DISERTASI KADAR INTERLEUKIN – 6 PLASMA YANG TINGGI DAN RASIO KADAR INTERLEUKIN – 6 / INTERLEUKIN – 10 PLASMA YANG TINGGI MERUPAKAN FAKTOR RISIKO TERJADINYA OSTEOARTHRITIS LUMBAL SIMTOMATIK PADA PENDERITA WANITA PASCA MENOPAUSE DEFISIENSI ESTROGEN I KETUT SUYASA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016
157
Embed
KADAR INTERLEUKIN – 6 PLASMA YANG TINGGI DAN RASIO …
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
DISERTASI
KADAR INTERLEUKIN – 6 PLASMA YANG TINGGI
DAN RASIO KADAR INTERLEUKIN – 6 / INTERLEUKIN – 10 PLASMA YANG TINGGI
MERUPAKAN FAKTOR RISIKO TERJADINYA OSTEOARTHRITIS LUMBAL SIMTOMATIK PADA
PENDERITA WANITA PASCA MENOPAUSE DEFISIENSI ESTROGEN
I KETUT SUYASA
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR 2016
DISERTASI
KADAR INTERLEUKIN – 6 PLASMA YANG TINGGI DAN RASIO KADAR INTERLEUKIN – 6 /
INTERLEUKIN – 10 PLASMA YANG TINGGI MERUPAKAN FAKTOR RISIKO TERJADINYA
OSTEOARTHRITIS LUMBAL SIMTOMATIK PADA PENDERITA WANITA PASCA MENOPAUSE
DEFISIENSI ESTROGEN
I KETUT SUYASA NIM 1390271014
PROGRAM DOKTOR
PROGRAM STUDI ILMU KEDOKTERAN PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR
2016
ii !!
KADAR INTERLEUKIN – 6 PLASMA YANG TINGGI DAN RASIO KADAR INTERLEUKIN – 6 /
INTERLEUKIN – 10 PLASMA YANG TINGGI MERUPAKAN FAKTOR RISIKO TERJADINYA
OSTEOARTHRITIS LUMBAL SIMTOMATIK PADA PENDERITA WANITA PASCA MENOPAUSE
DEFISIENSI ESTROGEN
Disertasi untuk Memperoleh Gelar Doktor dalam Bidang Ilmu Kedokteran Biomedik, Program Studi Ilmu Kedokteran,
pada Program Pascasarjana Universitas Udayana. Dipertahankan di hadapan Sidang Khusus Badan Perwakilan Program
Pascasarjana Universitas Udayana
I KETUT SUYASA NIM 1390271014
PROGRAM DOKTOR PROGRAM STUDI ILMU KEDOKTERAN
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR 2016
iii !!
Lembar Pengesahan
NASKAH DISERTASI INI TELAH DISETUJUI
PADA TANGGAL 25 JULI 2016
Promotor
Prof. Dr. dr. I Ketut Siki Kawiyana, Sp B., Sp OT (K) NIP: 194809091979031002
Kopromotor I, Kopromotor II,
Prof. Dr.dr. I Made Bakta, Prof. Dr.dr. I Gde Raka Sp PD-KHOM Widiana, Sp PD-KGH NIP: 19480628 197903 1 001 NIP:19560707 198211 1 001
Mengetahui
Direktur Ketua Program Studi Doktor Program Pascasarjana Ilmu Kedokteran Universitas Udayana Program Pascasarjana Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Anak Agung Dr. dr. Bagus Komang Raka Sudewi, Sp S(K) Satriyasa, M. Repro NIP: 19590215 198510 2 001 NIP: 196404171996011001
iv !!
Naskah Ujian Tertutup ini Telah Diuji dan Dinilai oleh Panitia
Penguji pada Program Studi Doktor Ilmu Kedokteran
Program Pascasarjana Universitas Udayana
Pada Tanggal 25 April 2016
Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana
Nomor : 1594/UN14.4/HK/2016
Tanggal : 15 April 2016
Panitia Penguji Ujian Tertutup adalah:
Ketua : Prof. Dr. dr. Putu Astawa, M Kes., Sp OT (K)
Anggota : Prof. Dr. dr. I Ketut Siki Kawiyana, Sp B, Sp OT (K)
Prof. Dr. dr. I Made Bakta, Sp PD-KHOM
Prof. Dr. dr. I Gde Raka Widiana, Sp PD-KGH
Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp S (K)
Dr. dr. Luthfi Gatam, Sp OT (K)
Prof. drh. I Nyoman Mantik Astawa, Ph D
Dr. dr. I Wayan Putu Sutirta Yasa, M Si
v !!!
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Yang bertanda tangan di bawah ini saya:
Nama : dr. I Ketut Suyasa Sp B, Sp OT (K)
NIM : 1390271014
Program Studi : Program Doktor Pogram Studi Ilmu Kedokteran
Program Pascasarjana Universitas Udayana
Konsentrasi : Ilmu Kedokteran Biomedik
Alamat : Jalan Dahlia No. 33 Denpasar Bali Indonesia
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Disertasi saya ini bebas plagiat dan
jika di kemudian hari terbukti plagiat, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai
peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun 2010 dan Peraturan Perundang – undangan
yang berlaku.
Denpasar, 18 April 2016
yang membuat pernyataan
dr. I Ketut Suyasa Sp B, Sp OT (K)
vi !!
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa/ Ida Sang Hyang Widhi Wasa,
karena atas asung kerta wara nugraha-Nya, desertasi ini dapat terselesaikan.
Perkenankan pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar – besarnya kepada Prof. Dr. dr. I Ketut Siki Kawiyana, SpB, SpOT(K)
sebagai promotor yang penuh dengan kesabaran dan ketulusan hati serta penuh
perhatian telah memberikan bimbingan dan dorongan semangat serta saran - saran
selama penulis mengikuti pendidikan program doktor sampai dengan penyelesaian
desertasi ini. Begitu pula penghargaan dan rasa terima kasih kami yang sebesar –
besarnya kami sampaikan kehadapan Prof. Dr. dr. I Made Bakta, SpPD-KHOM
sebagai Kopromotor I dan Prof. Dr. dr. I Gde Raka Widiana, SpPD-KGH sebagai
Kopromotor II yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dan memotivasi
penulis dalam menyelesaikan desertasi ini.
Terima kasih juga kami sampaikan kehadapan Bapak Rektor Universitas
Udayana Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, SpPD-KEMD atas kesempatan yang
diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan Program Doktor pada
Program Pascasarjana Universitas Udayana. Ucapan terima kasih juga penulis
sampaikan kepada Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp.S (K) selaku direktur
program pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr. Made Budiarsa, M.A, selaku
Asisten Direktur I dan Prof. Made Sudiana Mahendra, PhD, selaku Asisten
Direktur II Program Pascasarjana Universitas Udayana. Ucapan terima kasih
penulis sampaikan kepada Dr. dr. Bagus Komang Satriyasa, M. Repro dan Dr. dr.
vii !!
Tjokorda Gde Bagus Mahadewa, M.Kes, Sp.BS selaku Ketua dan Sekretaris
Program Studi Doktor Ilmu Kedokteran Program Pascasarjana Universitas
Udayana serta Dr. dr. I Wayan Sutirta Yasa, M.Si dan Dr. dr. I Dewa Made
Sukrama, M.Si., Sp.MK (K) selaku mantan Ketua dan Sekretaris Program Studi
Doktor Ilmu Kedokteran Program Pascasarjana Universitas Udayana atas
kesempatan dan dorongan yang diberikan kepada penulis selama menempuh
pendidikan di Pascasarjana Universitas Udayana.
Pada kesempatan yang baik ini, penulis juga menyampaikan rasa terima kasih
kepada Prof. Dr. dr. I Putu Astawa, M.Kes, Sp.OT selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana dan dr. Anak Ayu Sri Saraswati, M.Kes sebagai
Direktur Utama RSUP Sanglah Denpasar atas izin yang diberikan kepada penulis
dalam mengikuti Program Doktor ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: Prof.
Dr. dr. Putu Astawa, Sp.OT, M.Kes, Prof. Dr. dr. I Ketut Siki Kawiyana, SpB.,
SpOT (K), Prof. Dr. dr. I Made Bakta, Sp.PD-KHOM, Prof. Dr. dr. I Gde Raka
Widiana, Sp.PD-KGH, Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K), Dr. dr. Luthfi
Gatam, Sp.OT (K), Prof. drh. I Nyoman Mantik Astawa, Ph.D, Dr. dr. I Wayan
Putu Sutirta Yasa, M.Si, sebagai penguji disertasi ini mulai dari tahap awal
sampai ujian terbuka, atas semua masukan dan bimbingannya yang dengan penuh
kesabaran dan perhatian telah memberikan dorongan semangat, saran, sanggahan,
dan koreksi sehingga disertasi ini dapat terwujud.
Ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya juga penulis sampaikan kepada
teman sejawat di Sub Bagian/SMF Orthopaedi dan Traumatologi FK Unud/RSUP
viii !!
Sanglah atas kerja sama, kerelaan hati dan dukungannya yang dengan tulus
menggantikan tugas-tugas yang menjadi beban pekerjaan penulis selama
mengikuti pendidikan sehingga mendapat kesempatan untuk menyelesaikan
pendidikan doktor ini. Utamanya kepada dr. K. G. Mulyadi Ridia, Sp.OT (K), dr.
Wayan Suryanto Dusak, Sp.OT (K), dr. Made Bramantya Karna, Sp.OT (K), dr. I
Gst. Ngr. Wien Aryana, Sp.OT, dr. Cokorda Gd Oka Dharmayuda, Sp.OT (K), dr.
I Gst. L. N. A. Artha Wiguna, Sp.OT (K), dr. I Gd Eka Wiratnaya, Sp.OT, dr. A.
A. Gd Yuda Asmara, Sp.OT, dr. Kadek Ayu Candra Dewi, Sp.OT, dr. I Wayan
Subawa, Sp.OT, penulis ucapkan banyak terima kasih atas bantuannya dalam
penyusunan disertasi ini. Terima kasih juga penulis tujukan kepada seluruh
residen PPDS Orthopaedi dan Traumatologi atas dukungan dan bantuan selama
proses penelitian dan penyusunan disertasi ini, serta kepada Made Sujani, Ni
Ketut Budiasih, Ketut Ari Fibrianingsih, A. A. Dwi Kartika Mahadewi, Kadek
Widianingsih yang telah banyak membantu dalam penyusunan disertasi ini.
Ucapan terima kasih pula kepada dr. H. M. Danun, Sp.Rad (K) dan Dr. dr.
Elysanti D.M., Sp.Rad, Dr. dr. A.A. Wiradewi Lestari Sp.PK, Dr. dr. Sianny
Herawati, Sp.PK, Ibu Alit Ardani, I Ketut Gede Adi Santika, Amd.Ak dan Ni
Wayan Meni atas bantuannya selama penelitian ini dilaksanakan. Penulis juga
menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus disertai penghargaan kepada
Kepala Dinas Kesehatan kota Denpasar, Kepala Puskesmas 2 Denpasar Utara,
Kepala Puskesmas 3 Denpasar Timur, Kepala Puskesmas 1 Kuta beserta staf dan
ibu – ibu responden penelitian. Demikian pula guru-guru yang telah membimbing
penulis, mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi.
ix !!
Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar – sebesarnya kepada
Ayahanda Kapten Polisi (Purn) I Wayan Surpha, SH (Almarhum) dan Ibunda
tercinta Ni Nengah Murtiasih Sulasmi, yang telah mengasuh, membesarkan
penulis dan selalu memberi dorongan untuk terus maju menuntut ilmu dengan
penuh disiplin dan kasih sayang hingga sampai pada jenjang pendidikan doktor.
Demikian pula terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak mertua I G.N.
Sudana (almarhum) dan Ibu mertua Ni Wayan Sumiati yang selalu memberikan
dorongan dan dukungan kepada penulis dalam menempuh pendidikan ini.
Akhirnya penulis juga menyampaikan terima kasih kepada istri tercinta Ir.
Gusti Ayu Aryani yang dengan penuh pengertian dan kesabaran selalu
mendampingi penulis selama ini, serta anak – anak tercinta Putu Ayu Suryani, I
Made Agus Satrya Wibawa dan I Nyoman Adi Satya Wiradharma yang telah ikut
memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan pendidikan ini.
Demikian pula terima kasih kepada semua saudara tersayang I Wayan Suambara,
SH, MM, Ir. Ni Luh Wayan Suparmi, MMA, I Made Sudharma, S.Sos,
SH,MM,MH, dr. Ni Nyoman Ayu Sutrini, SpKK, M.Repro termasuk semua ipar,
sepupu yang telah memberikan dorongan semangat dan dukungan moril selama
penulis menjalani pendidikan.
x !!!
Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa selalu
melimpahkan karunia-Nya kepada semua pihak yang telah membantu penulisan
dalam mengikuti pendidikan doktor dan penyelesaian desertasi ini.
Denpasar, 25 April 2016
Penulis
I Ketut Suyasa
xi !!
ABSTRAK
Nyeri pinggang bawah merupakan keluhan yang sering ditemukan pada usia tua karena proses degenerasi. Proses degenerasi pada tulang belakang terutama daerah lumbal disebut osteoarthritis lumbal. Berbagai faktor diduga menjadi penyebab terjadinya OA lumbal, di antaranya akibat perubahan hormonal utamanya estrogen pada wanita pasca menopause. Di samping perubahan hormonal akibat proses degenerasi, nyeri pinggang bawah akibat OA lumbal dapat diakibatkan oleh karena proses inflamasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperkuat teori inflamasi dan peran biomarker sebagai patogenesis osteoarthritis lumbal simtomatik pada wanita pasca menopause defisiensi estrogen dengan membuktikan peran COMP serum, IL-6 dan IL-10 plasma sebagai faktor risiko terjadinya osteoarthritis lumbal simtomatik pada wanita pasca menopause defisiensi estrogen. Telah dilakukan studi kasus kontrol untuk mengetahui peran COMP serum, IL-6 dan IL-10 plasma sebagai faktor risiko terjadinya OA lumbal simtomatik pada wanita pasca menopause defisiensi estrogen. Studi dilaksanakan di RSUP Sanglah dari bulan Oktober 2015 - Maret 2016 dengan melakukan pemeriksaan sampel darah dan diperiksa dengan metode ELISA. Dari 44 pasang sampel yang terdiri atas 44 kasus dan 44 kontrol, didapatkan bahwa kadar COMP serum tinggi pada wanita pasca menopause defisiensi estrogen tidak berisiko terhadap terjadinya OA lumbal simtomatik (OR = 0,7; CI 95% = 0,261-1,751; p = 0,393) dari yang memiliki kadar COMP serum rendah (cut-off point 0,946). Wanita pasca menopause defisiensi estrogen dengan kadar IL-6 plasma yang tinggi mempunyai risiko 2,7 kali (OR=2,7; CI 95%=0,991-8,320 dengan p=0,033) untuk mengalami OA lumbal simtomatik dari yang memiliki kadar IL-6 plasma yang rendah (cut-off point 2,264). Wanita pasca menopause defisiensi estrogen dengan kadar IL-10 plasma yang rendah tidak mempunyai risiko (OR=0,6; CI 95%=0,209 – 1,798; p=0,345) untuk mengalami OA lumbal simtomatik dari yang memiliki kadar IL-10 plasma yang tinggi (cut-off point 6,049). Sedangkan pada wanita pasca menopause defisiensi estrogen dengan rasio kadar IL-6/ IL-10 plasma yang tinggi mempunyai risiko 3,4 kali (OR=3,4; CI 95%=1,204-11,787; p=0,011) untuk mengalami OA lumbal simtomatik dari yang memiliki rasio kadar IL-6/IL-10 plasma yang rendah (cut-off point 0,364). Hasil studi ini menunjukkan bahwa rasio kadar IL-6/IL-10 plasma yang tinggi merupakan faktor risiko paling kuat terjadinya osteoarthritis lumbal simtomatik pada wanita pasca menopause dengan defisiensi estrogen. Kata kunci: OA lumbal simtomatik, IL-6, IL-10, COMP serum, rasio IL-6/IL-10
xii !!
ABSTRACT
Low back pain is a common symptom, usually in elderly due to a degeneration process. Degeneration process of the spine, especially in the lumbar region is termed as lumbar osteoarthritis. Numerous factors are thought to be the cause of lumbar OA, it is primarily due to hormonal changes of estrogen in postmenopausal women. Besides hormonal changes due to degeneration process, low back pain of lumbar OA may be caused by inflammatory process. The purpose of this study is to strengthen the theory of inflammation and the role of biomarker as the pathogenesis of symptomatic lumbar osteoarthritis in postmenopausal women with estrogen deficiency by proving the role of serum COMP, IL-6 and IL-10 as a risk factor to the lumbar symptomatic osteoarthritis in postmenopausal women with estrogen deficiency. Case-control study had been conducted to determine the role of COMP, IL-6 and IL-10 as a risk factor to symptomatic lumbar OA estrogen deficiency in postmenopausal women. The study was conducted in Sanglah General Hospital from October 2015 until March 2016 by obtaining blood samples and measure the COMP, IL-6 and IL-10 level by enzyme-linked immunisorbent assay (ELISA). From 44 pairs of samples consisting of 44 samples as case group and 44 samples as control group showed that high level of COMP in estrogen deficiency postmenopausal women are not at risk (OR = 0,7; CI 95% = 0,261-1,751; p = 0,393) for symptomatic lumbar OA (cut-off point 0,946). Estrogen deficiency postmenopausal women with the high level of IL-6 have 2.7 times risk (OR=2,7; CI 95%=0,991-8,320; p=0,033) for symptomatic lumbar OA from the low level of IL-6 (cut-off point 2,264). At lower level of IL-10, there is no risk for symptomatic lumbar OA (OR=0,6; CI 95%=0,209 – 1,798; p=0,345) than with the higher level of IL-10 (cut-off point 6,049). While the high ratio of IL-6 / IL-10 level in estrogen deficiency postmenopausal women give 3,4 times risk (OR=3,4; CI 95%=1,204-11,787; p=0,011) for symptomatic lumbar OA than the low ratio of IL-6 / IL-10 level (cut-off point 0,364). The results of the study showed that the high ratio of IL-6/IL-10 plasma level is the highest risk factor for causing symptomatic lumbar osteoarthritis in postmenopausal women with estrogen deficiency. Keywords: Symptomatic lumbar OA, IL-6, IL-10, COMP, the ratio of IL-6/IL-10 !
xiii !!
RINGKASAN
KADAR INTERLEUKIN – 6 PLASMA YANG TINGGI DAN RASIO KADAR INTERLEUKIN – 6 / INTERLEUKIN – 10 PLASMA YANG
TINGGI MERUPAKAN FAKTOR RISIKO TERJADINYA OSTEOARTHRITIS LUMBAL SIMTOMATIK PADA PENDERITA
WANITA PASCA MENOPAUSE DEFISIENSI ESTROGEN
Nyeri pinggang bawah merupakan keluhan yang sering ditemukan pada usia tua karena proses degenerasi. Proses degenerasi pada tulang belakang terutama di daerah lumbal disebut osteoarthritis (OA) lumbal. Osteoarthritis lumbal adalah terjadinya degenerasi tulang rawan yang melibatkan three joint complex lumbal yang ditandai dengan penyempitan diskus intervertebralis, terbentuknya vertebral osteofit dan terjadinya osteoarthritis pada facet joint. Ketiga keadaan patologis ini dapat terjadi oleh karena beban stress mekanik oleh karena peningkatan berat badan, bertambahnya usia, serta akibat terjadinya proses inflamasi (Richette et al, 2003; Sniekers et al, 2010). Degradasi kartilago mengakibatkan terjadinya peningkatan kadar COMP dalam cairan sinovium dan dalam serum. Produk degradasi kartilago ini akan difagositosis oleh sinovium dan menstimulasi proses inflamasi. Sel–sel sinovium akan teraktivasi dan memproduksi berbagai mediator katabolik dan pro inflamasi serta enzim proteolitik yang akan menyebabkan terjadinya kerusakan kartilago (Yuan et al, 2003).
Proses inflamasi yang terjadi pada osteoarthritis lumbal adalah proses inflamasi kronik yang melibatkan peran sitokin, baik sitokin pro inflamasi seperti IL-6 maupun sitokin anti inflamasi seperti IL-1ra atau IL-10. Interleukin-6 juga berperan penting dalam metabolisme tulang melalui induksi osteoklastogenesis dan merangsang aktifitas osteoklas terutama apabila kadar hormon estrogen menurun (Maggio et al, 2006; Holm et al, 2012). Interleukin-10 yang sebelumnya dikenal sebagai cytokine synthesis inhibitory factor dikenal juga sebagai anti inflamasi dan sitokin imunosupresif (Kresno, 2001). Rendahnya kadar IL-10 merupakan indikator kegagalan dalam proses penekanan terhadap produksi TNF-α dan IL-6 (Holm et al., 2012). Sampai saat ini belum diketahui apakah COMP yang tinggi, kadar IL-6 lebih tinggi dan IL-10 yang rendah serta rasio kadar IL-6/IL-10 pada wanita pasca menopause defisiensi estrogen sebagai faktor risiko terjadinya osteoarthritis lumbal simtomatik. Pada penelitian ini penulis ingin membuktikan bahwa COMP, IL-6 dan IL-10 merupakan faktor risiko terjadinya osteoarthritis lumbal simtomatik pada wanita pasca menopause defisiensi estrogen. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperkuat teori inflamasi dan peran biomarker sebagai patogenesis osteoarthritis lumbal simtomatik pada wanita pasca menopause defisiensi estrogen dengan mengetahui peran COMP, IL-6, IL-10 dan rasio IL-6/IL-10 terhadap terjadinya osteoarthritis lumbal simtomatik pada wanita pasca menopause defisiensi estrogen.
xiv !!
Rancangan penelitian ini dibagi dalam 2 fase yaitu fase 1 berupa studi cross sectional yang bertujuan untuk mencari prevalensi osteoarthritis lumbal. Sedangkan fase 2 dalam bentuk studi case control, yang dimulai dengan mengidentifikasi kelompok kasus, yaitu 44 orang wanita pasca menopause defisiensi estrogen dengan OA lumbal simtomatik, yang dipasangkan dengan 44 orang dari kelompok kontrol yaitu wanita pasca menopause defisiensi estrogen dengan OA lumbal asimtomatik. Kemudian dilakukan pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan kadar COMP serum, kadar IL-6 dan IL-10 plasma. Analisis dilakukan dengan membandingkan probabilitas paparan faktor risiko (odd ratio). Penelitian dilakuan di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar pada bulan Oktober 2015 sampai dengan bulan Maret 2016.
Hasil penelitian pada fase 1 dengan sampel sebanyak 196 sampel wanita pasca menopause didapatkan sebanyak 189 sampel (96,4 %) defisiensi estrogen. Wanita pasca menopause defisiensi estrogen tersebut kemudian dilakukan pemeriksaan x-ray untuk mengetahui prevalensi OA Lumbal. Didapatkan sebanyak 184 sampel (97,3 %) mengalami OA Lumbal. Dari 184 sampel wanita pasca menopause defisiensi estrogen dengan OA lumbal tersebut, sebanyak 98 sampel (53,2 %) dengan nyeri pinggang dan 86 sampel (46,8%) tanpa nyeri pinggang. Pada fase 2, hasil penelitian menunjukkan wanita pasca menopause defisiensi estrogen dengan kadar COMP serum di atas atau sama dengan 0,946 (cut-off point) tidak terbukti secara signifikan berperan sebagai faktor risiko untuk mengalami OA lumbal simtomatik (OR = 0,7; CI 95% = 0,261-1,751; p = 0,393) dari yang memiliki kadar COMP serum rendah. Sedangkan wanita pasca menopause defisiensi estrogen yang memiliki kadar IL-6 sama atau lebih besar dari 2,264 (cut-off point) memiliki risiko OA lumbal simtomatik 2,7 kali dari yang memiliki kadar IL-6 lebih rendah dari 2,264 (OR=2,7; CI 95%=0,991-8,320 dengan p=0,033). Wanita pasca menopause defisiensi estrogen yang memiliki kadar IL-10 sama atau lebih rendah dari 6,049 (cut-off point) tidak memiliki risiko untuk mengalami OA lumbal simtomatik (OR=0,6; CI 95%=0,209 – 1,798; p=0,345) dari yang memiliki kadar IL-10 plasma yang tinggi. Sedangkan pada wanita pasca menopause defisiensi estrogen yang memiliki rasio kadar IL-6/IL-10 sama atau lebih besar dari 0,364 (cut-off point) memiliki risiko OA lumbal simtomatik 3,4 kali dari yang memiliki rasio kadar IL-6/IL-10 lebih kecil dari 0,364 (OR=3,4; CI 95%=1,204-11,787; p=0,011).
Kebaharuan dari penelitian ini adalah peranan rasio kadar IL-6/IL-10 plasma yang tinggi sebagai faktor risiko yang paling kuat terjadinya osteoarthritis lumbal simtomatik pada wanita pasca menopause defisiensi estrogen. Hal ini memperkuat teori inflamasi pada osteoarthritis lumbal simtomatik.
Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa rasio kadar IL-6/IL-10 plasma yang tinggi merupakan faktor risiko yang paling kuat terhadap terjadinya osteoarthritis lumbal simtomatik pada wanita pasca menopause defisiensi estrogen. Sehingga pemeriksaan rasio IL-6/IL-10 plasma untuk mengetahui faktor risiko terjadinya inflamasi pada OA lumbal simtomatik pada wanita pasca menopause defisiensi estrogen, dapat dilakukan untuk mendapatkan hasil akurat. Sedangkan biomarker COMP yang diambil dari darah tidak berpengaruh signifikan terhadap kejadian osteoarthritis lumbal simtomatik.
xv !!
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DEPAN
SAMPUL DALAM ............................................................................................... i
PRASYARAT GELAR ........................................................................................ ii
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ..................................................................... iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ........................................... v
UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................................ vi
ABSTRAK ............................................................................................................ xi
ABSTRACT .......................................................................................................... xii
RINGKASAN ....................................................................................................... xiii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... xv
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xix
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xx
DAFTAR SINGKATAN ...................................................................................... xxi
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xxiv
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1.! Latar Belakang Masalah ......................................................................... 1
1.2.! Rumusan Masalah ................................................................................... 6
1.3.! Tujuan Penelitian .................................................................................... 7
1.3.1.! Tujuan umum ......................................................................... 7
1.3.2.! Tujuan khusus ........................................................................ 7
secara histologis, dimana jika menggunakan dosis rendah tidak berefek. Chandler
dan Desa (1991) dalam studinya mengenai kartilago, menunjukkan menurunnya
ketahanan terhadap kompresi setelah oovorectomy, kecuali saat HRT telah
diberikan. Pada percobaan secara in vivo pada tikus dengan oovorectomy,
penggantian estrogen mencegah kerusakan kartilago yang disebabkan interleukin-
1β (Richette et al., 2003).
Efek berlawanan estrogen pada kartilago tergantung pada 2 faktor utama yaitu
dosis estrogen dan usia pasien. Estradiol memiliki efek menguntungkan pada
dosis fisiologis dan merugikan pada dosis yang lebih tinggi. Identifikasi reseptor
estrogen α dan β pada kartilago normal dan osteoarthritis, dan efek 17β estradiol
pada kartilago binatang secara in vivo dan in vitro menegaskan bahwa kartilago
berespon terhadap estrogen. Respon ini sifatnya dose dependent; dosis fisiologis
18 !
!!
(seperti HRT) bersifat protektif dan dosis lebih tinggi sifatnya merugikan. Pada
wanita post menopause, estrogen dapat menurunkan kecepatan remodelling tulang
subkondral yang merupakan faktor kunci patofisiologi osteoarthritis. Selanjutnya
ekspresi reseptor estrogen ditunjukkan pada sinoviosit, dimana merupakan target
yang mungkin bagi estrogen untuk memberikan efek pada sendi.
Gambar 2.2 Osteoartritis lumbal (Bohinski,!Ryan,!2013)!
!
2.4!Biomarker COMP
Cartilage Oligomeric Matrix Protein (COMP) yang disebut juga
thrombospondin 5 adalah suatu homopentamer glikoprotein non kolagen dari
matiks ekstraseluler, merupakan anggota family trombospondin dengan berat
molekul 524 kDa (Tseng dkk, 2009). Cartilage oligomeric matrix protein
terutama diproduksi oleh kartilago sendi. Selain oleh fibroblas dalam synovium,
tendon, ligamen, meniskus, otot polos pembuluh darah dan corpus vitreus bola
mata. Cartilage oligomeric matrix protein tersusun oleh 5 sub unit yang identik,
masing – masing dengan domain EGF like dan calcium bending thrombospondin
19 !
!!
like (Mobasheri dan Henrotin, 2008). Domain karboksiterminal globular dari
COMP terikat pada kolagen tipe I, II dan IX. Pada ujung aminoterminal, lima
untai molekul bersama–sama membentuk suatu domain coiled yang berperan
dalam penyimpanan dan pendistribusian molekul signaling sel yang hidrofobik,
seperti vitamin D (Jordan, 2004).
Sebagai biomarker konsentrasi COMP pada cairan sinovial ataupun dalam
serum dapat digunakan sebagai indikator awal adanya kelainan pada pemeriksaan
radiologis (Dragomir et al, 2002; Sharif et al, 2004). Demikian pula COMP
sangat sensitif untuk mendeteksi dini terjadinya prematur OA pada penderita yang
secara genetik menderita OA (Bleasel et al, 1999; William et al, 2006).
Sampai saat ini fungsi COMP belum diketahui dengan pasti. Namun
demikian COMP dinyatakan berperan pada osifikasi endokondral, pembentukan
dan stabilisasi matriks ekstrasel melalui interaksi dengan fibril kolagen dan
fibronektin. Di samping itu, cartilage oligomeric matrix protein juga menjadi
mediator interaksi antara kondrosit dan matriks ekstrasel tulang rawan melalui
interaksi dengan reseptor–reseptor integrin di permukaan sel (Mobasheri dan
Henrotin, 2008). Cartilage oligomeric matrix protein (COMP) juga berperan
sebagai katalis dalam fibrilogenesis kolagen tipe I dan II (Hallasz et al, 2007).
Oleh karena COMP berikatan dengan agreccan, diduga COMP berperan juga
sebagai mediator interaksi berbagai molekul matriks ekstrasel dalam
mengorganisasikan matriks tulang rawan untuk mempertahankan fungsinya
sebagai penyangga beban (Chen et al, 2007).
20 !
!!
Cartilage oligomeric matrix protein (COMP) dapat mempertahankan
integritas struktural dari kartilago melalui interaksi dengan berbagai protein
matriks ekstraseluler. Melalui interaksi dengan integrin, COMP dapat membantu
dalam perlekatan dari kondrosit kepada cell culture dishes. Cartilage oligomeric
matrix protein ini dapat menghambat proliferasi sel serta juga meningkatkan
chondrogenesis. Selanjutnya, dengan meningkatkan survival protein, COMP bisa
melindungi kondrosit dari kematian sel. Cartilage oligomeric matrix protein
mempunyai tempat berikatan yang unik untuk vitamin D, yang mengindikasikan
kemungkinan juga berperan dalam penyimpanan dan penghantaran cell-signaling
molecules.
!
2.5! Sitokin
Degenerasi tulang belakang pada daerah lumbal yang melibatkan three joint
complex, selalu diawali dengan degenerasi pada diskus intervertebralis, yang
ditandai dengan penyempitan diskus intervertebralis, terbentuknya osteofit dan
degenerasi pada facet joint. Ketiga komponen ini saling mempengaruhi dan
menimbulkan keluhan nyeri pinggang. Berbagai faktor diduga menjadi penyebab
terjadinya nyeri pinggang antara lain: beban mekanik, usia, hormonal dan
terjadinya proses inflamasi.
Pada reaksi inflamasi banyak substansi berupa hormon dan faktor
pertumbuhan yang dilepaskan oleh limfosit T dan B maupun oleh sel–sel lain
yang berfungsi sebagai sinyal interseluler yang mengatur aktifitas sel yang terlibat
dalam respon imun dan respon inflamasi baik lokal maupun sistemik terhadap
21 !
!!
rangsangan dari luar. Substansi ini secara umum disebut sitokin. Substansi yang
dilepaskan oleh limfosit disebut limfokin sedangkan yang dilepaskan oleh
monosit disebut monokin.
Sitokin ini berperan dalam pengendalian hemopoesis dan limfopoesis dan
juga berfungsi dalam mengendalikan respon imun dan reaksi inflamasi dengan
cara mengatur pertumbuhan, serta mobilitas dan diferensiasi leukosit maupun sel–
sel lain. Pada reaksi inflamasi, sitokin yang berperan menstimuli terjadinya
inflamasi pada sendi dikenal sebagai sitokin pro inflamasi misalnya TNF-α dan
IL-6. Sedangkan sitokin yang berperan sebagai faktor penghambat sintesis disebut
sitokin anti inflamasi misalnya IL-10.
2.5.1 Sifat umum sitokin
Sitokin adalah polipeptida yang diproduksi sebagai respon terhadap mikroba
dan antigen lain yang memperantarai dan mengatur reaksi imunologi dan reaksi
inflamasi (Abbas et al, 2007). Setiap jenis sitokin mempunyai struktur yang
berbeda satu dengan yang lainnya, walaupun demikian ada beberapa sifat umum
yang dimiliki bersama yaitu: (Abbas et al, 2007; Oppenheim et al, 1991)
1.! Sekresi sitokin terjadi singkat dan tidak pernah disimpan sebagai molekul
yang preformed dan sintesisnya biasanya diawali dengan transkripsi gen
yang terjadi akibat stimulasi. Segera setelah disintesis sitokin dengan cepat
disekresikan dan menghasilkan aktivitas yang diperlukan.
2.! Aktivitas sitokin seringkali pleiotropic dan redundant. Pleiotropic berarti
kemampuan satu jenis sitokin untuk merangsang berbagai jenis sel yang
22 !
!!
berbeda. Sedangkan redundant berarti banyak sitokin yang menghasilkan
efek fungsional yang sama.
3.! Sitokin sering mempengaruhi sintesis dan aktivitas sitokin lainnya.
4.! Aktivitas sitokin dapat lokal maupun sistemik. Sebagian besar sitokin
bereaksi dekat dengan tempatnya diproduksi, bila dalam sel yang
memproduksinya disebut autocrine reaction, bila bereaksi pada sel yang
berdekatan disebut paracrine reaction, dan bila diproduksi dalam jumlah
yang banyak, masuk kedalam sirkulasi dan bekerja sistemik disebut
endocrine reaction.
5.! Sitokin merupakan mediator respon imun yang sangat poten dan mampu
berinteraksi dengan reseptor pada permukaan sel.
6.! Sinyal eksternal mengatur ekspresi reseptor sitokin, sehingga juga
mengatur respon sel terhadap sitokin.
7.! Respon selular terhadap sebagian besar sitokin terdiri atas perubahan
ekspresi gen pada sel sasaran yang berakibat ekspresi fungsi baru atau
proliferasi sel sasaran.
8.! Respon seluler terhadap sitokin diatur secara ketat dan ada mekanisme
umpan balik untuk menghambat dan menekan respon imun tersebut.
Sitokin merupakan messenger kimia atau perantara dalam komunikasi
interseluler yang sangat poten, aktif pada kadar yang sangat rendah (10-10 – 10-15
mol/L dapat merangsang sel sasaran) (Karnen, 2000). Seperti halnya hormon
polipeptida, sitokin mengawali aksinya dengan berikatan dengan reseptor sitokin
pada membran sel sasaran dengan afinitas yang sangat tinggi.
23 !
!!
2.5.2 Fungsi Sitokin
Berdasarkan aktivitas biologik yang utama, sitokin dapat diklasifikasikan
dalam 3 kelompok fungsional: (Abbas et al, 2007)
1.! Mediator dan regulator imunitas bawaan.
Kelompok sitokin ini terutama diproduksi oleh fagosit mononuklear
sebagai respon terhadap agen infeksi. Sebagian besar sitokin kelompok ini
bekerja pada sel endotel dan leukosit untuk merangsang reaksi inflamasi
dini dan sebagian lagi untuk mengontrol respon ini.
2.! Mediator dan regulator imunitas didapat.
Diproduksi terutama oleh limfosit T sebagai respon terhadap pengenalan
spesifik antigen asing, berfungsi terutama untuk mengatur pertumbuhan
dan diferensiasi berbagai populasi limfosit. Di samping itu juga berfungsi
merekrut, mengaktivasi dan mengatur sel – sel efektor spesifik seperti
fagosit mononuklear, neutrophil dan eosinophil untuk mengeliminasi
antigen pada fase respon imun didapat.
3.! Stimulator hemopoesis.
Sitokin ini diproduksi oleh sel – sel stroma dalam sumsum tulang, leukosit
dan sel – sel lain dan merangsang pertumbuhan dan diferensiasi leukosit
imatur.
Banyak sitokin yang telah teridentifikasi, baik struktur molekul maupun
fungsinya, beberapa di antaranya merupakan mediator utama yang meningkatkan
reaksi imunologik yang melibatkan makrofag, limfosit dan sel-sel lain. Sehingga
berfungsi sebagai imunoregulator spesifik maupun non spesifik. Mediator-
24 !
!!
mediator tersebut ternyata mempunyai sifat biokimia dan sifat biologik serta
fungsi yang serupa dan kemudian diberi nama Interleukin yang berarti adanya
komunikasi antar sel. Sampai saat ini telah ditemukan berbagai jenis interleukin
yaitu IL-1 hingga IL-35.
2.5.3! Sitokin IL-6
Interleukin-6 dahulu dikenal dengan sebagai IFN-β2, hepatocyte stimulating
factor dan plasmacytoma growth factor merupakan sitokin yang berfungsi pada
imunitas bawaan maupun didapat. Interleukin-6 dibentuk oleh banyak sel dan
mempengaruhi banyak sasaran. Sumber utama dari IL-6 adalah makrofag dan
limfosit di daerah inflamasi. Interleukin-6 dapat juga diproduksi oleh sel tulang di
bawah pengaruh hormon osteotropik (PTH, 1,25-dihidroksi vitamin D3) dan
Interleukin-1 (Feyen et al. dalam Mundy, 1995). Selain berperan dalam proses
imunologi dan inflamasi, IL-6 juga berperan penting dalam metabolisme tulang
melalui induksi osteoklastogenesis dan merangsang aktifitas osteoklas (Keller,
1996). Interleukin-6 meningkatkan pembentukan sel osteoklas, terutama apabila
kadar hormon estrogen menurun (Roitt et al., 1998). Interleukin-6 menstimulasi
pembentukan prekursor osteoklas dari unit pembentuk koloni granulosit makrofag
dan meningkatkan jumlah osteoklas in vivo, yang menyebabkan peningkatan
resorpsi tulang, yang berkontribusi pada perubahan spondiloarthrosis dan
degenerasi diskus intervertebralis (Holm et al., 2012). Demikian pula Keller,
Harman dan Ershler (2002) menemukan peningkatan IL-6 pada penuaan dan
penderita menopause. Sehingga diduga bahwa IL-6 merupakan salah satu sitokin
25 !
!!
yang memegang peranan penting dalam proses penyerapan tulang, melalui
pengaruh aktivitas sel osteoklas, termasuk pada tulang subkondral.
2.5.4! Sitokin IL-10
Interleukin-10 yang sebelumnya dikenal sebagai cytokine synthesis inhibitory
factor dikenal juga sebagai anti inflamasi dan sitokin imunosupresif. Interleukin-
10 dapat diproduksi selain dari sel T regulator, dengan sejumlah besar sel-sel lain
termasuk makrofag. Interleukin-10 sangat ampuh dalam menekan makrofag untuk
melepaskan TNF-α.
Meningkatnya kadar IL-10 didahului oleh meningkatnya sitokin pro inflamasi
(TNF-α, IL-1, IL-6 dan GM-CSF). Sitokin IL-10 merupakan komponen dari T
helper (Th) yang berfungsi untuk menentukan bagian spesifik dari sel Th: Th0,
Th1 dan Th2. Bagian-bagian ini telah dapat dibedakan dengan jelas pada tikus
dimana IL-10 disintesis oleh Th2. Prekursor dari IL-10 memproduksi IL-2, IFN-γ,
IL-4 dan IL-10. Penelitian yang dilakukan pada manusia menunjukkan bahwa
kadar IL-10 yang tinggi bekerja antagonis terhadap respon inflamasi. Fungsi dari
sel T diregulasi oleh IL-10. Efek dari IL-10 adalah melemahkan respon selular
dari Th1 dan memperkuat respon humoral dari Th2. Interleukin-10 menghambat
IFN-γ yang diproduksi oleh sel Th1. Efek inhibisi ini terjadi secara tidak langsung
dan merupakan hasil dari beberapa mekanisme tertentu. Yang pertama yaitu
bahwa IL-10 menghambat ekspresi dari HLA-DR pada antigen presenting cell
(APC), sehingga menghalangi aktivasi dari sel T yang dimediasi oleh antigen.
Interleukin-10 juga menghambat ekspresi dari ICAM-1, CD8 dan CD86 pada
26 !
!!
permukaan APC, sehingga menurunkan aktifitas ko-stimulator. Mekanisme
lainnya yaitu IL-10 menghambat IL-12 yang dikendalikan oleh respon selular dari
Th1 dengan cara menurunkan transkripsi subunit p40 dari reseptor IL-12 (Clair,
1999).
Interleukin-10 juga berperan meningkatkan sel Th2 yang memediasi imunitas
humoral dengan menstimulasi pertumbuhan dan diferensiasi dari sel B. Dalam
kultur yang diteliti, sel B diaktivasi oleh IL-10 dan kemudian berdiferensiasi
menjadi sel yang mensekresi antibodi dan berubah menjadi IgA, IgG1 dan IgE.
Interleukin-10 juga memperkuat produksi dari IgG4. Lama hidup dari sel B dapat
diperpanjang oleh IL-10 melalui induksi protein bcl (Clair, 1999).
Ada dua fungsi utama IL-10 adalah menghambat produksi beberapa jenis
sitokin (TNF, IL-1, chemokine dan IL-12) dan menghambat fungsi makrofag dan
sel dendritik dalam membantu aktivasi sel T, sehingga bersifat immunosupresi.
Hambatan fungsi makrofag terjadi karena IL -10 menekan ekspresi molekul MHC
kelas II pada makrofag, dan mengurangi ekspresi ko-stimulator (a.l. B7-1 dan B7-
2). Dampak akhir dari aktifitas IL-10 adalah hambatan reaksi inflamasi non
spesifik maupun spesifik yang diperantarai sel T, karena itu IL-10 juga disebut
cytokine synthesis inhibitory factor dan sitokin anti inflamasi (Kresno, 2001). Sel
nukleus pulposus yang diturunkan secara spontan memproduksi dan menghasilkan
IL-6 dan IL-10, tapi tidak pada TNF-α ke dalam media kultur. Stimulasi
lipopolisakarida pro inflamasi meningkatkan IL-6 75 kali lipat dan meningkatkan
IL-10 150 kali lipat, tapi tidak ada TNF-α terdeteksi setelah stimulasi, meskipun
beberapa sitokin lain (IL-1, GM CSF) diinduksi (Holm et al., 2012).
27 !
!!
Proses inflamasi yang terjadi pada osteoarthritis lumbal adalah proses
inflamasi kronik yang melibatkan peran sitokin, baik sitokin pro inflamasi seperti
TNF-α, dan IL-6, maupun sitokin anti inflamasi seperti IL-1ra atau IL-10. Dengan
demikian tampaknya sitokin bekerja dengan berinteraksi secara kompleks.
2.6 Inflamasi dan Respon Nyeri
Degenerasi tulang belakang pada daerah lumbal yang melibatkan three joint
complex, tidak terlepas kaitannya dengan biomekanik terutama dalam physiologic
load. Pada proses degenerasi diskus akan terjadi penurunan jumlah cairan pada
nukleus pulposus yang memicu terjadinya robekan pada annulus fibrosus.
Robekan pada annulus fibrosus memicu pertumbuhan pembuluh darah baru dan
nociceptor pada bagian luar dan dalam annulus. Stimulasi dari nociceptor dan
stimulasi sitokin inflamasi akan menyebabkan hiperalgesia yang sering terjadi
pada nyeri pinggang bawah.
Mediator inflamasi memicu adanya nyeri melalui jalur biokimia. Adapun
mediator yang terlibat antara lain IFN-γ, IL-1β, dan TNF-α. Produksi IL-6 juga
meningkat secara signifikan oleh stimulasi dengan TNF-α. Pada kartilago sendi
manusia, IL-6 menghambat sintesis proteoglikan, yang secara normal menjaga
hidrasi nukleus pulposus dan mencegah pertumbuhan dari pembuluh darah
(Dugan, 2013).
28 !
!!
Gambar 2.3 Peran Sitokin pada Respon Nyeri. Keratinosit dan fibroblast dalam kulit membuat, menyimpan dan melepaskan bentuk prekursor dari IL-1 (pro IL-1). Kerusakan kulit membuat sel mast yang berada dalam kulit akan bergabung dengan sel mast yang lainnya melakukan migrasi ke area trauma. Sel mast ini melepaskan TNF, IL-1, IL-6 dan chymase. Chymase berperan utk membelah dan mengaktifkan pro IL-1 menjadi aktif. IL-1 berikatan dengan saraf perifer terminal, menyebabkan aktivasi neural dan lepasnya Substance P. Aktivasi neural ini berikutnya akan menyebabkan aktivasi CNS, menyebabkan hiperalgesia dan respon nyeri lainnya. Substance P yang dilepaskan dari saraf terminal ke kulit akan menginisiasi positive feedback loop, dimana Substance P akan menstimulasi sel mast dan makrofag untuk melepaskan lebih banyak lagi IL-1, TNF, IL-6 dan chymase (Watkin, 1995).
Peran imunitas dalam osteoarthritis jauh lebih kompleks daripada hanya sel
mast. Substance P juga mempromosikan kemotaksis dari sel imun ke dalam sendi,
mengaktifkan neutrophil, sinoviosit dan makrofag, menstimulasi proliferasi
limfosit, menginduksi lepasnya sitokin proinflamasi dan menstimulasi fagositosis.
Sitokin TNF, IL-1 dan IL-6 diproduksi oleh makrofag, sinoviosit, sel mast,
endotel, fibroblast dan kondrosit dalam sendi. Sitokin pro inflamasi ini
menstimulasi kondrosit, osteoklas, osteoblast, fibroblast, dan sinoviosit. Hal ini
29 !
!!
yang menyebabkan pertumbuhan berlebihan dari sinovium dan proliferasi
fibroblast, produksi berlebihan dari enzim yang mendegradasi jaringan
penghubung yang berasal dari sinoviosit, fibroblast dan kondrosit, produksi
berlebihan dari prostaglandin oleh fibroblast dan resorbsi berlebihan dari kalsium
oleh sel tulang (Watkins, 1995).
Degenerasi diskus intervertebralis akan mengakibatkan perubahan yang
signifikan pada diskus dimana akan terjadi penurunan jumlah cairan pada nukleus
pulposus yang memicu terjadinya robekan pada annulus fibrosus. Robekan pada
annulus fibrosus memicu pertumbuhan pembuluh darah baru dan nociceptor pada
bagian luar dan dalam annulus. Stimulasi dari nociceptor dan stimulasi sitokin
inflamasi akan menyebabkan hiperalgesia yang sering terjadi pada nyeri pinggang
bawah (Nilesh B.P., 2010).
Sistem saraf untuk nosisepsi akan memberitahu otak terhadap rangsangan
sensorik yang berbahaya dan tidak berbahaya secara terpisah. Berdasarkan serabut
sarafnya, klasifikasi nociceptor ada 2 tipe yaitu serabut C (C fiber) dengan
diameter lebih kecil, yang merupakan saraf tanpa myelin yang menginduksikan
impuls saraf secara perlahan dan serabut Aδ (Aδ fiber) dengan diameter lebih
besar, bermyelin yang menghantarkan impuls saraf lebih cepat. Sensasi nyeri ada
2 kategori yaitu epritic (di awal cepat dan tajam), dan protopathic (lambat, tumpul
dan bertahan lama). Impuls cepat pada konduksi cepat dari serabut Aδ
menghasilkan sensasi nyeri tajam dan cepat, sedangkan nosiseptor serabut C yang
lambat menghasilkan sensasi nyeri yang tertunda dan tumpul. Aktivasi perifer dari
nociceptor (transduksi) dimodulasi oleh sejumlah zat kimia, yang dihasilkan atau
30 !
!!
dilepaskan ketika ada kerusakan sel (Tabel 2.1). Stimulasi yang berulang akan
menyebabkan sensitisasi dari serabut saraf perifer yang menyebabkan
menurunnya ambang batas rasa sakit dan nyeri spontan (Nilesh B.P., 2010).
Pelepasan substasi kimia secara lokal seperti substance–P menyebabkan
vasodilatasi dan edema serta melepaskan histamin dari sel mast, yang
menyebabkan meningkatnya vasodilatasi. Kompleks sinyal kimia ini melindungi
darah yang rusak dengan menghasilkan suatu keadaan yang membuat area
tersebut jauh dari stimulus mekanis atau lainnya.
Tabel 2.1 Substansi kimia yang dilepaskan pada stimulus kerusakan jaringan
Substansi Sumber Kalium Sel yang rusak Serotonin Trombosit Bradikinin Plasma Histamin Sel Mast Prostaglandin Sel yang rusak Leukotrin Sel yang rusak Substance- P Afferen primer saraf
Dorongan penyembuhan serta proteksi terhadap infeksi dibantu oleh peningkatan
aliran darah dan inflamasi yang merupakan fungsi protektif dari nyeri (Nilesh
B.P., 2010).
31 !
!!
Gambar 2.4. Beberapa substansi kimia yang dilepaskan pada kerusakan
jaringan yang menstimulasi nociceptor (Nilesh B.P., 2010).
Menurut Nilesh B.P. (2010), sensasi rasa nyeri dapat timbul karena adanya:
1)! Peradangan saraf, misalnya neuritis temporal.
2)! Cedera pada saraf dan ujung saraf dengan pembentukan bekas luka,
misalnya kerusakan bedah atau prolaps diskus.
3)! Invasi ke saraf oleh kanker, misalnya, plexopathy brakialis.
4)! Cidera pada struktur di sumsum tulang belakang, thalamus, atau daerah
kortikal yang memproses informasi nyeri, yang dapat menyebabkan rasa
sakit keras; deafferentation, misalnya, trauma tulang belakang.
5)! Aktivitas abnormal di sirkuit saraf yang dirasakan sebagai nyeri, misalnya,
nyeri phantom dengan reorganisasi kortikal.
32 !
!!
Gambar 2.5. Jalur nyeri dari perifer menuju ke otak
(Mello dan Dickenson, 2008).
Pada jalur nyeri perifer ke otak, serabut aferen primer (serabut Ab-, Ad-, dan
C-) mengirimkan impuls dari perifer, melalui dorsal root ganglion (DRG) dan ke
kornu dorsal sumsum tulang belakang. Nosiseptif Spesifik (NS) sel terutama
ditemukan di kornu dorsal superfisial (Lamina I-II), sedangkan yang kebanyakan
wide dynamic ranges (WDRs) terletak lebih dalam (lamina V). Proyeksi neuron
dari lamina I menginervasi daerah seperti daerah parabrachial (PB) dan
33 !
!!
periaqueductal gray matter (PAG) dan jalur tersebut dipengaruhi oleh daerah
limbik. Dari jalur sini turun (panah kuning) dari inti batang otak seperti medula
ventromedial rostral (RVM) diaktifkan dan memodulasi pengolahan pada tulang
belakang. Neuron lamina V terutama memproyeksi ke thalamus (traktus
spinotalamikus), dan dari sini berbagai daerah korteks yang membentuk matriks
nyeri (primer dan sekunder somatosensori, insular, anterior cingulate, dan korteks
prefrontal) diaktifkan (Mello dan Dickenson, 2008).
Setelah cedera saraf atau inflamasi kronis, sel imun (makrofag dan limfosit T)
migrasi dari pembuluh darah ke jaringan inflamasi dari proses ekstravasasi dan
kemotaksis yang dikontrol oleh kemokin (Gambar 2.6). Sel imun mengeluarkan
sitokin pro inflamasi (TNF-α), interleukin-1 (IL-1) dan interleukin-6 (IL-6) dan
kemokin yang menginisiasi dan menjaga pesan berbahaya (noxious). Selanjutnya,
peptide opioid (lingkaran hijau) yang dihasilkan dari sel imun yang teraktivasi
memberi efek antinosiseptif, melalui aktivasi dari reseptor peripheral, yang
disintesis (seperti reseptor kemokin) pada ganglion akar dorsal (Parsadaniantz et
al, 2015).
34 !
!!
Gambar 2.6. Potensi crosstalk antara reseptor kemokin dan reseptor opioid di jalur
nociceptive (Parsadaniantz et al, 2015)
Pada ganglion akar dorsal, reseptor kemokin dan reseptor opioid co-
expressed pada subpopulasi neuron sensori. Saat nyeri, kemokin disekresi oleh
terminal aferen utama, dan dalam aksi ini sebuah otokrin atau parakrin
Interleukin- 6 dianggap sebagai sitokin kunci, yang menyebabkan perubahan
pada lapisan tulang subkondral. Efeknya sebagian besar didasarkan pada
pembentukan osteoklas sehingga terjadi resorpsi tulang dan juga menunjukkan
sinergisme dengan IL-1β dan TNF (Wojdasiewicz P. et al, 2014).
6.4! Peran Kadar IL-10 Plasma pada OA Lumbal Simtomatik
Pada penelitian ini didapatkan kadar IL-10 plasma pada wanita pasca
menopause defisiensi estrogen dengan OA lumbal simtomatik dan OA lumbal
asimtomatik tidak berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa kadar IL-10 plasma tidak
terbukti secara signifikan berperan sebagai faktor risiko untuk mengalami OA
lumbal simtomatik dengan OR sebesar 0,6 (CI 95%: 0,209 – 1,798; p=0,345). Hal
ini berbeda dengan penelitian oleh John et al (2007) dan Wang (2001) yang
menyatakan bahwa IL-10 tidak hanya menghambat sintesis dari sitokin inflamasi,
tetapi juga melindungi kondrosit secara langsung dengan mengantagonis peranan
!
!
83!
IL-1. Sitokin imunoregulator IL-10 memodulasi serangkaian proses apoptosis
pada TNF-α seperti aktifitas caspase pada kondrosit artikular manusia.
Interleukin–10 yang dikenal dengan cytokine synthesis inhibitory factor
dikenal sebagai anti inflamasi dan sitokin immunosupresif. Sitokin ini dapat
diproduksi oleh sel selain sel T-regulator termasuk makrofag. Interleukin-10
merupakan sitokin yang sangat ampuh dalam menekan pelepasan TNF-α oleh
makrofag. Ada dua fungsi utama IL-10 yaitu menghambat produksi beberapa jenis
sitokin (TNF, IL-1, chemokine dan IL-12) dan menghambat fungsi makrofag dan
sel dendritik dalam aktivasi sel T, sehingga efeknya bersifat immunosupresi.
Hambatan fungsi makrofag terjadi karena IL-10 menekan ekspresi molekul MHC
kelas II pada makrofag, dan mengurangi ekspresi ko-stimulator (a.l. B7-1 dan B7-
2). Dampak akhir dari aktifitas IL-10 adalah hambatan reaksi inflamasi spesifik
maupun non spesifik yang diperantarai oleh sel T. Hal tersebut menyebabkan IL-
10 disebut juga dengan cytokine synthesis inhibitory factor dan sitokin anti
inflamasi (Kresno, 2001).
Interleukin-10 merupakan sitokin yang menunjukkan efek kondroprotektif
dalam perjalanan OA. Kondrosit mengekspresikan sitokin IL-10 dan reseptor IL-
10R. Telah terbukti bahwa IL-10 yang terlibat dalam merangsang sintesis kolagen
tipe II dan aggrecan. Setelah pemberian IL-10 in vitro, tulang rawan artikular
sehat dan yang dalam perjalanan OA menunjukkan peningkatan sintesis
proteoglikan dalam matriks ekstraselular. Interleukin-10 menghambat apoptosis
kondrosit, stimulasi IL-1β antagonis, yang merupakan IL-1Ra dan inhibitor
jaringan metalloproteinase-1 (TIMP-1), serta faktor pertumbuhan. Interleukin-10
!
!
84!
mengurangi efek TNF- α pada fibroblas sinovial sampel dari pasien dengan OA
(Wojdasiewicz P. et al., 2014).
Pada osteoarthritis lumbal, IL-10 sendiri tidak dapat digunakan sebagai faktor
risiko karena proses inflamasi yang terjadi adalah proses inflamasi kronik yang
melibatkan peran berbagai sitokin, baik sitokin pro inflamasi seperti TNF-α dan
IL-6, maupun sitokin anti inflamasi seperti IL-1ra atau IL-10. Dengan demikian,
sitokin dianggap bekerja dengan berinteraksi secara kompleks. Peningkatan TNF-
α dan IL-6 akan direspon oleh sitokin anti inflamasi. Interleukin-10 sangat ampuh
menekan pelepasan TNF-α oleh makrofag. Rendahnya kadar IL-10 dapat
digunakan sebagai indikator kegagalan dalam proses penekanan terhadap produksi
TNF-α dan IL-6.
Peran IL-10 plasma pada OA lumbal simtomatik adalah sebagai faktor
protektif meskipun tidak terbukti signifikan. Sehingga untuk mengetahui peran
kadar IL-10 sebagai faktor risiko maka dapat dilakukan evaluasi terhadap ekspresi
rasio IL-10 terhadap sitokin potensial lainnya seperti rasio IL-6/IL-10 (Kaneda et
al, 2006).
6.5! Rasio kadar IL-6/IL-10 Plasma pada OA Lumbal Simtomatik
Pada penelitian ini didapatkan rasio kadar IL-6/IL-10 plasma yang tinggi (di
atas nilai median) pada wanita pasca menopause defisiensi estrogen terbukti
secara signifikan berperan sebagai faktor risiko untuk mengalami OA lumbal
simtomatik dengan dengan OR sebesar 3,4 (CI 95%: 1,204 – 11,787; p=0,011).
Hasil penelitian ini menunjukkan konsep keseimbangan antara sitokin pro
!
!
85!
inflamasi dengan sitokin anti inflamasi. Sampai saat ini data dan penelitian
mengenai rasio IL-6/IL-10 pada osteoarthritis lumbal simtomatik pada wanita
pasca menopause dengan defisiensi estrogen belum ada. Dan peran sitokin
inflamasi dan sitokin anti inflamasi pada patogenesis osteoarthritis terhadap jalur
pensinyalan inter dan intraselular masih dalam penelitian (Wojdasiewicz et al,
2014).
Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, maka kadar IL-6 atau IL-10 saja,
tidak mencerminkan adanya OA lumbal simtomatik pada wanita pasca menopause
defisiensi estrogen, sehingga diperlukan pengukuran rasio kedua sitokin ini (rasio
IL-6/IL-10) untuk memperoleh hasil yang lebih akurat dan mencerminkan adanya
OA lumbal simtomatik pada wanita pasca menopause dengan defisiensi estrogen.
Peran rasio IL-6/IL-10 plasma terhadap OA lumbal simtomatik adalah
melalui interaksi sitokin proinflamasi dengan sitokin anti inflamasi. Kedua sitokin
ini secara potensial memberikan informasi yang akurat terhadap risiko terjadinya
OA lumbal simtomatik. Interleukin - 6 plasma memiliki fungsi sebagai pemicu
proses inflamasi dan memiliki kemampuan down regulation terhadap faktor-
faktor katabolik yang terlibat dalam degenerasi tulang rawan sedangkan IL-10
menghambat reaksi inflamasi non spesifik maupun spesifik sebagai respon
terhadap peningkatan sitokin TNF-α dan IL-6.
6.6! Kelemahan Penelitian
Penelitian ini memakai kadar COMP serum sebagai indikator kerusakan
kartilago facet joint. Perlu dipertimbangkan pengambilan bahan pemeriksaan
!
!
86!
kerusakan kartilago dengan mengisolasi secara langsung matrix kartilago untuk
mengetahui peran COMP secara lebih akurat.
6.7! Novelty
Penelitian ini menunjukkan peranan rasio kadar IL-6/IL-10 plasma yang
tinggi sebagai faktor risiko yang paling kuat terjadinya osteoarthritis lumbal
simtomatik pada wanita pasca menopause defisiensi estrogen. Hal ini memperkuat
teori inflamasi pada osteoarthritis lumbal simtomatik.
!
87
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1. SIMPULAN PENELITIAN
1.! Wanita pasca menopause defisiensi estrogen dengan COMP serum yang
tinggi tidak memiliki risiko terhadap terjadinya osteoarthritis lumbal
simtomatik daripada wanita pasca menopause defisiensi estrogen dengan
COMP serum yang rendah.
2.! Wanita pasca menopause defisiensi estrogen dengan IL-6 plasma yang
tinggi memiliki risiko lebih tinggi untuk terjadinya osteoarthritis lumbal
simtomatik daripada wanita pasca menopause defisiensi estrogen dengan
IL-6 plasma yang rendah.
3.! Wanita pasca menopause defisiensi estrogen dengan IL-10 plasma yang
rendah tidak memiliki risiko terhadap terjadinya osteoarthritis lumbal
simtomatik daripada wanita pasca menopause defisiensi estrogen dengan
IL-10 plasma yang tinggi.
4.! Wanita pasca menopause defisiensi estrogen dengan rasio kadar IL-6/IL-
10 plasma yang tinggi memiliki risiko lebih tinggi untuk terjadinya
osteoarthritis lumbal simtomatik daripada wanita pasca menopause
defisiensi estrogen dengan rasio kadar IL-6/IL-10 plasma yang rendah.
Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa rasio kadar IL-6/IL-10 plasma
yang tinggi merupakan faktor risiko yang paling kuat terjadinya osteoarthritis
lumbal simtomatik pada wanita pasca menopause defisiensi estrogen
88 !
!
7.2 SARAN
1.!Untuk mengetahui faktor risiko terjadinya inflamasi pada OA lumbal
simtomatik pada wanita pasca menopause dengan defisiensi estrogen,
dapat dilakukan pemeriksaan rasio IL-6/IL-10 plasma untuk mendapatkan
hasil yang akurat.
2.!Dari penelitian ini, pengaruh biomarker COMP yang diambil dari darah
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kejadian osteoarthritis lumbal
simtomatik wanita pasca menopause defisiensi estrogen. Oleh karena itu
perlu dicarikan biomarker lainnya.
!
!
89!
DAFTAR PUSTAKA
Abbas A.K., Lichtman A.H., Pillai S. 2007. Cytokines. In Cellular and Molecular
immunology 6th edition. Philadelphia, WB Saunders C, p 267 – 301 Abbas A.K., Lichtman A.H., Pillai S. 2007. Effector mechanisms of cell-mediated
immunity. In Cellular and Molecular immunology 6th edition. Philadelphia, WB Saunders C, p 303 – 320
Abramson S.B., Attur M. 2009. Developments in the Sciencetific Understanding of Osteoarthritis. Arthritis Research & Therapy 11 (227). Available from: http://arthritis-research.com/content/11/3/227
Arai K., Misumi K., Carter D., Shinbara S., Fujiki M., Sakamoto H., 2005. Analysis of Cartilage Ologomeric Matrix Protein (COMP) Degradation and Synthesis in Equine Joint Disease. Equine Veterinary Journal, Equine vet.J. 37(1) 31-36.
Bastard J., Jardel C., Delattre J., Hainque B. et al. 1999. Evidence for a Link between Adipose Tissue Interleukin 6 content and serum C - reactive protein Concentrations in Obese Subjects. Circulation 99 (16): 2219-22
Bijur PE., Silver W., Gallagher EJ., 2001. Reliability of the visual analogue scale for measurement of acute pain. Acad Emerg Med, Dec;8(12):1153-7
Bleasel JF, Poole AR, Heinegard D, et al. 1999. Changes in serum cartilage marker levels indicate altered cartilage metabolism in families with the osteoarthritis-related type II collagen gene COL2A1 mutation. Arthritis Rheum. 42:39-45
Bohinski R., Ryan B. 2013. Preparing for lumbal spinal fusion. Mayfield Clinic / University of Cincinnati Department of Neurosurgery, Cincinnati, Ohio. Available from: http://www.mayfieldclinic.com/PE-FusionPreparing.htm
Boonstra AM., Schiphorst HR., Balk GA., Stewart RE. 2014. Cut-off ponts for mild, moderate, and severe pain on the visual analogue scale for pain in patients with musculoskeletal pain. JPain Dec; 155(12):2545-50.
Bullough P. 2004. Spinal arthritis and degenerative disc disease in Orthopaedic Pathology. 4th ed. Mosby. 311-315.
Chandler C.L., Desa, FM. 1991. The effects of estrogens on cartilage degradation using in vivo and in vitro models. Agents Actions, 34(1/2): 282-286
Clair St E.W., 1999. Interleukin 10 treatment for rheumatoid arthritis. Ann Rheum Dis. 58:I99-I102
Clark AG, Jordan JM, Vilim V, Renner JB, Dragomir AD, Luta J, Kraus VB. 1999. Serum Cartilage Oligomeric Matrix ProteinReflect Osteoarthritis Presence and Severity: The Johnston County Osteoarthritis Project. Arthritis Rheum 42:2356-64
!
!
90!
Conrozier T., Saxne T., Shan Sei Fan C., et al. 1998. Serum concentration of cartilage oligomeric matrix protein and bone sialoprotein in hip osteoarthritis: A one-year prospective study. Ann Rheum Dis 57:527-532.
Dragomir A.D., Kraus V.B., Renner J.B., et al. 2002. Serum cartilage oligomeric matrix protein and clinical signs and symptoms of potential pre-radiographic hip and knee pathology. Osteoarthritis and Cartilage 10: 687-691
Dugan T.R., Kang J.D. 2013. The role of inflammation in disc degeneration. In: Sharan A.D., Tang S.Y., Vaccaro A.R., editors. Basic Science of Spinal Diseases. 1st ed. India: Jaypee Brothers Medical Publisher. p. 85-94.
Febbraio M.A., Keogh C.V., Guirao X., Buuman W.A., Kopf M., Lowry S.F. 1997. Interleukin 6 gene deficient mice show impaired defense against pneumococcal pneumonia. J Infect Dis 176 (2): 439-444.
Felson D.T., Zhang Y. 1998. An update on the epidemiology of knee and hip osteoarthritis with a view to prevention. Arthritis Rheum; 41: 1343-55.
Ferguson-Smith A.C., Chen Y.F., Newman M.S., May L.T., Sehgal P.B., Ruddle FH. 1998. Regional localization of the interferon-beta 2/B-cell stimulatory factor 2/hepatocyte stimulating factor gene to human chromosome 7p15-p21.Genomics 2(3): 203-208. 144 (2) : 499-505
Frey-Law L.A., Lee J.E., Wittry A.M., Melyon M., 2013. Pain rating schema: three distinct subgroups of individuals emerge when rating mild, moderate, and severe. Journal of Pain Research: 7;13-23
Fujiwara A. et al. 2000. The Effect of Disc Degeneration and Facet Joint Osteoarthritis on the Segmental Flexibility of the Lumbar Spine. Spine, 25: 3036-3044
Gabay C. 2006. Interleukin-6 and chronic inflammation. Arthritis Res Ther. Available from: URL: http://arthritis-research.com/content/8/S2/S3
Giuliani N, Sansoni P, Girasole G, Vescovini R, Passeri G, Passeri M, Pedrazzaoni M. 2001. Serum Interleukin-6, Soluble Interleukin-6 Receptor and Soluble gp130 Exhibit Different Patterns of Age and Menopause-related Changes. Exp Gerontol 36:547-57.
Goode A.P., Carey T.S., Jordan J.M. 2013. Low back pain and lumbar spine osteoarthritis: how are they related? Curr Rheumatol Rep 15:305.
Goode A.P., Marshall S.W., Kraus V.B., et al. 2012. Association between serum and urine biomarkers and lumbar spine individual radiographic features: the Johnston County Osteoarthritis Project. Osteoarthritis and Cartilage 20: 1286-1293.
Guerne P.A., Carson D., Lotz M. 1990.IL 6 production by human artiular chondrocytes. Modulation of its synthesis by cytokines, growth factors, and hormone in vitro. J Immunol
Halasz K, Kassner A, Morgelin M, Heinegard. 2007. COMP acts as a Catalyst in Collagen Fibrillogenesis. J Biol Chem. 282: 31188-73.
!
!
91!
Hawker AG. Mian S., Kendzerska T., French M., 2011. Measures of Adult Pain. Arthritis Care and Research: American Collage of Rhematology, 63(S11); ppS240-S252
Hess R.A., Bunick D., Lee K.H., Bahr J., Taylor J.A., Korach K.S., Lubahn D.B. 1997. A Role for estrogens in the male reproductive system. Nature 390 (6659): 447-8
Holm S., Mackiewicz, Holm A.K. et al.2009. Pro-inflammatory, Peliotropic, and Anti-inflammatory TNF-α, IL-6, and IL-10 in Experimental Porcine Intervertebral Disk Degeneration. Veterinary Pathology; 46(6)1292-1300
John T et al. 2007. Interleukin-10 modulates pro-apoptotic effects of TNF in human articular chondrocytes in vitro. Cytokine. 40(3): 226-234
Johnson W.E.B., Simon S., Sally R. 2008. The influence of serum, glucose and oxygen on intervertebral disc cell growth in vitro: implications for degenerative disc disease. Arthritis Reseach and Therapy 10:R46.
Jordan JM. 2004. Cartilage Oligomeric Matrix Protein as a Marker of Osteoarthritis. JRheumatol Suppl 70: 45 – 49
Junger S., Ritter B., Lezuo P., Alini M., Ferguson S.J., Ito K. 2009. Effect of limited nutrition on in situ intervertebral disc cells nder simulated-physiological loading. Spine 34(12):1264-1271
Kaneda H., Waddell T.K., Bai X., Gutierrez C., Arenovich T., Chaparro C., Liu M., Keshavjee S., 2006. Pre-Implantation Multiple Cytokine mRNA Expression Analysis of Donor Lung Grafts Predicts Survival after Lung Transplantation in Humans. American Journal of Transplantation, 6: 544-551.
Karnen Gana Barata Widjaja. 2000. Imunologi Dasar. Edisi ke 4. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. P: 93-104.
Keller E.T., Wanagat J., Ershler W.B. 1996. Molecular and cellular biology of Interleukin-6 and its receptor. Frontiers in Bioscience 1, d340-357, December 1, 1996. Is available from: http://www.bioscience.org/1996/v1/d/keller2/htmls/340-357.htm
Kresno S.B., 2001. Imunologi: Diagnosis dan Prosedur Laboratorium. Edisi ke 4. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, p: 63-68
Lohmander L.S., Saxne T., Heinegard D.K., 1994. Release of Cartilage Oligomeric Matrix Protein (COMP) into Joint Fluid after Knee Injury and in Osteoarthritis. Annals of the Rheumatic Disease; 53:8-13.
Loksley R.M., Killeen N., Leonardo M.J. 2001. The TNF and TNF receptor superfamilies: integrating mammalian biology. Cell 104 (4):487-501
Lotz M, Guerne PA. 1991. Interleukin-6 Induces the Synthesis of Tissue Inhibitor of Metalloproteinases-1/Erythroid Potentiating Activity (TIMP-1/EPA). J Biol Chem 266: 2017-20.
Maggio M, Guralnik JM, Longo DL, Ferrucci L. 2006. Interleukin-6 in Aging and Chronic Disease: A Magnificent Pathway. J Gerontol A Biol Sci Med Sci 61(6): 575-584.
!
!
92!
Mannion F.A., Balague F., Pellise F., Cedraschi C. 2007. Pain Measurement in Patients with Low Back Pain. Rheumatology. 3(11):610-618.
Martin M., Boxell C., Malone D. 2002. Pathophysiology of lumbar disc degeneration: a review of the literature. Neurosurg Focus 13(2):1-6.
Mello R.D., Dickenson A.H., 2008. Spinal Cord Mechanisms of Pain. British Journal of Anesthesia, 101 (1): 8-16
Melrose J., Smith S.M., Little C.B., Moore R.J., Vernon-Robert B., Fraser R.D. 2008. Recent advamces in annular pathobiology provide insights into rim-lesion mediated intervertebral disc degeneration and potential new approaches to annular repair strategies. Eur Spine J 17:1131-1148
Mobasheri A, Henrotin Y. 2011. Biomarkers of Osteoarthritis: A Review of recent Research Progresson Soluble Biochemical Markers, Published Patents and Areas for Future Development. Recent Patents on Biomarkers (1): 25-43
Mundy G.R. 1995. Bone remodeling and its disorders. Martin Dunitz Ltd. P: 172-207
Neidhart M., Hauser N., Paulsson M., Dicesare P.E., Michel B.A., Hauselmann H.J., 1997. Small Fragments of Cartilage Oligomeric Matrix Protein in Synovial Fluid and Serum as Markers for Cartilage Degradation. British Journal of Rheumatology, Switzerland, 36:1151-1160
Nelson L.R., Bulun S.E. 2001. Estrogen production and action. J Am Acad Dermatol 445 (3 Suppl): S116-24
Nilesh B.P., 2010. Physiology of Pain. Guide to Pain Management in Low-Resource Settings.International Association for the Study of Pain,(3);13-17
Oppenheim JJ, Ruscetti FW, Flatynek CR. Cytokines in tites DP, Terr AI (Eds). Basic and clinical immunology 7th ed. Norwalk Connecticut, Appleton & Lange, 1991; 78-100
Parsadaniantz S.M., Rivat C., Goazigo A.R., 2015. Potensial sites of Crosstalk between Chemokine and Opioid Receptors in Nociceptive Pathways: a Promising Target for Pain Therapy. Nature Reviews Neuroscience. 16, 69-78.
Punzi L., Oliviero F., Ramonda R. 2010. New horizons in osteoarthritis. Swiss Med Wkly 140: w13098.
Richette P., Corvol M., BardinT. 2003. Estrogen, cartilage, and osteoarthritis. Joint Bone spine; 70; 257-262
Roitt I., Brostoff J., Male D. 1998. Cell-Mediated Immune Reactions. In: Immunology, 5th. Ed. Mosby, London, p: 121-123.
Rosner I.A., GoldbergV.M. Getzy L., Moskowitz R.W. 1979. Effects of estrogen on cartilage and experimentally induced osteoarthritis. Arthritis Rheum, 22(1):52-60
Ryan K.J. 1982. Biochemistry of aromatase: significance to female reproductive physiology. Cancer Res 42 (8 Suppl): 3342s-3344s
Samanta A., Jones A., Regan M., Wilson S., Doherty M. 1993. Is Osteoarthritis in women affected by hormonal changes or smoking? Br J Rheumatol; 32 (5):366-70
!
!
93!
Sharif M, Kirwan JR, Elson CJ, Granell R, Clarke S. 2004. Suggestion of nonlinear or phasic progression of knee osteoarthritis based on measurements of serum cartilage oligomeric matrix protein levels over five years. Arthritis Rheum. 50:2479-88.
Slikker III W. Howard S. An. 2013. Pathophysiology of Disc Degeneration. In: Sharan A.D., Tang S.Y., Vaccaro A.R., editors. Basic Science of Spinal Diseases. 1st ed. India: Jaypee Brothers Medical Publisher. p. 73-79.
Sniekers Y.H., Weinans H., van Osch G. JVM. Van Leeuwen J. PTM. 2010. Oestrogen is important for maintenance of cartilage and subchondral bone in a murine model of knee osteoarthritis. Arthritis Research & Therapy. [Cited 2010 January 19]. Available from: URL: http://arthritis-research.com/content/12/5/R182
Soderlin M.K., Kastbom A., Kautlainen H., Repo M.L., Stranberg, Skogh T., 2004. Antibodies against Cyclic Citrullinated Peptide (CCP) and Levels of Cartilage Oligomeric Matrix Protein (COMP) in Very Early Arthritis: Relation to Diagnosis and Disease Activity. Scandinavian Journal of Rheumatology, (33):3; pp 185-188.
Solomon L., Warwick D., Nayagam S. 2010. Appley’s System of Orthopaedics and Fractures 9 edition
Suyasa IK., Setiawan IGNY., 2016. The role of aging, body mass index and estrogen on symptomatic lumbar osteoarthritis in post-menopausal women. International Journal of Research in Medical Sciences. Int J Res Med Sci: 4(5):1-4
Svensson C.I., 2010. Interleukin-6: a Local Pain Trigger? Arthritis Research & Therapy, Biomed Central Ltd, Sweden; 12:145.
Tsai C.L., Liu T.K. 1992. Osteoarthritis in women: its relationship to estrogen and current trends. Life Sci; 50: 1737-44
Tseng S., Hari Reddi H., Di Cesare PE. 2009. Cartilage Oligomeric Matrix Protein (COMP): A Biomarker of Arthritis. Biomarker Insights 4: 33-34.
Urban J. and Roberts S. 2003. Review: Degeneration of the intervertebral disc. Arthritis Research & Therapy 5(3); 120-130.
Urban J., Roberts S., Ralphs J. 2000. The nucleus of intervertebral disc from development to degeneration. American Zoology J 40:53-61.
Ushiyama T., Ueyama H., Inoue K., Ohkubo J., Hukuda S. 1999. Expression of genes for estrogen receptors α and β in human articular chondrocytes. Osteoarthritis cartilage; 7:560-566.
Valdes A. M. 2010. Molecular pathogenesis and genetics of osteoarthritis: implications for personalized medicine. Personalized Medicine. 7: 49-63.
Vilim V, Vytasek R Olejarova M, Machacek S, Gatterova J, Prochazka B, Kraus VB, Pavelka K. 2001. Serum cartilage oligomeric matrix protein reflect the presence of clinically diagnosed synovitis in patients with knee osteoarthritis. Osteoarthritis Cartilage. 9:612-8.
Wang Y., Lou S. 2001. Direct protective effect of interleukin-10 on articular chondrocytes in vitro. Chinese Medical Journal. 114(7) : 723-725.
!
!
94!
Watkins L.R., Maier S.F., Goehler L.E., 1995. Immune Activation: The Role of Pro-Inflammatory Cytokines in Inflammation, Illness Reponses and Pathological Pain States. Pain:Elsevier Science, 63:289-302.
Weber K. T., Alipui D. O., et al. 2016. Serum levels of the proinflammatory cytokine interleukin-6 vary based on diagnoses in individuals with lumbar intervertebral disc diseases. Arthritis Research & Therapy. 18(1), 3. Available from: URL: http://doi.org/10/1186/s13075-015-0887-8
Wluka A.E., Cicuttini F.M., Spector T.D. 2000. Menopause, oestrogen and arthritis. Maturitas, 30:183-199.
Wojdasiewicz P., Poniatowski L.A., Szukiewicz D., 2014. The Role of Inflammatory and Anti-Inflammatory Cytokines in the Pathogenesis of Osteoarthritis: Review Article. Hindawi Publishing Corporation Mediators of Inflammation, pp 1-20.
Wollheim FA, Eberhardt KB, Johnson U, Saxne T. 1997. HLA DRB1* typing and cartilage oligomeric matrix protein (COMP) as predictors of joint destruction in recent-onset rheumatoid arthritis. Br J Rheumatol. 36:847-9.
Wong D.A., Transfeldt E. 2007. Macnab’s Backache. Fourth Edition. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins. p. 166-224.
Yuan G, Masuko – Hongo K, Kato T, Nishioka. 2003. Immunologic intervention in the pathogenesis of osteoarthritis. Arthritis & Rheumatism 48 (3): 602-611
!
!
95!
LAMPIRAN 1
PENJELASAN PERSETUJUAN PENELITIAN
Judul: KADAR CARTILAGE OLIGOMERIC MATRIX PROTEIN SERUM, INTERLEUKIN - 6 PLASMA YANG TINGGI DAN INTERLEUKIN - 10
PLASMA YANG RENDAH MERUPAKAN FAKTOR RISIKO TERJADINYA OSTEOARTHRITIS LUMBAL SIMTOMATIK PADA PENDERITA WANITA
PASCA MENOPAUSE DEFISIENSI ESTROGEN
Peneliti utama: dr. I Ketut Suyasa, Sp B., Sp OT (K) Spine
Latar belakang penelitian:
Nyeri pinggang bawah merupakan keluhan yang sering ditemukan pada
usia tua karena proses degenerasi. Proses degenerasi pada tulang belakang
terutama didaerah lumbal disebut osteoarthritis (OA) lumbal. Berbagai faktor
diduga menjadi penyebab terjadinya nyeri pinggang bawah, di antaranya adalah
perubahan hormonal yang sering terjadi pada wanita tua, termasuk perubahan
hormon estrogen.
Menurunnya kadar estrogen terdapat pada wanita menopause. Menopause
adalah proses berhentinya menstruasi akibat berkurangnya produksi hormon
estrogen pada wanita. Proses dan kerja organ tubuh akan mengalami perubahan
seiring dengan bertambahnya usia. Sendi menjadi kaku dan menimbulkan rasa
nyeri.
96 !
!
Regio lumbal adalah bagian bawah dari susunan tulang belakang. Oleh karena
posisinya paling banyak menahan beban mekanik, regio ini paling mudah dan
cepat mengalami degenerasi. Degenerasi pada facet joint akan dapat
menyebabkan peningkatan kadar COMP dalam cairan sendi maupun dalam serum
darah.
Perubahan degenerasi seperti tersebut di atas, juga dapat disebabkan oleh
karena defisiensi estrogen. Ada beberapa studi melaporkan adanya pengaruh
hormon terhadap terjadinya osteoarthritis. Perubahan hormonal yang terjadi
selama menopause akan mempengaruhi terjadinya osteoarthritis.
Peningkatan IL-6 juga akan memfasilitasi proses degenerasi dan
menstimulasi pembentukan prekursor osteoklas menyebabkan peningkatan
resorpsi tulang.
Interleukin-10 yang sebelumnya dikenal sebagai cytokine synthesis inhibitory
factor dikenal juga sebagai anti inflamasi dan sitokin imunosupresif.
Osteoarthritis lumbal secara radiologis ditandai dengan penyempitan
diskus intervertebralis, terbentuknya osteofit dan degenerasi pada facet joint tidak
semuanya menimbulkan nyeri pinggang. Osteoarthritis lumbal yang disertai nyeri
pinggang disebut Simtomatik osteoarthritis lumbal.
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memperkaya pengetahuan tentang
peran COMP, IL-6 dan IL-10 yang berisiko terhadap terjadinya Osteoarthritis
Lumbal Simtomatik pada wanita pasca menopause defisiensi estrogen, dan
diharapkan secara dini prediksi, pencegahan dan penatalaksanaannya dapat
diketahui.
97 !
!
Pada penelitian ini dibagi dalam 2 fase, pada fase 1 dibutuhkan 196 sampel
untuk diperiksa kadar estradiolnya untuk mendapatkan wanita pasca menopause
defisiensi estrogen (≤ 40pg/ml) dengan cara melakukan pengambilan serum darah
sebanyak 3 cc dan dimasukkan ke dalam tabung tanpa antikoagulan. Setelah
mendapatkan sampel wanita pasca menopause defisiensi estrogen, dilakukan
pemeriksaan x-ray lumbosacral 3 posisi (AP/Lateral dan Oblique). Dari hasil
pemeriksaan x-ray lumbosacral yang terdiagnosis OA lumbal, diambil 88 sampel
dan dibagi dalam 2 kelompok yang masing-masing terdiri dari 44 orang.
Kelompok kasus merupakan wanita pasca menopause defisiensi estrogen dengan
OA lumbal dengan nyeri pinggang dan kelompok kontrol merupakan wanita pasca
menopause defisiensi estrogen dengan OA lumbal tanpa nyeri pinggang. Pada
kelompok kasus dan kelompok kontrol dilakukan pemeriksaan laboratorium,
diambil sampel darahnya sebanyak 10 cc yang akan dibagi kedalam 3 tabung,
tabung I mengandung EDTA sebanyak 3 cc serum darah, tabung II mengandung
heparin sebanyak 4 cc serum darah dan tabung III tanpa antikoagulan sebanyak 3
cc serum darah. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan darah lengkap, laju endap
darah, C-reactive protein, interleukin-6, interleukin-10 dan COMP.
Pengambilan dilakukan di rumah sakit pada saat Ibu diperiksa oleh dokter
yang merawat. Risiko yang mungkin terjadi selama pengambilan darah adalah
nyeri ringan, perdarahan di bawah kulit atau tidak sadar karena faktor psikologis.
Penanganan untuk kemungkinan risiko yang terjadi selama pengambilan darah
telah disiapkan oleh dokter dan paramedis. Peserta penelitian tidak dibebani biaya
untuk proses x-ray lumbosacral dan pengambilan serta pemeriksaan darah ini.
98 !
!
Kami sangat berterima kasih apabila ibu berkenan berpartisipasi dalam
penelitian ini serta dapat berpartisipasi dalam penelitian ini. Ibu tidak dipaksa
untuk ikut berpartisipasi dalam penelitian ini serta dapat mengundurkan diri dari
penelitian ini kapan saja tanpa syarat atau sanksi apapun. Kami menjamin bahwa
bahan dan data yang kami peroleh tidak akan digunakan untuk kepentingan lain
dan terjaga kerahasiaannya. Data ini mungkin dipublikasikan tanpa
mencantumkan identitas Ibu.
Bila masih ada hal-hal lain yang perlu ditanyakan, Ibu dapat menghubungi
dokter I Ketut Suyasa, di Sub bagian Orthopaedi & Traumatologi RSUP Sanglah,
Jalan Pulau Bali, Denpasar. Nomor telepon yang dapat dihubungi adalah
081558724088. Bersamaan ini kami sertakan formulir persetujuan untuk
mengikuti penelitian
99 !
!
LAMPIRAN 2
SURAT PERSETUJUAN PESERTA DALAM PENELITIAN
Yang Bertanda tangan di bawah ini:
Nama : ……………………………………………………………………
Umur : ……………………………………………………………………
Jenis kelamin : ………………………………………………………………
Pekerjaan : ……………………………………………………………………
Alamat : ……………………………………………………………………
No. KTP : ……………………………………………………………………
Tlp/Hp no : ……………………………………………………………………
Setelah mendapat penjelasan yang cukup serta memahami dan menyadari manfaat dan risiko penelitian yang berjudul:
KADAR COMP, IL-6 YANG TINGGI DAN IL- 10 YANG RENDAH MERUPAKAN FAKTOR RISIKO TERJADINYA SIMTOMATIK
OSTEOARTHRITIS LUMBAL PADA PENDERITA WANITA PASCA MENOPAUSE DEFISIENSI ESTROGEN
Dengan sukarela menyetujui diikutsertakan dalam penelitian di atas dan mengikuti berbagai prosedur pemeriksaan seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Saya tidak keberatan bila kemudian bahan-bahan tersebut beserta hasilnya menjadi bagian dari Laboratorium/SMF Orthopaedi dan Traumatologi RSUP Sanglah Denpasar, guna kepentingan ilmu pengetahuan. Saya juga mematuhi segala ketentuan – ketentuan penelitian yang sudah saya pahami, dengan catatan apabila suatu waktu merasa dirugikan dalam bentuk apapun, berhak membatalkan persetujuan ini. Denpasar, 2015 Mengetahui: Yang menyetujui, Penanggug jawab penelitian Peserta penelitian, (dr. I Ketut Suyasa,SpB.,SpOT(K)) (…………………………….) Saksi pihak peneliti Saksi pihak peserta penelitian (…………………………) (……………………………)
100 !
!
LAMPIRAN 3
KUESIONER PENELITIAN
KADAR COMP, IL-6 YANG TINGGI DAN IL-10 YANG RENDAH
MERUPAKAN FAKTOR RISIKO TERJADINYA OSTEOARTHRITIS LUMBAL SIMTOMATIKIS PADA