KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Agustus 2016 Pantai Walakiri - Waingapu Foto By: Misha NR
KAJIAN EKONOMI DANKEUANGAN REGIONALPROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
Agustus
2016
Pantai Walakiri - WaingapuFoto By: Misha NR
Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur
di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi
kebijakan moneter. Secara triwulanan KPw BI Provinsi NTT melakukan pengkajian dan penelitian terhadap
perkembangan perekonomian daerah sebagai masukan kepada Kantor Pusat Bank Indonesia dalam kaitan perumusan
kebijakan moneter tersebut. Selain itu kajian/analisis ini dimaksudkan untuk memberikan informasi yang diharapkan
dapat bermanfaat bagi eksternal stakeholder setempat, yaitu Pemda, DPRD, akademisi, masyarakat serta stakeholder
lainnya.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Nusa Tenggara Timur ini mencakup Ekonomi Makro Regional,
Keuangan Pemerintah Daerah, Perkembangan Inflasi, Stabilitas Keuangan Daerah, Perkembangan Sistem Pembayaran
dan Pengelolaan Uang Rupiah, Kesejahteraan dan Ketenagakerjaan serta Prospek Perekonomian Daerah 2016. Dalam
menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini
dinas/instansi terkait.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan kajian ini masih terdapat kekurangan, oleh karena itu kami mengharapkan
masukan dari semua pihak untuk meningkatkan kualitas isi dan penyajian laporan. Akhirnya kami mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu, baik dalam bentuk penyampaian data maupun dalam bentuk saran,
kritik, dan masukan sehingga kajian ini dapat diselesaikan. Kami mengharapkan kerjasama yang telah terjalin dengan
baik selama ini, kiranya dapat terus berlanjut di masa yang akan datang.
Kata Pengantar
Kupang, Agustus 2016
Kepala Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Nusa Tenggara Timur
Naek Tigor Sinaga
Deputi Direktur
iii
Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi
Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan
KPW BI Provinsi NTT
Jl. Tom Pello No. 2 Kupang – NTT
[0380] 832-047 ; fax : [0380] 822-103
www.bi.go.id
ii
Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur
di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi
kebijakan moneter. Secara triwulanan KPw BI Provinsi NTT melakukan pengkajian dan penelitian terhadap
perkembangan perekonomian daerah sebagai masukan kepada Kantor Pusat Bank Indonesia dalam kaitan perumusan
kebijakan moneter tersebut. Selain itu kajian/analisis ini dimaksudkan untuk memberikan informasi yang diharapkan
dapat bermanfaat bagi eksternal stakeholder setempat, yaitu Pemda, DPRD, akademisi, masyarakat serta stakeholder
lainnya.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Nusa Tenggara Timur ini mencakup Ekonomi Makro Regional,
Keuangan Pemerintah Daerah, Perkembangan Inflasi, Stabilitas Keuangan Daerah, Perkembangan Sistem Pembayaran
dan Pengelolaan Uang Rupiah, Kesejahteraan dan Ketenagakerjaan serta Prospek Perekonomian Daerah 2016. Dalam
menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini
dinas/instansi terkait.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan kajian ini masih terdapat kekurangan, oleh karena itu kami mengharapkan
masukan dari semua pihak untuk meningkatkan kualitas isi dan penyajian laporan. Akhirnya kami mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu, baik dalam bentuk penyampaian data maupun dalam bentuk saran,
kritik, dan masukan sehingga kajian ini dapat diselesaikan. Kami mengharapkan kerjasama yang telah terjalin dengan
baik selama ini, kiranya dapat terus berlanjut di masa yang akan datang.
Kata Pengantar
Kupang, Agustus 2016
Kepala Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Nusa Tenggara Timur
Naek Tigor Sinaga
Deputi Direktur
iii
Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi
Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan
KPW BI Provinsi NTT
Jl. Tom Pello No. 2 Kupang – NTT
[0380] 832-047 ; fax : [0380] 822-103
www.bi.go.id
ii
Halaman Judul
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Grafik
Daftar Tabel
Daftar Gambar
Ringkasan Umum
Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Provinsi Nusa Tenggara Timur
BAB I EKONOMI MAKRO REGIONAL
1.1 Kondisi Umum
1.2 Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan
1.2.1. Konsumsi
1.2.2. Pembentukan Modal Tetap Bruto/Investasi
1.2.3. Ekspor dan Impor
1.2.3.1 Ekspor dan Impor Antar Daerah
1.2.3.2 Ekspor dan Impor Luar Negeri
1.3 Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral
1.3.1. Sektor Pertanian, Kehutanan & Perikanan
1.3.2. Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial
1.3.3. Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Motor
1.3.4. Sektor-Sektor Lainnya
BOKS 1. Potensi Kepariwisataan di NTT
BOKS 2. Kondisi Konektivitas Angkutan Laut di Provinsi NTT
BAB II KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH
2.1 Kondisi Umum
2.2 Pendapatan Daerah
2.3 Belanja Daerah
2.3.1. Belanja APBN
2.3.2. Belanja Pemerintah Provinsi NTT
2.3.3. Belanja Pemerintah Kabupaten/ Kota
2.4 Dana Pemerintah di Perbankan
i
iii
v
viii
xii
xii
xv
xvii
1
1
2
2
5
6
6
6
7
7
9
10
11
14
17
21
21
21
22
24
24
24
25
Daftar Isi
vAgustus 2016
Halaman Judul
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Grafik
Daftar Tabel
Daftar Gambar
Ringkasan Umum
Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Provinsi Nusa Tenggara Timur
BAB I EKONOMI MAKRO REGIONAL
1.1 Kondisi Umum
1.2 Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan
1.2.1. Konsumsi
1.2.2. Pembentukan Modal Tetap Bruto/Investasi
1.2.3. Ekspor dan Impor
1.2.3.1 Ekspor dan Impor Antar Daerah
1.2.3.2 Ekspor dan Impor Luar Negeri
1.3 Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral
1.3.1. Sektor Pertanian, Kehutanan & Perikanan
1.3.2. Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial
1.3.3. Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Motor
1.3.4. Sektor-Sektor Lainnya
BOKS 1. Potensi Kepariwisataan di NTT
BOKS 2. Kondisi Konektivitas Angkutan Laut di Provinsi NTT
BAB II KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH
2.1 Kondisi Umum
2.2 Pendapatan Daerah
2.3 Belanja Daerah
2.3.1. Belanja APBN
2.3.2. Belanja Pemerintah Provinsi NTT
2.3.3. Belanja Pemerintah Kabupaten/ Kota
2.4 Dana Pemerintah di Perbankan
i
iii
v
viii
xii
xii
xv
xvii
1
1
2
2
5
6
6
6
7
7
9
10
11
14
17
21
21
21
22
24
24
24
25
Daftar Isi
vAgustus 2016
BAB V PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
5.1 Kondisi Umum
5.2 Transaksi Pembayaran Tunai
5.2.1 Aliran Uang Masuk (inflow) dan Aliran Uang Keluar (outflow)
5.2.2 Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE)
5.2.3 Perkembangan Uang Palsu (UPAL)
5.3 Transaksi Pembayaran Non Tunai
5.4 Perkembangan Layanan Keuangan Digital
BAB VI KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
6.1 Kondisi Umum
6.2 Perkembangan Tingkat Kemiskinan
6.3 Indeks Pengembangan Manusia (IPM)
6.4 Angka Partisipasi Sekolah (APS)
6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang
6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha
BOKS 4.Hari Keluarga Nasional Ke-23 di Provinsi NTT
BAB VII PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
7.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTT
7.1.1 Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan IV 2016
7.1.2 Pertumbuhan Ekonomi NTT Tahun 2016
7.1.2.1 Pertumbuhan Sisi Penggunaan
7.1.2.2 Pertumbuhan Sisi Sektoral
7.2 Inflasi
55
55
55
55
56
57
57
58
61
61
61
62
63
64
64
65
69
69
69
69
69
70
71
Daftar IsiBAB III PERKEMBANGAN INFLASI
3.1. Kondisi Umum
3.2. Inflasi Berdasarkan Kelompok Komoditas
3.2.1. Bahan Makanan
3.2.2. Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan
3.2.3. Makanan Jadi, Minuman, dan Tembakau
3.2.4. Komoditas Lainnya
3.3. Disagregasi Inflasi NTT
3.3.1 Kelompok Volatile foods
3.3.2 Kelompok Administered prices
3.3.3 Inflasi Inti (Core)
3.4. Inflasi NTT Berdasarkan Kota
3.4.1 Inflasi Kota Kupang
3.4.2 Inflasi Kota Maumere
3.5. Aktivitas Pengendalian Inflasi oleh TPID
BOKS 3. Kondisi Angkutan Udara di NTT dan Permasalahannya
BAB IV STABILITAS KEUANGAN DAERAH
4.1. Kondisi Umum
4.2. Asesmen Ketahanan Rumah Tangga
4.2.1 Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga
4.2.2 Eksposur Rumah Tangga di Perbankan
4.3. Perkembangan Akses Keuangan dan UMKM
4.3.1 Kondisi Saat Ini dan Prospek Usaha
4.3.2 Perkembangan Penyaluran Kredit UMKM
4.3.3 Perkembangan Risiko Kredit UMKM
4.4. Asesmen Ketahanan Korporasi
4.4.1 Eksposur Perbankan pada Sektor Korporasi
4.5. Asesmen Perbankan
4.5.1 Kinerja Bank Umum
4.5.2 Kinerja Bank Perkreditan Rakyat
29
29
30
31
31
32
32
33
33
34
34
34
34
35
36
37
43
43
43
43
44
46
46
46
47
48
48
49
49
50
Daftar Isi
viivi Agustus 2016Agustus 2016
BAB V PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
5.1 Kondisi Umum
5.2 Transaksi Pembayaran Tunai
5.2.1 Aliran Uang Masuk (inflow) dan Aliran Uang Keluar (outflow)
5.2.2 Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE)
5.2.3 Perkembangan Uang Palsu (UPAL)
5.3 Transaksi Pembayaran Non Tunai
5.4 Perkembangan Layanan Keuangan Digital
BAB VI KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
6.1 Kondisi Umum
6.2 Perkembangan Tingkat Kemiskinan
6.3 Indeks Pengembangan Manusia (IPM)
6.4 Angka Partisipasi Sekolah (APS)
6.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang
6.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha
BOKS 4.Hari Keluarga Nasional Ke-23 di Provinsi NTT
BAB VII PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
7.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTT
7.1.1 Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan IV 2016
7.1.2 Pertumbuhan Ekonomi NTT Tahun 2016
7.1.2.1 Pertumbuhan Sisi Penggunaan
7.1.2.2 Pertumbuhan Sisi Sektoral
7.2 Inflasi
55
55
55
55
56
57
57
58
61
61
61
62
63
64
64
65
69
69
69
69
69
70
71
Daftar IsiBAB III PERKEMBANGAN INFLASI
3.1. Kondisi Umum
3.2. Inflasi Berdasarkan Kelompok Komoditas
3.2.1. Bahan Makanan
3.2.2. Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan
3.2.3. Makanan Jadi, Minuman, dan Tembakau
3.2.4. Komoditas Lainnya
3.3. Disagregasi Inflasi NTT
3.3.1 Kelompok Volatile foods
3.3.2 Kelompok Administered prices
3.3.3 Inflasi Inti (Core)
3.4. Inflasi NTT Berdasarkan Kota
3.4.1 Inflasi Kota Kupang
3.4.2 Inflasi Kota Maumere
3.5. Aktivitas Pengendalian Inflasi oleh TPID
BOKS 3. Kondisi Angkutan Udara di NTT dan Permasalahannya
BAB IV STABILITAS KEUANGAN DAERAH
4.1. Kondisi Umum
4.2. Asesmen Ketahanan Rumah Tangga
4.2.1 Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga
4.2.2 Eksposur Rumah Tangga di Perbankan
4.3. Perkembangan Akses Keuangan dan UMKM
4.3.1 Kondisi Saat Ini dan Prospek Usaha
4.3.2 Perkembangan Penyaluran Kredit UMKM
4.3.3 Perkembangan Risiko Kredit UMKM
4.4. Asesmen Ketahanan Korporasi
4.4.1 Eksposur Perbankan pada Sektor Korporasi
4.5. Asesmen Perbankan
4.5.1 Kinerja Bank Umum
4.5.2 Kinerja Bank Perkreditan Rakyat
29
29
30
31
31
32
32
33
33
34
34
34
34
35
36
37
43
43
43
43
44
46
46
46
47
48
48
49
49
50
Daftar Isi
viivi Agustus 2016Agustus 2016
Grafik Boks 1.3. Perbandingan Tarif Angkutan Udara 3 Destinasi Utama NTT dan Luar Negeri
Grafik 2.1 Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
Grafik 2.2 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan APBN
Grafik 2.3 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan APBD Provinsi/Kab-Kota
Grafik 2.4 Pangsa Belanja Kabupaten/Kota
Grafik 2.5 Perkembangan Realisasi Belanja
Grafik 2.6 Perkembangan Realisasi Belanja Modal
Grafik 2.7 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kab/Kota NTT
Grafik 2.8 Pangsa Realisasi Belanja Konsumsi APBN Pemerintah dan APBD
Grafik 2.9 Realisasi Belanja dan Komponennya Pemerintah Provinsi, dan Kab/Kota di NTT
Grafik 2.10 Dana Pihak Ketiga Pemerintah di Perbankan NTT
Grafik 3.1 Inflasi Tahunan Provinsi NTT dan Nasional
Grafik 3.2 Perbandingan Inflasi 5 regional di Indonesia
Grafik 3.3 Perbandingan Inflasi di wilayah Bali dan Nusa Tenggara
Grafik 3.4 Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan
Grafik 3.5 Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan per Sub Kelompok Komoditas
Grafik 3.6 Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan secara Triwulanan,
Tahunan dan Bulanan
Grafik 3.7 Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan per Sub Kelompok
Komoditas
Grafik 3.8 Inflasi Kelompok Komoditas Makanan Jadi,Minuman dan Tembakau secara Triwulanan, Tahunan
dan Bulanan
Grafik 3.9 Inflasi Kelompok Komoditas Komoditas Makanan Jadi,Minuman Dan Tembakau per Sub
Kelompok Komoditas
Grafik 3.10 Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasi Tahunan Provinsi Nusa Tenggara Timur
Grafik 3.11 Ekspektasi Harga Konsumen 3 dan 6 Bulan ke Depan
Grafik 3.12 Inflasi Tahunan Kota Kupang
Grafik 3.13 Inflasi Tahunan Kota Maumere
Grafik Boks 3.1. Volatillitas Inflasi Angkutan Udara Bulanan
Grafik 4.1 Kontribusi Konsumsi RT terhadap Agregat
Grafik 4.2 IKK, IKE dan IEK
Grafik 4.3 Indeks Pengeluaran Berdasarkan Kelompok Komoditas
Grafik 4.4 Indeks Sikap Masyarakat Terhadap Kasus Kejahatan Perbankan
15
21
22
22
23
23
23
24
24
25
25
29
30
30
31
31
31
31
32
32
33
34
35
35
37
43
43
44
44
Daftar GrafikGrafik 1.1 PDRB (ADHB) & Pertumbuhan PDRB Tahunan Provinsi NTT dibandingkan Nasional
Grafik 1.2 PDRB & Pertumbuhan PDRB Provinsi NTT,Bali, NTB & Nasional
Grafik 1.3 Survei Penjualan Eceran
Grafik 1.4 Perkembangan Konsumsi BBM
Grafik 1.5 Indeks Tendensi Konsumen
Grafik 1.6 Perkembangan Konsumsi Listrik Rumah Tangga
Grafik 1.7 Indeks Kegiatan Dunia Usaha
Grafik 1.8 Penyaluran Kredit Konsumsi
Grafik 1.9 Perkembangan Survei Konsumen
Grafik 1.10 Perkembangan Survei Penjualan Eceran
Grafik 1.11 Proyeksi Indeks Tendensi Konsumen
Grafik 1.12 Realisasi Konsumsi Semen Provinsi NTT
Grafik 1.13 Perkembangan Peti Kemas
Grafik 1.14 Aktivitas Bongkar Muat
Grafik 1.15 Perkembangan Ekspor dan Impor
Grafik 1.16 Negara Tujuan Ekspor
Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak
Grafik 1.18 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau
Grafik 1.19 Perkembangan Nilai Tukar Petani
Grafik 1.20 Perkembangan SKDU Pertanian
Grafik 1.21 Perkembangan Kredit Pertanian
Grafik 1.22 Proyeksi SKDU Pertanian
Grafik 1.23 Realisasi Belanja Konsumsi Pemerintah
Grafik 1.24 Perkembangan Simpanan Pemerintah di Perbankan
Grafik 1.25 Perkembangan SKDU Sektor Perdagangan
Grafik 1.26 Perkembangan Survei Konsumen
Grafik 1.27 Perkembangan Kredit Sektor Perdagangan
Grafik 1.28 Proyeksi SKDU Perdagangan
Grafik 1.29 Perkembangan Tamu Hotel
Grafik 1.30 Perkembangan Penumpang Bandara
Grafik Boks 1.1. Jumlah Tamu Hotel Wisman di 15 Provinsi Destinasi Utama di Indonesia
Grafik Boks 1.2. Jumlah Wisatawan di NTT dan Pertumbuhannya
1
1
3
3
3
3
3
3
4
4
4
5
6
6
7
7
8
8
8
8
8
9
9
9
10
10
10
11
11
11
14
14
Daftar Grafik
ixviii Agustus 2016Agustus 2016
Grafik Boks 1.3. Perbandingan Tarif Angkutan Udara 3 Destinasi Utama NTT dan Luar Negeri
Grafik 2.1 Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
Grafik 2.2 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan APBN
Grafik 2.3 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan APBD Provinsi/Kab-Kota
Grafik 2.4 Pangsa Belanja Kabupaten/Kota
Grafik 2.5 Perkembangan Realisasi Belanja
Grafik 2.6 Perkembangan Realisasi Belanja Modal
Grafik 2.7 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kab/Kota NTT
Grafik 2.8 Pangsa Realisasi Belanja Konsumsi APBN Pemerintah dan APBD
Grafik 2.9 Realisasi Belanja dan Komponennya Pemerintah Provinsi, dan Kab/Kota di NTT
Grafik 2.10 Dana Pihak Ketiga Pemerintah di Perbankan NTT
Grafik 3.1 Inflasi Tahunan Provinsi NTT dan Nasional
Grafik 3.2 Perbandingan Inflasi 5 regional di Indonesia
Grafik 3.3 Perbandingan Inflasi di wilayah Bali dan Nusa Tenggara
Grafik 3.4 Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan
Grafik 3.5 Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan per Sub Kelompok Komoditas
Grafik 3.6 Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan secara Triwulanan,
Tahunan dan Bulanan
Grafik 3.7 Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan per Sub Kelompok
Komoditas
Grafik 3.8 Inflasi Kelompok Komoditas Makanan Jadi,Minuman dan Tembakau secara Triwulanan, Tahunan
dan Bulanan
Grafik 3.9 Inflasi Kelompok Komoditas Komoditas Makanan Jadi,Minuman Dan Tembakau per Sub
Kelompok Komoditas
Grafik 3.10 Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasi Tahunan Provinsi Nusa Tenggara Timur
Grafik 3.11 Ekspektasi Harga Konsumen 3 dan 6 Bulan ke Depan
Grafik 3.12 Inflasi Tahunan Kota Kupang
Grafik 3.13 Inflasi Tahunan Kota Maumere
Grafik Boks 3.1. Volatillitas Inflasi Angkutan Udara Bulanan
Grafik 4.1 Kontribusi Konsumsi RT terhadap Agregat
Grafik 4.2 IKK, IKE dan IEK
Grafik 4.3 Indeks Pengeluaran Berdasarkan Kelompok Komoditas
Grafik 4.4 Indeks Sikap Masyarakat Terhadap Kasus Kejahatan Perbankan
15
21
22
22
23
23
23
24
24
25
25
29
30
30
31
31
31
31
32
32
33
34
35
35
37
43
43
44
44
Daftar GrafikGrafik 1.1 PDRB (ADHB) & Pertumbuhan PDRB Tahunan Provinsi NTT dibandingkan Nasional
Grafik 1.2 PDRB & Pertumbuhan PDRB Provinsi NTT,Bali, NTB & Nasional
Grafik 1.3 Survei Penjualan Eceran
Grafik 1.4 Perkembangan Konsumsi BBM
Grafik 1.5 Indeks Tendensi Konsumen
Grafik 1.6 Perkembangan Konsumsi Listrik Rumah Tangga
Grafik 1.7 Indeks Kegiatan Dunia Usaha
Grafik 1.8 Penyaluran Kredit Konsumsi
Grafik 1.9 Perkembangan Survei Konsumen
Grafik 1.10 Perkembangan Survei Penjualan Eceran
Grafik 1.11 Proyeksi Indeks Tendensi Konsumen
Grafik 1.12 Realisasi Konsumsi Semen Provinsi NTT
Grafik 1.13 Perkembangan Peti Kemas
Grafik 1.14 Aktivitas Bongkar Muat
Grafik 1.15 Perkembangan Ekspor dan Impor
Grafik 1.16 Negara Tujuan Ekspor
Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak
Grafik 1.18 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau
Grafik 1.19 Perkembangan Nilai Tukar Petani
Grafik 1.20 Perkembangan SKDU Pertanian
Grafik 1.21 Perkembangan Kredit Pertanian
Grafik 1.22 Proyeksi SKDU Pertanian
Grafik 1.23 Realisasi Belanja Konsumsi Pemerintah
Grafik 1.24 Perkembangan Simpanan Pemerintah di Perbankan
Grafik 1.25 Perkembangan SKDU Sektor Perdagangan
Grafik 1.26 Perkembangan Survei Konsumen
Grafik 1.27 Perkembangan Kredit Sektor Perdagangan
Grafik 1.28 Proyeksi SKDU Perdagangan
Grafik 1.29 Perkembangan Tamu Hotel
Grafik 1.30 Perkembangan Penumpang Bandara
Grafik Boks 1.1. Jumlah Tamu Hotel Wisman di 15 Provinsi Destinasi Utama di Indonesia
Grafik Boks 1.2. Jumlah Wisatawan di NTT dan Pertumbuhannya
1
1
3
3
3
3
3
3
4
4
4
5
6
6
7
7
8
8
8
8
8
9
9
9
10
10
10
11
11
11
14
14
Daftar Grafik
ixviii Agustus 2016Agustus 2016
Grafik 6.1 Perbandingan Prosentase Kemiskinan NTT dan Nasional
Grafik 6.2 Sepuluh Provinsi dengan Prosentase Penduduk Miskin Tertinggi
Grafik 6.3 Prosentase Penduduk Miskin NTT
Grafik 6.4 Perkembangan Garis Kemiskinan
Grafik 6.5 Sepuluh Peringkat Terendah Garis Kemiskinan
Grafik 6.6 Indeks Kedalaman Kemiskinan
Grafik 6.7 Indeks Keparahan Kemiskinan
Grafik 6.8 IPM Provinsi di Indonesia (2015)
Grafik 6.9 IPM Per Kabupaten/Kota di NTT (2015)
Grafik 6.10 Angka Partisipasi Sekolah
Grafik 6.11 Angka Partisipasi Murni
Grafik 6.12 Presentase Penyerapan Tenaga Kerja Industri Manufaktur Sedang dan Besar
Grafik 6.13 Perkembangan Produktivitas Industri Manufaktur Besar dan Sedang
Grafik 6.14 Perkembangan Indeks Tenaga Kerja SKDU
Grafik 7.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan-IV 2016
Grafik 7.2 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi NTT 2016
Grafik 7.3 Survei Konsumen
Grafik 7.4 Prediksi Inflasi Akhir Tahun 2016
61
61
61
62
62
62
62
63
63
63
63
64
64
64
69
69
70
71
Daftar GrafikGrafik 4.5 Pangsa DPK Rumah Tangga dan Non Rumah Tangga
Grafik 4.6 Pertumbuhan DPK
Grafik 4.7 Preferensi DPK Rumah Tangga
Grafik 4.8 Pertumbuhan DPK Rumah Tangga
Grafik 4.9 Kredit Konsumsi Rumah Tangga
Grafik 4.10 Pertumbuhan Kredit Konsumsi Rumah Tangga
Grafik 4.11 Perkembangan Dunia Usaha
Grafik 4.12 Kondisi Keuangan
Grafik 4.13 Pertumbuhan Kredit UMKM
Grafik 4.14 NPL UMKM
Grafik 4.15 Pertumbuhan Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Usaha
Grafik 4.16 Pertumbuhan Kredit UMKM 7 Sektor Ekonomi
Grafik 4.17 NPL UMKM Berdasarkan Jenis Usaha
Grafik 4.18 NPL UMKM 3 Sektor
Grafik 4.19 Pertumbuhan Tahunan Kredit Korporasi
Grafik 4.20 NPL Kredit Sektor Korporasi
Grafik 4.21 NPL Kredit 2 Sektor Korporasi
Grafik 4.22 Pertumbuhan DPK (yoy) dan Kredit (yoy)
Grafik 4.23 Perkembangan LDR
Grafik 4.24 BOPO dan ROA Bank Umum
Grafik 4.25 LDR dan CAR BPR
Grafik 4.26 BOPO, ROA, NPL BPR
Grafik 5.1 Perkembangan Transaksi Tunai
Grafik 5.2 Perkembangan Transaksi Kliring
Grafik 5.3 Perkembangan Inflow, Outflow dan UTLE
Grafik 5.4 Perkembangan Arus Uang Tunai (Inflow-Outflow)
Grafik 5.5 Perkembangan UTLE di Provinsi NTT
Grafik 5.6 Perkembangan UPAL di Provinsi NTT
44
44
45
45
45
45
46
46
46
46
47
47
48
48
48
48
49
49
49
50
50
50
55
55
56
56
57
57
Daftar Grafik
xix Agustus 2016Agustus 2016
Grafik 6.1 Perbandingan Prosentase Kemiskinan NTT dan Nasional
Grafik 6.2 Sepuluh Provinsi dengan Prosentase Penduduk Miskin Tertinggi
Grafik 6.3 Prosentase Penduduk Miskin NTT
Grafik 6.4 Perkembangan Garis Kemiskinan
Grafik 6.5 Sepuluh Peringkat Terendah Garis Kemiskinan
Grafik 6.6 Indeks Kedalaman Kemiskinan
Grafik 6.7 Indeks Keparahan Kemiskinan
Grafik 6.8 IPM Provinsi di Indonesia (2015)
Grafik 6.9 IPM Per Kabupaten/Kota di NTT (2015)
Grafik 6.10 Angka Partisipasi Sekolah
Grafik 6.11 Angka Partisipasi Murni
Grafik 6.12 Presentase Penyerapan Tenaga Kerja Industri Manufaktur Sedang dan Besar
Grafik 6.13 Perkembangan Produktivitas Industri Manufaktur Besar dan Sedang
Grafik 6.14 Perkembangan Indeks Tenaga Kerja SKDU
Grafik 7.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan-IV 2016
Grafik 7.2 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi NTT 2016
Grafik 7.3 Survei Konsumen
Grafik 7.4 Prediksi Inflasi Akhir Tahun 2016
61
61
61
62
62
62
62
63
63
63
63
64
64
64
69
69
70
71
Daftar GrafikGrafik 4.5 Pangsa DPK Rumah Tangga dan Non Rumah Tangga
Grafik 4.6 Pertumbuhan DPK
Grafik 4.7 Preferensi DPK Rumah Tangga
Grafik 4.8 Pertumbuhan DPK Rumah Tangga
Grafik 4.9 Kredit Konsumsi Rumah Tangga
Grafik 4.10 Pertumbuhan Kredit Konsumsi Rumah Tangga
Grafik 4.11 Perkembangan Dunia Usaha
Grafik 4.12 Kondisi Keuangan
Grafik 4.13 Pertumbuhan Kredit UMKM
Grafik 4.14 NPL UMKM
Grafik 4.15 Pertumbuhan Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Usaha
Grafik 4.16 Pertumbuhan Kredit UMKM 7 Sektor Ekonomi
Grafik 4.17 NPL UMKM Berdasarkan Jenis Usaha
Grafik 4.18 NPL UMKM 3 Sektor
Grafik 4.19 Pertumbuhan Tahunan Kredit Korporasi
Grafik 4.20 NPL Kredit Sektor Korporasi
Grafik 4.21 NPL Kredit 2 Sektor Korporasi
Grafik 4.22 Pertumbuhan DPK (yoy) dan Kredit (yoy)
Grafik 4.23 Perkembangan LDR
Grafik 4.24 BOPO dan ROA Bank Umum
Grafik 4.25 LDR dan CAR BPR
Grafik 4.26 BOPO, ROA, NPL BPR
Grafik 5.1 Perkembangan Transaksi Tunai
Grafik 5.2 Perkembangan Transaksi Kliring
Grafik 5.3 Perkembangan Inflow, Outflow dan UTLE
Grafik 5.4 Perkembangan Arus Uang Tunai (Inflow-Outflow)
Grafik 5.5 Perkembangan UTLE di Provinsi NTT
Grafik 5.6 Perkembangan UPAL di Provinsi NTT
44
44
45
45
45
45
46
46
46
46
47
47
48
48
48
48
49
49
49
50
50
50
55
55
56
56
57
57
Daftar Grafik
xix Agustus 2016Agustus 2016
Daftar TabelTabel 1.1 PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Pengeluaran Tw-II 2016
Tabel 1.2 PDRB Komponen Konsumsi RT Provinsi NTT Tw-II 2016
Tabel 1.3 PDRB Komponen Konsumsi Pemerintah NTT Tw-II 2016
Tabel 1.4 PDRB Komponen Investasi Provinsi NTT Tw-II 2016
Tabel 1.5 Realisasi Investasi Modal Asing & Penanaman Modal DN
Tabel 1.6 PDRB Provinsi NTT berdasarkan Sektor Ekonomi Tw-II 2016
Tabel Boks 1.1 Kapasitas Industri Pariwisata di NTT
Tabel 2.1 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten
Tabel 2.2 Komposisi DPK Pemerintah di NTT
Tabel 2.3 Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah
Tabel 3.1 10 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Tahunan di NTT
Tabel 3.2 Inflasi di Provinsi NTT berdasarkan Kelompok Komoditas
Tabel 3.3 Inflasi di Kota Kupang berdasarkan Kelompok Komoditas
Tabel 3.4 Inflasi di Kota Maumere berdasarkan Kelompok Komoditas
Tabel Boks 3.1 Sumbangan Inflasi Angkutan Udara di NTT
Tabel 5.1 Perkembangan Kegiatan KPw BI Provinsi NTT
2
2
4
5
5
7
15
24
25
26
29
30
35
35
37
56
xii
Ringkasan Umum
Daftar GambarGambar Boks 1.1 Sebaran Kunjungan Pariwisata dan Hotel di NTT
Gambar Boks 2.1 Peta Alur Angkutan Laut Penumpang
Gambar 3.1 Kegiatan TPID Provinsi NTT Triwulan II 2016 Sebaran Pembentukan TPID
Gambar Boks 3.1 Peta Konektivitas Angkutan Udara di NTT
Gambar 6.1 IPM Kabupaten/Kota di NTT (2015)
Gambar Boks 4.1 Kapasitas Angkutan Udara dan Penginapan di Kupang
Gambar Boks 4.2 Kapasitas Rumah Makan dan Taksi di Kota Kupang
15
17
36
38
63
65
65
Agustus 2016
Foto : Bukit Wairinding - Sumba Timur
Daftar TabelTabel 1.1 PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Pengeluaran Tw-II 2016
Tabel 1.2 PDRB Komponen Konsumsi RT Provinsi NTT Tw-II 2016
Tabel 1.3 PDRB Komponen Konsumsi Pemerintah NTT Tw-II 2016
Tabel 1.4 PDRB Komponen Investasi Provinsi NTT Tw-II 2016
Tabel 1.5 Realisasi Investasi Modal Asing & Penanaman Modal DN
Tabel 1.6 PDRB Provinsi NTT berdasarkan Sektor Ekonomi Tw-II 2016
Tabel Boks 1.1 Kapasitas Industri Pariwisata di NTT
Tabel 2.1 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten
Tabel 2.2 Komposisi DPK Pemerintah di NTT
Tabel 2.3 Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah
Tabel 3.1 10 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Tahunan di NTT
Tabel 3.2 Inflasi di Provinsi NTT berdasarkan Kelompok Komoditas
Tabel 3.3 Inflasi di Kota Kupang berdasarkan Kelompok Komoditas
Tabel 3.4 Inflasi di Kota Maumere berdasarkan Kelompok Komoditas
Tabel Boks 3.1 Sumbangan Inflasi Angkutan Udara di NTT
Tabel 5.1 Perkembangan Kegiatan KPw BI Provinsi NTT
2
2
4
5
5
7
15
24
25
26
29
30
35
35
37
56
xii
Ringkasan Umum
Daftar GambarGambar Boks 1.1 Sebaran Kunjungan Pariwisata dan Hotel di NTT
Gambar Boks 2.1 Peta Alur Angkutan Laut Penumpang
Gambar 3.1 Kegiatan TPID Provinsi NTT Triwulan II 2016 Sebaran Pembentukan TPID
Gambar Boks 3.1 Peta Konektivitas Angkutan Udara di NTT
Gambar 6.1 IPM Kabupaten/Kota di NTT (2015)
Gambar Boks 4.1 Kapasitas Angkutan Udara dan Penginapan di Kupang
Gambar Boks 4.2 Kapasitas Rumah Makan dan Taksi di Kota Kupang
15
17
36
38
63
65
65
Agustus 2016
Foto : Bukit Wairinding - Sumba Timur
Ringkasan UmumEKONOMI MAKRO REGIONAL
Nilai Nominal Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi NTT pada triwulan II-2016 mencapai Rp 20,68 triliun
dengan pertumbuhan tahunan sebesar 5,29% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan I-2016 yang sebesar 5,08% (yoy)
dan dibandingkan nasional yang sebesar 5,18% (yoy). Adanya kegiatan Tour de Flores, rapat koordinasi pemerintah di
hotel, masa liburan sekolah, peningkatan konsumsi Pemerintah seiring realisasi gaji ke-13 dan ke-14 Pegawai Negeri Sipil,
dan meningkatnya konsumsi menjelang perayaan Idul Fitri mampu menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi
Provinsi NTT di triwulan II 2016.
Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan-III diperkirakan akan cenderung sedikit meningkat dengan kisaran 5,1-
5,5% (yoy). Pertumbuhan ekonomi triwulan III diperkirakan didorong oleh kegiatan investasi seiring dengan penyerapan
belanja modal yang masih cukup rendah. Konsumsi diperkirakan juga menjadi pendorong pertumbuhan seiring dengan
adanya masa liburan sekolah yang masih berlangsung, tahun ajaran baru,untuk pendidikan dasar dan pendidikan tinggi,
kegiatan nasional Harganas serta adanya perayaan hari kemerdakaan Republik Indonesia.
KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH
Perkembangan realisasi pendapatan pemerintah di Provinsi NTT telah mencapai Rp 12,7 triliun atau 51,36% dari total
rencana pendapatan 2016 sebesar Rp 24,7 triliun. Sementara itu, realisasi belanja APBN dan APBD Pemerintah di Provinsi
NTT hingga semester-I 2016 masih mencapai Rp 10,46 triliun atau 29,81% dari pagu belanja yang sebesar Rp 35,08 triliun,
namun tercatat lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2015 yang hanya sebesar 23,92% atau Rp 7,43 triliun.
Peningkatan tersebut diperkirakan terjadi seiring dengan upaya percepatan realisasi anggaran oleh pemerintah, melalui
himbauan Presiden dan didukung adanya sanksi kepada pemerintah daerah yang memiliki kinerja realisasi anggaran yang
rendah. Selain itu, realisasi gaji ke-13 serta ke-14 Pegawai Negeri Sipil pada bulan Juni 2016 juga mendorong adanya
peningkatan belanja pemerintah.
xvTriwulan I 2016xiv
PERKEMBANGAN INFLASI
Inflasi Provinsi NTT triwulanan II 2016 mencapai 5,02% (yoy), sedikit menurun dibanding inflasi triwulan I 2016 yang
sebesar 5,04% (yoy) namun masih jauh lebih tinggi dibanding inflasi tahunan nasional yang hanya sebesar 3,45% (yoy).
Besarnya gap inflasi dengan nasional lebih disebabkan oleh relatif lebih tingginya inflasi NTT pada bulan April dan Mei
2016 ketika di saat yang sama, inflasi nasional justru mengalami perlambatan. Tingginya inflasi bahan makanan dan
makanan jadi, minuman dan tembakau masih menjadi penyebab utama inflasi tahunan di NTT.
Pada triwulan III 2016, inflasi Provinsi NTT diperkirakan akan cenderung rendah dikarenakan oleh deflasi yang terjadi pada
bulan Juli 2016 karena cukupnya pasokan bahan pangan, masih berpotensi terjadinya deflasi pada bulan Agustus seiring
dengan kembali normalnya aktivitas paska libur sekolah, Hari Raya Idul Fitri dan Harganas, serta potensi inflasi rendah di
bulan September seiring dengan tidak adanya aktivitas khusus yang mampu menekan inflasi.
Agustus 2016
Ringkasan UmumEKONOMI MAKRO REGIONAL
Nilai Nominal Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi NTT pada triwulan II-2016 mencapai Rp 20,68 triliun
dengan pertumbuhan tahunan sebesar 5,29% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan I-2016 yang sebesar 5,08% (yoy)
dan dibandingkan nasional yang sebesar 5,18% (yoy). Adanya kegiatan Tour de Flores, rapat koordinasi pemerintah di
hotel, masa liburan sekolah, peningkatan konsumsi Pemerintah seiring realisasi gaji ke-13 dan ke-14 Pegawai Negeri Sipil,
dan meningkatnya konsumsi menjelang perayaan Idul Fitri mampu menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi
Provinsi NTT di triwulan II 2016.
Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan-III diperkirakan akan cenderung sedikit meningkat dengan kisaran 5,1-
5,5% (yoy). Pertumbuhan ekonomi triwulan III diperkirakan didorong oleh kegiatan investasi seiring dengan penyerapan
belanja modal yang masih cukup rendah. Konsumsi diperkirakan juga menjadi pendorong pertumbuhan seiring dengan
adanya masa liburan sekolah yang masih berlangsung, tahun ajaran baru,untuk pendidikan dasar dan pendidikan tinggi,
kegiatan nasional Harganas serta adanya perayaan hari kemerdakaan Republik Indonesia.
KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH
Perkembangan realisasi pendapatan pemerintah di Provinsi NTT telah mencapai Rp 12,7 triliun atau 51,36% dari total
rencana pendapatan 2016 sebesar Rp 24,7 triliun. Sementara itu, realisasi belanja APBN dan APBD Pemerintah di Provinsi
NTT hingga semester-I 2016 masih mencapai Rp 10,46 triliun atau 29,81% dari pagu belanja yang sebesar Rp 35,08 triliun,
namun tercatat lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2015 yang hanya sebesar 23,92% atau Rp 7,43 triliun.
Peningkatan tersebut diperkirakan terjadi seiring dengan upaya percepatan realisasi anggaran oleh pemerintah, melalui
himbauan Presiden dan didukung adanya sanksi kepada pemerintah daerah yang memiliki kinerja realisasi anggaran yang
rendah. Selain itu, realisasi gaji ke-13 serta ke-14 Pegawai Negeri Sipil pada bulan Juni 2016 juga mendorong adanya
peningkatan belanja pemerintah.
xvTriwulan I 2016xiv
PERKEMBANGAN INFLASI
Inflasi Provinsi NTT triwulanan II 2016 mencapai 5,02% (yoy), sedikit menurun dibanding inflasi triwulan I 2016 yang
sebesar 5,04% (yoy) namun masih jauh lebih tinggi dibanding inflasi tahunan nasional yang hanya sebesar 3,45% (yoy).
Besarnya gap inflasi dengan nasional lebih disebabkan oleh relatif lebih tingginya inflasi NTT pada bulan April dan Mei
2016 ketika di saat yang sama, inflasi nasional justru mengalami perlambatan. Tingginya inflasi bahan makanan dan
makanan jadi, minuman dan tembakau masih menjadi penyebab utama inflasi tahunan di NTT.
Pada triwulan III 2016, inflasi Provinsi NTT diperkirakan akan cenderung rendah dikarenakan oleh deflasi yang terjadi pada
bulan Juli 2016 karena cukupnya pasokan bahan pangan, masih berpotensi terjadinya deflasi pada bulan Agustus seiring
dengan kembali normalnya aktivitas paska libur sekolah, Hari Raya Idul Fitri dan Harganas, serta potensi inflasi rendah di
bulan September seiring dengan tidak adanya aktivitas khusus yang mampu menekan inflasi.
Agustus 2016
I. EKONOMI MAKRO REGIONAL
II. INFLASI
TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
PERKEMBANGAN STABILITAS KEUANGAN
Kondisi Stabilitas Keuangan (SSK) Daerah Provinsi NTT pada triwulan laporan masih terjaga, di tengah meningkatnya risiko
global dan domestik. Masih tingginya keyakinan rumah tangga terhadap kemampuan perekonomian ke depan, cukup
banyaknya simpanan rumah tangga dan rendahnya tingkat risiko kredit rumah tangga di perbankan menjadi penguat
stabilitas keuangan rumah tangga. Stabilitas keuangan UMKM relatif terjaga yang terlihat dari peningkatan kredit yang
cukup tinggi disertai dengan resiko gagal bayar yang rendah. Industri perbankan juga menunjukkan kinerja yang positif
yang terlihat dari terjaganya rasio LDR, kecukupan modal (CAR) maupun potensi gagal bayar nasabah yang relatif terjaga.
Adapun yang perlu mendapat perhatian adalah stabilitas keuangan tingkat korporasi yang menunjukkan adanya
peningkatan resiko gagal bayar kredit walaupun secara nilai nominal tidak signifikan.
PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
Transaksi sistem pembayaran di Provinsi NTT mengalami peningkatan yang cukup besar seiring dengan adanya
peningkatan ekonomi pada triwulan II 2016. Pertumbuhan tranksaksi pembayaran tunai secara triwulanan (qtq) maupun
tahunan (yoy) mengalami peningkatan yang signifikan dikarenakan oleh besarnya permintaan uang tunai masyarakat dan
pelaku usaha menjelang hari raya idul Fitri, libur sekolah dan pencairan gaji ke-14. Di sisi lain, Perkembangan transaksi
pembayaran non tunai juga ikut mengalami peningkatan yang terlihat dari tingginya pertumbuhan SKNBI dan Layanan
Keuangan Digital (LKD).
PROSPEK PEREKONOMIAN
Pertumbuhan ekonomi NTT pada triwulan IV-2016 diperkirakan meningkat dan berada pada rentang 5,2-5,6% (yoy).
Sepanjang tahun 2016, pertumbuhan ekonomi diperkirakan bertumbuh sebesar 5,1-5,5% (yoy). Peningkatan
pertumbuhan ekonomi pada triwulan-IV diperkirakan didorong oleh sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan
Jaminan Sosial Wajib serta sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor. Sementara itu,
pertumbuhan ekonomi NTT sepanjang tahun 2016 diperkirakan didorong oleh konsumsi pemerintah dan investasi.
Di sisi lain, inflasi hingga akhir tahun diperkirakan berada pada kisaran 3,5-4,0% (yoy). Adanya deflasi pada bulan Juli dan
potensi deflasi bulan Agustus diperkirakan mampu menurunkan proyeksi inflasi hingga akhir tahun. Adanya Hari Ibu dan
Hari Nusantara nasional di bulan Desember diperkirakan tidak akan menimbulkan inflasi sebesar perayaan HKSN dan natal
bersama tahun 2015 dikarenakan oleh jumlah peserta yang diyakini tidak sebanyak kedua acara tersebut.
Agustus 2016 xviiAgustus 2016xvi
INDIKATOR
Berdasarkan Sektor/ Lapangan Usaha (Harga Berlaku)
Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku)
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan dan Asuransi
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Jasa lainnya
Berdasarkan Permintaan / Penggunaan (Harga Berlaku)
Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku)
1. Konsumsi Rumah Tangga
2. Konsumsi Lembaga Non Profit (LNPRT)
3. Konsumsi Pemerintah
4. Pembentukan Modal Tetap Bruto
5. Perubahan Inventori
6. Ekspor Luar Negeri
7. Impor Luar Negeri
8. Net Ekspor Antar Daerah (Impor)
Data Ekspor Impor di Provinsi NTT
Ekspor
Nilai Ekspor Nonmigas (ribu USD)
Volume Ekspor Nonmigas (ton)
Impor
Nilai Impor Nonmigas (ribu USD)
Volume Impor Nonmigas (ton)
2014 2015
68.602,6
20.446,9
1.070,3
843,7
31,5
45,5
7.096,0
7.285,7
3.566,9
422,4
5.134,4
2.714,9
1.860,9
210,9
8.392,7
6.568,2
1.414,6
1.497,0
68.602,6
51.082,8
2.323,8
21.055,6
26.393,0
994,3
1.382,3
1.103,2
-33.526,0
18.410
61.410
26.013
76.708
76,432.5
22,665.7
1,307.6
940.9
40.0
47.2
7,908.2
8,274.0
3,976.0
487.1
5,477.4
2,995.5
2,054.3
235.5
9,399.6
7,367.7
1,616.4
1,639.5
76,432.5
56,027.9
2,539.4
23,705.4
32,505.8
967.6
1,608.8
261.5
-40,660.9
24,018
83,016
5,352
3,042
5.02
2.93
6.42
5.23
10.19
2.07
5.22
6.09
5.49
6.17
7.14
5.76
3.85
4.61
7.09
4.85
5.52
3.72
5.02
6.33
4.49
7.97
17.19
-15.22
19.99
-54.99
18.66
30.46
35.18
-79.43
-96.03
%QTQ* %YOY***%yoy*) II
2015
18.568,9
5.716,9
324,3
222,4
9,3
11,5
1.899,8
1.994,7
955,5
117,1
1.321,9
703,3
499,4
57,4
2.193,8
1.737,9
397,9
405,6
18.568,9
13.078,6
603,8
5.194,9
8.144,7
149,7
379,2
90,2
-8.891,7
6.595
17.277
3.653
1.503
19.689,8
5.740,8
314,9
239,1
12,7
11,4
2.048,2
2.098,4
1.058,3
128,0
1.383,6
781,8
526,1
59,8
2.502,5
1.936,7
425,5
421,8
19.689,8
14.712,8
583,5
3.195,8
8.187,8
23,5
305,2
55,2
-7.263,6
5.516
20.530
8.289
20.199
Ket: Dalam Rp Miliar (ADHB) *) Total Pertumbuhan 2015 dibandingkan 2014 **) Pertumbuhan Q2 2016 dibandingkan Q1 2016 ***) Pertumbuhan Q2 2016 dibandingkan Q2 2015 ****) Untuk mengukur pertumbuhan digunakan PDRB Harga Konstan
4,54
5,41
10,92
3,80
3,87
4,62
6,64
4,60
2,09
7,05
2,24
7,17
3,40
2,39
5,19
0,80
3,52
3,04
4,54
3,01
7,53
77,83
8,94
991,01
11,94
32,25
35,39
19,83
17,73
-99,54
-99,65
I
2015
5,29
0,47
1,75
7,07
11,25
0,86
6,32
4,26
7,25
10,85
6,10
16,34
2,94
1,41
12,36
6,37
5,27
3,03
5,29
5,87
0,79
4,14
0,67
54,21
-11,14
-20,01
1,84
0,22
39,90
-98,96
-95,29
2016
II
20.681,0
5.982,2
354,4
250,9
12,7
12,1
2.187,0
2.221,8
1.086,7
137,7
1.414,7
844,1
538,5
61,5
2.701,3
1.989,4
448,6
437,4
20.681,0
15.290,1
631,3
5.729,4
9.046,6
255,4
357,2
74,3
-10.554,8
6.610
24.171
38
71
Indikator2013 2014
I II III IV I II III IV
Indeks Harga Konsumen
NTT
- Kota Kupang
- Maumere
Laju Inflasi Tahunan (yoy %)
NTT
- Kota Kupang
- Maumere
104.41
104.56
103.39
7.11
7.06
7.38
104.78
104.91
103.96
5.26
5.56
3.73
108.66
108.85
107.42
8.29
8.88
5.32
110.58
110.84
108.85
8.41
8.84
6.24
112.52
112.91
110.00
7.78
7.99
6.39
113.27
113.63
110.93
8.10
8.31
6.70
113,15
113,50
110,85
4,13
4,27
3,19
119,15
120,06
113,20
7,76
8,32
4,00
2015
118.59
119.47
112.81
5.39
5.81
2.55
I II
120,07
121,09
113,42
6,01
6,57
2,24
III
120.78
121.54
115.77
6.74
7.08
4.44
IV
125.02
126.15
117.60
4.92
5.07
3.89
2016
I
124.56
125.64
117.50
5.04
5.16
4.16
II
126,10
127,42
117,47
5,02
5,23
3,57
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Indikator kesejahteraan dan ketenagakerjaan di Provinsi NTT menunjukkan adanya peningkatan yang terlihat dari
penurunan kemiskinan, kenaikan nilai IPM dan peningkatan indikator tenaga kerja SKDU. Penurunan penduduk miskin
juga diimbangi oleh ketimpangan pendapatan yang menurun. Sementara itu, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) pada
tahun 2015 tercatat sebesar 62,67 atau meningkat dari 62,26 (2014) walaupun tidak sebesar peningkatan IPM di daerah
lain.
I. EKONOMI MAKRO REGIONAL
II. INFLASI
TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
PERKEMBANGAN STABILITAS KEUANGAN
Kondisi Stabilitas Keuangan (SSK) Daerah Provinsi NTT pada triwulan laporan masih terjaga, di tengah meningkatnya risiko
global dan domestik. Masih tingginya keyakinan rumah tangga terhadap kemampuan perekonomian ke depan, cukup
banyaknya simpanan rumah tangga dan rendahnya tingkat risiko kredit rumah tangga di perbankan menjadi penguat
stabilitas keuangan rumah tangga. Stabilitas keuangan UMKM relatif terjaga yang terlihat dari peningkatan kredit yang
cukup tinggi disertai dengan resiko gagal bayar yang rendah. Industri perbankan juga menunjukkan kinerja yang positif
yang terlihat dari terjaganya rasio LDR, kecukupan modal (CAR) maupun potensi gagal bayar nasabah yang relatif terjaga.
Adapun yang perlu mendapat perhatian adalah stabilitas keuangan tingkat korporasi yang menunjukkan adanya
peningkatan resiko gagal bayar kredit walaupun secara nilai nominal tidak signifikan.
PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
Transaksi sistem pembayaran di Provinsi NTT mengalami peningkatan yang cukup besar seiring dengan adanya
peningkatan ekonomi pada triwulan II 2016. Pertumbuhan tranksaksi pembayaran tunai secara triwulanan (qtq) maupun
tahunan (yoy) mengalami peningkatan yang signifikan dikarenakan oleh besarnya permintaan uang tunai masyarakat dan
pelaku usaha menjelang hari raya idul Fitri, libur sekolah dan pencairan gaji ke-14. Di sisi lain, Perkembangan transaksi
pembayaran non tunai juga ikut mengalami peningkatan yang terlihat dari tingginya pertumbuhan SKNBI dan Layanan
Keuangan Digital (LKD).
PROSPEK PEREKONOMIAN
Pertumbuhan ekonomi NTT pada triwulan IV-2016 diperkirakan meningkat dan berada pada rentang 5,2-5,6% (yoy).
Sepanjang tahun 2016, pertumbuhan ekonomi diperkirakan bertumbuh sebesar 5,1-5,5% (yoy). Peningkatan
pertumbuhan ekonomi pada triwulan-IV diperkirakan didorong oleh sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan
Jaminan Sosial Wajib serta sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor. Sementara itu,
pertumbuhan ekonomi NTT sepanjang tahun 2016 diperkirakan didorong oleh konsumsi pemerintah dan investasi.
Di sisi lain, inflasi hingga akhir tahun diperkirakan berada pada kisaran 3,5-4,0% (yoy). Adanya deflasi pada bulan Juli dan
potensi deflasi bulan Agustus diperkirakan mampu menurunkan proyeksi inflasi hingga akhir tahun. Adanya Hari Ibu dan
Hari Nusantara nasional di bulan Desember diperkirakan tidak akan menimbulkan inflasi sebesar perayaan HKSN dan natal
bersama tahun 2015 dikarenakan oleh jumlah peserta yang diyakini tidak sebanyak kedua acara tersebut.
Agustus 2016 xviiAgustus 2016xvi
INDIKATOR
Berdasarkan Sektor/ Lapangan Usaha (Harga Berlaku)
Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku)
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan dan Asuransi
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Jasa lainnya
Berdasarkan Permintaan / Penggunaan (Harga Berlaku)
Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku)
1. Konsumsi Rumah Tangga
2. Konsumsi Lembaga Non Profit (LNPRT)
3. Konsumsi Pemerintah
4. Pembentukan Modal Tetap Bruto
5. Perubahan Inventori
6. Ekspor Luar Negeri
7. Impor Luar Negeri
8. Net Ekspor Antar Daerah (Impor)
Data Ekspor Impor di Provinsi NTT
Ekspor
Nilai Ekspor Nonmigas (ribu USD)
Volume Ekspor Nonmigas (ton)
Impor
Nilai Impor Nonmigas (ribu USD)
Volume Impor Nonmigas (ton)
2014 2015
68.602,6
20.446,9
1.070,3
843,7
31,5
45,5
7.096,0
7.285,7
3.566,9
422,4
5.134,4
2.714,9
1.860,9
210,9
8.392,7
6.568,2
1.414,6
1.497,0
68.602,6
51.082,8
2.323,8
21.055,6
26.393,0
994,3
1.382,3
1.103,2
-33.526,0
18.410
61.410
26.013
76.708
76,432.5
22,665.7
1,307.6
940.9
40.0
47.2
7,908.2
8,274.0
3,976.0
487.1
5,477.4
2,995.5
2,054.3
235.5
9,399.6
7,367.7
1,616.4
1,639.5
76,432.5
56,027.9
2,539.4
23,705.4
32,505.8
967.6
1,608.8
261.5
-40,660.9
24,018
83,016
5,352
3,042
5.02
2.93
6.42
5.23
10.19
2.07
5.22
6.09
5.49
6.17
7.14
5.76
3.85
4.61
7.09
4.85
5.52
3.72
5.02
6.33
4.49
7.97
17.19
-15.22
19.99
-54.99
18.66
30.46
35.18
-79.43
-96.03
%QTQ* %YOY***%yoy*) II
2015
18.568,9
5.716,9
324,3
222,4
9,3
11,5
1.899,8
1.994,7
955,5
117,1
1.321,9
703,3
499,4
57,4
2.193,8
1.737,9
397,9
405,6
18.568,9
13.078,6
603,8
5.194,9
8.144,7
149,7
379,2
90,2
-8.891,7
6.595
17.277
3.653
1.503
19.689,8
5.740,8
314,9
239,1
12,7
11,4
2.048,2
2.098,4
1.058,3
128,0
1.383,6
781,8
526,1
59,8
2.502,5
1.936,7
425,5
421,8
19.689,8
14.712,8
583,5
3.195,8
8.187,8
23,5
305,2
55,2
-7.263,6
5.516
20.530
8.289
20.199
Ket: Dalam Rp Miliar (ADHB) *) Total Pertumbuhan 2015 dibandingkan 2014 **) Pertumbuhan Q2 2016 dibandingkan Q1 2016 ***) Pertumbuhan Q2 2016 dibandingkan Q2 2015 ****) Untuk mengukur pertumbuhan digunakan PDRB Harga Konstan
4,54
5,41
10,92
3,80
3,87
4,62
6,64
4,60
2,09
7,05
2,24
7,17
3,40
2,39
5,19
0,80
3,52
3,04
4,54
3,01
7,53
77,83
8,94
991,01
11,94
32,25
35,39
19,83
17,73
-99,54
-99,65
I
2015
5,29
0,47
1,75
7,07
11,25
0,86
6,32
4,26
7,25
10,85
6,10
16,34
2,94
1,41
12,36
6,37
5,27
3,03
5,29
5,87
0,79
4,14
0,67
54,21
-11,14
-20,01
1,84
0,22
39,90
-98,96
-95,29
2016
II
20.681,0
5.982,2
354,4
250,9
12,7
12,1
2.187,0
2.221,8
1.086,7
137,7
1.414,7
844,1
538,5
61,5
2.701,3
1.989,4
448,6
437,4
20.681,0
15.290,1
631,3
5.729,4
9.046,6
255,4
357,2
74,3
-10.554,8
6.610
24.171
38
71
Indikator2013 2014
I II III IV I II III IV
Indeks Harga Konsumen
NTT
- Kota Kupang
- Maumere
Laju Inflasi Tahunan (yoy %)
NTT
- Kota Kupang
- Maumere
104.41
104.56
103.39
7.11
7.06
7.38
104.78
104.91
103.96
5.26
5.56
3.73
108.66
108.85
107.42
8.29
8.88
5.32
110.58
110.84
108.85
8.41
8.84
6.24
112.52
112.91
110.00
7.78
7.99
6.39
113.27
113.63
110.93
8.10
8.31
6.70
113,15
113,50
110,85
4,13
4,27
3,19
119,15
120,06
113,20
7,76
8,32
4,00
2015
118.59
119.47
112.81
5.39
5.81
2.55
I II
120,07
121,09
113,42
6,01
6,57
2,24
III
120.78
121.54
115.77
6.74
7.08
4.44
IV
125.02
126.15
117.60
4.92
5.07
3.89
2016
I
124.56
125.64
117.50
5.04
5.16
4.16
II
126,10
127,42
117,47
5,02
5,23
3,57
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Indikator kesejahteraan dan ketenagakerjaan di Provinsi NTT menunjukkan adanya peningkatan yang terlihat dari
penurunan kemiskinan, kenaikan nilai IPM dan peningkatan indikator tenaga kerja SKDU. Penurunan penduduk miskin
juga diimbangi oleh ketimpangan pendapatan yang menurun. Sementara itu, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) pada
tahun 2015 tercatat sebesar 62,67 atau meningkat dari 62,26 (2014) walaupun tidak sebesar peningkatan IPM di daerah
lain.
3,4
4,6
72
92,71
33.747
3,79
152.284
897
3,7
5,6
1098
136
21.758
6,32
201.975
1.203
INDIKATOR2014
I II III IV2014 2015
Inflow (Rp. Triliun)
Outflow (Rp. Triliun)
Uang Palsu (lembar)
Transaksi Non Tunai
BI-RTGS
To NTT
Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp. Triliun)
Volume Transaksi BI-RTGS (lembar warkat)
Kliring
Nominal Kliring Penyerahan (Rp. Triliun)
Volume Perputaran Kliring Penyerahan (lembar warkat)
Cek/BG Kosong
1,4
0,3
14
14,18
7.809
0,84
34.677
179
0,7
0,8
11
13,05
7.868
0,85
36.188
175
0,8
1,3
39
29,84
8.776
0,91
37.809
276
0,5
2,1
8
35,63
9.294
1,19
43.610
267
1,8
0,4
27
34,61
5.984
0,99
39.971
300
2015
II
0,5
0,9
966
43,75
6.086
0,93
40.708
254
III
0,8
1,7
52
41,55
5.877
1,38
48.453
342
IV
0,5
2,6
53
15,84
3.811
3,01
72.843
307
I
1,8
0,3
25
8,69
323
3,11
67.315
229
2016
II
0,7
1,7
89
6,76
335
3,36
75.723
247
INDIKATOR
A. Bank Umum Konvensional dan Syariah (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain)
1. Total Aset
2. DPK
- Giro
- Tabungan
- Deposito
3. Kredit Berdasarkan Lokasi Proyek
- Investasi
- Modal Kerja
- Konsumsi
4. Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang
- Investasi
- Modal Kerja
- Konsumsi
LDR (%)
Kredit UMKM
B. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain).
Total Aset
Dana Pihak Ketiga
Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang
LDR (%)
C. Grand Total (A+B)
1. Total Aset
2. Dana Pihak Ketiga
3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang
D. Pangsa BPR Terhadap Grand Total
1. Total Aset (%)
2. Dana Pihak Ketiga (%)
3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang (%)
2014
I II III IV
20152014 2015
25.600
18.571
3.717
10.385
4.469
17.094
5.252
1.309
10.534
17.759
5.316
1.537
10.905
92,0%
5.162
415
309
319
79,4%
26.016
18.880
18.077
1,6%
1,6%
1,8%
28.602
21.478
4.372
11.933
5.173
19.483
5.917
1.381
12.185
20.284
6.110
1.650
12.524
90,7%
6.075
510
381
366
76,7%
29.112
21.859
19.849
1,8%
1,7%
1,8%
23.316
17.078
4.137
8.577
4.363
15.071
4.322
1.115
9.634
15.756
4.439
1.344
9.972
88,3%
4.185
343
250
270
82,6%
23.660
17.328
16.026
1,5%
1,4%
1,7%
26.398
18.791
5.516
8.568
4.707
15.947
4.742
1.201
10.004
16.652
4.881
1.444
10.326
84,9%
4.753
355
257
294
85,6%
26.753
19.048
16.946
1,3%
1,4%
1,7%
27.114
19.092
5.091
9.041
4.960
16.532
5.008
1.235
10.289
17.220
5.122
1.444
10.654
86,6%
5.000
374
275
306
84,1%
27.487
19.367
17.527
1,4%
1,4%
1,7%
25.600
18.571
3.717
10.385
4.469
17.094
5.252
1.309
10.534
17.759
5.316
1.537
10.905
92,0%
5.162
415
309
319
79,4%
26.016
18.880
18.077
1,6%
1,6%
1,8%
29.877
19.798
5.474
9.092
5.232
17.226
5.218
1.318
10.690
16.907
5.011
1.260
10.636
87,0%
5.234
437
311
330
80,5%
30.314
20.109
17.237
1,4%
1,5%
1,9%
II
32.778
21.764
6.379
9.149
6.236
18.198
5.626
1.359
11.212
17.845
5.392
1.303
11.150
83,6%
5.611
454
331
349
82,4%
33.232
22.095
18.194
1,4%
1,5%
1,9%
III
32.750
22.341
6.537
9.644
6.159
18.897
5.848
1.338
11.710
18.552
5.618
1.286
11.648
83,7%
5.996
482
353
354
80,5%
33.232
22.694
18.906
1,4%
1,6%
1,9%
IV
28.602
21.478
4.372
11.933
5.173
19.492
5.922
1.381
12.189
20.284
6.110
1.650
12.524
89,9%
6.080
513
382
369
76,70%
29.115
21.860
20.652
1,8%
1,7%
1,8%
2016
30.931
21.945
5.604
10.449
5.893
20.525
6.127
1.567
12.830
19.546
5.742
1.317
12.487
88,3%
6.188
535
403
368
77,6%
31.466
22.348
19.914
1,7%
1,8%
1,8%
II
33.626
23.527
6.893
10.507
6.127
20.587
6.275
1.401
12.912
21.731
6.693
1.696
13.342
91,2%
6671
545
412
389
79,8%
34.170
23.939
22.120
1,6%
1,7%
1,8%
Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan-II 2016 mengalami peningkatan dibandingkan
triwulan I-2016.
Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT triwulan II-2016 mencapai 5,29% (yoy) meningkat dibandingkan
triwulan I-2016 yang sebesar 5,08% (yoy) dan dibandingkan nasional yang sebesar 5,18% (yoy).
Dari sisi penggunaan, peningkatan konsumsi rumah tangga dan adanya perlambatan impor antar
daerah menjadi faktor utama pendorong pertumbuhan ekonomi NTT, sementara itu dari sisi sektoral,
pertumbuhan ditopang oleh sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib.
Sementara itu, tracking pertumbuhan ekonomi pada triwulan III diperkirakan akan mengalami sedikit
peningkatan terutama didorong oleh sektor investasi.
Ekonomi Makro Regional01
III. PERBANKAN
IV. SISTEM PEMBAYARAN
xviii Agustus 2016
Foto : Kampung Tua Benteng Neno
3,4
4,6
72
92,71
33.747
3,79
152.284
897
3,7
5,6
1098
136
21.758
6,32
201.975
1.203
INDIKATOR2014
I II III IV2014 2015
Inflow (Rp. Triliun)
Outflow (Rp. Triliun)
Uang Palsu (lembar)
Transaksi Non Tunai
BI-RTGS
To NTT
Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp. Triliun)
Volume Transaksi BI-RTGS (lembar warkat)
Kliring
Nominal Kliring Penyerahan (Rp. Triliun)
Volume Perputaran Kliring Penyerahan (lembar warkat)
Cek/BG Kosong
1,4
0,3
14
14,18
7.809
0,84
34.677
179
0,7
0,8
11
13,05
7.868
0,85
36.188
175
0,8
1,3
39
29,84
8.776
0,91
37.809
276
0,5
2,1
8
35,63
9.294
1,19
43.610
267
1,8
0,4
27
34,61
5.984
0,99
39.971
300
2015
II
0,5
0,9
966
43,75
6.086
0,93
40.708
254
III
0,8
1,7
52
41,55
5.877
1,38
48.453
342
IV
0,5
2,6
53
15,84
3.811
3,01
72.843
307
I
1,8
0,3
25
8,69
323
3,11
67.315
229
2016
II
0,7
1,7
89
6,76
335
3,36
75.723
247
INDIKATOR
A. Bank Umum Konvensional dan Syariah (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain)
1. Total Aset
2. DPK
- Giro
- Tabungan
- Deposito
3. Kredit Berdasarkan Lokasi Proyek
- Investasi
- Modal Kerja
- Konsumsi
4. Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang
- Investasi
- Modal Kerja
- Konsumsi
LDR (%)
Kredit UMKM
B. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain).
Total Aset
Dana Pihak Ketiga
Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang
LDR (%)
C. Grand Total (A+B)
1. Total Aset
2. Dana Pihak Ketiga
3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang
D. Pangsa BPR Terhadap Grand Total
1. Total Aset (%)
2. Dana Pihak Ketiga (%)
3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang (%)
2014
I II III IV
20152014 2015
25.600
18.571
3.717
10.385
4.469
17.094
5.252
1.309
10.534
17.759
5.316
1.537
10.905
92,0%
5.162
415
309
319
79,4%
26.016
18.880
18.077
1,6%
1,6%
1,8%
28.602
21.478
4.372
11.933
5.173
19.483
5.917
1.381
12.185
20.284
6.110
1.650
12.524
90,7%
6.075
510
381
366
76,7%
29.112
21.859
19.849
1,8%
1,7%
1,8%
23.316
17.078
4.137
8.577
4.363
15.071
4.322
1.115
9.634
15.756
4.439
1.344
9.972
88,3%
4.185
343
250
270
82,6%
23.660
17.328
16.026
1,5%
1,4%
1,7%
26.398
18.791
5.516
8.568
4.707
15.947
4.742
1.201
10.004
16.652
4.881
1.444
10.326
84,9%
4.753
355
257
294
85,6%
26.753
19.048
16.946
1,3%
1,4%
1,7%
27.114
19.092
5.091
9.041
4.960
16.532
5.008
1.235
10.289
17.220
5.122
1.444
10.654
86,6%
5.000
374
275
306
84,1%
27.487
19.367
17.527
1,4%
1,4%
1,7%
25.600
18.571
3.717
10.385
4.469
17.094
5.252
1.309
10.534
17.759
5.316
1.537
10.905
92,0%
5.162
415
309
319
79,4%
26.016
18.880
18.077
1,6%
1,6%
1,8%
29.877
19.798
5.474
9.092
5.232
17.226
5.218
1.318
10.690
16.907
5.011
1.260
10.636
87,0%
5.234
437
311
330
80,5%
30.314
20.109
17.237
1,4%
1,5%
1,9%
II
32.778
21.764
6.379
9.149
6.236
18.198
5.626
1.359
11.212
17.845
5.392
1.303
11.150
83,6%
5.611
454
331
349
82,4%
33.232
22.095
18.194
1,4%
1,5%
1,9%
III
32.750
22.341
6.537
9.644
6.159
18.897
5.848
1.338
11.710
18.552
5.618
1.286
11.648
83,7%
5.996
482
353
354
80,5%
33.232
22.694
18.906
1,4%
1,6%
1,9%
IV
28.602
21.478
4.372
11.933
5.173
19.492
5.922
1.381
12.189
20.284
6.110
1.650
12.524
89,9%
6.080
513
382
369
76,70%
29.115
21.860
20.652
1,8%
1,7%
1,8%
2016
30.931
21.945
5.604
10.449
5.893
20.525
6.127
1.567
12.830
19.546
5.742
1.317
12.487
88,3%
6.188
535
403
368
77,6%
31.466
22.348
19.914
1,7%
1,8%
1,8%
II
33.626
23.527
6.893
10.507
6.127
20.587
6.275
1.401
12.912
21.731
6.693
1.696
13.342
91,2%
6671
545
412
389
79,8%
34.170
23.939
22.120
1,6%
1,7%
1,8%
Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan-II 2016 mengalami peningkatan dibandingkan
triwulan I-2016.
Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT triwulan II-2016 mencapai 5,29% (yoy) meningkat dibandingkan
triwulan I-2016 yang sebesar 5,08% (yoy) dan dibandingkan nasional yang sebesar 5,18% (yoy).
Dari sisi penggunaan, peningkatan konsumsi rumah tangga dan adanya perlambatan impor antar
daerah menjadi faktor utama pendorong pertumbuhan ekonomi NTT, sementara itu dari sisi sektoral,
pertumbuhan ditopang oleh sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib.
Sementara itu, tracking pertumbuhan ekonomi pada triwulan III diperkirakan akan mengalami sedikit
peningkatan terutama didorong oleh sektor investasi.
Ekonomi Makro Regional01
III. PERBANKAN
IV. SISTEM PEMBAYARAN
xviii Agustus 2016
Foto : Kampung Tua Benteng Neno
Nilai Nominal Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi NTT pada triwulan II-2016 mencapai Rp 20,68
triliun dengan pertumbuhan tahunan sebesar 5,29% (yoy). Dari sisi penggunaan, pertumbuhan konsumsi rumah
tangga menjadi yang tertinggi dengan angka mencapai 5,87% (yoy) yang terutama ditopang oleh konsumsi bidang
Restoran dan Hotel yang tumbuh mencapai 55,58% (yoy) seiring adanya kegiatan Tour de Flores, Rapat koordinasi
pemerintah di hotel dan masa liburan sekolah. Pertumbuhan juga ditunjang oleh peningkatan konsumsi kolektif
Pemerintah sebesar 5,40% (yoy) seiring realisasi gaji ke-13 dan ke-14 Pegawai Negeri Sipil serta impor antar daerah yang
hanya tumbuh sebesar 1,84% (yoy). Dari sisi sektoral,sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial
Wajib menjadi pendorong utama dengan pertumbuhan mencapai 12,36% (yoy) yang diperkirakan juga ditunjang oleh
realisasi gaji ke-13 dan ke-14 serta sektor Konstruksi yang salah satunya didorong oleh proyek-proyek pemerintah, seperti
bendungan, jalan dan Pos Lintas Batas Negara (PLBN).
Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan-II sebesar 5,29% (yoy) tersebut juga tercatat masih lebih
tinggi dibandingkan nasional yang sebesar 5,18% (yoy). Pertumbuhan nasional terutama didorong oleh
peningkatan konsumsi rumah tangga seiring membaiknya daya beli masyarakat dan meningkatnya konsumsi menjelang
perayaan Idul Fitri serta peningkatan konsumsi pemerintah. Namun, pertumbuhan ekonomi NTT masih cenderung lebih
rendah apabila dibandingkan dengan Provinsi Bali yang mencapai 6,53% (yoy) yang masih ditopang oleh pertumbuhan
sektor utama, yaitu penyediaan akomodasi dan makan minum serta konstruksi. Pertumbuhan ekonomi NTT juga masih
lebih rendah apabila dibandingkan dengan NTB sebesar 9,92% (yoy) yang masih ditunjang sektor pertambangan dan
penggalian.
1.1 KONDISI UMUM
Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan-III diperkirakan akan cenderung sedikit meningkat dengan
kisaran 5,1-5,5% (yoy). Pertumbuhan ekonomi triwulan III diperkirakan didorong oleh kegiatan investasi. Hal ini
terutama berasal dari Investasi Pemerintah seiring dengan realisasi belanja modal pemerintah yang hingga akhir bulan Juni
baru mencapai 13,9% atau Rp 1,3 triliun dari total pagu belanja pemerintah sebesar Rp 9,7 triliun di tahun 2016. Investasi
lainnya diperkirakan masih berasal dari realisasi investasi sektor swasta. Sementara itu, belanja konsumsi rumah tangga
juga diperkirakan masih tumbuh positif seiring dengan masa liburan sekolah dan ajaran baru serta dorongan belanja
setelah realisasi tunjangan kinerja ke-13 untuk PNS di Bulan Juli.
Sumber:BPS (diolah)
GRAFIK 1.1. PDRB (ADHB) DAN PERTUMBUHAN PDRB TAHUNAN PROVINSI NTT DIBANDING NASIONAL
20.6
8
19.6
9
5.29
5.18
4
4.5
5
5.5
6
6.5
10
12
14
16
18
20
22 TRILIUN RP
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
PDRB NTT (TRILIUN RP) NTT (%YOY) NASIONAL (%YOY)
Sumber : BPS (diolah)
GRAFIK 1.2. PDRB DAN PERTUMBUHAN PDRB PROVINSI NTT, BALI, NTB DAN NASIONAL
BALI
NAS NTT NTB BALI
YOY
PDRB ADHB(TRILIUN)
NTT NTB NAS
II
5,18 5,29
9,92
6,53
48.1320.68 28.91 3086,6
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
1Agustus 2016
Nilai Nominal Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi NTT pada triwulan II-2016 mencapai Rp 20,68
triliun dengan pertumbuhan tahunan sebesar 5,29% (yoy). Dari sisi penggunaan, pertumbuhan konsumsi rumah
tangga menjadi yang tertinggi dengan angka mencapai 5,87% (yoy) yang terutama ditopang oleh konsumsi bidang
Restoran dan Hotel yang tumbuh mencapai 55,58% (yoy) seiring adanya kegiatan Tour de Flores, Rapat koordinasi
pemerintah di hotel dan masa liburan sekolah. Pertumbuhan juga ditunjang oleh peningkatan konsumsi kolektif
Pemerintah sebesar 5,40% (yoy) seiring realisasi gaji ke-13 dan ke-14 Pegawai Negeri Sipil serta impor antar daerah yang
hanya tumbuh sebesar 1,84% (yoy). Dari sisi sektoral,sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial
Wajib menjadi pendorong utama dengan pertumbuhan mencapai 12,36% (yoy) yang diperkirakan juga ditunjang oleh
realisasi gaji ke-13 dan ke-14 serta sektor Konstruksi yang salah satunya didorong oleh proyek-proyek pemerintah, seperti
bendungan, jalan dan Pos Lintas Batas Negara (PLBN).
Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan-II sebesar 5,29% (yoy) tersebut juga tercatat masih lebih
tinggi dibandingkan nasional yang sebesar 5,18% (yoy). Pertumbuhan nasional terutama didorong oleh
peningkatan konsumsi rumah tangga seiring membaiknya daya beli masyarakat dan meningkatnya konsumsi menjelang
perayaan Idul Fitri serta peningkatan konsumsi pemerintah. Namun, pertumbuhan ekonomi NTT masih cenderung lebih
rendah apabila dibandingkan dengan Provinsi Bali yang mencapai 6,53% (yoy) yang masih ditopang oleh pertumbuhan
sektor utama, yaitu penyediaan akomodasi dan makan minum serta konstruksi. Pertumbuhan ekonomi NTT juga masih
lebih rendah apabila dibandingkan dengan NTB sebesar 9,92% (yoy) yang masih ditunjang sektor pertambangan dan
penggalian.
1.1 KONDISI UMUM
Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan-III diperkirakan akan cenderung sedikit meningkat dengan
kisaran 5,1-5,5% (yoy). Pertumbuhan ekonomi triwulan III diperkirakan didorong oleh kegiatan investasi. Hal ini
terutama berasal dari Investasi Pemerintah seiring dengan realisasi belanja modal pemerintah yang hingga akhir bulan Juni
baru mencapai 13,9% atau Rp 1,3 triliun dari total pagu belanja pemerintah sebesar Rp 9,7 triliun di tahun 2016. Investasi
lainnya diperkirakan masih berasal dari realisasi investasi sektor swasta. Sementara itu, belanja konsumsi rumah tangga
juga diperkirakan masih tumbuh positif seiring dengan masa liburan sekolah dan ajaran baru serta dorongan belanja
setelah realisasi tunjangan kinerja ke-13 untuk PNS di Bulan Juli.
Sumber:BPS (diolah)
GRAFIK 1.1. PDRB (ADHB) DAN PERTUMBUHAN PDRB TAHUNAN PROVINSI NTT DIBANDING NASIONAL
20.6
8
19.6
9
5.29
5.18
4
4.5
5
5.5
6
6.5
10
12
14
16
18
20
22 TRILIUN RP
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
PDRB NTT (TRILIUN RP) NTT (%YOY) NASIONAL (%YOY)
Sumber : BPS (diolah)
GRAFIK 1.2. PDRB DAN PERTUMBUHAN PDRB PROVINSI NTT, BALI, NTB DAN NASIONAL
BALI
NAS NTT NTB BALI
YOY
PDRB ADHB(TRILIUN)
NTT NTB NAS
II
5,18 5,29
9,92
6,53
48.1320.68 28.91 3086,6
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
1Agustus 2016
GRAFIK 1.7. INDEKS KEGIATAN DUNIA USAHA
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
50
60
HARGA JUAL TENAGA KERJAKEGIATAN USAHA
GRAFIK 1.6. PERKEMBANGAN KONSUMSI LISTRIK RUMAH TANGGA
KONSUMSI (RIBU KWH) GROWTH (YOY)
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
0
20000
40000
60000
80000
100000
120000
140000
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
I II I I I IV2012
Sumber : PT PLN, diolah
GRAFIK 1.5. INDEKS TENDENSI KONSUMEN
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV I
2016
80
85
90
95
100
105
110
115
ITK PENDAPATAN RT PROYEKSI ITK
Sumber:BPS (diolah)
GRAFIK 1.8. PENYALURAN KREDIT KONSUMSI
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV I
2016
Sumber : Bank Indonesia, diolah
TRILIUN
KONSUMSI KONSUMSI (YOY)
I I I I
I I
I I8%
9%
10%
11%
12%
13%
14%
15%
16%
17%
0
2
4
6
8
10
12
14
16
-4%
-2%
0%
2%
4%
6%
8%
10%
500
550
600
650
700
750
800
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV I
2016
PERTUMBUHAN (%-YOY)KONSUMSI BBM (RP)
GRAFIK 1.4. PERKEMBANGAN KONSUMSI BBM
Sumber : PT Pertamina, diolah
II2014
I I I I I I IV2015
I II I I I IV I2016
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
PERTUMBUHAN (%YOY)SURVEI PENJUALAN ECERAN (RP JUTA)
GRAFIK 1.3. SURVEI PENJUALAN ECERAN
Sumber : Bank Indonesia
II0
10.000
20.000
30.000
40.000
50.000
60.000
1.2 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI PENGGUNAAN
Pada triwulan II 2016 pertumbuhan konsumsi rumah tangga sebesar 5,87% (yoy) menjadi pendorong utama
perekonomian NTT. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga terutama didorong oleh konsumsi restoran dan hotel yang
meningkat hingga 55,58% (yoy) yang terutama disebabkan oleh adanya even bersifat nasional seperti Tour de Flores,
kegiatan rapat di hotel-hotel, serta tibanya musim liburan sekolah. Sementara itu, konsumsi pemerintah juga mengalami
pertumbuhan cukup tinggi sebesar 4,14% dengan didorong oleh pertumbuhan konsumsi kolektif pemerintah sebesar
5,40% (yoy) seiring realisasi gaji ke-13 dan 14.
1.2.1 Konsumsi
Secara umum, pengeluaran konsumsi pada triwulan II menunjukkan pertumbuhan sebesar 5,28% (yoy)
melambat apabila dibandingkan triwulan I-2016 yang sebesar 5,75% (yoy). Pertumbuhan konsumsi pemerintah
yang melambat dari 6,87% (yoy) pada triwulan-I 2016 menjadi 4,14% (yoy) di triwulan-II 2016 seiring dampak upaya
penghematan anggaran pemerintah diperkirakan menjadi salah satu penyebab utama. Sementara itu, perkembangan
pada setiap komponen pembentuk konsumsi adalah sebagai berikut:
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan-II sebesar 5,87% (yoy) meningkat dibandingkan
triwulan-I yang sebesar 5,60% (yoy). Pertumbuhan terutama didorong oleh restoran dan hotel yang mencapai
55,58%(yoy) dan diperkirakan disebabkan oleh adanya even bersifat nasional, peningkatan frekuensi kegiatan rapat di
hotel dan tibanya musim liburan sekolah. Peningkatan juga terjadi pada komponen yang memiliki bobot terbesar pada
komponen konsumsi, yaitu konsumsi makanan dan minuman yang tumbuh sebesar 3,77% (yoy) seiring masa liburan
sekolah dan momen menjelang Idul Fitri. Adanya gaji ke-13 dan ke-14 Pegawai Negeri Sipil serta masa panen komoditas
padi juga menjadi pendorong peningkatan konsumsi masyarakat NTT.
URAIAN2014
2016Bobot yoy
22.787.208
2.221.724
9.643.623
4.358.224
12.900.929
2.683.934
1.432.250
56.027.892
6.279.283
611.510
2.452.525
1.163.667
3.632.993
720.896
429.271
15.290.144
5.469.348
256.227
2.290.279
865.265
3.182.515
701.683
313.297
13.078.616
5.914.915
548.409
2.470.458
1.113.479
3.619.762
639.004
406.789
14.712.817
41,1
4,0
16,0
7,6
23,8
4,7
2,8
100,0
3,77
3,09
-0,54
17,87
4,31
55,58
8,40
5,87
20.652.675
1.981.604
9.354.500
3.717.431
12.226.260
1.311.689
1.708.591
50.952.750 Sumber: BPS (diolah)
KONS MAKANAN DAN MINUMAN
KONS PAKAIAN & ALAS KAKI
KONS PERUMAHAN & PERL RT
KESEHATAN & PENDIDIKAN
TRANSPORTASI & KOMUNIKASI
RESTORAN & HOTEL
KONSUMSI LAINNYA
KONSUMSI
2015
YOY
II
2015
III
Tabel 1.2. PDRB Komponen Konsumsi Rumah Tangga Provinsi NTT Triwulan II-2016
URAIAN2014
2016Bobot yoy
56.027.892
2.539.408
23.705.393
32.505.797
967.562
1.608.842
261.549
(40.660.869)
76.432.477
15.290.144
631.294
5.729.408
9.046.634
255.447
357.151
74.286
(10.554.837)
20.680.956
13.078.616
603.754
5.194.853
8.144.679
149.693
379.197
90.151
(8.891.748)
18.568.891
14.712.817
583.485
3.195.817
8.187.777
23.514
305.214
55.159
(7.263.645)
19.689.820
73,9
3,1
27,7
43,7
1,2
1,7
0,4
-51,0
100,0
5,87
0,79
4,14
0,67
54,21
-11,14
-20,01
1,84
5,29
50.952.750
2.323.762
20.592.320
26.693.029
1.024.332
1.382.328
527.152
(33.842.869)
68.598.500 Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)
PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA
PENGELUARAN KONSUMSI LNPRT
PENGELUARAN KONSUMSI PEMERINTAH
PEMBENTUKAN MODAL TETAP BRUTO
PERUBAHAN INVENTORI
EKSPOR LUAR NEGERI
IMPOR LUAR NEGERI
NET EKSPOR ANTAR DAERAH
P D R B
2015
YOY
II
2015
III
Tabel 1.1. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Pengeluaran Triwulan II-2016
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga juga dapat terlihat dari hasil Survei Penjualan Eceran (SPE) – Bank Indonesia dan
konsumsi bahan bakar minyak (BBM) yang meningkat pada periode triwulan II tahun 2016. Pertumbuhan penjualan SPE
terdapat pada usaha makanan dan tembakau, peralatan rumah tangga serta pakaian dan perlengkapannya yang secara
omset tumbuh cukup tinggi. Pertumbuhan juga terjadi pada konsumsi BBM (Premium, Pertamax, Minyak Tanah, Solar dan
Bio Solar) yang meningkat sebesar 0,61% (yoy) setelah dilakukan konversi ke dalam rupiah.
Indikasi peningkatan juga terlihat dari angka Indeks Tendensi Konsumen (ITK) dan pertumbuhan kredit
konsumsi. Dari survei BPS, seiring dengan kenaikan angka indeks pendapatan rumah tangga, angka ITK menunjukkan
peningkatan menjadi sebesar 103,87 pada triwulan II-2016 dibandingkan triwulan I yang hanya sebesar 98,15.
Pertumbuhan juga tercatat pada konsumsi listrik rumah tangga yang tumbuh sebesar 5,5% (yoy) melambat dibandingkan
triwulan-I yang tumbuh 10,67% (yoy) namun mencatat angka pemakaian listrik rumah tangga tertinggi triwulanan
selama beberapa tahun terakhir dengan total pemakaian 122.618 ribu Kwh. Indikator yang mendukung adanya
peningkatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan II diantaranya adalah indikator Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)
Bank Indonesia yang menunjukkan peningkatan angka indeks kegiatan dunia usaha, harga jual dan tenaga kerja pada
triwulan II 2016. Sementara itu, dari indikator perbankan, pertumbuhan kredit konsumsi mencapai 15,3%(yoy) atau
dengan nominal outstanding sebesar Rp 13,3 triliun.
Komponen Konsumsi Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT) tumbuh 0,79% (yoy)
melambat dibandingkan triwulan I 2016 yang sebesar 3,92% (yoy). Perlambatan diperkirakan terjadi seiring dengan
masih belum adanya kegiatan pilkada ataupun kegiatan lembaga swadaya masyarakat yang bersifat massif pada triwulan
II 2016.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
3
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
2 Agustus 2016Agustus 2016
GRAFIK 1.7. INDEKS KEGIATAN DUNIA USAHA
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
50
60
HARGA JUAL TENAGA KERJAKEGIATAN USAHA
GRAFIK 1.6. PERKEMBANGAN KONSUMSI LISTRIK RUMAH TANGGA
KONSUMSI (RIBU KWH) GROWTH (YOY)
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
0
20000
40000
60000
80000
100000
120000
140000
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
I II I I I IV2012
Sumber : PT PLN, diolah
GRAFIK 1.5. INDEKS TENDENSI KONSUMEN
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV I
2016
80
85
90
95
100
105
110
115
ITK PENDAPATAN RT PROYEKSI ITK
Sumber:BPS (diolah)
GRAFIK 1.8. PENYALURAN KREDIT KONSUMSI
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV I
2016
Sumber : Bank Indonesia, diolah
TRILIUN
KONSUMSI KONSUMSI (YOY)
I I I I
I I
I I8%
9%
10%
11%
12%
13%
14%
15%
16%
17%
0
2
4
6
8
10
12
14
16
-4%
-2%
0%
2%
4%
6%
8%
10%
500
550
600
650
700
750
800
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV I
2016
PERTUMBUHAN (%-YOY)KONSUMSI BBM (RP)
GRAFIK 1.4. PERKEMBANGAN KONSUMSI BBM
Sumber : PT Pertamina, diolah
II2014
I I I I I I IV2015
I II I I I IV I2016
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
PERTUMBUHAN (%YOY)SURVEI PENJUALAN ECERAN (RP JUTA)
GRAFIK 1.3. SURVEI PENJUALAN ECERAN
Sumber : Bank Indonesia
II0
10.000
20.000
30.000
40.000
50.000
60.000
1.2 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI PENGGUNAAN
Pada triwulan II 2016 pertumbuhan konsumsi rumah tangga sebesar 5,87% (yoy) menjadi pendorong utama
perekonomian NTT. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga terutama didorong oleh konsumsi restoran dan hotel yang
meningkat hingga 55,58% (yoy) yang terutama disebabkan oleh adanya even bersifat nasional seperti Tour de Flores,
kegiatan rapat di hotel-hotel, serta tibanya musim liburan sekolah. Sementara itu, konsumsi pemerintah juga mengalami
pertumbuhan cukup tinggi sebesar 4,14% dengan didorong oleh pertumbuhan konsumsi kolektif pemerintah sebesar
5,40% (yoy) seiring realisasi gaji ke-13 dan 14.
1.2.1 Konsumsi
Secara umum, pengeluaran konsumsi pada triwulan II menunjukkan pertumbuhan sebesar 5,28% (yoy)
melambat apabila dibandingkan triwulan I-2016 yang sebesar 5,75% (yoy). Pertumbuhan konsumsi pemerintah
yang melambat dari 6,87% (yoy) pada triwulan-I 2016 menjadi 4,14% (yoy) di triwulan-II 2016 seiring dampak upaya
penghematan anggaran pemerintah diperkirakan menjadi salah satu penyebab utama. Sementara itu, perkembangan
pada setiap komponen pembentuk konsumsi adalah sebagai berikut:
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan-II sebesar 5,87% (yoy) meningkat dibandingkan
triwulan-I yang sebesar 5,60% (yoy). Pertumbuhan terutama didorong oleh restoran dan hotel yang mencapai
55,58%(yoy) dan diperkirakan disebabkan oleh adanya even bersifat nasional, peningkatan frekuensi kegiatan rapat di
hotel dan tibanya musim liburan sekolah. Peningkatan juga terjadi pada komponen yang memiliki bobot terbesar pada
komponen konsumsi, yaitu konsumsi makanan dan minuman yang tumbuh sebesar 3,77% (yoy) seiring masa liburan
sekolah dan momen menjelang Idul Fitri. Adanya gaji ke-13 dan ke-14 Pegawai Negeri Sipil serta masa panen komoditas
padi juga menjadi pendorong peningkatan konsumsi masyarakat NTT.
URAIAN2014
2016Bobot yoy
22.787.208
2.221.724
9.643.623
4.358.224
12.900.929
2.683.934
1.432.250
56.027.892
6.279.283
611.510
2.452.525
1.163.667
3.632.993
720.896
429.271
15.290.144
5.469.348
256.227
2.290.279
865.265
3.182.515
701.683
313.297
13.078.616
5.914.915
548.409
2.470.458
1.113.479
3.619.762
639.004
406.789
14.712.817
41,1
4,0
16,0
7,6
23,8
4,7
2,8
100,0
3,77
3,09
-0,54
17,87
4,31
55,58
8,40
5,87
20.652.675
1.981.604
9.354.500
3.717.431
12.226.260
1.311.689
1.708.591
50.952.750 Sumber: BPS (diolah)
KONS MAKANAN DAN MINUMAN
KONS PAKAIAN & ALAS KAKI
KONS PERUMAHAN & PERL RT
KESEHATAN & PENDIDIKAN
TRANSPORTASI & KOMUNIKASI
RESTORAN & HOTEL
KONSUMSI LAINNYA
KONSUMSI
2015
YOY
II
2015
III
Tabel 1.2. PDRB Komponen Konsumsi Rumah Tangga Provinsi NTT Triwulan II-2016
URAIAN2014
2016Bobot yoy
56.027.892
2.539.408
23.705.393
32.505.797
967.562
1.608.842
261.549
(40.660.869)
76.432.477
15.290.144
631.294
5.729.408
9.046.634
255.447
357.151
74.286
(10.554.837)
20.680.956
13.078.616
603.754
5.194.853
8.144.679
149.693
379.197
90.151
(8.891.748)
18.568.891
14.712.817
583.485
3.195.817
8.187.777
23.514
305.214
55.159
(7.263.645)
19.689.820
73,9
3,1
27,7
43,7
1,2
1,7
0,4
-51,0
100,0
5,87
0,79
4,14
0,67
54,21
-11,14
-20,01
1,84
5,29
50.952.750
2.323.762
20.592.320
26.693.029
1.024.332
1.382.328
527.152
(33.842.869)
68.598.500 Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)
PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA
PENGELUARAN KONSUMSI LNPRT
PENGELUARAN KONSUMSI PEMERINTAH
PEMBENTUKAN MODAL TETAP BRUTO
PERUBAHAN INVENTORI
EKSPOR LUAR NEGERI
IMPOR LUAR NEGERI
NET EKSPOR ANTAR DAERAH
P D R B
2015
YOY
II
2015
III
Tabel 1.1. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Pengeluaran Triwulan II-2016
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga juga dapat terlihat dari hasil Survei Penjualan Eceran (SPE) – Bank Indonesia dan
konsumsi bahan bakar minyak (BBM) yang meningkat pada periode triwulan II tahun 2016. Pertumbuhan penjualan SPE
terdapat pada usaha makanan dan tembakau, peralatan rumah tangga serta pakaian dan perlengkapannya yang secara
omset tumbuh cukup tinggi. Pertumbuhan juga terjadi pada konsumsi BBM (Premium, Pertamax, Minyak Tanah, Solar dan
Bio Solar) yang meningkat sebesar 0,61% (yoy) setelah dilakukan konversi ke dalam rupiah.
Indikasi peningkatan juga terlihat dari angka Indeks Tendensi Konsumen (ITK) dan pertumbuhan kredit
konsumsi. Dari survei BPS, seiring dengan kenaikan angka indeks pendapatan rumah tangga, angka ITK menunjukkan
peningkatan menjadi sebesar 103,87 pada triwulan II-2016 dibandingkan triwulan I yang hanya sebesar 98,15.
Pertumbuhan juga tercatat pada konsumsi listrik rumah tangga yang tumbuh sebesar 5,5% (yoy) melambat dibandingkan
triwulan-I yang tumbuh 10,67% (yoy) namun mencatat angka pemakaian listrik rumah tangga tertinggi triwulanan
selama beberapa tahun terakhir dengan total pemakaian 122.618 ribu Kwh. Indikator yang mendukung adanya
peningkatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan II diantaranya adalah indikator Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)
Bank Indonesia yang menunjukkan peningkatan angka indeks kegiatan dunia usaha, harga jual dan tenaga kerja pada
triwulan II 2016. Sementara itu, dari indikator perbankan, pertumbuhan kredit konsumsi mencapai 15,3%(yoy) atau
dengan nominal outstanding sebesar Rp 13,3 triliun.
Komponen Konsumsi Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT) tumbuh 0,79% (yoy)
melambat dibandingkan triwulan I 2016 yang sebesar 3,92% (yoy). Perlambatan diperkirakan terjadi seiring dengan
masih belum adanya kegiatan pilkada ataupun kegiatan lembaga swadaya masyarakat yang bersifat massif pada triwulan
II 2016.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
3
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
2 Agustus 2016Agustus 2016
GRAFIK 1.12. REALISASI KONSUMSI SEMEN PROVINSI NTT
Sumber : Asosiasi Semen Indonesia, diolah
RIBU TON YOY
TRILIUN
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV I
2016II
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
0
50
100
150
200
250
300
URAIAN2014
2016Bobot yoy
24.648.097
7.857.700
32.505.797
6.558.857
2.487.776
9.046.634
6.226.198
1.918.480
8.144.679
6.087.531
2.100.246
8.187.777
72,5
27,5
100,0
0,86
0,11
0,67
20.049.429
6.643.600
26.693.029 Sumber: BPS (diolah)
PMTB BANGUNAN
PMTB NON BANGUNAN
PMTB
2015
YOY
II
2015
III
Tabel 1.4. PDRB Komponen Investasi Provinsi NTT Triwulan II-2016
GRAFIK 1.11.PROYEKSI INDEKS TENDEKSI KONSUMEN
Sumber : BPS Provinsi NTT, diolah
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV I
2016II I I IP
85
90
95
100
105
110
115
PROYEKSI PEND RT PROYEKSI ITK
GRAFIK 1.10. PERKEMBANGAN SURVEI PENJUALAN ECERAN
Sumber :Bank Indonesia, diolah
RP MILIAR
15,40
15,60
15,80
16,00
16,20
16,40
16,60
16,80
17,00
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL* AGUST**
2016
GRAFIK 1.9. PERKEMBANGAN SURVEI KONSUMEN
Sumber :Bank Indonesia, diolah
2015I II I I I IV I
2016II 7
80
90
100
110
120
130
140
150
INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK) INDEKS KONDISI EKONOMI SAAT INI (IKE) INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK)
URAIAN2014
2016Bobot yoy
13.704.950
10.000.443
23.705.393
3.638.326
2.091.082
5.729.408
3.280.943
1.913.909
5.194.853
1.902.033
1.293.784
3.195.817
63,5
36,5
100,0
5,40
1,90
4,14
11.865.895
8.726.426
20.592.320 Sumber: BPS (diolah)
KONS KOLEKTIF PEMERINTAH
KONS INDIVIDU PEMERINTAH
KONSUMSI PEMERINTAH
2015
YOY
II
2015
III
Tabel 1.3. PDRB Komponen Konsumsi Pemerintah Provinsi NTT Triwulan II-2016
Perkembangan Konsumsi Pemerintah pada triwulan II-2016 tumbuh sebesar 4,14% (yoy) melambat
dibandingkan triwulan I-2016 yang tumbuh 6,87% (yoy). Melambatnya komponen konsumsi pemerintah terutama
berasal dari terbatasnya pertumbuhan konsumsi individu pemerintah yang hanya tumbuh sebesar 1,90% (yoy) seiring
dengan masih terbatasnya peningkatan belanja untuk jaminan sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan serta
adanya arahan Presiden untuk melakukan penghematan belanja konsumsi.
Sementara itu, berdasarkan data realisasi belanja konsumsi Pemerintah (APBN, APBD Kab/Kota, APBD Provinsi) hingga
akhir triwulan II-2016 di NTT tercatat telah mencapai Rp 9,1 triliun atau 36,14% dari pagu anggaran 2016. Jumlah tersebut
mengalami peningkatan sebesar 40% (yoy) dari realisasi belanja konsumsi pada triwulan-II 2015 yang hanya mencapai Rp
6,5 triliun. Peningkatan belanja konsumsi pemerintah diperkirakan turut didorong oleh realisasi gaji ke-13 dan ke-14 di
bulan Juni.
Perkembangan pada triwulan III 2016 menunjukkan adanya optimisme pertumbuhan. Hasil Survei Konsumen-
Bank Indonesia menunjukkan adanya kecenderungan perlambatan untuk indikator Indeks Keyakinan Konsumen (IKK),
Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) dan Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) namun dengan angka indeks yang masih
diatas 100 maka masih menunjukkan optimisme konsumen untuk menghadapi triwulan III. Indikasi optimisme juga
terlihat dari indikator Survei Penjualan Eceran yang menunjukkan proyeksi peningkatan untuk bulan Juli dan Agustus serta
Indeks Tendensi Konsumen (ITK) yang menunjukkan proyeksi kenaikan pada triwulan-III 2016. Sementara itu, berdasarkan
tracking kegiatan masyarakat, adanya kegiatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) di kota Kupang yang dihadiri 12.000 sd
15.000 orang dari seluruh kabupaten/kota di Indonesia, momen liburan sekolah dan libur keagamaan, serta masuknya
masa ajaran baru juga diperkirakan dapat turut mendorong konsumsi secara umum.
Sementara itu konsumsi pemerintah diperkirakan mengalami perlambatan. Perlambatan disebabkan oleh turut
adanya arahan Presiden untuk melakukan penghematan anggaran. Selain itu, adanya pemotongan anggaran diluar
belanja infrastruktur seiring dengan tidak tercapainya target pemasukan pajak juga diperkirakan dapat menjadi salah satu
faktor penyebab perlambatan. Salah satu hal yang dapat menghambat perlambatan adalah realisasi tunjangan kinerja PNS
ke-13 dan realisasi dana desa serta belanja hibah.
1.2.2 Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)/ Investasi
Pertumbuhan investasi/PMTB di NTT pada triwulan II-2016 mengalami pertumbuhan terbatas sebesar 0,67%
(yoy) melambat jika dibandingkan triwulan-I yang tumbuh sebesar 9,33% (yoy). Perlambatan diperkirakan terjadi
karena terbatasnya pertumbuhan investasi baik dari komponen PMTB bangunan yang hanya tumbuh 0,86% (yoy) serta
PMTB non bangunan yang tumbuh hanya sebesar 0,11% (yoy). Hal ini diperkirakan juga disebabkan oleh tingginya
investasi pemerintah di Provinsi NTT pada tahun sebelumnya, sebagai contoh pengembangan bandara tahun 2015 yang
mencapai 14 buah sementara saat ini hanya 9 buah. Saat ini peningkatan investasi lebih pada pembangunan bendungan
(Raknamo dan Rotiklot) dan investasi swasta. Sementara itu belanja modal pemerintah yang merupakan gambaran
investasi pemerintah hingga akhir triwulan-II baru mencapai Rp 1,35 triliun atau 13,88%.
Data realisasi investasi BKPM dan Penjualan Semen menunjukkan adanya indikasi peningkatan investasi di
NTT. Berdasarkan data BKPMD Provinsi NTT, pada triwulan-II 2016 telah terealisasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sebesar US$ 22,58 juta dan Rp 504,84 miliar. Angka ini meningkat dibandingkan
triwulan I-2016 yang tercatat US$ 9,4 juta dan Rp 369,37 miliar. Sehingga total realisasi investasi NTT hingga semester-I
mencapai US$ 32,02 Juta dan Rp 874,21 miliar. Secara spasial, total realisasi investasi tertinggi pada semester-I 2016 ada
di Kota Kupang dengan nilai realisasi Rp 355,73 miliar dengan total 6 perusahaan yang berinvestasi (2 sektor sekunder dan
4 tersier) yang mampu menyerap lebih dari 1500 tenaga kerja. Di sisi lain, Penanaman Modal Asing (PMA) tercatat cukup
tinggi di Kab. Rote Ndao (US$ 5,7 juta), Kab. Timor Tengah Utara (US$ 5 Juta) dan Kab. Flores Timur (US$ 4,6 Juta). Secara
umum, investasi terbanyak di Provinsi NTT berada pada sektor tersier sebanyak 41 perusahaan. Dari indikator penjualan
semen, terlihat adanya pertumbuhan penjualan semen sebesar 5,8% (yoy) pada triwulan II-2016 atau melambat
dibandingkan triwulan-I yang tumbuh mencapai 37,91% (yoy). Pertumbuhan penjualan semen yang melambat ini
merupakan penguat indikasi perlambatan kegiatan investasi terutama di sektor PMTB Bangunan.
22.578.115
(781.708.200)
505.619.508.200
32.018.784
874.212.756.150
9.440.669
369.374.956.150
Sumber: BPS (diolah)
PMA (US$)
PMA (RP)
PMDN (RP)
Tabel 1.5. Realisasi Investasi Modal Asing & Penanaman Modal Dalam Negeri
URAIAN I II TOTAL
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
5
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
4 Agustus 2016Agustus 2016
GRAFIK 1.12. REALISASI KONSUMSI SEMEN PROVINSI NTT
Sumber : Asosiasi Semen Indonesia, diolah
RIBU TON YOY
TRILIUN
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV I
2016II
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
0
50
100
150
200
250
300
URAIAN2014
2016Bobot yoy
24.648.097
7.857.700
32.505.797
6.558.857
2.487.776
9.046.634
6.226.198
1.918.480
8.144.679
6.087.531
2.100.246
8.187.777
72,5
27,5
100,0
0,86
0,11
0,67
20.049.429
6.643.600
26.693.029 Sumber: BPS (diolah)
PMTB BANGUNAN
PMTB NON BANGUNAN
PMTB
2015
YOY
II
2015
III
Tabel 1.4. PDRB Komponen Investasi Provinsi NTT Triwulan II-2016
GRAFIK 1.11.PROYEKSI INDEKS TENDEKSI KONSUMEN
Sumber : BPS Provinsi NTT, diolah
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV I
2016II I I IP
85
90
95
100
105
110
115
PROYEKSI PEND RT PROYEKSI ITK
GRAFIK 1.10. PERKEMBANGAN SURVEI PENJUALAN ECERAN
Sumber :Bank Indonesia, diolah
RP MILIAR
15,40
15,60
15,80
16,00
16,20
16,40
16,60
16,80
17,00
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL* AGUST**
2016
GRAFIK 1.9. PERKEMBANGAN SURVEI KONSUMEN
Sumber :Bank Indonesia, diolah
2015I II I I I IV I
2016II 7
80
90
100
110
120
130
140
150
INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK) INDEKS KONDISI EKONOMI SAAT INI (IKE) INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK)
URAIAN2014
2016Bobot yoy
13.704.950
10.000.443
23.705.393
3.638.326
2.091.082
5.729.408
3.280.943
1.913.909
5.194.853
1.902.033
1.293.784
3.195.817
63,5
36,5
100,0
5,40
1,90
4,14
11.865.895
8.726.426
20.592.320 Sumber: BPS (diolah)
KONS KOLEKTIF PEMERINTAH
KONS INDIVIDU PEMERINTAH
KONSUMSI PEMERINTAH
2015
YOY
II
2015
III
Tabel 1.3. PDRB Komponen Konsumsi Pemerintah Provinsi NTT Triwulan II-2016
Perkembangan Konsumsi Pemerintah pada triwulan II-2016 tumbuh sebesar 4,14% (yoy) melambat
dibandingkan triwulan I-2016 yang tumbuh 6,87% (yoy). Melambatnya komponen konsumsi pemerintah terutama
berasal dari terbatasnya pertumbuhan konsumsi individu pemerintah yang hanya tumbuh sebesar 1,90% (yoy) seiring
dengan masih terbatasnya peningkatan belanja untuk jaminan sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan serta
adanya arahan Presiden untuk melakukan penghematan belanja konsumsi.
Sementara itu, berdasarkan data realisasi belanja konsumsi Pemerintah (APBN, APBD Kab/Kota, APBD Provinsi) hingga
akhir triwulan II-2016 di NTT tercatat telah mencapai Rp 9,1 triliun atau 36,14% dari pagu anggaran 2016. Jumlah tersebut
mengalami peningkatan sebesar 40% (yoy) dari realisasi belanja konsumsi pada triwulan-II 2015 yang hanya mencapai Rp
6,5 triliun. Peningkatan belanja konsumsi pemerintah diperkirakan turut didorong oleh realisasi gaji ke-13 dan ke-14 di
bulan Juni.
Perkembangan pada triwulan III 2016 menunjukkan adanya optimisme pertumbuhan. Hasil Survei Konsumen-
Bank Indonesia menunjukkan adanya kecenderungan perlambatan untuk indikator Indeks Keyakinan Konsumen (IKK),
Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) dan Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) namun dengan angka indeks yang masih
diatas 100 maka masih menunjukkan optimisme konsumen untuk menghadapi triwulan III. Indikasi optimisme juga
terlihat dari indikator Survei Penjualan Eceran yang menunjukkan proyeksi peningkatan untuk bulan Juli dan Agustus serta
Indeks Tendensi Konsumen (ITK) yang menunjukkan proyeksi kenaikan pada triwulan-III 2016. Sementara itu, berdasarkan
tracking kegiatan masyarakat, adanya kegiatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) di kota Kupang yang dihadiri 12.000 sd
15.000 orang dari seluruh kabupaten/kota di Indonesia, momen liburan sekolah dan libur keagamaan, serta masuknya
masa ajaran baru juga diperkirakan dapat turut mendorong konsumsi secara umum.
Sementara itu konsumsi pemerintah diperkirakan mengalami perlambatan. Perlambatan disebabkan oleh turut
adanya arahan Presiden untuk melakukan penghematan anggaran. Selain itu, adanya pemotongan anggaran diluar
belanja infrastruktur seiring dengan tidak tercapainya target pemasukan pajak juga diperkirakan dapat menjadi salah satu
faktor penyebab perlambatan. Salah satu hal yang dapat menghambat perlambatan adalah realisasi tunjangan kinerja PNS
ke-13 dan realisasi dana desa serta belanja hibah.
1.2.2 Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)/ Investasi
Pertumbuhan investasi/PMTB di NTT pada triwulan II-2016 mengalami pertumbuhan terbatas sebesar 0,67%
(yoy) melambat jika dibandingkan triwulan-I yang tumbuh sebesar 9,33% (yoy). Perlambatan diperkirakan terjadi
karena terbatasnya pertumbuhan investasi baik dari komponen PMTB bangunan yang hanya tumbuh 0,86% (yoy) serta
PMTB non bangunan yang tumbuh hanya sebesar 0,11% (yoy). Hal ini diperkirakan juga disebabkan oleh tingginya
investasi pemerintah di Provinsi NTT pada tahun sebelumnya, sebagai contoh pengembangan bandara tahun 2015 yang
mencapai 14 buah sementara saat ini hanya 9 buah. Saat ini peningkatan investasi lebih pada pembangunan bendungan
(Raknamo dan Rotiklot) dan investasi swasta. Sementara itu belanja modal pemerintah yang merupakan gambaran
investasi pemerintah hingga akhir triwulan-II baru mencapai Rp 1,35 triliun atau 13,88%.
Data realisasi investasi BKPM dan Penjualan Semen menunjukkan adanya indikasi peningkatan investasi di
NTT. Berdasarkan data BKPMD Provinsi NTT, pada triwulan-II 2016 telah terealisasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sebesar US$ 22,58 juta dan Rp 504,84 miliar. Angka ini meningkat dibandingkan
triwulan I-2016 yang tercatat US$ 9,4 juta dan Rp 369,37 miliar. Sehingga total realisasi investasi NTT hingga semester-I
mencapai US$ 32,02 Juta dan Rp 874,21 miliar. Secara spasial, total realisasi investasi tertinggi pada semester-I 2016 ada
di Kota Kupang dengan nilai realisasi Rp 355,73 miliar dengan total 6 perusahaan yang berinvestasi (2 sektor sekunder dan
4 tersier) yang mampu menyerap lebih dari 1500 tenaga kerja. Di sisi lain, Penanaman Modal Asing (PMA) tercatat cukup
tinggi di Kab. Rote Ndao (US$ 5,7 juta), Kab. Timor Tengah Utara (US$ 5 Juta) dan Kab. Flores Timur (US$ 4,6 Juta). Secara
umum, investasi terbanyak di Provinsi NTT berada pada sektor tersier sebanyak 41 perusahaan. Dari indikator penjualan
semen, terlihat adanya pertumbuhan penjualan semen sebesar 5,8% (yoy) pada triwulan II-2016 atau melambat
dibandingkan triwulan-I yang tumbuh mencapai 37,91% (yoy). Pertumbuhan penjualan semen yang melambat ini
merupakan penguat indikasi perlambatan kegiatan investasi terutama di sektor PMTB Bangunan.
22.578.115
(781.708.200)
505.619.508.200
32.018.784
874.212.756.150
9.440.669
369.374.956.150
Sumber: BPS (diolah)
PMA (US$)
PMA (RP)
PMDN (RP)
Tabel 1.5. Realisasi Investasi Modal Asing & Penanaman Modal Dalam Negeri
URAIAN I II TOTAL
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
5
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
4 Agustus 2016Agustus 2016
Tabel 1.6. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan II 2016
URAIAN
22.665.673
1.307.566
940.862
40.001
47.150
7.908.227
8.273.959
3.975.985
487.091
5.477.449
2.995.475
2.054.341
235.528
9.399.572
7.367.666
1.616.418
1.639.515
76.432.477
5.982.164
354.389
250.936
12.744
12.099
2.186.957
2.221.823
1.086.688
137.718
1.414.671
844.076
538.473
61.466
2.701.344
1.989.418
448.574
437.416
20.680.956
5.716.892
324.312
222.408
9.348
11.494
1.899.771
1.994.737
955.527
117.133
1.321.882
703.325
499.416
57.442
2.193.833
1.737.853
397.896
405.622
18.568.891
5.740.821
314.905
239.111
12.740
11.405
2.048.240
2.098.437
1.058.306
128.017
1.383.555
781.762
526.120
59.801
2.502.540
1.936.741
425.545
421.774
19.689.820
28,9
1,7
1,2
0,1
0,1
10,6
10,7
5,3
0,7
6,8
4,1
2,6
0,3
13,1
9,6
2,2
2,1
100
0,47
1,75
7,07
11,25
0,86
6,32
4,26
7,25
10,85
6,10
16,34
2,94
1,41
12,36
6,37
5,27
3,03
5,29
20.447.428
1.070.349
843.708
31.840
45.529
7.095.979
7.296.703
3.566.950
422.443
5.134.426
2.698.906
1.860.878
210.879
8.392.732
6.568.193
1.414.584
1.496.973
68.598.500
Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah) *Dalam Juta Rp
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan dan Asuransi
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Jasa lainnya
PDRB
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
M,N
O
P
Q
R,S,T,U
2014
2016
2015
YOY
II
2015
IIIBobot yoy
GRAFIK 1.16. NEGARA TUJUAN EKSPOR
Sumber : Pelindo III, diolah
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 JUTA USD
USA THAILAND JAPAN RRC TIMOR LESTE SINGAPURAINDIA
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
I I I I I I IV2012
GRAFIK 1.15.PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR
Sumber : Pelindo III, diolah
-7
-5
-3
-1
1
3
5
7
9
11
13 JUTA USD
EKSPOR IMPOR NET EKSPOR
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
II
I I
GRAFIK 1.14. AKTIVITAS BONGKAR MUAT
Sumber : Pelindo III, diolah
TON
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
BONGKAR MUAT NET NET UNLOADING (% YOY)
GRAFIK 1.13. PERKEMBANGAN PETI KEMAS
Sumber : Pelindo III, diolah
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
RIBU TON YOY
I I-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
-
5000
10000
15000
20000
25000
30000 TEUS
I I
-200%
-100%
0%
100%
200%
300%
400%
500%
600%
700%
800%
900%
-100.000
-80.000
-60.000
-40.000
-20.000
0
20.000
40.000
60.000
80.000
100.000
60%
70%
Sementara itu, berdasarkan tracking triwulan berjalan, diperkirakan perkembangan PMTB/Investasi akan
kembali meningkat pada triwulan-III. Indikasi tersebut terlihat dari serapan belanja modal pemerintah yang baru
mencapai 13,9% hingga bulan Juni 2016 dan diperkirakan kembali meningkat sepanjang triwulan-III. Selain itu, masih
berjalannya proyek bendungan, jalan negara dan provinsi, serta pengembangan pelabuhan diperkirakan dapat pula
menjadi pendorong. Selain itu, adanya rencana investasi swasta dan BUMN seperti pengembangan proyek perumahan
seiring adanya permintaan rumah paska pameran perumahan yang diadakan di Kota Kupang pada bulan Juli. Nilai
transaksi pada pameran tersebut mencapai Rp 40,2 miliar dengan total 201 rumah terjual, pengembangan parking stand
pesawat serta berbagai investasi swasta di bidang tersier dan sekunder.
1.2.3 Ekspor – Impor
1.2.3.1 Ekspor-Impor Antar DaerahPertumbuhan net impor antar daerah pada triwulan II-2016 sebesar 1,84% (yoy) tercatat melambat apabila
dibandingkan dengan triwulan I yang sebesar 8,93% (yoy). Perlambatan impor turut didorong oleh adanya
pertumbuhan ekspor antar daerah sebesar 4,35% (yoy) yang lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan impor antar
daerah yang hanya sebesar 2,17% (yoy). Pertumbuhan ekspor diperkirakan turut ditunjang oleh pengoperasian kapal
ternak yang sudah mulai rutin melakukan pengiriman kapal ke Pulau Jawa setiap 2 minggu sekali. Sementara itu,
perlambatan impor terjadi seiring dengan perlambatan investasi/PMTB di NTT pada triwulan-II yang mengindikasikan
penurunan kebutuhan impor untuk kegiatan investasi di NTT. Perlambatan ini juga terkonfirmasi dari penurunan kegiatan
peti kemas sebesar -2,7% (yoy). Namun disisi lain, kegiatan bongkar muat menunjukkan angka net bongkar yang cukup
tinggi mencapai 88.361 ton atau meningkat hingga 739% (yoy) yang mengindikasikan masih banyaknya frekuensi
pengiriman kebutuhan pangan atau barang bersifat curah ke Provinsi NTT.
Perkembangan net impor dalam negeri pada triwulan-III diperkirakan turut meningkat. Masih terbatasnya
industri pengolahan dan produksi lokal menyebabkan masih tingginya ketergantungan Provinsi NTT dari daerah lain. Pada
triwulan-III 2016, diperkirakan adanya peningkatan kegiatan investasi dan kebutuhan pemenuhan bahan pokok (seperti
beras) seiring telah lewatnya musim panen diperkirakan mendorong peningkatan impor dari daerah lain. Di sisi lain,
kebutuhan masyarakat akan sapi untuk perayaan Idul Adha diperkirakan dapat menahan pertumbuhan net impor dari sisi
pertambahan ekspor.
1.2.3.2 Ekspor-Impor Luar NegeriAktivitas ekspor luar negeri NTT pada triwulan-II 2016 masih mengalami penurunan sebesar -8,3% (yoy)
namun membaik dibanding penurunan net ekspor triwulan-I 2016 yang sebesar -28,6% (yoy). Berdasarkan data
ekspor-impor Bank Indonesia, pada triwulan-II 2016 Provinsi NTT mengalami net ekspor sebesar US$ 6,9 juta. Ekspor
utama NTT terutama kendaraan serta suku cadangnya dan semen ke negara Timor Leste.
Aktivitas ekspor luar negeri NTT pada triwulan-III 2016 diperkirakan tidak akan tumbuh terlalu tinggi. Ekspor
luar negeri NTT diperkirakan masih didorong oleh pengiriman semen dan kendaraan serta suku cadangnya ke negara
Timor Leste (transit). Namun, pertumbuhan ekspor diharapkan pula dapat didorong oleh peningkatan komoditas ikan
(tuna dan cakalang) serta perkebunan (jambu mete dan kakao) seiring tibanya musim panen dan cuaca yang biasanya
mendukung peningkatan produksi.
1.3 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI SEKTORAL
Secara sektoral, pertumbuhan ekonomi triwulan II-2016 didorong oleh sektor Administrasi Pemerintahan,
Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib. Peningkatan sektor Administrasi Pemerintahan tercatat sebesar 12,36% (yoy)
yang salah satunya disebabkan oleh realisasi gaji ke-13 dan 14 Pegawai Negeri Sipil. Pertumbuhan juga terjadi pada sektor
jasa keuangan dan asuransi yang mencapai 16,34% (yoy) dan sektor konstruksi sebesar 6,32% (yoy).
1.3.1 Sektor Pertanian, Kehutanan dan PerikananSecara tahunan, pertumbuhan sektor pertanian pada triwulan-II2016 sebesar 0,47% (yoy) cenderung
meningkat apabila dibandingkan triwulan-I 2016 yang hanya tumbuh 0,23% (yoy). Peningkatan terjadi seiring
dengan panen komoditas beras pada triwulan-II 2016 walaupun secara tahunan masih tumbuh terbatas seiring adanya
permasalahan kekeringan dan serangan hama di berbagai tempat, seperti hama putih di Flores Timur, hama ulat batang di
Manggarai Barat dan hama wereng cokelat di Kab. Nagekeo. Pertumbuhan yang terbatas juga diperkirakan terjadi akibat
penurunan harga komoditas, seperti rumput laut serta kondisi gelombang dan cuaca yang fluktuatif sehingga
mengakibatkan terbatasnya produksi ikan tangkap nelayan. Namun demikian, produksi pertanian juga tertopang oleh
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
7
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
6 Agustus 2016Agustus 2016
Tabel 1.6. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan II 2016
URAIAN
22.665.673
1.307.566
940.862
40.001
47.150
7.908.227
8.273.959
3.975.985
487.091
5.477.449
2.995.475
2.054.341
235.528
9.399.572
7.367.666
1.616.418
1.639.515
76.432.477
5.982.164
354.389
250.936
12.744
12.099
2.186.957
2.221.823
1.086.688
137.718
1.414.671
844.076
538.473
61.466
2.701.344
1.989.418
448.574
437.416
20.680.956
5.716.892
324.312
222.408
9.348
11.494
1.899.771
1.994.737
955.527
117.133
1.321.882
703.325
499.416
57.442
2.193.833
1.737.853
397.896
405.622
18.568.891
5.740.821
314.905
239.111
12.740
11.405
2.048.240
2.098.437
1.058.306
128.017
1.383.555
781.762
526.120
59.801
2.502.540
1.936.741
425.545
421.774
19.689.820
28,9
1,7
1,2
0,1
0,1
10,6
10,7
5,3
0,7
6,8
4,1
2,6
0,3
13,1
9,6
2,2
2,1
100
0,47
1,75
7,07
11,25
0,86
6,32
4,26
7,25
10,85
6,10
16,34
2,94
1,41
12,36
6,37
5,27
3,03
5,29
20.447.428
1.070.349
843.708
31.840
45.529
7.095.979
7.296.703
3.566.950
422.443
5.134.426
2.698.906
1.860.878
210.879
8.392.732
6.568.193
1.414.584
1.496.973
68.598.500
Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah) *Dalam Juta Rp
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan dan Asuransi
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Jasa lainnya
PDRB
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
M,N
O
P
Q
R,S,T,U
2014
2016
2015
YOY
II
2015
IIIBobot yoy
GRAFIK 1.16. NEGARA TUJUAN EKSPOR
Sumber : Pelindo III, diolah
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 JUTA USD
USA THAILAND JAPAN RRC TIMOR LESTE SINGAPURAINDIA
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
I I I I I I IV2012
GRAFIK 1.15.PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR
Sumber : Pelindo III, diolah
-7
-5
-3
-1
1
3
5
7
9
11
13 JUTA USD
EKSPOR IMPOR NET EKSPOR
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
II
I I
GRAFIK 1.14. AKTIVITAS BONGKAR MUAT
Sumber : Pelindo III, diolah
TON
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
BONGKAR MUAT NET NET UNLOADING (% YOY)
GRAFIK 1.13. PERKEMBANGAN PETI KEMAS
Sumber : Pelindo III, diolah
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
RIBU TON YOY
I I-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
-
5000
10000
15000
20000
25000
30000 TEUS
I I
-200%
-100%
0%
100%
200%
300%
400%
500%
600%
700%
800%
900%
-100.000
-80.000
-60.000
-40.000
-20.000
0
20.000
40.000
60.000
80.000
100.000
60%
70%
Sementara itu, berdasarkan tracking triwulan berjalan, diperkirakan perkembangan PMTB/Investasi akan
kembali meningkat pada triwulan-III. Indikasi tersebut terlihat dari serapan belanja modal pemerintah yang baru
mencapai 13,9% hingga bulan Juni 2016 dan diperkirakan kembali meningkat sepanjang triwulan-III. Selain itu, masih
berjalannya proyek bendungan, jalan negara dan provinsi, serta pengembangan pelabuhan diperkirakan dapat pula
menjadi pendorong. Selain itu, adanya rencana investasi swasta dan BUMN seperti pengembangan proyek perumahan
seiring adanya permintaan rumah paska pameran perumahan yang diadakan di Kota Kupang pada bulan Juli. Nilai
transaksi pada pameran tersebut mencapai Rp 40,2 miliar dengan total 201 rumah terjual, pengembangan parking stand
pesawat serta berbagai investasi swasta di bidang tersier dan sekunder.
1.2.3 Ekspor – Impor
1.2.3.1 Ekspor-Impor Antar DaerahPertumbuhan net impor antar daerah pada triwulan II-2016 sebesar 1,84% (yoy) tercatat melambat apabila
dibandingkan dengan triwulan I yang sebesar 8,93% (yoy). Perlambatan impor turut didorong oleh adanya
pertumbuhan ekspor antar daerah sebesar 4,35% (yoy) yang lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan impor antar
daerah yang hanya sebesar 2,17% (yoy). Pertumbuhan ekspor diperkirakan turut ditunjang oleh pengoperasian kapal
ternak yang sudah mulai rutin melakukan pengiriman kapal ke Pulau Jawa setiap 2 minggu sekali. Sementara itu,
perlambatan impor terjadi seiring dengan perlambatan investasi/PMTB di NTT pada triwulan-II yang mengindikasikan
penurunan kebutuhan impor untuk kegiatan investasi di NTT. Perlambatan ini juga terkonfirmasi dari penurunan kegiatan
peti kemas sebesar -2,7% (yoy). Namun disisi lain, kegiatan bongkar muat menunjukkan angka net bongkar yang cukup
tinggi mencapai 88.361 ton atau meningkat hingga 739% (yoy) yang mengindikasikan masih banyaknya frekuensi
pengiriman kebutuhan pangan atau barang bersifat curah ke Provinsi NTT.
Perkembangan net impor dalam negeri pada triwulan-III diperkirakan turut meningkat. Masih terbatasnya
industri pengolahan dan produksi lokal menyebabkan masih tingginya ketergantungan Provinsi NTT dari daerah lain. Pada
triwulan-III 2016, diperkirakan adanya peningkatan kegiatan investasi dan kebutuhan pemenuhan bahan pokok (seperti
beras) seiring telah lewatnya musim panen diperkirakan mendorong peningkatan impor dari daerah lain. Di sisi lain,
kebutuhan masyarakat akan sapi untuk perayaan Idul Adha diperkirakan dapat menahan pertumbuhan net impor dari sisi
pertambahan ekspor.
1.2.3.2 Ekspor-Impor Luar NegeriAktivitas ekspor luar negeri NTT pada triwulan-II 2016 masih mengalami penurunan sebesar -8,3% (yoy)
namun membaik dibanding penurunan net ekspor triwulan-I 2016 yang sebesar -28,6% (yoy). Berdasarkan data
ekspor-impor Bank Indonesia, pada triwulan-II 2016 Provinsi NTT mengalami net ekspor sebesar US$ 6,9 juta. Ekspor
utama NTT terutama kendaraan serta suku cadangnya dan semen ke negara Timor Leste.
Aktivitas ekspor luar negeri NTT pada triwulan-III 2016 diperkirakan tidak akan tumbuh terlalu tinggi. Ekspor
luar negeri NTT diperkirakan masih didorong oleh pengiriman semen dan kendaraan serta suku cadangnya ke negara
Timor Leste (transit). Namun, pertumbuhan ekspor diharapkan pula dapat didorong oleh peningkatan komoditas ikan
(tuna dan cakalang) serta perkebunan (jambu mete dan kakao) seiring tibanya musim panen dan cuaca yang biasanya
mendukung peningkatan produksi.
1.3 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI SEKTORAL
Secara sektoral, pertumbuhan ekonomi triwulan II-2016 didorong oleh sektor Administrasi Pemerintahan,
Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib. Peningkatan sektor Administrasi Pemerintahan tercatat sebesar 12,36% (yoy)
yang salah satunya disebabkan oleh realisasi gaji ke-13 dan 14 Pegawai Negeri Sipil. Pertumbuhan juga terjadi pada sektor
jasa keuangan dan asuransi yang mencapai 16,34% (yoy) dan sektor konstruksi sebesar 6,32% (yoy).
1.3.1 Sektor Pertanian, Kehutanan dan PerikananSecara tahunan, pertumbuhan sektor pertanian pada triwulan-II2016 sebesar 0,47% (yoy) cenderung
meningkat apabila dibandingkan triwulan-I 2016 yang hanya tumbuh 0,23% (yoy). Peningkatan terjadi seiring
dengan panen komoditas beras pada triwulan-II 2016 walaupun secara tahunan masih tumbuh terbatas seiring adanya
permasalahan kekeringan dan serangan hama di berbagai tempat, seperti hama putih di Flores Timur, hama ulat batang di
Manggarai Barat dan hama wereng cokelat di Kab. Nagekeo. Pertumbuhan yang terbatas juga diperkirakan terjadi akibat
penurunan harga komoditas, seperti rumput laut serta kondisi gelombang dan cuaca yang fluktuatif sehingga
mengakibatkan terbatasnya produksi ikan tangkap nelayan. Namun demikian, produksi pertanian juga tertopang oleh
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
7
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
6 Agustus 2016Agustus 2016
GRAFIK 1.23. REALISASI BELANJA KONSUMSI PEMERINTAH
Sumber : Bank Indonesia, diolah
4,13
1,30
0,670,23
5,43
1,95
0,84 0,71
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
31.4%
49.8%
26% 214.7%
*RP TRILIUN
II - 2015 II - 2016
BELANJA PEGAWAI BELANJA BARANG DAN JASA
BELANJA HIBAH BANTUAN KEUANGAN
GRAFIK 1.24. PERKEMBANGAN SIMPANAN PEMERINTAH DI PERBANKAN
Sumber : Bank Indonesia, diolah
SIMPANAN PERT (%YOY)
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV I
2016II
-70%
-50%
-30%
-10%
10%
30%
50%
70%
90%
110%
0
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
7.000
8.000
9.000
GRAFIK 1.22. PROYEKSI SKDU PERTANIAN
KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV I
2016II
Sumber : Bank Indonesia, diolah
I I IP
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
GRAFIK 1.21. PERKEMBANGAN KREDIT PERTANIAN
Sumber : Bank Indonesia, diolah
MILYAR RP
PERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANAN PERTANIAN (%YOY)
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV I
2016
GRAFIK 1.20. PERKEMBANGAN SKDU PERTANIAN
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
II
Sumber : Bank Indonesia, diolah
I I-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
200%
0
50
100
150
200
250
300
GRAFIK 1.19. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI
Sumber :BPS, diolah
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
IT NTP-AXIS KANANIB
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
II
GRAFIK 1.17. DATA PENGIRIMAN TERNAK
I - 2016 II - 2016
SAPI KERBAU KUDA
JABAR
KALTIM
BANTEN
DKI
KALSEL
SULSEL
JATIM
KALTENG
BENGKULU
TOTAL
101
0
0
0
0
1924
0
0
0
2025
PROVINSI KERBAU
177
0
0
0
0
2603
0
0
0
2780
KUDA
9977
9181
1314
1300
1234
1209
500
160
150
25025
SAPI
9.992
490 1.052
25.025
2.0252.780
0
5000
10000
15000
20000
25000
30000
Sumber : Dinas Peternakan NTT, diolah
adanya peningkatan pengiriman sapi melalui kapal ternak. Di sisi lain, pada triwulan II-2016 tercatat pengiriman sapi ke
luar NTT mencapai 25.025 ekor dengan tujuan paling banyak ke Provinsi Jawa Barat sebanyak 9.977 ekor, pengiriman juga
dilakukan untuk ternak kerbau (2.025 ekor) dan kuda (2.780 ekor) dengan pengiriman paling banyak ke Provinsi Sulawesi
Selatan. Perkembangan pengiriman ternak juga terlihat dari data Pelindo yang menunjukkan adanya pertumbuhan
pengiriman ternak sebesar 97% (yoy) dengan jumlah 10.382 ekor pada triwulan–II melambat dibandingkan triwulan I
yang tumbuh sebesar 120,8% (yoy) namun secara kuantitas masih lebih tinggi dibandingkan triwulan I yang hanya 5.361
ekor.
Di sisi lain, indikasi pertumbuhan sektor pertanian yang terbatas juga terlihat dari angka Nilai Tukar Petani (NTP) yang
menurun dari 101,18 (triwulan-I) menjadi 100,26 (triwulan-II) yang ditengarai sebagai dampak dari permasalahan
kekeringan dan hama yang menyerang berbagai lahan pertanian di NTT.
GRAFIK 1.18. DATA PENGIRIMAN TERNAK DARI PELABUHAN TENAU
Sumber : Pelindo II, diolah
100%
-50%
0%
50%
100%
150%
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
PENGIRIMAN TERNAK PERT (%YOY)BONGKAR
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
II
Di sisi lain, hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) di sektor pertanian, perkebunan dan kehutanan searah
dengan pertumbuhan PDRB yang menunjukkan adanya peningkatan. Peningkatan terlihat dari angka indeks
kegiatan usaha, harga jual dan tenaga kerja pada Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang mengalami peningkatan pada
triwulan II. Hal yang sama juga terjadi pada pertumbuhan kredit pertanian yang mengalami peningkatan dari 9,7% (yoy)
pada triwulan-I 2016 menjadi 28,9% (yoy) pada triwulan-II 2016.
Berdasarkan Survei Kegiatan Dunia Usaha terlihat adanya perlambatan pada triwulan III-2016. Perlambatan
diperkirakan lebih pada belum tibanya musim panen ke-2 untuk komoditas padi sebagai komoditas pertanian utama di
Provinsi NTT.Faktor yang menjadi penyumbang pertumbuhan pada triwulan-III lebih berasal dari komoditas perkebunan
(jambu mete, asam, kopi dan kakao), peningkatan produksi ikan tangkap seiring dukungan cuaca serta peningkatan
pengiriman sapi ke pulau lain (Jawa dan Kalimantan) untuk kebutuhan Idul Adha. Tercatat pengiriman ternak ke luar
daerah pada bulan Juli telah mencapai 2.710 ekor dengan rincian: sapi (2.597 ekor), kerbau (56 ekor) dan kuda (57 ekor)
dan dengan tujuan pengiriman sapi terbanyak ke Jawa Barat sebesar 1.888 ekor.
1.3.2 Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial WajibPertumbuhan sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib pada triwulan II 2016
sebesar 12,36% (yoy) meningkat dibandingkan triwulan-I yang hanya sebesar 8,86% (yoy). Pertumbuhan sektor
ini diperkirakan turut ditunjang oleh adanya realisasi gaji ke-13 dan ke-14 Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada akhir bulan Juni
2016. Selain itu adanya realisasi dana desa tahap I pada triwulan II juga menjadi pendorong lainnya. Hal ini terkonfirmasi
dari data realisasi belanja pegawai Pemerintah di NTT hingga semester-I 2016 yang telah mencapai Rp 5,43triliun atau
meningkat 31,4% (yoy) dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Kenaikan cukup tinggi juga terjadi
pada belanja barang dan jasa yang menunjukkan adanya usaha percepatan kegiatan lelang untuk kegiatan barang dan
jasa pemerintah, serta kenaikan pada belanja hibah dan bantuan keuangan yang diperkirakan didorong oleh realisasi dana
desa.
Sementara itu, indikator peningkatan realisasi belanja juga terlihat dari simpanan pemerintah di perbankan mengalami
perlambatan mencapai -6,2% (yoy) pada triwulan II-2016 atau sebesar Rp 6,93 triliun. Angka ini melanjutkan trend
perlambatan seperti pada triwulan-I yang tumbuh sebesar -3,1% (yoy). Hal ini mengkonfirmasi percepatan penyerapan
anggaran yang dilakukan oleh pemerintah.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
9
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
8 Agustus 2016Agustus 2016
GRAFIK 1.23. REALISASI BELANJA KONSUMSI PEMERINTAH
Sumber : Bank Indonesia, diolah
4,13
1,30
0,670,23
5,43
1,95
0,84 0,71
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
31.4%
49.8%
26% 214.7%
*RP TRILIUN
II - 2015 II - 2016
BELANJA PEGAWAI BELANJA BARANG DAN JASA
BELANJA HIBAH BANTUAN KEUANGAN
GRAFIK 1.24. PERKEMBANGAN SIMPANAN PEMERINTAH DI PERBANKAN
Sumber : Bank Indonesia, diolah
SIMPANAN PERT (%YOY)
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV I
2016II
-70%
-50%
-30%
-10%
10%
30%
50%
70%
90%
110%
0
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
7.000
8.000
9.000
GRAFIK 1.22. PROYEKSI SKDU PERTANIAN
KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV I
2016II
Sumber : Bank Indonesia, diolah
I I IP
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
GRAFIK 1.21. PERKEMBANGAN KREDIT PERTANIAN
Sumber : Bank Indonesia, diolah
MILYAR RP
PERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANAN PERTANIAN (%YOY)
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV I
2016
GRAFIK 1.20. PERKEMBANGAN SKDU PERTANIAN
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
II
Sumber : Bank Indonesia, diolah
I I-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
200%
0
50
100
150
200
250
300
GRAFIK 1.19. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI
Sumber :BPS, diolah
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
IT NTP-AXIS KANANIB
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
II
GRAFIK 1.17. DATA PENGIRIMAN TERNAK
I - 2016 II - 2016
SAPI KERBAU KUDA
JABAR
KALTIM
BANTEN
DKI
KALSEL
SULSEL
JATIM
KALTENG
BENGKULU
TOTAL
101
0
0
0
0
1924
0
0
0
2025
PROVINSI KERBAU
177
0
0
0
0
2603
0
0
0
2780
KUDA
9977
9181
1314
1300
1234
1209
500
160
150
25025
SAPI
9.992
490 1.052
25.025
2.0252.780
0
5000
10000
15000
20000
25000
30000
Sumber : Dinas Peternakan NTT, diolah
adanya peningkatan pengiriman sapi melalui kapal ternak. Di sisi lain, pada triwulan II-2016 tercatat pengiriman sapi ke
luar NTT mencapai 25.025 ekor dengan tujuan paling banyak ke Provinsi Jawa Barat sebanyak 9.977 ekor, pengiriman juga
dilakukan untuk ternak kerbau (2.025 ekor) dan kuda (2.780 ekor) dengan pengiriman paling banyak ke Provinsi Sulawesi
Selatan. Perkembangan pengiriman ternak juga terlihat dari data Pelindo yang menunjukkan adanya pertumbuhan
pengiriman ternak sebesar 97% (yoy) dengan jumlah 10.382 ekor pada triwulan–II melambat dibandingkan triwulan I
yang tumbuh sebesar 120,8% (yoy) namun secara kuantitas masih lebih tinggi dibandingkan triwulan I yang hanya 5.361
ekor.
Di sisi lain, indikasi pertumbuhan sektor pertanian yang terbatas juga terlihat dari angka Nilai Tukar Petani (NTP) yang
menurun dari 101,18 (triwulan-I) menjadi 100,26 (triwulan-II) yang ditengarai sebagai dampak dari permasalahan
kekeringan dan hama yang menyerang berbagai lahan pertanian di NTT.
GRAFIK 1.18. DATA PENGIRIMAN TERNAK DARI PELABUHAN TENAU
Sumber : Pelindo II, diolah
100%
-50%
0%
50%
100%
150%
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
PENGIRIMAN TERNAK PERT (%YOY)BONGKAR
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
II
Di sisi lain, hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) di sektor pertanian, perkebunan dan kehutanan searah
dengan pertumbuhan PDRB yang menunjukkan adanya peningkatan. Peningkatan terlihat dari angka indeks
kegiatan usaha, harga jual dan tenaga kerja pada Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang mengalami peningkatan pada
triwulan II. Hal yang sama juga terjadi pada pertumbuhan kredit pertanian yang mengalami peningkatan dari 9,7% (yoy)
pada triwulan-I 2016 menjadi 28,9% (yoy) pada triwulan-II 2016.
Berdasarkan Survei Kegiatan Dunia Usaha terlihat adanya perlambatan pada triwulan III-2016. Perlambatan
diperkirakan lebih pada belum tibanya musim panen ke-2 untuk komoditas padi sebagai komoditas pertanian utama di
Provinsi NTT.Faktor yang menjadi penyumbang pertumbuhan pada triwulan-III lebih berasal dari komoditas perkebunan
(jambu mete, asam, kopi dan kakao), peningkatan produksi ikan tangkap seiring dukungan cuaca serta peningkatan
pengiriman sapi ke pulau lain (Jawa dan Kalimantan) untuk kebutuhan Idul Adha. Tercatat pengiriman ternak ke luar
daerah pada bulan Juli telah mencapai 2.710 ekor dengan rincian: sapi (2.597 ekor), kerbau (56 ekor) dan kuda (57 ekor)
dan dengan tujuan pengiriman sapi terbanyak ke Jawa Barat sebesar 1.888 ekor.
1.3.2 Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial WajibPertumbuhan sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib pada triwulan II 2016
sebesar 12,36% (yoy) meningkat dibandingkan triwulan-I yang hanya sebesar 8,86% (yoy). Pertumbuhan sektor
ini diperkirakan turut ditunjang oleh adanya realisasi gaji ke-13 dan ke-14 Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada akhir bulan Juni
2016. Selain itu adanya realisasi dana desa tahap I pada triwulan II juga menjadi pendorong lainnya. Hal ini terkonfirmasi
dari data realisasi belanja pegawai Pemerintah di NTT hingga semester-I 2016 yang telah mencapai Rp 5,43triliun atau
meningkat 31,4% (yoy) dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Kenaikan cukup tinggi juga terjadi
pada belanja barang dan jasa yang menunjukkan adanya usaha percepatan kegiatan lelang untuk kegiatan barang dan
jasa pemerintah, serta kenaikan pada belanja hibah dan bantuan keuangan yang diperkirakan didorong oleh realisasi dana
desa.
Sementara itu, indikator peningkatan realisasi belanja juga terlihat dari simpanan pemerintah di perbankan mengalami
perlambatan mencapai -6,2% (yoy) pada triwulan II-2016 atau sebesar Rp 6,93 triliun. Angka ini melanjutkan trend
perlambatan seperti pada triwulan-I yang tumbuh sebesar -3,1% (yoy). Hal ini mengkonfirmasi percepatan penyerapan
anggaran yang dilakukan oleh pemerintah.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
9
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
8 Agustus 2016Agustus 2016
GRAFIK 1.30. PERKEMBANGAN PENUMPANG BANDARA
Sumber : BPS, diolah
PENUMPANG PERT (%YOY)
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV I
2016II
RIBU ORANG
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
50%
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
40,6%
GRAFIK 1.29 PERKEMBANGAN TAMU HOTEL
Sumber : BPS, diolah
TAMU HOTEL PERT (%YOY)
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV I
2016II
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
0
10
20
30
40
50
60
70 RIBU ORANG
63,9%
Sumber : Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 1.28. PROYEKSI SKDU PERDAGANGAN
KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA
2014I I I I I I IV
2015I I I I I I IV I
2016I I I I IP
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
10
12
GRAFIK 1.27. PERKEMBANGAN KREDIT SEKTOR PERDAGANGAN
Sumber : Bank Indonesia, diolah
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN PERT (%YOY)
IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
II0%5%
10%15%20%25%30%35%40%45%TRILIUN
Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 1.26. PERKEMBANGAN SURVEI KONSUMEN
Sumber : SK-Bank Indonesia, diolah
100
120
140
160
INDEKS KONDISI EKONOMI SAAT INI (IKE) INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK)INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK)
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
GRAFIK 1.25. PERKEMBANGAN SKDU SEKTOR PERDAGANGAN
10
KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA-10
-8
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
2014I I I I I I IV
2015I I I I I I IV I
2016I I
I I
Pada triwulan-III 2016 sektor Administrasi Pemerintahan diperkirakan masih tumbuh walaupun cenderung
melambat. Perlambatan lebih disebabkan oleh tingginya pertumbuhan sektor ini pada triwulan yang sama pada tahun
sebelumnya, selain itu adanya pemotongan anggaran konsumsi pemerintah seiring tidak tercapainya target pajak
diperkirakan menjadi penyebab lainnya. Untuk triwulan-III 2016 pertumbuhan sektor ini diperkirakan disebabkan oleh
adanya realisasi tunjangan kinerja PNS ke-13 pada bulan Juli, adanya target realisasi dana desa sebesar 40% pada bulan
Agustus (total nominal Rp 739 miliar) serta kemungkinan realisasi dana hibah pemerintah daerah kepada masyarakat.
1.3.3 Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Pertumbuhan sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor pada triwulan-II 2016
sebesar 4,26% (yoy) cenderung meningkat apabila dibandingkan triwulan-I yang sebesar 4,14% (yoy).
Peningkatan diperkirakan didorong pula oleh faktor peningkatan daya beli masyarakat seiring peningkatan pendapatan
melalui gaji ke-13 dan ke-14 serta panen raya komoditas padi, selain juga dorongan peningkatan kebutuhan belanja
memasuki masa liburan sekolah dan menjelang Idul Fitri. Penurunan jumlah penduduk miskin di Provinsi NTT juga menjadi
indikasi adanya perbaikan daya beli masyarakat.
Peningkatan juga terlihat dari Indikator Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) dan Survei Konsumen (SK).
Indikator SKDU berupa indeks kegiatan usaha, harga jual dan tenaga kerja menunjukkan peningkatan yang
mengindikasikan adanya peningkatan kegiatan perdagangan pada triwulan II. Indikasi yang sama juga terlihat pada Survei
Konsumen-Bank Indonesia yang menunjukkan peningkatan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) dan Indeks Ekspektasi
Konsumen (IEK). Dari sisi kredit, kredit perdagangan hingga akhir triwulan II-2016 mencapai Rp 5,17 triliun atau tumbuh
sebesar 9,3% (yoy).
lapangan pekerjaan baru untuk buruh di bidang kontraktor. Selain itu adanya kegiatan pameran, seperti Pameran
Pembangunan di Kota Kupang dan Hari Keluarga Nasional diperkirakan dapat pula mendorong belanja masyarakat dan
mendukung pertumbuhan sektor perdagangan.
1.3.4 Sektor-sektor LainnyaPertumbuhan sektor konstruksi pada triwulan-II 2016 sebesar 6,32% (yoy) melambat dibandingkan
pertumbuhan triwulan-I yang sebesar 8,69% (yoy). Faktor penyebab melambatnya pertumbuhan sektor konstruksi
disebabkan oleh lebih tingginya kegiatan proyek pada tahun 2015, sementara untuk tahun 2016 kegiatan proyek agak
menurun, seperti contohnya kegiatan pengembangan bandara yang berkurang dari 14 Bandara (2015) menjadi 9 Bandara
(2016). Kegiatan proyek yang tercatat hingga saat ini adalah penyelesaian bendungan Raknamo dan Rotiklot serta
Pembangunan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) di Motaain, Motamasin, dan Winni. Selain juga terdapat pembangunan
gedung pemerintahan dan jalan (cth. Sabuk Perbatasan sepanjang 81 KM).Tracking untuk triwulan III diperkirakan terjadi
perlambatan yang lebih disebabkan oleh siklus pertumbuhan sektor konstruksi pada triwulan-III yang cenderung tinggi.
Namun, pertumbuhan diperkirakan masih tetap terjadi karena turut didorong oleh peningkatan realisasi belanja modal
pemerintah, dan dukungan cuaca yang secara siklikal cukup baik.
Sektor penyediaan akomodasi dan makan minum pada triwulan-II 2016 masih tumbuh tinggi namun
melambat menjadi sebesar 10,85% (yoy) dibandingkan triwulan-I yang tumbuh 12,53% (yoy). Hal ini
mengindikasikan bahwa kegiatan masyarakat yang menggunakan hotel masih cukup tinggi pada triwulan-II. Adanya
beberapa kegiatan seperti Tour De Flores turut mendukung pertumbuhan sektor ini. Sementara itu, tingginya
pertumbuhan terjadi lebih karena pertumbuhan sektor akomodasi yang secara siklikal tumbuh cukup tinggi setiap
triwulan-II. Hal ini juga terkonfirmasi dari pertumbuhan penumpang pesawat yang mencapai 40,6% (yoy) atau 832.113
orang pada triwulan-II 2016.
Berdasarkan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha-SKDU sektor Perdagangan terlihat adanya proyeksi
peningkatan pada triwulan-III. Peningkatan terjadi pada indeks kegiatan usaha, indeks harga jual dan indeks tenaga
kerja. Peningkatan ini diperkirakan didorong oleh optimisme masyarakat menjelang panen komoditas perkebunan,
kebutuhan untuk masa ajaran baru, serta dukungan dari realisasi proyek-proyek pemerintah yang dapat membuka
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
11
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
10 Agustus 2016Agustus 2016
GRAFIK 1.30. PERKEMBANGAN PENUMPANG BANDARA
Sumber : BPS, diolah
PENUMPANG PERT (%YOY)
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV I
2016II
RIBU ORANG
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
50%
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
40,6%
GRAFIK 1.29 PERKEMBANGAN TAMU HOTEL
Sumber : BPS, diolah
TAMU HOTEL PERT (%YOY)
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV I
2016II
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
0
10
20
30
40
50
60
70 RIBU ORANG
63,9%
Sumber : Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 1.28. PROYEKSI SKDU PERDAGANGAN
KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA
2014I I I I I I IV
2015I I I I I I IV I
2016I I I I IP
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
10
12
GRAFIK 1.27. PERKEMBANGAN KREDIT SEKTOR PERDAGANGAN
Sumber : Bank Indonesia, diolah
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN PERT (%YOY)
IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
II0%5%
10%15%20%25%30%35%40%45%TRILIUN
Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 1.26. PERKEMBANGAN SURVEI KONSUMEN
Sumber : SK-Bank Indonesia, diolah
100
120
140
160
INDEKS KONDISI EKONOMI SAAT INI (IKE) INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK)INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK)
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
GRAFIK 1.25. PERKEMBANGAN SKDU SEKTOR PERDAGANGAN
10
KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA-10
-8
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
2014I I I I I I IV
2015I I I I I I IV I
2016I I
I I
Pada triwulan-III 2016 sektor Administrasi Pemerintahan diperkirakan masih tumbuh walaupun cenderung
melambat. Perlambatan lebih disebabkan oleh tingginya pertumbuhan sektor ini pada triwulan yang sama pada tahun
sebelumnya, selain itu adanya pemotongan anggaran konsumsi pemerintah seiring tidak tercapainya target pajak
diperkirakan menjadi penyebab lainnya. Untuk triwulan-III 2016 pertumbuhan sektor ini diperkirakan disebabkan oleh
adanya realisasi tunjangan kinerja PNS ke-13 pada bulan Juli, adanya target realisasi dana desa sebesar 40% pada bulan
Agustus (total nominal Rp 739 miliar) serta kemungkinan realisasi dana hibah pemerintah daerah kepada masyarakat.
1.3.3 Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Pertumbuhan sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor pada triwulan-II 2016
sebesar 4,26% (yoy) cenderung meningkat apabila dibandingkan triwulan-I yang sebesar 4,14% (yoy).
Peningkatan diperkirakan didorong pula oleh faktor peningkatan daya beli masyarakat seiring peningkatan pendapatan
melalui gaji ke-13 dan ke-14 serta panen raya komoditas padi, selain juga dorongan peningkatan kebutuhan belanja
memasuki masa liburan sekolah dan menjelang Idul Fitri. Penurunan jumlah penduduk miskin di Provinsi NTT juga menjadi
indikasi adanya perbaikan daya beli masyarakat.
Peningkatan juga terlihat dari Indikator Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) dan Survei Konsumen (SK).
Indikator SKDU berupa indeks kegiatan usaha, harga jual dan tenaga kerja menunjukkan peningkatan yang
mengindikasikan adanya peningkatan kegiatan perdagangan pada triwulan II. Indikasi yang sama juga terlihat pada Survei
Konsumen-Bank Indonesia yang menunjukkan peningkatan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) dan Indeks Ekspektasi
Konsumen (IEK). Dari sisi kredit, kredit perdagangan hingga akhir triwulan II-2016 mencapai Rp 5,17 triliun atau tumbuh
sebesar 9,3% (yoy).
lapangan pekerjaan baru untuk buruh di bidang kontraktor. Selain itu adanya kegiatan pameran, seperti Pameran
Pembangunan di Kota Kupang dan Hari Keluarga Nasional diperkirakan dapat pula mendorong belanja masyarakat dan
mendukung pertumbuhan sektor perdagangan.
1.3.4 Sektor-sektor LainnyaPertumbuhan sektor konstruksi pada triwulan-II 2016 sebesar 6,32% (yoy) melambat dibandingkan
pertumbuhan triwulan-I yang sebesar 8,69% (yoy). Faktor penyebab melambatnya pertumbuhan sektor konstruksi
disebabkan oleh lebih tingginya kegiatan proyek pada tahun 2015, sementara untuk tahun 2016 kegiatan proyek agak
menurun, seperti contohnya kegiatan pengembangan bandara yang berkurang dari 14 Bandara (2015) menjadi 9 Bandara
(2016). Kegiatan proyek yang tercatat hingga saat ini adalah penyelesaian bendungan Raknamo dan Rotiklot serta
Pembangunan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) di Motaain, Motamasin, dan Winni. Selain juga terdapat pembangunan
gedung pemerintahan dan jalan (cth. Sabuk Perbatasan sepanjang 81 KM).Tracking untuk triwulan III diperkirakan terjadi
perlambatan yang lebih disebabkan oleh siklus pertumbuhan sektor konstruksi pada triwulan-III yang cenderung tinggi.
Namun, pertumbuhan diperkirakan masih tetap terjadi karena turut didorong oleh peningkatan realisasi belanja modal
pemerintah, dan dukungan cuaca yang secara siklikal cukup baik.
Sektor penyediaan akomodasi dan makan minum pada triwulan-II 2016 masih tumbuh tinggi namun
melambat menjadi sebesar 10,85% (yoy) dibandingkan triwulan-I yang tumbuh 12,53% (yoy). Hal ini
mengindikasikan bahwa kegiatan masyarakat yang menggunakan hotel masih cukup tinggi pada triwulan-II. Adanya
beberapa kegiatan seperti Tour De Flores turut mendukung pertumbuhan sektor ini. Sementara itu, tingginya
pertumbuhan terjadi lebih karena pertumbuhan sektor akomodasi yang secara siklikal tumbuh cukup tinggi setiap
triwulan-II. Hal ini juga terkonfirmasi dari pertumbuhan penumpang pesawat yang mencapai 40,6% (yoy) atau 832.113
orang pada triwulan-II 2016.
Berdasarkan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha-SKDU sektor Perdagangan terlihat adanya proyeksi
peningkatan pada triwulan-III. Peningkatan terjadi pada indeks kegiatan usaha, indeks harga jual dan indeks tenaga
kerja. Peningkatan ini diperkirakan didorong oleh optimisme masyarakat menjelang panen komoditas perkebunan,
kebutuhan untuk masa ajaran baru, serta dukungan dari realisasi proyek-proyek pemerintah yang dapat membuka
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
11
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
10 Agustus 2016Agustus 2016
Sektor industri pengolahan tercatat tumbuh 7,07% (yoy) meningkat dibandingkan triwulan-I yang sebesar
4,98% (yoy). Pertumbuhan yang meningkat turut didukung oleh mulai beroperasinya beberapa pabrik pengolahan di
NTT, diantaranya pengolahan rumput laut menjadi Alkali Treated Cattonii (ATC) di Kab. Sabu Raijua serta berproduksinya
pabrik pengolahan tepung di Lembata yang kembali memproses 300 ton ikan tembang menjadi tepung ikan untuk
diekspor ke Thailand dan Jepang. Tracking pada triwulan III diperkirakan masih tumbuh stabil dengan triwulan II karena
belum adanya penambahan pabrik pengolahan baru yang dapat meningkatkan produk olahan lokal NTT secara signifikan.
Praktis industri pengolahan NTT masih bertumpu pada semen, makanan jadi, rumput laut dan tepung ikan.
Sektor pengadaan listrik dan gas tercatat tumbuh 11,25% (yoy) melambat dibandingkan triwulan-I yang
sebesar 12,78% (yoy). Perlambatan lebih disebabkan pada kegiatan penambahan jaringan listrik yang masih terbatas.
Beberapa kegiatan pada triwulan-II diantaranya: 1) penambahan tiga Mesin PLN di Larantuka dengan kapasitas masing-
masing 500 Kw, 2)Pengoperasian Gardu Induk (GI) Nonohanis 1X20 MVA dan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 70
KV Bolok-Maulafa-Naibonat-Nonohonis di Soe, Kab. TTS. 3) Terdapat penambahan kapasitas terutama untuk jaringan
Kupang sebesar 5 MW seiring adanya tambahan mesin sewa oleh PT. PLN, serta 4) Program Indonesia Terang di Rote Ndao
dengan penambahan kapasitas listrik melalui mesin diesel 500 KW pada April 2016.
Sementara itu, sektor lainnya seperti Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang, sektor Informasi dan
Komunikasi, sektor Jasa Perusahaan, sektor Jasa Pendidikan, sektor Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial serta sektor Jasa
Lainnya cenderung mengalami perlambatan.
Secara umum, tracking untuk sektor lainnya pada triwulan-III diperkirakan turut meningkat. Hal ini terutama didukung
oleh kegiatan investasi baik pemerintah maupun swasta, serta percepatan realisasi anggaran yang dilakukan di berbagai
sektor di Provinsi NTT.
Pada triwulan-III 2016, diperkirakan terjadi peningkatan cukup signifikan pada sektor penyediaan akomodasi dan makan
minum. Hal ini terkait dengan adanya kegiatan bersifat nasional seperti Hari Keluarga Nasional (Harganas) pada akhir Juli
2016 yang dihadiri sekitar 12.000-15.000 orang dari seluruh Indonesia dan sempat membuat langkanya kamar hotel saat
penyelenggaraan acara. Selain itu, terdapat pula kegiatan Expo Alor dan pemeran pembangunan (kota Kupang) yang
dilaksanakan pada pertengahan Agustus dan dapat mendukung pula pertumbuhan sektor akomodasi.
Sektor Jasa Keuangan dan Asuransi tercatat tumbuh cukup tinggi sebesar 16,34% (yoy) lebih tinggi dari
triwulan-I yang sebesar 5,26% (yoy). Peningkatan cukup tinggi ini didukung pula oleh pertumbuhan kredit di NTT yang
mencapai 14,93% (yoy) atau sebesar Rp 21,73 triliun dan Dana Pihak Ketiga yang tumbuh 10,41% (yoy) dengan nominal
Rp 23,83 triliun. Peningkatan juga terjadi pada kegiatan sistem pembayaran yang terlihat dari pertumbuhan kliring yang
mencapai 261,82% (yoy) atau dengan nominal Rp 3,36 triliun serta perputaran kas masuk/keluar di Bank Indonesia yang
mencatat peningkatan pertumbuhan sebesar 117,9% (yoy) atau dengan nominal net keluar Rp 945,8 miliar.
Pada triwulan III, pertumbuhan sektor jasa keuangan diperkirakan cukup stabil karena belum adanya kebutuhan jasa
keuangan terutama untuk kredit dan sistem pembayaran yang meningkat signifikan seperti saat menjelang musim tanam
ataupun masa liburan sekolah dan hari natal. Berdasarkan data kas, pertumbuhan net outflow pada bulan Juli tercatat -
89,7% (mtm) dibandingkan bulan Juni yang mengindikasikan penurunan kebutuhan pelayanan terkait pembayaran tunai
di awal triwulan-III.
Sektor transportasi dan pergudangan tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 7.25% (yoy) melambat
dibandingkan triwulan-I yang sebesar 8,71% (yoy). Perlambatan diperkirakan terjadi karena proses penambahan
rute trayek kapal atau pesawat yang biasanya terjadi di awal tahun atau triwulan-I. Di sisi lain, terdapat beberapa
penambahan kegiatan pada sektor ini diantaranya:1) Penambahan penyedia jasa transportasi laut melalui KM Egon tipe
roll-on/roll-off dengan rute Surabaya-Labuan Bajo-Maropokot-Makassar (PP). 2) Penambahan frekuensi penerbangan
seperti NAM Air tujuan Denpasar-Labuan Bajo dan Lion Air yaitu Kupang-Alor dan Kupang-Atambua dari 1x per hari
menjadi 2x per hari diperkirakan menjadi pendorong. 3) Penambahan jalur Kapal Barang (Permata Nusantara 01) yang
melayani Rote-Sabu-Surabaya. 4) Pengoperasian kapal feri yang melayani Larantuka-Adonara-Maumere serta kapal feri
jurusan Bolok-Kupang-Waibalun-Larantuka dengan frekuensi 3 kali seminggu. Tracking sektor transportasi dan
pergudangan diperkirakan mengalami pertumbuhan yang melambat pada triwulan-III 2016 yang lebih disebabkan oleh
telah dibukanya rute-rute baru, baik kapal maupun pesawat terbang pada periode sebelumnya. Namun, melambatnya
pertumbuhan diperkirakan dapat tertahan oleh adanya peningkatan penumpang terutama untuk transportasi laut
(mencapai 30%) dan transportasi udara pada bulan Juli seiring libur sekolah dan keagamaan, serta adanya perayaan Hari
Keluarga Nasional yang membutuhkan fasilitas transportasi udara.
Sektor real estate tercatat tumbuh 2,94% (yoy) melambat dibandingkan triwulan-I yang sebesar 5,10% (yoy).
Hal ini lebih terjadi karena perlambatan kegiatan penjualan real estate pada triwulan-I yang tercatat mencapai 270 unit
untuk rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), sementara untuk triwulan II ketiadaan kegiatan pameran
perumahan (baru diadakan pada bulan Juli) juga menyebabkan pertumbuhan penjualan yang terbatas. Tracking pada
triwulan III diperkirakan meningkat seiring adanya kegiatan REI Expo 2016 pada awal Bulan Juli yang dapat membukukan
total transaksi Rp 40,2 miliar. Total rumah yang terjual sebanyak 201 unit dengan rincian 154 unit rumah FLPP dan 47 unit
non FLPP.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
13
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
12 Agustus 2016Agustus 2016
Sektor industri pengolahan tercatat tumbuh 7,07% (yoy) meningkat dibandingkan triwulan-I yang sebesar
4,98% (yoy). Pertumbuhan yang meningkat turut didukung oleh mulai beroperasinya beberapa pabrik pengolahan di
NTT, diantaranya pengolahan rumput laut menjadi Alkali Treated Cattonii (ATC) di Kab. Sabu Raijua serta berproduksinya
pabrik pengolahan tepung di Lembata yang kembali memproses 300 ton ikan tembang menjadi tepung ikan untuk
diekspor ke Thailand dan Jepang. Tracking pada triwulan III diperkirakan masih tumbuh stabil dengan triwulan II karena
belum adanya penambahan pabrik pengolahan baru yang dapat meningkatkan produk olahan lokal NTT secara signifikan.
Praktis industri pengolahan NTT masih bertumpu pada semen, makanan jadi, rumput laut dan tepung ikan.
Sektor pengadaan listrik dan gas tercatat tumbuh 11,25% (yoy) melambat dibandingkan triwulan-I yang
sebesar 12,78% (yoy). Perlambatan lebih disebabkan pada kegiatan penambahan jaringan listrik yang masih terbatas.
Beberapa kegiatan pada triwulan-II diantaranya: 1) penambahan tiga Mesin PLN di Larantuka dengan kapasitas masing-
masing 500 Kw, 2)Pengoperasian Gardu Induk (GI) Nonohanis 1X20 MVA dan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 70
KV Bolok-Maulafa-Naibonat-Nonohonis di Soe, Kab. TTS. 3) Terdapat penambahan kapasitas terutama untuk jaringan
Kupang sebesar 5 MW seiring adanya tambahan mesin sewa oleh PT. PLN, serta 4) Program Indonesia Terang di Rote Ndao
dengan penambahan kapasitas listrik melalui mesin diesel 500 KW pada April 2016.
Sementara itu, sektor lainnya seperti Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang, sektor Informasi dan
Komunikasi, sektor Jasa Perusahaan, sektor Jasa Pendidikan, sektor Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial serta sektor Jasa
Lainnya cenderung mengalami perlambatan.
Secara umum, tracking untuk sektor lainnya pada triwulan-III diperkirakan turut meningkat. Hal ini terutama didukung
oleh kegiatan investasi baik pemerintah maupun swasta, serta percepatan realisasi anggaran yang dilakukan di berbagai
sektor di Provinsi NTT.
Pada triwulan-III 2016, diperkirakan terjadi peningkatan cukup signifikan pada sektor penyediaan akomodasi dan makan
minum. Hal ini terkait dengan adanya kegiatan bersifat nasional seperti Hari Keluarga Nasional (Harganas) pada akhir Juli
2016 yang dihadiri sekitar 12.000-15.000 orang dari seluruh Indonesia dan sempat membuat langkanya kamar hotel saat
penyelenggaraan acara. Selain itu, terdapat pula kegiatan Expo Alor dan pemeran pembangunan (kota Kupang) yang
dilaksanakan pada pertengahan Agustus dan dapat mendukung pula pertumbuhan sektor akomodasi.
Sektor Jasa Keuangan dan Asuransi tercatat tumbuh cukup tinggi sebesar 16,34% (yoy) lebih tinggi dari
triwulan-I yang sebesar 5,26% (yoy). Peningkatan cukup tinggi ini didukung pula oleh pertumbuhan kredit di NTT yang
mencapai 14,93% (yoy) atau sebesar Rp 21,73 triliun dan Dana Pihak Ketiga yang tumbuh 10,41% (yoy) dengan nominal
Rp 23,83 triliun. Peningkatan juga terjadi pada kegiatan sistem pembayaran yang terlihat dari pertumbuhan kliring yang
mencapai 261,82% (yoy) atau dengan nominal Rp 3,36 triliun serta perputaran kas masuk/keluar di Bank Indonesia yang
mencatat peningkatan pertumbuhan sebesar 117,9% (yoy) atau dengan nominal net keluar Rp 945,8 miliar.
Pada triwulan III, pertumbuhan sektor jasa keuangan diperkirakan cukup stabil karena belum adanya kebutuhan jasa
keuangan terutama untuk kredit dan sistem pembayaran yang meningkat signifikan seperti saat menjelang musim tanam
ataupun masa liburan sekolah dan hari natal. Berdasarkan data kas, pertumbuhan net outflow pada bulan Juli tercatat -
89,7% (mtm) dibandingkan bulan Juni yang mengindikasikan penurunan kebutuhan pelayanan terkait pembayaran tunai
di awal triwulan-III.
Sektor transportasi dan pergudangan tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 7.25% (yoy) melambat
dibandingkan triwulan-I yang sebesar 8,71% (yoy). Perlambatan diperkirakan terjadi karena proses penambahan
rute trayek kapal atau pesawat yang biasanya terjadi di awal tahun atau triwulan-I. Di sisi lain, terdapat beberapa
penambahan kegiatan pada sektor ini diantaranya:1) Penambahan penyedia jasa transportasi laut melalui KM Egon tipe
roll-on/roll-off dengan rute Surabaya-Labuan Bajo-Maropokot-Makassar (PP). 2) Penambahan frekuensi penerbangan
seperti NAM Air tujuan Denpasar-Labuan Bajo dan Lion Air yaitu Kupang-Alor dan Kupang-Atambua dari 1x per hari
menjadi 2x per hari diperkirakan menjadi pendorong. 3) Penambahan jalur Kapal Barang (Permata Nusantara 01) yang
melayani Rote-Sabu-Surabaya. 4) Pengoperasian kapal feri yang melayani Larantuka-Adonara-Maumere serta kapal feri
jurusan Bolok-Kupang-Waibalun-Larantuka dengan frekuensi 3 kali seminggu. Tracking sektor transportasi dan
pergudangan diperkirakan mengalami pertumbuhan yang melambat pada triwulan-III 2016 yang lebih disebabkan oleh
telah dibukanya rute-rute baru, baik kapal maupun pesawat terbang pada periode sebelumnya. Namun, melambatnya
pertumbuhan diperkirakan dapat tertahan oleh adanya peningkatan penumpang terutama untuk transportasi laut
(mencapai 30%) dan transportasi udara pada bulan Juli seiring libur sekolah dan keagamaan, serta adanya perayaan Hari
Keluarga Nasional yang membutuhkan fasilitas transportasi udara.
Sektor real estate tercatat tumbuh 2,94% (yoy) melambat dibandingkan triwulan-I yang sebesar 5,10% (yoy).
Hal ini lebih terjadi karena perlambatan kegiatan penjualan real estate pada triwulan-I yang tercatat mencapai 270 unit
untuk rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), sementara untuk triwulan II ketiadaan kegiatan pameran
perumahan (baru diadakan pada bulan Juli) juga menyebabkan pertumbuhan penjualan yang terbatas. Tracking pada
triwulan III diperkirakan meningkat seiring adanya kegiatan REI Expo 2016 pada awal Bulan Juli yang dapat membukukan
total transaksi Rp 40,2 miliar. Total rumah yang terjual sebanyak 201 unit dengan rincian 154 unit rumah FLPP dan 47 unit
non FLPP.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
13
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
12 Agustus 2016Agustus 2016
Tingginya kunjungan wisatawan, harus didukung oleh jumlah industri yang mencukupi. Berdasarkan data total, jumlah
industri baik jumlah hotel, kapasitas kamar dan jumlah restaurant masih relatif mencukupi. Permasalahan yang ada adalah
besaran kapasitas hotel yang terkesan kurang mencukupi ketika terdapat acara khusus seperti contoh semana santa di
Larantuka, pasola di Sumba ataupun Sail Indonesia dan MICE yang diadakan di NTT.
Rasio kamar dibanding jumlah kapasitas penumpang sebesar 1,03 yang berarti jumlah kamar relatif sebanding untuk
memenuhi permintaan kamar oleh wisatawan. Namun demikian, apabila dibandingkan dengan tingkat penghunian
kamar yang hanya sekitar 30%, dapat diketahui bahwa penggunaan angkutan udara lebih untuk sarana transportasi
penduduk dan bukan untuk tujuan pariwisata. Rendahnya okupansi hotel salah satunya diduga berasal dari minimnya
penerbangan ke daerah tujuan wisata seperti lembata, Alor dan Rote sehingga hotel kesulitan mendapatkan pengunjung
dan kontraproduktif terhadap industri pariwisata di daerah tersebut.
Pariwisata NTT menunjukkan adanya perkembangan yang cukup menjanjikan. Dengan lebih dari 450 destinasi wisata
yang menawarkan keunikan di tiap destinasi, pariwisata NTT menjadi sangat kaya untuk dijelajahi. Setidaknya terdapat 12
jenis destinasi wisata yang bisa ditemui seperti pantai, keindahan alam, danau, diving dan snorkeling, hingga obyek wisata
budaya seperti tempat bersejarah, kampung tradisional, festival tradisional, wisata rohani, kuliner, belanja hingga wisata
buatan. Wisata alam dan pantai menjadi obyek wisata terbanyak dengan total sebanyak 238 obyek wisata, dan wisata
budaya sebanyak 227 obyek wisata, sehingga wisata alam dan budaya menjadi ciri khas wisata di NTT.
Secara nasional, tingkat kunjungan wisata di NTT hanya menempati urutan ke-25 dilihat dari total jumlah penggunaan
kamar tahun 2014 yang mencapai 791 ribu kamar. Namun demikian, apabila dilihat dari jenis turisnya, Provinsi NTT
menempati urutan ke-11 total kunjungan jumlah turis asing dilihat dari pemesanan hotel di NTT. Hal ini menunjukkan
adanya potensi devisa yang cukup besar ke depan apabila pariwisata dikelola secara maksimal. Pertumbuhan pemesanan
hotel pada tahun 2014 juga menunjukkan adanya pertumbuhan yang cukup besar hingga hampir 50% seiring dengan
adanya sail komodo yang waktu itu diadakan oleh pemerintah pusat di NTT. Total kunjungan wisatawan pada tahun 2015
mampu tumbuh 11% dengan total wisatawan sebanyak 441 ribu orang.
Potensi K epariwisataan d i NTT01
Grafik Boks 1.1. Jumlah Tamu Hotel Wisman di 15 Provinsi destinasi utama di Indonesia
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Grafik Boks 1.2. Jumlah wisatawan di NTT dan Pertumbuhannya
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
6740
1625
1400
491
470
398
334
2230
181
176
103
91 80 71 60
37.9449.56
37.78
-60
-40
-20
0
20
40
60
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
THO
USA
ND
S
333
387364
398441
16.4
-(6.0)
9.311.0
(10.0)
(5.0)
-
5.0
10.0
15.0
20.0
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
2011 2012 2013 2014 2015
WISMAN WISDOM GROWTH (RHS)
THO
USA
ND
S
Berdasarkan sebaran daerah, Kabupaten Manggarai Barat menjadi pintu gerbang pariwisata dan paling diminati
wisatawan mancanegara, disusul oleh pariwisata Danau Kelimutu di Ende, Wisata dataran tinggi Ruteng di Manggarai dan
rumah adat Bena di Ngada. Tingginya kunjungan wisatawan mancanegara di Manggarai dan Ngada bahkan melampaui
tiga kawasan strategis pariwisata nasional lainnya yang sudah ditetapkan pemerintah di NTT yaitu Kabupaten Sumba
Barat, Alor dan Rote Ndao. Kedekatan wilayah dengan Labuan Bajo diduga menjadi penyebab tingginya kunjungan wisata
di kedua obyek wisata tersebut.
Untuk wisata domestik, pusat aktivitas pariwisata berada di Kota Kupang yang terlihat dari tingginya kunjungan wisata
domestik di Kota Kupang yang mencapai 185 ribu orang pada tahun 2015. Tingginya kunjungan wisatawan tersebut
diduga didorong oleh kunjungan MICE, adanya proyek pemerintah, atau dalam perjalanan transit kunjungan ke daerah
lain. Hal ini didukung oleh sistem konektivitas angkutan udara di Provinsi NTT yang masih terpusat di Kota Kupang sebagai
hub penerbangan ke daerah lain.
Gambar Boks 1.1. Sebaran Kunjungan Pariwisata dan Hotel di NTT
Tabel Boks 1.1. Kapasitas Industri Pariwisata di NTT
Sumber : Badan Pusat Statistik, riset Bank Indonesia, diolah
Grafik Boks 1.3. Perbandingan Tarif Angkutan Udara 3 Destinasi Wisata Utama NTT dan LN
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
Labu
an B
ajo
Tam
bola
ka
Ende
Kual
a Lu
mpu
r
Sing
apur
a
Thai
land
Labu
an B
ajo
Tam
bola
ka
Ende
Kual
a Lu
mpu
r
Sing
apur
a
Thai
land
Labu
an B
ajo
Tam
bola
ka
Ende
Kual
a Lu
mpu
r
Sing
apur
a
Thai
land
Denpasar Surabaya Jakarta
RIBU
Terbatasnya sarana transportasi tersebut berdampak pada mahalnya biaya transportasi ke daerah tujuan wisata yang
berakibat pada melemahnya daya saing pariwisata di NTT. Berdasarkan data biaya perjalanan ke tiga obyek wisata utama
di NTT yaitu Labuan Bajo, Ende dan Tambolaka, dibandingkan dengan biaya perjalanan ke tiga negara tujuan utama wisata
luar negeri yaitu Singapura, Kuala Lumpur dan Bangkok Thailand didapatkan bahwa hanya perjalanan dari Bali yang relatif
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
15
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
14
Sumber : Badan Pusat Statistik, riset Bank Indonesia, diolah
KEPERGIAN KEPULANGAN RATA-RATA
Agustus 2016Agustus 2016
Tingginya kunjungan wisatawan, harus didukung oleh jumlah industri yang mencukupi. Berdasarkan data total, jumlah
industri baik jumlah hotel, kapasitas kamar dan jumlah restaurant masih relatif mencukupi. Permasalahan yang ada adalah
besaran kapasitas hotel yang terkesan kurang mencukupi ketika terdapat acara khusus seperti contoh semana santa di
Larantuka, pasola di Sumba ataupun Sail Indonesia dan MICE yang diadakan di NTT.
Rasio kamar dibanding jumlah kapasitas penumpang sebesar 1,03 yang berarti jumlah kamar relatif sebanding untuk
memenuhi permintaan kamar oleh wisatawan. Namun demikian, apabila dibandingkan dengan tingkat penghunian
kamar yang hanya sekitar 30%, dapat diketahui bahwa penggunaan angkutan udara lebih untuk sarana transportasi
penduduk dan bukan untuk tujuan pariwisata. Rendahnya okupansi hotel salah satunya diduga berasal dari minimnya
penerbangan ke daerah tujuan wisata seperti lembata, Alor dan Rote sehingga hotel kesulitan mendapatkan pengunjung
dan kontraproduktif terhadap industri pariwisata di daerah tersebut.
Pariwisata NTT menunjukkan adanya perkembangan yang cukup menjanjikan. Dengan lebih dari 450 destinasi wisata
yang menawarkan keunikan di tiap destinasi, pariwisata NTT menjadi sangat kaya untuk dijelajahi. Setidaknya terdapat 12
jenis destinasi wisata yang bisa ditemui seperti pantai, keindahan alam, danau, diving dan snorkeling, hingga obyek wisata
budaya seperti tempat bersejarah, kampung tradisional, festival tradisional, wisata rohani, kuliner, belanja hingga wisata
buatan. Wisata alam dan pantai menjadi obyek wisata terbanyak dengan total sebanyak 238 obyek wisata, dan wisata
budaya sebanyak 227 obyek wisata, sehingga wisata alam dan budaya menjadi ciri khas wisata di NTT.
Secara nasional, tingkat kunjungan wisata di NTT hanya menempati urutan ke-25 dilihat dari total jumlah penggunaan
kamar tahun 2014 yang mencapai 791 ribu kamar. Namun demikian, apabila dilihat dari jenis turisnya, Provinsi NTT
menempati urutan ke-11 total kunjungan jumlah turis asing dilihat dari pemesanan hotel di NTT. Hal ini menunjukkan
adanya potensi devisa yang cukup besar ke depan apabila pariwisata dikelola secara maksimal. Pertumbuhan pemesanan
hotel pada tahun 2014 juga menunjukkan adanya pertumbuhan yang cukup besar hingga hampir 50% seiring dengan
adanya sail komodo yang waktu itu diadakan oleh pemerintah pusat di NTT. Total kunjungan wisatawan pada tahun 2015
mampu tumbuh 11% dengan total wisatawan sebanyak 441 ribu orang.
Potensi K epariwisataan d i NTT01
Grafik Boks 1.1. Jumlah Tamu Hotel Wisman di 15 Provinsi destinasi utama di Indonesia
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Grafik Boks 1.2. Jumlah wisatawan di NTT dan Pertumbuhannya
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
6740
1625
1400
491
470
398
334
2230
181
176
103
91 80 71 60
37.9449.56
37.78
-60
-40
-20
0
20
40
60
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
THO
USA
ND
S
333
387364
398441
16.4
-(6.0)
9.311.0
(10.0)
(5.0)
-
5.0
10.0
15.0
20.0
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
2011 2012 2013 2014 2015
WISMAN WISDOM GROWTH (RHS)
THO
USA
ND
S
Berdasarkan sebaran daerah, Kabupaten Manggarai Barat menjadi pintu gerbang pariwisata dan paling diminati
wisatawan mancanegara, disusul oleh pariwisata Danau Kelimutu di Ende, Wisata dataran tinggi Ruteng di Manggarai dan
rumah adat Bena di Ngada. Tingginya kunjungan wisatawan mancanegara di Manggarai dan Ngada bahkan melampaui
tiga kawasan strategis pariwisata nasional lainnya yang sudah ditetapkan pemerintah di NTT yaitu Kabupaten Sumba
Barat, Alor dan Rote Ndao. Kedekatan wilayah dengan Labuan Bajo diduga menjadi penyebab tingginya kunjungan wisata
di kedua obyek wisata tersebut.
Untuk wisata domestik, pusat aktivitas pariwisata berada di Kota Kupang yang terlihat dari tingginya kunjungan wisata
domestik di Kota Kupang yang mencapai 185 ribu orang pada tahun 2015. Tingginya kunjungan wisatawan tersebut
diduga didorong oleh kunjungan MICE, adanya proyek pemerintah, atau dalam perjalanan transit kunjungan ke daerah
lain. Hal ini didukung oleh sistem konektivitas angkutan udara di Provinsi NTT yang masih terpusat di Kota Kupang sebagai
hub penerbangan ke daerah lain.
Gambar Boks 1.1. Sebaran Kunjungan Pariwisata dan Hotel di NTT
Tabel Boks 1.1. Kapasitas Industri Pariwisata di NTT
Sumber : Badan Pusat Statistik, riset Bank Indonesia, diolah
Grafik Boks 1.3. Perbandingan Tarif Angkutan Udara 3 Destinasi Wisata Utama NTT dan LN
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
Labu
an B
ajo
Tam
bola
ka
Ende
Kual
a Lu
mpu
r
Sing
apur
a
Thai
land
Labu
an B
ajo
Tam
bola
ka
Ende
Kual
a Lu
mpu
r
Sing
apur
a
Thai
land
Labu
an B
ajo
Tam
bola
ka
Ende
Kual
a Lu
mpu
r
Sing
apur
a
Thai
land
Denpasar Surabaya Jakarta
RIBU
Terbatasnya sarana transportasi tersebut berdampak pada mahalnya biaya transportasi ke daerah tujuan wisata yang
berakibat pada melemahnya daya saing pariwisata di NTT. Berdasarkan data biaya perjalanan ke tiga obyek wisata utama
di NTT yaitu Labuan Bajo, Ende dan Tambolaka, dibandingkan dengan biaya perjalanan ke tiga negara tujuan utama wisata
luar negeri yaitu Singapura, Kuala Lumpur dan Bangkok Thailand didapatkan bahwa hanya perjalanan dari Bali yang relatif
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
15
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
14
Sumber : Badan Pusat Statistik, riset Bank Indonesia, diolah
KEPERGIAN KEPULANGAN RATA-RATA
Agustus 2016Agustus 2016
berdaya saing dari segi biaya transportasi. Bagi wisatawan yang berasal dari Surabaya dan terlebih Jakarta, biaya wisata ke
NTT cenderung lebih mahal dibandingkan pergi ke tiga Negara tujuan wisata. Hal ini membuat orang lebih cenderung
pergi ke luar negeri dikarenakan adanya keunggulan dari sisi biaya transportasi, obyek wisata yang sudah tertata maupun
pengalaman ke luar negeri yang didapat. Lagipula dengan total penerbangan dari Surabaya, Jakarta, Denpasar dan
Makasar yang hanya sebanyak 26 penerbangan per hari membuat estimasi jumlah turis yang datang tidak akan lebih dari
800 ribu dalam waktu satu tahun, mengkonfirmasi jumlah kunjungan wisatawan di NTT saat ini yang masih di kisaran 400
ribu wisatawan per tahun.
Pemerintah tidak dapat berharap perusahaan penerbangan menambah penerbangan ke NTT karena mereka juga harus
memikirkan profit perusahaan yang dapat diperoleh bila menambah frekuensi penerbangan ke NTT. Yang pemerintah bisa
lakukan adalah terus mengkomunikasikan keindahan alam dan keunikan budaya NTT, sehingga semakin banyak
wisatawan yang ingin berkunjung ke NTT. Ketika pesawat penuh, maka perusahaan penerbangan pasti berpikir untuk
menambah penerbangan dikarenakan potensi profit yang mereka peroleh. Promosi dan even pariwisata yang sudah
efektif dilakukan saat ini juga harus didukung oleh pembenahan destinasi wisata, penyediaan sarana dan prasaran serta
industri pariwisata yang memadai. Diharapkan, pelayanan yang diberikan dapat memenuhi atau bahkan melampaui
ekspektasi yang diharapkan, sehingga pariwisata yang berkelanjutan di NTT dapat berjalan dan semakin banyak orang
mengunjungi NTT. Semakin banyak permintaan wisata ke NTT berarti semakin banyak penerbangan yang dibutuhkan.
Semakin banyak penerbangan ke NTT cenderung akan lebih menstabilkan tarif penerbangan, dan banyaknya frekuensi
juga mendorong tarif untuk turun yang berarti daya saing transportasi wisata NTT juga akan mengalami peningkatan.
Sebagai Provinsi Kepulauan, angkutan laut tetap memegang peranan penting sebagai sarana transportasi antar pulau satu
ke pulau yang lain. Selain angkutan rakyat, saat ini terdapat 15 kapal yang dioperasikan oleh PT PELNI, ASDP dan PT.
Flobamora yang digunakan untuk melayani penyeberangan antar pulau di NTT. Dengan kapasitas angkut antara 200 –
1.700 orang per kapal, dalam satu tahun estimasi kapasitas angkut kapal dapat mencapai lebih dari 1,6 juta penumpang.
Apabila diasumsikan penumpang naik dan turun di tiap pemberhentian, perkiraan kapasitas angkut kapal di NTT dapat
mencapai sekitar 2,5 juta penumpang, lebih banyak dibanding total kapasitas angkutan udara di NTT yang sebesar 1,7 juta
penumpang. Namun demikian, dikarenakan pertimbangan waktu tempuh dan kenyamanan, banyak masyarakat lebih
suka menggunakan angkutan udara dibanding angkutan laut yang terlihat dari rasio penumpang angkutan laut yang
relatif rendah. Bertambahnya beberapa rute pesawat baru di NTT yang diikuti oleh penurunan tarif membuat masyarakat
beralih menggunakan pesawat. Walaupun demikian, bukan berarti angkutan laut akan ditinggalkan masyarakat. Dengan
tarif penyeberangan yang jauh lebih murah dan potensi membawa barang dalam jumlah banyak membuat angkutan laut
tidak akan pernah ditinggalkan oleh masyarakat. Apalagi dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat di NTT yang sebagian
besar masih berpenghasilan rendah, maka bepergian menggunakan angkutan laut menjadi pilihan logis yang akan terus
digunakan oleh masyarakat.
Kondisi Konektivitas Angkutan Lautdi Provinsi NTT02
Gambar Boks 2.1. Peta Alur Angkutan Laut Penumpang
Berdasarkan rute penyebarangan, ke lima belas kapal tersebut menyinggahi 13 Kabupaten/Kota di NTT dan beberapa
pelabuhan di kabupaten tersebut. PT ASDP dan PT Flobamora khusus melayani pelayaran di wilayah NTT, sedangkan lima
kapal PT PELNI juga melayani pelayaran luar NTT meliputi Bima (NTB), Makasar, Kaltim, Kalsel, Kaltara, Maluku, Papua,
Surabaya, Semarang, Jakarta, hingga Kepulauan Riau. Waktu perjalanan kapal antara dua kali sehari hingga 21 hari sekali
mengikuti rute perjalanan kapal yang panjang. Apabila dalam angkutan udara, Denpasar, Surabaya dan Jakarta menjadi
tujuan utama mobilisasi penumpang dari dan ke NTT, maka pada angkutan laut, tujuan utama pelayaran adalah ke
Makasar, Bima dan Maluku. Dengan total estimasi kapasitas penumpang ke luar NTT yang hanya sekitar 150 ribu orang,
angkutan laut jelas tidak dapat digunakan sebagai indikator mobilisasi masyarakat ke luar NTT. Lamanya waktu perjalanan
menjadi penyebab utama masyarakat enggan menggunakan angkutan laut ke luar Provinsi NTT.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
17
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
16
Sumber : PELNI, ASDP, PT Flobamora, diolah
Agustus 2016Agustus 2016
berdaya saing dari segi biaya transportasi. Bagi wisatawan yang berasal dari Surabaya dan terlebih Jakarta, biaya wisata ke
NTT cenderung lebih mahal dibandingkan pergi ke tiga Negara tujuan wisata. Hal ini membuat orang lebih cenderung
pergi ke luar negeri dikarenakan adanya keunggulan dari sisi biaya transportasi, obyek wisata yang sudah tertata maupun
pengalaman ke luar negeri yang didapat. Lagipula dengan total penerbangan dari Surabaya, Jakarta, Denpasar dan
Makasar yang hanya sebanyak 26 penerbangan per hari membuat estimasi jumlah turis yang datang tidak akan lebih dari
800 ribu dalam waktu satu tahun, mengkonfirmasi jumlah kunjungan wisatawan di NTT saat ini yang masih di kisaran 400
ribu wisatawan per tahun.
Pemerintah tidak dapat berharap perusahaan penerbangan menambah penerbangan ke NTT karena mereka juga harus
memikirkan profit perusahaan yang dapat diperoleh bila menambah frekuensi penerbangan ke NTT. Yang pemerintah bisa
lakukan adalah terus mengkomunikasikan keindahan alam dan keunikan budaya NTT, sehingga semakin banyak
wisatawan yang ingin berkunjung ke NTT. Ketika pesawat penuh, maka perusahaan penerbangan pasti berpikir untuk
menambah penerbangan dikarenakan potensi profit yang mereka peroleh. Promosi dan even pariwisata yang sudah
efektif dilakukan saat ini juga harus didukung oleh pembenahan destinasi wisata, penyediaan sarana dan prasaran serta
industri pariwisata yang memadai. Diharapkan, pelayanan yang diberikan dapat memenuhi atau bahkan melampaui
ekspektasi yang diharapkan, sehingga pariwisata yang berkelanjutan di NTT dapat berjalan dan semakin banyak orang
mengunjungi NTT. Semakin banyak permintaan wisata ke NTT berarti semakin banyak penerbangan yang dibutuhkan.
Semakin banyak penerbangan ke NTT cenderung akan lebih menstabilkan tarif penerbangan, dan banyaknya frekuensi
juga mendorong tarif untuk turun yang berarti daya saing transportasi wisata NTT juga akan mengalami peningkatan.
Sebagai Provinsi Kepulauan, angkutan laut tetap memegang peranan penting sebagai sarana transportasi antar pulau satu
ke pulau yang lain. Selain angkutan rakyat, saat ini terdapat 15 kapal yang dioperasikan oleh PT PELNI, ASDP dan PT.
Flobamora yang digunakan untuk melayani penyeberangan antar pulau di NTT. Dengan kapasitas angkut antara 200 –
1.700 orang per kapal, dalam satu tahun estimasi kapasitas angkut kapal dapat mencapai lebih dari 1,6 juta penumpang.
Apabila diasumsikan penumpang naik dan turun di tiap pemberhentian, perkiraan kapasitas angkut kapal di NTT dapat
mencapai sekitar 2,5 juta penumpang, lebih banyak dibanding total kapasitas angkutan udara di NTT yang sebesar 1,7 juta
penumpang. Namun demikian, dikarenakan pertimbangan waktu tempuh dan kenyamanan, banyak masyarakat lebih
suka menggunakan angkutan udara dibanding angkutan laut yang terlihat dari rasio penumpang angkutan laut yang
relatif rendah. Bertambahnya beberapa rute pesawat baru di NTT yang diikuti oleh penurunan tarif membuat masyarakat
beralih menggunakan pesawat. Walaupun demikian, bukan berarti angkutan laut akan ditinggalkan masyarakat. Dengan
tarif penyeberangan yang jauh lebih murah dan potensi membawa barang dalam jumlah banyak membuat angkutan laut
tidak akan pernah ditinggalkan oleh masyarakat. Apalagi dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat di NTT yang sebagian
besar masih berpenghasilan rendah, maka bepergian menggunakan angkutan laut menjadi pilihan logis yang akan terus
digunakan oleh masyarakat.
Kondisi Konektivitas Angkutan Lautdi Provinsi NTT02
Gambar Boks 2.1. Peta Alur Angkutan Laut Penumpang
Berdasarkan rute penyebarangan, ke lima belas kapal tersebut menyinggahi 13 Kabupaten/Kota di NTT dan beberapa
pelabuhan di kabupaten tersebut. PT ASDP dan PT Flobamora khusus melayani pelayaran di wilayah NTT, sedangkan lima
kapal PT PELNI juga melayani pelayaran luar NTT meliputi Bima (NTB), Makasar, Kaltim, Kalsel, Kaltara, Maluku, Papua,
Surabaya, Semarang, Jakarta, hingga Kepulauan Riau. Waktu perjalanan kapal antara dua kali sehari hingga 21 hari sekali
mengikuti rute perjalanan kapal yang panjang. Apabila dalam angkutan udara, Denpasar, Surabaya dan Jakarta menjadi
tujuan utama mobilisasi penumpang dari dan ke NTT, maka pada angkutan laut, tujuan utama pelayaran adalah ke
Makasar, Bima dan Maluku. Dengan total estimasi kapasitas penumpang ke luar NTT yang hanya sekitar 150 ribu orang,
angkutan laut jelas tidak dapat digunakan sebagai indikator mobilisasi masyarakat ke luar NTT. Lamanya waktu perjalanan
menjadi penyebab utama masyarakat enggan menggunakan angkutan laut ke luar Provinsi NTT.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
17
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
16
Sumber : PELNI, ASDP, PT Flobamora, diolah
Agustus 2016Agustus 2016
Keuangan Pemerintah Daerah02
Realisasi pendapatan pemerintah pada triwulan II-2016 mencapai Rp 12,7 triliun (51,36%) dari pagu
rencana pendapatan sebesar Rp 24,73 triliun.
Sementara itu, realisasi belanja pemerintah tercatat sebesar Rp 10,46 triliun (29,81%) dibandingkan pagu
belanja sebesar Rp 35,08 triliun.
Berdasarkan sebaran rute pelayaran, terlihat bahwa rute pelayaran kapal penumpang sangat berbeda dengan rute
penerbangan di NTT. Apabila dalam angkutan udara peran Bandara El Tari sangat vital sebagai hub penerbangan di NTT,
pada angkutan laut, hub pelayaran hampir tidak dikenal. Walaupun rute pelayaran ke Kupang masih relatif besar, hal ini
semata-mata karena arus migrasi melalui Kupang juga relatif tinggi. Selain menjadi sentra penyeberangan laut untuk Pulau
Timor, Migrasi ke Kupang juga lebih karena adanya aktivitas ekonomi atau pendidikan. Total penyeberangan melalui
Kabupaten dan Kota Kupang mencapai 17 rute pelayaran dengan total estimasi kapasitas per tahun mencapai 700 ribu
penumpang.
Berdasarkan total jumlah rute penyeberangan, Pelayaran di Kupang masih kalah dengan rute penyeberangan di Larantuka
yang mencapai 18 rute, belum termasuk banyaknya kapal rakyat yang juga melayani rute pendek seperti Pulau Solor,
Adonara maupun Lembata. Sebagai kabupaten kepulauan, angkutan laut memang menjadi sarana utama
penyeberangan orang di wilayahnya. Selain itu, Larantuka juga menjadi titik terdekat yang menghubungkan Pulau Flores
dan Pulau Timor, sehingga penyeberangan antar pulau tersebut dipusatkan di Larantuka. Total estimasi kapasitas
penumpang yang mampu diangkut mencapai sekitar 400 ribu orang per tahun. Banyaknya rute perjalanan laut di
beberapa daerah kemungkinan besar juga menjelaskan mengapa beberapa daerah seperti Alor, Rote Ndao, Larantuka,
Lembata, dan Sabu Raijua hanya memiliki satu sampai dua penerbangan per hari. Besarnya kapasitas angkutan laut cukup
menggantikan kekurangan angkutan udara.
Dengan banyaknya lubang pelayanan yang belum dilayani oleh angkutan udara dan keunggulan dari sisi harga dan
kapasitas angkut, angkutan laut diyakini tidak akan terpengaruh cukup besar oleh keberadaan angkutan udara. Yang
perlu diperhatikan adalah kejelian dalam melihat peluang pelayaran laut yang belum dilayani oleh angkutan udara dan
kejelian dalam melihat peluang ekonomi terlebih sebagai sarana memindahkan hasil bumi ke daerah lain yang
membutuhkan, yang pastinya tidak akan dapat dilawan oleh angkutan udara.
Sementara itu, berdasarkan informasi terbaru terdapat penambahan kapasitas kapal angkut di perairan NTT dengan
beroperasinya KM Egon tipe roll-on/roll-off yang berlayar dengan rute Surabaya-Labuan Bajo-Maropokot-Makassar (PP)
dan dapat memuat 27 kendaraan serta 443 penumpang dengan panjang kapal 95,5 meter dan gross tonase (GT) 4.916.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
18 Agustus 2016
Foto : Kantor Bupati TTS
Keuangan Pemerintah Daerah02
Realisasi pendapatan pemerintah pada triwulan II-2016 mencapai Rp 12,7 triliun (51,36%) dari pagu
rencana pendapatan sebesar Rp 24,73 triliun.
Sementara itu, realisasi belanja pemerintah tercatat sebesar Rp 10,46 triliun (29,81%) dibandingkan pagu
belanja sebesar Rp 35,08 triliun.
Berdasarkan sebaran rute pelayaran, terlihat bahwa rute pelayaran kapal penumpang sangat berbeda dengan rute
penerbangan di NTT. Apabila dalam angkutan udara peran Bandara El Tari sangat vital sebagai hub penerbangan di NTT,
pada angkutan laut, hub pelayaran hampir tidak dikenal. Walaupun rute pelayaran ke Kupang masih relatif besar, hal ini
semata-mata karena arus migrasi melalui Kupang juga relatif tinggi. Selain menjadi sentra penyeberangan laut untuk Pulau
Timor, Migrasi ke Kupang juga lebih karena adanya aktivitas ekonomi atau pendidikan. Total penyeberangan melalui
Kabupaten dan Kota Kupang mencapai 17 rute pelayaran dengan total estimasi kapasitas per tahun mencapai 700 ribu
penumpang.
Berdasarkan total jumlah rute penyeberangan, Pelayaran di Kupang masih kalah dengan rute penyeberangan di Larantuka
yang mencapai 18 rute, belum termasuk banyaknya kapal rakyat yang juga melayani rute pendek seperti Pulau Solor,
Adonara maupun Lembata. Sebagai kabupaten kepulauan, angkutan laut memang menjadi sarana utama
penyeberangan orang di wilayahnya. Selain itu, Larantuka juga menjadi titik terdekat yang menghubungkan Pulau Flores
dan Pulau Timor, sehingga penyeberangan antar pulau tersebut dipusatkan di Larantuka. Total estimasi kapasitas
penumpang yang mampu diangkut mencapai sekitar 400 ribu orang per tahun. Banyaknya rute perjalanan laut di
beberapa daerah kemungkinan besar juga menjelaskan mengapa beberapa daerah seperti Alor, Rote Ndao, Larantuka,
Lembata, dan Sabu Raijua hanya memiliki satu sampai dua penerbangan per hari. Besarnya kapasitas angkutan laut cukup
menggantikan kekurangan angkutan udara.
Dengan banyaknya lubang pelayanan yang belum dilayani oleh angkutan udara dan keunggulan dari sisi harga dan
kapasitas angkut, angkutan laut diyakini tidak akan terpengaruh cukup besar oleh keberadaan angkutan udara. Yang
perlu diperhatikan adalah kejelian dalam melihat peluang pelayaran laut yang belum dilayani oleh angkutan udara dan
kejelian dalam melihat peluang ekonomi terlebih sebagai sarana memindahkan hasil bumi ke daerah lain yang
membutuhkan, yang pastinya tidak akan dapat dilawan oleh angkutan udara.
Sementara itu, berdasarkan informasi terbaru terdapat penambahan kapasitas kapal angkut di perairan NTT dengan
beroperasinya KM Egon tipe roll-on/roll-off yang berlayar dengan rute Surabaya-Labuan Bajo-Maropokot-Makassar (PP)
dan dapat memuat 27 kendaraan serta 443 penumpang dengan panjang kapal 95,5 meter dan gross tonase (GT) 4.916.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
18 Agustus 2016
Foto : Kantor Bupati TTS
Perkembangan realisasi pendapatan pemerintah di Provinsi NTT telah mencapai Rp 12,7 triliun atau 51,36% dari total
rencana pendapatan 2016 sebesar Rp 24,7 triliun. Realisasi pendapatan tertinggi berada di sisi APBN Pemerintah Pusat
yang terutama masih berasal dari realisasi Pajak Penghasilan (PPh) yang tidak termasuk dalam rencana pendapatan namun
merupakan pendapatan utama dalam struktur APBN di daerah. Sementara itu, realisasi belanja pemerintah di NTT telah
mencapai Rp 10,46 triliun atau 29,81% dari total pagu belanja sebesar Rp 35,08 triliun. Pencapaian tersebut tercatat lebih
tinggi dibandingkan semester-I 2015 yang sebesar Rp 7,44 triliun atau 23,92% dari pagu anggaran. Pencapaian realisasi
belanja tertinggi diperoleh oleh Pemerintah Provinsi sebesar 40,19%.
2.1. KONDISI UMUM
PORSI REALISASI PENDAPATAN
APBN KAB PROV
15%16% 1%
8%
83% 77%
ANGGARAN
PORSI REALISASI BELANJA
APBN KAB PROV
62%
15%
11% 27%
27%
58%
ANGGARAN
GRAFIK 2.1. REALISASI PENDAPATAN DAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT, PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
PENDAPATAN DAERAH BELANJA DAERAH
ANGGARAN
REALISASI
APBN KAB PROV
Triliun
APBN KAB PROV
Total Pendapatan dan Belanja Pemerintah Realisasi Pendapatan Pemerintah
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Triliun Rp
0
5
10
15
20
25
0
Realisasi Belanja Pemerintah
5
10
15
20
25
24.73
35.08
12.70
10.46
51.36% 29.81% 0.25
20.60
3.881.04
9.71
1.94
9,45
21,73
3,90
2,80
6,09
1,57
ANGGARAN
REALISASI
ANGGARAN
REALISASI
Total pendapatan pemerintah di Provinsi NTT hingga semester-I 2016 mencapai Rp 12,7 triliun. Berdasarkan level
kewenangan pemerintah, pendapatan APBN telah mencapai Rp 1,04 triliun atau 408,66% dari target dengan pendapatan
terbesar berasal dari Pajak Penghasilan sebesar Rp 513,7 miliar atau 49,31% dari total pendapatan APBN. Pendapatan
yang menyumbang porsi cukup besar lainnya adalah Pajak Pertambahan Nilai (Rp 234,28 miliar) dan Penerimaan Negara
Bukan Pajak (Rp 217,88 miliar) yang terdiri dari Pendapatan Pendidikan, Pendapatan Jasa dan Pendapatan lainnya. Di
tingkat kabupaten kota, realisasi Dana Alokasi Umum (DAU) tercatat cukup tinggi mencapai 54,67% atau sebesar 7,1
triliun. Untuk tingkat Provinsi, realisasi DAU hingga semester-I 2016 mencapai Rp 657,4 miliar (33,8% dari total realisasi
pendapatan hingga semester I-2016) dan merupakan yang penerimaan tertinggi ke-2 di tingkat Provinsi setelah Dana
Alokasi Khusus (DAK) yang mencapai Rp 689,4 miliar (35,5%). Di sisi lain, pendapatan untuk tingkat Kabupaten/Kota
didominasi oleh penerimaan Dana Alokasi Umum (DAU) yang mencapai Rp 6,4 triliun (66,4%). Sementara itu, porsi
Penerimaan Asli Daerah (PAD) untuk Provinsi NTT tergolong cukup tinggi yaitu Rp 557,24 miliar (28,7%). Hal yang berbeda
terjadi pada tingkat Kabupaten/Kota, dimana porsi PAD masih cukup kecil sebesar Rp 443,91 miliar atau 4,6% dari total
realisasi pendapatan di tingkat Kabupaten/Kota. Penggalian potensi-potensi sumber ekonomi yang didorong dengan
peningkatan investasi, terutama swasta perlu terus dilakukan guna meningkatkan pendapatan PAD yang dapat
menunjang kemandirian fiskal di daerah.
2.2 PENDAPATAN DAERAH
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
21Agustus 2016
Perkembangan realisasi pendapatan pemerintah di Provinsi NTT telah mencapai Rp 12,7 triliun atau 51,36% dari total
rencana pendapatan 2016 sebesar Rp 24,7 triliun. Realisasi pendapatan tertinggi berada di sisi APBN Pemerintah Pusat
yang terutama masih berasal dari realisasi Pajak Penghasilan (PPh) yang tidak termasuk dalam rencana pendapatan namun
merupakan pendapatan utama dalam struktur APBN di daerah. Sementara itu, realisasi belanja pemerintah di NTT telah
mencapai Rp 10,46 triliun atau 29,81% dari total pagu belanja sebesar Rp 35,08 triliun. Pencapaian tersebut tercatat lebih
tinggi dibandingkan semester-I 2015 yang sebesar Rp 7,44 triliun atau 23,92% dari pagu anggaran. Pencapaian realisasi
belanja tertinggi diperoleh oleh Pemerintah Provinsi sebesar 40,19%.
2.1. KONDISI UMUM
PORSI REALISASI PENDAPATAN
APBN KAB PROV
15%16% 1%
8%
83% 77%
ANGGARAN
PORSI REALISASI BELANJA
APBN KAB PROV
62%
15%
11% 27%
27%
58%
ANGGARAN
GRAFIK 2.1. REALISASI PENDAPATAN DAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT, PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
PENDAPATAN DAERAH BELANJA DAERAH
ANGGARAN
REALISASI
APBN KAB PROV
Triliun
APBN KAB PROV
Total Pendapatan dan Belanja Pemerintah Realisasi Pendapatan Pemerintah
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Triliun Rp
0
5
10
15
20
25
0
Realisasi Belanja Pemerintah
5
10
15
20
25
24.73
35.08
12.70
10.46
51.36% 29.81% 0.25
20.60
3.881.04
9.71
1.94
9,45
21,73
3,90
2,80
6,09
1,57
ANGGARAN
REALISASI
ANGGARAN
REALISASI
Total pendapatan pemerintah di Provinsi NTT hingga semester-I 2016 mencapai Rp 12,7 triliun. Berdasarkan level
kewenangan pemerintah, pendapatan APBN telah mencapai Rp 1,04 triliun atau 408,66% dari target dengan pendapatan
terbesar berasal dari Pajak Penghasilan sebesar Rp 513,7 miliar atau 49,31% dari total pendapatan APBN. Pendapatan
yang menyumbang porsi cukup besar lainnya adalah Pajak Pertambahan Nilai (Rp 234,28 miliar) dan Penerimaan Negara
Bukan Pajak (Rp 217,88 miliar) yang terdiri dari Pendapatan Pendidikan, Pendapatan Jasa dan Pendapatan lainnya. Di
tingkat kabupaten kota, realisasi Dana Alokasi Umum (DAU) tercatat cukup tinggi mencapai 54,67% atau sebesar 7,1
triliun. Untuk tingkat Provinsi, realisasi DAU hingga semester-I 2016 mencapai Rp 657,4 miliar (33,8% dari total realisasi
pendapatan hingga semester I-2016) dan merupakan yang penerimaan tertinggi ke-2 di tingkat Provinsi setelah Dana
Alokasi Khusus (DAK) yang mencapai Rp 689,4 miliar (35,5%). Di sisi lain, pendapatan untuk tingkat Kabupaten/Kota
didominasi oleh penerimaan Dana Alokasi Umum (DAU) yang mencapai Rp 6,4 triliun (66,4%). Sementara itu, porsi
Penerimaan Asli Daerah (PAD) untuk Provinsi NTT tergolong cukup tinggi yaitu Rp 557,24 miliar (28,7%). Hal yang berbeda
terjadi pada tingkat Kabupaten/Kota, dimana porsi PAD masih cukup kecil sebesar Rp 443,91 miliar atau 4,6% dari total
realisasi pendapatan di tingkat Kabupaten/Kota. Penggalian potensi-potensi sumber ekonomi yang didorong dengan
peningkatan investasi, terutama swasta perlu terus dilakukan guna meningkatkan pendapatan PAD yang dapat
menunjang kemandirian fiskal di daerah.
2.2 PENDAPATAN DAERAH
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
21Agustus 2016
GRAFIK 2.6. PERKEMBANGAN REALISASI BELANJA MODAL
Sumber: Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT & Biro Keuangan
2014IV
2015I II I I I IV I
2016
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
I I
APBN KAB/KOTA PROVINSI TOTAL
%
18,24
9,61
26,98
13,88
-20
-10
GRAFIK 2.5. PERKEMBANGAN REALISASI BELANJA
Sumber: Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT & Biro Keuangan
2014IV
2015I II I I I IV I
2016
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
I I
29,6428,03
40,19
29,81
APBN KAB/KOTA PROVINSI TOTAL
Apabila dilihat dari sisi belanja modal, realisasi belanja tercatat baru mencapai 13,9% atau Rp 1,35 triliun pada semester-I
2016, namun masih lebih tinggi dibandingkan pencapaian semester-I 2015 sebesar 10,15% atau Rp 931,55 miliar.
Pembangunan pada semester-I 2016, terutama terbantu oleh kegiatan proyek multiyears seperti bendungan serta gedung
pemerintah, serta pembangunan berbagai fasilitas publik, seperti jalan dan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) di beberapa
tempat seperti Mota’ain, Motamasin dan Wini yang sudah mulai dikerjakan. Di sisi lain, belanja modal yang masih
tergolong rendah diperkirakan masih terjadi karena kontraktor yang belum mengambil termin pembayaran dan adanya
perpanjangan proyek pemerintah di triwulan I-2016 yang berlanjut pada triwulan-II yang masih belum memasuki kriteria
penyelesaian untuk dapat dilakukan proses untuk pembayaran. Dalam hal belanja modal, realisasi belanja modal
Pemerintah Provinsi juga menjadi yang tertinggi sebesar 27% atau Rp151,6 miliar dari total pagu sebesar Rp 562,1 miliar.
Berdasarkan komposisinya, belanja konsumsi menjadi yang tertinggi di Provinsi NTT dengan total 36,1%. Tingginya
realisasi belanja tersebut mendukung pula asumsi dorongan realisasi gaji ke-13 dan ke-14 yang menjadi salah satu faktor
peningkatan belanja pemerintah pada semester-I. Hal ini juga terlihat dari realisasi belanja pegawai yang telah mencapai
Rp 5,42 triliun atau 51,87% dari pangsa total realisasi belanja pemerintah pada semester-I 2016. Realisasi belanja
konsumsi tertinggi berada di Pemerintah Provinsi sebesar 44,2% atau Rp 1,41 triliun dari total pagu belanja konsumsi
sebesar Rp 3,2 triliun.
GRAFIK 2.4. PANGSA BELANJA KABUPATEN/KOTA
Sumber: Biro Keuangan Setda Provinsi NTT, diolah
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
SARA
I
APB
N
SUM
BAR
MA
LAK
A
NA
GEK
EO
SUM
TEN
G
KA
B. K
UPA
NG
MA
BAR
MA
NG
GA
RAI
ROTE
NG
AD
A
SUM
TIM
END
E
LEM
BATA
ALO
R
BELU
MA
TIM
SBD
KO
TA K
UPA
NG
TTU
FLO
TIM
PRO
V N
TTTTS
SIK
KA
BELANJA PEGAWAI BELANJA MODAL BELANJA BARANG DAN JASA % realisasi
GRAFIK 2.2 PANGSA REALISASI SUMBER PENDAPATAN APBN
Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
PENDAPATAN PAJAK LAINNYA
PENDAPATAN BEA MASUK
PAJAK BUMI & BANGUNAN
CUKAI
PAJAK PENGHASILAN
GRAFIK 2.3 PANGSA REALISASI SUMBER PENDAPATAN APBD PROVINSI/ KAB-KOTA
Sumber: Biro Keuangan Provinsi NTT
PAD DAU DAK LAINNYAOTSUS
4,6%
66,4%
12,9%
11,4%
4,8%28,7%
33,8%
35,5%
2,1%
49,31%
20,92%
22,49%
1,12%
1,60%
3,68%
0,88%
Dari sisi spasial, porsi Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai sumber pembiayaan kegiatan pemerintah Kabupaten/Kota di
Provinsi NTT cenderung kecil dengan rata-rata 5,89% dari total sumber pendapatan. Kota Kupang menjadi daerah yang
memiliki porsi PAD terbesar yaitu 12% dari total pendapatan, sementara Kab. Malaka menjadi yang terendah sebesar
3,08%. Sementara itu, Kab. Manggarai Barat dengan daerah wisatanya yang terkenal (Labuan Bajo) memiliki porsi PAD
yang juga masih tergolong kecil sebesar 8,84%. Di sisi lain, apabila melihat porsi Dana Alokasi Khusus (DAK) yang
merupakan dana perimbangan untuk penugasan khusus dari Pemerintah Pusat, Kab. Ende memiliki porsi terbesar yaitu
27,67% dari total pendapatan. Sementara itu, apabila dilihat dari segi realisasi pendapatan, rata-rata realisasi pendapatan
Permerintah Kabupaten/Kota di Provinsi NTT mencapai 47,03% . Kab. Manggarai Barat menjadi kabupaten dengan
pencapaian realisasi pendapatan tertinggi sebesar 53,89%, disusul oleh Kab. Sumba Barat (51,43%) dan Sumba Tengah
(51,24%). Sementara itu, pencapaian realisasi terendah berada di Kab. Sabu Raijua sebesar 36,49% seiring dengan
rendahnya penerimaan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang baru mencapai Rp 2,46 miliar atau 1,93% dari target DAK tahun
2016 sebesar Rp 127,47 miliar.
Realisasi belanja APBN dan APBD Pemerintah di Provinsi NTT hingga semester-I 2016 mencapai Rp 10,46 triliun atau
29,81% dari pagu belanja yang sebesar Rp 35,08 triliun. Pencapaian tersebut tercatat lebih tinggi dibandingkan periode
yang sama tahun 2015 yang hanya sebesar 23,92% atau Rp 7,43 triliun. Peningkatan realisasi terjadi di semua tingkat
pemerintahan, baik APBN, APBD Kabupaten/Kota serta APBD Provinsi. Peningkatan tersebut diperkirakan terjadi seiring
dengan upaya percepatan realisasi anggaran oleh Pemerintah, melalui himbauan Presiden dan didukung adanya sanksi
kepada pemerintah daerah yang memiliki kinerja realisasi anggaran yang rendah. Selain itu, realisasi gaji ke-13 serta ke-14
Pegawai Negeri Sipil pada bulan Juni 2016 juga mendorong adanya peningkatan belanja pemerintah.
Sementara itu, berdasarkan pangsa belanja masing-masing Pemerintah terlihat bahwa belanja pegawai masih menjadi
komponen utama untuk tingkat kabupaten/Kota. Kota Kupang memiliki pangsa belanja pegawai tertinggi sebesar 56,2%
diikuti oleh Kab.Timor Tengah Utara (51,3%) dan Kab. Belu (47,3%). Sementara itu, pangsa tertinggi belanja modal yang
terutama digunakan untuk belanja infrastruktur berada di Kab. Sabu Raijua sebesar 39,2% diikuti Kab. Sumba Barat
(33%) dan Kab. Malaka (32%).
2.3 BELANJA DAERAH
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
23
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
22 Agustus 2016Agustus 2016
GRAFIK 2.6. PERKEMBANGAN REALISASI BELANJA MODAL
Sumber: Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT & Biro Keuangan
2014IV
2015I II I I I IV I
2016
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
I I
APBN KAB/KOTA PROVINSI TOTAL
%
18,24
9,61
26,98
13,88
-20
-10
GRAFIK 2.5. PERKEMBANGAN REALISASI BELANJA
Sumber: Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT & Biro Keuangan
2014IV
2015I II I I I IV I
2016
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
I I
29,6428,03
40,19
29,81
APBN KAB/KOTA PROVINSI TOTAL
Apabila dilihat dari sisi belanja modal, realisasi belanja tercatat baru mencapai 13,9% atau Rp 1,35 triliun pada semester-I
2016, namun masih lebih tinggi dibandingkan pencapaian semester-I 2015 sebesar 10,15% atau Rp 931,55 miliar.
Pembangunan pada semester-I 2016, terutama terbantu oleh kegiatan proyek multiyears seperti bendungan serta gedung
pemerintah, serta pembangunan berbagai fasilitas publik, seperti jalan dan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) di beberapa
tempat seperti Mota’ain, Motamasin dan Wini yang sudah mulai dikerjakan. Di sisi lain, belanja modal yang masih
tergolong rendah diperkirakan masih terjadi karena kontraktor yang belum mengambil termin pembayaran dan adanya
perpanjangan proyek pemerintah di triwulan I-2016 yang berlanjut pada triwulan-II yang masih belum memasuki kriteria
penyelesaian untuk dapat dilakukan proses untuk pembayaran. Dalam hal belanja modal, realisasi belanja modal
Pemerintah Provinsi juga menjadi yang tertinggi sebesar 27% atau Rp151,6 miliar dari total pagu sebesar Rp 562,1 miliar.
Berdasarkan komposisinya, belanja konsumsi menjadi yang tertinggi di Provinsi NTT dengan total 36,1%. Tingginya
realisasi belanja tersebut mendukung pula asumsi dorongan realisasi gaji ke-13 dan ke-14 yang menjadi salah satu faktor
peningkatan belanja pemerintah pada semester-I. Hal ini juga terlihat dari realisasi belanja pegawai yang telah mencapai
Rp 5,42 triliun atau 51,87% dari pangsa total realisasi belanja pemerintah pada semester-I 2016. Realisasi belanja
konsumsi tertinggi berada di Pemerintah Provinsi sebesar 44,2% atau Rp 1,41 triliun dari total pagu belanja konsumsi
sebesar Rp 3,2 triliun.
GRAFIK 2.4. PANGSA BELANJA KABUPATEN/KOTA
Sumber: Biro Keuangan Setda Provinsi NTT, diolah
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
SARA
I
APB
N
SUM
BAR
MA
LAK
A
NA
GEK
EO
SUM
TEN
G
KA
B. K
UPA
NG
MA
BAR
MA
NG
GA
RAI
ROTE
NG
AD
A
SUM
TIM
END
E
LEM
BATA
ALO
R
BELU
MA
TIM
SBD
KO
TA K
UPA
NG
TTU
FLO
TIM
PRO
V N
TTTTS
SIK
KA
BELANJA PEGAWAI BELANJA MODAL BELANJA BARANG DAN JASA % realisasi
GRAFIK 2.2 PANGSA REALISASI SUMBER PENDAPATAN APBN
Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
PENDAPATAN PAJAK LAINNYA
PENDAPATAN BEA MASUK
PAJAK BUMI & BANGUNAN
CUKAI
PAJAK PENGHASILAN
GRAFIK 2.3 PANGSA REALISASI SUMBER PENDAPATAN APBD PROVINSI/ KAB-KOTA
Sumber: Biro Keuangan Provinsi NTT
PAD DAU DAK LAINNYAOTSUS
4,6%
66,4%
12,9%
11,4%
4,8%28,7%
33,8%
35,5%
2,1%
49,31%
20,92%
22,49%
1,12%
1,60%
3,68%
0,88%
Dari sisi spasial, porsi Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai sumber pembiayaan kegiatan pemerintah Kabupaten/Kota di
Provinsi NTT cenderung kecil dengan rata-rata 5,89% dari total sumber pendapatan. Kota Kupang menjadi daerah yang
memiliki porsi PAD terbesar yaitu 12% dari total pendapatan, sementara Kab. Malaka menjadi yang terendah sebesar
3,08%. Sementara itu, Kab. Manggarai Barat dengan daerah wisatanya yang terkenal (Labuan Bajo) memiliki porsi PAD
yang juga masih tergolong kecil sebesar 8,84%. Di sisi lain, apabila melihat porsi Dana Alokasi Khusus (DAK) yang
merupakan dana perimbangan untuk penugasan khusus dari Pemerintah Pusat, Kab. Ende memiliki porsi terbesar yaitu
27,67% dari total pendapatan. Sementara itu, apabila dilihat dari segi realisasi pendapatan, rata-rata realisasi pendapatan
Permerintah Kabupaten/Kota di Provinsi NTT mencapai 47,03% . Kab. Manggarai Barat menjadi kabupaten dengan
pencapaian realisasi pendapatan tertinggi sebesar 53,89%, disusul oleh Kab. Sumba Barat (51,43%) dan Sumba Tengah
(51,24%). Sementara itu, pencapaian realisasi terendah berada di Kab. Sabu Raijua sebesar 36,49% seiring dengan
rendahnya penerimaan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang baru mencapai Rp 2,46 miliar atau 1,93% dari target DAK tahun
2016 sebesar Rp 127,47 miliar.
Realisasi belanja APBN dan APBD Pemerintah di Provinsi NTT hingga semester-I 2016 mencapai Rp 10,46 triliun atau
29,81% dari pagu belanja yang sebesar Rp 35,08 triliun. Pencapaian tersebut tercatat lebih tinggi dibandingkan periode
yang sama tahun 2015 yang hanya sebesar 23,92% atau Rp 7,43 triliun. Peningkatan realisasi terjadi di semua tingkat
pemerintahan, baik APBN, APBD Kabupaten/Kota serta APBD Provinsi. Peningkatan tersebut diperkirakan terjadi seiring
dengan upaya percepatan realisasi anggaran oleh Pemerintah, melalui himbauan Presiden dan didukung adanya sanksi
kepada pemerintah daerah yang memiliki kinerja realisasi anggaran yang rendah. Selain itu, realisasi gaji ke-13 serta ke-14
Pegawai Negeri Sipil pada bulan Juni 2016 juga mendorong adanya peningkatan belanja pemerintah.
Sementara itu, berdasarkan pangsa belanja masing-masing Pemerintah terlihat bahwa belanja pegawai masih menjadi
komponen utama untuk tingkat kabupaten/Kota. Kota Kupang memiliki pangsa belanja pegawai tertinggi sebesar 56,2%
diikuti oleh Kab.Timor Tengah Utara (51,3%) dan Kab. Belu (47,3%). Sementara itu, pangsa tertinggi belanja modal yang
terutama digunakan untuk belanja infrastruktur berada di Kab. Sabu Raijua sebesar 39,2% diikuti Kab. Sumba Barat
(33%) dan Kab. Malaka (32%).
2.3 BELANJA DAERAH
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
23
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
22 Agustus 2016Agustus 2016
Berdasarkan data perbankan hingga Triwulan II-2016, tercatat Dana Pihak Ketiga (DPK) Pemerintah dalam bentuk
simpanan pada lembaga perbankan sebesar Rp 6,93 triliun. DPK tersebut meningkat 24,6% (qtq) apabila dibandingkan
triwulan I-2016 yang sebesar Rp 5,56 triliun. Peningkatan menjadi indikasi belum optimalnya penggunaan anggaran
Pemerintah daerah hingga triwulan-II 2016 walaupun di sisi lain juga menunjukkan perbaikan penyerapan anggaran
dibanding tahun sebelumnya yang terlihat dari penurunan posisi DPK pemerintah dibanding tahun lalu. Total DPK
pemerintah sendiri paling banyak berada pada komponen Giro sebesar Rp 5,27 triliun.
PEMERINTAH GIRO TABUNGAN DEPOSITO TOTAL DPK
PUSAT
TABEL 2.2. KOMPOSISI DPK PEMERINTAH DI NTT
88,57
276,04
523,98
4.384,00
5.272,60
0,07
9,68
23,46
176,10
209,31
-
204,64
151,10
1.095,01
1.450,75
88,64
490,36
698,55
5.655,10
6.932,65
PROVINSI
KOTA
KABUPATEN
TOTAL
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
GRAFIK 2.9. REALISASI BELANJA DAN KOMPONENNYA PEMERINTAH PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
Sumber: Biro Keuangan Setda Provinsi NTT, diolah
BELANJA PEGAWAI BELANJA MODAL BELANJA BARANG DAN JASA BELANJA LAIN-LAIN % REALISASI
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
50%
FLO
TIM
ROTE
MA
BAR
MA
TIM
ALO
R
KO
TA K
UPA
NG
SBD
SIK
KA
SUM
TEN
G
MA
NG
GA
RAI
SAR
AI
KA
B. K
UPA
NG
SUM
BAR
TTU
TTS
BELU
NG
AD
A
END
E
SUM
TIM
NA
GEK
EO
LEM
BATA
MA
LAK
A
baru mencapai Rp 527,88 miliar. Secara spasial, presentase belanja pemerintah di tiap Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
hingga semester-I 2016 mencapai rata-rata 28,11%, sementara belanja modal sebesar 9,86%.
Presentase belanja pemerintah tertinggi ada di Kabupaten Flores Timur sebesar 43,35%, diikuti oleh Kab. Rote (39,1%)
dan Kab. Manggarai Barat (36,5%). Namun dari sisi komponen belanja, sebagian besar realisasi digunakan untuk belanja
pegawai yang bahkan mencapai lebih dari 80% untuk beberapa kabupaten, diantaranya Kab. Timor Tengah Utara, Kab.
Belu, Kab. Malaka dan Kab. Timor Tengan Selatan. Sementara itu, belanja terendah berada di Kabupaten Malaka (17,32%)
dengan komponen realisasi terbesar adalah belanja pegawai (83,4%). Optimalisasi penggunaan anggaran guna
mendorong efek turunan terhadap pertumbuhan perekonomian daerah perlu untuk dilakukan. Upaya yang dapat
dilakukan adalah melalui identifikasi (dialog dan koordinasi internal) terhadap permasalahan penghambat realisasi dan
melakukan koordinasi dengan pihak eksternal (Biro Keuangan Provinsi dan Ditjen Perbendaharaan).
GRAFIK 2.10. DANA PIHAK KETIGA PEMERINTAH DI PERBANKAN NTT
4.28
5.995.57
2.83
5.74
7.26 7.47
2.74
5.56
0
1
2
3
4
5
6
7
8 TRILIUN RP
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV I
2016
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
PUSAT PROVINSI PEMKOT PEMKAB TOTAL
I I
6.93
2.4 DANA PEMERINTAH DI PERBANKAN
GRAFIK 2.7. REALISASI BELANJA APBN DAN APBD PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NTT
APBN KAB PROV TOTAL
%
BELANJA DAERAH BELANJA MODAL BELANJA KONSUMSI
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
29,628,0
40,2
29,8
18,2
9,6
27,0
13,9
37,0
34,3
44,2
36,1
Tabel 2.1 Realisasi Belanja APBN dan APBDProvinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
REALISASI
Nominal %
Pangsa(%)
10.460,0
1.354,1
9.105,9
5.425,6
1.945,2
842,3
16,0
158,7
711,9
6,3
-
29,81
13,88
36,14
44,08
24,83
52,43
18,48
23,79
27,22
8,10
-
100
12,95
87,05
51,87
18,60
8,05
0,15
1,52
6,81
0,06
URAIAN RENCANA
35.084,6
9.756,1
25.194,8
12.307,8
7.834,2
1.606,6
86,5
666,9
2.615,3
77,3
133,7
BELANJA DAERAH
BELANJA MODAL
BELANJA KONSUMSI
BELANJA PEGAWAI
BELANJA BARANG DAN JASA
BELANJA HIBAH
BELANJA BANTUAN SOSIAL
BELANJA BAGI HASIL
BANTUAN KEUANGAN
KONSUMSI LAINNYA
BELANJA LAINNYA
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Berdasarkan perkembangan realisasi belanja dari masing-masing tingkat pemerintahan, maka dapat diketahui hal-hal
berikut:
2.3.1 Belanja APBNRealisasi belanja APBN hingga semester-I mencapai Rp 2,8 triliun atau 29,64% dari total pagu belanja APBN tahun 2016
sebesar Rp 9,45 triliun. Porsi realisasi belanja APBN terbesar hingga semester-I dipergunakan untuk belanja pegawai yaitu
sebesar Rp 1,23 triliun (43,8%) dan diikuti oleh belanja barang dan jasa sebesar Rp 899,15 miliar (32,1%). Di sisi lain,
pangsa realisasi belanja modal pada APBN juga masih tergolong tinggi sebesar 24,08 atau Rp 674,6 miliar. Realisasi
tersebut dipergunakan bagi pembangunan beberapa infrastruktur utama seperti bendungan, embung, rekonstruksi jalan,
pembangunan jembatan, serta pemeliharaan jalan rutin.
2.3.2 Belanja Pemerintah Provinsi NTTHingga semester-I 2016, realisasi belanja Pemerintah Provinsi telah mencapai Rp 1,56 triliun atau 40,19% dari pagu
belanja sebesar Rp 3,89 triliun. Belanja Pemerintah Provinsi lebih didominasi oleh belanja hibah yang mencapai Rp 789
miliar atau 50,36% dari total realisasi belanja yang diperkirakan dipergunakan untuk penyaluran dana Bantuan
Operasional Sekolah (BOS) serta mendukung kelanjutan program pemerintah, seperti Desa Mandiri Anggur Merah. Dari
komponen belanja konsumsi, belanja pegawai memiliki pangsa realisasi tertinggi sebesar Rp 288,24 miliar atau 18,4%
diikuti belanja barang dan jasa yang mencapai Rp 252,86 miliar atau 16,4%. Sementara itu, realisasi belanja modal baru
mencapai Rp 151,65 miliar atau 9,68%.
KONSUMSI LAINNYA
BANTUAN KEUANGAN
BELANJA BAGI HASIL
BELANJA BANTUAN SOSIAL
BELANJA HIBAH
BELANJA BARANG DAN JASA
BELANJA PEGAWAI
BELANJA MODAL
APBN PROV
%
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
GRAFIK 2.8. PANGSA REALISASI BELANJA KONSUMSI APBN PEMERINTAH DAN APBD
24,08
9,68
43,79
18,40
32,10
16,14
50,37
0,74
2.3.3 Belanja Pemerintah Kabupaten/KotaRealisasi Belanja Pemerintah Kabupaten/Kota hingga semester-I 2016 mencapai Rp 6,09 triliun atau 28,03% dari total
pagu belanja sebesar Rp 21,7 triliun. Komponen realisasi terbesar pada triwulan-II adalah belanja pegawai sebesar Rp 3,91
triliun (64,19%) diikuti belanja barang dan jasa sebesar Rp 793,2 miliar (13,02%), sementara itu realisasi belanja modal
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
25
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
24 Agustus 2016Agustus 2016
Berdasarkan data perbankan hingga Triwulan II-2016, tercatat Dana Pihak Ketiga (DPK) Pemerintah dalam bentuk
simpanan pada lembaga perbankan sebesar Rp 6,93 triliun. DPK tersebut meningkat 24,6% (qtq) apabila dibandingkan
triwulan I-2016 yang sebesar Rp 5,56 triliun. Peningkatan menjadi indikasi belum optimalnya penggunaan anggaran
Pemerintah daerah hingga triwulan-II 2016 walaupun di sisi lain juga menunjukkan perbaikan penyerapan anggaran
dibanding tahun sebelumnya yang terlihat dari penurunan posisi DPK pemerintah dibanding tahun lalu. Total DPK
pemerintah sendiri paling banyak berada pada komponen Giro sebesar Rp 5,27 triliun.
PEMERINTAH GIRO TABUNGAN DEPOSITO TOTAL DPK
PUSAT
TABEL 2.2. KOMPOSISI DPK PEMERINTAH DI NTT
88,57
276,04
523,98
4.384,00
5.272,60
0,07
9,68
23,46
176,10
209,31
-
204,64
151,10
1.095,01
1.450,75
88,64
490,36
698,55
5.655,10
6.932,65
PROVINSI
KOTA
KABUPATEN
TOTAL
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
GRAFIK 2.9. REALISASI BELANJA DAN KOMPONENNYA PEMERINTAH PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
Sumber: Biro Keuangan Setda Provinsi NTT, diolah
BELANJA PEGAWAI BELANJA MODAL BELANJA BARANG DAN JASA BELANJA LAIN-LAIN % REALISASI
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
50%
FLO
TIM
ROTE
MA
BAR
MA
TIM
ALO
R
KO
TA K
UPA
NG
SBD
SIK
KA
SUM
TEN
G
MA
NG
GA
RAI
SAR
AI
KA
B. K
UPA
NG
SUM
BAR
TTU
TTS
BELU
NG
AD
A
END
E
SUM
TIM
NA
GEK
EO
LEM
BATA
MA
LAK
A
baru mencapai Rp 527,88 miliar. Secara spasial, presentase belanja pemerintah di tiap Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
hingga semester-I 2016 mencapai rata-rata 28,11%, sementara belanja modal sebesar 9,86%.
Presentase belanja pemerintah tertinggi ada di Kabupaten Flores Timur sebesar 43,35%, diikuti oleh Kab. Rote (39,1%)
dan Kab. Manggarai Barat (36,5%). Namun dari sisi komponen belanja, sebagian besar realisasi digunakan untuk belanja
pegawai yang bahkan mencapai lebih dari 80% untuk beberapa kabupaten, diantaranya Kab. Timor Tengah Utara, Kab.
Belu, Kab. Malaka dan Kab. Timor Tengan Selatan. Sementara itu, belanja terendah berada di Kabupaten Malaka (17,32%)
dengan komponen realisasi terbesar adalah belanja pegawai (83,4%). Optimalisasi penggunaan anggaran guna
mendorong efek turunan terhadap pertumbuhan perekonomian daerah perlu untuk dilakukan. Upaya yang dapat
dilakukan adalah melalui identifikasi (dialog dan koordinasi internal) terhadap permasalahan penghambat realisasi dan
melakukan koordinasi dengan pihak eksternal (Biro Keuangan Provinsi dan Ditjen Perbendaharaan).
GRAFIK 2.10. DANA PIHAK KETIGA PEMERINTAH DI PERBANKAN NTT
4.28
5.995.57
2.83
5.74
7.26 7.47
2.74
5.56
0
1
2
3
4
5
6
7
8 TRILIUN RP
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV I
2016
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
PUSAT PROVINSI PEMKOT PEMKAB TOTAL
I I
6.93
2.4 DANA PEMERINTAH DI PERBANKAN
GRAFIK 2.7. REALISASI BELANJA APBN DAN APBD PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NTT
APBN KAB PROV TOTAL
%
BELANJA DAERAH BELANJA MODAL BELANJA KONSUMSI
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
29,628,0
40,2
29,8
18,2
9,6
27,0
13,9
37,0
34,3
44,2
36,1
Tabel 2.1 Realisasi Belanja APBN dan APBDProvinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
REALISASI
Nominal %
Pangsa(%)
10.460,0
1.354,1
9.105,9
5.425,6
1.945,2
842,3
16,0
158,7
711,9
6,3
-
29,81
13,88
36,14
44,08
24,83
52,43
18,48
23,79
27,22
8,10
-
100
12,95
87,05
51,87
18,60
8,05
0,15
1,52
6,81
0,06
URAIAN RENCANA
35.084,6
9.756,1
25.194,8
12.307,8
7.834,2
1.606,6
86,5
666,9
2.615,3
77,3
133,7
BELANJA DAERAH
BELANJA MODAL
BELANJA KONSUMSI
BELANJA PEGAWAI
BELANJA BARANG DAN JASA
BELANJA HIBAH
BELANJA BANTUAN SOSIAL
BELANJA BAGI HASIL
BANTUAN KEUANGAN
KONSUMSI LAINNYA
BELANJA LAINNYA
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Berdasarkan perkembangan realisasi belanja dari masing-masing tingkat pemerintahan, maka dapat diketahui hal-hal
berikut:
2.3.1 Belanja APBNRealisasi belanja APBN hingga semester-I mencapai Rp 2,8 triliun atau 29,64% dari total pagu belanja APBN tahun 2016
sebesar Rp 9,45 triliun. Porsi realisasi belanja APBN terbesar hingga semester-I dipergunakan untuk belanja pegawai yaitu
sebesar Rp 1,23 triliun (43,8%) dan diikuti oleh belanja barang dan jasa sebesar Rp 899,15 miliar (32,1%). Di sisi lain,
pangsa realisasi belanja modal pada APBN juga masih tergolong tinggi sebesar 24,08 atau Rp 674,6 miliar. Realisasi
tersebut dipergunakan bagi pembangunan beberapa infrastruktur utama seperti bendungan, embung, rekonstruksi jalan,
pembangunan jembatan, serta pemeliharaan jalan rutin.
2.3.2 Belanja Pemerintah Provinsi NTTHingga semester-I 2016, realisasi belanja Pemerintah Provinsi telah mencapai Rp 1,56 triliun atau 40,19% dari pagu
belanja sebesar Rp 3,89 triliun. Belanja Pemerintah Provinsi lebih didominasi oleh belanja hibah yang mencapai Rp 789
miliar atau 50,36% dari total realisasi belanja yang diperkirakan dipergunakan untuk penyaluran dana Bantuan
Operasional Sekolah (BOS) serta mendukung kelanjutan program pemerintah, seperti Desa Mandiri Anggur Merah. Dari
komponen belanja konsumsi, belanja pegawai memiliki pangsa realisasi tertinggi sebesar Rp 288,24 miliar atau 18,4%
diikuti belanja barang dan jasa yang mencapai Rp 252,86 miliar atau 16,4%. Sementara itu, realisasi belanja modal baru
mencapai Rp 151,65 miliar atau 9,68%.
KONSUMSI LAINNYA
BANTUAN KEUANGAN
BELANJA BAGI HASIL
BELANJA BANTUAN SOSIAL
BELANJA HIBAH
BELANJA BARANG DAN JASA
BELANJA PEGAWAI
BELANJA MODAL
APBN PROV
%
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
GRAFIK 2.8. PANGSA REALISASI BELANJA KONSUMSI APBN PEMERINTAH DAN APBD
24,08
9,68
43,79
18,40
32,10
16,14
50,37
0,74
2.3.3 Belanja Pemerintah Kabupaten/KotaRealisasi Belanja Pemerintah Kabupaten/Kota hingga semester-I 2016 mencapai Rp 6,09 triliun atau 28,03% dari total
pagu belanja sebesar Rp 21,7 triliun. Komponen realisasi terbesar pada triwulan-II adalah belanja pegawai sebesar Rp 3,91
triliun (64,19%) diikuti belanja barang dan jasa sebesar Rp 793,2 miliar (13,02%), sementara itu realisasi belanja modal
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
25
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
24 Agustus 2016Agustus 2016
Sepanjang triwulan II 2016, inflasi Provinsi NTT sebesar 5,02% (yoy) sedikit menurun dibanding triwulan I 2016 yang
sebesar 5,04% (yoy) namun tidak serendah penurunan inflasi nasional di triwulan II 2016 yang sebesar 3,45% (yoy).
Ketika secara nasional inflasi bulan April cenderung deflasi, NTT justru mengalami inflasi. Demikian pula pada bulan
Mei dan Juni yang juga mengalami inflasi. Tingginya inflasi tersebut akhirnya dapat diredam oleh deflasi bulan Juli
2017, yang di saat bersamaan, daerah lain mengalami inflasi karena libur hari raya Idul Fitri dan Libur sekolah.
Kembali terpenuhinya pasokan bahan pangan diduga menjadi penyebab utama deflasi di bulan Juli 2016.
Kelompok komoditas bahan makanan menjadi penyumbang utama inflasi triwulan II 2016, diikuti oleh inflasi kelompok
komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau, dan kelompok komoditas sandang. Terbatasnya produksi pangan
akibat dari terbatasnya ketersediaan air, kenaikan cukai rokok dan pakaian anak menjadi penyebab utama kenaikan
harga pada kelompok komoditas di atas.
Sepanjang triwulan berjalan, NTT justru mengalami deflasi yang cukup besar hingga -0,32% di bulan Juli 2016 dan
menjadi satu dari dua daerah yang mengalami deflasi di bulan ini.Dengan kondisi harga komoditas yang masih stabil dan
cenderung turun di bulan Agustus 2016, inflasi triwulan III 2016 diperkirakan akan cukup rendah. Potensi inflasi di Bulan
September lebih karena pembalikan harga sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan yang sudah cukup rendah.
Perkembangan I nflasi03
Foto : Pasar Tradisional Soe
Tabel 2.3 Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur
APBN / APBD
PENDAPATAN DAERAH
BELANJA DAERAH
Belanja Modal
Belanja Konsumsi
Belanja Pegawai
Belanja Barang dan Jasa
Belanja Hibah
Belanja Bantuan Sosial
Belanja Bagi Hasil
Bantuan Keuangan
Konsumsi Lainnya
Belanja Lainnya
SURPLUS/DEFISIT
PEMBIAYAAN DAERAH
Penerimaan
SILPA Tahun Lalu
Lainnya
Pengeluaran
Penyertaan Modal
Lainnya
PEMBIAYAAN NETTO
SILPA SEKARANG
REALISASI
254.657
9.451.875
3.699.403
5.752.472
2.430.060
3.299.677
-
22.736
-
-
-
-
(9.197.218)
20.596.566
21.734.099
5.494.514
16.239.585
9.204.001
3.878.752
147.693
41.932
309.245
2.590.659
67.305
-
(1.137.533)
1.154.085
1.138.901
15.184
102.285
96.200
6.085
1.051.800
(85.733)
3.876.020
3.898.591
562.136
3.202.708
673.780
655.806
1.458.914
21.830
357.699
24.679
10.000
133.746
(22.570)
82.570
75.000
7.570
60.000
50.000
10.000
22.570
-
24.727.244
35.084.565
9.756.053
25.194.766
12.307.840
7.834.235
1.606.606
86.498
666.944
2.615.338
77.305
133.746
(10.357.321)
1.236.656
1.213.901
22.755
162.285
146.200
16.085
1.074.371
(85.733)
1.040.683
2.801.089
674.603
2.126.486
1.226.676
899.147
-
663
-
-
-
-
(1.760.406)
9.713.825
6.092.295
527.886
5.564.408
3.910.637
793.183
53.291
13.678
87.259
700.258
6.102
(0)
3.621.531
768.948
768.348
601
39.360
38.000
1.360
729.588
4.351.119
1.944.495
1.566.656
151.649
1.415.007
288.240
252.897
789.031
1.645
71.407
11.632
156
-
377.838
159.325
158.726
599
51.978
50.000
1.978
107.347
485.185
12.699.003
10.460.040
1.354.139
9.105.901
5.425.552
1.945.226
842.322
15.987
158.666
711.890
6.258
-
2.238.962
928.273
927.074
1.199
91.338
88.000
3.338
836.935
4.836.304
Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
APBN KAB PROV TOTAL APBN KAB PROV TOTAL
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
26 Agustus 2016
Sepanjang triwulan II 2016, inflasi Provinsi NTT sebesar 5,02% (yoy) sedikit menurun dibanding triwulan I 2016 yang
sebesar 5,04% (yoy) namun tidak serendah penurunan inflasi nasional di triwulan II 2016 yang sebesar 3,45% (yoy).
Ketika secara nasional inflasi bulan April cenderung deflasi, NTT justru mengalami inflasi. Demikian pula pada bulan
Mei dan Juni yang juga mengalami inflasi. Tingginya inflasi tersebut akhirnya dapat diredam oleh deflasi bulan Juli
2017, yang di saat bersamaan, daerah lain mengalami inflasi karena libur hari raya Idul Fitri dan Libur sekolah.
Kembali terpenuhinya pasokan bahan pangan diduga menjadi penyebab utama deflasi di bulan Juli 2016.
Kelompok komoditas bahan makanan menjadi penyumbang utama inflasi triwulan II 2016, diikuti oleh inflasi kelompok
komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau, dan kelompok komoditas sandang. Terbatasnya produksi pangan
akibat dari terbatasnya ketersediaan air, kenaikan cukai rokok dan pakaian anak menjadi penyebab utama kenaikan
harga pada kelompok komoditas di atas.
Sepanjang triwulan berjalan, NTT justru mengalami deflasi yang cukup besar hingga -0,32% di bulan Juli 2016 dan
menjadi satu dari dua daerah yang mengalami deflasi di bulan ini.Dengan kondisi harga komoditas yang masih stabil dan
cenderung turun di bulan Agustus 2016, inflasi triwulan III 2016 diperkirakan akan cukup rendah. Potensi inflasi di Bulan
September lebih karena pembalikan harga sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan yang sudah cukup rendah.
Perkembangan I nflasi03
Foto : Pasar Tradisional Soe
Tabel 2.3 Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur
APBN / APBD
PENDAPATAN DAERAH
BELANJA DAERAH
Belanja Modal
Belanja Konsumsi
Belanja Pegawai
Belanja Barang dan Jasa
Belanja Hibah
Belanja Bantuan Sosial
Belanja Bagi Hasil
Bantuan Keuangan
Konsumsi Lainnya
Belanja Lainnya
SURPLUS/DEFISIT
PEMBIAYAAN DAERAH
Penerimaan
SILPA Tahun Lalu
Lainnya
Pengeluaran
Penyertaan Modal
Lainnya
PEMBIAYAAN NETTO
SILPA SEKARANG
REALISASI
254.657
9.451.875
3.699.403
5.752.472
2.430.060
3.299.677
-
22.736
-
-
-
-
(9.197.218)
20.596.566
21.734.099
5.494.514
16.239.585
9.204.001
3.878.752
147.693
41.932
309.245
2.590.659
67.305
-
(1.137.533)
1.154.085
1.138.901
15.184
102.285
96.200
6.085
1.051.800
(85.733)
3.876.020
3.898.591
562.136
3.202.708
673.780
655.806
1.458.914
21.830
357.699
24.679
10.000
133.746
(22.570)
82.570
75.000
7.570
60.000
50.000
10.000
22.570
-
24.727.244
35.084.565
9.756.053
25.194.766
12.307.840
7.834.235
1.606.606
86.498
666.944
2.615.338
77.305
133.746
(10.357.321)
1.236.656
1.213.901
22.755
162.285
146.200
16.085
1.074.371
(85.733)
1.040.683
2.801.089
674.603
2.126.486
1.226.676
899.147
-
663
-
-
-
-
(1.760.406)
9.713.825
6.092.295
527.886
5.564.408
3.910.637
793.183
53.291
13.678
87.259
700.258
6.102
(0)
3.621.531
768.948
768.348
601
39.360
38.000
1.360
729.588
4.351.119
1.944.495
1.566.656
151.649
1.415.007
288.240
252.897
789.031
1.645
71.407
11.632
156
-
377.838
159.325
158.726
599
51.978
50.000
1.978
107.347
485.185
12.699.003
10.460.040
1.354.139
9.105.901
5.425.552
1.945.226
842.322
15.987
158.666
711.890
6.258
-
2.238.962
928.273
927.074
1.199
91.338
88.000
3.338
836.935
4.836.304
Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
APBN KAB PROV TOTAL APBN KAB PROV TOTAL
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
26 Agustus 2016
Inflasi Provinsi NTT triwulanan II 2016 mencapai 5,02% (yoy), sedikit menurun dibanding inflasi triwulan I 2016
yang sebesar 5,04% (yoy) namun masih jauh lebih tinggi dibanding inflasi tahunan nasional yang hanya
sebesar 3,45% (yoy). Tingginya inflasi pada triwulan II 2016 lebih disebabkan oleh kurangnya pasokan air di NTT terlebih
di Pulau Timor, sehingga produksi bahan pangan mengalami penurunan dan harga cenderung meningkat. Adanya
beberapa kegiatan di NTT seperti Tour De Flores pada bulan Mei 2016, ataupun libur sekolah dan hari raya Idul Fitri juga
memberi tekanan inflasi terlebih pada angkutan udara. Adanya penyaluran gaji ke-13 dan 14 juga memberikan tekanan
inflasi terutama pada inflasi sandang yang menunjukkan adanya kenaikan harga seiring dengan adanya peningkatan
penjualan. Adanya sedikit hujan akibat dari anomali cuaca La Nina diduga mampu menaikkan produksi hortikultura yang
terlihat dari deflasi bahan makanan yang cukup tinggi di bulan Juli 2016. Hingga bulan Agustus harga komoditas bahan
makanan masih cenderung turun paska even nasional Harganas. Hingga akhir triwulan III 2016, inflasi di NTT diprediksi
masih akan cenderung rendah.
3.1. KONDISI UMUM
Tabel 3.1. 10 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Tahunan di Provinsi NTT
SAWI PUTIH
DAGING AYAM RAS
ROKOK KRETEK FILTER
KEMBUNG
KUBIS
NASI DENGAN LAUK
TOMAT SAYUR
SEMEN
ROKOK KRETEK
GULA PASIR
82,23
47,56
23,29
30,22
132,42
8,23
34,85
6,44
23,14
16,82
Komoditas
PENYUMBANG INFLASI UTAMA
yoy 0,89
0,56
0,41
0,34
0,29
0,18
0,16
0,16
0,15
0,15
sum yoyBENSIN
BESI BETON
BATAKO
SENG
SOLAR
TARIP LISTRIK
LAPTOP/NOTEBOOK
KANGKUNG
KAKAP MERAH
JERUK
(11,80)
(14,07)
(14,00)
(6,17)
(25,36)
(1,36)
(8,96)
(3,27)
(12,92)
(19,49)
Komoditas
PENYUMBANG DEFLASI UTAMA
yoy (0,31)
(0,11)
(0,06)
(0,06)
(0,05)
(0,04)
(0,03)
(0,03)
(0,02)
(0,02)
sum yoy
Sumber : BPS diolah
Besarnya gap inflasi dengan nasional lebih disebabkan oleh relatif lebih tingginya inflasi NTT pada bulan April dan Mei
2016 ketika di saat yang sama, inflasi nasional justru mengalami perlambatan. Tingginya inflasi bahan makanan dan
makanan jadi, minuman dan tembakau masih menjadi penyebab utama inflasi tahunan di NTT. Dari total 10 komoditas
utama penyumbang inflasi utama di NTT dalam satu tahun terakhir, terdapat 5 komoditas bahan makanan ( sawi putih,
daging ayam ras, ikan kembung, kubis, dan tomat sayur), dan 4 komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau ( rokok
kretek filter, rokok kretek, nasi dengan lauk dan gula pasir) yang persisten menjadi penyumbang inflasi utama. Di sisi lain,
deflasi lebih disebabkan oleh turunnya harga BBM dan listrik karena turunnya harga BBM, serta bahan bangunan seiring
dengan adanya penurunan permintaan.
GRAFIK 3.1. INFLASI TAHUNAN PROVINSI NTT DAN NASIONAL
Sumber : BPS, diolah
NASIONAL NTT
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
I II I I I IV2012
3.59
3.00%
4.00%
5.00%
6.00%
7.00%
8.00%
9.00%
3.21
I I 7
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
29Agustus 2016
Inflasi Provinsi NTT triwulanan II 2016 mencapai 5,02% (yoy), sedikit menurun dibanding inflasi triwulan I 2016
yang sebesar 5,04% (yoy) namun masih jauh lebih tinggi dibanding inflasi tahunan nasional yang hanya
sebesar 3,45% (yoy). Tingginya inflasi pada triwulan II 2016 lebih disebabkan oleh kurangnya pasokan air di NTT terlebih
di Pulau Timor, sehingga produksi bahan pangan mengalami penurunan dan harga cenderung meningkat. Adanya
beberapa kegiatan di NTT seperti Tour De Flores pada bulan Mei 2016, ataupun libur sekolah dan hari raya Idul Fitri juga
memberi tekanan inflasi terlebih pada angkutan udara. Adanya penyaluran gaji ke-13 dan 14 juga memberikan tekanan
inflasi terutama pada inflasi sandang yang menunjukkan adanya kenaikan harga seiring dengan adanya peningkatan
penjualan. Adanya sedikit hujan akibat dari anomali cuaca La Nina diduga mampu menaikkan produksi hortikultura yang
terlihat dari deflasi bahan makanan yang cukup tinggi di bulan Juli 2016. Hingga bulan Agustus harga komoditas bahan
makanan masih cenderung turun paska even nasional Harganas. Hingga akhir triwulan III 2016, inflasi di NTT diprediksi
masih akan cenderung rendah.
3.1. KONDISI UMUM
Tabel 3.1. 10 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Tahunan di Provinsi NTT
SAWI PUTIH
DAGING AYAM RAS
ROKOK KRETEK FILTER
KEMBUNG
KUBIS
NASI DENGAN LAUK
TOMAT SAYUR
SEMEN
ROKOK KRETEK
GULA PASIR
82,23
47,56
23,29
30,22
132,42
8,23
34,85
6,44
23,14
16,82
Komoditas
PENYUMBANG INFLASI UTAMA
yoy 0,89
0,56
0,41
0,34
0,29
0,18
0,16
0,16
0,15
0,15
sum yoyBENSIN
BESI BETON
BATAKO
SENG
SOLAR
TARIP LISTRIK
LAPTOP/NOTEBOOK
KANGKUNG
KAKAP MERAH
JERUK
(11,80)
(14,07)
(14,00)
(6,17)
(25,36)
(1,36)
(8,96)
(3,27)
(12,92)
(19,49)
Komoditas
PENYUMBANG DEFLASI UTAMA
yoy (0,31)
(0,11)
(0,06)
(0,06)
(0,05)
(0,04)
(0,03)
(0,03)
(0,02)
(0,02)
sum yoy
Sumber : BPS diolah
Besarnya gap inflasi dengan nasional lebih disebabkan oleh relatif lebih tingginya inflasi NTT pada bulan April dan Mei
2016 ketika di saat yang sama, inflasi nasional justru mengalami perlambatan. Tingginya inflasi bahan makanan dan
makanan jadi, minuman dan tembakau masih menjadi penyebab utama inflasi tahunan di NTT. Dari total 10 komoditas
utama penyumbang inflasi utama di NTT dalam satu tahun terakhir, terdapat 5 komoditas bahan makanan ( sawi putih,
daging ayam ras, ikan kembung, kubis, dan tomat sayur), dan 4 komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau ( rokok
kretek filter, rokok kretek, nasi dengan lauk dan gula pasir) yang persisten menjadi penyumbang inflasi utama. Di sisi lain,
deflasi lebih disebabkan oleh turunnya harga BBM dan listrik karena turunnya harga BBM, serta bahan bangunan seiring
dengan adanya penurunan permintaan.
GRAFIK 3.1. INFLASI TAHUNAN PROVINSI NTT DAN NASIONAL
Sumber : BPS, diolah
NASIONAL NTT
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
I II I I I IV2012
3.59
3.00%
4.00%
5.00%
6.00%
7.00%
8.00%
9.00%
3.21
I I 7
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
29Agustus 2016
Adanya deflasi di bulan Juli 2016 mampu menurunkan inflasi tahunan NTT. Adanya penurunan harga bahan
makanan setelah mengalami kenaikan cukup tinggi dalam beberapa bulan terakhir mampu menurunkan inflasi tahunan
NTT di bulan Juli menjadi hanya sebesar 3,59% (yoy). Gap inflasi tahunan dengan nasional juga mengecil dengan inflasi
tahunan nasional sebesar 3,21% (yoy). Inflasi tahunan agustus diperkirakan sedikit meningkat dibandingkan inflasi Juli
2016. Walaupun diprediksi masih mengalami deflasi, namun penurunan inflasi diperkirakan tidak sebesar tahun
sebelumnya. Demikian pula dengan inflasi September 2016 yang diperkirakan tidak serendah tahun sebelumnya.
Berdasarkan wilayah, inflasi di wilayah Balinusra secara tahunan pada triwulan II 2016 masih cukup rendah sebesar 3,72%
(yoy). Baik secara tahunan maupun triwulanan, Bali menjadi provinsi dengan Pengendalian inflasi terbaik di wilayah
Balinusra, disusul oleh NTB dan NTT.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
31
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
30
GRAFIK 3.3. PERBANDINGAN INFLASI DI WILAYAH BALINUSRA
Sumber : BPS, diolah
3.03
4.395.01
0.25 0.34
(0.50)
0.50
1.50
2.50
3.50
4.50
5.50
BALI NTB NTT BALI NTB NTT
TAHUNAN TRIWULANAN
GRAFIK 3.2. PERBANDINGAN INFLASI 5 REGIONAL DI INDONESIA
Sumber : BPS, diolah
TAHUNAN TRIWULANAN
-
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
KA
LIM
AN
TAN
SULA
MPU
A
BALI
NU
SRA
JAW
A
SUM
ATE
RA
KA
LIM
AN
TAN
SULA
MPU
A
BALI
NU
SRA
JAW
A
SUM
ATE
RA
4,84
4,053,72
3,133,72
1,28
0,51 0,43 0,40 0,17
1.23
Secara tahunan, Tingginya inflasi pada triwulan II 2016 disebabkan oleh tingginya inflasi komoditas bahan
makanan dan makanan jadi. Tingginya inflasi makanan jadi, minuman dan tembakau lebih disebabkan oleh adanya
kenaikan cukai rokok, kenaikan harga gula pasir secara nasional maupun kenaikan harga makanan jadi seiring dengan
adanya kenaikan harga komoditas bahan makanan. Kenaikan tarif angkutan udara terutama disebabkan oleh adanya
beberapa even nasional dan internasional seperti Harganas dan Tour De Flores, serta libur sekolah dan hari raya Idul Fitri.
Namun demikian, dikarenakan oleh tingginya inflasi pada tahun sebelumnya, membuat inflasi transportasi dan
komunikasi secara tahunan masih mengalami deflasi -1,48% (yoy). Kenaikan harga bahan makanan terutama disebabkan
oleh adanya penurunan pasokan pangan.
3.2. INFLASI BERDASARKAN KELOMPOK KOMODITAS
Tabel 3.2. Inflasi di Provinsi NTT berdasarkan Kelompok Komoditas
KOMODITI
Sumber : BPS diolah
IHK 2016
APR MEI
INFLASI UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA
124,6
122,0
137,6
122,5
122,3
113,9
123,4
127,1
125,4
122,7
139,5
122,1
123,5
114,8
123,4
129,1
JUN
126,1
124,6
140,8
121,9
123,4
114,3
123,3
130,0
125,7
120,1
142,7
122,3
123,7
114,1
123,6
132,3
JUL
YOY
II JUL
5,02
11,03
10,17
2,10
5,73
3,71
3,22
(1,48)
3,59
7,14
10,69
1,88
3,14
2,85
1,30
(2,32)
3.2.1 Bahan MakananInflasi tahunan komoditas bahan makanan pada triwulan II 2016 mengalami kenaikan cukup besar mencapai sebesar
11,03% (yoy) dibanding tahun sebelumnya dan menjadi nilai inflasi bahan makanan terbesar dalam 5 tahun terakhir.
Adanya penurunan pasokan terlebih pada komoditas sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan menjadi penyebab utama
kenaikan harga bahan makanan sepanjang triwulan II 2016. Selain itu, adanya pengurangan DOC dan kenaikan harga
pakan masih menjadi penyebab utama tingginya kenaikan harga daging-daging terutama daging ayam ras.
Sumber : BPS, diolah
PADI-PADIAN, UMBI-UMBIAN DAN HASILNYA
DAGING DAN HASIL-HASILNYA
IKAN SEGAR
IKAN DIAWETKAN
TELUR, SUSU DANHASIL-HASILNYA
SAYUR-SAYURANKACANG - KACANGAN
BUAH - BUAHAN
BUMBU - BUMBUAN
LEMAK DAN MINYAK
BAHAN MAKANAN LAINNYA
YOY
QTQ
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 3.5. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS BAHAN MAKANAN PER SUB KELOMPOK KOMODITAS
GRAFIK 3. 4. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS BAHAN MAKANAN SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN
(3.59)
(8.00)
(6.00)
(4.00)
(2.00)
-
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
14.00
YOY QTQ MTM
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112
2014
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112
2015
1 2 3
2016
-20
-10
0
10
20
30
4 5 6 7
7.14
(1.55)
Pada triwulan III 2016, inflasi bahan makanan diperkirakan mengalami penurunan seiring dengan terjadinya deflasi bulan
Juli terutama disebabkan oleh meningkatnya pasokan komoditas sayur-sayuran, bumbu-bumbuan dan daging ayam ras.
Pada bulan Agustus 2016, bahan makanan juga berpotensi deflasi. Peningkatan harga berpotensi terjadi pada bulan
September seiring dengan pembalikan harga.
3.2.2 Transportasi, Komunikasi dan Jasa KeuanganKomoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan di triwulan II 2016 masih relatif terkendali yang ditunjukkan oleh
deflasi yang sebesar -1,48% (yoy) yang berarti kenaikan harga yang terjadi tidak sebesar posisi harga sektor transportasi
dibanding triwulan II 2015. Deflasi terutama terjadi pada penurunan harga BBM seiring dengan penurunan harga oleh
pemerintah mengikuti penurunan harga minyak dunia. Kenaikan inflasi hanya terjadi pada sarana dan penunjang
transport serta komoditas jasa keuangan. Setelah mengalami deflasi pada bulan April, komoditas transportasi kembali
mengalami inflasi pada bulan Mei dan Juni 2016 seiring dengan adanya even Tour De Flores, hari libur sekolah dan hari raya
Idul Fitri.
YOY QTQ MTM
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2014
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2015
1 2 3
2016
4 5 6 7
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 3. 6. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 3.7. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN PER SUB KELOMPOK KOMODITAS
TRANSPOR, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGANTRANSPOR KOMUNIKASI DAN PENGIRIMAN SARANA DAN PENUNJANG TRANSPOR JASA KEUANGAN
0%
5%
10%
15%
20%
25% TAHUNAN
-5% (5.00)
-
5.00
10.00
15.00
20.00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2014
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2015
1 2 3
2016
4 5 6 7
4.10
1.78
(2.32)
Agustus 2016Agustus 2016
Adanya deflasi di bulan Juli 2016 mampu menurunkan inflasi tahunan NTT. Adanya penurunan harga bahan
makanan setelah mengalami kenaikan cukup tinggi dalam beberapa bulan terakhir mampu menurunkan inflasi tahunan
NTT di bulan Juli menjadi hanya sebesar 3,59% (yoy). Gap inflasi tahunan dengan nasional juga mengecil dengan inflasi
tahunan nasional sebesar 3,21% (yoy). Inflasi tahunan agustus diperkirakan sedikit meningkat dibandingkan inflasi Juli
2016. Walaupun diprediksi masih mengalami deflasi, namun penurunan inflasi diperkirakan tidak sebesar tahun
sebelumnya. Demikian pula dengan inflasi September 2016 yang diperkirakan tidak serendah tahun sebelumnya.
Berdasarkan wilayah, inflasi di wilayah Balinusra secara tahunan pada triwulan II 2016 masih cukup rendah sebesar 3,72%
(yoy). Baik secara tahunan maupun triwulanan, Bali menjadi provinsi dengan Pengendalian inflasi terbaik di wilayah
Balinusra, disusul oleh NTB dan NTT.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
31
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
30
GRAFIK 3.3. PERBANDINGAN INFLASI DI WILAYAH BALINUSRA
Sumber : BPS, diolah
3.03
4.395.01
0.25 0.34
(0.50)
0.50
1.50
2.50
3.50
4.50
5.50
BALI NTB NTT BALI NTB NTT
TAHUNAN TRIWULANAN
GRAFIK 3.2. PERBANDINGAN INFLASI 5 REGIONAL DI INDONESIA
Sumber : BPS, diolah
TAHUNAN TRIWULANAN
-
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
KA
LIM
AN
TAN
SULA
MPU
A
BALI
NU
SRA
JAW
A
SUM
ATE
RA
KA
LIM
AN
TAN
SULA
MPU
A
BALI
NU
SRA
JAW
A
SUM
ATE
RA
4,84
4,053,72
3,133,72
1,28
0,51 0,43 0,40 0,17
1.23
Secara tahunan, Tingginya inflasi pada triwulan II 2016 disebabkan oleh tingginya inflasi komoditas bahan
makanan dan makanan jadi. Tingginya inflasi makanan jadi, minuman dan tembakau lebih disebabkan oleh adanya
kenaikan cukai rokok, kenaikan harga gula pasir secara nasional maupun kenaikan harga makanan jadi seiring dengan
adanya kenaikan harga komoditas bahan makanan. Kenaikan tarif angkutan udara terutama disebabkan oleh adanya
beberapa even nasional dan internasional seperti Harganas dan Tour De Flores, serta libur sekolah dan hari raya Idul Fitri.
Namun demikian, dikarenakan oleh tingginya inflasi pada tahun sebelumnya, membuat inflasi transportasi dan
komunikasi secara tahunan masih mengalami deflasi -1,48% (yoy). Kenaikan harga bahan makanan terutama disebabkan
oleh adanya penurunan pasokan pangan.
3.2. INFLASI BERDASARKAN KELOMPOK KOMODITAS
Tabel 3.2. Inflasi di Provinsi NTT berdasarkan Kelompok Komoditas
KOMODITI
Sumber : BPS diolah
IHK 2016
APR MEI
INFLASI UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA
124,6
122,0
137,6
122,5
122,3
113,9
123,4
127,1
125,4
122,7
139,5
122,1
123,5
114,8
123,4
129,1
JUN
126,1
124,6
140,8
121,9
123,4
114,3
123,3
130,0
125,7
120,1
142,7
122,3
123,7
114,1
123,6
132,3
JUL
YOY
II JUL
5,02
11,03
10,17
2,10
5,73
3,71
3,22
(1,48)
3,59
7,14
10,69
1,88
3,14
2,85
1,30
(2,32)
3.2.1 Bahan MakananInflasi tahunan komoditas bahan makanan pada triwulan II 2016 mengalami kenaikan cukup besar mencapai sebesar
11,03% (yoy) dibanding tahun sebelumnya dan menjadi nilai inflasi bahan makanan terbesar dalam 5 tahun terakhir.
Adanya penurunan pasokan terlebih pada komoditas sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan menjadi penyebab utama
kenaikan harga bahan makanan sepanjang triwulan II 2016. Selain itu, adanya pengurangan DOC dan kenaikan harga
pakan masih menjadi penyebab utama tingginya kenaikan harga daging-daging terutama daging ayam ras.
Sumber : BPS, diolah
PADI-PADIAN, UMBI-UMBIAN DAN HASILNYA
DAGING DAN HASIL-HASILNYA
IKAN SEGAR
IKAN DIAWETKAN
TELUR, SUSU DANHASIL-HASILNYA
SAYUR-SAYURANKACANG - KACANGAN
BUAH - BUAHAN
BUMBU - BUMBUAN
LEMAK DAN MINYAK
BAHAN MAKANAN LAINNYA
YOY
QTQ
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 3.5. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS BAHAN MAKANAN PER SUB KELOMPOK KOMODITAS
GRAFIK 3. 4. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS BAHAN MAKANAN SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN
(3.59)
(8.00)
(6.00)
(4.00)
(2.00)
-
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
14.00
YOY QTQ MTM
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112
2014
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112
2015
1 2 3
2016
-20
-10
0
10
20
30
4 5 6 7
7.14
(1.55)
Pada triwulan III 2016, inflasi bahan makanan diperkirakan mengalami penurunan seiring dengan terjadinya deflasi bulan
Juli terutama disebabkan oleh meningkatnya pasokan komoditas sayur-sayuran, bumbu-bumbuan dan daging ayam ras.
Pada bulan Agustus 2016, bahan makanan juga berpotensi deflasi. Peningkatan harga berpotensi terjadi pada bulan
September seiring dengan pembalikan harga.
3.2.2 Transportasi, Komunikasi dan Jasa KeuanganKomoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan di triwulan II 2016 masih relatif terkendali yang ditunjukkan oleh
deflasi yang sebesar -1,48% (yoy) yang berarti kenaikan harga yang terjadi tidak sebesar posisi harga sektor transportasi
dibanding triwulan II 2015. Deflasi terutama terjadi pada penurunan harga BBM seiring dengan penurunan harga oleh
pemerintah mengikuti penurunan harga minyak dunia. Kenaikan inflasi hanya terjadi pada sarana dan penunjang
transport serta komoditas jasa keuangan. Setelah mengalami deflasi pada bulan April, komoditas transportasi kembali
mengalami inflasi pada bulan Mei dan Juni 2016 seiring dengan adanya even Tour De Flores, hari libur sekolah dan hari raya
Idul Fitri.
YOY QTQ MTM
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2014
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2015
1 2 3
2016
4 5 6 7
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 3. 6. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 3.7. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN PER SUB KELOMPOK KOMODITAS
TRANSPOR, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGANTRANSPOR KOMUNIKASI DAN PENGIRIMAN SARANA DAN PENUNJANG TRANSPOR JASA KEUANGAN
0%
5%
10%
15%
20%
25% TAHUNAN
-5% (5.00)
-
5.00
10.00
15.00
20.00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2014
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2015
1 2 3
2016
4 5 6 7
4.10
1.78
(2.32)
Agustus 2016Agustus 2016
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
33
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
32
Pada bulan Juli 2016, Inflasi kelompok komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan justru mengalami deflasi
sebesar -2,32% (yoy). Walaupun pada bulan Juli 2016 terdapat kenaikan harga tiket angkutan udara seiring dengan
adanya libur sekolah, hari raya Idul Fitri maupun pelaksanaan Hari Keluarga Nasional (Harganas) yang jatuh pada bulan Juli
2016, namun besar kenaikan harga tidak sebesar kenaikan di bulan yang sama tahun sebelumnya, sehingga inflasi
tahunan pada komoditas ini mengalami deflasi. Tarif angkutan udara kembali menurun pada bulan Agustus berdasarkan
pengamatan harga hingga minggu ke-3 dan berpotensi tetap menurun hingga akhir triwulan III 2016 disebabkan oleh
tidak adanya aktivitas even nasional yang berpotensi menimbulkan lonjakan permintaan.
3.2.3 Makanan Jadi, Minuman dan TembakauKelompok komoditas Makanan jadi, Minuman dan Tembakau pada triwulan II 2016 maupun hingga bulan Juli 2016
menjadi satu-satunya komoditas yang secara persisten selalu mengalami inflasi dalam lebih dari 2 tahun terakhir. Inflasi
tahunan pada triwulan II mencapai 10,17% (yoy), tertinggi kedua setelah inflasi bahan makanan. Bahkan pada bulan Juli
2016 inflasi komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau mencapai 10,69% (yoy) dan menjadi kelompok komoditas
dengan inflasi tertinggi di bulan Juli 2016. Kenaikan cukai rokok yang dibebankan tiap bulan mampu menjadi pendorong
utama tingginya inflasi kelompok makanan jadi, minuman dan tembakau. Selain itu, tingginya inflasi bahan makanan dan
masih relatif minimnya persaingan usaha, membuat pedagang juga ikut menaikkan harga makanan jadi yang mereka jual.
Adanya penurunan pasokan gula pasir dalam tiga bulan terakhir juga berdampak pada kenaikan inflasi minuman tidak
beralkohol yang mengalami kenaikan signifikan pada bulan Juni dan Juli 2016. Hingga akhir triwulan III 2016, kenaikan
inflasi akibat kenaikan cukai rokok masih menjadi ancaman inflasi. kelompok minuman tidak beralkohol diperkirakan
deflasi seiring dengan peningkatan pasokan gula mengikuti kondisi panen dan giling tebu di Jawa. Harga makanan jadi
diperkirakan relatif stabil.
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 3.8. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 3.9. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU PER SUB KELOMPOK KOMODITAS
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAUMAKANAN JADI MINUMAN YANG TIDAK BERALKOHOL TEMBAKAU DAN MINUMAN BERALKOHOL
10.69
3.70
1.29 -
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00 YOY
0%
5%
10%
15%
20%
25%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2014
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2015
1 2 3
2016
4 5 6 7
YOY QTQ MTM
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2014
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2015
1 2 3
2016
4 5 6 7
3.2.4 Komoditas LainnyaInflasi pada komoditas lainnya seperti komoditas perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar, komoditas sandang,
kesehatan maupun pendidikan masih relatif stabil. Kenaikan harga di triwulan II 2016 hanya terjadi pada komoditas
sandang terutama disebabkan oleh meningkatnya belanja sandang paska penyaluran gaji ke-13. Demikian pula dengan
peningkatan harga sandang di Bulan Juli yang disebabkan oleh adanya tambahan penghasilan berupa gaji ke-14 bagi PNS.
Inflasi pada komoditas pendidikan relatif stabil walaupun pada bulan Juni dan Juli 2016 terdapat kenaikan kelas dan tahun
ajaran baru pada pendidikan dasar. Inflasi kelompok komoditas kesehatan juga relatif stabil diduga disebabkan oleh
banyaknya masyarakat yang mengikuti program BPJS kesehatan, sehingga biaya kesehatan menjadi cenderung tetap.
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 3. 10. DISAGREGASI INFLASI DAN SUMBANGAN INFLASI TAHUNAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
SUM VFSUM CORE INF VFSUM AP INFLASI (YOY)INF CORE INF AP
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2014
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2015
1 2 3
2016
4 5 6 7
Secara tahunan, komoditas volatile food (11,85%-yoy) masih menjadi penyumbang utama inflasi berdasarkan
disagregasi inflasi, diikuti oleh inflasi pada komoditas inti (core inflation) sebesar 4,05% (yoy) dan 4 5administered price (1,99%-yoy). Terbatasnya pasokan pangan, adanya beberapa even nasional dan internasional
serta kenaikan harga komoditas secara nasional berpengaruh terhadap tingginya inflasi di triwulan II 2016.
3.3. DISAGREGASI INFLASI
Pada bulan Juli 2016, inflasi NTT mengalami penurunan yang cukup besar terutama disebabkan oleh penurunan inflasi
volatile food (7,26%-yoy) yang disebabkan oleh kembali pulihnya pasokan bahan makanan. Hingga akhir triwulan III
2016, inflasi diperkirakan cenderung rendah disebabkan oleh menurunnya inflasi volatile food dan kembali menurunnya
tarif angkutan udara dan gula yang sudah mulai memasuki masa giling di Jawa.
3.3.1 Kelompok Volatile FoodsSecara tahunan (yoy), komoditas Inflasi komoditas yang bergejolak (volatile foods) menjadi penyumbang
utama inflasi provinsi NTT di sepanjang triwulan II 2016. Penurunan pasokan komoditas sayur-sayuran dan
bumbu-bumbuan karena keterbatasan pasokan air serta kenaikan harga pakan dan DOC pada komoditas
daging ayam ras menyebabkan inflasi komoditas volatile food mengalami kenaikan yang cukup besar. Inflasi
tahunan volatile food mencapai 11,85% (yoy) tertinggi dalam 5 tahun terakhir.
Berdasarkan komoditas pendorong inflasi utama, Kenaikan harga daging ayam ras menjadi penyumbang inflasi utama
dikarenakan kenaikan harga pakan dan DOC yang terjadi secara nasional. Beberapa komoditas sayur juga menjadi
penyumbang inflasi utama seperti kol putih, kangkung dan bayam yang disebabkan oleh kurangnya pasokan karena
keterbatasan sumber daya air. Demikian pula dengan komoditas cabe merah dan bawang merah yang juga mengalami
kenaikan karena keterbatasan pasokan di pasar.
Penurunan harga terjadi pada komoditas padi-padian dan ikan segar seiring dengan dengan adanya panen raya di
beberapa daerah di Indonesia maupun meningkatnya hasil tangkapan ikan seiring membaiknya cuaca di triwulan II 2016. Inflasi volatile food pada bulan Juli 2016 mengalami perlambatan seiring dengan terjadinya deflasi pada bulan Juli 2016
sebesar 3,59% (mtm) dibanding bulan sebelumnya. Secara tahunan, inflasi volatile food menjadi berkurang signifikan
menjadi hanya 7,26% (yoy). Meningkatnya pasokan sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan seiring dengan perbaikan cuaca
serta menurunnya harga daging ayam ras menjadi penyebab utama penurunan inflasi volatile food di bulan Juli 2016.
Kondisi ini diperkirakan masih akan berlanjut hingga akhir triwulan III 2016.
Hari Keluarga Nasional (Harganas), hari raya Idul Fitri, libur sekolahTour De Flores, Lomba Selancar di Rote Ndao
4.5.
Agustus 2016Agustus 2016
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
33
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
32
Pada bulan Juli 2016, Inflasi kelompok komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan justru mengalami deflasi
sebesar -2,32% (yoy). Walaupun pada bulan Juli 2016 terdapat kenaikan harga tiket angkutan udara seiring dengan
adanya libur sekolah, hari raya Idul Fitri maupun pelaksanaan Hari Keluarga Nasional (Harganas) yang jatuh pada bulan Juli
2016, namun besar kenaikan harga tidak sebesar kenaikan di bulan yang sama tahun sebelumnya, sehingga inflasi
tahunan pada komoditas ini mengalami deflasi. Tarif angkutan udara kembali menurun pada bulan Agustus berdasarkan
pengamatan harga hingga minggu ke-3 dan berpotensi tetap menurun hingga akhir triwulan III 2016 disebabkan oleh
tidak adanya aktivitas even nasional yang berpotensi menimbulkan lonjakan permintaan.
3.2.3 Makanan Jadi, Minuman dan TembakauKelompok komoditas Makanan jadi, Minuman dan Tembakau pada triwulan II 2016 maupun hingga bulan Juli 2016
menjadi satu-satunya komoditas yang secara persisten selalu mengalami inflasi dalam lebih dari 2 tahun terakhir. Inflasi
tahunan pada triwulan II mencapai 10,17% (yoy), tertinggi kedua setelah inflasi bahan makanan. Bahkan pada bulan Juli
2016 inflasi komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau mencapai 10,69% (yoy) dan menjadi kelompok komoditas
dengan inflasi tertinggi di bulan Juli 2016. Kenaikan cukai rokok yang dibebankan tiap bulan mampu menjadi pendorong
utama tingginya inflasi kelompok makanan jadi, minuman dan tembakau. Selain itu, tingginya inflasi bahan makanan dan
masih relatif minimnya persaingan usaha, membuat pedagang juga ikut menaikkan harga makanan jadi yang mereka jual.
Adanya penurunan pasokan gula pasir dalam tiga bulan terakhir juga berdampak pada kenaikan inflasi minuman tidak
beralkohol yang mengalami kenaikan signifikan pada bulan Juni dan Juli 2016. Hingga akhir triwulan III 2016, kenaikan
inflasi akibat kenaikan cukai rokok masih menjadi ancaman inflasi. kelompok minuman tidak beralkohol diperkirakan
deflasi seiring dengan peningkatan pasokan gula mengikuti kondisi panen dan giling tebu di Jawa. Harga makanan jadi
diperkirakan relatif stabil.
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 3.8. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 3.9. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU PER SUB KELOMPOK KOMODITAS
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAUMAKANAN JADI MINUMAN YANG TIDAK BERALKOHOL TEMBAKAU DAN MINUMAN BERALKOHOL
10.69
3.70
1.29 -
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00 YOY
0%
5%
10%
15%
20%
25%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2014
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2015
1 2 3
2016
4 5 6 7
YOY QTQ MTM
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2014
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2015
1 2 3
2016
4 5 6 7
3.2.4 Komoditas LainnyaInflasi pada komoditas lainnya seperti komoditas perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar, komoditas sandang,
kesehatan maupun pendidikan masih relatif stabil. Kenaikan harga di triwulan II 2016 hanya terjadi pada komoditas
sandang terutama disebabkan oleh meningkatnya belanja sandang paska penyaluran gaji ke-13. Demikian pula dengan
peningkatan harga sandang di Bulan Juli yang disebabkan oleh adanya tambahan penghasilan berupa gaji ke-14 bagi PNS.
Inflasi pada komoditas pendidikan relatif stabil walaupun pada bulan Juni dan Juli 2016 terdapat kenaikan kelas dan tahun
ajaran baru pada pendidikan dasar. Inflasi kelompok komoditas kesehatan juga relatif stabil diduga disebabkan oleh
banyaknya masyarakat yang mengikuti program BPJS kesehatan, sehingga biaya kesehatan menjadi cenderung tetap.
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 3. 10. DISAGREGASI INFLASI DAN SUMBANGAN INFLASI TAHUNAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
SUM VFSUM CORE INF VFSUM AP INFLASI (YOY)INF CORE INF AP
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2014
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2015
1 2 3
2016
4 5 6 7
Secara tahunan, komoditas volatile food (11,85%-yoy) masih menjadi penyumbang utama inflasi berdasarkan
disagregasi inflasi, diikuti oleh inflasi pada komoditas inti (core inflation) sebesar 4,05% (yoy) dan 4 5administered price (1,99%-yoy). Terbatasnya pasokan pangan, adanya beberapa even nasional dan internasional
serta kenaikan harga komoditas secara nasional berpengaruh terhadap tingginya inflasi di triwulan II 2016.
3.3. DISAGREGASI INFLASI
Pada bulan Juli 2016, inflasi NTT mengalami penurunan yang cukup besar terutama disebabkan oleh penurunan inflasi
volatile food (7,26%-yoy) yang disebabkan oleh kembali pulihnya pasokan bahan makanan. Hingga akhir triwulan III
2016, inflasi diperkirakan cenderung rendah disebabkan oleh menurunnya inflasi volatile food dan kembali menurunnya
tarif angkutan udara dan gula yang sudah mulai memasuki masa giling di Jawa.
3.3.1 Kelompok Volatile FoodsSecara tahunan (yoy), komoditas Inflasi komoditas yang bergejolak (volatile foods) menjadi penyumbang
utama inflasi provinsi NTT di sepanjang triwulan II 2016. Penurunan pasokan komoditas sayur-sayuran dan
bumbu-bumbuan karena keterbatasan pasokan air serta kenaikan harga pakan dan DOC pada komoditas
daging ayam ras menyebabkan inflasi komoditas volatile food mengalami kenaikan yang cukup besar. Inflasi
tahunan volatile food mencapai 11,85% (yoy) tertinggi dalam 5 tahun terakhir.
Berdasarkan komoditas pendorong inflasi utama, Kenaikan harga daging ayam ras menjadi penyumbang inflasi utama
dikarenakan kenaikan harga pakan dan DOC yang terjadi secara nasional. Beberapa komoditas sayur juga menjadi
penyumbang inflasi utama seperti kol putih, kangkung dan bayam yang disebabkan oleh kurangnya pasokan karena
keterbatasan sumber daya air. Demikian pula dengan komoditas cabe merah dan bawang merah yang juga mengalami
kenaikan karena keterbatasan pasokan di pasar.
Penurunan harga terjadi pada komoditas padi-padian dan ikan segar seiring dengan dengan adanya panen raya di
beberapa daerah di Indonesia maupun meningkatnya hasil tangkapan ikan seiring membaiknya cuaca di triwulan II 2016. Inflasi volatile food pada bulan Juli 2016 mengalami perlambatan seiring dengan terjadinya deflasi pada bulan Juli 2016
sebesar 3,59% (mtm) dibanding bulan sebelumnya. Secara tahunan, inflasi volatile food menjadi berkurang signifikan
menjadi hanya 7,26% (yoy). Meningkatnya pasokan sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan seiring dengan perbaikan cuaca
serta menurunnya harga daging ayam ras menjadi penyebab utama penurunan inflasi volatile food di bulan Juli 2016.
Kondisi ini diperkirakan masih akan berlanjut hingga akhir triwulan III 2016.
Hari Keluarga Nasional (Harganas), hari raya Idul Fitri, libur sekolahTour De Flores, Lomba Selancar di Rote Ndao
4.5.
Agustus 2016Agustus 2016
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
35
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
34
3.3.2 Kelompok Administered PricesSecara umum, inflasi administered price pada triwulan II 2016 relatif terjaga yang terlihat dari nilai inflasi yang
relatif rendah. Adanya penurunan harga BBM, dan tarif listrik mampu menahan inflasi administered price.
Namun demikian, kenaikan cukai telah mendorong inflasi komoditas tembakau. Secara tahunan, kelompok
administered price mengalami inflasi 1,99% (yoy) dan kenaikan harga tembakau dan minuman beralkohol menjadi
penyebab utama dengan kenaikan mencapai 20,19% (yoy) dibanding tahun sebelumnya dikarenakan oleh kenaikan cukai
tembakau dan bahan baku rokok.
Inflasi Administered price pada bulan Juli 2016 mengalami kenaikan 1,69% (mtm) terutama disebabkan oleh kenaikan
tarif angkutan udara seiring dengan adanya libur sekolah, hari raya Idul Fitri dan hari keluarga nasional yang tahun ini
dipusatkan di Kota Kupang. Pada bulan ini juga terjadi kenaikan tarif listrik pada beberapa golongan tarif dan kenaikan
harga rokok dan tembakau.Inflasi diperkirakan akan kembali menurun di bulan Agustus dan September seiring dengan
tidak adanya aktivitas yang bisa menimbulkan lonjakan permintaan angkutan udara. Kenaikan cukai rokok masih menjadi
ancaman inflasi di triwulan III 2016.
3.3.3 Kelompok Inti (core)Inflasi kelompok inti pada triwulan II 2016 mengalami sedikit penurunan dibanding triwulan sebelumnya.
Inflasi pada triwulan II 2016 sebesar 4,05% (yoy) menurun dibanding inflasi triwulan I 2016 (4,63%-yoy)
terutama disebabkan oleh rendahnya inflasi perumahan, pendidikan dan kesehatan. Kenaikan inflasi terutama
disumbang oleh komoditas makanan jadi dan sandang dengan kenaikan gula pasir menjadi pendorong utama kenaikan
harga pada komoditas minuman tak beralkohol, sedangkan kenaikan makanan jadi terjadi mengikuti kenaikan bahan
makanan yang terjadi. Minimnya persaingan antar penjual makanan jadi juga memudahkan penjual dalam menaikkan
harga apabila dirasa terjadi kenaikan harga bahan makanan untuk menjaga keuntungan mereka. Tekanan inflasi inti
triwulanan III diperkirakan mereda seiring dengan adanya peningkatan produksi gula di Jawa.
Perkiraan inflasi dalam 3 dan 6 bulan ke depan menunjukkan bahwa inflasi dalam 3 bulan ke depan akan cenderung
menurun seiring dengan tidak adanya even nasional. Peningkatan inflasi diperkirakan akan terjadi di akhir tahun seiring
dengan adanya persiapan natal dan tahun baru.
3.4.1 Inflasi Kota KupangSecara tahunan, Kota Kupang mengalami inflasi 5,23% (yoy) dibanding tahun sebelumnya. Kenaikan harga
bahan makanan hingga 12,04% (yoy) dan makanan jadi, minuman dan tembakau sebesar 10,59% (yoy) menjadi
penyebab utama tingginya inflasi di Kota Kupang.
3.4. INFLASI NTT BERDASARKAN KOTA
GRAFIK 3.11. EKSPEKTASI HARGA KONSUMEN 3 DAN 6 BULAN KE DEPAN
Sumber : Bank Indonesia, diolah
(1.50)
(1.00)
(0.50)
-
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
INFLASIEKSPEKTASI HARGA 6 BLN YADEKSPEKTASI HARGA 3 BLN YAD
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2015
1 2 3 4 5 6 7 8 9
2016
10 11 12
140
150
160
170
180
190
200
3.59
3.79
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 3.12. INFLASI TAHUNAN KOTA KUPANG
3.00%
4.00%
5.00%
6.00%
7.00%
8.00%
9.00%
10.00%
KUPANG NTT
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
I II I I I IV2012
II 7
Tabel 3.3. Inflasi di Kota Kupang berdasarkan Kelompok Komoditas
KOMODITI
Sumber : BPS diolah
IHK 2016
APR MEI
INFLASI UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA
125,8
124,6
136,9
123,3
124,1
114,3
120,8
129,3
126,6
125,5
139,0
122,8
125,4
115,3
120,8
131,5
JUN
127,4
127,6
140,5
122,6
125,4
114,6
120,7
132,4
127,0
122,6
142,5
123,0
125,6
114,4
121,0
135,0
JUL
YOY
II JUL
5,23
12,04
10,59
1,76
6,28
3,83
2,76
(1,17)
3,79
8,06
11,30
1,50
3,29
2,83
1,30
(2,06)
Pada bulan Juli 2016, Kota Kupang mengalami deflasi sebesar -0,35% (mtm) dan membuat inflasi tahunan juga
mengalami penurunan menjadi sebesar 3,79% (yoy). Adanya peningkatan pasokan bahan makanan telah
menurunkan harga rata-rata bahan makanan. Inflasi terutama disebabkan oleh kenaikan cukai rokok yang menyebabkan
kenaikan harga komoditas makanan, minuman dan tembakau sebesar 11,30% (yoy). Komoditas transportasi relatif lebih
rendah dibanding tahun sebelumnya yang terlihat dari deflasi transportasi, komunikasi dan jasa keuangan sebesar -2,06%
(yoy). Adanya penambahan frekuensi penerbangan diduga menjadi penyebab penurunan harga secara tahunan. Namun
demikian, kebutuhan angkutan udara dirasakan masih kurang yang terlihat dari fluktuasi harga yang terjadi.
Komoditas lainnya yang mengalami kenaikan antara lain komoditas sandang seiring dengan kenaikan permintaan paska
pemberian gaji ke-13 dan 14 PNS. Harga pendidikan dan kesehatan relatif stabil seiring dengan tidak adanya kenaikan
biaya yang cukup berarti di sektor pendidikan ataupun penggunaan BPJS kesehatan yang sudah mulai meluas. Komoditas
perumahan, air, listrik dan gas sedikit menurun lebih disebabkan oleh adanya penurunan tarif listrik pada beberapa
golongan. Hingga akhir triwulan III 2016, inflasi Kota Kupang diperkirakan justru mengalami penurunan.
3.4.2 Inflasi Kota MaumereSecara tahunan, Kota Maumere mengalami inflasi 3,57% (yoy), tidak terlalu jauh berbeda dengan inflasi
nasional yang sebesar 3,45% (yoy). Di saat Kota Kupang mengalami inflasi karena kenaikan harga bahan makanan,
Kota Maumere justru mengalami deflasi bahan makanan terutama komoditas sayur-sayuran, bumbu-bumbuan dan padi-
padian.
Pada bulan Juli 2016, Kota Maumere kembali mengalami deflasi sehingga nilai inflasi tahunan menjadi hanya 2,16% lebih
rendah dibanding inflasi nasional yang sebesar 3,21% (yoy) atau inflasi NTT yang mencapai 3,79% (yoy).
Tabel 3.4. Inflasi di Kota Maumere berdasarkan Kelompok Komoditas
KOMODITI
Sumber : BPS diolah
IHK 2016
APR MEI
INFLASI UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA
117,2
104,9
141,8
117,5
110,6
111,8
140,5
112,7
117,2
104,2
142,6
117,5
110,8
111,8
140,5
113,5
JUN
117,5
104,6
143,3
117,6
110,9
112,4
140,5
114,1
117,4
103,7
143,9
117,8
111,0
112,6
140,5
114,7
JUL
YOY
II JUL
3,57
3,50
7,56
4,46
1,82
2,87
5,92
(3,77)
2,16
0,53
6,89
4,54
2,02
3,00
1,33
(4,26)Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 3.13. INFLASI TAHUNAN KOTA MAUMERE
MAUMERE NTT
2.00%
3.00%
4.00%
5.00%
6.00%
7.00%
8.00%
9.00%
I I I I I I IV
2013 2014
I II I I I IV
2015
I II I I I IV I
2016
I II I I I IV
2012
II 7
2.16
3.59
5.02
5.23
3.57
5.02
Agustus 2016Agustus 2016
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
35
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
34
3.3.2 Kelompok Administered PricesSecara umum, inflasi administered price pada triwulan II 2016 relatif terjaga yang terlihat dari nilai inflasi yang
relatif rendah. Adanya penurunan harga BBM, dan tarif listrik mampu menahan inflasi administered price.
Namun demikian, kenaikan cukai telah mendorong inflasi komoditas tembakau. Secara tahunan, kelompok
administered price mengalami inflasi 1,99% (yoy) dan kenaikan harga tembakau dan minuman beralkohol menjadi
penyebab utama dengan kenaikan mencapai 20,19% (yoy) dibanding tahun sebelumnya dikarenakan oleh kenaikan cukai
tembakau dan bahan baku rokok.
Inflasi Administered price pada bulan Juli 2016 mengalami kenaikan 1,69% (mtm) terutama disebabkan oleh kenaikan
tarif angkutan udara seiring dengan adanya libur sekolah, hari raya Idul Fitri dan hari keluarga nasional yang tahun ini
dipusatkan di Kota Kupang. Pada bulan ini juga terjadi kenaikan tarif listrik pada beberapa golongan tarif dan kenaikan
harga rokok dan tembakau.Inflasi diperkirakan akan kembali menurun di bulan Agustus dan September seiring dengan
tidak adanya aktivitas yang bisa menimbulkan lonjakan permintaan angkutan udara. Kenaikan cukai rokok masih menjadi
ancaman inflasi di triwulan III 2016.
3.3.3 Kelompok Inti (core)Inflasi kelompok inti pada triwulan II 2016 mengalami sedikit penurunan dibanding triwulan sebelumnya.
Inflasi pada triwulan II 2016 sebesar 4,05% (yoy) menurun dibanding inflasi triwulan I 2016 (4,63%-yoy)
terutama disebabkan oleh rendahnya inflasi perumahan, pendidikan dan kesehatan. Kenaikan inflasi terutama
disumbang oleh komoditas makanan jadi dan sandang dengan kenaikan gula pasir menjadi pendorong utama kenaikan
harga pada komoditas minuman tak beralkohol, sedangkan kenaikan makanan jadi terjadi mengikuti kenaikan bahan
makanan yang terjadi. Minimnya persaingan antar penjual makanan jadi juga memudahkan penjual dalam menaikkan
harga apabila dirasa terjadi kenaikan harga bahan makanan untuk menjaga keuntungan mereka. Tekanan inflasi inti
triwulanan III diperkirakan mereda seiring dengan adanya peningkatan produksi gula di Jawa.
Perkiraan inflasi dalam 3 dan 6 bulan ke depan menunjukkan bahwa inflasi dalam 3 bulan ke depan akan cenderung
menurun seiring dengan tidak adanya even nasional. Peningkatan inflasi diperkirakan akan terjadi di akhir tahun seiring
dengan adanya persiapan natal dan tahun baru.
3.4.1 Inflasi Kota KupangSecara tahunan, Kota Kupang mengalami inflasi 5,23% (yoy) dibanding tahun sebelumnya. Kenaikan harga
bahan makanan hingga 12,04% (yoy) dan makanan jadi, minuman dan tembakau sebesar 10,59% (yoy) menjadi
penyebab utama tingginya inflasi di Kota Kupang.
3.4. INFLASI NTT BERDASARKAN KOTA
GRAFIK 3.11. EKSPEKTASI HARGA KONSUMEN 3 DAN 6 BULAN KE DEPAN
Sumber : Bank Indonesia, diolah
(1.50)
(1.00)
(0.50)
-
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
INFLASIEKSPEKTASI HARGA 6 BLN YADEKSPEKTASI HARGA 3 BLN YAD
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2015
1 2 3 4 5 6 7 8 9
2016
10 11 12
140
150
160
170
180
190
200
3.59
3.79
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 3.12. INFLASI TAHUNAN KOTA KUPANG
3.00%
4.00%
5.00%
6.00%
7.00%
8.00%
9.00%
10.00%
KUPANG NTT
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
I II I I I IV2012
II 7
Tabel 3.3. Inflasi di Kota Kupang berdasarkan Kelompok Komoditas
KOMODITI
Sumber : BPS diolah
IHK 2016
APR MEI
INFLASI UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA
125,8
124,6
136,9
123,3
124,1
114,3
120,8
129,3
126,6
125,5
139,0
122,8
125,4
115,3
120,8
131,5
JUN
127,4
127,6
140,5
122,6
125,4
114,6
120,7
132,4
127,0
122,6
142,5
123,0
125,6
114,4
121,0
135,0
JUL
YOY
II JUL
5,23
12,04
10,59
1,76
6,28
3,83
2,76
(1,17)
3,79
8,06
11,30
1,50
3,29
2,83
1,30
(2,06)
Pada bulan Juli 2016, Kota Kupang mengalami deflasi sebesar -0,35% (mtm) dan membuat inflasi tahunan juga
mengalami penurunan menjadi sebesar 3,79% (yoy). Adanya peningkatan pasokan bahan makanan telah
menurunkan harga rata-rata bahan makanan. Inflasi terutama disebabkan oleh kenaikan cukai rokok yang menyebabkan
kenaikan harga komoditas makanan, minuman dan tembakau sebesar 11,30% (yoy). Komoditas transportasi relatif lebih
rendah dibanding tahun sebelumnya yang terlihat dari deflasi transportasi, komunikasi dan jasa keuangan sebesar -2,06%
(yoy). Adanya penambahan frekuensi penerbangan diduga menjadi penyebab penurunan harga secara tahunan. Namun
demikian, kebutuhan angkutan udara dirasakan masih kurang yang terlihat dari fluktuasi harga yang terjadi.
Komoditas lainnya yang mengalami kenaikan antara lain komoditas sandang seiring dengan kenaikan permintaan paska
pemberian gaji ke-13 dan 14 PNS. Harga pendidikan dan kesehatan relatif stabil seiring dengan tidak adanya kenaikan
biaya yang cukup berarti di sektor pendidikan ataupun penggunaan BPJS kesehatan yang sudah mulai meluas. Komoditas
perumahan, air, listrik dan gas sedikit menurun lebih disebabkan oleh adanya penurunan tarif listrik pada beberapa
golongan. Hingga akhir triwulan III 2016, inflasi Kota Kupang diperkirakan justru mengalami penurunan.
3.4.2 Inflasi Kota MaumereSecara tahunan, Kota Maumere mengalami inflasi 3,57% (yoy), tidak terlalu jauh berbeda dengan inflasi
nasional yang sebesar 3,45% (yoy). Di saat Kota Kupang mengalami inflasi karena kenaikan harga bahan makanan,
Kota Maumere justru mengalami deflasi bahan makanan terutama komoditas sayur-sayuran, bumbu-bumbuan dan padi-
padian.
Pada bulan Juli 2016, Kota Maumere kembali mengalami deflasi sehingga nilai inflasi tahunan menjadi hanya 2,16% lebih
rendah dibanding inflasi nasional yang sebesar 3,21% (yoy) atau inflasi NTT yang mencapai 3,79% (yoy).
Tabel 3.4. Inflasi di Kota Maumere berdasarkan Kelompok Komoditas
KOMODITI
Sumber : BPS diolah
IHK 2016
APR MEI
INFLASI UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA
117,2
104,9
141,8
117,5
110,6
111,8
140,5
112,7
117,2
104,2
142,6
117,5
110,8
111,8
140,5
113,5
JUN
117,5
104,6
143,3
117,6
110,9
112,4
140,5
114,1
117,4
103,7
143,9
117,8
111,0
112,6
140,5
114,7
JUL
YOY
II JUL
3,57
3,50
7,56
4,46
1,82
2,87
5,92
(3,77)
2,16
0,53
6,89
4,54
2,02
3,00
1,33
(4,26)Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 3.13. INFLASI TAHUNAN KOTA MAUMERE
MAUMERE NTT
2.00%
3.00%
4.00%
5.00%
6.00%
7.00%
8.00%
9.00%
I I I I I I IV
2013 2014
I II I I I IV
2015
I II I I I IV I
2016
I II I I I IV
2012
II 7
2.16
3.59
5.02
5.23
3.57
5.02
Agustus 2016Agustus 2016
Selama triwulan II 2016, TPID provinsi NTT setidaknya telah menyelenggarakan 2 kali rapat teknis, 2 kali rapat
koordinasi untuk Pulau Timor dan Flores, 1 kali HLM, 1 kali inspeksi bersama SKPD, Operasi pasar dan 1 kali
press conference. Pada bulan Juli, Kabupaten Malaka telah memiliki TPID, sehingga saat ini Provinsi NTT
memiliki 23 TPID yang terdiri dari 1 provinsi dan seluruh kabupaten/kota di NTT. Adapun beberapa permasalahan
struktural yang berhasil digali antara lain : 1). Adanya potensi gagal tanam dan kerawanan pangan di NTT, 2). Masih
ditemukan pengiriman beras ke luar NTT, 3). Terdapat potensi kekurangan pasokan angkutan udara, 4). Potensi tekanan
inflasi dari realisasi gaji ke-13 dan 14, libur sekolah, hari raya Idul Fitri dan Harganas, 5). Adanya La Nina berpotensi
melakukan penanaman di luar musim untuk mengurangi potensi kerawanan pangan yang ada.
Beberapa langkah aksi yang direncanakan untuk dilakukan antara lain : 1). BULOG mengambil beras dari Jawa Timur untuk
menanggulangi kerawanan pangan, 2). Dilakukan operasi pasar dan sidak dalam menanggulangi inflasi hari raya, 3). PT.
Pelindo melakukan prioritas bongkar kepada komoditas bahan pangan selama hari raya, 4). BKP telah membuat rumah
pangan untuk menampung hasil panen petani, 5). Pertamina akan menambah depot pertamina di Kalabahi, Atapupu,
Ende dan Reo, 6). Operasional stasiun pengisian LPG dilakukan di bulan September, 7). Terkait kekurangan frekuensi
angkutan udara, Angkasa Pura akan menambah apron untuk 2 pesawat, mengusulkan penambahan frekuensi pada even-
even nasional/ tertentu, dan mohon pertimbangan untuk penurunan batas tarif atas, 8). Seluruh SKPD diminta untuk
membuat laporan inflasi bulanan dan dilaporkan di tiap rapat teknis, 9). Pembahasan Road Map TPID dilakukan dalam
format FGD oleh panitia khusus.
3.5. AKTIVITAS PENGENDALIAN INFLASI OLEH TPID
GAMBAR 3.1. KEGIATAN TPID PROVINSI NTT TRIWULAN II 2016 DAN SEBARAN PEMBENTUKAN TPID
Sumber : Sekretariat TPID, diolah
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
36
Komoditas bahan makanan menjadi penyumbang utama deflasi triwulanan Kota Maumere di Triwulan II 2016. Turunnya
harga komoditas sayur-sayuran, bumbu-bumbuan, padi-padian dan ikan segar berdampak pada rendahnya inflasi di Kota
Maumere. Hal ini menunjukkan pula bahwa tidak terjadi permasalahan pasokan karena permasalahan iklim sebagaimana
terjadi di Kota Kupang. Kelompok komoditas perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar juga mengalami deflasi terutama
disebabkan oleh turunnya tarif listrik dan harga bahan bangunan. Di sisi lain, makanan jadi, minuman dan tembakau masih
menjadi penyebab utama inflasi dikarenakan oleh kenaikan gula pasir dan cukai rokok.
Pada bulan Juli 2016, Kota Maumere kembali mengalami deflasi terutama disebabkan oleh kembali menurunnya harga
bahan makanan terutama sayur-sayuran dan buah-buahan. Harga makanan jadi, minuman dan tembakau mengalami
kenaikan karena kenaikan gula pasir dan cukai rokok dan kenaikan tarif angkutan udara seiring dengan adanya libur
sekolah dan hari raya Idul Fitri.
Angkutan udara saat ini menjadi alat transportasi utama di Provinsi NTT. Dengan kondisi geografis wilayah yang
merupakan provinsi kepulauan, maka angkutan utama untuk menghubungkan antar wilayah yang dipisahkan oleh lautan
hanyalah menggunakan pesawat maupun kapal laut. Dengan keunggulan waktu tempuh yang pendek, angkutan udara
saat ini cenderung menjadi pilihan utama penduduk maupun wisatawan untuk bepergian ke daerah lain di NTT. Pada
tahun 2016, sebagaimana disampaikan GM Angkasa Pura 1, jumlah frekuesi angkutan udara di Bandara El Tari meningkat
signifikan dari 25 frekuensi per hari di tahun 2015 menjadi 37 frekuensi per hari di tahun 2016. Total penerbangan
komersial saat ini mencapai lebih dari 26 ribu penerbangan per tahun dengan total kapasitas lebih dari 1,7 juta
penumpang, jauh lebih besar dibanding kondisi 2014 yang mampu mengangkut 1,1 juta penumpang dan 22 ribu
penerbangan setahun.
Berdasarkan bobot nilai konsumsi dalam inflasi, saat ini, bobot konsumsi angkutan udara sudah menjadi komoditas
dengan konsumsi terbesar ke-2 setelah beras. Pada survei biaya hidup BPS pada tahun 2012, bobot angkutan udara masih
menempati posisi 7 konsumsi terbesar di NTT setelah beras, bensin, tukang bukan mandor, angkutan dalam kota, semen,
dan akademi/ perguruan tinggi. Tingginya permintaan angkutan udara mendorong harga angkutan udara mengalami
peningkatan yang cukup besar. PT Angkasa Pura dan UPT angkutan udara sebenarnya sudah berusaha keras untuk selalu
meningkatkan penerbangan di NTT yang terlihat dari penambahan frekuensi yang relatif banyak terlebih di tahun 2015-
2016, namun demikian dikarenakan semakin besarnya permintaan angkutan udara, membuat penambahan angkutan
yang ada cenderung tidak bisa mengimbangi permintaan penerbangan, terlebih pada saat hari raya ataupun pada even-
even nasional yang diadakan di NTT.
Kondisi Angkutan Udara di NTTdan Permasalahannya 03
Tabel Boks 3.1. Sumbangan Inflasi Angkutan Udara terhadap Inflasi di NTT
Sumber : BPS, diolah
Grafik Boks 3.1. Volatilitas Inflasi Angkutan Udara Bulanan
Sumber : BPS, diolah
Berdasarkan pola inflasi angkutan udara dalam 6 tahun terakhir, terlihat bahwa inflasi akan cenderung melambat di awal
tahun dan berangsur meningkat dengan puncak inflasi pada pertengahan tahun seiring dengan datangnya libur sekolah
dan hari raya Idul Fitri. Inflasi akan cenderung turun setelah libur sekolah dan hari raya Idul Fitri yang ditunjukkan oleh
kecenderungan deflasi pada waktu tersebut dan kembali meningkat pada akhir tahun seiring tingginya permintaan pada
saat libur natal dan tahun baru.
Dengan terbatasnya kapasitas angkut penumpang di Bandara El Tari yang lebih kurang saat ini hanya sebesar 3.600 orang
per hari, maka setiap kali libur sekolah, penduduk NTT yang bepergian ke luar NTT akan cenderung meningkat signifikan.
Apalagi ketika berbarengan dengan momen hari raya Idul Fitri, maka jumlah penumpang akan meningkat sangat
signifikan. Dengan mayoritas pedagang dan pekerja proyek masih banyak menggunakan tenaga kerja dari Jawa, maka
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
37Agustus 2016Agustus 2016
Selama triwulan II 2016, TPID provinsi NTT setidaknya telah menyelenggarakan 2 kali rapat teknis, 2 kali rapat
koordinasi untuk Pulau Timor dan Flores, 1 kali HLM, 1 kali inspeksi bersama SKPD, Operasi pasar dan 1 kali
press conference. Pada bulan Juli, Kabupaten Malaka telah memiliki TPID, sehingga saat ini Provinsi NTT
memiliki 23 TPID yang terdiri dari 1 provinsi dan seluruh kabupaten/kota di NTT. Adapun beberapa permasalahan
struktural yang berhasil digali antara lain : 1). Adanya potensi gagal tanam dan kerawanan pangan di NTT, 2). Masih
ditemukan pengiriman beras ke luar NTT, 3). Terdapat potensi kekurangan pasokan angkutan udara, 4). Potensi tekanan
inflasi dari realisasi gaji ke-13 dan 14, libur sekolah, hari raya Idul Fitri dan Harganas, 5). Adanya La Nina berpotensi
melakukan penanaman di luar musim untuk mengurangi potensi kerawanan pangan yang ada.
Beberapa langkah aksi yang direncanakan untuk dilakukan antara lain : 1). BULOG mengambil beras dari Jawa Timur untuk
menanggulangi kerawanan pangan, 2). Dilakukan operasi pasar dan sidak dalam menanggulangi inflasi hari raya, 3). PT.
Pelindo melakukan prioritas bongkar kepada komoditas bahan pangan selama hari raya, 4). BKP telah membuat rumah
pangan untuk menampung hasil panen petani, 5). Pertamina akan menambah depot pertamina di Kalabahi, Atapupu,
Ende dan Reo, 6). Operasional stasiun pengisian LPG dilakukan di bulan September, 7). Terkait kekurangan frekuensi
angkutan udara, Angkasa Pura akan menambah apron untuk 2 pesawat, mengusulkan penambahan frekuensi pada even-
even nasional/ tertentu, dan mohon pertimbangan untuk penurunan batas tarif atas, 8). Seluruh SKPD diminta untuk
membuat laporan inflasi bulanan dan dilaporkan di tiap rapat teknis, 9). Pembahasan Road Map TPID dilakukan dalam
format FGD oleh panitia khusus.
3.5. AKTIVITAS PENGENDALIAN INFLASI OLEH TPID
GAMBAR 3.1. KEGIATAN TPID PROVINSI NTT TRIWULAN II 2016 DAN SEBARAN PEMBENTUKAN TPID
Sumber : Sekretariat TPID, diolah
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
36
Komoditas bahan makanan menjadi penyumbang utama deflasi triwulanan Kota Maumere di Triwulan II 2016. Turunnya
harga komoditas sayur-sayuran, bumbu-bumbuan, padi-padian dan ikan segar berdampak pada rendahnya inflasi di Kota
Maumere. Hal ini menunjukkan pula bahwa tidak terjadi permasalahan pasokan karena permasalahan iklim sebagaimana
terjadi di Kota Kupang. Kelompok komoditas perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar juga mengalami deflasi terutama
disebabkan oleh turunnya tarif listrik dan harga bahan bangunan. Di sisi lain, makanan jadi, minuman dan tembakau masih
menjadi penyebab utama inflasi dikarenakan oleh kenaikan gula pasir dan cukai rokok.
Pada bulan Juli 2016, Kota Maumere kembali mengalami deflasi terutama disebabkan oleh kembali menurunnya harga
bahan makanan terutama sayur-sayuran dan buah-buahan. Harga makanan jadi, minuman dan tembakau mengalami
kenaikan karena kenaikan gula pasir dan cukai rokok dan kenaikan tarif angkutan udara seiring dengan adanya libur
sekolah dan hari raya Idul Fitri.
Angkutan udara saat ini menjadi alat transportasi utama di Provinsi NTT. Dengan kondisi geografis wilayah yang
merupakan provinsi kepulauan, maka angkutan utama untuk menghubungkan antar wilayah yang dipisahkan oleh lautan
hanyalah menggunakan pesawat maupun kapal laut. Dengan keunggulan waktu tempuh yang pendek, angkutan udara
saat ini cenderung menjadi pilihan utama penduduk maupun wisatawan untuk bepergian ke daerah lain di NTT. Pada
tahun 2016, sebagaimana disampaikan GM Angkasa Pura 1, jumlah frekuesi angkutan udara di Bandara El Tari meningkat
signifikan dari 25 frekuensi per hari di tahun 2015 menjadi 37 frekuensi per hari di tahun 2016. Total penerbangan
komersial saat ini mencapai lebih dari 26 ribu penerbangan per tahun dengan total kapasitas lebih dari 1,7 juta
penumpang, jauh lebih besar dibanding kondisi 2014 yang mampu mengangkut 1,1 juta penumpang dan 22 ribu
penerbangan setahun.
Berdasarkan bobot nilai konsumsi dalam inflasi, saat ini, bobot konsumsi angkutan udara sudah menjadi komoditas
dengan konsumsi terbesar ke-2 setelah beras. Pada survei biaya hidup BPS pada tahun 2012, bobot angkutan udara masih
menempati posisi 7 konsumsi terbesar di NTT setelah beras, bensin, tukang bukan mandor, angkutan dalam kota, semen,
dan akademi/ perguruan tinggi. Tingginya permintaan angkutan udara mendorong harga angkutan udara mengalami
peningkatan yang cukup besar. PT Angkasa Pura dan UPT angkutan udara sebenarnya sudah berusaha keras untuk selalu
meningkatkan penerbangan di NTT yang terlihat dari penambahan frekuensi yang relatif banyak terlebih di tahun 2015-
2016, namun demikian dikarenakan semakin besarnya permintaan angkutan udara, membuat penambahan angkutan
yang ada cenderung tidak bisa mengimbangi permintaan penerbangan, terlebih pada saat hari raya ataupun pada even-
even nasional yang diadakan di NTT.
Kondisi Angkutan Udara di NTTdan Permasalahannya 03
Tabel Boks 3.1. Sumbangan Inflasi Angkutan Udara terhadap Inflasi di NTT
Sumber : BPS, diolah
Grafik Boks 3.1. Volatilitas Inflasi Angkutan Udara Bulanan
Sumber : BPS, diolah
Berdasarkan pola inflasi angkutan udara dalam 6 tahun terakhir, terlihat bahwa inflasi akan cenderung melambat di awal
tahun dan berangsur meningkat dengan puncak inflasi pada pertengahan tahun seiring dengan datangnya libur sekolah
dan hari raya Idul Fitri. Inflasi akan cenderung turun setelah libur sekolah dan hari raya Idul Fitri yang ditunjukkan oleh
kecenderungan deflasi pada waktu tersebut dan kembali meningkat pada akhir tahun seiring tingginya permintaan pada
saat libur natal dan tahun baru.
Dengan terbatasnya kapasitas angkut penumpang di Bandara El Tari yang lebih kurang saat ini hanya sebesar 3.600 orang
per hari, maka setiap kali libur sekolah, penduduk NTT yang bepergian ke luar NTT akan cenderung meningkat signifikan.
Apalagi ketika berbarengan dengan momen hari raya Idul Fitri, maka jumlah penumpang akan meningkat sangat
signifikan. Dengan mayoritas pedagang dan pekerja proyek masih banyak menggunakan tenaga kerja dari Jawa, maka
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
37Agustus 2016Agustus 2016
dengan adanya momen hari raya, sebagian besar pekerja dari Jawa akan cenderung pulang kampung dan membuat
permintaan angkutan udara meningkat signifikan. Berdasarkan pemantauan, Kondisi tiket akan cenderung habis pada 1
minggu sebelum dan sesudah lebaran. Bahkan, pada tahun ini, kondisi tiket balik ke NTT habis hingga 2 minggu setelah
lebaran dikarenakan berbarengan dengan pelaksanaan kegiatan nasional yang diselenggarakan di Kota Kupang. Harga
tiket juga mengalami kenaikan hingga lebih dari dua kali lipat dikarenakan adanya kenaikan permintaan yang luar biasa.
Berdasarkan pergerakan harga, Tarif angkutan udara saat ini juga semakin berfluktuasi yang terlihat dari besar sumbangan
tarif angkutan udara dalam menyumbang inflasi di NTT. Dalam 6 tahun terakhir, tarif angkutan udara setidaknya
menyumbang hingga 8-9 bulan sebagai komoditas utama penyumbang inflasi di NTT. Bahkan pada tahun 2015, tarif
angkutan udara dalam 12 bulan mampu menjadi penyumbang utama inflasi di NTT dengan dua kali penyumbang deflasi
utama dan lima kali penyumbang inflasi utama. Pada tahun 2016, dari 7 bulan yang sudah dilalui, angkutan udara mampu
menyumbang 6 kali sebagai komoditas penyumbang inflasi dan deflasi utama. Hal ini menunjukkan fluktuasi kenaikan
dan penurunan tarif angkutan udara yang semakin besar dari tahun ke tahun.
PT Angkasa Pura sudah melakukan berbagai macam usaha untuk meningkatkan frekuensi angkutan udara yang terlihat
dari penambahan frekuensi yang cukup banyak, penambahan waktu kerja hingga pukul 22.00 WITA maupun perbaikan
kualitas layanan dan kapasitas terminal. Dalam kondisi normal, kapasitas angkut masih memenuhi, namun pada kondisi
khusus seperti libur sekolah dan hari raya Idul Fitri dan Natal serta adanya even-even nasional dan Internasional seperti
Harganas, HKSN, Natal nasional bersama, Tour De Flores, terlihat bahwa kapasitas angkutan udara tidak memenuhi.
Gambar Boks 3.1. Peta Konektivitas Angkutan Udara di NTT
Kurangnya daya tampung tersebut selain karena tingginya permintaan angkutan udara, Bandara El Tari juga berfungsi
sebagai hub penerbangan ke 13 bandara lainnya di NTT selain juga bandara Ngurah Rai Bali. Saat ini terdapat 3 daerah
utama tujuan penerbangan ke luar NTT yaitu Surabaya, Bali dan Jakarta, serta 1 kali penerbangan ke Makasar. Dari total 37
frekuensi penerbangan yang ada di El Tari Kupang, total kapasitas angkut ke luar NTT hanya sekitar 2.600 orang per hari.
Kondisi ini menjelaskan mengapa pada saat harganas bulan Juli 2016 lalu tiket relatif sulit didapat. Dengan estimasi
peserta mencapai 15 ribu orang, maka diperlukan waktu 1 minggu untuk bisa pulang pergi. Tentunya tidak semua
menggunakan angkutan udara terlebih peserta yang berasal dari NTT.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
38
Sumber : Wego, traveloka, diolah
Rendahnya kapasitas angkut penumpang juga berpotensi adanya permainan harga dengan membooking terlebih dahulu
tiket dikarenakan tingginya permintaan. Hal ini memacu harga meningkat lebih cepat. Adanya keterbatasan daya
tampung pesawat di Bandara El Tari juga sedang dibenahi berupa peningkatan apron untuk dua buah pesawat maupun
peningkatan kapasitas terminal. Namun demikian, hal ini tentunya membutuhkan waktu untuk penyelesaiannya.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, sekiranya diperlukan beberapa langkah konkrit untuk mengatasi permasalahan
khusus yang terjadi di NTT. Penambahan frekuensi angkutan udara pada saat tertentu sekiranya dapat menjadi alternatif
yang paling memungkinkan untuk dilakukan, sebagaimana juga dilakukan oleh organisasi pemuda yang beberapa bulan
lalu mengadakan rakornas di Maumere. Berdasarkan pergerakan pesawat di El Tari, terlihat bahwa rata-rata
keberangkatan dan kedatangan pesawat masih dalam rentang 10 menit lebih per pergerakan dengan konsentrasi
penerbangan pada pagi dan siang hari, sehingga penambahan frekuensi masih memungkinkan. Tinggal menyesuaikan
dengan waktu senggang di bandara tujuan. Penggunaan pesawat yang lebih besar sekiranya juga menjadi alternatif
seperti yang sudah dilakukan oleh salah satu maskapai, selain penambahan apron dan terminal yang sedang dikerjakan
oleh PT Angkasa Pura 1. Dalam menarik industri penerbangan untuk menambah frekuensi penerbangan salah satunya
adalah dengan menggiatkan industri pariwisata di NTT. Dengan peningkatan pariwisata, pertumbuhan generik angkutan
udara dapat diakselerasi berkat tingginya jumlah wisatawan yang ingin berkunjung ke NTT.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
39Agustus 2016Agustus 2016
dengan adanya momen hari raya, sebagian besar pekerja dari Jawa akan cenderung pulang kampung dan membuat
permintaan angkutan udara meningkat signifikan. Berdasarkan pemantauan, Kondisi tiket akan cenderung habis pada 1
minggu sebelum dan sesudah lebaran. Bahkan, pada tahun ini, kondisi tiket balik ke NTT habis hingga 2 minggu setelah
lebaran dikarenakan berbarengan dengan pelaksanaan kegiatan nasional yang diselenggarakan di Kota Kupang. Harga
tiket juga mengalami kenaikan hingga lebih dari dua kali lipat dikarenakan adanya kenaikan permintaan yang luar biasa.
Berdasarkan pergerakan harga, Tarif angkutan udara saat ini juga semakin berfluktuasi yang terlihat dari besar sumbangan
tarif angkutan udara dalam menyumbang inflasi di NTT. Dalam 6 tahun terakhir, tarif angkutan udara setidaknya
menyumbang hingga 8-9 bulan sebagai komoditas utama penyumbang inflasi di NTT. Bahkan pada tahun 2015, tarif
angkutan udara dalam 12 bulan mampu menjadi penyumbang utama inflasi di NTT dengan dua kali penyumbang deflasi
utama dan lima kali penyumbang inflasi utama. Pada tahun 2016, dari 7 bulan yang sudah dilalui, angkutan udara mampu
menyumbang 6 kali sebagai komoditas penyumbang inflasi dan deflasi utama. Hal ini menunjukkan fluktuasi kenaikan
dan penurunan tarif angkutan udara yang semakin besar dari tahun ke tahun.
PT Angkasa Pura sudah melakukan berbagai macam usaha untuk meningkatkan frekuensi angkutan udara yang terlihat
dari penambahan frekuensi yang cukup banyak, penambahan waktu kerja hingga pukul 22.00 WITA maupun perbaikan
kualitas layanan dan kapasitas terminal. Dalam kondisi normal, kapasitas angkut masih memenuhi, namun pada kondisi
khusus seperti libur sekolah dan hari raya Idul Fitri dan Natal serta adanya even-even nasional dan Internasional seperti
Harganas, HKSN, Natal nasional bersama, Tour De Flores, terlihat bahwa kapasitas angkutan udara tidak memenuhi.
Gambar Boks 3.1. Peta Konektivitas Angkutan Udara di NTT
Kurangnya daya tampung tersebut selain karena tingginya permintaan angkutan udara, Bandara El Tari juga berfungsi
sebagai hub penerbangan ke 13 bandara lainnya di NTT selain juga bandara Ngurah Rai Bali. Saat ini terdapat 3 daerah
utama tujuan penerbangan ke luar NTT yaitu Surabaya, Bali dan Jakarta, serta 1 kali penerbangan ke Makasar. Dari total 37
frekuensi penerbangan yang ada di El Tari Kupang, total kapasitas angkut ke luar NTT hanya sekitar 2.600 orang per hari.
Kondisi ini menjelaskan mengapa pada saat harganas bulan Juli 2016 lalu tiket relatif sulit didapat. Dengan estimasi
peserta mencapai 15 ribu orang, maka diperlukan waktu 1 minggu untuk bisa pulang pergi. Tentunya tidak semua
menggunakan angkutan udara terlebih peserta yang berasal dari NTT.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
38
Sumber : Wego, traveloka, diolah
Rendahnya kapasitas angkut penumpang juga berpotensi adanya permainan harga dengan membooking terlebih dahulu
tiket dikarenakan tingginya permintaan. Hal ini memacu harga meningkat lebih cepat. Adanya keterbatasan daya
tampung pesawat di Bandara El Tari juga sedang dibenahi berupa peningkatan apron untuk dua buah pesawat maupun
peningkatan kapasitas terminal. Namun demikian, hal ini tentunya membutuhkan waktu untuk penyelesaiannya.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, sekiranya diperlukan beberapa langkah konkrit untuk mengatasi permasalahan
khusus yang terjadi di NTT. Penambahan frekuensi angkutan udara pada saat tertentu sekiranya dapat menjadi alternatif
yang paling memungkinkan untuk dilakukan, sebagaimana juga dilakukan oleh organisasi pemuda yang beberapa bulan
lalu mengadakan rakornas di Maumere. Berdasarkan pergerakan pesawat di El Tari, terlihat bahwa rata-rata
keberangkatan dan kedatangan pesawat masih dalam rentang 10 menit lebih per pergerakan dengan konsentrasi
penerbangan pada pagi dan siang hari, sehingga penambahan frekuensi masih memungkinkan. Tinggal menyesuaikan
dengan waktu senggang di bandara tujuan. Penggunaan pesawat yang lebih besar sekiranya juga menjadi alternatif
seperti yang sudah dilakukan oleh salah satu maskapai, selain penambahan apron dan terminal yang sedang dikerjakan
oleh PT Angkasa Pura 1. Dalam menarik industri penerbangan untuk menambah frekuensi penerbangan salah satunya
adalah dengan menggiatkan industri pariwisata di NTT. Dengan peningkatan pariwisata, pertumbuhan generik angkutan
udara dapat diakselerasi berkat tingginya jumlah wisatawan yang ingin berkunjung ke NTT.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
39Agustus 2016Agustus 2016
Stabilitas Sistem Keuangan Daerah Provinsi NTT di triwulan II 2016 tetap terjaga didukung oleh kinerja sektor
rumah tangga dan UMKM yang relatif kondusif
Kredit sektor rumah tangga tumbuh sebesar 13,45% (yoy) dan secara agregat memiliki rasio NPL sebesar
0,50%.
Meski sempat mengalami perlambatan di awal tahun 2015, kredit UMKM mulai menunjukkan tren
pertumbuhan hingga triwulan laporan. Pertumbuhan tercatat sebesar 19,23% (yoy) dan didukung dengan
rasio NPL yang relatif baik yakni sebesar 3,00%.
Meski sumbangan kredit korporasi relatif kecil dari keseluruhan kredit yang disalurkan di Provinsi NTT,
perbankan perlu mencermati peningkatan risiko gagal bayar yang dialami oleh beberapa sektor korporasi.
Industri perbankan masih menunjukkan kinerja yang positif.
Stabilitas Keuangan Daerah 04
Foto : Tenun Soe
Stabilitas Sistem Keuangan Daerah Provinsi NTT di triwulan II 2016 tetap terjaga didukung oleh kinerja sektor
rumah tangga dan UMKM yang relatif kondusif
Kredit sektor rumah tangga tumbuh sebesar 13,45% (yoy) dan secara agregat memiliki rasio NPL sebesar
0,50%.
Meski sempat mengalami perlambatan di awal tahun 2015, kredit UMKM mulai menunjukkan tren
pertumbuhan hingga triwulan laporan. Pertumbuhan tercatat sebesar 19,23% (yoy) dan didukung dengan
rasio NPL yang relatif baik yakni sebesar 3,00%.
Meski sumbangan kredit korporasi relatif kecil dari keseluruhan kredit yang disalurkan di Provinsi NTT,
perbankan perlu mencermati peningkatan risiko gagal bayar yang dialami oleh beberapa sektor korporasi.
Industri perbankan masih menunjukkan kinerja yang positif.
Stabilitas Keuangan Daerah 04
Foto : Tenun Soe
Kondisi Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) Daerah Provinsi NTT pada triwulan laporan masih terjaga, di tengah
meningkatnya risiko global dan domestik. Hal tersebut ditopang oleh kondusifitas kinerja sektor rumah
tangga dan UMKM. Meskipun, pengeluaran konsumsi rumah tangga yang menjadi penopang utama perekonomian
menunjukkan tren perlambatan dibandingkan tahun sebelumnya, optimisme rumah tangga terhadap kondisi
perekonomian ke depan relatif meningkat. Tingkat risiko kredit rumah tangga di perbankan juga cukup terjaga yang
diindikasikan oleh non performing loan yang relatif rendah.
Kondisi saat ini dan prospek untuk sektor usaha UMKM masih terpantau relatif baik. Sektor UMKM masih
menunjukkan geliat yang positif dan didukung oleh peningkatan kredit dengan risiko gagal bayar yang relatif tetap
terjaga. Namun demikian, perlu dicermati tekanan risiko yang dialami oleh sektor korporasi karena terjadi penurunan
kredit yang diikuti dengan adanya peningkatan potensi risiko gagal bayar.
Sementara itu, industri perbankan secara umum masih menunjukkan kinerja yang positif. Meskipun terjadi
penurunan posisi aset ditriwulan laporan, kinerja penyaluran kredit relatif kondusif dengan rasio LDR yang senantiasa tetap
terjaga dalam interval optimal (78%-92%). Begitu pula halnya dengan kinerja intermediasi Bank Perkreditan Rakyat yang
senantiasa terjaga dengan ditopang rasio Capital Adequacy Ratio (CAR) yang cukup tinggi.
4.1 KONDISI UMUM
4.2.1 Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga
Sektor rumah tangga sebagai kontributor utama dalam PDRB pada triwulan II 2016 mengalami perlambatan
pertumbuhan yang tercermin dari pertumbuhan konsumsi RT yang melambat 5,87% (yoy) di triwulan laporan atau lebih
rendah dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 7,43% (yoy). Namun demikian secara triwulanan, konsumsi RT
tumbuh lebih tinggi yakni sebesar 3,01% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya yang turun sebesar 4,25% (qtq).
4.2 ASESMEN KETAHANAN RUMAH TANGGA
GRAFIK 4.1. KONTRIBUSI KONSUMSI RT TERHADAP KONSUMSI AGREGAT
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
PEMERINTAH G RT(YOY)RT LNRT G RT (QTQ)
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV I
2016II
2013I II I I I IV
-8%
-6%
-4%
-2%
0%
2%
4%
6%
8%
10%
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
16000
18000
20000
GRAFIK 4.2. IKK, IKE, DAN IEK
Sumber: Bank Indonesia, diolah
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV I
2016II
100
110
120
130
140
150
160
170
INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK) INDEKS KONDISI EKONOMI SAAT INI (IKE)
INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK)
120,7
106,7
134,7
Perlambatan konsumsi RT dibandingkan tahun lalu, tercermin pula dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), yang
menggambarkan keyakinan konsumen terhadap kondisi perekonomian, mengalami penurunan. Meski membaik
dibandingkan triwulan sebelumnya, optimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini tidak sebaik tahun
sebelumnya. Kondisi ini disebabkan oleh adanya penurunan optimisme konsumen terhadap penghasilan saat ini dan
pesimisme konsumen terhadap kemudahan mencari pekerjaan. Namun demikian, konsumen optimis terhadap kondisi
perekonomian 6 bulan mendatang. Hal tersebut ditunjukkan oleh adanya peningkatan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK).
Selain itu, berdasarkan hasil Survei Konsumen bulan Juni 2016 terkonfirmasi bahwa perlambatan konsumsi secara
tahunan diantaranya disebabkan oleh adanya penurunan indeks pengeluaran rumah tangga untuk bahan makanan yang
5.87%
3.01%
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
43Agustus 2016
Kondisi Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) Daerah Provinsi NTT pada triwulan laporan masih terjaga, di tengah
meningkatnya risiko global dan domestik. Hal tersebut ditopang oleh kondusifitas kinerja sektor rumah
tangga dan UMKM. Meskipun, pengeluaran konsumsi rumah tangga yang menjadi penopang utama perekonomian
menunjukkan tren perlambatan dibandingkan tahun sebelumnya, optimisme rumah tangga terhadap kondisi
perekonomian ke depan relatif meningkat. Tingkat risiko kredit rumah tangga di perbankan juga cukup terjaga yang
diindikasikan oleh non performing loan yang relatif rendah.
Kondisi saat ini dan prospek untuk sektor usaha UMKM masih terpantau relatif baik. Sektor UMKM masih
menunjukkan geliat yang positif dan didukung oleh peningkatan kredit dengan risiko gagal bayar yang relatif tetap
terjaga. Namun demikian, perlu dicermati tekanan risiko yang dialami oleh sektor korporasi karena terjadi penurunan
kredit yang diikuti dengan adanya peningkatan potensi risiko gagal bayar.
Sementara itu, industri perbankan secara umum masih menunjukkan kinerja yang positif. Meskipun terjadi
penurunan posisi aset ditriwulan laporan, kinerja penyaluran kredit relatif kondusif dengan rasio LDR yang senantiasa tetap
terjaga dalam interval optimal (78%-92%). Begitu pula halnya dengan kinerja intermediasi Bank Perkreditan Rakyat yang
senantiasa terjaga dengan ditopang rasio Capital Adequacy Ratio (CAR) yang cukup tinggi.
4.1 KONDISI UMUM
4.2.1 Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga
Sektor rumah tangga sebagai kontributor utama dalam PDRB pada triwulan II 2016 mengalami perlambatan
pertumbuhan yang tercermin dari pertumbuhan konsumsi RT yang melambat 5,87% (yoy) di triwulan laporan atau lebih
rendah dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 7,43% (yoy). Namun demikian secara triwulanan, konsumsi RT
tumbuh lebih tinggi yakni sebesar 3,01% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya yang turun sebesar 4,25% (qtq).
4.2 ASESMEN KETAHANAN RUMAH TANGGA
GRAFIK 4.1. KONTRIBUSI KONSUMSI RT TERHADAP KONSUMSI AGREGAT
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
PEMERINTAH G RT(YOY)RT LNRT G RT (QTQ)
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV I
2016II
2013I II I I I IV
-8%
-6%
-4%
-2%
0%
2%
4%
6%
8%
10%
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
16000
18000
20000
GRAFIK 4.2. IKK, IKE, DAN IEK
Sumber: Bank Indonesia, diolah
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV I
2016II
100
110
120
130
140
150
160
170
INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK) INDEKS KONDISI EKONOMI SAAT INI (IKE)
INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK)
120,7
106,7
134,7
Perlambatan konsumsi RT dibandingkan tahun lalu, tercermin pula dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), yang
menggambarkan keyakinan konsumen terhadap kondisi perekonomian, mengalami penurunan. Meski membaik
dibandingkan triwulan sebelumnya, optimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini tidak sebaik tahun
sebelumnya. Kondisi ini disebabkan oleh adanya penurunan optimisme konsumen terhadap penghasilan saat ini dan
pesimisme konsumen terhadap kemudahan mencari pekerjaan. Namun demikian, konsumen optimis terhadap kondisi
perekonomian 6 bulan mendatang. Hal tersebut ditunjukkan oleh adanya peningkatan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK).
Selain itu, berdasarkan hasil Survei Konsumen bulan Juni 2016 terkonfirmasi bahwa perlambatan konsumsi secara
tahunan diantaranya disebabkan oleh adanya penurunan indeks pengeluaran rumah tangga untuk bahan makanan yang
5.87%
3.01%
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
43Agustus 2016
GRAFIK 4.5. PANGSA DPK RUMAH TANGGA DAN NON RUMAH TANGGA
Sumber: Bank Indonesia, diolah
2015I II I I I IV I
2016II
58,42 53,56 54,1067,95 60,56 58,34
41,58 46,44 45,9032,05 39,44 41,66
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
RT/ PERSEORANGAN NON RT
GRAFIK 4.6. PERTUMBUHAN DPK
Sumber: Bank Indonesia, diolah
2015I II I I I IV I
2016II
RT/ PERSEORANGAN
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
NON RT
20,5%
-0,74%
GRAFIK 4.3. INDEKS PENGELUARAN BERDASARKAN KELOMPOK KOMODITAS
Sumber: Bank Indonesia, diolah
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV I
2016II
BAHAN MAKANAN MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK, DAN TEMBAKAU PERUMAHAN DAN ENERGI
120
130
140
150
160
170
180
190
200
210
181,9178,5
150,3
GRAFIK 4.4. INDEKS SIKAP MASYARAKAT TERHADAP KASUS KEJAHATAN PERBANKAN
Sumber: Bank Indonesia, diolah
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV I
2016II
0,80
1,00
1,20
1,40
1,60
1,80
2,00
1,66
turun dari 193,0 di Juni 2015 menjadi 181,9 di Juni 2016. Di samping itu, indeks pengeluaran untuk biaya perumahan dan
energi juga terpantau turun dari 167,8 di Juni 2015 menjadi 150,3 di Juni 2016. Penurunan tersebut salah satunya
disebabkan karena dampak penurunan harga Tarif Tenaga Listrik (TTL) sejak awal tahun. Penurunan pengeluaran di
beberapa kelompok komoditas tampaknya dialihkan untuk pembelian makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau
yang terpantau naik dari 161,5 di Juni 2015 menjadi 178,5 di Juni 2016. Di sisi lain, Indeks kepercayaan masyarakat
terhadap jasa perbankan menunjukkan perbaikan yang terlihat dari penurunan nilai indeks dari sebelumnya 1,79 di
triwulan I 2016 menjadi 1,66 di triwulan laporan. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat masih percaya untuk
menyimpan dananya di perbankan terlebih karena dana mereka masih dalam nilai penjaminan pemerintah.
Indeks lain yang menggambarkan tingkat ketahanan keuangan sektor rumah tangga menunjukkan kondisi yang relatif
stabil. Indeks keterlambatan rumah tangga membayar cicilan triwulan laporan masih memperlihatkan kondisi yang cukup
baik yakni sebesar 1,45. Meski lebih tinggi dibandingkan tahun lalu dan triwulan sebelumnya yang masing-masing sebesar
1,18 dan 1,41; rumah tangga masih dikategorikan aman dari keterlambatan pembayaran cicilan untuk konsumsi. Hal
tersebut juga didukung oleh indeks kepemilikan dana cadangan rumah tangga untuk kebutuhan tak terduga yang
menunjukkan bahwa rumah rata-rata memiliki dana cadangan lebih dari 1 bulan pendapatan belum termasuk dana
cadangan non tunai. Dengan demikian, kekhawatiran terjadinya keterlambatan pembayaran cicilan dapat diminimalisasi..
4.2.2 Eksposur Rumah Tangga di Perbankan
Terjadi peningkatan pertumbuhan DPK RT pada triwulan laporan. DPK tumbuh sebesar 20,54% (yoy) lebih tinggi
dibandingkan triwulan sebelumnya, yakni sebesar 15,91% (yoy). Sektor RT masih mendominasi porsi DPK perbankan
yakni sebesar 58,34%. Porsi DPK RT mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 60,56%,
namun lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2015 sebesar 53,56%.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
44
GRAFIK 4.9. KREDIT KONSUMSI RUMAH TANGGA
Sumber: Bank Indonesia, diolah
MULTIGUNA G TOTALRUMAH TINGGAL KKB
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV I
2016II
-10
0
10
20
30
40
50
0
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
7.000
8.000
9.000
13,45
GRAFIK 4.10. PERTUMBUHAN KREDIT KONSUMSI RUMAH TANGGA
Sumber: Bank Indonesia, diolah
G MULTIGUNA G RUMAH TINGGAL G KKB-40
-20
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV I
2016II
16,242,33-1,04
GRAFIK 4.7. PREFERENSI DPK RUMAH TANGGA
Sumber: Bank Indonesia, diolah
2015I II I I I IV I
2016II
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
3,52 4,40 5,18 7,46 4,10 4,69
69,57 69,08 77,85 97,87 69,50 69,88
26,91 26,52 28,90 29,85 26,40 25,42
GIRO TABUNGAN DEPOSITO
GRAFIK 4.8. PERTUMBUHAN DPK RUMAH TANGGA
2015I II I I I IV I
2016II
GIRO TABUNGAN DEPOSITO
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
28,49%21,95%15,54%
Preferensi RT dalam simpanan masih didominasi oleh tabungan dan deposito masing-masing dengan porsi sebesar
69,88% dan 25,42% pada triwulan laporan. Pertumbuhan DPK dalam bentuk tabungan meningkat dibanding triwulan
sebelumnya dari 15,79% (yoy) menjadi 21,95% (yoy) dan lebih tinggi dari periode yang sama tahun 2015 sebesar 5,39%.
Selain itu, deposito juga mengalami peningkatan dibanding triwulan sebelumnya yaitu dari 13,73% (yoy) menjadi 15,54%
(yoy).
Sementara itu, berbeda halnya dengan giro pemerintah daerah yang mengalami penurunan akibat adanya akselerasi
realisasi anggaran, giro rumah tangga masih tetap tumbuh walau melambat dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya yakni dari 42,81% (yoy) menjadi 28,49% (yoy).
Sementara itu, kredit sektor RT pada triwulan laporan secara agregat masih dalam tren pertumbuhan yakni sebesar
13,45%. Meski Kredit Pemilikan Rumah (KPR) melambat dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) mengalami penurunan,
pertumbuhan berhasil ditopang oleh tumbuhnya kredit multiguna sebesar 16,24%.
Kebijakan pelonggaran Loan To Value (LTV) atau Financing To Value (FTV) di tahun 2015 belum berhasil mendorong
berjalannya fungsi intermediasi perbankan di sektor properti maupun kendaraan bermotor. KPR secara keseluruhan
mengalami tren perlambatan sejak tahun 2014 dan mengalami pertumbuhan paling kecil pada triwulan laporan yakni
sebesar 2,33% lebih rendah dibandingkan tahun lalu yang tumbuh 16,60%. Begitu pula halnya dengan KKB yang justru
mengalami tren penurunan pasca diberlakukannya kebijakan pelonggaran FTV.
Perlambatan KPR dan penurunan KKB diiringi dengan penurunan rasio NPL yang sampai saat ini masih terjaga di bawah
level 1%. Selain itu, secara agregat kredit yang disalurkan pada sektor RT memiliki NPL yang sangat baik yakni sebesar
0,50% dan lebih rendah dibandingkan beberapa triwulan sebelumnya. Namun demikian, NPL harus tetap dicermati
mengingat masih rentannya kondisi perekonomian domestik yang dapat memengaruhi kemampuan membayar sektor RT
atas semua kewajibannya, terutama kepada perbankan.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
45Agustus 2016Agustus 2016
GRAFIK 4.5. PANGSA DPK RUMAH TANGGA DAN NON RUMAH TANGGA
Sumber: Bank Indonesia, diolah
2015I II I I I IV I
2016II
58,42 53,56 54,1067,95 60,56 58,34
41,58 46,44 45,9032,05 39,44 41,66
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
RT/ PERSEORANGAN NON RT
GRAFIK 4.6. PERTUMBUHAN DPK
Sumber: Bank Indonesia, diolah
2015I II I I I IV I
2016II
RT/ PERSEORANGAN
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
NON RT
20,5%
-0,74%
GRAFIK 4.3. INDEKS PENGELUARAN BERDASARKAN KELOMPOK KOMODITAS
Sumber: Bank Indonesia, diolah
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV I
2016II
BAHAN MAKANAN MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK, DAN TEMBAKAU PERUMAHAN DAN ENERGI
120
130
140
150
160
170
180
190
200
210
181,9178,5
150,3
GRAFIK 4.4. INDEKS SIKAP MASYARAKAT TERHADAP KASUS KEJAHATAN PERBANKAN
Sumber: Bank Indonesia, diolah
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV I
2016II
0,80
1,00
1,20
1,40
1,60
1,80
2,00
1,66
turun dari 193,0 di Juni 2015 menjadi 181,9 di Juni 2016. Di samping itu, indeks pengeluaran untuk biaya perumahan dan
energi juga terpantau turun dari 167,8 di Juni 2015 menjadi 150,3 di Juni 2016. Penurunan tersebut salah satunya
disebabkan karena dampak penurunan harga Tarif Tenaga Listrik (TTL) sejak awal tahun. Penurunan pengeluaran di
beberapa kelompok komoditas tampaknya dialihkan untuk pembelian makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau
yang terpantau naik dari 161,5 di Juni 2015 menjadi 178,5 di Juni 2016. Di sisi lain, Indeks kepercayaan masyarakat
terhadap jasa perbankan menunjukkan perbaikan yang terlihat dari penurunan nilai indeks dari sebelumnya 1,79 di
triwulan I 2016 menjadi 1,66 di triwulan laporan. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat masih percaya untuk
menyimpan dananya di perbankan terlebih karena dana mereka masih dalam nilai penjaminan pemerintah.
Indeks lain yang menggambarkan tingkat ketahanan keuangan sektor rumah tangga menunjukkan kondisi yang relatif
stabil. Indeks keterlambatan rumah tangga membayar cicilan triwulan laporan masih memperlihatkan kondisi yang cukup
baik yakni sebesar 1,45. Meski lebih tinggi dibandingkan tahun lalu dan triwulan sebelumnya yang masing-masing sebesar
1,18 dan 1,41; rumah tangga masih dikategorikan aman dari keterlambatan pembayaran cicilan untuk konsumsi. Hal
tersebut juga didukung oleh indeks kepemilikan dana cadangan rumah tangga untuk kebutuhan tak terduga yang
menunjukkan bahwa rumah rata-rata memiliki dana cadangan lebih dari 1 bulan pendapatan belum termasuk dana
cadangan non tunai. Dengan demikian, kekhawatiran terjadinya keterlambatan pembayaran cicilan dapat diminimalisasi..
4.2.2 Eksposur Rumah Tangga di Perbankan
Terjadi peningkatan pertumbuhan DPK RT pada triwulan laporan. DPK tumbuh sebesar 20,54% (yoy) lebih tinggi
dibandingkan triwulan sebelumnya, yakni sebesar 15,91% (yoy). Sektor RT masih mendominasi porsi DPK perbankan
yakni sebesar 58,34%. Porsi DPK RT mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 60,56%,
namun lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2015 sebesar 53,56%.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
44
GRAFIK 4.9. KREDIT KONSUMSI RUMAH TANGGA
Sumber: Bank Indonesia, diolah
MULTIGUNA G TOTALRUMAH TINGGAL KKB
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV I
2016II
-10
0
10
20
30
40
50
0
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
7.000
8.000
9.000
13,45
GRAFIK 4.10. PERTUMBUHAN KREDIT KONSUMSI RUMAH TANGGA
Sumber: Bank Indonesia, diolah
G MULTIGUNA G RUMAH TINGGAL G KKB-40
-20
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV I
2016II
16,242,33-1,04
GRAFIK 4.7. PREFERENSI DPK RUMAH TANGGA
Sumber: Bank Indonesia, diolah
2015I II I I I IV I
2016II
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
3,52 4,40 5,18 7,46 4,10 4,69
69,57 69,08 77,85 97,87 69,50 69,88
26,91 26,52 28,90 29,85 26,40 25,42
GIRO TABUNGAN DEPOSITO
GRAFIK 4.8. PERTUMBUHAN DPK RUMAH TANGGA
2015I II I I I IV I
2016II
GIRO TABUNGAN DEPOSITO
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
28,49%21,95%15,54%
Preferensi RT dalam simpanan masih didominasi oleh tabungan dan deposito masing-masing dengan porsi sebesar
69,88% dan 25,42% pada triwulan laporan. Pertumbuhan DPK dalam bentuk tabungan meningkat dibanding triwulan
sebelumnya dari 15,79% (yoy) menjadi 21,95% (yoy) dan lebih tinggi dari periode yang sama tahun 2015 sebesar 5,39%.
Selain itu, deposito juga mengalami peningkatan dibanding triwulan sebelumnya yaitu dari 13,73% (yoy) menjadi 15,54%
(yoy).
Sementara itu, berbeda halnya dengan giro pemerintah daerah yang mengalami penurunan akibat adanya akselerasi
realisasi anggaran, giro rumah tangga masih tetap tumbuh walau melambat dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya yakni dari 42,81% (yoy) menjadi 28,49% (yoy).
Sementara itu, kredit sektor RT pada triwulan laporan secara agregat masih dalam tren pertumbuhan yakni sebesar
13,45%. Meski Kredit Pemilikan Rumah (KPR) melambat dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) mengalami penurunan,
pertumbuhan berhasil ditopang oleh tumbuhnya kredit multiguna sebesar 16,24%.
Kebijakan pelonggaran Loan To Value (LTV) atau Financing To Value (FTV) di tahun 2015 belum berhasil mendorong
berjalannya fungsi intermediasi perbankan di sektor properti maupun kendaraan bermotor. KPR secara keseluruhan
mengalami tren perlambatan sejak tahun 2014 dan mengalami pertumbuhan paling kecil pada triwulan laporan yakni
sebesar 2,33% lebih rendah dibandingkan tahun lalu yang tumbuh 16,60%. Begitu pula halnya dengan KKB yang justru
mengalami tren penurunan pasca diberlakukannya kebijakan pelonggaran FTV.
Perlambatan KPR dan penurunan KKB diiringi dengan penurunan rasio NPL yang sampai saat ini masih terjaga di bawah
level 1%. Selain itu, secara agregat kredit yang disalurkan pada sektor RT memiliki NPL yang sangat baik yakni sebesar
0,50% dan lebih rendah dibandingkan beberapa triwulan sebelumnya. Namun demikian, NPL harus tetap dicermati
mengingat masih rentannya kondisi perekonomian domestik yang dapat memengaruhi kemampuan membayar sektor RT
atas semua kewajibannya, terutama kepada perbankan.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
45Agustus 2016Agustus 2016
Grafik 4.14. NPL UMKM
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV I
2016II
2013I II I I I IV
0,0%
1,0%
2,0%
3,0%
4,0%
5,0%
6,0%
7,0%
MODAL KERJA INVESTASI BATASKREDIT UMKM
3,03%3,00%2,84%
GRAFIK 4.13. PERTUMBUHAN KREDIT UMKM
Sumber: Bank Indonesia, diolah
GROWTH KREDIT G MODAL KERJAMODAL KERJA INVESTASI G INVESTASI
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV I
2016II
2013I II I I I IV
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
0
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
7.000
8.000 %, YOYRPMILIAR
GRAFIK 4.11. PERKEMBANGAN DUNIA USAHA
Sumber: Bank Indonesia, 2016
SBT KEGIATAN USAHA (SKALA KIRI) % PDRB QTQ (SKALA KANAN) %
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
50
60
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV I
2016II
2013I I I I I I IV II I*
9,74
4,54
SBT KONDISI KEUANGAN % (SKALA KIRI) NPL % (SKALA KANAN)
GRAFIK 4.12. KONDISI KEUANGAN
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV I
2016II
2013I I I I I I IV
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3,5
4,0
4,5
0
10
20
30
40
50
60
70
38,10
3,00
4.3.1 Kondisi Saat Ini dan Prospek Usaha
Dunia usaha memandang bahwa kondisi ekonomi saat ini masih cukup kondusif. Peningkatan kegiatan usaha
diantaranya disebabkan oleh sektor pertanian dengan SBT sebesar 9,70%, sektor jasa-jasa sebesar 18,54%, serta sektor
konstruksi sebesar 5,39%. Namun demikian, prospek kegiatan dunia usaha di triwulan III 2016 diperkirakan akan
menurun sebagaimana tercermin dari SBT yang sebesar 9,74%. Penurunan tersebut salah satunya disebabkan oleh
kegiatan usaha di sektor pertanian yang diprediksi turun di triwulan III seiring belum tibanya musim panen.
4.3 PERKEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
Kondisi usaha yang cukup kondusif pada triwulan laporan juga didukung dengan kondisi keuangan yang
relatif baik. SBT kondisi keuangan meningkat menjadi sebesar 38,10% pada triwulan laporan dari sebelumnya sebesar
33,80%. Pelaku usaha menganggap bahwa peningkatan kinerja usaha pada triwulan laporan berdampak positif pada
likuiditas perusahaan sehingga pelaku usaha mampu memenuhi kewajiban-kewajiban terutama kepada perbankan. Hal
tersebut juga terkonfimasi dari data NPL untuk kredit sektor usaha sebesar 3,00% pada triwulan laporan yang turun dari
sebelumnya sebesar 3,49% pada triwulan I 2016.
4.3.2 Perkembangan Penyaluran Kredit UMKM
Meski mengalami tren perlambatan di awal tahun 2015, kredit UMKM mulai menunjukkan tren pertumbuhan
hingga triwulan laporan. Pertumbuhan didukung pula oleh rasio NPL yang senantiasa terjaga di bawah level 5%.
Penyaluran kredit Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) pada triwulan laporan mencapai 6,93 triliun atau mencapai
31,85% dari total penyaluran kredit perbankan di NTT. Penyaluran kredit UMKM tersebut tumbuh sebesar 19,23% (yoy),
meningkat dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar 18,01% (yoy). Pertumbuhan tersebut juga lebih tinggi
dibandingkan pertumbuhan di periode yang sama tahun 2015 yang tercatat sebesar 18,00% (yoy). Peningkatan kredit
UMKM mengindikasikan adanya geliat positif pada sektor riil di Provinsi NTT.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
46
19,76%19,23%16,65%
GRAFIK 4.16. PERTUMBUHAN KREDIT UMKM 7 SEKTOR EKONOMI
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV I
2016II
2013I II I I I IV
PERTANIAN PERIKANAN ADM PEMERINTAHANINDUSTRI PENGOLAHAN
-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
200%
(21,75%)
8,34%(21,98%)
22,76%
41,62%39,95%
62,67%
KONSTRUKSI PERDAGANGAN PERANTARA KEUANGAN
Sumber: Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 4.15. PERTUMBHAN KREDIT UMKM BERDASARKAN JENIS USAHA
Sumber: Bank Indonesia, diolah
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV I
2016II
2013I II I I I IV
0
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
7.000
8.000 %, YOYRPMILIAR
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
G MENENGAH G KECILMIKRO KECIL G MIKROMENENGAH
Pertumbuhan kredit terjadi pada seluruh komponen kredit baik Kredit Investasi (KI) maupun Kredit Modal Kerja (KMK). KI
mencatatkan pertumbuhan sebesar 16,65% (yoy) pada triwulan laporan atau lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya
yang sebesar 12,69% (yoy) dan periode yang sama tahun 2015 sebesar 11,34% (yoy). Sementara itu, KMK terpantau
mengalami pertumbuhan sebesar 19,76% (yoy) dan sedikit lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya maupun
periode yang sama tahun 2015 yang masing-masing sebesar 19,18% (yoy) dan 19,48% (yoy). Selain itu berdasarkan jenis
usaha, meski kredit menengah mengalami perlambatan dibandingkan tahun sebelumnya, pertumbuhan kredit secara
keseluruhan berhasil ditopang oleh kenaikan pertumbuhan kredit dari usaha mikro dan kecil yang tumbuh masing-masing
sebesar 26,53% dan 15,09% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 20,31% dan 12,83% (yoy).
Berdasarkan sektor ekonomi, peningkatan pertumbuhan kredit UMKM terjadi hampir di seluruh sektor, bahkan beberapa
sektor mengalami peningkatan yang cukup signifikan antara lain sektor pertanian, perikanan, industri pengolahan, dan
penyedia akomodasi. Adapun sektor yang tercatat mengalami penurunan cukup dalam antara lain sektor perantara
keuangan dan sektor administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib yang masing-masing mencatatkan
penurunan sebesar -21,98% (yoy) dan -21,75% (yoy).
4.3.3 Perkembangan Risiko Kredit UMKM
Pada triwulan laporan, rasio NPL gross mengalami penurunan menjadi 3,00% dari 3,49% pada triwulan
sebelumnya dan 3,03% pada periode yang sama tahun 2015. Berdasarkan jenis usaha, pada triwulan laporan risiko
kredit untuk usaha menengah, kecil, dan mikro mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya. Penurunan NPL
terbesar terjadi pada kredit mikro yaitu dari 3,05% pada triwulan II 2015 menjadi 1,78% pada triwulan laporan. Selain itu,
rasio NPL gross kredit usaha kecil terpantau turun dari 3,65% pada triwulan II 2015 menjadi 3,09% pada triwulan laporan,
serta kredit usaha menengah turun dari 5,11% menjadi 3,88%.
Bila dibandingkan tahun sebelumnya, hampir seluruh sektor mengalami penurunan NPL dengan sektor listrik, gas, dan air
yang mengalami penurunan NPL paling tinggi yakni dari sebelumnya sebesar 38,98% di triwulan II 2015 menjadi 10,51%
di triwulan laporan, namun rasio NPL harus terus dicermati karena masih melebihi 5%. Selain itu, terdapat beberapa sektor
lain yang memiliki NPL tinggi, yakni sektor konstruksi (9,48%) dan sektor perantara keuangan (7,59%).
Adapun NPL sektor konstruksi didominasi oleh subsektor jalan raya yang mencatatkan rasio sebesar 15,82% di triwulan
laporan. Dari sektor listrik, air, dan gas, NPL didominasi oleh subsektor ketenagalistrikan yang tercatat sebesar 12,19%.
Sementara itu dari sektor perantara keuangan, NPL didominasi oleh subsektor perantara keuangan dari koperasi non
simpan pinjam yang tercatat sebesar 8,28%.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
47
26.53%
19.25%
15.09%
1.821
2.9
292.
185
Agustus 2016Agustus 2016
Grafik 4.14. NPL UMKM
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV I
2016II
2013I II I I I IV
0,0%
1,0%
2,0%
3,0%
4,0%
5,0%
6,0%
7,0%
MODAL KERJA INVESTASI BATASKREDIT UMKM
3,03%3,00%2,84%
GRAFIK 4.13. PERTUMBUHAN KREDIT UMKM
Sumber: Bank Indonesia, diolah
GROWTH KREDIT G MODAL KERJAMODAL KERJA INVESTASI G INVESTASI
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV I
2016II
2013I II I I I IV
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
0
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
7.000
8.000 %, YOYRPMILIAR
GRAFIK 4.11. PERKEMBANGAN DUNIA USAHA
Sumber: Bank Indonesia, 2016
SBT KEGIATAN USAHA (SKALA KIRI) % PDRB QTQ (SKALA KANAN) %
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
50
60
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV I
2016II
2013I I I I I I IV II I*
9,74
4,54
SBT KONDISI KEUANGAN % (SKALA KIRI) NPL % (SKALA KANAN)
GRAFIK 4.12. KONDISI KEUANGAN
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV I
2016II
2013I I I I I I IV
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3,5
4,0
4,5
0
10
20
30
40
50
60
70
38,10
3,00
4.3.1 Kondisi Saat Ini dan Prospek Usaha
Dunia usaha memandang bahwa kondisi ekonomi saat ini masih cukup kondusif. Peningkatan kegiatan usaha
diantaranya disebabkan oleh sektor pertanian dengan SBT sebesar 9,70%, sektor jasa-jasa sebesar 18,54%, serta sektor
konstruksi sebesar 5,39%. Namun demikian, prospek kegiatan dunia usaha di triwulan III 2016 diperkirakan akan
menurun sebagaimana tercermin dari SBT yang sebesar 9,74%. Penurunan tersebut salah satunya disebabkan oleh
kegiatan usaha di sektor pertanian yang diprediksi turun di triwulan III seiring belum tibanya musim panen.
4.3 PERKEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
Kondisi usaha yang cukup kondusif pada triwulan laporan juga didukung dengan kondisi keuangan yang
relatif baik. SBT kondisi keuangan meningkat menjadi sebesar 38,10% pada triwulan laporan dari sebelumnya sebesar
33,80%. Pelaku usaha menganggap bahwa peningkatan kinerja usaha pada triwulan laporan berdampak positif pada
likuiditas perusahaan sehingga pelaku usaha mampu memenuhi kewajiban-kewajiban terutama kepada perbankan. Hal
tersebut juga terkonfimasi dari data NPL untuk kredit sektor usaha sebesar 3,00% pada triwulan laporan yang turun dari
sebelumnya sebesar 3,49% pada triwulan I 2016.
4.3.2 Perkembangan Penyaluran Kredit UMKM
Meski mengalami tren perlambatan di awal tahun 2015, kredit UMKM mulai menunjukkan tren pertumbuhan
hingga triwulan laporan. Pertumbuhan didukung pula oleh rasio NPL yang senantiasa terjaga di bawah level 5%.
Penyaluran kredit Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) pada triwulan laporan mencapai 6,93 triliun atau mencapai
31,85% dari total penyaluran kredit perbankan di NTT. Penyaluran kredit UMKM tersebut tumbuh sebesar 19,23% (yoy),
meningkat dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar 18,01% (yoy). Pertumbuhan tersebut juga lebih tinggi
dibandingkan pertumbuhan di periode yang sama tahun 2015 yang tercatat sebesar 18,00% (yoy). Peningkatan kredit
UMKM mengindikasikan adanya geliat positif pada sektor riil di Provinsi NTT.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
46
19,76%19,23%16,65%
GRAFIK 4.16. PERTUMBUHAN KREDIT UMKM 7 SEKTOR EKONOMI
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV I
2016II
2013I II I I I IV
PERTANIAN PERIKANAN ADM PEMERINTAHANINDUSTRI PENGOLAHAN
-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
200%
(21,75%)
8,34%(21,98%)
22,76%
41,62%39,95%
62,67%
KONSTRUKSI PERDAGANGAN PERANTARA KEUANGAN
Sumber: Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 4.15. PERTUMBHAN KREDIT UMKM BERDASARKAN JENIS USAHA
Sumber: Bank Indonesia, diolah
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV I
2016II
2013I II I I I IV
0
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
7.000
8.000 %, YOYRPMILIAR
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
G MENENGAH G KECILMIKRO KECIL G MIKROMENENGAH
Pertumbuhan kredit terjadi pada seluruh komponen kredit baik Kredit Investasi (KI) maupun Kredit Modal Kerja (KMK). KI
mencatatkan pertumbuhan sebesar 16,65% (yoy) pada triwulan laporan atau lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya
yang sebesar 12,69% (yoy) dan periode yang sama tahun 2015 sebesar 11,34% (yoy). Sementara itu, KMK terpantau
mengalami pertumbuhan sebesar 19,76% (yoy) dan sedikit lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya maupun
periode yang sama tahun 2015 yang masing-masing sebesar 19,18% (yoy) dan 19,48% (yoy). Selain itu berdasarkan jenis
usaha, meski kredit menengah mengalami perlambatan dibandingkan tahun sebelumnya, pertumbuhan kredit secara
keseluruhan berhasil ditopang oleh kenaikan pertumbuhan kredit dari usaha mikro dan kecil yang tumbuh masing-masing
sebesar 26,53% dan 15,09% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 20,31% dan 12,83% (yoy).
Berdasarkan sektor ekonomi, peningkatan pertumbuhan kredit UMKM terjadi hampir di seluruh sektor, bahkan beberapa
sektor mengalami peningkatan yang cukup signifikan antara lain sektor pertanian, perikanan, industri pengolahan, dan
penyedia akomodasi. Adapun sektor yang tercatat mengalami penurunan cukup dalam antara lain sektor perantara
keuangan dan sektor administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib yang masing-masing mencatatkan
penurunan sebesar -21,98% (yoy) dan -21,75% (yoy).
4.3.3 Perkembangan Risiko Kredit UMKM
Pada triwulan laporan, rasio NPL gross mengalami penurunan menjadi 3,00% dari 3,49% pada triwulan
sebelumnya dan 3,03% pada periode yang sama tahun 2015. Berdasarkan jenis usaha, pada triwulan laporan risiko
kredit untuk usaha menengah, kecil, dan mikro mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya. Penurunan NPL
terbesar terjadi pada kredit mikro yaitu dari 3,05% pada triwulan II 2015 menjadi 1,78% pada triwulan laporan. Selain itu,
rasio NPL gross kredit usaha kecil terpantau turun dari 3,65% pada triwulan II 2015 menjadi 3,09% pada triwulan laporan,
serta kredit usaha menengah turun dari 5,11% menjadi 3,88%.
Bila dibandingkan tahun sebelumnya, hampir seluruh sektor mengalami penurunan NPL dengan sektor listrik, gas, dan air
yang mengalami penurunan NPL paling tinggi yakni dari sebelumnya sebesar 38,98% di triwulan II 2015 menjadi 10,51%
di triwulan laporan, namun rasio NPL harus terus dicermati karena masih melebihi 5%. Selain itu, terdapat beberapa sektor
lain yang memiliki NPL tinggi, yakni sektor konstruksi (9,48%) dan sektor perantara keuangan (7,59%).
Adapun NPL sektor konstruksi didominasi oleh subsektor jalan raya yang mencatatkan rasio sebesar 15,82% di triwulan
laporan. Dari sektor listrik, air, dan gas, NPL didominasi oleh subsektor ketenagalistrikan yang tercatat sebesar 12,19%.
Sementara itu dari sektor perantara keuangan, NPL didominasi oleh subsektor perantara keuangan dari koperasi non
simpan pinjam yang tercatat sebesar 8,28%.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
47
26.53%
19.25%
15.09%
1.821
2.9
292.
185
Agustus 2016Agustus 2016
GRAFIK 4.20. NPL KREDIT SEKTOR KORPORASI
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV I
2016II
2013I II I I I IV
INVESTASI KREDIT BATASMODAL KERJA
6,07%
7,43%
3,63%
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
8%
GRAFIK 4.19. PERTUMBUHAN TAHUNAN KREDIT KORPORASI
Sumber: Bank Indonesia, diolah
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV I
2016II
2013I II I I I IV
%, YOYRPMILIAR
MODAL KERJA INVESTASI GROWTH KREDIT
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
0
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
1.600
1.800
2.000
-4,73%
GRAFIK 4.18. NPL UMKM 3 SEKTOR
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV I
2016II
2013I II I I I IV
KONSTRUKSI LISTRIK, GAS DAN AIR BATASPERANTARA KEUANGAN
7,59%9,48%10,51%
Sumber: Bank Indonesia, diolah
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
GRAFIK 4.17. NPL UMKM BERDASARKAN JENIS USAHA
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV I
2016II
2013I II I I I IV
KECIL MENENGAH BATASMIKRO
1,78%
3,09%3,88%
0,0%
1,0%
2,0%
3,0%
4,0%
5,0%
6,0%
7,0%
8,0%
9,0%
10,0%
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Secara keseluruhan risiko kredit UMKM masih dalam taraf yang terjaga. Meskipun demikian, perbankan harus lebih
selektif dalam memperhitungkan risiko debitur untuk mengantisipasi terjadinya peningkatan NPL di masa yang akan
datang terutama untuk sektor yang di triwulan laporan mencatatkan NPL di atas 5%.
4.4.1 Eksposur Perbankan pada Sektor Korporasi
Kredit korporasi menyumbang 6,84% dari keseluruhan penyaluran kredit di provinsi NTT. Secara tahunan, penyaluran
kredit korporasi mengalami penurunan di triwulan laporan, namun penurunan tersebut melambat dibandingkan triwulan
sebelumnya. Rasio NPL secara industri juga mengalami peningkatan hingga lebih dari 5%.
4.4 ASESMEN KETAHANAN KORPORASI
Kredit korporasi terdiri atas kredit modal kerja dengan pangsa sebesar 64,26% atau 957 milyar dan kredit investasi sebesar
35,73% atau 532 milyar. Pada triwulan laporan terjadi penurunan sebesar -4,73% (yoy) atau turun dibandingkan periode
yang sama tahun sebelumnya sebesar 11,97% (yoy), namun penurunan sedikit melambat dibandingkan triwulan
sebelumnya yang tercatat sebesar -7,96% (yoy).
Kredit perbankan kepada sektor korporasi mengalami penurunan pada hampir seluruh sektor dengan sektor yang
mengalami penurunan cukup dalam antara lain sektor perikanan sebesar -87,03% (yoy), dan sektor transportasi
pergudangan sebesar -85,72% (yoy). Sementara itu, berdasarkan pangsa kredit, penyaluran kredit perbankan didominasi
oleh sektor perdagangan sebesar 42,66%, diikuti sektor penyediaan akomodasi sebesar 15,10%, dan sektor konstruksi
sebesar 13,54%.
Penurunan kredit korporasi pada triwulan laporan disertai dengan terjadinya peningkatan risiko kredit. Rasio NPL pada
sektor korporasi naik dari 4,99% di triwulan I 2016 menjadi 6,07% dengan risiko kredit modal kerja yang meningkat
menjadi 7,43%. Peningkatan NPL terjadi pada beberapa sektor terutama sektor perdagangan besar dan eceran, sektor
listrik air dan gas, serta sektor pertanian, perburuan, dan kehutanan.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
48
GRAFIK 4.22. PERTUMBUHAN DPK (YOY) DAN KREDIT (YOY)
Sumber: Bank Indonesia, diolah
2015I II I I I IV I
2016II
DPK KREDIT
10,41%
14,93%
6%
8%
10%
12%
14%
16%
18%
20%
GRAFIK 4.23. PERKEMBANGAN LDR
Sumber: Bank Indonesia, diolah
DPK KREDIT LDR
2015I II I I I IV I
2016II
82%
84%
86%
88%
90%
92%
94%
96%
0
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
91,19%
GRAFIK 4.21. NPL KREDIT 2 SEKTOR KORPORASI
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV I
2016II
2013I II I I I IV
KONSTRUKSI LISTRIK, GAS DAN AIR BATASPERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN
100,0%
23,9%
6,6%
Sumber: Bank Indonesia, diolah
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
Perlu dicermati potensi risiko gagal bayar yang tercermin dari rasio NPL untuk sektor korporasi antara lain di sektor
konstruksi; pertambangan, serta listrik, gas, dan air. Dari sektor listrik, gas, dan air; NPL terbesar disumbang oleh
perusahaan swasta/ perseorangan dari subsektor ketenagalistrikan. Sementara itu, tingginya NPL di sektor pertambangan
dan penggalian sejak triwulan I 2016 berasal dari Kabupaten Kupang yang ditengarai dipengaruhi oleh aktivitas
pertambangan galian C yang terganggu akibat adanya penolakan warga terhadap kegiatan eksplorasi. Di samping itu,
NPL di sektor konstruksi yang cenderung tinggi disebabkan salah satu diantaranya adalah adanya proyek di tahun 2016
yang seharusnya menggunakan anggaran tahun 2015 yang saat ini pembayarannya masih dalam tahap menunggu proses
perubahan anggaran di tingkat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
4.5.1 Kinerja Bank Umum
Total aset industri perbankan pada akhir triwulan laporan tercatat sebesar Rp.32,32 triliun, mengalami
penurunan pertumbuhan dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 3,53% (yoy) menjadi -1,39% (yoy). Hal
ini disebabkan diantaranya adalah karena terdapat penurunan jumlah posisi aset antar kantor sebesar -16,04% (yoy) di
triwulan laporan atau terjadi pemindahan aset kantor beberapa cabang bank di NTT ke kantor bank di provinsi lain.
4.5 ASESMEN PERBANKAN
Pertumbuhan kredit perbankan cenderung meningkat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya,
sedangkan DPK tumbuh melambat. Pertumbuhan DPK (yoy) pada triwulan laporan tercatat sebesar 10,41% (yoy),
lebih rendah dibandingkan triwulan yang sama tahun 2015 yang tercatat sebesar 16,87% (yoy). Sementara itu,
pertumbuhan kredit naik tipis dari 13,99% (yoy) pada triwulan yang sama tahun 2015 menjadi 14,93% (yoy) pada
triwulan laporan. Pertumbuhan DPK yang lebih rendah dibandingkan kredit tersebut salah satunya menyebabkan Loan to
Deposit Ratio (LDR) naik dari 87,61% menjadi 91,19% pada triwulan laporan. Hal tersebut masih dinilai wajar karena
berada pada rentang optimal LDR yakni sebesar 78-92%.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
49Agustus 2016Agustus 2016
GRAFIK 4.20. NPL KREDIT SEKTOR KORPORASI
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV I
2016II
2013I II I I I IV
INVESTASI KREDIT BATASMODAL KERJA
6,07%
7,43%
3,63%
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
8%
GRAFIK 4.19. PERTUMBUHAN TAHUNAN KREDIT KORPORASI
Sumber: Bank Indonesia, diolah
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV I
2016II
2013I II I I I IV
%, YOYRPMILIAR
MODAL KERJA INVESTASI GROWTH KREDIT
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
0
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
1.600
1.800
2.000
-4,73%
GRAFIK 4.18. NPL UMKM 3 SEKTOR
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV I
2016II
2013I II I I I IV
KONSTRUKSI LISTRIK, GAS DAN AIR BATASPERANTARA KEUANGAN
7,59%9,48%10,51%
Sumber: Bank Indonesia, diolah
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
GRAFIK 4.17. NPL UMKM BERDASARKAN JENIS USAHA
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV I
2016II
2013I II I I I IV
KECIL MENENGAH BATASMIKRO
1,78%
3,09%3,88%
0,0%
1,0%
2,0%
3,0%
4,0%
5,0%
6,0%
7,0%
8,0%
9,0%
10,0%
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Secara keseluruhan risiko kredit UMKM masih dalam taraf yang terjaga. Meskipun demikian, perbankan harus lebih
selektif dalam memperhitungkan risiko debitur untuk mengantisipasi terjadinya peningkatan NPL di masa yang akan
datang terutama untuk sektor yang di triwulan laporan mencatatkan NPL di atas 5%.
4.4.1 Eksposur Perbankan pada Sektor Korporasi
Kredit korporasi menyumbang 6,84% dari keseluruhan penyaluran kredit di provinsi NTT. Secara tahunan, penyaluran
kredit korporasi mengalami penurunan di triwulan laporan, namun penurunan tersebut melambat dibandingkan triwulan
sebelumnya. Rasio NPL secara industri juga mengalami peningkatan hingga lebih dari 5%.
4.4 ASESMEN KETAHANAN KORPORASI
Kredit korporasi terdiri atas kredit modal kerja dengan pangsa sebesar 64,26% atau 957 milyar dan kredit investasi sebesar
35,73% atau 532 milyar. Pada triwulan laporan terjadi penurunan sebesar -4,73% (yoy) atau turun dibandingkan periode
yang sama tahun sebelumnya sebesar 11,97% (yoy), namun penurunan sedikit melambat dibandingkan triwulan
sebelumnya yang tercatat sebesar -7,96% (yoy).
Kredit perbankan kepada sektor korporasi mengalami penurunan pada hampir seluruh sektor dengan sektor yang
mengalami penurunan cukup dalam antara lain sektor perikanan sebesar -87,03% (yoy), dan sektor transportasi
pergudangan sebesar -85,72% (yoy). Sementara itu, berdasarkan pangsa kredit, penyaluran kredit perbankan didominasi
oleh sektor perdagangan sebesar 42,66%, diikuti sektor penyediaan akomodasi sebesar 15,10%, dan sektor konstruksi
sebesar 13,54%.
Penurunan kredit korporasi pada triwulan laporan disertai dengan terjadinya peningkatan risiko kredit. Rasio NPL pada
sektor korporasi naik dari 4,99% di triwulan I 2016 menjadi 6,07% dengan risiko kredit modal kerja yang meningkat
menjadi 7,43%. Peningkatan NPL terjadi pada beberapa sektor terutama sektor perdagangan besar dan eceran, sektor
listrik air dan gas, serta sektor pertanian, perburuan, dan kehutanan.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
48
GRAFIK 4.22. PERTUMBUHAN DPK (YOY) DAN KREDIT (YOY)
Sumber: Bank Indonesia, diolah
2015I II I I I IV I
2016II
DPK KREDIT
10,41%
14,93%
6%
8%
10%
12%
14%
16%
18%
20%
GRAFIK 4.23. PERKEMBANGAN LDR
Sumber: Bank Indonesia, diolah
DPK KREDIT LDR
2015I II I I I IV I
2016II
82%
84%
86%
88%
90%
92%
94%
96%
0
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
91,19%
GRAFIK 4.21. NPL KREDIT 2 SEKTOR KORPORASI
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV I
2016II
2013I II I I I IV
KONSTRUKSI LISTRIK, GAS DAN AIR BATASPERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN
100,0%
23,9%
6,6%
Sumber: Bank Indonesia, diolah
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
Perlu dicermati potensi risiko gagal bayar yang tercermin dari rasio NPL untuk sektor korporasi antara lain di sektor
konstruksi; pertambangan, serta listrik, gas, dan air. Dari sektor listrik, gas, dan air; NPL terbesar disumbang oleh
perusahaan swasta/ perseorangan dari subsektor ketenagalistrikan. Sementara itu, tingginya NPL di sektor pertambangan
dan penggalian sejak triwulan I 2016 berasal dari Kabupaten Kupang yang ditengarai dipengaruhi oleh aktivitas
pertambangan galian C yang terganggu akibat adanya penolakan warga terhadap kegiatan eksplorasi. Di samping itu,
NPL di sektor konstruksi yang cenderung tinggi disebabkan salah satu diantaranya adalah adanya proyek di tahun 2016
yang seharusnya menggunakan anggaran tahun 2015 yang saat ini pembayarannya masih dalam tahap menunggu proses
perubahan anggaran di tingkat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
4.5.1 Kinerja Bank Umum
Total aset industri perbankan pada akhir triwulan laporan tercatat sebesar Rp.32,32 triliun, mengalami
penurunan pertumbuhan dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 3,53% (yoy) menjadi -1,39% (yoy). Hal
ini disebabkan diantaranya adalah karena terdapat penurunan jumlah posisi aset antar kantor sebesar -16,04% (yoy) di
triwulan laporan atau terjadi pemindahan aset kantor beberapa cabang bank di NTT ke kantor bank di provinsi lain.
4.5 ASESMEN PERBANKAN
Pertumbuhan kredit perbankan cenderung meningkat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya,
sedangkan DPK tumbuh melambat. Pertumbuhan DPK (yoy) pada triwulan laporan tercatat sebesar 10,41% (yoy),
lebih rendah dibandingkan triwulan yang sama tahun 2015 yang tercatat sebesar 16,87% (yoy). Sementara itu,
pertumbuhan kredit naik tipis dari 13,99% (yoy) pada triwulan yang sama tahun 2015 menjadi 14,93% (yoy) pada
triwulan laporan. Pertumbuhan DPK yang lebih rendah dibandingkan kredit tersebut salah satunya menyebabkan Loan to
Deposit Ratio (LDR) naik dari 87,61% menjadi 91,19% pada triwulan laporan. Hal tersebut masih dinilai wajar karena
berada pada rentang optimal LDR yakni sebesar 78-92%.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
49Agustus 2016Agustus 2016
GRAFIK 4.25. LDR DAN CAR BPR
Sumber: Bank Indonesia, diolah
% CAR (SKALA KANAN) % LDR (SKALA KIRI)
79,8329,69
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV I
2016II
2013I II I I I IV
24
25
26
27
28
29
30
31
32
72
74
76
78
80
82
84
86
88
GRAFIK 4.26. BOPO, ROA, NPL BPR
% BOPO (SKALA KIRI) % ROA (SKALA KANAN) % NPL (SKALA KANAN)
2,61
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV I
2016II
2013I II I I I IV
0
1
2
3
4
5
6
7
72
74
76
78
80
82
84
82,42
6,2
GRAFIK 4.24. BOPO DAN ROA BANK UMUM
Sumber: Bank Indonesia, diolah
% BOPO (SKALA KIRI) % ROA (SKALA KANAN)
2015I II I I I IV I
2016II
3,4
3,5
3,6
3,7
3,8
3,9
4,0
4,1
4,2
4,3
4,4
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
4,11
67,65
Berdasarkan jenis simpanan, perlambatan pertumbuhan DPK terjadi pada giro dan deposito yang masing-masing
mencatatkan pertumbuhan sebesar 2,22% (yoy) dan 1,04%, dibandingkan 18,44% (yoy) dan 32,17% pada triwulan
yang sama tahun 2015. Perlambatan pertumbuhan giro dan deposito disumbang oleh sektor non rumah tangga yang
mencatatkan penurunan total DPK sebesar -0,74% (yoy).
Sementara itu dari sisi kredit, terpantau bahwa kredit modal kerja dan kredit investasi di triwulan laporan mengalami
perlambatan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yakni dari 18,16% (yoy) dan 13,71% menjadi 17,46%
(yoy) dan 3,39%. Namun demikian, perlambatan tersebut berhasil ditahan oleh relaksasi pertumbuhan kredit konsumsi
dari sebelumnya 12,08% (yoy) pada triwulan II 2015 menjadi 15,32% di triwulan laporan. Peningkatan kredit konsumsi
salah satunya ditopang oleh kredit multiguna yang tumbuh sebesar 16,24%.
Selain itu, pertumbuhan kredit juga mempengaruhi efisiensi bank umum secara industri pada triwulan laporan yang sedikit
mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya (BOPO turun dari 67,8% menjadi 67,65%) karena adanya
peningkatan pendapatan bunga. Dengan demikian profitabilitas bank yang terpantau melalui ROA juga mengalami
kenaikan dari sebelumnya 4,0% menjadi 4,11%.
4.5.2 Kinerja Bank Perkreditan Rakyat
Rasio LDR yang mencerminkan kinerja intermediasi mengalami penurunan pada triwulan laporan
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yakni dari 82,38% menjadi 79,83%. Hal ini disebabkan salah
satunya karena secara tahunan DPK tumbuh lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan penyaluran kredit. Rasio LDR
tersebut dinilai masih dalam kondisi wajar karena berada pada rentang 78-92% dan ditopang dengan rasio Capital
Adequacy Ratio (CAR) yang senantiasa masih tinggi yakni sebesar 29,69% pada triwulan laporan.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
50
Namun demikian, rasio NPL perlu mendapatkan perhatian karena sejak tahun 2015 berada pada posisi di atas batas NPL
yang aman. Pada triwulan laporan rasio NPL sebesar 6,2% dan menyentuh angka tertinggi selama 3 tahun terakhir.
Dengan demikian, ke depan BPR perlu lebih berhati-hati dalam memperhitungkan risiko calon debitur yang akan
melakukan peminjaman dana.
Peningkatan NPL ditengarai juga berdampak pada efisiensi BPR di triwulan laporan yang secara umum mengalami
penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya (BOPO meningkat dari 81,31% menjadi 82,42%). Hal tersebut berdampak
pula pada penurunan rasio profitabilitas BPR secara industri yang tercermin dari turunnya ROA menjadi 2,61% dari
sebelumnya sebesar 2,86%.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
51Agustus 2016Agustus 2016
GRAFIK 4.25. LDR DAN CAR BPR
Sumber: Bank Indonesia, diolah
% CAR (SKALA KANAN) % LDR (SKALA KIRI)
79,8329,69
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV I
2016II
2013I II I I I IV
24
25
26
27
28
29
30
31
32
72
74
76
78
80
82
84
86
88
GRAFIK 4.26. BOPO, ROA, NPL BPR
% BOPO (SKALA KIRI) % ROA (SKALA KANAN) % NPL (SKALA KANAN)
2,61
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV I
2016II
2013I II I I I IV
0
1
2
3
4
5
6
7
72
74
76
78
80
82
84
82,42
6,2
GRAFIK 4.24. BOPO DAN ROA BANK UMUM
Sumber: Bank Indonesia, diolah
% BOPO (SKALA KIRI) % ROA (SKALA KANAN)
2015I II I I I IV I
2016II
3,4
3,5
3,6
3,7
3,8
3,9
4,0
4,1
4,2
4,3
4,4
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
4,11
67,65
Berdasarkan jenis simpanan, perlambatan pertumbuhan DPK terjadi pada giro dan deposito yang masing-masing
mencatatkan pertumbuhan sebesar 2,22% (yoy) dan 1,04%, dibandingkan 18,44% (yoy) dan 32,17% pada triwulan
yang sama tahun 2015. Perlambatan pertumbuhan giro dan deposito disumbang oleh sektor non rumah tangga yang
mencatatkan penurunan total DPK sebesar -0,74% (yoy).
Sementara itu dari sisi kredit, terpantau bahwa kredit modal kerja dan kredit investasi di triwulan laporan mengalami
perlambatan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yakni dari 18,16% (yoy) dan 13,71% menjadi 17,46%
(yoy) dan 3,39%. Namun demikian, perlambatan tersebut berhasil ditahan oleh relaksasi pertumbuhan kredit konsumsi
dari sebelumnya 12,08% (yoy) pada triwulan II 2015 menjadi 15,32% di triwulan laporan. Peningkatan kredit konsumsi
salah satunya ditopang oleh kredit multiguna yang tumbuh sebesar 16,24%.
Selain itu, pertumbuhan kredit juga mempengaruhi efisiensi bank umum secara industri pada triwulan laporan yang sedikit
mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya (BOPO turun dari 67,8% menjadi 67,65%) karena adanya
peningkatan pendapatan bunga. Dengan demikian profitabilitas bank yang terpantau melalui ROA juga mengalami
kenaikan dari sebelumnya 4,0% menjadi 4,11%.
4.5.2 Kinerja Bank Perkreditan Rakyat
Rasio LDR yang mencerminkan kinerja intermediasi mengalami penurunan pada triwulan laporan
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yakni dari 82,38% menjadi 79,83%. Hal ini disebabkan salah
satunya karena secara tahunan DPK tumbuh lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan penyaluran kredit. Rasio LDR
tersebut dinilai masih dalam kondisi wajar karena berada pada rentang 78-92% dan ditopang dengan rasio Capital
Adequacy Ratio (CAR) yang senantiasa masih tinggi yakni sebesar 29,69% pada triwulan laporan.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
50
Namun demikian, rasio NPL perlu mendapatkan perhatian karena sejak tahun 2015 berada pada posisi di atas batas NPL
yang aman. Pada triwulan laporan rasio NPL sebesar 6,2% dan menyentuh angka tertinggi selama 3 tahun terakhir.
Dengan demikian, ke depan BPR perlu lebih berhati-hati dalam memperhitungkan risiko calon debitur yang akan
melakukan peminjaman dana.
Peningkatan NPL ditengarai juga berdampak pada efisiensi BPR di triwulan laporan yang secara umum mengalami
penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya (BOPO meningkat dari 81,31% menjadi 82,42%). Hal tersebut berdampak
pula pada penurunan rasio profitabilitas BPR secara industri yang tercermin dari turunnya ROA menjadi 2,61% dari
sebelumnya sebesar 2,86%.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
51Agustus 2016Agustus 2016
Transaksi sistem pembayaran di Provinsi NTT mengalami peningkatan yang cukup besar seiring
dengan adanya peningkatan ekonomi pada triwulan II 2016.
Pertumbuhan tranksaksi pembayaran tunai secara triwulanan (qtq) maupun tahunan (yoy)
mengalami peningkatan yang signifikan dikarenakan oleh besarnya permintaan uang tunai
masyarakat dan pelaku usaha menjelang hari raya idul Fitri, libur sekolah dan pencairan gaji ke-14
Perkembangan transaksi pembayaran non tunai juga ikut mengalami peningkatan yang terlihat dari
tingginya pertumbuhan SKNBI dan Layanan Keuangan Digital (LKD)
Penyelenggaran Sistem PembayaranDan Pengelolaan Uang Rupiah05
Foto : Alor
Transaksi sistem pembayaran di Provinsi NTT mengalami peningkatan yang cukup besar seiring
dengan adanya peningkatan ekonomi pada triwulan II 2016.
Pertumbuhan tranksaksi pembayaran tunai secara triwulanan (qtq) maupun tahunan (yoy)
mengalami peningkatan yang signifikan dikarenakan oleh besarnya permintaan uang tunai
masyarakat dan pelaku usaha menjelang hari raya idul Fitri, libur sekolah dan pencairan gaji ke-14
Perkembangan transaksi pembayaran non tunai juga ikut mengalami peningkatan yang terlihat dari
tingginya pertumbuhan SKNBI dan Layanan Keuangan Digital (LKD)
Penyelenggaran Sistem PembayaranDan Pengelolaan Uang Rupiah05
Foto : Alor
Secara umum perkembangan sistem pembayaran di Provinsi NTT pada triwulan II 2016 menunjukkan
peningkatan yang signifikan. Sistem Pembayaran Tunai mengalami net-outflow sebesar Rp.945,77 miliar atau tumbuh
117,86% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun lalu pada periode yang sama. Besarnya Net outflow terutama
disebabkan oleh momentum perayaan bulan puasa dan Idul Fitri serta momen tahun ajaran baru 2016 yang membuat
konsumsi rumah tangga mengalami peningkatan.
Sementara itu, uang palsu yang ditemukan pada triwulan ini sebanyak 89 lembar, meningkat bila
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Temuan uang palsu ini disebabkan oleh meningkatnya pemahaman dan
kesadaran perbankan tentang uang palsu, serta aktifnya sosialisasi ciri-ciri uang rupiah dari Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi NTT kepada masyarakat. Sementara itu, pihak kepolisian juga berperan aktif dalam membantu
mengungkapkan kasus uang palsu tersebut.
Peningkatan pertumbuhan tidak hanya pada transaksi pembayaran tunai, namun peningkatan yang
signifikan juga terjadi pada transaksi pembayaran secara non tunai. Penggunaan transaksi pembayaran melalui
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) di Provinsi NTT dari sisi volume maupun nominal mengalami peningkatan
masing-masing sebesar 86,02% (yoy) dan 261,82% (yoy). Selain itu, pertumbuhan transaksi pembayaran melalui SKNBI di
Provinsi NTT masih tetap berada di atas pertumbuhan Nasional. Tingginya penggunaan SKNBI sebagai alat transfer dana
tersebut terutama disebabkan oleh diberlakukannya peraturan transfer dana yang baru tentang batasan nominal transaksi
penggunaan fasilitas BI-RTGS maupun SKNBI. Hal ini mengakibatkan kegiatan transfer dana menggunakan SKNBI
mengalami peningkatan signifikan. Sebaliknya, kegiatan BI-RTGS justru mengalami penurunan cukup besar.
5.1. KONDISI UMUM
GRAFIK 5.1 PERKEMBANGAN TRANSAKSI TUNAI
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
NET IN/OUT (RP. MILIAR) QTQ YOY
-300%
-200%
-100%
0%
100%
200%
300%
400%
500%
600%
700%
-2500,00
-2000,00
-1500,00
-1000,00
-500,00
0,00
500,00
1000,00
1500,00
2000,00
III I II II I I I II I II I I IVIVIV201320122011 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I I I2016
GRAFIK 5.2 PERKEMBANGAN TRANSAKSI KLIRING
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
VOLUME KLIRING NOMINAL KLIRING NOMINAL CEK/BG KOSONG VOLUME CEK/BG KOSONG
II I II I I I II I I IVIV20132012 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I I I2016
-40,00%
-20,00%
0,00%
20,00%
40,00%
60,00%
80,00%
-100,00%
0,00%
100,00%
200,00%
300,00%
400,00%
500,00%
Transaksi pembayaran tunai di Bank Indonesia tercermin dari beberapa kegiatan, diantaranya jumlah aliran uang keluar
dari Bank Indonesia ke stakeholder (outflow), jumlah aliran uang masuk dari perbankan ke Bank Indonesia (inflow), dan
kegiatan pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE), serta temuan uang palsu (UPAL).
5.2.1. Aliran Uang Masuk (inflow) dan Aliran Uang Keluar (Outflow)Pada triwulan II 2016 perkembangan uang tunai di Provinsi NTT mengalami peningkatan. Hal ini didorong oleh
peningkatan outflow atau uang yang beredar sebesar 81,78% (yoy) atau mencapai Rp.1.683,68 miliar, lebih tinggi
dari triwulan I 2016 yang justru turun sebesar 6,14% (yoy) dibanding tahun sebelumnya. Sementara itu, aliran inflow atau
uang yang disetor di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT mengalami penurunan, dari Rp.1.832.88 miliar pada
triwulan I 2016, menjadi Rp.737,91 miliar. Tingginya uang yang diedarkan (outflow) dibanding uang yang ditarik (inflow)
ini menyebabkan jumlah uang yang beredar di masyarakat mengalami peningkatan hingga sebesar Rp.945,77 miliar,
5.2. TRANSAKSI PEMBAYARAN TUNAI
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
55Agustus 2016
Secara umum perkembangan sistem pembayaran di Provinsi NTT pada triwulan II 2016 menunjukkan
peningkatan yang signifikan. Sistem Pembayaran Tunai mengalami net-outflow sebesar Rp.945,77 miliar atau tumbuh
117,86% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun lalu pada periode yang sama. Besarnya Net outflow terutama
disebabkan oleh momentum perayaan bulan puasa dan Idul Fitri serta momen tahun ajaran baru 2016 yang membuat
konsumsi rumah tangga mengalami peningkatan.
Sementara itu, uang palsu yang ditemukan pada triwulan ini sebanyak 89 lembar, meningkat bila
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Temuan uang palsu ini disebabkan oleh meningkatnya pemahaman dan
kesadaran perbankan tentang uang palsu, serta aktifnya sosialisasi ciri-ciri uang rupiah dari Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi NTT kepada masyarakat. Sementara itu, pihak kepolisian juga berperan aktif dalam membantu
mengungkapkan kasus uang palsu tersebut.
Peningkatan pertumbuhan tidak hanya pada transaksi pembayaran tunai, namun peningkatan yang
signifikan juga terjadi pada transaksi pembayaran secara non tunai. Penggunaan transaksi pembayaran melalui
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) di Provinsi NTT dari sisi volume maupun nominal mengalami peningkatan
masing-masing sebesar 86,02% (yoy) dan 261,82% (yoy). Selain itu, pertumbuhan transaksi pembayaran melalui SKNBI di
Provinsi NTT masih tetap berada di atas pertumbuhan Nasional. Tingginya penggunaan SKNBI sebagai alat transfer dana
tersebut terutama disebabkan oleh diberlakukannya peraturan transfer dana yang baru tentang batasan nominal transaksi
penggunaan fasilitas BI-RTGS maupun SKNBI. Hal ini mengakibatkan kegiatan transfer dana menggunakan SKNBI
mengalami peningkatan signifikan. Sebaliknya, kegiatan BI-RTGS justru mengalami penurunan cukup besar.
5.1. KONDISI UMUM
GRAFIK 5.1 PERKEMBANGAN TRANSAKSI TUNAI
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
NET IN/OUT (RP. MILIAR) QTQ YOY
-300%
-200%
-100%
0%
100%
200%
300%
400%
500%
600%
700%
-2500,00
-2000,00
-1500,00
-1000,00
-500,00
0,00
500,00
1000,00
1500,00
2000,00
III I II II I I I II I II I I IVIVIV201320122011 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I I I2016
GRAFIK 5.2 PERKEMBANGAN TRANSAKSI KLIRING
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
VOLUME KLIRING NOMINAL KLIRING NOMINAL CEK/BG KOSONG VOLUME CEK/BG KOSONG
II I II I I I II I I IVIV20132012 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I I I2016
-40,00%
-20,00%
0,00%
20,00%
40,00%
60,00%
80,00%
-100,00%
0,00%
100,00%
200,00%
300,00%
400,00%
500,00%
Transaksi pembayaran tunai di Bank Indonesia tercermin dari beberapa kegiatan, diantaranya jumlah aliran uang keluar
dari Bank Indonesia ke stakeholder (outflow), jumlah aliran uang masuk dari perbankan ke Bank Indonesia (inflow), dan
kegiatan pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE), serta temuan uang palsu (UPAL).
5.2.1. Aliran Uang Masuk (inflow) dan Aliran Uang Keluar (Outflow)Pada triwulan II 2016 perkembangan uang tunai di Provinsi NTT mengalami peningkatan. Hal ini didorong oleh
peningkatan outflow atau uang yang beredar sebesar 81,78% (yoy) atau mencapai Rp.1.683,68 miliar, lebih tinggi
dari triwulan I 2016 yang justru turun sebesar 6,14% (yoy) dibanding tahun sebelumnya. Sementara itu, aliran inflow atau
uang yang disetor di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT mengalami penurunan, dari Rp.1.832.88 miliar pada
triwulan I 2016, menjadi Rp.737,91 miliar. Tingginya uang yang diedarkan (outflow) dibanding uang yang ditarik (inflow)
ini menyebabkan jumlah uang yang beredar di masyarakat mengalami peningkatan hingga sebesar Rp.945,77 miliar,
5.2. TRANSAKSI PEMBAYARAN TUNAI
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
55Agustus 2016
Tabel 5.1.Perkembangan Kegiatan KPw BI Provinsi NTT
INDIKATOR*
*) FrekuensiSumber : Kpw BI Provinsi NTT diolah
I - 2016
SUMBA TIMOR
KAS KELILING
KAS TITIPAN
TOTAL
2
2
4
10
1
11
FLORES
7
1
8
19
4
23
JUMLAH
II - 2016
SUMBA TIMOR
3
4
23
23
3
6
12
3
14
38
9
47
FLORES JUMLAH
PERIODE
GRAFIK 5.3 PERKEMBANGAN INFLOW, OUTFLOW DAN UTLE
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I I I2016
-2.000,00
-1.500,00
-1.000,00
-500,00
0,00
500,00
1.000,00
1.500,00
2.000,00
2.500,00
3.000,00
INFLOW (RP. MILIAR) UTLE OUTFLOW (RP. MILIAR) NET OUTFLOWINFLOW (RP. MILIAR) UTLE OUTFLOW (RP. MILIAR) NET OUTFLOW
GRAFIK 5.4 PERKEMBANGAN ARUS UANG TUNAI (INFLOW-OUTFLOW)
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
II I II I I I II I I IVIV20132012 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I I I2016
-80,00%
0,00%
80,00%
160,00%
0,00
500,00
1.000,00
1.500,00
2.000,00
2.500,00
INFLOW (RP. MILIAR) OUTFLOW (RP. MILIAR) YOY INFLOW YOY OUTFLOW
meningkat 117,86% (yoy) dibanding tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan aktivitas ekonomi
yang cukup tinggi di Provinsi NTT terlebih untuk kebutuhan konsumsi masyarakat dan investasi (realisasi proyek).
Uang beredar di masyarakat maupun perbankan hingga triwulan II 2016 sejak tiga tahun terakhir ini terjadi ekspansi
sebesar 4,06 triliun rupiah. Hal ini dilihat dari uang yang masuk (inflow) dan uang yang keluar (outflow) di Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT. Sejak tahun 2013 jumlah uang yang beredar terus mengalami peningkatan,
walupun pada tahun 2014 sempat melambat namun kembali meningkat di tahun 2015 dan 2016. Selain itu hal ini juga
menggambarkan perkembangan ekonomi yang meningkat pada tahun 2015 dan 2016.
5.2.2. Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE)
Uang Tidak Layak Edar (UTLE) yang telah dimusnahkan di Provinsi NTT hingga triwulan II 2016 mencapai
Rp.517,72 miliar atau meningkat 87,21% (yoy). Sementara itu, rasio pemusnahan UTLE di Provinsi NTT dibandingkan
Nasional pada triwulan II 2016 yaitu sebesar 1,06% semakin meningkat bila dibandingkan triwulan-triwulan sebelumnya.
Peningkatan ini sebagai wujud komitmen Bank Indonesia untuk menyediakan uang layak edar dimasyarakat, sehingga
uang tidak layak edar (UTLE) atau yang dimusnahkan dari peredaran semakin meningkat. Selain itu, Kantor Perwakilan
Bank Indonesia Provinsi NTT juga melakukan kegiatan dropling. Kegiatan ini dilakukan sebagai tindak lanjut atas hasil
survei ULE yang telah dilakukan. Pada prakteknya, program dropling akan menyasar pada 3 pelaku ekonomi yang akan
dilakukan penukaran UTLE yaitu pasar, pedagang besar dan perbankan. Dalam pelaksanaannya, program dropling juga
dibarengkan dengan sosialisasi CIKUR agar dapat menekan peredaran uang palsu di daerah.
Sementara itu, jumlah setoran UTLE di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT pada triwulan II 2016 tercatat
sebesar Rp.556,95 miliar, atau melambat 33,06% (yoy), lebih rendah bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang
mencapai Rp.716,63 miliar atau tumbuh 50,22% (yoy). Hal ini diperkirakan karena tingginya setoran UTLE pada triwulan I
2016, sehingga pada triwulan II 2016 UTLE yang disetor tidak terlalu banyak. Selain itu, UTLE yang beredar juga mulai
berkurang karena banyaknya ULE pada triwulan IV 2015 dan triwulan II 2016.
Untuk mendukung kelancaran pengedaran uang serta ketersediaan Uang Layak Edar (ULE) di daerah, Kantor Perwakilan
Bank Indonesia Provinsi NTT bekerjasama dengan perbankan di daerah membuka 3 wilayah Kas Titipan, yaitu di
Kabupaten Sikka, Kabupaten Sumba Timur, dan Kabupaten Belu. Kegiatan-kegiatan dalam rangka kas titipan yang
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
56
Grafik 5.6. Perkembangan UPAL di NTT
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
II I II I I I II I I IVIV20132012 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I I I2016
50
150
250
350
450
550
650
750
850
950
UPAL
GRAFIK 5.5. PERKEMBANGAN UTLE DI PROVINSI NTT
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I I I2016
-200%0%200%400%600%800%1000%1200%1400%1600%1800%2000%
0,00
500,00
1.000,00
1.500,00
2.000,00
2.500,00
INFLOW (RP. MILIAR) OUTFLOW (RP. MILIAR) UTLE QTQ UTLE YOY UTLE
dilakukan diantaranya melakukan droping Uang Layak Edar (ULE) dan menarik Uang Tidak Layak Edar (UTLE) dari wilayah
kas titipan dimana untuk tahun 2016, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT telah melaksanakan sebanyak 13
kali droping.
Selain itu, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT secara rutin melakukan Kas Keliling dalam kota dan luar kota,
dimana sampai dengan Juli 2016 telah dilaksanakan sebanyak 57 kali dan 56% merupakan kas keliling luar kota. Kegiatan
kas keliling khususnya luar kota sangat penting untuk menjaga ketersediaan uang di daerah terlebih Provinsi NTT
merupakan provinsi dengan daerah yang luas dan terdiri dari banyak pulau.
5.2.3. Perkembangan Uang Palsu (UPAL)
Pada triwulan II 2016 temuan uang palsu yang tercatat di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT
mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Jumlah lembar uang palsu meningkat
dari 25 lembar menjadi 89 lembar pada triwulan laporan. Uang palsu yang ditemukan pada triwulan II 2016 umumnya
uang kertas pecahan Rp.100.000,- dan Rp.50.000,-. Peningkatan uang palsu yang ditemukan menggambarkan bahwa
kegiatan pengenalan ciri-ciri keaslian uang rupiah berdampak positif dan terus diperlukan untuk meningkatkan
pemahaman masyarakat.
Perkembangan transaksi menggunakan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) pada triwulan II 2016
dari sisi volume maupun nominal mengalami peningkatan yang signifikan. Dari sisi volume mengalami
peningkatan sebesar 86,02% (yoy) atau mencapai 75.723 transaksi, sedangkan berdasarkan nominal mengalami
peningkatan sebesar 261,82% (yoy) atau sebesar 3,36 triliun. Tingginya penggunaan SKNBI sebagai alat pembayaran
transfer dana tersebut terutama disebabkan oleh diberlakukannya BI-RTGS Gen 2. Sejak tanggal 16 November 2015
sampai dengan 30 Juni 2016, nilai nominal transfer dana antar bank peserta sistem BI-RTGS minimal Rp.500 juta per
instruksi setelmen dana. Sementara itu, untuk nilai nominal transfer dana melalui SKNBI tidak dibatasi. Pada tanggal 1 Juli
2016, minimal nilai nominal transfer dana menggunakan BI-RTGS turun menjadi Rp.100 juta per instruksi setelmen dana.
5.3. TRANSAKSI PEMBAYARAN NON TUNAI
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
57
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT juga terus mengupayakan untuk mencegah beredarnya uang palsu di
Provinsi NTT. Upaya yang telah dilakukan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT untuk mencegah uang palsu
adalah dengan cara melakukan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah (CIKUR) kepada masyarakat, akademisi maupun
aparat. Pada tahun 2016 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT telah melakukan sosialisasi sebanyak lima kali,
yang diadakan di Kota Kupang, Kabupaten Sumba Timur, Kabupaten Ngada, dan Kabupaten Manggarai Timur.
Agustus 2016Agustus 2016
Tabel 5.1.Perkembangan Kegiatan KPw BI Provinsi NTT
INDIKATOR*
*) FrekuensiSumber : Kpw BI Provinsi NTT diolah
I - 2016
SUMBA TIMOR
KAS KELILING
KAS TITIPAN
TOTAL
2
2
4
10
1
11
FLORES
7
1
8
19
4
23
JUMLAH
II - 2016
SUMBA TIMOR
3
4
23
23
3
6
12
3
14
38
9
47
FLORES JUMLAH
PERIODE
GRAFIK 5.3 PERKEMBANGAN INFLOW, OUTFLOW DAN UTLE
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I I I2016
-2.000,00
-1.500,00
-1.000,00
-500,00
0,00
500,00
1.000,00
1.500,00
2.000,00
2.500,00
3.000,00
INFLOW (RP. MILIAR) UTLE OUTFLOW (RP. MILIAR) NET OUTFLOWINFLOW (RP. MILIAR) UTLE OUTFLOW (RP. MILIAR) NET OUTFLOW
GRAFIK 5.4 PERKEMBANGAN ARUS UANG TUNAI (INFLOW-OUTFLOW)
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
II I II I I I II I I IVIV20132012 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I I I2016
-80,00%
0,00%
80,00%
160,00%
0,00
500,00
1.000,00
1.500,00
2.000,00
2.500,00
INFLOW (RP. MILIAR) OUTFLOW (RP. MILIAR) YOY INFLOW YOY OUTFLOW
meningkat 117,86% (yoy) dibanding tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan aktivitas ekonomi
yang cukup tinggi di Provinsi NTT terlebih untuk kebutuhan konsumsi masyarakat dan investasi (realisasi proyek).
Uang beredar di masyarakat maupun perbankan hingga triwulan II 2016 sejak tiga tahun terakhir ini terjadi ekspansi
sebesar 4,06 triliun rupiah. Hal ini dilihat dari uang yang masuk (inflow) dan uang yang keluar (outflow) di Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT. Sejak tahun 2013 jumlah uang yang beredar terus mengalami peningkatan,
walupun pada tahun 2014 sempat melambat namun kembali meningkat di tahun 2015 dan 2016. Selain itu hal ini juga
menggambarkan perkembangan ekonomi yang meningkat pada tahun 2015 dan 2016.
5.2.2. Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE)
Uang Tidak Layak Edar (UTLE) yang telah dimusnahkan di Provinsi NTT hingga triwulan II 2016 mencapai
Rp.517,72 miliar atau meningkat 87,21% (yoy). Sementara itu, rasio pemusnahan UTLE di Provinsi NTT dibandingkan
Nasional pada triwulan II 2016 yaitu sebesar 1,06% semakin meningkat bila dibandingkan triwulan-triwulan sebelumnya.
Peningkatan ini sebagai wujud komitmen Bank Indonesia untuk menyediakan uang layak edar dimasyarakat, sehingga
uang tidak layak edar (UTLE) atau yang dimusnahkan dari peredaran semakin meningkat. Selain itu, Kantor Perwakilan
Bank Indonesia Provinsi NTT juga melakukan kegiatan dropling. Kegiatan ini dilakukan sebagai tindak lanjut atas hasil
survei ULE yang telah dilakukan. Pada prakteknya, program dropling akan menyasar pada 3 pelaku ekonomi yang akan
dilakukan penukaran UTLE yaitu pasar, pedagang besar dan perbankan. Dalam pelaksanaannya, program dropling juga
dibarengkan dengan sosialisasi CIKUR agar dapat menekan peredaran uang palsu di daerah.
Sementara itu, jumlah setoran UTLE di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT pada triwulan II 2016 tercatat
sebesar Rp.556,95 miliar, atau melambat 33,06% (yoy), lebih rendah bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang
mencapai Rp.716,63 miliar atau tumbuh 50,22% (yoy). Hal ini diperkirakan karena tingginya setoran UTLE pada triwulan I
2016, sehingga pada triwulan II 2016 UTLE yang disetor tidak terlalu banyak. Selain itu, UTLE yang beredar juga mulai
berkurang karena banyaknya ULE pada triwulan IV 2015 dan triwulan II 2016.
Untuk mendukung kelancaran pengedaran uang serta ketersediaan Uang Layak Edar (ULE) di daerah, Kantor Perwakilan
Bank Indonesia Provinsi NTT bekerjasama dengan perbankan di daerah membuka 3 wilayah Kas Titipan, yaitu di
Kabupaten Sikka, Kabupaten Sumba Timur, dan Kabupaten Belu. Kegiatan-kegiatan dalam rangka kas titipan yang
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
56
Grafik 5.6. Perkembangan UPAL di NTT
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
II I II I I I II I I IVIV20132012 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I I I2016
50
150
250
350
450
550
650
750
850
950
UPAL
GRAFIK 5.5. PERKEMBANGAN UTLE DI PROVINSI NTT
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I I I2016
-200%0%200%400%600%800%1000%1200%1400%1600%1800%2000%
0,00
500,00
1.000,00
1.500,00
2.000,00
2.500,00
INFLOW (RP. MILIAR) OUTFLOW (RP. MILIAR) UTLE QTQ UTLE YOY UTLE
dilakukan diantaranya melakukan droping Uang Layak Edar (ULE) dan menarik Uang Tidak Layak Edar (UTLE) dari wilayah
kas titipan dimana untuk tahun 2016, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT telah melaksanakan sebanyak 13
kali droping.
Selain itu, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT secara rutin melakukan Kas Keliling dalam kota dan luar kota,
dimana sampai dengan Juli 2016 telah dilaksanakan sebanyak 57 kali dan 56% merupakan kas keliling luar kota. Kegiatan
kas keliling khususnya luar kota sangat penting untuk menjaga ketersediaan uang di daerah terlebih Provinsi NTT
merupakan provinsi dengan daerah yang luas dan terdiri dari banyak pulau.
5.2.3. Perkembangan Uang Palsu (UPAL)
Pada triwulan II 2016 temuan uang palsu yang tercatat di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT
mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Jumlah lembar uang palsu meningkat
dari 25 lembar menjadi 89 lembar pada triwulan laporan. Uang palsu yang ditemukan pada triwulan II 2016 umumnya
uang kertas pecahan Rp.100.000,- dan Rp.50.000,-. Peningkatan uang palsu yang ditemukan menggambarkan bahwa
kegiatan pengenalan ciri-ciri keaslian uang rupiah berdampak positif dan terus diperlukan untuk meningkatkan
pemahaman masyarakat.
Perkembangan transaksi menggunakan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) pada triwulan II 2016
dari sisi volume maupun nominal mengalami peningkatan yang signifikan. Dari sisi volume mengalami
peningkatan sebesar 86,02% (yoy) atau mencapai 75.723 transaksi, sedangkan berdasarkan nominal mengalami
peningkatan sebesar 261,82% (yoy) atau sebesar 3,36 triliun. Tingginya penggunaan SKNBI sebagai alat pembayaran
transfer dana tersebut terutama disebabkan oleh diberlakukannya BI-RTGS Gen 2. Sejak tanggal 16 November 2015
sampai dengan 30 Juni 2016, nilai nominal transfer dana antar bank peserta sistem BI-RTGS minimal Rp.500 juta per
instruksi setelmen dana. Sementara itu, untuk nilai nominal transfer dana melalui SKNBI tidak dibatasi. Pada tanggal 1 Juli
2016, minimal nilai nominal transfer dana menggunakan BI-RTGS turun menjadi Rp.100 juta per instruksi setelmen dana.
5.3. TRANSAKSI PEMBAYARAN NON TUNAI
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
57
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT juga terus mengupayakan untuk mencegah beredarnya uang palsu di
Provinsi NTT. Upaya yang telah dilakukan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT untuk mencegah uang palsu
adalah dengan cara melakukan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah (CIKUR) kepada masyarakat, akademisi maupun
aparat. Pada tahun 2016 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT telah melakukan sosialisasi sebanyak lima kali,
yang diadakan di Kota Kupang, Kabupaten Sumba Timur, Kabupaten Ngada, dan Kabupaten Manggarai Timur.
Agustus 2016Agustus 2016
Branchless banking atau yang dikenal dengan Layanan keuangan digital merupakan kegiatan layanan jasa sistem
pembayaran dan/atau keuangan terbatas yang dilakukan tanpa melalui kantor fisik, namun dengan menggunakan sarana
teknologi antara lain mobile based maupun web based dan jasa pihak ketiga (agen), dengan target layanan masyarakat
unbanked dan underbanked. Dikarenakan perbankan tidak dapat melakukan sendiri secara efisien , dibutuhkan kerjasama
dengan pihak lain, yaitu terutama perusahaan telekomunikasi. Selain itu, tujuan semula yang hanya berupaya untuk
memperluas akses keuangan, kini semakin berkembang menjadi upaya peningkatan aktivitas ekonomi berbasis teknologi.
Dengan mempertimbangkan hal tersebut, maka branchless banking diperluas menjadi Layanan Keuangan Digital (LKD).
Jumlah agen Layanan Keuangan Digital (LKD) di Provinsi NTT mengalami perlambatan, namun dari sisi
penggunaan tranksaksi LKD oleh masyarakat mengalami peningkatan yang signifikan. Pada triwulan II 2016,
jumlah agen LKD tumbuh 6,43% (qtq), sedikit melambat dibanding triwulan I 2016 yang mencapai 10,75% (qtq). Namun
demikian, pertumbuhan jumlah transaksi menggunakan LKD meningkat 142% (qtq) atau sebanyak 768.867 transaksi.
Hal ini menunjukkan masyarakat sudah mulai menerima dan menggunakan transaksi digital dalam aktivitas mereka.
Berdasarkan data transaksi terlihat bahwa rata-rata jumlah transaksi agen LKD di Provinsi NTT yang berjumlah 1.009 agen
mencapai 8 transaksi per hari untuk tiap agennya, meningkat dibandingkan rata-rata transaksi triwulan sebelumnya yang
hanya sebanyak 4 transaksi per agen per hari.
Beberapa kegiatan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT dalam usaha meningkatkan jumlah LKD didaerah
diantaranya adalah :
5.4. PERKEMBANGAN LAYANAN KEUANGAN DIGITAL
a.
b.
c.
Melakukan MoU antara Bank Indonesia, perbankan dan instansi daerah terkait pembayaran gaji (elektronifikasi).
Melakukan sosialisasi LKD kepada pemerintah daerah dan universitas serta pengusaha.
Melakukan kerjasama antara perbankan dan universitas untuk pembayaran beasiswa kepada mahasiswa.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
58
Sementara itu, maksimal nilai nominal transfer dana menggunakan SKNBI dibatasi maksimal Rp. 500 juta per transaksi.
Tingginya peningkatan transaksi kliring juga disebabkan oleh adanya peningkatan aktivitas ekonomi yang juga dikuatkan
oleh indikator sistem pembayaran tunai. Selain itu, pertumbuhan SKNBI di provinsi NTT juga masih berada jauh di atas
pertumbuhan SKNBI secara Nasional.
Indikator kesejahteraan dan ketenagakerjaan di Provinsi NTT menunjukkan adanya peningkatan
yang terlihat dari penurunan kemiskinan, kenaikan nilai IPM dan peningkatan indikator tenaga kerja
SKDU.
Perkembangan jumlah penduduk miskin di Provinsi NTT mengalami penurunan. Penurunan penduduk
miskin juga diimbangi oleh ketimpangan pendapatan yang menurun.
Sementara itu, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) pada tahun 2015 tercatat sebesar 62,67 atau
meningkat dari 62,26 (2014) namun tidak sebesar peningkatan IPM di daerah lain.
Indeks ketenagakerjaan mengalami peningkatanbaik pada triwulan II maupun proyeksi triwulan III
2016.
Ketenagakerjaan & Kesejahteraan06
Agustus 2016
Foto : Kampung Tua Benteng
Branchless banking atau yang dikenal dengan Layanan keuangan digital merupakan kegiatan layanan jasa sistem
pembayaran dan/atau keuangan terbatas yang dilakukan tanpa melalui kantor fisik, namun dengan menggunakan sarana
teknologi antara lain mobile based maupun web based dan jasa pihak ketiga (agen), dengan target layanan masyarakat
unbanked dan underbanked. Dikarenakan perbankan tidak dapat melakukan sendiri secara efisien , dibutuhkan kerjasama
dengan pihak lain, yaitu terutama perusahaan telekomunikasi. Selain itu, tujuan semula yang hanya berupaya untuk
memperluas akses keuangan, kini semakin berkembang menjadi upaya peningkatan aktivitas ekonomi berbasis teknologi.
Dengan mempertimbangkan hal tersebut, maka branchless banking diperluas menjadi Layanan Keuangan Digital (LKD).
Jumlah agen Layanan Keuangan Digital (LKD) di Provinsi NTT mengalami perlambatan, namun dari sisi
penggunaan tranksaksi LKD oleh masyarakat mengalami peningkatan yang signifikan. Pada triwulan II 2016,
jumlah agen LKD tumbuh 6,43% (qtq), sedikit melambat dibanding triwulan I 2016 yang mencapai 10,75% (qtq). Namun
demikian, pertumbuhan jumlah transaksi menggunakan LKD meningkat 142% (qtq) atau sebanyak 768.867 transaksi.
Hal ini menunjukkan masyarakat sudah mulai menerima dan menggunakan transaksi digital dalam aktivitas mereka.
Berdasarkan data transaksi terlihat bahwa rata-rata jumlah transaksi agen LKD di Provinsi NTT yang berjumlah 1.009 agen
mencapai 8 transaksi per hari untuk tiap agennya, meningkat dibandingkan rata-rata transaksi triwulan sebelumnya yang
hanya sebanyak 4 transaksi per agen per hari.
Beberapa kegiatan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT dalam usaha meningkatkan jumlah LKD didaerah
diantaranya adalah :
5.4. PERKEMBANGAN LAYANAN KEUANGAN DIGITAL
a.
b.
c.
Melakukan MoU antara Bank Indonesia, perbankan dan instansi daerah terkait pembayaran gaji (elektronifikasi).
Melakukan sosialisasi LKD kepada pemerintah daerah dan universitas serta pengusaha.
Melakukan kerjasama antara perbankan dan universitas untuk pembayaran beasiswa kepada mahasiswa.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
58
Sementara itu, maksimal nilai nominal transfer dana menggunakan SKNBI dibatasi maksimal Rp. 500 juta per transaksi.
Tingginya peningkatan transaksi kliring juga disebabkan oleh adanya peningkatan aktivitas ekonomi yang juga dikuatkan
oleh indikator sistem pembayaran tunai. Selain itu, pertumbuhan SKNBI di provinsi NTT juga masih berada jauh di atas
pertumbuhan SKNBI secara Nasional.
Indikator kesejahteraan dan ketenagakerjaan di Provinsi NTT menunjukkan adanya peningkatan
yang terlihat dari penurunan kemiskinan, kenaikan nilai IPM dan peningkatan indikator tenaga kerja
SKDU.
Perkembangan jumlah penduduk miskin di Provinsi NTT mengalami penurunan. Penurunan penduduk
miskin juga diimbangi oleh ketimpangan pendapatan yang menurun.
Sementara itu, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) pada tahun 2015 tercatat sebesar 62,67 atau
meningkat dari 62,26 (2014) namun tidak sebesar peningkatan IPM di daerah lain.
Indeks ketenagakerjaan mengalami peningkatanbaik pada triwulan II maupun proyeksi triwulan III
2016.
Ketenagakerjaan & Kesejahteraan06
Agustus 2016
Foto : Kampung Tua Benteng
6.2 . PERKEMBANGAN TINGKAT KEMISKINAN
6.1. KONDISI UMUM
Persentase penduduk miskin NTT masih lebih tinggi dibandingkan persentase penduduk miskin nasional.
Persentase penduduk miskin NTT pada bulan Maret 2016 sebesar 22,19% dan berada di atas angka nasional yang sebesar
10,86%. Jumlah penduduk miskin untuk tataran nasional mencapai 28,01 juta orang dengan jumlah terbanyak masih
berada di pedesaan (17,67 juta orang). Provinsi yang memiliki presentasi penduduk miskin paling sedikit adalah Provinsi
Bangka Belitung (5,22%), Kalimantan Utara (6,23%) dan Kalimantan Timur (6,11%). Sementara itu Provinsi NTT masih
berada di peringkat ke-3 terbawah, di atas Papua Barat (25,43%) dan Papua (28,54%).
Kondisi kesejahteraan masyarakat NTT menunjukkan perbaikan yang terlihat dari adanya penurunan
presentase penduduk miskin. Jumlah penduduk miskin di Provinsi NTT pada bulan Maret 2016 sebesar 1.149,92 ribu
orang atau menurun sebesar 10.610 orang dibandingkan bulan September 2015 yang sebesar 1.160,53 ribu orang. Hal ini
didukung oleh membaiknya kondisi perekonomian yang didorong peningkatan investasi serta daya beli masyarakat.
Di sisi lain, perkembangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi NTT pada tahun 2015 mencapai 62,67.
IPM NTT cenderung meningkat apabila dibandingkan tahun 2014 yang sebesar 62,26. Namun, apabila dibandingkan
Provinsi lain di Indonesia, Provinsi NTT hanya berada pada peringkat ke-32 di atas Provinsi Papua Barat (61,73) dan Provinsi
Papua (57,25). Sementara itu, Angka Partisipasi Sekolah (APS) di NTT mengalami sedikit peningkatan. APS untuk
kelompok umur 7-12 tahun pada tahun 2015 mencapai 98,1% meningkat dibandingkan 2014 yang sebesar 98%,
sementara kelompok umur 13-15 tahun mencapai 94,4%, sedangkan untuk kelompok 16-18 tahun mencapai 74,3%.
GRAFIK 6.1 PERBANDINGAN PERSENTASE KEMISKINAN PROVINSI NTT DAN NASIONAL
SEP12MAR12 MAR13 SEP13 MAR14 SEP14 SEP15MAR15 MAR16
11,96 11,66 11,36 11,46 11,25 10,96 11,22 11,13 10,86
20,88 20,41 20,03 20,24 19,82 19,6
22,61 22,5822,19
5
7
9
11
13
15
17
19
21
23
25 %
NASIONAL NTT
GRAFIK 6.2 SEPULUH PROVINSI DENGAN JUMLAH PERSENTASE PENDUDUK MISKIN TERTINGGI
LAM
PUN
G
SULT
ENG
NTB
AC
EH
BEN
GK
ULU
GO
RON
TALO
MA
LUK
U
NTT
PAPU
A B
ARA
T
PAPU
A
14,29
14,45
16,48
16,73
17,32
17,72
19,18
22,19
25,43
28,54
%
Dari sisi komposisi, penduduk miskin di NTT yang berada di perkotaan menunjukkan peningkatan sebesar 15,4% dari
97,06 ribu (Sept 2015) menjadi 112,02 ribu (Maret 2016). Peningkatan ini salah satunya ditengarai terjadi karena migrasi
masyarakat dari pedesaan ke perkotaan dan disertai dengan ketersediaan lapangan kerja yang masih terbatas di
perkotaan. Sementara itu, penduduk miskin di kawasan pedesaan mengalami penurunan sebesar 2,4% dari 1.063,47 ribu
(Sept 2015) menjadi 1.037,9 ribu (Maret 2016). Penurunan diperkirakan didorong pula oleh panen produksi perkebunan
di pedesaan.
Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 6.3. PERSENTASE PENDUDUK MISKIN DI NTT
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
PERKOTAAN PEDESAAN KOTA+DESA %PERKOTAAN %PEDESAAN %KOTA+DESA
1.012,60 1.000,30993,56
1.009,15 994,67 991,88
1.159,84 1160,53 1149,92
8,00
13,00
18,00
23,00
28,00
0
200
400
600
800
1.000
1.200 RIBU %
SEP12MAR12 MAR13 SEP13 MAR14 SEP14 SEP15MAR15 MAR16
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
61Agustus 2016
6.2 . PERKEMBANGAN TINGKAT KEMISKINAN
6.1. KONDISI UMUM
Persentase penduduk miskin NTT masih lebih tinggi dibandingkan persentase penduduk miskin nasional.
Persentase penduduk miskin NTT pada bulan Maret 2016 sebesar 22,19% dan berada di atas angka nasional yang sebesar
10,86%. Jumlah penduduk miskin untuk tataran nasional mencapai 28,01 juta orang dengan jumlah terbanyak masih
berada di pedesaan (17,67 juta orang). Provinsi yang memiliki presentasi penduduk miskin paling sedikit adalah Provinsi
Bangka Belitung (5,22%), Kalimantan Utara (6,23%) dan Kalimantan Timur (6,11%). Sementara itu Provinsi NTT masih
berada di peringkat ke-3 terbawah, di atas Papua Barat (25,43%) dan Papua (28,54%).
Kondisi kesejahteraan masyarakat NTT menunjukkan perbaikan yang terlihat dari adanya penurunan
presentase penduduk miskin. Jumlah penduduk miskin di Provinsi NTT pada bulan Maret 2016 sebesar 1.149,92 ribu
orang atau menurun sebesar 10.610 orang dibandingkan bulan September 2015 yang sebesar 1.160,53 ribu orang. Hal ini
didukung oleh membaiknya kondisi perekonomian yang didorong peningkatan investasi serta daya beli masyarakat.
Di sisi lain, perkembangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi NTT pada tahun 2015 mencapai 62,67.
IPM NTT cenderung meningkat apabila dibandingkan tahun 2014 yang sebesar 62,26. Namun, apabila dibandingkan
Provinsi lain di Indonesia, Provinsi NTT hanya berada pada peringkat ke-32 di atas Provinsi Papua Barat (61,73) dan Provinsi
Papua (57,25). Sementara itu, Angka Partisipasi Sekolah (APS) di NTT mengalami sedikit peningkatan. APS untuk
kelompok umur 7-12 tahun pada tahun 2015 mencapai 98,1% meningkat dibandingkan 2014 yang sebesar 98%,
sementara kelompok umur 13-15 tahun mencapai 94,4%, sedangkan untuk kelompok 16-18 tahun mencapai 74,3%.
GRAFIK 6.1 PERBANDINGAN PERSENTASE KEMISKINAN PROVINSI NTT DAN NASIONAL
SEP12MAR12 MAR13 SEP13 MAR14 SEP14 SEP15MAR15 MAR16
11,96 11,66 11,36 11,46 11,25 10,96 11,22 11,13 10,86
20,88 20,41 20,03 20,24 19,82 19,6
22,61 22,5822,19
5
7
9
11
13
15
17
19
21
23
25 %
NASIONAL NTT
GRAFIK 6.2 SEPULUH PROVINSI DENGAN JUMLAH PERSENTASE PENDUDUK MISKIN TERTINGGI
LAM
PUN
G
SULT
ENG
NTB
AC
EH
BEN
GK
ULU
GO
RON
TALO
MA
LUK
U
NTT
PAPU
A B
ARA
T
PAPU
A
14,29
14,45
16,48
16,73
17,32
17,72
19,18
22,19
25,43
28,54
%
Dari sisi komposisi, penduduk miskin di NTT yang berada di perkotaan menunjukkan peningkatan sebesar 15,4% dari
97,06 ribu (Sept 2015) menjadi 112,02 ribu (Maret 2016). Peningkatan ini salah satunya ditengarai terjadi karena migrasi
masyarakat dari pedesaan ke perkotaan dan disertai dengan ketersediaan lapangan kerja yang masih terbatas di
perkotaan. Sementara itu, penduduk miskin di kawasan pedesaan mengalami penurunan sebesar 2,4% dari 1.063,47 ribu
(Sept 2015) menjadi 1.037,9 ribu (Maret 2016). Penurunan diperkirakan didorong pula oleh panen produksi perkebunan
di pedesaan.
Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 6.3. PERSENTASE PENDUDUK MISKIN DI NTT
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
PERKOTAAN PEDESAAN KOTA+DESA %PERKOTAAN %PEDESAAN %KOTA+DESA
1.012,60 1.000,30993,56
1.009,15 994,67 991,88
1.159,84 1160,53 1149,92
8,00
13,00
18,00
23,00
28,00
0
200
400
600
800
1.000
1.200 RIBU %
SEP12MAR12 MAR13 SEP13 MAR14 SEP14 SEP15MAR15 MAR16
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
61Agustus 2016
GRAFIK 6.7. INDEKS KEPARAHAN KEMISKINAN
SEP12 MAR13 SEP13 MAR14 SEP14 SEP15MAR15 MAR16
Sumber: BPS, diolah
0,00
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00
1,20
1,40
1,60
1,80
KOTA DESA KOTA + DESA
GRAFIK 6.6. INDEKS KEDALAMAN KEMISKINAN
SEP12 MAR13 SEP13 MAR14 SEP14 SEP15MAR15 MAR161,00
1,50
2,00
2,50
3,00
3,50
4,00
4,50
5,00
5,50
6,00
Sumber: BPS, diolah
KOTA DESA KOTA + DESA
LAM
PUN
G
SULT
ENG
NTB
AC
EH
BEN
GK
ULU
GO
RON
TALO
MA
LUK
U
NTT
PAPU
A B
ARA
T
PAPU
A
GRAFIK 6.5. SEPULUH PERINGKAT TERENDAH GARIS KEMISKINAN
333.996
324.992
322.947
321.761
317.478
317.348
286.840
284.232
277.288
270.601
RP
Sumber: BPS, diolah
GRAFIK 6.4. PERKEMBANGAN GARIS KEMISKINAN
SEP12MAR12 MAR13 SEP13 MAR14 SEP14 SEP15MAR15 MAR16
211,79222,51
235,81251,08
265,96 268,54
297,86307,22
322,947
0
50
100
150
200
250
300
350 RIBU
Sumber: BPS, diolah
MAKANAN BUKAN MAKANAN GARIS KEMISKINAN
Di sisi lain, adanya kenaikan tingkat harga beberapa komoditas mendorong peningkatan garis kemiskinan di Provinsi NTT
sebesar 5,12% dari Rp 307.224,-/kapita (Sept 2015) menjadi Rp 322.947,-/kapita (Maret 2016). Peningkatan tertinggi
terjadi pada komoditas bukan makanan sebesar 7,47% dengan komponen terbesar adalah biaya perumahan.
Peningkatan harga kontrak rumah juga menjadi salah satu penyumbang inflasi tertinggi di bulan Maret. Dari sisi peringkat,
nilai garis kemiskinan Provinsi NTT berada di peringkat ke-8 terendah di atas Jawa Timur, Sulawesi Utara, Jawa Tengah dan
Sulawesi Barat. Peningkatan garis kemiskinan yang diiringi oleh penurunan jumlah penduduk miskin mengindikasikan
adanya perbaikan daya beli masyarakat di NTT.
Indeks kedalaman kemiskinan (P1) pada Maret 2016 tercatat sebesar 4,69, sedikit meningkat dibandingkan September
2015 (4,62) yang mengindikasikan melebarnya rata-rata pengeluaran penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan
dari garis kemiskinan. Sementara itu, indeks keparahan kemiskinan (P2) tercatat menurun dari 1,44 (Sept 2015) menjadi
1,30 (Maret 2016) yang mengindikasikan adanya penurunan ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin di NTT.
6.3. INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM)
Berdasarkan perhitungan IPM terbaru tahun 2015, Provinsi NTT memiliki angka IPM 62,67 dan berada di peringkat ke-32
dari 34 Provinsi. Sementara itu berdasarkan perhitungan dari setiap indikator pembentuk IPM terlihat bahwa komponen
Pengeluaran Riil Per Kapita (PPK) Provinsi NTT sebesar Rp 7.003.000,- (peringkat ke-33 Nasional), Rata-Rata Lama Sekolah
(RLS): 6,93 tahun (ke-32), serta Angka Harapan Hidup (AHH): 65,96 tahun (ke-29) merupakan komponen yang tergolong
rendah di tingkat nasional. Sementara itu, komponen Harapan Lama Sekolah (HLS): 12,84 tahun tergolong cukup baik
karena berada pada peringkat ke-12 nasional. Berdasarkan penilaian komponen tersebut, diperlukan adanya
pengembangan investasi dan sektor ekonomi baru sehingga dapat mendorong peningkatan daya beli masyarakat. Selain
itu, diperlukan pula perbaikan terhadap masalah infrastruktur kesehatan dan sanitasi guna mendorong peningkatan AHH.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
62
GRAFIK 6.11. ANGKA PARTISIPASI MURNI
Sumber: BPS, diolah
2010 2011 2012 2013 2014 2015
93,0 92,1 92,4 93,6 94,6 95,0
51,056,7 55,9
59,265,9 66,3
34,9340,84
38,62
47,3152,15 52,51
30
40
50
60
70
80
90
100
SD/MI SMP/MTS SMA/SMK/MA
Apabila dilihat berdasarkan Kabupaten/Kota, angka IPM tertinggi di Provinsi NTT ada pada Kota Kupang (77,95)
sementara yang terendah adalah Kab. Sabu Raijua (53,28). Dari 22 Kab/Kota di Provinsi NTT, hanya kota Kupang yang
memiliki IPM >70, sementara 2 Kabupaten pada rentang 65-70, 10 Kabupaten 60-65, serta 9 Kabupaten 60. Dari sisi
indikator pembentuk IPM, indikator Angka Harapan Hidup (68,34), Harapan Lama Sekolah (15,75), Rata-Rata Lama
Sekolah (11,43) dan Pengeluaran Rill Per Kapita (Rp 12,88 juta) Kota Kupang menjadi yang tertinggi di NTT. Sementara itu,
Kab. Sabu Raijua memiliki Angka Harapan Hidup Terendah (58,38) dan Pendapatan Rill Per Kapita (Rp 4,78 juta) terendah,
Kab. Manggarai Timur: Angka Harapan Lama Sekolah terendah (10,3), serta Kab. Sumba Tengah: Rata-Rata Lama Sekolah
terendah (5,12).
GRAFIK 6.9. IPM PER KABUPATEN/KOTA DI NTT (2015)
Sumber: BPS, diolah
GRAFIK 6.8. IPM PROVINSI DI INDONESIA (2015)
Sumber: BPS, diolah
MA
LUK
U
LAM
PUN
G
SULT
ENG
MA
LUT
GO
RON
TALO
KA
LBA
R
NTB
SULB
AR
NTT
PAPU
A
67,0
5
66,9
5
66,7
6
65,9
1
65,8
6
65,5
9
65,1
9
62,9
6
62,6
7
61,7
3
57,2
5
GRAFIK 6.10. ANGKA PARTISIPASI SEKOLAH
2010 2011 2012 2013 2014 2015
96,49 95,96 95,9992,34
97,99 98,13
81,2485,88 88,56 89,39
94,26 94,39
49,22
60,21 62,0064,90
73,96 74,25
30
40
50
60
70
80
90
100
Sumber: BPS, diolah
7-12 THN 13-15 THN 16-18 THN
6.4. ANGKA PARTISIPASI SEKOLAH (APS)
Angka Partisipasi Sekolah (APS) merupakan proporsi dari semua anak yang masih sekolah pada satu kelompok umur
tertentu terhadap penduduk dengan kelompok umur yang sesuai. Perkembangan APS Provinsi NTT menunjukkan angka
yang cukup tinggi pada tahun 2015. Jumlah penduduk sekolah untuk usia 7-12 tahun mencapai 98,13%, usia 13-15
tahun (94,39%) dan usia 16-18 tahun (74,25%). Namun, proporsi anak sekolah pada satu kelompok umur tertentu yang
bersekolah tepat pada tingkat kelompok umurnya atau Angka Partisipasi Murni (APM) masih menunjukkan proporsi yang
cukup rendah untuk tingkat >SMP. Tercatat partisipasi sekolah untuk tingkat SMP hanya sebesar 66,32 sementara untuk
tingkat SMA (52,51). Hal yang berbeda terjadi pada tingkat SD yang tercatat sudah cukup baik sebesar 94,95%.
Masih rendahnya angka APS dan APM tersebut menunjukkan bahwa kesadaran penduduk NTT untuk menempuh
pendidikan yang sesuai dengan kelompok umurnya masih tergolong rendah. Hal ini dimungkinkan karena kecenderungan
pemuda untuk bekerja terlebih dahulu, terutama di sektor pertanian, selain kemampuan ekonomi keluarga yang tidak
mencukupi. Namun, kesadaran tersebut mulai muncul seiring adanya kebutuhan untuk peningkatan kemampuan diri
seiring perkembangan umur.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
63Agustus 2016Agustus 2016
GRAFIK 6.7. INDEKS KEPARAHAN KEMISKINAN
SEP12 MAR13 SEP13 MAR14 SEP14 SEP15MAR15 MAR16
Sumber: BPS, diolah
0,00
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00
1,20
1,40
1,60
1,80
KOTA DESA KOTA + DESA
GRAFIK 6.6. INDEKS KEDALAMAN KEMISKINAN
SEP12 MAR13 SEP13 MAR14 SEP14 SEP15MAR15 MAR161,00
1,50
2,00
2,50
3,00
3,50
4,00
4,50
5,00
5,50
6,00
Sumber: BPS, diolah
KOTA DESA KOTA + DESA
LAM
PUN
G
SULT
ENG
NTB
AC
EH
BEN
GK
ULU
GO
RON
TALO
MA
LUK
U
NTT
PAPU
A B
ARA
T
PAPU
A
GRAFIK 6.5. SEPULUH PERINGKAT TERENDAH GARIS KEMISKINAN
333.996
324.992
322.947
321.761
317.478
317.348
286.840
284.232
277.288
270.601
RP
Sumber: BPS, diolah
GRAFIK 6.4. PERKEMBANGAN GARIS KEMISKINAN
SEP12MAR12 MAR13 SEP13 MAR14 SEP14 SEP15MAR15 MAR16
211,79222,51
235,81251,08
265,96 268,54
297,86307,22
322,947
0
50
100
150
200
250
300
350 RIBU
Sumber: BPS, diolah
MAKANAN BUKAN MAKANAN GARIS KEMISKINAN
Di sisi lain, adanya kenaikan tingkat harga beberapa komoditas mendorong peningkatan garis kemiskinan di Provinsi NTT
sebesar 5,12% dari Rp 307.224,-/kapita (Sept 2015) menjadi Rp 322.947,-/kapita (Maret 2016). Peningkatan tertinggi
terjadi pada komoditas bukan makanan sebesar 7,47% dengan komponen terbesar adalah biaya perumahan.
Peningkatan harga kontrak rumah juga menjadi salah satu penyumbang inflasi tertinggi di bulan Maret. Dari sisi peringkat,
nilai garis kemiskinan Provinsi NTT berada di peringkat ke-8 terendah di atas Jawa Timur, Sulawesi Utara, Jawa Tengah dan
Sulawesi Barat. Peningkatan garis kemiskinan yang diiringi oleh penurunan jumlah penduduk miskin mengindikasikan
adanya perbaikan daya beli masyarakat di NTT.
Indeks kedalaman kemiskinan (P1) pada Maret 2016 tercatat sebesar 4,69, sedikit meningkat dibandingkan September
2015 (4,62) yang mengindikasikan melebarnya rata-rata pengeluaran penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan
dari garis kemiskinan. Sementara itu, indeks keparahan kemiskinan (P2) tercatat menurun dari 1,44 (Sept 2015) menjadi
1,30 (Maret 2016) yang mengindikasikan adanya penurunan ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin di NTT.
6.3. INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM)
Berdasarkan perhitungan IPM terbaru tahun 2015, Provinsi NTT memiliki angka IPM 62,67 dan berada di peringkat ke-32
dari 34 Provinsi. Sementara itu berdasarkan perhitungan dari setiap indikator pembentuk IPM terlihat bahwa komponen
Pengeluaran Riil Per Kapita (PPK) Provinsi NTT sebesar Rp 7.003.000,- (peringkat ke-33 Nasional), Rata-Rata Lama Sekolah
(RLS): 6,93 tahun (ke-32), serta Angka Harapan Hidup (AHH): 65,96 tahun (ke-29) merupakan komponen yang tergolong
rendah di tingkat nasional. Sementara itu, komponen Harapan Lama Sekolah (HLS): 12,84 tahun tergolong cukup baik
karena berada pada peringkat ke-12 nasional. Berdasarkan penilaian komponen tersebut, diperlukan adanya
pengembangan investasi dan sektor ekonomi baru sehingga dapat mendorong peningkatan daya beli masyarakat. Selain
itu, diperlukan pula perbaikan terhadap masalah infrastruktur kesehatan dan sanitasi guna mendorong peningkatan AHH.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
62
GRAFIK 6.11. ANGKA PARTISIPASI MURNI
Sumber: BPS, diolah
2010 2011 2012 2013 2014 2015
93,0 92,1 92,4 93,6 94,6 95,0
51,056,7 55,9
59,265,9 66,3
34,9340,84
38,62
47,3152,15 52,51
30
40
50
60
70
80
90
100
SD/MI SMP/MTS SMA/SMK/MA
Apabila dilihat berdasarkan Kabupaten/Kota, angka IPM tertinggi di Provinsi NTT ada pada Kota Kupang (77,95)
sementara yang terendah adalah Kab. Sabu Raijua (53,28). Dari 22 Kab/Kota di Provinsi NTT, hanya kota Kupang yang
memiliki IPM >70, sementara 2 Kabupaten pada rentang 65-70, 10 Kabupaten 60-65, serta 9 Kabupaten 60. Dari sisi
indikator pembentuk IPM, indikator Angka Harapan Hidup (68,34), Harapan Lama Sekolah (15,75), Rata-Rata Lama
Sekolah (11,43) dan Pengeluaran Rill Per Kapita (Rp 12,88 juta) Kota Kupang menjadi yang tertinggi di NTT. Sementara itu,
Kab. Sabu Raijua memiliki Angka Harapan Hidup Terendah (58,38) dan Pendapatan Rill Per Kapita (Rp 4,78 juta) terendah,
Kab. Manggarai Timur: Angka Harapan Lama Sekolah terendah (10,3), serta Kab. Sumba Tengah: Rata-Rata Lama Sekolah
terendah (5,12).
GRAFIK 6.9. IPM PER KABUPATEN/KOTA DI NTT (2015)
Sumber: BPS, diolah
GRAFIK 6.8. IPM PROVINSI DI INDONESIA (2015)
Sumber: BPS, diolah
MA
LUK
U
LAM
PUN
G
SULT
ENG
MA
LUT
GO
RON
TALO
KA
LBA
R
NTB
SULB
AR
NTT
PAPU
A
67,0
5
66,9
5
66,7
6
65,9
1
65,8
6
65,5
9
65,1
9
62,9
6
62,6
7
61,7
3
57,2
5
GRAFIK 6.10. ANGKA PARTISIPASI SEKOLAH
2010 2011 2012 2013 2014 2015
96,49 95,96 95,9992,34
97,99 98,13
81,2485,88 88,56 89,39
94,26 94,39
49,22
60,21 62,0064,90
73,96 74,25
30
40
50
60
70
80
90
100
Sumber: BPS, diolah
7-12 THN 13-15 THN 16-18 THN
6.4. ANGKA PARTISIPASI SEKOLAH (APS)
Angka Partisipasi Sekolah (APS) merupakan proporsi dari semua anak yang masih sekolah pada satu kelompok umur
tertentu terhadap penduduk dengan kelompok umur yang sesuai. Perkembangan APS Provinsi NTT menunjukkan angka
yang cukup tinggi pada tahun 2015. Jumlah penduduk sekolah untuk usia 7-12 tahun mencapai 98,13%, usia 13-15
tahun (94,39%) dan usia 16-18 tahun (74,25%). Namun, proporsi anak sekolah pada satu kelompok umur tertentu yang
bersekolah tepat pada tingkat kelompok umurnya atau Angka Partisipasi Murni (APM) masih menunjukkan proporsi yang
cukup rendah untuk tingkat >SMP. Tercatat partisipasi sekolah untuk tingkat SMP hanya sebesar 66,32 sementara untuk
tingkat SMA (52,51). Hal yang berbeda terjadi pada tingkat SD yang tercatat sudah cukup baik sebesar 94,95%.
Masih rendahnya angka APS dan APM tersebut menunjukkan bahwa kesadaran penduduk NTT untuk menempuh
pendidikan yang sesuai dengan kelompok umurnya masih tergolong rendah. Hal ini dimungkinkan karena kecenderungan
pemuda untuk bekerja terlebih dahulu, terutama di sektor pertanian, selain kemampuan ekonomi keluarga yang tidak
mencukupi. Namun, kesadaran tersebut mulai muncul seiring adanya kebutuhan untuk peningkatan kemampuan diri
seiring perkembangan umur.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
63Agustus 2016Agustus 2016
6.5. KONDISI TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG
Dari data survei Industri Manufaktur Besar dan Sedang (IBS) BPS Provinsi NTT Triwulan I-2016, diketahui bahwa
penyerapan tenaga kerja masih didominasi oleh industri barang galian bukan logam (35,95%) dan diikuti oleh industri
makanan (28,09%). Sementara itu, tingginya porsi tenaga kerja industri barang galian bukan logam juga diikuti oleh
tingkat produktivitas yang tertinggi sebesar Rp 29,81 juta/tenaga kerja, walaupun mengalami penurunan dibandingkan
triwulan I-2016 yang sebesar Rp 31,29 juta/tenaga kerja. Secara umum, pada triwulan II-2016 terjadi penurunan pada
industri barang galian bukan logam, furnitur dan industri minuman, sementara industri makanan mengalami
peningkatan.
Sumber: BPS, diolah
28,09%
17,80%18,15%
35,95%
GRAFIK 6.12. PERSENTASE PENYERAPAN TENAGA KERJA INDUSTRI MANUFAKTUR SEDANG DAN BESAR
MAKANAN MINUMAN FURNITUR BARANG GALIAN
GRAFIK 6.13. PERKEMBANGAN PRODUKTIVITAS INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG
Sumber: BPS, diolah
MAKANAN MINUMAN FURNITUR BARANG GALIANBUKAN LOGAM
11,15
8 8,47
31,29
16,33
6,97
8,27
29,81
0
5
10
15
20
25
30
35
I - 2016 II - 2016
6.6. HASIL SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA (SKDU)
Dari hasil SKDU di wilayah NTT, terlihat bahwa indikator ketenagakerjaan menunjukkan peningkatan pada triwulan II-
2016. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan dalam penggunaan tenaga kerja di Provinsi NTT, terutama pertanian,
perdagangan, hotel dan restoran, serta pengangkutan dan komunikasi. Sementara itu, untuk periode triwulan III 2016,
penyerapan tenaga kerja diperkirakan kembali meningkat yang terlihat dari peningkatan indeks proyeksi penggunaan
tenaga kerja yang diperkirakan terutama berada pada sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran.
GRAFIK 6.14. PERKEMBANGAN INDEKS TENAGA KERJA SKDU
Sumber: Bank Indonesia, 2016
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
IND
EKS
*PERKIRAAN% SBT
II I II I I I II I I IVIV20132012 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I I I I I I*2016
PERKIRAAN AKTUAL
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
64
Pada tanggal 27 – 30 Juli 2016, Kota Kupang menjadi tuan rumah hari keluarga
nasional (Harganas) ke-23. Acara puncak yang diikuti secara langsung oleh presiden
ini dihadiri oleh sekitar 12-15 ribu orang, dan menjadi salah satu acara terbesar
nasional di NTT dalam satu tahun terakhir, bersama dengan hari kesetiakawanan sosial
nasional (HKSN) dan natal nasional bersama di akhir tahun 2015. Untuk mengantisipasi
banyaknya peserta yang datang, panitia sudah mempersiapkan segala informasi terkait
akomodasi selama di Kupang, meliputi peta Kota Kupang, Lokasi Kegiatan, jadwal
penerbangan, hotel dan penginapan, info pariwisata, kuliner, souvenir, jadwal acara,
rental kendaraan hingga peta dan jadwal kegiatan selama acara berlangsung.
Hari Keluarga Nasional ke-23 di Provinsi NTT04
Gambar Boks 4.2. Kapasitas Rumah Makan dan Taksi di Kota Kupang
Sumber : DJPK Kemenkeu RI, diolah
Gambar Boks 4.1. Kapasitas Angkutan Udara dan Penginapan di Kota Kupang
Sumber : DJPK Kemenkeu RI, Biro Keuangan NTT, diolah
Berdasarkan perhitungan, total kapasitas angkut pesawat dari bandara El Tari Kupang ke Surabaya, Jakarta dan Denpasar
sekitar 2.600 orang per hari, sehingga untuk mengangkut peserta masuk dan keluar Kota Kupang dibutuhkan beberapa
hari hingga semua peserta dapat kembali ke daerah masing-masing. Berdasarkan hasil pencarian, tiket pesawat sudah
habis seminggu sebelum dan setelah acara sehingga menyulitkan peserta yang akan mengikuti dan kembali ke daerah
asal. Total kamar yang tersedia di Kota Kupang untuk hotel dan homestay lebih kurang hanya sebanyak 3.300 kamar
sehingga banyak peserta yang harus mencari tempat kos atau menumpang rumah warga untuk dapat mengikuti acara.
Total rumah makan yang ada dirasa sudah mencukupi dengan rasio per rumah makan melayani 20 pembeli per hari.
Armada taksi juga relatif memadai dengan 60 taksi argo, 79 jasa rental mobil yang masing-masing memiliki beberapa buah
mobil belum termasuk taksi bandara yang armadanya juga mencapai puluhan.
Pelaksanaan acara tersebut juga patut diapresiasi karena walaupun mendatangkan sekian banyak peserta dari berbagai
macam daerah, inflasi Kota Kupang relatif cukup terkendali bahkan tercatat deflasi 0,35% (mtm) dan menjadi satu dari
dua provinsi di Indonesia yang bisa mencapai deflasi pada bulan Juli 2016. Hal ini jauh berbeda dengan kondisi perayaan
HKSN dan natal bersama yang berdampak terhadap kenaikan inflasi hingga 2,67% (mtm) di bulan Desember 2016 karena
adanya kekurangan pasokan pada komoditas bahan makanan seperti daging ayam, sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan.
Pelaksanaan Harganas saat ini juga didukung oleh kondisi cuaca yang cukup bersahabat sehingga tidak terdapat
permasalahan berarti dengan kondisi pasokan bahan makanan. Permasalahan yang cukup berarti hanya didapatkan pada
kapasitas angkut pesawat dan kebutuhan kamar yang dirasa kurang mencukupi.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
65Agustus 2016Agustus 2016
6.5. KONDISI TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG
Dari data survei Industri Manufaktur Besar dan Sedang (IBS) BPS Provinsi NTT Triwulan I-2016, diketahui bahwa
penyerapan tenaga kerja masih didominasi oleh industri barang galian bukan logam (35,95%) dan diikuti oleh industri
makanan (28,09%). Sementara itu, tingginya porsi tenaga kerja industri barang galian bukan logam juga diikuti oleh
tingkat produktivitas yang tertinggi sebesar Rp 29,81 juta/tenaga kerja, walaupun mengalami penurunan dibandingkan
triwulan I-2016 yang sebesar Rp 31,29 juta/tenaga kerja. Secara umum, pada triwulan II-2016 terjadi penurunan pada
industri barang galian bukan logam, furnitur dan industri minuman, sementara industri makanan mengalami
peningkatan.
Sumber: BPS, diolah
28,09%
17,80%18,15%
35,95%
GRAFIK 6.12. PERSENTASE PENYERAPAN TENAGA KERJA INDUSTRI MANUFAKTUR SEDANG DAN BESAR
MAKANAN MINUMAN FURNITUR BARANG GALIAN
GRAFIK 6.13. PERKEMBANGAN PRODUKTIVITAS INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG
Sumber: BPS, diolah
MAKANAN MINUMAN FURNITUR BARANG GALIANBUKAN LOGAM
11,15
8 8,47
31,29
16,33
6,97
8,27
29,81
0
5
10
15
20
25
30
35
I - 2016 II - 2016
6.6. HASIL SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA (SKDU)
Dari hasil SKDU di wilayah NTT, terlihat bahwa indikator ketenagakerjaan menunjukkan peningkatan pada triwulan II-
2016. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan dalam penggunaan tenaga kerja di Provinsi NTT, terutama pertanian,
perdagangan, hotel dan restoran, serta pengangkutan dan komunikasi. Sementara itu, untuk periode triwulan III 2016,
penyerapan tenaga kerja diperkirakan kembali meningkat yang terlihat dari peningkatan indeks proyeksi penggunaan
tenaga kerja yang diperkirakan terutama berada pada sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran.
GRAFIK 6.14. PERKEMBANGAN INDEKS TENAGA KERJA SKDU
Sumber: Bank Indonesia, 2016
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
IND
EKS
*PERKIRAAN% SBT
II I II I I I II I I IVIV20132012 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I I I I I I*2016
PERKIRAAN AKTUAL
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
64
Pada tanggal 27 – 30 Juli 2016, Kota Kupang menjadi tuan rumah hari keluarga
nasional (Harganas) ke-23. Acara puncak yang diikuti secara langsung oleh presiden
ini dihadiri oleh sekitar 12-15 ribu orang, dan menjadi salah satu acara terbesar
nasional di NTT dalam satu tahun terakhir, bersama dengan hari kesetiakawanan sosial
nasional (HKSN) dan natal nasional bersama di akhir tahun 2015. Untuk mengantisipasi
banyaknya peserta yang datang, panitia sudah mempersiapkan segala informasi terkait
akomodasi selama di Kupang, meliputi peta Kota Kupang, Lokasi Kegiatan, jadwal
penerbangan, hotel dan penginapan, info pariwisata, kuliner, souvenir, jadwal acara,
rental kendaraan hingga peta dan jadwal kegiatan selama acara berlangsung.
Hari Keluarga Nasional ke-23 di Provinsi NTT04
Gambar Boks 4.2. Kapasitas Rumah Makan dan Taksi di Kota Kupang
Sumber : DJPK Kemenkeu RI, diolah
Gambar Boks 4.1. Kapasitas Angkutan Udara dan Penginapan di Kota Kupang
Sumber : DJPK Kemenkeu RI, Biro Keuangan NTT, diolah
Berdasarkan perhitungan, total kapasitas angkut pesawat dari bandara El Tari Kupang ke Surabaya, Jakarta dan Denpasar
sekitar 2.600 orang per hari, sehingga untuk mengangkut peserta masuk dan keluar Kota Kupang dibutuhkan beberapa
hari hingga semua peserta dapat kembali ke daerah masing-masing. Berdasarkan hasil pencarian, tiket pesawat sudah
habis seminggu sebelum dan setelah acara sehingga menyulitkan peserta yang akan mengikuti dan kembali ke daerah
asal. Total kamar yang tersedia di Kota Kupang untuk hotel dan homestay lebih kurang hanya sebanyak 3.300 kamar
sehingga banyak peserta yang harus mencari tempat kos atau menumpang rumah warga untuk dapat mengikuti acara.
Total rumah makan yang ada dirasa sudah mencukupi dengan rasio per rumah makan melayani 20 pembeli per hari.
Armada taksi juga relatif memadai dengan 60 taksi argo, 79 jasa rental mobil yang masing-masing memiliki beberapa buah
mobil belum termasuk taksi bandara yang armadanya juga mencapai puluhan.
Pelaksanaan acara tersebut juga patut diapresiasi karena walaupun mendatangkan sekian banyak peserta dari berbagai
macam daerah, inflasi Kota Kupang relatif cukup terkendali bahkan tercatat deflasi 0,35% (mtm) dan menjadi satu dari
dua provinsi di Indonesia yang bisa mencapai deflasi pada bulan Juli 2016. Hal ini jauh berbeda dengan kondisi perayaan
HKSN dan natal bersama yang berdampak terhadap kenaikan inflasi hingga 2,67% (mtm) di bulan Desember 2016 karena
adanya kekurangan pasokan pada komoditas bahan makanan seperti daging ayam, sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan.
Pelaksanaan Harganas saat ini juga didukung oleh kondisi cuaca yang cukup bersahabat sehingga tidak terdapat
permasalahan berarti dengan kondisi pasokan bahan makanan. Permasalahan yang cukup berarti hanya didapatkan pada
kapasitas angkut pesawat dan kebutuhan kamar yang dirasa kurang mencukupi.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
65Agustus 2016Agustus 2016
Adanya kekurangan angkutan udara tersebut sekiranya dapat diberlakukan kebijakan khusus untuk NTT terlebih terkait
penambahan frekuensi pesawat. Terbatasnya armada pesawat yang melayani penerbangan ke Kupang tersebut
menyebabkan angkutan udara menjadi penyumbang inflasi utama di bulan Juli 2016. Adanya penambahan angkutan
udara diharapkan dapat menekan potensi inflasi yang terjadi. Kekurangan penginapan sebenarnya sudah dapat diatasi
oleh peserta dan panitia yang membantu mencarikan kos ke rumah warga. Penekanan perbaikan ke depan lebih kepada
prioritas penggunaan hotel untuk tamu prioritas seperti kepala daerah atau pejabat pemerintah yang diundang. Secara
keseluruhan, acara berhasil diselenggarakan dengan baik dan dengan tetap menjaga kecukupan pasokan bahan pangan
yang ada, sehingga inflasi dapat terkendali. Semoga pelaksanaan acara tersebut dapat menjadi contoh pelaksanaan acara
serupa ke depannya.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
66
Pertumbuhan ekonomi NTT pada triwulan IV-2016 diperkirakan meningkat dan berada pada
rentang 5,2-5,6% (yoy) dan prediksi sepanjang tahun 2016 diperkirakan masih sesuai proyeksi
sebelumnya sebesar 5,1-5,5% (yoy). Di sisi lain, inflasi hingga akhir tahun diperkirakan berada
pada kisaran 3,6-4,0% (yoy).
Peningkatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan-IV diperkirakan didorong oleh sektor Administrasi
Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib serta sektor Perdagangan Besar dan Eceran,
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi NTT sepanjang tahun 2016
diperkirakan didorong oleh konsumsi pemerintah dan investasi.
Dari sisi inflasi, adanya pencapaian deflasi pada beberapa periode bulan di Provinsi NTT
menyebabkan proyeksi inflasi NTT pada akhir tahun diperkirakan berada pada rentang 3,6-4,0%
(yoy).
Prospek P erekonomian D aerah07
Foto : Bukit Wairinding - Sumba TimurAgustus 2016
Adanya kekurangan angkutan udara tersebut sekiranya dapat diberlakukan kebijakan khusus untuk NTT terlebih terkait
penambahan frekuensi pesawat. Terbatasnya armada pesawat yang melayani penerbangan ke Kupang tersebut
menyebabkan angkutan udara menjadi penyumbang inflasi utama di bulan Juli 2016. Adanya penambahan angkutan
udara diharapkan dapat menekan potensi inflasi yang terjadi. Kekurangan penginapan sebenarnya sudah dapat diatasi
oleh peserta dan panitia yang membantu mencarikan kos ke rumah warga. Penekanan perbaikan ke depan lebih kepada
prioritas penggunaan hotel untuk tamu prioritas seperti kepala daerah atau pejabat pemerintah yang diundang. Secara
keseluruhan, acara berhasil diselenggarakan dengan baik dan dengan tetap menjaga kecukupan pasokan bahan pangan
yang ada, sehingga inflasi dapat terkendali. Semoga pelaksanaan acara tersebut dapat menjadi contoh pelaksanaan acara
serupa ke depannya.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
66
Pertumbuhan ekonomi NTT pada triwulan IV-2016 diperkirakan meningkat dan berada pada
rentang 5,2-5,6% (yoy) dan prediksi sepanjang tahun 2016 diperkirakan masih sesuai proyeksi
sebelumnya sebesar 5,1-5,5% (yoy). Di sisi lain, inflasi hingga akhir tahun diperkirakan berada
pada kisaran 3,6-4,0% (yoy).
Peningkatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan-IV diperkirakan didorong oleh sektor Administrasi
Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib serta sektor Perdagangan Besar dan Eceran,
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi NTT sepanjang tahun 2016
diperkirakan didorong oleh konsumsi pemerintah dan investasi.
Dari sisi inflasi, adanya pencapaian deflasi pada beberapa periode bulan di Provinsi NTT
menyebabkan proyeksi inflasi NTT pada akhir tahun diperkirakan berada pada rentang 3,6-4,0%
(yoy).
Prospek P erekonomian D aerah07
Foto : Bukit Wairinding - Sumba TimurAgustus 2016
GRAFIK 7.2. PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TAHUN 2016
Sumber : BPS dan Bank Indonesia, diolah
5.4
5.2
5.0
4.8
4.6
4.4
4.2
4.0
PDRB(YOY)PERDAGANGAN BESAR & ECERAN (YOY)KONSTRUKSI (YOY)
PERTANIAN, KEHUTANAN & PRKN (YOY) ADM PEMERINTAHAN (YOY)JASA PENDIDIKAN (YOY)
20132012 2014 2015 2016
5.1-5.6%5.02%5.05%5.41%5.46%
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
GRAFIK 7.1. PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TRIWULAN IV – 2016
Sumber : BPS dan Bank Indonesia, diolah
PDRB(YOY)PERDAGANGAN BESAR & ECERAN (YOY)KONSTRUKSI (YOY)
PERTANIAN, KEHUTANAN & PRKN (YOY) ADM PEMERINTAHAN (YOY)JASA PENDIDIKAN (YOY)
2015I II I I I IV
2016I II I I I* IV*
4.64%
5.60%
5.40%
5.20%
5.00%
4.80%
4.60%
4.40%
4.20%
15%
13%
11%
9%
7%
5%
3%
1%
-1%
-3%5.12% 5.15% 5.13% 5.08% 5.29% 5.55% 5
,2%-5,6%
7.1.1 Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan IV – 2016 Pertumbuhan ekonomi NTT pada triwulan IV-2016 diperkirakan mengalami sedikit peningkatan pada rentang 5,2-5,6%
(yoy) yang disebabkan oleh dorongan sektor Administrasi Pemerintahan seiring dengan peningkatan realisasi belanja di
akhir tahun serta peningkatan sektor Perdagangan Besar dan Eceran seiring dorongan belanja masyarakat memasuki
momen libur keagamaan di akhir tahun.
7.1 PERTUMBUHAN EKONOMI
7.1.2 Pertumbuhan Ekonomi NTT Tahun 2016 Sementara itu, pertumbuhan ekonomi pada tahun 2016 diperkirakan masih berada pada rentang 5,1-5,5% (yoy).
Peningkatan terjadi terutama disebabkan oleh peningkatan realisasi belanja pemerintah di banding tahun sebelumnya.
Dana desa diharapkan juga dapat terealisasi cukup besar dari total anggaran yang mencapai Rp 1,85 triliun. Selain itu,
adanya gaji ke-13 dan ke-14 Pegawai Negeri Sipil dan peningkatan produksi komoditas pertanian dan perkebunan
diharapkan dapat mendorong kenaikan konsumsi masyarakat hingga akhir tahun. Dorongan juga berasal dari berbagai
kegiatan proyek-proyek seperti bendungan (Raknamo dan Rotiklot) serta berbagai kegiatan proyek lainnya, seperti
pengembangan irigasi, jalan, Pos Lintas Batas Negara dan berbagai sarana perhubungan (dermaga dan bandara) dan juga
dorongan dari investasi swasta di berbagai sektor, terutama sektor pariwisata dan industri pengolahan.
7.1.2.1 Pertumbuhan Sisi PenggunaanDari sisi penggunaan, komponen konsumsi rumah tangga pada triwulan IV diperkirakan meningkat yang
terindikasi dari Survei Konsumen. Peningkatan terlihat dari berbagai indikator indeks, diantaranya Ekspektasi
Penghasilan 6 bulan yang akan datang, ketersediaan lapangan kerja 6 bulan yang akan datang serta kondisi ekonomi
Indonesia 6 bulan yang akan datang yang menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan. Hal ini menunjukkan
bahwa akan terjadi kenaikan belanja rumah tangga masyarakat pada akhir tahun 2016.
Kinerja investasi diperkirakan tumbuh meningkat pada triwulan-IV. Peningkatan kinerja diperkirakan berasal dari
tingginya realisasi investasi pemerintah. Dengan realisasi investasi yang masih 13,9%, penyerapan investasi diperkirakan
akan kembali meningkat signifikan di triwulan IV 2016.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
69Agustus 2016
GRAFIK 7.2. PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TAHUN 2016
Sumber : BPS dan Bank Indonesia, diolah
5.4
5.2
5.0
4.8
4.6
4.4
4.2
4.0
PDRB(YOY)PERDAGANGAN BESAR & ECERAN (YOY)KONSTRUKSI (YOY)
PERTANIAN, KEHUTANAN & PRKN (YOY) ADM PEMERINTAHAN (YOY)JASA PENDIDIKAN (YOY)
20132012 2014 2015 2016
5.1-5.6%5.02%5.05%5.41%5.46%
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
GRAFIK 7.1. PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TRIWULAN IV – 2016
Sumber : BPS dan Bank Indonesia, diolah
PDRB(YOY)PERDAGANGAN BESAR & ECERAN (YOY)KONSTRUKSI (YOY)
PERTANIAN, KEHUTANAN & PRKN (YOY) ADM PEMERINTAHAN (YOY)JASA PENDIDIKAN (YOY)
2015I II I I I IV
2016I II I I I* IV*
4.64%
5.60%
5.40%
5.20%
5.00%
4.80%
4.60%
4.40%
4.20%
15%
13%
11%
9%
7%
5%
3%
1%
-1%
-3%5.12% 5.15% 5.13% 5.08% 5.29% 5.55% 5
,2%-5,6%
7.1.1 Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan IV – 2016 Pertumbuhan ekonomi NTT pada triwulan IV-2016 diperkirakan mengalami sedikit peningkatan pada rentang 5,2-5,6%
(yoy) yang disebabkan oleh dorongan sektor Administrasi Pemerintahan seiring dengan peningkatan realisasi belanja di
akhir tahun serta peningkatan sektor Perdagangan Besar dan Eceran seiring dorongan belanja masyarakat memasuki
momen libur keagamaan di akhir tahun.
7.1 PERTUMBUHAN EKONOMI
7.1.2 Pertumbuhan Ekonomi NTT Tahun 2016 Sementara itu, pertumbuhan ekonomi pada tahun 2016 diperkirakan masih berada pada rentang 5,1-5,5% (yoy).
Peningkatan terjadi terutama disebabkan oleh peningkatan realisasi belanja pemerintah di banding tahun sebelumnya.
Dana desa diharapkan juga dapat terealisasi cukup besar dari total anggaran yang mencapai Rp 1,85 triliun. Selain itu,
adanya gaji ke-13 dan ke-14 Pegawai Negeri Sipil dan peningkatan produksi komoditas pertanian dan perkebunan
diharapkan dapat mendorong kenaikan konsumsi masyarakat hingga akhir tahun. Dorongan juga berasal dari berbagai
kegiatan proyek-proyek seperti bendungan (Raknamo dan Rotiklot) serta berbagai kegiatan proyek lainnya, seperti
pengembangan irigasi, jalan, Pos Lintas Batas Negara dan berbagai sarana perhubungan (dermaga dan bandara) dan juga
dorongan dari investasi swasta di berbagai sektor, terutama sektor pariwisata dan industri pengolahan.
7.1.2.1 Pertumbuhan Sisi PenggunaanDari sisi penggunaan, komponen konsumsi rumah tangga pada triwulan IV diperkirakan meningkat yang
terindikasi dari Survei Konsumen. Peningkatan terlihat dari berbagai indikator indeks, diantaranya Ekspektasi
Penghasilan 6 bulan yang akan datang, ketersediaan lapangan kerja 6 bulan yang akan datang serta kondisi ekonomi
Indonesia 6 bulan yang akan datang yang menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan. Hal ini menunjukkan
bahwa akan terjadi kenaikan belanja rumah tangga masyarakat pada akhir tahun 2016.
Kinerja investasi diperkirakan tumbuh meningkat pada triwulan-IV. Peningkatan kinerja diperkirakan berasal dari
tingginya realisasi investasi pemerintah. Dengan realisasi investasi yang masih 13,9%, penyerapan investasi diperkirakan
akan kembali meningkat signifikan di triwulan IV 2016.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
69Agustus 2016
GRAFIK 7.3. SURVEI KONSUMEN
Sumber : Bank Indonesia, diolah
20132012 2014 2015 2016
160.0
140.0
120.0
100.0
EKSPEKTASI PENGHASILAN 6 BLN Y.A.D INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK)INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK) KONDISI EKONOMI INDONESIA 6 BLN Y.A.DKETERSEDIAAN LAPANGAN KERJA 6 BLN Y.A.D
Kinerja net impor antar daerah dan ekspor luar negeri NTT pada triwulan IV diperkirakan juga akan meningkat.
Peningkatan impor antar daerah disebabkan oleh tingginya kebutuhan masyarakat akan bahan pangan dari daerah lain,
terutama dalam rangka memenuhi kebutuhan perayaan natal serta kebutuhan pembangunan proyek di akhir tahun.
Sementara itu, ekspor ke luar NTT juga diperkirakan meningkat karena pengiriman kendaraan, suku cadang dan semen ke
Timor Leste dan ekspor komoditas perikanan terutama ikan tongkol/tuna.
7.1.2.2 Pertumbuhan Sisi SektoralDari sisi sektoral, pertumbuhan sektor pertanian pada triwulan-IV 2016 diperkirakan mengalami peningkatan.
Peningkatan pada sektor pertanian terutama berasal dari tibanya masa panen holtikultura, padi dan perkebunan rakyat.
Adanya perbaikan sarana irigasi di berbagai tempat diharapkan dapat menunjang peningkatan produksi pertanian di NTT.
La Nina yang terjadi juga memungkinkan bagi petani untuk melakukan penanaman di luar musim. Sementara itu, adanya
kapal ternak dapat pula menunjang stabilnya pengiriman ternak dari NTT. Di sisi lain, karena faktor musiman, sektor
perikanan diperkirakan akan melambat karena cuaca dan gelombang yang kurang baik di akhir tahun.
Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib diperkirakan mengalami
perlambatan. Perlambatan pada triwulan-IV lebih disebabkan oleh adanya program penghematan belanja karena
potensi tidak terealisasinya target pajak. Selain itu, realisasi anggaran pemerintah yang terealisasi lebih cepat juga
membuat realisasi di triwulan IV tidak setinggi tahun sebelumnya namun diperkirakan masih terjadi karena pola realisasi
anggaran pemerintah yang biasanya meningkat cukup tinggi di akhir tahun. Selain itu, potensi keterlambatan pencairan
dana desa juga menjadi penyumbang pertumbuhan triwulan IV-2016.
Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor diperkirakan mengalami pelambatan
pada Triwulan-IV. Perlambatan juga didorong oleh tingginya pertumbuhan pada periode yang sama tahun 2015.
Namun, pertumbuhan pada triwulan IV-2016 diperkirakan masih cukup tinggi dengan dorongan dari kegiatan masyarakat
memasuki liburan sekolah dan keagamaan. Selain itu, pendapatan masyarakat paska panen yang meningkat serta adanya
kegiatan proyek-proyek pemerintah yang dapat membuka lapangan pekerjaan baru diperkirakan dapat menopang
pertumbuhan sektor ini.
Sektor konstruksi diperkirakan mengalami peningkatan di triwulan-IV. Peningkatan diperkirakan disebabkan oleh
realisasi penyelesaian proyek-proyek multiyears dan tahun tunggal di NTT, seperti bendungan (raknamo dan rotiklot),
jembatan petuk, jalan sabuk perbatasan (81 KM), kantor Gubernur NTT serta Pos Lintas Batas Negara.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
70
Secara tahunan, pertumbuhan inflasi pada akhir tahun 2016 diperkirakan berada pada kisaran 3,6-4% (yoy).
Rendahnya inflasi pada akhir tahun 2016 didorong oleh pencapaian deflasi pada beberapa periode bulan di tahun 2016,
diantaranya bulan Februari, Maret dan Juli. Selain itu, di sisa tahun 2016 diperkirakan masih terdapat potensi adanya
pencapaian satu kali deflasi. Dari sisi komoditas, Inflasi yang cukup rendah ditopang oleh stabilnya harga bahan makanan
secara umum. Fluktuasi harga yang cukup tinggi hanya terjadi di beberapa komoditas utama seperti daging ayam ras, ikan
segar, telur ayam ras dan sawi putih. Sementara itu, komoditas yang memiliki fluktuasi cukup tinggi sebagai pendorong
inflasi adalah tarif angkutan udara seiring adanya beberapa momen bersifat nasional yang diadakan di tahun 2016, seperti
Hari Keluarga Nasional, Alor Expo dan Tour de Flores. Guna menjaga agar proyeksi pencapaian inflasi hingga akhir tahun
dapat tercapai, peningkatan koordinasi dalam lingkup Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi NTT perlu untuk
tetap terus dilakukan. Beberapa program TPID seperti pemantauan harga secara berkala, operasi pasar dan pengawasan
terhadap ketersediaan stok maupun langkah aksi terkait penyediaan stok bahan makanan perlu dilakukan. Dengan
adanya pola siklikal inflasi NTT akan cukup tinggi pada periode November dan Desember, maka ketersediaan stok pada
momen liburan sekolah, liburan keagamaan dan peningkatan kegiatan pemerintah dari segi pembangunan proyek di akhir
tahun harus tetap dijaga.
7.2 INFLASI
GRAFIK 7.4. PREDIKSI INFLASI AKHIR TAHUN 2016
Sumber : BPS dan Bank Indonesia, diolah
2015I II I I I IV
2014I II I I I IV
2016I II I I I* IV*
3.6-4%
9%
8%
7%
6%
5%
4%
3%
2%
1%
0%
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
71Agustus 2016Agustus 2016
GRAFIK 7.3. SURVEI KONSUMEN
Sumber : Bank Indonesia, diolah
20132012 2014 2015 2016
160.0
140.0
120.0
100.0
EKSPEKTASI PENGHASILAN 6 BLN Y.A.D INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK)INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK) KONDISI EKONOMI INDONESIA 6 BLN Y.A.DKETERSEDIAAN LAPANGAN KERJA 6 BLN Y.A.D
Kinerja net impor antar daerah dan ekspor luar negeri NTT pada triwulan IV diperkirakan juga akan meningkat.
Peningkatan impor antar daerah disebabkan oleh tingginya kebutuhan masyarakat akan bahan pangan dari daerah lain,
terutama dalam rangka memenuhi kebutuhan perayaan natal serta kebutuhan pembangunan proyek di akhir tahun.
Sementara itu, ekspor ke luar NTT juga diperkirakan meningkat karena pengiriman kendaraan, suku cadang dan semen ke
Timor Leste dan ekspor komoditas perikanan terutama ikan tongkol/tuna.
7.1.2.2 Pertumbuhan Sisi SektoralDari sisi sektoral, pertumbuhan sektor pertanian pada triwulan-IV 2016 diperkirakan mengalami peningkatan.
Peningkatan pada sektor pertanian terutama berasal dari tibanya masa panen holtikultura, padi dan perkebunan rakyat.
Adanya perbaikan sarana irigasi di berbagai tempat diharapkan dapat menunjang peningkatan produksi pertanian di NTT.
La Nina yang terjadi juga memungkinkan bagi petani untuk melakukan penanaman di luar musim. Sementara itu, adanya
kapal ternak dapat pula menunjang stabilnya pengiriman ternak dari NTT. Di sisi lain, karena faktor musiman, sektor
perikanan diperkirakan akan melambat karena cuaca dan gelombang yang kurang baik di akhir tahun.
Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib diperkirakan mengalami
perlambatan. Perlambatan pada triwulan-IV lebih disebabkan oleh adanya program penghematan belanja karena
potensi tidak terealisasinya target pajak. Selain itu, realisasi anggaran pemerintah yang terealisasi lebih cepat juga
membuat realisasi di triwulan IV tidak setinggi tahun sebelumnya namun diperkirakan masih terjadi karena pola realisasi
anggaran pemerintah yang biasanya meningkat cukup tinggi di akhir tahun. Selain itu, potensi keterlambatan pencairan
dana desa juga menjadi penyumbang pertumbuhan triwulan IV-2016.
Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor diperkirakan mengalami pelambatan
pada Triwulan-IV. Perlambatan juga didorong oleh tingginya pertumbuhan pada periode yang sama tahun 2015.
Namun, pertumbuhan pada triwulan IV-2016 diperkirakan masih cukup tinggi dengan dorongan dari kegiatan masyarakat
memasuki liburan sekolah dan keagamaan. Selain itu, pendapatan masyarakat paska panen yang meningkat serta adanya
kegiatan proyek-proyek pemerintah yang dapat membuka lapangan pekerjaan baru diperkirakan dapat menopang
pertumbuhan sektor ini.
Sektor konstruksi diperkirakan mengalami peningkatan di triwulan-IV. Peningkatan diperkirakan disebabkan oleh
realisasi penyelesaian proyek-proyek multiyears dan tahun tunggal di NTT, seperti bendungan (raknamo dan rotiklot),
jembatan petuk, jalan sabuk perbatasan (81 KM), kantor Gubernur NTT serta Pos Lintas Batas Negara.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
70
Secara tahunan, pertumbuhan inflasi pada akhir tahun 2016 diperkirakan berada pada kisaran 3,6-4% (yoy).
Rendahnya inflasi pada akhir tahun 2016 didorong oleh pencapaian deflasi pada beberapa periode bulan di tahun 2016,
diantaranya bulan Februari, Maret dan Juli. Selain itu, di sisa tahun 2016 diperkirakan masih terdapat potensi adanya
pencapaian satu kali deflasi. Dari sisi komoditas, Inflasi yang cukup rendah ditopang oleh stabilnya harga bahan makanan
secara umum. Fluktuasi harga yang cukup tinggi hanya terjadi di beberapa komoditas utama seperti daging ayam ras, ikan
segar, telur ayam ras dan sawi putih. Sementara itu, komoditas yang memiliki fluktuasi cukup tinggi sebagai pendorong
inflasi adalah tarif angkutan udara seiring adanya beberapa momen bersifat nasional yang diadakan di tahun 2016, seperti
Hari Keluarga Nasional, Alor Expo dan Tour de Flores. Guna menjaga agar proyeksi pencapaian inflasi hingga akhir tahun
dapat tercapai, peningkatan koordinasi dalam lingkup Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi NTT perlu untuk
tetap terus dilakukan. Beberapa program TPID seperti pemantauan harga secara berkala, operasi pasar dan pengawasan
terhadap ketersediaan stok maupun langkah aksi terkait penyediaan stok bahan makanan perlu dilakukan. Dengan
adanya pola siklikal inflasi NTT akan cukup tinggi pada periode November dan Desember, maka ketersediaan stok pada
momen liburan sekolah, liburan keagamaan dan peningkatan kegiatan pemerintah dari segi pembangunan proyek di akhir
tahun harus tetap dijaga.
7.2 INFLASI
GRAFIK 7.4. PREDIKSI INFLASI AKHIR TAHUN 2016
Sumber : BPS dan Bank Indonesia, diolah
2015I II I I I IV
2014I II I I I IV
2016I II I I I* IV*
3.6-4%
9%
8%
7%
6%
5%
4%
3%
2%
1%
0%
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
71Agustus 2016Agustus 2016