (HT) untukregu pengendali kejadian, pemberitahuan awak kapal dan
penumpang tentang keadaan darurat yang terjadi danmembunyikan alarm kebakaran
Kebakaran dapatditangani secara
internalMasinis Jaga segera menuju
tempat Pompa PemadamKebakaran untuk Menyiapkan dan
menghidupkan Pompa Bilga diKamar Mesin
Nahkoda menganalisa tingkatkedaruratan kebakaran
Nahkoda mengidentifikasikerusakan kapal dan kondisi
Manajer operasional lapor keSyahbandar yang juga langsungmenghubungi SAR dan petugas
berwenang lainnya untuk melakukanpertolongan dan penyelamatan serta
menyiapkan tempat penampungan danpengobatan sementara
Nahkoda memerintahkan ABK danpenumpang untuk meninggalkankapal, dan ABK mempersiapkan
peralatan evakuasi
Nahkoda melakukan analisa/evaluasi kecelakaan yang terjadi untukmencegah terulangnya kejadian kecelakaan yang serupa, mengirim
semua dokumen kejadian ke kantor Cabang operator dan kantorPusat, dan mengarsip semua dokumen kejadian
Nahkoda memerintahkan penumpanguntuk turun sementara dengan
menggunakan sekoci/baju pelampung,dan jika perlu, untuk mengurangi
bahaya tenggelamnya kapal, Nahkodamemerintahkan ABK untuk mengurangi
muatan dengan membuangbarang/kendaraan ke laut
Nahkoda memerintahkan untukmenyiapkan stand by olah gerak
untuk maneuver kecil, sambilmengkomunikasikan dengan
dengan kapal yang berlayar disekitarnya atau kepada para
nelayan di sekitarnya.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 129
g. Penanganan Kecelakaan Kapal Tenggelam
1) Pemberitahuan Awal
Dalam pelayaran apabila terjadi peristiwa yang mengakibatkan kapal
tenggelam karena kecelakaan kebakaran, kandas, atau tubrukan, maka Perwira
Jaga harus mencatat Posisi Kapal dan waktu kejadian di Buku Jurnal Kapal
lalu melaporkan kejadiannya ke Nakhoda.
2) Penanganan Internal
(1) Nakhoda selaku pimpinan tertinggi dalam kapal segera mengambil alih
Komando dan melakukan tindakan penanganan yang diperlukan, yaitu
segera memerintahkan penumpang dan ABK untuk meninggalkan kapal.
(2) ABK menyiapkan berbagai peralatan yang diperlukan (pelambung, baju
penolong, sekoci).
(3) Dalam proses meninggalkan kapal agar sesuai dengan penanganan
meninggalkan kapal (SIJIL Meninggalkan Kapal).
(4) Nahkoda segera menghubungi SAR, Stasiun Pantai atau Kapal sekitarnya
untuk meminta bantuan untuk kondisi darurat kapal.
3) Penanganan Eksternal
(1) Petugas Radio di Pelabuhan yaitu di bagian STC (Ship Traffic Control)
yang menerima keadaan darurat dari kapal yang meminta bantuan harus
segera memberitahukan kepada Manajer Operasional. Apabila kapal
dilengkapi dengan fasilitas GMDSS petugas radio darat dapat langsung
berhubungan dengan kapal. Berita yang diterima harus dicatat dibuku
jurnal radio.
(2) Manajer Operasional segera menghubungi Kepala Pelabuhan mengenai
keadaan darurat kapal dengan merinci kondisi yang ada, yaitu lokasi
kejadian, jumlah penumpang dan jenis bantuan yang diperlukan.
(3) Kepala Pelabuhan sebagai Tim Tanggap Darurat yang bertanggung jawab
didarat untuk keadaan darurat di kapal, segera menghubungi SAR dan
petugas yang berwenang untuk segera mengirim tim SAR untuk mencari
dan menyelamatkan penumpang
(4) Tim Tanggap Darurat cabang yang menerima informasi keadaan darurat
Kapal, harus segera menghubungi Tim Tanggap Darurat Pusat dan
sebaliknya.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 130
(5) Semua Anggota Tim Tanggap Darurat berkumpul
(6) Ruang dan peralatan penunjang Tim Tanggap darurat telah disiapkan
(7) Melakukan Jalur Komunikasi antara :
(a) Kapal dengan Tim Tanggap Darurat Kantor Cabang
(b) Kapal dengan Tim Tanggap Darurat Kantor Pusat
(c) Tim Tanggap Darurat Kantor Cabang dengan kantor Pusat
(d) Tim Tanggap Darurat dengan Direksi
(8) Merinci Laporan dari Kapal/Cabang yang meliputi informasi data-data :
(a) Jenis Kejadian yang dialami
(b) Posisi kapal/lokasi kejadian yang telah diplot dalam peta
(c) Waktu kejadian (Jam, Hari, Tanggala, Bulan dan Tahun)
(d) Jumlah Muatan (Penumpang/Kendaraan/Barang)
(e) Ada tidaknya korban dalam insiden atau kecelakaan yang terjadi
(f) Tindakan penanganan yang sudah dilakukan
(g) Jenis pertolongan yang diminta oleh kapal/cabang .
(9) Melakukan kontak dengan instansi yang terkait, antara lain:
(a) Syahbandar
(b) Badan SAR Nasional
(c) Rumah Sakit
(d) KPPP
(e) TNI AL
(f) Kepolisian
(g) Instansi terkait lainnya.
(10) Mengambil tindakan penanganan yang diperlukan untuk memberikan
dukungan ke kapal sesuai dengan permintaan Nakhoda
(11) Bila dianggap perlu, melakukan kontak langsung dengan keluarga
terdekat awak kapal dan menjelaskan kejadian serta tindakan bantuan
yang sudah/akan dilakukan.
(12) Menunjuk personil yang mengatur keberangkatan Direksi ke Lokasi
kejadian
(13) Melakukan peninjauan perlu tidaknya dilakukan evakuasi
(14) Bila diperlukan evakusi, segera disampaikan kepada semua anggota Tim.
(15) Untuk mempercepat pertolongan , segera disiapkan tempat
penampungan dan pengobatan semetara bagi penumpang yang
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 131
mengalami luka. Tim Medis, obat-obatan dan kendaraan ambulan siap
siaga selama proses evakuasi korban berlangsung.
(16) Penumpang yang mengalami luka ringan bisa ditangani di lokasi
penampungan, korban yang luka parah dan meninggal segera di bawa ke
rumah sakit terdekat untuk proses pengobatan dan identifikasi bagi yang
meninggal.
(17) Korban musibah baik penumpang maupun awak kapal yang meninggal
yang telah diidentifikasi segera diumumkan kepada masyarakat umum
melalui media cetak, audio dan visual. Keluarga korban yang bisa
dihubungi segera dihubungi mengenai kondisi korban yang sebenarnya.
(18) Bila dianggap perlu , menunjuk personil yang bertugas untuk
menjelaskan tentang insiden/kecelakaan kapal kepada media masa atas
izin Direksi.
(19) Tim Tanggap Darurat segera memberikan penjelasan mengenai proses
pertolongan dan kondisi Korban.
4) Evaluasi dan Pelaporan
(1) Nahkoda berkewajiban untuk membuat analisa/evaluasi kecelakaan yang
terjadi untuk mencegah terulangnya kejadian kecelakaan yang serupa.
(2) Nahkoda berkewajiban untuk mengirim semua dokumen kejadian ke
kantor Cabang.
(3) Semua dokumen hasil analisa/evaluasi oleh Kantor Cabang dikirim ke
Kantor Pusat.
(4) Nahkoda dan Kantor Cabang berkewajiban untuk mengarsip semua
dokumen jadian (laporan kejadian, proses penanganan, berita acara, hasil
evaluasi dan analisa) dengan masa retensi 2 tahun.
Lebih jelasnya penanganan kapal tenggelam dapat dilihat pada dianggaram
berikut.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 132
Gambar 2.22. Diagram Alir Penanganan Kecelakaan Kapal Tenggelam
Perwira jaga segera memberitahukan kepada Nahkodadan mencatat posisi kapal, dan waktu kejadian
- Juru mudi siap dianjungan,
- Makronis menyiapkan: peralatan komunikasi untuk hubungan dengandarat atau dengan kapal lain jika dibutuhkan, surat-surat kapal, alat
komunikasi (HT) untuk regu pengendali kejadian, pemberitahuan awakkapal dan penumpang tentang keadaan darurat yang terjadi dan
membunyikan alarm mennggalkan kapal
Nahkoda koordinasi/menghubungi SAR, Syahbandar,Stasiun Pantai atau Kapal sekitarnya, melalui petugas
STC pelabuhan
Di Pelabuhan Petugas STC pelabuhanmelaporkan ke manajer operasional tentang
keadaan darurat tenggelam
Manajer operasional lapor ke Syahbandar yang jugalangsung menghubungi SAR dan petugas berwenang
lainnya untuk melakukan pertolongan danpenyelamatan penumpang serta menyiapkan tempat
penampungan dan pengobatan sementara
Nahkoda memerintahkan ABK dan penumpang untukmeninggalkan kapal, dan ABK mempersiapkan peralatan
evakuasi yang diperlukan (pelambung, baju penolong,sekoci).
Nahkoda melakukan analisa/evaluasi kecelakaan yang terjadi untukmencegah terulangnya kejadian kecelakaan yang serupa, mengirim
semua dokumen kejadian ke kantor Cabang operator dan kantorPusat, dan mengarsip semua dokumen kejadian
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 133
h. Penanganan Orang Jatuh ke Laut
1) Pemberitahuan Awal
a) Setiap orang yang mengetahui, ada orang jatuh ke laut dari atas kapal
harus memberitahukan sekuat-kuatnya berteriak “ADA ORANG
JATUH KE LAUT “.
b) Orang yang mendengar teriakan tersebut segera memberitahukan
kepada ABK dan ABK segera membunyikan alarm/suling sebagai tanda
mesin Kepal segera dimatikan, dan secara simultan ABK tersebut segera
melaporkan ke Nahkoda
2) Penanganan Internal
a) Nahkoda segera memerintahkan kepada ABK mempersiapkan
peralatan pertolongan (tali, pelampung, boat kecil yang ada)
b) Melemparkan pelampung kepada orang yang jatuh atau benda lainnya
sebagai pegangan sementara.
c) Nahkoda melakukan tindakan sebagai berikut :
3) Menyiapkan stand by olah gerak/siap bantu,
4) Mengkomunikasikan dengan dengan kapal yang berlayar di sekitarnya
atau kepada para nelayan di sekitarnya
5) ABK menurunkan tangga, sebagai jalan ke bahwah atau ke laut sekaligus
membawa pelampung dan tali.
6) ABK menurunkan sekoci ke bawah untuk digunakan menolong korban.
7) ABK melempar tali kepada korban, sebagai pegangan untuk dapat naik
ke atas boat/ sekoci.
8) ABK membawa korban ke atas kapal melalui tangga yang telah
disediakan, dan selanjutnya dibawa ke Ruang Pemeriksaan
Kesehatan.
9) Bilamana korban, mengalami luka, Dokter langsung melakukan
pertolongan.
10) Korban dipersilahkan ke luar, bilamana korban sudah sehat.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 134
11) valuasi dan Pelaporan
a) Nahkoda, harus mencatat kronologis jatuhnya orang dari Kapal, dan
menyimpan sebagai dokumentasi.
b) Nahkoda berkewajiban untuk membuat analisa/evaluasi kecelakaan
yang terjadi untuk mencegah terulangnya kejadian kecelakaan yang
serupa.
c) Nahkoda berkewajiban untuk mengirim semua dokumen kejadian ke
kantor Cabang.
d) Semua dokumen hasil analisa/evaluasi oleh Kantor Cabang dikirim ke
Kantor Pusat.
Lebih jelasnya diagram penanganan kecelakaan orang jatuh ke laut dapat dilihat
pada diagram berikut.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 135
Gambar 2.23. Diagram Alir Penanganan Orang Jatuh Ke Laut
Siapapun Teriak “ADA ORANG JATUH KE LAUT “, dan segera memberitahukankepada ABK dan Perwira Jaga segera membunyikan alarm/suling sebagaitanda STOP MESIN, dan secara simultan segera melaporkan ke Nahkoda
- Makronis menyiapkan: peralatan komunikasi untuk hubungan dengandarat atau dengan kapal lain jika dibutuhkan
Nahkoda segera memerintahkan kepada ABK mempersiapkan peralatanpertolongan (tali, pelampung, boat kecil yang ada), dan segera
melemparkan pelampung kepada orang yang jatuh atau benda lainnyasebagai pegangan sementara
Nahkoda melakukan analisa/evaluasi kecelakaan yang terjadi untukmencegah terulangnya kejadian kecelakaan yang serupa, mengirim
semua dokumen kejadian ke kantor Cabang operator dan kantorPusat, dan mengarsip semua dokumen kejadian
Nahkoda memerintahkan juru mudi untuk menyiapkan stand by olahgerak/siap bantu, dan memerintahkan markonis untuk
mengkomunikasikan dengan dengan kapal yang berlayar di sekitarnyaatau kepada para nelayan di sekitarnya
ABK secara simultan menurunkan tangga, sebagai jalan ke bahwah atau kelaut sekaligus membawa pelampung dan tali dan menurunkan sekoci ke
bawah untuk digunakan menolong korban.
ABK melempar tali kepada korban, sebagai pegangan untuk dapat naik keatas boat/sekoci, kemudian menaikkan korban melalui tangga yang telah
disiapkan, sementara ABK yang lain kembali menaikkan sekoci danperalatan lain ke tempat semula
Setelah sampai diatas geladak, korban selanjutnya dibawa ke RuangPemeriksaan Kesehatan. Bilamana korban, mengalami luka, Dokter
langsung melakukan pertolongan. Korban dipersilahkan ke luar, bilamanakorban sudah sehat.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 136
i. Penanganan Meninggalkan Kapal
1) Pemberitahuan Awal
a) Nakhoda memerintahkan kepada semua penumpang dan ABK untuk
meninggalkan kapal apabila kondisi kapal mengalami kerusakan yang
fatal sehingga kapal tidak bisa melanjutkan pelayaran .
b) Sebagai tanda untuk segera meninggalkan kapal, maka Nakhoda
membunyikan Alarm/tanda bahaya sesuai dengan kejadiannya.
c) Marconis melakukan tugasnya dengan memancarkan Berita
MaraBahaya.
d) Nakhoda memerintahkan kepada ABK untuk menghubungi SAR,
Stasiun Pantai atau Kapal sekitarnya untuk meminta bantuan untuk
kondisi darurat kapal dengan mengikuti prosedur komunikasi yang
berlaku.
2) Penanganan Internal
a) ABK melaksanakan tugasnya sesuai dengan SIJIL MENINGGALKAN
KAPAL
b) ABK membimbing para penumpang untuk menggunakan Life
Jacket/Pelampung. Kemudian Life Jacket/Pelampung ikatkan dan
kencangkan sesuai dengan aturan pemakaian.
c) ABK menurunkan Sekoci penolong dan melaporkan kepada Nakhoda
bahwa persiapan telah dilakukan.
d) Para penumpang yang meninggalkan kapal dengan sekoci/ILR sesuai
dengan nomor sekoci/ILR dan ABK .membantu dalam menurunkan
sekoci ke air, menstart mesin, dan melepaskan kaitan sekoci dengan
kapal.
e) Penumpang yang akan melakukan tindakan terjun ke laut, oleh ABK
diberi petunjuk mengenai tata cara terjun dilaut:
(a) Sebelum terjun ke air, berusaha untuk turun sedekat mungkin
dengan permukaan air.
(b) Pakai dan ketatkan alat pelampung.
(c) Sebelum terjun ke air, perhatikan apakah tempat jatuh anda bebas
dari orang lain, benda-benda yang mencuat atau reruntuhan.
(d) Lindungi mulut dan pencet hidung dengan jari.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 137
(e) Eratkan pelampung dengan jalan menyilangkan lengan yang
bebas di depan dada dan memegang tali pangkal alat pelampung.
3) Para Penumpang yang berada di laut dengan cara terjun kelaut, segera
dilakukan pertolongan untuk naik ke Sekoci/ILR.
4) Penanganan Eksternal
a) Petugas Radio di Pelabuhan yaitu di bagian STC (Ship Traffic Control)
yang menerima keadaan darurat dari kapal yang meminta bantuan harus
segera memberitahukan kepada Manajer Operasional. Apabila kapal
dilengkapi dengan fasilitas GMDSS petugas radio darat dapat langsung
berhubungan dengan kapal. Berita yang diterima harus dicatat dibuku
jurnal radio.
b) Manajer Operasional segera menghubungi Kepala Pelabuhan mengenai
keadaan darurat kapal dengan merinci kondisi yang ada, yaitu lokasi
kejadian, jumlah penumpang dan jenis bantuan yang diperlukan.
c) Kepala Pelabuhan sebagai Tim Tanggap Darurat yang bertanggung jawab
didarat untuk keadaan darurat di kapal, segera menghubungi SAR dan
petugas yang berwenang untuk segera mengirim tim SAR untuk mencari
dan menyelamatkan penumpang
d) Tim Tanggap Darurat cabang yang menerima informasi keadaan darurat
Kapal, harus segera menghubungi Tim Tanggap Darurat Pusat dan
sebaliknya..
e) Semua Anggota Tim Tanggap Darurat berkumpul
f) Ruang dan peralatan penunjang Tim Tanggap darurat telah disiapkan
g) Melakukan Jalur Komunikasi antara :
(1) Kapal dengan Tim Tanggap Darurat Kantor Cabang
(2) Kapal dengan Tim Tanggap Darurat Kantor Pusat
(3) Tim Tanggap Darurat Kantor Cabang dengan kantor Pusat
(4) Tim Tanggapa Darurat dengan Direksi
5) Merinci Laporan dari Kapal / Cabang yang meliputi informasi data-data :
a) Jenis Kejadian yang dialami
b) Posisi kapal/lokasi kejadian yang telah diplot dalam peta
c) Waktu kejadian (Jam, Hari, Tanggala, Bulan dan Tahun)
d) Jumlah Muatan (Penumpang/Kendaraan/Barang)
e) Ada tidaknya korban dalam insiden atau kecelakaan yang terjadi
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 138
f) Tindakan penanganan yang sudah dilakukan
g) Jenis pertolongan yang diminta oleh kapal/cabang .
6) Melakukan kontak dengan instansi yang terkait, antara lain:
a) Syahbandar
b) Badan SAR Nasional
c) Rumah Sakit
d) KPPP
e) TNI AL
f) Kepolisian
g) Instansi terkait lainnya.
7) Mengambil tindakan penanganan yang diperlukan untuk memberikan
dukungan ke kapal sesuai dengan permintaan Nakhoda
8) Melakukan peninjauan terhadap tambahan tenaga yang dikirim ke lokasi
kejadian
9) Bila dianggap perlu, melakukan kontak langsung dengan keluarga terdekat
awak kapal dan menjelaskan kejadian serta tindakan bantuan yang
sudah/akan dilakukan.
10) Menunjuk personil yang mengatur keberangkatan Direksi ke Lokasi
kejadian
11) Melakukan peninjauan perlu tidaknya dilakukan evakuasi
12) Bila diperlukan evakusi, segera disampaikan kepada semua anggota Tim.
13) Untuk mempercepat pertolongan , segera disiapkan tempat penampungan
dan pengobatan semetara bagi penumpang yang mengalami luka. Tim
Medis, obat-obatan dan kendaraan ambulan siap siaga selama proses
evakuasi korban berlangsung.
14) Penumpang yang mengalami luka ringan bisa ditangani di lokasi
penampungan, korban yang luka parah dan meninggal segera di bawa ke
rumah sakit terdekat untuk proses pengobatan dan identifikasi bagi yang
meninggal.
15)Korban musibah baik penumpang maupun awak kapal yang meninggal yang
telah diidentifikasi segera diumumkan kepada masyarakat umum melalui
media cetak,audio dan visual. Keluarga korban yang bisa dihubungi segera
dihubungi mengenai kondisi korban yang sebenarnya.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 139
16) Bila dianggap perlu, menunjuk personil yang bertugas untuk menjelaskan
tentang insiden/kecelakaan kapal kepada media masa atas izin Direksi.
17) Tim Tanggap Darurat segera memberikan penjelasan mengenai proses
pertolongan dan kondisi Korban.
18) Evaluasi dan Pelaporan:
(a) Nahkoda berkewajiban untuk membuat analisa/evaluasi kecelakaan yang
terjadi untuk mencegah terulangnya kejadian kecelakaan yang serupa
(b) Nahkoda berkewajiban untuk mengirim semua dokumen kejadian ke
kantor Cabang
(c) Semua dokumen hasil analisa/evaluasi oleh Kantor Cabang dikirim ke
Kantor Pusat
(d) Nahkoda dan Kantor Cabang berkewajiban untuk mengarsip semua
dokumen jadian (laporan kejadian, proses penanganan, berita acara, hasil
evaluasi dan analisa) dengan masa retensi 2 tahun.
Lebih jelasnya diagram/alir penanganan orang meninggalkan kapal dapat dilihat
pada diagram berikut.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 140Gambar 2.24. Diagram Alir Penanganan Meninggalkan Kapal
Perwira jaga mencatat posisikapal, dan waktu kejadian
- Makronis menyiapkan: peralatan komunikasi untukhubungan dengan darat atau dengan kapal lain jika
dibutuhkan, surat-surat kapal, alat komunikasi (HT) untukregu pengendali kejadian, pemberitahuan awak kapal dan
penumpang tentang keadaan darurat yang terjadi danmembunyikan alarm meninggalkan kapal
- Nahkoda koordinasi/menghubungi SAR, Syahbandar,Stasiun Pantai atau Kapal sekitarnya, melalui petugas
STC pelabuhan
- Marconis melakukan tugasnya dengan memancarkanBerita MaraBahaya untuk meminta bantuan untukkondisi darurat kapal dengan mengikuti prosedur
komunikasi yang berlaku.
Di Pelabuhan Petugas STC pelabuhan melaporkan kemanajer operasional tentang keadaan darurat
meninggalkan kapalManajer operasional lapor ke Syahbandar yang juga langsung
menghubungi SAR dan petugas berwenang lainnya untukmelakukan pertolongan dan penyelamatan penumpang serta
menyiapkan tempat penampungan dan pengobatansementara
Nahkoda memerintahkan ABK dan penumpang untukmeninggalkan kapal, dan ABK mempersiapkan
peralatan evakuasi yang diperlukan (pelambung, bajupenolong, sekoci)
Nahkoda melakukan analisa/evaluasi kecelakaan yangterjadi untuk mencegah terulangnya kejadian kecelakaan
yang serupa, mengirim semua dokumen kejadian kekantor Cabang operator dan kantor Pusat, dan mengarsip
semua dokumen kejadian
- ABK membimbing para penumpang untuk menggunakan LifeJacket/Pelampung, dan segera terjun ke laut jika dengan petunjuk ABK
- ABK menurunkan Sekoci penolong dan melaporkan kepada Nakhodabahwa persiapan telah dilakukan.
- Para penumpang yang meninggalkan kapal dengan sekoci/ILR sesuaidengan nomor sekoci/ILR dan ABK membantu dalam menurunkan
sekoci ke air, menstart mesin, dan melepaskan kaitan sekoci dengankapal.
- Para Penumpang yang berada di laut dengan cara terjun kelaut, segeradilakukan pertolongan untuk naik ke Sekoci/ILR.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 141
G. Pedoman Penempatan Kapal Pada Lintas Penyeberangan
Perintis
1. Latar Belakang
Dilatarbelakangi penetapan Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang
Pelayaran terutama pada Pasal 24, dan Pasal 25, Peraturan Pemerintah No. 20
Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan pada Pasal 71 dan Pasal 72, Peraturan
Menteri Perhubungan Nomor PM.26 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan
Angkutan Penyeberangan pada Pasal 12, 13, 14, dan Pasal 15, maka diperlukan
adanya tindak lanjut penyusunan Konsep Pedoman Penempatan Kapal Pada
Lintas Penyeberangan Perintis.
2. Tujuan Penyusunan
Tujuan penyusunan Konsep Pedoman Penempatan Kapal Pada Lintas
Penyeberangan Perintis adalah untuk menjamin kelancaran, ketertiban,
keselamatan dan keamanan penempatan kapal pada lintas penyeberangan perintis
sesuai daerah operasi.
3. Sasaran yang diwujudkan
Sasaran yang diwujudkan dalam penyusunan Konsep Pedoman Penempatan Kapal
Pada Lintas Penyeberangan Perintis adalah adalah adanya acuan atau pedoman
bagi pemerintah daerah, operator pelabuhan, serta pengusaha/operator angkutan
penyeberangan yang akan menempatkan kapal pada suatu lintas penyeberangan
perintis sesuai daerah operasi.
4. Jangkauan penyusunan
Jangkauan penyusunan Konsep Pedoman Penempatan Kapal Pada Lintas
Penyeberangan Perintis adalah:
a. Prosedur penempatan kapal
b. Persyaratan Kelaiklautan kapal
c. Persyaratan Spesifikasi Teknis Lintas Sesuai Daerah Operasi
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 142
5. Objek atau arah pengaturan
Sebagai sarana komunikasi atau penyeberangan antar pulau, kapal dapat dianggap
sebagai jembatan penghubung antara jaringan jalan darat atau jaringan jalan kereta
api yang dipisahkan oleh perairan untuk mengangkut penumpang dan kendaraan
beserta muatannya. Pada umumnya angkutan penyeberangan bersifat komersial
terutama antar daerah atau pulau yang sudah maju dengan mobilitas masyarakat
yang tinggi dan distribusi logistic memadai. Tingkat kemajuan antar daerah di
Indonesia tidaklah sama bahkan terdapat kepincangan kemajuan yang bermuara
pada kepincangan kesejahteraan. Karena itu sangat dibutuhkan angkutan
penyeberangan perintis.
a. Prosedur Penempatan Kapal
1) Belum Terlayani Angkutan Kapal
Dalam rangka melayani mobilitas masyarakat Indonesia di daerah masih
tertinggal dan/atau wilayah terpencil, maka Pemerintah menyelanggarakan
angkutan penyeberangan perintis dengan pertimbangan tertentu dengan
pertimbangan ekonomi.Kegiatan angkutan penyeberangan perintis pada
dasarnya dilakukan untuk 79: a) menghubungkan daerah yang masih tertinggal
dan/atau wilayah terpencil yang belum berkembang dengan daerah yang sudah
berkembang atau maju; b) menghubungkan daerah yang moda transportasi
lainnya belum memadai; dan c) menghubungkan daerah yang secara komersial
belum menguntungkan untuk dilayani oleh pelaksana angkutan
penyeberangan.
Kegiatan pelayanan Angkutan Penyeberangan perintis hanya dapat dilakukan
oleh perusahaan Angkutan Penyeberangan. Kegiatan pelayanan Angkutan
Penyeberangan perintis ditentukan berdasarkan kriteria 80:
a) belum dilayani oleh pelaksana kegiatan angkutan laut, angkutan sungai
dan danau atau angkutan penyeberangan yang beroperasi secara tetap
dan teratur;
b) secara komersial belum menguntungkan;
b) tingkat pendapatan perkapita penduduknya masih rendah;
79Peraturan Menteri Perhubungan No. PM.26 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan AngkuitanPenyeberangan, Pasal 1380Ibid, Pasal 14
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 143
c) dilayani oleh perusahaan angkutan yang memiliki surat izin usaha
angkutan penyeberangan dan surat persetujuan pengoperasian kapal;
dan
d) faktor muatan rata-rata kapal kurang dari 60% (enam puluh per
seratus) per tahun.
Biaya yang timbul akibat dilaksanakannya angkutan penyeberangan perintis,
yang disediakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah merupakan
subsidi sebesar selisih biaya pengoperasian kapal pelayaran perintis yang
dikeluarkan oleh perusahaan angkutan penyeberangan dengan pendapatan
dan/atau penghasilan uang tambang barang dan penumpang pada suatu trayek
tertentu 81. Subsidi diberikan kepada perusahaan Angkutan Penyeberangan
atas dasar penugasan oleh Pemerintah/pemerintah daerah yang sebagian biaya
atau sepenuhnya dibebankan pada anggaran pemerintah baik yang bersumber
dari APBN maupun APBD. Pelayanan Angkutan Penyeberangan Perintis
untuk daerah masih tertinggal dan/atau wilayah terpencil dilaksanakan oleh
Menteri, Gubernur, dan/atau Bupati/Walikota.
Kegiatan angkutan penyerangan perintis dapat dilakukan dengan cara kontrak
jangka panjang dengan perusahaan angkutan di perairan menggunakan kapal
berbendera Indonesia yang memenuhi persyaratan kelaiklautan kapal yang
diawaki oleh warga negara Indonesia 82.
2) Persyaratan Kelaiklautan kapal
Setiap kapal yang akan ditempatkan pada suatu lintas penyeberangan perintis
harus memenuhi kelaiklautan kapal yang dibuktikan dengan sertifikat dan surat
kapal, sesuai dengan daerah operasinya yang meliputi 83:
3) Keselamatan Kapal;
Persyaratan keselamatan kapal meliputi : a).material; b).konstruksi;
c).bangunan; d).permesinan dan perlistrikan; e).stabilitas; f).tata susunan serta
perlengkapan termasuk perlengkapan alat penolong dan radio; dan
81Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan, Pasal 7282Undang-undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Pasal 2583 Undang-undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Pasal 117
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 144
g).elektronika kapal 84. Kapal yang dinyatakan memenuhi persyaratan
keselamatan kapal diberi sertifikat keselamatan oleh Menteri.
4) pencegahan pencemaran dari kapal;
Kapal yang dinyatakan memenuhi persyaratan pencegahan dan pengendalian
pencemaran diberikan sertifikat pencegahan dan pengendalian pencemaran oleh
Menteri.
5) pengawakan kapal;
Setiap kapal wajib diawaki oleh Awak Kapal yang memenuhi persyaratan
kualifikasi dan kompetensi sesuai dengan ketentuan nasional dan internasional,
dengan Nakhoda dan Anak Buah Kapal untuk kapal berbendera Indonesia
harus warga negara Indonesia, dan kapal yang memenuhi persyaratan diberikan
setifikat pengawakan kapal.
6) garis muat kapal dan pemuatan;
Setiap kapal yang berlayar harus ditetapkan garis muatnya sesuai dengan
persyaratan. Penetapan garis muat kapal dinyatakan dalam Sertifikat Garis
Muat. Pada setiap kapal sesuai dengan jenis dan ukurannya harus dipasang
Marka Garis Muat secara tetap sesuai dengan daerah-pelayarannya.
7) kesejahteraan Awak Kapal dan kesehatan penumpang;
Setiap Awak Kapal berhak mendapatkan kesejahteraan yang meliputi: a).gaji;
b).jam kerja dan jam istirahat; c).jaminan pemberangkatan ke tempat tujuan
dan pemulangan ke tempat asal; d).kompensasi apabila kapal tidak dapat
beroperasi karena mengalami kecelakaan; e).kesempatan mengembangkan
karier; f).pemberian akomodasi, fasilitas rekreasi, makanan atau minuman;
dan g).pemeliharaan dan perawatan kesehatan serta pemberian asuransi
kecelakaan kerja, yang dinyatakan dalam perjanjian kerja antara Awak Kapal
dengan pemilik atau operator kapal sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
84 Ibid, Pasal 124
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 145
Untuk menjamin kesehatan penumpang dan awak kapal selama pelayaran,
setiap kapal yang mengangkut penumpang wajib menyediakan fasilitas
kesehatan bagi penumpang, meliputi: a).ruang pengobatan atau perawatan;
b).peralatan medis dan obat-obatan; dan c).tenaga medis.
b.Status hukum kapal;
Status hukum kapal dapat ditentukan setelah melalui proses:
1) pengukuran kapal;
Setiap kapal sebelum dioperasikan wajib dilakukan pengukuran oleh pejabat
pemerintah yang diberi wewenang oleh Menteri. Berdasarkan pengukuran ini
kemudian diterbitkan Surat Ukur untuk kapal dengan ukuran tonase kotor
sekurang-kurangnya GT 7 (tujuh Gross Tonnage). Pada kapal yang telah diukur
dan mendapat Surat Ukur wajib dipasang Tanda Selar. Tanda Selar harus tetap
terpasang di kapal dengan baik dan mudah dibaca.
2) pendaftaran kapal;
Pendaftaran kapal dilakukan dengan pembuatan akta pendaftaran dan dicatat
dalam daftar kapal Indonesia. Sebagai bukti kapal telah terdaftar, kepada
pemilik diberikan grosse akta pendaftaran kapal yang berfungsi pula sebagai
bukti hak milik atas kapal yang telah didaftar. Pada kapal yang telah
didaftar wajib dipasang Tanda Pendaftaran.
3) penetapan kebangsaan kapal.
Kapal yang didaftar di Indonesia dan berlayar di laut diberikan Surat Tanda
Kebangsaan Kapal Indonesia oleh Menteri.
c.Manajemen keselamatan Dan Pencegahan Pencemaran Dari Kapal
Kapal yang telah memenuhi persyaratan manajemen keselamatan dan pencegahan
pencemaran dari kapal diberi sertifikat manajemen keselamatan dan pencegahan
pencemaran dari kapal berupa Dokumen Penyesuaian Manajemen Keselamatan
(Document of Compliance/DOC) untuk perusahaan dan Sertifikat Manajemen
Keselamatan (Safety Management Certificate/SMC) untuk kapal.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 146
d. manajemen keamanan kapal.
Kapal yang telah memenuhi persyaratan manajemen keamanan kapal diberi
sertifikat Manajemen Keamanan Kapal berupa Sertifikat Keamanan Kapal
Internasional (International Ship Security Certificate/ISSC). Penempatan kapal
yang akan dioperasikan pada setiap lintas penyeberangan harus memenuhi
persyaratan 85:
1) spesifikasi teknis lintas;
Spesifikasi teknis lintas penyeberangan meliputi: a) kondisi lintasan; b)
perkiraan kapasitas lintas; c) kemampuan pelayanan alur; dan d) spesifikasi
teknis terminal penyeberangan atau pelabuhan laut yang digunakan untuk
melayani angkutan penyeberangan.
2) spesifikasi teknis kapal;
Spesifikasi teknis kapal meliputi: a) ukuran kapal; b) pintu rampa; c)
Khusus mengenai persyaratan pelayanan minimal angkutan penyeberangan
akan ditempatkan minimal harus memiliki:
a) Fasilitas ruang akomodasi penumpang
85Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan, Pasal 66
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 147
Standar pelayanan kenyamanan penumpang dari segi fasilitas ruang
akomodasi penumpang dapat dilihat pada tabel berikut:
b) Persyaratan konstruksi kapal untuk pelayanan penumpang
(1) Luas Ruangan
-Luas lantai tempat duduk/tenpat tidur penumpang kurang lebih 60 % luas
geladak ruangan
c) Penumpang
-Penumpang Geladak Terbuka:
-Luas lantai untuk kursi/bangku per orang berukuran 0,30 – 0,45 m2
Jam Tempat Duduk/ Urinoir/WC Sistem P. Addreser CC TVBerlayar Luas ( M2 ) K. Mandi Sirkulasi Musik Video
Udara1 Sampai Ekonomi
dengan 1,0 Geladakjam terbuka Bangku/0,30 m2 Urinoir/WC Terbuka Ada -
Geladaktertutup Bangku/0,30 m2 Urinoir/WC Terbuka Ada -Bisnis Kursi/0,40 m2 Urinoir/WC Fan Ada -
2 Diatas 1,0 Ekonomi Bangku/ 0,30 m2 Urinoir/WC Terbuka Ada -jam s/d 4 Bisnis Kursi/ 0,40 m2 Urinoir/WC Fan/AC Ada Adajam Eksekutif K.Reklining/0,50 m2 Urinoir/WC AC Ada Ada
3 Diatas 4 jam Ekonomi Bangku/0,30 m2 Urinoir/WC Fan Ada Adas/d 8 jam Bisnis Kursi/0,40 m2 Urinoir/WC Fan/AC Ada Ada
Eksekutif K.Reklining/0,50 m2 Urinoir/WC AC Ada Ada4 Diatas 8 jam Ekonomi Bangku/0,30 m2 Urinoir/WC Fan Ada Ada
s/d 12 jam Bisnis Kursi/0,40 m2 Urinoir/WC Fan/AC Ada AdaEksekutif K.Reklining/0,50 m2 Urinoir/WC Ac Ada Ada
5 Lebih dari 12 Ekonomi Bangku/0,30 m2 Urinoir/WC Fan Ada Adajam Bisnis Kursi/0,40 m2 Urinoir/WC Fan/AC Ada Ada
Eksekutif K.Reklining/0,50 m2 Urinoir/WC AC Ada Ada
No Kelas
Tabel 1. Fasilitas Ruang Akomodasi Penumpang
SistemJam Tempat Tidur/ Sirkulasi P. Addreser
Berlayar Luas ( M2 ) Udara Musik1 Di atas 8 jam Ekonomi Tatami/ 1,26 m2 Fan Ada
s/d 12 jam Bisnis Tatami/ 1,26 m2 Fan/AC AdaEksekutif T. Tidur/ 1,44 M2 AC Ada
2 Lebig dari Ekonomi Tatami/ 1,26 m2 Fan Ada12 jam Bisnis Tatami/ 1,26 m2 Fan/AC Ada
Eksekutif T. Tidur/ 1,44 M2 AC Ada
No Kelas
Tabel 2. Fasilitas Ruang Akomodasi Penumpang Kamar
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 148
d) Penumpang Geladak Tertutup
- Tinggi atap minimal 1,90 m;
- Luas lantai untuk kursi/bangku per orang berulkuran 0,33 - 0,65 m2
e) Penumpang Kamar
- Kapasitas maksimal tiap kamar untuk 6 ( enam ) orang
- Dilengkapi tenpat tidur tetap, berukuran minimal 1,80 m panjang dan 0,70 m
lebar
- Luas lantai per orang minimal 1,26 m2
Untuk mengganti tempat tidur tetap diperbolehkan membuat ruang tidur
secara tatami ( tanpa ranjang / bed ) dengan luas lantai per orang minimal 1,26
m2. Ruang tidur untuk penumpang kamar kelas eksekutif harus mempunyai
tempat tidur tetap, berukuran minimal 1,80 m panjang dan 0,80 m lebar
dengan luas lantai per orang minimal 1,44 m2
f) Tempat Duduk
(1) Bangku : untuk tempat duduk penumpang kelas ekonomi:
(a) Tempat duduk memanjang yang menjadi satu, tanpa sekat sandaran
tangan
(b) Kapasitas tiap bangku tidak boleh melebihi 6 ( enam ) orang untuk
satu sisi keluar menuju gang/jalan lalu lintas orang
(c) Luas bangku per orang minimal 0,30 m2, dengan ukuran lebar 0,4 m
dan panjang 0,75 m
(d) Bangku dapat ditempatkan pada ruangan penumpang geladak terbuka
atau tertutup
(2) Kursi : untuk tempat duduk penumpang kelas non ekonomi bisnis;
(a) tempat duduk bersandaran tangan untuk masing-masing penumpang
dan ditempatkan secara berderet pada ruangan penumpang geladak
tertutup dan setiap kursi dilapisi bantalan dan sandaran jok
(b) Luas ukuran kursi minimal 0,40 m2 tiap kursi
(c) Bentuk dan ukuran kursi sebagaimana dalam Gambar berikut;
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 149
Gambar 5.25. Konstruki Kursi Penumpang Kapal Penyeberangan
(3) Kursi Reklining ( Reklining Seat ) : untuk tempat duduk penumpang kelas
non-ekonomi eksekutif
(4) Tempat duduk dengan sandaran punggung yang dapat diatur dan setiap kursi
dilapisi bantalan dan sandaran jok, ditempatkan pada ruangan penumpang
geladak tertutup
(5) Luas ukuran kursi minimal 0,50 m2 tiap kursi
(6) Bentuk dan ukuran kursi sebagaimana dalam Gambar 2 berikut;
(7) Gang / jalan melintas untuk orang/penumpang;
(8) Jarak antara ( lebar ) dari gang tempat untuk melintas orang/penumpang
adalah sebagai berikut;
(a) sampai dengan 100 penumpang, jarak minimal 0,80 m;
(b) di atas 100 penumpang, jarak minimal 1,00 m
(c) di atas 1.000 penumpang, jarak minimal 1,20 m;
(d) sudut kemiringan tangga penumpang yang menghubungkan antar geladak
tidak boleh melebihi 450
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 150
g) Kamar Mandi dan WC/Kakus
Untuk penumpang harus tersedia kamar mandi dan WC/Kakus, dengan jumlah
minimal sebegai berikut;
(1) dari 13 sampai 50 penumpang, 2 kamar mandi dan WC/kakus,
selanjutnya untuk setiap 50 atau bagian dari 50 penumpang sampai 500
penumpang harus ada tambahan 1 kamar mandi dan WC/kakus;
(2) lebih dari 500 penumpang, untuk setiap 100 atau bagian dari 100
penumpang harus ada tambahan 1 WC/kakus;
(3) kamar mandi dan WC/kakus dibagi untuk pria dan wanita, serta harus
dilengkapi dengan dinding – dinding pemisah yang cukup
(4) harus terdapat persediaan air pada tempat-tempat air dengan jumlah
sedikitnya 1/6 dari jumlah kamar mandi dan WC/kakus, sejauh
perlengkapan kamar mandi dan WC/kakus masih belum memenuhi hal
tersebut secara cukup
(5) untuk kapal dengan penumpang tidak lebih dari 12 orang, paling sedikit
harus ada satu kamar mandi dan satu WC/kakus bagi awak kapal, yang
harus dapat digunakan juga untuk penumpang
(6) untuk kapal yang melayani kategori 3 dan 4 ( pembagian menurut jam
berlayar ), harus tersedia cukup waktu bagi penumpang untuk mandi
(7) kamar mandi dan WC/kakus harus terpisah dari rungan akomodasi
dengan baik dan ruang-ruang tersebut harus cukup luas serta cukup
sirkulasi udaranya, dengan penataan ruangan dan konstruksi sehingga
memudahkan peyaluran air dan kotoran dalam pembersihannya.
k) Sistem Lubang Angin/Ventilasi Udara Penumpang :
(1) ruang akomodasi penumpang harus diberikan lubang angin/ventilasi
udara yang cukup
(2) ruang akomodasi penumpang di geladak tertutup, harus memakai sistem
pengisap ( exhaust ) dan sirkulasi udara minimal 10 kali per jam
(3) ruang akomodasi penumpang kelas bisnis dan eksekutif, harus memakai
fan ( kipas angin ) atau sistem air conditioning ( penyejuk udara )
(4) ruang akomodasi penumpang yang dilengkapi dengan fasn untuk setiap
25 m2 disediakan 1 ( satu ) fan berdiameter minimal 40 cm
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 151
(5) Ruang akomodasi penumpang yang dilengkapi dengan sistem air
conditioning ( penyejuk udara ) temperatur ruang berkisar antara 230 C
- 200 C;
(6) Ruang akomodasi penumpang harus mendapat cukup cahaya melalui
kaca pada tingkap-tingkap sisi, atau melalui kaca-kaca lain yang
dipasang untuk itu;
(7) Pada malam hari tiap-tiap ruangan harus diberi penerangan yang cukup
(8) Kapal yang berukuran di atas 2.500 m3 ke atas, harus menyediakan
ruangan untuk keperluan perawatan orang sakit ( klinik & kamar
perawatan ) dengan sistem ventilasi udara tersendiri, begitu pula untuk
pembuangan air dan kotoran harus dengan sistem pencuci kuman
sebelum dibuang ke luar kapal
l) Dapur dan Kantin/ Kafetaria
(1) dapur tidak boleh ditempatkan di geladak kendaraan;
(2) dapur harus mempunyai sistem lubang angin/ventilasi udara dan
pembuangan air kotor yang terpisah dengan ruangan akomodasi;
(3) kompor yang digunakan harus jenis kompor listrik
(4) bila menggunakan sistem pembakaran dengan gas, tangki penyimpan
gas harus terpisah dan pada saluran gas masuk harus dipasang minimal
satu buah keran penutup cepat ( shut – off valve ) yang terdekat di luar
ruang dapur
(5) untuk pelayanan penumpang, diizinkan penempatan kafetaria di ruang
penumpang
(6) kafetaria harus menggunakan kompor/alat pemanas listrik;
(7) sistem lubang angin/ventilasi udara dan pembuangan air kotor harus
terpisah dengan ruang penumpang
(8) pengelola/petugas kafetaria wajib menjaga kebersihan dan kesehatan
lingkungan
m) Ruang Publik :
(1) kapal yang memuat lebih dari 50 penumpang, dapat menyediakan
ruangan terbuka untuk tempat santai/rekreasi penumpang;
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 152
(2) kapal penumpang wajib menyediakan ruangan untuk tenmpat ibadah,
dengan luas yang sesuai dengan jumlah penumpang dan ruang kapal yang
tersedia, serta harus selalu dijaga kebersihan dan kerapihannya
n) Persyaratan ruang pemuatan kendaraan di kapal
Persyaratan pelayanan pemuatan kendaraan di kapal penyeberangan harus
memenuhi persyaratan perlengkapan pintu rampa dan ruang kendaraan berserta
fasilitasnya. Kapal penyeberangan yang mengangkut kendaraan, harus
memenuhi perlengkapan dan ketentuan-ketentuan sebagai berikut;
(1) Pintu Rampa;
(1) terdiri dari 2 pintu, yang dipasang di bagian haluan dan buritan ( type RO
– Ro ) atau samping kiri dan kanan yang berguna sebagai jalan ke luar dan
masuk kendaraan
(2) di lintas – lintas tertentu yang memppunyai peralatan tangga rampa
samping ( elevated side – ramp , kapal yang melayani lintas tersebut harus
mempunyai geladak atas untuk kendaraan ( upper car deck ) dan memuat
dudukan atau tumpuan untuk rampa dermaga sehingga langsung dapat
digunakan untuk jalan keluar masuk kendaraan
(2) Spesifikasi pintu rampa adalah sebagai berikut;
(a) Panjang : harus disesuaikan dengan kondisi prasarana
yang dilayani;
(b) Lebar : minimum 4 m
(c) Kecepatan buka/tutup pintu ;
- membuka penuh : tidak lebih dari 2 menit
- menutup penuh : tidak lebih dari 3 menit
(d) Daya Dukung :
Harus mampu mendukung beban kendaraan minimal :
- Jumlah berat yang diperbolehkan ( JBB ) : 17, 5 ton
- Muatan Sumbu Terberat ( MST ) : 8,0 ton
(3) Ruang Untuk Kendaraan:
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 153
(a) lantai ruang kendaraan harus dirancang mampu menahan beban kendaraan
minimal JBB 17,50 ton dan MST 8 ton untuk muatan berat atau truk, dan
mampu menahan beban kendaraan minimal JBB 40 ton dan MST 10 ton
untuk kapal yang beroperasi di lintas penyeberangan Merak – Bakauheni ,
Ketapang – Gilimanuk, Padangbai – Lembar, Kahyangan – Pototano dan
Bajo E – Kolaka
(b) tinggi ruang kendaraan:
kendaraan kecil / sedan minimal 2,50 m;
kendaraan besar/truk dan campuran , minimal 3,80 m;
kendaraan trailer /peti kemas, minimal 4,70 m
(c) Lantai ruang kendaraan dilengkapi dengan tanda jalur kendaraan yang
dapat dilihat secara jelas oleh pengemudi kendaraan dan penempatan
kendaraan harus berada di dalam jalur kendaraan
(d) jarak minimal antar kendaraan :
jarak antara masing – masing kendaraan pada sisi kiri dan kanan adalah
60 cm
jarak antara muka dan belakang masing – masing kendaraan adalah 30
cm
untuk kendaraan yang sisi sampingnya bersebelahan dengan dinding
kapal, berjarak 60 cm dihitung dari lapisan dinding dalam atau sisi luar
gading – gading ( frame )
jarak sisi antara kendaraan dengan tiang penyangga ( web frame )
adalah 60 – 80 cm
(e) antara pintu rampa haluan / buritan dengan batas sekat pelanggaran,
dilarang dimuati kendaraan
(f) untuk lintas – lintas penyeberangan yang kondisi lautnya berombak kuat
sehingga membuat sudut kemiringan kapal mencapai lebih dari 100,
kendaraan yang dimuat dalam kapal harus dilengkapi dengan sistem
pengikatan ( lashing )
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 154
(g) ruang kendaraan yang tertutup harus disediakan lampu penerangan, sistem
sirkulasi udara, tanmgga/jalan masuk bagi pengemudi, serta harus
15 5.155 12.870 2.496 22.642 1.760 4.392Sumber: Laporan Studi Kelaikan Kapal ASDP Dengan Daerah Operasi, Balitbang
Perhubungan –Dephub RI, 2007
Dari hasil pehitungan, spesifikasi kapal seperti tertuang dalam tabel di atas, juga
dapat merencanakan spesifikasi kapal untuk lintasan-litasan baru yang belum
beroperasi atau masih direncanakan. Penentuan spesifikasi kapal untuk lintasan-
lintasan ini adalah dengan mengacu pada spesifikasi kapal dimana lintasan tersebut
tergabung pada kelompok lintas per region.
Lebih jelasnya alir penempatan/prosedur penempatan kapal pada lintas
penyeberangan perintin dapat dilihat pada diagram berikut.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 166
Gambar 2.26. Diagram Alir Penempatan Kapal Pada Lintas Penyeberangan Perintis
Data dukung:
- spesifikasi lintas yangakan dilayani
- perhitungan besaransubsidi yang akandiberikan
Penelitianberkas/kapal
olehDirjen/Gubernu
r/Bupati/Walikota
SESUAI
TIDAKSESUAI
Melengkapiberkas/
mengganti kapal
Kriteria:
- belum dilayani olehpelaksana kegiatan angkutanlaut, angkutan sungai dandanau atau angkutanpenyeberangan yangberoperasi secara tetap danteratur;
- secara komersial belummenguntungkan;
- tingkat pendapatanperkapita penduduknyamasih rendah;
- dilayani oleh perusahaanangkutan yang memilikisurat izin usaha angkutanpenyeberangan dan suratpersetujuan pengoperasiankapal;
- faktor muatan rata-ratakapal kurang dari 60% (enampuluh per seratus) per tahun.
- kesesuaian spesifikasi tekniskapal dengan kapasitasprasarana dan fasilitaspelabuhan yang digunakanuntuk melayani angkutanpenyeberangan atauterminal penyeberanganyang tersedia;
- tingkat kemampuanpelayanan alur;
- kesesuaian dengan regionlintasan sesuai tinggigelombang
- kesesuaian pengujianstabilitas kapal
Penerbitan SuratPersetujuan
Penempatan Kapal olehDirjen/Gubernur/Bupati/Walikota
Permintaanpenugasan lintas
perintas dariDirjen/Gubernur/Bupati/Walikota
kepadapengusaha/operator
kapal
Hasil penelitian SESUAI/TIDAK SESUAI maksimal waktu30 hari setelah semua berasLENGKAP
Penerbitanmaksimal waktu14 hari setelahhasil penelitian
diterima
Pernyataankesanggupan
penempatan kapalpada lintas dari
pengusaha/ operatorkapal
Data dukung:
- surat-surat/sertifikatkelaiklautan kapal
- akte PendirianPerusahaan
- surat keterangan domisiliperusahaan
- Nomor Pokok Wajib Pajak(NPWP)
- Surat izin usaha angkutanpenyeberangan
Pernyataankesanggupan
maksimal waktu14 hari setelah
suratpermintaan
diterima
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 167
H. Pedoman Penempatan Kapal Sesuai Daerah Operasi
1.Latar Belakang
Dilatarbelakangi penetapan Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang
Pelayaran terutama pada Pasal 117, 122, 124, 126, 134, 135, 147, 151, 152, 154,
155, 163, 158, 169, dan Pasal 170, Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2010
tentang Angkutan di Perairan pada Pasal 61, 65, 66, dan Pasal 67, Peraturan
Menteri Perhubungan Nomor PM.26 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan
Angkutan Penyeberangan pada Pasal 10, 22, 23 dan Pasal 24, diperlukan adanya
tindak lanjut penyusunan Konsep Pedoman Penempatan Kapal Sesuai Daerah
Operasi.
2.Tujuan Penyusunan
Tujuan penyusunan Konsep Pedoman Penempatan Kapal Sesuai Daerah Operasi
adalah untuk menjamin kelancaran, ketertiban, keselamatan dan keamanan
penempatan kapal pada lintas penyeberangan komersil sesuai daerah operasi.
3. Sasaran yang diwujudkan
Sasaran yang diwujudkan dalam penyusunan Konsep Pedoman Penempatan
Kapal Sesuai Daerah Operasi adalah adanya acuan atau pedoman bagi
pemerintah daerah, operator pelabuhan, serta pengusaha/operator angkutan
penyeberangan yang akan menempatkan kapal pada suatu lintas penyeberangan
komersil sesuai daerah operasi.
4. Jangkauan penyusunan
Jangkauan penyusunan Konsep Pedoman Penempatan Kapal Sesuai Daerah
Operasi adalah:
a) Prosedur penempatan kapal
b) Persyaratan Kelaiklautan kapal
c) Persyaratan Spesifikasi Teknis Lintas Sesuai Daerah Operasi
5. Prosedur Penempatan Kapal
a. Penempatan kapal untuk penampabahan kapasitas.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 168
Penempatan kapal dengan tujuan untuk penambahan kapasitas angkut pada
setiap lintas penyeberangan, dilakukan dengan mempertimbangkan 86:
1) Faktor muat:
a) faktor muat rata-rata kapal pada lintas penyeberangan mencapai paling
sedikit 65% (enam puluh lima per seratus) dalam jangka waktu 1 (satu)
tahun meliputi; a) kapal yang ditempatkan tidak dapat memenuhi
jumlah muatan yang ada; b) jumlah kapal yang beroperasi kurang dari
jumlah kapal yang diizinkan melayani lintas yang bersangku tan; c)
kapasitas prasarana dan fasilitas pelabuhan yang digunakan untuk
melayani angkutan penyeberangan atau terminal penyeberangan yang
tersedia;
b) tingkat kemampuan pelayanan alur; dan/ atau
c) belum optimalnya frekuensi pelayanan kapal yang ditempatkan.
2) factor penempatan untuk pengembangan/pengisian lintas
Dalam penempatan kapal untuk pengembangan atau pengisian lintas,
dilakukan berdasarkan pertimbangan 87: a) jumlah trip per hari dan jumlah
kapal yang diizinkan melayani lintas yang ditetapkan; b) jumlah kapasitas
kapal rata-rata tersedia; c) jumlah kapasitas kapal rata-rata terpakai; d)
faktor muat; e) fasilitas prasarana pelabuhan yang tersedia danjatau; f)
tingkat kemampuan pelayanan alur.
3) Penempatan kapal harus mendapat persetujuan: a) Direktur Jenderal,
untuk lintas antarnegara dan lintas antarprovinsi; b) Gubernur, untuk
lintas antar kabupaten/kota dalam provinsi; atau c) Bupati/Walikota,
untuk lintas dalam kabupaten/kota.
4) Persyaratan:
Permohonan perizinan penempatan kapal lintas pernyeberangan hanya
dapat diberikan kepada perusahaaan yang mengajukan permohonan
dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut; a) perorangan warga
negera Indonesia, Badan Hukum Indonesia berbentuk Perseroan Terbatas,
Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah
86Peraturan Menteri Perhubungan No. PM.26 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan AngkuitanPenyeberangan, Pasal 2387Ibid, Pasal 24
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 169
(BUMD) atau Koperasi, yang didirikan khusus untuk usaha itu.b)
Memiliki Akte Pendirian Perusahaan bagi pemohon berbentuk Badan
Hukum Indonesia atau Kartu Tanda Penduduk bagi warga Negara
Indonesia perorangan yang mengajukan permohonan izin usaha angkutan
penyeberangan. c) Pernyataan tertulis sanggup untuk memiliki sekurang-
kurangnya 1(satu ) unit kapal penyeberangan berbendera Indonesia yang
memenuhi persyaratan keselamatan kelaiklautan kapal yang
diperuntukkan bagi angkutan penyeberangan dan kepastian rencana lintas
yang akan dilayani, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. d) Memiliki tenaga ahli dalam pengelolaan usaha angkutan
penyeberangan. e) Memiliki surat keterangan domisili perusahaan. f)
Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). g) Permohonan telah
dilengkapi dengan dokumen yang meliputi: (1) Surat izin usaha angkutan
penyeberangan, (2) Bukti kesiapan kapal untuk dioperasikan, antara lain:
(a) memiliki sertifikat kesempurnaan dari Direktorat Jenderal
Perhubungan Laut dan dikelaskan oleh Biro Klasifikasi Indonesia,
(b) kapal yang sesuai dengan spesifikasi teksis lintas dan pelabuhan
penyeberangan yang akan dilayani,
(c) Nama dan ukuran kapal (GRT),
(d) Lintas yang akan dilayani,
(e) nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Pemberian atau penolakan atas penempatan kapal, diberikan oleh pejabat
pemberi izin selambat-lambatnya dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari
kerja setelah permohonan diterima secara lengkap. Penolakan atas izin
penempatan disampaikan secara tertulis dengan disertai alasan penolakan.
Sebelum diberikan persetujuan penempatan kapal, pemerintah/pemerintah
daerah dan pengusaha/operator Kapal secara bersama-sama melakukan uji
coba kapal pada pelayaran pada lintasan. Bilamana masih terdapat ketidak
sesuaian terutama persyaratan teknis dan persyaratan keselamatan, maka
pengusaha/operator kapal diharuskan memenuhinya sesuai dengan
perayaratan yang telah ditetapkan.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 170
b. Persyaratan Kelaiklautan kapal
Setiap kapal yang akan ditempatkan pada suatu lintas penyeberangan
komersil harus memenuhi kelaiklautan kapal yang dibuktikan dengan
sertifikat dan surat kapal, sesuai dengan daerah operasinya yang meliputi 88:
1) keselamatan kapal;
Persyaratan keselamatan kapal meliputi : a).material; b).konstruksi;
c).bangunan; d).permesinan dan perlistrikan; e).stabilitas; f).tata susunan
serta perlengkapan termasuk perlengkapan alat penolong dan radio; dan
g).elektronika kapal 89. Kapal yang dinyatakan memenuhi persyaratan
keselamatan kapal diberi sertifikat keselamatan oleh Menteri.
2) pencegahan pencemaran dari kapal;
Kapal yang dinyatakan memenuhi persyaratan pencegahan dan
pengendalian pencemaran diberikan sertifikat pencegahan dan pengendalian
pencemaran oleh Menteri.
3) pengawakan kapal;
Setiap kapal wajib diawaki oleh Awak Kapal yang memenuhi persyaratan
kualifikasi dan kompetensi sesuai dengan ketentuan nasional dan
internasional, dengan Nakhoda dan Anak Buah Kapal untuk kapal
berbendera Indonesia harus warga negara Indonesia, dan kapal yang
memenuhi persyaratan diberikan setifikat pengawakan kapal.
4) garis muat kapal dan pemuatan;
Setiap kapal yang berlayar harus ditetapkan garis muatnya sesuai dengan
persyaratan. Penetapan garis muat kapal dinyatakan dalam Sertifikat Garis
Muat. Pada setiap kapal sesuai dengan jenis dan ukurannya harus dipasang
Marka Garis Muat secara tetap sesuai dengan daerah-pelayarannya.
88 Undang-undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Pasal 11789 Ibid, Pasal 124
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 171
5) kesejahteraan Awak Kapal dan kesehatan penumpang;
Setiap Awak Kapal berhak mendapatkan kesejahteraan yang meliputi:
a).gaji; b).jam kerja dan jam istirahat; c).jaminan pemberangkatan ke
tempat tujuan dan pemulangan ke tempat asal; d).kompensasi apabila
kapal tidak dapat beroperasi karena mengalami kecelakaan; e).kesempatan
mengembangkan karier; f).pemberian akomodasi, fasilitas rekreasi,
makanan atau minuman; dan g).pemeliharaan dan perawatan kesehatan
serta pemberian asuransi kecelakaan kerja, yang dinyatakan dalam
perjanjian kerja antara Awak Kapal dengan pemilik atau operator kapal
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Untuk menjamin kesehatan penumpang dan awak kapal selama pelayaran,
setiap kapal yang mengangkut penumpang wajib menyediakan fasilitas
kesehatan bagi penumpang, meliputi: a).ruang pengobatan atau perawatan;
b).peralatan medis dan obat-obatan; dan c).tenaga medis.
6) status hukum kapal;
Status hukum kapal dapat ditentukan setelah melalui proses:
a) pengukuran kapal;
Setiap kapal sebelum dioperasikan wajib dilakukan pengukuran oleh
pejabat pemerintah yang diberi wewenang oleh Menteri. Berdasarkan
pengukuran ini kemudian diterbitkan Surat Ukur untuk kapal dengan
ukuran tonase kotor sekurang-kurangnya GT 7 (tujuh Gross Tonnage). Pada
kapal yang telah diukur dan mendapat Surat Ukur wajib dipasang Tanda
Selar. Tanda Selar harus tetap terpasang di kapal dengan baik dan mudah
dibaca.
b) pendaftaran kapal;
Pendaftaran kapal dilakukan dengan pembuatan akta pendaftaran dan
dicatat dalam daftar kapal Indonesia. Sebagai bukti kapal telah terdaftar,
kepada pemilik diberikan grosse akta pendaftaran kapal yang berfungsi pula
sebagai bukti hak milik atas kapal yang telah didaftar. Pada kapal yang
telah didaftar wajib dipasang Tanda Pendaftaran.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 172
c) penetapan kebangsaan kapal.
Kapal yang didaftar di Indonesia dan berlayar di laut diberikan Surat Tanda
Kebangsaan Kapal Indonesia oleh Menteri.
7) Manajemen keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal
Pemilik atau operator kapal yang mengoperasikan kapal untuk jenis dan
ukuran tertentu harus memenuhi persyaratan manajemen keselamatan dan
pencegahan pencemaran dari kapal. Kapal yang telah memenuhi persyaratan
manajemen keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal diberi
sertifikat manajemen keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal
berupa Dokumen Penyesuaian Manajemen Keselamatan (Document of
Compliance/DOC) untuk perusahaan dan Sertifikat Manajemen Keselamatan
(Safety Management Certificate/SMC) untuk kapal.
8) Manajemen keamanan kapal.
Pemilik atau operator kapal yang mengoperasikan kapal untuk ukuran tertentu
harus memenuhi persyaratan manajemen keamanan kapal. Kapal yang telah
memenuhi persyaratan manajemen keamanan kapal diberi sertifikat
Manajemen Keamanan Kapal berupa Sertifikat Keamanan Kapal Internasional
(International Ship Security Certificate/ISSC).
Setiap kapal yang melayani angkutan penyeberangan wajib 90:
a) memenuhi persyaratan teknis kelaiklautan dan persyaratan pelayanan
minimal angkutan penyeberangan; b) memiliki spesifikasi teknis sesuai
dengan fasilitas pelabuhan yang digunakan untuk melayani angkutan
penyeberangan atau terminal penyeberangan pada lintas yang dilayani; c)
memiliki dan/atau mempekerjakan awak kapal yang memenuhi persyaratan
kualifikasi yang diperlukan untuk kapal penyeberangan; d) memiliki fasilitas
bagi kebutuhan awak kapal maupun penumpang dan kendaraan beserta
muatannya; e) mencantumkan identitas perusahaan dan nama kapal yang
ditempatkan pada bagian samping kiri dan kanan kapal; dan f)
90 Peratuarn Pemerintah No. 20 tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan, Pasal 61
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 173
mencantumkan informasi atau petunjuk yang diperlukan dengan
menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.
9) Penempatan kapal
Penempatan kapal yang akan dioperasikan pada lintas penyeberangan
dilakukan dengan mempertimbangkan 91: a) adanya kebutuhan angkutan
penyeberangan; dan b) tersedianya fasilitas pelabuhan yang digunakan untuk
Standar pelayanan kenyamanan penumpang dari segi fasilitas ruang
akomodasi penumpang dapat dilihat pada tabel berikut:
2) Persyaratan konstruksi kapal untuk pelayanan penumpang
a) Luas Ruangan
Luas lantai tempat duduk/tenpat tidur penumpang kurang lebih 60 % luas
geladak ruangan
b) Penumpang
(1) Penumpang Geladak Terbuka:
Jam Tempat Duduk/ Urinoir/WC Sistem P. Addreser CC TVBerlayar Luas ( M2 ) K. Mandi Sirkulasi Musik Video
Udara1 Sampai Ekonomi
dengan 1,0 Geladakjam terbuka Bangku/0,30 m2 Urinoir/WC Terbuka Ada -
Geladaktertutup Bangku/0,30 m2 Urinoir/WC Terbuka Ada -Bisnis Kursi/0,40 m2 Urinoir/WC Fan Ada -
2 Diatas 1,0 Ekonomi Bangku/ 0,30 m2 Urinoir/WC Terbuka Ada -jam s/d 4 Bisnis Kursi/ 0,40 m2 Urinoir/WC Fan/AC Ada Adajam Eksekutif K.Reklining/0,50 m2 Urinoir/WC AC Ada Ada
3 Diatas 4 jam Ekonomi Bangku/0,30 m2 Urinoir/WC Fan Ada Adas/d 8 jam Bisnis Kursi/0,40 m2 Urinoir/WC Fan/AC Ada Ada
Eksekutif K.Reklining/0,50 m2 Urinoir/WC AC Ada Ada4 Diatas 8 jam Ekonomi Bangku/0,30 m2 Urinoir/WC Fan Ada Ada
s/d 12 jam Bisnis Kursi/0,40 m2 Urinoir/WC Fan/AC Ada AdaEksekutif K.Reklining/0,50 m2 Urinoir/WC Ac Ada Ada
5 Lebih dari 12 Ekonomi Bangku/0,30 m2 Urinoir/WC Fan Ada Adajam Bisnis Kursi/0,40 m2 Urinoir/WC Fan/AC Ada Ada
Eksekutif K.Reklining/0,50 m2 Urinoir/WC AC Ada Ada
No Kelas
Tabel 1. Fasilitas Ruang Akomodasi Penumpang
SistemJam Tempat Tidur/ Sirkulasi P. Addreser
Berlayar Luas ( M2 ) Udara Musik1 Di atas 8 jam Ekonomi Tatami/ 1,26 m2 Fan Ada
s/d 12 jam Bisnis Tatami/ 1,26 m2 Fan/AC AdaEksekutif T. Tidur/ 1,44 M2 AC Ada
2 Lebig dari Ekonomi Tatami/ 1,26 m2 Fan Ada12 jam Bisnis Tatami/ 1,26 m2 Fan/AC Ada
Eksekutif T. Tidur/ 1,44 M2 AC Ada
No Kelas
Tabel 2. Fasilitas Ruang Akomodasi Penumpang Kamar
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 175
(2) Luas lantai untuk kursi/bangku per orang berukuran 0,30 – 0,45 m2
3) Penumpang Geladak Tertutup
a) Tinggi atap minimal 1,90 m;
b) Luas lantai untuk kursi/bangku per orang berulkuran 0,33 - 0,65 m2
4) Penumpang Kamar
a) Kapasitas maksimal tiap kamar untuk 6 ( enam ) orang
b) Dilengkapi tenpat tidur tetap, berukuran minimal 1,80 m panjang dan 0,70
m lebar
c) Luas lantai per orang minimal 1,26 m2
Untuk mengganti tempat tidur tetap diperbolehkan membuat ruang tidur
secara tatami ( tanpa ranjang / bed ) dengan luas lantai per orang minimal 1,26
m2. Ruang tidur untuk penumpang kamar kelas eksekutif harus mempunyai
tempat tidur tetap, berukuran minimal 1,80 m panjang dan 0,80 m lebar
dengan luas lantai per orang minimal 1,44 m2
5)Tempat Duduk
(4) Bangku : untuk tempat duduk penumpang kelas ekonomi:
a) Tempat duduk memanjang yang menjadi satu, tanpa sekat sandaran
tangan
b) Kapasitas tiap bangku tidak boleh melebihi 6 ( enam ) orang untuk satu
sisi keluar menuju gang/jalan lalu lintas orang
c) Luas bangku per orang minimal 0,30 m2, dengan ukuran lebar 0,4 m
dan panjang 0,75 m
d) Bangku dapat ditempatkan pada ruangan penumpang geladak terbuka
atau tertutup
6)Kursi : untuk tempat duduk penumpang kelas non ekonomi bisnisz;
a) tempat duduk bersandaran tangan untuk masing-masing penumpang dan
ditempatkan secara berderet pada ruangan penumpang geladak tertutup
dan setiap kursi dilapisi bantalan dan sandaran jok
b) Luas ukuran kursi minimal 0,40 m2 tiap kursi
c) Bentuk dan ukuran kursi sebagaimana dalam Gambar berikut;
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 176
Gambar 5.27. Konstruki Kursi Penumpang Kapal Penyeberangan
d) Kursi Reklining ( Reklining Seat ) : untuk tempat duduk penumpang kelas
non-ekonomi eksekutif
7) Tempat duduk dengan sandaran punggung yang dapat diatur dan setiap kursi
dilapisi bantalan dan sandaran jok, ditempatkan pada ruangan penumpang
geladak tertutup
8) Luas ukuran kursi minimal 0,50 m2 tiap kursi
9) Bentuk dan ukuran kursi sebagaimana dalam Gambar 2 berikut;
10) Gang / jalan melintas untuk orang/penumpang
Jarak antara ( lebar ) dari gang tempat untuk melintas orang/penumpang
adalah sebagai berikut;
(a) sampai dengan 100 penumpang, jarak minimal 0,80 m;
(b) di atas 100 penumpang, jarak minimal 1,00 m
(c) di atas 1.000 penumpang, jarak minimal 1,20 m;
(d) sudut kemiringan tangga penumpang yang menghubungkan antar geladak
tidak boleh melebihi 450
11) Kamar Mandi dan WC/Kakus
Untuk penumpang harus tersedia kamar mandi dan WC/Kakus, dengan jumlah
minimal sebegai berikut;
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 177
(a) dari 13 sampai 50 penumpang, 2 kamar mandi dan WC/kakus, selanjutnya
untuk setiap 50 atau bagian dari 50 penumpang sampai 500 penumpang
harus ada tambahan 1 kamar mandi dan WC/kakus;
(b) lebih dari 500 penumpang, untuk setiap 100 atau bagian dari 100
penumpang harus ada tambahan 1 WC/kakus;
(c) kamar mandi dan WC/kakus dibagi untuk pria dan wanita, serta harus
dilengkapi dengan dinding – dinding pemisah yang cukup
(d) harus terdapat persediaan air pada tempat-tempat air dengan jumlah
sedikitnya 1/6 dari jumlah kamar mandi dan WC/kakus, sejauh
perlengkapan kamar mandi dan WC/kakus masih belum memenuhi hal
tersebut secara cukup
(e) untuk kapal dengan penumpang tidak lebih dari 12 orang, paling sedikit
harus ada satu kamar mandi dan satu WC/kakus bagi awak kapal, yang
harus dapat digunakan juga untuk penumpang
(f) untuk kapal yang melayani kategori 3 dan 4 ( pembagian menurut jam
berlayar ), harus tersedia cukup waktu bagi penumpang untuk mandi
(g) kamar mandi dan WC/kakus harus terpisah dari rungan akomodasi dengan
baik dan ruang-ruang tersebut harus cukup luas serta cukup sirkulasi
udaranya, dengan penataan ruangan dan konstruksi sehingga memudahkan
peyaluran air dan kotoran dalam pembersihannya.
12) Sistem Lubang Angin/Ventilasi Udara Penumpang :
(a) ruang akomodasi penumpang harus diberikan lubang angin/ventilasi udara
yang cukup
(b) ruang akomodasi penumpang di geladak tertutup, harus memakai sistem
pengisap ( exhaust ) dan sirkulasi udara minimal 10 kali per jam
(c) ruang akomodasi penumpang kelas bisnis dan eksekutif, harus memakai
fan ( kipas angin ) atau sistem air conditioning ( penyejuk udara )
(d) ruang akomodasi penumpang yang dilengkapi dengan fasn untuk setiap 25
m2 disediakan 1 ( satu ) fan berdiameter minimal 40 cm
(e) Ruang akomodasi penumpang yang dilengkapi dengan sistem air
conditioning ( penyejuk udara ) temperatur ruang berkisar antara 230 C -
200 C;
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 178
(f) Ruang akomodasi penumpang harus mendapat cukup cahaya melalui kaca
pada tingkap-tingkap sisi, atau melalui kaca-kaca lain yang dipasang untuk
itu;
(g) Pada malam hari tiap-tiap ruangan harus diberi penerangan yang cukup
(h) Kapal yang berukuran di atas 2.500 m3 ke atas, harus menyediakan
ruangan untuk keperluan perawatan orang sakit ( klinik & kamar
perawatan ) dengan sistem ventilasi udara tersendiri, begitu pula untuk
pembuangan air dan kotoran harus dengan sistem pencuci kuman sebelum
dibuang ke luar kapal
13) Dapur dan Kantin/ Kafetaria
(a) dapur tidak boleh ditempatkan di geladak kendaraan;
(b) dapur harus mempunyai sistem lubang angin/ventilasi udara dan
pembuangan air kotor yang terpisah dengan ruangan akomodasi;
(c) kompor yang digunakan harus jenis kompor listrik
(d) bila menggunakan sistem pembakaran dengan gas, tangki penyimpan gas
harus terpisah dan pada saluran gas masuk harus dipasang minimal satu
buah keran penutup cepat ( shut – off valve ) yang terdekat di luar ruang
dapur
(e) untuk pelayanan penumpang, diizinkan penempatan kafetaria di ruang
penumpang
(f) kafetaria harus menggunakan kompor/alat pemanas listrik;
(g) sistem lubang angin/ventilasi udara dan pembuangan air kotor harus
terpisah dengan ruang penumpang
(h) pengelola/petugas kafetaria wajib menjaga kebersihan dan kesehatan
lingkungan
14) Ruang Publik :
(a) kapal yang memuat lebih dari 50 penumpang, dapat menyediakan ruangan
terbuka untuk tempat santai/rekreasi penumpang;
(b) kapal penumpang wajib menyediakan ruangan untuk tenmpat ibadah,
dengan luas yang sesuai dengan jumlah penumpang dan ruang kapal yang
tersedia, serta harus selalu dijaga kebersihan dan kerapihannya
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 179
15) Persyaratan ruang pemuatan kendaraan di kapal
Persyaratan pelayanan pemuatan kendaraan di kapal penyeberangan harus
memenuhi persyaratan perlengkapan pintu rampa dan ruang kendaraan berserta
fasilitasnya. Kapal penyeberangan yang mengangkut kendaraan, harus memenuhi
perlengkapan dan ketentuan-ketentuan sebagai berikut;
a) Pintu Rampa;
(1) terdiri dari 2 pintu, yang dipasang di bagian haluan dan buritan ( type RO
– Ro ) atau samping kiri dan kanan yang berguna sebagai jalan ke luar dan
masuk kendaraan
(2) di lintas – lintas tertentu yang memppunyai peralatan tangga rampa
samping ( elevated side – ramp , kapal yang melayani lintas tersebut harus
mempunyai geladak atas untuk kendaraan ( upper car deck ) dan memuat
dudukan atau tumpuan untuk rampa dermaga sehingga langsung dapat
digunakan untuk jalan keluar masuk kendaraan
b) Spesifikasi pintu rampa adalah sebagai berikut;
(1)Panjang : harus disesuaikan dengan kondisi prasarana
yang dilayani;
(2) Lebar : minimum 4 m
(3) Kecepatan buka/tutup pintu ;
- membuka penuh : tidak lebih dari 2 menit
- menutup penuh : tidak lebih dari 3 menit
(4) Daya Dukung :
Harus mampu mendukung beban kendaraan minimal :
- Jumlah berat yang diperbolehkan ( JBB ) : 17, 5 ton
- Muatan Sumbu Terberat ( MST ) : 8,0 ton
(5)Khusus untuk lintas penyeberangan Merak – Bakauheni, Ketapang –
Gilimanuk, Padangbai – Lembar, Kahyangan – Pototano dan Bajo E –
Kolaka:
- Jumlah Berat yang Diperbolehkan ( JBB ) : 40 ton
- Muatan Sumbu Terberat ( MST ) : 10 ton
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 180
Ketentuan daya dukung tersebut harus disesuaikan dengan kapasitas lalu lintas
dan angkutan serta daya daya dukung jalan raya yang akan dilalui :
c) Ruang Untuk Kendaraan:
(1) lantai ruang kendaraan harus dirancang mampu menahan beban kendaraan
minimal JBB 17,50 ton dan MST 8 ton untuk muatan berat atau truk, dan
mampu menahan beban kendaraan minimal JBB 40 ton dan MST 10 ton
untuk kapal yang beroperasi di lintas penyeberangan Merak – Bakauheni ,
Ketapang – Gilimanuk, Padangbai – Lembar, Kahyangan – Pototano dan
Bajo E – Kolaka
(2) tinggi ruang kendaraan:
kendaraan kecil / sedan minimal 2,50 m;
kendaraan besar/truk dan campuran , minimal 3,80 m;
kendaraan trailer /peti kemas, minimal 4,70 m
(3) Lantai ruang kendaraan dilengkapi dengan tanda jalur kendaraan yang
dapat dilihat secara jelas oleh pengemudi kendaraan dan penempatan
kendaraan harus berada di dalam jalur kendaraan
(4) jarak minimal antar kendaraan :
(a) jarak antara masing – masing kendaraan pada sisi kiri dan kanan
adalah 60 cm
(b) jarak antara muka dan belakang masing – masing kendaraan adalah 30
cm
(c) untuk kendaraan yang sisi sampingnya bersebelahan dengan dinding
kapal, berjarak 60 cm dihitung dari lapisan dinding dalam atau sisi luar
gading – gading ( frame )
(d) jarak sisi antara kendaraan dengan tiang penyangga ( web frame )
adalah 60 – 80 cm
(5) antara pintu rampa haluan / buritan dengan batas sekat pelanggaran,
dilarang dimuati kendaraan
(6) untuk lintas – lintas penyeberangan yang kondisi lautnya berombak kuat
sehingga membuat sudut kemiringan kapal mencapai lebih dari 100,
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 181
kendaraan yang dimuat dalam kapal harus dilengkapi dengan sistem
pengikatan ( lashing )
(7) ruang kendaraan yang tertutup harus disediakan lampu penerangan, sistem
sirkulasi udara, tanmgga/jalan masuk bagi pengemudi, serta harus
- faktor muat rata-rata kapalpada lintas penyeberanganmencapai paling sedikit 65%
- kapal yang beroperasi tidakdapat memenuhi jumlahmuatan yang ada;
- jumlah kapal yang beroperasikurang dari jumlah kapal yangdiizinkan melayani lintas yangbersangkutan;
- kesesuaian spesifikasi tekniskapal dengan kapasitasprasarana dan fasilitaspelabuhan yang digunakanuntuk melayani angkutanpenyeberangan atau terminalpenyeberangan yang tersedia;
- tingkat kemampuan pelayananalur;
- belum optimalnya frekuensipelayanan kapal yangditempatkan.
- kesesuaian dengan regionlintasan sesuai tinggigelombang
- kesesuaian pengujian stabilitaskapal
Penerbitan SuratPersetujuan Penempatan
Kapal olehDirjen/Gubernur/Bupati/Walikota
Permohonan daripengusaha/operato
r kapal
Hasil penelitian DITERIMA/DITOLAK maksimal waktu 30hari setelah semua berasLENGKAP
Penerbitanmaksimal waktu14 hari setelahhasil penelitian
diterima
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 195
I. Pedoman Penentuan Jumlah Kapal Pada Lintas Penyeberangan Komersil
1. Latar Belakang
Dilatarbelakangi penetapan Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang
Pelayaran terutama pada Pasal 21, Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2010
tentang Angkutan di Perairan pada Pasal 65, 66, 67, dan Pasal 68, serta Peraturan
Menteri Nomor PM. 26 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Angkutan
Penyeberangan Pasal 10, 22, 23, dan Pasal 24, diperlukan adanya tindak lanjut
penyusunan Konsep Pedoman Penentuan Jumlah Kapal pada Lintas
Penyeberangan Komersil.
2. Sasaran yang diwujudkan
Sasaran yang diwujudkan dalam penyusunan Konsep Pedoman Penentuan Jumlah
Kapal pada Lintas Penyeberangan Komersil adalah adanya acuan bagi pemerintah
daerah, pengelola pelabuhan penyeberangan dalam memberikan pertimbangan
atau perhitungan jumlah kapal yang sesuai pada suatu lintas penyeberangan
komersil.
3. Jangkauan penyusunan
Jangkauan penyusunan Konsep Pedoman Penentuan Jumlah Kapal pada Lintas
Penyeberangan Komersil adalah:
a. Total Waktu Pelayaran Kapal
b. Kapasitas Dermaga
4. Objek atau arah pengaturan
a.Total waktu pelayaran
Dalam pengoperasian pelabuhan penyeberangan, faktor pelayanan yang paling
penting adalah sejauh mana pelabuhan tersebut mampu dalam melayani arus lalu
lintas penumpang baik orang maupun barang/kendaraan. Kemampuan melayani
arus lalu lintas tersebut dapat dilihat dari lancar tidaknya arus lalu lintas dalam
arwal pelabuhan baik pemuatan maupun pembongkaran. Kelancaran arus lalu
lintas pada pelabuhan penyeberangan sangat ditentukan oleh ketersediaan sarana
dan prasarana pelabuhan. Sarana pelabuhan diidentikan dengan jumlah dan
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 196
kapasitas kapal yang beroperasi, sementara prasarana pelabuhan ditentukan oleh
jumlah dan kapasitas dermaga serta luas areal parkir kendaraan.
Penempatan kapal yang akan dioperasikan pada lintas penyeberangan selain
mempertimbangkan adanya kebutuhan angkutan penyeberangan juga harus
memperhatikan ketersediaan fasilitas pelabuhan yang digunakan untuk melayani
angkutan penyeberangan/terminal penyeberangan93. Persyaratan penempatan kapal
yang tidak kalah penting adalah kesesuaian antara spesifikasi teknis kapal dan lintas
penyeberangan, disamping juga persyaratan pelayanan minimal angkutan
penyeberangan, fasilitas pelabuhan laut yang digunakan untuk melayani angkutan
penyeberangan atau terminal penyeberangan, dan keseimbangan antara kebutuhan
penyedia dan pengguna jasa angkutan 94.
Untuk persyaratan pelayanan minimal angkutan penyeberangan meliputi persyaratan
usaha dan persyaratan pelayanan. Sedangkan persyaratan fasilitas pelabuhan laut
yang digunakan untuk melayani angkutan penyeberangan atau terminal
penyeberangan paling sedikit meliputi 95: 1)jumlah dan jenis fasilitas sandar kapal;
2) kolam pelabuhan; dan ,3)fasilitas naik turun penumpang dan kendaraan.
Penempatan kapal pada suatu lintas penyeberangan dimaksudkan dalam rangka
pengisian kapal pada lintasan baru atau masih kosong, penambahan jumlah kapal
dan/atau penggantian kapal dengan ukuran yang lebih besar. Dalam hal penambahan
jumlah kapal atau penggantian kapal dengan ukuran yang lebih besar dilakukan jika
frekuensi pelayanan kapal pada lintas tersebut sudah optimal serta
mempertimbangkan faktor muat rata-rata kapal pada lintas penyeberangan mencapai
paling sedikit 65% (enam puluh lima per seratus) dalam jangka waktu 1 (satu) tahun96: Berdasarkan uraian di atas, untuk menentukan jumlah kapal yang optimal pada
suatu lintas penyeberangan komersil, maka diperlukan lagkah-langkah:
a. Mendata kebutuhan perjalanan penumpang / data produksi per tahun
b. Mendata kapasitas angkut kapal yang beroperasi
c. Menghitung Load Faktor Kapal dan Lintas
93 Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan, Pasal 6594 Ibid, Pasal 66 ayat (1)95 Ibid, Pasal 66 ayat (5)96 Ibid, Pasal 67 ayat (1)
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 197
d. Memprediksi total waktu pelayaran kapal
e. Memprediksi jumlah lintas dan jumlah Kapal
f. Memprediksi jumlah trip kapal
g. Memprediksi jumlah dan kapasitas dermaga
Sebagai contoh, dalam kajian ini mengambil data di wilayah studi Mataram
dengan Lintas Padang Bai – Lembar.
Langkah pertama akan menghimpun data produksi lintasan dan data kapal,
seperti dalam tabel di berikut.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 198
Langkah berikutnya adalah mendata kapasitas angkut lintas sehingga diperoleh
load factor lintas, sebagaimana tabel berikut:
.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 199
Informasi di atas biasanya telah tersedia baik di kantor pengelolala pelabuhan
ataupun dinas perhubungan setempat. Namun jika belum memperoleh data
kumulatif, dapat diprediksi atau dihitung dengan menggunakan persamaan
berikut.
Pertama menghitung rata-rata produksi, dengan formula berikut:
PtR = ----------
JtKet:
R = Rata - rata produksi per tahun
Pt = Total produksi per tahun
Jt = Jumlah trip dalam satu tahun
Selanjutnya menghitung load factor masing-masing kapal dengan formula
berikut:
RLf = --------------- 100 %
K
Lf = Load factor
R = Rata – rata produksi per tahun
K = Kapasitas
Hasil dari dua formula di atas akan menghasilkan loas factor masing-masing
kapal serta load factor lintas, sebagaimana tabel berikut:
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 200
Berdasarkan data diatas, ternyata Load factor penumpang orang masih belum
mencapai batas minimal untuk penambahan kapasitas angkut lintas, namun untuk
penumpang kendaraan sudah mencapai batas tersebut (65%), sehingga
diperbolehkan untuk menambah kapasitas angkut lintas dengan cara
mengoptimalkan frekuensi pelayanan kapal atau menambah jumlah kapal atau
mengganti kapal dengan ukuran yang lebih besar khususnya ruang muat
kendaraan.
Untuk memilih salah satu opsi di atas, secara teoritis dapat diprediksi untuk
menentukan jumlah kapal yang optimal pada suatu lintas penyeberangan. Denan
data produksi kapal yang ada, akan dapat ditentukan. Formula yang bisa
dipergunakan adalah 97:
1) Total Waktu Pelayanan Kapal
Total waktu pelayanan kapal adalah waktu pelayaran kapal yang dibutuhkan
untuk melintasi antara dua pelabuhan penyeberangan, yang ditambah dengan
waktu pelayanan di pelabuhan mulai dari manuver memasuki pelabuhan,
97 Priyanto, Sigit, Pemodelan Kebutuhan Sarana dan Prasarana Penyeberangan, 2006
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 201
bongkar penumpang, muat penumpang, sandar atau waktu cadangan di
pelabuhan dan manuver meninggalkan pelabuhan. Waktu pelayanan di
pelabuhan seharusnya dibuat seminimal mungkin (terutama untuk pelabuhan
yang padat), karena berpengaruh pada total waktu perjalanan kapal (siklus
kapal) yang berpengaruh pada biaya operasional kapal, terkecuali pada
lintasan yang jauh dan waktu pelayaran lama, namun kebutuhan belum
banyak.
Waktu pelayanan kapal pada suatu lintas dapat diilustrasikan sebagai berikut:
WL = 2 x WP
TL = WL = 2 x (T1 + T2 + T3 + T4)
Ket:
TL = total waktu pelayanan lintas/siklus kapal (cycle time)
T1 = waktu berlayar (sailing time)
T2 = waktu pelayanan di dermaga (manouver time)
T3 = waktu bongkar muat (port time)
T4 = waktu cadangan (reverse time)
Berdasarkan informasi dari lapangan, pada Lintas Pelabuhan Padangbai –
Lembar ditempuh dengan waktu 4 Jam 20 Menit, dan waktu sandar 1 Jam 05
menit. Pelabuhan Lembar memiliki dua (2) dermaga dan beroperasi selama 24
Jam. Berdasarkan formula diatas, dapat diketahui:
WP
WP
T1
T2 T2T3T3T4T4
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 202
TD = WD = 1 jam 05 menit (sudah termasuk T3 + T4)
TP = 4 Jam 20 Menit (sudah termasuk T1 + T2)
TL = WL = 2 x (5 jam 25 menit) (diasumsikan waktu sandar di Pelabuhan
Padangbai dianggap sama dengan di Pelabuhan Lembar)
= 10 jam 50 menit
tD = 24 jam (waktu operasi dermaga)
JD = 2 (jumlah dermaga)
2) Jumlah Lintas dan Jumlah Kapal:
tD
L = ----------
TL
Dimana:
L = jumlah lintasan
tD = waktu operasi dermaga
TL = total waktu pelayanan lintas/siklus kapal (cycle time)
Dengan data di atas, maka diperoleh:
24 jam
L = -----------------------
10 jam 50 menit
= 2,215 lintas
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 203
Sehingga di Lintas Pelabuhan Padangbai – Lembar dapat dilayani dengan 2 kali
melintas/trip.
WL 2 x WP
K = ------- = ---------
WD WD
Ket:
K = jumlah kapal
WL = total waktu pelayanan lintas/siklus kapal (cycle time)
= 2 x WP
WD = waktu di dermaga
Sehingga dengan data di atas, diperoleh:
WL (10 jam 50 menit)
K = ------- = -------------------------- = 10 kapal tiap lintasan
WD (1 jam 5 menit)
Oleh karena pada lintas Padangbai-Lembar masing mempunyai 2 dermaga, maka
lintasan tersebut dapat dilayani oleh 20 kapal dengan kapasitas dan kecepatan
kapal yang ada saat ini.
3) Jumlah Trip Kapal
Jumlah trip kapal didasarkan pata kebutuhan pelayanan perjalanan yang ada
dan tergantung pada kapasitas kapal rata-rata yang ada.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 204
P
Tk = ---------
Kp
Ket:
Tk = jumlah trip kapal
P = jumlah kebutuhan pelayanan perjalanan lintas
Kp = kapasitas kapal
Berdasarkan data di tahun 2011, maka trip masing-masing kapal dapat
diperoleh:
1.484104
Tk = ----------------- = 5.579 trip per tahun = 15,28 trip per hari (orang)
266
241.896
Tk = ----------------- = 9.675 trip per tahun = 26,5 trip per hari (kend R4)
25
b. Kapasitas Dermaga
Untuk menghitung kapasitas dermaga akan dilakukan dengan pendekatan sebagai
berikut;
1) Kapasitas Dermaga
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 205
Pada pelabuhan penyeberangan, kapasitas dermaga hanya bergantung pada
jam operasi dermaga dan total waktu di dermaga.
tD
KD = ---------
TD
Ket:
KD = kapasitas dermaga
tD = waktu operasi dermaga
TD = total waktu kapal di dermaga
Berdasarkan data, maka kapasitas dermaga adalah:
24 jam
KD = -------------------- = 22 kapal / hari
1 jam 5 menit
Sehingga dermaga yang ada masih cukup leluasa bisa untuk melayani kapal
yang beroperasi, karena kapasitasnya adalah 44 kapal / hari untuk kedua
dermaga dengan catatan tidak ada delay kedatangan atauoun keberangkatan.
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 206
Gambar 2.29. Diagram Alir Penentuan Jumlah Kapal pada Lintas Penyeberangan
Pengumpulan dataproduksi kebutuhan
perjalananpenyeberanganPengumpulan data dan
jumlah kapasitas kapal
Menghitung ProyeksiKebutuhan Perjalanan
PenyeberanganMenghitung Total Lama
PelayananPenyeberangan
MenentukanKebijakan
PenambahanKapasitas Muat
Menghitung LoadFactor Kapal dan Lintas
Menghitung JumlahLintas, Kapal dan Trip
KapalMenghitung KapasitasDermaga
MeningkatkanFrekuensiPelayanan
Menambah Jumlahatau Kapasitas Kapal
Menumbah Jumlahatau Kapasitas
Dermaga
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 207
J. Pedoman Pengurusan Ijin Operasional Kapal Penyeberangan
1. Latar Belakang
Dilatarbelakangi penetapan Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang
Pelayaran terutama pada Pasal 28 ayat (6), 117, 122, 124, 126, 134, 135, 147, 151,
152, 154, 155, 163, 158, 169, dan Pasal 170, Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun
2010 tentang Angkutan di Perairan pada Pasal 109, Peraturan Menteri
Perhubungan Nomor PM.26 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Angkutan
Penyeberangan pada Pasal 11, 31, 32, 33, 34, 35, dan Pasal 36, diperlukan adanya
tindak lanjut penyusunan Konsep Pedoman Pengurusan Ijin Operasional Kapal
Penyeberangan.
2. Tujuan Penyusunan
Tujuan penyusunan Konsep Pedoman Pengurusan Ijin Operasional Kapal
Penyeberangan adalah agar terjamin kelancaran, kesesuaian, dan kemudahan
dalam rangka pengurusan ijin operasional kapal tersebut.
3. Sasaran yang diwujudkan
Sasaran yang diwujudkan dalam penyusunan Konsep Pedoman Pengurusan Ijin
Operasional Kapal Penyeberangan adalah adanya acuan atau pedoman bagi
pengusaha/opreator kapal, dan pemerintrah daerah dalam proses pengurusan ijin
operasional kapal sesuai dengan ketentuan dan persyaratan yang berlaku.
4. Jangkauan penyusunan
Jangkauan penyusunan Konsep Pedoman Berlalulintas di Alur Penyeberangan
adalah:
a. Prosedur pengurusan ijin operasional kapal
b. Persyaratan kelaiklautan kapal
c. Persyaratan Spesifikasi Teknis Lintas Penyeberangan
5. Objek atau arah pengaturan
a. Prosedur Pengurusan ijin operasional kapal
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 208
Bagi pengusaha/operator kapal, untuk mengoperasikan kapal pada lintas yang
telah ditetapkan, wajib memiliki Ijin Operasional Kapal Angkutan Penyeberangan.
Ijin Operasional Kapal Angkutan Penyeberangan memuat 98:
1) surat izin usaha angkutan penyeberangan;
2) persetujuan prinsip pengadaan kapal sesuai dengan daerah operasi bagi badan
usaha yang belum memiliki kapal;
3) surat dan dokumen kapal yang akan dioperasikan yang membuktikan kapal
memenuhi persyaratan kelaiklautan kapal;
4) lintas yang dilayani;
5) spesifikasi teknis kapal yang akan dioperasikan;
6) bukti kepemilikan kapal (Grosse Akta); dan
7) proposal bisnis, yang paling sedikit memuat:
a) potensi jumlah permintaan angkutan (demand) dan target yang akan diraih
sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun ke depan;
b) manajemen sumber daya manusia;
c) manajemen pengoperasian kapal.
Ijin Operasional Kapal diberikan oleh:
a) Direktur Jenderal, untuk kapal yang melayani penyeberangan antar
provinsi dan/atau antar negara;
b) Gubernur, untuk kapal yang melayani penyeberangan antar
kabupaten/kota dalam provinsi; atau
c) Bupati/Walikota, untuk kapal yang melayani penyeberangan dalam
kabupaten/kota.
Untuk memperoleh Ijin Operasional Kapal, Badan Usaha Angkutan
Penyeberangan mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal, Gubernur,
atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya. Ijin Operasional Kapal
Angkutan Penyeberangan diberikan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat
diperpanjang.
98Peraturan Menteri Perhubungan No. PM.26 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan AngkutanPenyeberangan, Pasal 31
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 209
Badan Usaha Angkutan Penyeberangan yang mengajukan perrnohonan Ijin
Operasional Kapal Angkutan Penyeberangan, diberikan persetujuan prinsip
pengadaan kapal Angkutan Penyeberangan. Persetujuan prinsip pengadaan kapal
Angkutan Penyeberangan berlaku selama 1 (satu) tahun. Apabila sampai dengan
batas waktu tersebut perusahaan Angkutan Penyeberangan tidak mengadakan
kapal yang memenuhi persyaratan spesifikasi teknis kapal yang akan
dioperasikan, maka persetujuan prinsip pengadaan kapal Angkutan
Penyeberangan tidak berlaku. Berdasarkan permohonan Ijin Operasional Kapal
yang diajukan, Direktur Jenderal, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan
kewenangannya melakukan penelitian aspek teknis dan aspek hukum atas
persyaratan permohonan Ijin Operasional Kapal dalam jangka waktu paling lama
14 (empat belas) hari kerja sejak diterima permohonan secara lengkap. Dalam hal
hasil penelitian persyaratan belum terpenuhi, Direktur Jenderal, Gubernur, atau
Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya menolak dan mengembalikan
permohonan secara tertulis kepada pemohon disertai dengan alasan penolakan.
Permohonan yang ditolak dapat diajukan kembali dengan permohonan baru,
setelah pemohon melengkapi persyaratan. Dalam hal hasil penelitian persyaratan
terpenuhi, Direktur Jenderal, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan
kewenangannya menerbitkan Surat Ijin Operasional Kapal Angkutan
Penyeberangan. Surat Ijin Operasional Kapal Angkutan Penyeberangan yang
diterbitkan oleh Direktur Jenderal dengan tembusan disampaikan kepada Menteri99. Surat Ijin Operasional Kapal Angkutan Penyeberangan diberikan pada 1 (satu)
kapal hanya untuk melayani 1 (satu) Lintas Penyeberangan. Surat Ijin Operasional
Kapal untuk pelayanan angkutan perintis dapat diberikan lebih dari 1 (satu) lintas
apabila merupakan satu rangkaian.
b. Persyaratan Kelaiklautan kapal
Setiap kapal yang akan ditempatkan pada suatu lintas penyebrangan komersil
harus memenuhi kelaiklautan kapal yang dibuktikan dengan sertifikat dan surat
kapal, sesuai dengan daerah operasinya yang meliputi 100:
99Ibid, , Pasal 34100 Undang-undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Pasal 117
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 210
1) keselamatan kapal;
Persyaratan keselamatan kapal meliputi : a).material; b).konstruksi; c).bangunan;
d).permesinan dan perlistrikan; e).stabilitas; f).tata susunan serta perlengkapan
termasuk perlengkapan alat penolong dan radio; dan g).elektronika kapal 101.
Kapal yang dinyatakan memenuhi persyaratan keselamatan kapal diberi sertifikat
keselamatan oleh Menteri.
2) pencegahan pencemaran dari kapal;
Kapal yang dinyatakan memenuhi persyaratan pencegahan dan pengendalian
pencemaran diberikan sertifikat pencegahan dan pengendalian pencemaran oleh
Menteri.
3) pengawakan kapal;
Setiap kapal wajib diawaki oleh Awak Kapal yang memenuhi persyaratan
kualifikasi dan kompetensi sesuai dengan ketentuan nasional dan internasional,
dengan Nakhoda dan Anak Buah Kapal untuk kapal berbendera Indonesia harus
warga negara Indonesia, dan kapal yang memenuhi persyaratan diberikan
setifikat pengawakan kapal.
4) garis muat kapal dan pemuatan;
Setiap kapal yang berlayar harus ditetapkan garis muatnya sesuai dengan
persyaratan. Penetapan garis muat kapal dinyatakan dalam Sertifikat Garis Muat.
Pada setiap kapal sesuai dengan jenis dan ukurannya harus dipasang Marka Garis
Muat secara tetap sesuai dengan daerah-pelayarannya.
5) kesejahteraan Awak Kapal dan kesehatan penumpang;
Setiap Awak Kapal berhak mendapatkan kesejahteraan yang meliputi: a).gaji;
b).jam kerja dan jam istirahat; c).jaminan pemberangkatan ke tempat tujuan dan
pemulangan ke tempat asal; d).kompensasi apabila kapal tidak dapat beroperasi
karena mengalami kecelakaan; e).kesempatan mengembangkan karier;
f).pemberian akomodasi, fasilitas rekreasi, makanan atau minuman; dan
g).pemeliharaan dan perawatan kesehatan serta pemberian asuransi kecelakaan
101 Ibid, Pasal 124
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 211
kerja, yang dinyatakan dalam perjanjian kerja antara Awak Kapal dengan
pemilik atau operator kapal sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Untuk menjamin kesehatan penumpang dan awak kapal selama pelayaran, setiap
kapal yang mengangkut penumpang wajib menyediakan fasilitas kesehatan
bagi penumpang, meliputi: a).ruang pengobatan atau perawatan; b).peralatan
medis dan obat-obatan; dan c).tenaga medis.
6) status hukum kapal;
Status hukum kapal dapat ditentukan setelah melalui proses:
a) pengukuran kapal;
Setiap kapal sebelum dioperasikan wajib dilakukan pengukuran oleh pejabat
pemerintah yang diberi wewenang oleh Menteri. Berdasarkan pengukuran ini
kemudian diterbitkan Surat Ukur untuk kapal dengan ukuran tonase kotor
sekurang-kurangnya GT 7 (tujuh Gross Tonnage). Pada kapal yang telah diukur
dan mendapat Surat Ukur wajib dipasang Tanda Selar. Tanda Selar harus tetap
terpasang di kapal dengan baik dan mudah dibaca.
b) pendaftaran kapal;
Pendaftaran kapal dilakukan dengan pembuatan akta pendaftaran dan dicatat
dalam daftar kapal Indonesia. Sebagai bukti kapal telah terdaftar, kepada
pemilik diberikan grosse akta pendaftaran kapal yang berfungsi pula sebagai
bukti hak milik atas kapal yang telah didaftar. Pada kapal yang telah didaftar
wajib dipasang Tanda Pendaftaran.
c) penetapan kebangsaan kapal.
Kapal yang didaftar di Indonesia dan berlayar di laut diberikan Surat Tanda
Kebangsaan Kapal Indonesia oleh Menteri.
7) manajemen keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal; dan
Pemilik atau operator kapal yang mengoperasikan kapal untuk jenis dan ukuran
tertentu harus memenuhi persyaratan manajemen keselamatan dan pencegahan
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 212
pencemaran dari kapal. Kapal yang telah memenuhi persyaratan manajemen
keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal diberi sertifikat manajemen
keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal berupa Dokumen
Penyesuaian Manajemen Keselamatan (Document of Compliance/DOC) untuk
perusahaan dan Sertifikat Manajemen Keselamatan (Safety Management
Certificate/SMC) untuk kapal.
8) manajemen keamanan kapal.
Pemilik atau operator kapal yang mengoperasikan kapal untuk ukuran tertentu
harus memenuhi persyaratan manajemen keamanan kapal. Kapal yang telah
memenuhi persyaratan manajemen keamanan kapal diberi sertifikat Manajemen
Keamanan Kapal berupa Sertifikat Keamanan Kapal Internasional (International
Ship Security Certificate/ISSC).
Setiap kapal yang melayani angkutan penyeberangan wajib 102:
1) memenuhi persyaratan teknis kelaiklautan dan persyaratan pelayanan
minimal angkutan penyeberangan;
2) memiliki spesifikasi teknis sesuai dengan fasilitas pelabuhan yang digunakan
untuk melayani angkutan penyeberangan atau terminal penyeberangan pada
lintas yang dilayani;
3) memiliki dan/atau mempekerjakan awak kapal yang memenuhi persyaratan
kualifikasi yang diperlukan untuk kapal penyeberangan;
4) memiliki fasilitas bagi kebutuhan awak kapal maupun penumpang dan
kendaraan beserta muatannya;
5) mencantumkan identitas perusahaan dan nama kapal yang ditempatkan pada
bagian samping kiri dan kanan kapal; dan
6) mencantumkan informasi atau petunjuk yang diperlukan dengan
menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.
Penempatan kapal yang akan dioperasikan pada lintas penyeberangan dilakukan
dengan mempertimbangkan 103:
102 Peratuarn Pemerintah No. 20 tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan, Pasal 61103Ibid, Pasal 65
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa II - 213
1) adanya kebutuhan angkutan penyeberangan; dan
2) tersedianya fasilitas pelabuhan yang digunakan untuk melayani angkutan
penyeberangan/terminal penyeberangan.
9) spesifikasi teknis kapal;
Spesifikasi teknis kapal mencakup beberapa aspek yaitu;
Spesifikasi teknis kapal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi: