Kasus Fraktur Femur Tn. M, usia 40 tahun dengan fraktur femur kanan 1/3 distal comunited. Saat ini pasien masih menggunakan Back slab sambil menunggu jadwal operasi untuk tandur (cangkok) tulang dan pemasangan eksterna traksi. Dari balutan yang ada pada Back slab merembes darah cukup banyak, pasien mengeluh nyeri berat. Pasien semenjak kecelakaan 24 jam yang lalu tidak bisa tidur karena menahan nyeri. Ibu jari dan jari-jari kaki kanan terasa baal. Macam-Macam Fraktur Femur Dan Manajemennya 1. Fraktur leher femur Fraktur leher femur sering terjadi pada usia di atas 60 tahun dan lebih sering pada wanita yang disebabkan oleh kerapuhan tulang akibat kombinasi proses penuaan dan osteoporosis pasca menopause. Fraktur dapat berupa fraktur subkapital, transervikal, dan basal, yang kesemuanya terletak di dalam simpai sendi panggul atau interkapsuler, fraktur intertrokanter dan subtrokanter terletak ekstrakapsuler. Fraktur intrakapsuler umumnya sulit untuk mengalami pertautan dan cenderung terjadi nekrosis avaskuler kaput femur. Pendarahan kolum
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Kasus Fraktur Femur
Tn. M, usia 40 tahun dengan fraktur femur kanan 1/3 distal comunited.
Saat ini pasien masih menggunakan Back slab sambil menunggu jadwal
operasi untuk tandur (cangkok) tulang dan pemasangan eksterna traksi.
Dari balutan yang ada pada Back slab merembes darah cukup banyak,
pasien mengeluh nyeri berat. Pasien semenjak kecelakaan 24 jam yang
lalu tidak bisa tidur karena menahan nyeri. Ibu jari dan jari-jari kaki kanan
terasa baal.
Macam-Macam Fraktur Femur Dan Manajemennya
1. Fraktur leher femur
Fraktur leher femur sering terjadi pada usia di atas 60 tahun
dan lebih sering pada wanita yang disebabkan oleh kerapuhan tulang
akibat kombinasi proses penuaan dan osteoporosis pasca
menopause. Fraktur dapat berupa fraktur subkapital, transervikal, dan
basal, yang kesemuanya terletak di dalam simpai sendi panggul atau
interkapsuler, fraktur intertrokanter dan subtrokanter terletak
ekstrakapsuler. Fraktur intrakapsuler umumnya sulit untuk mengalami
pertautan dan cenderung terjadi nekrosis avaskuler kaput femur.
Pendarahan kolum yang terletak intraartikular dan pendarahan kaput
femur berasal dari proksimal a. sirkumfleksa femoris lateralis melalui
simpai sendi. Sumber perdarahan ini putus pada fraktur intraartikular.
Pendarahan oleh arteri di dalam ligamentum teres sangat terbatas
dan sering tidak berarti. Pada luksasi arteri ini robek. Epifisis dan
daerah trokanter cukup kaya vaskularisasinya, karena mendapat
darah dari simpai sendi, periosteum, dan a. nutrisia diafisis femur.
Fraktur kolum femur yang terletak intraartikular sangat sukar
sembuh karena bagian proksimal perdarahannya sangat terbatas
sehingga memerlukan fiksasi kokoh untuk waktu yang cukup lama.
Semua fraktur di daerah ini umumnya tidak stabil sehingga
tidak ada cara reposisi tertutup terhadap fraktur ini kecuali jenis fraktur
yang impaksi, baik yang subservikal maupun yang basal.
Sering dapat dilihat pemendekan bila dibandingkan tungkai kiri
dengan kanan. Jarak antara trokanter mayor dan spina iliaka anterior
superior lebih pendek karena trokanter terletak lebih tinggi akibat
pergeseran tungkai ke kranial. Penderita umumnya datang dengan
keluhan tidak bisa jalan setelah jatuh dan terasa nyeri. Umumnya
penderita tidur dengan tungkai bawah dalam keadaan sedikit fleksi
dan eksorotasi serta memendek. Gambaran radiologis menunjukkan
fraktur leher femur dengan dislokasi pergeseran ke kranial atau
impaksi ke dalam kaput.
Kegalian fraktur ini disebabkan kontraksi dan tonus otot besar
dan kuat antara tungkai dan tubuh yang menjembatani fraktur, yaitu
m. iliopsoas, kelompok otot gluteus, quadriceps femur, flexor femur,
dan adductor femur. Inilah yang menggangu keseimbangan pada
garis fraktur. Adanya osteoporosis tulang mengakibatkan tidak
tercapainya fiksasi kokoh oleh pin pada fiksasi interna. Ditambah lagi,
periosteum fragmen intrakapsuler leher femur tipis sehingga
kemampuannya terbatas dalam penyembuhan tulang. Oleh karena itu,
pertautan fragmen fraktur hanya bergantung pada pembentukan kalus
endosteal. Yang penting sekali ialah aliran darah ke kolum dan kaput
femur yang robek pada saat terjadinya fraktur.
Penanganan fraktur leher femur yang bergeser dan tidak stabil
adalah reposisi tertutup dan fiksasi interna secepatnya dengan pin
yang dimasukkan dari lateral melalui kolum femur. Bila tak dapat
dilakukan operasi ini, cara konservatif terbaik adalah langsung
mobilisasi dengan pemberian anestesi dalam sendi dan bantuan
tongkat. Mobilisasi dilakukan agar terbentuk pseudoartrosis yang tidak
nyeri sehingga penderita diharapkan bisa berjalan dengan sedikit rasa
sakit yang dapat ditahan, serta sedikit pemendekan.
Terapi operatif dianjurkan pada orang tua berupa penggantian
kaput femur dengan prosthesis atau eksisi kaput femur dengan
prosthesis atau eksisi kaput femur diikuti dengan mobilisasi dini pasca
bedah.
a. Terapi Konservatif
Dilakukan apabila fraktur memiliki kemungkinan sebagai berikut :
Gangguan peredaran darah pada fragmen proksimal
Kesulitan mengamati fragmen proksimal
Kurangnya penanganan hematom fraktur karena adanya
cairan synovial.
Penanganan konservatif dapat dilakukan dengan skin traction,
dengan buck extension.
b. Terapi Operatif
Pada umumnya terapi yang dilakukan adalah terapi operasi,
fraktur yang bergeser tidak akan menyatu tanpa fiksasi internal,
dan bagaimanapun juga manula harus bangun dan aktif tanpa
ditunda lagi kalau ingin mencegah komplikasi paru dan ulkus
dekubitus. Fraktur terimpaksi dapat dibiarkan menyatu, tetapi
selalu ada resiko terjadinya pergeseran pada fraktur-fraktur itu,
sekalipun ditempat tidur, jadi fiksasi internal lebih aman. Dua
prinsip yang harus diikuti dalam melakukan terapi operasi reduksi
anatomi yang sempurna dan fiksasi internal yang kaku.
Merode awal yang menstabilkan fraktur adalah fiksasi
internal dengan Smith Petersen Tripin Nail. Fraktur dimanipulasi
dengan meja khusus orthopedi. Kemudian fraktur difiksasi internal
dengan S.P. Nail dibawah pengawasan Radiologi. Metode terbaru
fiksasi internal adalah dengan menggunakan multiple compression
screws.
Pada penderita dengan usia lanjut (60 tahun ke atas) fraktur
ditangani dengan acara memindahkan caput femur dan
menempatkannya dengan metal prosthesis, seperti prosthesis
Austin Moore.
Penderita segera di bawa ke rumah sakit. Tungkai yang
sakit dilakukan pemasangan skin traction dengan buck extension.
Dalam waktu 24-48 jam dilakukan tindakan reposisi, yang di
lanjutkan dengan reposisi tertutup dengan salah satu cara
menurut Leadbetter.
Penderita terlentang di atas meja operasi dalam pengaruh
anastesi, asisten memfiksir pelvis, lutut dan coxae dibuat fleksi
90° untuk mengendurkan kapsul dan otot-otot sekitar panggul.
Dengan sedikit adduksi paha ditarik ke atas, kemudian pelan-
pelan dilakukan gerakan endorotasi panggul 45°, kemudian sisi
panggul dilakukan gerakan memutar dengan melakukan gerakan
abduksi dan extensi. Setelah itu di lakukan test.
Palm Halm Test : tumit kaki yang cedera diletakkan di atas
telapak tangan. Bila posisi kaki tetap dalam kedudukan abduksi
dan endorotasi berarti reposisi berhasil baik. Setelah reposisi
berhasil baik, dilakukan tindakan pemasangan internal fiksasi
dengan teknik multi pin percutaneus. Kalau reposisi pertama gagal
dapat diulang 3 kali. Kemudian dilakukan open reduksi, dilakukan
reposisi terbuka, setelah tereposisi dilakukan internal fiksasi alat
internal fiksasi knowless pin, cancellous screw, atau plate
Pengawasan dengan sinar X (sebaiknya digunakan
penguat) digunakan untuk memastikan reduksi pada foto
anteroposterior dan lateral.
Diperlukan reduksi yang tepat pada fraktur stadium III dan
IV, fiksasi pada fraktur yang tak tereduksi hanya mengundang
kegagalan kalau fraktur stdium III dan IV tidak dapat direduksi
secara tertutup dan pasien berumur dibawah 70 tahun, dianjurkan
melakukan reduksi terbuka melalui pendekatan anterolateral.
Tetapi pada pasien tua (60 tahun keatas) cara ini jarang
diperbolehkan, kalau dua usaha yang dilakukan untuk melakukan
reduksi tertutup gagal, lebih baik dilakukan penggantian prostetik.
Sekali direduksi, fraktur dipertahankan dengan pen atau
kadang dengan sekrup kompresi geser yang ditempel pada
batang femur. Insisi lateral digunakan untuk membuka femur pada
bagian atas kawat pemandu, yang disisipkan dibawah pengendali
fluroskopik, digunakan untuk memastikan bahwa penempatan alat
pengikat adalah tepat. Dua sekrup berkanula sudah mencukupi,
keduanya harus terletak memanjang dan sampai plate tulang
subkondral, pada foto lateral keduanya berada ditengah-tengah
pada kaput dan leher, tetapi pada foto anteropsterior, sekrup distal
terletak pada korteks inferior leher femur.
Sejak hari pertama pasien harus duduk ditempat tidur atau
kursi. Dia dilatih melakukan pernafasan, dianjurkan berusaha
sendiri dan mulai berjalan (dengan penopang atau alat berjalan)
secepat mungkin.
Beberapa ahli mengusulkan bahwa prognosis untuk fraktur
stadium III dan IV tidak dapat diramalkan, sehingga penggantian
prostetik selalu lebih baik. Pandangan ini meremehkan morbiditas
yang menyertai penggantian. Karena itu kebijaksanaan kita adalah
mencoba reduksi dan fiksasi pada semua pasien yang berumur
dibawah 60 tahun dan mempersiapkan penggantian untuk
penderita yang :
Penderita yang sangat tua dan lemah
Penderita yang gagal mengalami reduksi tertutup
Penggantian yang paling sedikit traumanya adalah prostesis
femur atau prostesis bipolar tanpa semen yang dimasukan
dengan pendekatan posterior.
Penggantian pinggul total mungkin lebih baik :
Kalau terapi telah tertunda selama beberapa minggu dan
dicurigai ada kerusakan acetebulum.
Pada pasien dengan penyakit paget atau penyakit
metastatik.
Penanganan nekrosis avaskuler kaput femur dengan atau
tanpa gagal-pertautan juga dengan eksisi kaput dan leher femur
dan kemudian diganti dengan prosthesis metal.
Pada fraktur leher femur impaksi biasanya penderita dapat
berjalan selama beberapa hari setelah jatuh sebelum timbul
keluhan. Umumnya gejala yang timbul minimal dan panggul yang
terkena dapat secara pasif digerakkan tanpa nyeri. Fraktur ini
biasanya sembuh dalam waktu 3 bulan tanpa tindakan operasi,
tetapi apabila tidak sembuh atau terjadi disimpaksi yang tidak
stabil atau nekrosis avaskuler, penanganannya sama dengan
yang di atas.
2. Fraktur trokanter femur
Fraktur ini terjadi antara trokanter mayor dan minor. Sering
terjadi pada orang tua dan umumnya dapat bertaut dengan terapi
konservatif maupun operatif karena perdarahan di daerah ini sangat
baik. Terapi operatif memperpendek masa imobilisasi di tempat tidur.
Penderita biasanya datang dengan keluhan tidak dapat
berjalan setelah jatuh disertai nyeri yang hebat. Penderita terlentang
di tempat tidur dengan tungkai bawah eksorotasi dan terdapat
pemendekan sampai 3 cm disertai nyeri pada setiap pergerakan.
Pada bagian luar pangkal paha terlihat kebiruan akibat hematom
subkutan. Pada foto Rontgen terlihat fraktur daerah trokanter dengan
leher femur dalam posisi varus yang bisa mencapai 90O.
Fraktur ini ditangani secara konservatif dengan traksi tulang,
dengan paha dalam posisi fleksi dan abduksi, selama 6-8 minggu.
Terapi operatif dapat dilakukan dengan pemasangan pelat trokanter
yang kokoh, kemudian mobilisasi segera pascabedah.
3. Fraktur batang femur
Pada fraktur diafisis femur biasanya perdarahan dalam cukup
luas dan besar sehingga dapat menimbulkan syok. Secara klinis
penderita tidak dapat bangun, bukan saja karena nyeri, tetapi juga
karena ketidakstabilan fraktur. Biasanya seluruh tungkai bawah
terotasi ke luar, terlihat lebih pendek, dan bengkak pada bagian
proksimal sebagai akibat perdarahan ke dalam jaringan lunak.
Pertautan biasanya diperoleh dengan penanganan secara tertutup,
dan normalnya memerlukan waktu 20 minggu atau lebih.
Fraktur yang dapat diatasi dengan traksi adalah fraktur
intertrokanter dan subtrokanter, fraktur diafisis oblik, segmental, dan
kominutif, serta fraktur suprakondiler tanpa dislokasi berat, dan fraktur
kondilus femur. Yang tidak dapat ditangani dengan traksi adalah
dislokasi tertentu berat.
Pada orang dewasa, fraktur ditangani secara konservatif
dengan traksi skelet, baik pada tuberositas tibia maupun
suprakondiler. Cara ini biasanya berhasil mempertautkan fraktur
femur. Yang penting ialah latihan otot dan gerakan sendi, terutama m.
quadriceps otot tungkai bawah, lutut, dan pergelangan kaki. Akan
tetapi, cara traksi skelet memerlukan waktu istirahat di tempat tidur
yang lama sehingga untuk mempercepat mobilisasi dan
memperpendek masa istirahat di tempat tidur, dapat dianjurkan untuk
melakukan reposisi terbuka dan pemasangan fiksasi interna yang
kokoh. Fiksasi interna biasanya berupa pin Kuntscher intramedular.
Untuk fraktur yang tidak stabil, misalnya fraktur batang femur yang
kominutif atau fraktur batang femur bagian distal, pin intramedular ini
dapat dikombinasi dengan pelat untuk neutralisasi rotasi.
Pada fraktur femur tertutup, dilakukan traksi kulit dengan
metode ekstensi buck, tujuan traksi kulit untuk mengurangi rasa sakit
dan mencegah kerusakan jaringan lunak lebih lanjut di sekitar daerah
yang patah.
Fraktur batang femur pada anak-anak umumnya dengan terapi
non operatif, karena akan menyambung dengan baik, pemendekan
kurang dari 2 cm masih dapat diterima karena di kemudian hari akan
sama panjangnya dengan tungkai normal. Hal ini kemungkinan karena
daya proses remodeling pada anak-anak.
Pengobatan non-operatif dapat dilakukan dengan metode
Perkin, metode balance skeletal traction, traksi kulit Bryant, dan traksi
Russel. Sedangkan indikasi operatif karena penanggulangan non-