Page 1
HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DAN RASIO LINGKAR
PINGGANG PINGGUL DENGAN KADAR GULA DARAH PUASA
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
Nita Damayanti Sulistianingrum
G 0007015
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Page 2
PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi dengan judul : Hubungan Indeks Massa Tubuh dan Rasio
Lingkar Pinggang Pinggul dengan Kadar Gula Darah Puasa
Nita Damayanti Sulistianingrum, G0007015, Tahun 2010
Telah diuji dan sudah disahkan dihadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada Hari Selasa, Tanggal 29 Juni 2010
Pembimbing Utama
Dr. Sugiarto, dr., SpPD.
NIP 19620522 198901 1 001 (______________)
Pembimbing Pendamping
Diding Heri Prasetyo, dr., M.Si.
NIP 19680429 1999903 1 001 (______________)
Penguji Utama
Wachid Putranto, dr., SpPD.
NIP 19720226 200501 1 001 (______________)
Anggota Penguji
Dr. Noer Rachma, dr., SpRM.
NIP 19550620 198312 2 001 (______________)
Surakarta, 2010
Ketua Tim Skripsi Dekan Fakultas Kedokteran UNS
Sri Wahjono dr., M.kes. Prof. Dr. A.A. Soebiyanto, dr, MS. NIP. 19450824 197310 1 001 NIP. 19481107 197310 1 003
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Page 3
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah
dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, 22 Juni 2010
Nita Damayanti Sulistianingrum
G0007015
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Page 4
ABSTRAK
Nita Damayanti Sulistianingrum, G0007015, 2010. Hubungan Indeks Massa Tubuh dan Rasio Lingkar Pinggang Pinggul dengan Kadar Gula Darah Puasa.
Berbagai laporan terkini mengindikasikan bahwa prevalensi obesitas di seluruh dunia telah meningkat. Terdapat hubungan erat antara pola distribusi lemak tubuh dengan gangguan risiko kesehatan pada risiko obesitas. Indeks Massa Tubuh (IMT) dan Rasio Lingkar Pinggang Pinggul (RLPP) merupakan alternatif pengukuran antropometri tubuh untuk memprediksikan obesitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara IMT dan RLPP dengan kadar gula darah puasa.
Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional yang dilaksanakan pada 2 Mei 2010. Subjek dalam penelitian ini adalah populasi umum di Perumahan Griya Binangun Asri, Pengasih, Kulon Progo yang berusia 18-60 tahun. Pengambilan sampel dilakukan dengan consecutive non random sampling dan didapatkan 42 sampel. Alat ukur yang digunakan adalah pita pengukur, timbangan, microtoise, alat-alat untuk pungsi vena dan laboratorium. Data diolah dengan program SPSS 17.0 for windows dengan uji statistik uji t tidak berpasangan dan uji korelasi Pearson.
Hasil analisis uji t tidak berpasangan menunjukkan bahwa IMT tidak berhubungan dengan kadar gula darah puasa yang secara statistik ditunjukkan dengan p>0,05. Sedangkan RLPP berhubungan dengan kadar gula darah puasa yang bermakna secara statistik dengan p<0,05. Hasil analisis uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa RLPP mempunyai korelasi bermakna terhadap kadar gula darah puasa, dengan korelasi positif dan kekuatan korelasi sedang yang ditunjukkan secara statistik dengan p<0,05 dan nilai korelasi 0,791. Sedangkan IMT mempunyai korelasi tidak bermakna dengan kadar gula darah puasa yang ditunjukkan secara statistik dengan p>0,05.
Kata kunci: Indeks massa tubuh, rasio lingkar pinggang pinggul, kadar gula darah puasa
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Page 5
ABSTRACT
Nita Damayanti Sulistianingrum, G0007015, 2010. The Relation Between Body Mass Index and Waist to Hip Ratio with Level of Fasting Plasma Glucose
Many of reported studies indicated that there was an increasing prevalence of obesity entire the world. There was a close relation between body fat distribution type and health disorder related obesity. Body Mass Index (BMI) and Waist to Hip Ratio (WHR) are body anthropometric measuring alternative for predicting obesity. This research aimed to discern and analyze the relation between BMI and WHR with level of fasting plasma glucose.
This research was an analytical observational study with cross sectional approach. Subject in this research were general population in Griya Binangun Asri housing, Pengasih, Kulon Progo at the age of 18-60. There were 42 sample collected by consecutive non random sampling method. Metline, weight measurement, microtoise, vena punction tools and laboratorium were used in this research. Data was analyzed by counting independent t test and Pearson correlation test using SPSS 17.0 for windows.
The result of independent t test indicated that there were no relation between BMI and level of fasting plasma glucose which statistically proved (p>0,05). But there were a relation between WHR and level of fasting plasma glucose which statistically proved (p<0,05). The result of Pearson correlation test indicated that there were difference significantly between WHR and level of fasting plasma glucose. The correlation was positif and the power of correlation was intermediate which statistically proved (p<0,05 and Pearson correlation 0,791). But, there were no difference significantly between BMI and level of fasting plasma glucose which statistically proved p<0,05.
Keywords: Body mass index, waist to hip ratio, level of fasting plasma glucose
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Page 6
PRAKATA Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan karunia, rahmat, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Hubungan Indeks Massa Tubuh dan Rasio Lingkar Pinggang Pinggul dengan Kadar Gula Darah Puasa. Penelitian dan penulisan skripsi ini dapat terlaksana dengan baik atas bantuan, bimbingan, saran dan dukungan dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. A.A. Subiyanto, MS., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Sri Wahjono, dr.,M.Kes., selaku Ketua Tim Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Dr. Sugiarto, dr., SpPD., selaku Pembimbing Utama yang telah memberi bimbingan, saran, dan petunjuk guna penyusunan skripsi ini.
4. Diding Heri Prasetyo, dr., M.Si., selaku Pembimbing Pendamping yang telah memberi bimbingan dan saran.
5. Wachid Putranto, dr., SpPD., selaku Penguji Utama yang telah memberi saran dan kritik demi kesempurnaan skripsi ini.
6. Dr. Noer Rachma, dr., SpRM., selaku Anggota Penguji yang telah memberi masukan demi kesempurnaan skripsi ini.
7. Seluruh staf Laboratorium Patologi Klinik RSUD Wates yang telah membantu proses penelitian.
8. Warga Perumahan Griya Binangun Asri yang telah bersedia menjadi sampel penelitian ini
9. Drs. H. Basah Suhartono dan Dra. Hj. Tuti Nur Rahayu M.OR, kedua orang tua yang memberikan dukungan pada penyelesain skripsi ini.
10. Teman-teman yang telah memberikan bantuan pada proses pembuatan skripsi ini.
11. Semua pihak yang telah membantu terselesainya skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Meskipun tulisan ini masih belum sempurna, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Saran, pendapat, koreksi, dan tanggapan dari semua pihak sangat diharapkan.
Surakarta, 22 Juni 2010
Nita Damayanti Sulistianingrum
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Page 7
DAFTAR ISI
PRAKATA .............................................................................................................vi
DAFTAR ISI .........................................................................................................vii
DAFTAR TABEL ...................................................................................................x
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................xi
DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................................xii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................1
B. Perumusan Masalah ..............................................................................3
C. Tujuan Penelitian ..................................................................................3
D. Manfaat Penelitian ................................................................................4
BAB II LANDASAN TEORI .................................................................................5
A. Tinjauan Pustaka ....................................................................................5
1. Obesitas..............................................................................................5
a. Definisi Obesitas........................................................................5
b. Patogenesis dan Patofisiologi Obesitas......................................6
c. Perubahan Metabolik pada Obesitas abdominal......................10
d. Epidemiologi............................................................................13
2. Pengukuran Antropometri Sebagai Skrining Obesitas.....................14
a. Indeks Massa Tubuh (IMT).....................................................14
1) Definisi IMT.........................................................................14
2) Klasifikasi IMT....................................................................14
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Page 8
3) Kelebihan dan Kekurangan IMT..........................................16
b. Rasio Lingkar Pinggang Pinggul (RLPP)................................17
1) Definisi RLPP......................................................................17
2) Cutt of Point.........................................................................18
c. Pengukuran Lingkar Lengan Atas...........................................19
1) Definisi.................................................................................19
2) Cara Pengukuran..................................................................20
B. Kerangka Berpikir ................................................................................22
C. Hipotesis ...............................................................................................23
BAB III METODE PENELITIAN.........................................................................24
A. Jenis Penelitian ....................................................................................24
B. Lokasi Penelitian .................................................................................24
C. Subjek Penelitian .................................................................................24
D. Teknik Sampling .................................................................................25
E. Identifikasi Variabel Penelitian............................................................26
F. Deskripsi Variabel Penelitian...............................................................27
G. Rancangan Penelitian...........................................................................29
H. Instrumentasi Penelitian ......................................................................29
I. Cara Kerja............................................................................................30
J. Teknik Analisis Data.. .........................................................................36
BAB IV HASIL PENELITIAN ............................................................................38
A. Karakteristik Sampel............................................................................38
B. Normalitas Sebaran Sampel.................................................................40
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Page 9
C. Uji T Tidak Berpasangan.....................................................................42
D. Uji Korelasi Pearson............................................................................43
BAB V PEMBAHASAN.......................................................................................44
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ....................................................................48
A. Simpulan..............................................................................................48
B. Saran.....................................................................................................48
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................50
LAMPIRAN
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Page 10
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Beberapa Adipokin dan Fungsinya.......................................................13
Tabel 2.2 Klasifikasi IMT Internasional………………………………………...15
Tabel 2.3 Klasifikasi IMT pada Penduduk Asia Dewasa......................................16
Tabel 4.1 Statistik Deskriptif Variabel Sampel...................................…………..38
Tabel 4.2 Statistik Deskriptif Sampel Berdasar Kelompok……………………...39
Tabel 4.3 Hasil Uji Shapiro-Wilks pada IMT sampel…………………………...41
Tabel 4.4 Hasil Transformasi Data IMT Kelompok Tidak Obesitas…………... 41
Tabel 4.5 Hasil Uji Shapiro-Wilks pada RLPP Sampel…………………………41
Tabel 4.6 Hasil Uji Statistik dengan Uji T Tidak Berpasangan…………………42
Tabel 4.7 Uji Korelasi Pearson pada IMT dan RLPP Terhadap kadar GDP……43
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Page 11
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Pengaturan Neuroendokrin Metabolisme Energi……………………8
Gambar 3.1 Pengambilan Darah Vena………………………………………….31
Gambar 3.2 Pengukuran Berat Badan….…………………………………….…32
Gambar 3.3 Pengukuran Tinggi Badan…………………………………………33
Gambar 3.4 Pengukuran Lingkar Pinggang…………………………………….35
Gambar 3.5 Pengukuran Lingkar Panggul……………………………………...36
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Page 12
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lembar Persetujuan Sampel
Lampiran 2. Hasil Uji Statistik
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Page 13
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Prevalensi kelebihan berat badan (overweight) dan obesitas saat ini
meningkat tajam di seluruh dunia yang mencapai tingkat membahayakan.
Terdapat 1 milliar orang dewasa dengan berat badan berlebih, dan paling
sedikit 300 juta diantaranya mengalami obesitas (WHO, 2010). Di Indonesia,
tingkat kegemukan cenderung meningkat grafiknya. Menurut data Riset
Kesehatan Dasar tahun 2007, prevalensi nasional obesitas pada penduduk
berusia 15 tahun ke atas mencapai 10,3%, dengan prevalensi pada laki-laki
13,9%, dan pada perempuan 23,8%. Hal tersebut dapat mengakibatkan
masalah kesehatan yang serius karena obesitas berkaitan erat dengan kelainan
metabolik, kardiovaskuler, hepar, ginjal, dan respon inflamasi
(Depkes RI, 2009; Ogden et al., 2007).
Penumpukan lemak berlebih pada penderita obesitas berpengaruh
langsung terhadap metabolisme dan risiko kardiometabolik melalui
perubahan sekresi adipokin. Adipokin yang berpengaruh terhadap perubahan
metabolisme tubuh antara lain asam lemak bebas, TNF-α (Tumor Necrotizing
Factor-α), IL-6 (Interleukin-6), PAI-1 (Plasminogen Activator Inhibitor-1)
dan CRP (C-Reaktif Protein) (Cani et al., 2007; Sniijner et al., 2006).
Glukotoksisitas dan lipotoksisitas pada sel, terutama pada sel β pankreas
dapat terjadi karena peningkatan jumlah dari adipokin tersebut. Hal ini
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Page 14
menyebabkan resistensi insulin dan kerusakan pada sel β pankreas yang
berpengaruh pada metabolisme kadar gula darah tubuh. Manifestasi dari
resistensi insulin ini adalah peningkatan kadar gula darah atau hiperglikemia
(Labib, 2003; Merentek, 2006).
Antropometri merupakan salah satu metode untuk mengukur status gizi
masyarakat. Selain sebagai pengukuran status gizi, antropometri juga dapat
digunakan sebagai skrining obesitas. Beberapa indeks antropometri antara lain
Indeks Massa Tubuh (IMT), berat badan terhadap umur, tinggi badan terhadap
umur, berat badan terhadap tinggi badan, lingkar lengan atas, tebal lemak
bawah kulit menurut umur dan Rasio Lingkar Pinggang Pinggul (RLPP)
(Susilowati, 2008).
Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan pengukuran yang paling
direkomendasikan sebagai evaluasi obesitas dan overweight pada anak serta
orang dewasa. Hal ini disebabkan selain mudah dan murah, level IMT
berhubungan dengan lemak tubuh dan faktor risiko DM tipe II (Daniels,
2009). Selain IMT, pengukuran antropometri yang dapat digunakan untuk
skrining obesitas adalah RLPP (Ketel et al., 2007).
Jean Vague pada tahun 1956 adalah ilmuwan pertama yang menyatakan
bahwa terdapat hubungan erat antara morfologi tubuh atau tipe distribusi
lemak dengan faktor risiko kesehatan yang berhubungan dengan obesitas.
Dalam sebuah studi dikatakan bahwa orang dengan obesitas tipe abdominal
dengan lemak berkumpul di sekitar pinggang dan perut mempunyai faktor
risiko lebih tinggi dibandingkan dengan obesitas dengan lemak berkumpul di
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Page 15
bawah pinggang, sekitar panggul, dan paha (Liubov et al., 2003; Schneider et
al., 2007). Dalam studi meta-analisis Vazques et al. (2007) disebutkan bahwa
obesitas abdominal berhubungan dengan penurunan toleransi glukosa,
perubahan pada homeostasis glukosa-insulin, dan penurunan pengeluaran
insulin yang distimulasi glukosa. Namun, penelitian mengenai hubungan
antara IMT dan RLPP terhadap kadar gula darah puasa masih sedikit.
Hal ini mendorong penulis untuk meneliti hubungan antara IMT dan RLPP
dengan kadar gula darah puasa, serta mengetahui pengukuran antropometri
mana diantara IMT dan RLPP yang lebih kuat berkorelasi dengan kadar gula
darah puasa.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, perumusan masalah
dalam penelitian kali ini antara lain sebagai berikut:
1. Apakah terdapat hubungan antara IMT dengan kadar gula darah puasa?
2. Apakah terdapat hubungan antara RLPP dengan kadar gula darah puasa?
3. Pengukuran antropometri manakah antara IMT dan RLPP yang lebih kuat
berkorelasi dengan kadar gula darah puasa?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini mempunyai tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum
penelitian ini adalah mempelajari hubungan antropometri tubuh dengan faktor
risiko obesitas.
Sedangkan tujuan khususnya adalah :
1. Mengetahui hubungan IMT dengan kadar gula darah puasa.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Page 16
2. Mengetahui hubungan RLPP dengan kadar gula darah puasa.
3. Mengetahui pengukuran antropometri mana diantara IMT dan RLPP
yang lebih kuat berkorelasi dengan kadar gula darah puasa.
D. Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat :
1. Teoritis
Memberikan informasi mengenai hubungan IMT dan RLPP dengan
kadar gula darah puasa. Selain itu, juga memberikan informasi
mengenai pengukuran antropometri mana yang lebih kuat berkorelasi
dengan kadar gula darah puasa.
2. Praktis
Menjadi salah satu dasar pertimbangan dan terbukanya peluang bagi
para akademisi untuk meneliti metode pengukuran antropometri terbaik
yang berhubungan dengan dampak peningkatan IMT dan RLPP pada
metabolisme glukosa plasma puasa tubuh.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Page 17
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Obesitas
a. Definisi Obesitas
Overweight adalah suatu kondisi dimana perbandingan
berat badan dan tinggi badan melebihi standar yang ditentukan.
Sedangkan obesitas adalah peningkatan total lemak tubuh, yaitu
apabila ditemukan total lemak tubuh >25% pada pria dan > 33%
pada wanita (Grundy, 2004; Mahan et al., 2002). Menurut
Terauchi et al. (2004) obesitas merupakan suatu kondisi kronik
berupa kelainan kompleks dalam pengaturan nafsu makan dan
metabolisme energi yang dikontrol oleh suatu faktor biologis
spesifik.
Terdapat beberapa penggolongan dari obesitas. Tipe
obesitas berdasarkan sel lemak tubuh dibagi menjadi obesitas
tipe hiperplastik, tipe hipertrofik, dan tipe hiperplastik dan
hipertropik. Tipe hiperplastik terjadi karena jumlah sel lemak
lebih banyak dibanding keadaan normal, tetapi ukuran sel-
selnya tidak bertambah besar. Obesitas ini biasa terjadi pada
masa anak-anak. Obesitas tipe hipertrofik terjadi karena ukuran
sel lemak lebih besar dibanding keadaan normal, tetapi jumlah
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Page 18
sel tidak bertambah banyak dari normal. Obesitas tipe ini terjadi
pada usia dewasa. Obesitas tipe hiperplastik dan hipertropik
terjadi karena jumlah dan ukuran sel lemak melebihi normal.
Obesitas ini dimulai pada anak-anak dan berlangsung sampai
dewasa serta risiko tinggi untuk terjadi komplikasi penyakit
(Lang, et al., 2008; Liubov et al., 2003; Marquez et al., 1998).
Tipe obesitas menurut pola distribusi lemak tubuh dapat
dibedakan menjadi obesitas tipe abdominal dan obesitas general
(seluruh tubuh). Obesitas abdominal dilihat dari segi
antropometri merupakan tingginya RLPP yang diakibatkan
karena penumpukan lemak intra-abdominal. Menurut WHO,
RLPP >0,9 untuk laki-laki dan >0,85 untuk perempuan
menunjukkan obesitas abdominal (Eyben, 2003).
Obesitas abdominal berhubungan lebih kuat pada terjadinya
beberapa penyakit dibanding obesitas tipe general. Penumpukan
lemak abdominal akan mendorong perkembangan faktor risiko
kardiometabolik. Hal ini terjadi melalui sekresi adipokin dari
jaringan lemak, termasuk asam lemak bebas, adiponektin, TNF-
α, IL-6, PAI-1 dan CRP (Despres, 2006; Janghorbani et al.,
2008).
b. Patogenesis dan Patofisiologi Obesitas
Obesitas terjadi karena adanya kelebihan energi yang
disimpan dalam bentuk jaringan lemak. Gangguan
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Page 19
keseimbangan energi disebabkan oleh 90% faktor eksogen
(obesitas primer) dan 10% faktor endogen (obesitas sekunder).
Faktor eksogen meliputi nutrisi dan lingkungan sedangkan
faktor endogen terdiri dari kelainan hormonal, sindrom atau
defek genetik (Eckel & Bonow, 2003; Despres, 2006).
Faktor genetik mempengaruhi 25% hingga 75% variasi
berat badan pada tiap individu. Faktor genetik menentukan
mekanisme pengaturan berat badan secara fisiologis melalui
pengaruh hormon dan neural. Selain itu, faktor genetik juga
menentukan jumlah dan ukuran sel adiposa serta distribusinya.
Beberapa penelitian mendapatkan hasil yang konsisten bahwa
terdapat hubungan kuat pada IMT keluarga tingkat pertama.
Sebuah penelitian lanjutan memperlihatkan adanya hubungan
antara genotip dan fenotip dari obesitas. Walaupun penelitian ini
menyatakan bahwa latar belakang genetik mempengaruhi
beberapa komponen dari pengaturan metabolisme energi tubuh,
tetapi mekanisme dan gen mana yang berpengaruh masih kurang
dimengerti (Labib, 2003; Steinberger et al., 2003).
Terdapat dua perubahan besar di lingkungan yang
berpengaruh secara langsung terhadap peningkatan prevalensi
dari obesitas. Perubahan pertama adalah penurunan dari
aktivitas tubuh yang berdampak pada penurunan pemakaian
energi. Penurunan aktivitas yang signifikan telah terjadi sejak
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Page 20
beberapa dekade terakhir akibat dari kemajuan teknologi dan
transportasi. Perubahan kedua adalah peningkatan konsumsi
makanan yang tinggi lemak dan karbohidrat (Bray et al., 2002;
WHO, 2002).
Gambar 2.1 Pengaturan Neuroendokrin Metabolisme Energi (Merentek, 2006).
Seperti terlihat pada gambar 2.1, pengaturan keseimbangan
energi diperankan oleh hipotalamus melalui tiga proses
fisiologis, yaitu : pengendalian rasa lapar dan kenyang,
pengaturan laju pengeluaran energi dan regulasi sekresi hormon.
Hipotalamus merasakan rangsang-rangsang eksternal melalui
sejumlah hormon, seperti leptin, ghrelin, PYY 3-36, orexin dan
CCK (cholecystokinin); semua ini memodifikasi respon
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Page 21
hipotalamus. Beberapa hormon/protein diproduksi di saluran
cerna dan lainnya oleh jaringan adiposa (leptin).
Proses dalam pengaturan penyimpanan energi terjadi
melalui sinyal-sinyal eferen yang berpusat di hipotalamus
setelah mendapatkan sinyal aferen dari perifer. Sinyal-sinyal
tersebut dapat bersifat anabolik atau katabolik dan dibagi
menjadi dua kategori, yaitu sinyal pendek dan sinyal panjang.
Sinyal pendek mempengaruhi porsi makan dan waktu makan,
serta berhubungan dengan faktor distensi lambung dan peptida
gastrointestinal, yang diperankan oleh CCK sebagai stimulator
dalam peningkatan rasa lapar. Sinyal panjang diperankan oleh
hormon leptin dan insulin yang mengatur penyimpanan dan
keseimbangan energi (Froguel, 2004; Mclaughlin et al., 2002;
Steinberger et al., 2003).
Apabila asupan energi melebihi dari yang dibutuhkan, maka
jaringan adiposa meningkat disertai dengan peningkatan kadar
leptin dalam peredaran darah. Leptin kemudian merangsang
anorexigenic center di hipotalamus agar menurunkan produksi
NPY (Neuro Peptide Y) sehingga terjadi penurunan nafsu
makan. Demikian pula sebaliknya bila kebutuhan energi lebih
besar dari asupan energi, maka jaringan adiposa berkurang dan
terjadi rangsangan pada orexigenic center di hipotalamus yang
menyebabkan peningkatan nafsu makan. Pada sebagian besar
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Page 22
penderita obesitas terjadi resistensi leptin, sehingga tingginya
kadar leptin tidak menyebabkan penurunan nafsu makan (Lteif
dan Mather, 2005; Sniijner et al., 2006).
c. Perubahan Metabolik pada Obesitas Abdominal
Jaringan adiposa tidak hanya organ penyimpan energi pasif,
tetapi juga merupakan jaringan endokrin aktif yang
memproduksi berbagai sitokin, hormon dan protein lain yang
berdampak pada proses fisiologi dan patofisiologi tubuh. Produk
yang dihasilkan tersebut dikenal dengan adipokin. Penumpukan
lemak berlebihan pada abdomen berpotensi mempengaruhi
secara langsung metabolisme dan risiko kardiometabolik
melalui perubahan dalam sekresi adipokin. Obesitas abdominal
memacu peningkatan sekresi berbagai adipokin termasuk
gliserol, asam lemak bebas, TNF-α, IL-6, PAI-1 dan protein C-
reaktif (Despres, 2006; Trujillo et al.,2005).
Terdapat bukti yang kuat bahwa pemaparan secara singkat
pada jaringan perifer oleh peningkatan asam lemak bebas akan
menginduksi resistensi insulin. Resistensi insulin adalah suatu
keadaan terjadinya gangguan respons metabolik terhadap
sensitivitas insulin. Sensitivitas insulin merupakan kemampuan
dari hormon insulin menurunkan kadar glukosa darah dengan
menekan produksi glukosa hepatik dan menstimulasi
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Page 23
pemanfaatan glukosa di dalam otot skelet dan jaringan adiposa
(Grundy et al., 2005; Reaven, 2006).
Salah satu mekanisme terjadinya resistensi insulin melalui
peningkatan asam lemak bebas adalah dengan kenaikan transfer
asam lemak bebas ke otot yang menyebabkan peningkatan
metabolit asam lemak intraseluler seperti diasilgliserol,
seramide dan asetil koA. Metabolit-metabolit tersebut
mengaktifkan jalur serin/treonin kinase yang akan mengurangi
kemampuan untuk mengaktifkan reseptor insulin. Pemaparan
asam lemak bebas jangka panjang pada pankreas akan merusak
fungsi dari sel β. Kondisi tersebut disebut dengan lipotoksisitas
(Tataranni, 2002; Pershegin et al., 2003).
Obesitas juga berkaitan dengan kondisi inflamasi kronis
derajat rendah. Terjadi peningkatan jumlah konsentrasi adipokin
proinflamasi seperti TNF-α, IL-6, angiotensinogen dan PAI-1
sehingga proses inflamasi akan berlangsung. TNF-α berperan
sebagai mediator respon fase akut dan memiliki berbagai efek
pada metabolisme lipid dan fungsi adiposit. IL-6 juga dapat
menstimulasi peningkatan produksi IL-1 dan TNF-α di mana
semuanya berperan dalam proses aterogenesis pembuluh darah
(McLaughlin et al., 2002).
Secara fisiologis, kadar gula darah diatur dalam konsentrasi
normal dengan fluktuasi sangat terbatas oleh insulin. Dengan
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Page 24
pengaturan tersebut, kadar gula darah puasa secara homeostasis
selalu terkontrol. Kadar gula darah puasa adalah kadar glukosa
dalam plasma yang dihitung setelah berpuasa kurang lebih
sepuluh jam. Kadar gula darah puasa mempunyai nilai rentang
normal 72-92 mg/ dl (Basu et al., 2007).
Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa konsentrasi
asam lemak bebas yang tinggi pada obesitas, akan menyebabkan
lipotoksisitas yang berakibat terjadinya resistensi insulin.
Manifestasi dari resistensi insulin ini ditandai dengan
peningkatan pada kadar gula darah puasa dan kadar gula darah
sewaktu. Hal ini memacu pankreas untuk bekerja lebih keras
untuk menghasilkan insulin dengan jumlah lebih banyak. Kerja
dari pankreas yang terus menerus akibat hiperglikemi ini lama
kelamaan akan menyebabkan kegagalan dari sel β pancreas yang
disebut dengan glukotoksisitas (Labib, 2003; Merentek, 2006).
Selain peningkatan beberapa jenis adipokin, pada obesitas
juga terdapat penurunan salah satu jenis adipokin yaitu
adinopektin. Adinopektin merupakan protein dengan 247 asam
amino yang diproduksi eksklusif oleh adiposit dan berperan
sebagai antidiabetik, anti-aterosklerotik dan anti-inflamasi
potensial. Konsentrasi adinopektin yang rendah merupakan
prediktor perkembangan diabetes, dan penurunan konsentrasi
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Page 25
adinopektin diduga berperan dalam patogenesis penyakit
kardiovaskular yang terkait dengan obesitas (Chandran, 2003).
Tabel 2. 1 Beberapa Adipokin dan Fungsinya
No
Adipokin
Fungsi
Sekresi pada obesitas
1 Adinopektin Anti-aterogenesis,menurunkan risiko diabetes a. ↓Proses perubahan makrofag
menjadi sel busa b. ↓Remodeling pembuluh darah
yang arteogenik c. ↑Sensitivitas insulin d. ↓Pengeluaran glukosa hati
↓
2 IL-6 Memacu inflamasi, pro-aterogenesis, memacu diabetes a. ↑ Inflamasi vaskuler b. ↑Produksi CRP hati c. ↓Sinyal insulin
↑
3 TNF- α Pro-aterogenesis, pro-diabetes a. ↓ Sinyal insulin b. ↑Sekresi dari mediator inflamasi
yang lain
↑
4 Protein C-reaktif
Memacu inflamasi, pro-aterogenesis, penanda inflamasi derajat rendah, memprediksi kejadian kardiovaskuler
↑
5 PAI-1 Pro-aterogenesis, pro koagulan ↑ risiko aterotrombosis
↑
(Lteif dan Mather, 2005).
d. Epidemiologi
Terdapat lebih dari 1,1 milyar orang dewasa di seluruh
dunia mempunyai berat badan berlebih dan 312 juta diantaranya
termasuk dalam kriteria obesitas (WHO, 2010). Berdasarkan
data dari International Obesity Task Force dan WHO
didapatkan angka prevalensi obesitas yang lebih tinggi dengan
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Page 26
ditemukannya 1,7 milyar orang yang termasuk dalam klasifikasi
obesitas dari tiap etnik berbeda (Hossain et al., 2007).
Untuk Indonesia, menurut data Riset Kesehatan Dasar pada
tahun 2007, prevalensi nasional obesitas pada penduduk berusia
15 tahun keatas mencapai 10,3%, dengan prevalensi pada laki-
laki 13,9%, dan pada perempuan 23,8% (Depkes RI, 2009).
2. Pengukuran Antropometri Sebagai Skrining Obesitas
a. Indeks Massa Tubuh (IMT)
1) Definisi IMT
Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah metode pengukuran
sederhana yang menggambarkan hubungan antara berat
badan dan tinggi badan, serta digunakan sebagai skrining
obesitas dan untuk memantau status gizi. IMT dihitung
menggunakan rumus BB/TB2 dimana BB adalah berat
badan dalam kilogram dan TB adalah tinggi badan dalam
meter (Nygaard, 2008; Scheneider et al., 2007).
Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan pengukuran
antropometri yang disarankan oleh WHO (Sampei et al.,
2003).
2) Klasifikasi IMT
Pada tahun 1993 WHO mempublikasikan klasifikasi BB
berdasarkan IMT dalam beberapa derajat klasifikasi.
Peningkatan tiap derajat klasifikasi sebanding dengan
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Page 27
peningkatan morbiditas dan mortalitas. Klasifikasi IMT dari
WHO telah mengalami beberapa penambahan subdivisi
sejak pertama kali dipublikasikan (WHO, 2004). Klasifikasi
IMT dari WHO dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.2 Klasifikasi IMT Internasional
Klasifikasi IMT (kg/m2)
Underweight < 18,5
Batas Normal 18,5-24,9
Overweight > 25
Pre-obese 25,0-29,9
Obese I 30,0-34,9
Obese II 35,0-40,0
Obese III > 40,0
(WHO, 2004).
Klasifikasi IMT dari WHO diharapkan dapat digunakan
secara internasional. Klasifikasi Overweight dan obesitas
mencerminkan faktor risiko tinggi untuk sindrom
metabolik, diabetes mellitus tipe dua dan penyakit
kardiovaskuler yang menjadi penyebab kematian terbesar
orang dewasa pada seluruh populasi di dunia. Akan tetapi,
pada populasi Asia didapatkan data bahwa terdapat
prevalensi yang tinggi diabetes mellitus tipe dua dan
peningkatan morbiditas dari penyakit kardiovaskular pada
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Page 28
rentang batas normal IMT. Sebuah penelitian meta analisis
yang dilakukan di beberapa negara Asia juga menghasilkan
data 66% laki-laki dan 88% wanita dengan klasifikasi BB
normal berdasar IMT memiliki > 1 risiko penyakit
kardiovaskuler. Hal ini memicu adanya pengecualian
klasifikasi IMT bagi populasi Asia (Misra, 2003).
Klasifikasi IMT bagi populasi Asia dapat dilihat pada tabel
di bawah ini.
Tabel 2.3 Klasifikasi IMT pada Penduduk Asia Dewasa
Klasifikasi IMT (kg/m2)
Underweight < 18,5
Batas Normal 18,5-22,9
Overweight > 23
Obese I 23,0-24,9
Obese II > 30,0
(WHO, 2004).
3) Kelebihan dan Kekurangan IMT
Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan hasil turunan
dari pengukuran tinggi badan dan berat badan. Peralatan yang
digunakan untuk pengukuran IMT, ekonomis dan mudah
didapat, sehingga biaya yang dikeluarkan relatif sedikit.
Pengukuran IMT mudah dan tidak memerlukan keterampilan
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Page 29
khusus, hanya memerlukan ketelitian dalam pengukuran.
Selain itu, pengukuran IMT aman dan tidak invasif.
Sensitifitas dan spesifisitas yang dihasilkan dari pengukuran
IMT pada skrining obesitas anak sangat baik. Untuk
pemakaian IMT sebagai skrining obesitas pada orang dewasa
kurang memuaskan tetapi masih dapat diterima (Daniels,
2009; Poston et al., 2002).
Walaupun IMT mempunyai banyak kelebihan pada
pemakaian klinis, IMT juga memiliki beberapa kekurangan.
IMT memiliki keterbatasan dalam subjek pengukuran yaitu
tidak dapat digunakan untuk mengukur bayi usia kurang dari
dua tahun, wanita hamil dan olahragawan. Hal ini
disebabkan, IMT tidak bisa membedakan antara massa lemak
dengan massa otot ataupun cairan. Selain itu, IMT juga hanya
bisa digunakan untuk menentukan obesitas general, bukan
obesitas sentral/ abdominal. IMT juga memiliki keterbatasan
dalam nilai cutt of point, karena tiap ras atau etnik
mempunyai karakteristik antropometri yang berbeda
(Ezquada et al., 2004; Susilowati, 2008).
b. Rasio Lingkar Pinggang Pinggul (RLPP)
1) Definisi RLPP
Rasio Lingkar Pinggang Pinggul (RLPP) merupakan
salah satu pengukuran antropometri yang biasa digunakan
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Page 30
untuk mengetahui distribusi lemak tubuh. RLPP didapat
dari lingkar pinggang (cm) dibagi dengan lingkar pinggul
(cm) (Chan et al., 2002).
Berbeda dengan IMT yang digunakan untuk menentukan
obesitas secara general, RLPP digunakan pada pengukuran
obesitas sentral/abdominal dimana tempat jaringan lemak
viseral disimpan. Bukti klinis mengatakan bahwa terdapat
hubungan yang lebih kuat antara obesitas sentral terhadap
penurunan toleransi glukosa, perubahan pada homeostasis
glukosa-insulin dan penurunan produksi insulin yang
distimulasi oleh glukosa dibandingkan dengan obesitas
general (Vazquez et al., 2007).
2) Cutt of Point
Rasio Lingkar Pinggang Pinggul (RLPP) mempunyai
cutt of point yang berbeda untuk tiap etnisnya. Untuk ras
Kaukasia nilai >0,95 untuk laki-laki dan >0,80 untuk
perempuan menunjukkan obesitas abdominal. Pada populasi
Asia, walaupun beberapa studi menyatakan bahwa terdapat
persentase lemak tubuh yang tinggi dan peningkatan faktor
risiko pada klasifikasi BMI lebih rendah dibandingkan ras
Kaukasia, tetapi nilai cutt of point untuk rasio ini sama
dengan ras Kaukasia (Huxley et al., 2010; James et al.,
2010).
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Page 31
Untuk populasi China, terdapat sedikit perbedaan batas
dibandingkan populasi Asia lainya , yaitu 0,85-0,90 untuk
lelaki, dan 0,76-0,80 untuk perempuan (Lear et al., 2007).
c. Pengukuran Lingkar Lengan Atas
1) Definisi
Merupakan salah satu pilihan untuk penentuan status
gizi, karena mudah, murah dan cepat. Pengukuran lingkar
lengan atas tidak memerlukan data umur yang terkadang
susah diperoleh pada pasien usia lanjut dan dapat
memberikan gambaran tentang keadaan jaringan otot dan
lapisan lemak bawah kulit. Selain itu, lingkar lengan atas
dapat mencerminkan cadangan energi, sehingga dapat
mengetahui :
a) Status KEP (Kurang Energi Protein) pada balita.
b) Kurang Energi Kronis pada wanita usia subur dan ibu
hamil, sehingga dapat mengurangi risiko bayi dengan
berat badan lahir rendah
(Susilowati, 2008).
Cutt of point untuk lingkar lengan atas pada orang
dewasa adalah 26,3 cm untuk laki-laki dan 20,9 untuk
wanita. Sedangkan untuk bayi umur 0-30 hari adalah > 9,5
cm (Riset Kesehatan Dasar, 2007).
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Page 32
Kekurangan dari pengukuran lingkar lengan atas ini
adalah cutt of point yang sekarang digunakan belum
mendapat pengujian yang memadai untuk digunakan di
Indonesia. Kesalahan pengukuran yang terjadi juga relatif
lebih besar dibandingkan dengan pengukuran tinggi badan.
Selain itu, pengukuran lingkar lengan atas hanya sensitif
untuk suatu golongan tertentu (prasekolah), tetapi kurang
sensitif untuk golongan dewasa (Susilowati, 2008).
2) Cara Pengukuran
a) Persiapan
i. Pastikan pita pengukur tidak kusut, tidak terlipat-
lipat atau tidak sobek.
ii. Jika lengan responden > 33cm, maka dapat
menggunakan meteran kain.
iii. Responden diminta berdiri dengan tegak tetapi
rileks, tidak memegang apapun serta otot lengan
tidak tegang.
iv. Baju pada lengan kiri disingsingkan keatas sampai
pangkal bahu terlihat atau lengan bagian atas tidak
tertutup.
b) Pengukuran
Pengukuran dilakukan dengan mengukur jarak
acromion-radiale tangan kiri (kecuali kidal) pada posisi
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Page 33
lengan ditekuk 90° dan kemudian diberi tanda pada titik
tengah acromion-radiale. Pita pengukur dililitkan
melewati titik tengah lengan pada posisi lengan
diluruskan dalam posisi relax, kemudian hasil
pengukuran dapat dibaca.
(Riset Kesehatan Dasar, 2007).
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Page 34
B. Kerangka Pemikiran
Lingkungan: ↑Makanan, ↓Aktivitas fisik
Genetik
Obesitas
Rasio Lingkar Pinggang
Pinggul ( RLPP)
Akumulasi lemak di Perut
IMT
Gangguan toleransi glukosa puasa (impaired fasting glucose)
Resistensi insulin
↑ asam lemak bebas Lipotoksisitas Glukotoksisitas ↑ C-reaktif protein ↑ IL-6 ↑TNF-α ↓ adinopektin
Obesitas sentral /abdominal
↑ kadar gula darah puasa
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Page 35
C. Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah :
a. Ada hubungan IMT dengan kadar gula darah puasa.
b. Ada hubungan RLPP dengan kadar gula darah puasa
c. Korelasi RLPP terhadap kadar gula darah puasa lebih kuat
dibanding korelasi IMT terhadap kadar gula darah puasa.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Page 36
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis penelitian
Penelitian ini bersifat observasional analitik dengan pendekatan
cross sectional.
B. Lokasi penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kompleks Perumahan Griya Binangun
Asri, Pengasih, Kulon Progo.
C. Subjek penelitian
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah warga yang tinggal di
Kompleks Perumahan Griya Binangun Asri.
2. Subjek
Subjek dalam penelitian ini adalah, warga yang tinggal di
Kompleks Perumahan Griya Binangun Asri yang memenuhi kriteria
inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi.
3. Kriteria inklusi
a. Usia 18-60 tahun.
b. Bersedia mengikuti penelitian ini.
4. Kriteria eksklusi
a. Subjek dengan diabetes mellitus.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Page 37
b. Subjek yang sedang hamil.
c. Subjek dengan massa otot yang besar olahragawan.
d. Olahragawan atau atlit.
e. Subjek dengan pengobatan kortikosteroid.
f. Subjek dengan cushing syndrome
g. Subjek dengan oedem anasarka.
h. Subjek dengan gagal jantung.
i. Subjek dengan sirosis hepatis.
D. Teknik Sampling
Pengambilan sampel dilakukan menggunakan teknik consecutive
non random sampling. Besar sampel pada penelitian ini ditentukan
dengan rumus sampel pada uji hipotesis terhadap rerata dua
kelompok independen (Sastroasmoro, 2008).
n = jumlah sampel α = batas kepercayaan dalam penelitian ini adalah 0,05
Zα = nilai konversi pada kurva normal, dalam penelitian ini 1,96
β = Power penelitian dalam penelitian ini adalah 90%
Zβ = Nilai konversi pada kurva normak adalah 1,282 S = Simpang baku kedua kelompok, karena dari
pustaka tidak didapatkan referensi maka dianggap s= x1-x2
x1-x2 = perbedaan klinis yang diinginkan.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Page 38
n1 = n2 = 2 (1,96 + 1,282)2
n1 = n2 = 2 (10,51)2
n1 = n2 = 21,02
Minimal subjek yang diperlukan adalah 21 tiap kelompok. Jadi
dalam penelitian ini minimal harus terdapat 21 x 2 = 42 sampel.
E. Identifikasi Variabel Penelitian
1. Variabel bebas :
a. Indeks Massa Tubuh (kg/m2).
b. Rasio Lingkar Pinggang Pinggul.
2. Variabel terikat : kadar gula darah puasa (mg/dl).
3. Variabel luar :
a. Variabel yang dapat dikendalikan dalam penelitian ini adalah
umur dan jenis kelamin.
b. Variabel yang tidak dapat dikendalikan pada penelitian ini
adalah diet, olahraga, kontrol glukosa dan makanan sehari-hari.
4. Skala variabel :
a. IMT : skala numerik.
b. RLPP : skala numerik.
c. Kadar gula darah puasa : skala numerik.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Page 39
F. Deskripsi Variabel Penelitian
1. Variabel bebas
a. Indeks Massa Tubuh (IMT)
Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah alat atau cara sederhana
untuk memantau status gizi orang dewasa, terutama yang
berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Untuk
mengetahui nilai IMT, dihitung dengan rumus berikut
Berat Badan (Kg)
IMT = -------------------------------------------------------
Tinggi Badan (m) X Tinggi Badan (m)
Penghitungan berat badan dalam kg menggunakan alat
timbang yang sudah dikalibrasi. Penghitungan tinggi badan
dalam meter menggunakan microtoise yang sudah dikalibrasi.
Pasien berdiri tegak dan kepala tegak menghadap ke depan.
Pengukuran dilakukan dari bagian vertex sampai telapak kaki
(Mirmiran et al., 2004). Setiap pengukuran dilakukan
sebanyak dua kali kemudian dirata-rata. Klasifikasi pasien
berdasar cutt of point IMT dari WHO untuk penduduk Asia,
yaitu obesitas general untuk IMT >23 dan tidak obesitas
general untuk IMT <23.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Page 40
b. Rasio Lingkar Pinggang Pinggul (RLPP)
Rasio Lingkar Pinggang Pinggul (RLPP) adalah rasio yang
didapat dari
Lingkar Pinggang (cm)
= ---------------------------------
Lingkar pinggul (cm)
Pengukuran dilakukan dengan pita pengukur dalam cm.
Pengukuran lingkar pinggang dilakukan dengan posisi berdiri
tegak dengan pakaian ditanggalkan, diukur di antara crista
illiaca dan costa XII. Pengukuran lingkar pinggul dilakukan
dengan posisi berdiri tegak dengan pakaian ditanggalkan,
diukur pada bagian atas symphisis ossis pubis dan bagian
maksimum pantat (Bigaard et al., 2004; Chan et al., 2002).
Baca hasil pada ketelitian 0,1 cm. Pengukuran diulang
sebanyak dua kali kemudian dirata-rata. Klasifikasi pasien
berdasar cutt of point RLPP dari WHO untuk penduduk Asia
yaitu nilai RLPP >0,95 untuk laki-laki dan >0,80 untuk
perempuan menunjukkan obesitas abdominal.
2. Variabel terikat
Kadar gula darah puasa
Kadar gula darah puasa diukur dengan cara enzimatik
memakai bahan dasar plasma vena dinyatakan dalam satuan mg/dl.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Page 41
Rentang normal kadar gula darah puasa adalah 72-92 mg/dl.
Pungsi vena dilakukan di vena mediana cubitti lengan kanan.
G. Rancangan penelitian
* = Pengukuran dilakukan dua kali, kemudian diambil rata-ratanya.
H. Instrumentasi
1. Pita pengukur
Pita pengukur yang digunakan adalah jenis plastic tape
measuring merk butterfly, dengan ketelitian 1 mm.
2. Timbangan
Timbangan berat badan merek “AND” dengan kapasitas 150 kg
dan ketelitian 1000 gram.
3. Microtoise
Microtoise untuk mengukur tinggi badan dengan kapasitas 200
cm dan ketelitian 0,1 cm.
Suby e k
Ukur berat badan*
Ukur tinggi badan*
Ukur lingkar pinggang*
Ambil serum darah
Uji t tidak
berpasangan dan
Uji korelasi Pearson
Ukur lingkar pinggul*
Ukur IMT
Ukur RLPP
Ukur kadar gula darah
puasa
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Page 42
4. Alat-alat untuk pungsi vena
Alat yang dibutuhkan antara lain jarum dan spuit 5-10 cc,
kapas beralkohol, dan tourniquet.
5. Laboratorium
Untuk menganalisa kadar gula darah puasa.
I. Cara Kerja
Tentukan sampel penelitian melalui kriteria inklusi dan eksklusi,
kemudian diukur :
1. Kadar gula darah puasa
Kadar gula darah puasa dianalisa dari bahan darah plasma
vena. Pengambilan darah dilakukan di waktu pagi hari antara
jam 07.00-08.00. Pasien diminta untuk puasa selama minimal
delapan jam sebelum pengambilan darah (umumnya puasa
dimulai antara jam 21.00 – 22.00). Selama puasa diperbolehkan
minum air tawar/air putih (Materiau, 2010; Sacher dan
McPherson, 2004).
Pungsi vena dilakukan di vena mediana cubiti. Pungsi
dilakukan pada lengan kanan, posisi lengan lurus (tidak fleksi).
Lengan baju yang menutupi fossa cubitti disingkirkan. Tourniquet
bagian proksimal vena dan minta pasien untuk mengepal dan
membuka tangannya berkali-kali agar bendungan jelas terlihat.
Sterilisasi area pungsi dengan alkohol 70% dan biarkan mengering
lagi. Tegangkan kulit di atas vena dengan jari-jari tangan kiri lalu
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Page 43
tusuk kulit dengan jarum dan spuit di tangan kanan sampai ujung
jarum masuk ke dalam lumen vena, sedot darah 5-10cc. Lepaskan
tourniquet dan taruh kapas diatas jarum kemudian cabut spuit.
Minta pasien untuk menekan selama beberapa menit pada luka
bekas suntikan (Gandasoebrata, 2006). Bawa darah vena ke
laboratorium untuk dianalisa.
Gambar 3.1 Pengambilan Darah Vena (Priyanto, 2004).
2. IMT (Indeks Massa tubuh)
Indeks Massa Tubuh ( IMT) didapat dari rumus :
Berat Badan (Kg)
IMT = -------------------------------------------------------
Tinggi Badan (m) X Tinggi Badan (m)
Dari rumus tersebut, maka data yang harus diperoleh adalah
berat badan dan tinggi badan pasien. Pengukuran berat badan
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Page 44
menggunakan timbangan badan manual dan idealnya dilakukan
sebelum makan dengan menggunakan pakaian seminimal
mungkin. Baca hasil pengukuran sampai ketelitian 0,1 kg pada
posisi tegak lurus.
Gambar 3.2 Pengukuran Berat Badan (European Health Risk Monitoring, 2002)
Pengukuran tinggi badan dilakukan menggunakan
microtoise. Siapkan microtoise pada ketinggian 2 m. Minta subyek
melepaskan topi ataupun alas kaki yang dipakai. Posisi subyek
berdiri tegak lurus dan menghadap ke depan. Tentukan letak vertex
dengan benar kemudian mintalah subyek untuk menarik nafas
dalam sebelum dilakukan pengukuran. Tarik pengukur microtoise
sampai menyentuh vertex. Pengukuran dilakukan dari vertex
sampai telapak kaki. Baca hasil pengukuran sampai ketelitian 0,1
cm.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Page 45
Gambar 3.3 Pengukuran Tinggi Badan (European Health Risk Monitoring, 2002)
Sebelum melakukan pengukuran selalu dilakukan kalibrasi
pada alat yang akan digunakan, kemudian mengulang setiap
pengukuran sebanyak dua kali. Setelah didapat nilai rata-rata,
kemudian masukkan data pada rumus IMT yang sudah tersedia.
Nyatakan IMT dalam kg/m2 dan tentukan berdasar kriteria WHO
untuk populasi Asia yaitu obesitas general untuk IMT >23 dan
tidak obesitas general untuk IMT <23.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Page 46
3. Rasio Lingkar Pinggang Pinggul (RLPP)
Rasio Lingkar Pinggang Pinggul (RLPP) didapat dari rumus
Lingkar Pinggang (cm)
= ---------------------------------
Lingkar pinggul (cm)
Dari rumus tersebut, maka data yang harus diambil adalah
lingkar pinggang dan lingkar pinggul.
Pengukuran lingkar pinggang dilakukan menggunakan pita
pengukur. Diukur dalam posisi berdiri tegak dan tenang. Baju atau
penghalang pengukuran disingkirkan, Letakkan pita pengukur di
tepi atas crista illiaca dextra. Pita pengukur dilingkarkan ke
sekeliling dinding perut di antara crista illiaca dan costa XII.
Yakinkan bahwa pita pengukur tidak menekan kulit terlalu ketat
dan sejajar dengan lantai. Pengukuran dilakukan saat akhir
ekspirasi normal. Membaca hasil pada ketelitian 0,1 cm (Khan et
al., 2005).
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Page 47
Gambar 3.4 Pengukuran Lingkar Pinggang (European Health Risk Monitoring, 2002)
Pengukuran lingkar pinggul mempunyai prosedur yang
sama dengan pengukuran lingkar pinggang, hanya berbeda pada
titik antropometri yang diukur. Pada pengukuran lingkar pinggul
pita pengukur dililitkan pada bagian atas simphisis ossis pubis dan
bagian maksimum gluteus. Yakinkan bahwa pita pengukur tidak
menekan kulit terlalu ketat dan sejajar dengan lantai. Membaca
hasil pengukuran pada ketelitian 0,1 cm.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Page 48
Gambar 3.5 Pengukuran Lingkar Panggul (European Health Risk Monitoring, 2002)
Melakukan kalibrasi pada setiap alat sebelum digunakan,
kemudian mengulang setiap pengukuran sebanyak dua kali.
Setelah didapat nilai rata-rata, kemudian masukkan data pada
rumus RLPP. Tentukan Klasifikasi pasien berdasar cutt of point
RLPP dari WHO untuk penduduk Asia yaitu nilai RLPP >0,95
untuk laki-laki dan >0,80 untuk perempuan menunjukkan obesitas
abdominal.
J. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis secara statistik
dengan uji t tidak berpasangan menggunakan SPSS 17.0 for windows.
Syarat uji parametrik adalah data mempunyai sebaran normal dan
berskala numerik (Sastroasmoro, 2008). Oleh karena itu perlu
dilakukan uji normalitas data menggunakan uji Shapiro-Wilks karena
jumlah sampel yang digunakan kurang dari 50. Untuk mengetahui
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Page 49
pengukuran mana antara IMT dan RLPP yang lebih kuat berkorelasi
dengan kadar gula darah puasa digunakan uji korelasi Pearson.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Page 50
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Karakteristik Sampel
Penelitian telah dilaksanakan terhadap 42 sampel di Perumahan Griya
Binangun Asri, Pengasih, Kulon Progo pada tanggal 2 Mei 2010. Karakteristik
sampel yang didapat, disajikan dalam tabel 4.1
Tabel 4.1 Statistik Deskriptif Variabel Sampel
Jenis Variabel
Deskripsi sampel
N Mean SD Range
Usia (tahun) 42 43,90 8,66 34,00
IMT (kg/m2) 42 23,60 3,39 19
RLPP 42 0,88 0.65 0,21
Gula darah puasa (mg/dl) 42 106,86 20,47 80
Sumber : Data primer, Mei 2010
Berdasarkan tabel 4.1 , rata-rata sampel yang didapat berusia 43,90
tahun dengan rata-rata IMT adalah 23, 60 kg/m2, RLPP adalah 0,88 dan
kadar gula darah puasa sebesar 106,86 g/dl.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Page 51
Tabel 4.2 Statistik Deskriptif Sampel Berdasar Kelompok
Kelompok Jumlah sampel
berdasar klasifikasi
GDS ( x ± SD)
IMT
Tidak obesitas
16
103,62 ± 21,40
Obesitas
26
109,25 ± 14,06
RLPP
Tidak obesitas abdominal
12
82,33 ± 4,25
Obesitas abdominal
30
115,13 ± 13,53
Sumber: Data primer, Mei 2010
Dari tabel 4.2, terdapat 16 sampel yang masuk pada kelompok tidak
obesitas berdasar IMT dan mempunyai rata-rata kadar gula darah puasa
sebesar 103,62 ± 21,40. Sedangkan pada kelompok obesitas berdasar IMT,
terdapat 26 sampel dan mempunyai rata-rata kadar GDP adalah sebesar
109,25 ± 14,06,
Terdapat 12 sampel yang masuk pada kelompok tidak obesitas
abdominal berdasar RLPP serta mempunyai rata-rata kadar GDP sebesar
82,33 ± 4,25 . Sedangkan, Pada kelompok dengan obesitas abdominal
berdasar RLPP terdapat 30 sampel yang masuk kelompok ini dan
mempunyai rata-rata kadar GDP adalah 115,13 ± 13,53.
Dari data diatas, dapat dilihat bahwa kelompok dengan obesitas
abdominal berdasar RLPP memiliki rata-rata kadar gula darah puasa lebih
tinggi dibandingkan kelompok obesitas berdasar IMT. Sedangkan
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Page 52
kelompok dengan nilai tidak obesitas abdominal berdasar RLPP memiliki
rata-rata kadar gula darah puasa lebih rendah daripada kelompok tidak
obesitas berdasar IMT.
B. Normalitas Sebaran Sampel
Normalitas data diperlukan untuk menjamin validitas penelitian dan
keakuratan dalam penarikan kesimpulan. Uji statistik yang digunakan pada
penelitian ini adalah Shapiro-Wilks karena jumlah sampel yang digunakan
kecil (n< 50) dengan ketentuan bahwa suatu data dikatakan mempunyai
sebaran normal jika nilai p>0,05 (Sastroasmoro, 2008).
Berikut ini adalah tabel hasil uji normalitas tersebut :
Tabel 4.3 Hasil Uji Shapiro-Wilks pada IMT Sampel
Indeks Massa Tubuh p
Tidak obesitas 0,042
Obesitas 0,544
Sumber : Data primer, Mei 2010
Dari tabel 4.3 didapatkan nilai kemaknaan untuk kelompok IMT tidak
obesitas sebesar 0,042 dan untuk kelompok obesitas sebesar 0,544. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa secara statistika sebaran sampel pada kelompok
obesitas adalah normal karena p>0,05, sedangkan pada kelompok tidak
obesitas tidak nomal karena p<0,05. Untuk menormalkan sebaran data maka
dilakukan proses transformasi data.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Page 53
Berikut ini adalah hasil transformasi data
Tabel 4.4 Hasil Transformasi Data IMT Kelompok Tidak Obesitas
Indeks Massa Tubuh P
Tidak obesitas 0,054
Sumber : Data primer, Mei 2010
Setelah dilakukan transformasi data, kelompok tidak obesitas berdasar
IMT mempunyai nilai kemaknaan 0,054. Dengan demikian dapat diambil
kesimpulan bahwa data tersebut secara statistika mempunyai distribusi
normal karena p>0,05.
Tabel 4.5 Hasil Uji Shapiro-Wilks pada RLPP Sampel
Indeks Massa Tubuh p
Tidak obesitas abdominal 0,861
Obesitas abdominal 0,149
Sumber : Data primer, Mei 2010
Dari tabel 4.5 didapatkan nilai kemaknaan 0,861 untuk kelompok tidak
obesitas abdominal dan 0,149 untuk kelompok obesitas abdominal. Dapat
disimpulkan bahwa secara statistika kedua kelompok RLPP tersebut
mempunyai sebaran normal karena kedua kelompok mempunyai nilai p
>0,05.
Syarat uji parametrik adalah data mempunyai sebaran normal dan
berskala numerik (Sastroasmoro, 2008). Data dalam penelitian ini telah
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Page 54
mempunyai sebaran normal dan berskala numerik, maka uji parametrik dapat
dilakukan untuk analisis data. Dalam penelitian ini digunakan uji parametrik
uji t tidak berpasangan dan uji korelasi Pearson.
C. Uji T Tidak Berpasangan
Untuk mengetahui adanya hubungan antara IMT dan RLPP dengan kadar
gula darah puasa, digunakan Uji t tidak berpasangan dengan nilai bermakna
apabila nilai p <0,05.
Hasil perhitungan SPSS 17.0 for windows untuk Uji T tidak berpasangan
ini disajikan dalam tabel berikut :
Tabel 4.6 Hasil Uji Statistik dengan Uji T Tidak Berpasangan
Variabel p
IMT 0,217
RLPP 0,000
Sumber: Data primer, Mei 2010
Pada tabel 4.6, IMT memiliki nilai kemaknaan 0, 217 terhadap kadar
GDP. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara IMT dengan kadar gula
darah puasa secara statistik tidak bermakna karena nilai p>0,05. RLPP
memiliki nilai kemaknaan 0, 000 terhadap kadar GDP. Hal ini menunjukkan
bahwa hubungan antara RLPP dengan kadar gula darah puasa secara statistik
bermakna karena nilai p<0,05.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Page 55
D. Uji Korelasi Pearson
Untuk menilai kemaknaan korelasi antara dua variabel, digunakan nilai
p(sig.). Terdapat korelasi yang bermakna antar dua variabel jika nilai p <0,05
(Dahlan, 2005). Hasil penghitungan dinyatakan dalam koefisien korelasi
Pearson(r). Nilai r ditafsirkan baik (r>0,8), sedang (0,6-0,79), lemah(0,4-0,59),
dan sangat lemah(<0,4) (Sastroasmoro, 2008).
Hasil perhitungan SPSS 17.0 for windows untuk uji korelasi Pearson
dalam penelitian ini disajikan dalam tabel berikut
Tabel 4.7 Hasil Uji Korelasi Pearson pada IMT dan RLPP Terhadap Kadar GDP
Variabel p Nilai korelasi
IMT 0,356 0,146
RLPP 0,000 0,791
Sumber: Data primer, Mei 2010
Pada tabel di atas IMT mempunyai nilai kemaknaan 0,356. Hal ini
menunjukkan bahwa korelasi antara IMT dan kadar GDP secara statistika
tidak bermakna karena nilai p>0,05. Sedangkan RLPP mempunyai nilai
kemaknaan 0,00. Hal ini menunjukkan bahwa korelasi antara RLPP dan kadar
GDP secara statistika bermakna karena nilai p<0,05. Nilai korelasi Pearson
(r) untuk IMT adalah 0,791. Hal ini menunjukkan dua hal, yaitu arah korelasi
positif dan kekuatan korelasi. Nilai korelasi yang positif menunjukkan
hubungan searah. Nilai korelasi 0,791 berarti kekuatan korelasinya sedang.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Page 56
BAB V
PEMBAHASAN
Parameter antropometri yang digunakan pada penelitian penulis adalah
IMT sebagai penentu obesitas general dan RLPP sebagai penentu obesitas
abdominal. Dari 42 sampel yang diteliti, apabila menggunakan kriteria IMT maka
akan didapatkan 16 sampel yang masuk dalam klasifikasi obesitas general. Akan
tetapi, apabila diklasifikasi berdasar kriteria RLPP maka didapatkan 30 sampel
dengan obesitas abdominal. Hal ini menunjukkan bahwa, seseorang dengan
obesitas general belum tentu mengalami obesitas abdominal dan begitu juga
sebaliknya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Eyben (2003) bahwa terdapat dua
tipe obesitas menurut pola distribusi lemak tubuh yang dapat dibedakan menjadi
obesitas abdominal dan obesitas general. Individu dapat mengalami dua tipe
obesitas ini secara bersamaan atau hanya salah satu dengan faktor risiko menderita
resistensi insulin dan penyakit kardiovaskuler lebih tinggi pada individu dengan
obesitas abdominal (Steinberger dan Daniels, 2003).
Analisis data penelitian dengan uji t tidak berpasangan didapatkan hasil
bahwa terdapat hubungan bermakna antara variabel RLPP dengan kadar gula
darah puasa (p = 0,000). Selain itu, hasil uji korelasi untuk variabel RLPP juga
menunjukkan bahwa ada korelasi bermakna antara RLPP dan kadar GDP (p =
0,000). Nilai korelasi positif dari RLPP terhadap kadar GDP sebesar 0,791
menunjukkan bahwa semakin tinggi RLPP maka semakin tingi pula kadar GDP.
Kekuatan korelasi antara RLPP dan kadar GDP adalah sedang.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Page 57
Secara fisiologis, kadar gula darah diatur dalam konsentrasi normal
dengan fluktuasi sangat terbatas oleh insulin. Pada orang dengan obesitas, terdapat
peningkatan total lemak tubuh. Jaringan lemak memproduksi berbagai adipokin,
salah satunya adalah asam lemak bebas. Terdapat bukti yang kuat bahwa
pemaparan singkat oleh peningkatan asam lemak bebas pada jaringan perifer akan
menginduksi resistensi insulin. Mekanismenya melalui aktivasi jalur serin/treonin
kinase oleh metabolit asam lemak bebas yang akan mengurangi kemampuan
untuk mengaktifkan reseptor insulin. Pada pemaparan asam lemak bebas jangka
panjang di pankreas akan merusak fungsi dari sel β. Kondisi tersebut disebut
dengan lipotoksisitas. Manifestasi dari resistensi insulin ini ditandai dengan
peningkatan pada kadar gula darah puasa dan kadar gula darah sewaktu. Oleh
karena itu, berdasar teori maka nilai RLPP sebagai pengukur obesitas sentral
berhubungan dengan kadar gula darah puasa dan peningkatan dari nilai RLPP
akan diikuti oleh peningkatan kadar gula darah puasa.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Despres (2006) yang
dilakukan pada populasi Amerika dan Eropa. Penelitian tersebut membuktikan
adanya hubungan antara IMT, RLPP, dan lingkar pinggang terhadap kadar
glukosa tubuh, dengan RLPP mempunyai korelasi paling kuat dibandingkan
pengukuran antropometri lain terhadap kadar glukosa darah.
Penelitian Bigaard et al.(2004) juga menyebutkan bahwa terdapat
hubungan antara RLPP dengan kondisi metabolik tubuh, salah satunya adalah
kadar gula darah puasa. Dalam penelitian yang dilakukan di Denmark ini,
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Page 58
dikatakan bahwa angka kematian yang terjadi akibat risiko perubahan metabolik
berbanding lurus dengan peningkatan nilai RLPP.
Penelitian penulis juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan
Scheneider et al.(2007). Scheneider mengungkapkan bahwa pengukuran RLPP
merupakan pengukuran antropometri indikator obesitas terbaik untuk
memprediksikan risiko kardiometabolik dibandingkan IMT, lingkar pinggang dan
lingkar pinggul.
Manfaat dari hasil hubungan yang bermakna dan korelasi yang kuat antara
RLPP dan kadar gula darah puasa adalah dapat diterapkannya pengukuran RLPP
sebagai skrining awal yang mudah, murah dan tidak invasif pada individu dengan
faktor risiko tingi menderita DM atau sindrom metabolik.
Untuk variabel IMT, hasil analisis data menggunakan uji t tidak
berpasangan menunjukkan bahwa hubungan IMT dengan kadar gula darah puasa
secara statistika tidak bermakna (p = 0,217). Hasil uji korelasi yang dilakukan
juga menunjukkan bahwa tidak ada korelasi bermakna antara IMT dan kadar gula
darah puasa (p = 0,356).
Hasil dari penelitian penulis ini untuk variabel IMT tidak sesuai dengan
sebagian besar penelitian-penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa
terdapat hubungan antara IMT dengan kadar gula darah puasa (Despres, 2006;
Eyben et al., 2003; Scheneider et al., 2007; Vazquez et al., 2007).
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Page 59
Perbedaan hasil penelitian ini dengan penelitian yang lain kemungkinan
dikarenakan beberapa hal sebagai berikut :
a. Teknik pemilihan sampel menggunakan teknik non random sampling. Teknik
ini lebih dipilih dalam penelitian dibandingkan random sampling karena lebih
praktis dan mudah. Kesahihan sampel non random sampling terletak pada
berapa besar karakteristik sampel yang dipilih menyerupai karakteristik
sampel bila pemilihan dilakukan dengan cara probability sampling.
b. Jumlah sampel yang minimal. Penelitian ini menggunakan pendekatan studi
cross sectional, sehingga seharusnya dibutuhkan jumlah sampel yang cukup
banyak. Akan tetapi, karena keterbatasan waktu dan pemenuhan kriteria
inklusi serta eksklusi maka sampel yang digunakan hanya sebatas jumlah
minimal berdasar rumus penghitungan.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Page 60
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas dapat diambil
simpulan sebagai berikut :
1. Tidak terdapat hubungan antara IMT dengan kadar gula darah puasa.
2. Terdapat hubungan antara RLPP dengan kadar gula darah puasa.
3. RLPP mempunyai korelasi lebih kuat terhadap kadar gula darah puasa
dibandingkan IMT terhadap kadar gula darah puasa.
B. Saran
Dengan mempertimbangkan hasil penelitian, Penulis memberikan saran
sebagai berikut :
1. Perlu dilakukan sosialisasi yang lebih mendalam kepada masyarakat
mengenai efek negatif perubahan toleransi glukosa yang mengarah ke
insiden DM tipe II pada orang dengan obesitas sentral.
2. Tingginya prevalensi obesitas pada hasil penelitian ini, kepada warga
Perumahan Griya Binangun Asri yang telah dijadikan sampel, perlu
dilakukan penyuluhan mengenai perubahan gaya hidup dengan diit
dan olahraga yang teratur.
3. Perlunya diterapkan pengukuran antropometri RLPP pada pasien yang
berkunjung ke pusat-pusat pelayanan kesehatan sebagai skrining awal
adanya obesitas sentral dan faktor risiko kardiometabolik yang
disebabkan oleh obesitas tersebut.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Page 61
4. Perlu dilakukan penelitian dan kajian mendalam untuk menentukan
metode pengukuran antropometri tubuh yang paling baik dalam
memprediksikan kemungkinan kejadian faktor risiko kardiometabolik
pada obesitas.
5. Dapat memanfaatkan hasil penelitian ini sebagai bahan acuan pada
penelitian lanjut yang berkaitan dengan pendalaman masalah resistensi
insulin.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Page 62
DAFTAR PUSTAKA
Basu R, Pajvani UB, Rizza RA, Scherer PE. 2007. Selective downregulation of the high–molecular weight form of adiponectin in hyperinsulinemia and type 2 diabetes. Differential regulation from nondiabetic subjects. Diabetes 56:2174–2177.
Bigaard J, Frederiksen K, Tjønnelan A, Thomsen BL, Overvad K, Heitmann BL, Sørensen TI. 2004. Waist and hip circumferences and all-cause mortality: usefulness of the waist-to hip ratio. International Journal of Obesity 28:741–747.
Bray GA, Lovejoy JC, Smith SR, DeLany JP, Lefevre M, Hwang D, Ryan DH, York DA. 2002. Recent advances in nutritional sciences. The influence of different fats and fatty acid on obesity, insulin resistance, and inflammation. J Nutr 132:2488–2491.
Cani PD, Amar J, Iglesias MA. 2007. Metabolic endotoxemia initiates obesity and insulin resistance. Diabetes care 56:1761–1772.
Chan DC, Watts GF, Barrett PH, Burke V. 2002. Waist circumference, waist-to-hip ratio, and body mass index as predictors of adipose tissue compartments in men. Q J Med 441–447.
Chandran M, Phillips SA, Ciaraldi T, Henry RR. 2003. Adiponectin : More Than Just Another Fat Cell Hormone ?. Diabetes Care 26:2442-2450.
Dahlan MS. 2005. Statistika untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta:
PT. Arkans Daniels SR, Steinberger J. 2003. Obesity, insulin resistance, diabetes, and
cardiovascular risk in children: An american hearts association scientific statement from the atheroclerosis, hypertensy, and obesity in the young committee (council and nutrition, physical activity, and metabolism). Circulation 107:1448–1453.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Page 63
Daniels SR. 2009. The use of BMI in the clinical setting. Pediatrics 124:S35–S41. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Tahun 2030 prevalensi
diabetes melitus di Indonesia mencapai 21,3 juta orang. http://www.depkes.go.id/index.php. (15 Maret 2010)
Després J. 2006. Abdominal obesity: the most prevalent cause of the metabolic
syndrome and related cardiometabolic risk. European Heart Journal Supplements 8:B4–B12.
Eckel RH and Bonow RO. 2003. Diet, obesity, and cardiovascular risk. N Engl J
Med 348:2057–2058. Esqueda A, Aguilar-Salinas CA, Velazquez-Monroy O, Gómez FJ, Rosas PM.,
Mehta R et al. 2004. The body mass index is a less-sensitive tool for detecting cases with obesity-associated co-morbidities in short stature subjects. International Journal of Obesity 28:1443–1450.
European Health Risk Monitoring. 2002. Recommendation for indicators,
international collaboration, protocol and manual of operations for chronic disease risk factor surveys. EHRM.
Eyben VF, Mouritsen E, Holm J, Montvilas P, Dimcevski G, Sucius G et al. 2003.
Intra-abdominal obesity and metabolic risk factors: a study of young adults. International Journal of Obesity 27 : 941–949.
Froguel P. 2004. Obesity: mechanisms and clinical management. N Engl J Med
350:1691–1692. Gandasoebrata R. 2006. Penuntun laboratorium klinik. Jakarta : Dian Rakyat, pp:
7-8. Grundy SM. 2004. Obesity, metabolic syndrome, and cardiovascular disease. J
Clin Endocrinol Metab 89(6):2595–2600.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Page 64
Grundy SM, Chair, Cleeman JI, Daniels SR, Donato KA, Eckel RH et al. 2005. Diagnosis and management of the metabolic syndrome. Circulation 112: e285-e290.
Hossain P, Kawar B, and El Nahas M. 2007. Obesity and diabetes in the
developing world–a growing challenge. N Engl J Med 356:213–215. Huxley R, Mendis S, Zheleznyakov E, Reddy S, and Chan J. 2010. Body mass
index, waist circumference and waist:hip ratio as predictors of cardiovascular risk—a review of the literature. European Journal of Clinical Nutrition 64 :16–22.
James PT, Lear SA, KO GT, and Kumanyika S. 2010. Appropriateness of waist
circumference and waist-to-hip ratio cutoffs for different ethnic groups. European Journal of Clinical Nutrition 64:42-61.
Janghorbani M, Amini M, Rezvanian H, Gouya MM, Delavari A, Alikhani S et
al. 2008. Association of body mass index and abdominal obesity with marital status in aduts. Arch Iranian Med 11:274–281.
Kahn R, Buse J, Ferannini E, and Stern M. 2005. The metabolic syndrome: time
for a critical appraisal. Diabetes Care 28:2289-2304. Ketel IJ, Volman MN, Seidell JC, Stehouwer CD, Twisk JN, and Lambalk CB.
2007. Superiority of skinfold measurements and waist over waist to hip ratio for determination of body fat distribution in a population-based cohort of Caucasian Dutch adults. European Journal of Endocrinology 156:655–661.
Labib M. 2003. The investigation and management of obesity. J Clin Pathol
56:17-25. Lang P, Van Harmelen V, Rydén M, Kaaman M, Parini P, Carneheim C et al.
2008. Monomeric tartrate resistance acid phophatase induces insulin sensitive obesity. PLoS ONE 3(3):e1713.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Page 65
Lear SA, Humphries KH, Frohlich JJ, and Birmingham CL. 2007. Appropriateness of current thresholds for obesity-related masures among Aboriginal people. CMAJ 177:1499–1505.
Liubov ,Noun B , and Laor A. 2003 Relationship of Neck Circumference to
Cardiovascular Risk Factors. Obesity Research 11:226 –231. Lteif AA and Mather KJ. 2005. Obesity, insulin resistance, and the methabolic
syndrome. Determinants of endothelial dysfunction in whites and blacks. Circulation 112:32–38.
Mahan, Adair, and Popkin BM. 2002. Ethnic differences in the association betwen
body mass index and hypertension. Am J Epidemiology 155:346-353. Marques BG, Hausman DB, and Martin RJ. 1998 Association of fat cell size and
paracrine growth factors in development of hyperplastic obesity. Am J Physiol 275:R1898–R1908.
Matereau. 2010. Pemeriksaan darah hemoglobin dan glukosa darah.
http://materiuas.wordpress.com/2010/01/26/pemeriksaan-darah-hemoglobin-dan-glukosa-darah-2/. (5 April 2010).
McLaughlin T, Abbasi F, Lamendola C, Liang L, Reaven G, Schaaf P et al. 2002.
Differentiation between obesity and insulin resistance in the association with C-Reactive protein. Circulation 106:2908–2912.
Merentek E. 2006. Resistensi insulin pada diabetes mellitus tipe 2. Cermin Dunia
Kedokteran 150:38-41. Mirmiran P, Ezmaillzadeh, and Azizi F. 2004. Detection of cardiovascular risk
factors by anthropometric measures in Tehranian adults: receiver operating characteristic (ROC) curve analysis. European Journal of Clinical Nutrition 58:1110–1118.
Misra A. 2003. Revisions of cutoffs of body mass index to define overweight and
obesity are needed for the Asian-ethnic groups. International Journal of Obesity 27:1294–1296.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Page 66
Nygaard HA. 2008. Measuring Body Mass Index (BMI) in nursing home residents: the usefulness of measurementof arm span. Scandinavian Journal of Primart Health Care 26:46–49.
Ogden CL, Yanovski SZ, Carrol MD, and Flegal KM. 2007. The epidemiology
of obesity. Gastroenterology 132: 087–2102. Perseghin G, Petersen K, Shulman GI. 2003. Cellular mechanism of insulin
resistance: potential links with inflammation. International Journal of Obesity 27:S6–S11.
Poston C, Walker S, and Foreyt JP. 2002. Body mass index: uses and limitations.
Strength & Conditioning Journal 24:15–17. Priyanto. 2004. Analisa gas darah. www. Priyantoblogspot.com. (5 April 2010). Reaven GM. 2006. The metabolic syndrome: is this diagnosis necessary? Am J
Clin Nutr 83:1237–1247. Riset Kesehatan Dasar. 2007. Tinjauan Nutrisi. riskesdas-
[email protected] (4 April). Sacher RA, Mcpherson RA. 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan
Laboratorium. Edisi 11. Jakarta : EGC, pp : 519-520. Sampei MA, Novo NF, Juliano Y, Colugnati FA, and Sigulem DM. 2003.
Anthropometry and body composition in ethnic Japanese and Caucasian adolescent girls: considerations on ethnicity and menarche. International Journal of Obesity 27:1114–1120
Sastroasmoro S. 2008. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FK UI. Jakarta: Binarupa Aksara.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Page 67
Schneider HJ, Glaesmer H, Klotsche J, Böhler S, Lehnert H, Zeiher AM et al. 2007. Accuracy of anthropometric indicators of obesity to predict cardiovascular risk. J Clin Endocrinol Metab 92:589–584.
Snijder MB, Heine RJ, Seidell JC, Bouter LM, Stehouwer CD, Nijpels G et al.
2006. Associations of adiponectin levels with incident impaired glucose metabolism and type 2 diabetes in older men and women. Diabetes Care 29:2498–2503.
Steinberger J and Daniels SR. 2003. Obesity, insulin resistance, diabetes, and
cardiovascular risk in children: an american heart association scientific statement from the atherosclerosis, hypertension, and obesity in the young committee and the diabetes committee. Circulation 107;1448-1453.
Susilowati. 2008. Pengukuran status gizi dengan antropometri gizi. Cimahi:
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan. Tataranni PA. 2002. Pathophysiology of obesity-induced insulin resistance and
type 2 diabetes mellitus. European Review for Medical and Pharmacological Sciences 6: 27-32.
Terauchi Y, Matsui J, Kamon J, Yamauchi T, Kubota N. Komeda K et al. 2004.
Increased serum leptin protects from adiposity despite the increased glucose uptake in white adipose tissue in mice lacking p85α phosphoinositide 3-kinase. Diabetes 53:2261–2270.
Trujillo ME and Scherer PE. 2005. Adiponectin–journey from an adipocyte
secretory protein to biomarker of the metabolic syndrome. Journal of Internal Medicine 257:167–175.
Vasquez G, Duval S, Jacobs DR, and Silventoinen K. 2007. Comparison of body
mass index, waist circumference, and waist/hip ratio in predicting incident diabetes: a meta-analysis. Epidemiol Rev 29:115–128.
World Health Organization. 2002. Report workshop on obesity prevention and
control strategies in the pacific. Manila: World Health Organization Regional Office for the Western Pacific
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Page 68
World Health Organization. 2004. Appropriate body-mass index for Asian
populations and its implications for policy and intervention strategies. Lancet 363:157–163.
World Health Organization. 2010. Obesity and overweight: programmes and project of global strategy on diet, physical activity and health. Geneva, Switzerland : WHO document production services. p: 1
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Page 69
Lampiran 1. Lembar Persetujuan Sampel
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI SUBYEK PENELITIAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama :
Usia :
Alamat :
Menyatakan bersedia untuk menjadi sampel dalam penelitian dengan judul
“Hubungan Indeks Massa Tubuh dan Rasio Lingkar Pinggang Pinggul ( RLPP)
dengan Kadar Gula Darah Puasa’’ secara sukarela dan tanpa paksaan.
Pengasih, … Mei 2010
( )
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Page 70
Lampiran 2. Hasil Uji Statistik
Distribusi Data
Descriptive Statistics
N Range Minimum Maximum Mean Std. Deviation
UMUR 42 33 25 58 43.90 8.658
IMT 42 18.62 15.80 34.42 23.5950 3.39461
RLPP 42 .21 .77 .98 .8838 .06484
GDP 42 80 76 156 106.86 20.473
Valid N (listwise) 42
Variabel IMT
Case Processing Summary
Indeks
Masa
Tubuh
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Kadar Gula darah puasa 1 26 100.0% 0 .0% 26 100.0%
2 16 100.0% 0 .0% 16 100.0%
Tests of Normality
Indeks
Masa
Tubuh
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Kadar Gula darah puasa 1 .154 26 .115 .919 26 .042
2 .131 16 .200* .953 16 .544
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Page 71
Hasil transformasi data
Tests of Normality
Indeks
Masa
Tubuh
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
trans_gdp 1 .157 26 .099 .923 26 .054
Independent Samples Test
t-test for Equality
T Df Sig. (2-tailed) Mean Difference
Std. Error
Difference
trans_gds Equal variances assumed -1.134 40 .264 -.02829 .02495
Equal variances not
assumed
-1.254 39.862 .217 -.02829 .02256
Variabel RLPP
Case Processing Summary
Rasio
Lingkar
PP
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Kadar Gula darah puasa 1 12 100.0% 0 .0% 12 100.0%
2 30 100.0% 0 .0% 30 100.0%
Tests of Normality
Rasio
Lingkar
PP
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Kadar Gula darah puasa 1 .135 12 .200* .966 12 .861
2 .123 30 .200* .948 30 .149
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Page 72
Independent Samples Test
t-test for Equality
T Df Sig. (2-tailed)
Mean
Difference Std. Error Difference
Kadar Gula
darah puasa
Equal
variances
assumed
-8.183 40 .000 -32.800 4.008
Equal
variances
not
assumed
-11.892 38.840 .000 -32.800 2.758
Uji Korelasi
Correlations
Indeks Masa
Tubuh
Kadar Gula
darah puasa Rasio Lingkar PP
Indeks Masa Tubuh Pearson Correlation 1 .146 .279
Sig. (2-tailed) .356 .073
N 42 42 42
Kadar Gula darah puasa Pearson Correlation .146 1 .791**
Sig. (2-tailed) .356 .000
N 42 42 42
Rasio Lingkar PP Pearson Correlation .279 .791** 1
Sig. (2-tailed) .073 .000
N 42 42 42
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Page 73
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.