Page 1
KAJIAN
FISKAL
REGIONAL
TRIWULAN II
2019
Pengarah : Arif Wibawa | Penangggung Jawab : Neil Edwin | Koordinator : Ri Setia Hutama | Anggota : Feri Pramusetiyo | Kurniawan Cahyo Utomo | Enjun Fajar Sadida | Leonardo Rajagukguk | Melianus
Kanwil Ditjen Perbendaharaan
Provinsi Papua Barat
Page 2
...development is about transforming the lives of people, not just transforming economies....
(Joseph E. Stiglitz, 2006)
Page 3
KATA PENGANTAR
Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat Triwulan II 2019 i
Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang
Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya,
kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR)
Provinsi Papua Barat Triwulan II Tahun 2019.
Penyusunan KFR yang merupakan bagian dari tugas
pokok dan fungsi Kantor Wilayah Ditjen
Perbendaharaan (Treasury Regional Office) ini,
setidaknya melibatkan Development Economics
sebagai field study yang digunakan dalam
merekonstruksi metodologi sebagai pendekatan
akademik dalam melakukan kajian kebijakan
ekonomi pembangunan suatu region.
Pengembangan budaya akademik dalam
memahami fenomena pembangunan, dengan
meletakkan basis research-based policy, pada
dasarnya merupakan bagian dari budaya kerja
organisasi modern. Dengan melakukan
pendalaman permasalahan melalui riset,
diharapkan akan diperoleh suatu solusi yang
seimbang, objective dan komprehensif dalam
pengambilan putusan.
Perkembangan pembangunan dan industrialisasi
pada negara-negara maju (developed countries)
mempengaruhi kajian akademik yang
direpresentasikan dengan kurikulum universitas
yang mengarah tema-tema research spesifik,
semisal urban economics, environment economics,
industrial economics, transportation economics,
logistic economics, regional economics, dll. Kajian
development economics kurang menjadi fokus
utama, karena era tersebut telah dilalui dan
menjadi bagian dari sejarah panjang dialektika
pembangunan (development dialectics) negara-
negara maju. Sebagai branch dari economics yang
melakukan studi proses pembangunan pada
negara-negara yang berpendapatan rendah (low-
income countries), development economics
memfokuskan pada studi economic development,
economic growth, dan structural change, dan lebih
jauh lagi, juga menempatkan fokus studi pada
kependudukan dari sudut pandang kesehatan
(health), pendidikan (education), lapangan
pekerjaan (job opportunity), baik di sektor publik
maupun private dengan pendekatan quantitative
analysis, qualitative analysis dan mixed method
antara keduanya. Dalam prakteknya, untuk
merancang (to devise) pembangunan ekonomi,
development economics mempertimbangkan faktor
sosial, budaya, legal, dan politik.
Kajian Fiskal Regional (Regional Fiscal Analysis) ini
merupakan studi perkembangan ekonomi
pembangunan dari sudut pandang kebijakan fiskal
untuk wilayah Provinsi Papua Barat. Variabel
utama yang digunakan untuk melakukan analisis
pembangunan adalah dengan melakukan studi
deskriptif kuantitatif atas data penerimaan dan
pengeluaran negara. Dalam studi ini outlooks
pembangunan dalam satu tahun dengan
memperhatikan indikator-indikator pertumbuhan
ekonomi (consumption, investment, government
expenditure, net export) dan dampak yang timbul,
seperti indeks pembangunan manusia (human
development index), pemerataan pendapatan
(income equality), penanggulangan kemiskinan
(poverty alleviation), pengurangan pengangguran
(unemployment reduction) dan lain-lain.
Pada saat yang bersamaan, indikator makro
ekonomi tersebut disandingkan dengan beberapa
perspektif yang merupakan constraint
pembangunan, antara lain: 1). Aspek budaya
(culture aspect) sebagai contoh adalah eksistensi
hak ulayat dalam kehidupan sosial
kemasyarakatan, 2). Aspek sosial kemasyarakatan
(sosiological aspect), sebagai contoh kerentanan
Page 4
KATA PENGANTAR
Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat
Triwulan II 2019 ii
sosial (social vulnerability) yang membuat stabilitas
masyarakat terganggu, 3). Aspek politik (political
aspect), sebagai contoh pelaksanaan otonomi
khusus (special autonomy) yang belum
menunjukkan dampak positif terhadap
pertumbuhan pembangunan, 4). Aspek geografis
(geographical aspect), sebagai contoh kondisi
geografi yang belum terintegrasi secara
infrastruktur.
Dengan keterbatasan yang ada, kami menyadari
bahwa dalam penyusunan kajian ini masih terdapat
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kami mengharapkan saran, masukan
dan kritik yang bersifat membangun untuk
perbaikan ke arah yang lebih baik. Akhirnya, kami
berharap semoga kajian ini dapat memberikan
manfaat kepada semua pihak serta dapat menjadi
tambahan pengetahuan dan wawasan bagi
pembaca semuanya.
Manokwari, 6 Agustus 2019
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal
Perbendaharaan Provinsi Papua Barat
Arif Wibawa
Page 5
DAFTAR ISI
Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat
Triwulan II 2019 iii
KATA PENGANTAR ........................................................................ i
DAFTAR ISI ..................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ............................................................................. iv
DAFTAR GRAFIK ............................................................................ v
DAFTAR GAMBAR ...................................................................... vii
EXECUTIVE SUMMARY ........................................................... viii
BAB I PERKEMBANGAN DAN ANALISIS
EKONOMI REGIONAL .................................................. 1
A. PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
(PDRB) ........................................................................... 1
1. Nilai PDRB............................................................. 1
2. Pertumbuhan PDRB ........................................ 1
B. NERACA PERDAGANGAN
INTERNASIONAL ..................................................... 2
C. INFLASI ......................................................................... 2
D. INDIKATOR KESEJAHTERAAN ........................... 4
1. Tingkat Kemiskinan.......................................... 4
2. Tingkat Ketimpangan ...................................... 4
3. Tingkat Pengangguran .................................... 4
BAB II PERKEMBANGAN DAN ANALISIS APBN ......... 6
A. PENDAPATAN NEGARA ......................................... 7
1. Penerimaan Perpajakan ................................. 7
2. Penerimaan Negara Bukan Pajak ............... 7
B. BELANJA NEGARA .................................................... 8
1. Belanja Pemerintah Pusat .............................. 8
2. Transfer ke Daerah dan Dana Desa
(TKDD) ................................................................... 8
3. Penyaluran Kredit Usaha Rakyat
(KUR) ...................................................................... 9
C. PROGNOSIS REALISASI APBN SAMPAI
DENGAN AKHIR TAHUN 2019 ........................ 10
BAB III PERKEMBANGAN DAN ANALISIS
APBD ............................................................................. 11
A. PENDAPATAN DAERAH ..................................... 12
1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) ................. 12
2. Pendapatan Transfer .................................... 13
3. Lain-Lain Pendapatan Daerah yang
Sah ......................................................................... 14
B. BELANJA DAERAH ................................................ 14
C. PROGNOSIS REALISASI APBD SAMPAI
DENGAN AKHIR TAHUN 2019......................... 14
BAB IV PERKEMBANGAN DAN ANALISIS
PELAKSANAAN ANGGARAN
KONSOLIDASIAN .................................................... 16
A. LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH
KONSOLIDASIAN ................................................... 16
B. PENDAPATAN KONSOLIDASIAN .................... 16
1. Analisis Proporsi dan Perbandingan ....... 16
2. Analisis Perubahan .......................................... 16
3. Analisis Kontribusi Pendapatan
Pemerintah terhadap Perekonomian
Daerah ................................................................... 17
C. BELANJA KONSOLIDASIAN ............................... 17
1. Analisis Proporsi dan Perbandingan ....... 17
2. Analisis Perubahan .......................................... 17
3. Analisis Kontribusi Belanja Pemerintah
terhadap Perekonomian Daerah ............... 17
BAB V ISU / BERITA REGIONAL TERPILIH ................ 19
A. PENGEMBANGAN KAWASAN EKONOMI
KHUSUS (KEK) ........................................................ 19
B. PERANAN PEMBIAYAAN ULTRA MIKRO
(UMI) TERHADAP UMKM ................................... 20
C. KONTRIBUSI DANA DESA BAGI
PEMBANGUNAN DAERAH ................................. 21
DAFTAR PUSTAKA ................................................................... 24
Page 6
DAFTAR TABEL
Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat
Triwulan II 2019 iv
Tabel 1.1 Inflasi Bulanan (mtm) Papua Barat
Menurut Kelompok Pengeluaran s.d
Triwulan II 2019 (persen)............................ 3
Tabel 2.1 Pagu dan Realisasi APBN Papua
Barat s.d Triwulan II Tahun 2019
dan Triwulan II 2019 (miliar
Rupiah) ............................................................. 6
Tabel 2.2 Penyaluran KUR di Papua Barat per
Skema s.d Triwulan II 2019 ........................... 9
Tabel 2.3 Penyaluran KUR di Papua Barat per
Sektor s.d Triwulan II 2019 ........................ 10
Tabel 2.4 Penyaluran KUR di Papua Barat per
Penyalur s.d Triwulan II 2019 .................. 10
Tabel 2.5 Prognosis Realisasi APBN Papua
Barat s.d Triwulan IV 2019 .................. 10
Tabel 3.1 Pagu dan Realisasi APBD Seluruh
Pemerintah Daerah Papua Barat s.d
Triwulan II 2019 dan Triwulan II
2018 (miliar Rupiah) ............................... 11
Tabel 3.2 Prognosis Realisasi APBD Seluruh
Pemerintah Daerah Papua Barat
s.d Triwulan IV Tahun 2019 ................. 15
Tabel 4.1 Pagu dan Realisasi Pendapatan dan
Belanja Konsolidasian Papua Barat
s.d Triwulan II 2019 (miliar
Rupiah) ......................................................... 16
Tabel 4.2 Kontribusi Belanja Pemerintah
Terhadap Perekonomian Papua Barat
s.d Triwulan II 2019................................. 18
Tabel 5.1 Penyaluran Pembiayaan Ultra Mikro
(UMi) Papua Barat per Lembaga
Penyalur s.d. Triwulan II 2019 ............ 21
Tabel 5.2 Rincian Penggunaan Dana Desa di
Papua Barat s.d Triwulan II 2019 ...... 23
Page 7
DAFTAR GRAFIK
Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat
Triwulan II 2019 v
Grafik 1.1 Kontribusi Komponen Pembentuk
PDRB Papua Barat Sisi Permintaan
Triwulan II 2019 (persen) ....................... 1
Grafik 1.2 Perkembangan Pertumbuhan
Ekonomi Papua Barat dan Nasional
Triwulan II Tahun 2019 (yoy,
persen) ............................................................. 2
Grafik 1.3 Perkembangan Nilai Ekspor - Impor
Papua Barat s.d Triwulan II 2019
(US$ Juta) ........................................................ 2
Grafik 1.4 Perkembangan Inflasi Bulanan
Papua Barat s.d Triwulan II 2019
(persen) ........................................................... 3
Grafik 1.5 Perkembangan Tingkat Kemiskinan
Papua Barat dan Nasional Tahun
2015 - 2019 (persen) ................................. 4
Grafik 1.6 Perkembangan Gini Ratio Papua
Barat dan Nasional Tahun 2015 -
2019 ................................................................... 4
Grafik 1.7 Perkembangan Jumlah dan Tingkat
Pengangguran Terbuka Papua Barat
Tahun 2015 – 2019 (jiwa, persen) ...... 5
Grafik 2.1 Penerimaan Pajak per Kab/Kota di
Papua Barat s.d Triwulan II 2019
(miliar Rupiah) ............................................ 7
Grafik 2.2 Target dan Realisasi per Jenis
Pajak di Papua Barat s.d Triwulan II
Tahun 2019 (miliar Rupiah) ................... 7
Grafik 2.3 Komposisi Pagu Belanja Pemerintah
Pusat di Papua Barat Tahun 2019
(persen) ........................................................... 8
Grafik 2.4 Pagu dan Realisasi Belanja
Pemerintah Pusat di Papua Barat
s.d Triwulan II Tahun 2019 ..................... 8
Grafik 2.5 Komposisi Alokasi TKDD Papua Barat
Tahun 2019 (persen) ................................. 8
Grafik 2.6 Pagu dan Realisasi TKDD Papua
Barat s.d Triwulan II Tahun 2019 ....... 9
Grafik 2.7 Jumlah Penyaluran KUR per Kab /
Kota di Papua Barat s.d Triwulan II
2019 .................................................................. 9
Grafik 3.1 Target dan Realisasi PAD Seluruh
Pemda Papua Barat s.d Triwulan II
2019 dan Triwulan II 2018 (miliar
Rupiah) .......................................................... 12
Grafik 3.2 Target dan Realisasi PAD per Jenis
PAD Seluruh Pemda Papua Barat
s.d Triwulan II 2019 (miliar Rupiah,
persen) ........................................................... 12
Grafik 3.3 Realisasi Pajak Daerah per Pemda
di Papua Barat s.d Triwulan II 2019
(miliar Rupiah) ........................................... 12
Grafik 3.4 Realisasi Retribusi Daerah per Pemda
di Papua Barat s.d Triwulan II 2019
(miliar Rupiah) ........................................... 13
Grafik 3.5 Realisasi Hasil Pengelolaan Kekayaan
Daearah yang Dipisahkan per Pemda
di Papua Barat s.d Triwulan II 2019
(miliar Rupiah) ........................................... 13
Grafik 3.6 Realisasi Lain-Lain PAD yang Sah
per Pemda di Papua Barat s.d
Triwulan II 2019 (miliar Rupiah) ...... 13
Grafik 3.7 Komposisi Komponen Pendapatan
Transfer Pemerintah Daerah di
Papua Barat Tahun 2019 (persen) .... 13
Grafik 3.8 Target dan Realisasi Hasil
Pengelolaan Kekayaan Daearah
yang Dipisahkan per Pemda di
Papua Barat s.d Triwulan II 2019
(miliar Rupiah) ........................................... 14
Grafik 3.9 Komposisi Belanja Pemerintah
Daerah di Papua Barat Tahun 2019
(persen) ......................................................... 14
Page 8
DAFTAR GRAFIK
Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat
Triwulan II 2019 vi
Grafik 3.10 Pagu dan Realisasi per Jenis Belanja
Seluruh Pemda di Papua Barat s.d
Triwulan II 2019 (miliar Rupiah,
persen) .......................................................... 14
Grafik 4.1 Realisasi Belanja Konsolidasian
Papua Barat per Jenis s.d Triwulan
II 2019 (miliar Rupiah, persen) ......... 17
Grafik 5.1 Penyaluran Pembiayaan Ultra
Mikro (UMi) Papua Barat per
Daerah s.d. Triwulan II 2019 (jiwa,
Rupiah) .......................................................... 21
Grafik 5.2 Perkembangan TKDD Papua Barat
Tahun 2015 – 2019 (triliun
Rupiah) .......................................................... 22
Grafik 5.3 Perkembangan Dana Desa Papua
Barat Tahun 2015 - 2019 (triliun
Rupiah) .......................................................... 22
Page 9
DAFTAR GAMBAR
Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat
Triwulan II 2019 vii
Gambar 4.1 Pengaruh Kenaikan Belanja Pemerintah
terhadap Output Menurut Perpotongan
Keynesian ............................................................18
Gambar 5.1 Master Plan KEK Sorong.............................. 19
Page 10
EXECUTIVE SUMMARY
Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat
Triwulan II 2019 viii
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
Perekonomian Papua Barat pada triwulan II 2019
mengalami kontraksi sebesar -0,5 persen. Sebagai
dua sektor dengan kontribusi tertinggi, sektor
industri pengolahan dan sektor pertambangan
penggalian mencatatkan pertumbuhan negatif
masing-masing sebesar -6,59 persen dan -6,73
persen disebabkan mengikuti tren penurunan
harga komoditas alam di pasar internasional.
Sementara itu, sektor lainnya mencatatkan
pertumbuhan positif dengan kenaikan tertinggi
dialami sektor informasi dan komunikan sebesar
12,49 persen.
Ekspor Papua Barat sampai dengan triwulan II
2019 tercatat US$1.134,3 juta atau turun -12.2
persen dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya. Sementara itu, total nilai impor Papua
Barat mencapai US$ 95,26 juta atau naik 675,7
persen.
Laju inflasi Papua Barat pada triwulan pertama
2019 relatif terkendali. Inflasi pada periode ini
terutama dipengaruhi komponen volatile food
(kelompok bahan makanan yang bergejolak).
Faktor intensitas curah hujan dan gelombang laut
yang relatif tinggi berdampak pada pasokan bahan
makanan dan jalur distribusi. Sementara itu,
komponen administered price ikut tertekan
disebabkan kenaikan tarif maskapai penerbangan.
Kemudian pada triwulan kedua tahun 2019, Papua
Barat dihadapkan pada tekanan inflasi yang cukup
dalam. Pada periode ini Papua Barat memasuki
bulan puasa, Hari Besar Keagamaan Nasional
(HBKN) dan masa libur sekolah. Komponen volatile
food seperti telur, ikan, daging ayam, daging sapi
dan sayur-sayuran menjadi penyumbang utama
inflasi seiring meningkatnya permintaan.
Sementara itu komponen administered price seperti
kelompok transportasi pada periode ini juga
mengalami tekanan. Kenaikan tarif maskapai
penerbangan untuk keperluan liburan sekolah dan
mudik lebaran menyumbang inflasi cukup
signifikan.
Dari sisi kesejahteraan, terjadi peningkatan kualitas
hidup masyarakat Papua Barat yang tercermin dari
penurunan tingkat kemiskinan menjadi 22,17
persen dan tingkat pengangguran menjadi 5,28
persen seiring laju inflasi yang terkendali,
peningkatan belanja pemerintah pada sektor
pendidikan dan kesehatan.
Perkembangan dan Analisis APBN
Target pendapatan negara di Papua Barat tahun
2019 mengalami penurunan sebesar -2,3 persen
dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu dari Rp
2.752,25 miliar menjadi Rp2.687,78 miliar.
Penurunan tersebut didasarkan pada asumsi bahwa
kondisi perekonomian pada tahun 2019 masih
dalam tahap pemulihan (economic recovery).
Tantangan dan dinamika yang cukup berat
mengingat volatilitas harga komoditas
internasional seperti minyak dan gas bumi turut
mempengaruhi target penerimaan pajak di Papua
Barat.
Sementara itu, dari aspek belanja negara terdapat
kenaikan pagu tahun 2019 sebesar 16,2 persen
dibandingkan pagu tahun 2018, yaitu dari
Rp24.169,86 miliar menjadi Rp28.093,73 miliar.
Alokasi yang naik tersebut disebabkan oleh
peningkatan kebutuhan anggaran di daerah yang
digunakan untuk membiayai program dan kegiatan
melalui Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD).
Hal ini tercermin dari kenaikan yang cukup
signifikan pada pagu TKDD sebesar 22,8 persen
yaitu dari Rp16.940,34 miliar pada tahun 2018
menjadi Rp20.811,85 miliar pada tahun 2019.
Adanya kenaikan gaji PNS tahun ini yang berakibat
pada kenaikan pagu belanja pegawai, turut andil
dalam peningkatan pagu belanja APBN secara
keseluruhan. Selain itu, penambahan komponen
pembayaran THR PNS tahun 2019 meliputi
komponen tunjangan keluarga, tunjangan
tambahan dan tunjangan kinerja ikut andil
menambah pagu belanja pegawai. Pada tahun
2019, pagu belanja pegawai naik sebesar 5,8 persen
yaitu dari Rp1.657,02 miliar pada tahun 2018
menjadi Rp1.567,41 miliar pada tahun 2019.
Page 11
EXECUTIVE SUMMARY
Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat
Triwulan II 2019 ix
Sementara itu, terjadi peningkatan cukup signifikan
pada pagu belanja modal dari Rp2.705,07 miliar
pada tahun 2018 menjadi Rp2.931,72 miliar pada
tahun 2019 atau naik sebesar 8,4 persen. Hal ini
disebabkan untuk melanjutkan pembangunan
proyek-proyek infrastruktur strategis di Papua
Barat seperti jalan trans papua, jalan lintas
perbatasan dan jaringan air pipa - sanitasi.
Perkembangan dan Analisis APBD
Pendapatan APBD Papua Barat tahun 2019
ditargetkan sebesar Rp24.214 miliar atau naik 16,5
persen dari tahun sebelumnya. Peningkatan
tersebut disebabkan terjadinya kenaikan yang
cukup signifikan pada target Pendapatan Transfer
dan Lain-Lain PAD yang Sah. Sementara itu, pagu
belanja APBD tahun 2019 mencapai Rp26.175
miliar atau naik 15,4 persen. Hal tersebut
dikarenakan terdapat peningkatan yang cukup
signifikan pada pagu belanja pegawai dimana
terjadi kenaikan lima persen pada perhitungan
pembayaran gaji pokok dan kenaikan Tunjangan
Kinerja Daerah (TKD) pada sebagian pemerintah
daerah.
Adapun total realisasi pendapatan APBD seluruh
pemerintah daerah di Papua Barat sampai dengan
triwulan II 2019 mencapai Rp9.796 miliar atau 40,5
persen dari target. Sementara itu, realisasi belanja
mencapai Rp5.700 miliar atau 21,8 persen dari
target.
Perkembangan dan Analisis Anggaran
Konsolidasian
Target pendapatan konsolidasian Papua Barat pada
tahun 2019 sebesar Rp26.902 miliar. Adapun pagu
belanja konsolidasian mencapai Rp54.269 miliar.
Sehingga pada tahun ini defisit konsolidasian
ditetapkan sebesar -Rp27.367 miliar.
Sampai dengan triwulan II 2019, realisasi
penerimaan pendapatan konsolidasian di Papua
Barat sebesar Rp10.847 miliar atau 40,3 persen
dari target. Sementara itu, realisasi belanja
konsolidasian mencapai Rp17.560 miliar atau 32,4
persen dari pagu. Sehingga pada periode ini terjadi
defisit konsolidasian sebesar –Rp6.713 miliar.
Isu Regional Terpilih
Untuk mengakselerasi pembangunan Papua Barat
dan menunjang percepatan dan perluasan
pembangunan nasional, berdasarkan PP Nomor 31
Tahun 2016, ditetapkan pembentukan KEK
Sorong. Kawasan tersebut memiliki keunggulan
geoekonomi dan geostrategis. Keunggulan
geoekonomi yang dimiliki KEK Sorong yaitu
terletak di Selat Sele yang mempunyai potensi di
sektor perikanan dan perhubungan laut. Lokasi
tersebut juga sangat strategis untuk
pengembangan industri logistik, industri
pengolahan ekspor, industri berbasis pariwisata
bahari, pertanian serta pertambangan. Adapun
keunggulan geostrategis KEK Sorong yaitu berada
pada jalur lintas perdagangan internasional Asia
Pasifik dan Australia.
Sebagai komplemen dari program KUR,
penyaluran UMi di Papua Barat bisa dikatakan
belum maksimal. Hal ini tercermin dari jumlah
penyaluran UMi sampai dengan triwulan II 2019
hanya mencapai Rp928,9 juta dengan jumlah
debitur sebanyak 315 orang. Ke depannya perlu
akselerasi program pembiayaan UMi di Papua
Barat yang melibatkan banyak pihak terutama
peran dari penyalur dan pemerintah daerah.
Jumlah dana desa yang diterima seluruh
pemerintah daerah di Papua Barat mengalami
peningkatan setiap tahun. Pada tahun 2015 dana
desa yang disalurkan sebesar Rp0,45 triliun.
Kemudian pada tahun 2019 nilainya mengalami
peningkatan lebih dari tiga kali lipat menjadi
sebesar Rp1,52 triliun atau naik 236,9 persen.
Sampai dengan triwulan II 2019 total penyaluran
dana desa di Papua Barat sebesar Rp910,15 miliar
atau 60 persen dari total alokasi pagu. Dari jumlah
tersebut dana yang telah disalurkan pemerintah
daerah ke Rekening Kas Desa (RKD) telah
digunakan oleh desa mencapai Rp15,8 miliar.
Penggunaan dana desa terbesar sesuai dengan
prioritas nasional yaitu untuk bidang pembangunan
sebesar Rp12,11 miliar dan bidang pemberdayaan
masyarakat sebesar Rp2,85 miliar.
Page 12
Halaman ini sengaja dikosongkan
Page 15
BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI REGIONAL
Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat Triwulan II 2019 1
ondisi perekonomian global menuju
keseimbangan baru (rebalancing) seiring
terjadinya perubahan fundamental
kebijakan Amerika Serikat (AS).
Penguatan kinerja perekonomian AS berdampak
pada normalisasi kebijakan moneter berupa
kenaikan suku bunga acuan sehingga terjadi
peningkatan imbal hasil dan penguatan dolar AS.
Implikasinya, sektor keuangan global menjadi lebih
volatil disebabkan pembalikan arus modal menuju
AS. Ditambah sentimen negatif dari konflik
geopolitik berdampak pada kenaikan harga
komoditas, terutama komoditas minyak mentah
dunia. Seiring hal tersebut, perekonomian negara-
negara berkembang pada tahun 2019 masih
mengarah kepada tahap pemulihan (economic
recovery) meskipun lajunya mengalami moderasi
jika dibandingkan tahun 2018. Pada periode
triwulan II 2019, kinerja perekonomian nasional
tumbuh melambat pada level 5,05 persen.
Sementara itu kinerja perekonomian Papua Barat
mengalami kontraksi sebesar -0,50 persen.
A. PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
(PDRB)
Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Product)
merupakan nilai pasar dari semua barang dan jasa
yang dihasilkan dalam suatu perekonomian selama
periode waktu tertentu. Nilai Produk Domestik
Bruto (PDB) sering dijadikan ukuran terbaik untuk
mengukur kinerja perekonomian (Mankiw, 2013).
Terdapat tiga cara untuk menghitung PDB. Pertama,
dengan menjumlahkan nilai akhir produk dan jasa
yang dihasilkan perusahaan. Kedua, dengan
menjumlahkan pengeluaran aggregat, yaitu jumlah
dari pengeluaran konsumen, pengeluaran investasi,
pembelian pemerintah untuk barang dan jasa, serta
ekspor dikurangi impor (net export). Ketiga, dengan
menjumlahkan seluruh pendapatan faktor produksi
yang diterima rumah tangga dari perusahaan
(Krugman & Wells, 2011).
Untuk mengukur PDB, dapat dihitung berdasarkan
harga berlaku (PDB Nominal) dan harga konstan
(PDB Riil). Pengukuran PDB harga berlaku
digunakan untuk melihat struktur perekonomian,
sementara itu PDB harga konstan digunakan untuk
mengukur kinerja atau pertumbuhan ekonomi
suatu daerah. Selanjutnya PDB pada suatu region/
wilayah tertentu disebut dengan Produk Domestik
Regional Bruto (Gross Domestic Regional Bruto).
A.1 Nilai PDRB
Pada triwulan II 2019 PDRB Papua Barat tercatat
Rp20.402,1 miliar. Dari nilai tersebut, postur
perekonomian Provinsi Papua Barat didominasi
oleh dua sektor lapangan usaha utama yaitu
industri pengolahan dengan kontribusi sebesar
25,92 persen dan pertambangan penggalian
sebesar 17,09 persen yang mengandalkan raw
material resource berupa pengeboran dan
pengilangan gas alam. Papua Barat memiliki
cadangan gas alam terbesar yang diekspor ke
berbagai negara. Adapun dari sisi pengeluaran,
kontribusi terbesar PDRB Papua Barat Triwulan II
2019 berasal dari konsumsi rumah tangga dan
LNPRT sebesar 31,5 persen dan net ekspor sebesar
27,6 persen.
A.2 Pertumbuhan PDRB
Pertumbuhan PDRB Papua Barat pada triwulan II
2019 mengalami kontraksi pada level -0,5 persen.
Padahal pada periode yang sama tahun
sebelumnya, Papua Barat mampu mencatatkan
pertumbuhan sebesar 12,83 persen. Sebagai dua
sektor dengan kontribusi tertinggi terhadap PDRB,
industri pengolahan dan sektor pertambangan
penggalian mencatatkan pertumbuhan negatif
masing-masing sebesar -6,59 persen dan -6,73
persen disebabkan kedua sektor tersebut
K
Konsumsi RT + LNPRT31.5%
Pengeluaran Pemerintah17.7%PMTB
21.0%
Net Ekspor27.6%
Perubahan Inventori2.2%
Grafik 1.1Kontribusi Komponen Pembentuk PDRB Papua Barat Sisi
Permintaan Triwulan II 2019 (persen)
Sumber: BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Page 16
BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI REGIONAL
Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat Triwulan II 2019 2
mengikuti tren penurunan harga komoditas alam di
pasar internasional. Sementara itu, sektor lainnya
mencatatkan pertumbuhan positif dengan kenaikan
tertinggi dialami sektor informasi dan komunikan
sebesar 12,49 persen.
B. NERACA PERDAGANGAN INTERNASIONAL
Perdagangan internasional merupakan pertukaran
barang dan jasa lintas batas negara (international
border). Dengan adanya perdagangan internasional,
memungkinkan terjadinya efisiensi yang timbul
dari kompetisi antar produsen dalam menjual
produk dengan harga yang terendah (competitive
price) dalam suatu proses permintaan dan
penawaran (supply and demand) atau dalam suatu
mekanisme pasar/ market mechanism (Seyoum,
2009).
Komponen perdagangan internasional terdiri dari
ekspor dan impor. Ekspor merupakan nilai barang
dan jasa yang dijual ke luar negeri, sedangkan
impor merupakan nilai barang dan jasa yang
disediakan untuk dalam negeri. Selisih keduanya
merupakan net ekspor atau biasa disebut juga
sebagai neraca perdagangan internasional.
Sampai dengan triwulan II 2019, ekspor Papua
Barat tercatat sebesar US$1.134,3 juta atau turun -
12.2 persen dibandingkan periode yang sama tahun
2018. Nilai ekspor tertinggi terjadi pada bulan
Januari sebesar US$ 247,1 juta sedangkan nilai
ekspor terendah terjadi pada bulan April sebesar
US$ 116,02 juta. Komoditas ekspor Papua Barat
terbesar yaitu raw material resources berupa gas
alam dan minyak bumi, dengan kontribusi
mencapai 98 persen dari total nilai ekspor yang ada.
Adapun komoditas ekspor lainnya berupa
perhiasan/ permata, kayu, barang dari kayu, garam,
belerang, kapur (semen), ikan, udang, daging, ikan
olahan, sabun dan preparat pembersih.
Sementara itu, sampai dengan triwulan II 2019 total
nilai impor Papua Barat mencapai US$ 95,26 juta
atau naik 675,7 persen dari periode yang sama
tahun 2018. Impor terbesar berasal dari mesin/
peralatan listrik diikuti oleh golongan mesin–mesin
/pesawat mekanik. Nilai impor tertinggi terjadi
pada bulan Maret sebesar US$ 38,04 juta.
Dari selisih antara nilai ekspor dan impor, sampai
dengan triwulan II 2019, nilai neraca perdagangan
internasional Papua Barat tercatat surplus sebesar
US$ 1.039,04 juta.
C. INFLASI
Inflasi merupakan kenaikan harga secara umum
(Mankiw, 2013). Jika kenaikan harga barang hanya
berasal dari satu atau dua barang saja, maka tidak
dapat disebut sebagai inflasi, kecuali bila kenaikan
itu meluas dan menyebabkan kenaikan harga
barang lainnya. Secara umum, inflasi digolongkan
ke dalam tiga jenis yaitu: inflasi inti (core inflation),
inflasi makanan yang bergejolak (volatile food
247.07
222.01
173.52
116.02
184.41 191.27
5.24
8.07
38.04
21.01
22.86
0.04
0
75
150
225
300
0
10
20
30
40
jan Feb Mar Apr Mei Jun
Grafik 1.3Perkembangan Nilai Ekspor - Impor Papua Barat
s.d Triwulan II 2019 (US$ Juta)
Ekspor Impor
Sumber: BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
5.69
12.83
6.89
0.18 -0.26 -0.50
5.06
5.27
5.17
5.05 5.07 5.05
-4
0
4
8
12
Triw I 18 Triw II 18 Triw III 18 Triw IV 18 Triw I 19 Triw II 19
Grafik 1.2Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Papua Barat dan
Nasional Triwulan II 2019 (yoy, persen)
Papua Barat Nasional
Sumber: BPS RI dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Page 17
BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI REGIONAL
Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat Triwulan II 2019 3
inflation) dan inflasi harga yang diatur
(administered price inflation).
Laju inflasi Papua Barat pada triwulan pertama
2019 relatif terkendali dan cenderung bergerak
turun (deflasi). Pada bulan Januari, Papua Barat
dihadapkan pada tekanan inflasi yang relatif dalam
pada level 0,58 persen terutama dipengaruhi
komponen volatile food (kelompok bahan makanan
yang bergejolak). Faktor intensitas curah hujan dan
gelombang laut yang relatif tinggi berdampak pada
pasokan bahan makanan dan jalur distribusi.
Sementara itu, komponen administered price ikut
tertekan disebabkan kenaikan tarif maskapai
penerbangan. Sebaliknya, laju inflasi inti (core
inflation) relatif terkendali seiring kelompok
sandang, makanan jadi, pendidikan mengalami
deflasi.
Kemudian pada bulan Februari dan Maret, laju
perubahan harga di Papua Barat cenderung turun.
Pada bulan Februari dan Maret terjadi deflasi
masing-masing sebesar -0,63 persen dan -0,56
persen. Pada periode ini intensitas curah hujan di
Papua Barat mulai berkurang. Faktor tersebut
mendukung produktivitas hasil pertanian sehingga
pasokan komoditas menjadi berlimpah.
Dampaknya, komponen volatile food seperti beras,
sayur-sayuran dan kacang-kacangan menjadi
penyumbang utama deflasi.
Memasuki triwulan kedua tahun 2019, intensitas
curah hujan di Papua Barat semakin berkurang.
Faktor tersebut mendukung produktivitas hasil
pertanian sehingga pasokan komoditas menjadi
berlimpah. Dampaknya, pada bulan April
komponen volatile food seperti kelompok bahan
makanan mengalami deflasi. Secara umum pada
bulan ini Papua Barat mengalami deflasi sebesar -
0,04 persen.
Kemudian pada bulan Mei-Juni, Papua Barat
dihadapkan pada tekanan inflasi yang cukup dalam
masing-masing mencapai 1,59 persen dan 0,25
persen. Pada periode ini Papua Barat memasuki
bulan puasa, Hari Besar Keagamaan Nasional
(HBKN) dan masa libur sekolah.
Komponen volatile food seperti telur, ikan, daging
ayam, daging sapi dan sayur-sayuran menjadi
penyumbang utama inflasi. Kelompok tersebut
mengalami kenaikan harga seiring meningkatnya
permintaan. Pemerintah melalui Tim Pengendali
Inflasi Daerah (TPID) melakukan pengawasan
distribusi untuk mencegah penimbunan barang dan
permainan harga. Selain itu, TPID juga melakukan
operasi pasar dan program pasar murah untuk
menjaga stabilitas harga.
Sementara itu, komponen administered price
seperti kelompok transportasi pada periode ini juga
Tabel 1.1 Inflasi Bulanan (mtm) Papua Barat Menurut Kelompok Pengeluaran
s.d Triwulan II 2019 (persen)
Kelompok jan feb mar apr mei jun
Umum 0.58 -0.63 -0.56 -0.04 1.59 0.25
Bahan Makanan 0.73 -1.96 -2.98 -0.82 4.93 0.72
Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau
0.62 0.73 0.24 0.57 0.01 0.57
Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar
0.72 0.09 0.07 0.02 0.15 0.07
Sandang 0.64 -0.68 0.3 0.72 0.62 1.02
Kesehatan 0.66 0.59 1.56 0.76 0.52 0.06
Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga
0.52 0.29 0.22 -0.03 0.34 -0.08
Transpor dan Komunikasi dan Jasa Keuangan
-0.21 -0.71 1.67 0.15 -0.24 -0.56
Sumber: BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
0.58
-0.63 -0.56
-0.04
1.59
0.25
-1
-0.5
0
0.5
1
1.5
2
Jan-19 Feb-19 Mar-19 Apr-19 Mei-19 Jun-19
Tabel 1.4Perkembangan Inflasi Bulanan Papua Barat
s.d Triwulan II 2019 (persen)
Sumber: BPS RI dan Provinsi Papua Barat (data diolah)
Page 18
BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI REGIONAL
Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat Triwulan II 2019 4
mengalami tekanan. Kenaikan tarif maskapai
penerbangan untuk keperluan liburan sekolah dan
mudik lebaran menyumbang inflasi cukup
signifikan.
D. INDIKATOR KESEJAHTERAAN
Indikator pembangunan yang digunakan untuk
mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat
diantaranya: Tingkat Kemiskinan, Tingkat
Ketimpangan (Gini Ratio), dan Tingkat
Pengangguran.
D.1 Tingkat Kemiskinan
Sebagaimana terjadi pada sebagian daerah, Papua
Barat dihadapkan pada masalah kemiskinan yang
cukup pelik. Tingkat kemiskinan Papua Barat relatif
sangat tinggi, menduduki peringkat kedua nasional
setelah Provinsi Papua.
Pada tahun 2015 tingkat kemiskinan Papua Barat
mencapai 25,82 persen, jauh lebih tinggi
dibandingkan tingkat kemiskinan nasional sebesar
11,22 persen. Kemudian pada tahun 2019, di saat
kemiskinan nasional berhasil turun menjadi single
digit, tingkat kemiskinan Papua Barat turun
menjadi 22,17 persen. Selama beberapa periode ke
belakang penurunan tingkat kemiskinan Papua
Barat belum begitu signifikan. Pembangunan yang
berlangsung selama ini di Papua Barat tampaknya
belum berhasil meningkatkan taraf hidup
penduduk keluar dari kemiskinan.
D.2 Tingkat Ketimpangan
Tidak diragukan lagi bahwa pembangunan
mengharuskan adanya tingkat pendapatan yang
tinggi dan pertumbuhan berkelanjutan. Namun
demikian, tingkat pendapatan yang tinggi perlu
didukung oleh indikator utama lainnya yaitu
pemerataan distribusi pendapatan. Jika
peningkatan pendapatan tersebut hanya
melibatkan sebagian kecil orang kaya, maka
penanggulangan kemiskinan akan bergerak
melambat dan ketimpangan semakin tinggi (Todaro
dan Smith, 2003).
Salah satu cara untuk mengukur tingkat distribusi
pendapatan dengan menggunakan Rasio Gini (Gini
Ratio). Rasio tersebut menggambarkan derajat
ketimpangan distribusi pendapatan dalam suatu
daerah yang nilainya terletak antara 0 (kemerataan
sempurna) dan 1 (ketidakmerataan sempurna).
Berbeda dengan nasional, tingkat distribusi
pendapatan Papua Barat dari tahun 2015 - 2019
bergerak fluktuatif. Pada tahun 2015, gini ratio
Papua Barat tercatat sebesar 0,440. Sempat turun
pada tahun 2016, gini ratio Papua Barat kembali
naik pada tahun 2017 - 2018. Kemudian pada tahun
2019 gini ratio Papua Barat kembali turun pada
level 0,386.
D.3 Tingkat Pengangguran
Secara teoritis, pengangguran memiliki hubungan
negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Ketika
terjadi pertumbuhan ekonomi, hal tersebut
25.82 25.43 25.123.01 22.17
11.22 10.86 10.64 9.82 9.41
0
10
20
30
2015 2016 2017 2018 2019
Grafik 1.5Perkembangan Tingkat Kemiskinan Papua Barat dan Nasional
Tahun 2015 - 2019 (persen)
Pabar Nasional
Sumber: BPS RI dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
0.44
0.373
0.390.394
0.386
0.408
0.397 0.3930.389
0.382
0.32
0.36
0.40
0.44
2015 2016 2017 2018 2019
Grafik 1.6Perkembangan Gini Ratio Papua Barat dan Nasional
Tahun 2015 - 2019
Papua Barat Nasional
Sumber: BPS RI dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Page 19
BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI REGIONAL
Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat Triwulan II 2019 5
mencerminkan penambahan output yang
membutuhkan banyak tenaga kerja untuk
memenuhi kapasitas produksi. Arthur Okun
(Okun’s Law) melalui studinya menyebutkan bahwa
semakin tinggi tingkat pertumbuhan ekonomi maka
tingkat pengangguran akan semakin berkurang
(Blanchard, 2006).
Di saat jumlah pengangguran dan tingkat
pengangguran nasional mengalami kenaikan,
jumlah pengangguran dan tingkat pengangguran
Papua Barat justru bergerak turun. Selama kurun
lima tahun terakhir pengangguran tertinggi di
Papua Barat terjadi pada tahun 2017 dengan jumlah
pengangguran Papua Barat mencapai 33.214 orang
dan tingkat pengangguran sebesar 7,52 persen.
Kemudian pada tahun 2018 jumlah pengangguran
menurun menjadi 26.219 orang dengan tingkat
pengangguran berkurang menjadi 5,67 persen.
Selanjutnya pada tahun 2019 jumlah pengangguran
kembali turun menjadi 24.322 orang dengan
tingkat pengangguran mencapai 5,28 persen.
Tampaknya progam pemerintah dalam perluasan
dan penciptaan lapangan pekerjaan mampu
menekan jumlah dan tingkat pengangguran di
Papua Barat. Untuk mengurangi tingkat
pengangguran, pemerintah daerah dapat
menciptakan kesempatan kerja melalui
peningkatan keahlian, sertifikasi, pendirian tempat
latihan ketrampilan, magang serta meningkatkan
inventasi yang menyerap banyak tenaga kerja lokal.
18,806
25,037
33,214
26,129 24,322
4.60
5.73
7.52
5.675.28
0
2
4
6
8
2015 2016 2017 2018 2019
-
10,000
20,000
30,000
40,000
Grafik 1.7Perkembangan Jumlah dan Tingkat Pengangguran Terbuka
Papua Barat Tahun 2015 - 2019 (jiwa, persen)
Jumlah Pengangguran (jiwa) Tingkat Pengangguran Terbuka (persen)
Sumber: BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Page 20
Halaman ini sengaja dikosongkan
Page 23
BAB II PERKEMBANGAN DAN ANALISIS APBN
Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat Triwulan II 2019
6
nggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) menggambarkan kondisi
keuangan pemerintah yang berkaitan
dengan sumber-sumber pendapatan dan alokasi
belanja pemerintah untuk satu periode tahun
anggaran yang ditetapkan dalam Undang-Undang.
Sebagai gambaran implementasi APBN tahun 2019
sampai dengan triwulan II di Provinsi Papua Barat,
dapat dijelaskan dengan membandingkan antara
pagu dan realisasi APBN triwulan II tahun 2019
dengan triwulan II tahun 2018.
Target pendapatan negara Papua Barat tahun 2019
mengalami penurunan sebesar -2,3 persen
dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu dari Rp
2.752,25 miliar menjadi Rp2.687,78 miliar.
Penurunan tersebut didasarkan pada asumsi bahwa
kondisi perekonomian pada tahun 2019 masih
dalam tahap pemulihan (economic recovery).
Tantangan dan dinamika yang cukup berat
mengingat volatilitas harga komoditas
internasional seperti minyak dan gas bumi turut
mempengaruhi target pendapatan negara.
Sementara itu, dari aspek
belanja negara terdapat
kenaikan pagu tahun 2019
sebesar 16,2 persen
dibandingkan pagu tahun
2018, yaitu dari Rp24.169,86
miliar menjadi Rp28.093,73
miliar. Alokasi belanja APBN
2019 yang naik dibandingkan
dengan tahun sebelumnya
disebabkan oleh peningkatan
kebutuhan anggaran di
daerah yang digunakan untuk
membiayai program dan
kegiatan melalui Transfer ke
Daerah dan Dana Desa
(TKDD). Hal ini tercermin
dari kenaikan yang signifikan
pada pagu TKDD sebesar 22,8
persen yaitu dari
Rp16.940,34 miliar pada
tahun 2018 menjadi
Rp20.811,85 miliar pada
tahun 2019.
Adanya kenaikan gaji PNS tahun ini yang berakibat
pada kenaikan pagu belanja pegawai, turut andil
dalam peningkatan pagu belanja APBN secara
keseluruhan. Selain itu, penambahan komponen
pembayaran THR PNS tahun 2019 meliputi
komponen tunjangan keluarga, tunjangan
tambahan dan tunjangan kinerja ikut andil
menambah pagu belanja pegawai. Pada tahun
2019, pagu belanja pegawai naik sebesar 5,8 persen
yaitu dari Rp1.657,02 miliar pada tahun 2018
menjadi Rp1.567,41 miliar pada tahun 2019.
Sementara itu, terjadi peningkatan cukup signifikan
pada pagu belanja modal dari Rp2.705,07 miliar
pada tahun 2018 menjadi Rp2.931,72 miliar pada
tahun 2019 atau naik sebesar 8,4 persen. Hal ini
disebabkan untuk melanjutkan pembangunan
proyek-proyek infrastruktur strategis di Papua
Barat seperti jalan trans papua, jalan lintas
perbatasan dan jaringan air pipa - sanitasi.
Selanjutnya, dengan membandingkan antara
realisasi pendapatan dan belanja sampai dengan
A
Tabel 2.1 Pagu dan Realisasi APBN Papua Barat
s.d Triwulan II 2019 dan Triwulan II 2018 (miliar Rupiah)
Uraian Tahun 2018 Tahun 2019
Pagu Realisasi % Pagu Realisasi %
A. PENDAPATAN NEGARA 2.752,25 943,75 34.3 2.687,78 1.050,58 39.1
I. PENERIMAAN DALAM NEGERI 2.752,25 943,75 34.3 2.687,78 1.050,58 39.1
1. Penerimaan Pajak 2.752,25 803,65 29.2 2.465,88 903,01 36.6
2. PNBP 210,83 140,10 66.5 221,90 147,58 66.5
II. HIBAH - - - - -
B. BELANJA NEGARA 24.169,86 9.755,20 40.4 28.093,73 11.859,47 42.2
I. BELANJA PEMERINTAH PUSAT 7.229,53 2.158,40 29.9 7.281,88 2.621,79 36.0
1. Belanja Pegawai 1.567,41 667,30 42.6 1.657,02 836,17 50.5
2. Belanja Barang 2.918,17 805,00 27.6 2.664,47 1.155,58 43.4
3. Belanja Modal 2.705,07 677,90 25.1 2.931,72 623,82 21.3
4. Belanja Bantuan Sosial 24,89 5,90 23.7 12,78 3,75 29.3
5. Belanja Lain-lain 13,98 2,30 16.4 15,88 2,48 15.6
II. TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA
16.940,34 7.596,80 44.8 20.811,85 9.237,68 44.4
1. Transfer ke Daerah 15.610,62 6.798,50 43.6 19.294,94 8.327,53 43.2
a. Dana Perimbangan 11.601,68 5.565,60 48.0 15.283,84 7.111,54 46.5
1) DAU 8.024,77 4.669,20 58.2 8.290,64 4.833,26 58.3
2) DBH 1.323,48 508,00 38.4 4.319,59 1.831,26 42.4
3) DAK 2.253,42 388,40 17.2 2.673,61 447,01 16.7
b. Dana Otsus 4.008,94 1.232,90 30.8 4.011,10 1.215,99 30.3
2. Dana Desa 1.329,72 798,30 60.0 1.516,92 910,15 60.0
C. SURPLUS DEFISIT -21.417,62 -8.811,45
-25.405,95 -10.808,89
Sumber: OM SPAN, KPP Pratama Manokwari dan KPP Pratama Sorong (data diolah)
Page 24
BAB II PERKEMBANGAN DAN ANALISIS APBN
Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat Triwulan II 2019 7
triwulan II 2019, dapat disimpulkan bahwa
terdapat defisit anggaran sebesar -Rp10.808,89
miliar disebabkan target penerimaan yang belum
tercapai. Sampai dengan triwulan II 2019, realisasi
penerimaan APBN relatif masih rendah mencapai
39,1 persen. Namun kinerja tersebut relatif lebih
baik dibandingkan periode yang sama tahun 2018.
Sementara itu, realisasi belanja APBN pada periode
ini mencapai 42,2 persen dimana kinerjanya relatif
sama dibandingkan periode yang sama tahun 2018.
A. PENDAPATAN NEGARA
A.1 Penerimaan Perpajakan
Penerimaan perpajakan di Papua Barat hanya
berasal dari penerimaan pajak dalam negeri yang
terdiri atas penerimaan Pajak Penghasilan (PPh),
Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan
atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB), dan Pajak Lainnya.
Total penerimaan perpajakan di Papua Barat
sampai dengan triwulan II 2019 berjumlah
Rp903,01 miliar. Pada periode ini, daerah yang
memiliki penerimaan pajak terbesar yaitu Kota
Sorong, Kab. Manokwari dan Kab. Teluk Bintuni
masing-masing sebesar Rp277,6 miliar; Rp177,2
miliar dan Rp175,3 miliar. Sebagai pusat
perekonomian di Papua Barat, Kota Sorong dan
Kab. Manokwari merupakan daerah paling maju
sehingga banyak potensi penerimaan pajak yang
diperoleh dari kedua daerah tersebut. Adapun Kab.
Teluk Bintuni merupakan salah satu daerah
penghasil gas alam terbesar dalam skala nasional.
Sementara itu, daerah-daerah lain di Papua Barat
sampai dengan triwulan II 2019 memiliki
penerimaan pajak relatif kecil. Penerimaan pajak
terendah yaitu Kab. Maybrat sebesar Rp1,8 miliar
dan bahkan Kab. Pegunungan Arfak belum terdapat
realisasi penerimaan pajak. Sebagai daerah
pemekaran baru, Kab. Pegunungan Arfak belum
mempunyai sumber pajak potensial di daerahnya.
Adapun Kab. Maybrat merupakan daerah yang
relatif tertinggal, sehingga memerlukan perhatian
pemerintah pusat dan daerah untuk meningkatkan
potensi perekonomiannya.
Berdasarkan jenisnya, sampai dengan triwulan II
2019 realisasi penerimaan pajak terbesar di Papua
Barat adalah pajak penghasilan mencapai Rp429,98
miliar atau 40,3 persen dari total realisasi, dengan
kontribusi terbesar yaitu PPh pasal 21 mencapai
Rp237,2 miliar. Kemudian realisasi penerimaan
pajak terbesar kedua yaitu PPN dan PPnBM sebesar
Rp370,8 miliar atau 29,8 persen dari total realisasi,
dengan kontribusi terbesar yaitu PPN Dalam Negeri
mencapai Rp368,8miliar.
A.2 Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
PNBP merupakan seluruh penerimaan pemerintah
pusat yang bukan berasal dari penerimaan
perpajakan. Realisasi PNBP di Papua Barat sampai
dengan triwulan II 2019 mencapai Rp147,58 miliar
atau 66,5 persen dari target. Pencapaian tersebut
relatif sama dibandingkan tahun sebelumnya
277.6
177.2 175.3
116.2
38.0 33.0 31.018.7 16.2 11.9 6.1 1.8
0
100
200
300
Ko
ta S
oro
ng
Man
ok
war
i
Tel
uk
Bin
tun
i
Kab
. So
ron
g
Fak
fak
Man
sel
Tel
uk
Wo
nd
ama
Raj
a A
mp
at
Kai
man
a
So
ron
g S
elat
an
Tam
bra
uw
May
bra
t
Grafik 2.1Penerimaan Pajak per Kab/Kota di Papua Barat
s.d Triwulan II 2019 (miliar Rupiah)
Sumber: KPP Manokwari dan KPP Sorong (data diolah)
1,067.74
1,243.51
125.0329.60
429.98370.80
93.069.17
0
300
600
900
1,200
1,500
Pajak Penghasilan PPN dan PPnBM PBB Pajak Lainnya
Grafik 2.2Target dan Realisasi per Jenis Pajak di Papua Barat
s.d Triwulan II 2019 (miliar Rupiah)
Target Realisasi
Sumber: KPP Manokwari dan KPP Sorong (data diolah)
Page 25
BAB II PERKEMBANGAN DAN ANALISIS APBN
Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat Triwulan II 2019
8
dengan kontribusi terbesar didapat dari
pendapatan jasa transportasi, komunikasi dan
informatika sebesar Rp74,01miliar.
B. BELANJA NEGARA
Sebagai upaya untuk meningkatkan pertumbuhan
ekonomi, belanja pemerintah (government
expenditure) dapat dijadikan sebagai alat ungkit
(leverage) dalam bentuk timulus fiskal. Kebijakan
penganggaran pada K/L untuk wilayah Papua Barat
diprioritaskan dengan mengakselerasi belanja
modal untuk meningkatkan pembangunan
infrastruktur.
B.1 Belanja Pemerintah Pusat
Total pagu belanja pemerintah pusat di Papua Barat
mengalami kenaikan sebesar 0,72 persen, yaitu dari
Rp7.229,53 miliar pada tahun 2018 menjadi
Rp7.281,88 miliar pada tahun 2019. Alokasi belanja
tertinggi dimiliki belanja modal mencapai
Rp2.931,72 miliar atau 40,3 persen dari total pagu.
Selanjutnya diikuti belanja barang mencapai
Rp2.664,47 miliar atau 36,6 persen dari total pagu
belanja.
Sampai dengan triwulan II 2019, realisasi belanja
tertinggi yaitu belanja pegawai mencapai 50,5
persen dan belanja barang mencapai 43,4 persen.
Sementara itu, realisasi belanja modal baru
mencapai 21,3 persen dan belanja bantuan sosial
mencapai 29,3 persen. Adapun realisasi belanja
terendah yaitu belanja lain-lain mencapai 15,6
persen.
B.2 Transfer ke Daerah dan Dana Desa
(TKDD)
Total pagu alokasi TKDD yang diperuntukkan bagi
seluruh pemerintah daerah di Papua Barat
mengalami kenaikan sebesar 22,9 persen yaitu dari
Rp16.940,34 miliar pada tahun 2018, menjadi
Rp20.811,85 miliar pada tahun 2019. Alokasi
anggaran terbesar terdapat pada Dana Alokasi
Umum (DAU) sebesar Rp8.290,64 miliar atau 49,3
persen dari total pagu alokasi TKDD).
Sampai dengan triwulan II 2019, realisasi TKDD di
Papua Barat mencapai Rp9.237,68 miliar atau 44,4
persen dari total pagu alokasi TKDD. Realisasi
TKDD tertinggi yaitu Dana Desa dan DAU masing-
masing mencapai 60,0 persen dan 58,3 persen dari
pagu masing-masing. Adapun realisasi terendah
1,657.0 2,664.5 2,931.7 12.8 15.9836.2 1,155.6 623.8 3.7 2.5
50.5%
43.4%
21.3%
29.3%
15.6%
0%
20%
40%
60%
0
1,000
2,000
3,000
4,000
Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Modal Belanja Bansos Belanja Lain-lain
Grafik 2.4Pagu dan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat
di Papua Barat s.d. Triwulan II 2019 (miliar Rupiah)
Pagu Realisasi (miliar Rp) Realisasi (persen)
Sumber: OM SPAN (data diolah)
Belanja Pegawai22.8%
Belanja Barang36.6%Belanja Modal
Bansos + Belanja Lainnya0.4%
Grafik 2.3Komposisi Pagu Belanja Pemerintah Pusat di Papua Barat
Tahun 2019 (persen)
Sumber: OM SPAN (data diolah)
Dana Alokasi Umum 49.3%
Dana Bagi Hasil 25.7%
Dana Alokasi Khusus 15.9%
Dana Desa9.0%
Grafik 2.5Komposisi Alokasi TKDD Papua Barat Tahun 2019 (persen)
Sumber: OM SPAN (data diolah)
Page 26
BAB II PERKEMBANGAN DAN ANALISIS APBN
Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat Triwulan II 2019 9
yaitu Dana Alokasi Khusus sebesar 16,7 persen dari
pagu.
B.3 Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR)
Sampai dengan triwulan II 2019 jumlah penyaluran
KUR di Papua Barat mencapai Rp197,9 miliar yang
diberikan kepada 5.449 debitur. Daerah dengan
jumlah penyaluran KUR terbesar yaitu Kota Sorong
sebesar Rp53,88 milar. Selanjutnya, daerah dengan
penyaluran KUR terbesar kedua yaitu Kab.
Manokwari sebesar Rp52,8 miliar. Kemudian
penyaluran KUR terbesar ketiga yaitu Kab. Sorong
sebesar Rp24,19 miliar. Hal ini mengindikasikan
bahwa persebaran penerima KUR di Papua Barat
sebagian besar berada di daerah yang kondisi
perekonomiannya relatif lebih maju.
Sesuai Peraturan Menteri Koordinator (Permenko)
Bidang Perekonomian Nomor 8 Tahun 2015
sebagaimana telah diubah dengan Permenko
Bidang Perekonomian Nomor 9 Tahun 2016, KUR
terbagi menjadi 3 (tiga) jenis yaitu KUR Mikro, KUR
Ritel dan KUR TKI. KUR Mikro diberikan kepada
penerima KUR paling banyak Rp25 juta dengan
jangka waktu kredit untuk modal kerja paling lama
3 tahun atau investasi paling lama 5 tahun.
KUR Ritel diberikan kepada debitur KUR antara
Rp25 – Rp500 juta dengan jangka waktu kredit
untuk modal kerja paling lama 4 tahun atau
investasi paling lama 5 tahun. Adapun KUR TKI
diberikan kepada penerima KUR paling banyak
Rp25 juta dengan jangka waktu kredit paling lama
sama dengan masa kontrak kerja dan tidak melebihi
jangka waktu paling lama 3 tahun.
Jika dilihat per skema penyaluran, sampai dengan
triwulan II 2019 jumlah penyaluran KUR tertinggi
di Papua Barat yaitu KUR Mikro sebesar Rp111,62
miliar dengan jumlah debitur sebanyak 4.989
nasabah. Sementara itu untuk penyaluran KUR
Kecil sebesar Rp86,20 miliar dengan jumlah debitur
sebanyak 456 nasabah. Adapun penyaluran KUR
TKI sebesar Rp63,85 juta dengan jumlah debitur
sebanyak 4 (empat) orang nasabah.
Jika dilihat per sektor, perdagangan merupakan
sektor yang memiliki jumlah penyaluran KUR
terbesar. Sampai dengan triwulan II 2019,
penyalurannya sebesar Rp124,69 miliar dengan
jumlah debitur sebanyak 3.247 nasabah. Kemudian
diikuti sektor pertanian, perburuan dan kehutanan
sebesar Rp19.36 miliar dengan jumlah debitur
sebanyak 763 nasabah. Melihat kondisi tersebut,
perlu perluasan jangkauan ke sektor lainnya yang
lebih produktif seperti sektor perikanan dan
8,290.6 4,319.62,673.6
1,516.94,833.3 1,831.3447.0
910.1
58.3%
42.4%
16.7%
60.0%
0%
30%
60%
90%
0
3,000
6,000
9,000
Dana AlokasiUmum
Dana Bagi Hasil Dana AlokasiKhusus
Dana Desa
Sumber: OM SPAN (data diolah)
Grafik 2.6Pagu dan Realisasi TKDD Papua Barat s.d. Triwulan II 2019
(miliar Rupiah)
Pagu Realisasi (miliar Rp) Realisasi (persen)
Tabel 2.2 Penyaluran KUR di Papua Barat per Skema s.d Triwulan II 2019
Skema Debitur Penyaluran
(Rp) Outstanding
(Rp)
Mikro 4,989 111,620,255,024 56,740,087,789
Kecil 456 86,204,004,774 49,168,134,496
TKI 4 63,851,600 8,083,692
Jumlah 5,449 197,888,111,398 105,916,305,977
Sumber: Sistem Informasi Kredit Program – SIKP (data diolah)
53.88 52.80
24.19
16.02 15.91
8.99 8.17 8.165.10
2.42 1.60 0.66
0
20
40
60
Ko
ta S
oro
ng
Man
ok
war
i
Ka
b S
oro
ng
Fak
fak
Tel
uk
Bin
tun
i
Soro
ng
Sela
tan
Kai
man
a
Raj
a A
mp
at
Tel
uk
Wo
nd
ama
Tam
bra
uw
Man
ok
war
i Sel
atan
May
bra
t
Grafik 2.7Jumlah Penyaluran KUR per Kab / Kota di Papua Barat
s.d Triwulan II 2019 (miliar Rupiah)
Sumber: Sistem Informasi Kredit Program - SIKP (data diolah)
Page 27
BAB II PERKEMBANGAN DAN ANALISIS APBN
Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat Triwulan II 2019
10
industri pengolahan. Hal ini dikarenakan perluasan
kepada sektor produktif lebih menggerakkan roda
perekonomian Papua Barat.
Jika dilihat dari lembaga penyalur, terdapat enam
bank penyalur KUR di Papua Barat yaitu BRI,
Mandiri, BNI, BRI dan BPD Papua. BRI merupakan
bank penyalur KUR terbesar baik dari sisi jumlah
debitur maupun jumlah kredit yang disalurkan.
Sampai dengan triwulan II 2019, dana KUR yang
telah disalurkan oleh BRI sebesar Rp142,45 miliar
dengan jumlah debitur mencapai 4.936 orang.
Sementara itu, dana KUR yang telah disalurkan oleh
Bank Mandiri sebesar Rp10,25 miliar dengan
jumlah debitur mencapai 143 orang. Adapun BNI
telah menyalurkan KUR sebesar Rp30,22 miliar
dengan jumlah debitur mencapai 185 orang.
Sedangkan BPD Papua telah menyalurkan KUR
sebesar Rp14,94 miliar kepada 185 debitur.
C. PROGNOSIS REALISASI APBN SAMPAI
DENGAN AKHIR TAHUN 2019
Sampai dengan akhir tahun 2019, diperkirakan
terdapat beberapa faktor utama yang
mempengaruhi pencapaian realisasi APBN di Papua
Barat yaitu:
Perekonomian global memasuki keseimbangan
baru (rebalancing) akibat pulihnya
perekonomian negara maju berpengaruh pada
pendapatan negara;
Kapasitas SDM relatif kurang memadai
sehingga perencanaan anggaran tidak dapat
dilaksanakan secara optimal;
Mutasi/ pergantian pejabat perbendaharaan;
Mindset satuan kerja yang biasa mencairkan
anggaran di akhir tahun.
Berdasarkan trend dua tahun terakhir (2017 -
2018) serta faktor-faktor yang mempengaruhi
pencapaian realisasi APBN di Papua Barat, dapat
diperkirakan realisasi pendapatan APBN sebesar
Rp2.217,42 miliar (82,5 persen) dan belanja APBN
sebesar Rp11.681,58 (98,5 persen). Sehingga pada
akhir tahun 2019, realisasi APBN lingkup Provinsi
Papua Barat diperkirakan terjadi defisit sebesar –
Rp9.464,16 miliar.
Tabel 2.5 Prognosis Realisasi APBN Papua Barat s.d Triwulan IV 2019
Uraian Pagu
Realisasi s.d. Triw II
Prognosis Realisasi s.d. Triw IV
Rp (miliar)
% Rp
(miliar) %
Pendapatan APBN 2.687,78 1.050,58 39.1 2.217,42 82,50
Belanja APBN 28.093,73 11.859,47 42.2 11.681,58 98,50
Surplus Defisit -10.808,89 -9.464,16
Sumber: OM SPAN, KPP Pratama Manokwari dan KPP Pratama Sorong (data diolah)
Tabel 2.3 Penyaluran KUR di Papua Barat per Sektor s.d Triwulan II 2019
Sektor Debitur Penyaluran
(Rp) Outstanding
(Rp)
Pertanian, Perburuan dan Kehutanan
763 19,363,000,000 7,664,710,382
Perikanan 237 6,432,000,000 3,259,118,821
Industri Pengolahan 206 6,682,000,000 2,253,778,463
Konstruksi 14 1,180,000,000 523,026,367
Perdagangan Besar dan Eceran
3,247 124,694,859,798 69,604,826,191
Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makan Minum
148 9,043,000,000 5,921,752,804
Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi
304 8,951,400,000 5,306,002,357
Real Estate, Usaha Persewaan, dan Jasa Perusahaan
102 6,030,000,000 2,503,226,098
Jasa Pendidikan 1 25,000,000 25,000,000
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
16 388,000,000 258,588,710
Jasa Kemasyarakatan, Sosial Budaya, Hiburan dan Perorangan Lainnya
411 15,098,851,600 8,596,275,784
Jumlah 5,449 197,888,111,398 105,916,305,977
Sumber: Sistem Informasi Kredit Program – SIKP (data diolah)
)
Tabel 2.4 Penyaluran KUR di Papua Barat per Penyalur s.d Triwulan II 2019
Nama Bank Debitur Penyaluran
(Rp) Outstanding
(Rp)
BRI 4,936 142,459,104,798 82,546,194,908
Mandiri 143 10,255,355,000 9,549,401,826
BNI 185 30,223,851,600 3,912,163,408
BPD Papua 185 14,949,800,000 9,908,545,835
Jumlah 5,449 197,888,111,398 105,916,305,977
Sumber: Sistem Informasi Kredit Program – SIKP (data diolah)
Page 28
Halaman ini sengaja dikosongkan
Page 31
BAB III PERKEMBANGAN DAN ANALISIS APBD
Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat Triwulan II 2019
11
aerah dalam rangka pelaksanaan
pembangunan membutuhkan pendanaan
yang bersumber dari penerimaan daerah.
Sumber penerimaan daerah untuk saat ini lebih
didominasi oleh penerimaan dana transfer dari
pemerintah pusat, sehingga ke depan secara
bertahap diharapkan terjadi peningkatan
Pendapatan Asli Daerah (PAD). Semua pengeluaran
untuk pembangunan daerah dan sumber dana yang
diperlukan tertuang dalam dokumen Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Sebagai
sebuah rencana keuangan tahunan pemerintah
daerah, APBD merupakan instrumen kebijakan
fiskal dalam meningkatkan pelayanan umum dan
kesejahteraan masyarakat. Dalam
merencanakan sumber
pendapatan dan alokasi belanja,
pemerintah daerah harus melihat
kebutuhan riil masyarakat
berdasarkan potensi daerah
dengan berorientasi pada
kepentingan/ skala prioritas
pembangunan. Selain itu, APBD
merupakan salah satu pendorong
(key leverage) bagi pertumbuhan
ekonomi daerah untuk
mewujudkan masyarakat yang
sejahtera, mandiri, dan
berkeadilan.
Secara total, target pendapatan
maupun pagu belanja APBD tahun
2019 seluruh pemerintah daerah
di Papua Barat mengalami
kenaikan. Pendapatan APBD
Papua Barat tahun 2019
ditargetkan sebesar Rp24.214
miliar atau naik 16,5 persen dari
tahun sebelumnya. Peningkatan
tersebut disebabkan terjadinya
kenaikan yang cukup signifikan
pada target Pendapatan Transfer
dan Lain-Lain PAD yang Sah.
Sementara itu, pagu belanja APBD
tahun 2019 mencapai Rp26.175
miliar atau naik 15,4 persen.
Peningkatan tersebut dikarenakan
terdapat kenaikan yang cukup
signifikan pada pagu belanja pegawai.
Penyebabnya, pada tahun 2019 perhitungan
pembayaran gaji pokok terdapat kenaikan sebesar
lima persen. Di samping itu, terdapat kenaikan pada
Tunjangan Kinerja Daerah (TKD) pada sebagian
pemerintah daerah.
Adapun total realisasi pendapatan APBD seluruh
pemerintah daerah di Papua Barat sampai dengan
triwulan II 2019 mencapai Rp9.796 miliar atau 40,5
persen dari target. Sementara itu, realisasi belanja
mencapai Rp5.700 miliar atau 21,8 persen dari
target.
D
Tabel 3.1 Pagu dan Realisasi APBD Seluruh Pemda Papua Barat
s.d Triwulan II 2019 dan Triwulan II 2018 (miliar Rupiah)
URAIAN Pagu 2019 Realisasi Pagu 2018 Realisasi
PENDAPATAN 24,214 9,796 20,779 8,207
Pendapatan Asli Daerah (PAD) 1,196 487 977 372
Pajak Daerah 563 337 401 18
Retribusi Daerah 99 18 107 14
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
76 25 91 15
Lain-lain PAD yang Sah 458 107 378 325
Pendapatan Transfer 22,006 9,078 18,960 7,527
Dana Bagi Hasil (DBH) 4,061 1,444 1,776 613
Dana Alokasi Umum (DAU) 8,291 4,954 7,963 4,233
Dana Alokasi Khusus (DAK) 2,481 381 2,241 678
Dana Desa 583 534 605 210
Dana Insentif Daerah (DID) 22 11
Dana Penyesuaian dan Otsus 6,569 1,755 6,375 1,793
Lain-Lain PAD Yang Sah 1,013 231 842 308
Pendapatan Hibah 178 5 133 -
Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan Pemerintah Daerah Lainnya
615 120 521 162
Bantuan Keuangan dari Provinsi atau Pemerintah Daerah Lainnya
45 1 20 -
Bantuan Keuangan Kepada Desa 175 105 168 146
BELANJA 26,175 5,700 22,678 5,774
Belanja Pegawai 7,025 1,978 5,407 1,943
Belanja Bunga 66 14 21 21
Belanja Subsidi 17 8 22 16
Belanja Hibah 1,060 406 963 578
Belanja Bantuan Sosial 406 203 465 216
Belanja Tidak Terduga 37 5 29 4
Belanja Barang dan Jasa 6,003 1,414 5,180 1,041
Belanja Modal 6,272 521 5,960 826
Belanja Bagi Hasil kepada Provinsi / Kabupaten / Kota dan Pemerintah Desa
1,035 104 704 110
Belanja Bantuan Keuangan 4,252 1,046 3,927 1,019
Sumber: Sistem Informasi Keuangan Daerah - SIKD (data diolah)
Page 32
BAB III PERKEMBANGAN DAN ANALISIS APBD
Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat
Triwulan II 2019 12
A. PENDAPATAN DAERAH
Menurut UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 33 Tahun
2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah,
pendapatan daerah adalah semua hak daerah yang
diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih
dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan.
Pendapatan daerah terdiri dari Pendapatan Asli
Daerah (PAD), Pendapatan Transfer dan Lain-Lain
Pendapatan Daerah yang Sah.
A.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD)
PAD merupakan pendapatan yang diperoleh
daerah yang dipungut berdasarkan peraturan
daerah sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. Besaran PAD dalam postur APBD
merupakan indikator kemandirian daerah.
Komponen PAD terdiri dari pajak daerah, retribusi
daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah.
Target PAD seluruh pemerintah daerah Papua
Barat tahun 2019 sebesar Rp1.196 miliar atau naik
22,4 persen dari tahun sebelumnya yang berjumlah
Rp977 miliar. Sampai dengan triwulan II 2019,
realisasi PAD seluruh pemerintah daerah Papua
Barat sebesar Rp487 miliar atau 49,8 persen dari
target. Realisasi masing-masing komponen PAD
yaitu pajak daerah mencapai 59,8 persen, retribusi
daerah mencapai 18,4 persen, hasil pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan mencapai 32,9
persen dan lain-lain PAD yang sah mencapai 23,4
persen.
A.1.1 Pajak Daerah
Sampai dengan triwulan II 2019, total realisasi
penerimaan pajak daerah seluruh pemerintah
daerah Papua Barat sebesar Rp337 miliar.
Pemerintah daerah yang memiliki realisasi
penerimaan pajak daerah terbesar yaitu Provinsi
Papua Barat mencapai Rp266,2 miliar dengan
penyumbang terbesar berasal dari penerimaan
pajak kendaraan bermotor dan pajak bahan bakar
kendaraan bermotor.
A.1.2 Retribusi Daerah
Total realisasi penerimaan retribusi daerah seluruh
pemerintah daerah di Papua Barat sampai dengan
triwulan II tahun 2019 mencapai Rp18 miliar.
977
1,196
372
487
-
300
600
900
1,200
2018 2019
Grafik 3.1Target dan Realisasi PAD Seluruh Pemda Papua Barat s.d
Triwulan II 2019 dan Triwulan II 2018 (miliar Rupiah)
Target Realisasi
Sumber: Sistem Informasi Keuangan Daerah - SIKD (data diolah)
563 99 76 458337 18 25 107
59.8%
18.4%
32.9%
23.4%
0%
20%
40%
60%
0
200
400
600
Pajak Daerah Retribusi Daerah Kekayaan DaerahDipisahkan
Lain-lain PADyang Sah
Grafik 3.2Total Pagu dan Realisasi per Jenis PAD Seluruh Pemda Papua Barat
s.d Triwulan II 2019 (miliar Rupiah, persen)
Pagu Realisasi %
Sumber: Sistem Informasi Keuangan Daerah - SIKD (data diolah)
266.2
21.4 21.1 19.03.0 2.6 1.5 1.1 0.5 0.4 0.2
0
100
200
300
Pro
vin
si
Man
ok
war
i
Kab
So
ron
g
Ko
ta S
oro
ng
Raj
a A
mp
at
Fak
fak
Wo
nd
ama
Ka
iman
a
Bin
tun
i
Soro
ng
Sel
atan
Tam
bra
uw
Grafik 3.3Realisasi Pajak Daerah per Pemda di Papua Barat
s.d Triwulan II 2019 (miliar Rupiah)
Sumber: Sistem Informasi Keuangan Daerah - SIKD (data diolah)
Page 33
BAB III PERKEMBANGAN DAN ANALISIS APBD
Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat Triwulan II 2019
13
Daerah yang memiliki realisasi penerimaan
retribusi daerah terbesar yaitu Kab Teluk
Wondama mencapai Rp3,66 miliar.
A.1.3 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah
yang Dipisahkan
Total Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang
Dipisahkan seluruh pemerintah daerah di Papua
Barat sampai dengan triwulan II tahun 2019
sebesar Rp25 miliar. Pemerintah daerah yang
memiliki realisasi hasil pengelolaan kekayaan
daerah yang dipisahkan terbesar yaitu pemerintah
provinsi mencapai Rp17,1 miliar.
A.1.4 Lain-Lain PAD yang Sah
Sampai dengan triwulan II tahun 2019 total
penerimaan Lain-lain PAD yang Sah seluruh
pemerintah daerah di Papua Barat sebesar Rp107
miliar. Daerah yang memiliki realisasi tertinggi
penerimaan lain-lain PAD yang sah yaitu Provinsi
Papua Barat mencapai Rp29,3 miliar.
A.2 Pendapatan Transfer
Total target pendapatan transfer seluruh
pemerintah daerah Papua Barat tahun 2019
sebesar Rp22,006 miliar atau naik 16,1 persen dari
tahun sebelumnya yang berjumlah Rp18.960 miliar.
Dari seluruh komponen pendapatan transfer, porsi
terbesar yaitu DAU sebesar Rp8.291 miliar atau
37,7 persen dari total pendapatan transfer. Kondisi
tersebut mengindikasikan bahwa di Papua Barat
tingkat ketergantungan pemerintah daerah
terhadap pemerintah pusat sangat tinggi. Keadaan
ini patut diwaspadai mengingat pengalaman
sebagian besar daerah yang memiliki
ketergantungan tinggi pada dana transfer akan
3.66
3.26
2.79
2.27
1.81
1.51
1.27
1.01
0.31
0.26
0.14
0 1 2 3 4
Teluk Wondama
Kota Sorong
Manokwari
Raja Ampat
Fakfak
Kaimana
Kab Sorong
Provinsi
Sorong Selatan
Teluk Bintuni
Mansel
Grafik 3.4Realisasi Retribusi Daerah per Pemda di Papua Barat
s.d Triwulan II 2019 (miliar Rupiah)
Sumber: Sistem Informasi Keuangan Daerah - SIKD (data diolah)
0.000004
0.1
0.9
1.6
2.7
2.7
17.1
0 6 12 18
Peg. Arfak
Kota Sorong
Tambrauw
Teluk Wondama
fakfak
Sorong Selatan
Provinsi
Grafik 3.5Realisasi Hasil Pengelolaan Kekayaan Daearah yang Dipisahkan per Pemda di Papua Barat s.d Triwulan II 2019 (miliar Rupiah)
Sumber: Sistem Informasi Keuangan Daerah - SIKD (data diolah)
0.1
1.4
1.5
1.9
2.9
3.7
4.2
6.3
8.2
9.5
10.2
11.4
16.2
29.3
0 6 12 18 24 30
Teluk Bintuni
Sorong Selatan
Kota Sorong
Tambrauw
manokwari
Maybrat
Teluk Wondama
Raja Ampat
Peg. Arfak
Fakfak
Kab Sorong
Kaimana
Mansel
Provinsi
Grafik 3.6Realisasi Lain-Lain PAD yang Sah per Pemda di Papua Barat
s.d Triwulan II 2019 (miliar Rupiah)
Sumber: Sistem Informasi Keuangan Daerah - SIKD (data diolah)
Bagi Hasil Pajak Bagi Hasil Bukan Pajak 18.5%
Dana Alokasi Umum 37.7%Dana Alokasi
Khusus 11.3%
Dana Desa + DID2.7%
Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus 29.9%
Grafik 3.7Komposisi Komponen Pendapatan Transfer Pemerintah Daerah
di Papua Barat Tahun 2019 (persen)
Sumber: Sistem Informasi Keuangan Daerah - SIKD (data diolah)
Page 34
BAB III PERKEMBANGAN DAN ANALISIS APBD
Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat
Triwulan II 2019 14
lebih memilih status quo terhadap penerimaan dari
pemerintah pusat (Inanga dan Wusu, 2004).
Sampai dengan triwulan II 2019, realisasi
pendapatan transfer seluruh pemerintah daerah
Papua Barat mencapai Rp9.078 miliar. Pemerintah
daerah yang memiliki realisasi terbesar yaitu
Provinsi Papua Barat sebesar Rp2.076,7 miliar.
A.3 Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah
Sampai dengan triwulan II 2019, total realisasi
Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah seluruh
pemerintah daerah di Papua Barat mencapai Rp231
miliar. Pemerintah daerah yang memiliki realisasi
terbesar yaitu Provinsi Papua Barat sebesar
Rp118,4 miliar.
B. BELANJA DAERAH
Total pagu belanja daerah tahun 2019 seluruh
pemerintah daerah di Papua Barat mencapai
Rp26.175 miliar. Berdasarkan jenisnya, belanja
daerah dengan porsi terbesar yaitu belanja barang
dengan kontribusi sebesar 35,6 persen dan belanja
modal sebesar 31,8 persen. Sementara itu, porsi
belanja pegawai mencapai 30,5 persen.
Sampai dengan triwulan II 2019, total realisasi
belanja daerah di Papua Barat relatif masih rendah
yaitu sebesar Rp5.700 miliar atau 21,8 persen dari
total pagu. Untuk realisasi belanja daerah tertinggi
yaitu belanja barang sebesar Rp1.978 miliar dan
belanja pegawai sebesar Rp1.414 miliar. Sementara
itu, belanja modal baru terealisasi sebesar Rp521
miliar.
C. PROGNOSIS REALISASI APBD SAMPAI
DENGAN AKHIR TAHUN 2019
Sampai dengan akhir tahun 2019, diperkirakan
terdapat beberapa faktor utama yang
mempengaruhi pencapaian realisasi pendapatan
dan belanja daerah di Papua Barat, yaitu:
Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) relatif
rendah dari target yang ditetapkan karena
tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap
sumber daya alam (raw material), dimana
pasar komoditi internasional masih dalam
kondisi pemulihan (economic recovery).
Kapasitas SDM relatif kurang memadai
sehingga pelaksanaan anggaran tidak berjalan
optimal.
118.4
16.6 16.2 14.1 12.3 12.0 11.2 10.2 8.7 8.7 8.0 5.8 4.0
0
40
80
120
Pro
vin
si
man
ok
war
i
Kab
So
ron
g
fak
fak
Ko
ta S
oro
ng
Soro
ng
Sela
tan
Kai
man
a
Pe
g. A
rfak
May
bra
t
Tel
uk
Wo
nd
ama
Man
sel
Raj
a A
mp
at
Tam
bra
uw
Grafik 3.8Target dan Realisasi Hasil Pengelolaan Kekayaan Daearah
yang Dipisahkan per Pemda di Papua Barats.d Triwulan II 2019 (miliar Rupiah)
Sumber: Sistem Informasi Keuangan Daerah - SIKD (data diolah)
7,025
6,003 6,272
406
1,978 1,414
521 203
28%
24%
8%
50%
0%
20%
40%
60%
-
2,000
4,000
6,000
8,000
Belanja Barang BelanjaPegawai
Belanja Modal Belanja Bansos
Grafik 3.10Pagu dan Realisasi per Jenis Belanja Seluruh Pemda di Papua
Barat s.d Triwulan II 2019 (miliar Rupiah, persen)
Pagu Realisasi %
Sumber: Sistem Informasi Keuangan Daerah - SIKD (data diolah)
Belanja Barang35.6%
Belanja Pegawai30.5%
Belanja Modal31.8%
Belanja Bansos2.1%
Grafik 3.9Komposisi Belanja Pemerintah Daerah di Papua Barat
Tahun 2019 (persen)
Sumber: Sistem Informasi Keuangan Daerah - SIKD (data diolah)
Page 35
BAB III PERKEMBANGAN DAN ANALISIS APBD
Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat Triwulan II 2019
15
Keterlambatan penetapan SK penunjukan/
penggantian pejabat perbendaharaan.
Keterbatasan jumlah SDM yang berminat
menjadi panitia pengadaan barang dan jasa
karena takut berurusan dengan pihak berwajib.
Keterbatasan pejabat pengadaan yang
bersertifikat.
Sering terjadi mutasi / pergantian pejabat
terkait dengan pengelolaan keuangan di SKPD.
Keterlambatan usulan pengadaan dari SKPD ke
ULP (Unit Layanan Pengadaan).
Berdasarkan trend realisasi APBD Papua Barat
pada dua tahun terakhir (2017 - 2018) dan faktor-
faktor yang mempengaruhi realisasi pendapatan
dan belanja daerah di atas, maka diperkirakan
realisasi APBD sampai dengan akhir 2019 sebagai
berikut:
Berdasarkan tabel 3.2, terlihat bahwa dengan
melihat tren realisasi pendapatan pada tahun 2017
dan 2018 yang berkisar antara 100 – 105 persen,
maka perkiraan realisasi pendapatan daerah
seluruh pemerintah daerah di Papua Barat sampai
dengan akhir tahun 2019 mencapai Rp25.425
miliar atau 105 persen. Sementara itu, dengan
melihat tren realisasi belanja tahun 2017 dan 2018
yang berkisar antara 85 - 90 persen, maka
perkiraan realisasi belanja daerah sampai akhir
tahun 2019 mencapai Rp23.558 miliar atau 90
persen. Sehingga pada akhir tahun 2019, realisasi
APBD lingkup Provinsi Papua Barat diperkirakan
terjadi surplus anggaran sebesar Rp1.867 miliar.
Tabel 3.2 Prognosis Realisasi APBD Seluruh Pemerintah Daerah Papua Barat
s.d Triwulan IV Tahun 2019
Uraian Pagu
Realisasi s.d. Tr II 2019
Perkiraan Realisasi s.d. Tr IV 2019
Rp (miliar)
% Rp
(miliar) %
Pendapatan Daerah 24.214 9.796 40,5 25.425 105
Belanja Daerah 26.175 5.700 21,8 23.558 90
Surplus / Defisit 4.096 1.867
Sumber: Sistem Informasi Keuangan Daerah - SIKD (data diolah)
Page 36
Halaman ini sengaja dikosongkan
Page 39
BAB IV PERKEMBANGAN DAN ANALISIS ANGGARAN KONSOLIDASIAN
Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat
Triwulan II 2019 16
A. LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH
KONSOLIDASIAN
Laporan Keuangan Pemerintah Konsolidasian
(LKPK) adalah laporan yang disusun berdasarkan
konsolidasi Laporan Keuangan Pemerintah Pusat
dengan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
dalam periode waktu tertentu.
Target pendapatan konsolidasian Papua Barat pada
tahun 2019 sebesar Rp26.902 miliar. Adapun pagu
belanja konsolidasian mencapai Rp54.269 miliar.
Sehingga pada tahun ini defisit konsolidasian
ditetapkan sebesar -Rp27.367 miliar. Sampai
dengan triwulan II 2019, realisasi penerimaan
pendapatan konsolidasian di Papua Barat sebesar
Rp10.847 miliar. Sementara itu, realisasi belanja
konsolidasian mencapai Rp17.560 miliar. Sehingga
pada periode ini terjadi defisit sebesar –Rp6.713
miliar.
B. PENDAPATAN KONSOLIDASIAN
Pendapatan pemerintahan umum (General
Government Revenue) atau pendapatan
konsolidasian tingkat wilayah adalah konsolidasian
antara seluruh pendapatan pemerintah pusat dan
pemerintah daerah suatu wilayah dalam satu
periode pelaporan yang sama, dan telah dilakukan
eliminasi atas akun-akun resiprokal (berelasi).
B.1 Analisis Proporsi dan Perbandingan
Pendapatan konsolidasian Papua Barat terdiri dari
pendapatan perpajakan, pendapatan bukan pajak
dan pendapatan transfer. Proporsi pendapatan
konsolidasian terbesar tahun 2019 yaitu
pendapatan transfer konsolidasian mencapai 81,8
persen. Sementara itu pendapatan perpajakan
konsolidasian dan pendapatan bukan pajak
konsolidasian masing-masing sebesar 11,25 persen
dan 6,9 persen.
Adapun target pendapatan perpajakan
konsolidasian Papua Barat tahun 2019 sebesar
Rp3.029 miliar terdiri dari pendapatan perpajakan
pusat sebesar Rp2.466 miliar dan pendapatan
perpajakan daerah sebesar Rp563 miliar. Target
tersebut turun bila dibandingkan tahun
sebelumnya didasarkan pada asumsi bahwa kondisi
perekonomian pada tahun ini masih dalam tahap
pemulihan (economic recovery). Selain itu,
tantangan dan dinamika
yang cukup berat mengingat
volatilitas harga komoditas
internasional seperti
minyak dan gas bumi turut
mempengaruhi target
penerimaan pajak Papua
Barat.
Sampai dengan triwulan II
2019, realisasi pendapatan
konsolidasian sebesar
Rp10.847 miliar atau 40,3
persen dari target. Realisasi
tersebut terdiri dari
pendapatan pemerintah
pusat sebesar Rp1.051 miliar dan pendapatan
pemerintah daerah sebesar Rp9.796 miliar.
B.2 Analisis Perubahan
Bila dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya, sampai dengan triwulan II 2019
terjadi (growth) pertumbuhan realisasi pendapatan
konsolidasian sebesar 18,2 persen dari Rp9.177
miliar menjadi Rp10.847 miliar disebabkan terjadi
kenaikan yang cukup signifikan pada pendapatan
PPN Dalam Negeri dan pajak penghasilan.
Tabel 4.1 Pagu dan Realisasi Pendapatan dan Belanja Konsolidasian Papua Barat s.d Triwulan II 2019 (miliar Rupiah)
Uraian
Pagu 2019 Realisasi Triw II 2019
Pusat Daerah Konsolidasi Pusat Daerah Konsolidasi
Pendapatan 2.688 24.214 26.902 1.051 9.796 10.847
Perpajakan 2.466 563 3.029 903 337 1.240
Pendapatan Bukan Pajak 222 1.645 1.867 148 381 529
Transfer - 22.006 22.006 - 9.078 9.078
Belanja 28.094 26.175 54.269 11.860 5.700 17.560
Belanja Pemerintah 7.282 20.888 28.170 2.622 4.550 7.172
Transfer 20.812 5.287 26.099 9.238 1.150 10.388
Surplus / Defisit -25.406 -1.961 -27.367 -10.809 4.096 -6.713
Sumber: OM-SPAN, SIKD, KPP Manokwari dan KPP Sorong (data diolah)
Sdfsdf
Uraian
2018 2019
Target 1 Thn (Miliar Rp)
Real Triw I (Miliar Rp)
% Target 1 Thn (Miliar Rp)
Real Triw I (Miliar Rp)
%
Pemda 438 61 13,93 449 213 47,57
Pusat 2.854 267 9,36 2.582 389 15,06
Konsolidasian 3.292 328 9,96 3.031 602 19,88
Page 40
BAB IV PERKEMBANGAN DAN ANALISIS ANGGARAN KONSOLIDASIAN
Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat Triwulan II 2019
17
Sementara itu, terjadi kenaikan realisasi
pendapatan bukan pajak konsolidasian sebesar 7,1
persen dari Rp494 miliar menjadi Rp529 miliar
disebabkan terjadi peningkatan pada realisasi
pendapatan jasa pelayanan kebandarudaraan dan
jasa pelayanan kepelabuhanan.
B.3 Analisis Kontribusi Pendapatan
Pemerintah Terhadap Perekonomian
Daerah
Pada periode triwulan II tahun 2019, PDRB Papua
Barat sebesar Rp20,4 triliun dengan pertumbuhan
ekonomi sebesar -0,50 persen (yoy). Sementara itu
pada periode yang sama, terjadi pertumbuhan
realisasi pendapatan konsolidasian sebesar 18,2
persen. Berdasarkan perbedaan antara angka
pertumbuhan ekonomi dan kenaikan pendapatan
yaitu sebesar 18,7 persen [ 18,2 – (–0,50) ]. Hal ini
mengindikasikan bahwa pada triwulan II 2019
penerimaan pendapatan telah dioptimalkan
sebagai akibat dari pertumbuhan ekonomi yang
kontraksi.
C. BELANJA KONSOLIDASIAN
Belanja Pemerintahan Umum (General Government
Spending) atau Belanja Konsolidasian Tingkat
Wilayah adalah konsolidasian antara seluruh
belanja Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah
suatu wilayah dalam satu periode pelaporan yang
sama, dan telah dilakukan eliminasi atas akun-akun
resiprokal (berelasi).
C.1 Analisis Proporsi dan Perbandingan
Belanja konsolidasian Papua Barat terdiri dari
belanja pemerintah dan transfer konsolidasian.
Proporsi belanja konsolidasian terbesar tahun
2019 yaitu belanja pemerintah mencapai 51,9
persen. Sementara itu proporsi belanja transfer
mencapai 48,1 persen.
Sampai dengan triwulan II 2019, realisasi belanja
konsolidasian Papua Barat sebesar Rp17.560
miliar atau 32,4 persen dari pagu. Dari nilai
tersebut, realisasi belanja pemerintah dan transfer
masing-masing mencapai Rp7.172 miliar (25,5
persen) dan Rp10.388 (39,6 persen).
Jika dilihat per jenis belanja, sampai dengan
triwulan II 2019, realisasi belanja konsolidasian
tertinggi yaitu belanja bantuan sosial dan belanja
lain-lain masing-masing mencapai 49,4 persen dan
36,4 persen. Sementara itu realisasi belanja modal
konsolidasian terlihat belum optimal yang baru
mencapai 12,4 persen, sehingga diperlukan
akselerasi untuk merealisasikan belanja tersebut
sampai dengan berakhirnya tahun anggaran.
Adapun belanja pegawai dan belanja barang
masing-masing sebesar 32,4 persen dan 29,6
persen.
C.2 Analisis Perubahan
Pagu belanja konsolidasian tahun 2019 naik 15,8
persen dibandingkan pagu tahun sebelumnya,
yaitu dari Rp46.848 miliar menjadi Rp54.269
miliar. Pagu yang naik tersebut disebabkan oleh
peningkatan kebutuhan anggaran di daerah yang
digunakan untuk membiayai program dan
kegiatan Satuan Kerja (Satker) Kementerian
Negara/Lembaga dan belanja Organisasi
Perangkat Daerah (OPD) melalui Transfer ke
Daerah dan Dana Desa (TKDD).
C.3 Analisis Kontribusi Belanja Pemerintah
Terhadap Perekonomian Daerah
Kontribusi pemerintah terhadap perekonomian
daerah dapat dijelaskan melalui Teori
Perpotongan Keynesian (Keynesian Cross Theory).
Menurut teori tersebut, salah satu variabel yang
8,682 8,668 9,203
419 1,197
2,815 2,570
1,145 207 436
32.4%29.6%
12.4%
49.4%
36.4%
0%
20%
40%
60%
-
2,500
5,000
7,500
10,000
BelanjaPegawai
BelanjaBarang
BelanjaModal
BelanjaBansos
BelanjaLain-Lain
Grafik 4.1Realisasi Belanja Konsolidasian Papua Barat per Jenis
s.d Triwulan II 2019 (miliar Rupiah, persen)
pagu realisasi %
Sumber: OM-SPAN dan SIKD (data diolah)
Page 41
BAB IV PERKEMBANGAN DAN ANALISIS ANGGARAN KONSOLIDASIAN
Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat
Triwulan II 2019 18
berpengaruh terhadap pencapaian output (Y)
yaitu belanja pemerintah (government spending).
Kenaikan belanja pemerintah akan mendorong
output menjadi lebih besar dimana ekuilibrium
bergerak dari titik A ke titik B dan output
meningkat dari Y1 ke Y2 (Mankiw, 2013).
Gambar 4.1
Pengaruh Kenaikan Belanja Pemerintah terhadap Output Menurut Perpotongan Keynesian
(Sumber: Mankiw, 2013)
Nilai output dihitung dengan menjumlahkan
pengeluaran aggregat yaitu pengeluaran
konsumen, pengeluaran investasi, pembelian
pemerintah untuk barang dan jasa, serta ekspor
dikurangi impor (net export) yang ditunjukan
dengan persamaan sebagai berikut:
Y = C + I + G + (X – M)
Nilai output suatu daerah diwujudkan dalam
bentuk PDRB. Kontribusi pemerintah terhadap
PDRB dilihat dari sisi belanja, dihitung dengan cara
membandingkan nilai belanja pemerintah
terhadap PDRB. Sedangkan jika dilihat dari sisi
investasi, kontribusi pemerintah terhadap PDRB
dihitung dengan cara membandingkan nilai
belanja modal terhadap PDRB. Hal ini sebagaimana
terlihat pada tabel 4.2.
Sampai dengan triwulan II 2019, kontribusi
belanja pemerintah konsolidasian terhadap PDRB
Papua Barat sebesar Rp7.172 miliar / Rp20.402
miliar = 35,15 persen. Adapun kontribusi investasi
pemerintah terhadap PDRB sebesar Rp1.145
miliar / Rp20.402 miliar = 5,61 persen. Kondisi
tersebut menunjukan bahwa kontribusi belanja
pemerintah, baik pemerintah pusat dan daerah
cukup signifikan terhadap perekonomian Papua
Barat.
Tabel 4.2 Kontribusi Belanja Pemerintah Terhadap Perekonomian
Papua Barat s.d Triwulan II 2019
Uraian Realisasi
Belanja Pemerintah (miliar Rupiah)
7.172
Belanja Modal (miliar Rupiah)
1.145
PDRB (miliar Rupiah)
20.402
Kontribusi Pengeluaran Pemerintah terhadap PDRB (persen)
35,15
Kontribusi Belanja Modal terhadap PDRB (persen) 5,61
Sumber: OM-SPAN, SIKD, BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
450
A
B
∆G
E2 = Y2
E1 = Y1
Pengeluaran Aktual
Output, Y
∆Y
Pengeluaran yang Direncanakan
Pengeluaran, E
Y2 Y ∆Y
Page 42
Halaman ini sengaja dikosongkan
Page 45
BAB V ISU / BERITA REGIONAL TERPILIH
Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat Triwulan II 2019
19
A. PENGEMBANGAN KAWASAN EKONOMI
KHUSUS (KEK)
Dalam rangka mempercepat pembangunan
ekonomi nasional, diperlukan peningkatan
investasi melalui penyiapan kawasan yang memiliki
keunggulan geoekonomi dan geostrategis. Kawasan
tersebut diwujudkan dalam bentuk Kawasan
Ekonomi Khusus (KEK) yang memiliki batas
tertentu, yang ditetapkan untuk menyelenggarakan
fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas
tertentu.
Sesuai UU Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan
Ekonomi Khusus, KEK dipersiapkan untuk
meningkatkan kegiatan industri, ekspor, impor, dan
kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi
tinggi. Pengembangan KEK bertujuan untuk
mempercepat pembangunan daerah dan sebagai
model pengembangan kawasan terkait sektor
industri, pariwisata, perdagangan, jasa,
pertambangan dan energi, transportasi, maritim
dan perikanan, pos dan telekomunikasi, dan sektor
lainnya, yang dibagi dalam beberapa zona terkait.
Untuk mengakselerasi pembangunan Papua Barat
dan menunjang percepatan dan perluasan
pembangunan nasional, berdasarkan PP Nomor 31
Tahun 2016 tentang Kawasan Ekonomi Khusus
Sorong, ditetapkan pembentukan KEK Sorong.
Kawasan tersebut memiliki keunggulan
geoekonomi dan geostrategis. Keunggulan
geoekonomi yang dimiliki KEK Sorong yaitu terletak
di Selat Sele yang mempunyai potensi di sektor
perikanan dan perhubungan laut. Lokasi tersebut
juga sangat strategis untuk pengembangan industri
logistik, industri pengolahan ekspor, industri
berbasis pariwisata bahari, pertanian serta
pertambangan. Adapun keunggulan geostrategis
KEK Sorong yaitu berada pada jalur lintas
perdagangan internasional Asia Pasifik dan
Australia
Menurut Dinas Penanaman Modal Provinsi Papua
Barat KEK Sorong meliputi Kab. Sorong, Kota
Sorong dan kota baru Aimas dengan luas kawasan
mencapai 6.000 Ha di Arar Distrik Mayamuk dan
3.000 Ha di Seget Distrik Salawati. KEK Sorong
terdiri dari 4 (empat) tahapan pengembangan yaitu:
1. Zona I merupakan Kawasan Pelabuhan Arar;
2. Zona II merupakan Kawasan Pariwisata
Mariat;
3. Zona III merupakan Kawasan Industri
Perikanan; dan
4. Zona IV merupakan Kawasan Industri Maritim
berupa galangan kapal.
Dalam rangka menunjang kegiatan KEK Sorong,
pemerintah daerah telah mempersiapkan rencana
dan fasilitas sarana prasarana pendukung
diantaranya:
a. Kesiapaan Infrastruktur
1. Pelabuhan Peti Kemas Sorong (35 Km);
2. Pelabuhan Umum Sorong (33 Km);
3. Pelabuhan Roro Arar;
4. Pelabuhan Arar;
Gambar 5.1 Master Plan KEK Sorong
Page 46
BAB V ISU / BERITA REGIONAL TERPILIH
Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat
Triwulan II 2019 20
5. Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Katapop
(25 Km);
6. Bandar Udara Sorong Dominique Edward
Osok (30 Km);
7. Rencana Bandar Udara Internasional Segun
(35 Km);
8. Sumber air baku permukaan dari Sungai
Warsamson.
b. Kesiapan Lahan
1. KEK Sorong telah masuk dalam Perda
RTRW Kab Sorong Tahun 2011 – 2031;
2. Status HPL Pemda Sorong seluas 198,5 Ha,
tanah dalam proses sertifikasi Pemda
seluas 100 Ha, lahan ulayat seluas 225, 5 Ha
dipersiapkan untuk dibebaskan oleh
pemerintah daerah.
c. Kesiapan Investor
Terdapat beberapa perusahaan existing yang
telah beroperasi di wilayah lokasi KEK
diantaranya Semen Gresik (packaging semen),
Bumi Sarana Utama (aspal curah), Henrison
Iriana (plywood/kayu lapis) dan Petrochina
International Bermuda (gas alam).
B. PERANAN PEMBIAYAAN ULTRA MIKRO
(UMI) TERHADAP UMKM
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki
peranan yang penting dalam perekonomian.
Perannya menjadi vital karena mampu bertahan
dari guncangan ekonomi (Wengel and Rodriguez,
2006, dan Funabashi, 2013). Ditambah lagi, UMKM
lebih mampu bertahan dari krisis dibandingkan
perusahaan besar dan merespon lebih cepat/
fleksibel terhadap perubahan yang terjadi di luar
(Berry et al., 2001).
Berry et al. (2002) mengemukakan bahwa UMKM
dapat menciptakan lapangan pekerjaan baru
sehingga mampu mengurangi tingkat
pengangguran. Data Kementerian Koperasi dan
UKM pada tahun 2013 menunjukan bahwa jumlah
UMKM di Indonesia sebanyak 57,8 juta. Dari jumlah
tersebut, UMKM mampu menyerap 110,2 juta
tenaga kerja dan memberikan kontribusi terhadap
PDB sebesar Rp 4.202,9 trilyun atau setara 46,62%
dari total PDB.
Di samping kelebihan yang dimilikinya, UMKM
memiliki keterbatasan dalam hal sumber daya
keuangan, membayar suku bunga yang lebih tinggi,
dan kelemahan lainnya (Bourletidis and
Triantafyllopoulos, 2014). Oleh karena itu,
Chittithaworn, et al. (2011) menyarankan adanya
bantuan berupa pembiayaan bagi UMKM. Khan
(2015) menambahkan pentingnya peran lembaga
keuangan bagi pertumbuhan usaha UMKM.
Di Indonesia, permasalahan utama yang dihadapi
UMKM yaitu sulitnya mendapat akses pembiayaan
dari perbankan. Sehingga dari sisi ini, pemerintah
hadir untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Diantara program yang saat ini dijalankankan
pemerintah untuk membantu UMKM yaitu program
KUR. Program ini merupakan pembiayaan kredit
yang berasal dari lembaga perbankan dimana
pemerintah membantu melalui pemberian subsidi
bunga. Pemerintah menanggung selisih antara
tingkat bunga yang diterima perbankan dan bunga
yang dibebankan kepada penerima KUR.
Pemerintah menyadari bahwa implementasi
penyaluran KUR sampai dengan saat ini belum
mampu mencapai target yang diharapkan karena
banyaknya calon nasabah potensial KUR yang tidak
memenuhi studi kelayakan perbankan
(unbankable). Oleh karena itu, pemerintah telah
menggagas skema baru penyaluran kredit kepada
UMKM yang disebut program Pembiayaan Ultra
Mikro (Ultra Micro Finance – UMi) dengan
karakteristik nasabah unbankable tetapi memiliki
kelayakan usaha, diantara indikatornya yaitu
tingkat keuntungan (profitability) dan
kesinambungan usaha (sustainability). Pembiyaan
UMi merupakan penyediaan dana yang bersumber
dari Pemerintah atau bersama dengan Pemerintah
Daerah atau pihak lain untuk memberikan fasilitas
pembiayaan kepada UMKM.
Berbeda dengan KUR, yang agen penyalurnya
adalah perbankan, untuk UMi sebagai agen
penyalurnya adalah Lembaga Keuangan Bukan
Bank (LKBB), seperti PT Pegadaian, PT Permodalan
Page 47
BAB V ISU / BERITA REGIONAL TERPILIH
Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat Triwulan II 2019
21
Nasional Madani (PNM), dan PT Bahana Artha
Ventura (BAV). Prinsip dasar dari pembiayaan UMi
diantaranya (1) Pemberdayaan dan penajaman
(empowerment and enhacement) lembaga penyalur
yang sudah ada, (2) pendampingan kepada nasabah
(end user) dan (3) fokus pada produk pembiayaan
yang telah berhasil sehingga tidak menguji coba
atau membuat produk pembiayaan baru. Dalam
rangka pelaksanaan UMi, pemerintah daerah dapat
memberikan kontribusi dalam melakukan sharing
pendanaan untuk percepatan pembangunan di
daerah pada umumnya dan secara khusus
meningkatkan kesempatan usaha bagi UMKM.
Sebagai komplemen dari program KUR, penyaluran
UMi di Papua Barat bisa dikatakan belum maksimal.
Hal ini tercermin dari jumlah penyaluran UMi
sampai dengan triwulan II 2019 hanya mencapai
Rp928,9 juta dengan jumlah debitur sebanyak 315
orang. Ke depannya perlu akselerasi program
pembiayaan UMi di Papua Barat yang melibatkan
banyak pihak terutama peran dari penyalur dan
pemerintah daerah.
Untuk wilayah Papua Barat, terdapat 3 (tiga)
lembaga penyalur pembiayaan UMi yaitu PT
Permodalan Nasional Madani (PT PNM), PT
Pegadaian dan Koperasi Jasa Keuangan Syariah
(KJKS) BMT Nuansa Umat. Sampai dengan triwulan
II 2019, penyaluran pembiayaan UMi terbesar
dilakukan oleh PT PNM mencapai Rp544 juta
dengan jumlah debitur 272 debitur. Adapun PT
Pegadaian menyalurkan pembiayaan UMi sebesar
Rp380,9 juta dengan nasabah mencapai 42 debitur.
Sementara itu KJKS BMT Nuansa Umat
menyalurkan sebesar Rp4 juta dengan debitur
hanya 1 (satu) orang nasabah.
Jika dilihat per daerah, sampai dengan triwulan II
2019 dari 13 kabupaten/kota di Provinsi Papua
Barat, pembiayaan UMi hanya disalurkan pada 5
(lima) daerah yaitu Kab. Sorong, kab. Manokwari,
Kab. Fakfak, Kab. Kaimana dan Kab Teluk Bintuni.
Penyaluran pembiayaan UMi tertinggi yaitu Kab
Sorong sebesar Rp750,9 juta dengan nasabah
mencapai 296 debitur. Adapun penyaluran
terendah yaitu Kab. Teluk Bintuni sebesar Rp8 juta
untuk 1 (satu) orang debitur.
C. KONTRIBUSI DANA DESA BAGI
PEMBANGUNAN DAERAH
Sejak diberlakukannya Undang-Undang (UU)
Nomor 22 Tahun 1999 (sebagaimana diubah
menjadi UU Nomor 32 Tahun 2004) tentang
Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 25 Tahun
1999 (sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 33
Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, terjadi
perubahan mendasar dalam sistem pemerintahan
daerah di Indonesia dengan titik berat
pembangunan daerah berada pada tingkat
kabupaten/ kota. Salah satu perubahan yang terjadi
adalah diimplementasikannya desentralisasi fiskal
yang lebih luas bagi daerah. Arah dari kebijakan
desentralisasi diharapkan dapat menghindari
inefisiensi dari perekonomian (Prud’homme, 1995).
Tabel 5.1 Penyaluran Pembiayaan Ultra Mikro (UMi) Papua Barat
per Lembaga Penyalur s.d. Triwulan II 2019
Lembaga Penyalur Jumlah Debitur
Jumlah Penyaluran (Rp)
PT Permodalan Nasional Madani (PT PNM)
272 544,000,000
PT Pegadaian 42 380,900,000
Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) BMT Nuansa Umat
1 4,000,000
Jumlah 315 928,900,000
Sumber: SIKP UMi (data diolah)
KabSorong
KabManokw
ari
KabFakfak
KabKaimana
KabTeluk
Bintuni
Jumlah Nasabah 296 4 12 2 1
Penyaluran (Rp) 750,900,00038,500,000117,500,00014,000,000 8,000,000
0
100
200
300
0
200,000,000
400,000,000
600,000,000
800,000,000
Grafik 5.1Penyaluran Pembiayaan Ultra Mikro (UMi) Papua Barat
per daerah s.d. Triwulan II 2019 (jiwa, Rupiah)
Sumber: SIKP UMi (data diolah)
Page 48
BAB V ISU / BERITA REGIONAL TERPILIH
Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat
Triwulan II 2019 22
Desentralisasi fiskal menurut Davey (2003)
merupakan pembagian kewenangan belanja dan
pendapatan antar tingkat pemerintahan. Dari sisi
belanja, kewenangan desentralisasi didasarkan
kepada prinsip agar pengalokasian sumber daya
menjadi lebih efisien dan efektif. Hal ini
diasumsikan bahwa daerah lebih mengerti
kebutuhan masyarakat sehingga pengalokasian
sumber daya menjadi lebih responsif dalam
menjawab kebutuhan masyarakat. Adapun jika
dilihat dari sisi pendapatan, diberikannya
kewenangan desentralisasi kepada daerah
dimaksudkan agar partisipasi masyarakat untuk
mendanai pelayanan publik menjadi lebih tinggi
karena dapat merasakan langsung manfaat yang
dirasakan.
Sebagai bentuk penguatan desentralisasi fiskal,
dana yang diberikan kepada Provinsi Papua Barat
dalam bentuk TKDD semakin meningkat tiap tahun.
Pada tahun 2015 total TKDD seluruh pemerintah
daerah di Provinsi Barat sebesar Rp15,6 triliun.
Kemudian pada tahun 2019 nilainya mengalami
kenaikan menjadi sebesar Rp20,8 triliun atau naik
sebesar 33,3 persen.
Salah satu jenis dana transfer yang dialokasikan
kepada daerah dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi yaitu dana desa. Dana desa
merupakan dana dari pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah yang diperuntukkan bagi desa
untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan,
pelaksanaan pembangunan, dan pemberdayaan
masyarakat desa. Seperti halnya dengan DAK,
secara konseptual dana desa bersifat conditional
grant, artinya penggunaan dana desa dibatasi oleh
persyaratan tertentu. Penggunaan dana desa
dilakukan sesuai prioritas penggunaan yang
ditetapkan oleh Menteri Desa PDTT dan pedoman
teknis yang ditetapkan oleh bupati.
Jumlah dana desa yang diterima seluruh
pemerintah daerah di Papua Barat mengalami
peningkatan setiap tahun. Pada tahun 2015 dana
desa yang disalurkan sebesar Rp0,45 triliun.
Kemudian pada tahun 2019 nilainya mengalami
peningkatan lebih dari tiga kali lipat menjadi
sebesar Rp1,52 triliun atau naik 236,9 persen.
Pada tahun 2019, penyaluran dana desa di Papua
Barat dilaksanakan dalam tiga tahap, yaitu tahap
pertama sebesar 20 persen atau Rp303,4 miliar,
tahap kedua sebesar 40 persen atau Rp606,8 miliar
dan tahap ketiga sebesar sebesar 40 persen atau
Rp606,8 miliar. Dana tersebut dialokasikan untuk
1.742 desa pada 12 pemerintah daerah dimana
pada tahap I dan II telah disalurkan seluruhnya oleh
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN)
ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD). Sampai
dengan triwulan II 2019 total penyaluran dana desa
di Papua Barat sebesar Rp910,15 miliar atau 60
persen dari total alokasi pagu.
Sampai dengan triwulan II 2019 dana yang telah
disalurkan pemerintah daerah ke Rekening Kas
Desa (RKD) telah digunakan oleh desa baru
mencapai Rp15,8 miliar. Penggunaan dana desa
terbesar sesuai dengan prioritas nasional yakni
untuk bidang pembangunan sebesar Rp12,11 miliar
dan bidang pemberdayaan masyarakat sebesar
15.6
19.0
16.7 16.9
20.8
0
7
14
21
2015 2016 2017 2018 2019
Grafik 5.2Perkembangan TKDD Papua Barat Tahun 2015 - 2019
(triliun Rupiah)
Sumber: Sistem Informasi Keuangan Daerah - SIKD (data diolah)
0.45
1.07
1.36 1.38
1.52
0
0.4
0.8
1.2
1.6
2015 2016 2017 2018 2019
Grafik 5.3Perkembangan Dana Desa Papua Barat Tahun 2015 -
2019 (triliun Rupiah)
Sumber: Sistem Informasi Keuangan Daerah - SIKD (data diolah)
Page 49
BAB V ISU / BERITA REGIONAL TERPILIH
Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat Triwulan II 2019
23
Rp2,85 miliar. Pada bidang pembangunan,
penggunaan dana desa terbesar dialokasikan untuk
dukungan pelaksanaan program pembangunan/
rehab Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) keluarga
miskin sebanyak 155 unit dengan pendanaan
sebesar Rp6,39 miliar. Adapun pada bidang
pemberdayaan masyarakat, penggunaan dana desa
tertinggi diperuntukkan bagi pengembangan sarana
prasarana Usaha Mikro Kecil dan Menengah serta
koperasi sebanyak 57 paket dengan pendanaan
sebesar Rp2,44 miliar. Sementara itu penggunaan
dana desa pada bidang pembinaan kemasyarakatan
sebesar Rp454,47 juta dengan output paling besar
dialokasikan untuk pembangunan / rehabilitasi /
peningkatan sarana dan prasarana kepemudaan
dan olah raga milik desa sebanyak empat unit
dengan pendanaan sebesar Rp199,9 juta. Adapun
bidang penyelenggaraan pemerintahan desa baru
terealisasi sebesar Rp389,20 juta dengan output
paling besar dialokasikan untuk penyediaan
operasional pemerintah desa seperti ATK,
honorarium, pakaian dinas/atribut, listrik/telepon
dan perlengkapan perkantoran sebanyak 9
(sembilan) paket dengan pendanaan sebesar
Rp217,2 juta. Selain itu digunakan untuk
penyediaan sarana (aset tetap) perkantoran /
pemerintahan sebanyak 3 (tiga) unit dengan
pendanaan Rp62,86 juta.
Tabel 5.2 Rincian Penggunaan Dana Desa di Papua Barat s.d Triwulan II 2019
No Nama Bidang dan Uraian Output Realisasi
Penggunaan Volume Output
Capaian Output
1 Bidang Pembangunan 12,11 miliar
- Dukungan Pelaksanaan Program Pembangunan / Rehab Rumah Tidak Layak
Huni (RTLH) GAKIN (pemetaan validasi dll) 6,39 miliar 155 unit 19,00%
- Pembangunan/Rehabilitasi/Peningkatan Sarana dan Prasarana Energi
Alternatif Tingkat Desa 935,71 juta 20.501 watt 80,00%
- Pembangunan/Rehabilitasi/Peningkatan Sumber Air Bersih Milik Desa (Mata
Air/Tandon Penampungan Air Hujan/Sumur Bor dll) 636,81 juta 50 unit 61,00%
- Dukungan Pendidikan bagi Siswa Miskin/Berprestasi 607,92 juta 488 orang 73,00%
- Uraian output lainnya 3,54 miliar
2 Bidang Pemberdayaan Masyarakat 2,85 miliar
- Pengembangan Sarana Prasarana Usaha Mikro Kecil dan Menengah serta
Koperasi 2,44 miliar 57 paket 51,00%
- Pengadaan Teknologi Tepat Guna untuk Pengembangan Ekonomi Pedesaan
Non-Pertanian 130,00 juta 4 unit 50,00%
- Peningkatan kapasitas perangkat Desa 102,30 juta 16 orang 76,00%
- Uraian output lainnya 177,05 juta
3 Bidang Pembinaan Kemasyarakatan 454,47 juta
- Pembangunan/Rehabilitasi/Peningkatan Sarana dan Prasarana Kepemudaan
dan Olah Raga Milik Desa 199,96 juta 4 unit 64,00%
- Pembangunan/Rehabilitasi/Peningkatan Sarana dan Prasarana
Kebudayaan/Rumah Adat/Keagamaan Milik Desa 54,01 juta 1 unit 54,00%
- Uraian output lainnya 200,47 juta
4 Bidang Penyelenggaraan Pemerintahan Desa 389,20 juta
- Penyediaan Operasional Pemerintah Desa (ATK, Honorarium PKPKD dan
PPKD, perlengkapan perkantoran, pakaian dinas/atribut, listrik/telpon dll) 217,21 juta 9 paket 41,00%
- Penyediaan sarana (aset tetap) perkantoran/pemerintahan 62,86 juta 3 unit 35,00%
- Uraian output lainnya 109,05 juta
Jumlah 15,80 miliar
Sumber: OM SPAN (data diolah)
Page 50
Halaman ini sengaja dikosongkan
Page 51
DAFTAR PUSTAKA
Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat
Triwulan II 2019 24
Berry, A., Rodriguez, E., and Sandee, H. (2001). Small and Medium Enterprise Dynamics In Indonesia. Bulletin of Indonesian Economic Studies, Volume 3, Issue 3, 2001 . pp. 363-84.
Berry, A., Rodriguez, E., and Sandee, H. (2002).
Firm and Group Dynamics in the Small and Medium Enterprise Sector in Indonesia. Small Business Economics, 18. Pp. 141-61.
Blanchard, Oliver. (2006). Macroeconomics–
forth edition. New Jersey: Prentice Hall. Bourletidis, K., & Triantafyllopoulos, Y. (2014).
SMEs Survival in Time of Crisis: Strategies, Tactics and Commercial Success Stories. Procedia - Social and Behavioral Sciences, Vol. 148, pp. 639-644.
Chittithaworn, C., Islam, A., Keawchana, T. &
Yusuf, D. H. (2011). Factors Affecting Business Success of Small & Medium Enterprises (SMEs) in Thailand. Asian Social Science, Vol. 7 No. 5, pp. 180-190.
Davey, K. 2003. Fiscal Decentralization (dikutip
secara online pada 2 Agustus 2019 dari: http://unpan1.un.org/intradoc/groups/public/documents/UNTC/UNPAN017650.pdf
Funabashi, G. (2013). Small and Medium
Enterprises under the Global Economic Crisis: Evidence from Indonesia. Asian Institute of Management Working Paper 14-012.
Inanga, E. L. & Wusu, D. (2004). Financial
Resource Base of Sub-national Governments and Fiscal Decentralization in Ghana. African Development Review. 16 (1): 72.
Khan, S. (2015). Impact of sources of finance on
the growth of SMEs: evidence from Pakistan. Decision, Vol. 42 No. 1, pp. 3-10.
Krugman, P., & Wells R. (2011). Economics-
Second Edition. London: Worth Publishers. Mankiw, Gregory N. (2013). Macroeconomi-
eight edition. London: Worth Publisher. Prud’homme, R. (1995). On the Dangers of
Decentralization. Research Observer. 10th, 201-220.
Ravallion, Martin. (1995). Growth and Poverty:
Evidence for Developing Countries in The
1990s. Economics Letters. Vol. 48 (June): 411-417.
Seyoum, B. (2009). Export-Import Theory,
Practices, and Procedures -Second Edition. New York: Routledge.
Todaro, Michael P. & Stephen C. Smith. (2003).
Economic Development- Eigth Edition, London: Pearson Education Limited.
Wengel, J., & Rodriguez, E. (2006). SME export
performance in Indonesia after the crisis. Small Business Economics, Vol. 26 No. 1, pp. 25-37.
Peraturan UU No. 22 Tahun 1999 sebagaimana direvisi
menjadi UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
UU No. 25 Tahun 1999 sebagaimana direvisi
menjadi UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014
Dana Desa Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara.
Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015
tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
PMK Nomor 247/PMK.07/2015 tentang Tata
Cara Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Desa.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor
112/PMK.07/2017 tentang Perubahan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 50/PMK.07/2017 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa.
Permendes Nomor 4 Tahun 2017 tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Indonesia Nomor 22 Tahun 2016 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2017.
Page 52
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Papua Barat
Gedung Keuangan Negara (GKN) Manokwari Komplek Perkantoran Pemerintahan Provinsi Papua Barat
Jl. Brigjen Marinir (Purn) Abraham O. Atururi, Kelurahan Anday, Arfai, Kab. Manokwari
Telepon (0986) 214122 - Faksimili (0986) 214124 e-mail: [email protected]
website: djpbn.kemenkeu.go.id/kanwil/papuabarat