Top Banner
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Agustus 2016 Pantai Walakiri - Waingapu Foto By: Misha NR
92

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

Apr 11, 2019

Download

Documents

buithu
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

KAJIAN EKONOMI DANKEUANGAN REGIONALPROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Agustus

2016

Pantai Walakiri - WaingapuFoto By: Misha NR

Page 2: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur

di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi

kebijakan moneter. Secara triwulanan KPw BI Provinsi NTT melakukan pengkajian dan penelitian terhadap

perkembangan perekonomian daerah sebagai masukan kepada Kantor Pusat Bank Indonesia dalam kaitan perumusan

kebijakan moneter tersebut. Selain itu kajian/analisis ini dimaksudkan untuk memberikan informasi yang diharapkan

dapat bermanfaat bagi eksternal stakeholder setempat, yaitu Pemda, DPRD, akademisi, masyarakat serta stakeholder

lainnya.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Nusa Tenggara Timur ini mencakup Ekonomi Makro Regional,

Keuangan Pemerintah Daerah, Perkembangan Inflasi, Stabilitas Keuangan Daerah, Perkembangan Sistem Pembayaran

dan Pengelolaan Uang Rupiah, Kesejahteraan dan Ketenagakerjaan serta Prospek Perekonomian Daerah 2016. Dalam

menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini

dinas/instansi terkait.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan kajian ini masih terdapat kekurangan, oleh karena itu kami mengharapkan

masukan dari semua pihak untuk meningkatkan kualitas isi dan penyajian laporan. Akhirnya kami mengucapkan terima

kasih kepada semua pihak yang telah membantu, baik dalam bentuk penyampaian data maupun dalam bentuk saran,

kritik, dan masukan sehingga kajian ini dapat diselesaikan. Kami mengharapkan kerjasama yang telah terjalin dengan

baik selama ini, kiranya dapat terus berlanjut di masa yang akan datang.

Kata Pengantar

Kupang, Agustus 2016

Kepala Perwakilan Bank Indonesia

Provinsi Nusa Tenggara Timur

Naek Tigor Sinaga

Deputi Direktur

iii

Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi

Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan

KPW BI Provinsi NTT

Jl. Tom Pello No. 2 Kupang – NTT

[0380] 832-047 ; fax : [0380] 822-103

www.bi.go.id

ii

Page 3: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur

di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi

kebijakan moneter. Secara triwulanan KPw BI Provinsi NTT melakukan pengkajian dan penelitian terhadap

perkembangan perekonomian daerah sebagai masukan kepada Kantor Pusat Bank Indonesia dalam kaitan perumusan

kebijakan moneter tersebut. Selain itu kajian/analisis ini dimaksudkan untuk memberikan informasi yang diharapkan

dapat bermanfaat bagi eksternal stakeholder setempat, yaitu Pemda, DPRD, akademisi, masyarakat serta stakeholder

lainnya.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Nusa Tenggara Timur ini mencakup Ekonomi Makro Regional,

Keuangan Pemerintah Daerah, Perkembangan Inflasi, Stabilitas Keuangan Daerah, Perkembangan Sistem Pembayaran

dan Pengelolaan Uang Rupiah, Kesejahteraan dan Ketenagakerjaan serta Prospek Perekonomian Daerah 2016. Dalam

menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini

dinas/instansi terkait.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan kajian ini masih terdapat kekurangan, oleh karena itu kami mengharapkan

masukan dari semua pihak untuk meningkatkan kualitas isi dan penyajian laporan. Akhirnya kami mengucapkan terima

kasih kepada semua pihak yang telah membantu, baik dalam bentuk penyampaian data maupun dalam bentuk saran,

kritik, dan masukan sehingga kajian ini dapat diselesaikan. Kami mengharapkan kerjasama yang telah terjalin dengan

baik selama ini, kiranya dapat terus berlanjut di masa yang akan datang.

Kata Pengantar

Kupang, Agustus 2016

Kepala Perwakilan Bank Indonesia

Provinsi Nusa Tenggara Timur

Naek Tigor Sinaga

Deputi Direktur

iii

Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi

Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan

KPW BI Provinsi NTT

Jl. Tom Pello No. 2 Kupang – NTT

[0380] 832-047 ; fax : [0380] 822-103

www.bi.go.id

ii

Page 4: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

Halaman Judul

Kata Pengantar

Daftar Isi

Daftar Grafik

Daftar Tabel

Daftar Gambar

Ringkasan Umum

Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Provinsi Nusa Tenggara Timur

BAB I EKONOMI MAKRO REGIONAL

1.1 Kondisi Umum

1.2 Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan

1.2.1. Konsumsi

1.2.2. Pembentukan Modal Tetap Bruto/Investasi

1.2.3. Ekspor dan Impor

1.2.3.1 Ekspor dan Impor Antar Daerah

1.2.3.2 Ekspor dan Impor Luar Negeri

1.3 Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral

1.3.1. Sektor Pertanian, Kehutanan & Perikanan

1.3.2. Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial

1.3.3. Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Motor

1.3.4. Sektor-Sektor Lainnya

BOKS 1. Potensi Kepariwisataan di NTT

BOKS 2. Kondisi Konektivitas Angkutan Laut di Provinsi NTT

BAB II KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH

2.1 Kondisi Umum

2.2 Pendapatan Daerah

2.3 Belanja Daerah

2.3.1. Belanja APBN

2.3.2. Belanja Pemerintah Provinsi NTT

2.3.3. Belanja Pemerintah Kabupaten/ Kota

2.4 Dana Pemerintah di Perbankan

i

iii

v

viii

xii

xii

xv

xvii

1

1

2

2

5

6

6

6

7

7

9

10

11

14

17

21

21

21

22

24

24

24

25

Daftar Isi

vAgustus 2016

Page 5: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

Halaman Judul

Kata Pengantar

Daftar Isi

Daftar Grafik

Daftar Tabel

Daftar Gambar

Ringkasan Umum

Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Provinsi Nusa Tenggara Timur

BAB I EKONOMI MAKRO REGIONAL

1.1 Kondisi Umum

1.2 Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan

1.2.1. Konsumsi

1.2.2. Pembentukan Modal Tetap Bruto/Investasi

1.2.3. Ekspor dan Impor

1.2.3.1 Ekspor dan Impor Antar Daerah

1.2.3.2 Ekspor dan Impor Luar Negeri

1.3 Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral

1.3.1. Sektor Pertanian, Kehutanan & Perikanan

1.3.2. Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial

1.3.3. Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Motor

1.3.4. Sektor-Sektor Lainnya

BOKS 1. Potensi Kepariwisataan di NTT

BOKS 2. Kondisi Konektivitas Angkutan Laut di Provinsi NTT

BAB II KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH

2.1 Kondisi Umum

2.2 Pendapatan Daerah

2.3 Belanja Daerah

2.3.1. Belanja APBN

2.3.2. Belanja Pemerintah Provinsi NTT

2.3.3. Belanja Pemerintah Kabupaten/ Kota

2.4 Dana Pemerintah di Perbankan

i

iii

v

viii

xii

xii

xv

xvii

1

1

2

2

5

6

6

6

7

7

9

10

11

14

17

21

21

21

22

24

24

24

25

Daftar Isi

vAgustus 2016

Page 6: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

BAB V PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH

5.1 Kondisi Umum

5.2 Transaksi Pembayaran Tunai

5.2.1 Aliran Uang Masuk (inflow) dan Aliran Uang Keluar (outflow)

5.2.2 Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE)

5.2.3 Perkembangan Uang Palsu (UPAL)

5.3 Transaksi Pembayaran Non Tunai

5.4 Perkembangan Layanan Keuangan Digital

BAB VI KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

6.1 Kondisi Umum

6.2 Perkembangan Tingkat Kemiskinan

6.3 Indeks Pengembangan Manusia (IPM)

6.4 Angka Partisipasi Sekolah (APS)

6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang

6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha

BOKS 4.Hari Keluarga Nasional Ke-23 di Provinsi NTT

BAB VII PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH

7.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTT

7.1.1 Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan IV 2016

7.1.2 Pertumbuhan Ekonomi NTT Tahun 2016

7.1.2.1 Pertumbuhan Sisi Penggunaan

7.1.2.2 Pertumbuhan Sisi Sektoral

7.2 Inflasi

55

55

55

55

56

57

57

58

61

61

61

62

63

64

64

65

69

69

69

69

69

70

71

Daftar IsiBAB III PERKEMBANGAN INFLASI

3.1. Kondisi Umum

3.2. Inflasi Berdasarkan Kelompok Komoditas

3.2.1. Bahan Makanan

3.2.2. Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan

3.2.3. Makanan Jadi, Minuman, dan Tembakau

3.2.4. Komoditas Lainnya

3.3. Disagregasi Inflasi NTT

3.3.1 Kelompok Volatile foods

3.3.2 Kelompok Administered prices

3.3.3 Inflasi Inti (Core)

3.4. Inflasi NTT Berdasarkan Kota

3.4.1 Inflasi Kota Kupang

3.4.2 Inflasi Kota Maumere

3.5. Aktivitas Pengendalian Inflasi oleh TPID

BOKS 3. Kondisi Angkutan Udara di NTT dan Permasalahannya

BAB IV STABILITAS KEUANGAN DAERAH

4.1. Kondisi Umum

4.2. Asesmen Ketahanan Rumah Tangga

4.2.1 Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga

4.2.2 Eksposur Rumah Tangga di Perbankan

4.3. Perkembangan Akses Keuangan dan UMKM

4.3.1 Kondisi Saat Ini dan Prospek Usaha

4.3.2 Perkembangan Penyaluran Kredit UMKM

4.3.3 Perkembangan Risiko Kredit UMKM

4.4. Asesmen Ketahanan Korporasi

4.4.1 Eksposur Perbankan pada Sektor Korporasi

4.5. Asesmen Perbankan

4.5.1 Kinerja Bank Umum

4.5.2 Kinerja Bank Perkreditan Rakyat

29

29

30

31

31

32

32

33

33

34

34

34

34

35

36

37

43

43

43

43

44

46

46

46

47

48

48

49

49

50

Daftar Isi

viivi Agustus 2016Agustus 2016

Page 7: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

BAB V PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH

5.1 Kondisi Umum

5.2 Transaksi Pembayaran Tunai

5.2.1 Aliran Uang Masuk (inflow) dan Aliran Uang Keluar (outflow)

5.2.2 Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE)

5.2.3 Perkembangan Uang Palsu (UPAL)

5.3 Transaksi Pembayaran Non Tunai

5.4 Perkembangan Layanan Keuangan Digital

BAB VI KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

6.1 Kondisi Umum

6.2 Perkembangan Tingkat Kemiskinan

6.3 Indeks Pengembangan Manusia (IPM)

6.4 Angka Partisipasi Sekolah (APS)

6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang

6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha

BOKS 4.Hari Keluarga Nasional Ke-23 di Provinsi NTT

BAB VII PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH

7.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTT

7.1.1 Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan IV 2016

7.1.2 Pertumbuhan Ekonomi NTT Tahun 2016

7.1.2.1 Pertumbuhan Sisi Penggunaan

7.1.2.2 Pertumbuhan Sisi Sektoral

7.2 Inflasi

55

55

55

55

56

57

57

58

61

61

61

62

63

64

64

65

69

69

69

69

69

70

71

Daftar IsiBAB III PERKEMBANGAN INFLASI

3.1. Kondisi Umum

3.2. Inflasi Berdasarkan Kelompok Komoditas

3.2.1. Bahan Makanan

3.2.2. Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan

3.2.3. Makanan Jadi, Minuman, dan Tembakau

3.2.4. Komoditas Lainnya

3.3. Disagregasi Inflasi NTT

3.3.1 Kelompok Volatile foods

3.3.2 Kelompok Administered prices

3.3.3 Inflasi Inti (Core)

3.4. Inflasi NTT Berdasarkan Kota

3.4.1 Inflasi Kota Kupang

3.4.2 Inflasi Kota Maumere

3.5. Aktivitas Pengendalian Inflasi oleh TPID

BOKS 3. Kondisi Angkutan Udara di NTT dan Permasalahannya

BAB IV STABILITAS KEUANGAN DAERAH

4.1. Kondisi Umum

4.2. Asesmen Ketahanan Rumah Tangga

4.2.1 Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga

4.2.2 Eksposur Rumah Tangga di Perbankan

4.3. Perkembangan Akses Keuangan dan UMKM

4.3.1 Kondisi Saat Ini dan Prospek Usaha

4.3.2 Perkembangan Penyaluran Kredit UMKM

4.3.3 Perkembangan Risiko Kredit UMKM

4.4. Asesmen Ketahanan Korporasi

4.4.1 Eksposur Perbankan pada Sektor Korporasi

4.5. Asesmen Perbankan

4.5.1 Kinerja Bank Umum

4.5.2 Kinerja Bank Perkreditan Rakyat

29

29

30

31

31

32

32

33

33

34

34

34

34

35

36

37

43

43

43

43

44

46

46

46

47

48

48

49

49

50

Daftar Isi

viivi Agustus 2016Agustus 2016

Page 8: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

Grafik Boks 1.3. Perbandingan Tarif Angkutan Udara 3 Destinasi Utama NTT dan Luar Negeri

Grafik 2.1 Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT

Grafik 2.2 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan APBN

Grafik 2.3 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan APBD Provinsi/Kab-Kota

Grafik 2.4 Pangsa Belanja Kabupaten/Kota

Grafik 2.5 Perkembangan Realisasi Belanja

Grafik 2.6 Perkembangan Realisasi Belanja Modal

Grafik 2.7 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kab/Kota NTT

Grafik 2.8 Pangsa Realisasi Belanja Konsumsi APBN Pemerintah dan APBD

Grafik 2.9 Realisasi Belanja dan Komponennya Pemerintah Provinsi, dan Kab/Kota di NTT

Grafik 2.10 Dana Pihak Ketiga Pemerintah di Perbankan NTT

Grafik 3.1 Inflasi Tahunan Provinsi NTT dan Nasional

Grafik 3.2 Perbandingan Inflasi 5 regional di Indonesia

Grafik 3.3 Perbandingan Inflasi di wilayah Bali dan Nusa Tenggara

Grafik 3.4 Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan

Grafik 3.5 Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan per Sub Kelompok Komoditas

Grafik 3.6 Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan secara Triwulanan,

Tahunan dan Bulanan

Grafik 3.7 Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan per Sub Kelompok

Komoditas

Grafik 3.8 Inflasi Kelompok Komoditas Makanan Jadi,Minuman dan Tembakau secara Triwulanan, Tahunan

dan Bulanan

Grafik 3.9 Inflasi Kelompok Komoditas Komoditas Makanan Jadi,Minuman Dan Tembakau per Sub

Kelompok Komoditas

Grafik 3.10 Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasi Tahunan Provinsi Nusa Tenggara Timur

Grafik 3.11 Ekspektasi Harga Konsumen 3 dan 6 Bulan ke Depan

Grafik 3.12 Inflasi Tahunan Kota Kupang

Grafik 3.13 Inflasi Tahunan Kota Maumere

Grafik Boks 3.1. Volatillitas Inflasi Angkutan Udara Bulanan

Grafik 4.1 Kontribusi Konsumsi RT terhadap Agregat

Grafik 4.2 IKK, IKE dan IEK

Grafik 4.3 Indeks Pengeluaran Berdasarkan Kelompok Komoditas

Grafik 4.4 Indeks Sikap Masyarakat Terhadap Kasus Kejahatan Perbankan

15

21

22

22

23

23

23

24

24

25

25

29

30

30

31

31

31

31

32

32

33

34

35

35

37

43

43

44

44

Daftar GrafikGrafik 1.1 PDRB (ADHB) & Pertumbuhan PDRB Tahunan Provinsi NTT dibandingkan Nasional

Grafik 1.2 PDRB & Pertumbuhan PDRB Provinsi NTT,Bali, NTB & Nasional

Grafik 1.3 Survei Penjualan Eceran

Grafik 1.4 Perkembangan Konsumsi BBM

Grafik 1.5 Indeks Tendensi Konsumen

Grafik 1.6 Perkembangan Konsumsi Listrik Rumah Tangga

Grafik 1.7 Indeks Kegiatan Dunia Usaha

Grafik 1.8 Penyaluran Kredit Konsumsi

Grafik 1.9 Perkembangan Survei Konsumen

Grafik 1.10 Perkembangan Survei Penjualan Eceran

Grafik 1.11 Proyeksi Indeks Tendensi Konsumen

Grafik 1.12 Realisasi Konsumsi Semen Provinsi NTT

Grafik 1.13 Perkembangan Peti Kemas

Grafik 1.14 Aktivitas Bongkar Muat

Grafik 1.15 Perkembangan Ekspor dan Impor

Grafik 1.16 Negara Tujuan Ekspor

Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak

Grafik 1.18 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau

Grafik 1.19 Perkembangan Nilai Tukar Petani

Grafik 1.20 Perkembangan SKDU Pertanian

Grafik 1.21 Perkembangan Kredit Pertanian

Grafik 1.22 Proyeksi SKDU Pertanian

Grafik 1.23 Realisasi Belanja Konsumsi Pemerintah

Grafik 1.24 Perkembangan Simpanan Pemerintah di Perbankan

Grafik 1.25 Perkembangan SKDU Sektor Perdagangan

Grafik 1.26 Perkembangan Survei Konsumen

Grafik 1.27 Perkembangan Kredit Sektor Perdagangan

Grafik 1.28 Proyeksi SKDU Perdagangan

Grafik 1.29 Perkembangan Tamu Hotel

Grafik 1.30 Perkembangan Penumpang Bandara

Grafik Boks 1.1. Jumlah Tamu Hotel Wisman di 15 Provinsi Destinasi Utama di Indonesia

Grafik Boks 1.2. Jumlah Wisatawan di NTT dan Pertumbuhannya

1

1

3

3

3

3

3

3

4

4

4

5

6

6

7

7

8

8

8

8

8

9

9

9

10

10

10

11

11

11

14

14

Daftar Grafik

ixviii Agustus 2016Agustus 2016

Page 9: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

Grafik Boks 1.3. Perbandingan Tarif Angkutan Udara 3 Destinasi Utama NTT dan Luar Negeri

Grafik 2.1 Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT

Grafik 2.2 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan APBN

Grafik 2.3 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan APBD Provinsi/Kab-Kota

Grafik 2.4 Pangsa Belanja Kabupaten/Kota

Grafik 2.5 Perkembangan Realisasi Belanja

Grafik 2.6 Perkembangan Realisasi Belanja Modal

Grafik 2.7 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kab/Kota NTT

Grafik 2.8 Pangsa Realisasi Belanja Konsumsi APBN Pemerintah dan APBD

Grafik 2.9 Realisasi Belanja dan Komponennya Pemerintah Provinsi, dan Kab/Kota di NTT

Grafik 2.10 Dana Pihak Ketiga Pemerintah di Perbankan NTT

Grafik 3.1 Inflasi Tahunan Provinsi NTT dan Nasional

Grafik 3.2 Perbandingan Inflasi 5 regional di Indonesia

Grafik 3.3 Perbandingan Inflasi di wilayah Bali dan Nusa Tenggara

Grafik 3.4 Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan

Grafik 3.5 Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan per Sub Kelompok Komoditas

Grafik 3.6 Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan secara Triwulanan,

Tahunan dan Bulanan

Grafik 3.7 Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan per Sub Kelompok

Komoditas

Grafik 3.8 Inflasi Kelompok Komoditas Makanan Jadi,Minuman dan Tembakau secara Triwulanan, Tahunan

dan Bulanan

Grafik 3.9 Inflasi Kelompok Komoditas Komoditas Makanan Jadi,Minuman Dan Tembakau per Sub

Kelompok Komoditas

Grafik 3.10 Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasi Tahunan Provinsi Nusa Tenggara Timur

Grafik 3.11 Ekspektasi Harga Konsumen 3 dan 6 Bulan ke Depan

Grafik 3.12 Inflasi Tahunan Kota Kupang

Grafik 3.13 Inflasi Tahunan Kota Maumere

Grafik Boks 3.1. Volatillitas Inflasi Angkutan Udara Bulanan

Grafik 4.1 Kontribusi Konsumsi RT terhadap Agregat

Grafik 4.2 IKK, IKE dan IEK

Grafik 4.3 Indeks Pengeluaran Berdasarkan Kelompok Komoditas

Grafik 4.4 Indeks Sikap Masyarakat Terhadap Kasus Kejahatan Perbankan

15

21

22

22

23

23

23

24

24

25

25

29

30

30

31

31

31

31

32

32

33

34

35

35

37

43

43

44

44

Daftar GrafikGrafik 1.1 PDRB (ADHB) & Pertumbuhan PDRB Tahunan Provinsi NTT dibandingkan Nasional

Grafik 1.2 PDRB & Pertumbuhan PDRB Provinsi NTT,Bali, NTB & Nasional

Grafik 1.3 Survei Penjualan Eceran

Grafik 1.4 Perkembangan Konsumsi BBM

Grafik 1.5 Indeks Tendensi Konsumen

Grafik 1.6 Perkembangan Konsumsi Listrik Rumah Tangga

Grafik 1.7 Indeks Kegiatan Dunia Usaha

Grafik 1.8 Penyaluran Kredit Konsumsi

Grafik 1.9 Perkembangan Survei Konsumen

Grafik 1.10 Perkembangan Survei Penjualan Eceran

Grafik 1.11 Proyeksi Indeks Tendensi Konsumen

Grafik 1.12 Realisasi Konsumsi Semen Provinsi NTT

Grafik 1.13 Perkembangan Peti Kemas

Grafik 1.14 Aktivitas Bongkar Muat

Grafik 1.15 Perkembangan Ekspor dan Impor

Grafik 1.16 Negara Tujuan Ekspor

Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak

Grafik 1.18 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau

Grafik 1.19 Perkembangan Nilai Tukar Petani

Grafik 1.20 Perkembangan SKDU Pertanian

Grafik 1.21 Perkembangan Kredit Pertanian

Grafik 1.22 Proyeksi SKDU Pertanian

Grafik 1.23 Realisasi Belanja Konsumsi Pemerintah

Grafik 1.24 Perkembangan Simpanan Pemerintah di Perbankan

Grafik 1.25 Perkembangan SKDU Sektor Perdagangan

Grafik 1.26 Perkembangan Survei Konsumen

Grafik 1.27 Perkembangan Kredit Sektor Perdagangan

Grafik 1.28 Proyeksi SKDU Perdagangan

Grafik 1.29 Perkembangan Tamu Hotel

Grafik 1.30 Perkembangan Penumpang Bandara

Grafik Boks 1.1. Jumlah Tamu Hotel Wisman di 15 Provinsi Destinasi Utama di Indonesia

Grafik Boks 1.2. Jumlah Wisatawan di NTT dan Pertumbuhannya

1

1

3

3

3

3

3

3

4

4

4

5

6

6

7

7

8

8

8

8

8

9

9

9

10

10

10

11

11

11

14

14

Daftar Grafik

ixviii Agustus 2016Agustus 2016

Page 10: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

Grafik 6.1 Perbandingan Prosentase Kemiskinan NTT dan Nasional

Grafik 6.2 Sepuluh Provinsi dengan Prosentase Penduduk Miskin Tertinggi

Grafik 6.3 Prosentase Penduduk Miskin NTT

Grafik 6.4 Perkembangan Garis Kemiskinan

Grafik 6.5 Sepuluh Peringkat Terendah Garis Kemiskinan

Grafik 6.6 Indeks Kedalaman Kemiskinan

Grafik 6.7 Indeks Keparahan Kemiskinan

Grafik 6.8 IPM Provinsi di Indonesia (2015)

Grafik 6.9 IPM Per Kabupaten/Kota di NTT (2015)

Grafik 6.10 Angka Partisipasi Sekolah

Grafik 6.11 Angka Partisipasi Murni

Grafik 6.12 Presentase Penyerapan Tenaga Kerja Industri Manufaktur Sedang dan Besar

Grafik 6.13 Perkembangan Produktivitas Industri Manufaktur Besar dan Sedang

Grafik 6.14 Perkembangan Indeks Tenaga Kerja SKDU

Grafik 7.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan-IV 2016

Grafik 7.2 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi NTT 2016

Grafik 7.3 Survei Konsumen

Grafik 7.4 Prediksi Inflasi Akhir Tahun 2016

61

61

61

62

62

62

62

63

63

63

63

64

64

64

69

69

70

71

Daftar GrafikGrafik 4.5 Pangsa DPK Rumah Tangga dan Non Rumah Tangga

Grafik 4.6 Pertumbuhan DPK

Grafik 4.7 Preferensi DPK Rumah Tangga

Grafik 4.8 Pertumbuhan DPK Rumah Tangga

Grafik 4.9 Kredit Konsumsi Rumah Tangga

Grafik 4.10 Pertumbuhan Kredit Konsumsi Rumah Tangga

Grafik 4.11 Perkembangan Dunia Usaha

Grafik 4.12 Kondisi Keuangan

Grafik 4.13 Pertumbuhan Kredit UMKM

Grafik 4.14 NPL UMKM

Grafik 4.15 Pertumbuhan Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Usaha

Grafik 4.16 Pertumbuhan Kredit UMKM 7 Sektor Ekonomi

Grafik 4.17 NPL UMKM Berdasarkan Jenis Usaha

Grafik 4.18 NPL UMKM 3 Sektor

Grafik 4.19 Pertumbuhan Tahunan Kredit Korporasi

Grafik 4.20 NPL Kredit Sektor Korporasi

Grafik 4.21 NPL Kredit 2 Sektor Korporasi

Grafik 4.22 Pertumbuhan DPK (yoy) dan Kredit (yoy)

Grafik 4.23 Perkembangan LDR

Grafik 4.24 BOPO dan ROA Bank Umum

Grafik 4.25 LDR dan CAR BPR

Grafik 4.26 BOPO, ROA, NPL BPR

Grafik 5.1 Perkembangan Transaksi Tunai

Grafik 5.2 Perkembangan Transaksi Kliring

Grafik 5.3 Perkembangan Inflow, Outflow dan UTLE

Grafik 5.4 Perkembangan Arus Uang Tunai (Inflow-Outflow)

Grafik 5.5 Perkembangan UTLE di Provinsi NTT

Grafik 5.6 Perkembangan UPAL di Provinsi NTT

44

44

45

45

45

45

46

46

46

46

47

47

48

48

48

48

49

49

49

50

50

50

55

55

56

56

57

57

Daftar Grafik

xix Agustus 2016Agustus 2016

Page 11: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

Grafik 6.1 Perbandingan Prosentase Kemiskinan NTT dan Nasional

Grafik 6.2 Sepuluh Provinsi dengan Prosentase Penduduk Miskin Tertinggi

Grafik 6.3 Prosentase Penduduk Miskin NTT

Grafik 6.4 Perkembangan Garis Kemiskinan

Grafik 6.5 Sepuluh Peringkat Terendah Garis Kemiskinan

Grafik 6.6 Indeks Kedalaman Kemiskinan

Grafik 6.7 Indeks Keparahan Kemiskinan

Grafik 6.8 IPM Provinsi di Indonesia (2015)

Grafik 6.9 IPM Per Kabupaten/Kota di NTT (2015)

Grafik 6.10 Angka Partisipasi Sekolah

Grafik 6.11 Angka Partisipasi Murni

Grafik 6.12 Presentase Penyerapan Tenaga Kerja Industri Manufaktur Sedang dan Besar

Grafik 6.13 Perkembangan Produktivitas Industri Manufaktur Besar dan Sedang

Grafik 6.14 Perkembangan Indeks Tenaga Kerja SKDU

Grafik 7.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan-IV 2016

Grafik 7.2 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi NTT 2016

Grafik 7.3 Survei Konsumen

Grafik 7.4 Prediksi Inflasi Akhir Tahun 2016

61

61

61

62

62

62

62

63

63

63

63

64

64

64

69

69

70

71

Daftar GrafikGrafik 4.5 Pangsa DPK Rumah Tangga dan Non Rumah Tangga

Grafik 4.6 Pertumbuhan DPK

Grafik 4.7 Preferensi DPK Rumah Tangga

Grafik 4.8 Pertumbuhan DPK Rumah Tangga

Grafik 4.9 Kredit Konsumsi Rumah Tangga

Grafik 4.10 Pertumbuhan Kredit Konsumsi Rumah Tangga

Grafik 4.11 Perkembangan Dunia Usaha

Grafik 4.12 Kondisi Keuangan

Grafik 4.13 Pertumbuhan Kredit UMKM

Grafik 4.14 NPL UMKM

Grafik 4.15 Pertumbuhan Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Usaha

Grafik 4.16 Pertumbuhan Kredit UMKM 7 Sektor Ekonomi

Grafik 4.17 NPL UMKM Berdasarkan Jenis Usaha

Grafik 4.18 NPL UMKM 3 Sektor

Grafik 4.19 Pertumbuhan Tahunan Kredit Korporasi

Grafik 4.20 NPL Kredit Sektor Korporasi

Grafik 4.21 NPL Kredit 2 Sektor Korporasi

Grafik 4.22 Pertumbuhan DPK (yoy) dan Kredit (yoy)

Grafik 4.23 Perkembangan LDR

Grafik 4.24 BOPO dan ROA Bank Umum

Grafik 4.25 LDR dan CAR BPR

Grafik 4.26 BOPO, ROA, NPL BPR

Grafik 5.1 Perkembangan Transaksi Tunai

Grafik 5.2 Perkembangan Transaksi Kliring

Grafik 5.3 Perkembangan Inflow, Outflow dan UTLE

Grafik 5.4 Perkembangan Arus Uang Tunai (Inflow-Outflow)

Grafik 5.5 Perkembangan UTLE di Provinsi NTT

Grafik 5.6 Perkembangan UPAL di Provinsi NTT

44

44

45

45

45

45

46

46

46

46

47

47

48

48

48

48

49

49

49

50

50

50

55

55

56

56

57

57

Daftar Grafik

xix Agustus 2016Agustus 2016

Page 12: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

Daftar TabelTabel 1.1 PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Pengeluaran Tw-II 2016

Tabel 1.2 PDRB Komponen Konsumsi RT Provinsi NTT Tw-II 2016

Tabel 1.3 PDRB Komponen Konsumsi Pemerintah NTT Tw-II 2016

Tabel 1.4 PDRB Komponen Investasi Provinsi NTT Tw-II 2016

Tabel 1.5 Realisasi Investasi Modal Asing & Penanaman Modal DN

Tabel 1.6 PDRB Provinsi NTT berdasarkan Sektor Ekonomi Tw-II 2016

Tabel Boks 1.1 Kapasitas Industri Pariwisata di NTT

Tabel 2.1 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten

Tabel 2.2 Komposisi DPK Pemerintah di NTT

Tabel 2.3 Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah

Tabel 3.1 10 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Tahunan di NTT

Tabel 3.2 Inflasi di Provinsi NTT berdasarkan Kelompok Komoditas

Tabel 3.3 Inflasi di Kota Kupang berdasarkan Kelompok Komoditas

Tabel 3.4 Inflasi di Kota Maumere berdasarkan Kelompok Komoditas

Tabel Boks 3.1 Sumbangan Inflasi Angkutan Udara di NTT

Tabel 5.1 Perkembangan Kegiatan KPw BI Provinsi NTT

2

2

4

5

5

7

15

24

25

26

29

30

35

35

37

56

xii

Ringkasan Umum

Daftar GambarGambar Boks 1.1 Sebaran Kunjungan Pariwisata dan Hotel di NTT

Gambar Boks 2.1 Peta Alur Angkutan Laut Penumpang

Gambar 3.1 Kegiatan TPID Provinsi NTT Triwulan II 2016 Sebaran Pembentukan TPID

Gambar Boks 3.1 Peta Konektivitas Angkutan Udara di NTT

Gambar 6.1 IPM Kabupaten/Kota di NTT (2015)

Gambar Boks 4.1 Kapasitas Angkutan Udara dan Penginapan di Kupang

Gambar Boks 4.2 Kapasitas Rumah Makan dan Taksi di Kota Kupang

15

17

36

38

63

65

65

Agustus 2016

Foto : Bukit Wairinding - Sumba Timur

Page 13: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

Daftar TabelTabel 1.1 PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Pengeluaran Tw-II 2016

Tabel 1.2 PDRB Komponen Konsumsi RT Provinsi NTT Tw-II 2016

Tabel 1.3 PDRB Komponen Konsumsi Pemerintah NTT Tw-II 2016

Tabel 1.4 PDRB Komponen Investasi Provinsi NTT Tw-II 2016

Tabel 1.5 Realisasi Investasi Modal Asing & Penanaman Modal DN

Tabel 1.6 PDRB Provinsi NTT berdasarkan Sektor Ekonomi Tw-II 2016

Tabel Boks 1.1 Kapasitas Industri Pariwisata di NTT

Tabel 2.1 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten

Tabel 2.2 Komposisi DPK Pemerintah di NTT

Tabel 2.3 Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah

Tabel 3.1 10 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Tahunan di NTT

Tabel 3.2 Inflasi di Provinsi NTT berdasarkan Kelompok Komoditas

Tabel 3.3 Inflasi di Kota Kupang berdasarkan Kelompok Komoditas

Tabel 3.4 Inflasi di Kota Maumere berdasarkan Kelompok Komoditas

Tabel Boks 3.1 Sumbangan Inflasi Angkutan Udara di NTT

Tabel 5.1 Perkembangan Kegiatan KPw BI Provinsi NTT

2

2

4

5

5

7

15

24

25

26

29

30

35

35

37

56

xii

Ringkasan Umum

Daftar GambarGambar Boks 1.1 Sebaran Kunjungan Pariwisata dan Hotel di NTT

Gambar Boks 2.1 Peta Alur Angkutan Laut Penumpang

Gambar 3.1 Kegiatan TPID Provinsi NTT Triwulan II 2016 Sebaran Pembentukan TPID

Gambar Boks 3.1 Peta Konektivitas Angkutan Udara di NTT

Gambar 6.1 IPM Kabupaten/Kota di NTT (2015)

Gambar Boks 4.1 Kapasitas Angkutan Udara dan Penginapan di Kupang

Gambar Boks 4.2 Kapasitas Rumah Makan dan Taksi di Kota Kupang

15

17

36

38

63

65

65

Agustus 2016

Foto : Bukit Wairinding - Sumba Timur

Page 14: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

Ringkasan UmumEKONOMI MAKRO REGIONAL

Nilai Nominal Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi NTT pada triwulan II-2016 mencapai Rp 20,68 triliun

dengan pertumbuhan tahunan sebesar 5,29% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan I-2016 yang sebesar 5,08% (yoy)

dan dibandingkan nasional yang sebesar 5,18% (yoy). Adanya kegiatan Tour de Flores, rapat koordinasi pemerintah di

hotel, masa liburan sekolah, peningkatan konsumsi Pemerintah seiring realisasi gaji ke-13 dan ke-14 Pegawai Negeri Sipil,

dan meningkatnya konsumsi menjelang perayaan Idul Fitri mampu menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi

Provinsi NTT di triwulan II 2016.

Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan-III diperkirakan akan cenderung sedikit meningkat dengan kisaran 5,1-

5,5% (yoy). Pertumbuhan ekonomi triwulan III diperkirakan didorong oleh kegiatan investasi seiring dengan penyerapan

belanja modal yang masih cukup rendah. Konsumsi diperkirakan juga menjadi pendorong pertumbuhan seiring dengan

adanya masa liburan sekolah yang masih berlangsung, tahun ajaran baru,untuk pendidikan dasar dan pendidikan tinggi,

kegiatan nasional Harganas serta adanya perayaan hari kemerdakaan Republik Indonesia.

KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH

Perkembangan realisasi pendapatan pemerintah di Provinsi NTT telah mencapai Rp 12,7 triliun atau 51,36% dari total

rencana pendapatan 2016 sebesar Rp 24,7 triliun. Sementara itu, realisasi belanja APBN dan APBD Pemerintah di Provinsi

NTT hingga semester-I 2016 masih mencapai Rp 10,46 triliun atau 29,81% dari pagu belanja yang sebesar Rp 35,08 triliun,

namun tercatat lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2015 yang hanya sebesar 23,92% atau Rp 7,43 triliun.

Peningkatan tersebut diperkirakan terjadi seiring dengan upaya percepatan realisasi anggaran oleh pemerintah, melalui

himbauan Presiden dan didukung adanya sanksi kepada pemerintah daerah yang memiliki kinerja realisasi anggaran yang

rendah. Selain itu, realisasi gaji ke-13 serta ke-14 Pegawai Negeri Sipil pada bulan Juni 2016 juga mendorong adanya

peningkatan belanja pemerintah.

xvTriwulan I 2016xiv

PERKEMBANGAN INFLASI

Inflasi Provinsi NTT triwulanan II 2016 mencapai 5,02% (yoy), sedikit menurun dibanding inflasi triwulan I 2016 yang

sebesar 5,04% (yoy) namun masih jauh lebih tinggi dibanding inflasi tahunan nasional yang hanya sebesar 3,45% (yoy).

Besarnya gap inflasi dengan nasional lebih disebabkan oleh relatif lebih tingginya inflasi NTT pada bulan April dan Mei

2016 ketika di saat yang sama, inflasi nasional justru mengalami perlambatan. Tingginya inflasi bahan makanan dan

makanan jadi, minuman dan tembakau masih menjadi penyebab utama inflasi tahunan di NTT.

Pada triwulan III 2016, inflasi Provinsi NTT diperkirakan akan cenderung rendah dikarenakan oleh deflasi yang terjadi pada

bulan Juli 2016 karena cukupnya pasokan bahan pangan, masih berpotensi terjadinya deflasi pada bulan Agustus seiring

dengan kembali normalnya aktivitas paska libur sekolah, Hari Raya Idul Fitri dan Harganas, serta potensi inflasi rendah di

bulan September seiring dengan tidak adanya aktivitas khusus yang mampu menekan inflasi.

Agustus 2016

Page 15: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

Ringkasan UmumEKONOMI MAKRO REGIONAL

Nilai Nominal Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi NTT pada triwulan II-2016 mencapai Rp 20,68 triliun

dengan pertumbuhan tahunan sebesar 5,29% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan I-2016 yang sebesar 5,08% (yoy)

dan dibandingkan nasional yang sebesar 5,18% (yoy). Adanya kegiatan Tour de Flores, rapat koordinasi pemerintah di

hotel, masa liburan sekolah, peningkatan konsumsi Pemerintah seiring realisasi gaji ke-13 dan ke-14 Pegawai Negeri Sipil,

dan meningkatnya konsumsi menjelang perayaan Idul Fitri mampu menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi

Provinsi NTT di triwulan II 2016.

Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan-III diperkirakan akan cenderung sedikit meningkat dengan kisaran 5,1-

5,5% (yoy). Pertumbuhan ekonomi triwulan III diperkirakan didorong oleh kegiatan investasi seiring dengan penyerapan

belanja modal yang masih cukup rendah. Konsumsi diperkirakan juga menjadi pendorong pertumbuhan seiring dengan

adanya masa liburan sekolah yang masih berlangsung, tahun ajaran baru,untuk pendidikan dasar dan pendidikan tinggi,

kegiatan nasional Harganas serta adanya perayaan hari kemerdakaan Republik Indonesia.

KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH

Perkembangan realisasi pendapatan pemerintah di Provinsi NTT telah mencapai Rp 12,7 triliun atau 51,36% dari total

rencana pendapatan 2016 sebesar Rp 24,7 triliun. Sementara itu, realisasi belanja APBN dan APBD Pemerintah di Provinsi

NTT hingga semester-I 2016 masih mencapai Rp 10,46 triliun atau 29,81% dari pagu belanja yang sebesar Rp 35,08 triliun,

namun tercatat lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2015 yang hanya sebesar 23,92% atau Rp 7,43 triliun.

Peningkatan tersebut diperkirakan terjadi seiring dengan upaya percepatan realisasi anggaran oleh pemerintah, melalui

himbauan Presiden dan didukung adanya sanksi kepada pemerintah daerah yang memiliki kinerja realisasi anggaran yang

rendah. Selain itu, realisasi gaji ke-13 serta ke-14 Pegawai Negeri Sipil pada bulan Juni 2016 juga mendorong adanya

peningkatan belanja pemerintah.

xvTriwulan I 2016xiv

PERKEMBANGAN INFLASI

Inflasi Provinsi NTT triwulanan II 2016 mencapai 5,02% (yoy), sedikit menurun dibanding inflasi triwulan I 2016 yang

sebesar 5,04% (yoy) namun masih jauh lebih tinggi dibanding inflasi tahunan nasional yang hanya sebesar 3,45% (yoy).

Besarnya gap inflasi dengan nasional lebih disebabkan oleh relatif lebih tingginya inflasi NTT pada bulan April dan Mei

2016 ketika di saat yang sama, inflasi nasional justru mengalami perlambatan. Tingginya inflasi bahan makanan dan

makanan jadi, minuman dan tembakau masih menjadi penyebab utama inflasi tahunan di NTT.

Pada triwulan III 2016, inflasi Provinsi NTT diperkirakan akan cenderung rendah dikarenakan oleh deflasi yang terjadi pada

bulan Juli 2016 karena cukupnya pasokan bahan pangan, masih berpotensi terjadinya deflasi pada bulan Agustus seiring

dengan kembali normalnya aktivitas paska libur sekolah, Hari Raya Idul Fitri dan Harganas, serta potensi inflasi rendah di

bulan September seiring dengan tidak adanya aktivitas khusus yang mampu menekan inflasi.

Agustus 2016

Page 16: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

I. EKONOMI MAKRO REGIONAL

II. INFLASI

TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

PERKEMBANGAN STABILITAS KEUANGAN

Kondisi Stabilitas Keuangan (SSK) Daerah Provinsi NTT pada triwulan laporan masih terjaga, di tengah meningkatnya risiko

global dan domestik. Masih tingginya keyakinan rumah tangga terhadap kemampuan perekonomian ke depan, cukup

banyaknya simpanan rumah tangga dan rendahnya tingkat risiko kredit rumah tangga di perbankan menjadi penguat

stabilitas keuangan rumah tangga. Stabilitas keuangan UMKM relatif terjaga yang terlihat dari peningkatan kredit yang

cukup tinggi disertai dengan resiko gagal bayar yang rendah. Industri perbankan juga menunjukkan kinerja yang positif

yang terlihat dari terjaganya rasio LDR, kecukupan modal (CAR) maupun potensi gagal bayar nasabah yang relatif terjaga.

Adapun yang perlu mendapat perhatian adalah stabilitas keuangan tingkat korporasi yang menunjukkan adanya

peningkatan resiko gagal bayar kredit walaupun secara nilai nominal tidak signifikan.

PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN

Transaksi sistem pembayaran di Provinsi NTT mengalami peningkatan yang cukup besar seiring dengan adanya

peningkatan ekonomi pada triwulan II 2016. Pertumbuhan tranksaksi pembayaran tunai secara triwulanan (qtq) maupun

tahunan (yoy) mengalami peningkatan yang signifikan dikarenakan oleh besarnya permintaan uang tunai masyarakat dan

pelaku usaha menjelang hari raya idul Fitri, libur sekolah dan pencairan gaji ke-14. Di sisi lain, Perkembangan transaksi

pembayaran non tunai juga ikut mengalami peningkatan yang terlihat dari tingginya pertumbuhan SKNBI dan Layanan

Keuangan Digital (LKD).

PROSPEK PEREKONOMIAN

Pertumbuhan ekonomi NTT pada triwulan IV-2016 diperkirakan meningkat dan berada pada rentang 5,2-5,6% (yoy).

Sepanjang tahun 2016, pertumbuhan ekonomi diperkirakan bertumbuh sebesar 5,1-5,5% (yoy). Peningkatan

pertumbuhan ekonomi pada triwulan-IV diperkirakan didorong oleh sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan

Jaminan Sosial Wajib serta sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor. Sementara itu,

pertumbuhan ekonomi NTT sepanjang tahun 2016 diperkirakan didorong oleh konsumsi pemerintah dan investasi.

Di sisi lain, inflasi hingga akhir tahun diperkirakan berada pada kisaran 3,5-4,0% (yoy). Adanya deflasi pada bulan Juli dan

potensi deflasi bulan Agustus diperkirakan mampu menurunkan proyeksi inflasi hingga akhir tahun. Adanya Hari Ibu dan

Hari Nusantara nasional di bulan Desember diperkirakan tidak akan menimbulkan inflasi sebesar perayaan HKSN dan natal

bersama tahun 2015 dikarenakan oleh jumlah peserta yang diyakini tidak sebanyak kedua acara tersebut.

Agustus 2016 xviiAgustus 2016xvi

INDIKATOR

Berdasarkan Sektor/ Lapangan Usaha (Harga Berlaku)

Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku)

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Pertambangan dan Penggalian

Industri Pengolahan

Pengadaan Listrik dan Gas

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

Konstruksi

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

Transportasi dan Pergudangan

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

Informasi dan Komunikasi

Jasa Keuangan dan Asuransi

Real Estate

Jasa Perusahaan

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

Jasa Pendidikan

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

Jasa lainnya

Berdasarkan Permintaan / Penggunaan (Harga Berlaku)

Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku)

1. Konsumsi Rumah Tangga

2. Konsumsi Lembaga Non Profit (LNPRT)

3. Konsumsi Pemerintah

4. Pembentukan Modal Tetap Bruto

5. Perubahan Inventori

6. Ekspor Luar Negeri

7. Impor Luar Negeri

8. Net Ekspor Antar Daerah (Impor)

Data Ekspor Impor di Provinsi NTT

Ekspor

Nilai Ekspor Nonmigas (ribu USD)

Volume Ekspor Nonmigas (ton)

Impor

Nilai Impor Nonmigas (ribu USD)

Volume Impor Nonmigas (ton)

2014 2015

68.602,6

20.446,9

1.070,3

843,7

31,5

45,5

7.096,0

7.285,7

3.566,9

422,4

5.134,4

2.714,9

1.860,9

210,9

8.392,7

6.568,2

1.414,6

1.497,0

68.602,6

51.082,8

2.323,8

21.055,6

26.393,0

994,3

1.382,3

1.103,2

-33.526,0

18.410

61.410

26.013

76.708

76,432.5

22,665.7

1,307.6

940.9

40.0

47.2

7,908.2

8,274.0

3,976.0

487.1

5,477.4

2,995.5

2,054.3

235.5

9,399.6

7,367.7

1,616.4

1,639.5

76,432.5

56,027.9

2,539.4

23,705.4

32,505.8

967.6

1,608.8

261.5

-40,660.9

24,018

83,016

5,352

3,042

5.02

2.93

6.42

5.23

10.19

2.07

5.22

6.09

5.49

6.17

7.14

5.76

3.85

4.61

7.09

4.85

5.52

3.72

5.02

6.33

4.49

7.97

17.19

-15.22

19.99

-54.99

18.66

30.46

35.18

-79.43

-96.03

%QTQ* %YOY***%yoy*) II

2015

18.568,9

5.716,9

324,3

222,4

9,3

11,5

1.899,8

1.994,7

955,5

117,1

1.321,9

703,3

499,4

57,4

2.193,8

1.737,9

397,9

405,6

18.568,9

13.078,6

603,8

5.194,9

8.144,7

149,7

379,2

90,2

-8.891,7

6.595

17.277

3.653

1.503

19.689,8

5.740,8

314,9

239,1

12,7

11,4

2.048,2

2.098,4

1.058,3

128,0

1.383,6

781,8

526,1

59,8

2.502,5

1.936,7

425,5

421,8

19.689,8

14.712,8

583,5

3.195,8

8.187,8

23,5

305,2

55,2

-7.263,6

5.516

20.530

8.289

20.199

Ket: Dalam Rp Miliar (ADHB) *) Total Pertumbuhan 2015 dibandingkan 2014 **) Pertumbuhan Q2 2016 dibandingkan Q1 2016 ***) Pertumbuhan Q2 2016 dibandingkan Q2 2015 ****) Untuk mengukur pertumbuhan digunakan PDRB Harga Konstan

4,54

5,41

10,92

3,80

3,87

4,62

6,64

4,60

2,09

7,05

2,24

7,17

3,40

2,39

5,19

0,80

3,52

3,04

4,54

3,01

7,53

77,83

8,94

991,01

11,94

32,25

35,39

19,83

17,73

-99,54

-99,65

I

2015

5,29

0,47

1,75

7,07

11,25

0,86

6,32

4,26

7,25

10,85

6,10

16,34

2,94

1,41

12,36

6,37

5,27

3,03

5,29

5,87

0,79

4,14

0,67

54,21

-11,14

-20,01

1,84

0,22

39,90

-98,96

-95,29

2016

II

20.681,0

5.982,2

354,4

250,9

12,7

12,1

2.187,0

2.221,8

1.086,7

137,7

1.414,7

844,1

538,5

61,5

2.701,3

1.989,4

448,6

437,4

20.681,0

15.290,1

631,3

5.729,4

9.046,6

255,4

357,2

74,3

-10.554,8

6.610

24.171

38

71

Indikator2013 2014

I II III IV I II III IV

Indeks Harga Konsumen

NTT

- Kota Kupang

- Maumere

Laju Inflasi Tahunan (yoy %)

NTT

- Kota Kupang

- Maumere

104.41

104.56

103.39

7.11

7.06

7.38

104.78

104.91

103.96

5.26

5.56

3.73

108.66

108.85

107.42

8.29

8.88

5.32

110.58

110.84

108.85

8.41

8.84

6.24

112.52

112.91

110.00

7.78

7.99

6.39

113.27

113.63

110.93

8.10

8.31

6.70

113,15

113,50

110,85

4,13

4,27

3,19

119,15

120,06

113,20

7,76

8,32

4,00

2015

118.59

119.47

112.81

5.39

5.81

2.55

I II

120,07

121,09

113,42

6,01

6,57

2,24

III

120.78

121.54

115.77

6.74

7.08

4.44

IV

125.02

126.15

117.60

4.92

5.07

3.89

2016

I

124.56

125.64

117.50

5.04

5.16

4.16

II

126,10

127,42

117,47

5,02

5,23

3,57

KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

Indikator kesejahteraan dan ketenagakerjaan di Provinsi NTT menunjukkan adanya peningkatan yang terlihat dari

penurunan kemiskinan, kenaikan nilai IPM dan peningkatan indikator tenaga kerja SKDU. Penurunan penduduk miskin

juga diimbangi oleh ketimpangan pendapatan yang menurun. Sementara itu, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) pada

tahun 2015 tercatat sebesar 62,67 atau meningkat dari 62,26 (2014) walaupun tidak sebesar peningkatan IPM di daerah

lain.

Page 17: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

I. EKONOMI MAKRO REGIONAL

II. INFLASI

TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

PERKEMBANGAN STABILITAS KEUANGAN

Kondisi Stabilitas Keuangan (SSK) Daerah Provinsi NTT pada triwulan laporan masih terjaga, di tengah meningkatnya risiko

global dan domestik. Masih tingginya keyakinan rumah tangga terhadap kemampuan perekonomian ke depan, cukup

banyaknya simpanan rumah tangga dan rendahnya tingkat risiko kredit rumah tangga di perbankan menjadi penguat

stabilitas keuangan rumah tangga. Stabilitas keuangan UMKM relatif terjaga yang terlihat dari peningkatan kredit yang

cukup tinggi disertai dengan resiko gagal bayar yang rendah. Industri perbankan juga menunjukkan kinerja yang positif

yang terlihat dari terjaganya rasio LDR, kecukupan modal (CAR) maupun potensi gagal bayar nasabah yang relatif terjaga.

Adapun yang perlu mendapat perhatian adalah stabilitas keuangan tingkat korporasi yang menunjukkan adanya

peningkatan resiko gagal bayar kredit walaupun secara nilai nominal tidak signifikan.

PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN

Transaksi sistem pembayaran di Provinsi NTT mengalami peningkatan yang cukup besar seiring dengan adanya

peningkatan ekonomi pada triwulan II 2016. Pertumbuhan tranksaksi pembayaran tunai secara triwulanan (qtq) maupun

tahunan (yoy) mengalami peningkatan yang signifikan dikarenakan oleh besarnya permintaan uang tunai masyarakat dan

pelaku usaha menjelang hari raya idul Fitri, libur sekolah dan pencairan gaji ke-14. Di sisi lain, Perkembangan transaksi

pembayaran non tunai juga ikut mengalami peningkatan yang terlihat dari tingginya pertumbuhan SKNBI dan Layanan

Keuangan Digital (LKD).

PROSPEK PEREKONOMIAN

Pertumbuhan ekonomi NTT pada triwulan IV-2016 diperkirakan meningkat dan berada pada rentang 5,2-5,6% (yoy).

Sepanjang tahun 2016, pertumbuhan ekonomi diperkirakan bertumbuh sebesar 5,1-5,5% (yoy). Peningkatan

pertumbuhan ekonomi pada triwulan-IV diperkirakan didorong oleh sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan

Jaminan Sosial Wajib serta sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor. Sementara itu,

pertumbuhan ekonomi NTT sepanjang tahun 2016 diperkirakan didorong oleh konsumsi pemerintah dan investasi.

Di sisi lain, inflasi hingga akhir tahun diperkirakan berada pada kisaran 3,5-4,0% (yoy). Adanya deflasi pada bulan Juli dan

potensi deflasi bulan Agustus diperkirakan mampu menurunkan proyeksi inflasi hingga akhir tahun. Adanya Hari Ibu dan

Hari Nusantara nasional di bulan Desember diperkirakan tidak akan menimbulkan inflasi sebesar perayaan HKSN dan natal

bersama tahun 2015 dikarenakan oleh jumlah peserta yang diyakini tidak sebanyak kedua acara tersebut.

Agustus 2016 xviiAgustus 2016xvi

INDIKATOR

Berdasarkan Sektor/ Lapangan Usaha (Harga Berlaku)

Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku)

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Pertambangan dan Penggalian

Industri Pengolahan

Pengadaan Listrik dan Gas

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

Konstruksi

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

Transportasi dan Pergudangan

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

Informasi dan Komunikasi

Jasa Keuangan dan Asuransi

Real Estate

Jasa Perusahaan

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

Jasa Pendidikan

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

Jasa lainnya

Berdasarkan Permintaan / Penggunaan (Harga Berlaku)

Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku)

1. Konsumsi Rumah Tangga

2. Konsumsi Lembaga Non Profit (LNPRT)

3. Konsumsi Pemerintah

4. Pembentukan Modal Tetap Bruto

5. Perubahan Inventori

6. Ekspor Luar Negeri

7. Impor Luar Negeri

8. Net Ekspor Antar Daerah (Impor)

Data Ekspor Impor di Provinsi NTT

Ekspor

Nilai Ekspor Nonmigas (ribu USD)

Volume Ekspor Nonmigas (ton)

Impor

Nilai Impor Nonmigas (ribu USD)

Volume Impor Nonmigas (ton)

2014 2015

68.602,6

20.446,9

1.070,3

843,7

31,5

45,5

7.096,0

7.285,7

3.566,9

422,4

5.134,4

2.714,9

1.860,9

210,9

8.392,7

6.568,2

1.414,6

1.497,0

68.602,6

51.082,8

2.323,8

21.055,6

26.393,0

994,3

1.382,3

1.103,2

-33.526,0

18.410

61.410

26.013

76.708

76,432.5

22,665.7

1,307.6

940.9

40.0

47.2

7,908.2

8,274.0

3,976.0

487.1

5,477.4

2,995.5

2,054.3

235.5

9,399.6

7,367.7

1,616.4

1,639.5

76,432.5

56,027.9

2,539.4

23,705.4

32,505.8

967.6

1,608.8

261.5

-40,660.9

24,018

83,016

5,352

3,042

5.02

2.93

6.42

5.23

10.19

2.07

5.22

6.09

5.49

6.17

7.14

5.76

3.85

4.61

7.09

4.85

5.52

3.72

5.02

6.33

4.49

7.97

17.19

-15.22

19.99

-54.99

18.66

30.46

35.18

-79.43

-96.03

%QTQ* %YOY***%yoy*) II

2015

18.568,9

5.716,9

324,3

222,4

9,3

11,5

1.899,8

1.994,7

955,5

117,1

1.321,9

703,3

499,4

57,4

2.193,8

1.737,9

397,9

405,6

18.568,9

13.078,6

603,8

5.194,9

8.144,7

149,7

379,2

90,2

-8.891,7

6.595

17.277

3.653

1.503

19.689,8

5.740,8

314,9

239,1

12,7

11,4

2.048,2

2.098,4

1.058,3

128,0

1.383,6

781,8

526,1

59,8

2.502,5

1.936,7

425,5

421,8

19.689,8

14.712,8

583,5

3.195,8

8.187,8

23,5

305,2

55,2

-7.263,6

5.516

20.530

8.289

20.199

Ket: Dalam Rp Miliar (ADHB) *) Total Pertumbuhan 2015 dibandingkan 2014 **) Pertumbuhan Q2 2016 dibandingkan Q1 2016 ***) Pertumbuhan Q2 2016 dibandingkan Q2 2015 ****) Untuk mengukur pertumbuhan digunakan PDRB Harga Konstan

4,54

5,41

10,92

3,80

3,87

4,62

6,64

4,60

2,09

7,05

2,24

7,17

3,40

2,39

5,19

0,80

3,52

3,04

4,54

3,01

7,53

77,83

8,94

991,01

11,94

32,25

35,39

19,83

17,73

-99,54

-99,65

I

2015

5,29

0,47

1,75

7,07

11,25

0,86

6,32

4,26

7,25

10,85

6,10

16,34

2,94

1,41

12,36

6,37

5,27

3,03

5,29

5,87

0,79

4,14

0,67

54,21

-11,14

-20,01

1,84

0,22

39,90

-98,96

-95,29

2016

II

20.681,0

5.982,2

354,4

250,9

12,7

12,1

2.187,0

2.221,8

1.086,7

137,7

1.414,7

844,1

538,5

61,5

2.701,3

1.989,4

448,6

437,4

20.681,0

15.290,1

631,3

5.729,4

9.046,6

255,4

357,2

74,3

-10.554,8

6.610

24.171

38

71

Indikator2013 2014

I II III IV I II III IV

Indeks Harga Konsumen

NTT

- Kota Kupang

- Maumere

Laju Inflasi Tahunan (yoy %)

NTT

- Kota Kupang

- Maumere

104.41

104.56

103.39

7.11

7.06

7.38

104.78

104.91

103.96

5.26

5.56

3.73

108.66

108.85

107.42

8.29

8.88

5.32

110.58

110.84

108.85

8.41

8.84

6.24

112.52

112.91

110.00

7.78

7.99

6.39

113.27

113.63

110.93

8.10

8.31

6.70

113,15

113,50

110,85

4,13

4,27

3,19

119,15

120,06

113,20

7,76

8,32

4,00

2015

118.59

119.47

112.81

5.39

5.81

2.55

I II

120,07

121,09

113,42

6,01

6,57

2,24

III

120.78

121.54

115.77

6.74

7.08

4.44

IV

125.02

126.15

117.60

4.92

5.07

3.89

2016

I

124.56

125.64

117.50

5.04

5.16

4.16

II

126,10

127,42

117,47

5,02

5,23

3,57

KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

Indikator kesejahteraan dan ketenagakerjaan di Provinsi NTT menunjukkan adanya peningkatan yang terlihat dari

penurunan kemiskinan, kenaikan nilai IPM dan peningkatan indikator tenaga kerja SKDU. Penurunan penduduk miskin

juga diimbangi oleh ketimpangan pendapatan yang menurun. Sementara itu, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) pada

tahun 2015 tercatat sebesar 62,67 atau meningkat dari 62,26 (2014) walaupun tidak sebesar peningkatan IPM di daerah

lain.

Page 18: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

3,4

4,6

72

92,71

33.747

3,79

152.284

897

3,7

5,6

1098

136

21.758

6,32

201.975

1.203

INDIKATOR2014

I II III IV2014 2015

Inflow (Rp. Triliun)

Outflow (Rp. Triliun)

Uang Palsu (lembar)

Transaksi Non Tunai

BI-RTGS

To NTT

Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp. Triliun)

Volume Transaksi BI-RTGS (lembar warkat)

Kliring

Nominal Kliring Penyerahan (Rp. Triliun)

Volume Perputaran Kliring Penyerahan (lembar warkat)

Cek/BG Kosong

1,4

0,3

14

14,18

7.809

0,84

34.677

179

0,7

0,8

11

13,05

7.868

0,85

36.188

175

0,8

1,3

39

29,84

8.776

0,91

37.809

276

0,5

2,1

8

35,63

9.294

1,19

43.610

267

1,8

0,4

27

34,61

5.984

0,99

39.971

300

2015

II

0,5

0,9

966

43,75

6.086

0,93

40.708

254

III

0,8

1,7

52

41,55

5.877

1,38

48.453

342

IV

0,5

2,6

53

15,84

3.811

3,01

72.843

307

I

1,8

0,3

25

8,69

323

3,11

67.315

229

2016

II

0,7

1,7

89

6,76

335

3,36

75.723

247

INDIKATOR

A. Bank Umum Konvensional dan Syariah (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain)

1. Total Aset

2. DPK

- Giro

- Tabungan

- Deposito

3. Kredit Berdasarkan Lokasi Proyek

- Investasi

- Modal Kerja

- Konsumsi

4. Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang

- Investasi

- Modal Kerja

- Konsumsi

LDR (%)

Kredit UMKM

B. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain).

Total Aset

Dana Pihak Ketiga

Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang

LDR (%)

C. Grand Total (A+B)

1. Total Aset

2. Dana Pihak Ketiga

3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang

D. Pangsa BPR Terhadap Grand Total

1. Total Aset (%)

2. Dana Pihak Ketiga (%)

3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang (%)

2014

I II III IV

20152014 2015

25.600

18.571

3.717

10.385

4.469

17.094

5.252

1.309

10.534

17.759

5.316

1.537

10.905

92,0%

5.162

415

309

319

79,4%

26.016

18.880

18.077

1,6%

1,6%

1,8%

28.602

21.478

4.372

11.933

5.173

19.483

5.917

1.381

12.185

20.284

6.110

1.650

12.524

90,7%

6.075

510

381

366

76,7%

29.112

21.859

19.849

1,8%

1,7%

1,8%

23.316

17.078

4.137

8.577

4.363

15.071

4.322

1.115

9.634

15.756

4.439

1.344

9.972

88,3%

4.185

343

250

270

82,6%

23.660

17.328

16.026

1,5%

1,4%

1,7%

26.398

18.791

5.516

8.568

4.707

15.947

4.742

1.201

10.004

16.652

4.881

1.444

10.326

84,9%

4.753

355

257

294

85,6%

26.753

19.048

16.946

1,3%

1,4%

1,7%

27.114

19.092

5.091

9.041

4.960

16.532

5.008

1.235

10.289

17.220

5.122

1.444

10.654

86,6%

5.000

374

275

306

84,1%

27.487

19.367

17.527

1,4%

1,4%

1,7%

25.600

18.571

3.717

10.385

4.469

17.094

5.252

1.309

10.534

17.759

5.316

1.537

10.905

92,0%

5.162

415

309

319

79,4%

26.016

18.880

18.077

1,6%

1,6%

1,8%

29.877

19.798

5.474

9.092

5.232

17.226

5.218

1.318

10.690

16.907

5.011

1.260

10.636

87,0%

5.234

437

311

330

80,5%

30.314

20.109

17.237

1,4%

1,5%

1,9%

II

32.778

21.764

6.379

9.149

6.236

18.198

5.626

1.359

11.212

17.845

5.392

1.303

11.150

83,6%

5.611

454

331

349

82,4%

33.232

22.095

18.194

1,4%

1,5%

1,9%

III

32.750

22.341

6.537

9.644

6.159

18.897

5.848

1.338

11.710

18.552

5.618

1.286

11.648

83,7%

5.996

482

353

354

80,5%

33.232

22.694

18.906

1,4%

1,6%

1,9%

IV

28.602

21.478

4.372

11.933

5.173

19.492

5.922

1.381

12.189

20.284

6.110

1.650

12.524

89,9%

6.080

513

382

369

76,70%

29.115

21.860

20.652

1,8%

1,7%

1,8%

2016

30.931

21.945

5.604

10.449

5.893

20.525

6.127

1.567

12.830

19.546

5.742

1.317

12.487

88,3%

6.188

535

403

368

77,6%

31.466

22.348

19.914

1,7%

1,8%

1,8%

II

33.626

23.527

6.893

10.507

6.127

20.587

6.275

1.401

12.912

21.731

6.693

1.696

13.342

91,2%

6671

545

412

389

79,8%

34.170

23.939

22.120

1,6%

1,7%

1,8%

Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan-II 2016 mengalami peningkatan dibandingkan

triwulan I-2016.

Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT triwulan II-2016 mencapai 5,29% (yoy) meningkat dibandingkan

triwulan I-2016 yang sebesar 5,08% (yoy) dan dibandingkan nasional yang sebesar 5,18% (yoy).

Dari sisi penggunaan, peningkatan konsumsi rumah tangga dan adanya perlambatan impor antar

daerah menjadi faktor utama pendorong pertumbuhan ekonomi NTT, sementara itu dari sisi sektoral,

pertumbuhan ditopang oleh sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib.

Sementara itu, tracking pertumbuhan ekonomi pada triwulan III diperkirakan akan mengalami sedikit

peningkatan terutama didorong oleh sektor investasi.

Ekonomi Makro Regional01

III. PERBANKAN

IV. SISTEM PEMBAYARAN

xviii Agustus 2016

Foto : Kampung Tua Benteng Neno

Page 19: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

3,4

4,6

72

92,71

33.747

3,79

152.284

897

3,7

5,6

1098

136

21.758

6,32

201.975

1.203

INDIKATOR2014

I II III IV2014 2015

Inflow (Rp. Triliun)

Outflow (Rp. Triliun)

Uang Palsu (lembar)

Transaksi Non Tunai

BI-RTGS

To NTT

Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp. Triliun)

Volume Transaksi BI-RTGS (lembar warkat)

Kliring

Nominal Kliring Penyerahan (Rp. Triliun)

Volume Perputaran Kliring Penyerahan (lembar warkat)

Cek/BG Kosong

1,4

0,3

14

14,18

7.809

0,84

34.677

179

0,7

0,8

11

13,05

7.868

0,85

36.188

175

0,8

1,3

39

29,84

8.776

0,91

37.809

276

0,5

2,1

8

35,63

9.294

1,19

43.610

267

1,8

0,4

27

34,61

5.984

0,99

39.971

300

2015

II

0,5

0,9

966

43,75

6.086

0,93

40.708

254

III

0,8

1,7

52

41,55

5.877

1,38

48.453

342

IV

0,5

2,6

53

15,84

3.811

3,01

72.843

307

I

1,8

0,3

25

8,69

323

3,11

67.315

229

2016

II

0,7

1,7

89

6,76

335

3,36

75.723

247

INDIKATOR

A. Bank Umum Konvensional dan Syariah (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain)

1. Total Aset

2. DPK

- Giro

- Tabungan

- Deposito

3. Kredit Berdasarkan Lokasi Proyek

- Investasi

- Modal Kerja

- Konsumsi

4. Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang

- Investasi

- Modal Kerja

- Konsumsi

LDR (%)

Kredit UMKM

B. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain).

Total Aset

Dana Pihak Ketiga

Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang

LDR (%)

C. Grand Total (A+B)

1. Total Aset

2. Dana Pihak Ketiga

3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang

D. Pangsa BPR Terhadap Grand Total

1. Total Aset (%)

2. Dana Pihak Ketiga (%)

3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang (%)

2014

I II III IV

20152014 2015

25.600

18.571

3.717

10.385

4.469

17.094

5.252

1.309

10.534

17.759

5.316

1.537

10.905

92,0%

5.162

415

309

319

79,4%

26.016

18.880

18.077

1,6%

1,6%

1,8%

28.602

21.478

4.372

11.933

5.173

19.483

5.917

1.381

12.185

20.284

6.110

1.650

12.524

90,7%

6.075

510

381

366

76,7%

29.112

21.859

19.849

1,8%

1,7%

1,8%

23.316

17.078

4.137

8.577

4.363

15.071

4.322

1.115

9.634

15.756

4.439

1.344

9.972

88,3%

4.185

343

250

270

82,6%

23.660

17.328

16.026

1,5%

1,4%

1,7%

26.398

18.791

5.516

8.568

4.707

15.947

4.742

1.201

10.004

16.652

4.881

1.444

10.326

84,9%

4.753

355

257

294

85,6%

26.753

19.048

16.946

1,3%

1,4%

1,7%

27.114

19.092

5.091

9.041

4.960

16.532

5.008

1.235

10.289

17.220

5.122

1.444

10.654

86,6%

5.000

374

275

306

84,1%

27.487

19.367

17.527

1,4%

1,4%

1,7%

25.600

18.571

3.717

10.385

4.469

17.094

5.252

1.309

10.534

17.759

5.316

1.537

10.905

92,0%

5.162

415

309

319

79,4%

26.016

18.880

18.077

1,6%

1,6%

1,8%

29.877

19.798

5.474

9.092

5.232

17.226

5.218

1.318

10.690

16.907

5.011

1.260

10.636

87,0%

5.234

437

311

330

80,5%

30.314

20.109

17.237

1,4%

1,5%

1,9%

II

32.778

21.764

6.379

9.149

6.236

18.198

5.626

1.359

11.212

17.845

5.392

1.303

11.150

83,6%

5.611

454

331

349

82,4%

33.232

22.095

18.194

1,4%

1,5%

1,9%

III

32.750

22.341

6.537

9.644

6.159

18.897

5.848

1.338

11.710

18.552

5.618

1.286

11.648

83,7%

5.996

482

353

354

80,5%

33.232

22.694

18.906

1,4%

1,6%

1,9%

IV

28.602

21.478

4.372

11.933

5.173

19.492

5.922

1.381

12.189

20.284

6.110

1.650

12.524

89,9%

6.080

513

382

369

76,70%

29.115

21.860

20.652

1,8%

1,7%

1,8%

2016

30.931

21.945

5.604

10.449

5.893

20.525

6.127

1.567

12.830

19.546

5.742

1.317

12.487

88,3%

6.188

535

403

368

77,6%

31.466

22.348

19.914

1,7%

1,8%

1,8%

II

33.626

23.527

6.893

10.507

6.127

20.587

6.275

1.401

12.912

21.731

6.693

1.696

13.342

91,2%

6671

545

412

389

79,8%

34.170

23.939

22.120

1,6%

1,7%

1,8%

Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan-II 2016 mengalami peningkatan dibandingkan

triwulan I-2016.

Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT triwulan II-2016 mencapai 5,29% (yoy) meningkat dibandingkan

triwulan I-2016 yang sebesar 5,08% (yoy) dan dibandingkan nasional yang sebesar 5,18% (yoy).

Dari sisi penggunaan, peningkatan konsumsi rumah tangga dan adanya perlambatan impor antar

daerah menjadi faktor utama pendorong pertumbuhan ekonomi NTT, sementara itu dari sisi sektoral,

pertumbuhan ditopang oleh sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib.

Sementara itu, tracking pertumbuhan ekonomi pada triwulan III diperkirakan akan mengalami sedikit

peningkatan terutama didorong oleh sektor investasi.

Ekonomi Makro Regional01

III. PERBANKAN

IV. SISTEM PEMBAYARAN

xviii Agustus 2016

Foto : Kampung Tua Benteng Neno

Page 20: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

Nilai Nominal Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi NTT pada triwulan II-2016 mencapai Rp 20,68

triliun dengan pertumbuhan tahunan sebesar 5,29% (yoy). Dari sisi penggunaan, pertumbuhan konsumsi rumah

tangga menjadi yang tertinggi dengan angka mencapai 5,87% (yoy) yang terutama ditopang oleh konsumsi bidang

Restoran dan Hotel yang tumbuh mencapai 55,58% (yoy) seiring adanya kegiatan Tour de Flores, Rapat koordinasi

pemerintah di hotel dan masa liburan sekolah. Pertumbuhan juga ditunjang oleh peningkatan konsumsi kolektif

Pemerintah sebesar 5,40% (yoy) seiring realisasi gaji ke-13 dan ke-14 Pegawai Negeri Sipil serta impor antar daerah yang

hanya tumbuh sebesar 1,84% (yoy). Dari sisi sektoral,sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial

Wajib menjadi pendorong utama dengan pertumbuhan mencapai 12,36% (yoy) yang diperkirakan juga ditunjang oleh

realisasi gaji ke-13 dan ke-14 serta sektor Konstruksi yang salah satunya didorong oleh proyek-proyek pemerintah, seperti

bendungan, jalan dan Pos Lintas Batas Negara (PLBN).

Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan-II sebesar 5,29% (yoy) tersebut juga tercatat masih lebih

tinggi dibandingkan nasional yang sebesar 5,18% (yoy). Pertumbuhan nasional terutama didorong oleh

peningkatan konsumsi rumah tangga seiring membaiknya daya beli masyarakat dan meningkatnya konsumsi menjelang

perayaan Idul Fitri serta peningkatan konsumsi pemerintah. Namun, pertumbuhan ekonomi NTT masih cenderung lebih

rendah apabila dibandingkan dengan Provinsi Bali yang mencapai 6,53% (yoy) yang masih ditopang oleh pertumbuhan

sektor utama, yaitu penyediaan akomodasi dan makan minum serta konstruksi. Pertumbuhan ekonomi NTT juga masih

lebih rendah apabila dibandingkan dengan NTB sebesar 9,92% (yoy) yang masih ditunjang sektor pertambangan dan

penggalian.

1.1 KONDISI UMUM

Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan-III diperkirakan akan cenderung sedikit meningkat dengan

kisaran 5,1-5,5% (yoy). Pertumbuhan ekonomi triwulan III diperkirakan didorong oleh kegiatan investasi. Hal ini

terutama berasal dari Investasi Pemerintah seiring dengan realisasi belanja modal pemerintah yang hingga akhir bulan Juni

baru mencapai 13,9% atau Rp 1,3 triliun dari total pagu belanja pemerintah sebesar Rp 9,7 triliun di tahun 2016. Investasi

lainnya diperkirakan masih berasal dari realisasi investasi sektor swasta. Sementara itu, belanja konsumsi rumah tangga

juga diperkirakan masih tumbuh positif seiring dengan masa liburan sekolah dan ajaran baru serta dorongan belanja

setelah realisasi tunjangan kinerja ke-13 untuk PNS di Bulan Juli.

Sumber:BPS (diolah)

GRAFIK 1.1. PDRB (ADHB) DAN PERTUMBUHAN PDRB TAHUNAN PROVINSI NTT DIBANDING NASIONAL

20.6

8

19.6

9

5.29

5.18

4

4.5

5

5.5

6

6.5

10

12

14

16

18

20

22 TRILIUN RP

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

PDRB NTT (TRILIUN RP) NTT (%YOY) NASIONAL (%YOY)

Sumber : BPS (diolah)

GRAFIK 1.2. PDRB DAN PERTUMBUHAN PDRB PROVINSI NTT, BALI, NTB DAN NASIONAL

BALI

NAS NTT NTB BALI

YOY

PDRB ADHB(TRILIUN)

NTT NTB NAS

II

5,18 5,29

9,92

6,53

48.1320.68 28.91 3086,6

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

1Agustus 2016

Page 21: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

Nilai Nominal Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi NTT pada triwulan II-2016 mencapai Rp 20,68

triliun dengan pertumbuhan tahunan sebesar 5,29% (yoy). Dari sisi penggunaan, pertumbuhan konsumsi rumah

tangga menjadi yang tertinggi dengan angka mencapai 5,87% (yoy) yang terutama ditopang oleh konsumsi bidang

Restoran dan Hotel yang tumbuh mencapai 55,58% (yoy) seiring adanya kegiatan Tour de Flores, Rapat koordinasi

pemerintah di hotel dan masa liburan sekolah. Pertumbuhan juga ditunjang oleh peningkatan konsumsi kolektif

Pemerintah sebesar 5,40% (yoy) seiring realisasi gaji ke-13 dan ke-14 Pegawai Negeri Sipil serta impor antar daerah yang

hanya tumbuh sebesar 1,84% (yoy). Dari sisi sektoral,sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial

Wajib menjadi pendorong utama dengan pertumbuhan mencapai 12,36% (yoy) yang diperkirakan juga ditunjang oleh

realisasi gaji ke-13 dan ke-14 serta sektor Konstruksi yang salah satunya didorong oleh proyek-proyek pemerintah, seperti

bendungan, jalan dan Pos Lintas Batas Negara (PLBN).

Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan-II sebesar 5,29% (yoy) tersebut juga tercatat masih lebih

tinggi dibandingkan nasional yang sebesar 5,18% (yoy). Pertumbuhan nasional terutama didorong oleh

peningkatan konsumsi rumah tangga seiring membaiknya daya beli masyarakat dan meningkatnya konsumsi menjelang

perayaan Idul Fitri serta peningkatan konsumsi pemerintah. Namun, pertumbuhan ekonomi NTT masih cenderung lebih

rendah apabila dibandingkan dengan Provinsi Bali yang mencapai 6,53% (yoy) yang masih ditopang oleh pertumbuhan

sektor utama, yaitu penyediaan akomodasi dan makan minum serta konstruksi. Pertumbuhan ekonomi NTT juga masih

lebih rendah apabila dibandingkan dengan NTB sebesar 9,92% (yoy) yang masih ditunjang sektor pertambangan dan

penggalian.

1.1 KONDISI UMUM

Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan-III diperkirakan akan cenderung sedikit meningkat dengan

kisaran 5,1-5,5% (yoy). Pertumbuhan ekonomi triwulan III diperkirakan didorong oleh kegiatan investasi. Hal ini

terutama berasal dari Investasi Pemerintah seiring dengan realisasi belanja modal pemerintah yang hingga akhir bulan Juni

baru mencapai 13,9% atau Rp 1,3 triliun dari total pagu belanja pemerintah sebesar Rp 9,7 triliun di tahun 2016. Investasi

lainnya diperkirakan masih berasal dari realisasi investasi sektor swasta. Sementara itu, belanja konsumsi rumah tangga

juga diperkirakan masih tumbuh positif seiring dengan masa liburan sekolah dan ajaran baru serta dorongan belanja

setelah realisasi tunjangan kinerja ke-13 untuk PNS di Bulan Juli.

Sumber:BPS (diolah)

GRAFIK 1.1. PDRB (ADHB) DAN PERTUMBUHAN PDRB TAHUNAN PROVINSI NTT DIBANDING NASIONAL

20.6

8

19.6

9

5.29

5.18

4

4.5

5

5.5

6

6.5

10

12

14

16

18

20

22 TRILIUN RP

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

PDRB NTT (TRILIUN RP) NTT (%YOY) NASIONAL (%YOY)

Sumber : BPS (diolah)

GRAFIK 1.2. PDRB DAN PERTUMBUHAN PDRB PROVINSI NTT, BALI, NTB DAN NASIONAL

BALI

NAS NTT NTB BALI

YOY

PDRB ADHB(TRILIUN)

NTT NTB NAS

II

5,18 5,29

9,92

6,53

48.1320.68 28.91 3086,6

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

1Agustus 2016

Page 22: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

GRAFIK 1.7. INDEKS KEGIATAN DUNIA USAHA

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah

-30

-20

-10

0

10

20

30

40

50

60

HARGA JUAL TENAGA KERJAKEGIATAN USAHA

GRAFIK 1.6. PERKEMBANGAN KONSUMSI LISTRIK RUMAH TANGGA

KONSUMSI (RIBU KWH) GROWTH (YOY)

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

0

20000

40000

60000

80000

100000

120000

140000

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

I II I I I IV2012

Sumber : PT PLN, diolah

GRAFIK 1.5. INDEKS TENDENSI KONSUMEN

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV I

2016

80

85

90

95

100

105

110

115

ITK PENDAPATAN RT PROYEKSI ITK

Sumber:BPS (diolah)

GRAFIK 1.8. PENYALURAN KREDIT KONSUMSI

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV I

2016

Sumber : Bank Indonesia, diolah

TRILIUN

KONSUMSI KONSUMSI (YOY)

I I I I

I I

I I8%

9%

10%

11%

12%

13%

14%

15%

16%

17%

0

2

4

6

8

10

12

14

16

-4%

-2%

0%

2%

4%

6%

8%

10%

500

550

600

650

700

750

800

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV I

2016

PERTUMBUHAN (%-YOY)KONSUMSI BBM (RP)

GRAFIK 1.4. PERKEMBANGAN KONSUMSI BBM

Sumber : PT Pertamina, diolah

II2014

I I I I I I IV2015

I II I I I IV I2016

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

PERTUMBUHAN (%YOY)SURVEI PENJUALAN ECERAN (RP JUTA)

GRAFIK 1.3. SURVEI PENJUALAN ECERAN

Sumber : Bank Indonesia

II0

10.000

20.000

30.000

40.000

50.000

60.000

1.2 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI PENGGUNAAN

Pada triwulan II 2016 pertumbuhan konsumsi rumah tangga sebesar 5,87% (yoy) menjadi pendorong utama

perekonomian NTT. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga terutama didorong oleh konsumsi restoran dan hotel yang

meningkat hingga 55,58% (yoy) yang terutama disebabkan oleh adanya even bersifat nasional seperti Tour de Flores,

kegiatan rapat di hotel-hotel, serta tibanya musim liburan sekolah. Sementara itu, konsumsi pemerintah juga mengalami

pertumbuhan cukup tinggi sebesar 4,14% dengan didorong oleh pertumbuhan konsumsi kolektif pemerintah sebesar

5,40% (yoy) seiring realisasi gaji ke-13 dan 14.

1.2.1 Konsumsi

Secara umum, pengeluaran konsumsi pada triwulan II menunjukkan pertumbuhan sebesar 5,28% (yoy)

melambat apabila dibandingkan triwulan I-2016 yang sebesar 5,75% (yoy). Pertumbuhan konsumsi pemerintah

yang melambat dari 6,87% (yoy) pada triwulan-I 2016 menjadi 4,14% (yoy) di triwulan-II 2016 seiring dampak upaya

penghematan anggaran pemerintah diperkirakan menjadi salah satu penyebab utama. Sementara itu, perkembangan

pada setiap komponen pembentuk konsumsi adalah sebagai berikut:

Pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan-II sebesar 5,87% (yoy) meningkat dibandingkan

triwulan-I yang sebesar 5,60% (yoy). Pertumbuhan terutama didorong oleh restoran dan hotel yang mencapai

55,58%(yoy) dan diperkirakan disebabkan oleh adanya even bersifat nasional, peningkatan frekuensi kegiatan rapat di

hotel dan tibanya musim liburan sekolah. Peningkatan juga terjadi pada komponen yang memiliki bobot terbesar pada

komponen konsumsi, yaitu konsumsi makanan dan minuman yang tumbuh sebesar 3,77% (yoy) seiring masa liburan

sekolah dan momen menjelang Idul Fitri. Adanya gaji ke-13 dan ke-14 Pegawai Negeri Sipil serta masa panen komoditas

padi juga menjadi pendorong peningkatan konsumsi masyarakat NTT.

URAIAN2014

2016Bobot yoy

22.787.208

2.221.724

9.643.623

4.358.224

12.900.929

2.683.934

1.432.250

56.027.892

6.279.283

611.510

2.452.525

1.163.667

3.632.993

720.896

429.271

15.290.144

5.469.348

256.227

2.290.279

865.265

3.182.515

701.683

313.297

13.078.616

5.914.915

548.409

2.470.458

1.113.479

3.619.762

639.004

406.789

14.712.817

41,1

4,0

16,0

7,6

23,8

4,7

2,8

100,0

3,77

3,09

-0,54

17,87

4,31

55,58

8,40

5,87

20.652.675

1.981.604

9.354.500

3.717.431

12.226.260

1.311.689

1.708.591

50.952.750 Sumber: BPS (diolah)

KONS MAKANAN DAN MINUMAN

KONS PAKAIAN & ALAS KAKI

KONS PERUMAHAN & PERL RT

KESEHATAN & PENDIDIKAN

TRANSPORTASI & KOMUNIKASI

RESTORAN & HOTEL

KONSUMSI LAINNYA

KONSUMSI

2015

YOY

II

2015

III

Tabel 1.2. PDRB Komponen Konsumsi Rumah Tangga Provinsi NTT Triwulan II-2016

URAIAN2014

2016Bobot yoy

56.027.892

2.539.408

23.705.393

32.505.797

967.562

1.608.842

261.549

(40.660.869)

76.432.477

15.290.144

631.294

5.729.408

9.046.634

255.447

357.151

74.286

(10.554.837)

20.680.956

13.078.616

603.754

5.194.853

8.144.679

149.693

379.197

90.151

(8.891.748)

18.568.891

14.712.817

583.485

3.195.817

8.187.777

23.514

305.214

55.159

(7.263.645)

19.689.820

73,9

3,1

27,7

43,7

1,2

1,7

0,4

-51,0

100,0

5,87

0,79

4,14

0,67

54,21

-11,14

-20,01

1,84

5,29

50.952.750

2.323.762

20.592.320

26.693.029

1.024.332

1.382.328

527.152

(33.842.869)

68.598.500 Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)

PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA

PENGELUARAN KONSUMSI LNPRT

PENGELUARAN KONSUMSI PEMERINTAH

PEMBENTUKAN MODAL TETAP BRUTO

PERUBAHAN INVENTORI

EKSPOR LUAR NEGERI

IMPOR LUAR NEGERI

NET EKSPOR ANTAR DAERAH

P D R B

2015

YOY

II

2015

III

Tabel 1.1. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Pengeluaran Triwulan II-2016

Pertumbuhan konsumsi rumah tangga juga dapat terlihat dari hasil Survei Penjualan Eceran (SPE) – Bank Indonesia dan

konsumsi bahan bakar minyak (BBM) yang meningkat pada periode triwulan II tahun 2016. Pertumbuhan penjualan SPE

terdapat pada usaha makanan dan tembakau, peralatan rumah tangga serta pakaian dan perlengkapannya yang secara

omset tumbuh cukup tinggi. Pertumbuhan juga terjadi pada konsumsi BBM (Premium, Pertamax, Minyak Tanah, Solar dan

Bio Solar) yang meningkat sebesar 0,61% (yoy) setelah dilakukan konversi ke dalam rupiah.

Indikasi peningkatan juga terlihat dari angka Indeks Tendensi Konsumen (ITK) dan pertumbuhan kredit

konsumsi. Dari survei BPS, seiring dengan kenaikan angka indeks pendapatan rumah tangga, angka ITK menunjukkan

peningkatan menjadi sebesar 103,87 pada triwulan II-2016 dibandingkan triwulan I yang hanya sebesar 98,15.

Pertumbuhan juga tercatat pada konsumsi listrik rumah tangga yang tumbuh sebesar 5,5% (yoy) melambat dibandingkan

triwulan-I yang tumbuh 10,67% (yoy) namun mencatat angka pemakaian listrik rumah tangga tertinggi triwulanan

selama beberapa tahun terakhir dengan total pemakaian 122.618 ribu Kwh. Indikator yang mendukung adanya

peningkatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan II diantaranya adalah indikator Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)

Bank Indonesia yang menunjukkan peningkatan angka indeks kegiatan dunia usaha, harga jual dan tenaga kerja pada

triwulan II 2016. Sementara itu, dari indikator perbankan, pertumbuhan kredit konsumsi mencapai 15,3%(yoy) atau

dengan nominal outstanding sebesar Rp 13,3 triliun.

Komponen Konsumsi Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT) tumbuh 0,79% (yoy)

melambat dibandingkan triwulan I 2016 yang sebesar 3,92% (yoy). Perlambatan diperkirakan terjadi seiring dengan

masih belum adanya kegiatan pilkada ataupun kegiatan lembaga swadaya masyarakat yang bersifat massif pada triwulan

II 2016.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

3

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

2 Agustus 2016Agustus 2016

Page 23: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

GRAFIK 1.7. INDEKS KEGIATAN DUNIA USAHA

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah

-30

-20

-10

0

10

20

30

40

50

60

HARGA JUAL TENAGA KERJAKEGIATAN USAHA

GRAFIK 1.6. PERKEMBANGAN KONSUMSI LISTRIK RUMAH TANGGA

KONSUMSI (RIBU KWH) GROWTH (YOY)

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

0

20000

40000

60000

80000

100000

120000

140000

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

I II I I I IV2012

Sumber : PT PLN, diolah

GRAFIK 1.5. INDEKS TENDENSI KONSUMEN

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV I

2016

80

85

90

95

100

105

110

115

ITK PENDAPATAN RT PROYEKSI ITK

Sumber:BPS (diolah)

GRAFIK 1.8. PENYALURAN KREDIT KONSUMSI

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV I

2016

Sumber : Bank Indonesia, diolah

TRILIUN

KONSUMSI KONSUMSI (YOY)

I I I I

I I

I I8%

9%

10%

11%

12%

13%

14%

15%

16%

17%

0

2

4

6

8

10

12

14

16

-4%

-2%

0%

2%

4%

6%

8%

10%

500

550

600

650

700

750

800

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV I

2016

PERTUMBUHAN (%-YOY)KONSUMSI BBM (RP)

GRAFIK 1.4. PERKEMBANGAN KONSUMSI BBM

Sumber : PT Pertamina, diolah

II2014

I I I I I I IV2015

I II I I I IV I2016

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

PERTUMBUHAN (%YOY)SURVEI PENJUALAN ECERAN (RP JUTA)

GRAFIK 1.3. SURVEI PENJUALAN ECERAN

Sumber : Bank Indonesia

II0

10.000

20.000

30.000

40.000

50.000

60.000

1.2 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI PENGGUNAAN

Pada triwulan II 2016 pertumbuhan konsumsi rumah tangga sebesar 5,87% (yoy) menjadi pendorong utama

perekonomian NTT. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga terutama didorong oleh konsumsi restoran dan hotel yang

meningkat hingga 55,58% (yoy) yang terutama disebabkan oleh adanya even bersifat nasional seperti Tour de Flores,

kegiatan rapat di hotel-hotel, serta tibanya musim liburan sekolah. Sementara itu, konsumsi pemerintah juga mengalami

pertumbuhan cukup tinggi sebesar 4,14% dengan didorong oleh pertumbuhan konsumsi kolektif pemerintah sebesar

5,40% (yoy) seiring realisasi gaji ke-13 dan 14.

1.2.1 Konsumsi

Secara umum, pengeluaran konsumsi pada triwulan II menunjukkan pertumbuhan sebesar 5,28% (yoy)

melambat apabila dibandingkan triwulan I-2016 yang sebesar 5,75% (yoy). Pertumbuhan konsumsi pemerintah

yang melambat dari 6,87% (yoy) pada triwulan-I 2016 menjadi 4,14% (yoy) di triwulan-II 2016 seiring dampak upaya

penghematan anggaran pemerintah diperkirakan menjadi salah satu penyebab utama. Sementara itu, perkembangan

pada setiap komponen pembentuk konsumsi adalah sebagai berikut:

Pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan-II sebesar 5,87% (yoy) meningkat dibandingkan

triwulan-I yang sebesar 5,60% (yoy). Pertumbuhan terutama didorong oleh restoran dan hotel yang mencapai

55,58%(yoy) dan diperkirakan disebabkan oleh adanya even bersifat nasional, peningkatan frekuensi kegiatan rapat di

hotel dan tibanya musim liburan sekolah. Peningkatan juga terjadi pada komponen yang memiliki bobot terbesar pada

komponen konsumsi, yaitu konsumsi makanan dan minuman yang tumbuh sebesar 3,77% (yoy) seiring masa liburan

sekolah dan momen menjelang Idul Fitri. Adanya gaji ke-13 dan ke-14 Pegawai Negeri Sipil serta masa panen komoditas

padi juga menjadi pendorong peningkatan konsumsi masyarakat NTT.

URAIAN2014

2016Bobot yoy

22.787.208

2.221.724

9.643.623

4.358.224

12.900.929

2.683.934

1.432.250

56.027.892

6.279.283

611.510

2.452.525

1.163.667

3.632.993

720.896

429.271

15.290.144

5.469.348

256.227

2.290.279

865.265

3.182.515

701.683

313.297

13.078.616

5.914.915

548.409

2.470.458

1.113.479

3.619.762

639.004

406.789

14.712.817

41,1

4,0

16,0

7,6

23,8

4,7

2,8

100,0

3,77

3,09

-0,54

17,87

4,31

55,58

8,40

5,87

20.652.675

1.981.604

9.354.500

3.717.431

12.226.260

1.311.689

1.708.591

50.952.750 Sumber: BPS (diolah)

KONS MAKANAN DAN MINUMAN

KONS PAKAIAN & ALAS KAKI

KONS PERUMAHAN & PERL RT

KESEHATAN & PENDIDIKAN

TRANSPORTASI & KOMUNIKASI

RESTORAN & HOTEL

KONSUMSI LAINNYA

KONSUMSI

2015

YOY

II

2015

III

Tabel 1.2. PDRB Komponen Konsumsi Rumah Tangga Provinsi NTT Triwulan II-2016

URAIAN2014

2016Bobot yoy

56.027.892

2.539.408

23.705.393

32.505.797

967.562

1.608.842

261.549

(40.660.869)

76.432.477

15.290.144

631.294

5.729.408

9.046.634

255.447

357.151

74.286

(10.554.837)

20.680.956

13.078.616

603.754

5.194.853

8.144.679

149.693

379.197

90.151

(8.891.748)

18.568.891

14.712.817

583.485

3.195.817

8.187.777

23.514

305.214

55.159

(7.263.645)

19.689.820

73,9

3,1

27,7

43,7

1,2

1,7

0,4

-51,0

100,0

5,87

0,79

4,14

0,67

54,21

-11,14

-20,01

1,84

5,29

50.952.750

2.323.762

20.592.320

26.693.029

1.024.332

1.382.328

527.152

(33.842.869)

68.598.500 Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)

PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA

PENGELUARAN KONSUMSI LNPRT

PENGELUARAN KONSUMSI PEMERINTAH

PEMBENTUKAN MODAL TETAP BRUTO

PERUBAHAN INVENTORI

EKSPOR LUAR NEGERI

IMPOR LUAR NEGERI

NET EKSPOR ANTAR DAERAH

P D R B

2015

YOY

II

2015

III

Tabel 1.1. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Pengeluaran Triwulan II-2016

Pertumbuhan konsumsi rumah tangga juga dapat terlihat dari hasil Survei Penjualan Eceran (SPE) – Bank Indonesia dan

konsumsi bahan bakar minyak (BBM) yang meningkat pada periode triwulan II tahun 2016. Pertumbuhan penjualan SPE

terdapat pada usaha makanan dan tembakau, peralatan rumah tangga serta pakaian dan perlengkapannya yang secara

omset tumbuh cukup tinggi. Pertumbuhan juga terjadi pada konsumsi BBM (Premium, Pertamax, Minyak Tanah, Solar dan

Bio Solar) yang meningkat sebesar 0,61% (yoy) setelah dilakukan konversi ke dalam rupiah.

Indikasi peningkatan juga terlihat dari angka Indeks Tendensi Konsumen (ITK) dan pertumbuhan kredit

konsumsi. Dari survei BPS, seiring dengan kenaikan angka indeks pendapatan rumah tangga, angka ITK menunjukkan

peningkatan menjadi sebesar 103,87 pada triwulan II-2016 dibandingkan triwulan I yang hanya sebesar 98,15.

Pertumbuhan juga tercatat pada konsumsi listrik rumah tangga yang tumbuh sebesar 5,5% (yoy) melambat dibandingkan

triwulan-I yang tumbuh 10,67% (yoy) namun mencatat angka pemakaian listrik rumah tangga tertinggi triwulanan

selama beberapa tahun terakhir dengan total pemakaian 122.618 ribu Kwh. Indikator yang mendukung adanya

peningkatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan II diantaranya adalah indikator Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)

Bank Indonesia yang menunjukkan peningkatan angka indeks kegiatan dunia usaha, harga jual dan tenaga kerja pada

triwulan II 2016. Sementara itu, dari indikator perbankan, pertumbuhan kredit konsumsi mencapai 15,3%(yoy) atau

dengan nominal outstanding sebesar Rp 13,3 triliun.

Komponen Konsumsi Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT) tumbuh 0,79% (yoy)

melambat dibandingkan triwulan I 2016 yang sebesar 3,92% (yoy). Perlambatan diperkirakan terjadi seiring dengan

masih belum adanya kegiatan pilkada ataupun kegiatan lembaga swadaya masyarakat yang bersifat massif pada triwulan

II 2016.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

3

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

2 Agustus 2016Agustus 2016

Page 24: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

GRAFIK 1.12. REALISASI KONSUMSI SEMEN PROVINSI NTT

Sumber : Asosiasi Semen Indonesia, diolah

RIBU TON YOY

TRILIUN

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV I

2016II

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

0

50

100

150

200

250

300

URAIAN2014

2016Bobot yoy

24.648.097

7.857.700

32.505.797

6.558.857

2.487.776

9.046.634

6.226.198

1.918.480

8.144.679

6.087.531

2.100.246

8.187.777

72,5

27,5

100,0

0,86

0,11

0,67

20.049.429

6.643.600

26.693.029 Sumber: BPS (diolah)

PMTB BANGUNAN

PMTB NON BANGUNAN

PMTB

2015

YOY

II

2015

III

Tabel 1.4. PDRB Komponen Investasi Provinsi NTT Triwulan II-2016

GRAFIK 1.11.PROYEKSI INDEKS TENDEKSI KONSUMEN

Sumber : BPS Provinsi NTT, diolah

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV I

2016II I I IP

85

90

95

100

105

110

115

PROYEKSI PEND RT PROYEKSI ITK

GRAFIK 1.10. PERKEMBANGAN SURVEI PENJUALAN ECERAN

Sumber :Bank Indonesia, diolah

RP MILIAR

15,40

15,60

15,80

16,00

16,20

16,40

16,60

16,80

17,00

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL* AGUST**

2016

GRAFIK 1.9. PERKEMBANGAN SURVEI KONSUMEN

Sumber :Bank Indonesia, diolah

2015I II I I I IV I

2016II 7

80

90

100

110

120

130

140

150

INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK) INDEKS KONDISI EKONOMI SAAT INI (IKE) INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK)

URAIAN2014

2016Bobot yoy

13.704.950

10.000.443

23.705.393

3.638.326

2.091.082

5.729.408

3.280.943

1.913.909

5.194.853

1.902.033

1.293.784

3.195.817

63,5

36,5

100,0

5,40

1,90

4,14

11.865.895

8.726.426

20.592.320 Sumber: BPS (diolah)

KONS KOLEKTIF PEMERINTAH

KONS INDIVIDU PEMERINTAH

KONSUMSI PEMERINTAH

2015

YOY

II

2015

III

Tabel 1.3. PDRB Komponen Konsumsi Pemerintah Provinsi NTT Triwulan II-2016

Perkembangan Konsumsi Pemerintah pada triwulan II-2016 tumbuh sebesar 4,14% (yoy) melambat

dibandingkan triwulan I-2016 yang tumbuh 6,87% (yoy). Melambatnya komponen konsumsi pemerintah terutama

berasal dari terbatasnya pertumbuhan konsumsi individu pemerintah yang hanya tumbuh sebesar 1,90% (yoy) seiring

dengan masih terbatasnya peningkatan belanja untuk jaminan sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan serta

adanya arahan Presiden untuk melakukan penghematan belanja konsumsi.

Sementara itu, berdasarkan data realisasi belanja konsumsi Pemerintah (APBN, APBD Kab/Kota, APBD Provinsi) hingga

akhir triwulan II-2016 di NTT tercatat telah mencapai Rp 9,1 triliun atau 36,14% dari pagu anggaran 2016. Jumlah tersebut

mengalami peningkatan sebesar 40% (yoy) dari realisasi belanja konsumsi pada triwulan-II 2015 yang hanya mencapai Rp

6,5 triliun. Peningkatan belanja konsumsi pemerintah diperkirakan turut didorong oleh realisasi gaji ke-13 dan ke-14 di

bulan Juni.

Perkembangan pada triwulan III 2016 menunjukkan adanya optimisme pertumbuhan. Hasil Survei Konsumen-

Bank Indonesia menunjukkan adanya kecenderungan perlambatan untuk indikator Indeks Keyakinan Konsumen (IKK),

Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) dan Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) namun dengan angka indeks yang masih

diatas 100 maka masih menunjukkan optimisme konsumen untuk menghadapi triwulan III. Indikasi optimisme juga

terlihat dari indikator Survei Penjualan Eceran yang menunjukkan proyeksi peningkatan untuk bulan Juli dan Agustus serta

Indeks Tendensi Konsumen (ITK) yang menunjukkan proyeksi kenaikan pada triwulan-III 2016. Sementara itu, berdasarkan

tracking kegiatan masyarakat, adanya kegiatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) di kota Kupang yang dihadiri 12.000 sd

15.000 orang dari seluruh kabupaten/kota di Indonesia, momen liburan sekolah dan libur keagamaan, serta masuknya

masa ajaran baru juga diperkirakan dapat turut mendorong konsumsi secara umum.

Sementara itu konsumsi pemerintah diperkirakan mengalami perlambatan. Perlambatan disebabkan oleh turut

adanya arahan Presiden untuk melakukan penghematan anggaran. Selain itu, adanya pemotongan anggaran diluar

belanja infrastruktur seiring dengan tidak tercapainya target pemasukan pajak juga diperkirakan dapat menjadi salah satu

faktor penyebab perlambatan. Salah satu hal yang dapat menghambat perlambatan adalah realisasi tunjangan kinerja PNS

ke-13 dan realisasi dana desa serta belanja hibah.

1.2.2 Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)/ Investasi

Pertumbuhan investasi/PMTB di NTT pada triwulan II-2016 mengalami pertumbuhan terbatas sebesar 0,67%

(yoy) melambat jika dibandingkan triwulan-I yang tumbuh sebesar 9,33% (yoy). Perlambatan diperkirakan terjadi

karena terbatasnya pertumbuhan investasi baik dari komponen PMTB bangunan yang hanya tumbuh 0,86% (yoy) serta

PMTB non bangunan yang tumbuh hanya sebesar 0,11% (yoy). Hal ini diperkirakan juga disebabkan oleh tingginya

investasi pemerintah di Provinsi NTT pada tahun sebelumnya, sebagai contoh pengembangan bandara tahun 2015 yang

mencapai 14 buah sementara saat ini hanya 9 buah. Saat ini peningkatan investasi lebih pada pembangunan bendungan

(Raknamo dan Rotiklot) dan investasi swasta. Sementara itu belanja modal pemerintah yang merupakan gambaran

investasi pemerintah hingga akhir triwulan-II baru mencapai Rp 1,35 triliun atau 13,88%.

Data realisasi investasi BKPM dan Penjualan Semen menunjukkan adanya indikasi peningkatan investasi di

NTT. Berdasarkan data BKPMD Provinsi NTT, pada triwulan-II 2016 telah terealisasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan

Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sebesar US$ 22,58 juta dan Rp 504,84 miliar. Angka ini meningkat dibandingkan

triwulan I-2016 yang tercatat US$ 9,4 juta dan Rp 369,37 miliar. Sehingga total realisasi investasi NTT hingga semester-I

mencapai US$ 32,02 Juta dan Rp 874,21 miliar. Secara spasial, total realisasi investasi tertinggi pada semester-I 2016 ada

di Kota Kupang dengan nilai realisasi Rp 355,73 miliar dengan total 6 perusahaan yang berinvestasi (2 sektor sekunder dan

4 tersier) yang mampu menyerap lebih dari 1500 tenaga kerja. Di sisi lain, Penanaman Modal Asing (PMA) tercatat cukup

tinggi di Kab. Rote Ndao (US$ 5,7 juta), Kab. Timor Tengah Utara (US$ 5 Juta) dan Kab. Flores Timur (US$ 4,6 Juta). Secara

umum, investasi terbanyak di Provinsi NTT berada pada sektor tersier sebanyak 41 perusahaan. Dari indikator penjualan

semen, terlihat adanya pertumbuhan penjualan semen sebesar 5,8% (yoy) pada triwulan II-2016 atau melambat

dibandingkan triwulan-I yang tumbuh mencapai 37,91% (yoy). Pertumbuhan penjualan semen yang melambat ini

merupakan penguat indikasi perlambatan kegiatan investasi terutama di sektor PMTB Bangunan.

22.578.115

(781.708.200)

505.619.508.200

32.018.784

874.212.756.150

9.440.669

369.374.956.150

Sumber: BPS (diolah)

PMA (US$)

PMA (RP)

PMDN (RP)

Tabel 1.5. Realisasi Investasi Modal Asing & Penanaman Modal Dalam Negeri

URAIAN I II TOTAL

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

5

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

4 Agustus 2016Agustus 2016

Page 25: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

GRAFIK 1.12. REALISASI KONSUMSI SEMEN PROVINSI NTT

Sumber : Asosiasi Semen Indonesia, diolah

RIBU TON YOY

TRILIUN

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV I

2016II

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

0

50

100

150

200

250

300

URAIAN2014

2016Bobot yoy

24.648.097

7.857.700

32.505.797

6.558.857

2.487.776

9.046.634

6.226.198

1.918.480

8.144.679

6.087.531

2.100.246

8.187.777

72,5

27,5

100,0

0,86

0,11

0,67

20.049.429

6.643.600

26.693.029 Sumber: BPS (diolah)

PMTB BANGUNAN

PMTB NON BANGUNAN

PMTB

2015

YOY

II

2015

III

Tabel 1.4. PDRB Komponen Investasi Provinsi NTT Triwulan II-2016

GRAFIK 1.11.PROYEKSI INDEKS TENDEKSI KONSUMEN

Sumber : BPS Provinsi NTT, diolah

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV I

2016II I I IP

85

90

95

100

105

110

115

PROYEKSI PEND RT PROYEKSI ITK

GRAFIK 1.10. PERKEMBANGAN SURVEI PENJUALAN ECERAN

Sumber :Bank Indonesia, diolah

RP MILIAR

15,40

15,60

15,80

16,00

16,20

16,40

16,60

16,80

17,00

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL* AGUST**

2016

GRAFIK 1.9. PERKEMBANGAN SURVEI KONSUMEN

Sumber :Bank Indonesia, diolah

2015I II I I I IV I

2016II 7

80

90

100

110

120

130

140

150

INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK) INDEKS KONDISI EKONOMI SAAT INI (IKE) INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK)

URAIAN2014

2016Bobot yoy

13.704.950

10.000.443

23.705.393

3.638.326

2.091.082

5.729.408

3.280.943

1.913.909

5.194.853

1.902.033

1.293.784

3.195.817

63,5

36,5

100,0

5,40

1,90

4,14

11.865.895

8.726.426

20.592.320 Sumber: BPS (diolah)

KONS KOLEKTIF PEMERINTAH

KONS INDIVIDU PEMERINTAH

KONSUMSI PEMERINTAH

2015

YOY

II

2015

III

Tabel 1.3. PDRB Komponen Konsumsi Pemerintah Provinsi NTT Triwulan II-2016

Perkembangan Konsumsi Pemerintah pada triwulan II-2016 tumbuh sebesar 4,14% (yoy) melambat

dibandingkan triwulan I-2016 yang tumbuh 6,87% (yoy). Melambatnya komponen konsumsi pemerintah terutama

berasal dari terbatasnya pertumbuhan konsumsi individu pemerintah yang hanya tumbuh sebesar 1,90% (yoy) seiring

dengan masih terbatasnya peningkatan belanja untuk jaminan sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan serta

adanya arahan Presiden untuk melakukan penghematan belanja konsumsi.

Sementara itu, berdasarkan data realisasi belanja konsumsi Pemerintah (APBN, APBD Kab/Kota, APBD Provinsi) hingga

akhir triwulan II-2016 di NTT tercatat telah mencapai Rp 9,1 triliun atau 36,14% dari pagu anggaran 2016. Jumlah tersebut

mengalami peningkatan sebesar 40% (yoy) dari realisasi belanja konsumsi pada triwulan-II 2015 yang hanya mencapai Rp

6,5 triliun. Peningkatan belanja konsumsi pemerintah diperkirakan turut didorong oleh realisasi gaji ke-13 dan ke-14 di

bulan Juni.

Perkembangan pada triwulan III 2016 menunjukkan adanya optimisme pertumbuhan. Hasil Survei Konsumen-

Bank Indonesia menunjukkan adanya kecenderungan perlambatan untuk indikator Indeks Keyakinan Konsumen (IKK),

Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) dan Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) namun dengan angka indeks yang masih

diatas 100 maka masih menunjukkan optimisme konsumen untuk menghadapi triwulan III. Indikasi optimisme juga

terlihat dari indikator Survei Penjualan Eceran yang menunjukkan proyeksi peningkatan untuk bulan Juli dan Agustus serta

Indeks Tendensi Konsumen (ITK) yang menunjukkan proyeksi kenaikan pada triwulan-III 2016. Sementara itu, berdasarkan

tracking kegiatan masyarakat, adanya kegiatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) di kota Kupang yang dihadiri 12.000 sd

15.000 orang dari seluruh kabupaten/kota di Indonesia, momen liburan sekolah dan libur keagamaan, serta masuknya

masa ajaran baru juga diperkirakan dapat turut mendorong konsumsi secara umum.

Sementara itu konsumsi pemerintah diperkirakan mengalami perlambatan. Perlambatan disebabkan oleh turut

adanya arahan Presiden untuk melakukan penghematan anggaran. Selain itu, adanya pemotongan anggaran diluar

belanja infrastruktur seiring dengan tidak tercapainya target pemasukan pajak juga diperkirakan dapat menjadi salah satu

faktor penyebab perlambatan. Salah satu hal yang dapat menghambat perlambatan adalah realisasi tunjangan kinerja PNS

ke-13 dan realisasi dana desa serta belanja hibah.

1.2.2 Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)/ Investasi

Pertumbuhan investasi/PMTB di NTT pada triwulan II-2016 mengalami pertumbuhan terbatas sebesar 0,67%

(yoy) melambat jika dibandingkan triwulan-I yang tumbuh sebesar 9,33% (yoy). Perlambatan diperkirakan terjadi

karena terbatasnya pertumbuhan investasi baik dari komponen PMTB bangunan yang hanya tumbuh 0,86% (yoy) serta

PMTB non bangunan yang tumbuh hanya sebesar 0,11% (yoy). Hal ini diperkirakan juga disebabkan oleh tingginya

investasi pemerintah di Provinsi NTT pada tahun sebelumnya, sebagai contoh pengembangan bandara tahun 2015 yang

mencapai 14 buah sementara saat ini hanya 9 buah. Saat ini peningkatan investasi lebih pada pembangunan bendungan

(Raknamo dan Rotiklot) dan investasi swasta. Sementara itu belanja modal pemerintah yang merupakan gambaran

investasi pemerintah hingga akhir triwulan-II baru mencapai Rp 1,35 triliun atau 13,88%.

Data realisasi investasi BKPM dan Penjualan Semen menunjukkan adanya indikasi peningkatan investasi di

NTT. Berdasarkan data BKPMD Provinsi NTT, pada triwulan-II 2016 telah terealisasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan

Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sebesar US$ 22,58 juta dan Rp 504,84 miliar. Angka ini meningkat dibandingkan

triwulan I-2016 yang tercatat US$ 9,4 juta dan Rp 369,37 miliar. Sehingga total realisasi investasi NTT hingga semester-I

mencapai US$ 32,02 Juta dan Rp 874,21 miliar. Secara spasial, total realisasi investasi tertinggi pada semester-I 2016 ada

di Kota Kupang dengan nilai realisasi Rp 355,73 miliar dengan total 6 perusahaan yang berinvestasi (2 sektor sekunder dan

4 tersier) yang mampu menyerap lebih dari 1500 tenaga kerja. Di sisi lain, Penanaman Modal Asing (PMA) tercatat cukup

tinggi di Kab. Rote Ndao (US$ 5,7 juta), Kab. Timor Tengah Utara (US$ 5 Juta) dan Kab. Flores Timur (US$ 4,6 Juta). Secara

umum, investasi terbanyak di Provinsi NTT berada pada sektor tersier sebanyak 41 perusahaan. Dari indikator penjualan

semen, terlihat adanya pertumbuhan penjualan semen sebesar 5,8% (yoy) pada triwulan II-2016 atau melambat

dibandingkan triwulan-I yang tumbuh mencapai 37,91% (yoy). Pertumbuhan penjualan semen yang melambat ini

merupakan penguat indikasi perlambatan kegiatan investasi terutama di sektor PMTB Bangunan.

22.578.115

(781.708.200)

505.619.508.200

32.018.784

874.212.756.150

9.440.669

369.374.956.150

Sumber: BPS (diolah)

PMA (US$)

PMA (RP)

PMDN (RP)

Tabel 1.5. Realisasi Investasi Modal Asing & Penanaman Modal Dalam Negeri

URAIAN I II TOTAL

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

5

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

4 Agustus 2016Agustus 2016

Page 26: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

Tabel 1.6. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan II 2016

URAIAN

22.665.673

1.307.566

940.862

40.001

47.150

7.908.227

8.273.959

3.975.985

487.091

5.477.449

2.995.475

2.054.341

235.528

9.399.572

7.367.666

1.616.418

1.639.515

76.432.477

5.982.164

354.389

250.936

12.744

12.099

2.186.957

2.221.823

1.086.688

137.718

1.414.671

844.076

538.473

61.466

2.701.344

1.989.418

448.574

437.416

20.680.956

5.716.892

324.312

222.408

9.348

11.494

1.899.771

1.994.737

955.527

117.133

1.321.882

703.325

499.416

57.442

2.193.833

1.737.853

397.896

405.622

18.568.891

5.740.821

314.905

239.111

12.740

11.405

2.048.240

2.098.437

1.058.306

128.017

1.383.555

781.762

526.120

59.801

2.502.540

1.936.741

425.545

421.774

19.689.820

28,9

1,7

1,2

0,1

0,1

10,6

10,7

5,3

0,7

6,8

4,1

2,6

0,3

13,1

9,6

2,2

2,1

100

0,47

1,75

7,07

11,25

0,86

6,32

4,26

7,25

10,85

6,10

16,34

2,94

1,41

12,36

6,37

5,27

3,03

5,29

20.447.428

1.070.349

843.708

31.840

45.529

7.095.979

7.296.703

3.566.950

422.443

5.134.426

2.698.906

1.860.878

210.879

8.392.732

6.568.193

1.414.584

1.496.973

68.598.500

Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah) *Dalam Juta Rp

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Pertambangan dan Penggalian

Industri Pengolahan

Pengadaan Listrik dan Gas

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

Konstruksi

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

Transportasi dan Pergudangan

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

Informasi dan Komunikasi

Jasa Keuangan dan Asuransi

Real Estate

Jasa Perusahaan

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

Jasa Pendidikan

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

Jasa lainnya

PDRB

A

B

C

D

E

F

G

H

I

J

K

L

M,N

O

P

Q

R,S,T,U

2014

2016

2015

YOY

II

2015

IIIBobot yoy

GRAFIK 1.16. NEGARA TUJUAN EKSPOR

Sumber : Pelindo III, diolah

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10 JUTA USD

USA THAILAND JAPAN RRC TIMOR LESTE SINGAPURAINDIA

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

I I I I I I IV2012

GRAFIK 1.15.PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR

Sumber : Pelindo III, diolah

-7

-5

-3

-1

1

3

5

7

9

11

13 JUTA USD

EKSPOR IMPOR NET EKSPOR

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

II

I I

GRAFIK 1.14. AKTIVITAS BONGKAR MUAT

Sumber : Pelindo III, diolah

TON

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

BONGKAR MUAT NET NET UNLOADING (% YOY)

GRAFIK 1.13. PERKEMBANGAN PETI KEMAS

Sumber : Pelindo III, diolah

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

RIBU TON YOY

I I-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

-

5000

10000

15000

20000

25000

30000 TEUS

I I

-200%

-100%

0%

100%

200%

300%

400%

500%

600%

700%

800%

900%

-100.000

-80.000

-60.000

-40.000

-20.000

0

20.000

40.000

60.000

80.000

100.000

60%

70%

Sementara itu, berdasarkan tracking triwulan berjalan, diperkirakan perkembangan PMTB/Investasi akan

kembali meningkat pada triwulan-III. Indikasi tersebut terlihat dari serapan belanja modal pemerintah yang baru

mencapai 13,9% hingga bulan Juni 2016 dan diperkirakan kembali meningkat sepanjang triwulan-III. Selain itu, masih

berjalannya proyek bendungan, jalan negara dan provinsi, serta pengembangan pelabuhan diperkirakan dapat pula

menjadi pendorong. Selain itu, adanya rencana investasi swasta dan BUMN seperti pengembangan proyek perumahan

seiring adanya permintaan rumah paska pameran perumahan yang diadakan di Kota Kupang pada bulan Juli. Nilai

transaksi pada pameran tersebut mencapai Rp 40,2 miliar dengan total 201 rumah terjual, pengembangan parking stand

pesawat serta berbagai investasi swasta di bidang tersier dan sekunder.

1.2.3 Ekspor – Impor

1.2.3.1 Ekspor-Impor Antar DaerahPertumbuhan net impor antar daerah pada triwulan II-2016 sebesar 1,84% (yoy) tercatat melambat apabila

dibandingkan dengan triwulan I yang sebesar 8,93% (yoy). Perlambatan impor turut didorong oleh adanya

pertumbuhan ekspor antar daerah sebesar 4,35% (yoy) yang lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan impor antar

daerah yang hanya sebesar 2,17% (yoy). Pertumbuhan ekspor diperkirakan turut ditunjang oleh pengoperasian kapal

ternak yang sudah mulai rutin melakukan pengiriman kapal ke Pulau Jawa setiap 2 minggu sekali. Sementara itu,

perlambatan impor terjadi seiring dengan perlambatan investasi/PMTB di NTT pada triwulan-II yang mengindikasikan

penurunan kebutuhan impor untuk kegiatan investasi di NTT. Perlambatan ini juga terkonfirmasi dari penurunan kegiatan

peti kemas sebesar -2,7% (yoy). Namun disisi lain, kegiatan bongkar muat menunjukkan angka net bongkar yang cukup

tinggi mencapai 88.361 ton atau meningkat hingga 739% (yoy) yang mengindikasikan masih banyaknya frekuensi

pengiriman kebutuhan pangan atau barang bersifat curah ke Provinsi NTT.

Perkembangan net impor dalam negeri pada triwulan-III diperkirakan turut meningkat. Masih terbatasnya

industri pengolahan dan produksi lokal menyebabkan masih tingginya ketergantungan Provinsi NTT dari daerah lain. Pada

triwulan-III 2016, diperkirakan adanya peningkatan kegiatan investasi dan kebutuhan pemenuhan bahan pokok (seperti

beras) seiring telah lewatnya musim panen diperkirakan mendorong peningkatan impor dari daerah lain. Di sisi lain,

kebutuhan masyarakat akan sapi untuk perayaan Idul Adha diperkirakan dapat menahan pertumbuhan net impor dari sisi

pertambahan ekspor.

1.2.3.2 Ekspor-Impor Luar NegeriAktivitas ekspor luar negeri NTT pada triwulan-II 2016 masih mengalami penurunan sebesar -8,3% (yoy)

namun membaik dibanding penurunan net ekspor triwulan-I 2016 yang sebesar -28,6% (yoy). Berdasarkan data

ekspor-impor Bank Indonesia, pada triwulan-II 2016 Provinsi NTT mengalami net ekspor sebesar US$ 6,9 juta. Ekspor

utama NTT terutama kendaraan serta suku cadangnya dan semen ke negara Timor Leste.

Aktivitas ekspor luar negeri NTT pada triwulan-III 2016 diperkirakan tidak akan tumbuh terlalu tinggi. Ekspor

luar negeri NTT diperkirakan masih didorong oleh pengiriman semen dan kendaraan serta suku cadangnya ke negara

Timor Leste (transit). Namun, pertumbuhan ekspor diharapkan pula dapat didorong oleh peningkatan komoditas ikan

(tuna dan cakalang) serta perkebunan (jambu mete dan kakao) seiring tibanya musim panen dan cuaca yang biasanya

mendukung peningkatan produksi.

1.3 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI SEKTORAL

Secara sektoral, pertumbuhan ekonomi triwulan II-2016 didorong oleh sektor Administrasi Pemerintahan,

Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib. Peningkatan sektor Administrasi Pemerintahan tercatat sebesar 12,36% (yoy)

yang salah satunya disebabkan oleh realisasi gaji ke-13 dan 14 Pegawai Negeri Sipil. Pertumbuhan juga terjadi pada sektor

jasa keuangan dan asuransi yang mencapai 16,34% (yoy) dan sektor konstruksi sebesar 6,32% (yoy).

1.3.1 Sektor Pertanian, Kehutanan dan PerikananSecara tahunan, pertumbuhan sektor pertanian pada triwulan-II2016 sebesar 0,47% (yoy) cenderung

meningkat apabila dibandingkan triwulan-I 2016 yang hanya tumbuh 0,23% (yoy). Peningkatan terjadi seiring

dengan panen komoditas beras pada triwulan-II 2016 walaupun secara tahunan masih tumbuh terbatas seiring adanya

permasalahan kekeringan dan serangan hama di berbagai tempat, seperti hama putih di Flores Timur, hama ulat batang di

Manggarai Barat dan hama wereng cokelat di Kab. Nagekeo. Pertumbuhan yang terbatas juga diperkirakan terjadi akibat

penurunan harga komoditas, seperti rumput laut serta kondisi gelombang dan cuaca yang fluktuatif sehingga

mengakibatkan terbatasnya produksi ikan tangkap nelayan. Namun demikian, produksi pertanian juga tertopang oleh

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

7

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

6 Agustus 2016Agustus 2016

Page 27: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

Tabel 1.6. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan II 2016

URAIAN

22.665.673

1.307.566

940.862

40.001

47.150

7.908.227

8.273.959

3.975.985

487.091

5.477.449

2.995.475

2.054.341

235.528

9.399.572

7.367.666

1.616.418

1.639.515

76.432.477

5.982.164

354.389

250.936

12.744

12.099

2.186.957

2.221.823

1.086.688

137.718

1.414.671

844.076

538.473

61.466

2.701.344

1.989.418

448.574

437.416

20.680.956

5.716.892

324.312

222.408

9.348

11.494

1.899.771

1.994.737

955.527

117.133

1.321.882

703.325

499.416

57.442

2.193.833

1.737.853

397.896

405.622

18.568.891

5.740.821

314.905

239.111

12.740

11.405

2.048.240

2.098.437

1.058.306

128.017

1.383.555

781.762

526.120

59.801

2.502.540

1.936.741

425.545

421.774

19.689.820

28,9

1,7

1,2

0,1

0,1

10,6

10,7

5,3

0,7

6,8

4,1

2,6

0,3

13,1

9,6

2,2

2,1

100

0,47

1,75

7,07

11,25

0,86

6,32

4,26

7,25

10,85

6,10

16,34

2,94

1,41

12,36

6,37

5,27

3,03

5,29

20.447.428

1.070.349

843.708

31.840

45.529

7.095.979

7.296.703

3.566.950

422.443

5.134.426

2.698.906

1.860.878

210.879

8.392.732

6.568.193

1.414.584

1.496.973

68.598.500

Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah) *Dalam Juta Rp

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Pertambangan dan Penggalian

Industri Pengolahan

Pengadaan Listrik dan Gas

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

Konstruksi

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

Transportasi dan Pergudangan

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

Informasi dan Komunikasi

Jasa Keuangan dan Asuransi

Real Estate

Jasa Perusahaan

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

Jasa Pendidikan

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

Jasa lainnya

PDRB

A

B

C

D

E

F

G

H

I

J

K

L

M,N

O

P

Q

R,S,T,U

2014

2016

2015

YOY

II

2015

IIIBobot yoy

GRAFIK 1.16. NEGARA TUJUAN EKSPOR

Sumber : Pelindo III, diolah

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10 JUTA USD

USA THAILAND JAPAN RRC TIMOR LESTE SINGAPURAINDIA

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

I I I I I I IV2012

GRAFIK 1.15.PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR

Sumber : Pelindo III, diolah

-7

-5

-3

-1

1

3

5

7

9

11

13 JUTA USD

EKSPOR IMPOR NET EKSPOR

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

II

I I

GRAFIK 1.14. AKTIVITAS BONGKAR MUAT

Sumber : Pelindo III, diolah

TON

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

BONGKAR MUAT NET NET UNLOADING (% YOY)

GRAFIK 1.13. PERKEMBANGAN PETI KEMAS

Sumber : Pelindo III, diolah

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

RIBU TON YOY

I I-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

-

5000

10000

15000

20000

25000

30000 TEUS

I I

-200%

-100%

0%

100%

200%

300%

400%

500%

600%

700%

800%

900%

-100.000

-80.000

-60.000

-40.000

-20.000

0

20.000

40.000

60.000

80.000

100.000

60%

70%

Sementara itu, berdasarkan tracking triwulan berjalan, diperkirakan perkembangan PMTB/Investasi akan

kembali meningkat pada triwulan-III. Indikasi tersebut terlihat dari serapan belanja modal pemerintah yang baru

mencapai 13,9% hingga bulan Juni 2016 dan diperkirakan kembali meningkat sepanjang triwulan-III. Selain itu, masih

berjalannya proyek bendungan, jalan negara dan provinsi, serta pengembangan pelabuhan diperkirakan dapat pula

menjadi pendorong. Selain itu, adanya rencana investasi swasta dan BUMN seperti pengembangan proyek perumahan

seiring adanya permintaan rumah paska pameran perumahan yang diadakan di Kota Kupang pada bulan Juli. Nilai

transaksi pada pameran tersebut mencapai Rp 40,2 miliar dengan total 201 rumah terjual, pengembangan parking stand

pesawat serta berbagai investasi swasta di bidang tersier dan sekunder.

1.2.3 Ekspor – Impor

1.2.3.1 Ekspor-Impor Antar DaerahPertumbuhan net impor antar daerah pada triwulan II-2016 sebesar 1,84% (yoy) tercatat melambat apabila

dibandingkan dengan triwulan I yang sebesar 8,93% (yoy). Perlambatan impor turut didorong oleh adanya

pertumbuhan ekspor antar daerah sebesar 4,35% (yoy) yang lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan impor antar

daerah yang hanya sebesar 2,17% (yoy). Pertumbuhan ekspor diperkirakan turut ditunjang oleh pengoperasian kapal

ternak yang sudah mulai rutin melakukan pengiriman kapal ke Pulau Jawa setiap 2 minggu sekali. Sementara itu,

perlambatan impor terjadi seiring dengan perlambatan investasi/PMTB di NTT pada triwulan-II yang mengindikasikan

penurunan kebutuhan impor untuk kegiatan investasi di NTT. Perlambatan ini juga terkonfirmasi dari penurunan kegiatan

peti kemas sebesar -2,7% (yoy). Namun disisi lain, kegiatan bongkar muat menunjukkan angka net bongkar yang cukup

tinggi mencapai 88.361 ton atau meningkat hingga 739% (yoy) yang mengindikasikan masih banyaknya frekuensi

pengiriman kebutuhan pangan atau barang bersifat curah ke Provinsi NTT.

Perkembangan net impor dalam negeri pada triwulan-III diperkirakan turut meningkat. Masih terbatasnya

industri pengolahan dan produksi lokal menyebabkan masih tingginya ketergantungan Provinsi NTT dari daerah lain. Pada

triwulan-III 2016, diperkirakan adanya peningkatan kegiatan investasi dan kebutuhan pemenuhan bahan pokok (seperti

beras) seiring telah lewatnya musim panen diperkirakan mendorong peningkatan impor dari daerah lain. Di sisi lain,

kebutuhan masyarakat akan sapi untuk perayaan Idul Adha diperkirakan dapat menahan pertumbuhan net impor dari sisi

pertambahan ekspor.

1.2.3.2 Ekspor-Impor Luar NegeriAktivitas ekspor luar negeri NTT pada triwulan-II 2016 masih mengalami penurunan sebesar -8,3% (yoy)

namun membaik dibanding penurunan net ekspor triwulan-I 2016 yang sebesar -28,6% (yoy). Berdasarkan data

ekspor-impor Bank Indonesia, pada triwulan-II 2016 Provinsi NTT mengalami net ekspor sebesar US$ 6,9 juta. Ekspor

utama NTT terutama kendaraan serta suku cadangnya dan semen ke negara Timor Leste.

Aktivitas ekspor luar negeri NTT pada triwulan-III 2016 diperkirakan tidak akan tumbuh terlalu tinggi. Ekspor

luar negeri NTT diperkirakan masih didorong oleh pengiriman semen dan kendaraan serta suku cadangnya ke negara

Timor Leste (transit). Namun, pertumbuhan ekspor diharapkan pula dapat didorong oleh peningkatan komoditas ikan

(tuna dan cakalang) serta perkebunan (jambu mete dan kakao) seiring tibanya musim panen dan cuaca yang biasanya

mendukung peningkatan produksi.

1.3 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI SEKTORAL

Secara sektoral, pertumbuhan ekonomi triwulan II-2016 didorong oleh sektor Administrasi Pemerintahan,

Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib. Peningkatan sektor Administrasi Pemerintahan tercatat sebesar 12,36% (yoy)

yang salah satunya disebabkan oleh realisasi gaji ke-13 dan 14 Pegawai Negeri Sipil. Pertumbuhan juga terjadi pada sektor

jasa keuangan dan asuransi yang mencapai 16,34% (yoy) dan sektor konstruksi sebesar 6,32% (yoy).

1.3.1 Sektor Pertanian, Kehutanan dan PerikananSecara tahunan, pertumbuhan sektor pertanian pada triwulan-II2016 sebesar 0,47% (yoy) cenderung

meningkat apabila dibandingkan triwulan-I 2016 yang hanya tumbuh 0,23% (yoy). Peningkatan terjadi seiring

dengan panen komoditas beras pada triwulan-II 2016 walaupun secara tahunan masih tumbuh terbatas seiring adanya

permasalahan kekeringan dan serangan hama di berbagai tempat, seperti hama putih di Flores Timur, hama ulat batang di

Manggarai Barat dan hama wereng cokelat di Kab. Nagekeo. Pertumbuhan yang terbatas juga diperkirakan terjadi akibat

penurunan harga komoditas, seperti rumput laut serta kondisi gelombang dan cuaca yang fluktuatif sehingga

mengakibatkan terbatasnya produksi ikan tangkap nelayan. Namun demikian, produksi pertanian juga tertopang oleh

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

7

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

6 Agustus 2016Agustus 2016

Page 28: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

GRAFIK 1.23. REALISASI BELANJA KONSUMSI PEMERINTAH

Sumber : Bank Indonesia, diolah

4,13

1,30

0,670,23

5,43

1,95

0,84 0,71

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

31.4%

49.8%

26% 214.7%

*RP TRILIUN

II - 2015 II - 2016

BELANJA PEGAWAI BELANJA BARANG DAN JASA

BELANJA HIBAH BANTUAN KEUANGAN

GRAFIK 1.24. PERKEMBANGAN SIMPANAN PEMERINTAH DI PERBANKAN

Sumber : Bank Indonesia, diolah

SIMPANAN PERT (%YOY)

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV I

2016II

-70%

-50%

-30%

-10%

10%

30%

50%

70%

90%

110%

0

1.000

2.000

3.000

4.000

5.000

6.000

7.000

8.000

9.000

GRAFIK 1.22. PROYEKSI SKDU PERTANIAN

KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV I

2016II

Sumber : Bank Indonesia, diolah

I I IP

-40

-30

-20

-10

0

10

20

30

GRAFIK 1.21. PERKEMBANGAN KREDIT PERTANIAN

Sumber : Bank Indonesia, diolah

MILYAR RP

PERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANAN PERTANIAN (%YOY)

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV I

2016

GRAFIK 1.20. PERKEMBANGAN SKDU PERTANIAN

-40

-30

-20

-10

0

10

20

30

KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

II

Sumber : Bank Indonesia, diolah

I I-100%

-50%

0%

50%

100%

150%

200%

0

50

100

150

200

250

300

GRAFIK 1.19. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

Sumber :BPS, diolah

95

96

97

98

99

100

101

102

103

104

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

IT NTP-AXIS KANANIB

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

II

GRAFIK 1.17. DATA PENGIRIMAN TERNAK

I - 2016 II - 2016

SAPI KERBAU KUDA

JABAR

KALTIM

BANTEN

DKI

KALSEL

SULSEL

JATIM

KALTENG

BENGKULU

TOTAL

101

0

0

0

0

1924

0

0

0

2025

PROVINSI KERBAU

177

0

0

0

0

2603

0

0

0

2780

KUDA

9977

9181

1314

1300

1234

1209

500

160

150

25025

SAPI

9.992

490 1.052

25.025

2.0252.780

0

5000

10000

15000

20000

25000

30000

Sumber : Dinas Peternakan NTT, diolah

adanya peningkatan pengiriman sapi melalui kapal ternak. Di sisi lain, pada triwulan II-2016 tercatat pengiriman sapi ke

luar NTT mencapai 25.025 ekor dengan tujuan paling banyak ke Provinsi Jawa Barat sebanyak 9.977 ekor, pengiriman juga

dilakukan untuk ternak kerbau (2.025 ekor) dan kuda (2.780 ekor) dengan pengiriman paling banyak ke Provinsi Sulawesi

Selatan. Perkembangan pengiriman ternak juga terlihat dari data Pelindo yang menunjukkan adanya pertumbuhan

pengiriman ternak sebesar 97% (yoy) dengan jumlah 10.382 ekor pada triwulan–II melambat dibandingkan triwulan I

yang tumbuh sebesar 120,8% (yoy) namun secara kuantitas masih lebih tinggi dibandingkan triwulan I yang hanya 5.361

ekor.

Di sisi lain, indikasi pertumbuhan sektor pertanian yang terbatas juga terlihat dari angka Nilai Tukar Petani (NTP) yang

menurun dari 101,18 (triwulan-I) menjadi 100,26 (triwulan-II) yang ditengarai sebagai dampak dari permasalahan

kekeringan dan hama yang menyerang berbagai lahan pertanian di NTT.

GRAFIK 1.18. DATA PENGIRIMAN TERNAK DARI PELABUHAN TENAU

Sumber : Pelindo II, diolah

100%

-50%

0%

50%

100%

150%

0

2000

4000

6000

8000

10000

12000

14000

PENGIRIMAN TERNAK PERT (%YOY)BONGKAR

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

II

Di sisi lain, hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) di sektor pertanian, perkebunan dan kehutanan searah

dengan pertumbuhan PDRB yang menunjukkan adanya peningkatan. Peningkatan terlihat dari angka indeks

kegiatan usaha, harga jual dan tenaga kerja pada Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang mengalami peningkatan pada

triwulan II. Hal yang sama juga terjadi pada pertumbuhan kredit pertanian yang mengalami peningkatan dari 9,7% (yoy)

pada triwulan-I 2016 menjadi 28,9% (yoy) pada triwulan-II 2016.

Berdasarkan Survei Kegiatan Dunia Usaha terlihat adanya perlambatan pada triwulan III-2016. Perlambatan

diperkirakan lebih pada belum tibanya musim panen ke-2 untuk komoditas padi sebagai komoditas pertanian utama di

Provinsi NTT.Faktor yang menjadi penyumbang pertumbuhan pada triwulan-III lebih berasal dari komoditas perkebunan

(jambu mete, asam, kopi dan kakao), peningkatan produksi ikan tangkap seiring dukungan cuaca serta peningkatan

pengiriman sapi ke pulau lain (Jawa dan Kalimantan) untuk kebutuhan Idul Adha. Tercatat pengiriman ternak ke luar

daerah pada bulan Juli telah mencapai 2.710 ekor dengan rincian: sapi (2.597 ekor), kerbau (56 ekor) dan kuda (57 ekor)

dan dengan tujuan pengiriman sapi terbanyak ke Jawa Barat sebesar 1.888 ekor.

1.3.2 Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial WajibPertumbuhan sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib pada triwulan II 2016

sebesar 12,36% (yoy) meningkat dibandingkan triwulan-I yang hanya sebesar 8,86% (yoy). Pertumbuhan sektor

ini diperkirakan turut ditunjang oleh adanya realisasi gaji ke-13 dan ke-14 Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada akhir bulan Juni

2016. Selain itu adanya realisasi dana desa tahap I pada triwulan II juga menjadi pendorong lainnya. Hal ini terkonfirmasi

dari data realisasi belanja pegawai Pemerintah di NTT hingga semester-I 2016 yang telah mencapai Rp 5,43triliun atau

meningkat 31,4% (yoy) dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Kenaikan cukup tinggi juga terjadi

pada belanja barang dan jasa yang menunjukkan adanya usaha percepatan kegiatan lelang untuk kegiatan barang dan

jasa pemerintah, serta kenaikan pada belanja hibah dan bantuan keuangan yang diperkirakan didorong oleh realisasi dana

desa.

Sementara itu, indikator peningkatan realisasi belanja juga terlihat dari simpanan pemerintah di perbankan mengalami

perlambatan mencapai -6,2% (yoy) pada triwulan II-2016 atau sebesar Rp 6,93 triliun. Angka ini melanjutkan trend

perlambatan seperti pada triwulan-I yang tumbuh sebesar -3,1% (yoy). Hal ini mengkonfirmasi percepatan penyerapan

anggaran yang dilakukan oleh pemerintah.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

9

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

8 Agustus 2016Agustus 2016

Page 29: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

GRAFIK 1.23. REALISASI BELANJA KONSUMSI PEMERINTAH

Sumber : Bank Indonesia, diolah

4,13

1,30

0,670,23

5,43

1,95

0,84 0,71

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

31.4%

49.8%

26% 214.7%

*RP TRILIUN

II - 2015 II - 2016

BELANJA PEGAWAI BELANJA BARANG DAN JASA

BELANJA HIBAH BANTUAN KEUANGAN

GRAFIK 1.24. PERKEMBANGAN SIMPANAN PEMERINTAH DI PERBANKAN

Sumber : Bank Indonesia, diolah

SIMPANAN PERT (%YOY)

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV I

2016II

-70%

-50%

-30%

-10%

10%

30%

50%

70%

90%

110%

0

1.000

2.000

3.000

4.000

5.000

6.000

7.000

8.000

9.000

GRAFIK 1.22. PROYEKSI SKDU PERTANIAN

KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV I

2016II

Sumber : Bank Indonesia, diolah

I I IP

-40

-30

-20

-10

0

10

20

30

GRAFIK 1.21. PERKEMBANGAN KREDIT PERTANIAN

Sumber : Bank Indonesia, diolah

MILYAR RP

PERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANAN PERTANIAN (%YOY)

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV I

2016

GRAFIK 1.20. PERKEMBANGAN SKDU PERTANIAN

-40

-30

-20

-10

0

10

20

30

KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

II

Sumber : Bank Indonesia, diolah

I I-100%

-50%

0%

50%

100%

150%

200%

0

50

100

150

200

250

300

GRAFIK 1.19. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

Sumber :BPS, diolah

95

96

97

98

99

100

101

102

103

104

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

IT NTP-AXIS KANANIB

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

II

GRAFIK 1.17. DATA PENGIRIMAN TERNAK

I - 2016 II - 2016

SAPI KERBAU KUDA

JABAR

KALTIM

BANTEN

DKI

KALSEL

SULSEL

JATIM

KALTENG

BENGKULU

TOTAL

101

0

0

0

0

1924

0

0

0

2025

PROVINSI KERBAU

177

0

0

0

0

2603

0

0

0

2780

KUDA

9977

9181

1314

1300

1234

1209

500

160

150

25025

SAPI

9.992

490 1.052

25.025

2.0252.780

0

5000

10000

15000

20000

25000

30000

Sumber : Dinas Peternakan NTT, diolah

adanya peningkatan pengiriman sapi melalui kapal ternak. Di sisi lain, pada triwulan II-2016 tercatat pengiriman sapi ke

luar NTT mencapai 25.025 ekor dengan tujuan paling banyak ke Provinsi Jawa Barat sebanyak 9.977 ekor, pengiriman juga

dilakukan untuk ternak kerbau (2.025 ekor) dan kuda (2.780 ekor) dengan pengiriman paling banyak ke Provinsi Sulawesi

Selatan. Perkembangan pengiriman ternak juga terlihat dari data Pelindo yang menunjukkan adanya pertumbuhan

pengiriman ternak sebesar 97% (yoy) dengan jumlah 10.382 ekor pada triwulan–II melambat dibandingkan triwulan I

yang tumbuh sebesar 120,8% (yoy) namun secara kuantitas masih lebih tinggi dibandingkan triwulan I yang hanya 5.361

ekor.

Di sisi lain, indikasi pertumbuhan sektor pertanian yang terbatas juga terlihat dari angka Nilai Tukar Petani (NTP) yang

menurun dari 101,18 (triwulan-I) menjadi 100,26 (triwulan-II) yang ditengarai sebagai dampak dari permasalahan

kekeringan dan hama yang menyerang berbagai lahan pertanian di NTT.

GRAFIK 1.18. DATA PENGIRIMAN TERNAK DARI PELABUHAN TENAU

Sumber : Pelindo II, diolah

100%

-50%

0%

50%

100%

150%

0

2000

4000

6000

8000

10000

12000

14000

PENGIRIMAN TERNAK PERT (%YOY)BONGKAR

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

II

Di sisi lain, hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) di sektor pertanian, perkebunan dan kehutanan searah

dengan pertumbuhan PDRB yang menunjukkan adanya peningkatan. Peningkatan terlihat dari angka indeks

kegiatan usaha, harga jual dan tenaga kerja pada Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang mengalami peningkatan pada

triwulan II. Hal yang sama juga terjadi pada pertumbuhan kredit pertanian yang mengalami peningkatan dari 9,7% (yoy)

pada triwulan-I 2016 menjadi 28,9% (yoy) pada triwulan-II 2016.

Berdasarkan Survei Kegiatan Dunia Usaha terlihat adanya perlambatan pada triwulan III-2016. Perlambatan

diperkirakan lebih pada belum tibanya musim panen ke-2 untuk komoditas padi sebagai komoditas pertanian utama di

Provinsi NTT.Faktor yang menjadi penyumbang pertumbuhan pada triwulan-III lebih berasal dari komoditas perkebunan

(jambu mete, asam, kopi dan kakao), peningkatan produksi ikan tangkap seiring dukungan cuaca serta peningkatan

pengiriman sapi ke pulau lain (Jawa dan Kalimantan) untuk kebutuhan Idul Adha. Tercatat pengiriman ternak ke luar

daerah pada bulan Juli telah mencapai 2.710 ekor dengan rincian: sapi (2.597 ekor), kerbau (56 ekor) dan kuda (57 ekor)

dan dengan tujuan pengiriman sapi terbanyak ke Jawa Barat sebesar 1.888 ekor.

1.3.2 Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial WajibPertumbuhan sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib pada triwulan II 2016

sebesar 12,36% (yoy) meningkat dibandingkan triwulan-I yang hanya sebesar 8,86% (yoy). Pertumbuhan sektor

ini diperkirakan turut ditunjang oleh adanya realisasi gaji ke-13 dan ke-14 Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada akhir bulan Juni

2016. Selain itu adanya realisasi dana desa tahap I pada triwulan II juga menjadi pendorong lainnya. Hal ini terkonfirmasi

dari data realisasi belanja pegawai Pemerintah di NTT hingga semester-I 2016 yang telah mencapai Rp 5,43triliun atau

meningkat 31,4% (yoy) dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Kenaikan cukup tinggi juga terjadi

pada belanja barang dan jasa yang menunjukkan adanya usaha percepatan kegiatan lelang untuk kegiatan barang dan

jasa pemerintah, serta kenaikan pada belanja hibah dan bantuan keuangan yang diperkirakan didorong oleh realisasi dana

desa.

Sementara itu, indikator peningkatan realisasi belanja juga terlihat dari simpanan pemerintah di perbankan mengalami

perlambatan mencapai -6,2% (yoy) pada triwulan II-2016 atau sebesar Rp 6,93 triliun. Angka ini melanjutkan trend

perlambatan seperti pada triwulan-I yang tumbuh sebesar -3,1% (yoy). Hal ini mengkonfirmasi percepatan penyerapan

anggaran yang dilakukan oleh pemerintah.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

9

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

8 Agustus 2016Agustus 2016

Page 30: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

GRAFIK 1.30. PERKEMBANGAN PENUMPANG BANDARA

Sumber : BPS, diolah

PENUMPANG PERT (%YOY)

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV I

2016II

RIBU ORANG

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

40%

45%

50%

0

100

200

300

400

500

600

700

800

900

40,6%

GRAFIK 1.29 PERKEMBANGAN TAMU HOTEL

Sumber : BPS, diolah

TAMU HOTEL PERT (%YOY)

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV I

2016II

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

0

10

20

30

40

50

60

70 RIBU ORANG

63,9%

Sumber : Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 1.28. PROYEKSI SKDU PERDAGANGAN

KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA

2014I I I I I I IV

2015I I I I I I IV I

2016I I I I IP

-10

-8

-6

-4

-2

0

2

4

6

8

10

12

GRAFIK 1.27. PERKEMBANGAN KREDIT SEKTOR PERDAGANGAN

Sumber : Bank Indonesia, diolah

0.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

6.0

PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN PERT (%YOY)

IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

II0%5%

10%15%20%25%30%35%40%45%TRILIUN

Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 1.26. PERKEMBANGAN SURVEI KONSUMEN

Sumber : SK-Bank Indonesia, diolah

100

120

140

160

INDEKS KONDISI EKONOMI SAAT INI (IKE) INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK)INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK)

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

GRAFIK 1.25. PERKEMBANGAN SKDU SEKTOR PERDAGANGAN

10

KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA-10

-8

-6

-4

-2

0

2

4

6

8

2014I I I I I I IV

2015I I I I I I IV I

2016I I

I I

Pada triwulan-III 2016 sektor Administrasi Pemerintahan diperkirakan masih tumbuh walaupun cenderung

melambat. Perlambatan lebih disebabkan oleh tingginya pertumbuhan sektor ini pada triwulan yang sama pada tahun

sebelumnya, selain itu adanya pemotongan anggaran konsumsi pemerintah seiring tidak tercapainya target pajak

diperkirakan menjadi penyebab lainnya. Untuk triwulan-III 2016 pertumbuhan sektor ini diperkirakan disebabkan oleh

adanya realisasi tunjangan kinerja PNS ke-13 pada bulan Juli, adanya target realisasi dana desa sebesar 40% pada bulan

Agustus (total nominal Rp 739 miliar) serta kemungkinan realisasi dana hibah pemerintah daerah kepada masyarakat.

1.3.3 Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Pertumbuhan sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor pada triwulan-II 2016

sebesar 4,26% (yoy) cenderung meningkat apabila dibandingkan triwulan-I yang sebesar 4,14% (yoy).

Peningkatan diperkirakan didorong pula oleh faktor peningkatan daya beli masyarakat seiring peningkatan pendapatan

melalui gaji ke-13 dan ke-14 serta panen raya komoditas padi, selain juga dorongan peningkatan kebutuhan belanja

memasuki masa liburan sekolah dan menjelang Idul Fitri. Penurunan jumlah penduduk miskin di Provinsi NTT juga menjadi

indikasi adanya perbaikan daya beli masyarakat.

Peningkatan juga terlihat dari Indikator Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) dan Survei Konsumen (SK).

Indikator SKDU berupa indeks kegiatan usaha, harga jual dan tenaga kerja menunjukkan peningkatan yang

mengindikasikan adanya peningkatan kegiatan perdagangan pada triwulan II. Indikasi yang sama juga terlihat pada Survei

Konsumen-Bank Indonesia yang menunjukkan peningkatan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) dan Indeks Ekspektasi

Konsumen (IEK). Dari sisi kredit, kredit perdagangan hingga akhir triwulan II-2016 mencapai Rp 5,17 triliun atau tumbuh

sebesar 9,3% (yoy).

lapangan pekerjaan baru untuk buruh di bidang kontraktor. Selain itu adanya kegiatan pameran, seperti Pameran

Pembangunan di Kota Kupang dan Hari Keluarga Nasional diperkirakan dapat pula mendorong belanja masyarakat dan

mendukung pertumbuhan sektor perdagangan.

1.3.4 Sektor-sektor LainnyaPertumbuhan sektor konstruksi pada triwulan-II 2016 sebesar 6,32% (yoy) melambat dibandingkan

pertumbuhan triwulan-I yang sebesar 8,69% (yoy). Faktor penyebab melambatnya pertumbuhan sektor konstruksi

disebabkan oleh lebih tingginya kegiatan proyek pada tahun 2015, sementara untuk tahun 2016 kegiatan proyek agak

menurun, seperti contohnya kegiatan pengembangan bandara yang berkurang dari 14 Bandara (2015) menjadi 9 Bandara

(2016). Kegiatan proyek yang tercatat hingga saat ini adalah penyelesaian bendungan Raknamo dan Rotiklot serta

Pembangunan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) di Motaain, Motamasin, dan Winni. Selain juga terdapat pembangunan

gedung pemerintahan dan jalan (cth. Sabuk Perbatasan sepanjang 81 KM).Tracking untuk triwulan III diperkirakan terjadi

perlambatan yang lebih disebabkan oleh siklus pertumbuhan sektor konstruksi pada triwulan-III yang cenderung tinggi.

Namun, pertumbuhan diperkirakan masih tetap terjadi karena turut didorong oleh peningkatan realisasi belanja modal

pemerintah, dan dukungan cuaca yang secara siklikal cukup baik.

Sektor penyediaan akomodasi dan makan minum pada triwulan-II 2016 masih tumbuh tinggi namun

melambat menjadi sebesar 10,85% (yoy) dibandingkan triwulan-I yang tumbuh 12,53% (yoy). Hal ini

mengindikasikan bahwa kegiatan masyarakat yang menggunakan hotel masih cukup tinggi pada triwulan-II. Adanya

beberapa kegiatan seperti Tour De Flores turut mendukung pertumbuhan sektor ini. Sementara itu, tingginya

pertumbuhan terjadi lebih karena pertumbuhan sektor akomodasi yang secara siklikal tumbuh cukup tinggi setiap

triwulan-II. Hal ini juga terkonfirmasi dari pertumbuhan penumpang pesawat yang mencapai 40,6% (yoy) atau 832.113

orang pada triwulan-II 2016.

Berdasarkan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha-SKDU sektor Perdagangan terlihat adanya proyeksi

peningkatan pada triwulan-III. Peningkatan terjadi pada indeks kegiatan usaha, indeks harga jual dan indeks tenaga

kerja. Peningkatan ini diperkirakan didorong oleh optimisme masyarakat menjelang panen komoditas perkebunan,

kebutuhan untuk masa ajaran baru, serta dukungan dari realisasi proyek-proyek pemerintah yang dapat membuka

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

11

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

10 Agustus 2016Agustus 2016

Page 31: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

GRAFIK 1.30. PERKEMBANGAN PENUMPANG BANDARA

Sumber : BPS, diolah

PENUMPANG PERT (%YOY)

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV I

2016II

RIBU ORANG

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

40%

45%

50%

0

100

200

300

400

500

600

700

800

900

40,6%

GRAFIK 1.29 PERKEMBANGAN TAMU HOTEL

Sumber : BPS, diolah

TAMU HOTEL PERT (%YOY)

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV I

2016II

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

0

10

20

30

40

50

60

70 RIBU ORANG

63,9%

Sumber : Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 1.28. PROYEKSI SKDU PERDAGANGAN

KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA

2014I I I I I I IV

2015I I I I I I IV I

2016I I I I IP

-10

-8

-6

-4

-2

0

2

4

6

8

10

12

GRAFIK 1.27. PERKEMBANGAN KREDIT SEKTOR PERDAGANGAN

Sumber : Bank Indonesia, diolah

0.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

6.0

PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN PERT (%YOY)

IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

II0%5%

10%15%20%25%30%35%40%45%TRILIUN

Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 1.26. PERKEMBANGAN SURVEI KONSUMEN

Sumber : SK-Bank Indonesia, diolah

100

120

140

160

INDEKS KONDISI EKONOMI SAAT INI (IKE) INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK)INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK)

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

GRAFIK 1.25. PERKEMBANGAN SKDU SEKTOR PERDAGANGAN

10

KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA-10

-8

-6

-4

-2

0

2

4

6

8

2014I I I I I I IV

2015I I I I I I IV I

2016I I

I I

Pada triwulan-III 2016 sektor Administrasi Pemerintahan diperkirakan masih tumbuh walaupun cenderung

melambat. Perlambatan lebih disebabkan oleh tingginya pertumbuhan sektor ini pada triwulan yang sama pada tahun

sebelumnya, selain itu adanya pemotongan anggaran konsumsi pemerintah seiring tidak tercapainya target pajak

diperkirakan menjadi penyebab lainnya. Untuk triwulan-III 2016 pertumbuhan sektor ini diperkirakan disebabkan oleh

adanya realisasi tunjangan kinerja PNS ke-13 pada bulan Juli, adanya target realisasi dana desa sebesar 40% pada bulan

Agustus (total nominal Rp 739 miliar) serta kemungkinan realisasi dana hibah pemerintah daerah kepada masyarakat.

1.3.3 Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Pertumbuhan sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor pada triwulan-II 2016

sebesar 4,26% (yoy) cenderung meningkat apabila dibandingkan triwulan-I yang sebesar 4,14% (yoy).

Peningkatan diperkirakan didorong pula oleh faktor peningkatan daya beli masyarakat seiring peningkatan pendapatan

melalui gaji ke-13 dan ke-14 serta panen raya komoditas padi, selain juga dorongan peningkatan kebutuhan belanja

memasuki masa liburan sekolah dan menjelang Idul Fitri. Penurunan jumlah penduduk miskin di Provinsi NTT juga menjadi

indikasi adanya perbaikan daya beli masyarakat.

Peningkatan juga terlihat dari Indikator Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) dan Survei Konsumen (SK).

Indikator SKDU berupa indeks kegiatan usaha, harga jual dan tenaga kerja menunjukkan peningkatan yang

mengindikasikan adanya peningkatan kegiatan perdagangan pada triwulan II. Indikasi yang sama juga terlihat pada Survei

Konsumen-Bank Indonesia yang menunjukkan peningkatan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) dan Indeks Ekspektasi

Konsumen (IEK). Dari sisi kredit, kredit perdagangan hingga akhir triwulan II-2016 mencapai Rp 5,17 triliun atau tumbuh

sebesar 9,3% (yoy).

lapangan pekerjaan baru untuk buruh di bidang kontraktor. Selain itu adanya kegiatan pameran, seperti Pameran

Pembangunan di Kota Kupang dan Hari Keluarga Nasional diperkirakan dapat pula mendorong belanja masyarakat dan

mendukung pertumbuhan sektor perdagangan.

1.3.4 Sektor-sektor LainnyaPertumbuhan sektor konstruksi pada triwulan-II 2016 sebesar 6,32% (yoy) melambat dibandingkan

pertumbuhan triwulan-I yang sebesar 8,69% (yoy). Faktor penyebab melambatnya pertumbuhan sektor konstruksi

disebabkan oleh lebih tingginya kegiatan proyek pada tahun 2015, sementara untuk tahun 2016 kegiatan proyek agak

menurun, seperti contohnya kegiatan pengembangan bandara yang berkurang dari 14 Bandara (2015) menjadi 9 Bandara

(2016). Kegiatan proyek yang tercatat hingga saat ini adalah penyelesaian bendungan Raknamo dan Rotiklot serta

Pembangunan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) di Motaain, Motamasin, dan Winni. Selain juga terdapat pembangunan

gedung pemerintahan dan jalan (cth. Sabuk Perbatasan sepanjang 81 KM).Tracking untuk triwulan III diperkirakan terjadi

perlambatan yang lebih disebabkan oleh siklus pertumbuhan sektor konstruksi pada triwulan-III yang cenderung tinggi.

Namun, pertumbuhan diperkirakan masih tetap terjadi karena turut didorong oleh peningkatan realisasi belanja modal

pemerintah, dan dukungan cuaca yang secara siklikal cukup baik.

Sektor penyediaan akomodasi dan makan minum pada triwulan-II 2016 masih tumbuh tinggi namun

melambat menjadi sebesar 10,85% (yoy) dibandingkan triwulan-I yang tumbuh 12,53% (yoy). Hal ini

mengindikasikan bahwa kegiatan masyarakat yang menggunakan hotel masih cukup tinggi pada triwulan-II. Adanya

beberapa kegiatan seperti Tour De Flores turut mendukung pertumbuhan sektor ini. Sementara itu, tingginya

pertumbuhan terjadi lebih karena pertumbuhan sektor akomodasi yang secara siklikal tumbuh cukup tinggi setiap

triwulan-II. Hal ini juga terkonfirmasi dari pertumbuhan penumpang pesawat yang mencapai 40,6% (yoy) atau 832.113

orang pada triwulan-II 2016.

Berdasarkan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha-SKDU sektor Perdagangan terlihat adanya proyeksi

peningkatan pada triwulan-III. Peningkatan terjadi pada indeks kegiatan usaha, indeks harga jual dan indeks tenaga

kerja. Peningkatan ini diperkirakan didorong oleh optimisme masyarakat menjelang panen komoditas perkebunan,

kebutuhan untuk masa ajaran baru, serta dukungan dari realisasi proyek-proyek pemerintah yang dapat membuka

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

11

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

10 Agustus 2016Agustus 2016

Page 32: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

Sektor industri pengolahan tercatat tumbuh 7,07% (yoy) meningkat dibandingkan triwulan-I yang sebesar

4,98% (yoy). Pertumbuhan yang meningkat turut didukung oleh mulai beroperasinya beberapa pabrik pengolahan di

NTT, diantaranya pengolahan rumput laut menjadi Alkali Treated Cattonii (ATC) di Kab. Sabu Raijua serta berproduksinya

pabrik pengolahan tepung di Lembata yang kembali memproses 300 ton ikan tembang menjadi tepung ikan untuk

diekspor ke Thailand dan Jepang. Tracking pada triwulan III diperkirakan masih tumbuh stabil dengan triwulan II karena

belum adanya penambahan pabrik pengolahan baru yang dapat meningkatkan produk olahan lokal NTT secara signifikan.

Praktis industri pengolahan NTT masih bertumpu pada semen, makanan jadi, rumput laut dan tepung ikan.

Sektor pengadaan listrik dan gas tercatat tumbuh 11,25% (yoy) melambat dibandingkan triwulan-I yang

sebesar 12,78% (yoy). Perlambatan lebih disebabkan pada kegiatan penambahan jaringan listrik yang masih terbatas.

Beberapa kegiatan pada triwulan-II diantaranya: 1) penambahan tiga Mesin PLN di Larantuka dengan kapasitas masing-

masing 500 Kw, 2)Pengoperasian Gardu Induk (GI) Nonohanis 1X20 MVA dan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 70

KV Bolok-Maulafa-Naibonat-Nonohonis di Soe, Kab. TTS. 3) Terdapat penambahan kapasitas terutama untuk jaringan

Kupang sebesar 5 MW seiring adanya tambahan mesin sewa oleh PT. PLN, serta 4) Program Indonesia Terang di Rote Ndao

dengan penambahan kapasitas listrik melalui mesin diesel 500 KW pada April 2016.

Sementara itu, sektor lainnya seperti Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang, sektor Informasi dan

Komunikasi, sektor Jasa Perusahaan, sektor Jasa Pendidikan, sektor Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial serta sektor Jasa

Lainnya cenderung mengalami perlambatan.

Secara umum, tracking untuk sektor lainnya pada triwulan-III diperkirakan turut meningkat. Hal ini terutama didukung

oleh kegiatan investasi baik pemerintah maupun swasta, serta percepatan realisasi anggaran yang dilakukan di berbagai

sektor di Provinsi NTT.

Pada triwulan-III 2016, diperkirakan terjadi peningkatan cukup signifikan pada sektor penyediaan akomodasi dan makan

minum. Hal ini terkait dengan adanya kegiatan bersifat nasional seperti Hari Keluarga Nasional (Harganas) pada akhir Juli

2016 yang dihadiri sekitar 12.000-15.000 orang dari seluruh Indonesia dan sempat membuat langkanya kamar hotel saat

penyelenggaraan acara. Selain itu, terdapat pula kegiatan Expo Alor dan pemeran pembangunan (kota Kupang) yang

dilaksanakan pada pertengahan Agustus dan dapat mendukung pula pertumbuhan sektor akomodasi.

Sektor Jasa Keuangan dan Asuransi tercatat tumbuh cukup tinggi sebesar 16,34% (yoy) lebih tinggi dari

triwulan-I yang sebesar 5,26% (yoy). Peningkatan cukup tinggi ini didukung pula oleh pertumbuhan kredit di NTT yang

mencapai 14,93% (yoy) atau sebesar Rp 21,73 triliun dan Dana Pihak Ketiga yang tumbuh 10,41% (yoy) dengan nominal

Rp 23,83 triliun. Peningkatan juga terjadi pada kegiatan sistem pembayaran yang terlihat dari pertumbuhan kliring yang

mencapai 261,82% (yoy) atau dengan nominal Rp 3,36 triliun serta perputaran kas masuk/keluar di Bank Indonesia yang

mencatat peningkatan pertumbuhan sebesar 117,9% (yoy) atau dengan nominal net keluar Rp 945,8 miliar.

Pada triwulan III, pertumbuhan sektor jasa keuangan diperkirakan cukup stabil karena belum adanya kebutuhan jasa

keuangan terutama untuk kredit dan sistem pembayaran yang meningkat signifikan seperti saat menjelang musim tanam

ataupun masa liburan sekolah dan hari natal. Berdasarkan data kas, pertumbuhan net outflow pada bulan Juli tercatat -

89,7% (mtm) dibandingkan bulan Juni yang mengindikasikan penurunan kebutuhan pelayanan terkait pembayaran tunai

di awal triwulan-III.

Sektor transportasi dan pergudangan tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 7.25% (yoy) melambat

dibandingkan triwulan-I yang sebesar 8,71% (yoy). Perlambatan diperkirakan terjadi karena proses penambahan

rute trayek kapal atau pesawat yang biasanya terjadi di awal tahun atau triwulan-I. Di sisi lain, terdapat beberapa

penambahan kegiatan pada sektor ini diantaranya:1) Penambahan penyedia jasa transportasi laut melalui KM Egon tipe

roll-on/roll-off dengan rute Surabaya-Labuan Bajo-Maropokot-Makassar (PP). 2) Penambahan frekuensi penerbangan

seperti NAM Air tujuan Denpasar-Labuan Bajo dan Lion Air yaitu Kupang-Alor dan Kupang-Atambua dari 1x per hari

menjadi 2x per hari diperkirakan menjadi pendorong. 3) Penambahan jalur Kapal Barang (Permata Nusantara 01) yang

melayani Rote-Sabu-Surabaya. 4) Pengoperasian kapal feri yang melayani Larantuka-Adonara-Maumere serta kapal feri

jurusan Bolok-Kupang-Waibalun-Larantuka dengan frekuensi 3 kali seminggu. Tracking sektor transportasi dan

pergudangan diperkirakan mengalami pertumbuhan yang melambat pada triwulan-III 2016 yang lebih disebabkan oleh

telah dibukanya rute-rute baru, baik kapal maupun pesawat terbang pada periode sebelumnya. Namun, melambatnya

pertumbuhan diperkirakan dapat tertahan oleh adanya peningkatan penumpang terutama untuk transportasi laut

(mencapai 30%) dan transportasi udara pada bulan Juli seiring libur sekolah dan keagamaan, serta adanya perayaan Hari

Keluarga Nasional yang membutuhkan fasilitas transportasi udara.

Sektor real estate tercatat tumbuh 2,94% (yoy) melambat dibandingkan triwulan-I yang sebesar 5,10% (yoy).

Hal ini lebih terjadi karena perlambatan kegiatan penjualan real estate pada triwulan-I yang tercatat mencapai 270 unit

untuk rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), sementara untuk triwulan II ketiadaan kegiatan pameran

perumahan (baru diadakan pada bulan Juli) juga menyebabkan pertumbuhan penjualan yang terbatas. Tracking pada

triwulan III diperkirakan meningkat seiring adanya kegiatan REI Expo 2016 pada awal Bulan Juli yang dapat membukukan

total transaksi Rp 40,2 miliar. Total rumah yang terjual sebanyak 201 unit dengan rincian 154 unit rumah FLPP dan 47 unit

non FLPP.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

13

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

12 Agustus 2016Agustus 2016

Page 33: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

Sektor industri pengolahan tercatat tumbuh 7,07% (yoy) meningkat dibandingkan triwulan-I yang sebesar

4,98% (yoy). Pertumbuhan yang meningkat turut didukung oleh mulai beroperasinya beberapa pabrik pengolahan di

NTT, diantaranya pengolahan rumput laut menjadi Alkali Treated Cattonii (ATC) di Kab. Sabu Raijua serta berproduksinya

pabrik pengolahan tepung di Lembata yang kembali memproses 300 ton ikan tembang menjadi tepung ikan untuk

diekspor ke Thailand dan Jepang. Tracking pada triwulan III diperkirakan masih tumbuh stabil dengan triwulan II karena

belum adanya penambahan pabrik pengolahan baru yang dapat meningkatkan produk olahan lokal NTT secara signifikan.

Praktis industri pengolahan NTT masih bertumpu pada semen, makanan jadi, rumput laut dan tepung ikan.

Sektor pengadaan listrik dan gas tercatat tumbuh 11,25% (yoy) melambat dibandingkan triwulan-I yang

sebesar 12,78% (yoy). Perlambatan lebih disebabkan pada kegiatan penambahan jaringan listrik yang masih terbatas.

Beberapa kegiatan pada triwulan-II diantaranya: 1) penambahan tiga Mesin PLN di Larantuka dengan kapasitas masing-

masing 500 Kw, 2)Pengoperasian Gardu Induk (GI) Nonohanis 1X20 MVA dan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 70

KV Bolok-Maulafa-Naibonat-Nonohonis di Soe, Kab. TTS. 3) Terdapat penambahan kapasitas terutama untuk jaringan

Kupang sebesar 5 MW seiring adanya tambahan mesin sewa oleh PT. PLN, serta 4) Program Indonesia Terang di Rote Ndao

dengan penambahan kapasitas listrik melalui mesin diesel 500 KW pada April 2016.

Sementara itu, sektor lainnya seperti Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang, sektor Informasi dan

Komunikasi, sektor Jasa Perusahaan, sektor Jasa Pendidikan, sektor Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial serta sektor Jasa

Lainnya cenderung mengalami perlambatan.

Secara umum, tracking untuk sektor lainnya pada triwulan-III diperkirakan turut meningkat. Hal ini terutama didukung

oleh kegiatan investasi baik pemerintah maupun swasta, serta percepatan realisasi anggaran yang dilakukan di berbagai

sektor di Provinsi NTT.

Pada triwulan-III 2016, diperkirakan terjadi peningkatan cukup signifikan pada sektor penyediaan akomodasi dan makan

minum. Hal ini terkait dengan adanya kegiatan bersifat nasional seperti Hari Keluarga Nasional (Harganas) pada akhir Juli

2016 yang dihadiri sekitar 12.000-15.000 orang dari seluruh Indonesia dan sempat membuat langkanya kamar hotel saat

penyelenggaraan acara. Selain itu, terdapat pula kegiatan Expo Alor dan pemeran pembangunan (kota Kupang) yang

dilaksanakan pada pertengahan Agustus dan dapat mendukung pula pertumbuhan sektor akomodasi.

Sektor Jasa Keuangan dan Asuransi tercatat tumbuh cukup tinggi sebesar 16,34% (yoy) lebih tinggi dari

triwulan-I yang sebesar 5,26% (yoy). Peningkatan cukup tinggi ini didukung pula oleh pertumbuhan kredit di NTT yang

mencapai 14,93% (yoy) atau sebesar Rp 21,73 triliun dan Dana Pihak Ketiga yang tumbuh 10,41% (yoy) dengan nominal

Rp 23,83 triliun. Peningkatan juga terjadi pada kegiatan sistem pembayaran yang terlihat dari pertumbuhan kliring yang

mencapai 261,82% (yoy) atau dengan nominal Rp 3,36 triliun serta perputaran kas masuk/keluar di Bank Indonesia yang

mencatat peningkatan pertumbuhan sebesar 117,9% (yoy) atau dengan nominal net keluar Rp 945,8 miliar.

Pada triwulan III, pertumbuhan sektor jasa keuangan diperkirakan cukup stabil karena belum adanya kebutuhan jasa

keuangan terutama untuk kredit dan sistem pembayaran yang meningkat signifikan seperti saat menjelang musim tanam

ataupun masa liburan sekolah dan hari natal. Berdasarkan data kas, pertumbuhan net outflow pada bulan Juli tercatat -

89,7% (mtm) dibandingkan bulan Juni yang mengindikasikan penurunan kebutuhan pelayanan terkait pembayaran tunai

di awal triwulan-III.

Sektor transportasi dan pergudangan tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 7.25% (yoy) melambat

dibandingkan triwulan-I yang sebesar 8,71% (yoy). Perlambatan diperkirakan terjadi karena proses penambahan

rute trayek kapal atau pesawat yang biasanya terjadi di awal tahun atau triwulan-I. Di sisi lain, terdapat beberapa

penambahan kegiatan pada sektor ini diantaranya:1) Penambahan penyedia jasa transportasi laut melalui KM Egon tipe

roll-on/roll-off dengan rute Surabaya-Labuan Bajo-Maropokot-Makassar (PP). 2) Penambahan frekuensi penerbangan

seperti NAM Air tujuan Denpasar-Labuan Bajo dan Lion Air yaitu Kupang-Alor dan Kupang-Atambua dari 1x per hari

menjadi 2x per hari diperkirakan menjadi pendorong. 3) Penambahan jalur Kapal Barang (Permata Nusantara 01) yang

melayani Rote-Sabu-Surabaya. 4) Pengoperasian kapal feri yang melayani Larantuka-Adonara-Maumere serta kapal feri

jurusan Bolok-Kupang-Waibalun-Larantuka dengan frekuensi 3 kali seminggu. Tracking sektor transportasi dan

pergudangan diperkirakan mengalami pertumbuhan yang melambat pada triwulan-III 2016 yang lebih disebabkan oleh

telah dibukanya rute-rute baru, baik kapal maupun pesawat terbang pada periode sebelumnya. Namun, melambatnya

pertumbuhan diperkirakan dapat tertahan oleh adanya peningkatan penumpang terutama untuk transportasi laut

(mencapai 30%) dan transportasi udara pada bulan Juli seiring libur sekolah dan keagamaan, serta adanya perayaan Hari

Keluarga Nasional yang membutuhkan fasilitas transportasi udara.

Sektor real estate tercatat tumbuh 2,94% (yoy) melambat dibandingkan triwulan-I yang sebesar 5,10% (yoy).

Hal ini lebih terjadi karena perlambatan kegiatan penjualan real estate pada triwulan-I yang tercatat mencapai 270 unit

untuk rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), sementara untuk triwulan II ketiadaan kegiatan pameran

perumahan (baru diadakan pada bulan Juli) juga menyebabkan pertumbuhan penjualan yang terbatas. Tracking pada

triwulan III diperkirakan meningkat seiring adanya kegiatan REI Expo 2016 pada awal Bulan Juli yang dapat membukukan

total transaksi Rp 40,2 miliar. Total rumah yang terjual sebanyak 201 unit dengan rincian 154 unit rumah FLPP dan 47 unit

non FLPP.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

13

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

12 Agustus 2016Agustus 2016

Page 34: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

Tingginya kunjungan wisatawan, harus didukung oleh jumlah industri yang mencukupi. Berdasarkan data total, jumlah

industri baik jumlah hotel, kapasitas kamar dan jumlah restaurant masih relatif mencukupi. Permasalahan yang ada adalah

besaran kapasitas hotel yang terkesan kurang mencukupi ketika terdapat acara khusus seperti contoh semana santa di

Larantuka, pasola di Sumba ataupun Sail Indonesia dan MICE yang diadakan di NTT.

Rasio kamar dibanding jumlah kapasitas penumpang sebesar 1,03 yang berarti jumlah kamar relatif sebanding untuk

memenuhi permintaan kamar oleh wisatawan. Namun demikian, apabila dibandingkan dengan tingkat penghunian

kamar yang hanya sekitar 30%, dapat diketahui bahwa penggunaan angkutan udara lebih untuk sarana transportasi

penduduk dan bukan untuk tujuan pariwisata. Rendahnya okupansi hotel salah satunya diduga berasal dari minimnya

penerbangan ke daerah tujuan wisata seperti lembata, Alor dan Rote sehingga hotel kesulitan mendapatkan pengunjung

dan kontraproduktif terhadap industri pariwisata di daerah tersebut.

Pariwisata NTT menunjukkan adanya perkembangan yang cukup menjanjikan. Dengan lebih dari 450 destinasi wisata

yang menawarkan keunikan di tiap destinasi, pariwisata NTT menjadi sangat kaya untuk dijelajahi. Setidaknya terdapat 12

jenis destinasi wisata yang bisa ditemui seperti pantai, keindahan alam, danau, diving dan snorkeling, hingga obyek wisata

budaya seperti tempat bersejarah, kampung tradisional, festival tradisional, wisata rohani, kuliner, belanja hingga wisata

buatan. Wisata alam dan pantai menjadi obyek wisata terbanyak dengan total sebanyak 238 obyek wisata, dan wisata

budaya sebanyak 227 obyek wisata, sehingga wisata alam dan budaya menjadi ciri khas wisata di NTT.

Secara nasional, tingkat kunjungan wisata di NTT hanya menempati urutan ke-25 dilihat dari total jumlah penggunaan

kamar tahun 2014 yang mencapai 791 ribu kamar. Namun demikian, apabila dilihat dari jenis turisnya, Provinsi NTT

menempati urutan ke-11 total kunjungan jumlah turis asing dilihat dari pemesanan hotel di NTT. Hal ini menunjukkan

adanya potensi devisa yang cukup besar ke depan apabila pariwisata dikelola secara maksimal. Pertumbuhan pemesanan

hotel pada tahun 2014 juga menunjukkan adanya pertumbuhan yang cukup besar hingga hampir 50% seiring dengan

adanya sail komodo yang waktu itu diadakan oleh pemerintah pusat di NTT. Total kunjungan wisatawan pada tahun 2015

mampu tumbuh 11% dengan total wisatawan sebanyak 441 ribu orang.

Potensi K epariwisataan d i NTT01

Grafik Boks 1.1. Jumlah Tamu Hotel Wisman di 15 Provinsi destinasi utama di Indonesia

Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah

Grafik Boks 1.2. Jumlah wisatawan di NTT dan Pertumbuhannya

Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah

6740

1625

1400

491

470

398

334

2230

181

176

103

91 80 71 60

37.9449.56

37.78

-60

-40

-20

0

20

40

60

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

7000

8000

THO

USA

ND

S

333

387364

398441

16.4

-(6.0)

9.311.0

(10.0)

(5.0)

-

5.0

10.0

15.0

20.0

0

50

100

150

200

250

300

350

400

450

2011 2012 2013 2014 2015

WISMAN WISDOM GROWTH (RHS)

THO

USA

ND

S

Berdasarkan sebaran daerah, Kabupaten Manggarai Barat menjadi pintu gerbang pariwisata dan paling diminati

wisatawan mancanegara, disusul oleh pariwisata Danau Kelimutu di Ende, Wisata dataran tinggi Ruteng di Manggarai dan

rumah adat Bena di Ngada. Tingginya kunjungan wisatawan mancanegara di Manggarai dan Ngada bahkan melampaui

tiga kawasan strategis pariwisata nasional lainnya yang sudah ditetapkan pemerintah di NTT yaitu Kabupaten Sumba

Barat, Alor dan Rote Ndao. Kedekatan wilayah dengan Labuan Bajo diduga menjadi penyebab tingginya kunjungan wisata

di kedua obyek wisata tersebut.

Untuk wisata domestik, pusat aktivitas pariwisata berada di Kota Kupang yang terlihat dari tingginya kunjungan wisata

domestik di Kota Kupang yang mencapai 185 ribu orang pada tahun 2015. Tingginya kunjungan wisatawan tersebut

diduga didorong oleh kunjungan MICE, adanya proyek pemerintah, atau dalam perjalanan transit kunjungan ke daerah

lain. Hal ini didukung oleh sistem konektivitas angkutan udara di Provinsi NTT yang masih terpusat di Kota Kupang sebagai

hub penerbangan ke daerah lain.

Gambar Boks 1.1. Sebaran Kunjungan Pariwisata dan Hotel di NTT

Tabel Boks 1.1. Kapasitas Industri Pariwisata di NTT

Sumber : Badan Pusat Statistik, riset Bank Indonesia, diolah

Grafik Boks 1.3. Perbandingan Tarif Angkutan Udara 3 Destinasi Wisata Utama NTT dan LN

Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

Labu

an B

ajo

Tam

bola

ka

Ende

Kual

a Lu

mpu

r

Sing

apur

a

Thai

land

Labu

an B

ajo

Tam

bola

ka

Ende

Kual

a Lu

mpu

r

Sing

apur

a

Thai

land

Labu

an B

ajo

Tam

bola

ka

Ende

Kual

a Lu

mpu

r

Sing

apur

a

Thai

land

Denpasar Surabaya Jakarta

RIBU

Terbatasnya sarana transportasi tersebut berdampak pada mahalnya biaya transportasi ke daerah tujuan wisata yang

berakibat pada melemahnya daya saing pariwisata di NTT. Berdasarkan data biaya perjalanan ke tiga obyek wisata utama

di NTT yaitu Labuan Bajo, Ende dan Tambolaka, dibandingkan dengan biaya perjalanan ke tiga negara tujuan utama wisata

luar negeri yaitu Singapura, Kuala Lumpur dan Bangkok Thailand didapatkan bahwa hanya perjalanan dari Bali yang relatif

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

15

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

14

Sumber : Badan Pusat Statistik, riset Bank Indonesia, diolah

KEPERGIAN KEPULANGAN RATA-RATA

Agustus 2016Agustus 2016

Page 35: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

Tingginya kunjungan wisatawan, harus didukung oleh jumlah industri yang mencukupi. Berdasarkan data total, jumlah

industri baik jumlah hotel, kapasitas kamar dan jumlah restaurant masih relatif mencukupi. Permasalahan yang ada adalah

besaran kapasitas hotel yang terkesan kurang mencukupi ketika terdapat acara khusus seperti contoh semana santa di

Larantuka, pasola di Sumba ataupun Sail Indonesia dan MICE yang diadakan di NTT.

Rasio kamar dibanding jumlah kapasitas penumpang sebesar 1,03 yang berarti jumlah kamar relatif sebanding untuk

memenuhi permintaan kamar oleh wisatawan. Namun demikian, apabila dibandingkan dengan tingkat penghunian

kamar yang hanya sekitar 30%, dapat diketahui bahwa penggunaan angkutan udara lebih untuk sarana transportasi

penduduk dan bukan untuk tujuan pariwisata. Rendahnya okupansi hotel salah satunya diduga berasal dari minimnya

penerbangan ke daerah tujuan wisata seperti lembata, Alor dan Rote sehingga hotel kesulitan mendapatkan pengunjung

dan kontraproduktif terhadap industri pariwisata di daerah tersebut.

Pariwisata NTT menunjukkan adanya perkembangan yang cukup menjanjikan. Dengan lebih dari 450 destinasi wisata

yang menawarkan keunikan di tiap destinasi, pariwisata NTT menjadi sangat kaya untuk dijelajahi. Setidaknya terdapat 12

jenis destinasi wisata yang bisa ditemui seperti pantai, keindahan alam, danau, diving dan snorkeling, hingga obyek wisata

budaya seperti tempat bersejarah, kampung tradisional, festival tradisional, wisata rohani, kuliner, belanja hingga wisata

buatan. Wisata alam dan pantai menjadi obyek wisata terbanyak dengan total sebanyak 238 obyek wisata, dan wisata

budaya sebanyak 227 obyek wisata, sehingga wisata alam dan budaya menjadi ciri khas wisata di NTT.

Secara nasional, tingkat kunjungan wisata di NTT hanya menempati urutan ke-25 dilihat dari total jumlah penggunaan

kamar tahun 2014 yang mencapai 791 ribu kamar. Namun demikian, apabila dilihat dari jenis turisnya, Provinsi NTT

menempati urutan ke-11 total kunjungan jumlah turis asing dilihat dari pemesanan hotel di NTT. Hal ini menunjukkan

adanya potensi devisa yang cukup besar ke depan apabila pariwisata dikelola secara maksimal. Pertumbuhan pemesanan

hotel pada tahun 2014 juga menunjukkan adanya pertumbuhan yang cukup besar hingga hampir 50% seiring dengan

adanya sail komodo yang waktu itu diadakan oleh pemerintah pusat di NTT. Total kunjungan wisatawan pada tahun 2015

mampu tumbuh 11% dengan total wisatawan sebanyak 441 ribu orang.

Potensi K epariwisataan d i NTT01

Grafik Boks 1.1. Jumlah Tamu Hotel Wisman di 15 Provinsi destinasi utama di Indonesia

Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah

Grafik Boks 1.2. Jumlah wisatawan di NTT dan Pertumbuhannya

Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah

6740

1625

1400

491

470

398

334

2230

181

176

103

91 80 71 60

37.9449.56

37.78

-60

-40

-20

0

20

40

60

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

7000

8000

THO

USA

ND

S

333

387364

398441

16.4

-(6.0)

9.311.0

(10.0)

(5.0)

-

5.0

10.0

15.0

20.0

0

50

100

150

200

250

300

350

400

450

2011 2012 2013 2014 2015

WISMAN WISDOM GROWTH (RHS)

THO

USA

ND

S

Berdasarkan sebaran daerah, Kabupaten Manggarai Barat menjadi pintu gerbang pariwisata dan paling diminati

wisatawan mancanegara, disusul oleh pariwisata Danau Kelimutu di Ende, Wisata dataran tinggi Ruteng di Manggarai dan

rumah adat Bena di Ngada. Tingginya kunjungan wisatawan mancanegara di Manggarai dan Ngada bahkan melampaui

tiga kawasan strategis pariwisata nasional lainnya yang sudah ditetapkan pemerintah di NTT yaitu Kabupaten Sumba

Barat, Alor dan Rote Ndao. Kedekatan wilayah dengan Labuan Bajo diduga menjadi penyebab tingginya kunjungan wisata

di kedua obyek wisata tersebut.

Untuk wisata domestik, pusat aktivitas pariwisata berada di Kota Kupang yang terlihat dari tingginya kunjungan wisata

domestik di Kota Kupang yang mencapai 185 ribu orang pada tahun 2015. Tingginya kunjungan wisatawan tersebut

diduga didorong oleh kunjungan MICE, adanya proyek pemerintah, atau dalam perjalanan transit kunjungan ke daerah

lain. Hal ini didukung oleh sistem konektivitas angkutan udara di Provinsi NTT yang masih terpusat di Kota Kupang sebagai

hub penerbangan ke daerah lain.

Gambar Boks 1.1. Sebaran Kunjungan Pariwisata dan Hotel di NTT

Tabel Boks 1.1. Kapasitas Industri Pariwisata di NTT

Sumber : Badan Pusat Statistik, riset Bank Indonesia, diolah

Grafik Boks 1.3. Perbandingan Tarif Angkutan Udara 3 Destinasi Wisata Utama NTT dan LN

Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

Labu

an B

ajo

Tam

bola

ka

Ende

Kual

a Lu

mpu

r

Sing

apur

a

Thai

land

Labu

an B

ajo

Tam

bola

ka

Ende

Kual

a Lu

mpu

r

Sing

apur

a

Thai

land

Labu

an B

ajo

Tam

bola

ka

Ende

Kual

a Lu

mpu

r

Sing

apur

a

Thai

land

Denpasar Surabaya Jakarta

RIBU

Terbatasnya sarana transportasi tersebut berdampak pada mahalnya biaya transportasi ke daerah tujuan wisata yang

berakibat pada melemahnya daya saing pariwisata di NTT. Berdasarkan data biaya perjalanan ke tiga obyek wisata utama

di NTT yaitu Labuan Bajo, Ende dan Tambolaka, dibandingkan dengan biaya perjalanan ke tiga negara tujuan utama wisata

luar negeri yaitu Singapura, Kuala Lumpur dan Bangkok Thailand didapatkan bahwa hanya perjalanan dari Bali yang relatif

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

15

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

14

Sumber : Badan Pusat Statistik, riset Bank Indonesia, diolah

KEPERGIAN KEPULANGAN RATA-RATA

Agustus 2016Agustus 2016

Page 36: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

berdaya saing dari segi biaya transportasi. Bagi wisatawan yang berasal dari Surabaya dan terlebih Jakarta, biaya wisata ke

NTT cenderung lebih mahal dibandingkan pergi ke tiga Negara tujuan wisata. Hal ini membuat orang lebih cenderung

pergi ke luar negeri dikarenakan adanya keunggulan dari sisi biaya transportasi, obyek wisata yang sudah tertata maupun

pengalaman ke luar negeri yang didapat. Lagipula dengan total penerbangan dari Surabaya, Jakarta, Denpasar dan

Makasar yang hanya sebanyak 26 penerbangan per hari membuat estimasi jumlah turis yang datang tidak akan lebih dari

800 ribu dalam waktu satu tahun, mengkonfirmasi jumlah kunjungan wisatawan di NTT saat ini yang masih di kisaran 400

ribu wisatawan per tahun.

Pemerintah tidak dapat berharap perusahaan penerbangan menambah penerbangan ke NTT karena mereka juga harus

memikirkan profit perusahaan yang dapat diperoleh bila menambah frekuensi penerbangan ke NTT. Yang pemerintah bisa

lakukan adalah terus mengkomunikasikan keindahan alam dan keunikan budaya NTT, sehingga semakin banyak

wisatawan yang ingin berkunjung ke NTT. Ketika pesawat penuh, maka perusahaan penerbangan pasti berpikir untuk

menambah penerbangan dikarenakan potensi profit yang mereka peroleh. Promosi dan even pariwisata yang sudah

efektif dilakukan saat ini juga harus didukung oleh pembenahan destinasi wisata, penyediaan sarana dan prasaran serta

industri pariwisata yang memadai. Diharapkan, pelayanan yang diberikan dapat memenuhi atau bahkan melampaui

ekspektasi yang diharapkan, sehingga pariwisata yang berkelanjutan di NTT dapat berjalan dan semakin banyak orang

mengunjungi NTT. Semakin banyak permintaan wisata ke NTT berarti semakin banyak penerbangan yang dibutuhkan.

Semakin banyak penerbangan ke NTT cenderung akan lebih menstabilkan tarif penerbangan, dan banyaknya frekuensi

juga mendorong tarif untuk turun yang berarti daya saing transportasi wisata NTT juga akan mengalami peningkatan.

Sebagai Provinsi Kepulauan, angkutan laut tetap memegang peranan penting sebagai sarana transportasi antar pulau satu

ke pulau yang lain. Selain angkutan rakyat, saat ini terdapat 15 kapal yang dioperasikan oleh PT PELNI, ASDP dan PT.

Flobamora yang digunakan untuk melayani penyeberangan antar pulau di NTT. Dengan kapasitas angkut antara 200 –

1.700 orang per kapal, dalam satu tahun estimasi kapasitas angkut kapal dapat mencapai lebih dari 1,6 juta penumpang.

Apabila diasumsikan penumpang naik dan turun di tiap pemberhentian, perkiraan kapasitas angkut kapal di NTT dapat

mencapai sekitar 2,5 juta penumpang, lebih banyak dibanding total kapasitas angkutan udara di NTT yang sebesar 1,7 juta

penumpang. Namun demikian, dikarenakan pertimbangan waktu tempuh dan kenyamanan, banyak masyarakat lebih

suka menggunakan angkutan udara dibanding angkutan laut yang terlihat dari rasio penumpang angkutan laut yang

relatif rendah. Bertambahnya beberapa rute pesawat baru di NTT yang diikuti oleh penurunan tarif membuat masyarakat

beralih menggunakan pesawat. Walaupun demikian, bukan berarti angkutan laut akan ditinggalkan masyarakat. Dengan

tarif penyeberangan yang jauh lebih murah dan potensi membawa barang dalam jumlah banyak membuat angkutan laut

tidak akan pernah ditinggalkan oleh masyarakat. Apalagi dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat di NTT yang sebagian

besar masih berpenghasilan rendah, maka bepergian menggunakan angkutan laut menjadi pilihan logis yang akan terus

digunakan oleh masyarakat.

Kondisi Konektivitas Angkutan Lautdi Provinsi NTT02

Gambar Boks 2.1. Peta Alur Angkutan Laut Penumpang

Berdasarkan rute penyebarangan, ke lima belas kapal tersebut menyinggahi 13 Kabupaten/Kota di NTT dan beberapa

pelabuhan di kabupaten tersebut. PT ASDP dan PT Flobamora khusus melayani pelayaran di wilayah NTT, sedangkan lima

kapal PT PELNI juga melayani pelayaran luar NTT meliputi Bima (NTB), Makasar, Kaltim, Kalsel, Kaltara, Maluku, Papua,

Surabaya, Semarang, Jakarta, hingga Kepulauan Riau. Waktu perjalanan kapal antara dua kali sehari hingga 21 hari sekali

mengikuti rute perjalanan kapal yang panjang. Apabila dalam angkutan udara, Denpasar, Surabaya dan Jakarta menjadi

tujuan utama mobilisasi penumpang dari dan ke NTT, maka pada angkutan laut, tujuan utama pelayaran adalah ke

Makasar, Bima dan Maluku. Dengan total estimasi kapasitas penumpang ke luar NTT yang hanya sekitar 150 ribu orang,

angkutan laut jelas tidak dapat digunakan sebagai indikator mobilisasi masyarakat ke luar NTT. Lamanya waktu perjalanan

menjadi penyebab utama masyarakat enggan menggunakan angkutan laut ke luar Provinsi NTT.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

17

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

16

Sumber : PELNI, ASDP, PT Flobamora, diolah

Agustus 2016Agustus 2016

Page 37: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

berdaya saing dari segi biaya transportasi. Bagi wisatawan yang berasal dari Surabaya dan terlebih Jakarta, biaya wisata ke

NTT cenderung lebih mahal dibandingkan pergi ke tiga Negara tujuan wisata. Hal ini membuat orang lebih cenderung

pergi ke luar negeri dikarenakan adanya keunggulan dari sisi biaya transportasi, obyek wisata yang sudah tertata maupun

pengalaman ke luar negeri yang didapat. Lagipula dengan total penerbangan dari Surabaya, Jakarta, Denpasar dan

Makasar yang hanya sebanyak 26 penerbangan per hari membuat estimasi jumlah turis yang datang tidak akan lebih dari

800 ribu dalam waktu satu tahun, mengkonfirmasi jumlah kunjungan wisatawan di NTT saat ini yang masih di kisaran 400

ribu wisatawan per tahun.

Pemerintah tidak dapat berharap perusahaan penerbangan menambah penerbangan ke NTT karena mereka juga harus

memikirkan profit perusahaan yang dapat diperoleh bila menambah frekuensi penerbangan ke NTT. Yang pemerintah bisa

lakukan adalah terus mengkomunikasikan keindahan alam dan keunikan budaya NTT, sehingga semakin banyak

wisatawan yang ingin berkunjung ke NTT. Ketika pesawat penuh, maka perusahaan penerbangan pasti berpikir untuk

menambah penerbangan dikarenakan potensi profit yang mereka peroleh. Promosi dan even pariwisata yang sudah

efektif dilakukan saat ini juga harus didukung oleh pembenahan destinasi wisata, penyediaan sarana dan prasaran serta

industri pariwisata yang memadai. Diharapkan, pelayanan yang diberikan dapat memenuhi atau bahkan melampaui

ekspektasi yang diharapkan, sehingga pariwisata yang berkelanjutan di NTT dapat berjalan dan semakin banyak orang

mengunjungi NTT. Semakin banyak permintaan wisata ke NTT berarti semakin banyak penerbangan yang dibutuhkan.

Semakin banyak penerbangan ke NTT cenderung akan lebih menstabilkan tarif penerbangan, dan banyaknya frekuensi

juga mendorong tarif untuk turun yang berarti daya saing transportasi wisata NTT juga akan mengalami peningkatan.

Sebagai Provinsi Kepulauan, angkutan laut tetap memegang peranan penting sebagai sarana transportasi antar pulau satu

ke pulau yang lain. Selain angkutan rakyat, saat ini terdapat 15 kapal yang dioperasikan oleh PT PELNI, ASDP dan PT.

Flobamora yang digunakan untuk melayani penyeberangan antar pulau di NTT. Dengan kapasitas angkut antara 200 –

1.700 orang per kapal, dalam satu tahun estimasi kapasitas angkut kapal dapat mencapai lebih dari 1,6 juta penumpang.

Apabila diasumsikan penumpang naik dan turun di tiap pemberhentian, perkiraan kapasitas angkut kapal di NTT dapat

mencapai sekitar 2,5 juta penumpang, lebih banyak dibanding total kapasitas angkutan udara di NTT yang sebesar 1,7 juta

penumpang. Namun demikian, dikarenakan pertimbangan waktu tempuh dan kenyamanan, banyak masyarakat lebih

suka menggunakan angkutan udara dibanding angkutan laut yang terlihat dari rasio penumpang angkutan laut yang

relatif rendah. Bertambahnya beberapa rute pesawat baru di NTT yang diikuti oleh penurunan tarif membuat masyarakat

beralih menggunakan pesawat. Walaupun demikian, bukan berarti angkutan laut akan ditinggalkan masyarakat. Dengan

tarif penyeberangan yang jauh lebih murah dan potensi membawa barang dalam jumlah banyak membuat angkutan laut

tidak akan pernah ditinggalkan oleh masyarakat. Apalagi dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat di NTT yang sebagian

besar masih berpenghasilan rendah, maka bepergian menggunakan angkutan laut menjadi pilihan logis yang akan terus

digunakan oleh masyarakat.

Kondisi Konektivitas Angkutan Lautdi Provinsi NTT02

Gambar Boks 2.1. Peta Alur Angkutan Laut Penumpang

Berdasarkan rute penyebarangan, ke lima belas kapal tersebut menyinggahi 13 Kabupaten/Kota di NTT dan beberapa

pelabuhan di kabupaten tersebut. PT ASDP dan PT Flobamora khusus melayani pelayaran di wilayah NTT, sedangkan lima

kapal PT PELNI juga melayani pelayaran luar NTT meliputi Bima (NTB), Makasar, Kaltim, Kalsel, Kaltara, Maluku, Papua,

Surabaya, Semarang, Jakarta, hingga Kepulauan Riau. Waktu perjalanan kapal antara dua kali sehari hingga 21 hari sekali

mengikuti rute perjalanan kapal yang panjang. Apabila dalam angkutan udara, Denpasar, Surabaya dan Jakarta menjadi

tujuan utama mobilisasi penumpang dari dan ke NTT, maka pada angkutan laut, tujuan utama pelayaran adalah ke

Makasar, Bima dan Maluku. Dengan total estimasi kapasitas penumpang ke luar NTT yang hanya sekitar 150 ribu orang,

angkutan laut jelas tidak dapat digunakan sebagai indikator mobilisasi masyarakat ke luar NTT. Lamanya waktu perjalanan

menjadi penyebab utama masyarakat enggan menggunakan angkutan laut ke luar Provinsi NTT.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

17

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

16

Sumber : PELNI, ASDP, PT Flobamora, diolah

Agustus 2016Agustus 2016

Page 38: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

Keuangan Pemerintah Daerah02

Realisasi pendapatan pemerintah pada triwulan II-2016 mencapai Rp 12,7 triliun (51,36%) dari pagu

rencana pendapatan sebesar Rp 24,73 triliun.

Sementara itu, realisasi belanja pemerintah tercatat sebesar Rp 10,46 triliun (29,81%) dibandingkan pagu

belanja sebesar Rp 35,08 triliun.

Berdasarkan sebaran rute pelayaran, terlihat bahwa rute pelayaran kapal penumpang sangat berbeda dengan rute

penerbangan di NTT. Apabila dalam angkutan udara peran Bandara El Tari sangat vital sebagai hub penerbangan di NTT,

pada angkutan laut, hub pelayaran hampir tidak dikenal. Walaupun rute pelayaran ke Kupang masih relatif besar, hal ini

semata-mata karena arus migrasi melalui Kupang juga relatif tinggi. Selain menjadi sentra penyeberangan laut untuk Pulau

Timor, Migrasi ke Kupang juga lebih karena adanya aktivitas ekonomi atau pendidikan. Total penyeberangan melalui

Kabupaten dan Kota Kupang mencapai 17 rute pelayaran dengan total estimasi kapasitas per tahun mencapai 700 ribu

penumpang.

Berdasarkan total jumlah rute penyeberangan, Pelayaran di Kupang masih kalah dengan rute penyeberangan di Larantuka

yang mencapai 18 rute, belum termasuk banyaknya kapal rakyat yang juga melayani rute pendek seperti Pulau Solor,

Adonara maupun Lembata. Sebagai kabupaten kepulauan, angkutan laut memang menjadi sarana utama

penyeberangan orang di wilayahnya. Selain itu, Larantuka juga menjadi titik terdekat yang menghubungkan Pulau Flores

dan Pulau Timor, sehingga penyeberangan antar pulau tersebut dipusatkan di Larantuka. Total estimasi kapasitas

penumpang yang mampu diangkut mencapai sekitar 400 ribu orang per tahun. Banyaknya rute perjalanan laut di

beberapa daerah kemungkinan besar juga menjelaskan mengapa beberapa daerah seperti Alor, Rote Ndao, Larantuka,

Lembata, dan Sabu Raijua hanya memiliki satu sampai dua penerbangan per hari. Besarnya kapasitas angkutan laut cukup

menggantikan kekurangan angkutan udara.

Dengan banyaknya lubang pelayanan yang belum dilayani oleh angkutan udara dan keunggulan dari sisi harga dan

kapasitas angkut, angkutan laut diyakini tidak akan terpengaruh cukup besar oleh keberadaan angkutan udara. Yang

perlu diperhatikan adalah kejelian dalam melihat peluang pelayaran laut yang belum dilayani oleh angkutan udara dan

kejelian dalam melihat peluang ekonomi terlebih sebagai sarana memindahkan hasil bumi ke daerah lain yang

membutuhkan, yang pastinya tidak akan dapat dilawan oleh angkutan udara.

Sementara itu, berdasarkan informasi terbaru terdapat penambahan kapasitas kapal angkut di perairan NTT dengan

beroperasinya KM Egon tipe roll-on/roll-off yang berlayar dengan rute Surabaya-Labuan Bajo-Maropokot-Makassar (PP)

dan dapat memuat 27 kendaraan serta 443 penumpang dengan panjang kapal 95,5 meter dan gross tonase (GT) 4.916.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

18 Agustus 2016

Foto : Kantor Bupati TTS

Page 39: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

Keuangan Pemerintah Daerah02

Realisasi pendapatan pemerintah pada triwulan II-2016 mencapai Rp 12,7 triliun (51,36%) dari pagu

rencana pendapatan sebesar Rp 24,73 triliun.

Sementara itu, realisasi belanja pemerintah tercatat sebesar Rp 10,46 triliun (29,81%) dibandingkan pagu

belanja sebesar Rp 35,08 triliun.

Berdasarkan sebaran rute pelayaran, terlihat bahwa rute pelayaran kapal penumpang sangat berbeda dengan rute

penerbangan di NTT. Apabila dalam angkutan udara peran Bandara El Tari sangat vital sebagai hub penerbangan di NTT,

pada angkutan laut, hub pelayaran hampir tidak dikenal. Walaupun rute pelayaran ke Kupang masih relatif besar, hal ini

semata-mata karena arus migrasi melalui Kupang juga relatif tinggi. Selain menjadi sentra penyeberangan laut untuk Pulau

Timor, Migrasi ke Kupang juga lebih karena adanya aktivitas ekonomi atau pendidikan. Total penyeberangan melalui

Kabupaten dan Kota Kupang mencapai 17 rute pelayaran dengan total estimasi kapasitas per tahun mencapai 700 ribu

penumpang.

Berdasarkan total jumlah rute penyeberangan, Pelayaran di Kupang masih kalah dengan rute penyeberangan di Larantuka

yang mencapai 18 rute, belum termasuk banyaknya kapal rakyat yang juga melayani rute pendek seperti Pulau Solor,

Adonara maupun Lembata. Sebagai kabupaten kepulauan, angkutan laut memang menjadi sarana utama

penyeberangan orang di wilayahnya. Selain itu, Larantuka juga menjadi titik terdekat yang menghubungkan Pulau Flores

dan Pulau Timor, sehingga penyeberangan antar pulau tersebut dipusatkan di Larantuka. Total estimasi kapasitas

penumpang yang mampu diangkut mencapai sekitar 400 ribu orang per tahun. Banyaknya rute perjalanan laut di

beberapa daerah kemungkinan besar juga menjelaskan mengapa beberapa daerah seperti Alor, Rote Ndao, Larantuka,

Lembata, dan Sabu Raijua hanya memiliki satu sampai dua penerbangan per hari. Besarnya kapasitas angkutan laut cukup

menggantikan kekurangan angkutan udara.

Dengan banyaknya lubang pelayanan yang belum dilayani oleh angkutan udara dan keunggulan dari sisi harga dan

kapasitas angkut, angkutan laut diyakini tidak akan terpengaruh cukup besar oleh keberadaan angkutan udara. Yang

perlu diperhatikan adalah kejelian dalam melihat peluang pelayaran laut yang belum dilayani oleh angkutan udara dan

kejelian dalam melihat peluang ekonomi terlebih sebagai sarana memindahkan hasil bumi ke daerah lain yang

membutuhkan, yang pastinya tidak akan dapat dilawan oleh angkutan udara.

Sementara itu, berdasarkan informasi terbaru terdapat penambahan kapasitas kapal angkut di perairan NTT dengan

beroperasinya KM Egon tipe roll-on/roll-off yang berlayar dengan rute Surabaya-Labuan Bajo-Maropokot-Makassar (PP)

dan dapat memuat 27 kendaraan serta 443 penumpang dengan panjang kapal 95,5 meter dan gross tonase (GT) 4.916.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

18 Agustus 2016

Foto : Kantor Bupati TTS

Page 40: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

Perkembangan realisasi pendapatan pemerintah di Provinsi NTT telah mencapai Rp 12,7 triliun atau 51,36% dari total

rencana pendapatan 2016 sebesar Rp 24,7 triliun. Realisasi pendapatan tertinggi berada di sisi APBN Pemerintah Pusat

yang terutama masih berasal dari realisasi Pajak Penghasilan (PPh) yang tidak termasuk dalam rencana pendapatan namun

merupakan pendapatan utama dalam struktur APBN di daerah. Sementara itu, realisasi belanja pemerintah di NTT telah

mencapai Rp 10,46 triliun atau 29,81% dari total pagu belanja sebesar Rp 35,08 triliun. Pencapaian tersebut tercatat lebih

tinggi dibandingkan semester-I 2015 yang sebesar Rp 7,44 triliun atau 23,92% dari pagu anggaran. Pencapaian realisasi

belanja tertinggi diperoleh oleh Pemerintah Provinsi sebesar 40,19%.

2.1. KONDISI UMUM

PORSI REALISASI PENDAPATAN

APBN KAB PROV

15%16% 1%

8%

83% 77%

ANGGARAN

PORSI REALISASI BELANJA

APBN KAB PROV

62%

15%

11% 27%

27%

58%

ANGGARAN

GRAFIK 2.1. REALISASI PENDAPATAN DAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT, PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

PENDAPATAN DAERAH BELANJA DAERAH

ANGGARAN

REALISASI

APBN KAB PROV

Triliun

APBN KAB PROV

Total Pendapatan dan Belanja Pemerintah Realisasi Pendapatan Pemerintah

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

Triliun Rp

0

5

10

15

20

25

0

Realisasi Belanja Pemerintah

5

10

15

20

25

24.73

35.08

12.70

10.46

51.36% 29.81% 0.25

20.60

3.881.04

9.71

1.94

9,45

21,73

3,90

2,80

6,09

1,57

ANGGARAN

REALISASI

ANGGARAN

REALISASI

Total pendapatan pemerintah di Provinsi NTT hingga semester-I 2016 mencapai Rp 12,7 triliun. Berdasarkan level

kewenangan pemerintah, pendapatan APBN telah mencapai Rp 1,04 triliun atau 408,66% dari target dengan pendapatan

terbesar berasal dari Pajak Penghasilan sebesar Rp 513,7 miliar atau 49,31% dari total pendapatan APBN. Pendapatan

yang menyumbang porsi cukup besar lainnya adalah Pajak Pertambahan Nilai (Rp 234,28 miliar) dan Penerimaan Negara

Bukan Pajak (Rp 217,88 miliar) yang terdiri dari Pendapatan Pendidikan, Pendapatan Jasa dan Pendapatan lainnya. Di

tingkat kabupaten kota, realisasi Dana Alokasi Umum (DAU) tercatat cukup tinggi mencapai 54,67% atau sebesar 7,1

triliun. Untuk tingkat Provinsi, realisasi DAU hingga semester-I 2016 mencapai Rp 657,4 miliar (33,8% dari total realisasi

pendapatan hingga semester I-2016) dan merupakan yang penerimaan tertinggi ke-2 di tingkat Provinsi setelah Dana

Alokasi Khusus (DAK) yang mencapai Rp 689,4 miliar (35,5%). Di sisi lain, pendapatan untuk tingkat Kabupaten/Kota

didominasi oleh penerimaan Dana Alokasi Umum (DAU) yang mencapai Rp 6,4 triliun (66,4%). Sementara itu, porsi

Penerimaan Asli Daerah (PAD) untuk Provinsi NTT tergolong cukup tinggi yaitu Rp 557,24 miliar (28,7%). Hal yang berbeda

terjadi pada tingkat Kabupaten/Kota, dimana porsi PAD masih cukup kecil sebesar Rp 443,91 miliar atau 4,6% dari total

realisasi pendapatan di tingkat Kabupaten/Kota. Penggalian potensi-potensi sumber ekonomi yang didorong dengan

peningkatan investasi, terutama swasta perlu terus dilakukan guna meningkatkan pendapatan PAD yang dapat

menunjang kemandirian fiskal di daerah.

2.2 PENDAPATAN DAERAH

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

21Agustus 2016

Page 41: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

Perkembangan realisasi pendapatan pemerintah di Provinsi NTT telah mencapai Rp 12,7 triliun atau 51,36% dari total

rencana pendapatan 2016 sebesar Rp 24,7 triliun. Realisasi pendapatan tertinggi berada di sisi APBN Pemerintah Pusat

yang terutama masih berasal dari realisasi Pajak Penghasilan (PPh) yang tidak termasuk dalam rencana pendapatan namun

merupakan pendapatan utama dalam struktur APBN di daerah. Sementara itu, realisasi belanja pemerintah di NTT telah

mencapai Rp 10,46 triliun atau 29,81% dari total pagu belanja sebesar Rp 35,08 triliun. Pencapaian tersebut tercatat lebih

tinggi dibandingkan semester-I 2015 yang sebesar Rp 7,44 triliun atau 23,92% dari pagu anggaran. Pencapaian realisasi

belanja tertinggi diperoleh oleh Pemerintah Provinsi sebesar 40,19%.

2.1. KONDISI UMUM

PORSI REALISASI PENDAPATAN

APBN KAB PROV

15%16% 1%

8%

83% 77%

ANGGARAN

PORSI REALISASI BELANJA

APBN KAB PROV

62%

15%

11% 27%

27%

58%

ANGGARAN

GRAFIK 2.1. REALISASI PENDAPATAN DAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT, PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

PENDAPATAN DAERAH BELANJA DAERAH

ANGGARAN

REALISASI

APBN KAB PROV

Triliun

APBN KAB PROV

Total Pendapatan dan Belanja Pemerintah Realisasi Pendapatan Pemerintah

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

Triliun Rp

0

5

10

15

20

25

0

Realisasi Belanja Pemerintah

5

10

15

20

25

24.73

35.08

12.70

10.46

51.36% 29.81% 0.25

20.60

3.881.04

9.71

1.94

9,45

21,73

3,90

2,80

6,09

1,57

ANGGARAN

REALISASI

ANGGARAN

REALISASI

Total pendapatan pemerintah di Provinsi NTT hingga semester-I 2016 mencapai Rp 12,7 triliun. Berdasarkan level

kewenangan pemerintah, pendapatan APBN telah mencapai Rp 1,04 triliun atau 408,66% dari target dengan pendapatan

terbesar berasal dari Pajak Penghasilan sebesar Rp 513,7 miliar atau 49,31% dari total pendapatan APBN. Pendapatan

yang menyumbang porsi cukup besar lainnya adalah Pajak Pertambahan Nilai (Rp 234,28 miliar) dan Penerimaan Negara

Bukan Pajak (Rp 217,88 miliar) yang terdiri dari Pendapatan Pendidikan, Pendapatan Jasa dan Pendapatan lainnya. Di

tingkat kabupaten kota, realisasi Dana Alokasi Umum (DAU) tercatat cukup tinggi mencapai 54,67% atau sebesar 7,1

triliun. Untuk tingkat Provinsi, realisasi DAU hingga semester-I 2016 mencapai Rp 657,4 miliar (33,8% dari total realisasi

pendapatan hingga semester I-2016) dan merupakan yang penerimaan tertinggi ke-2 di tingkat Provinsi setelah Dana

Alokasi Khusus (DAK) yang mencapai Rp 689,4 miliar (35,5%). Di sisi lain, pendapatan untuk tingkat Kabupaten/Kota

didominasi oleh penerimaan Dana Alokasi Umum (DAU) yang mencapai Rp 6,4 triliun (66,4%). Sementara itu, porsi

Penerimaan Asli Daerah (PAD) untuk Provinsi NTT tergolong cukup tinggi yaitu Rp 557,24 miliar (28,7%). Hal yang berbeda

terjadi pada tingkat Kabupaten/Kota, dimana porsi PAD masih cukup kecil sebesar Rp 443,91 miliar atau 4,6% dari total

realisasi pendapatan di tingkat Kabupaten/Kota. Penggalian potensi-potensi sumber ekonomi yang didorong dengan

peningkatan investasi, terutama swasta perlu terus dilakukan guna meningkatkan pendapatan PAD yang dapat

menunjang kemandirian fiskal di daerah.

2.2 PENDAPATAN DAERAH

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

21Agustus 2016

Page 42: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

GRAFIK 2.6. PERKEMBANGAN REALISASI BELANJA MODAL

Sumber: Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT & Biro Keuangan

2014IV

2015I II I I I IV I

2016

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

I I

APBN KAB/KOTA PROVINSI TOTAL

%

18,24

9,61

26,98

13,88

-20

-10

GRAFIK 2.5. PERKEMBANGAN REALISASI BELANJA

Sumber: Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT & Biro Keuangan

2014IV

2015I II I I I IV I

2016

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

I I

29,6428,03

40,19

29,81

APBN KAB/KOTA PROVINSI TOTAL

Apabila dilihat dari sisi belanja modal, realisasi belanja tercatat baru mencapai 13,9% atau Rp 1,35 triliun pada semester-I

2016, namun masih lebih tinggi dibandingkan pencapaian semester-I 2015 sebesar 10,15% atau Rp 931,55 miliar.

Pembangunan pada semester-I 2016, terutama terbantu oleh kegiatan proyek multiyears seperti bendungan serta gedung

pemerintah, serta pembangunan berbagai fasilitas publik, seperti jalan dan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) di beberapa

tempat seperti Mota’ain, Motamasin dan Wini yang sudah mulai dikerjakan. Di sisi lain, belanja modal yang masih

tergolong rendah diperkirakan masih terjadi karena kontraktor yang belum mengambil termin pembayaran dan adanya

perpanjangan proyek pemerintah di triwulan I-2016 yang berlanjut pada triwulan-II yang masih belum memasuki kriteria

penyelesaian untuk dapat dilakukan proses untuk pembayaran. Dalam hal belanja modal, realisasi belanja modal

Pemerintah Provinsi juga menjadi yang tertinggi sebesar 27% atau Rp151,6 miliar dari total pagu sebesar Rp 562,1 miliar.

Berdasarkan komposisinya, belanja konsumsi menjadi yang tertinggi di Provinsi NTT dengan total 36,1%. Tingginya

realisasi belanja tersebut mendukung pula asumsi dorongan realisasi gaji ke-13 dan ke-14 yang menjadi salah satu faktor

peningkatan belanja pemerintah pada semester-I. Hal ini juga terlihat dari realisasi belanja pegawai yang telah mencapai

Rp 5,42 triliun atau 51,87% dari pangsa total realisasi belanja pemerintah pada semester-I 2016. Realisasi belanja

konsumsi tertinggi berada di Pemerintah Provinsi sebesar 44,2% atau Rp 1,41 triliun dari total pagu belanja konsumsi

sebesar Rp 3,2 triliun.

GRAFIK 2.4. PANGSA BELANJA KABUPATEN/KOTA

Sumber: Biro Keuangan Setda Provinsi NTT, diolah

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

SARA

I

APB

N

SUM

BAR

MA

LAK

A

NA

GEK

EO

SUM

TEN

G

KA

B. K

UPA

NG

MA

BAR

MA

NG

GA

RAI

ROTE

NG

AD

A

SUM

TIM

END

E

LEM

BATA

ALO

R

BELU

MA

TIM

SBD

KO

TA K

UPA

NG

TTU

FLO

TIM

PRO

V N

TTTTS

SIK

KA

BELANJA PEGAWAI BELANJA MODAL BELANJA BARANG DAN JASA % realisasi

GRAFIK 2.2 PANGSA REALISASI SUMBER PENDAPATAN APBN

Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT

PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

PENDAPATAN PAJAK LAINNYA

PENDAPATAN BEA MASUK

PAJAK BUMI & BANGUNAN

CUKAI

PAJAK PENGHASILAN

GRAFIK 2.3 PANGSA REALISASI SUMBER PENDAPATAN APBD PROVINSI/ KAB-KOTA

Sumber: Biro Keuangan Provinsi NTT

PAD DAU DAK LAINNYAOTSUS

4,6%

66,4%

12,9%

11,4%

4,8%28,7%

33,8%

35,5%

2,1%

49,31%

20,92%

22,49%

1,12%

1,60%

3,68%

0,88%

Dari sisi spasial, porsi Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai sumber pembiayaan kegiatan pemerintah Kabupaten/Kota di

Provinsi NTT cenderung kecil dengan rata-rata 5,89% dari total sumber pendapatan. Kota Kupang menjadi daerah yang

memiliki porsi PAD terbesar yaitu 12% dari total pendapatan, sementara Kab. Malaka menjadi yang terendah sebesar

3,08%. Sementara itu, Kab. Manggarai Barat dengan daerah wisatanya yang terkenal (Labuan Bajo) memiliki porsi PAD

yang juga masih tergolong kecil sebesar 8,84%. Di sisi lain, apabila melihat porsi Dana Alokasi Khusus (DAK) yang

merupakan dana perimbangan untuk penugasan khusus dari Pemerintah Pusat, Kab. Ende memiliki porsi terbesar yaitu

27,67% dari total pendapatan. Sementara itu, apabila dilihat dari segi realisasi pendapatan, rata-rata realisasi pendapatan

Permerintah Kabupaten/Kota di Provinsi NTT mencapai 47,03% . Kab. Manggarai Barat menjadi kabupaten dengan

pencapaian realisasi pendapatan tertinggi sebesar 53,89%, disusul oleh Kab. Sumba Barat (51,43%) dan Sumba Tengah

(51,24%). Sementara itu, pencapaian realisasi terendah berada di Kab. Sabu Raijua sebesar 36,49% seiring dengan

rendahnya penerimaan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang baru mencapai Rp 2,46 miliar atau 1,93% dari target DAK tahun

2016 sebesar Rp 127,47 miliar.

Realisasi belanja APBN dan APBD Pemerintah di Provinsi NTT hingga semester-I 2016 mencapai Rp 10,46 triliun atau

29,81% dari pagu belanja yang sebesar Rp 35,08 triliun. Pencapaian tersebut tercatat lebih tinggi dibandingkan periode

yang sama tahun 2015 yang hanya sebesar 23,92% atau Rp 7,43 triliun. Peningkatan realisasi terjadi di semua tingkat

pemerintahan, baik APBN, APBD Kabupaten/Kota serta APBD Provinsi. Peningkatan tersebut diperkirakan terjadi seiring

dengan upaya percepatan realisasi anggaran oleh Pemerintah, melalui himbauan Presiden dan didukung adanya sanksi

kepada pemerintah daerah yang memiliki kinerja realisasi anggaran yang rendah. Selain itu, realisasi gaji ke-13 serta ke-14

Pegawai Negeri Sipil pada bulan Juni 2016 juga mendorong adanya peningkatan belanja pemerintah.

Sementara itu, berdasarkan pangsa belanja masing-masing Pemerintah terlihat bahwa belanja pegawai masih menjadi

komponen utama untuk tingkat kabupaten/Kota. Kota Kupang memiliki pangsa belanja pegawai tertinggi sebesar 56,2%

diikuti oleh Kab.Timor Tengah Utara (51,3%) dan Kab. Belu (47,3%). Sementara itu, pangsa tertinggi belanja modal yang

terutama digunakan untuk belanja infrastruktur berada di Kab. Sabu Raijua sebesar 39,2% diikuti Kab. Sumba Barat

(33%) dan Kab. Malaka (32%).

2.3 BELANJA DAERAH

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

23

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

22 Agustus 2016Agustus 2016

Page 43: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

GRAFIK 2.6. PERKEMBANGAN REALISASI BELANJA MODAL

Sumber: Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT & Biro Keuangan

2014IV

2015I II I I I IV I

2016

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

I I

APBN KAB/KOTA PROVINSI TOTAL

%

18,24

9,61

26,98

13,88

-20

-10

GRAFIK 2.5. PERKEMBANGAN REALISASI BELANJA

Sumber: Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT & Biro Keuangan

2014IV

2015I II I I I IV I

2016

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

I I

29,6428,03

40,19

29,81

APBN KAB/KOTA PROVINSI TOTAL

Apabila dilihat dari sisi belanja modal, realisasi belanja tercatat baru mencapai 13,9% atau Rp 1,35 triliun pada semester-I

2016, namun masih lebih tinggi dibandingkan pencapaian semester-I 2015 sebesar 10,15% atau Rp 931,55 miliar.

Pembangunan pada semester-I 2016, terutama terbantu oleh kegiatan proyek multiyears seperti bendungan serta gedung

pemerintah, serta pembangunan berbagai fasilitas publik, seperti jalan dan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) di beberapa

tempat seperti Mota’ain, Motamasin dan Wini yang sudah mulai dikerjakan. Di sisi lain, belanja modal yang masih

tergolong rendah diperkirakan masih terjadi karena kontraktor yang belum mengambil termin pembayaran dan adanya

perpanjangan proyek pemerintah di triwulan I-2016 yang berlanjut pada triwulan-II yang masih belum memasuki kriteria

penyelesaian untuk dapat dilakukan proses untuk pembayaran. Dalam hal belanja modal, realisasi belanja modal

Pemerintah Provinsi juga menjadi yang tertinggi sebesar 27% atau Rp151,6 miliar dari total pagu sebesar Rp 562,1 miliar.

Berdasarkan komposisinya, belanja konsumsi menjadi yang tertinggi di Provinsi NTT dengan total 36,1%. Tingginya

realisasi belanja tersebut mendukung pula asumsi dorongan realisasi gaji ke-13 dan ke-14 yang menjadi salah satu faktor

peningkatan belanja pemerintah pada semester-I. Hal ini juga terlihat dari realisasi belanja pegawai yang telah mencapai

Rp 5,42 triliun atau 51,87% dari pangsa total realisasi belanja pemerintah pada semester-I 2016. Realisasi belanja

konsumsi tertinggi berada di Pemerintah Provinsi sebesar 44,2% atau Rp 1,41 triliun dari total pagu belanja konsumsi

sebesar Rp 3,2 triliun.

GRAFIK 2.4. PANGSA BELANJA KABUPATEN/KOTA

Sumber: Biro Keuangan Setda Provinsi NTT, diolah

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

SARA

I

APB

N

SUM

BAR

MA

LAK

A

NA

GEK

EO

SUM

TEN

G

KA

B. K

UPA

NG

MA

BAR

MA

NG

GA

RAI

ROTE

NG

AD

A

SUM

TIM

END

E

LEM

BATA

ALO

R

BELU

MA

TIM

SBD

KO

TA K

UPA

NG

TTU

FLO

TIM

PRO

V N

TTTTS

SIK

KA

BELANJA PEGAWAI BELANJA MODAL BELANJA BARANG DAN JASA % realisasi

GRAFIK 2.2 PANGSA REALISASI SUMBER PENDAPATAN APBN

Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT

PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

PENDAPATAN PAJAK LAINNYA

PENDAPATAN BEA MASUK

PAJAK BUMI & BANGUNAN

CUKAI

PAJAK PENGHASILAN

GRAFIK 2.3 PANGSA REALISASI SUMBER PENDAPATAN APBD PROVINSI/ KAB-KOTA

Sumber: Biro Keuangan Provinsi NTT

PAD DAU DAK LAINNYAOTSUS

4,6%

66,4%

12,9%

11,4%

4,8%28,7%

33,8%

35,5%

2,1%

49,31%

20,92%

22,49%

1,12%

1,60%

3,68%

0,88%

Dari sisi spasial, porsi Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai sumber pembiayaan kegiatan pemerintah Kabupaten/Kota di

Provinsi NTT cenderung kecil dengan rata-rata 5,89% dari total sumber pendapatan. Kota Kupang menjadi daerah yang

memiliki porsi PAD terbesar yaitu 12% dari total pendapatan, sementara Kab. Malaka menjadi yang terendah sebesar

3,08%. Sementara itu, Kab. Manggarai Barat dengan daerah wisatanya yang terkenal (Labuan Bajo) memiliki porsi PAD

yang juga masih tergolong kecil sebesar 8,84%. Di sisi lain, apabila melihat porsi Dana Alokasi Khusus (DAK) yang

merupakan dana perimbangan untuk penugasan khusus dari Pemerintah Pusat, Kab. Ende memiliki porsi terbesar yaitu

27,67% dari total pendapatan. Sementara itu, apabila dilihat dari segi realisasi pendapatan, rata-rata realisasi pendapatan

Permerintah Kabupaten/Kota di Provinsi NTT mencapai 47,03% . Kab. Manggarai Barat menjadi kabupaten dengan

pencapaian realisasi pendapatan tertinggi sebesar 53,89%, disusul oleh Kab. Sumba Barat (51,43%) dan Sumba Tengah

(51,24%). Sementara itu, pencapaian realisasi terendah berada di Kab. Sabu Raijua sebesar 36,49% seiring dengan

rendahnya penerimaan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang baru mencapai Rp 2,46 miliar atau 1,93% dari target DAK tahun

2016 sebesar Rp 127,47 miliar.

Realisasi belanja APBN dan APBD Pemerintah di Provinsi NTT hingga semester-I 2016 mencapai Rp 10,46 triliun atau

29,81% dari pagu belanja yang sebesar Rp 35,08 triliun. Pencapaian tersebut tercatat lebih tinggi dibandingkan periode

yang sama tahun 2015 yang hanya sebesar 23,92% atau Rp 7,43 triliun. Peningkatan realisasi terjadi di semua tingkat

pemerintahan, baik APBN, APBD Kabupaten/Kota serta APBD Provinsi. Peningkatan tersebut diperkirakan terjadi seiring

dengan upaya percepatan realisasi anggaran oleh Pemerintah, melalui himbauan Presiden dan didukung adanya sanksi

kepada pemerintah daerah yang memiliki kinerja realisasi anggaran yang rendah. Selain itu, realisasi gaji ke-13 serta ke-14

Pegawai Negeri Sipil pada bulan Juni 2016 juga mendorong adanya peningkatan belanja pemerintah.

Sementara itu, berdasarkan pangsa belanja masing-masing Pemerintah terlihat bahwa belanja pegawai masih menjadi

komponen utama untuk tingkat kabupaten/Kota. Kota Kupang memiliki pangsa belanja pegawai tertinggi sebesar 56,2%

diikuti oleh Kab.Timor Tengah Utara (51,3%) dan Kab. Belu (47,3%). Sementara itu, pangsa tertinggi belanja modal yang

terutama digunakan untuk belanja infrastruktur berada di Kab. Sabu Raijua sebesar 39,2% diikuti Kab. Sumba Barat

(33%) dan Kab. Malaka (32%).

2.3 BELANJA DAERAH

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

23

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

22 Agustus 2016Agustus 2016

Page 44: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

Berdasarkan data perbankan hingga Triwulan II-2016, tercatat Dana Pihak Ketiga (DPK) Pemerintah dalam bentuk

simpanan pada lembaga perbankan sebesar Rp 6,93 triliun. DPK tersebut meningkat 24,6% (qtq) apabila dibandingkan

triwulan I-2016 yang sebesar Rp 5,56 triliun. Peningkatan menjadi indikasi belum optimalnya penggunaan anggaran

Pemerintah daerah hingga triwulan-II 2016 walaupun di sisi lain juga menunjukkan perbaikan penyerapan anggaran

dibanding tahun sebelumnya yang terlihat dari penurunan posisi DPK pemerintah dibanding tahun lalu. Total DPK

pemerintah sendiri paling banyak berada pada komponen Giro sebesar Rp 5,27 triliun.

PEMERINTAH GIRO TABUNGAN DEPOSITO TOTAL DPK

PUSAT

TABEL 2.2. KOMPOSISI DPK PEMERINTAH DI NTT

88,57

276,04

523,98

4.384,00

5.272,60

0,07

9,68

23,46

176,10

209,31

-

204,64

151,10

1.095,01

1.450,75

88,64

490,36

698,55

5.655,10

6.932,65

PROVINSI

KOTA

KABUPATEN

TOTAL

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

GRAFIK 2.9. REALISASI BELANJA DAN KOMPONENNYA PEMERINTAH PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Sumber: Biro Keuangan Setda Provinsi NTT, diolah

BELANJA PEGAWAI BELANJA MODAL BELANJA BARANG DAN JASA BELANJA LAIN-LAIN % REALISASI

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

40%

45%

50%

FLO

TIM

ROTE

MA

BAR

MA

TIM

ALO

R

KO

TA K

UPA

NG

SBD

SIK

KA

SUM

TEN

G

MA

NG

GA

RAI

SAR

AI

KA

B. K

UPA

NG

SUM

BAR

TTU

TTS

BELU

NG

AD

A

END

E

SUM

TIM

NA

GEK

EO

LEM

BATA

MA

LAK

A

baru mencapai Rp 527,88 miliar. Secara spasial, presentase belanja pemerintah di tiap Kabupaten/Kota di Provinsi NTT

hingga semester-I 2016 mencapai rata-rata 28,11%, sementara belanja modal sebesar 9,86%.

Presentase belanja pemerintah tertinggi ada di Kabupaten Flores Timur sebesar 43,35%, diikuti oleh Kab. Rote (39,1%)

dan Kab. Manggarai Barat (36,5%). Namun dari sisi komponen belanja, sebagian besar realisasi digunakan untuk belanja

pegawai yang bahkan mencapai lebih dari 80% untuk beberapa kabupaten, diantaranya Kab. Timor Tengah Utara, Kab.

Belu, Kab. Malaka dan Kab. Timor Tengan Selatan. Sementara itu, belanja terendah berada di Kabupaten Malaka (17,32%)

dengan komponen realisasi terbesar adalah belanja pegawai (83,4%). Optimalisasi penggunaan anggaran guna

mendorong efek turunan terhadap pertumbuhan perekonomian daerah perlu untuk dilakukan. Upaya yang dapat

dilakukan adalah melalui identifikasi (dialog dan koordinasi internal) terhadap permasalahan penghambat realisasi dan

melakukan koordinasi dengan pihak eksternal (Biro Keuangan Provinsi dan Ditjen Perbendaharaan).

GRAFIK 2.10. DANA PIHAK KETIGA PEMERINTAH DI PERBANKAN NTT

4.28

5.995.57

2.83

5.74

7.26 7.47

2.74

5.56

0

1

2

3

4

5

6

7

8 TRILIUN RP

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV I

2016

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

PUSAT PROVINSI PEMKOT PEMKAB TOTAL

I I

6.93

2.4 DANA PEMERINTAH DI PERBANKAN

GRAFIK 2.7. REALISASI BELANJA APBN DAN APBD PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NTT

APBN KAB PROV TOTAL

%

BELANJA DAERAH BELANJA MODAL BELANJA KONSUMSI

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

29,628,0

40,2

29,8

18,2

9,6

27,0

13,9

37,0

34,3

44,2

36,1

Tabel 2.1 Realisasi Belanja APBN dan APBDProvinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT

REALISASI

Nominal %

Pangsa(%)

10.460,0

1.354,1

9.105,9

5.425,6

1.945,2

842,3

16,0

158,7

711,9

6,3

-

29,81

13,88

36,14

44,08

24,83

52,43

18,48

23,79

27,22

8,10

-

100

12,95

87,05

51,87

18,60

8,05

0,15

1,52

6,81

0,06

URAIAN RENCANA

35.084,6

9.756,1

25.194,8

12.307,8

7.834,2

1.606,6

86,5

666,9

2.615,3

77,3

133,7

BELANJA DAERAH

BELANJA MODAL

BELANJA KONSUMSI

BELANJA PEGAWAI

BELANJA BARANG DAN JASA

BELANJA HIBAH

BELANJA BANTUAN SOSIAL

BELANJA BAGI HASIL

BANTUAN KEUANGAN

KONSUMSI LAINNYA

BELANJA LAINNYA

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

Berdasarkan perkembangan realisasi belanja dari masing-masing tingkat pemerintahan, maka dapat diketahui hal-hal

berikut:

2.3.1 Belanja APBNRealisasi belanja APBN hingga semester-I mencapai Rp 2,8 triliun atau 29,64% dari total pagu belanja APBN tahun 2016

sebesar Rp 9,45 triliun. Porsi realisasi belanja APBN terbesar hingga semester-I dipergunakan untuk belanja pegawai yaitu

sebesar Rp 1,23 triliun (43,8%) dan diikuti oleh belanja barang dan jasa sebesar Rp 899,15 miliar (32,1%). Di sisi lain,

pangsa realisasi belanja modal pada APBN juga masih tergolong tinggi sebesar 24,08 atau Rp 674,6 miliar. Realisasi

tersebut dipergunakan bagi pembangunan beberapa infrastruktur utama seperti bendungan, embung, rekonstruksi jalan,

pembangunan jembatan, serta pemeliharaan jalan rutin.

2.3.2 Belanja Pemerintah Provinsi NTTHingga semester-I 2016, realisasi belanja Pemerintah Provinsi telah mencapai Rp 1,56 triliun atau 40,19% dari pagu

belanja sebesar Rp 3,89 triliun. Belanja Pemerintah Provinsi lebih didominasi oleh belanja hibah yang mencapai Rp 789

miliar atau 50,36% dari total realisasi belanja yang diperkirakan dipergunakan untuk penyaluran dana Bantuan

Operasional Sekolah (BOS) serta mendukung kelanjutan program pemerintah, seperti Desa Mandiri Anggur Merah. Dari

komponen belanja konsumsi, belanja pegawai memiliki pangsa realisasi tertinggi sebesar Rp 288,24 miliar atau 18,4%

diikuti belanja barang dan jasa yang mencapai Rp 252,86 miliar atau 16,4%. Sementara itu, realisasi belanja modal baru

mencapai Rp 151,65 miliar atau 9,68%.

KONSUMSI LAINNYA

BANTUAN KEUANGAN

BELANJA BAGI HASIL

BELANJA BANTUAN SOSIAL

BELANJA HIBAH

BELANJA BARANG DAN JASA

BELANJA PEGAWAI

BELANJA MODAL

APBN PROV

%

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

GRAFIK 2.8. PANGSA REALISASI BELANJA KONSUMSI APBN PEMERINTAH DAN APBD

24,08

9,68

43,79

18,40

32,10

16,14

50,37

0,74

2.3.3 Belanja Pemerintah Kabupaten/KotaRealisasi Belanja Pemerintah Kabupaten/Kota hingga semester-I 2016 mencapai Rp 6,09 triliun atau 28,03% dari total

pagu belanja sebesar Rp 21,7 triliun. Komponen realisasi terbesar pada triwulan-II adalah belanja pegawai sebesar Rp 3,91

triliun (64,19%) diikuti belanja barang dan jasa sebesar Rp 793,2 miliar (13,02%), sementara itu realisasi belanja modal

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

25

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

24 Agustus 2016Agustus 2016

Page 45: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

Berdasarkan data perbankan hingga Triwulan II-2016, tercatat Dana Pihak Ketiga (DPK) Pemerintah dalam bentuk

simpanan pada lembaga perbankan sebesar Rp 6,93 triliun. DPK tersebut meningkat 24,6% (qtq) apabila dibandingkan

triwulan I-2016 yang sebesar Rp 5,56 triliun. Peningkatan menjadi indikasi belum optimalnya penggunaan anggaran

Pemerintah daerah hingga triwulan-II 2016 walaupun di sisi lain juga menunjukkan perbaikan penyerapan anggaran

dibanding tahun sebelumnya yang terlihat dari penurunan posisi DPK pemerintah dibanding tahun lalu. Total DPK

pemerintah sendiri paling banyak berada pada komponen Giro sebesar Rp 5,27 triliun.

PEMERINTAH GIRO TABUNGAN DEPOSITO TOTAL DPK

PUSAT

TABEL 2.2. KOMPOSISI DPK PEMERINTAH DI NTT

88,57

276,04

523,98

4.384,00

5.272,60

0,07

9,68

23,46

176,10

209,31

-

204,64

151,10

1.095,01

1.450,75

88,64

490,36

698,55

5.655,10

6.932,65

PROVINSI

KOTA

KABUPATEN

TOTAL

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

GRAFIK 2.9. REALISASI BELANJA DAN KOMPONENNYA PEMERINTAH PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Sumber: Biro Keuangan Setda Provinsi NTT, diolah

BELANJA PEGAWAI BELANJA MODAL BELANJA BARANG DAN JASA BELANJA LAIN-LAIN % REALISASI

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

40%

45%

50%

FLO

TIM

ROTE

MA

BAR

MA

TIM

ALO

R

KO

TA K

UPA

NG

SBD

SIK

KA

SUM

TEN

G

MA

NG

GA

RAI

SAR

AI

KA

B. K

UPA

NG

SUM

BAR

TTU

TTS

BELU

NG

AD

A

END

E

SUM

TIM

NA

GEK

EO

LEM

BATA

MA

LAK

A

baru mencapai Rp 527,88 miliar. Secara spasial, presentase belanja pemerintah di tiap Kabupaten/Kota di Provinsi NTT

hingga semester-I 2016 mencapai rata-rata 28,11%, sementara belanja modal sebesar 9,86%.

Presentase belanja pemerintah tertinggi ada di Kabupaten Flores Timur sebesar 43,35%, diikuti oleh Kab. Rote (39,1%)

dan Kab. Manggarai Barat (36,5%). Namun dari sisi komponen belanja, sebagian besar realisasi digunakan untuk belanja

pegawai yang bahkan mencapai lebih dari 80% untuk beberapa kabupaten, diantaranya Kab. Timor Tengah Utara, Kab.

Belu, Kab. Malaka dan Kab. Timor Tengan Selatan. Sementara itu, belanja terendah berada di Kabupaten Malaka (17,32%)

dengan komponen realisasi terbesar adalah belanja pegawai (83,4%). Optimalisasi penggunaan anggaran guna

mendorong efek turunan terhadap pertumbuhan perekonomian daerah perlu untuk dilakukan. Upaya yang dapat

dilakukan adalah melalui identifikasi (dialog dan koordinasi internal) terhadap permasalahan penghambat realisasi dan

melakukan koordinasi dengan pihak eksternal (Biro Keuangan Provinsi dan Ditjen Perbendaharaan).

GRAFIK 2.10. DANA PIHAK KETIGA PEMERINTAH DI PERBANKAN NTT

4.28

5.995.57

2.83

5.74

7.26 7.47

2.74

5.56

0

1

2

3

4

5

6

7

8 TRILIUN RP

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV I

2016

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

PUSAT PROVINSI PEMKOT PEMKAB TOTAL

I I

6.93

2.4 DANA PEMERINTAH DI PERBANKAN

GRAFIK 2.7. REALISASI BELANJA APBN DAN APBD PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NTT

APBN KAB PROV TOTAL

%

BELANJA DAERAH BELANJA MODAL BELANJA KONSUMSI

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

29,628,0

40,2

29,8

18,2

9,6

27,0

13,9

37,0

34,3

44,2

36,1

Tabel 2.1 Realisasi Belanja APBN dan APBDProvinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT

REALISASI

Nominal %

Pangsa(%)

10.460,0

1.354,1

9.105,9

5.425,6

1.945,2

842,3

16,0

158,7

711,9

6,3

-

29,81

13,88

36,14

44,08

24,83

52,43

18,48

23,79

27,22

8,10

-

100

12,95

87,05

51,87

18,60

8,05

0,15

1,52

6,81

0,06

URAIAN RENCANA

35.084,6

9.756,1

25.194,8

12.307,8

7.834,2

1.606,6

86,5

666,9

2.615,3

77,3

133,7

BELANJA DAERAH

BELANJA MODAL

BELANJA KONSUMSI

BELANJA PEGAWAI

BELANJA BARANG DAN JASA

BELANJA HIBAH

BELANJA BANTUAN SOSIAL

BELANJA BAGI HASIL

BANTUAN KEUANGAN

KONSUMSI LAINNYA

BELANJA LAINNYA

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

Berdasarkan perkembangan realisasi belanja dari masing-masing tingkat pemerintahan, maka dapat diketahui hal-hal

berikut:

2.3.1 Belanja APBNRealisasi belanja APBN hingga semester-I mencapai Rp 2,8 triliun atau 29,64% dari total pagu belanja APBN tahun 2016

sebesar Rp 9,45 triliun. Porsi realisasi belanja APBN terbesar hingga semester-I dipergunakan untuk belanja pegawai yaitu

sebesar Rp 1,23 triliun (43,8%) dan diikuti oleh belanja barang dan jasa sebesar Rp 899,15 miliar (32,1%). Di sisi lain,

pangsa realisasi belanja modal pada APBN juga masih tergolong tinggi sebesar 24,08 atau Rp 674,6 miliar. Realisasi

tersebut dipergunakan bagi pembangunan beberapa infrastruktur utama seperti bendungan, embung, rekonstruksi jalan,

pembangunan jembatan, serta pemeliharaan jalan rutin.

2.3.2 Belanja Pemerintah Provinsi NTTHingga semester-I 2016, realisasi belanja Pemerintah Provinsi telah mencapai Rp 1,56 triliun atau 40,19% dari pagu

belanja sebesar Rp 3,89 triliun. Belanja Pemerintah Provinsi lebih didominasi oleh belanja hibah yang mencapai Rp 789

miliar atau 50,36% dari total realisasi belanja yang diperkirakan dipergunakan untuk penyaluran dana Bantuan

Operasional Sekolah (BOS) serta mendukung kelanjutan program pemerintah, seperti Desa Mandiri Anggur Merah. Dari

komponen belanja konsumsi, belanja pegawai memiliki pangsa realisasi tertinggi sebesar Rp 288,24 miliar atau 18,4%

diikuti belanja barang dan jasa yang mencapai Rp 252,86 miliar atau 16,4%. Sementara itu, realisasi belanja modal baru

mencapai Rp 151,65 miliar atau 9,68%.

KONSUMSI LAINNYA

BANTUAN KEUANGAN

BELANJA BAGI HASIL

BELANJA BANTUAN SOSIAL

BELANJA HIBAH

BELANJA BARANG DAN JASA

BELANJA PEGAWAI

BELANJA MODAL

APBN PROV

%

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

GRAFIK 2.8. PANGSA REALISASI BELANJA KONSUMSI APBN PEMERINTAH DAN APBD

24,08

9,68

43,79

18,40

32,10

16,14

50,37

0,74

2.3.3 Belanja Pemerintah Kabupaten/KotaRealisasi Belanja Pemerintah Kabupaten/Kota hingga semester-I 2016 mencapai Rp 6,09 triliun atau 28,03% dari total

pagu belanja sebesar Rp 21,7 triliun. Komponen realisasi terbesar pada triwulan-II adalah belanja pegawai sebesar Rp 3,91

triliun (64,19%) diikuti belanja barang dan jasa sebesar Rp 793,2 miliar (13,02%), sementara itu realisasi belanja modal

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

25

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

24 Agustus 2016Agustus 2016

Page 46: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

Sepanjang triwulan II 2016, inflasi Provinsi NTT sebesar 5,02% (yoy) sedikit menurun dibanding triwulan I 2016 yang

sebesar 5,04% (yoy) namun tidak serendah penurunan inflasi nasional di triwulan II 2016 yang sebesar 3,45% (yoy).

Ketika secara nasional inflasi bulan April cenderung deflasi, NTT justru mengalami inflasi. Demikian pula pada bulan

Mei dan Juni yang juga mengalami inflasi. Tingginya inflasi tersebut akhirnya dapat diredam oleh deflasi bulan Juli

2017, yang di saat bersamaan, daerah lain mengalami inflasi karena libur hari raya Idul Fitri dan Libur sekolah.

Kembali terpenuhinya pasokan bahan pangan diduga menjadi penyebab utama deflasi di bulan Juli 2016.

Kelompok komoditas bahan makanan menjadi penyumbang utama inflasi triwulan II 2016, diikuti oleh inflasi kelompok

komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau, dan kelompok komoditas sandang. Terbatasnya produksi pangan

akibat dari terbatasnya ketersediaan air, kenaikan cukai rokok dan pakaian anak menjadi penyebab utama kenaikan

harga pada kelompok komoditas di atas.

Sepanjang triwulan berjalan, NTT justru mengalami deflasi yang cukup besar hingga -0,32% di bulan Juli 2016 dan

menjadi satu dari dua daerah yang mengalami deflasi di bulan ini.Dengan kondisi harga komoditas yang masih stabil dan

cenderung turun di bulan Agustus 2016, inflasi triwulan III 2016 diperkirakan akan cukup rendah. Potensi inflasi di Bulan

September lebih karena pembalikan harga sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan yang sudah cukup rendah.

Perkembangan I nflasi03

Foto : Pasar Tradisional Soe

Tabel 2.3 Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur

APBN / APBD

PENDAPATAN DAERAH

BELANJA DAERAH

Belanja Modal

Belanja Konsumsi

Belanja Pegawai

Belanja Barang dan Jasa

Belanja Hibah

Belanja Bantuan Sosial

Belanja Bagi Hasil

Bantuan Keuangan

Konsumsi Lainnya

Belanja Lainnya

SURPLUS/DEFISIT

PEMBIAYAAN DAERAH

Penerimaan

SILPA Tahun Lalu

Lainnya

Pengeluaran

Penyertaan Modal

Lainnya

PEMBIAYAAN NETTO

SILPA SEKARANG

REALISASI

254.657

9.451.875

3.699.403

5.752.472

2.430.060

3.299.677

-

22.736

-

-

-

-

(9.197.218)

20.596.566

21.734.099

5.494.514

16.239.585

9.204.001

3.878.752

147.693

41.932

309.245

2.590.659

67.305

-

(1.137.533)

1.154.085

1.138.901

15.184

102.285

96.200

6.085

1.051.800

(85.733)

3.876.020

3.898.591

562.136

3.202.708

673.780

655.806

1.458.914

21.830

357.699

24.679

10.000

133.746

(22.570)

82.570

75.000

7.570

60.000

50.000

10.000

22.570

-

24.727.244

35.084.565

9.756.053

25.194.766

12.307.840

7.834.235

1.606.606

86.498

666.944

2.615.338

77.305

133.746

(10.357.321)

1.236.656

1.213.901

22.755

162.285

146.200

16.085

1.074.371

(85.733)

1.040.683

2.801.089

674.603

2.126.486

1.226.676

899.147

-

663

-

-

-

-

(1.760.406)

9.713.825

6.092.295

527.886

5.564.408

3.910.637

793.183

53.291

13.678

87.259

700.258

6.102

(0)

3.621.531

768.948

768.348

601

39.360

38.000

1.360

729.588

4.351.119

1.944.495

1.566.656

151.649

1.415.007

288.240

252.897

789.031

1.645

71.407

11.632

156

-

377.838

159.325

158.726

599

51.978

50.000

1.978

107.347

485.185

12.699.003

10.460.040

1.354.139

9.105.901

5.425.552

1.945.226

842.322

15.987

158.666

711.890

6.258

-

2.238.962

928.273

927.074

1.199

91.338

88.000

3.338

836.935

4.836.304

Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

APBN KAB PROV TOTAL APBN KAB PROV TOTAL

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

26 Agustus 2016

Page 47: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

Sepanjang triwulan II 2016, inflasi Provinsi NTT sebesar 5,02% (yoy) sedikit menurun dibanding triwulan I 2016 yang

sebesar 5,04% (yoy) namun tidak serendah penurunan inflasi nasional di triwulan II 2016 yang sebesar 3,45% (yoy).

Ketika secara nasional inflasi bulan April cenderung deflasi, NTT justru mengalami inflasi. Demikian pula pada bulan

Mei dan Juni yang juga mengalami inflasi. Tingginya inflasi tersebut akhirnya dapat diredam oleh deflasi bulan Juli

2017, yang di saat bersamaan, daerah lain mengalami inflasi karena libur hari raya Idul Fitri dan Libur sekolah.

Kembali terpenuhinya pasokan bahan pangan diduga menjadi penyebab utama deflasi di bulan Juli 2016.

Kelompok komoditas bahan makanan menjadi penyumbang utama inflasi triwulan II 2016, diikuti oleh inflasi kelompok

komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau, dan kelompok komoditas sandang. Terbatasnya produksi pangan

akibat dari terbatasnya ketersediaan air, kenaikan cukai rokok dan pakaian anak menjadi penyebab utama kenaikan

harga pada kelompok komoditas di atas.

Sepanjang triwulan berjalan, NTT justru mengalami deflasi yang cukup besar hingga -0,32% di bulan Juli 2016 dan

menjadi satu dari dua daerah yang mengalami deflasi di bulan ini.Dengan kondisi harga komoditas yang masih stabil dan

cenderung turun di bulan Agustus 2016, inflasi triwulan III 2016 diperkirakan akan cukup rendah. Potensi inflasi di Bulan

September lebih karena pembalikan harga sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan yang sudah cukup rendah.

Perkembangan I nflasi03

Foto : Pasar Tradisional Soe

Tabel 2.3 Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur

APBN / APBD

PENDAPATAN DAERAH

BELANJA DAERAH

Belanja Modal

Belanja Konsumsi

Belanja Pegawai

Belanja Barang dan Jasa

Belanja Hibah

Belanja Bantuan Sosial

Belanja Bagi Hasil

Bantuan Keuangan

Konsumsi Lainnya

Belanja Lainnya

SURPLUS/DEFISIT

PEMBIAYAAN DAERAH

Penerimaan

SILPA Tahun Lalu

Lainnya

Pengeluaran

Penyertaan Modal

Lainnya

PEMBIAYAAN NETTO

SILPA SEKARANG

REALISASI

254.657

9.451.875

3.699.403

5.752.472

2.430.060

3.299.677

-

22.736

-

-

-

-

(9.197.218)

20.596.566

21.734.099

5.494.514

16.239.585

9.204.001

3.878.752

147.693

41.932

309.245

2.590.659

67.305

-

(1.137.533)

1.154.085

1.138.901

15.184

102.285

96.200

6.085

1.051.800

(85.733)

3.876.020

3.898.591

562.136

3.202.708

673.780

655.806

1.458.914

21.830

357.699

24.679

10.000

133.746

(22.570)

82.570

75.000

7.570

60.000

50.000

10.000

22.570

-

24.727.244

35.084.565

9.756.053

25.194.766

12.307.840

7.834.235

1.606.606

86.498

666.944

2.615.338

77.305

133.746

(10.357.321)

1.236.656

1.213.901

22.755

162.285

146.200

16.085

1.074.371

(85.733)

1.040.683

2.801.089

674.603

2.126.486

1.226.676

899.147

-

663

-

-

-

-

(1.760.406)

9.713.825

6.092.295

527.886

5.564.408

3.910.637

793.183

53.291

13.678

87.259

700.258

6.102

(0)

3.621.531

768.948

768.348

601

39.360

38.000

1.360

729.588

4.351.119

1.944.495

1.566.656

151.649

1.415.007

288.240

252.897

789.031

1.645

71.407

11.632

156

-

377.838

159.325

158.726

599

51.978

50.000

1.978

107.347

485.185

12.699.003

10.460.040

1.354.139

9.105.901

5.425.552

1.945.226

842.322

15.987

158.666

711.890

6.258

-

2.238.962

928.273

927.074

1.199

91.338

88.000

3.338

836.935

4.836.304

Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

APBN KAB PROV TOTAL APBN KAB PROV TOTAL

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

26 Agustus 2016

Page 48: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

Inflasi Provinsi NTT triwulanan II 2016 mencapai 5,02% (yoy), sedikit menurun dibanding inflasi triwulan I 2016

yang sebesar 5,04% (yoy) namun masih jauh lebih tinggi dibanding inflasi tahunan nasional yang hanya

sebesar 3,45% (yoy). Tingginya inflasi pada triwulan II 2016 lebih disebabkan oleh kurangnya pasokan air di NTT terlebih

di Pulau Timor, sehingga produksi bahan pangan mengalami penurunan dan harga cenderung meningkat. Adanya

beberapa kegiatan di NTT seperti Tour De Flores pada bulan Mei 2016, ataupun libur sekolah dan hari raya Idul Fitri juga

memberi tekanan inflasi terlebih pada angkutan udara. Adanya penyaluran gaji ke-13 dan 14 juga memberikan tekanan

inflasi terutama pada inflasi sandang yang menunjukkan adanya kenaikan harga seiring dengan adanya peningkatan

penjualan. Adanya sedikit hujan akibat dari anomali cuaca La Nina diduga mampu menaikkan produksi hortikultura yang

terlihat dari deflasi bahan makanan yang cukup tinggi di bulan Juli 2016. Hingga bulan Agustus harga komoditas bahan

makanan masih cenderung turun paska even nasional Harganas. Hingga akhir triwulan III 2016, inflasi di NTT diprediksi

masih akan cenderung rendah.

3.1. KONDISI UMUM

Tabel 3.1. 10 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Tahunan di Provinsi NTT

SAWI PUTIH

DAGING AYAM RAS

ROKOK KRETEK FILTER

KEMBUNG

KUBIS

NASI DENGAN LAUK

TOMAT SAYUR

SEMEN

ROKOK KRETEK

GULA PASIR

82,23

47,56

23,29

30,22

132,42

8,23

34,85

6,44

23,14

16,82

Komoditas

PENYUMBANG INFLASI UTAMA

yoy 0,89

0,56

0,41

0,34

0,29

0,18

0,16

0,16

0,15

0,15

sum yoyBENSIN

BESI BETON

BATAKO

SENG

SOLAR

TARIP LISTRIK

LAPTOP/NOTEBOOK

KANGKUNG

KAKAP MERAH

JERUK

(11,80)

(14,07)

(14,00)

(6,17)

(25,36)

(1,36)

(8,96)

(3,27)

(12,92)

(19,49)

Komoditas

PENYUMBANG DEFLASI UTAMA

yoy (0,31)

(0,11)

(0,06)

(0,06)

(0,05)

(0,04)

(0,03)

(0,03)

(0,02)

(0,02)

sum yoy

Sumber : BPS diolah

Besarnya gap inflasi dengan nasional lebih disebabkan oleh relatif lebih tingginya inflasi NTT pada bulan April dan Mei

2016 ketika di saat yang sama, inflasi nasional justru mengalami perlambatan. Tingginya inflasi bahan makanan dan

makanan jadi, minuman dan tembakau masih menjadi penyebab utama inflasi tahunan di NTT. Dari total 10 komoditas

utama penyumbang inflasi utama di NTT dalam satu tahun terakhir, terdapat 5 komoditas bahan makanan ( sawi putih,

daging ayam ras, ikan kembung, kubis, dan tomat sayur), dan 4 komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau ( rokok

kretek filter, rokok kretek, nasi dengan lauk dan gula pasir) yang persisten menjadi penyumbang inflasi utama. Di sisi lain,

deflasi lebih disebabkan oleh turunnya harga BBM dan listrik karena turunnya harga BBM, serta bahan bangunan seiring

dengan adanya penurunan permintaan.

GRAFIK 3.1. INFLASI TAHUNAN PROVINSI NTT DAN NASIONAL

Sumber : BPS, diolah

NASIONAL NTT

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

I II I I I IV2012

3.59

3.00%

4.00%

5.00%

6.00%

7.00%

8.00%

9.00%

3.21

I I 7

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

29Agustus 2016

Page 49: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

Inflasi Provinsi NTT triwulanan II 2016 mencapai 5,02% (yoy), sedikit menurun dibanding inflasi triwulan I 2016

yang sebesar 5,04% (yoy) namun masih jauh lebih tinggi dibanding inflasi tahunan nasional yang hanya

sebesar 3,45% (yoy). Tingginya inflasi pada triwulan II 2016 lebih disebabkan oleh kurangnya pasokan air di NTT terlebih

di Pulau Timor, sehingga produksi bahan pangan mengalami penurunan dan harga cenderung meningkat. Adanya

beberapa kegiatan di NTT seperti Tour De Flores pada bulan Mei 2016, ataupun libur sekolah dan hari raya Idul Fitri juga

memberi tekanan inflasi terlebih pada angkutan udara. Adanya penyaluran gaji ke-13 dan 14 juga memberikan tekanan

inflasi terutama pada inflasi sandang yang menunjukkan adanya kenaikan harga seiring dengan adanya peningkatan

penjualan. Adanya sedikit hujan akibat dari anomali cuaca La Nina diduga mampu menaikkan produksi hortikultura yang

terlihat dari deflasi bahan makanan yang cukup tinggi di bulan Juli 2016. Hingga bulan Agustus harga komoditas bahan

makanan masih cenderung turun paska even nasional Harganas. Hingga akhir triwulan III 2016, inflasi di NTT diprediksi

masih akan cenderung rendah.

3.1. KONDISI UMUM

Tabel 3.1. 10 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Tahunan di Provinsi NTT

SAWI PUTIH

DAGING AYAM RAS

ROKOK KRETEK FILTER

KEMBUNG

KUBIS

NASI DENGAN LAUK

TOMAT SAYUR

SEMEN

ROKOK KRETEK

GULA PASIR

82,23

47,56

23,29

30,22

132,42

8,23

34,85

6,44

23,14

16,82

Komoditas

PENYUMBANG INFLASI UTAMA

yoy 0,89

0,56

0,41

0,34

0,29

0,18

0,16

0,16

0,15

0,15

sum yoyBENSIN

BESI BETON

BATAKO

SENG

SOLAR

TARIP LISTRIK

LAPTOP/NOTEBOOK

KANGKUNG

KAKAP MERAH

JERUK

(11,80)

(14,07)

(14,00)

(6,17)

(25,36)

(1,36)

(8,96)

(3,27)

(12,92)

(19,49)

Komoditas

PENYUMBANG DEFLASI UTAMA

yoy (0,31)

(0,11)

(0,06)

(0,06)

(0,05)

(0,04)

(0,03)

(0,03)

(0,02)

(0,02)

sum yoy

Sumber : BPS diolah

Besarnya gap inflasi dengan nasional lebih disebabkan oleh relatif lebih tingginya inflasi NTT pada bulan April dan Mei

2016 ketika di saat yang sama, inflasi nasional justru mengalami perlambatan. Tingginya inflasi bahan makanan dan

makanan jadi, minuman dan tembakau masih menjadi penyebab utama inflasi tahunan di NTT. Dari total 10 komoditas

utama penyumbang inflasi utama di NTT dalam satu tahun terakhir, terdapat 5 komoditas bahan makanan ( sawi putih,

daging ayam ras, ikan kembung, kubis, dan tomat sayur), dan 4 komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau ( rokok

kretek filter, rokok kretek, nasi dengan lauk dan gula pasir) yang persisten menjadi penyumbang inflasi utama. Di sisi lain,

deflasi lebih disebabkan oleh turunnya harga BBM dan listrik karena turunnya harga BBM, serta bahan bangunan seiring

dengan adanya penurunan permintaan.

GRAFIK 3.1. INFLASI TAHUNAN PROVINSI NTT DAN NASIONAL

Sumber : BPS, diolah

NASIONAL NTT

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

I II I I I IV2012

3.59

3.00%

4.00%

5.00%

6.00%

7.00%

8.00%

9.00%

3.21

I I 7

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

29Agustus 2016

Page 50: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

Adanya deflasi di bulan Juli 2016 mampu menurunkan inflasi tahunan NTT. Adanya penurunan harga bahan

makanan setelah mengalami kenaikan cukup tinggi dalam beberapa bulan terakhir mampu menurunkan inflasi tahunan

NTT di bulan Juli menjadi hanya sebesar 3,59% (yoy). Gap inflasi tahunan dengan nasional juga mengecil dengan inflasi

tahunan nasional sebesar 3,21% (yoy). Inflasi tahunan agustus diperkirakan sedikit meningkat dibandingkan inflasi Juli

2016. Walaupun diprediksi masih mengalami deflasi, namun penurunan inflasi diperkirakan tidak sebesar tahun

sebelumnya. Demikian pula dengan inflasi September 2016 yang diperkirakan tidak serendah tahun sebelumnya.

Berdasarkan wilayah, inflasi di wilayah Balinusra secara tahunan pada triwulan II 2016 masih cukup rendah sebesar 3,72%

(yoy). Baik secara tahunan maupun triwulanan, Bali menjadi provinsi dengan Pengendalian inflasi terbaik di wilayah

Balinusra, disusul oleh NTB dan NTT.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

31

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

30

GRAFIK 3.3. PERBANDINGAN INFLASI DI WILAYAH BALINUSRA

Sumber : BPS, diolah

3.03

4.395.01

0.25 0.34

(0.50)

0.50

1.50

2.50

3.50

4.50

5.50

BALI NTB NTT BALI NTB NTT

TAHUNAN TRIWULANAN

GRAFIK 3.2. PERBANDINGAN INFLASI 5 REGIONAL DI INDONESIA

Sumber : BPS, diolah

TAHUNAN TRIWULANAN

-

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

KA

LIM

AN

TAN

SULA

MPU

A

BALI

NU

SRA

JAW

A

SUM

ATE

RA

KA

LIM

AN

TAN

SULA

MPU

A

BALI

NU

SRA

JAW

A

SUM

ATE

RA

4,84

4,053,72

3,133,72

1,28

0,51 0,43 0,40 0,17

1.23

Secara tahunan, Tingginya inflasi pada triwulan II 2016 disebabkan oleh tingginya inflasi komoditas bahan

makanan dan makanan jadi. Tingginya inflasi makanan jadi, minuman dan tembakau lebih disebabkan oleh adanya

kenaikan cukai rokok, kenaikan harga gula pasir secara nasional maupun kenaikan harga makanan jadi seiring dengan

adanya kenaikan harga komoditas bahan makanan. Kenaikan tarif angkutan udara terutama disebabkan oleh adanya

beberapa even nasional dan internasional seperti Harganas dan Tour De Flores, serta libur sekolah dan hari raya Idul Fitri.

Namun demikian, dikarenakan oleh tingginya inflasi pada tahun sebelumnya, membuat inflasi transportasi dan

komunikasi secara tahunan masih mengalami deflasi -1,48% (yoy). Kenaikan harga bahan makanan terutama disebabkan

oleh adanya penurunan pasokan pangan.

3.2. INFLASI BERDASARKAN KELOMPOK KOMODITAS

Tabel 3.2. Inflasi di Provinsi NTT berdasarkan Kelompok Komoditas

KOMODITI

Sumber : BPS diolah

IHK 2016

APR MEI

INFLASI UMUM

BAHAN MAKANAN

MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU

PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR

SANDANG

KESEHATAN

PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA

TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA

124,6

122,0

137,6

122,5

122,3

113,9

123,4

127,1

125,4

122,7

139,5

122,1

123,5

114,8

123,4

129,1

JUN

126,1

124,6

140,8

121,9

123,4

114,3

123,3

130,0

125,7

120,1

142,7

122,3

123,7

114,1

123,6

132,3

JUL

YOY

II JUL

5,02

11,03

10,17

2,10

5,73

3,71

3,22

(1,48)

3,59

7,14

10,69

1,88

3,14

2,85

1,30

(2,32)

3.2.1 Bahan MakananInflasi tahunan komoditas bahan makanan pada triwulan II 2016 mengalami kenaikan cukup besar mencapai sebesar

11,03% (yoy) dibanding tahun sebelumnya dan menjadi nilai inflasi bahan makanan terbesar dalam 5 tahun terakhir.

Adanya penurunan pasokan terlebih pada komoditas sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan menjadi penyebab utama

kenaikan harga bahan makanan sepanjang triwulan II 2016. Selain itu, adanya pengurangan DOC dan kenaikan harga

pakan masih menjadi penyebab utama tingginya kenaikan harga daging-daging terutama daging ayam ras.

Sumber : BPS, diolah

PADI-PADIAN, UMBI-UMBIAN DAN HASILNYA

DAGING DAN HASIL-HASILNYA

IKAN SEGAR

IKAN DIAWETKAN

TELUR, SUSU DANHASIL-HASILNYA

SAYUR-SAYURANKACANG - KACANGAN

BUAH - BUAHAN

BUMBU - BUMBUAN

LEMAK DAN MINYAK

BAHAN MAKANAN LAINNYA

YOY

QTQ

Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 3.5. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS BAHAN MAKANAN PER SUB KELOMPOK KOMODITAS

GRAFIK 3. 4. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS BAHAN MAKANAN SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN

(3.59)

(8.00)

(6.00)

(4.00)

(2.00)

-

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

14.00

YOY QTQ MTM

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112

2014

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112

2015

1 2 3

2016

-20

-10

0

10

20

30

4 5 6 7

7.14

(1.55)

Pada triwulan III 2016, inflasi bahan makanan diperkirakan mengalami penurunan seiring dengan terjadinya deflasi bulan

Juli terutama disebabkan oleh meningkatnya pasokan komoditas sayur-sayuran, bumbu-bumbuan dan daging ayam ras.

Pada bulan Agustus 2016, bahan makanan juga berpotensi deflasi. Peningkatan harga berpotensi terjadi pada bulan

September seiring dengan pembalikan harga.

3.2.2 Transportasi, Komunikasi dan Jasa KeuanganKomoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan di triwulan II 2016 masih relatif terkendali yang ditunjukkan oleh

deflasi yang sebesar -1,48% (yoy) yang berarti kenaikan harga yang terjadi tidak sebesar posisi harga sektor transportasi

dibanding triwulan II 2015. Deflasi terutama terjadi pada penurunan harga BBM seiring dengan penurunan harga oleh

pemerintah mengikuti penurunan harga minyak dunia. Kenaikan inflasi hanya terjadi pada sarana dan penunjang

transport serta komoditas jasa keuangan. Setelah mengalami deflasi pada bulan April, komoditas transportasi kembali

mengalami inflasi pada bulan Mei dan Juni 2016 seiring dengan adanya even Tour De Flores, hari libur sekolah dan hari raya

Idul Fitri.

YOY QTQ MTM

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2014

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2015

1 2 3

2016

4 5 6 7

Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 3. 6. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN

Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 3.7. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN PER SUB KELOMPOK KOMODITAS

TRANSPOR, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGANTRANSPOR KOMUNIKASI DAN PENGIRIMAN SARANA DAN PENUNJANG TRANSPOR JASA KEUANGAN

0%

5%

10%

15%

20%

25% TAHUNAN

-5% (5.00)

-

5.00

10.00

15.00

20.00

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2014

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2015

1 2 3

2016

4 5 6 7

4.10

1.78

(2.32)

Agustus 2016Agustus 2016

Page 51: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

Adanya deflasi di bulan Juli 2016 mampu menurunkan inflasi tahunan NTT. Adanya penurunan harga bahan

makanan setelah mengalami kenaikan cukup tinggi dalam beberapa bulan terakhir mampu menurunkan inflasi tahunan

NTT di bulan Juli menjadi hanya sebesar 3,59% (yoy). Gap inflasi tahunan dengan nasional juga mengecil dengan inflasi

tahunan nasional sebesar 3,21% (yoy). Inflasi tahunan agustus diperkirakan sedikit meningkat dibandingkan inflasi Juli

2016. Walaupun diprediksi masih mengalami deflasi, namun penurunan inflasi diperkirakan tidak sebesar tahun

sebelumnya. Demikian pula dengan inflasi September 2016 yang diperkirakan tidak serendah tahun sebelumnya.

Berdasarkan wilayah, inflasi di wilayah Balinusra secara tahunan pada triwulan II 2016 masih cukup rendah sebesar 3,72%

(yoy). Baik secara tahunan maupun triwulanan, Bali menjadi provinsi dengan Pengendalian inflasi terbaik di wilayah

Balinusra, disusul oleh NTB dan NTT.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

31

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

30

GRAFIK 3.3. PERBANDINGAN INFLASI DI WILAYAH BALINUSRA

Sumber : BPS, diolah

3.03

4.395.01

0.25 0.34

(0.50)

0.50

1.50

2.50

3.50

4.50

5.50

BALI NTB NTT BALI NTB NTT

TAHUNAN TRIWULANAN

GRAFIK 3.2. PERBANDINGAN INFLASI 5 REGIONAL DI INDONESIA

Sumber : BPS, diolah

TAHUNAN TRIWULANAN

-

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

KA

LIM

AN

TAN

SULA

MPU

A

BALI

NU

SRA

JAW

A

SUM

ATE

RA

KA

LIM

AN

TAN

SULA

MPU

A

BALI

NU

SRA

JAW

A

SUM

ATE

RA

4,84

4,053,72

3,133,72

1,28

0,51 0,43 0,40 0,17

1.23

Secara tahunan, Tingginya inflasi pada triwulan II 2016 disebabkan oleh tingginya inflasi komoditas bahan

makanan dan makanan jadi. Tingginya inflasi makanan jadi, minuman dan tembakau lebih disebabkan oleh adanya

kenaikan cukai rokok, kenaikan harga gula pasir secara nasional maupun kenaikan harga makanan jadi seiring dengan

adanya kenaikan harga komoditas bahan makanan. Kenaikan tarif angkutan udara terutama disebabkan oleh adanya

beberapa even nasional dan internasional seperti Harganas dan Tour De Flores, serta libur sekolah dan hari raya Idul Fitri.

Namun demikian, dikarenakan oleh tingginya inflasi pada tahun sebelumnya, membuat inflasi transportasi dan

komunikasi secara tahunan masih mengalami deflasi -1,48% (yoy). Kenaikan harga bahan makanan terutama disebabkan

oleh adanya penurunan pasokan pangan.

3.2. INFLASI BERDASARKAN KELOMPOK KOMODITAS

Tabel 3.2. Inflasi di Provinsi NTT berdasarkan Kelompok Komoditas

KOMODITI

Sumber : BPS diolah

IHK 2016

APR MEI

INFLASI UMUM

BAHAN MAKANAN

MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU

PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR

SANDANG

KESEHATAN

PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA

TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA

124,6

122,0

137,6

122,5

122,3

113,9

123,4

127,1

125,4

122,7

139,5

122,1

123,5

114,8

123,4

129,1

JUN

126,1

124,6

140,8

121,9

123,4

114,3

123,3

130,0

125,7

120,1

142,7

122,3

123,7

114,1

123,6

132,3

JUL

YOY

II JUL

5,02

11,03

10,17

2,10

5,73

3,71

3,22

(1,48)

3,59

7,14

10,69

1,88

3,14

2,85

1,30

(2,32)

3.2.1 Bahan MakananInflasi tahunan komoditas bahan makanan pada triwulan II 2016 mengalami kenaikan cukup besar mencapai sebesar

11,03% (yoy) dibanding tahun sebelumnya dan menjadi nilai inflasi bahan makanan terbesar dalam 5 tahun terakhir.

Adanya penurunan pasokan terlebih pada komoditas sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan menjadi penyebab utama

kenaikan harga bahan makanan sepanjang triwulan II 2016. Selain itu, adanya pengurangan DOC dan kenaikan harga

pakan masih menjadi penyebab utama tingginya kenaikan harga daging-daging terutama daging ayam ras.

Sumber : BPS, diolah

PADI-PADIAN, UMBI-UMBIAN DAN HASILNYA

DAGING DAN HASIL-HASILNYA

IKAN SEGAR

IKAN DIAWETKAN

TELUR, SUSU DANHASIL-HASILNYA

SAYUR-SAYURANKACANG - KACANGAN

BUAH - BUAHAN

BUMBU - BUMBUAN

LEMAK DAN MINYAK

BAHAN MAKANAN LAINNYA

YOY

QTQ

Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 3.5. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS BAHAN MAKANAN PER SUB KELOMPOK KOMODITAS

GRAFIK 3. 4. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS BAHAN MAKANAN SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN

(3.59)

(8.00)

(6.00)

(4.00)

(2.00)

-

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

14.00

YOY QTQ MTM

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112

2014

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112

2015

1 2 3

2016

-20

-10

0

10

20

30

4 5 6 7

7.14

(1.55)

Pada triwulan III 2016, inflasi bahan makanan diperkirakan mengalami penurunan seiring dengan terjadinya deflasi bulan

Juli terutama disebabkan oleh meningkatnya pasokan komoditas sayur-sayuran, bumbu-bumbuan dan daging ayam ras.

Pada bulan Agustus 2016, bahan makanan juga berpotensi deflasi. Peningkatan harga berpotensi terjadi pada bulan

September seiring dengan pembalikan harga.

3.2.2 Transportasi, Komunikasi dan Jasa KeuanganKomoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan di triwulan II 2016 masih relatif terkendali yang ditunjukkan oleh

deflasi yang sebesar -1,48% (yoy) yang berarti kenaikan harga yang terjadi tidak sebesar posisi harga sektor transportasi

dibanding triwulan II 2015. Deflasi terutama terjadi pada penurunan harga BBM seiring dengan penurunan harga oleh

pemerintah mengikuti penurunan harga minyak dunia. Kenaikan inflasi hanya terjadi pada sarana dan penunjang

transport serta komoditas jasa keuangan. Setelah mengalami deflasi pada bulan April, komoditas transportasi kembali

mengalami inflasi pada bulan Mei dan Juni 2016 seiring dengan adanya even Tour De Flores, hari libur sekolah dan hari raya

Idul Fitri.

YOY QTQ MTM

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2014

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2015

1 2 3

2016

4 5 6 7

Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 3. 6. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN

Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 3.7. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN PER SUB KELOMPOK KOMODITAS

TRANSPOR, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGANTRANSPOR KOMUNIKASI DAN PENGIRIMAN SARANA DAN PENUNJANG TRANSPOR JASA KEUANGAN

0%

5%

10%

15%

20%

25% TAHUNAN

-5% (5.00)

-

5.00

10.00

15.00

20.00

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2014

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2015

1 2 3

2016

4 5 6 7

4.10

1.78

(2.32)

Agustus 2016Agustus 2016

Page 52: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

33

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

32

Pada bulan Juli 2016, Inflasi kelompok komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan justru mengalami deflasi

sebesar -2,32% (yoy). Walaupun pada bulan Juli 2016 terdapat kenaikan harga tiket angkutan udara seiring dengan

adanya libur sekolah, hari raya Idul Fitri maupun pelaksanaan Hari Keluarga Nasional (Harganas) yang jatuh pada bulan Juli

2016, namun besar kenaikan harga tidak sebesar kenaikan di bulan yang sama tahun sebelumnya, sehingga inflasi

tahunan pada komoditas ini mengalami deflasi. Tarif angkutan udara kembali menurun pada bulan Agustus berdasarkan

pengamatan harga hingga minggu ke-3 dan berpotensi tetap menurun hingga akhir triwulan III 2016 disebabkan oleh

tidak adanya aktivitas even nasional yang berpotensi menimbulkan lonjakan permintaan.

3.2.3 Makanan Jadi, Minuman dan TembakauKelompok komoditas Makanan jadi, Minuman dan Tembakau pada triwulan II 2016 maupun hingga bulan Juli 2016

menjadi satu-satunya komoditas yang secara persisten selalu mengalami inflasi dalam lebih dari 2 tahun terakhir. Inflasi

tahunan pada triwulan II mencapai 10,17% (yoy), tertinggi kedua setelah inflasi bahan makanan. Bahkan pada bulan Juli

2016 inflasi komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau mencapai 10,69% (yoy) dan menjadi kelompok komoditas

dengan inflasi tertinggi di bulan Juli 2016. Kenaikan cukai rokok yang dibebankan tiap bulan mampu menjadi pendorong

utama tingginya inflasi kelompok makanan jadi, minuman dan tembakau. Selain itu, tingginya inflasi bahan makanan dan

masih relatif minimnya persaingan usaha, membuat pedagang juga ikut menaikkan harga makanan jadi yang mereka jual.

Adanya penurunan pasokan gula pasir dalam tiga bulan terakhir juga berdampak pada kenaikan inflasi minuman tidak

beralkohol yang mengalami kenaikan signifikan pada bulan Juni dan Juli 2016. Hingga akhir triwulan III 2016, kenaikan

inflasi akibat kenaikan cukai rokok masih menjadi ancaman inflasi. kelompok minuman tidak beralkohol diperkirakan

deflasi seiring dengan peningkatan pasokan gula mengikuti kondisi panen dan giling tebu di Jawa. Harga makanan jadi

diperkirakan relatif stabil.

Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 3.8. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN

Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 3.9. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU PER SUB KELOMPOK KOMODITAS

MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAUMAKANAN JADI MINUMAN YANG TIDAK BERALKOHOL TEMBAKAU DAN MINUMAN BERALKOHOL

10.69

3.70

1.29 -

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00 YOY

0%

5%

10%

15%

20%

25%

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2014

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2015

1 2 3

2016

4 5 6 7

YOY QTQ MTM

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2014

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2015

1 2 3

2016

4 5 6 7

3.2.4 Komoditas LainnyaInflasi pada komoditas lainnya seperti komoditas perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar, komoditas sandang,

kesehatan maupun pendidikan masih relatif stabil. Kenaikan harga di triwulan II 2016 hanya terjadi pada komoditas

sandang terutama disebabkan oleh meningkatnya belanja sandang paska penyaluran gaji ke-13. Demikian pula dengan

peningkatan harga sandang di Bulan Juli yang disebabkan oleh adanya tambahan penghasilan berupa gaji ke-14 bagi PNS.

Inflasi pada komoditas pendidikan relatif stabil walaupun pada bulan Juni dan Juli 2016 terdapat kenaikan kelas dan tahun

ajaran baru pada pendidikan dasar. Inflasi kelompok komoditas kesehatan juga relatif stabil diduga disebabkan oleh

banyaknya masyarakat yang mengikuti program BPJS kesehatan, sehingga biaya kesehatan menjadi cenderung tetap.

Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 3. 10. DISAGREGASI INFLASI DAN SUMBANGAN INFLASI TAHUNAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

SUM VFSUM CORE INF VFSUM AP INFLASI (YOY)INF CORE INF AP

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

20

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2014

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2015

1 2 3

2016

4 5 6 7

Secara tahunan, komoditas volatile food (11,85%-yoy) masih menjadi penyumbang utama inflasi berdasarkan

disagregasi inflasi, diikuti oleh inflasi pada komoditas inti (core inflation) sebesar 4,05% (yoy) dan 4 5administered price (1,99%-yoy). Terbatasnya pasokan pangan, adanya beberapa even nasional dan internasional

serta kenaikan harga komoditas secara nasional berpengaruh terhadap tingginya inflasi di triwulan II 2016.

3.3. DISAGREGASI INFLASI

Pada bulan Juli 2016, inflasi NTT mengalami penurunan yang cukup besar terutama disebabkan oleh penurunan inflasi

volatile food (7,26%-yoy) yang disebabkan oleh kembali pulihnya pasokan bahan makanan. Hingga akhir triwulan III

2016, inflasi diperkirakan cenderung rendah disebabkan oleh menurunnya inflasi volatile food dan kembali menurunnya

tarif angkutan udara dan gula yang sudah mulai memasuki masa giling di Jawa.

3.3.1 Kelompok Volatile FoodsSecara tahunan (yoy), komoditas Inflasi komoditas yang bergejolak (volatile foods) menjadi penyumbang

utama inflasi provinsi NTT di sepanjang triwulan II 2016. Penurunan pasokan komoditas sayur-sayuran dan

bumbu-bumbuan karena keterbatasan pasokan air serta kenaikan harga pakan dan DOC pada komoditas

daging ayam ras menyebabkan inflasi komoditas volatile food mengalami kenaikan yang cukup besar. Inflasi

tahunan volatile food mencapai 11,85% (yoy) tertinggi dalam 5 tahun terakhir.

Berdasarkan komoditas pendorong inflasi utama, Kenaikan harga daging ayam ras menjadi penyumbang inflasi utama

dikarenakan kenaikan harga pakan dan DOC yang terjadi secara nasional. Beberapa komoditas sayur juga menjadi

penyumbang inflasi utama seperti kol putih, kangkung dan bayam yang disebabkan oleh kurangnya pasokan karena

keterbatasan sumber daya air. Demikian pula dengan komoditas cabe merah dan bawang merah yang juga mengalami

kenaikan karena keterbatasan pasokan di pasar.

Penurunan harga terjadi pada komoditas padi-padian dan ikan segar seiring dengan dengan adanya panen raya di

beberapa daerah di Indonesia maupun meningkatnya hasil tangkapan ikan seiring membaiknya cuaca di triwulan II 2016. Inflasi volatile food pada bulan Juli 2016 mengalami perlambatan seiring dengan terjadinya deflasi pada bulan Juli 2016

sebesar 3,59% (mtm) dibanding bulan sebelumnya. Secara tahunan, inflasi volatile food menjadi berkurang signifikan

menjadi hanya 7,26% (yoy). Meningkatnya pasokan sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan seiring dengan perbaikan cuaca

serta menurunnya harga daging ayam ras menjadi penyebab utama penurunan inflasi volatile food di bulan Juli 2016.

Kondisi ini diperkirakan masih akan berlanjut hingga akhir triwulan III 2016.

Hari Keluarga Nasional (Harganas), hari raya Idul Fitri, libur sekolahTour De Flores, Lomba Selancar di Rote Ndao

4.5.

Agustus 2016Agustus 2016

Page 53: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

33

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

32

Pada bulan Juli 2016, Inflasi kelompok komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan justru mengalami deflasi

sebesar -2,32% (yoy). Walaupun pada bulan Juli 2016 terdapat kenaikan harga tiket angkutan udara seiring dengan

adanya libur sekolah, hari raya Idul Fitri maupun pelaksanaan Hari Keluarga Nasional (Harganas) yang jatuh pada bulan Juli

2016, namun besar kenaikan harga tidak sebesar kenaikan di bulan yang sama tahun sebelumnya, sehingga inflasi

tahunan pada komoditas ini mengalami deflasi. Tarif angkutan udara kembali menurun pada bulan Agustus berdasarkan

pengamatan harga hingga minggu ke-3 dan berpotensi tetap menurun hingga akhir triwulan III 2016 disebabkan oleh

tidak adanya aktivitas even nasional yang berpotensi menimbulkan lonjakan permintaan.

3.2.3 Makanan Jadi, Minuman dan TembakauKelompok komoditas Makanan jadi, Minuman dan Tembakau pada triwulan II 2016 maupun hingga bulan Juli 2016

menjadi satu-satunya komoditas yang secara persisten selalu mengalami inflasi dalam lebih dari 2 tahun terakhir. Inflasi

tahunan pada triwulan II mencapai 10,17% (yoy), tertinggi kedua setelah inflasi bahan makanan. Bahkan pada bulan Juli

2016 inflasi komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau mencapai 10,69% (yoy) dan menjadi kelompok komoditas

dengan inflasi tertinggi di bulan Juli 2016. Kenaikan cukai rokok yang dibebankan tiap bulan mampu menjadi pendorong

utama tingginya inflasi kelompok makanan jadi, minuman dan tembakau. Selain itu, tingginya inflasi bahan makanan dan

masih relatif minimnya persaingan usaha, membuat pedagang juga ikut menaikkan harga makanan jadi yang mereka jual.

Adanya penurunan pasokan gula pasir dalam tiga bulan terakhir juga berdampak pada kenaikan inflasi minuman tidak

beralkohol yang mengalami kenaikan signifikan pada bulan Juni dan Juli 2016. Hingga akhir triwulan III 2016, kenaikan

inflasi akibat kenaikan cukai rokok masih menjadi ancaman inflasi. kelompok minuman tidak beralkohol diperkirakan

deflasi seiring dengan peningkatan pasokan gula mengikuti kondisi panen dan giling tebu di Jawa. Harga makanan jadi

diperkirakan relatif stabil.

Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 3.8. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN

Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 3.9. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU PER SUB KELOMPOK KOMODITAS

MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAUMAKANAN JADI MINUMAN YANG TIDAK BERALKOHOL TEMBAKAU DAN MINUMAN BERALKOHOL

10.69

3.70

1.29 -

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00 YOY

0%

5%

10%

15%

20%

25%

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2014

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2015

1 2 3

2016

4 5 6 7

YOY QTQ MTM

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2014

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2015

1 2 3

2016

4 5 6 7

3.2.4 Komoditas LainnyaInflasi pada komoditas lainnya seperti komoditas perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar, komoditas sandang,

kesehatan maupun pendidikan masih relatif stabil. Kenaikan harga di triwulan II 2016 hanya terjadi pada komoditas

sandang terutama disebabkan oleh meningkatnya belanja sandang paska penyaluran gaji ke-13. Demikian pula dengan

peningkatan harga sandang di Bulan Juli yang disebabkan oleh adanya tambahan penghasilan berupa gaji ke-14 bagi PNS.

Inflasi pada komoditas pendidikan relatif stabil walaupun pada bulan Juni dan Juli 2016 terdapat kenaikan kelas dan tahun

ajaran baru pada pendidikan dasar. Inflasi kelompok komoditas kesehatan juga relatif stabil diduga disebabkan oleh

banyaknya masyarakat yang mengikuti program BPJS kesehatan, sehingga biaya kesehatan menjadi cenderung tetap.

Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 3. 10. DISAGREGASI INFLASI DAN SUMBANGAN INFLASI TAHUNAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

SUM VFSUM CORE INF VFSUM AP INFLASI (YOY)INF CORE INF AP

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

20

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2014

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2015

1 2 3

2016

4 5 6 7

Secara tahunan, komoditas volatile food (11,85%-yoy) masih menjadi penyumbang utama inflasi berdasarkan

disagregasi inflasi, diikuti oleh inflasi pada komoditas inti (core inflation) sebesar 4,05% (yoy) dan 4 5administered price (1,99%-yoy). Terbatasnya pasokan pangan, adanya beberapa even nasional dan internasional

serta kenaikan harga komoditas secara nasional berpengaruh terhadap tingginya inflasi di triwulan II 2016.

3.3. DISAGREGASI INFLASI

Pada bulan Juli 2016, inflasi NTT mengalami penurunan yang cukup besar terutama disebabkan oleh penurunan inflasi

volatile food (7,26%-yoy) yang disebabkan oleh kembali pulihnya pasokan bahan makanan. Hingga akhir triwulan III

2016, inflasi diperkirakan cenderung rendah disebabkan oleh menurunnya inflasi volatile food dan kembali menurunnya

tarif angkutan udara dan gula yang sudah mulai memasuki masa giling di Jawa.

3.3.1 Kelompok Volatile FoodsSecara tahunan (yoy), komoditas Inflasi komoditas yang bergejolak (volatile foods) menjadi penyumbang

utama inflasi provinsi NTT di sepanjang triwulan II 2016. Penurunan pasokan komoditas sayur-sayuran dan

bumbu-bumbuan karena keterbatasan pasokan air serta kenaikan harga pakan dan DOC pada komoditas

daging ayam ras menyebabkan inflasi komoditas volatile food mengalami kenaikan yang cukup besar. Inflasi

tahunan volatile food mencapai 11,85% (yoy) tertinggi dalam 5 tahun terakhir.

Berdasarkan komoditas pendorong inflasi utama, Kenaikan harga daging ayam ras menjadi penyumbang inflasi utama

dikarenakan kenaikan harga pakan dan DOC yang terjadi secara nasional. Beberapa komoditas sayur juga menjadi

penyumbang inflasi utama seperti kol putih, kangkung dan bayam yang disebabkan oleh kurangnya pasokan karena

keterbatasan sumber daya air. Demikian pula dengan komoditas cabe merah dan bawang merah yang juga mengalami

kenaikan karena keterbatasan pasokan di pasar.

Penurunan harga terjadi pada komoditas padi-padian dan ikan segar seiring dengan dengan adanya panen raya di

beberapa daerah di Indonesia maupun meningkatnya hasil tangkapan ikan seiring membaiknya cuaca di triwulan II 2016. Inflasi volatile food pada bulan Juli 2016 mengalami perlambatan seiring dengan terjadinya deflasi pada bulan Juli 2016

sebesar 3,59% (mtm) dibanding bulan sebelumnya. Secara tahunan, inflasi volatile food menjadi berkurang signifikan

menjadi hanya 7,26% (yoy). Meningkatnya pasokan sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan seiring dengan perbaikan cuaca

serta menurunnya harga daging ayam ras menjadi penyebab utama penurunan inflasi volatile food di bulan Juli 2016.

Kondisi ini diperkirakan masih akan berlanjut hingga akhir triwulan III 2016.

Hari Keluarga Nasional (Harganas), hari raya Idul Fitri, libur sekolahTour De Flores, Lomba Selancar di Rote Ndao

4.5.

Agustus 2016Agustus 2016

Page 54: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

35

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

34

3.3.2 Kelompok Administered PricesSecara umum, inflasi administered price pada triwulan II 2016 relatif terjaga yang terlihat dari nilai inflasi yang

relatif rendah. Adanya penurunan harga BBM, dan tarif listrik mampu menahan inflasi administered price.

Namun demikian, kenaikan cukai telah mendorong inflasi komoditas tembakau. Secara tahunan, kelompok

administered price mengalami inflasi 1,99% (yoy) dan kenaikan harga tembakau dan minuman beralkohol menjadi

penyebab utama dengan kenaikan mencapai 20,19% (yoy) dibanding tahun sebelumnya dikarenakan oleh kenaikan cukai

tembakau dan bahan baku rokok.

Inflasi Administered price pada bulan Juli 2016 mengalami kenaikan 1,69% (mtm) terutama disebabkan oleh kenaikan

tarif angkutan udara seiring dengan adanya libur sekolah, hari raya Idul Fitri dan hari keluarga nasional yang tahun ini

dipusatkan di Kota Kupang. Pada bulan ini juga terjadi kenaikan tarif listrik pada beberapa golongan tarif dan kenaikan

harga rokok dan tembakau.Inflasi diperkirakan akan kembali menurun di bulan Agustus dan September seiring dengan

tidak adanya aktivitas yang bisa menimbulkan lonjakan permintaan angkutan udara. Kenaikan cukai rokok masih menjadi

ancaman inflasi di triwulan III 2016.

3.3.3 Kelompok Inti (core)Inflasi kelompok inti pada triwulan II 2016 mengalami sedikit penurunan dibanding triwulan sebelumnya.

Inflasi pada triwulan II 2016 sebesar 4,05% (yoy) menurun dibanding inflasi triwulan I 2016 (4,63%-yoy)

terutama disebabkan oleh rendahnya inflasi perumahan, pendidikan dan kesehatan. Kenaikan inflasi terutama

disumbang oleh komoditas makanan jadi dan sandang dengan kenaikan gula pasir menjadi pendorong utama kenaikan

harga pada komoditas minuman tak beralkohol, sedangkan kenaikan makanan jadi terjadi mengikuti kenaikan bahan

makanan yang terjadi. Minimnya persaingan antar penjual makanan jadi juga memudahkan penjual dalam menaikkan

harga apabila dirasa terjadi kenaikan harga bahan makanan untuk menjaga keuntungan mereka. Tekanan inflasi inti

triwulanan III diperkirakan mereda seiring dengan adanya peningkatan produksi gula di Jawa.

Perkiraan inflasi dalam 3 dan 6 bulan ke depan menunjukkan bahwa inflasi dalam 3 bulan ke depan akan cenderung

menurun seiring dengan tidak adanya even nasional. Peningkatan inflasi diperkirakan akan terjadi di akhir tahun seiring

dengan adanya persiapan natal dan tahun baru.

3.4.1 Inflasi Kota KupangSecara tahunan, Kota Kupang mengalami inflasi 5,23% (yoy) dibanding tahun sebelumnya. Kenaikan harga

bahan makanan hingga 12,04% (yoy) dan makanan jadi, minuman dan tembakau sebesar 10,59% (yoy) menjadi

penyebab utama tingginya inflasi di Kota Kupang.

3.4. INFLASI NTT BERDASARKAN KOTA

GRAFIK 3.11. EKSPEKTASI HARGA KONSUMEN 3 DAN 6 BULAN KE DEPAN

Sumber : Bank Indonesia, diolah

(1.50)

(1.00)

(0.50)

-

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

3.00

INFLASIEKSPEKTASI HARGA 6 BLN YADEKSPEKTASI HARGA 3 BLN YAD

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2015

1 2 3 4 5 6 7 8 9

2016

10 11 12

140

150

160

170

180

190

200

3.59

3.79

Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 3.12. INFLASI TAHUNAN KOTA KUPANG

3.00%

4.00%

5.00%

6.00%

7.00%

8.00%

9.00%

10.00%

KUPANG NTT

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

I II I I I IV2012

II 7

Tabel 3.3. Inflasi di Kota Kupang berdasarkan Kelompok Komoditas

KOMODITI

Sumber : BPS diolah

IHK 2016

APR MEI

INFLASI UMUM

BAHAN MAKANAN

MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU

PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR

SANDANG

KESEHATAN

PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA

TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA

125,8

124,6

136,9

123,3

124,1

114,3

120,8

129,3

126,6

125,5

139,0

122,8

125,4

115,3

120,8

131,5

JUN

127,4

127,6

140,5

122,6

125,4

114,6

120,7

132,4

127,0

122,6

142,5

123,0

125,6

114,4

121,0

135,0

JUL

YOY

II JUL

5,23

12,04

10,59

1,76

6,28

3,83

2,76

(1,17)

3,79

8,06

11,30

1,50

3,29

2,83

1,30

(2,06)

Pada bulan Juli 2016, Kota Kupang mengalami deflasi sebesar -0,35% (mtm) dan membuat inflasi tahunan juga

mengalami penurunan menjadi sebesar 3,79% (yoy). Adanya peningkatan pasokan bahan makanan telah

menurunkan harga rata-rata bahan makanan. Inflasi terutama disebabkan oleh kenaikan cukai rokok yang menyebabkan

kenaikan harga komoditas makanan, minuman dan tembakau sebesar 11,30% (yoy). Komoditas transportasi relatif lebih

rendah dibanding tahun sebelumnya yang terlihat dari deflasi transportasi, komunikasi dan jasa keuangan sebesar -2,06%

(yoy). Adanya penambahan frekuensi penerbangan diduga menjadi penyebab penurunan harga secara tahunan. Namun

demikian, kebutuhan angkutan udara dirasakan masih kurang yang terlihat dari fluktuasi harga yang terjadi.

Komoditas lainnya yang mengalami kenaikan antara lain komoditas sandang seiring dengan kenaikan permintaan paska

pemberian gaji ke-13 dan 14 PNS. Harga pendidikan dan kesehatan relatif stabil seiring dengan tidak adanya kenaikan

biaya yang cukup berarti di sektor pendidikan ataupun penggunaan BPJS kesehatan yang sudah mulai meluas. Komoditas

perumahan, air, listrik dan gas sedikit menurun lebih disebabkan oleh adanya penurunan tarif listrik pada beberapa

golongan. Hingga akhir triwulan III 2016, inflasi Kota Kupang diperkirakan justru mengalami penurunan.

3.4.2 Inflasi Kota MaumereSecara tahunan, Kota Maumere mengalami inflasi 3,57% (yoy), tidak terlalu jauh berbeda dengan inflasi

nasional yang sebesar 3,45% (yoy). Di saat Kota Kupang mengalami inflasi karena kenaikan harga bahan makanan,

Kota Maumere justru mengalami deflasi bahan makanan terutama komoditas sayur-sayuran, bumbu-bumbuan dan padi-

padian.

Pada bulan Juli 2016, Kota Maumere kembali mengalami deflasi sehingga nilai inflasi tahunan menjadi hanya 2,16% lebih

rendah dibanding inflasi nasional yang sebesar 3,21% (yoy) atau inflasi NTT yang mencapai 3,79% (yoy).

Tabel 3.4. Inflasi di Kota Maumere berdasarkan Kelompok Komoditas

KOMODITI

Sumber : BPS diolah

IHK 2016

APR MEI

INFLASI UMUM

BAHAN MAKANAN

MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU

PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR

SANDANG

KESEHATAN

PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA

TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA

117,2

104,9

141,8

117,5

110,6

111,8

140,5

112,7

117,2

104,2

142,6

117,5

110,8

111,8

140,5

113,5

JUN

117,5

104,6

143,3

117,6

110,9

112,4

140,5

114,1

117,4

103,7

143,9

117,8

111,0

112,6

140,5

114,7

JUL

YOY

II JUL

3,57

3,50

7,56

4,46

1,82

2,87

5,92

(3,77)

2,16

0,53

6,89

4,54

2,02

3,00

1,33

(4,26)Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 3.13. INFLASI TAHUNAN KOTA MAUMERE

MAUMERE NTT

2.00%

3.00%

4.00%

5.00%

6.00%

7.00%

8.00%

9.00%

I I I I I I IV

2013 2014

I II I I I IV

2015

I II I I I IV I

2016

I II I I I IV

2012

II 7

2.16

3.59

5.02

5.23

3.57

5.02

Agustus 2016Agustus 2016

Page 55: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

35

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

34

3.3.2 Kelompok Administered PricesSecara umum, inflasi administered price pada triwulan II 2016 relatif terjaga yang terlihat dari nilai inflasi yang

relatif rendah. Adanya penurunan harga BBM, dan tarif listrik mampu menahan inflasi administered price.

Namun demikian, kenaikan cukai telah mendorong inflasi komoditas tembakau. Secara tahunan, kelompok

administered price mengalami inflasi 1,99% (yoy) dan kenaikan harga tembakau dan minuman beralkohol menjadi

penyebab utama dengan kenaikan mencapai 20,19% (yoy) dibanding tahun sebelumnya dikarenakan oleh kenaikan cukai

tembakau dan bahan baku rokok.

Inflasi Administered price pada bulan Juli 2016 mengalami kenaikan 1,69% (mtm) terutama disebabkan oleh kenaikan

tarif angkutan udara seiring dengan adanya libur sekolah, hari raya Idul Fitri dan hari keluarga nasional yang tahun ini

dipusatkan di Kota Kupang. Pada bulan ini juga terjadi kenaikan tarif listrik pada beberapa golongan tarif dan kenaikan

harga rokok dan tembakau.Inflasi diperkirakan akan kembali menurun di bulan Agustus dan September seiring dengan

tidak adanya aktivitas yang bisa menimbulkan lonjakan permintaan angkutan udara. Kenaikan cukai rokok masih menjadi

ancaman inflasi di triwulan III 2016.

3.3.3 Kelompok Inti (core)Inflasi kelompok inti pada triwulan II 2016 mengalami sedikit penurunan dibanding triwulan sebelumnya.

Inflasi pada triwulan II 2016 sebesar 4,05% (yoy) menurun dibanding inflasi triwulan I 2016 (4,63%-yoy)

terutama disebabkan oleh rendahnya inflasi perumahan, pendidikan dan kesehatan. Kenaikan inflasi terutama

disumbang oleh komoditas makanan jadi dan sandang dengan kenaikan gula pasir menjadi pendorong utama kenaikan

harga pada komoditas minuman tak beralkohol, sedangkan kenaikan makanan jadi terjadi mengikuti kenaikan bahan

makanan yang terjadi. Minimnya persaingan antar penjual makanan jadi juga memudahkan penjual dalam menaikkan

harga apabila dirasa terjadi kenaikan harga bahan makanan untuk menjaga keuntungan mereka. Tekanan inflasi inti

triwulanan III diperkirakan mereda seiring dengan adanya peningkatan produksi gula di Jawa.

Perkiraan inflasi dalam 3 dan 6 bulan ke depan menunjukkan bahwa inflasi dalam 3 bulan ke depan akan cenderung

menurun seiring dengan tidak adanya even nasional. Peningkatan inflasi diperkirakan akan terjadi di akhir tahun seiring

dengan adanya persiapan natal dan tahun baru.

3.4.1 Inflasi Kota KupangSecara tahunan, Kota Kupang mengalami inflasi 5,23% (yoy) dibanding tahun sebelumnya. Kenaikan harga

bahan makanan hingga 12,04% (yoy) dan makanan jadi, minuman dan tembakau sebesar 10,59% (yoy) menjadi

penyebab utama tingginya inflasi di Kota Kupang.

3.4. INFLASI NTT BERDASARKAN KOTA

GRAFIK 3.11. EKSPEKTASI HARGA KONSUMEN 3 DAN 6 BULAN KE DEPAN

Sumber : Bank Indonesia, diolah

(1.50)

(1.00)

(0.50)

-

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

3.00

INFLASIEKSPEKTASI HARGA 6 BLN YADEKSPEKTASI HARGA 3 BLN YAD

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2015

1 2 3 4 5 6 7 8 9

2016

10 11 12

140

150

160

170

180

190

200

3.59

3.79

Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 3.12. INFLASI TAHUNAN KOTA KUPANG

3.00%

4.00%

5.00%

6.00%

7.00%

8.00%

9.00%

10.00%

KUPANG NTT

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

I II I I I IV2012

II 7

Tabel 3.3. Inflasi di Kota Kupang berdasarkan Kelompok Komoditas

KOMODITI

Sumber : BPS diolah

IHK 2016

APR MEI

INFLASI UMUM

BAHAN MAKANAN

MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU

PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR

SANDANG

KESEHATAN

PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA

TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA

125,8

124,6

136,9

123,3

124,1

114,3

120,8

129,3

126,6

125,5

139,0

122,8

125,4

115,3

120,8

131,5

JUN

127,4

127,6

140,5

122,6

125,4

114,6

120,7

132,4

127,0

122,6

142,5

123,0

125,6

114,4

121,0

135,0

JUL

YOY

II JUL

5,23

12,04

10,59

1,76

6,28

3,83

2,76

(1,17)

3,79

8,06

11,30

1,50

3,29

2,83

1,30

(2,06)

Pada bulan Juli 2016, Kota Kupang mengalami deflasi sebesar -0,35% (mtm) dan membuat inflasi tahunan juga

mengalami penurunan menjadi sebesar 3,79% (yoy). Adanya peningkatan pasokan bahan makanan telah

menurunkan harga rata-rata bahan makanan. Inflasi terutama disebabkan oleh kenaikan cukai rokok yang menyebabkan

kenaikan harga komoditas makanan, minuman dan tembakau sebesar 11,30% (yoy). Komoditas transportasi relatif lebih

rendah dibanding tahun sebelumnya yang terlihat dari deflasi transportasi, komunikasi dan jasa keuangan sebesar -2,06%

(yoy). Adanya penambahan frekuensi penerbangan diduga menjadi penyebab penurunan harga secara tahunan. Namun

demikian, kebutuhan angkutan udara dirasakan masih kurang yang terlihat dari fluktuasi harga yang terjadi.

Komoditas lainnya yang mengalami kenaikan antara lain komoditas sandang seiring dengan kenaikan permintaan paska

pemberian gaji ke-13 dan 14 PNS. Harga pendidikan dan kesehatan relatif stabil seiring dengan tidak adanya kenaikan

biaya yang cukup berarti di sektor pendidikan ataupun penggunaan BPJS kesehatan yang sudah mulai meluas. Komoditas

perumahan, air, listrik dan gas sedikit menurun lebih disebabkan oleh adanya penurunan tarif listrik pada beberapa

golongan. Hingga akhir triwulan III 2016, inflasi Kota Kupang diperkirakan justru mengalami penurunan.

3.4.2 Inflasi Kota MaumereSecara tahunan, Kota Maumere mengalami inflasi 3,57% (yoy), tidak terlalu jauh berbeda dengan inflasi

nasional yang sebesar 3,45% (yoy). Di saat Kota Kupang mengalami inflasi karena kenaikan harga bahan makanan,

Kota Maumere justru mengalami deflasi bahan makanan terutama komoditas sayur-sayuran, bumbu-bumbuan dan padi-

padian.

Pada bulan Juli 2016, Kota Maumere kembali mengalami deflasi sehingga nilai inflasi tahunan menjadi hanya 2,16% lebih

rendah dibanding inflasi nasional yang sebesar 3,21% (yoy) atau inflasi NTT yang mencapai 3,79% (yoy).

Tabel 3.4. Inflasi di Kota Maumere berdasarkan Kelompok Komoditas

KOMODITI

Sumber : BPS diolah

IHK 2016

APR MEI

INFLASI UMUM

BAHAN MAKANAN

MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU

PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR

SANDANG

KESEHATAN

PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA

TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA

117,2

104,9

141,8

117,5

110,6

111,8

140,5

112,7

117,2

104,2

142,6

117,5

110,8

111,8

140,5

113,5

JUN

117,5

104,6

143,3

117,6

110,9

112,4

140,5

114,1

117,4

103,7

143,9

117,8

111,0

112,6

140,5

114,7

JUL

YOY

II JUL

3,57

3,50

7,56

4,46

1,82

2,87

5,92

(3,77)

2,16

0,53

6,89

4,54

2,02

3,00

1,33

(4,26)Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 3.13. INFLASI TAHUNAN KOTA MAUMERE

MAUMERE NTT

2.00%

3.00%

4.00%

5.00%

6.00%

7.00%

8.00%

9.00%

I I I I I I IV

2013 2014

I II I I I IV

2015

I II I I I IV I

2016

I II I I I IV

2012

II 7

2.16

3.59

5.02

5.23

3.57

5.02

Agustus 2016Agustus 2016

Page 56: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

Selama triwulan II 2016, TPID provinsi NTT setidaknya telah menyelenggarakan 2 kali rapat teknis, 2 kali rapat

koordinasi untuk Pulau Timor dan Flores, 1 kali HLM, 1 kali inspeksi bersama SKPD, Operasi pasar dan 1 kali

press conference. Pada bulan Juli, Kabupaten Malaka telah memiliki TPID, sehingga saat ini Provinsi NTT

memiliki 23 TPID yang terdiri dari 1 provinsi dan seluruh kabupaten/kota di NTT. Adapun beberapa permasalahan

struktural yang berhasil digali antara lain : 1). Adanya potensi gagal tanam dan kerawanan pangan di NTT, 2). Masih

ditemukan pengiriman beras ke luar NTT, 3). Terdapat potensi kekurangan pasokan angkutan udara, 4). Potensi tekanan

inflasi dari realisasi gaji ke-13 dan 14, libur sekolah, hari raya Idul Fitri dan Harganas, 5). Adanya La Nina berpotensi

melakukan penanaman di luar musim untuk mengurangi potensi kerawanan pangan yang ada.

Beberapa langkah aksi yang direncanakan untuk dilakukan antara lain : 1). BULOG mengambil beras dari Jawa Timur untuk

menanggulangi kerawanan pangan, 2). Dilakukan operasi pasar dan sidak dalam menanggulangi inflasi hari raya, 3). PT.

Pelindo melakukan prioritas bongkar kepada komoditas bahan pangan selama hari raya, 4). BKP telah membuat rumah

pangan untuk menampung hasil panen petani, 5). Pertamina akan menambah depot pertamina di Kalabahi, Atapupu,

Ende dan Reo, 6). Operasional stasiun pengisian LPG dilakukan di bulan September, 7). Terkait kekurangan frekuensi

angkutan udara, Angkasa Pura akan menambah apron untuk 2 pesawat, mengusulkan penambahan frekuensi pada even-

even nasional/ tertentu, dan mohon pertimbangan untuk penurunan batas tarif atas, 8). Seluruh SKPD diminta untuk

membuat laporan inflasi bulanan dan dilaporkan di tiap rapat teknis, 9). Pembahasan Road Map TPID dilakukan dalam

format FGD oleh panitia khusus.

3.5. AKTIVITAS PENGENDALIAN INFLASI OLEH TPID

GAMBAR 3.1. KEGIATAN TPID PROVINSI NTT TRIWULAN II 2016 DAN SEBARAN PEMBENTUKAN TPID

Sumber : Sekretariat TPID, diolah

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

36

Komoditas bahan makanan menjadi penyumbang utama deflasi triwulanan Kota Maumere di Triwulan II 2016. Turunnya

harga komoditas sayur-sayuran, bumbu-bumbuan, padi-padian dan ikan segar berdampak pada rendahnya inflasi di Kota

Maumere. Hal ini menunjukkan pula bahwa tidak terjadi permasalahan pasokan karena permasalahan iklim sebagaimana

terjadi di Kota Kupang. Kelompok komoditas perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar juga mengalami deflasi terutama

disebabkan oleh turunnya tarif listrik dan harga bahan bangunan. Di sisi lain, makanan jadi, minuman dan tembakau masih

menjadi penyebab utama inflasi dikarenakan oleh kenaikan gula pasir dan cukai rokok.

Pada bulan Juli 2016, Kota Maumere kembali mengalami deflasi terutama disebabkan oleh kembali menurunnya harga

bahan makanan terutama sayur-sayuran dan buah-buahan. Harga makanan jadi, minuman dan tembakau mengalami

kenaikan karena kenaikan gula pasir dan cukai rokok dan kenaikan tarif angkutan udara seiring dengan adanya libur

sekolah dan hari raya Idul Fitri.

Angkutan udara saat ini menjadi alat transportasi utama di Provinsi NTT. Dengan kondisi geografis wilayah yang

merupakan provinsi kepulauan, maka angkutan utama untuk menghubungkan antar wilayah yang dipisahkan oleh lautan

hanyalah menggunakan pesawat maupun kapal laut. Dengan keunggulan waktu tempuh yang pendek, angkutan udara

saat ini cenderung menjadi pilihan utama penduduk maupun wisatawan untuk bepergian ke daerah lain di NTT. Pada

tahun 2016, sebagaimana disampaikan GM Angkasa Pura 1, jumlah frekuesi angkutan udara di Bandara El Tari meningkat

signifikan dari 25 frekuensi per hari di tahun 2015 menjadi 37 frekuensi per hari di tahun 2016. Total penerbangan

komersial saat ini mencapai lebih dari 26 ribu penerbangan per tahun dengan total kapasitas lebih dari 1,7 juta

penumpang, jauh lebih besar dibanding kondisi 2014 yang mampu mengangkut 1,1 juta penumpang dan 22 ribu

penerbangan setahun.

Berdasarkan bobot nilai konsumsi dalam inflasi, saat ini, bobot konsumsi angkutan udara sudah menjadi komoditas

dengan konsumsi terbesar ke-2 setelah beras. Pada survei biaya hidup BPS pada tahun 2012, bobot angkutan udara masih

menempati posisi 7 konsumsi terbesar di NTT setelah beras, bensin, tukang bukan mandor, angkutan dalam kota, semen,

dan akademi/ perguruan tinggi. Tingginya permintaan angkutan udara mendorong harga angkutan udara mengalami

peningkatan yang cukup besar. PT Angkasa Pura dan UPT angkutan udara sebenarnya sudah berusaha keras untuk selalu

meningkatkan penerbangan di NTT yang terlihat dari penambahan frekuensi yang relatif banyak terlebih di tahun 2015-

2016, namun demikian dikarenakan semakin besarnya permintaan angkutan udara, membuat penambahan angkutan

yang ada cenderung tidak bisa mengimbangi permintaan penerbangan, terlebih pada saat hari raya ataupun pada even-

even nasional yang diadakan di NTT.

Kondisi Angkutan Udara di NTTdan Permasalahannya 03

Tabel Boks 3.1. Sumbangan Inflasi Angkutan Udara terhadap Inflasi di NTT

Sumber : BPS, diolah

Grafik Boks 3.1. Volatilitas Inflasi Angkutan Udara Bulanan

Sumber : BPS, diolah

Berdasarkan pola inflasi angkutan udara dalam 6 tahun terakhir, terlihat bahwa inflasi akan cenderung melambat di awal

tahun dan berangsur meningkat dengan puncak inflasi pada pertengahan tahun seiring dengan datangnya libur sekolah

dan hari raya Idul Fitri. Inflasi akan cenderung turun setelah libur sekolah dan hari raya Idul Fitri yang ditunjukkan oleh

kecenderungan deflasi pada waktu tersebut dan kembali meningkat pada akhir tahun seiring tingginya permintaan pada

saat libur natal dan tahun baru.

Dengan terbatasnya kapasitas angkut penumpang di Bandara El Tari yang lebih kurang saat ini hanya sebesar 3.600 orang

per hari, maka setiap kali libur sekolah, penduduk NTT yang bepergian ke luar NTT akan cenderung meningkat signifikan.

Apalagi ketika berbarengan dengan momen hari raya Idul Fitri, maka jumlah penumpang akan meningkat sangat

signifikan. Dengan mayoritas pedagang dan pekerja proyek masih banyak menggunakan tenaga kerja dari Jawa, maka

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

37Agustus 2016Agustus 2016

Page 57: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

Selama triwulan II 2016, TPID provinsi NTT setidaknya telah menyelenggarakan 2 kali rapat teknis, 2 kali rapat

koordinasi untuk Pulau Timor dan Flores, 1 kali HLM, 1 kali inspeksi bersama SKPD, Operasi pasar dan 1 kali

press conference. Pada bulan Juli, Kabupaten Malaka telah memiliki TPID, sehingga saat ini Provinsi NTT

memiliki 23 TPID yang terdiri dari 1 provinsi dan seluruh kabupaten/kota di NTT. Adapun beberapa permasalahan

struktural yang berhasil digali antara lain : 1). Adanya potensi gagal tanam dan kerawanan pangan di NTT, 2). Masih

ditemukan pengiriman beras ke luar NTT, 3). Terdapat potensi kekurangan pasokan angkutan udara, 4). Potensi tekanan

inflasi dari realisasi gaji ke-13 dan 14, libur sekolah, hari raya Idul Fitri dan Harganas, 5). Adanya La Nina berpotensi

melakukan penanaman di luar musim untuk mengurangi potensi kerawanan pangan yang ada.

Beberapa langkah aksi yang direncanakan untuk dilakukan antara lain : 1). BULOG mengambil beras dari Jawa Timur untuk

menanggulangi kerawanan pangan, 2). Dilakukan operasi pasar dan sidak dalam menanggulangi inflasi hari raya, 3). PT.

Pelindo melakukan prioritas bongkar kepada komoditas bahan pangan selama hari raya, 4). BKP telah membuat rumah

pangan untuk menampung hasil panen petani, 5). Pertamina akan menambah depot pertamina di Kalabahi, Atapupu,

Ende dan Reo, 6). Operasional stasiun pengisian LPG dilakukan di bulan September, 7). Terkait kekurangan frekuensi

angkutan udara, Angkasa Pura akan menambah apron untuk 2 pesawat, mengusulkan penambahan frekuensi pada even-

even nasional/ tertentu, dan mohon pertimbangan untuk penurunan batas tarif atas, 8). Seluruh SKPD diminta untuk

membuat laporan inflasi bulanan dan dilaporkan di tiap rapat teknis, 9). Pembahasan Road Map TPID dilakukan dalam

format FGD oleh panitia khusus.

3.5. AKTIVITAS PENGENDALIAN INFLASI OLEH TPID

GAMBAR 3.1. KEGIATAN TPID PROVINSI NTT TRIWULAN II 2016 DAN SEBARAN PEMBENTUKAN TPID

Sumber : Sekretariat TPID, diolah

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

36

Komoditas bahan makanan menjadi penyumbang utama deflasi triwulanan Kota Maumere di Triwulan II 2016. Turunnya

harga komoditas sayur-sayuran, bumbu-bumbuan, padi-padian dan ikan segar berdampak pada rendahnya inflasi di Kota

Maumere. Hal ini menunjukkan pula bahwa tidak terjadi permasalahan pasokan karena permasalahan iklim sebagaimana

terjadi di Kota Kupang. Kelompok komoditas perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar juga mengalami deflasi terutama

disebabkan oleh turunnya tarif listrik dan harga bahan bangunan. Di sisi lain, makanan jadi, minuman dan tembakau masih

menjadi penyebab utama inflasi dikarenakan oleh kenaikan gula pasir dan cukai rokok.

Pada bulan Juli 2016, Kota Maumere kembali mengalami deflasi terutama disebabkan oleh kembali menurunnya harga

bahan makanan terutama sayur-sayuran dan buah-buahan. Harga makanan jadi, minuman dan tembakau mengalami

kenaikan karena kenaikan gula pasir dan cukai rokok dan kenaikan tarif angkutan udara seiring dengan adanya libur

sekolah dan hari raya Idul Fitri.

Angkutan udara saat ini menjadi alat transportasi utama di Provinsi NTT. Dengan kondisi geografis wilayah yang

merupakan provinsi kepulauan, maka angkutan utama untuk menghubungkan antar wilayah yang dipisahkan oleh lautan

hanyalah menggunakan pesawat maupun kapal laut. Dengan keunggulan waktu tempuh yang pendek, angkutan udara

saat ini cenderung menjadi pilihan utama penduduk maupun wisatawan untuk bepergian ke daerah lain di NTT. Pada

tahun 2016, sebagaimana disampaikan GM Angkasa Pura 1, jumlah frekuesi angkutan udara di Bandara El Tari meningkat

signifikan dari 25 frekuensi per hari di tahun 2015 menjadi 37 frekuensi per hari di tahun 2016. Total penerbangan

komersial saat ini mencapai lebih dari 26 ribu penerbangan per tahun dengan total kapasitas lebih dari 1,7 juta

penumpang, jauh lebih besar dibanding kondisi 2014 yang mampu mengangkut 1,1 juta penumpang dan 22 ribu

penerbangan setahun.

Berdasarkan bobot nilai konsumsi dalam inflasi, saat ini, bobot konsumsi angkutan udara sudah menjadi komoditas

dengan konsumsi terbesar ke-2 setelah beras. Pada survei biaya hidup BPS pada tahun 2012, bobot angkutan udara masih

menempati posisi 7 konsumsi terbesar di NTT setelah beras, bensin, tukang bukan mandor, angkutan dalam kota, semen,

dan akademi/ perguruan tinggi. Tingginya permintaan angkutan udara mendorong harga angkutan udara mengalami

peningkatan yang cukup besar. PT Angkasa Pura dan UPT angkutan udara sebenarnya sudah berusaha keras untuk selalu

meningkatkan penerbangan di NTT yang terlihat dari penambahan frekuensi yang relatif banyak terlebih di tahun 2015-

2016, namun demikian dikarenakan semakin besarnya permintaan angkutan udara, membuat penambahan angkutan

yang ada cenderung tidak bisa mengimbangi permintaan penerbangan, terlebih pada saat hari raya ataupun pada even-

even nasional yang diadakan di NTT.

Kondisi Angkutan Udara di NTTdan Permasalahannya 03

Tabel Boks 3.1. Sumbangan Inflasi Angkutan Udara terhadap Inflasi di NTT

Sumber : BPS, diolah

Grafik Boks 3.1. Volatilitas Inflasi Angkutan Udara Bulanan

Sumber : BPS, diolah

Berdasarkan pola inflasi angkutan udara dalam 6 tahun terakhir, terlihat bahwa inflasi akan cenderung melambat di awal

tahun dan berangsur meningkat dengan puncak inflasi pada pertengahan tahun seiring dengan datangnya libur sekolah

dan hari raya Idul Fitri. Inflasi akan cenderung turun setelah libur sekolah dan hari raya Idul Fitri yang ditunjukkan oleh

kecenderungan deflasi pada waktu tersebut dan kembali meningkat pada akhir tahun seiring tingginya permintaan pada

saat libur natal dan tahun baru.

Dengan terbatasnya kapasitas angkut penumpang di Bandara El Tari yang lebih kurang saat ini hanya sebesar 3.600 orang

per hari, maka setiap kali libur sekolah, penduduk NTT yang bepergian ke luar NTT akan cenderung meningkat signifikan.

Apalagi ketika berbarengan dengan momen hari raya Idul Fitri, maka jumlah penumpang akan meningkat sangat

signifikan. Dengan mayoritas pedagang dan pekerja proyek masih banyak menggunakan tenaga kerja dari Jawa, maka

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

37Agustus 2016Agustus 2016

Page 58: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

dengan adanya momen hari raya, sebagian besar pekerja dari Jawa akan cenderung pulang kampung dan membuat

permintaan angkutan udara meningkat signifikan. Berdasarkan pemantauan, Kondisi tiket akan cenderung habis pada 1

minggu sebelum dan sesudah lebaran. Bahkan, pada tahun ini, kondisi tiket balik ke NTT habis hingga 2 minggu setelah

lebaran dikarenakan berbarengan dengan pelaksanaan kegiatan nasional yang diselenggarakan di Kota Kupang. Harga

tiket juga mengalami kenaikan hingga lebih dari dua kali lipat dikarenakan adanya kenaikan permintaan yang luar biasa.

Berdasarkan pergerakan harga, Tarif angkutan udara saat ini juga semakin berfluktuasi yang terlihat dari besar sumbangan

tarif angkutan udara dalam menyumbang inflasi di NTT. Dalam 6 tahun terakhir, tarif angkutan udara setidaknya

menyumbang hingga 8-9 bulan sebagai komoditas utama penyumbang inflasi di NTT. Bahkan pada tahun 2015, tarif

angkutan udara dalam 12 bulan mampu menjadi penyumbang utama inflasi di NTT dengan dua kali penyumbang deflasi

utama dan lima kali penyumbang inflasi utama. Pada tahun 2016, dari 7 bulan yang sudah dilalui, angkutan udara mampu

menyumbang 6 kali sebagai komoditas penyumbang inflasi dan deflasi utama. Hal ini menunjukkan fluktuasi kenaikan

dan penurunan tarif angkutan udara yang semakin besar dari tahun ke tahun.

PT Angkasa Pura sudah melakukan berbagai macam usaha untuk meningkatkan frekuensi angkutan udara yang terlihat

dari penambahan frekuensi yang cukup banyak, penambahan waktu kerja hingga pukul 22.00 WITA maupun perbaikan

kualitas layanan dan kapasitas terminal. Dalam kondisi normal, kapasitas angkut masih memenuhi, namun pada kondisi

khusus seperti libur sekolah dan hari raya Idul Fitri dan Natal serta adanya even-even nasional dan Internasional seperti

Harganas, HKSN, Natal nasional bersama, Tour De Flores, terlihat bahwa kapasitas angkutan udara tidak memenuhi.

Gambar Boks 3.1. Peta Konektivitas Angkutan Udara di NTT

Kurangnya daya tampung tersebut selain karena tingginya permintaan angkutan udara, Bandara El Tari juga berfungsi

sebagai hub penerbangan ke 13 bandara lainnya di NTT selain juga bandara Ngurah Rai Bali. Saat ini terdapat 3 daerah

utama tujuan penerbangan ke luar NTT yaitu Surabaya, Bali dan Jakarta, serta 1 kali penerbangan ke Makasar. Dari total 37

frekuensi penerbangan yang ada di El Tari Kupang, total kapasitas angkut ke luar NTT hanya sekitar 2.600 orang per hari.

Kondisi ini menjelaskan mengapa pada saat harganas bulan Juli 2016 lalu tiket relatif sulit didapat. Dengan estimasi

peserta mencapai 15 ribu orang, maka diperlukan waktu 1 minggu untuk bisa pulang pergi. Tentunya tidak semua

menggunakan angkutan udara terlebih peserta yang berasal dari NTT.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

38

Sumber : Wego, traveloka, diolah

Rendahnya kapasitas angkut penumpang juga berpotensi adanya permainan harga dengan membooking terlebih dahulu

tiket dikarenakan tingginya permintaan. Hal ini memacu harga meningkat lebih cepat. Adanya keterbatasan daya

tampung pesawat di Bandara El Tari juga sedang dibenahi berupa peningkatan apron untuk dua buah pesawat maupun

peningkatan kapasitas terminal. Namun demikian, hal ini tentunya membutuhkan waktu untuk penyelesaiannya.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, sekiranya diperlukan beberapa langkah konkrit untuk mengatasi permasalahan

khusus yang terjadi di NTT. Penambahan frekuensi angkutan udara pada saat tertentu sekiranya dapat menjadi alternatif

yang paling memungkinkan untuk dilakukan, sebagaimana juga dilakukan oleh organisasi pemuda yang beberapa bulan

lalu mengadakan rakornas di Maumere. Berdasarkan pergerakan pesawat di El Tari, terlihat bahwa rata-rata

keberangkatan dan kedatangan pesawat masih dalam rentang 10 menit lebih per pergerakan dengan konsentrasi

penerbangan pada pagi dan siang hari, sehingga penambahan frekuensi masih memungkinkan. Tinggal menyesuaikan

dengan waktu senggang di bandara tujuan. Penggunaan pesawat yang lebih besar sekiranya juga menjadi alternatif

seperti yang sudah dilakukan oleh salah satu maskapai, selain penambahan apron dan terminal yang sedang dikerjakan

oleh PT Angkasa Pura 1. Dalam menarik industri penerbangan untuk menambah frekuensi penerbangan salah satunya

adalah dengan menggiatkan industri pariwisata di NTT. Dengan peningkatan pariwisata, pertumbuhan generik angkutan

udara dapat diakselerasi berkat tingginya jumlah wisatawan yang ingin berkunjung ke NTT.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

39Agustus 2016Agustus 2016

Page 59: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

dengan adanya momen hari raya, sebagian besar pekerja dari Jawa akan cenderung pulang kampung dan membuat

permintaan angkutan udara meningkat signifikan. Berdasarkan pemantauan, Kondisi tiket akan cenderung habis pada 1

minggu sebelum dan sesudah lebaran. Bahkan, pada tahun ini, kondisi tiket balik ke NTT habis hingga 2 minggu setelah

lebaran dikarenakan berbarengan dengan pelaksanaan kegiatan nasional yang diselenggarakan di Kota Kupang. Harga

tiket juga mengalami kenaikan hingga lebih dari dua kali lipat dikarenakan adanya kenaikan permintaan yang luar biasa.

Berdasarkan pergerakan harga, Tarif angkutan udara saat ini juga semakin berfluktuasi yang terlihat dari besar sumbangan

tarif angkutan udara dalam menyumbang inflasi di NTT. Dalam 6 tahun terakhir, tarif angkutan udara setidaknya

menyumbang hingga 8-9 bulan sebagai komoditas utama penyumbang inflasi di NTT. Bahkan pada tahun 2015, tarif

angkutan udara dalam 12 bulan mampu menjadi penyumbang utama inflasi di NTT dengan dua kali penyumbang deflasi

utama dan lima kali penyumbang inflasi utama. Pada tahun 2016, dari 7 bulan yang sudah dilalui, angkutan udara mampu

menyumbang 6 kali sebagai komoditas penyumbang inflasi dan deflasi utama. Hal ini menunjukkan fluktuasi kenaikan

dan penurunan tarif angkutan udara yang semakin besar dari tahun ke tahun.

PT Angkasa Pura sudah melakukan berbagai macam usaha untuk meningkatkan frekuensi angkutan udara yang terlihat

dari penambahan frekuensi yang cukup banyak, penambahan waktu kerja hingga pukul 22.00 WITA maupun perbaikan

kualitas layanan dan kapasitas terminal. Dalam kondisi normal, kapasitas angkut masih memenuhi, namun pada kondisi

khusus seperti libur sekolah dan hari raya Idul Fitri dan Natal serta adanya even-even nasional dan Internasional seperti

Harganas, HKSN, Natal nasional bersama, Tour De Flores, terlihat bahwa kapasitas angkutan udara tidak memenuhi.

Gambar Boks 3.1. Peta Konektivitas Angkutan Udara di NTT

Kurangnya daya tampung tersebut selain karena tingginya permintaan angkutan udara, Bandara El Tari juga berfungsi

sebagai hub penerbangan ke 13 bandara lainnya di NTT selain juga bandara Ngurah Rai Bali. Saat ini terdapat 3 daerah

utama tujuan penerbangan ke luar NTT yaitu Surabaya, Bali dan Jakarta, serta 1 kali penerbangan ke Makasar. Dari total 37

frekuensi penerbangan yang ada di El Tari Kupang, total kapasitas angkut ke luar NTT hanya sekitar 2.600 orang per hari.

Kondisi ini menjelaskan mengapa pada saat harganas bulan Juli 2016 lalu tiket relatif sulit didapat. Dengan estimasi

peserta mencapai 15 ribu orang, maka diperlukan waktu 1 minggu untuk bisa pulang pergi. Tentunya tidak semua

menggunakan angkutan udara terlebih peserta yang berasal dari NTT.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

38

Sumber : Wego, traveloka, diolah

Rendahnya kapasitas angkut penumpang juga berpotensi adanya permainan harga dengan membooking terlebih dahulu

tiket dikarenakan tingginya permintaan. Hal ini memacu harga meningkat lebih cepat. Adanya keterbatasan daya

tampung pesawat di Bandara El Tari juga sedang dibenahi berupa peningkatan apron untuk dua buah pesawat maupun

peningkatan kapasitas terminal. Namun demikian, hal ini tentunya membutuhkan waktu untuk penyelesaiannya.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, sekiranya diperlukan beberapa langkah konkrit untuk mengatasi permasalahan

khusus yang terjadi di NTT. Penambahan frekuensi angkutan udara pada saat tertentu sekiranya dapat menjadi alternatif

yang paling memungkinkan untuk dilakukan, sebagaimana juga dilakukan oleh organisasi pemuda yang beberapa bulan

lalu mengadakan rakornas di Maumere. Berdasarkan pergerakan pesawat di El Tari, terlihat bahwa rata-rata

keberangkatan dan kedatangan pesawat masih dalam rentang 10 menit lebih per pergerakan dengan konsentrasi

penerbangan pada pagi dan siang hari, sehingga penambahan frekuensi masih memungkinkan. Tinggal menyesuaikan

dengan waktu senggang di bandara tujuan. Penggunaan pesawat yang lebih besar sekiranya juga menjadi alternatif

seperti yang sudah dilakukan oleh salah satu maskapai, selain penambahan apron dan terminal yang sedang dikerjakan

oleh PT Angkasa Pura 1. Dalam menarik industri penerbangan untuk menambah frekuensi penerbangan salah satunya

adalah dengan menggiatkan industri pariwisata di NTT. Dengan peningkatan pariwisata, pertumbuhan generik angkutan

udara dapat diakselerasi berkat tingginya jumlah wisatawan yang ingin berkunjung ke NTT.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

39Agustus 2016Agustus 2016

Page 60: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

Stabilitas Sistem Keuangan Daerah Provinsi NTT di triwulan II 2016 tetap terjaga didukung oleh kinerja sektor

rumah tangga dan UMKM yang relatif kondusif

Kredit sektor rumah tangga tumbuh sebesar 13,45% (yoy) dan secara agregat memiliki rasio NPL sebesar

0,50%.

Meski sempat mengalami perlambatan di awal tahun 2015, kredit UMKM mulai menunjukkan tren

pertumbuhan hingga triwulan laporan. Pertumbuhan tercatat sebesar 19,23% (yoy) dan didukung dengan

rasio NPL yang relatif baik yakni sebesar 3,00%.

Meski sumbangan kredit korporasi relatif kecil dari keseluruhan kredit yang disalurkan di Provinsi NTT,

perbankan perlu mencermati peningkatan risiko gagal bayar yang dialami oleh beberapa sektor korporasi.

Industri perbankan masih menunjukkan kinerja yang positif.

Stabilitas Keuangan Daerah 04

Foto : Tenun Soe

Page 61: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

Stabilitas Sistem Keuangan Daerah Provinsi NTT di triwulan II 2016 tetap terjaga didukung oleh kinerja sektor

rumah tangga dan UMKM yang relatif kondusif

Kredit sektor rumah tangga tumbuh sebesar 13,45% (yoy) dan secara agregat memiliki rasio NPL sebesar

0,50%.

Meski sempat mengalami perlambatan di awal tahun 2015, kredit UMKM mulai menunjukkan tren

pertumbuhan hingga triwulan laporan. Pertumbuhan tercatat sebesar 19,23% (yoy) dan didukung dengan

rasio NPL yang relatif baik yakni sebesar 3,00%.

Meski sumbangan kredit korporasi relatif kecil dari keseluruhan kredit yang disalurkan di Provinsi NTT,

perbankan perlu mencermati peningkatan risiko gagal bayar yang dialami oleh beberapa sektor korporasi.

Industri perbankan masih menunjukkan kinerja yang positif.

Stabilitas Keuangan Daerah 04

Foto : Tenun Soe

Page 62: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

Kondisi Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) Daerah Provinsi NTT pada triwulan laporan masih terjaga, di tengah

meningkatnya risiko global dan domestik. Hal tersebut ditopang oleh kondusifitas kinerja sektor rumah

tangga dan UMKM. Meskipun, pengeluaran konsumsi rumah tangga yang menjadi penopang utama perekonomian

menunjukkan tren perlambatan dibandingkan tahun sebelumnya, optimisme rumah tangga terhadap kondisi

perekonomian ke depan relatif meningkat. Tingkat risiko kredit rumah tangga di perbankan juga cukup terjaga yang

diindikasikan oleh non performing loan yang relatif rendah.

Kondisi saat ini dan prospek untuk sektor usaha UMKM masih terpantau relatif baik. Sektor UMKM masih

menunjukkan geliat yang positif dan didukung oleh peningkatan kredit dengan risiko gagal bayar yang relatif tetap

terjaga. Namun demikian, perlu dicermati tekanan risiko yang dialami oleh sektor korporasi karena terjadi penurunan

kredit yang diikuti dengan adanya peningkatan potensi risiko gagal bayar.

Sementara itu, industri perbankan secara umum masih menunjukkan kinerja yang positif. Meskipun terjadi

penurunan posisi aset ditriwulan laporan, kinerja penyaluran kredit relatif kondusif dengan rasio LDR yang senantiasa tetap

terjaga dalam interval optimal (78%-92%). Begitu pula halnya dengan kinerja intermediasi Bank Perkreditan Rakyat yang

senantiasa terjaga dengan ditopang rasio Capital Adequacy Ratio (CAR) yang cukup tinggi.

4.1 KONDISI UMUM

4.2.1 Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga

Sektor rumah tangga sebagai kontributor utama dalam PDRB pada triwulan II 2016 mengalami perlambatan

pertumbuhan yang tercermin dari pertumbuhan konsumsi RT yang melambat 5,87% (yoy) di triwulan laporan atau lebih

rendah dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 7,43% (yoy). Namun demikian secara triwulanan, konsumsi RT

tumbuh lebih tinggi yakni sebesar 3,01% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya yang turun sebesar 4,25% (qtq).

4.2 ASESMEN KETAHANAN RUMAH TANGGA

GRAFIK 4.1. KONTRIBUSI KONSUMSI RT TERHADAP KONSUMSI AGREGAT

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

PEMERINTAH G RT(YOY)RT LNRT G RT (QTQ)

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV I

2016II

2013I II I I I IV

-8%

-6%

-4%

-2%

0%

2%

4%

6%

8%

10%

0

2000

4000

6000

8000

10000

12000

14000

16000

18000

20000

GRAFIK 4.2. IKK, IKE, DAN IEK

Sumber: Bank Indonesia, diolah

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV I

2016II

100

110

120

130

140

150

160

170

INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK) INDEKS KONDISI EKONOMI SAAT INI (IKE)

INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK)

120,7

106,7

134,7

Perlambatan konsumsi RT dibandingkan tahun lalu, tercermin pula dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), yang

menggambarkan keyakinan konsumen terhadap kondisi perekonomian, mengalami penurunan. Meski membaik

dibandingkan triwulan sebelumnya, optimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini tidak sebaik tahun

sebelumnya. Kondisi ini disebabkan oleh adanya penurunan optimisme konsumen terhadap penghasilan saat ini dan

pesimisme konsumen terhadap kemudahan mencari pekerjaan. Namun demikian, konsumen optimis terhadap kondisi

perekonomian 6 bulan mendatang. Hal tersebut ditunjukkan oleh adanya peningkatan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK).

Selain itu, berdasarkan hasil Survei Konsumen bulan Juni 2016 terkonfirmasi bahwa perlambatan konsumsi secara

tahunan diantaranya disebabkan oleh adanya penurunan indeks pengeluaran rumah tangga untuk bahan makanan yang

5.87%

3.01%

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

43Agustus 2016

Page 63: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

Kondisi Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) Daerah Provinsi NTT pada triwulan laporan masih terjaga, di tengah

meningkatnya risiko global dan domestik. Hal tersebut ditopang oleh kondusifitas kinerja sektor rumah

tangga dan UMKM. Meskipun, pengeluaran konsumsi rumah tangga yang menjadi penopang utama perekonomian

menunjukkan tren perlambatan dibandingkan tahun sebelumnya, optimisme rumah tangga terhadap kondisi

perekonomian ke depan relatif meningkat. Tingkat risiko kredit rumah tangga di perbankan juga cukup terjaga yang

diindikasikan oleh non performing loan yang relatif rendah.

Kondisi saat ini dan prospek untuk sektor usaha UMKM masih terpantau relatif baik. Sektor UMKM masih

menunjukkan geliat yang positif dan didukung oleh peningkatan kredit dengan risiko gagal bayar yang relatif tetap

terjaga. Namun demikian, perlu dicermati tekanan risiko yang dialami oleh sektor korporasi karena terjadi penurunan

kredit yang diikuti dengan adanya peningkatan potensi risiko gagal bayar.

Sementara itu, industri perbankan secara umum masih menunjukkan kinerja yang positif. Meskipun terjadi

penurunan posisi aset ditriwulan laporan, kinerja penyaluran kredit relatif kondusif dengan rasio LDR yang senantiasa tetap

terjaga dalam interval optimal (78%-92%). Begitu pula halnya dengan kinerja intermediasi Bank Perkreditan Rakyat yang

senantiasa terjaga dengan ditopang rasio Capital Adequacy Ratio (CAR) yang cukup tinggi.

4.1 KONDISI UMUM

4.2.1 Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga

Sektor rumah tangga sebagai kontributor utama dalam PDRB pada triwulan II 2016 mengalami perlambatan

pertumbuhan yang tercermin dari pertumbuhan konsumsi RT yang melambat 5,87% (yoy) di triwulan laporan atau lebih

rendah dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 7,43% (yoy). Namun demikian secara triwulanan, konsumsi RT

tumbuh lebih tinggi yakni sebesar 3,01% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya yang turun sebesar 4,25% (qtq).

4.2 ASESMEN KETAHANAN RUMAH TANGGA

GRAFIK 4.1. KONTRIBUSI KONSUMSI RT TERHADAP KONSUMSI AGREGAT

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

PEMERINTAH G RT(YOY)RT LNRT G RT (QTQ)

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV I

2016II

2013I II I I I IV

-8%

-6%

-4%

-2%

0%

2%

4%

6%

8%

10%

0

2000

4000

6000

8000

10000

12000

14000

16000

18000

20000

GRAFIK 4.2. IKK, IKE, DAN IEK

Sumber: Bank Indonesia, diolah

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV I

2016II

100

110

120

130

140

150

160

170

INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK) INDEKS KONDISI EKONOMI SAAT INI (IKE)

INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK)

120,7

106,7

134,7

Perlambatan konsumsi RT dibandingkan tahun lalu, tercermin pula dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), yang

menggambarkan keyakinan konsumen terhadap kondisi perekonomian, mengalami penurunan. Meski membaik

dibandingkan triwulan sebelumnya, optimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini tidak sebaik tahun

sebelumnya. Kondisi ini disebabkan oleh adanya penurunan optimisme konsumen terhadap penghasilan saat ini dan

pesimisme konsumen terhadap kemudahan mencari pekerjaan. Namun demikian, konsumen optimis terhadap kondisi

perekonomian 6 bulan mendatang. Hal tersebut ditunjukkan oleh adanya peningkatan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK).

Selain itu, berdasarkan hasil Survei Konsumen bulan Juni 2016 terkonfirmasi bahwa perlambatan konsumsi secara

tahunan diantaranya disebabkan oleh adanya penurunan indeks pengeluaran rumah tangga untuk bahan makanan yang

5.87%

3.01%

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

43Agustus 2016

Page 64: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

GRAFIK 4.5. PANGSA DPK RUMAH TANGGA DAN NON RUMAH TANGGA

Sumber: Bank Indonesia, diolah

2015I II I I I IV I

2016II

58,42 53,56 54,1067,95 60,56 58,34

41,58 46,44 45,9032,05 39,44 41,66

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

RT/ PERSEORANGAN NON RT

GRAFIK 4.6. PERTUMBUHAN DPK

Sumber: Bank Indonesia, diolah

2015I II I I I IV I

2016II

RT/ PERSEORANGAN

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

NON RT

20,5%

-0,74%

GRAFIK 4.3. INDEKS PENGELUARAN BERDASARKAN KELOMPOK KOMODITAS

Sumber: Bank Indonesia, diolah

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV I

2016II

BAHAN MAKANAN MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK, DAN TEMBAKAU PERUMAHAN DAN ENERGI

120

130

140

150

160

170

180

190

200

210

181,9178,5

150,3

GRAFIK 4.4. INDEKS SIKAP MASYARAKAT TERHADAP KASUS KEJAHATAN PERBANKAN

Sumber: Bank Indonesia, diolah

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV I

2016II

0,80

1,00

1,20

1,40

1,60

1,80

2,00

1,66

turun dari 193,0 di Juni 2015 menjadi 181,9 di Juni 2016. Di samping itu, indeks pengeluaran untuk biaya perumahan dan

energi juga terpantau turun dari 167,8 di Juni 2015 menjadi 150,3 di Juni 2016. Penurunan tersebut salah satunya

disebabkan karena dampak penurunan harga Tarif Tenaga Listrik (TTL) sejak awal tahun. Penurunan pengeluaran di

beberapa kelompok komoditas tampaknya dialihkan untuk pembelian makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau

yang terpantau naik dari 161,5 di Juni 2015 menjadi 178,5 di Juni 2016. Di sisi lain, Indeks kepercayaan masyarakat

terhadap jasa perbankan menunjukkan perbaikan yang terlihat dari penurunan nilai indeks dari sebelumnya 1,79 di

triwulan I 2016 menjadi 1,66 di triwulan laporan. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat masih percaya untuk

menyimpan dananya di perbankan terlebih karena dana mereka masih dalam nilai penjaminan pemerintah.

Indeks lain yang menggambarkan tingkat ketahanan keuangan sektor rumah tangga menunjukkan kondisi yang relatif

stabil. Indeks keterlambatan rumah tangga membayar cicilan triwulan laporan masih memperlihatkan kondisi yang cukup

baik yakni sebesar 1,45. Meski lebih tinggi dibandingkan tahun lalu dan triwulan sebelumnya yang masing-masing sebesar

1,18 dan 1,41; rumah tangga masih dikategorikan aman dari keterlambatan pembayaran cicilan untuk konsumsi. Hal

tersebut juga didukung oleh indeks kepemilikan dana cadangan rumah tangga untuk kebutuhan tak terduga yang

menunjukkan bahwa rumah rata-rata memiliki dana cadangan lebih dari 1 bulan pendapatan belum termasuk dana

cadangan non tunai. Dengan demikian, kekhawatiran terjadinya keterlambatan pembayaran cicilan dapat diminimalisasi..

4.2.2 Eksposur Rumah Tangga di Perbankan

Terjadi peningkatan pertumbuhan DPK RT pada triwulan laporan. DPK tumbuh sebesar 20,54% (yoy) lebih tinggi

dibandingkan triwulan sebelumnya, yakni sebesar 15,91% (yoy). Sektor RT masih mendominasi porsi DPK perbankan

yakni sebesar 58,34%. Porsi DPK RT mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 60,56%,

namun lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2015 sebesar 53,56%.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

44

GRAFIK 4.9. KREDIT KONSUMSI RUMAH TANGGA

Sumber: Bank Indonesia, diolah

MULTIGUNA G TOTALRUMAH TINGGAL KKB

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV I

2016II

-10

0

10

20

30

40

50

0

1.000

2.000

3.000

4.000

5.000

6.000

7.000

8.000

9.000

13,45

GRAFIK 4.10. PERTUMBUHAN KREDIT KONSUMSI RUMAH TANGGA

Sumber: Bank Indonesia, diolah

G MULTIGUNA G RUMAH TINGGAL G KKB-40

-20

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV I

2016II

16,242,33-1,04

GRAFIK 4.7. PREFERENSI DPK RUMAH TANGGA

Sumber: Bank Indonesia, diolah

2015I II I I I IV I

2016II

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

3,52 4,40 5,18 7,46 4,10 4,69

69,57 69,08 77,85 97,87 69,50 69,88

26,91 26,52 28,90 29,85 26,40 25,42

GIRO TABUNGAN DEPOSITO

GRAFIK 4.8. PERTUMBUHAN DPK RUMAH TANGGA

2015I II I I I IV I

2016II

GIRO TABUNGAN DEPOSITO

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

28,49%21,95%15,54%

Preferensi RT dalam simpanan masih didominasi oleh tabungan dan deposito masing-masing dengan porsi sebesar

69,88% dan 25,42% pada triwulan laporan. Pertumbuhan DPK dalam bentuk tabungan meningkat dibanding triwulan

sebelumnya dari 15,79% (yoy) menjadi 21,95% (yoy) dan lebih tinggi dari periode yang sama tahun 2015 sebesar 5,39%.

Selain itu, deposito juga mengalami peningkatan dibanding triwulan sebelumnya yaitu dari 13,73% (yoy) menjadi 15,54%

(yoy).

Sementara itu, berbeda halnya dengan giro pemerintah daerah yang mengalami penurunan akibat adanya akselerasi

realisasi anggaran, giro rumah tangga masih tetap tumbuh walau melambat dibandingkan periode yang sama tahun

sebelumnya yakni dari 42,81% (yoy) menjadi 28,49% (yoy).

Sementara itu, kredit sektor RT pada triwulan laporan secara agregat masih dalam tren pertumbuhan yakni sebesar

13,45%. Meski Kredit Pemilikan Rumah (KPR) melambat dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) mengalami penurunan,

pertumbuhan berhasil ditopang oleh tumbuhnya kredit multiguna sebesar 16,24%.

Kebijakan pelonggaran Loan To Value (LTV) atau Financing To Value (FTV) di tahun 2015 belum berhasil mendorong

berjalannya fungsi intermediasi perbankan di sektor properti maupun kendaraan bermotor. KPR secara keseluruhan

mengalami tren perlambatan sejak tahun 2014 dan mengalami pertumbuhan paling kecil pada triwulan laporan yakni

sebesar 2,33% lebih rendah dibandingkan tahun lalu yang tumbuh 16,60%. Begitu pula halnya dengan KKB yang justru

mengalami tren penurunan pasca diberlakukannya kebijakan pelonggaran FTV.

Perlambatan KPR dan penurunan KKB diiringi dengan penurunan rasio NPL yang sampai saat ini masih terjaga di bawah

level 1%. Selain itu, secara agregat kredit yang disalurkan pada sektor RT memiliki NPL yang sangat baik yakni sebesar

0,50% dan lebih rendah dibandingkan beberapa triwulan sebelumnya. Namun demikian, NPL harus tetap dicermati

mengingat masih rentannya kondisi perekonomian domestik yang dapat memengaruhi kemampuan membayar sektor RT

atas semua kewajibannya, terutama kepada perbankan.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

45Agustus 2016Agustus 2016

Page 65: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

GRAFIK 4.5. PANGSA DPK RUMAH TANGGA DAN NON RUMAH TANGGA

Sumber: Bank Indonesia, diolah

2015I II I I I IV I

2016II

58,42 53,56 54,1067,95 60,56 58,34

41,58 46,44 45,9032,05 39,44 41,66

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

RT/ PERSEORANGAN NON RT

GRAFIK 4.6. PERTUMBUHAN DPK

Sumber: Bank Indonesia, diolah

2015I II I I I IV I

2016II

RT/ PERSEORANGAN

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

NON RT

20,5%

-0,74%

GRAFIK 4.3. INDEKS PENGELUARAN BERDASARKAN KELOMPOK KOMODITAS

Sumber: Bank Indonesia, diolah

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV I

2016II

BAHAN MAKANAN MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK, DAN TEMBAKAU PERUMAHAN DAN ENERGI

120

130

140

150

160

170

180

190

200

210

181,9178,5

150,3

GRAFIK 4.4. INDEKS SIKAP MASYARAKAT TERHADAP KASUS KEJAHATAN PERBANKAN

Sumber: Bank Indonesia, diolah

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV I

2016II

0,80

1,00

1,20

1,40

1,60

1,80

2,00

1,66

turun dari 193,0 di Juni 2015 menjadi 181,9 di Juni 2016. Di samping itu, indeks pengeluaran untuk biaya perumahan dan

energi juga terpantau turun dari 167,8 di Juni 2015 menjadi 150,3 di Juni 2016. Penurunan tersebut salah satunya

disebabkan karena dampak penurunan harga Tarif Tenaga Listrik (TTL) sejak awal tahun. Penurunan pengeluaran di

beberapa kelompok komoditas tampaknya dialihkan untuk pembelian makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau

yang terpantau naik dari 161,5 di Juni 2015 menjadi 178,5 di Juni 2016. Di sisi lain, Indeks kepercayaan masyarakat

terhadap jasa perbankan menunjukkan perbaikan yang terlihat dari penurunan nilai indeks dari sebelumnya 1,79 di

triwulan I 2016 menjadi 1,66 di triwulan laporan. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat masih percaya untuk

menyimpan dananya di perbankan terlebih karena dana mereka masih dalam nilai penjaminan pemerintah.

Indeks lain yang menggambarkan tingkat ketahanan keuangan sektor rumah tangga menunjukkan kondisi yang relatif

stabil. Indeks keterlambatan rumah tangga membayar cicilan triwulan laporan masih memperlihatkan kondisi yang cukup

baik yakni sebesar 1,45. Meski lebih tinggi dibandingkan tahun lalu dan triwulan sebelumnya yang masing-masing sebesar

1,18 dan 1,41; rumah tangga masih dikategorikan aman dari keterlambatan pembayaran cicilan untuk konsumsi. Hal

tersebut juga didukung oleh indeks kepemilikan dana cadangan rumah tangga untuk kebutuhan tak terduga yang

menunjukkan bahwa rumah rata-rata memiliki dana cadangan lebih dari 1 bulan pendapatan belum termasuk dana

cadangan non tunai. Dengan demikian, kekhawatiran terjadinya keterlambatan pembayaran cicilan dapat diminimalisasi..

4.2.2 Eksposur Rumah Tangga di Perbankan

Terjadi peningkatan pertumbuhan DPK RT pada triwulan laporan. DPK tumbuh sebesar 20,54% (yoy) lebih tinggi

dibandingkan triwulan sebelumnya, yakni sebesar 15,91% (yoy). Sektor RT masih mendominasi porsi DPK perbankan

yakni sebesar 58,34%. Porsi DPK RT mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 60,56%,

namun lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2015 sebesar 53,56%.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

44

GRAFIK 4.9. KREDIT KONSUMSI RUMAH TANGGA

Sumber: Bank Indonesia, diolah

MULTIGUNA G TOTALRUMAH TINGGAL KKB

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV I

2016II

-10

0

10

20

30

40

50

0

1.000

2.000

3.000

4.000

5.000

6.000

7.000

8.000

9.000

13,45

GRAFIK 4.10. PERTUMBUHAN KREDIT KONSUMSI RUMAH TANGGA

Sumber: Bank Indonesia, diolah

G MULTIGUNA G RUMAH TINGGAL G KKB-40

-20

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV I

2016II

16,242,33-1,04

GRAFIK 4.7. PREFERENSI DPK RUMAH TANGGA

Sumber: Bank Indonesia, diolah

2015I II I I I IV I

2016II

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

3,52 4,40 5,18 7,46 4,10 4,69

69,57 69,08 77,85 97,87 69,50 69,88

26,91 26,52 28,90 29,85 26,40 25,42

GIRO TABUNGAN DEPOSITO

GRAFIK 4.8. PERTUMBUHAN DPK RUMAH TANGGA

2015I II I I I IV I

2016II

GIRO TABUNGAN DEPOSITO

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

28,49%21,95%15,54%

Preferensi RT dalam simpanan masih didominasi oleh tabungan dan deposito masing-masing dengan porsi sebesar

69,88% dan 25,42% pada triwulan laporan. Pertumbuhan DPK dalam bentuk tabungan meningkat dibanding triwulan

sebelumnya dari 15,79% (yoy) menjadi 21,95% (yoy) dan lebih tinggi dari periode yang sama tahun 2015 sebesar 5,39%.

Selain itu, deposito juga mengalami peningkatan dibanding triwulan sebelumnya yaitu dari 13,73% (yoy) menjadi 15,54%

(yoy).

Sementara itu, berbeda halnya dengan giro pemerintah daerah yang mengalami penurunan akibat adanya akselerasi

realisasi anggaran, giro rumah tangga masih tetap tumbuh walau melambat dibandingkan periode yang sama tahun

sebelumnya yakni dari 42,81% (yoy) menjadi 28,49% (yoy).

Sementara itu, kredit sektor RT pada triwulan laporan secara agregat masih dalam tren pertumbuhan yakni sebesar

13,45%. Meski Kredit Pemilikan Rumah (KPR) melambat dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) mengalami penurunan,

pertumbuhan berhasil ditopang oleh tumbuhnya kredit multiguna sebesar 16,24%.

Kebijakan pelonggaran Loan To Value (LTV) atau Financing To Value (FTV) di tahun 2015 belum berhasil mendorong

berjalannya fungsi intermediasi perbankan di sektor properti maupun kendaraan bermotor. KPR secara keseluruhan

mengalami tren perlambatan sejak tahun 2014 dan mengalami pertumbuhan paling kecil pada triwulan laporan yakni

sebesar 2,33% lebih rendah dibandingkan tahun lalu yang tumbuh 16,60%. Begitu pula halnya dengan KKB yang justru

mengalami tren penurunan pasca diberlakukannya kebijakan pelonggaran FTV.

Perlambatan KPR dan penurunan KKB diiringi dengan penurunan rasio NPL yang sampai saat ini masih terjaga di bawah

level 1%. Selain itu, secara agregat kredit yang disalurkan pada sektor RT memiliki NPL yang sangat baik yakni sebesar

0,50% dan lebih rendah dibandingkan beberapa triwulan sebelumnya. Namun demikian, NPL harus tetap dicermati

mengingat masih rentannya kondisi perekonomian domestik yang dapat memengaruhi kemampuan membayar sektor RT

atas semua kewajibannya, terutama kepada perbankan.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

45Agustus 2016Agustus 2016

Page 66: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

Grafik 4.14. NPL UMKM

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV I

2016II

2013I II I I I IV

0,0%

1,0%

2,0%

3,0%

4,0%

5,0%

6,0%

7,0%

MODAL KERJA INVESTASI BATASKREDIT UMKM

3,03%3,00%2,84%

GRAFIK 4.13. PERTUMBUHAN KREDIT UMKM

Sumber: Bank Indonesia, diolah

GROWTH KREDIT G MODAL KERJAMODAL KERJA INVESTASI G INVESTASI

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV I

2016II

2013I II I I I IV

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

0

1.000

2.000

3.000

4.000

5.000

6.000

7.000

8.000 %, YOYRPMILIAR

GRAFIK 4.11. PERKEMBANGAN DUNIA USAHA

Sumber: Bank Indonesia, 2016

SBT KEGIATAN USAHA (SKALA KIRI) % PDRB QTQ (SKALA KANAN) %

-6

-4

-2

0

2

4

6

8

-30

-20

-10

0

10

20

30

40

50

60

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV I

2016II

2013I I I I I I IV II I*

9,74

4,54

SBT KONDISI KEUANGAN % (SKALA KIRI) NPL % (SKALA KANAN)

GRAFIK 4.12. KONDISI KEUANGAN

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV I

2016II

2013I I I I I I IV

0,0

0,5

1,0

1,5

2,0

2,5

3,0

3,5

4,0

4,5

0

10

20

30

40

50

60

70

38,10

3,00

4.3.1 Kondisi Saat Ini dan Prospek Usaha

Dunia usaha memandang bahwa kondisi ekonomi saat ini masih cukup kondusif. Peningkatan kegiatan usaha

diantaranya disebabkan oleh sektor pertanian dengan SBT sebesar 9,70%, sektor jasa-jasa sebesar 18,54%, serta sektor

konstruksi sebesar 5,39%. Namun demikian, prospek kegiatan dunia usaha di triwulan III 2016 diperkirakan akan

menurun sebagaimana tercermin dari SBT yang sebesar 9,74%. Penurunan tersebut salah satunya disebabkan oleh

kegiatan usaha di sektor pertanian yang diprediksi turun di triwulan III seiring belum tibanya musim panen.

4.3 PERKEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

Kondisi usaha yang cukup kondusif pada triwulan laporan juga didukung dengan kondisi keuangan yang

relatif baik. SBT kondisi keuangan meningkat menjadi sebesar 38,10% pada triwulan laporan dari sebelumnya sebesar

33,80%. Pelaku usaha menganggap bahwa peningkatan kinerja usaha pada triwulan laporan berdampak positif pada

likuiditas perusahaan sehingga pelaku usaha mampu memenuhi kewajiban-kewajiban terutama kepada perbankan. Hal

tersebut juga terkonfimasi dari data NPL untuk kredit sektor usaha sebesar 3,00% pada triwulan laporan yang turun dari

sebelumnya sebesar 3,49% pada triwulan I 2016.

4.3.2 Perkembangan Penyaluran Kredit UMKM

Meski mengalami tren perlambatan di awal tahun 2015, kredit UMKM mulai menunjukkan tren pertumbuhan

hingga triwulan laporan. Pertumbuhan didukung pula oleh rasio NPL yang senantiasa terjaga di bawah level 5%.

Penyaluran kredit Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) pada triwulan laporan mencapai 6,93 triliun atau mencapai

31,85% dari total penyaluran kredit perbankan di NTT. Penyaluran kredit UMKM tersebut tumbuh sebesar 19,23% (yoy),

meningkat dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar 18,01% (yoy). Pertumbuhan tersebut juga lebih tinggi

dibandingkan pertumbuhan di periode yang sama tahun 2015 yang tercatat sebesar 18,00% (yoy). Peningkatan kredit

UMKM mengindikasikan adanya geliat positif pada sektor riil di Provinsi NTT.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

46

19,76%19,23%16,65%

GRAFIK 4.16. PERTUMBUHAN KREDIT UMKM 7 SEKTOR EKONOMI

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV I

2016II

2013I II I I I IV

PERTANIAN PERIKANAN ADM PEMERINTAHANINDUSTRI PENGOLAHAN

-100%

-50%

0%

50%

100%

150%

200%

(21,75%)

8,34%(21,98%)

22,76%

41,62%39,95%

62,67%

KONSTRUKSI PERDAGANGAN PERANTARA KEUANGAN

Sumber: Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 4.15. PERTUMBHAN KREDIT UMKM BERDASARKAN JENIS USAHA

Sumber: Bank Indonesia, diolah

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV I

2016II

2013I II I I I IV

0

1.000

2.000

3.000

4.000

5.000

6.000

7.000

8.000 %, YOYRPMILIAR

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

G MENENGAH G KECILMIKRO KECIL G MIKROMENENGAH

Pertumbuhan kredit terjadi pada seluruh komponen kredit baik Kredit Investasi (KI) maupun Kredit Modal Kerja (KMK). KI

mencatatkan pertumbuhan sebesar 16,65% (yoy) pada triwulan laporan atau lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya

yang sebesar 12,69% (yoy) dan periode yang sama tahun 2015 sebesar 11,34% (yoy). Sementara itu, KMK terpantau

mengalami pertumbuhan sebesar 19,76% (yoy) dan sedikit lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya maupun

periode yang sama tahun 2015 yang masing-masing sebesar 19,18% (yoy) dan 19,48% (yoy). Selain itu berdasarkan jenis

usaha, meski kredit menengah mengalami perlambatan dibandingkan tahun sebelumnya, pertumbuhan kredit secara

keseluruhan berhasil ditopang oleh kenaikan pertumbuhan kredit dari usaha mikro dan kecil yang tumbuh masing-masing

sebesar 26,53% dan 15,09% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 20,31% dan 12,83% (yoy).

Berdasarkan sektor ekonomi, peningkatan pertumbuhan kredit UMKM terjadi hampir di seluruh sektor, bahkan beberapa

sektor mengalami peningkatan yang cukup signifikan antara lain sektor pertanian, perikanan, industri pengolahan, dan

penyedia akomodasi. Adapun sektor yang tercatat mengalami penurunan cukup dalam antara lain sektor perantara

keuangan dan sektor administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib yang masing-masing mencatatkan

penurunan sebesar -21,98% (yoy) dan -21,75% (yoy).

4.3.3 Perkembangan Risiko Kredit UMKM

Pada triwulan laporan, rasio NPL gross mengalami penurunan menjadi 3,00% dari 3,49% pada triwulan

sebelumnya dan 3,03% pada periode yang sama tahun 2015. Berdasarkan jenis usaha, pada triwulan laporan risiko

kredit untuk usaha menengah, kecil, dan mikro mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya. Penurunan NPL

terbesar terjadi pada kredit mikro yaitu dari 3,05% pada triwulan II 2015 menjadi 1,78% pada triwulan laporan. Selain itu,

rasio NPL gross kredit usaha kecil terpantau turun dari 3,65% pada triwulan II 2015 menjadi 3,09% pada triwulan laporan,

serta kredit usaha menengah turun dari 5,11% menjadi 3,88%.

Bila dibandingkan tahun sebelumnya, hampir seluruh sektor mengalami penurunan NPL dengan sektor listrik, gas, dan air

yang mengalami penurunan NPL paling tinggi yakni dari sebelumnya sebesar 38,98% di triwulan II 2015 menjadi 10,51%

di triwulan laporan, namun rasio NPL harus terus dicermati karena masih melebihi 5%. Selain itu, terdapat beberapa sektor

lain yang memiliki NPL tinggi, yakni sektor konstruksi (9,48%) dan sektor perantara keuangan (7,59%).

Adapun NPL sektor konstruksi didominasi oleh subsektor jalan raya yang mencatatkan rasio sebesar 15,82% di triwulan

laporan. Dari sektor listrik, air, dan gas, NPL didominasi oleh subsektor ketenagalistrikan yang tercatat sebesar 12,19%.

Sementara itu dari sektor perantara keuangan, NPL didominasi oleh subsektor perantara keuangan dari koperasi non

simpan pinjam yang tercatat sebesar 8,28%.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

47

26.53%

19.25%

15.09%

1.821

2.9

292.

185

Agustus 2016Agustus 2016

Page 67: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

Grafik 4.14. NPL UMKM

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV I

2016II

2013I II I I I IV

0,0%

1,0%

2,0%

3,0%

4,0%

5,0%

6,0%

7,0%

MODAL KERJA INVESTASI BATASKREDIT UMKM

3,03%3,00%2,84%

GRAFIK 4.13. PERTUMBUHAN KREDIT UMKM

Sumber: Bank Indonesia, diolah

GROWTH KREDIT G MODAL KERJAMODAL KERJA INVESTASI G INVESTASI

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV I

2016II

2013I II I I I IV

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

0

1.000

2.000

3.000

4.000

5.000

6.000

7.000

8.000 %, YOYRPMILIAR

GRAFIK 4.11. PERKEMBANGAN DUNIA USAHA

Sumber: Bank Indonesia, 2016

SBT KEGIATAN USAHA (SKALA KIRI) % PDRB QTQ (SKALA KANAN) %

-6

-4

-2

0

2

4

6

8

-30

-20

-10

0

10

20

30

40

50

60

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV I

2016II

2013I I I I I I IV II I*

9,74

4,54

SBT KONDISI KEUANGAN % (SKALA KIRI) NPL % (SKALA KANAN)

GRAFIK 4.12. KONDISI KEUANGAN

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV I

2016II

2013I I I I I I IV

0,0

0,5

1,0

1,5

2,0

2,5

3,0

3,5

4,0

4,5

0

10

20

30

40

50

60

70

38,10

3,00

4.3.1 Kondisi Saat Ini dan Prospek Usaha

Dunia usaha memandang bahwa kondisi ekonomi saat ini masih cukup kondusif. Peningkatan kegiatan usaha

diantaranya disebabkan oleh sektor pertanian dengan SBT sebesar 9,70%, sektor jasa-jasa sebesar 18,54%, serta sektor

konstruksi sebesar 5,39%. Namun demikian, prospek kegiatan dunia usaha di triwulan III 2016 diperkirakan akan

menurun sebagaimana tercermin dari SBT yang sebesar 9,74%. Penurunan tersebut salah satunya disebabkan oleh

kegiatan usaha di sektor pertanian yang diprediksi turun di triwulan III seiring belum tibanya musim panen.

4.3 PERKEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

Kondisi usaha yang cukup kondusif pada triwulan laporan juga didukung dengan kondisi keuangan yang

relatif baik. SBT kondisi keuangan meningkat menjadi sebesar 38,10% pada triwulan laporan dari sebelumnya sebesar

33,80%. Pelaku usaha menganggap bahwa peningkatan kinerja usaha pada triwulan laporan berdampak positif pada

likuiditas perusahaan sehingga pelaku usaha mampu memenuhi kewajiban-kewajiban terutama kepada perbankan. Hal

tersebut juga terkonfimasi dari data NPL untuk kredit sektor usaha sebesar 3,00% pada triwulan laporan yang turun dari

sebelumnya sebesar 3,49% pada triwulan I 2016.

4.3.2 Perkembangan Penyaluran Kredit UMKM

Meski mengalami tren perlambatan di awal tahun 2015, kredit UMKM mulai menunjukkan tren pertumbuhan

hingga triwulan laporan. Pertumbuhan didukung pula oleh rasio NPL yang senantiasa terjaga di bawah level 5%.

Penyaluran kredit Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) pada triwulan laporan mencapai 6,93 triliun atau mencapai

31,85% dari total penyaluran kredit perbankan di NTT. Penyaluran kredit UMKM tersebut tumbuh sebesar 19,23% (yoy),

meningkat dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar 18,01% (yoy). Pertumbuhan tersebut juga lebih tinggi

dibandingkan pertumbuhan di periode yang sama tahun 2015 yang tercatat sebesar 18,00% (yoy). Peningkatan kredit

UMKM mengindikasikan adanya geliat positif pada sektor riil di Provinsi NTT.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

46

19,76%19,23%16,65%

GRAFIK 4.16. PERTUMBUHAN KREDIT UMKM 7 SEKTOR EKONOMI

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV I

2016II

2013I II I I I IV

PERTANIAN PERIKANAN ADM PEMERINTAHANINDUSTRI PENGOLAHAN

-100%

-50%

0%

50%

100%

150%

200%

(21,75%)

8,34%(21,98%)

22,76%

41,62%39,95%

62,67%

KONSTRUKSI PERDAGANGAN PERANTARA KEUANGAN

Sumber: Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 4.15. PERTUMBHAN KREDIT UMKM BERDASARKAN JENIS USAHA

Sumber: Bank Indonesia, diolah

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV I

2016II

2013I II I I I IV

0

1.000

2.000

3.000

4.000

5.000

6.000

7.000

8.000 %, YOYRPMILIAR

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

G MENENGAH G KECILMIKRO KECIL G MIKROMENENGAH

Pertumbuhan kredit terjadi pada seluruh komponen kredit baik Kredit Investasi (KI) maupun Kredit Modal Kerja (KMK). KI

mencatatkan pertumbuhan sebesar 16,65% (yoy) pada triwulan laporan atau lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya

yang sebesar 12,69% (yoy) dan periode yang sama tahun 2015 sebesar 11,34% (yoy). Sementara itu, KMK terpantau

mengalami pertumbuhan sebesar 19,76% (yoy) dan sedikit lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya maupun

periode yang sama tahun 2015 yang masing-masing sebesar 19,18% (yoy) dan 19,48% (yoy). Selain itu berdasarkan jenis

usaha, meski kredit menengah mengalami perlambatan dibandingkan tahun sebelumnya, pertumbuhan kredit secara

keseluruhan berhasil ditopang oleh kenaikan pertumbuhan kredit dari usaha mikro dan kecil yang tumbuh masing-masing

sebesar 26,53% dan 15,09% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 20,31% dan 12,83% (yoy).

Berdasarkan sektor ekonomi, peningkatan pertumbuhan kredit UMKM terjadi hampir di seluruh sektor, bahkan beberapa

sektor mengalami peningkatan yang cukup signifikan antara lain sektor pertanian, perikanan, industri pengolahan, dan

penyedia akomodasi. Adapun sektor yang tercatat mengalami penurunan cukup dalam antara lain sektor perantara

keuangan dan sektor administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib yang masing-masing mencatatkan

penurunan sebesar -21,98% (yoy) dan -21,75% (yoy).

4.3.3 Perkembangan Risiko Kredit UMKM

Pada triwulan laporan, rasio NPL gross mengalami penurunan menjadi 3,00% dari 3,49% pada triwulan

sebelumnya dan 3,03% pada periode yang sama tahun 2015. Berdasarkan jenis usaha, pada triwulan laporan risiko

kredit untuk usaha menengah, kecil, dan mikro mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya. Penurunan NPL

terbesar terjadi pada kredit mikro yaitu dari 3,05% pada triwulan II 2015 menjadi 1,78% pada triwulan laporan. Selain itu,

rasio NPL gross kredit usaha kecil terpantau turun dari 3,65% pada triwulan II 2015 menjadi 3,09% pada triwulan laporan,

serta kredit usaha menengah turun dari 5,11% menjadi 3,88%.

Bila dibandingkan tahun sebelumnya, hampir seluruh sektor mengalami penurunan NPL dengan sektor listrik, gas, dan air

yang mengalami penurunan NPL paling tinggi yakni dari sebelumnya sebesar 38,98% di triwulan II 2015 menjadi 10,51%

di triwulan laporan, namun rasio NPL harus terus dicermati karena masih melebihi 5%. Selain itu, terdapat beberapa sektor

lain yang memiliki NPL tinggi, yakni sektor konstruksi (9,48%) dan sektor perantara keuangan (7,59%).

Adapun NPL sektor konstruksi didominasi oleh subsektor jalan raya yang mencatatkan rasio sebesar 15,82% di triwulan

laporan. Dari sektor listrik, air, dan gas, NPL didominasi oleh subsektor ketenagalistrikan yang tercatat sebesar 12,19%.

Sementara itu dari sektor perantara keuangan, NPL didominasi oleh subsektor perantara keuangan dari koperasi non

simpan pinjam yang tercatat sebesar 8,28%.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

47

26.53%

19.25%

15.09%

1.821

2.9

292.

185

Agustus 2016Agustus 2016

Page 68: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

GRAFIK 4.20. NPL KREDIT SEKTOR KORPORASI

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV I

2016II

2013I II I I I IV

INVESTASI KREDIT BATASMODAL KERJA

6,07%

7,43%

3,63%

0%

1%

2%

3%

4%

5%

6%

7%

8%

GRAFIK 4.19. PERTUMBUHAN TAHUNAN KREDIT KORPORASI

Sumber: Bank Indonesia, diolah

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV I

2016II

2013I II I I I IV

%, YOYRPMILIAR

MODAL KERJA INVESTASI GROWTH KREDIT

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

0

200

400

600

800

1.000

1.200

1.400

1.600

1.800

2.000

-4,73%

GRAFIK 4.18. NPL UMKM 3 SEKTOR

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV I

2016II

2013I II I I I IV

KONSTRUKSI LISTRIK, GAS DAN AIR BATASPERANTARA KEUANGAN

7,59%9,48%10,51%

Sumber: Bank Indonesia, diolah

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

40%

45%

GRAFIK 4.17. NPL UMKM BERDASARKAN JENIS USAHA

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV I

2016II

2013I II I I I IV

KECIL MENENGAH BATASMIKRO

1,78%

3,09%3,88%

0,0%

1,0%

2,0%

3,0%

4,0%

5,0%

6,0%

7,0%

8,0%

9,0%

10,0%

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Secara keseluruhan risiko kredit UMKM masih dalam taraf yang terjaga. Meskipun demikian, perbankan harus lebih

selektif dalam memperhitungkan risiko debitur untuk mengantisipasi terjadinya peningkatan NPL di masa yang akan

datang terutama untuk sektor yang di triwulan laporan mencatatkan NPL di atas 5%.

4.4.1 Eksposur Perbankan pada Sektor Korporasi

Kredit korporasi menyumbang 6,84% dari keseluruhan penyaluran kredit di provinsi NTT. Secara tahunan, penyaluran

kredit korporasi mengalami penurunan di triwulan laporan, namun penurunan tersebut melambat dibandingkan triwulan

sebelumnya. Rasio NPL secara industri juga mengalami peningkatan hingga lebih dari 5%.

4.4 ASESMEN KETAHANAN KORPORASI

Kredit korporasi terdiri atas kredit modal kerja dengan pangsa sebesar 64,26% atau 957 milyar dan kredit investasi sebesar

35,73% atau 532 milyar. Pada triwulan laporan terjadi penurunan sebesar -4,73% (yoy) atau turun dibandingkan periode

yang sama tahun sebelumnya sebesar 11,97% (yoy), namun penurunan sedikit melambat dibandingkan triwulan

sebelumnya yang tercatat sebesar -7,96% (yoy).

Kredit perbankan kepada sektor korporasi mengalami penurunan pada hampir seluruh sektor dengan sektor yang

mengalami penurunan cukup dalam antara lain sektor perikanan sebesar -87,03% (yoy), dan sektor transportasi

pergudangan sebesar -85,72% (yoy). Sementara itu, berdasarkan pangsa kredit, penyaluran kredit perbankan didominasi

oleh sektor perdagangan sebesar 42,66%, diikuti sektor penyediaan akomodasi sebesar 15,10%, dan sektor konstruksi

sebesar 13,54%.

Penurunan kredit korporasi pada triwulan laporan disertai dengan terjadinya peningkatan risiko kredit. Rasio NPL pada

sektor korporasi naik dari 4,99% di triwulan I 2016 menjadi 6,07% dengan risiko kredit modal kerja yang meningkat

menjadi 7,43%. Peningkatan NPL terjadi pada beberapa sektor terutama sektor perdagangan besar dan eceran, sektor

listrik air dan gas, serta sektor pertanian, perburuan, dan kehutanan.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

48

GRAFIK 4.22. PERTUMBUHAN DPK (YOY) DAN KREDIT (YOY)

Sumber: Bank Indonesia, diolah

2015I II I I I IV I

2016II

DPK KREDIT

10,41%

14,93%

6%

8%

10%

12%

14%

16%

18%

20%

GRAFIK 4.23. PERKEMBANGAN LDR

Sumber: Bank Indonesia, diolah

DPK KREDIT LDR

2015I II I I I IV I

2016II

82%

84%

86%

88%

90%

92%

94%

96%

0

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

30.000

91,19%

GRAFIK 4.21. NPL KREDIT 2 SEKTOR KORPORASI

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV I

2016II

2013I II I I I IV

KONSTRUKSI LISTRIK, GAS DAN AIR BATASPERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN

100,0%

23,9%

6,6%

Sumber: Bank Indonesia, diolah

-20%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

Perlu dicermati potensi risiko gagal bayar yang tercermin dari rasio NPL untuk sektor korporasi antara lain di sektor

konstruksi; pertambangan, serta listrik, gas, dan air. Dari sektor listrik, gas, dan air; NPL terbesar disumbang oleh

perusahaan swasta/ perseorangan dari subsektor ketenagalistrikan. Sementara itu, tingginya NPL di sektor pertambangan

dan penggalian sejak triwulan I 2016 berasal dari Kabupaten Kupang yang ditengarai dipengaruhi oleh aktivitas

pertambangan galian C yang terganggu akibat adanya penolakan warga terhadap kegiatan eksplorasi. Di samping itu,

NPL di sektor konstruksi yang cenderung tinggi disebabkan salah satu diantaranya adalah adanya proyek di tahun 2016

yang seharusnya menggunakan anggaran tahun 2015 yang saat ini pembayarannya masih dalam tahap menunggu proses

perubahan anggaran di tingkat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

4.5.1 Kinerja Bank Umum

Total aset industri perbankan pada akhir triwulan laporan tercatat sebesar Rp.32,32 triliun, mengalami

penurunan pertumbuhan dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 3,53% (yoy) menjadi -1,39% (yoy). Hal

ini disebabkan diantaranya adalah karena terdapat penurunan jumlah posisi aset antar kantor sebesar -16,04% (yoy) di

triwulan laporan atau terjadi pemindahan aset kantor beberapa cabang bank di NTT ke kantor bank di provinsi lain.

4.5 ASESMEN PERBANKAN

Pertumbuhan kredit perbankan cenderung meningkat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya,

sedangkan DPK tumbuh melambat. Pertumbuhan DPK (yoy) pada triwulan laporan tercatat sebesar 10,41% (yoy),

lebih rendah dibandingkan triwulan yang sama tahun 2015 yang tercatat sebesar 16,87% (yoy). Sementara itu,

pertumbuhan kredit naik tipis dari 13,99% (yoy) pada triwulan yang sama tahun 2015 menjadi 14,93% (yoy) pada

triwulan laporan. Pertumbuhan DPK yang lebih rendah dibandingkan kredit tersebut salah satunya menyebabkan Loan to

Deposit Ratio (LDR) naik dari 87,61% menjadi 91,19% pada triwulan laporan. Hal tersebut masih dinilai wajar karena

berada pada rentang optimal LDR yakni sebesar 78-92%.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

49Agustus 2016Agustus 2016

Page 69: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

GRAFIK 4.20. NPL KREDIT SEKTOR KORPORASI

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV I

2016II

2013I II I I I IV

INVESTASI KREDIT BATASMODAL KERJA

6,07%

7,43%

3,63%

0%

1%

2%

3%

4%

5%

6%

7%

8%

GRAFIK 4.19. PERTUMBUHAN TAHUNAN KREDIT KORPORASI

Sumber: Bank Indonesia, diolah

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV I

2016II

2013I II I I I IV

%, YOYRPMILIAR

MODAL KERJA INVESTASI GROWTH KREDIT

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

0

200

400

600

800

1.000

1.200

1.400

1.600

1.800

2.000

-4,73%

GRAFIK 4.18. NPL UMKM 3 SEKTOR

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV I

2016II

2013I II I I I IV

KONSTRUKSI LISTRIK, GAS DAN AIR BATASPERANTARA KEUANGAN

7,59%9,48%10,51%

Sumber: Bank Indonesia, diolah

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

40%

45%

GRAFIK 4.17. NPL UMKM BERDASARKAN JENIS USAHA

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV I

2016II

2013I II I I I IV

KECIL MENENGAH BATASMIKRO

1,78%

3,09%3,88%

0,0%

1,0%

2,0%

3,0%

4,0%

5,0%

6,0%

7,0%

8,0%

9,0%

10,0%

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Secara keseluruhan risiko kredit UMKM masih dalam taraf yang terjaga. Meskipun demikian, perbankan harus lebih

selektif dalam memperhitungkan risiko debitur untuk mengantisipasi terjadinya peningkatan NPL di masa yang akan

datang terutama untuk sektor yang di triwulan laporan mencatatkan NPL di atas 5%.

4.4.1 Eksposur Perbankan pada Sektor Korporasi

Kredit korporasi menyumbang 6,84% dari keseluruhan penyaluran kredit di provinsi NTT. Secara tahunan, penyaluran

kredit korporasi mengalami penurunan di triwulan laporan, namun penurunan tersebut melambat dibandingkan triwulan

sebelumnya. Rasio NPL secara industri juga mengalami peningkatan hingga lebih dari 5%.

4.4 ASESMEN KETAHANAN KORPORASI

Kredit korporasi terdiri atas kredit modal kerja dengan pangsa sebesar 64,26% atau 957 milyar dan kredit investasi sebesar

35,73% atau 532 milyar. Pada triwulan laporan terjadi penurunan sebesar -4,73% (yoy) atau turun dibandingkan periode

yang sama tahun sebelumnya sebesar 11,97% (yoy), namun penurunan sedikit melambat dibandingkan triwulan

sebelumnya yang tercatat sebesar -7,96% (yoy).

Kredit perbankan kepada sektor korporasi mengalami penurunan pada hampir seluruh sektor dengan sektor yang

mengalami penurunan cukup dalam antara lain sektor perikanan sebesar -87,03% (yoy), dan sektor transportasi

pergudangan sebesar -85,72% (yoy). Sementara itu, berdasarkan pangsa kredit, penyaluran kredit perbankan didominasi

oleh sektor perdagangan sebesar 42,66%, diikuti sektor penyediaan akomodasi sebesar 15,10%, dan sektor konstruksi

sebesar 13,54%.

Penurunan kredit korporasi pada triwulan laporan disertai dengan terjadinya peningkatan risiko kredit. Rasio NPL pada

sektor korporasi naik dari 4,99% di triwulan I 2016 menjadi 6,07% dengan risiko kredit modal kerja yang meningkat

menjadi 7,43%. Peningkatan NPL terjadi pada beberapa sektor terutama sektor perdagangan besar dan eceran, sektor

listrik air dan gas, serta sektor pertanian, perburuan, dan kehutanan.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

48

GRAFIK 4.22. PERTUMBUHAN DPK (YOY) DAN KREDIT (YOY)

Sumber: Bank Indonesia, diolah

2015I II I I I IV I

2016II

DPK KREDIT

10,41%

14,93%

6%

8%

10%

12%

14%

16%

18%

20%

GRAFIK 4.23. PERKEMBANGAN LDR

Sumber: Bank Indonesia, diolah

DPK KREDIT LDR

2015I II I I I IV I

2016II

82%

84%

86%

88%

90%

92%

94%

96%

0

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

30.000

91,19%

GRAFIK 4.21. NPL KREDIT 2 SEKTOR KORPORASI

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV I

2016II

2013I II I I I IV

KONSTRUKSI LISTRIK, GAS DAN AIR BATASPERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN

100,0%

23,9%

6,6%

Sumber: Bank Indonesia, diolah

-20%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

Perlu dicermati potensi risiko gagal bayar yang tercermin dari rasio NPL untuk sektor korporasi antara lain di sektor

konstruksi; pertambangan, serta listrik, gas, dan air. Dari sektor listrik, gas, dan air; NPL terbesar disumbang oleh

perusahaan swasta/ perseorangan dari subsektor ketenagalistrikan. Sementara itu, tingginya NPL di sektor pertambangan

dan penggalian sejak triwulan I 2016 berasal dari Kabupaten Kupang yang ditengarai dipengaruhi oleh aktivitas

pertambangan galian C yang terganggu akibat adanya penolakan warga terhadap kegiatan eksplorasi. Di samping itu,

NPL di sektor konstruksi yang cenderung tinggi disebabkan salah satu diantaranya adalah adanya proyek di tahun 2016

yang seharusnya menggunakan anggaran tahun 2015 yang saat ini pembayarannya masih dalam tahap menunggu proses

perubahan anggaran di tingkat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

4.5.1 Kinerja Bank Umum

Total aset industri perbankan pada akhir triwulan laporan tercatat sebesar Rp.32,32 triliun, mengalami

penurunan pertumbuhan dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 3,53% (yoy) menjadi -1,39% (yoy). Hal

ini disebabkan diantaranya adalah karena terdapat penurunan jumlah posisi aset antar kantor sebesar -16,04% (yoy) di

triwulan laporan atau terjadi pemindahan aset kantor beberapa cabang bank di NTT ke kantor bank di provinsi lain.

4.5 ASESMEN PERBANKAN

Pertumbuhan kredit perbankan cenderung meningkat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya,

sedangkan DPK tumbuh melambat. Pertumbuhan DPK (yoy) pada triwulan laporan tercatat sebesar 10,41% (yoy),

lebih rendah dibandingkan triwulan yang sama tahun 2015 yang tercatat sebesar 16,87% (yoy). Sementara itu,

pertumbuhan kredit naik tipis dari 13,99% (yoy) pada triwulan yang sama tahun 2015 menjadi 14,93% (yoy) pada

triwulan laporan. Pertumbuhan DPK yang lebih rendah dibandingkan kredit tersebut salah satunya menyebabkan Loan to

Deposit Ratio (LDR) naik dari 87,61% menjadi 91,19% pada triwulan laporan. Hal tersebut masih dinilai wajar karena

berada pada rentang optimal LDR yakni sebesar 78-92%.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

49Agustus 2016Agustus 2016

Page 70: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

GRAFIK 4.25. LDR DAN CAR BPR

Sumber: Bank Indonesia, diolah

% CAR (SKALA KANAN) % LDR (SKALA KIRI)

79,8329,69

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV I

2016II

2013I II I I I IV

24

25

26

27

28

29

30

31

32

72

74

76

78

80

82

84

86

88

GRAFIK 4.26. BOPO, ROA, NPL BPR

% BOPO (SKALA KIRI) % ROA (SKALA KANAN) % NPL (SKALA KANAN)

2,61

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV I

2016II

2013I II I I I IV

0

1

2

3

4

5

6

7

72

74

76

78

80

82

84

82,42

6,2

GRAFIK 4.24. BOPO DAN ROA BANK UMUM

Sumber: Bank Indonesia, diolah

% BOPO (SKALA KIRI) % ROA (SKALA KANAN)

2015I II I I I IV I

2016II

3,4

3,5

3,6

3,7

3,8

3,9

4,0

4,1

4,2

4,3

4,4

63

64

65

66

67

68

69

70

71

72

4,11

67,65

Berdasarkan jenis simpanan, perlambatan pertumbuhan DPK terjadi pada giro dan deposito yang masing-masing

mencatatkan pertumbuhan sebesar 2,22% (yoy) dan 1,04%, dibandingkan 18,44% (yoy) dan 32,17% pada triwulan

yang sama tahun 2015. Perlambatan pertumbuhan giro dan deposito disumbang oleh sektor non rumah tangga yang

mencatatkan penurunan total DPK sebesar -0,74% (yoy).

Sementara itu dari sisi kredit, terpantau bahwa kredit modal kerja dan kredit investasi di triwulan laporan mengalami

perlambatan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yakni dari 18,16% (yoy) dan 13,71% menjadi 17,46%

(yoy) dan 3,39%. Namun demikian, perlambatan tersebut berhasil ditahan oleh relaksasi pertumbuhan kredit konsumsi

dari sebelumnya 12,08% (yoy) pada triwulan II 2015 menjadi 15,32% di triwulan laporan. Peningkatan kredit konsumsi

salah satunya ditopang oleh kredit multiguna yang tumbuh sebesar 16,24%.

Selain itu, pertumbuhan kredit juga mempengaruhi efisiensi bank umum secara industri pada triwulan laporan yang sedikit

mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya (BOPO turun dari 67,8% menjadi 67,65%) karena adanya

peningkatan pendapatan bunga. Dengan demikian profitabilitas bank yang terpantau melalui ROA juga mengalami

kenaikan dari sebelumnya 4,0% menjadi 4,11%.

4.5.2 Kinerja Bank Perkreditan Rakyat

Rasio LDR yang mencerminkan kinerja intermediasi mengalami penurunan pada triwulan laporan

dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yakni dari 82,38% menjadi 79,83%. Hal ini disebabkan salah

satunya karena secara tahunan DPK tumbuh lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan penyaluran kredit. Rasio LDR

tersebut dinilai masih dalam kondisi wajar karena berada pada rentang 78-92% dan ditopang dengan rasio Capital

Adequacy Ratio (CAR) yang senantiasa masih tinggi yakni sebesar 29,69% pada triwulan laporan.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

50

Namun demikian, rasio NPL perlu mendapatkan perhatian karena sejak tahun 2015 berada pada posisi di atas batas NPL

yang aman. Pada triwulan laporan rasio NPL sebesar 6,2% dan menyentuh angka tertinggi selama 3 tahun terakhir.

Dengan demikian, ke depan BPR perlu lebih berhati-hati dalam memperhitungkan risiko calon debitur yang akan

melakukan peminjaman dana.

Peningkatan NPL ditengarai juga berdampak pada efisiensi BPR di triwulan laporan yang secara umum mengalami

penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya (BOPO meningkat dari 81,31% menjadi 82,42%). Hal tersebut berdampak

pula pada penurunan rasio profitabilitas BPR secara industri yang tercermin dari turunnya ROA menjadi 2,61% dari

sebelumnya sebesar 2,86%.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

51Agustus 2016Agustus 2016

Page 71: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

GRAFIK 4.25. LDR DAN CAR BPR

Sumber: Bank Indonesia, diolah

% CAR (SKALA KANAN) % LDR (SKALA KIRI)

79,8329,69

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV I

2016II

2013I II I I I IV

24

25

26

27

28

29

30

31

32

72

74

76

78

80

82

84

86

88

GRAFIK 4.26. BOPO, ROA, NPL BPR

% BOPO (SKALA KIRI) % ROA (SKALA KANAN) % NPL (SKALA KANAN)

2,61

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV I

2016II

2013I II I I I IV

0

1

2

3

4

5

6

7

72

74

76

78

80

82

84

82,42

6,2

GRAFIK 4.24. BOPO DAN ROA BANK UMUM

Sumber: Bank Indonesia, diolah

% BOPO (SKALA KIRI) % ROA (SKALA KANAN)

2015I II I I I IV I

2016II

3,4

3,5

3,6

3,7

3,8

3,9

4,0

4,1

4,2

4,3

4,4

63

64

65

66

67

68

69

70

71

72

4,11

67,65

Berdasarkan jenis simpanan, perlambatan pertumbuhan DPK terjadi pada giro dan deposito yang masing-masing

mencatatkan pertumbuhan sebesar 2,22% (yoy) dan 1,04%, dibandingkan 18,44% (yoy) dan 32,17% pada triwulan

yang sama tahun 2015. Perlambatan pertumbuhan giro dan deposito disumbang oleh sektor non rumah tangga yang

mencatatkan penurunan total DPK sebesar -0,74% (yoy).

Sementara itu dari sisi kredit, terpantau bahwa kredit modal kerja dan kredit investasi di triwulan laporan mengalami

perlambatan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yakni dari 18,16% (yoy) dan 13,71% menjadi 17,46%

(yoy) dan 3,39%. Namun demikian, perlambatan tersebut berhasil ditahan oleh relaksasi pertumbuhan kredit konsumsi

dari sebelumnya 12,08% (yoy) pada triwulan II 2015 menjadi 15,32% di triwulan laporan. Peningkatan kredit konsumsi

salah satunya ditopang oleh kredit multiguna yang tumbuh sebesar 16,24%.

Selain itu, pertumbuhan kredit juga mempengaruhi efisiensi bank umum secara industri pada triwulan laporan yang sedikit

mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya (BOPO turun dari 67,8% menjadi 67,65%) karena adanya

peningkatan pendapatan bunga. Dengan demikian profitabilitas bank yang terpantau melalui ROA juga mengalami

kenaikan dari sebelumnya 4,0% menjadi 4,11%.

4.5.2 Kinerja Bank Perkreditan Rakyat

Rasio LDR yang mencerminkan kinerja intermediasi mengalami penurunan pada triwulan laporan

dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yakni dari 82,38% menjadi 79,83%. Hal ini disebabkan salah

satunya karena secara tahunan DPK tumbuh lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan penyaluran kredit. Rasio LDR

tersebut dinilai masih dalam kondisi wajar karena berada pada rentang 78-92% dan ditopang dengan rasio Capital

Adequacy Ratio (CAR) yang senantiasa masih tinggi yakni sebesar 29,69% pada triwulan laporan.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

50

Namun demikian, rasio NPL perlu mendapatkan perhatian karena sejak tahun 2015 berada pada posisi di atas batas NPL

yang aman. Pada triwulan laporan rasio NPL sebesar 6,2% dan menyentuh angka tertinggi selama 3 tahun terakhir.

Dengan demikian, ke depan BPR perlu lebih berhati-hati dalam memperhitungkan risiko calon debitur yang akan

melakukan peminjaman dana.

Peningkatan NPL ditengarai juga berdampak pada efisiensi BPR di triwulan laporan yang secara umum mengalami

penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya (BOPO meningkat dari 81,31% menjadi 82,42%). Hal tersebut berdampak

pula pada penurunan rasio profitabilitas BPR secara industri yang tercermin dari turunnya ROA menjadi 2,61% dari

sebelumnya sebesar 2,86%.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

51Agustus 2016Agustus 2016

Page 72: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

Transaksi sistem pembayaran di Provinsi NTT mengalami peningkatan yang cukup besar seiring

dengan adanya peningkatan ekonomi pada triwulan II 2016.

Pertumbuhan tranksaksi pembayaran tunai secara triwulanan (qtq) maupun tahunan (yoy)

mengalami peningkatan yang signifikan dikarenakan oleh besarnya permintaan uang tunai

masyarakat dan pelaku usaha menjelang hari raya idul Fitri, libur sekolah dan pencairan gaji ke-14

Perkembangan transaksi pembayaran non tunai juga ikut mengalami peningkatan yang terlihat dari

tingginya pertumbuhan SKNBI dan Layanan Keuangan Digital (LKD)

Penyelenggaran Sistem PembayaranDan Pengelolaan Uang Rupiah05

Foto : Alor

Page 73: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

Transaksi sistem pembayaran di Provinsi NTT mengalami peningkatan yang cukup besar seiring

dengan adanya peningkatan ekonomi pada triwulan II 2016.

Pertumbuhan tranksaksi pembayaran tunai secara triwulanan (qtq) maupun tahunan (yoy)

mengalami peningkatan yang signifikan dikarenakan oleh besarnya permintaan uang tunai

masyarakat dan pelaku usaha menjelang hari raya idul Fitri, libur sekolah dan pencairan gaji ke-14

Perkembangan transaksi pembayaran non tunai juga ikut mengalami peningkatan yang terlihat dari

tingginya pertumbuhan SKNBI dan Layanan Keuangan Digital (LKD)

Penyelenggaran Sistem PembayaranDan Pengelolaan Uang Rupiah05

Foto : Alor

Page 74: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

Secara umum perkembangan sistem pembayaran di Provinsi NTT pada triwulan II 2016 menunjukkan

peningkatan yang signifikan. Sistem Pembayaran Tunai mengalami net-outflow sebesar Rp.945,77 miliar atau tumbuh

117,86% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun lalu pada periode yang sama. Besarnya Net outflow terutama

disebabkan oleh momentum perayaan bulan puasa dan Idul Fitri serta momen tahun ajaran baru 2016 yang membuat

konsumsi rumah tangga mengalami peningkatan.

Sementara itu, uang palsu yang ditemukan pada triwulan ini sebanyak 89 lembar, meningkat bila

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Temuan uang palsu ini disebabkan oleh meningkatnya pemahaman dan

kesadaran perbankan tentang uang palsu, serta aktifnya sosialisasi ciri-ciri uang rupiah dari Kantor Perwakilan Bank

Indonesia Provinsi NTT kepada masyarakat. Sementara itu, pihak kepolisian juga berperan aktif dalam membantu

mengungkapkan kasus uang palsu tersebut.

Peningkatan pertumbuhan tidak hanya pada transaksi pembayaran tunai, namun peningkatan yang

signifikan juga terjadi pada transaksi pembayaran secara non tunai. Penggunaan transaksi pembayaran melalui

Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) di Provinsi NTT dari sisi volume maupun nominal mengalami peningkatan

masing-masing sebesar 86,02% (yoy) dan 261,82% (yoy). Selain itu, pertumbuhan transaksi pembayaran melalui SKNBI di

Provinsi NTT masih tetap berada di atas pertumbuhan Nasional. Tingginya penggunaan SKNBI sebagai alat transfer dana

tersebut terutama disebabkan oleh diberlakukannya peraturan transfer dana yang baru tentang batasan nominal transaksi

penggunaan fasilitas BI-RTGS maupun SKNBI. Hal ini mengakibatkan kegiatan transfer dana menggunakan SKNBI

mengalami peningkatan signifikan. Sebaliknya, kegiatan BI-RTGS justru mengalami penurunan cukup besar.

5.1. KONDISI UMUM

GRAFIK 5.1 PERKEMBANGAN TRANSAKSI TUNAI

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

NET IN/OUT (RP. MILIAR) QTQ YOY

-300%

-200%

-100%

0%

100%

200%

300%

400%

500%

600%

700%

-2500,00

-2000,00

-1500,00

-1000,00

-500,00

0,00

500,00

1000,00

1500,00

2000,00

III I II II I I I II I II I I IVIVIV201320122011 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I I I2016

GRAFIK 5.2 PERKEMBANGAN TRANSAKSI KLIRING

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

VOLUME KLIRING NOMINAL KLIRING NOMINAL CEK/BG KOSONG VOLUME CEK/BG KOSONG

II I II I I I II I I IVIV20132012 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I I I2016

-40,00%

-20,00%

0,00%

20,00%

40,00%

60,00%

80,00%

-100,00%

0,00%

100,00%

200,00%

300,00%

400,00%

500,00%

Transaksi pembayaran tunai di Bank Indonesia tercermin dari beberapa kegiatan, diantaranya jumlah aliran uang keluar

dari Bank Indonesia ke stakeholder (outflow), jumlah aliran uang masuk dari perbankan ke Bank Indonesia (inflow), dan

kegiatan pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE), serta temuan uang palsu (UPAL).

5.2.1. Aliran Uang Masuk (inflow) dan Aliran Uang Keluar (Outflow)Pada triwulan II 2016 perkembangan uang tunai di Provinsi NTT mengalami peningkatan. Hal ini didorong oleh

peningkatan outflow atau uang yang beredar sebesar 81,78% (yoy) atau mencapai Rp.1.683,68 miliar, lebih tinggi

dari triwulan I 2016 yang justru turun sebesar 6,14% (yoy) dibanding tahun sebelumnya. Sementara itu, aliran inflow atau

uang yang disetor di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT mengalami penurunan, dari Rp.1.832.88 miliar pada

triwulan I 2016, menjadi Rp.737,91 miliar. Tingginya uang yang diedarkan (outflow) dibanding uang yang ditarik (inflow)

ini menyebabkan jumlah uang yang beredar di masyarakat mengalami peningkatan hingga sebesar Rp.945,77 miliar,

5.2. TRANSAKSI PEMBAYARAN TUNAI

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

55Agustus 2016

Page 75: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

Secara umum perkembangan sistem pembayaran di Provinsi NTT pada triwulan II 2016 menunjukkan

peningkatan yang signifikan. Sistem Pembayaran Tunai mengalami net-outflow sebesar Rp.945,77 miliar atau tumbuh

117,86% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun lalu pada periode yang sama. Besarnya Net outflow terutama

disebabkan oleh momentum perayaan bulan puasa dan Idul Fitri serta momen tahun ajaran baru 2016 yang membuat

konsumsi rumah tangga mengalami peningkatan.

Sementara itu, uang palsu yang ditemukan pada triwulan ini sebanyak 89 lembar, meningkat bila

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Temuan uang palsu ini disebabkan oleh meningkatnya pemahaman dan

kesadaran perbankan tentang uang palsu, serta aktifnya sosialisasi ciri-ciri uang rupiah dari Kantor Perwakilan Bank

Indonesia Provinsi NTT kepada masyarakat. Sementara itu, pihak kepolisian juga berperan aktif dalam membantu

mengungkapkan kasus uang palsu tersebut.

Peningkatan pertumbuhan tidak hanya pada transaksi pembayaran tunai, namun peningkatan yang

signifikan juga terjadi pada transaksi pembayaran secara non tunai. Penggunaan transaksi pembayaran melalui

Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) di Provinsi NTT dari sisi volume maupun nominal mengalami peningkatan

masing-masing sebesar 86,02% (yoy) dan 261,82% (yoy). Selain itu, pertumbuhan transaksi pembayaran melalui SKNBI di

Provinsi NTT masih tetap berada di atas pertumbuhan Nasional. Tingginya penggunaan SKNBI sebagai alat transfer dana

tersebut terutama disebabkan oleh diberlakukannya peraturan transfer dana yang baru tentang batasan nominal transaksi

penggunaan fasilitas BI-RTGS maupun SKNBI. Hal ini mengakibatkan kegiatan transfer dana menggunakan SKNBI

mengalami peningkatan signifikan. Sebaliknya, kegiatan BI-RTGS justru mengalami penurunan cukup besar.

5.1. KONDISI UMUM

GRAFIK 5.1 PERKEMBANGAN TRANSAKSI TUNAI

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

NET IN/OUT (RP. MILIAR) QTQ YOY

-300%

-200%

-100%

0%

100%

200%

300%

400%

500%

600%

700%

-2500,00

-2000,00

-1500,00

-1000,00

-500,00

0,00

500,00

1000,00

1500,00

2000,00

III I II II I I I II I II I I IVIVIV201320122011 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I I I2016

GRAFIK 5.2 PERKEMBANGAN TRANSAKSI KLIRING

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

VOLUME KLIRING NOMINAL KLIRING NOMINAL CEK/BG KOSONG VOLUME CEK/BG KOSONG

II I II I I I II I I IVIV20132012 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I I I2016

-40,00%

-20,00%

0,00%

20,00%

40,00%

60,00%

80,00%

-100,00%

0,00%

100,00%

200,00%

300,00%

400,00%

500,00%

Transaksi pembayaran tunai di Bank Indonesia tercermin dari beberapa kegiatan, diantaranya jumlah aliran uang keluar

dari Bank Indonesia ke stakeholder (outflow), jumlah aliran uang masuk dari perbankan ke Bank Indonesia (inflow), dan

kegiatan pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE), serta temuan uang palsu (UPAL).

5.2.1. Aliran Uang Masuk (inflow) dan Aliran Uang Keluar (Outflow)Pada triwulan II 2016 perkembangan uang tunai di Provinsi NTT mengalami peningkatan. Hal ini didorong oleh

peningkatan outflow atau uang yang beredar sebesar 81,78% (yoy) atau mencapai Rp.1.683,68 miliar, lebih tinggi

dari triwulan I 2016 yang justru turun sebesar 6,14% (yoy) dibanding tahun sebelumnya. Sementara itu, aliran inflow atau

uang yang disetor di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT mengalami penurunan, dari Rp.1.832.88 miliar pada

triwulan I 2016, menjadi Rp.737,91 miliar. Tingginya uang yang diedarkan (outflow) dibanding uang yang ditarik (inflow)

ini menyebabkan jumlah uang yang beredar di masyarakat mengalami peningkatan hingga sebesar Rp.945,77 miliar,

5.2. TRANSAKSI PEMBAYARAN TUNAI

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

55Agustus 2016

Page 76: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

Tabel 5.1.Perkembangan Kegiatan KPw BI Provinsi NTT

INDIKATOR*

*) FrekuensiSumber : Kpw BI Provinsi NTT diolah

I - 2016

SUMBA TIMOR

KAS KELILING

KAS TITIPAN

TOTAL

2

2

4

10

1

11

FLORES

7

1

8

19

4

23

JUMLAH

II - 2016

SUMBA TIMOR

3

4

23

23

3

6

12

3

14

38

9

47

FLORES JUMLAH

PERIODE

GRAFIK 5.3 PERKEMBANGAN INFLOW, OUTFLOW DAN UTLE

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I I I2016

-2.000,00

-1.500,00

-1.000,00

-500,00

0,00

500,00

1.000,00

1.500,00

2.000,00

2.500,00

3.000,00

INFLOW (RP. MILIAR) UTLE OUTFLOW (RP. MILIAR) NET OUTFLOWINFLOW (RP. MILIAR) UTLE OUTFLOW (RP. MILIAR) NET OUTFLOW

GRAFIK 5.4 PERKEMBANGAN ARUS UANG TUNAI (INFLOW-OUTFLOW)

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

II I II I I I II I I IVIV20132012 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I I I2016

-80,00%

0,00%

80,00%

160,00%

0,00

500,00

1.000,00

1.500,00

2.000,00

2.500,00

INFLOW (RP. MILIAR) OUTFLOW (RP. MILIAR) YOY INFLOW YOY OUTFLOW

meningkat 117,86% (yoy) dibanding tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan aktivitas ekonomi

yang cukup tinggi di Provinsi NTT terlebih untuk kebutuhan konsumsi masyarakat dan investasi (realisasi proyek).

Uang beredar di masyarakat maupun perbankan hingga triwulan II 2016 sejak tiga tahun terakhir ini terjadi ekspansi

sebesar 4,06 triliun rupiah. Hal ini dilihat dari uang yang masuk (inflow) dan uang yang keluar (outflow) di Kantor

Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT. Sejak tahun 2013 jumlah uang yang beredar terus mengalami peningkatan,

walupun pada tahun 2014 sempat melambat namun kembali meningkat di tahun 2015 dan 2016. Selain itu hal ini juga

menggambarkan perkembangan ekonomi yang meningkat pada tahun 2015 dan 2016.

5.2.2. Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE)

Uang Tidak Layak Edar (UTLE) yang telah dimusnahkan di Provinsi NTT hingga triwulan II 2016 mencapai

Rp.517,72 miliar atau meningkat 87,21% (yoy). Sementara itu, rasio pemusnahan UTLE di Provinsi NTT dibandingkan

Nasional pada triwulan II 2016 yaitu sebesar 1,06% semakin meningkat bila dibandingkan triwulan-triwulan sebelumnya.

Peningkatan ini sebagai wujud komitmen Bank Indonesia untuk menyediakan uang layak edar dimasyarakat, sehingga

uang tidak layak edar (UTLE) atau yang dimusnahkan dari peredaran semakin meningkat. Selain itu, Kantor Perwakilan

Bank Indonesia Provinsi NTT juga melakukan kegiatan dropling. Kegiatan ini dilakukan sebagai tindak lanjut atas hasil

survei ULE yang telah dilakukan. Pada prakteknya, program dropling akan menyasar pada 3 pelaku ekonomi yang akan

dilakukan penukaran UTLE yaitu pasar, pedagang besar dan perbankan. Dalam pelaksanaannya, program dropling juga

dibarengkan dengan sosialisasi CIKUR agar dapat menekan peredaran uang palsu di daerah.

Sementara itu, jumlah setoran UTLE di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT pada triwulan II 2016 tercatat

sebesar Rp.556,95 miliar, atau melambat 33,06% (yoy), lebih rendah bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang

mencapai Rp.716,63 miliar atau tumbuh 50,22% (yoy). Hal ini diperkirakan karena tingginya setoran UTLE pada triwulan I

2016, sehingga pada triwulan II 2016 UTLE yang disetor tidak terlalu banyak. Selain itu, UTLE yang beredar juga mulai

berkurang karena banyaknya ULE pada triwulan IV 2015 dan triwulan II 2016.

Untuk mendukung kelancaran pengedaran uang serta ketersediaan Uang Layak Edar (ULE) di daerah, Kantor Perwakilan

Bank Indonesia Provinsi NTT bekerjasama dengan perbankan di daerah membuka 3 wilayah Kas Titipan, yaitu di

Kabupaten Sikka, Kabupaten Sumba Timur, dan Kabupaten Belu. Kegiatan-kegiatan dalam rangka kas titipan yang

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

56

Grafik 5.6. Perkembangan UPAL di NTT

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

II I II I I I II I I IVIV20132012 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I I I2016

50

150

250

350

450

550

650

750

850

950

UPAL

GRAFIK 5.5. PERKEMBANGAN UTLE DI PROVINSI NTT

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I I I2016

-200%0%200%400%600%800%1000%1200%1400%1600%1800%2000%

0,00

500,00

1.000,00

1.500,00

2.000,00

2.500,00

INFLOW (RP. MILIAR) OUTFLOW (RP. MILIAR) UTLE QTQ UTLE YOY UTLE

dilakukan diantaranya melakukan droping Uang Layak Edar (ULE) dan menarik Uang Tidak Layak Edar (UTLE) dari wilayah

kas titipan dimana untuk tahun 2016, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT telah melaksanakan sebanyak 13

kali droping.

Selain itu, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT secara rutin melakukan Kas Keliling dalam kota dan luar kota,

dimana sampai dengan Juli 2016 telah dilaksanakan sebanyak 57 kali dan 56% merupakan kas keliling luar kota. Kegiatan

kas keliling khususnya luar kota sangat penting untuk menjaga ketersediaan uang di daerah terlebih Provinsi NTT

merupakan provinsi dengan daerah yang luas dan terdiri dari banyak pulau.

5.2.3. Perkembangan Uang Palsu (UPAL)

Pada triwulan II 2016 temuan uang palsu yang tercatat di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT

mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Jumlah lembar uang palsu meningkat

dari 25 lembar menjadi 89 lembar pada triwulan laporan. Uang palsu yang ditemukan pada triwulan II 2016 umumnya

uang kertas pecahan Rp.100.000,- dan Rp.50.000,-. Peningkatan uang palsu yang ditemukan menggambarkan bahwa

kegiatan pengenalan ciri-ciri keaslian uang rupiah berdampak positif dan terus diperlukan untuk meningkatkan

pemahaman masyarakat.

Perkembangan transaksi menggunakan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) pada triwulan II 2016

dari sisi volume maupun nominal mengalami peningkatan yang signifikan. Dari sisi volume mengalami

peningkatan sebesar 86,02% (yoy) atau mencapai 75.723 transaksi, sedangkan berdasarkan nominal mengalami

peningkatan sebesar 261,82% (yoy) atau sebesar 3,36 triliun. Tingginya penggunaan SKNBI sebagai alat pembayaran

transfer dana tersebut terutama disebabkan oleh diberlakukannya BI-RTGS Gen 2. Sejak tanggal 16 November 2015

sampai dengan 30 Juni 2016, nilai nominal transfer dana antar bank peserta sistem BI-RTGS minimal Rp.500 juta per

instruksi setelmen dana. Sementara itu, untuk nilai nominal transfer dana melalui SKNBI tidak dibatasi. Pada tanggal 1 Juli

2016, minimal nilai nominal transfer dana menggunakan BI-RTGS turun menjadi Rp.100 juta per instruksi setelmen dana.

5.3. TRANSAKSI PEMBAYARAN NON TUNAI

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

57

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT juga terus mengupayakan untuk mencegah beredarnya uang palsu di

Provinsi NTT. Upaya yang telah dilakukan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT untuk mencegah uang palsu

adalah dengan cara melakukan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah (CIKUR) kepada masyarakat, akademisi maupun

aparat. Pada tahun 2016 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT telah melakukan sosialisasi sebanyak lima kali,

yang diadakan di Kota Kupang, Kabupaten Sumba Timur, Kabupaten Ngada, dan Kabupaten Manggarai Timur.

Agustus 2016Agustus 2016

Page 77: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

Tabel 5.1.Perkembangan Kegiatan KPw BI Provinsi NTT

INDIKATOR*

*) FrekuensiSumber : Kpw BI Provinsi NTT diolah

I - 2016

SUMBA TIMOR

KAS KELILING

KAS TITIPAN

TOTAL

2

2

4

10

1

11

FLORES

7

1

8

19

4

23

JUMLAH

II - 2016

SUMBA TIMOR

3

4

23

23

3

6

12

3

14

38

9

47

FLORES JUMLAH

PERIODE

GRAFIK 5.3 PERKEMBANGAN INFLOW, OUTFLOW DAN UTLE

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I I I2016

-2.000,00

-1.500,00

-1.000,00

-500,00

0,00

500,00

1.000,00

1.500,00

2.000,00

2.500,00

3.000,00

INFLOW (RP. MILIAR) UTLE OUTFLOW (RP. MILIAR) NET OUTFLOWINFLOW (RP. MILIAR) UTLE OUTFLOW (RP. MILIAR) NET OUTFLOW

GRAFIK 5.4 PERKEMBANGAN ARUS UANG TUNAI (INFLOW-OUTFLOW)

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

II I II I I I II I I IVIV20132012 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I I I2016

-80,00%

0,00%

80,00%

160,00%

0,00

500,00

1.000,00

1.500,00

2.000,00

2.500,00

INFLOW (RP. MILIAR) OUTFLOW (RP. MILIAR) YOY INFLOW YOY OUTFLOW

meningkat 117,86% (yoy) dibanding tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan aktivitas ekonomi

yang cukup tinggi di Provinsi NTT terlebih untuk kebutuhan konsumsi masyarakat dan investasi (realisasi proyek).

Uang beredar di masyarakat maupun perbankan hingga triwulan II 2016 sejak tiga tahun terakhir ini terjadi ekspansi

sebesar 4,06 triliun rupiah. Hal ini dilihat dari uang yang masuk (inflow) dan uang yang keluar (outflow) di Kantor

Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT. Sejak tahun 2013 jumlah uang yang beredar terus mengalami peningkatan,

walupun pada tahun 2014 sempat melambat namun kembali meningkat di tahun 2015 dan 2016. Selain itu hal ini juga

menggambarkan perkembangan ekonomi yang meningkat pada tahun 2015 dan 2016.

5.2.2. Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE)

Uang Tidak Layak Edar (UTLE) yang telah dimusnahkan di Provinsi NTT hingga triwulan II 2016 mencapai

Rp.517,72 miliar atau meningkat 87,21% (yoy). Sementara itu, rasio pemusnahan UTLE di Provinsi NTT dibandingkan

Nasional pada triwulan II 2016 yaitu sebesar 1,06% semakin meningkat bila dibandingkan triwulan-triwulan sebelumnya.

Peningkatan ini sebagai wujud komitmen Bank Indonesia untuk menyediakan uang layak edar dimasyarakat, sehingga

uang tidak layak edar (UTLE) atau yang dimusnahkan dari peredaran semakin meningkat. Selain itu, Kantor Perwakilan

Bank Indonesia Provinsi NTT juga melakukan kegiatan dropling. Kegiatan ini dilakukan sebagai tindak lanjut atas hasil

survei ULE yang telah dilakukan. Pada prakteknya, program dropling akan menyasar pada 3 pelaku ekonomi yang akan

dilakukan penukaran UTLE yaitu pasar, pedagang besar dan perbankan. Dalam pelaksanaannya, program dropling juga

dibarengkan dengan sosialisasi CIKUR agar dapat menekan peredaran uang palsu di daerah.

Sementara itu, jumlah setoran UTLE di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT pada triwulan II 2016 tercatat

sebesar Rp.556,95 miliar, atau melambat 33,06% (yoy), lebih rendah bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang

mencapai Rp.716,63 miliar atau tumbuh 50,22% (yoy). Hal ini diperkirakan karena tingginya setoran UTLE pada triwulan I

2016, sehingga pada triwulan II 2016 UTLE yang disetor tidak terlalu banyak. Selain itu, UTLE yang beredar juga mulai

berkurang karena banyaknya ULE pada triwulan IV 2015 dan triwulan II 2016.

Untuk mendukung kelancaran pengedaran uang serta ketersediaan Uang Layak Edar (ULE) di daerah, Kantor Perwakilan

Bank Indonesia Provinsi NTT bekerjasama dengan perbankan di daerah membuka 3 wilayah Kas Titipan, yaitu di

Kabupaten Sikka, Kabupaten Sumba Timur, dan Kabupaten Belu. Kegiatan-kegiatan dalam rangka kas titipan yang

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

56

Grafik 5.6. Perkembangan UPAL di NTT

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

II I II I I I II I I IVIV20132012 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I I I2016

50

150

250

350

450

550

650

750

850

950

UPAL

GRAFIK 5.5. PERKEMBANGAN UTLE DI PROVINSI NTT

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I I I2016

-200%0%200%400%600%800%1000%1200%1400%1600%1800%2000%

0,00

500,00

1.000,00

1.500,00

2.000,00

2.500,00

INFLOW (RP. MILIAR) OUTFLOW (RP. MILIAR) UTLE QTQ UTLE YOY UTLE

dilakukan diantaranya melakukan droping Uang Layak Edar (ULE) dan menarik Uang Tidak Layak Edar (UTLE) dari wilayah

kas titipan dimana untuk tahun 2016, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT telah melaksanakan sebanyak 13

kali droping.

Selain itu, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT secara rutin melakukan Kas Keliling dalam kota dan luar kota,

dimana sampai dengan Juli 2016 telah dilaksanakan sebanyak 57 kali dan 56% merupakan kas keliling luar kota. Kegiatan

kas keliling khususnya luar kota sangat penting untuk menjaga ketersediaan uang di daerah terlebih Provinsi NTT

merupakan provinsi dengan daerah yang luas dan terdiri dari banyak pulau.

5.2.3. Perkembangan Uang Palsu (UPAL)

Pada triwulan II 2016 temuan uang palsu yang tercatat di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT

mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Jumlah lembar uang palsu meningkat

dari 25 lembar menjadi 89 lembar pada triwulan laporan. Uang palsu yang ditemukan pada triwulan II 2016 umumnya

uang kertas pecahan Rp.100.000,- dan Rp.50.000,-. Peningkatan uang palsu yang ditemukan menggambarkan bahwa

kegiatan pengenalan ciri-ciri keaslian uang rupiah berdampak positif dan terus diperlukan untuk meningkatkan

pemahaman masyarakat.

Perkembangan transaksi menggunakan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) pada triwulan II 2016

dari sisi volume maupun nominal mengalami peningkatan yang signifikan. Dari sisi volume mengalami

peningkatan sebesar 86,02% (yoy) atau mencapai 75.723 transaksi, sedangkan berdasarkan nominal mengalami

peningkatan sebesar 261,82% (yoy) atau sebesar 3,36 triliun. Tingginya penggunaan SKNBI sebagai alat pembayaran

transfer dana tersebut terutama disebabkan oleh diberlakukannya BI-RTGS Gen 2. Sejak tanggal 16 November 2015

sampai dengan 30 Juni 2016, nilai nominal transfer dana antar bank peserta sistem BI-RTGS minimal Rp.500 juta per

instruksi setelmen dana. Sementara itu, untuk nilai nominal transfer dana melalui SKNBI tidak dibatasi. Pada tanggal 1 Juli

2016, minimal nilai nominal transfer dana menggunakan BI-RTGS turun menjadi Rp.100 juta per instruksi setelmen dana.

5.3. TRANSAKSI PEMBAYARAN NON TUNAI

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

57

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT juga terus mengupayakan untuk mencegah beredarnya uang palsu di

Provinsi NTT. Upaya yang telah dilakukan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT untuk mencegah uang palsu

adalah dengan cara melakukan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah (CIKUR) kepada masyarakat, akademisi maupun

aparat. Pada tahun 2016 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT telah melakukan sosialisasi sebanyak lima kali,

yang diadakan di Kota Kupang, Kabupaten Sumba Timur, Kabupaten Ngada, dan Kabupaten Manggarai Timur.

Agustus 2016Agustus 2016

Page 78: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

Branchless banking atau yang dikenal dengan Layanan keuangan digital merupakan kegiatan layanan jasa sistem

pembayaran dan/atau keuangan terbatas yang dilakukan tanpa melalui kantor fisik, namun dengan menggunakan sarana

teknologi antara lain mobile based maupun web based dan jasa pihak ketiga (agen), dengan target layanan masyarakat

unbanked dan underbanked. Dikarenakan perbankan tidak dapat melakukan sendiri secara efisien , dibutuhkan kerjasama

dengan pihak lain, yaitu terutama perusahaan telekomunikasi. Selain itu, tujuan semula yang hanya berupaya untuk

memperluas akses keuangan, kini semakin berkembang menjadi upaya peningkatan aktivitas ekonomi berbasis teknologi.

Dengan mempertimbangkan hal tersebut, maka branchless banking diperluas menjadi Layanan Keuangan Digital (LKD).

Jumlah agen Layanan Keuangan Digital (LKD) di Provinsi NTT mengalami perlambatan, namun dari sisi

penggunaan tranksaksi LKD oleh masyarakat mengalami peningkatan yang signifikan. Pada triwulan II 2016,

jumlah agen LKD tumbuh 6,43% (qtq), sedikit melambat dibanding triwulan I 2016 yang mencapai 10,75% (qtq). Namun

demikian, pertumbuhan jumlah transaksi menggunakan LKD meningkat 142% (qtq) atau sebanyak 768.867 transaksi.

Hal ini menunjukkan masyarakat sudah mulai menerima dan menggunakan transaksi digital dalam aktivitas mereka.

Berdasarkan data transaksi terlihat bahwa rata-rata jumlah transaksi agen LKD di Provinsi NTT yang berjumlah 1.009 agen

mencapai 8 transaksi per hari untuk tiap agennya, meningkat dibandingkan rata-rata transaksi triwulan sebelumnya yang

hanya sebanyak 4 transaksi per agen per hari.

Beberapa kegiatan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT dalam usaha meningkatkan jumlah LKD didaerah

diantaranya adalah :

5.4. PERKEMBANGAN LAYANAN KEUANGAN DIGITAL

a.

b.

c.

Melakukan MoU antara Bank Indonesia, perbankan dan instansi daerah terkait pembayaran gaji (elektronifikasi).

Melakukan sosialisasi LKD kepada pemerintah daerah dan universitas serta pengusaha.

Melakukan kerjasama antara perbankan dan universitas untuk pembayaran beasiswa kepada mahasiswa.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

58

Sementara itu, maksimal nilai nominal transfer dana menggunakan SKNBI dibatasi maksimal Rp. 500 juta per transaksi.

Tingginya peningkatan transaksi kliring juga disebabkan oleh adanya peningkatan aktivitas ekonomi yang juga dikuatkan

oleh indikator sistem pembayaran tunai. Selain itu, pertumbuhan SKNBI di provinsi NTT juga masih berada jauh di atas

pertumbuhan SKNBI secara Nasional.

Indikator kesejahteraan dan ketenagakerjaan di Provinsi NTT menunjukkan adanya peningkatan

yang terlihat dari penurunan kemiskinan, kenaikan nilai IPM dan peningkatan indikator tenaga kerja

SKDU.

Perkembangan jumlah penduduk miskin di Provinsi NTT mengalami penurunan. Penurunan penduduk

miskin juga diimbangi oleh ketimpangan pendapatan yang menurun.

Sementara itu, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) pada tahun 2015 tercatat sebesar 62,67 atau

meningkat dari 62,26 (2014) namun tidak sebesar peningkatan IPM di daerah lain.

Indeks ketenagakerjaan mengalami peningkatanbaik pada triwulan II maupun proyeksi triwulan III

2016.

Ketenagakerjaan & Kesejahteraan06

Agustus 2016

Foto : Kampung Tua Benteng

Page 79: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

Branchless banking atau yang dikenal dengan Layanan keuangan digital merupakan kegiatan layanan jasa sistem

pembayaran dan/atau keuangan terbatas yang dilakukan tanpa melalui kantor fisik, namun dengan menggunakan sarana

teknologi antara lain mobile based maupun web based dan jasa pihak ketiga (agen), dengan target layanan masyarakat

unbanked dan underbanked. Dikarenakan perbankan tidak dapat melakukan sendiri secara efisien , dibutuhkan kerjasama

dengan pihak lain, yaitu terutama perusahaan telekomunikasi. Selain itu, tujuan semula yang hanya berupaya untuk

memperluas akses keuangan, kini semakin berkembang menjadi upaya peningkatan aktivitas ekonomi berbasis teknologi.

Dengan mempertimbangkan hal tersebut, maka branchless banking diperluas menjadi Layanan Keuangan Digital (LKD).

Jumlah agen Layanan Keuangan Digital (LKD) di Provinsi NTT mengalami perlambatan, namun dari sisi

penggunaan tranksaksi LKD oleh masyarakat mengalami peningkatan yang signifikan. Pada triwulan II 2016,

jumlah agen LKD tumbuh 6,43% (qtq), sedikit melambat dibanding triwulan I 2016 yang mencapai 10,75% (qtq). Namun

demikian, pertumbuhan jumlah transaksi menggunakan LKD meningkat 142% (qtq) atau sebanyak 768.867 transaksi.

Hal ini menunjukkan masyarakat sudah mulai menerima dan menggunakan transaksi digital dalam aktivitas mereka.

Berdasarkan data transaksi terlihat bahwa rata-rata jumlah transaksi agen LKD di Provinsi NTT yang berjumlah 1.009 agen

mencapai 8 transaksi per hari untuk tiap agennya, meningkat dibandingkan rata-rata transaksi triwulan sebelumnya yang

hanya sebanyak 4 transaksi per agen per hari.

Beberapa kegiatan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT dalam usaha meningkatkan jumlah LKD didaerah

diantaranya adalah :

5.4. PERKEMBANGAN LAYANAN KEUANGAN DIGITAL

a.

b.

c.

Melakukan MoU antara Bank Indonesia, perbankan dan instansi daerah terkait pembayaran gaji (elektronifikasi).

Melakukan sosialisasi LKD kepada pemerintah daerah dan universitas serta pengusaha.

Melakukan kerjasama antara perbankan dan universitas untuk pembayaran beasiswa kepada mahasiswa.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

58

Sementara itu, maksimal nilai nominal transfer dana menggunakan SKNBI dibatasi maksimal Rp. 500 juta per transaksi.

Tingginya peningkatan transaksi kliring juga disebabkan oleh adanya peningkatan aktivitas ekonomi yang juga dikuatkan

oleh indikator sistem pembayaran tunai. Selain itu, pertumbuhan SKNBI di provinsi NTT juga masih berada jauh di atas

pertumbuhan SKNBI secara Nasional.

Indikator kesejahteraan dan ketenagakerjaan di Provinsi NTT menunjukkan adanya peningkatan

yang terlihat dari penurunan kemiskinan, kenaikan nilai IPM dan peningkatan indikator tenaga kerja

SKDU.

Perkembangan jumlah penduduk miskin di Provinsi NTT mengalami penurunan. Penurunan penduduk

miskin juga diimbangi oleh ketimpangan pendapatan yang menurun.

Sementara itu, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) pada tahun 2015 tercatat sebesar 62,67 atau

meningkat dari 62,26 (2014) namun tidak sebesar peningkatan IPM di daerah lain.

Indeks ketenagakerjaan mengalami peningkatanbaik pada triwulan II maupun proyeksi triwulan III

2016.

Ketenagakerjaan & Kesejahteraan06

Agustus 2016

Foto : Kampung Tua Benteng

Page 80: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

6.2 . PERKEMBANGAN TINGKAT KEMISKINAN

6.1. KONDISI UMUM

Persentase penduduk miskin NTT masih lebih tinggi dibandingkan persentase penduduk miskin nasional.

Persentase penduduk miskin NTT pada bulan Maret 2016 sebesar 22,19% dan berada di atas angka nasional yang sebesar

10,86%. Jumlah penduduk miskin untuk tataran nasional mencapai 28,01 juta orang dengan jumlah terbanyak masih

berada di pedesaan (17,67 juta orang). Provinsi yang memiliki presentasi penduduk miskin paling sedikit adalah Provinsi

Bangka Belitung (5,22%), Kalimantan Utara (6,23%) dan Kalimantan Timur (6,11%). Sementara itu Provinsi NTT masih

berada di peringkat ke-3 terbawah, di atas Papua Barat (25,43%) dan Papua (28,54%).

Kondisi kesejahteraan masyarakat NTT menunjukkan perbaikan yang terlihat dari adanya penurunan

presentase penduduk miskin. Jumlah penduduk miskin di Provinsi NTT pada bulan Maret 2016 sebesar 1.149,92 ribu

orang atau menurun sebesar 10.610 orang dibandingkan bulan September 2015 yang sebesar 1.160,53 ribu orang. Hal ini

didukung oleh membaiknya kondisi perekonomian yang didorong peningkatan investasi serta daya beli masyarakat.

Di sisi lain, perkembangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi NTT pada tahun 2015 mencapai 62,67.

IPM NTT cenderung meningkat apabila dibandingkan tahun 2014 yang sebesar 62,26. Namun, apabila dibandingkan

Provinsi lain di Indonesia, Provinsi NTT hanya berada pada peringkat ke-32 di atas Provinsi Papua Barat (61,73) dan Provinsi

Papua (57,25). Sementara itu, Angka Partisipasi Sekolah (APS) di NTT mengalami sedikit peningkatan. APS untuk

kelompok umur 7-12 tahun pada tahun 2015 mencapai 98,1% meningkat dibandingkan 2014 yang sebesar 98%,

sementara kelompok umur 13-15 tahun mencapai 94,4%, sedangkan untuk kelompok 16-18 tahun mencapai 74,3%.

GRAFIK 6.1 PERBANDINGAN PERSENTASE KEMISKINAN PROVINSI NTT DAN NASIONAL

SEP12MAR12 MAR13 SEP13 MAR14 SEP14 SEP15MAR15 MAR16

11,96 11,66 11,36 11,46 11,25 10,96 11,22 11,13 10,86

20,88 20,41 20,03 20,24 19,82 19,6

22,61 22,5822,19

5

7

9

11

13

15

17

19

21

23

25 %

NASIONAL NTT

GRAFIK 6.2 SEPULUH PROVINSI DENGAN JUMLAH PERSENTASE PENDUDUK MISKIN TERTINGGI

LAM

PUN

G

SULT

ENG

NTB

AC

EH

BEN

GK

ULU

GO

RON

TALO

MA

LUK

U

NTT

PAPU

A B

ARA

T

PAPU

A

14,29

14,45

16,48

16,73

17,32

17,72

19,18

22,19

25,43

28,54

%

Dari sisi komposisi, penduduk miskin di NTT yang berada di perkotaan menunjukkan peningkatan sebesar 15,4% dari

97,06 ribu (Sept 2015) menjadi 112,02 ribu (Maret 2016). Peningkatan ini salah satunya ditengarai terjadi karena migrasi

masyarakat dari pedesaan ke perkotaan dan disertai dengan ketersediaan lapangan kerja yang masih terbatas di

perkotaan. Sementara itu, penduduk miskin di kawasan pedesaan mengalami penurunan sebesar 2,4% dari 1.063,47 ribu

(Sept 2015) menjadi 1.037,9 ribu (Maret 2016). Penurunan diperkirakan didorong pula oleh panen produksi perkebunan

di pedesaan.

Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 6.3. PERSENTASE PENDUDUK MISKIN DI NTT

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

PERKOTAAN PEDESAAN KOTA+DESA %PERKOTAAN %PEDESAAN %KOTA+DESA

1.012,60 1.000,30993,56

1.009,15 994,67 991,88

1.159,84 1160,53 1149,92

8,00

13,00

18,00

23,00

28,00

0

200

400

600

800

1.000

1.200 RIBU %

SEP12MAR12 MAR13 SEP13 MAR14 SEP14 SEP15MAR15 MAR16

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

61Agustus 2016

Page 81: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

6.2 . PERKEMBANGAN TINGKAT KEMISKINAN

6.1. KONDISI UMUM

Persentase penduduk miskin NTT masih lebih tinggi dibandingkan persentase penduduk miskin nasional.

Persentase penduduk miskin NTT pada bulan Maret 2016 sebesar 22,19% dan berada di atas angka nasional yang sebesar

10,86%. Jumlah penduduk miskin untuk tataran nasional mencapai 28,01 juta orang dengan jumlah terbanyak masih

berada di pedesaan (17,67 juta orang). Provinsi yang memiliki presentasi penduduk miskin paling sedikit adalah Provinsi

Bangka Belitung (5,22%), Kalimantan Utara (6,23%) dan Kalimantan Timur (6,11%). Sementara itu Provinsi NTT masih

berada di peringkat ke-3 terbawah, di atas Papua Barat (25,43%) dan Papua (28,54%).

Kondisi kesejahteraan masyarakat NTT menunjukkan perbaikan yang terlihat dari adanya penurunan

presentase penduduk miskin. Jumlah penduduk miskin di Provinsi NTT pada bulan Maret 2016 sebesar 1.149,92 ribu

orang atau menurun sebesar 10.610 orang dibandingkan bulan September 2015 yang sebesar 1.160,53 ribu orang. Hal ini

didukung oleh membaiknya kondisi perekonomian yang didorong peningkatan investasi serta daya beli masyarakat.

Di sisi lain, perkembangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi NTT pada tahun 2015 mencapai 62,67.

IPM NTT cenderung meningkat apabila dibandingkan tahun 2014 yang sebesar 62,26. Namun, apabila dibandingkan

Provinsi lain di Indonesia, Provinsi NTT hanya berada pada peringkat ke-32 di atas Provinsi Papua Barat (61,73) dan Provinsi

Papua (57,25). Sementara itu, Angka Partisipasi Sekolah (APS) di NTT mengalami sedikit peningkatan. APS untuk

kelompok umur 7-12 tahun pada tahun 2015 mencapai 98,1% meningkat dibandingkan 2014 yang sebesar 98%,

sementara kelompok umur 13-15 tahun mencapai 94,4%, sedangkan untuk kelompok 16-18 tahun mencapai 74,3%.

GRAFIK 6.1 PERBANDINGAN PERSENTASE KEMISKINAN PROVINSI NTT DAN NASIONAL

SEP12MAR12 MAR13 SEP13 MAR14 SEP14 SEP15MAR15 MAR16

11,96 11,66 11,36 11,46 11,25 10,96 11,22 11,13 10,86

20,88 20,41 20,03 20,24 19,82 19,6

22,61 22,5822,19

5

7

9

11

13

15

17

19

21

23

25 %

NASIONAL NTT

GRAFIK 6.2 SEPULUH PROVINSI DENGAN JUMLAH PERSENTASE PENDUDUK MISKIN TERTINGGI

LAM

PUN

G

SULT

ENG

NTB

AC

EH

BEN

GK

ULU

GO

RON

TALO

MA

LUK

U

NTT

PAPU

A B

ARA

T

PAPU

A

14,29

14,45

16,48

16,73

17,32

17,72

19,18

22,19

25,43

28,54

%

Dari sisi komposisi, penduduk miskin di NTT yang berada di perkotaan menunjukkan peningkatan sebesar 15,4% dari

97,06 ribu (Sept 2015) menjadi 112,02 ribu (Maret 2016). Peningkatan ini salah satunya ditengarai terjadi karena migrasi

masyarakat dari pedesaan ke perkotaan dan disertai dengan ketersediaan lapangan kerja yang masih terbatas di

perkotaan. Sementara itu, penduduk miskin di kawasan pedesaan mengalami penurunan sebesar 2,4% dari 1.063,47 ribu

(Sept 2015) menjadi 1.037,9 ribu (Maret 2016). Penurunan diperkirakan didorong pula oleh panen produksi perkebunan

di pedesaan.

Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 6.3. PERSENTASE PENDUDUK MISKIN DI NTT

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

PERKOTAAN PEDESAAN KOTA+DESA %PERKOTAAN %PEDESAAN %KOTA+DESA

1.012,60 1.000,30993,56

1.009,15 994,67 991,88

1.159,84 1160,53 1149,92

8,00

13,00

18,00

23,00

28,00

0

200

400

600

800

1.000

1.200 RIBU %

SEP12MAR12 MAR13 SEP13 MAR14 SEP14 SEP15MAR15 MAR16

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

61Agustus 2016

Page 82: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

GRAFIK 6.7. INDEKS KEPARAHAN KEMISKINAN

SEP12 MAR13 SEP13 MAR14 SEP14 SEP15MAR15 MAR16

Sumber: BPS, diolah

0,00

0,20

0,40

0,60

0,80

1,00

1,20

1,40

1,60

1,80

KOTA DESA KOTA + DESA

GRAFIK 6.6. INDEKS KEDALAMAN KEMISKINAN

SEP12 MAR13 SEP13 MAR14 SEP14 SEP15MAR15 MAR161,00

1,50

2,00

2,50

3,00

3,50

4,00

4,50

5,00

5,50

6,00

Sumber: BPS, diolah

KOTA DESA KOTA + DESA

LAM

PUN

G

SULT

ENG

NTB

AC

EH

BEN

GK

ULU

GO

RON

TALO

MA

LUK

U

NTT

PAPU

A B

ARA

T

PAPU

A

GRAFIK 6.5. SEPULUH PERINGKAT TERENDAH GARIS KEMISKINAN

333.996

324.992

322.947

321.761

317.478

317.348

286.840

284.232

277.288

270.601

RP

Sumber: BPS, diolah

GRAFIK 6.4. PERKEMBANGAN GARIS KEMISKINAN

SEP12MAR12 MAR13 SEP13 MAR14 SEP14 SEP15MAR15 MAR16

211,79222,51

235,81251,08

265,96 268,54

297,86307,22

322,947

0

50

100

150

200

250

300

350 RIBU

Sumber: BPS, diolah

MAKANAN BUKAN MAKANAN GARIS KEMISKINAN

Di sisi lain, adanya kenaikan tingkat harga beberapa komoditas mendorong peningkatan garis kemiskinan di Provinsi NTT

sebesar 5,12% dari Rp 307.224,-/kapita (Sept 2015) menjadi Rp 322.947,-/kapita (Maret 2016). Peningkatan tertinggi

terjadi pada komoditas bukan makanan sebesar 7,47% dengan komponen terbesar adalah biaya perumahan.

Peningkatan harga kontrak rumah juga menjadi salah satu penyumbang inflasi tertinggi di bulan Maret. Dari sisi peringkat,

nilai garis kemiskinan Provinsi NTT berada di peringkat ke-8 terendah di atas Jawa Timur, Sulawesi Utara, Jawa Tengah dan

Sulawesi Barat. Peningkatan garis kemiskinan yang diiringi oleh penurunan jumlah penduduk miskin mengindikasikan

adanya perbaikan daya beli masyarakat di NTT.

Indeks kedalaman kemiskinan (P1) pada Maret 2016 tercatat sebesar 4,69, sedikit meningkat dibandingkan September

2015 (4,62) yang mengindikasikan melebarnya rata-rata pengeluaran penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan

dari garis kemiskinan. Sementara itu, indeks keparahan kemiskinan (P2) tercatat menurun dari 1,44 (Sept 2015) menjadi

1,30 (Maret 2016) yang mengindikasikan adanya penurunan ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin di NTT.

6.3. INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM)

Berdasarkan perhitungan IPM terbaru tahun 2015, Provinsi NTT memiliki angka IPM 62,67 dan berada di peringkat ke-32

dari 34 Provinsi. Sementara itu berdasarkan perhitungan dari setiap indikator pembentuk IPM terlihat bahwa komponen

Pengeluaran Riil Per Kapita (PPK) Provinsi NTT sebesar Rp 7.003.000,- (peringkat ke-33 Nasional), Rata-Rata Lama Sekolah

(RLS): 6,93 tahun (ke-32), serta Angka Harapan Hidup (AHH): 65,96 tahun (ke-29) merupakan komponen yang tergolong

rendah di tingkat nasional. Sementara itu, komponen Harapan Lama Sekolah (HLS): 12,84 tahun tergolong cukup baik

karena berada pada peringkat ke-12 nasional. Berdasarkan penilaian komponen tersebut, diperlukan adanya

pengembangan investasi dan sektor ekonomi baru sehingga dapat mendorong peningkatan daya beli masyarakat. Selain

itu, diperlukan pula perbaikan terhadap masalah infrastruktur kesehatan dan sanitasi guna mendorong peningkatan AHH.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

62

GRAFIK 6.11. ANGKA PARTISIPASI MURNI

Sumber: BPS, diolah

2010 2011 2012 2013 2014 2015

93,0 92,1 92,4 93,6 94,6 95,0

51,056,7 55,9

59,265,9 66,3

34,9340,84

38,62

47,3152,15 52,51

30

40

50

60

70

80

90

100

SD/MI SMP/MTS SMA/SMK/MA

Apabila dilihat berdasarkan Kabupaten/Kota, angka IPM tertinggi di Provinsi NTT ada pada Kota Kupang (77,95)

sementara yang terendah adalah Kab. Sabu Raijua (53,28). Dari 22 Kab/Kota di Provinsi NTT, hanya kota Kupang yang

memiliki IPM >70, sementara 2 Kabupaten pada rentang 65-70, 10 Kabupaten 60-65, serta 9 Kabupaten 60. Dari sisi

indikator pembentuk IPM, indikator Angka Harapan Hidup (68,34), Harapan Lama Sekolah (15,75), Rata-Rata Lama

Sekolah (11,43) dan Pengeluaran Rill Per Kapita (Rp 12,88 juta) Kota Kupang menjadi yang tertinggi di NTT. Sementara itu,

Kab. Sabu Raijua memiliki Angka Harapan Hidup Terendah (58,38) dan Pendapatan Rill Per Kapita (Rp 4,78 juta) terendah,

Kab. Manggarai Timur: Angka Harapan Lama Sekolah terendah (10,3), serta Kab. Sumba Tengah: Rata-Rata Lama Sekolah

terendah (5,12).

GRAFIK 6.9. IPM PER KABUPATEN/KOTA DI NTT (2015)

Sumber: BPS, diolah

GRAFIK 6.8. IPM PROVINSI DI INDONESIA (2015)

Sumber: BPS, diolah

MA

LUK

U

LAM

PUN

G

SULT

ENG

MA

LUT

GO

RON

TALO

KA

LBA

R

NTB

SULB

AR

NTT

PAPU

A

67,0

5

66,9

5

66,7

6

65,9

1

65,8

6

65,5

9

65,1

9

62,9

6

62,6

7

61,7

3

57,2

5

GRAFIK 6.10. ANGKA PARTISIPASI SEKOLAH

2010 2011 2012 2013 2014 2015

96,49 95,96 95,9992,34

97,99 98,13

81,2485,88 88,56 89,39

94,26 94,39

49,22

60,21 62,0064,90

73,96 74,25

30

40

50

60

70

80

90

100

Sumber: BPS, diolah

7-12 THN 13-15 THN 16-18 THN

6.4. ANGKA PARTISIPASI SEKOLAH (APS)

Angka Partisipasi Sekolah (APS) merupakan proporsi dari semua anak yang masih sekolah pada satu kelompok umur

tertentu terhadap penduduk dengan kelompok umur yang sesuai. Perkembangan APS Provinsi NTT menunjukkan angka

yang cukup tinggi pada tahun 2015. Jumlah penduduk sekolah untuk usia 7-12 tahun mencapai 98,13%, usia 13-15

tahun (94,39%) dan usia 16-18 tahun (74,25%). Namun, proporsi anak sekolah pada satu kelompok umur tertentu yang

bersekolah tepat pada tingkat kelompok umurnya atau Angka Partisipasi Murni (APM) masih menunjukkan proporsi yang

cukup rendah untuk tingkat >SMP. Tercatat partisipasi sekolah untuk tingkat SMP hanya sebesar 66,32 sementara untuk

tingkat SMA (52,51). Hal yang berbeda terjadi pada tingkat SD yang tercatat sudah cukup baik sebesar 94,95%.

Masih rendahnya angka APS dan APM tersebut menunjukkan bahwa kesadaran penduduk NTT untuk menempuh

pendidikan yang sesuai dengan kelompok umurnya masih tergolong rendah. Hal ini dimungkinkan karena kecenderungan

pemuda untuk bekerja terlebih dahulu, terutama di sektor pertanian, selain kemampuan ekonomi keluarga yang tidak

mencukupi. Namun, kesadaran tersebut mulai muncul seiring adanya kebutuhan untuk peningkatan kemampuan diri

seiring perkembangan umur.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

63Agustus 2016Agustus 2016

Page 83: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

GRAFIK 6.7. INDEKS KEPARAHAN KEMISKINAN

SEP12 MAR13 SEP13 MAR14 SEP14 SEP15MAR15 MAR16

Sumber: BPS, diolah

0,00

0,20

0,40

0,60

0,80

1,00

1,20

1,40

1,60

1,80

KOTA DESA KOTA + DESA

GRAFIK 6.6. INDEKS KEDALAMAN KEMISKINAN

SEP12 MAR13 SEP13 MAR14 SEP14 SEP15MAR15 MAR161,00

1,50

2,00

2,50

3,00

3,50

4,00

4,50

5,00

5,50

6,00

Sumber: BPS, diolah

KOTA DESA KOTA + DESA

LAM

PUN

G

SULT

ENG

NTB

AC

EH

BEN

GK

ULU

GO

RON

TALO

MA

LUK

U

NTT

PAPU

A B

ARA

T

PAPU

A

GRAFIK 6.5. SEPULUH PERINGKAT TERENDAH GARIS KEMISKINAN

333.996

324.992

322.947

321.761

317.478

317.348

286.840

284.232

277.288

270.601

RP

Sumber: BPS, diolah

GRAFIK 6.4. PERKEMBANGAN GARIS KEMISKINAN

SEP12MAR12 MAR13 SEP13 MAR14 SEP14 SEP15MAR15 MAR16

211,79222,51

235,81251,08

265,96 268,54

297,86307,22

322,947

0

50

100

150

200

250

300

350 RIBU

Sumber: BPS, diolah

MAKANAN BUKAN MAKANAN GARIS KEMISKINAN

Di sisi lain, adanya kenaikan tingkat harga beberapa komoditas mendorong peningkatan garis kemiskinan di Provinsi NTT

sebesar 5,12% dari Rp 307.224,-/kapita (Sept 2015) menjadi Rp 322.947,-/kapita (Maret 2016). Peningkatan tertinggi

terjadi pada komoditas bukan makanan sebesar 7,47% dengan komponen terbesar adalah biaya perumahan.

Peningkatan harga kontrak rumah juga menjadi salah satu penyumbang inflasi tertinggi di bulan Maret. Dari sisi peringkat,

nilai garis kemiskinan Provinsi NTT berada di peringkat ke-8 terendah di atas Jawa Timur, Sulawesi Utara, Jawa Tengah dan

Sulawesi Barat. Peningkatan garis kemiskinan yang diiringi oleh penurunan jumlah penduduk miskin mengindikasikan

adanya perbaikan daya beli masyarakat di NTT.

Indeks kedalaman kemiskinan (P1) pada Maret 2016 tercatat sebesar 4,69, sedikit meningkat dibandingkan September

2015 (4,62) yang mengindikasikan melebarnya rata-rata pengeluaran penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan

dari garis kemiskinan. Sementara itu, indeks keparahan kemiskinan (P2) tercatat menurun dari 1,44 (Sept 2015) menjadi

1,30 (Maret 2016) yang mengindikasikan adanya penurunan ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin di NTT.

6.3. INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM)

Berdasarkan perhitungan IPM terbaru tahun 2015, Provinsi NTT memiliki angka IPM 62,67 dan berada di peringkat ke-32

dari 34 Provinsi. Sementara itu berdasarkan perhitungan dari setiap indikator pembentuk IPM terlihat bahwa komponen

Pengeluaran Riil Per Kapita (PPK) Provinsi NTT sebesar Rp 7.003.000,- (peringkat ke-33 Nasional), Rata-Rata Lama Sekolah

(RLS): 6,93 tahun (ke-32), serta Angka Harapan Hidup (AHH): 65,96 tahun (ke-29) merupakan komponen yang tergolong

rendah di tingkat nasional. Sementara itu, komponen Harapan Lama Sekolah (HLS): 12,84 tahun tergolong cukup baik

karena berada pada peringkat ke-12 nasional. Berdasarkan penilaian komponen tersebut, diperlukan adanya

pengembangan investasi dan sektor ekonomi baru sehingga dapat mendorong peningkatan daya beli masyarakat. Selain

itu, diperlukan pula perbaikan terhadap masalah infrastruktur kesehatan dan sanitasi guna mendorong peningkatan AHH.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

62

GRAFIK 6.11. ANGKA PARTISIPASI MURNI

Sumber: BPS, diolah

2010 2011 2012 2013 2014 2015

93,0 92,1 92,4 93,6 94,6 95,0

51,056,7 55,9

59,265,9 66,3

34,9340,84

38,62

47,3152,15 52,51

30

40

50

60

70

80

90

100

SD/MI SMP/MTS SMA/SMK/MA

Apabila dilihat berdasarkan Kabupaten/Kota, angka IPM tertinggi di Provinsi NTT ada pada Kota Kupang (77,95)

sementara yang terendah adalah Kab. Sabu Raijua (53,28). Dari 22 Kab/Kota di Provinsi NTT, hanya kota Kupang yang

memiliki IPM >70, sementara 2 Kabupaten pada rentang 65-70, 10 Kabupaten 60-65, serta 9 Kabupaten 60. Dari sisi

indikator pembentuk IPM, indikator Angka Harapan Hidup (68,34), Harapan Lama Sekolah (15,75), Rata-Rata Lama

Sekolah (11,43) dan Pengeluaran Rill Per Kapita (Rp 12,88 juta) Kota Kupang menjadi yang tertinggi di NTT. Sementara itu,

Kab. Sabu Raijua memiliki Angka Harapan Hidup Terendah (58,38) dan Pendapatan Rill Per Kapita (Rp 4,78 juta) terendah,

Kab. Manggarai Timur: Angka Harapan Lama Sekolah terendah (10,3), serta Kab. Sumba Tengah: Rata-Rata Lama Sekolah

terendah (5,12).

GRAFIK 6.9. IPM PER KABUPATEN/KOTA DI NTT (2015)

Sumber: BPS, diolah

GRAFIK 6.8. IPM PROVINSI DI INDONESIA (2015)

Sumber: BPS, diolah

MA

LUK

U

LAM

PUN

G

SULT

ENG

MA

LUT

GO

RON

TALO

KA

LBA

R

NTB

SULB

AR

NTT

PAPU

A

67,0

5

66,9

5

66,7

6

65,9

1

65,8

6

65,5

9

65,1

9

62,9

6

62,6

7

61,7

3

57,2

5

GRAFIK 6.10. ANGKA PARTISIPASI SEKOLAH

2010 2011 2012 2013 2014 2015

96,49 95,96 95,9992,34

97,99 98,13

81,2485,88 88,56 89,39

94,26 94,39

49,22

60,21 62,0064,90

73,96 74,25

30

40

50

60

70

80

90

100

Sumber: BPS, diolah

7-12 THN 13-15 THN 16-18 THN

6.4. ANGKA PARTISIPASI SEKOLAH (APS)

Angka Partisipasi Sekolah (APS) merupakan proporsi dari semua anak yang masih sekolah pada satu kelompok umur

tertentu terhadap penduduk dengan kelompok umur yang sesuai. Perkembangan APS Provinsi NTT menunjukkan angka

yang cukup tinggi pada tahun 2015. Jumlah penduduk sekolah untuk usia 7-12 tahun mencapai 98,13%, usia 13-15

tahun (94,39%) dan usia 16-18 tahun (74,25%). Namun, proporsi anak sekolah pada satu kelompok umur tertentu yang

bersekolah tepat pada tingkat kelompok umurnya atau Angka Partisipasi Murni (APM) masih menunjukkan proporsi yang

cukup rendah untuk tingkat >SMP. Tercatat partisipasi sekolah untuk tingkat SMP hanya sebesar 66,32 sementara untuk

tingkat SMA (52,51). Hal yang berbeda terjadi pada tingkat SD yang tercatat sudah cukup baik sebesar 94,95%.

Masih rendahnya angka APS dan APM tersebut menunjukkan bahwa kesadaran penduduk NTT untuk menempuh

pendidikan yang sesuai dengan kelompok umurnya masih tergolong rendah. Hal ini dimungkinkan karena kecenderungan

pemuda untuk bekerja terlebih dahulu, terutama di sektor pertanian, selain kemampuan ekonomi keluarga yang tidak

mencukupi. Namun, kesadaran tersebut mulai muncul seiring adanya kebutuhan untuk peningkatan kemampuan diri

seiring perkembangan umur.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

63Agustus 2016Agustus 2016

Page 84: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

6.5. KONDISI TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG

Dari data survei Industri Manufaktur Besar dan Sedang (IBS) BPS Provinsi NTT Triwulan I-2016, diketahui bahwa

penyerapan tenaga kerja masih didominasi oleh industri barang galian bukan logam (35,95%) dan diikuti oleh industri

makanan (28,09%). Sementara itu, tingginya porsi tenaga kerja industri barang galian bukan logam juga diikuti oleh

tingkat produktivitas yang tertinggi sebesar Rp 29,81 juta/tenaga kerja, walaupun mengalami penurunan dibandingkan

triwulan I-2016 yang sebesar Rp 31,29 juta/tenaga kerja. Secara umum, pada triwulan II-2016 terjadi penurunan pada

industri barang galian bukan logam, furnitur dan industri minuman, sementara industri makanan mengalami

peningkatan.

Sumber: BPS, diolah

28,09%

17,80%18,15%

35,95%

GRAFIK 6.12. PERSENTASE PENYERAPAN TENAGA KERJA INDUSTRI MANUFAKTUR SEDANG DAN BESAR

MAKANAN MINUMAN FURNITUR BARANG GALIAN

GRAFIK 6.13. PERKEMBANGAN PRODUKTIVITAS INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG

Sumber: BPS, diolah

MAKANAN MINUMAN FURNITUR BARANG GALIANBUKAN LOGAM

11,15

8 8,47

31,29

16,33

6,97

8,27

29,81

0

5

10

15

20

25

30

35

I - 2016 II - 2016

6.6. HASIL SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA (SKDU)

Dari hasil SKDU di wilayah NTT, terlihat bahwa indikator ketenagakerjaan menunjukkan peningkatan pada triwulan II-

2016. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan dalam penggunaan tenaga kerja di Provinsi NTT, terutama pertanian,

perdagangan, hotel dan restoran, serta pengangkutan dan komunikasi. Sementara itu, untuk periode triwulan III 2016,

penyerapan tenaga kerja diperkirakan kembali meningkat yang terlihat dari peningkatan indeks proyeksi penggunaan

tenaga kerja yang diperkirakan terutama berada pada sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran.

GRAFIK 6.14. PERKEMBANGAN INDEKS TENAGA KERJA SKDU

Sumber: Bank Indonesia, 2016

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

25

30

IND

EKS

*PERKIRAAN% SBT

II I II I I I II I I IVIV20132012 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I I I I I I*2016

PERKIRAAN AKTUAL

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

64

Pada tanggal 27 – 30 Juli 2016, Kota Kupang menjadi tuan rumah hari keluarga

nasional (Harganas) ke-23. Acara puncak yang diikuti secara langsung oleh presiden

ini dihadiri oleh sekitar 12-15 ribu orang, dan menjadi salah satu acara terbesar

nasional di NTT dalam satu tahun terakhir, bersama dengan hari kesetiakawanan sosial

nasional (HKSN) dan natal nasional bersama di akhir tahun 2015. Untuk mengantisipasi

banyaknya peserta yang datang, panitia sudah mempersiapkan segala informasi terkait

akomodasi selama di Kupang, meliputi peta Kota Kupang, Lokasi Kegiatan, jadwal

penerbangan, hotel dan penginapan, info pariwisata, kuliner, souvenir, jadwal acara,

rental kendaraan hingga peta dan jadwal kegiatan selama acara berlangsung.

Hari Keluarga Nasional ke-23 di Provinsi NTT04

Gambar Boks 4.2. Kapasitas Rumah Makan dan Taksi di Kota Kupang

Sumber : DJPK Kemenkeu RI, diolah

Gambar Boks 4.1. Kapasitas Angkutan Udara dan Penginapan di Kota Kupang

Sumber : DJPK Kemenkeu RI, Biro Keuangan NTT, diolah

Berdasarkan perhitungan, total kapasitas angkut pesawat dari bandara El Tari Kupang ke Surabaya, Jakarta dan Denpasar

sekitar 2.600 orang per hari, sehingga untuk mengangkut peserta masuk dan keluar Kota Kupang dibutuhkan beberapa

hari hingga semua peserta dapat kembali ke daerah masing-masing. Berdasarkan hasil pencarian, tiket pesawat sudah

habis seminggu sebelum dan setelah acara sehingga menyulitkan peserta yang akan mengikuti dan kembali ke daerah

asal. Total kamar yang tersedia di Kota Kupang untuk hotel dan homestay lebih kurang hanya sebanyak 3.300 kamar

sehingga banyak peserta yang harus mencari tempat kos atau menumpang rumah warga untuk dapat mengikuti acara.

Total rumah makan yang ada dirasa sudah mencukupi dengan rasio per rumah makan melayani 20 pembeli per hari.

Armada taksi juga relatif memadai dengan 60 taksi argo, 79 jasa rental mobil yang masing-masing memiliki beberapa buah

mobil belum termasuk taksi bandara yang armadanya juga mencapai puluhan.

Pelaksanaan acara tersebut juga patut diapresiasi karena walaupun mendatangkan sekian banyak peserta dari berbagai

macam daerah, inflasi Kota Kupang relatif cukup terkendali bahkan tercatat deflasi 0,35% (mtm) dan menjadi satu dari

dua provinsi di Indonesia yang bisa mencapai deflasi pada bulan Juli 2016. Hal ini jauh berbeda dengan kondisi perayaan

HKSN dan natal bersama yang berdampak terhadap kenaikan inflasi hingga 2,67% (mtm) di bulan Desember 2016 karena

adanya kekurangan pasokan pada komoditas bahan makanan seperti daging ayam, sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan.

Pelaksanaan Harganas saat ini juga didukung oleh kondisi cuaca yang cukup bersahabat sehingga tidak terdapat

permasalahan berarti dengan kondisi pasokan bahan makanan. Permasalahan yang cukup berarti hanya didapatkan pada

kapasitas angkut pesawat dan kebutuhan kamar yang dirasa kurang mencukupi.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

65Agustus 2016Agustus 2016

Page 85: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

6.5. KONDISI TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG

Dari data survei Industri Manufaktur Besar dan Sedang (IBS) BPS Provinsi NTT Triwulan I-2016, diketahui bahwa

penyerapan tenaga kerja masih didominasi oleh industri barang galian bukan logam (35,95%) dan diikuti oleh industri

makanan (28,09%). Sementara itu, tingginya porsi tenaga kerja industri barang galian bukan logam juga diikuti oleh

tingkat produktivitas yang tertinggi sebesar Rp 29,81 juta/tenaga kerja, walaupun mengalami penurunan dibandingkan

triwulan I-2016 yang sebesar Rp 31,29 juta/tenaga kerja. Secara umum, pada triwulan II-2016 terjadi penurunan pada

industri barang galian bukan logam, furnitur dan industri minuman, sementara industri makanan mengalami

peningkatan.

Sumber: BPS, diolah

28,09%

17,80%18,15%

35,95%

GRAFIK 6.12. PERSENTASE PENYERAPAN TENAGA KERJA INDUSTRI MANUFAKTUR SEDANG DAN BESAR

MAKANAN MINUMAN FURNITUR BARANG GALIAN

GRAFIK 6.13. PERKEMBANGAN PRODUKTIVITAS INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG

Sumber: BPS, diolah

MAKANAN MINUMAN FURNITUR BARANG GALIANBUKAN LOGAM

11,15

8 8,47

31,29

16,33

6,97

8,27

29,81

0

5

10

15

20

25

30

35

I - 2016 II - 2016

6.6. HASIL SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA (SKDU)

Dari hasil SKDU di wilayah NTT, terlihat bahwa indikator ketenagakerjaan menunjukkan peningkatan pada triwulan II-

2016. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan dalam penggunaan tenaga kerja di Provinsi NTT, terutama pertanian,

perdagangan, hotel dan restoran, serta pengangkutan dan komunikasi. Sementara itu, untuk periode triwulan III 2016,

penyerapan tenaga kerja diperkirakan kembali meningkat yang terlihat dari peningkatan indeks proyeksi penggunaan

tenaga kerja yang diperkirakan terutama berada pada sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran.

GRAFIK 6.14. PERKEMBANGAN INDEKS TENAGA KERJA SKDU

Sumber: Bank Indonesia, 2016

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

25

30

IND

EKS

*PERKIRAAN% SBT

II I II I I I II I I IVIV20132012 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I I I I I I*2016

PERKIRAAN AKTUAL

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

64

Pada tanggal 27 – 30 Juli 2016, Kota Kupang menjadi tuan rumah hari keluarga

nasional (Harganas) ke-23. Acara puncak yang diikuti secara langsung oleh presiden

ini dihadiri oleh sekitar 12-15 ribu orang, dan menjadi salah satu acara terbesar

nasional di NTT dalam satu tahun terakhir, bersama dengan hari kesetiakawanan sosial

nasional (HKSN) dan natal nasional bersama di akhir tahun 2015. Untuk mengantisipasi

banyaknya peserta yang datang, panitia sudah mempersiapkan segala informasi terkait

akomodasi selama di Kupang, meliputi peta Kota Kupang, Lokasi Kegiatan, jadwal

penerbangan, hotel dan penginapan, info pariwisata, kuliner, souvenir, jadwal acara,

rental kendaraan hingga peta dan jadwal kegiatan selama acara berlangsung.

Hari Keluarga Nasional ke-23 di Provinsi NTT04

Gambar Boks 4.2. Kapasitas Rumah Makan dan Taksi di Kota Kupang

Sumber : DJPK Kemenkeu RI, diolah

Gambar Boks 4.1. Kapasitas Angkutan Udara dan Penginapan di Kota Kupang

Sumber : DJPK Kemenkeu RI, Biro Keuangan NTT, diolah

Berdasarkan perhitungan, total kapasitas angkut pesawat dari bandara El Tari Kupang ke Surabaya, Jakarta dan Denpasar

sekitar 2.600 orang per hari, sehingga untuk mengangkut peserta masuk dan keluar Kota Kupang dibutuhkan beberapa

hari hingga semua peserta dapat kembali ke daerah masing-masing. Berdasarkan hasil pencarian, tiket pesawat sudah

habis seminggu sebelum dan setelah acara sehingga menyulitkan peserta yang akan mengikuti dan kembali ke daerah

asal. Total kamar yang tersedia di Kota Kupang untuk hotel dan homestay lebih kurang hanya sebanyak 3.300 kamar

sehingga banyak peserta yang harus mencari tempat kos atau menumpang rumah warga untuk dapat mengikuti acara.

Total rumah makan yang ada dirasa sudah mencukupi dengan rasio per rumah makan melayani 20 pembeli per hari.

Armada taksi juga relatif memadai dengan 60 taksi argo, 79 jasa rental mobil yang masing-masing memiliki beberapa buah

mobil belum termasuk taksi bandara yang armadanya juga mencapai puluhan.

Pelaksanaan acara tersebut juga patut diapresiasi karena walaupun mendatangkan sekian banyak peserta dari berbagai

macam daerah, inflasi Kota Kupang relatif cukup terkendali bahkan tercatat deflasi 0,35% (mtm) dan menjadi satu dari

dua provinsi di Indonesia yang bisa mencapai deflasi pada bulan Juli 2016. Hal ini jauh berbeda dengan kondisi perayaan

HKSN dan natal bersama yang berdampak terhadap kenaikan inflasi hingga 2,67% (mtm) di bulan Desember 2016 karena

adanya kekurangan pasokan pada komoditas bahan makanan seperti daging ayam, sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan.

Pelaksanaan Harganas saat ini juga didukung oleh kondisi cuaca yang cukup bersahabat sehingga tidak terdapat

permasalahan berarti dengan kondisi pasokan bahan makanan. Permasalahan yang cukup berarti hanya didapatkan pada

kapasitas angkut pesawat dan kebutuhan kamar yang dirasa kurang mencukupi.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

65Agustus 2016Agustus 2016

Page 86: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

Adanya kekurangan angkutan udara tersebut sekiranya dapat diberlakukan kebijakan khusus untuk NTT terlebih terkait

penambahan frekuensi pesawat. Terbatasnya armada pesawat yang melayani penerbangan ke Kupang tersebut

menyebabkan angkutan udara menjadi penyumbang inflasi utama di bulan Juli 2016. Adanya penambahan angkutan

udara diharapkan dapat menekan potensi inflasi yang terjadi. Kekurangan penginapan sebenarnya sudah dapat diatasi

oleh peserta dan panitia yang membantu mencarikan kos ke rumah warga. Penekanan perbaikan ke depan lebih kepada

prioritas penggunaan hotel untuk tamu prioritas seperti kepala daerah atau pejabat pemerintah yang diundang. Secara

keseluruhan, acara berhasil diselenggarakan dengan baik dan dengan tetap menjaga kecukupan pasokan bahan pangan

yang ada, sehingga inflasi dapat terkendali. Semoga pelaksanaan acara tersebut dapat menjadi contoh pelaksanaan acara

serupa ke depannya.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

66

Pertumbuhan ekonomi NTT pada triwulan IV-2016 diperkirakan meningkat dan berada pada

rentang 5,2-5,6% (yoy) dan prediksi sepanjang tahun 2016 diperkirakan masih sesuai proyeksi

sebelumnya sebesar 5,1-5,5% (yoy). Di sisi lain, inflasi hingga akhir tahun diperkirakan berada

pada kisaran 3,6-4,0% (yoy).

Peningkatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan-IV diperkirakan didorong oleh sektor Administrasi

Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib serta sektor Perdagangan Besar dan Eceran,

Reparasi Mobil dan Sepeda Motor. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi NTT sepanjang tahun 2016

diperkirakan didorong oleh konsumsi pemerintah dan investasi.

Dari sisi inflasi, adanya pencapaian deflasi pada beberapa periode bulan di Provinsi NTT

menyebabkan proyeksi inflasi NTT pada akhir tahun diperkirakan berada pada rentang 3,6-4,0%

(yoy).

Prospek P erekonomian D aerah07

Foto : Bukit Wairinding - Sumba TimurAgustus 2016

Page 87: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

Adanya kekurangan angkutan udara tersebut sekiranya dapat diberlakukan kebijakan khusus untuk NTT terlebih terkait

penambahan frekuensi pesawat. Terbatasnya armada pesawat yang melayani penerbangan ke Kupang tersebut

menyebabkan angkutan udara menjadi penyumbang inflasi utama di bulan Juli 2016. Adanya penambahan angkutan

udara diharapkan dapat menekan potensi inflasi yang terjadi. Kekurangan penginapan sebenarnya sudah dapat diatasi

oleh peserta dan panitia yang membantu mencarikan kos ke rumah warga. Penekanan perbaikan ke depan lebih kepada

prioritas penggunaan hotel untuk tamu prioritas seperti kepala daerah atau pejabat pemerintah yang diundang. Secara

keseluruhan, acara berhasil diselenggarakan dengan baik dan dengan tetap menjaga kecukupan pasokan bahan pangan

yang ada, sehingga inflasi dapat terkendali. Semoga pelaksanaan acara tersebut dapat menjadi contoh pelaksanaan acara

serupa ke depannya.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

66

Pertumbuhan ekonomi NTT pada triwulan IV-2016 diperkirakan meningkat dan berada pada

rentang 5,2-5,6% (yoy) dan prediksi sepanjang tahun 2016 diperkirakan masih sesuai proyeksi

sebelumnya sebesar 5,1-5,5% (yoy). Di sisi lain, inflasi hingga akhir tahun diperkirakan berada

pada kisaran 3,6-4,0% (yoy).

Peningkatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan-IV diperkirakan didorong oleh sektor Administrasi

Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib serta sektor Perdagangan Besar dan Eceran,

Reparasi Mobil dan Sepeda Motor. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi NTT sepanjang tahun 2016

diperkirakan didorong oleh konsumsi pemerintah dan investasi.

Dari sisi inflasi, adanya pencapaian deflasi pada beberapa periode bulan di Provinsi NTT

menyebabkan proyeksi inflasi NTT pada akhir tahun diperkirakan berada pada rentang 3,6-4,0%

(yoy).

Prospek P erekonomian D aerah07

Foto : Bukit Wairinding - Sumba TimurAgustus 2016

Page 88: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

GRAFIK 7.2. PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TAHUN 2016

Sumber : BPS dan Bank Indonesia, diolah

5.4

5.2

5.0

4.8

4.6

4.4

4.2

4.0

PDRB(YOY)PERDAGANGAN BESAR & ECERAN (YOY)KONSTRUKSI (YOY)

PERTANIAN, KEHUTANAN & PRKN (YOY) ADM PEMERINTAHAN (YOY)JASA PENDIDIKAN (YOY)

20132012 2014 2015 2016

5.1-5.6%5.02%5.05%5.41%5.46%

9

8

7

6

5

4

3

2

1

0

GRAFIK 7.1. PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TRIWULAN IV – 2016

Sumber : BPS dan Bank Indonesia, diolah

PDRB(YOY)PERDAGANGAN BESAR & ECERAN (YOY)KONSTRUKSI (YOY)

PERTANIAN, KEHUTANAN & PRKN (YOY) ADM PEMERINTAHAN (YOY)JASA PENDIDIKAN (YOY)

2015I II I I I IV

2016I II I I I* IV*

4.64%

5.60%

5.40%

5.20%

5.00%

4.80%

4.60%

4.40%

4.20%

15%

13%

11%

9%

7%

5%

3%

1%

-1%

-3%5.12% 5.15% 5.13% 5.08% 5.29% 5.55% 5

,2%-5,6%

7.1.1 Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan IV – 2016 Pertumbuhan ekonomi NTT pada triwulan IV-2016 diperkirakan mengalami sedikit peningkatan pada rentang 5,2-5,6%

(yoy) yang disebabkan oleh dorongan sektor Administrasi Pemerintahan seiring dengan peningkatan realisasi belanja di

akhir tahun serta peningkatan sektor Perdagangan Besar dan Eceran seiring dorongan belanja masyarakat memasuki

momen libur keagamaan di akhir tahun.

7.1 PERTUMBUHAN EKONOMI

7.1.2 Pertumbuhan Ekonomi NTT Tahun 2016 Sementara itu, pertumbuhan ekonomi pada tahun 2016 diperkirakan masih berada pada rentang 5,1-5,5% (yoy).

Peningkatan terjadi terutama disebabkan oleh peningkatan realisasi belanja pemerintah di banding tahun sebelumnya.

Dana desa diharapkan juga dapat terealisasi cukup besar dari total anggaran yang mencapai Rp 1,85 triliun. Selain itu,

adanya gaji ke-13 dan ke-14 Pegawai Negeri Sipil dan peningkatan produksi komoditas pertanian dan perkebunan

diharapkan dapat mendorong kenaikan konsumsi masyarakat hingga akhir tahun. Dorongan juga berasal dari berbagai

kegiatan proyek-proyek seperti bendungan (Raknamo dan Rotiklot) serta berbagai kegiatan proyek lainnya, seperti

pengembangan irigasi, jalan, Pos Lintas Batas Negara dan berbagai sarana perhubungan (dermaga dan bandara) dan juga

dorongan dari investasi swasta di berbagai sektor, terutama sektor pariwisata dan industri pengolahan.

7.1.2.1 Pertumbuhan Sisi PenggunaanDari sisi penggunaan, komponen konsumsi rumah tangga pada triwulan IV diperkirakan meningkat yang

terindikasi dari Survei Konsumen. Peningkatan terlihat dari berbagai indikator indeks, diantaranya Ekspektasi

Penghasilan 6 bulan yang akan datang, ketersediaan lapangan kerja 6 bulan yang akan datang serta kondisi ekonomi

Indonesia 6 bulan yang akan datang yang menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan. Hal ini menunjukkan

bahwa akan terjadi kenaikan belanja rumah tangga masyarakat pada akhir tahun 2016.

Kinerja investasi diperkirakan tumbuh meningkat pada triwulan-IV. Peningkatan kinerja diperkirakan berasal dari

tingginya realisasi investasi pemerintah. Dengan realisasi investasi yang masih 13,9%, penyerapan investasi diperkirakan

akan kembali meningkat signifikan di triwulan IV 2016.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

69Agustus 2016

Page 89: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

GRAFIK 7.2. PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TAHUN 2016

Sumber : BPS dan Bank Indonesia, diolah

5.4

5.2

5.0

4.8

4.6

4.4

4.2

4.0

PDRB(YOY)PERDAGANGAN BESAR & ECERAN (YOY)KONSTRUKSI (YOY)

PERTANIAN, KEHUTANAN & PRKN (YOY) ADM PEMERINTAHAN (YOY)JASA PENDIDIKAN (YOY)

20132012 2014 2015 2016

5.1-5.6%5.02%5.05%5.41%5.46%

9

8

7

6

5

4

3

2

1

0

GRAFIK 7.1. PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TRIWULAN IV – 2016

Sumber : BPS dan Bank Indonesia, diolah

PDRB(YOY)PERDAGANGAN BESAR & ECERAN (YOY)KONSTRUKSI (YOY)

PERTANIAN, KEHUTANAN & PRKN (YOY) ADM PEMERINTAHAN (YOY)JASA PENDIDIKAN (YOY)

2015I II I I I IV

2016I II I I I* IV*

4.64%

5.60%

5.40%

5.20%

5.00%

4.80%

4.60%

4.40%

4.20%

15%

13%

11%

9%

7%

5%

3%

1%

-1%

-3%5.12% 5.15% 5.13% 5.08% 5.29% 5.55% 5

,2%-5,6%

7.1.1 Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan IV – 2016 Pertumbuhan ekonomi NTT pada triwulan IV-2016 diperkirakan mengalami sedikit peningkatan pada rentang 5,2-5,6%

(yoy) yang disebabkan oleh dorongan sektor Administrasi Pemerintahan seiring dengan peningkatan realisasi belanja di

akhir tahun serta peningkatan sektor Perdagangan Besar dan Eceran seiring dorongan belanja masyarakat memasuki

momen libur keagamaan di akhir tahun.

7.1 PERTUMBUHAN EKONOMI

7.1.2 Pertumbuhan Ekonomi NTT Tahun 2016 Sementara itu, pertumbuhan ekonomi pada tahun 2016 diperkirakan masih berada pada rentang 5,1-5,5% (yoy).

Peningkatan terjadi terutama disebabkan oleh peningkatan realisasi belanja pemerintah di banding tahun sebelumnya.

Dana desa diharapkan juga dapat terealisasi cukup besar dari total anggaran yang mencapai Rp 1,85 triliun. Selain itu,

adanya gaji ke-13 dan ke-14 Pegawai Negeri Sipil dan peningkatan produksi komoditas pertanian dan perkebunan

diharapkan dapat mendorong kenaikan konsumsi masyarakat hingga akhir tahun. Dorongan juga berasal dari berbagai

kegiatan proyek-proyek seperti bendungan (Raknamo dan Rotiklot) serta berbagai kegiatan proyek lainnya, seperti

pengembangan irigasi, jalan, Pos Lintas Batas Negara dan berbagai sarana perhubungan (dermaga dan bandara) dan juga

dorongan dari investasi swasta di berbagai sektor, terutama sektor pariwisata dan industri pengolahan.

7.1.2.1 Pertumbuhan Sisi PenggunaanDari sisi penggunaan, komponen konsumsi rumah tangga pada triwulan IV diperkirakan meningkat yang

terindikasi dari Survei Konsumen. Peningkatan terlihat dari berbagai indikator indeks, diantaranya Ekspektasi

Penghasilan 6 bulan yang akan datang, ketersediaan lapangan kerja 6 bulan yang akan datang serta kondisi ekonomi

Indonesia 6 bulan yang akan datang yang menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan. Hal ini menunjukkan

bahwa akan terjadi kenaikan belanja rumah tangga masyarakat pada akhir tahun 2016.

Kinerja investasi diperkirakan tumbuh meningkat pada triwulan-IV. Peningkatan kinerja diperkirakan berasal dari

tingginya realisasi investasi pemerintah. Dengan realisasi investasi yang masih 13,9%, penyerapan investasi diperkirakan

akan kembali meningkat signifikan di triwulan IV 2016.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

69Agustus 2016

Page 90: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

GRAFIK 7.3. SURVEI KONSUMEN

Sumber : Bank Indonesia, diolah

20132012 2014 2015 2016

160.0

140.0

120.0

100.0

EKSPEKTASI PENGHASILAN 6 BLN Y.A.D INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK)INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK) KONDISI EKONOMI INDONESIA 6 BLN Y.A.DKETERSEDIAAN LAPANGAN KERJA 6 BLN Y.A.D

Kinerja net impor antar daerah dan ekspor luar negeri NTT pada triwulan IV diperkirakan juga akan meningkat.

Peningkatan impor antar daerah disebabkan oleh tingginya kebutuhan masyarakat akan bahan pangan dari daerah lain,

terutama dalam rangka memenuhi kebutuhan perayaan natal serta kebutuhan pembangunan proyek di akhir tahun.

Sementara itu, ekspor ke luar NTT juga diperkirakan meningkat karena pengiriman kendaraan, suku cadang dan semen ke

Timor Leste dan ekspor komoditas perikanan terutama ikan tongkol/tuna.

7.1.2.2 Pertumbuhan Sisi SektoralDari sisi sektoral, pertumbuhan sektor pertanian pada triwulan-IV 2016 diperkirakan mengalami peningkatan.

Peningkatan pada sektor pertanian terutama berasal dari tibanya masa panen holtikultura, padi dan perkebunan rakyat.

Adanya perbaikan sarana irigasi di berbagai tempat diharapkan dapat menunjang peningkatan produksi pertanian di NTT.

La Nina yang terjadi juga memungkinkan bagi petani untuk melakukan penanaman di luar musim. Sementara itu, adanya

kapal ternak dapat pula menunjang stabilnya pengiriman ternak dari NTT. Di sisi lain, karena faktor musiman, sektor

perikanan diperkirakan akan melambat karena cuaca dan gelombang yang kurang baik di akhir tahun.

Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib diperkirakan mengalami

perlambatan. Perlambatan pada triwulan-IV lebih disebabkan oleh adanya program penghematan belanja karena

potensi tidak terealisasinya target pajak. Selain itu, realisasi anggaran pemerintah yang terealisasi lebih cepat juga

membuat realisasi di triwulan IV tidak setinggi tahun sebelumnya namun diperkirakan masih terjadi karena pola realisasi

anggaran pemerintah yang biasanya meningkat cukup tinggi di akhir tahun. Selain itu, potensi keterlambatan pencairan

dana desa juga menjadi penyumbang pertumbuhan triwulan IV-2016.

Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor diperkirakan mengalami pelambatan

pada Triwulan-IV. Perlambatan juga didorong oleh tingginya pertumbuhan pada periode yang sama tahun 2015.

Namun, pertumbuhan pada triwulan IV-2016 diperkirakan masih cukup tinggi dengan dorongan dari kegiatan masyarakat

memasuki liburan sekolah dan keagamaan. Selain itu, pendapatan masyarakat paska panen yang meningkat serta adanya

kegiatan proyek-proyek pemerintah yang dapat membuka lapangan pekerjaan baru diperkirakan dapat menopang

pertumbuhan sektor ini.

Sektor konstruksi diperkirakan mengalami peningkatan di triwulan-IV. Peningkatan diperkirakan disebabkan oleh

realisasi penyelesaian proyek-proyek multiyears dan tahun tunggal di NTT, seperti bendungan (raknamo dan rotiklot),

jembatan petuk, jalan sabuk perbatasan (81 KM), kantor Gubernur NTT serta Pos Lintas Batas Negara.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

70

Secara tahunan, pertumbuhan inflasi pada akhir tahun 2016 diperkirakan berada pada kisaran 3,6-4% (yoy).

Rendahnya inflasi pada akhir tahun 2016 didorong oleh pencapaian deflasi pada beberapa periode bulan di tahun 2016,

diantaranya bulan Februari, Maret dan Juli. Selain itu, di sisa tahun 2016 diperkirakan masih terdapat potensi adanya

pencapaian satu kali deflasi. Dari sisi komoditas, Inflasi yang cukup rendah ditopang oleh stabilnya harga bahan makanan

secara umum. Fluktuasi harga yang cukup tinggi hanya terjadi di beberapa komoditas utama seperti daging ayam ras, ikan

segar, telur ayam ras dan sawi putih. Sementara itu, komoditas yang memiliki fluktuasi cukup tinggi sebagai pendorong

inflasi adalah tarif angkutan udara seiring adanya beberapa momen bersifat nasional yang diadakan di tahun 2016, seperti

Hari Keluarga Nasional, Alor Expo dan Tour de Flores. Guna menjaga agar proyeksi pencapaian inflasi hingga akhir tahun

dapat tercapai, peningkatan koordinasi dalam lingkup Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi NTT perlu untuk

tetap terus dilakukan. Beberapa program TPID seperti pemantauan harga secara berkala, operasi pasar dan pengawasan

terhadap ketersediaan stok maupun langkah aksi terkait penyediaan stok bahan makanan perlu dilakukan. Dengan

adanya pola siklikal inflasi NTT akan cukup tinggi pada periode November dan Desember, maka ketersediaan stok pada

momen liburan sekolah, liburan keagamaan dan peningkatan kegiatan pemerintah dari segi pembangunan proyek di akhir

tahun harus tetap dijaga.

7.2 INFLASI

GRAFIK 7.4. PREDIKSI INFLASI AKHIR TAHUN 2016

Sumber : BPS dan Bank Indonesia, diolah

2015I II I I I IV

2014I II I I I IV

2016I II I I I* IV*

3.6-4%

9%

8%

7%

6%

5%

4%

3%

2%

1%

0%

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

71Agustus 2016Agustus 2016

Page 91: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga

GRAFIK 7.3. SURVEI KONSUMEN

Sumber : Bank Indonesia, diolah

20132012 2014 2015 2016

160.0

140.0

120.0

100.0

EKSPEKTASI PENGHASILAN 6 BLN Y.A.D INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK)INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK) KONDISI EKONOMI INDONESIA 6 BLN Y.A.DKETERSEDIAAN LAPANGAN KERJA 6 BLN Y.A.D

Kinerja net impor antar daerah dan ekspor luar negeri NTT pada triwulan IV diperkirakan juga akan meningkat.

Peningkatan impor antar daerah disebabkan oleh tingginya kebutuhan masyarakat akan bahan pangan dari daerah lain,

terutama dalam rangka memenuhi kebutuhan perayaan natal serta kebutuhan pembangunan proyek di akhir tahun.

Sementara itu, ekspor ke luar NTT juga diperkirakan meningkat karena pengiriman kendaraan, suku cadang dan semen ke

Timor Leste dan ekspor komoditas perikanan terutama ikan tongkol/tuna.

7.1.2.2 Pertumbuhan Sisi SektoralDari sisi sektoral, pertumbuhan sektor pertanian pada triwulan-IV 2016 diperkirakan mengalami peningkatan.

Peningkatan pada sektor pertanian terutama berasal dari tibanya masa panen holtikultura, padi dan perkebunan rakyat.

Adanya perbaikan sarana irigasi di berbagai tempat diharapkan dapat menunjang peningkatan produksi pertanian di NTT.

La Nina yang terjadi juga memungkinkan bagi petani untuk melakukan penanaman di luar musim. Sementara itu, adanya

kapal ternak dapat pula menunjang stabilnya pengiriman ternak dari NTT. Di sisi lain, karena faktor musiman, sektor

perikanan diperkirakan akan melambat karena cuaca dan gelombang yang kurang baik di akhir tahun.

Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib diperkirakan mengalami

perlambatan. Perlambatan pada triwulan-IV lebih disebabkan oleh adanya program penghematan belanja karena

potensi tidak terealisasinya target pajak. Selain itu, realisasi anggaran pemerintah yang terealisasi lebih cepat juga

membuat realisasi di triwulan IV tidak setinggi tahun sebelumnya namun diperkirakan masih terjadi karena pola realisasi

anggaran pemerintah yang biasanya meningkat cukup tinggi di akhir tahun. Selain itu, potensi keterlambatan pencairan

dana desa juga menjadi penyumbang pertumbuhan triwulan IV-2016.

Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor diperkirakan mengalami pelambatan

pada Triwulan-IV. Perlambatan juga didorong oleh tingginya pertumbuhan pada periode yang sama tahun 2015.

Namun, pertumbuhan pada triwulan IV-2016 diperkirakan masih cukup tinggi dengan dorongan dari kegiatan masyarakat

memasuki liburan sekolah dan keagamaan. Selain itu, pendapatan masyarakat paska panen yang meningkat serta adanya

kegiatan proyek-proyek pemerintah yang dapat membuka lapangan pekerjaan baru diperkirakan dapat menopang

pertumbuhan sektor ini.

Sektor konstruksi diperkirakan mengalami peningkatan di triwulan-IV. Peningkatan diperkirakan disebabkan oleh

realisasi penyelesaian proyek-proyek multiyears dan tahun tunggal di NTT, seperti bendungan (raknamo dan rotiklot),

jembatan petuk, jalan sabuk perbatasan (81 KM), kantor Gubernur NTT serta Pos Lintas Batas Negara.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

70

Secara tahunan, pertumbuhan inflasi pada akhir tahun 2016 diperkirakan berada pada kisaran 3,6-4% (yoy).

Rendahnya inflasi pada akhir tahun 2016 didorong oleh pencapaian deflasi pada beberapa periode bulan di tahun 2016,

diantaranya bulan Februari, Maret dan Juli. Selain itu, di sisa tahun 2016 diperkirakan masih terdapat potensi adanya

pencapaian satu kali deflasi. Dari sisi komoditas, Inflasi yang cukup rendah ditopang oleh stabilnya harga bahan makanan

secara umum. Fluktuasi harga yang cukup tinggi hanya terjadi di beberapa komoditas utama seperti daging ayam ras, ikan

segar, telur ayam ras dan sawi putih. Sementara itu, komoditas yang memiliki fluktuasi cukup tinggi sebagai pendorong

inflasi adalah tarif angkutan udara seiring adanya beberapa momen bersifat nasional yang diadakan di tahun 2016, seperti

Hari Keluarga Nasional, Alor Expo dan Tour de Flores. Guna menjaga agar proyeksi pencapaian inflasi hingga akhir tahun

dapat tercapai, peningkatan koordinasi dalam lingkup Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi NTT perlu untuk

tetap terus dilakukan. Beberapa program TPID seperti pemantauan harga secara berkala, operasi pasar dan pengawasan

terhadap ketersediaan stok maupun langkah aksi terkait penyediaan stok bahan makanan perlu dilakukan. Dengan

adanya pola siklikal inflasi NTT akan cukup tinggi pada periode November dan Desember, maka ketersediaan stok pada

momen liburan sekolah, liburan keagamaan dan peningkatan kegiatan pemerintah dari segi pembangunan proyek di akhir

tahun harus tetap dijaga.

7.2 INFLASI

GRAFIK 7.4. PREDIKSI INFLASI AKHIR TAHUN 2016

Sumber : BPS dan Bank Indonesia, diolah

2015I II I I I IV

2014I II I I I IV

2016I II I I I* IV*

3.6-4%

9%

8%

7%

6%

5%

4%

3%

2%

1%

0%

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

71Agustus 2016Agustus 2016

Page 92: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · 6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang 6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BOKS 4.Hari Keluarga