FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDAUNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANAJl.
TerusanArjuna No.6 Kebun Jeruk Jakarta Barat
KEPANITERAAN KLINIKSTATUS ILMU PENYAKIT MATAFAKULTAS KEDOKTERAN
UKRIDAPERIODE 20 APRIL 2015 -24 MEI 2015RS MATA DR. YAP, D.I.
YOGYAKARTA
Nama : Nur Afiqah Binti JasmiNim : 11-2013-031Tanda
tangan......................................
Dr. Pembimbing / Penguji: dr. Rastri Paramita,
Sp.M......................................
I. IDENTITAS PASIENNama: Tn. SUmur: 60 tahunAgama:
IslamPekerjaan: Perangkat DesaTanggal pemeriksaan: 8 Mei
2015Pemeriksa: Nur Afiqah Binti Jasmi
II. PEMERIKSAAN SUBJEKTIFAuto anamnesis tanggal: 8 Mei 2015, jam
10.30 WIB
Keluhan utamaMata kiri kabur sejak 5 bulan yang lalu
Keluhan tambahanPusing, tidak bisa tidur, mata sebelah kiri
merah dan terasa nyut-nyut.
Riwayat penyakit sekarangPasien datang dengan keluhan pasien
pandangan kabur 5 bulan SMRS. Pandangan kabur secara
perlahan-lahan. Selain pandangan kabur pasien mengatakan bahwa ia
kadang tidak bisa tidur, pusing, mata kiri merah dan terasa
nyut-nyut. Pasein juga merasakan nyeri kepala saat melihat cahaya
terang dan air mata sering mengalir tanpa disadari. Pasien
mengatakan ada mual. Pasien mengaku sering berkendara naik motor.
Pasien menyangkal mata nyeri saat digerak dan adanya riwayat
trauma. Pasien juga menyangkal adanya belekan atau rasa
mengganjal.
Riwayat Penyakit DahuluUmumHipertensi (+) sejak 10 tahun lalu
dengan pengobatan amlodipin 10mg, Asma (-), Diabetes Melitus
(-)MataRiwayat pemakaian kacamata (+), Riwayat Operasi (-), rabun
jauh/dekat (+).
Riwayat Penyakit KeluargaUmum Diabetes Melitus (-), Hipertensi
(+), Asma (-)MataRiwayat pemakaian kacamata (+), Riwayat operasi
(-), rabun jauh/dekat (+).
III. PEMERIKSAAN FISIKStatus GeneralisKeadaan Umum: Tampak sakit
ringanTanda VitalTekanan darah: 160/100 mmHgNadi:
84x/menitRespiration rate: 24x/menitSuhu: 36,5oCKepala:
Normocepali, rambut hitam, distribusi merataTelinga: Normotia,
serumen (-), secret (-)Hidung: Deviasi septum (-), secret
(-)Tenggorokkan: Tonsil T1/T1, faring hiperemis (-)Thoraks Jantung:
BJ I-II regular, murni, gallop (-), murmur (-)Paru: Vesikuler
(+/+), wheezing (-/-), ronki (-/-)Abdomen: Nyeri tekan (-), bising
usus (+) normal, supel.Ekstremitas: Akral hangat, udem -/-, CRT 60
mm Hg), injeksi konjungtiva, edema kornea, hifema, flare akuos,
penutupan sudut bilik mata akibat sinekia, rubeosis yang sudah
lanjut, neovaskularisasi retina dan atau perdarahan retina.
Tanda tahap awal dalam perjalanan glaukoma neovaskular adanya
gambaran proliferasi vaskular pada batas pupil. Neovaskularisasi
pada iris ini kemungkinan sulit untuk dideteksi pada tahap awal.
Slit lamp biomicroscopy dapat menunjukkan gambaran berliku-liku,
adanya tumpukan acak dari pembuluh darah pada permukaan iris,
berdekatan dengan batas pinggir pupil. Tumpukan ini semakin gelap
jika pada iris yang gelap dan lebih jelas pada iris yang terang.
6Karakteristik progresifitas neovaskularisasi yang terjadi yaitu
dari batas pinggir pupil menuju ke sudut dari pupil yang tidak
berdilatasi, tetapi dapat juga tidak terjadi neovaskularisasi pada
sudut pupil. Sebagai perkembangan proliferasi vaskular,
biomicroscopy dari bilik mata depan menunjukkan sel-sel dan flare.
Gonioscopy menunjukkan pembuluh darah baru yang tumbuh dari arteri
sirkumferensial dari badan siliaris ke permukaan iris dan ke
permukaan dari dinding sudut.6,7 Pembuluh darah melewati sudut
bilik mata dan tumbuh terus melewati korpus silier dan sclera spurs
menuju anyaman trabekulum, yang memberikan gambaran flush
kemerahan. Tahap awal pada neovaskularisasi segmen anterior,
tekanan intraokular biasanya normal. Pembuluh darah baru kemudian
membentuk membran fibrovaskular yang menyebabkan timbulnya glaukoma
sekunder sudut terbuka, yang memiliki karakteristik adanya
kontraksi dari membran fibrovaskular, yang mendorong iris perifer
mendekati anyaman trabekulum dan menyebabkan bermacam derajat dari
sinekia yang akan menyebabkan penutupan sudut bilik mata.6Uvea
ektropion dan hifema seringkali terjadi. Ektropion uvea disebabkan
traksi radial sepanjang permukaan iris, yang mendorong lapisan
pigmen posterior iris di sekitar pinggir pupil menuju permukaan
iris anterior. Pada tahap ini, pasien biasanya menunjukkan onset
yang dramatik dari nyeri yang sekunder hingga adanya peningkatan
tekanan intraokular. Pasien biasanya akan mengalami penurunan
penglihatan yang parah ( hingga menghitung jari), bersamaan dengan
terjadinya edem kornea dan inflamasi bilik mata depan.6,8
8. PEMERIKSAAN PENUNJANGA. TonometriTonometri adalah prosedur
yang mudah dan tanpa rasa sakit untuk mengukur tekanan intraokular,
setelah menganestesi mata dengan obat tetes. Merupakan pemeriksaan
yang biasa digunakan pada glaukoma. Hasil sekali pembacaan tidak
menyingkirkan kemungkinan glaukoma. Pada glaukoma sudut terbuka
primer, banyak pasien akan memperlihatkan tekanan intraokular yang
normal saat pertama kali diperiksa. Sebaliknya, peningkatan tekanan
intraokular semata-mata tidak selalu berarti bahwa pasien mengidap
glaukoma sudut terbuka primer, karena untuk menegakkan diagnosis
diperlukan bukti-bukti lain berupa adanya diskus optikus
glaukomatosa atau kelainan lapangan pandang. Apabila tekanan
intraokular terus meninggi sementara diskus optikus dan lapangan
pandang normal (hipertensi okular), pasien dapat diobservasi secara
berkala sebagai tersangka glaukoma.
B. GonioskopiTes ini sebagai cara diagnostik untuk melihat
langsung keadaan patologik sudut bilik mata, juga untuk melihat
hal-hal yang terdapat pada sudut bilik mata seperti benda asing.
Untuk membedakan antara glaukoma sudut terbuka dan glaukoma sudut
tertutup dapat menggunakan sebuah teknik yang disebut gonioskopi
dimana sebuah lensa khusus ditempatkan di mata untuk memeriksa
sudut drainase (sudut kamera anterior). Sudut kamera anterior
dibentuk oleh taut antara kornea perifer dan iris, yang diantaranya
terdapat jalinan trabekula. Konfigurasi sudut ini yakni apakah
lebar (terbuka), sempit atau tertutup menimbulkan dampak penting
pada aliran keluarhumor akueus. Mata miopia memiliki sudut kamera
anterior yang lebar dan mata hipermetropia memiliki sudut yang
relatif sempit.Pemeriksaan ini dilakukan dengan meletakkan lensa
sudut (goniolens) di dataran depan kornea setelah diberikan lokal
anestetikum. Lensa ini dapat digunakan untuk melihat sekeliling
sudut bilik mata dengan memutarnya 360 derajat.1
C. Penilaian Diskus OptikusDiskus optikus normal memiliki
cekungan di bagian tengahnya (depresi sentral) cawan/cekungan
fisiologik yang ukurannya bervariasi bergantung pada jumlah relatif
serat yang menyusun saraf optikus terhadap ukuran lubang sklera
yang harus dilewati oleh serat-serat tersebut. Pada mata
hipermetropik, lubang sklera kecil sehingga cekungan optik juga
kecil; pada mata miopik hal yang sebaliknya terjadi. Atrofi optikus
akibat glaukoma menimbulkan kelainan-kelainan diskus khas yang
terdeteksi sebagai pembesaran cekungan diskus optikus disertai
pemucatan diskus di daerah cekungan (cuppingpatologis). Penilaian
klinis diskus optikus dapat dilakukan dengan oftalmoskopi langsung
atau dengan pemeriksaan menggunakan lensa 70 dioptri, lensa Hruby,
atau lensa kontak kornea khusus yang memberikan gambaran tiga
dimensi. Lempeng dinilai dengan memperkirakan rasio vertikal
mangkuk terhadap lempeng sebagai suatu keseluruhan (rasio mangkuk
terhadap lempeng,cup to disc ratio). Pada mata normal, rasio ini
biasanya tidak lebih besar dari 0,4.
D. Pemeriksaan Lapangan PandangPemeriksaan lapangan pandang
secara teratur penting untuk diagnosis dan tindak lanjut glaukoma.
Penurunan lapangan pandang akibat glaukoma itu sendiri tidak
spesifik, karena gangguan ini terjadi akibat defek berkas serat
saraf yang dapat dijumpai pada semua penyakit saraf optikus; tetapi
pola kelainan lapangan pandang, sifat progresivitasnya, dan
hubungannya dengan kelainan-kelainan diskus optikus adalah khas
untuk penyakit ini.Gangguan lapangan pandang akibat glaukoma
terutama mengenai 30 lapangan padang bagian tengah. Perubahan
paling dini adalah semakin nyatanya bintik buta. Berbagai cara
untuk memeriksa lapangan pandang pada glaukoma adalah layar
singgung, perimeter Goldmann,Friedmann field analyzer, dan
perimeter otomatis.
E. Uji lain pada glaukoma Uji KopiPenderita meminum 1-2 mangkok
kopi pekat, bila tekanan bola mata naik 15-20 mmHg setelah minum
20-40 menit menunjukkan adanya glaukoma.1,7 Uji Minum AirSebelum
makan pagi tekanan bola mata diukur dan kemudian pasien disuruh
minum dengan cepat 1 liter air. Tekanan bola mata diukur setiap 15
menit. Bila tekanan bola mata naik 8-15 mmHg dalam waktu 45 menit
pertama menunjukkan pasien menderita glaukoma.1,7 Uji SteroidPada
pasien yang dicurigai adanya glaukoma terutama dengan riwayat
glaukoma simpleks pada keluarga, diteteskan betametason atau
deksametason 0,1% 3-4 kali sehari. Tekanan bola mata diperiksa
setiap minggu. Pada pasien berbakat glaukoma maka tekanan bola mata
akan naik setelah 2 minggu.1,7 Uji Variasi DiurnalPemeriksaan
dengan melakukan tonometri setiap 2-3 jam sehari penuh, selama 3
hari biasanya pasien dirawat. Nilai variasi harian pada mata normal
adalah antara 2-4 mmHg, sedang pada glaukoma sudut terbuka variasi
dapat mencapai 15-20 mmHg. Perubahan 4-5 mmHg sudah dicurigai
keadaan patologik. Uji Kamar GelapPada uji ini dilakukan pengukuran
tekanan bola mata dan kemudian pasien dimasukkan ke dalam kamar
gelap selama 60-90 menit. Pada akhir 90 menit tekanan bola mata
diukur. 55% pasien glaukoma sudut terbuka akan menunjukkan hasil
yang positif, naik 8 mmHg.1,7 Uji provokasi pilokarpinTekanan bola
mata diukur dengan tonometer, penderita diberi pilokarpin 1% selama
1 minggu 4 kali sehari kemudian diukur tekanannya.
9. DIAGNOSISDiagnosis glaukoma neovaskular ditegakkan
berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
yang jelas dan teliti. Dari anamnesa ditemukan keluhan seperti mata
merah, nyeri, lakrimasi dan penglihatan kabur yang berlangsung
mendadak. Glaukoma neovaskular dihubungkan dengan sejumlah besar
kondisi dan penyakit. Seperti yang disebutkan diatas kebanyakan
dari kondisi-kondisi ini memiliki beberapa hubungan dengan iskemia
okuler atau iskemia retina ataupun berhubungan dengan peradangan
kronik. Evaluasi riwayat medis terhadap faktor resiko seperti DM,
hipertensi dan PJK sangat penting untuk membantu menegakkan
diagnosis. Elemen kunci dalam menangani pasien dengan glaukoma
neovaskular adalah mengetahui penyakit dasar yang bertanggungjawab
untuk kondisi ini dan melakukan pemeriksaan klinis.Dari pemeriksaan
fisik khususnya pemeriksaan fisik mata dengan menggunakan slit-lamp
dan gonioscopy dapat terlihat adanya injeksi silier, edema kornea,
flare, hifema, pupil miosis dan neovaskularisasi di iris dan COA.
Pemeriksaan penunjang yang dipakai seperti pemeriksaan laboratorium
kimia darah untuk melihat profil gula darah dan lipid.6Pemeriksaan
dengan fluorescent angiography dan fluorophotometry dapat melihat
gambaran neovaskularisasi iris dan COA yang ditandai dengan
peningkatan permeabilitas pembuluh darah di batas pupil dan
terlihatnya pembuluh darah di permukaan iris dan COA akibat
terhambatnya aliran darah sekitar pupil oleh pigmen hitam iris.
Perlahan pembuluh darah iris akan melintasi corpus ciliare dan
sklera dan menutup trabekulum yang menyebakan terjadinya hambatan
aliran cairan aquos humour dan peningkatan TIO.6,9Diagnosis
sebaiknya cepat ditegakkan untuk mencegah terjadinya komplikasi
lebih lanjut seperti terbentuknya keratopathy bula, glaukoma, iris
bombe, uvea ektropion, dekomensasio kornea, katarak dan ptisis
bulbi yang berakibat dengan kebutaan.9.
A. Diabetes MellitusDiabetes mellitus adalah satu diantara
penyebab terbanyak glaukoma neovaskular dilaporkan pada
kira-kira13kasus. Glaukoma neovaskular biasanya terdapat pada mata
dengan retinopati diabetik proliperatif, namun bisa juga terdapat
pada mata dengan retinopati non-proliperatif. Prevalensi glaukoma
neovaskular dihubungkan pada lamanya diabetes dan dapat juga
dipengaruhi oleh munculnya penyakit vaskuler lain seperti
hipertensi. Adalah biasa glaukoma neovaskular muncul dalam 6 bulan
paska vitrektomi pada pasien diabetes, khususnya pada mata afakia,
pada mata dengan retinopati proliperatif, dan pada mata dengan
iridis rubeosis preeksis. Terdapat bukti bahwa glaukoma neovaskular
diabetik jarang muncul setelah ekstraksi katarak ektra kapsuler
dibanding setelah ekstraksi katrak intra kapsuler. Seperti yang
tercatat sebelumnya lensa dan vitreus dapat bertindak sebagai sawar
mekanis untuk perpindahan faktor angiogenesis yang diuraikan oleh
retina. Vitreus dapat juga bertindak sebagai penghambat endogen
pada perangsangan angiogenesis. Penting untuk menekankan perbedaan
antara iridis rubiosis dan glaukoma neovaskular pada mata diabetik.
Iridis rubeosis dikatakan muncul pada 1-17% mata diabetik dan
33-64% pada mata dengan retinopati diabetik proliperatif. Jelasnya
prevalensi iridis rubiosis jauh lebih tinggi dibandingkan
prevalensi glaukoma neovaskular. Iridis rubeosis dapat berkembang
menjadi glaukoma neovaskular pada beberapa pasien diabetik, tapi
pada yang lainnya kondisi tetap sama untuk waktu yang lama atau
bahkan menurun. Angka progresivitas jauh lebih rendah jika retina
diterapi dengan fotokoagulasi. Jika glaukoma neovaskular berkembang
pada satu mata pasien diabetik, mata yang satunya beresiko tinggi
jika fotokoagulasi retina yang adekuat tidak dilakukan.
B. Oklusi vena retina sentralOklusi vena retina sentral
merupakan penyebab kedua terbanyak glaukoma neovaskular.
Diperkirakan bahwa sekitar 30% pasien yang menderita oklusi vena
retina sentral berkembang menjadi glaukoma neovaskular. Penelitian
akhir-akhir ini telah banyak dilakukan untuk menjernihkan
penggabungan tersebut. Hayreh berhak mendapat penghargaan untuk
klasifikasi oklusi vena retina sentral kedalam 2 jenis iskemik dan
non iskemik (retinopati vena stasis). Kira-kira dari oklusi vena
retina sentral adalah tipe non iskemik, dan lagi adalah iskemik.
Glaukoma neovaskular muncul pada 18-86% mata dengan oklusi vena
iskemik, kebalikan dari 0-4% mata dengan oklusi noniskemik.
Berdasarkan pada studi besar, sekitar 40% pasien dengan iskemik
oklusi vena retina sentral akan berkembang menjadi glaukoma
neovaskular. Perbedaan antara vena oklusi iskemik dan noniskemik
biasanya dibuat dengan menghitung derajat kapiler retina
non-perfusi (kapiler yang keluar) pada angiografi fluoresens. Mata
dengan iskemik oklusi vena retina sentral harus mendapat PRP atau
krioablasi untuk mengurangi insiden glaukoma neovaskular.10Glaukoma
neovaskular dapat muncul dimana saja mulai dari 2 minggu sampai 2
tahun mengikuti oklusi vena retina sentral. Bagaimanapun, kondisi
tersebut selalu muncul dalam 3 bulan setelah oklusi vena retina
sentral dan karenanya disebut glaukoma 100 hari. Pasien muda dengan
oklusi vena retina sentral sering dihubungkan dengan penyakit
vaskuler seperti hipertensi atau gangguan kolagen vaskuler.Pasien
lebih tua dengan oklusi vena retina sentral selalu dihubungkan
dengan glaukoma ataupun peningkatan tekanan intraokular.
Peningkatan tekanan intraokular atau glaukoma telah dilaporkan pada
10-23% mata yang berasal dari oklusi vena retina sentral. Sebagai
tambahan, tekanan intraokular rendah dapat mencerminkan perfusi
buruk sementara pada badan siliar.
C. Penyakit Obstruksi Arteri KarotisMerupakan13penyebab
tersering lain dari glaukoma neovaskular dan salah satu yang paling
sering salah diagnosa karena pasien mungkin memiliki gambaran
atipikal. Mereka dapat muncul dengan tekanan intra okular rendah,
selain timbulnya neovaskularisasi iris dan neovaskularisasi sudut
sehubungan dengan turunnya perfusi badan siliar yang menghasilkan
penurunan produksiakueus. Penyakit obstruksi arteri karotis bisa
sangat dikenali jika tekanan intraokular menurun pada keadaan
berikut : Hilangnya kekakuan retina Munculnya retinopati diabetik
yang nyata Munculnya neovaskularisasi iris persisten setelah PRP
Etiologi yang masih tidak diketahui untuk glaukoma neovaskuler
setelah pemeriksaan okular menyeluruh
Sangat penting untuk mengenali arti dari obstruksi arteri
karotis sejak diagnosis dan penatalaksanaan yang cepat dapat
menyelamatkan tidak hanya mata pasien akan tetapi juga hidup
pasien.
10. DIAGNOSIS BANDING
1. Glaukoma sudut tertutup primer akut; berbeda dengan glaukoma
neovaskular karena pada keadaan ini didapatkan pupil yang lebar dan
lonjong, dan tidak didapatkan neovaskularisasi pada iris dan sudut
serta ekteropion uvea.2. Glaukoma sudut tertutup sekunder karena
uveitis; dalam keadaan ini didapatkan sinekia posterior total, dan
tidak didapatkan neovaskularisasi pada iris.3. Fuchs Heterochormic
Iridocyclitis; atau Fuchs Uveitis Syndrome didapatkan kelainan
seperti sudut terbuka dengan tekanan intraokuler yang meningkat
tapi tidak disertai neovaskularisasi iris.4. Glaukoma fakolitik;
proses fakolitik pada lensa yang keruh jika kapsulnya menjadi
rusak, substansi lensa yang keluar akan diresorpsi oleh serbukan
fagosit atau makrofag yang banyak di COA, serbukan ini sedemikian
banyaknya sehingga dapat menyumbat sudut COA dan menyebabkan
glaukoma. Penyumbatan dapat terjadi pula oleh karena substansi
lensa sendiri yang menmpuk di sudut COA terutama bagian lensa dan
menyebabkan eksfoliasi glaukoma tanpa disertai
neovaskularisasi.
11. PENATALAKSANAAN Tujuan penatalaksanaan dari glaukoma
neovaskular yaitu untuk mengontrol faktor resiko, mencegah
terjadinya perburukan dan komplikasi lebih lanjut serta mengurangi
rasa tidak nyaman jika terjadi serangan yang akut dan bila telah
terjadi penurunan daya penglihatan. Penatalaksanaan dapat dilakukan
dengan terapi farmakologik dan bedah.6,9Terapi farmakologik yang
diberikan seperti kortikosteroid topikal dan
midriatikum/sikloplegik dipakai untuk mengurangi rasa tidak nyaman
pada mata terutama pada serangan yang akut, mencegah terjadinya
sinekia dan melepaskan perlengketan jika telah tejadi sinekia.
Penggunaan -blocker, -agonis dan inhibitor untuk mengurangi
produksi dari cairan aquos. Terapi farmakologik lain diberikan
untuk mengontrol faktor resiko seperti pemberian obat hipoglikemia
dan hipolipodemik Kebanyakan kasus glaukoma neovaskular sukar
disembuhkan dengan pengobatan farmakologis dan membutuhkan
intervensi bedah. Tidak ada kesepakatan umum mengenai pendekatan
bedah terbaik. Penatalaksanaan lain berupa Trabekulektomi, Implant
Drainase Akueus, Siklodestruksi, Enukleasi / Injeksi
Akohol.6,9Terapi pembedahan yang dipakai antara lain PRP
(Panretinal Photocoagulation) untuk mengurangi pembentukan
neovaskularisasi di iris dan mencegah terjadinya sinekia anterior
dan posterior serta untuk menurunkan TIO yang meningkat, Panretinal
criotheraphy dipakai jika teknik PRP tidak memberikan hasilyang
memuaskan dan jika media penglihatan keruh, goniophotocoaglation
jika terjadi neovaskularisasi iris dan sebelum terbentuknya sinekia
anterior.6,9 Trabekulektomi dilalcukan pada pasien dengan glaukoma
neovaskuler yang sudahgagal dengan terapi lain dan glaukomanya
meningkat secara progresif. Selain itu adakalanya dilakukan
bersamaan dengan operasi katarak.Teori terbaru menyebutkan
digunakannya agen farmakologik anti-angiogenik yang bertujuan
mengurangi atau mencegah terjadinya neovaskularisasi, seperti
bevacizumab (avastin, genentech). Pemberian obat diaplikasikan
secara topikal. Pemberian obat dilaporkan memiliki onset kerja
cepat (48 jam), namun obat ini memiliki waktu paruh yang singkat
sehingga gejala kekambuhan besar terjadi.6,10
12. PROGNOSISPrognosis glaukoma neovaskular ditentukan
berdasarkan derajat berat ringannya penyakit yang mendasarinya,
waktu pengenalan penyakit (diagnosis) dibuat, riwayat operasi dan
respon terhadap agen farmakologik yang diberikan. Prognosis
glaukoma neovaskular pada umumnya buruk. Kontrol yang tidak baik
terhadap penyakit yang mendasarinya, diagnosis yang terlambat
dibuat, tidak responnya terhadap terapi farmakologik dan bedah akan
memperburuk prognosis dari glaukoma neovaskular.9
DAFTAR PUSTAKA 1. Rhee DJ and Nicholl, Secondary Angel Closure
Glaucoma In Glaucoma, Chap 17, 2003 :326 -328.2. Freudenthal J.
Neovascular Glaucoma. 2010. http://www.emedicine
.medscape.com/article/1205736 [diakses 15 Mei 2015]3. Vaughan &
Asbury s, Neovascular Glaucoma In General Opthalmology, 6th, 2004
:212 -2274. Bertamian M. Glaucoma Neovascular in Clinical Guide to
Glaucoma Management. Elsevier lnc. 2004 : 263 - 269.5. Ghanem AA,
El-Kannishy AM, El-Wehidy AS, El-Agamy AF. Intravitreal Bevacizumab
(Avastin) as an Adjuvant Treatment in Cases of Neovascular
Glaucoma. 2009.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2813584/ [diakses 16
Mei 2015]6. Yan MO, Duker JS. Opthalmology, 3rd edition. England:
Mosby Elsevier, 2009.1178-817. Stamper RL, Lieberman MF, Drake MV.
Diagnosis and Therapy of the Glaucomas, 7th edition. San Fransisco:
Mosby Elsevier,2009. 255-58.8. Rovert L. Stamper M, Lieberman F,
Michael D. Secondary Open Angle Glaucoma in Becker Shaffers
Diganosis and Therapy of The Glaucoma. 8th Edition. UK, 2009, hal,
447-559. Skuta GL, Cantor LB, Weisss JS. Basic and Clinical Science
Course of Glaucoma. Section 10. San Francisco: American Academy of
Ophtalmology. 2009. 138-4210. Kanski JJ, Bowling B. Glaucoma in
Clinical Ophtalmology A Systematic Approach. 7th Ed. Elsevier 2011.
Hal 312-99