BAB 1
PENDAHULUAN
Insidensi mola hidatidosa sangat berfariasi di Indonesia di
dapatkan 1 diantara 100 kehamilan, 1 diantara 200 kehamilan di
mexico sampai 1 diantara 5000 kehamilan di Paraguay.Insidensi mola
hidatidosa dilaporkan Moore dkk (2005) pada bagian barat Amerika
Serikat, terjadi 1 kejadian kehamilan mola dari 1000-1500
kehamilan. Mola hidatidosa ditemukan kurang lebih 1 dari 600 kasus
abortus medisinalis. Di Asia insidensi mola 15 kali lebih tinggi
daripada di Amerika Serikat, dengan Jepang yang melaporkan bahwa
terjadi 2 kejadian kehamilan mola dari 1000 kehamilan. Di
negara-negara Timur Jauh beberapa sumber memperkirakan insidensi
mola lebih tinggi lagi yakni 1:120 kehamilan. Hasil penelitian di
Amerika serikat didapatkan 1 diantara 1200 kehamilan. Mola
Hidatidosa adalah salah satu penyakit trofoblas gestasional (PTG),
yang meliputi berbagai penyakit yang berasal dari plasenta yakni
mola hidatidosa parsial dan komplit, koriokarsinoma, mola invasif
dan placental site trophoblastic tumors. Diperlukan pengetahuan
mengenai faktor resiko, tanda dan gejala klinis untuk menegakkan
diagnosis mola hidatidosa sehingga dapat dilakukan manajemen yang
tepat serta memperkirakan prognosis penyakit ini. Para ahli
ginekologi dan onkologi sependapat untuk mempertimbangkan kondisi
ini sebagai kemungkinan terjadinya keganasan, dengan mola
hidatidosa berprognosis jinak, dan koriokarsinoma yang ganas,
sedangkan mola hidatidosa invasif sebagai borderline
keganasan.Keganasan terjadi pada 20 % pasien dengan mola hidatidosa
komplit, sedangkan pada parsial mola 2-3 %.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Mola hidatidosa adalah penyakit yang berasal dari kelainan
pertumbuhan trofoblas plasenta atau calon plasenta dan disertai
dengan degenerasi kistik villi dan perubahan hidropik. Pada
pengertian lain disebutkan mola hidatidosa merupakan kehamilan yang
berkembang tidak wajar dimana tidak ditemukan janin dan hamper
seluruh vili korialis mengalami perubahan hidropik. Mola hidatidosa
merupakan kehamilan yang dihubungkan dengan edema vesikular dari
vili khorialis plasenta dan biasanya tidak disertai fetus yang
intak. Secara histologis terdapat proliferasi trofoblast dengan
berbagai tingkatan hiperplasia dan displasia. Vili khorialis terisi
cairan, membengkak, dan hanya terdapat sedikit pembuluh darah. Mola
hidatidosa terbagi atas 2 kategori. Yakni komplet mola hidatidosa
dan parsial mola hidatidosa. Mola hidatidosa komplet tidak berisi
jaringan fetus. 90 % biasanya terdiri dari kariotipe 46,XX dan 10%
46,XY. Semua kromosom berasal dari paternal. Ovum yang tidak
bernukleus mengalami fertilisasi oleh sperma haploid yang kemudian
berduplikasi sendiri, atau satu telur dibuahi oleh 2 sperma. Pada
mola yang komplet, vili khoriales memiliki ciri seperti buah
angur,dan terdapat tropoblastik hiperplasia. Terdapat dua tipe
komplit molahidatidosa yakni androgenetik ( Homozigot 80 % dan
heterozigot 20 %) dan biparental.Faktor resikoMola hidatidosa
sering didapatkan pada wanita usia reproduktif. Wanita pada remaja
awal atau usia perimenopausal amat sangat beresiko. Wanita yang
berusia lebih dari 35 tahun memiliki resiko 2 kali lipat. Wanita
usia lebih dari 40 tahun memiliki resiko 7 kali dibanding wanita
yang lebih muda. DiagnosisDiagnosis ditegakkan dari anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang seperti laboratorium, USG
dan histologis. Pada mola hidatidosa yang komplet terdapat tanda
dan gejala klasik yakni:
(1) Perdarahan vaginal. Gejala klasik yang paling sering pada
mola komplet adalah perdarahan vaginal. Jaringan mola terpisah dari
desidua, menyebabkan perdarahan. Uterus membesar (distensi) oleh
karena jumlah darah yang banyak, dan cairan gelap bisa mengalir
melalui vagina. Gejala ini terdapat dalam 97% kasus.
(2) Hiperemesis. Penderita juga mengeluhkan mual dan muntah yang
berat. Hal ini merupakan akibat dari peningkatan secara tajam
hormon -HCG.(3) Hipertiroid. Setidaknya 7% penderita memiliki
gejala seperti takikardi, tremor dan kulit yang hangat.Secara
macroskopik tampak gelembung mola yang disertai janin atau bagian
janin pada mola parsialis, sedangkan pada mola komplit hanya
ditemukan jaringan mola. Kebanyakan mola sudah dapat dideteksi
lebih awal pada trimester awal sebelum terjadi onset gejala klasik
tersebut, akibat terdapatnya alat penunjang USG yang beresolusi
tinggi. Gejala mola parsial tidak sama seperti komplet mola.
Penderita biasanya hanya mengeluhkan gejala seperti terjadinya
abortus inkomplet atau missed abortion, seperti adanya perdarahan
vaginal dan tidak adanya denyut jantung janin.
Gambar 1. Molahidatidosa komplit
Dari pemeriksaan fisik pada kehamilan mola komplet didapatkan
umur kehamilan yang tidak sesuai dengan besarnya uterus (tinggi
fundus uteri). Pembesaran uterus yang tidak konsisten ini
disebabkan oleh pertumbuhan trofoblastik yang eksesif dan
tertahannya darah dalam uterus. Didapatkan pula adanya gejala
preeklamsia yang terjadi pada 27% kasus dengan karakteristik
hipertensi ( TD > 140/90 mmHg), protenuria (>300 mg.dl), dan
edema dengan hiperefleksia. Kejadian kejang jarang didapatkan.
Kista theca lutein, yakni kista ovarii yang diameternya berukuran
> 6 cm yang diikuti oleh pembesaran ovarium. Kista ini tidak
selalu dapat teraba pada pemeriksaan bimanual melainkan hanya dapat
diidentifikasi dengan USG. Kista ini berkembang sebagai respon
terhadap tingginya kadar beta HCG dan akan langsung regresi bila
mola telah dievakuasi.Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan
antara lain kadar beta HCG yang normal. Bila didapatkan >
100.000 mIU/mL merupakan indikasi dari pertumbuhan trofoblastik
yang banyak sekali dan kecurigaan terhadap kehamilan mola harus
disingkirkan. Anemia merupakan komplikasi yang sering terjadi
disertai dengan kecenderungan terjadinya koagulopati.sehingga
pemeriksaan darah lengkap dan tes koagulasi dilakukan. Dilakukan
juga pemeriksaan tes fungsi hati, BUN dan kreatinin serta thyroxin
dan serum inhibin A dan activin A.
Pemeriksaan ultrasonografi merupakan pemeriksaan standar untuk
mengidentifikasi kehamilan mola. Dari gambaran USG tampak gambaran
badai salju (snowstorm) yang mengindikasikan vili khoriales yang
hidropik. Dengan resolusi yang tinggi didapatkan massa intra uterin
yang kompleks dengan banyak kista yang kecil-kecil. Bila telah
ditegakkan diagnosis mola hidatidosa, maka pemeriksaan rontgen
pulmo harus dilakukan karena paru - paru merupakan tempat
metastasis pertama bagi PTG. Pemeriksaan histologis memperlihatkan
pada mola komplet tidak terdapat jaringan fetus, terdapat
proliferasi trofoblastik, vili yang hidropik, serta kromosom 46,XX
atau 46,XY. Sebagai tambahan pada mola komplet memperlihatkan
peningkatan faktor pertumbuhan, termasuk c-myc, epidermal growth
factor, dan c-erb B-2, dibandingkan pada plasenta yang normal. Pada
mola parsial terdapat jaringan fetus beserta amnion dan eritrosit
fetus serta pembuluh darah di vili khorialis sering didapatkan.
Vili khorialis terdiri dari berbagai ukuran dan bentuk dengan
stroma tropoblastik yang menonjol dan berkelok-kelok.
Gambar 2. Gambaran histologis molahidatidosa komplitGambaran
patologi yang dijumpai : degenerasi hidrofik vili,
berkurangnya/hilangnya pembuluh darah pada vili serta proliferasi
sel-sel tropoblast. Trias sutomo Tjokronrgoro : vili khorealis
membesar, edema dan avaskuler.Patofisiologi
Teori terjadinya penyakit trofoblas ada 2, yaitu teori missed
abortion dan teori neoplasma dari Park. Teori missed abortion
menyatakan bahwa mudigah mati pada kehamilan 3-5 minggu (missed
abortion) karena itu terjadi gangguan peredarah darah sehingga
terjadi penimbunan cairan dalam jaringan mesenkim dari villi dan
akhirnya terbentuklah gelembung-gelembung.
Teori neoplasma dari Park menyatakan bahwa yang abnormal adalah
sel-sel trofoblas dan juga fungsinya dimana terjadi resorbsi cairan
yang berlebihan ke dalam villi sehingga timbul gelembung. Hal ini
menyebabkan gangguan peredaran darah dan kematian mudigah.Gejala
Klinik Gejala klinis mirip dengan kehamilan muda dan abortus
iminens, tetapi gejala mual-muntah lebih hebat serta sering
disertai gejala pre-eklamsia. Berikut ini merupakan Gejala klinik
pasien mola hidatidosa :Adanya tanda-tanda kehamilan disertai
perdarahan. Perdarahan ini bisaintermitten, sedikit-sedikit atau
sekaligus banyak sehingga menyebabkan syok atau kematian. Karena
perdarahan ini maka umumnya penderita mola hidatidosamasuk rumah
sakit dalam keadaan anemia. Hiperemesis gravidarum. Tanda-tanda pre
eklampsia pada trimesteer I. Tanda-tanda tirotoksikosis. Kista
lutein unilateral / bilateral. Umumnya uterus lebih besar dari usia
keehamilan. Tidak dirasakan adanya tanda-tanda geraakan janin,
balotemen negatif kecuali pada mola parsial.Klasifikasi FIGO :1.
Penyakit pada uterus
2. Penyakit menyebar keluar uterus tetapi terbatas pada organ
genitalia interna
3. Penyakit menyebar ke paru dengan atau tanpa adanya penyakit
genitalia interna
4. Penyakit menyebar ke otak,hati, ginjal atau saluran cerna
Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang mola hidatidosa :
Foto toraks HCG urin atau serum USG Uji sonde menurut Hanifa.
Tandanya yaittu sonde yang dimasukkan tanpa tahanandan dapat
diputar 360 derajat dengan deviasi sonde kurang dari 10 derajat. T3
& T4 bila ada gejala tirotoksikosis. Penanganan
Terapi mola hidatidosa ada 3 tahapan yaitu :1. Perbaikan keadaan
umum 2. Pengeluaran jaringan mola dengan cara kuretase dan
histerektomi3. Pemeriksaan tindak lanjut Perbaikan Keadaan Umum
Perbaikan keadaan umum pada pasien mola hidatidosa, yaitu : Koreksi
dehidrasi Transfusi darah bila ada anemia (Hb 8 ggr% atau
kurang)Kuretase
Kuretase pada pasien mola hidatidosa :
- Dilakukan setelah pemeriksaan persiapann selesai (pemeriksaan
darah rutin, kadar beta HCG dan foto toraks) kecuali bila jaringan
mola sudah keluar spontan.
- Bila kanalis servikalis belum terbuka mmaka dilakukan
pemasangan laminaria dan kuretase dilakukan 24 jam kemudian.
- Sebelum melakukan kuretase, sediakan daarah 500 cc dan pasang
infus dengan tetesan oksitosin 10 IU dalam 500 cc dektrose 5%.
- Kuretase dilakukan 2 kali dengan intervval minimal 1
minggu.
- Seluruh jaringan hasil kerokan dikirim ke laboratorium
PA.Histerektomi
Syarat melakukan histerektomi adalah :
- umur ibu 35 tahun atau lebih.
- Sudah memiliki anak hidup 3 orang atau lebih.Pemeriksaan
Tindak Lanjut
Pemeriksaan tindak lanjut pada pasien mola hidatidosa meliputi
:
- Lama pengawasan 1-2 tahun.
- Selama pengawasan, pasien dianjurkan unntuk memakai
kontrasepsi kondom, pil kombinasi atau diafragma. Pemeriksaan fisik
dilakukan setiap kali pasien datang untuk kontrol.
- Pemeriksaan kadar beta HCG dilakukan seetiap minggu sampai
ditemukan kadarnya yang normal 3 kali berturut-turut.
- Setelah itu pemeriksaan dilanjutkan settiap bulan sampai
ditemukan kadarnya yang normal 6 kali berturut-turut.
- Bila telah terjadi remisi spontan (kadaar beta HCG,
pemeriksaan fisik, dan foto toraks semuanya normal) setelah 1 tahun
maka pasien tersebut dapat berhenti menggunakan kontrasepsi dan
dapat hamil kembali.
- Bila selama masa observasi, kadar beta HCG tetap atau
meningkat dan pada pemeriksaan foto toraks ditemukan adanya
tanda-tanda metastasis maka pasien harus dievaluasi dan dimulai
pemberian kemoterapi.Komplikasi
Komplikasi mola hidatidosa meliputi :
- Perdarahan hebat
- Anemis
- Syok
- Infeksi
- Perforasi uterus
- Keganasan (PTG)Perawatan
Lama perawatan pasien mola hidatidosa sekitar 7 hari apabila
tidak ada komplikasi berat.Prognosis
Hampir kira-kira 20% wanita dengan kehamilan mola komplet
berkembang menjadi penyakit trofoblastik ganas. Penyakit trofoblas
ganas saat ini 100% dapat diobati. Faktor klinis yang berhubungan
dengan resiko keganasan seperti umur penderita yang tua, kadar hCG
yang tinggi (>100.000mIU/mL),eclamsia,hipertiroidisme, dan kista
teka lutein bilateral. Kebanyakan faktor-faktor ini muncul sebagai
akibat dari jumlah proliferasi trofoblas. Untuk memprediksikan
perkembangan mola hidatidosa menjadi PTG masih cukup sulit dan
keputusan terapi sebaiknya tidak hanya berdasarkan ada atau
tidaknya faktor-faktor risiko ini.Risiko terjadinya rekurensi
adalah sangat sekitar 1-2%. Setelah 2 atau lebih kehamilan mola,
maka risiko rekurensinya menjadi 1/6,5 sampai 1/17,5.Pengawasan
lanjutan
Pada Pengawasan lanjutan klinis diperhatikan keluhan utama serta
adanya HBES (History : pernah menderita mola, Bleeding : adanya
perdarahan, Enlargement : pembesaran rahim, Soft : rahim masih
tetap lunak). BAB III
KASUS GINEKOLOGII. IDENTITAS PASIENNama Pasien
Umur
Jenis Kelamin
Agama/suku
Pendidikan
Pekerjaan
Alamat
MRS/Pukul: Ny. Ratminah
: 25 tahun
: Perempuan
: Islam/sasak
: Tamat SLTP
: Ibu Rumah Tangga
:Pringgarata Lombok tengah: 29 -11- 2008/ 11.45 WITANama
Suami
Umur
Jenis Kelamin
Agama/suku
Pendidikan
Pekerjaan
: Tn. Irwan
: 27 tahun
: Laki-laki
: Islam/sasak
: Tamat SD
: Swasta(buruh)
II. ANAMNESIS
a. Keluhan utama: Keluar darah dari kemaluanb. Kronologis:
Os mengeluhkan keluar darah sejak 1 hari yang lalu, warna merah
segar disertai gumpalan gelembung-gelembung seperti anggur sampai
menghabiskan 3 kain (perdarahan kurang lebih 300 cc). Pada saat
keluar darah os merasakan nyeri pada perut terutama pada perut
bagian bawah. Keluhan ini baru dirasakan pertamakali dirasakan
sejak kehamilan yang kedua ini. Os mengatakan hamil 4 bulan, os
mengeluhakan sering merasa pusing serta mual-mual yang berlebihan
sampai mengganggu aktifitas keseharian os. c. Siklus haid
: Teratur, 28 hari. Lamanya : 4-6 hari. Banyak : 1-2
pembalut/hari.
d. Riwayat haid
: Hari Pertama Haid Terakhir : lupa. e. ANC
: Puskesmas sebanyak 1 kali.f. Riwayat kontrasepsi : Os belum
pernah menggunakan kontrasepsi sebelumnya.
g. Rencana KB
: Suntik (3 bulan)h. Paritas
: - hamil pertama abortus 1 tahun yang lalu.
i. Riwayat perkawinan: Pasien menikah satu kali (selama 1 tahun
6 bulan).III. PEMERIKSAAN FISIK Keadaan Umum: Baik
Kesadaran
: Compos Mentis
TD
: 110/70 mmHg
N
: 80 x/menit
RR
: 20 x/menit
Tax
: 36,8 0C,
Mata
: anemis(-/-), ikterus (-/-)
Jantung
:
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : S1-S2 tunggal, reguler, murmur tidak ada
Paru :
Inspeksi : simetris. Palpasi : fremitus vocal N/N
Perkusi : Sonor/sonor
Auskultasi : Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen
: normal Ekstremitas : akral hangat (+), Edema (-).
St ginekologi : Inspeksi : perdarahan kurang lebih 100 cc,
jaringan molla (+). Labia mayora dan minora intak.
Inspekulo : Fluor (-), fluxus (-), livide (+), pembukaan
(+).
Pemeriksaan dalam (VT) :
Pembukaan (-), CUAF, besar dan konsistensi dengan TFU sesuai
usia kehamilan 8-10 minggu. APCD normal. Massa (-) Hasil USG
(1-12-2008) : Uterus lebih besar dari normal, sisa jaringan
(+).
Kesan : Suspect. Abortus mollaIV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemerikasaan Laboratorium (18-11-2008):Hb : 9 mg %WBC:
15.900/mm3PLT: 214.000HCT: 27,3 HBsAg : - V. DIAGNOSIS
Abortus molla
VI. PENATALAKSANAAN
Observasi kesra ibu Tes Ampicilin
Injeksi Ampicilin 1 g Transfusi 1 kolf PRC
Kuretase KIE
- Transfusi 1 kolf PRC (02-12-2008)
- Hasil pemeriksaaan darah lengkap (03-12-2008) :
Hb : 9,2 gr%
WBC : 16.800
PLT : 235.000
HCT : 29,3
- Dilakukan kuretase (03-12-2008) jam 09.40-10.10 wita
Hasil : keluar jaringan (+),gelembung mola (+) dan perdarahan
kurang lebih 80 cc. Terapi : Amoxicilin 3x500 mg dan Asan mefenamat
3x500 mg.BAB IV
PEMBAHASAN Penegakan diagnosis mola hidatidosa selain dari
anamnesis, pemeriksaan fisik juga dibutuhkan pemeriksaan penunjang
seperti laboratorium, ultrasonografi dan histologis. Pemeriksaan
ultrasonografi dengan resolusi yang semakin tinggi dapat membantu
menegakkan diagnosis mola secara dini. Penegakkan diagnosis mola
dan penatalaksanaannya tidak cukup hanya sampai pada evakuasi mola
saja, namun tetap diperlukan monitoring yang kontinyu untuk
mengetahui prognosis penyakit ini. Gejal klinis yang sering
ditemukan pada kehamilan dengan molahidatidosa yakni adanya
kehamilan tanda-tanda kehamilan muda disertai dengan perdarahan,
terdapat keluhan subjektif yakni hiperemis, tidak dirasakan gerakan
janin, tinggi fundus uterus biasanya lebih tinggi dibandingkan usia
kehamilan atau lamanya amenore serta keluarnya gelembung mola
bersama dengan perdahan. Diagnosis pasti adalah dengan melihat
jaringan mola baik melalui ekspulsi spontan atau melalui biopsy.
Pada kasus ini di dapatkan gejala subjektif yakni hiperemesis
disertai perdarahan dan dijumpai gelembung mola, hal ini merupakan
diagnosa pasti kehamilan mola. Hal ini sesuai dengan yang
disampaikan oleh Goldstein dan Berkowitz (1994) bahwa perdarahan
pervaginam adalah gejala yang paling umum terjadi pada pasien
dengan kehamilan mola komplit dan terjadi pada 97% kasus. Adapun
tinggi fundus uteri tidak lebih tinggi dari usia kehamilannya
dikarenakan sudah banyaknya jaringan mola yang keluar. Selain itu
juga, tidak didapatkan adanya preeklampsia, hipertiroid,
hiperemesis dan kista teka lutein. Hal ini sesuai dengan yang
ditemukan oleh New England Trophoblastic Disease Center (NETDC)
pada survey dari 81 pasien dengan mola parsial, tanda utama dengan
perdarahan pervaginam terjadi pada 59 pasien (72,8%) da pembesaran
uterus dan preeklampsia dialami berturur-turut hanya pada 3 pasien
(3,7%) dan 2 pasien (2,5%). Tidak ada pasien yang memiliki kista
teka lutein, hiperemesis, atau hipertiroid. Hipertiroidisme pada
mola hidatidosa terjadi akibat tingginya kadar hCG pada mola
hidatidosa, sedangkan pada kasus ini pemeriksaan kadar hCG untuk
diagnosis tidak dikerjakan karena keterbatasan penunjang.
Secara medis pasien distabilkan dahulu, dilakukan transfusi bila
terjadi anemia, koreksi koagulopati dan hipertensi diobati.
Evakuasi uterus dilakukan dengan dilatasi dan kuretase penting
dilakukan. Induksi dengan oksitosin dan prostaglandin tidak
disarankan karena resiko peningkatan perdarahan dan sekuele
malignansi. Pada kasus ini dilakukan USG (1-12-2008) dengan hasil
uterus lebih besar dari normal, sisa jaringan (+), kemudian
dilakukan kuretase (03-12-2008) setelah sebelumnya dilakukan
transfusi 1 kolf PRC (02-12-2008) di karenakan pada hasil
pemeriksaan darah lengkap di dapatkan Hb 9,2 . Pada saat dilatasi
infus oksitosin harus segera dipasang dan dilanjutkan pasca
evakuasi untuk mengurangi kecenderungan perdarahan. Pemberian
uterotonika seperti metergin atau hemabate juga dapat
diberikan.Respiratori distres harus selalu diwaspadai pada saat
evakuasi. Hal ini terjadi karena embolisasi dari trofoblastik,
anemia yang menyebabkan CHF, dan iatrogenik overload. Distres harus
segera ditangani dengan ventilator. Setelah dilakukan evakuasi,
dianjurkan uterus beristirahat 4 6 minggu dan penderita disarankan
untuk tidak hamil selama 12-24 bulan. Diperlukan kontrasepsi yang
adekuat selama periode ini. Pasien dianjurkan untuk memakai
kontrasepsi oral, sistemik atau barier selama waktu monitoring.
Pemberian pil kontrasepsi berguna dalam 2 hal yaitu mencegah
kehamilan dan menekan pembentukan LH oleh hipofisis yang dapat
mempengaruhi pemeriksaan kadar HCG. Pemasangan alat kontrasepsi
dalam rahim(AKDR) tidak dianjurkan sampai dengan kadar HCG tidak
terdeteksi karena terdapat resiko perforasi rahim jika masih
terdapat mola invasif. Penggunaan pil kontrasepsi kombinasi dan
terapi sulih hormon dianjurkan setelah kadar hCG kembali normal.
Tindak lanjut setelah evakuasi mola adalah pemeriksaan HCG yang
dilakukan secara berkala sampai didapatkan kadar HCG normal selama
6 bulan. Kadar HCG diperiksa pasca 48 jam evakuasi mola, kemudian
di monitor setiap minggu sampai dengan terdeteksi dalam 3 minggu
berturut-turut. Kemudian diikuti dengan monitoring tiap bulan
sampai dengan tdak terdeteksi dalam 6 bulan berturut turut. Waktu
rata-rata yang dibutuhkan sampai dengan kadar HCG tidak terdeteksi
setelah evakuasi kehamilan komplit maupun parsial adalah 9 11
minggu. Tinjauan kepustakaan lain menyebutkan waktu yang dibutuhkan
untuk mencapai kadar normal sekitar 6-9 bulan. Setelah monitoring
selesai maka pasien dapat periksa HCG tanpa terikat oleh waktu.
KesimpulanMola hidatidosa dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu mola
hidatidosa komplet dan parsial berdasarkan sitogenik dan morfologi
histologi. Perbedaan ini akan memberikan konsekuensi perbedaan pada
gejala dan tanda klinis serta manajemennya. Penanganan mola
hidatidosa tidak terbatas pada evakuasi kehamilan mola saja, tetapi
juga membutuhkan penanganan lebih lanjut berupa monitoring untuk
memastikan prognosis penyakit tersebut.
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim, http://wordpress.com/2007/07/01/mola-hidatidosa2.
Ningrum M.D dan Emilia Ova . Mola Hidatidosa.
http://threeyebrow.blogspot.com/2008/01/mola- hidatidosa.html
3. Agus A , dkk. Pedoman diagnosis dan terapi ilmu kebidanan dan
penyakit kandungan RSU Daerah Soetomo Surabaya. 20064. Doddy AK,
dkk. Mola Hidatidosa. Dalam Standar Pelayanan Medik SMF Obstetri
dan Ginekologi. Rumah Sakit Umum Mataram. 20065. Moore E Lisa and
Hernandez E .Hydatidiform Mole.
http://wikipedia.org/wiki/Hydatidiform_mole
6. Prawirohardjo S, Winkjosastro H. Penyakit serta kelainan
plasenta dan selaput janin. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka sarwono Prawirohardjo. 2006
7. Prawirohardjo S, Winkjosastro H. Mola hidatidosa. Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal : Yayasan Bina Pustaka sarwono
Prawirohardjo. 2002
8. Gambar 1.
http://www.flickr.com/photos/lunarcaustic/2448625511
9. Gambar 2.
http://www.flickr.com/photos/lunarcaustic/2449230110PEMBAHASAN Mola
Hidatidosa ialah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stroma villus
korialis langka vaskularisasi, dan edematous. Janin biasanya
meninggal, akan tetapi vilus-vilus membesar dan edematous itu hidup
dan tumbuh terus; gambaran yang diberikan ialah sebagai segugus
buah anggur. 5) biasanya tidak banyak dan sering cenderung coklat
daripada merah(6). Selain itu tidak ditemukan tanda pasti
kehamilan, dimana tidak ditemukan adanya balotemen dan denyut
jantung janin tidak ada menggunakan dopler. Penentuan pasti mola
hidatidosa yaitu adanya gelembung mola seperti buah anggur berwarna
putih pada saat terjadinya pengeluaran mola. Dari hasil anamnesis
ini, penentuan diagnostik yang paling bernilai yaitu pada
pemeriksaan USG yang dilakukan pada tanggal 29 oktober 2008 oleh
dokter spesialis kandungan yang mendapatkan adanya mola hidatidosa
pada hasil pemeriksaan. Gambaran hasil USG tidak dilampirkan, namun
pada tanggal 10-11-08 sebelum dilakukannya evakuasi, didapatkan
hasil USG berupa uterus antefleksi lebih besar dari normal, tampak
gambaran dengan ekogenik heterogen intrauterin. Gambaran USG ini
memberikan gambaran khas dari daerah ekogenik yang multipel
berhubungan dengan degenerasi hidropik dari vili, perdarahan fokal
intrauterin dan tidak adanya gambaran bagian fetus(9).
Adanya tirotoksikosis pada penderita mola ini tidak ditemukan,
dimana nadi istirahat tidak lebih dari 100x/menit dan besar uterus
kurang dari 20 minggu usia kehamilan.
Pada umumnya pasien dengan mola parsial memiliki tanda dan
gejala abortus inkomplit atau missed abortion dan mola parsial
dapat didiagnosis setelah pemeriksaan histologi jaringan yang
diperoleh dari kuretase(7). Pada kasus ini tanda dan gejala tampak
tidak tampak seperti missed abortion, dimana meskipun terdapat
perdarahan pervaginam sebelum umur kehamilan 20 minggu tetapi tidak
ditemukan adanya gambaran fetus pada USG, begitupula abortus
inkomplit dimana perdarahan hanya berupa bercak-bercak tanpa
disertai sebagian dari hasil konsepsi.. Namun, yang mendukung
adanya mola parsial yaitu dari hasil pemeriksaan histologi jaringan
yang diperoleh dari kuretase pada tanggal 19-11-08 didapatkan suatu
jaringan kehamilan biasa. Dimana sesuai dengan teori bahwa dari
gambaran histologi terdapat vili korialis normal dan vili korialis
yang hidropik(9).
Pada kasus ini juga ditemukan faktor resiko yang telah
dilaporkan berhubungan mola parsial, yaitu adanya riwayat
menstruasi yang ireguler, juga tidak ada hubungan antara usia
maternal yang lebih berhubungan dengan faktor resiko pada mola
komplit(5), dimana pada kasus ini usia penderita 22 tahun sedangkan
faktor resiko untuk mola sempurna meningkat 2 kali lipat untuk
wanita usia lebih dari 35 tahun dan 7.5 kali lipat pada wanita
lebih dari 40 tahun.
Pengelolaan pada kasus ini yaitu dilakukan evakuasi dengan
kuretase pada tanggal 10-11-08, evakuasi dengan kuretase pada kasus
ini dilakukan satu kali saja karena merupakan kasus mola resiko
rendah, dimana ukuran uterus kurang dari 20 minggu usia kehamilan
yaitu ukuran 12 minggu usia kehamilan, umur penderita < 35 tahun
(22 tahun), hasil PA tidak menunjukkan gambaran proliferasi
trofoblas yang berlebihan. Selain itu pada hasil pemeriksaan USG
postkuret mola pertama pada tanggal 17-11-08 didapatkan uterus
bersih, tidak ada sisa mola dari hasil kuret sebelumnya. Indikasi
kuret kedua pada mola dilakukan jika dirasakan belum bersih dan hal
ini sering terjadi pada mola dengan ukuran > dari 20 minggu.
Sebelum evakuasi dilakukan pemeriksaan darah lengkap.
Histerektomi tidak dilakukan pada kasus ini karena penderita
bukan merupakan kasus mola resiko tinggi dan belum mempunyai anak.
Dikatakan bukan resiko tinggi karena tidak memenuhi kriteria mola
resiko tinggi ( RSHS)(1), dimana ukuran uterus kurang dari 20
minggu usia kehamilan, umur penderita < 35 tahun (22 tahun),
hasil PA tidak menunjukkan gambaran proliferasi trofoblas yang
berlebihan, gambaran hCG praevakuasi > 100.000 mIU/ml. Namun
pada kasus ini kriteria untuk hCG tidak didapatkan karena
keterbatasan alat penunjang.
Selanjutnya setelah evakuasi dilakukan tindakan lanjutan berupa
pemeriksaan hCG dilakukan setiap 2 minggu karena merupakan kasus
mola hidatidosa resiko rendah. Karena pada minggu ke 3 tanggal
17-11-08 hasil hCG 731,9 mIU/ml maka pemberian kemoterapi
profilaksis pada kasus ini dilakukan mulai tanggal 21-11-08 dengan
Metotrexat 5 hari berturut-turut, dan hanya diberikan 1 rangkaian.
Pada umumnya hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya keganasan
pascamola pada mereka yang mempunyai faktor resiko, seperti umur
diatas 35 tahun dan hasil gambaran PA yang mencurigakan. Sedangkan
pada kasus ini kemoterapi yang diberikan karena kadar hCG tidak
mengikuti pola kurva regresi yang normal dimana pada kasus ini
seharusnya kadar hCG pada minggu ke 3 sekitar 75 mIU/ml(6).
VII. OBSERVASI
Waktu Subject ObjectAssesment Planning
12.00 wita (29-11-2008) Nyeri perut bagian bawah TD : 120/70
mmHg Nadi : 84 x/mnt RR : 22 x/mnt Tax : 36,7 C
Abortus mollaObservasi vital sign dan perdarahan
13.00 wita Perdarahan (-), nyeri perut berkurang. TD : 120/80
mmHg Nadi : 80 x/mnt RR : 20 x/mnt Tax : 37 C
Abortus mollaPindah ke ruang melatiObservasi vital sign dan
perdarahan
30-11-2008Nyeri perut bagian bawah (-) TD : 120/70 mmHg Nadi :
84 x/mnt RR : 22 x/mnt Tax : 36,7 C
Abortus mollaObservasi vital sign dan perdarahan
07.30 wita (1-12-2008)Nyeri perut bagian bawah (-) TD : 120/80
mmHg Nadi : 82 x/mnt RR : 22 x/mnt Tax : 36,5 C Abortus
mollaObservasi vital sign dan perdarahan
07.40 wita (2-12-2008)
Nyeri perut bagian bawah (-) TD : 110/70 mmHg Nadi : 84 x/mnt RR
: 22 x/mnt Tax : 36,7 C
Abortus mollaObservasi vital sign dan perdarahanTranfusi 1 kolf
PRC
07.20 wita (3-12-2008)Nyeri perut bagian bawah (-) TD : 120/70
mmHg Nadi : 84 x/mnt RR : 20 x/mnt Tax : 36,8 C
Abortus mollaObservasi vital sign dan perdarahanDilakukan
kuretase
4-12-2008Nyeri perut bagian bawah (-) TD : 120/70 mmHg Nadi : 84
x/mnt RR : 22 x/mnt Tax : 36,7 C
Pasien diperbolehkan pulang
1 minggu lagi kontrol ke poli obsgin.