KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok i PT. PERTAMINA EP - PPGM KATA PENGANTAR Peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia menyebutkan bahwa segala bentuk rencana usaha dan/atau kegiatan yang memberikan dampak besar dan penting terhadap lingkungan diharuskan melakukan telaah dampak yang terjadi, dalam bentuk dokumen AMDAL. Dokumen tersebut merupakan salah satu bentuk studi kelayakan dari sudut pandang aspek lingkungan. Undang-undang yang mengatur mengenai hal tersebut adalah Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang diikuti dengan peraturan perundang- undangan dibawahnya yang lebih rinci, yaitu Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1996 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Kegiatan Proyek Pengembangan Gas Matindok (PPGM) di Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah, merupakan salah satu kegiatan yang memerlukan kajian AMDAL guna mengantisipasi terjadinya dampak negatif dan mengoptimalkan dampak positifnya. Kepada pihak-pihak yang terkait ataupun yang berkepentingan dengan adanya rencana usaha/kegiatan tersebut dapat memberikan saran/pendapat guna memperbaiki dokumen ini. Jakarta, November 2007 General Manajer PPGM, Suryasumirat
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok i
PT. PERTAMINA EP - PPGM
KATA PENGANTAR
Peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia menyebutkan bahwa segala
bentuk rencana usaha dan/atau kegiatan yang memberikan dampak besar dan penting terhadap
lingkungan diharuskan melakukan telaah dampak yang terjadi, dalam bentuk dokumen AMDAL.
Dokumen tersebut merupakan salah satu bentuk studi kelayakan dari sudut pandang aspek
lingkungan.
Undang-undang yang mengatur mengenai hal tersebut adalah Undang-Undang No. 23
Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang diikuti dengan peraturan perundang-
undangan dibawahnya yang lebih rinci, yaitu Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1996 tentang
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).
Kegiatan Proyek Pengembangan Gas Matindok (PPGM) di Kabupaten Banggai Sulawesi
Tengah, merupakan salah satu kegiatan yang memerlukan kajian AMDAL guna mengantisipasi
terjadinya dampak negatif dan mengoptimalkan dampak positifnya.
Kepada pihak-pihak yang terkait ataupun yang berkepentingan dengan adanya rencana
usaha/kegiatan tersebut dapat memberikan saran/pendapat guna memperbaiki dokumen ini.
Jakarta, November 2007General Manajer
PPGM,
Suryasumirat
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok ii
PT. PERTAMINA EP - PPGM
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR iDAFTAR ISI iiDAFTAR TABEL vDAFTAR GAMBAR viiiDAFTAR LAMPIRAN x
BAB 1. PENDAHULUAN1.1. Latar Belakang I-11.2. Tujuan dan Manfaat I-2
1.2.1. Tujuan 1-21.2.2. Manfaat 1-3
1.3. Peraturan I-3
BAB 2. RUANG LINGKUP STUDI2.1. Lingkup Rencana Kegiatan yang Akan Ditelaah dan Alternatif Komponen
Rencana KegiatanII-1
2.1.1. Status dan Lingkup Rencana Kegiatan yang Akan Ditelaah II-12.1.1.1. Status Studi AMDAL II-12.1.1.2. Kesesuaian Lokasi Rencana Kegiatan dengan Tata Ruang
SetempatII-2
2.1.1.3. Uraian Rencana Kegiatan Penyebab Dampak II-52.1.1.3.1. Uraian Umum Rencana Kegiatan II-52.1.1.3.2. Rencana Kegiatan yang Diduga Akan Menim-
bulkan DampakII-36
2.1.1.4. Kegiatan-Kegiatan yang ada di Sekitar Rencana LokasiKegiatan dan Dampaknya Terhadap Lingkungan
II-71
2.2. Lingkup Rona Lingkungan Hidup Awal II-742.2.1. Komponen Geo-Fisik-Kimia II-74
2.2.1.1. Iklim, Kualitas Udara dan Kebisingan II-742.2.1.2. Fisiografi dan Geologi II-792.2.1.3. Hidrologi dan Kualitas Air II-862.2.1.4. Kondisi Hidro-Oseanografi II-932.2.1.5. Ruang, Lahan dan Tanah II-1002.2.1.6. Transportasi II-104
2.2.2. Komponen Biologi II-1052.2.2.1. Biota Darat II-1052.2.2.2. Biota Air II-107
2.2.3. Komponen Sosial II-1072.2.3.1. Kependudukan II-1072.2.3.2. Sosial Ekonomi II-1132.2.3.3. Sosial Budaya II-119
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok iii
PT. PERTAMINA EP - PPGM
2.2.4. Komponen Kesehatan Masyarakat II-1232.2.4.1. Sumberdaya Kesehatan II-1232.2.4.2. Derajat Kesehatan Masyarakat II-1252.2.4.3. Kesehatan Lingkungan II-128
2.3. Pelingkupan II-1282.3.1. Proses Pelingkupan II-1282.3.2. Hasil Pelingkupan II-165
2.3.2.1. Dampak Penting Hipotetik II-1652.3.2.2. Lingkup Wilayah Studi dan Batas Waktu Kajian II-167
BAB 3. METODE STUDI3.1. Metode Pengumpulan dan Analisis Data III-1
3.1.1. Komponen Geo-Fisik-Kimia III-23.1.1.1. Iklim, Kualitas udara Ambien, Kebisingan, Kebauan dan
GetaranIII-2
3.1.1.1.1. Iklim III-23.1.1.1.2. Kualitas udara, kebisingan dan kebauan III-6
3.1.1.2. Fisiografi dan Geologi III-73.1.1.3. Hidrologi dan Kualitas Air III-10
3.1.1.3.1. Hidrologi III-103.1.1.3.2. Kualitas Air III-13
3.1.1.4. Hidro-Oseanografi III-183.1.1.5. Ruang, Lahan dan Tanah III-233.1.1.6. Transportasi Darat III-25
3.1.2. Komponen Biologi III-303.1.2.1. Biota Air Tawar III-30
1.1. Peraturan Perundang-Undangan yang Berlaku Sebagai Dasar Pelaksanaan StudiAMDAL PPGM Di Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah
I-4
2.1. Luas Tapak Proyek Termasuk Kebutuhan Lahan Prasarana dan Sarana Lain II-52.2. Komposisi Gas Hasil Produksi Gas Blok Matindok (dalam % mol) II-72.3. Umur Kegiatan Pengembangan Lapangan Gas Matindok II-82.4. Rencana Sumur Pengembangan Blok Matindok II-132.5. Kebutuhan Spesifikasi dan Jumlah Tenaga Kerja Pemboran Per Sumur
PengembanganII-37
2.6. Kebutuhan Spesifikasi dan Jumlah Tenaga Kerja Pembangunan BS dan GPF II-382.7. Kebutuhan Spesifikasi dan Jumlah Tenaga Kerja Pembangunan Transmisi Gas II-392.8. Kebutuhan Spesifikasi dan Jumlah Tenaga Kerja Pembangungan GPF II-402.9. Kebutuhan Spesifikasi dan Jumlah Tenaga Kerja Pembangunan Kilang LNG II-412.10. Peralatan Konstruksi Kilang LNG II-442.11. Kebutuhan Spesifikasi dan Jumlah Tenaga Kerja Operasional dalam Satu Unit
GPFII-58
2.12. Kebutuhan Spesifikasi dan Jumlah Tenaga Kerja Penyaluran Gas dan Kondensat II-592.13. Emisi Udara Kilang LNG II-662.14 Data Iklim Wilayah Studi II-742.15. Jumlah dan Lokasi Pengambilan Sampel Untuk Kualitas Udara, Kebisingan dan
KebauanII-75
2.16. Konversi ISPU Menjadi Skala Kualitas Lingkungan II-762.17. Hasil Analisis Kualitas Udara dan Kebauan II-772.18. Rona Lingkungan Awal Kualitas Udara & Kebauan di Sekitar Rencana Kegiatan II-782.19. Hasil Pengukuran Tingkat Kebisingan II-792.20. Lokasi Pengambilan Sampel Untuk Kualitas Air Tanah II-872.21. Hasil Analisis Kualitas Air Sumur Penduduk II-882.22. Rekapitulasi Skala Kualitas Lingkungan Air Sumur Penduduk II-892.23. Lokasi Pengambilan Sampel Untuk Kualitas Air Sungai II-892.24. Hasil Analisis Kualitas Air Sungai II-902.25. Rekapitulasi Skala Kualitas Lingkungan Air Sungai II-912.26. Debit Harian Rata-Rata Sungai Batui, Kabupaten Banggai II-922.27. Konstanta Pasut Yang Diperoleh Dari Pengukuran 15 Hari II-952.28. Jumlah Penduduk Menurut Rasio dan Jenis Kelamin di Wilayah Studi Tahun 2004 II-1072.29. Jumlah Penduduk Menurut Kelahiran, Kematian, Datang dan Pergi di Wilayah
Studi Tahun 2004II-108
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok vi
PT. PERTAMINA EP - PPGM
2.30 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Rasio Beban Tanggungan diKecamatan di Wilayah Studi Tahun 2004
II-109
2.31. Penduduk Berumur 5 Tahun Keatas Menurut Pendidikan Per Kecamatan diWilayah Studi Tahun 2004
II-110
2.32. Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas Menurut Lapangan Pekerjaan perKecamatan di Wilayah Studi Tahun 2004
II-111
2.33. Produk Domestik Regional Bruto Kab. Banggai Atas Dasar Harga BerlakuMenurut Lapangan Usaha Tahun 1999 – 2003 (juta rupiah)
II-114
2.34. Distribusi Persentase Produk Domestik Regional Bruto Kab. Banggai Atas DasarHarga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 1999 – 2003 (%)
II-115
2.35. Banyaknya Pemeluk Agama Menurut Kecamatan di Wilayah Studi Tahun 2004 II-1222.36. Banyaknya Tempat Ibadah Menurut Kecamatan di Wilayah studi Tahun 2004 II-1222.37. Jumlah sarana Kesehatan Menurut Jenis Sarana dan Status Kepemilikan di Kab.
Banggai Tahun 2003II-123
2.38. Banyaknya Dokter Menurut Kecamatan di Kab. Banggai Tahun 2003 II-1242.39. Persentase Sepuluh Besar Penyakit di Kab. Banggai Tahun 2003 II-1262.40. Ringkasan Jenis-jenis dampak hipotetik Rencana Kegiatan Proyek
Pengembangan Gas Matindok Di Kabupaten Banggai Sulawesi TengahII-166
2.41. Desa/Kelurahan yang Menjadi Batas Sosial Rencana Kegiatan PengembanganGas Matindok di Kab. Banggai Sulawesi Tengah
II-169
2.42. Desa/Kelurahan yang Menjadi Batas Administrasi Kegiatan Pengembangan GasMatindok di Kab. Banggai Sulawesi Tengah
II-170
3.1. Penggolongan Tipe Iklim III-53.2. Parameter, Metode Pengumpulan dan Analisis Data untuk Kualitas Udara,
Kebisingan dan KebauanIII-7
3.3. Aspek-aspek Relief yang Merupakan Gabungan yang Erat Antara Topografi,Kemiringan Lereng dan Beda Tinggi Relatif
III-8
3.4. Parameter, Metode Pengumpulan dan Analisis Data Fisiografi, Tanah dan Geologi III-93.5. Parameter, serta Metode Pengumpulan dan Analisis Data Hidrologi III-103.6. Parameter Kualitas Air Tanah/Sumur yang akan diukur (Sesuai PERMENKES
907/MENKES/SK/VII/2002)III-13
3.7. Parameter Kualitas Air Permukaan yang akan diukur (Sesuai PP RI No. 82 Tahun2001)
III-14
3.8. Parameter, Teknik Pengujian, Spesifikasi Metode Pengujian Kualitas Air III-173.9. Parameter Kualitas Air Laut untuk Perairan Pelabuhan (Sesuai dengan
KEPMENLH No. 51 Tahun 2004)III-20
3.10. Parameter, Metode Pengumpulan dan Analisis Data Hidro-Oseanografi III-213.11. Perbandingan Koefisien Pecah Gelombang dan Faktor Skala Pecah Gelombang III-233.12. Faktor Penyesuaian Lebar Jalur III-263.13. Faktor Penyesuaian Distribusi Hambatan Samping Jalan Dengan Bahu (FCsf) III-273.14. Faktor Penyesuaian Distribusi Hambatan Samping Jalan dengan Kereb (FCsf) III-273.15. Faktor Penyesuaian Ukuran Kota III-283.16. Faktor Penyesuaian Distribusi Arah (Jalan tanpa median) III-283.17. Kapasitas Dasar (Co) III-283.18. Skala Kualitas Lingkungan Penutupan Terumbu Karang III-333.19. Metode Sampling/Analisis Data dan Peralatan Untuk Pengamatan Komponen
BiologiIII-36
3.20. Lokasi Pengambilan Sampel Komponen Sosial III-37
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok vii
PT. PERTAMINA EP - PPGM
3.21. Parameter, Metode Pengumpulan dan Analisis Data Demografi, Sosial Ekonomidan Sosial Budaya
III-42
3.22. Lokasi Pengambilan Sampel Komponen Kesehatan Masyarakat III-433.23. Parameter, Metode Pengumpulan dan Analisis Data Kesehatan Masyarakat III-443.24. Komponen/Parameter Lingkungan, Metode Pengumpulan dan Lokasi
Pengambilan DataIII-46
3.25. Ringkasan Hasil Analisis Data dan Skala Kualitas Lingkungan Awal Masing-masing Parameter Lingkungan Yang Terkena Dampak
III-54
3.26. Metode Prakiraan Besaran Dampak Untuk Masing-Masing Parameter LingkunganPada Jenis-Jenis Dampak Hipotetik
III-55
3.27. Ringkasan Hasil Prakiraan Besaran Dampak Rencana Kegiatan ProyekPengembangan Gas Matindok Di Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah
III-57
3.28. Pembobotan Paramater Penentu Tingkat Kepentingan Dampak III-603.29. Penentuan Tingkat Kepentingan Dampak III-613.30. Ringkasan Hasil Penentuan Tingkat Kepentingan Dampak Kegiatan Proyek
Pengembangan Gas Matindok Di Kabupaten Banggai Sulawesi TengahIII-62
3.31. Ringkasan Hasil Evaluasi Dampak Penting III-644.1. Susunan Tim Pelaksana Studi AMDAL IV-24.2. Jadwal Rencana Penyusunan Studi AMDAL PT. Pertamina EP-Matindok Sulawesi
TengahIV-5
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok viii
PT. PERTAMINA EP - PPGM
DAFTAR GAMBAR
2.1. Peta Rencana Lokasi Kegiatan PPGM II-32.2. Peta RTRW Kabupaten Banggai yang Termasuk Dalam Wilayah Studi II-42.3. Diagram Blok Rencana Pengembangan Tahap 1 II-92.4. Skema Rencana Pengembangan Tahap 2 II-92.5. Diagram Alir Blok Pengembangan Blok Matindok 2026 II-92.6. Stratigrafi Regional Cekungan Banggai – Sula, Lengan Timur Sulawesi II-122.7. Lokasi Block Station Donggi dan Flowline II-142.8. Lokasi Block Station Matindok dan Flowline II-152.9. Lokasi Block Station Maleoraja dan Flowline II-15
2.10. Lokasi Block Station Sukamaju dan Flowline II-162.11. Lokasi Block Station Minahaki dan Flowline II-162.12. Flowline Diagram II-172.13. Diagram Alir Block Station/Gathering Station II-192.14. Skema Kerja Dehydration Plant II-202.15. Diagram Alir Acid Gas Removal Unit II-222.16. PFD Acid Removal dan Sulvur Recovery Unit (Claus Process) II-242.17. Disain Peletakan Pipa Sejajar Jalan Raya II-492.18. Disain Peletakan Typical Highway Crossing II-492.19. Disain Peletakan Typical River Crossing Di Bawah Dasar Sungai II-502.20. Peta Kegiatan Lain di Sekitar Lokasi Rencana Kegiatan II-732.21. Peta Geologi Daerah Batui II-812.22. Peta Seismicity Sulawesi dari Tahun 1900 II-852.23. Peta Batimetri Wilayah Studi dan Calon Lokasi Rencana Pelabuhan II-942.24. Penggambaran Muka air Pasang Surut di Tanjung Kanali II-962.25. Mawar Angin Maksimum di Wilayah Studi II-972.26. Mawar Gelombang Maksimum II-982.27. Mawar Arus Pasang Surut II-992.28. Rencana Struktur Ruang Wilayah Kabupaten Banggai II-1012.29. Pola Pemanfaatan Ruang Skenario Moderat II-1022.30. Bagan Alir Identifikasi Dampak Potensial Rencana Kegiatan Pengembangan Gas
Matindok PT Pertamina di Kab. BanggaiII-131
2.31. Kerangka Proses Pelingkupan Isu Pokok Rencana Kegiatan Pengembangan gasMatindok PT Pertamina di Kab. Banggai
II-132
2.32. Peta Batas Wilayah Studi AMDAL II-1713.1. Poligon Thiessen III- 43.2. Grafik Penentuan Tipe Hujan Menurut Schmidt dan Fergusson (1951) III- 53.3. Peta Rencana Pengambilan Sampel III- 45
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok ix
PT. PERTAMINA EP - PPGM
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Pengumuman Rencana Kegiatan Proyek Pengembangan Gas Matindok
Lampiran 2. Berita Acara Konsultasi Masyarakat Proyek Pengembangan Gas Matindok
Lampiran 3. Foto-foto Kegiatan Konsultasi Masyarakat
Lampiran 4. Daftar Peralatan Berat dan Ringan
Lampiran 5. Peta – Peta
Lampiran 6. Kuesioner Komponen Sosial dan Kesehatan Masyarakat
Lampiran 7. Riwayat Hidup Penyusun Dokumen AMDAL
Lampiran 8. Lain-lain (Kep. MPE No. 300K/38/MPE/1997, Codes and Standards)
Lampiran 9. Gambar-Gambar Pelabuhan Khusus Kilang LNG
Lampiran 10. Gambar Diagram Alir Kilang LNG ”Donggi-Senoro” yang Disederhanakan
Lampiran 11. List of Code, Standard, and Reference
Lampiran 12. Skala Kualitas Lingkungan
Lampiran 13. Tanggapan Notulensi Rapat Tim Teknis dan Komisi Penilai AMDAL Pusat
Pembahasan KA-ANDAL PPGM
Lampiran 14. Surat Persetujuan KA. ANDAL
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok I-1
PT PERTAMINA EP - PPGM
Bab-1PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
PT. PERTAMINA EP merencanakan akan mengembangkan lapangan gas yang terletak di
Kabupaten Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah. Untuk merealisasikan kegiatan tersebut, dibentuk
Pengelola yaitu Proyek Pengembangan Gas Matindok (PPGM). Pada saat penyusunan dokumen
ini, peran PT PERTAMINA mengalami perubahan sesuai dengan Undang-Undang No. 22 Tahun
2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, di mana tugas manajemen Kegiatan Minyak dan Gas Bumi
Hulu dipindahkan dari Pertamina menjadi tugas Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi
(BPMIGAS). Sesuai dengan Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi
tersebut PT PERTAMINA (Persero) membentuk anak perusahaan yaitu PT Pertamina-EP yang
khusus menangani dalam Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. PT Pertamina - EP dibentuk
berdasarkan Akta Notaris nomor 4 pada tanggal 13 September 2005.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok I-2
PT PERTAMINA EP - PPGM
PPGM merupakan proyek yang penting bagi industri minyak dan gas bumi di Indonesia
serta akan berperan penting dalam mempertahankan dan memperkuat posisi Indonesia sebagai
negara pengekspor LNG terbesar di dunia. Pembangunan PPGM sangat tepat waktu karena akan
meningkatkan kontribusi sektor minyak dan gas bumi dalam menyumbangkan devisa bagi
negara dan kemungkinan sebagian untuk substitusi BBM dalam negeri. LNG Arun yang terdapat
di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam sedang mengalami penurunan produksi. Oleh karena itu,
Proyek LNG ini akan memperkuat produksi LNG Indonesia yang dapat dipasarkan dan akan
menjadi pusat ekspor LNG keempat di Indonesia. PPGM diharapkan akan beroperasi pada tahun
2009.
Proyek Pengembangan Gas Matindok merupakan kegiatan pembangunan fasilitas yang
lengkap mulai dari memproduksi gas bumi dari sumur yang telah dieksplorasi maupun dari
rencana sumur pengembangan yang berasal dari 5 lapangan gas bumi, yaitu: lapangan-
lapangan gas Donggi, Matindok, Maleoraja, Sukamaju, dan Minahaki. Kemudian gas tersebut
disalurkan melalui pipa menuju kilang LNG, untuk kemudian gas tersebut dipasarkan melalui
pelabuhan menggunakan kapal tanker LNG.
Kemampuan produksi gas dari Blok Matindok diperkirakan ± 100 MMSCFD (gross),
dengan kandungan kondensat ± 850 bopd, dan air yang terikut diproduksikan diperkirakan ±
2500 bwpd, dengan prakiraan umur produksi 20 tahun yang didasarkan atas besarnya cadangan
gas yang ada dan hasil kajian keekonomian pengembangan lapangan. Gas yang diproduksi
mengandung CO2 ± 2,5%, Total Sulfur ± 3.000 ppm dan kemungkinan juga mengandung unsur
yang lainnya.
1.2. TUJUAN DAN MANFAAT
1.2.1. Tujuan
Tujuan Proyek ini adalah memproduksi gas bumi, menyalurkan gas ke kilang LNG, memproses
gas menjadi Liquid Natural Gas (LNG), serta mengangkut LNG dan hidrokarbon cair (kondensat)
ke pasaran. Dalam upaya untuk mencapai tujuan itu maka PPGM merencanakan akan
melakukan kegiatan pengembangan Sumur Gas, pembangunan Block Station (BS) atau Fasilitas
Pemrosesan Gas (Gas Processing Facility, disingkat GPF), pemasangan Pipa Penyalur Gas dan
pembangunan Fasilitas Kilang LNG, termasuk fasilitas pelabuhan laut khusus. Pelabuhan laut
khusus tersebut direncanakan akan dibangun pada dua alternatif lokasi yaitu di daerah
Kecamatan Batui dan Kecamatan Kintom Kabupaten Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok I-3
PT PERTAMINA EP - PPGM
1.2.2. Manfaat
Proyek Pengembangan Gas Matindok (PPGM) ini sangat bermanfaat secara ekonomi,
sosial dan teknologi bagi kepentingan lokal, regional, dan nasional. Manfaat PPGM itu antara
lain:
1. Tersedianya Gas, Liquid Natural Gas (LNG), hidrokarbon cair (kondensat) dan
belerang (sulphur)
2. Peningkatan pendapatan bagi Kabupaten Banggai (tingkat lokal), Provinsi Sulawesi
Tengah (tingkat regional) dan tingkat nasional melalui pajak dan royalti dari hasil
penjualan LNG, kondensat dan belerang (sulphur).
3. Memberikan peluang kerja dan usaha bagi masyarakat lokal, regional dan nasional
4. Peningkatan kemampuan bangsa dalam penguasaaan teknologi produksi gas.
Selain bermanfaat secara ekonomi, sosial dan teknologi, pelaksanaan Proyek
Pengembangan Gas Matindok ini diperkirakan akan dapat menimbulkan dampak negatif
terhadap beberapa komponen lingkungan hidup. Oleh karena itu PT Pertamina EP – PPGM
bermaksud melaksanakan studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) sebelum
dilakukan pembangunan fisik di lapangan. Hal ini sesuai dengan komitmen perusahaan untuk
berpartisipasi mewujudkan perlindungan terhadap lingkungan pada setiap kegiatan yang
dilakukan. Disamping itu, terkait dengan Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup, Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), serta Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.
11 Tahun 2006 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL). Hasil studi AMDAL pada dasarnya
berupa informasi tentang berbagai komponen kegiatan yang diprakirakan akan menimbulkan
dampak besar dan penting yang bersifat positif dan negatif, penilaian kelayakan lingkungan dari
rencana kegiatan tersebut.
1.3. PERATURAN
Di bawah ini adalah daftar peraturan dan perundang-undangan yang berlaku yang terkait
dengan rencana kegiatan dan peraturan sebagai dasar pelaksanan studi AMDAL (Tabel 1.1).
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok I-4
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 1.1. Peraturan Perundang-Undangan yang Berlaku Sebagai Dasar PelaksanaanStudi AMDAL PPGM Di Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah
A. Undang-UndangRepublik Indonesia Tentang Keterkaitan Dengan Rencana Kegiatan
1. Undang-Undang No. 5Tahun 1960
Pokok-pokok Agraria Terkait dengan pengadaan lahan
2. Undang-Undang No. 4Tahun 1985
Perikanan Terkait dengan kegiatan pemasangan pipa didasar laut
3. Undang-Undang No. 5Tahun 1990
Konservasi Sumberdaya AlamHayati dan Ekosistemnya
Terkait dengan keberadaan berbagai ekosistemalam dan adanya Cagar Alam Bangkiriang disekitar rencana kegiatan
4. Undang-Undang No. 14Tahun 1992
Lalulintas dan Angkutan Jalan Penggunaan jalan Provinsi dan jalan-jalan umumuntuk kegiatan proyek
5. Undang-Undang No. 21Tahun 1992
Pelayaran Terkait dengan adanya rencana pengangkutanLNG dengan moda kapal laut
6. Undang-Undang No. 23Tahun 1992
Kesehatan Terkait dengan pemeliharaan kesehatan pekerjadan masyarakat sekitar rencana kegiatan
7. Undang-Undang No. 26Tahun 2007
Penataan Ruang Terkait dengan kesesuaian lokasi rencanakegiatan dengan tata ruang
Terkait dengan upaya pengelolaan keaneka-ragaman hayati yang ada di beberapa bagianlokasi proyek
9. Undang-Undang No. 1Tahun 1995
Perseroan Terbatas Terkait dengan status hukum institusipemrakarsa
10. Undang-Undang No. 23Tahun 1997
Pengelolaan Lingkungan Hidup Terkait dengan arti penting Studi AMDAL
11. Undang-Undang No. 41Tahun 1999
Kehutanan Terkait dengan keberadaan lahan yang akandigunakan oleh proyek yang dikuasasi olehDepartemen Kehutanan dan perkebunan
12. Undang-Undang No. 22Tahun 2001
Minyak dan Gas Bumi Terkait dengan operasional usaha peminyakandan gas bumi
13. Undang-Undang No. 65Tahun 2001
Pajak Daerah Terkait dengan kewajiban pemrakarsa untukmembayar pajak untuk daerah
14. Undang-Undang No. 20Tahun 2002
Ketenagakerjaan Terkait dengan tatacara dan pengaturanrekrutmen dan hak serta kewajiban pemrakarsaterhadap tenaga kerja
15. Undang-Undang No. 19Tahun 2003
Badan Usaha Milik Negara Terkait dengan status pemrakarsa sebagaiBadan Usaha Milik Negara
16. Undang-Undang No. 7Tahun 2004
Sumberdaya Air Terkait dengan hubungan Pemrakarsa meng-gunakan sungai untuk kegiatan pemboran gas
17. Undang-Undang No. 16Tahun 2004
Perikanan Terkait dengan hubungan pemrakarsa meng-gunakan air laut sebagai tempat pelabuhan gas
18. Undang-Undang No. 32Tahun 2004
Pemerintahan Daerah Terkait dengan hubungan pemrakarsa dengankewenangan pemerintah daerah sebagai daerahotonom
19. Undang-Undang No. 33Tahun 2004
Perimbangan Keuangan antaraPemerintah Pusat dan PemerintahDaerah
Terkait dengan pengaturan kewajiban pemra-karsa untuk membayar pajak untuk daerah danpemerintah pusat
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok I-5
PT PERTAMINA EP - PPGM
B.Peraturan
PemerintahRepublik Indonesia
Tentang Keterkaitan Dengan Rencana Kegiatan
1. PP No. 19 Tahun 1973 Pengaturan dan PengawasanKeselamatan Kerja di BidangPertambangan
Terkait dengan tata cara pengaturan danpengawasan untuk keselamatan kerja dibidang pertambangan
2. PP No. 35 Tahun 1991 Sungai Terkait dengan keberadaan banyak sungai yangterpotong oleh pemasangan pipa dan peng-gunaan air sungai dalam kegiatan proyek.
3. PP No. 41 Tahun 1993 Angkutan Jalan Terkait dengan pengaturan dan pengawasanmoda angkutan darat yang digunakan dalamproyek
4. PP No. 43 Tahun 1993 Prasarana dan Lalulintas Jalan Terkait dengan pengaturan dan pengawasanprasarana dan lalulintas kendaraan darat yangdigunakan dalam proyek
5. PP No. 47 Tahun 1997 Rencana Tata Ruang WilayahNasional
Kesesuaian lokasi rencana kegiatan dengan tataruang
6. PP No. 62 Tahun 1998 Penyerahan Sebagian UrusanPemerintah di Bidang KehutananKepada Daerah
Terkait adanya kemungkinan penyerahansebagian urusan pemerintah di bidangkehutanan kepada daerah yang terkait denganrencana kegiatan
7. PP No. 68 Tahun 1998 Konservasi Sumberdaya Alam danKawasan Pelestarian Alam
Terkait dengan upaya konservasi di sekelilingwilayah studi
8. PP No. 85 Tahun 1999 Perubahan PP. No. 18 Tahun 1999Tentang Pengelolaan LimbahBahan Berbahaya dan Beracun
Terkait dengan pengaturan dan pengawasanlimbah B3 yang dihasilkan oleh rencanakegiatan
9. PP No. 19 Tahun 1999 Pengendalian Pencemarandan/atau Perusakan Laut
Pengaturan dan pengendalian pencemaran dan/atau perusakan laut yang terkait dengankegiatan di pantai
10. PP No. 27 Tahun 1999 Analisis Mengenai DampakLingkungan
Terkait dengan arti penting pelaksanaan studiAMDAL
11. PP No. 41 Tahun 1999 Pengendalian Pencemaran Udara Terkait dengan pengaturan dan pengendalianpencemaran udara yang mungkin ditimbulkanoleh rencana kegiatan
12. PP No. 82 Tahun 1999 Angkutan di Perairan Pengaturan dan pengawasan tentang lalulintaskapal laut yang digunakan dalam rencanakegiatan
13. PP No. 81 Tahun 2000 Kenavigasian Terkait dengan operasional dermaga14. PP No. 150 Tahun
2000Pengendalian Kerusakan Tanahuntuk Produksi Biomasa
Terkait dengan pengaturan dan pengendaliankerusakan tanah yang ditimbulkan oleh proyekuntuk produksi biomasa
15. PP No. 74 Tahun2001
Pengelolaan Bahan Berbahayadan Beracun (B3)
Terkait dengan pengaturan, penanganan danpengawasan limbah B3 yang dihasilkan olehrencana kegitan
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok I-6
PT PERTAMINA EP - PPGM
B.Peraturan
PemerintahRepublik Indonesia
Tentang Keterkaitan Dengan Rencana Kegiatan
16. PP No. 82 Tahun 2001 Pengelolaan Kualitas Air danPengendalian Pencemaran Air
Terkait dengan pengaturan dan pengelolaankualitas air dan pengendalian pencemaran airoleh rencana kegiatan, terutama pada tahapoperasional.
17. PP No. 42 Tahun 2002 Badan Pelaksana Kegiatan UsahaHulu Minyak dan Gas Bumi
Terkait dengan hak dan kewajiban BadanPelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan GasBumi dalam pembinaan kegiatan migas olehpemrakarsa.
18. PP No. 51 Tahun 2002 Perkapalan Terkait dengan operasional dermaga19. PP No. 20 Tahun 2006 Irigasi Pengaturan dan pengawasan terhadap pem-
boran yang akan mencemari irigasi masyarakat20. PP No. 109 Tahun
2006Penanggulangan Keadaan DaruratTumpahan Minyak di Laut
Terkait dengan upaya penanggulangantumpahan minyak di laut
21. PP No. 6 Tahun 2007 Tata Hutan dan PenyusunanRencana Pengelolaan, Pemanfaatandan Penggunaan Kawasan Hutan
Pengaturan yang terkait dengan adanyapenggunaan sebagian kawasan hutan untukkegiatan migas
22. PP No. 38 Tahun 2007 Pembagian Urusan Pemerin-tahanantara Pemerintah, PemerintahDaerah Provinsi dan PemerintahDaerah Kabupaten/Kota
Terkait dengan hubungan pemrakarsa dengankewenangan Pemerintah Daerah
C. Keputusan PresidenRepublik Indonesia
Tentang Keterkaitan Dengan Rencana Kegiatan
1. Keppres No. 18 Tahun1978
Ratifikasi International Conventionon Civil Liability for Oil PollutionDamage 1969 (CLC 1969)
Terkait dengan pengaturan, pencegahan danpenanggulangan pencemaran minyak
2. Keppres No. 46 Tahun1986
Pengesahan Convention for thePrevention of Pollution from Ships(Marpol 1973/1978 Annex I & II)
Terkait dengan upaya-upaya pencegahan danpengendalian pencemaran air laut yangdiakibatkan oleh kegiatan lalulintas kapal laut
3. Keppres No. 32 tahun1990
Pengelolaan Kawasan Lindung Terkait dengan pengaturan pengelolaankawasan lindung yang terpengaruh oleh rencanakegiatan.
4. Keppres No. 43 Tahun1991
Konservasi Energi Terkait dengan upaya-upaya konservasi energiyang akan dilaksanakan oleh pemrakarsa dalamoperasionalisasi proyek.
5. Keppres No. 102Tahun 2006
Penanggulangan KeadaanDarurat Tumpahan Minyak diLaut
Terkait dengan pengaturan, pencegahan danpenanggulangan pencemaran minyak
6. Perpres No. 65 Tahun2006
Pengadaan Tanah BagiPelaksanaan Pembangunan untukKepentingan Umum
Pengaturan dan pengawasan pengadaan tanahbagi pemrakarsa yang terkait untuk kepentinganumum.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok I-7
PT PERTAMINA EP - PPGM
D. Keputusan Menteri Tentang Keterkaitan Dengan Rencana Kegiatan1. Kep.Men Perhubungan
No. 215/N.506/PHB-87Pengadaan Fasilitas PenampunganLimbah dari Kapal
Terkait adanya kewajiban pemrakarsa untukmengadakan fasilitas penampungan limbah darikapal-kapal.
2. Kep.Men.Neg Kependu-dukan dan LingkunganHidup No. 02/MENKLH/I/ 1988
Pedoman Penetapan Baku MutuLingkungan
Terkait dengan batas Baku Mutu Lingkunganuntuk berbagai parameter lingkungan yangharus diacu oleh pemrakarsa
3. Kep.Men.Hub. No. KM23 Tahun 1990
Usaha Salvage dan/atau PekerjaanBawah Air (PBA)
Terkait dengan pekerjaan pemasangan pipa
4. Kep.Men PerhubunganNo. KM 86 Tahun 1990
Pencegahan Pencemaran Minyakdari Kapal-kapal
Terkait dengan upaya-upaya pengaturan,pengawasan dan pencegahan terjadinyapencemaran minyak dari kapal-kapal.
Adanya kewajiban untuk melakukanpemeriksaan keselamatan kerja untuk instalasi,peralatan dan teknis secara rutin.
6. Kep. MNLH No. Kep-35/ MENLH/10/1993
Ambang Batas Emisi Gas BuangKendaraan Bermotor
Adanya batasan emisi gas buang bagikendaraan bermotor yang digunakan olehpemrakarsa
7. Kep.Men PU No.63/PRT/ 1993
Batas Badan Sungai, Per-untukanSungai, Daerah PengawasanSungai dan Bekas Sungai
Terkait dengan pengaturan dan pengawasanpenggunaan badan dan air sungai yang diguna-kan oleh pemrakarsa
8. Kep.Men Hub No. KM67/ 1993
Tata Cara Pemeriksaan Teknik danLaik Jalan Kendaraan Bermotor diJalan
Terkait dengan pemeriksaan kelaikan jalankendaraan bermotor yang digunakan olehpemrakarsa
9. Kep.Men Hub No. KM69/ 1993
Penyelenggaraan Angkutan Barangdi Jalan
Adanya pedoman yang harus diikuti olehpemrakarsa dalam penyelenggaraan angkutanbarang di jalan
10. Kep. MPE No. 103.K/008/ MEM/ 1994
Pengawasan atas PelaksanaanRencana Pengelolaan Lingkungandan Rencana PemantauanLingkungan Dalam BidangPertambangan dan Energi
RKL dan RPL nanti akan dilaksanakan dandilaporkan dengan tertib oleh pemrakarsa,karena pelaksanaan dan laporan itu akan selaludievaluasi oleh institusi pembina kegiatanmigas.
11. Kep.Men LH No. 13/MENLH/1995
Baku Mutu Emisi Sumber TidakBergerak
Baku mutu emisi sumber tidak bergerak ini akandiacu dalam setiap operasi alat non mobil yangmengeluarkan emisi
12. Kep. MNLH No. Kep-48/ MENLH/ 11/1996
Baku Tingkat Kebisingan Baku mutu tingkat kebisingan ini akan diacudalam setiap operasi alat yang mengeluarkankebisingan
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok I-8
PT PERTAMINA EP - PPGM
D. Keputusan Menteri Tentang Keterkaitan Dengan Rencana Kegiatan
13. Kep. MNLH No. Kep-49/ MENLH/ 11/1996
Baku Mutu Tingkat Getaran Baku mutu tingkat ini akan diacu dalam setiapoperasi alat atau kegiatan penyebab getaran.
14. Kep. MNLH No. Kep-50/ MENLH/ 11/1996
Kebauan Baku mutu kebauan ini akan diacu dalam setiapoperasi kegiatan yang menimbulkan kebauan.
15. Kep. MPE No.300.K/38/ M/ PE/ 1997
Keselamatan Kerja Pipa PenyalurMinyak dan Gas Bumi
Pedoman ini akan dijadikan acuan bagipemrakarsa dalam pemasangan pipa
16. Kep. MESDM No. 1457K/ 38/MEM/2000
Pedoman Teknis PengelolaanLingkungan di BidangPertambangan dan Energi
Pedoman ini akan menjadi pertimbangan pentingdalam penyusunan Dokumen AMDAL
17. Kep.Men.Neg. LH No. 4Tahun 2001
Kriteria Baku & PedomanPenentuan Kerusakan TerumbuKarang
Terumbu karang merupakan salah satukomponen lingkungan hidup yang terkenadampak kegiatan
18. Kep.Men.Hub. No. KM53 Tahun 2002
Tatanan Kepelabuhanan Terkait dengan operasional dermaga
19. Kep.Men.Hub. No. KM55 Tahun 2002
Pengelolaan Pelabuhan Khusus Terkait dengan operasional dermaga
20. Kep.Men.Hub. No. KM63 Tahun 2002
Organisasi Tata Kerja KantorPelabuhan (KANPEL)
Terkait dengan operasional dermaga
21. Kep.Men.Kes. No. 876/Men.Kes/SK/VII/2001
Pedoman Analisis DampakKesehatan Lingkungan
Pedoman untuk mengkaji aspek kesehatanmasyarakat dalam AMDAL
22. Permen Kesehatan No.416 Tahun 1990
Syarat-syarat dan Penga-wasanKualitas Air Bersih
Terkait dengan syarat-syarat pengawasankualitas air untuk keperluan domestik
23. Kep. MNLH No. 112Tahun 2003
Baku Mutu Air Limbah Domestik Terkait dengan pengaturan mutu air limbahdomestik yang keluar dari IPAL rencana kegiatan
24. Kep. MNLH No. 128Tahun 2003
Tatacara dan Persyaratan TeknisPengelolaan Tanah Terkontaminasioleh Minyak Bumi Secara Biologis
Pedoman ini akan digunakan oleh pemrakarsadalam penanganan tanah yang kemungknanterkontaminasi oleh kegiatan
25. Kep. MNLH No. 129Tahun 2003
Baku Mutu Emisi Usaha dan atauKegiatan Minyak dan Gas Bumi
Pedoman ini akan dijadikan acuan dalam upayapengendalian emisi dari kegiatan operasional
26. Per.Men.Hut No.19/Men.Hut-11/2004
Kolaborasi Pengelolaan KawasanSuaka Alam dan Pelestarian Alam
Terkait dengan lokasi rencana kegiatan dengankawasan lindung
27. Per.Men.Hub. No. KM 7Tahun 2005
Sarana Bantu Navigasi Pelayanan(SBNP)
Terkait dengan operasional dermaga
28. Kep.Men.LH No. 51Tahun 2004
Baku Mutu Air Laut Pedoman dalam pengelolaan kualitas air laut
29. Kep.MN.LH No. 45Tahun 2005
Pedoman Penyusunan LaporanPelaksanaan RKL dan RPL
Pedoman dalam penyusunan laporanpelaksanaan RKL dan RPL
30. Per. Men. NegaraLingkungan HidupNo. 08 Tahun 2006
Pedoman ini digunakan acuan dalampenyusunan dok. AMDAL
31. Kep.Men. PU No. 63PRT Tahun 1993
Batas Badan Sungai, PeruntukanSungai, Daerah PengawasanSungai dan Bekas Sungai
Pedoman ini digunakan sebagai acuan dalammenjelaskan peruntukan sungai
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok I-9
PT PERTAMINA EP - PPGM
D. Keputusan Menteri Tentang Keterkaitan Dengan Rencana Kegiatan
32. Per. Men. NegaraLingkungan Hidup No.11 Tahun 2006
Jenis Rencana Usaha dan atauKegiatan yang Wajib Dilengkapidengan Analisis Mengenai DampakLingkungan Hidup
Berdasarkan Peraturan ini rencana kegiatanPPGM termasuk dalam rencana kegiatan yangwajib dilengkapi dengan Dokumen AMDAL
33. Per.Men. ESDM No.045 Tahun 2006
Pengelolaan Lumpur Bor, LimbahLumpur dan Serbuk Bor padakegiatan Pengeboran Minyak danGas Bumi
Sebagai acuan dalam pengelolaan lumpur bor,limbah lumpur dan serbuk bor yang dihasilkankegiatan ini
34. Per.Men.Hut No.64/Men. Hut-11/2006
Perubahan Permen Hut No.P.14/MENHUT-II/2006 tentangPedoman Pinjam Pakai KawasanHutan
Terkait dengan lokasi rencana kegiatan dengankawasan hutan.
E. Keputusan/Pera-turan Kepala BPN,
Bapedal dan lainnya
Tentang Keterkaitan Dengan Rencana Kegiatan
1. Petunjuk PelaksanaanNo. Pol. Juklak29/VII/1991
Pengawasan, Pengendalian danPengamanan Bahan Peledak NonOrganik ABRI
Bahan peledak kemungkinan akan digunakanterutama dalam pelaksanaan konstruksi.
2. Peraturan Kepala BPNNo. 2 Tahun 1993
Tatacara Memperoleh Izin Lokasidan Hak-Hak Atas Tanah UntukPerusahaan
Prosedur yang harus diikuti pemrakarsa dalammemperoleh izin lokasi dan hak-hak atas tanahuntuk perusahaan
3. Keputusan Kepala BPNNo. 22 Tahun 1993
Petunjuk Peraturan Kepala BPN No.2 Tahun 1993
Petunjuk ini merupakan penjelasan dari tatacarayang harus diikuti pemrakarsa dalammemperoleh izin lokasi dan hak-hak atas tanahuntuk perusahaan
4. Kep.Ka. Bapedal No.56/ BAPEDAL/ 1994
Pedoman Mengenai UkuranDampak Penting
Pedoman ini akan diacu untuk menentukandampak penting dalam studi AMDAL
5. Kep.Ka. Bapedal No.01/ BAPEDAL/09/1995
Tatacara dan Persyaratan TeknisPenyimpanan dan PengumpulanLimbah Bahan Berbahaya danBeracun – B3
Akan diacu oleh pemrakarsa dalam penyimpanansementara dan pengumpulan limbah B3
6. Kep.Ka. Bapedal No.02/ BAPEDAL/09/1995
Dokumen Limbah B3 Akan diacu dalam sistem pelaporanpenyimpanan dan penanganan Limbah B3
7. Kep.Ka. Bapedal No.03/ BAPEDAL/09/1995
Persyaratan Teknis PengolahanLimbah B3
Hanya sebagai pertimbangan bahwa persyaratanteknis pengolahan limbah B3 sangat berat,sehingga kemungkinan pengolahan limbah B3oleh pemrakarsa akan diserahkan pihak ketigayang berkompeten.
8. Kep.Ka. Bapedal No.04/BAPEDAL/09/1995
Tatacara PersyaratanPenimbunan Hasil Pengolahan,Persyaratan Lokasi BekasPengolahan dan Lokasi BekasPenimbunan Limbah B3
Hanya sebagai pertimbangan bahwapersyaratan teknis pengolahan limbah B3sangat berat, sehingga kemungkinanpengolahan limbah B3 oleh pemrakarsa akandiserahkan pihak ketiga yang berkompeten
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok I-10
PT PERTAMINA EP - PPGM
E. Keputusan/Pera-turan Kepala BPN,
Bapedal dan lainnya
Tentang Keterkaitan Dengan Rencana Kegiatan
9. Kep.Ka. Bapedal No.05/ BAPEDAL/09/1995
Simbol dan Label Limbah B3 Simbol dan Label Limbah B3 yang akan diacuoleh pemrakarsa
10. Kep.Ka. Bapedal No.255/ BAPEDAL/01/1995
Tata Cara & PersyaratanPenyimpanan dan pengumpulanMinyak Pelumas Bekas
Sebagai pedoman dalam pengelolaan minyakpelumas bekas
11. Kep.Ka. Bapedal No.205/ 1996
Metode Pemantauan Emisi Udara Pedoman dan metode ini akan diikuti olehpemrakarsa dalam pelaksanaan pemantauanemisi udara akibat rencana kegiatan dantertuang dalam dokumen RPL
12. Kep.Ka. Bapedal No.229/11 /1996
Pedoman Teknis Kajian AspekSosial Dalam Penyusunan AMDAL
Pedoman ini akan diacu dan untuk pertimbangandalam proses penyusunan dok. AMDAL
13. Kep.Ka. Bapedal No.255/BAPEDAL/08/ 1996
Tatacara dan PersyaratanPenyimpanan dan PengumpulanMinyak Pelumas Bekas
Prosedur ini akan diikuti oleh pemrakarsa dalammekanisme penyimpanan dan pengumpulanminyak pelumas bekas
14. Kep.Ka BAPEDAL No.124/12/ 1997
Panduan Kajian Aspek KesehatanMasyarakat Dalam PenyusunanAMDAL
Pedoman ini akan diacu dan untuk pertim-bangan dalam proses penyusunan dok. AMDAL
15. Kep. Ka BAPEDAL No.08 Tahun 2000
Keterlibatan Masyarakat danKeterbukaan Informasi DalamProses Analisis Mengenai DampakLingkungan Hidup
Pedoman ini diacu dalam pelaksanaan kegiatansosialisasi dan konsultasi masyarakat
F. Peraturan Daerah1. Peraturan Daerah
Propinsi SulawesiTengah No. 2 Tahun2004
Rencana Tata Ruang WilayahPropinsi Sulawesi Tengah
Panduan dalam penetapan keterkaitan lokasirencana kegiatan dengan rencana tata ruangwilayah di daerah
G. Lain-lain Tentang Keterkaitan Dengan Rencana Kegiatan1. Panduan Pengelolaan
Lumpur BorPERTAMINA-BPPKATahun 1994
Panduan ini akan diacu oleh pemrakarsa dalampenanganan lumpur bor
2. StandardPertambangan MigasNo. 50.54. 2-1994
Sistem Perpipaan Transmisi danDistribusi Gas
Panduan ini akan diacu oleh pemrakarsa dalampembangunan dan pemeliharaan sistemperpipaan transmisi dan distribusi gas
3. Codes and Standards Panduan ini akan diacu oleh pemrakarsan dalampelaksanaan kegiatan dalam proyek PGM.(Lihat Lampiran 8)
4. Protokol 1996 atasKonvensi tentang Pen-cegahan PencemaranLaut oleh DumpingLimbah dan Bahan lain,1972 dan Resolusi yangdiadopsi oleh SidangKhusus
Pedoman dalam upaya pencegahan pencemaranlaut oleh berbagai bahan pencemar
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-1
PT PERTAMINA EP - PPGM
Bab-2RUANG LINGKUP STUDI
2.1. LINGKUP RENCANA KEGIATAN YANG AKAN DITELAAH DAN ALTERNATIFKOMPONEN RENCANA KEGIATAN
2.1.1. Status dan Lingkup Rencana Kegiatan yang akan ditelaah
2.1.1.1. Status Studi AMDAL
Secara umum status studi AMDAL yang sedang dikerjakan ini dilakukan setelah studi
kelayakan ekonomi selesai dan dilakukan bersamaan dengan studi kelayakan teknis. Sejauh ini
PPGM telah melakukan sejumlah kajian atau penyelidikan dan aktivitas, termasuk:
Pemboran seismic, eksplorasi dan delineasi guna mengidentifikasi lapangan gas alam yang
ada untuk menentukan cadangan yang tersedia.
Seleksi lokasi Kilang LNG yang diusulkan.
Konsultasi Publik
Baseline study (pengumpulan data meteorologis, geologi, kelautan dan lingkungan sosial
ekonomi yang spesifik untuk lokasi pemilihan pelabuhan).
Studi gempa bumi dan tsunami
Studi pemilihan material dan pemilihan teknologi, dan
Kajian Permulaan Pekerjaan Desain.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-2
PT PERTAMINA EP - PPGM
2.1.1.2. Kesesuaian Lokasi Rencana Kegiatan dengan Tata Ruang Setempat
Lokasi rencana kegiatan PPGM meliputi wilayah yang termasuk dalam Kecamatan Toili
Barat, Kecamatan Toili dan Kecamatan Batui, dan Kecamatan Kintom Kabupaten Banggai
(Gambar 2.1).
Berdasarkan Peraturan Daerah Propinsi Sulawesi Tengah No 2 Tahun 2004 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Sulawesi Tengah (Lampiran 5.1) serta sesuai pula
dengan Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Banggai Tahun 2003-2013
(Bappeda Kab. Banggai, 2003) menunjukkan bahwa wilayah rencana kegiatan di Kecamatan
Toili Barat, Toili, Batui dan Kintom termasuk dalam Wilayah Pengembangan Selatan dan
bersinggungan dengan Suaka Margasatwa Bangkiriang. Rencana struktur ruang wilayah untuk
masing-masing ibukota kecamatan di wilayah kegiatan PPGM akan dikembangkan berbeda-
beda, dimana ibukota Kecamatan Toili direncanakan akan menjadi Kota Pusat Kegiatan Lokal
(KPKL), ibukota Kecamatan Batui akan dikembangkan menjadi Kota Pusat Kegiatan Sub Wilayah
(KPKSW), dan ibukota Kecamatan Kintom akan dikembangkan menjadi Kota Pusat Kegiatan
Khusus (KPKK).
Pola pemanfaatan ruang, menurut skenario moderat, setiap wilayah kecamatan lokasi
proyek juga berbeda-beda. Di bagian wilayah Kecamatan Toili Barat yang menjadi tapak proyek
pengembangan gas Matindok akan dimanfaatkan untuk pengembangan permukiman, lokasi
perusahaan, tanaman pangan, kawasan lindung, dan sebagian kecil untuk cadangan
pemanfaatan lain-lain. Di bagian wilayah wilayah Kecamatan Toili yang menjadi tapak proyek
pengembangan gas Matindok akan dimanfaatkan untuk pengembangan lokasi perusahaan,
tanaman pangan, permukiman dan sebagian kecil untuk cadangan pemanfaatan lain-lain.
Sementara itu bagian wilayah Kecamatan Batui yang menjadi lokasi tapak proyek
pengembangan gas Matindok akan dimanfaatkan untuk hutan suaka (Suaka Margasatwa
Bangkiriang), kawasan lindung, transmigrasi, permukiman, tanaman pangan, lokasi industri dan
perkebunan. Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banggai secara detil disajikan pada
Gambar 2.2.
Jadi secara umum lokasi rencana kegiatan PPGM sesuai dengan tata ruang (RTRW)
Kabupaten Banggai (Bappeda Kab. Banggai, 2003) yang saat ini masih berlaku, kecuali rencana
jalur pipa yang melewati Suaka Margasatwa Bangkiriang. Oleh karena itu perlu adanya alternatif
jalur pipa yang tidak memotong kawasan Suaka Margasatwa Bangkiriang.
Pihak PPGM telah melakukan penanganan bersama dengan Dinas Kehutanan Pusat pada
tanggal 6 Juli 2007 untuk membicarakan perihal tersebut di atas dan hasilnya masih menunggu
keputusan dari Direktorat Jenderal Kehutanan Pusat.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-3
PT PERTAMINA EP - PPGM
Gambar 2.1.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-4
PT PERTAMINA EP - PPGM
Gambar 2.2.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-5
PT PERTAMINA EP - PPGM
2.1.1.3. Uraian Rencana Kegiatan Penyebab Dampak
2.1.1.3.1. Uraian Umum Rencana Kegiatan
A. Jenis Prasarana dan Luas Kebutuhan Lahan
Tabel berikut adalah kebutuhan luas lahan masing-masing prasarana.
Tabel 2.1. Luas Tapak Proyek Termasuk Kebutuhan Lahan Prasaranadan Sarana Lain
No Prasarana Satuan LuasLahan
1. Manifold station (MS) 2 lokasi, @ 6 Ha 12 Ha
2. Block station (BS) 3 lokasi, @ 15 Ha 45 Ha
3. Jalur pipa ”flow line” 5 lokasi, lebar 8 m,panjang 35 km
14 Ha
4. Jaur pipa ”trunk line” dari 2 BS LNG Plant Lebar 20 m, panjang60 km 120 Ha
5. Kilang LNG 1 unit 200 Ha
6. Pembuatan jalan baru dan peningkatan jalan yang sudahada untuk pemboran sumur-sumur pengembangan
Lebar 6-8 m, panjangsekitar 15 km
60 Ha
7. Pelabuhan dan sarananya berupa pembangunan Jetty(100 m)
Lebar 200 m, panjangsekitar 500 m
± 10 Ha
Luas total lahan yang diperlukan 461 Ha
Sumber: PT. PERTAMINA-EP PPGM, 2005
Catatan: *) Ada dua kemungkinan data mengenai luas lahan karenaadanya dua alternatif lokasi pemasangan pipa gas
Lahan yang diperlukan untuk pembangunan fasilitas manifold station di dua lokasi
yaitu adalah lebih kurang 2 x masing-masing lokasi 6 ha (12 ha); untuk pembangunan BS di
tiga lokasi seluas 45 ha; jalur pipa ”flowline” di lima lokasi tersebut adalah membutuhkan
lahan 8 meter lebar x 35 kilometer panjang flowline (14 ha); Kompleks Kilang LNG seluas
lebih kurang 200 ha; dan sistem pemipaan gas 20 meter lebar x 60 km panjang pipa (120
ha). Lokasi ini perlu dipersiapkan sebelum pemboran sumur-sumur pengembangan, yaitu
dengan pembuatan jalan masuk lokasi (pembuatan jalan baru dan peningkatan jalan yang
sudah ada) dengan panjang kumulatif dari semua sumur ± 15 km dengan lebar 6 – 8 m
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-6
PT PERTAMINA EP - PPGM
(sekitar 60 ha). Selain itu pembangunan pelabuhan dermaga dan sarananya (Jetty) akan
mebutuhkan lahan seluas ± 10 Ha. Jadi luas lahan yang diperlukan untuk tapak proyek
sekitar 461 ha. Lahan yang dipergunakan akan menggunakan lahan milik masyarakat atau
lainnya. Pelaksanaan pengadaan lahan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
B. Kapasitas Produksi
Rencana kegiatan yang akan dilakukan oleh PT. PERTAMINA EP, Proyek
Pengembangan Gas Matindok adalah mulai dari kegiatan pemboran sumur pengembangan
untuk sarana memproduksikan gas di Blok Matindok, pembangunan Block Station (BS)/
fasilitas pemrosesan gas (GPF) dan membangun pipa transmisi gas (flowline dantrunkline),
membangun Kilang LNG berikut Pelabuhan untuk membawa LNG maupun Sulfur yang
diproduksi ke luar Kabupaten Banggai.
Kapasitas produksi gas di Blok Matindok diperkirakan ± 100 MMSCFD (gross), dengan
kandungan kondensat ± 850 bopd dan air produksi ± 2500 bwpd, dan diprakiraan umur
produksi lebih kurang 20 tahun yang didasarkan atas besarnya cadangan gas dan hasil
kajian ekonomi. Gas yang diproduksi mengandung CO2 ± 2,5%, Total Sulfur ± 3.000 ppm
dan adanya kemungkinan unsur lainnya.
Fasilitas produksi gas yang akan dibangun terdiri dari Sumur Gas, Flowline, Gathering
Line, Block Station. Pipa transmisi dari GPF menuju ke Kilang LNG direncanakan berukuran
Ø 34” sepanjang ± 25 km dengan lintasan sebagian besar berada sekitar 500 m menjauhi
pantai sejajar jalan raya.
Kandungan unsur yang ada di dalam gas hasil produksi selengkapnya disajikan pada
Tabel 2.2.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-7
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 2.2. Komposisi Gas Hasil Produksi Sumur-sumur Gas Blok Matindok (Dalam % mol)
Sumur PengembanganSumur PengembanganSumur PengembanganSumur PengembanganSumur PengembanganSumur PengembanganSumur Pengembangan
5 Maleoraja Maleo Raja-1MLR-AMLR-B
Work OverSumur PengembanganSumur Pengembangan
Sumber: PT. PERTAMINA-EP PPGM, 2005
Peralatan pemboran dan kapasitasnya disesuaikan dengan target pemboran. Selain itu,
masih digunakan pula peralatan pendukung operasi lainnya seperti air compressor,
cement mixer and pump, cement storage tanks, electric wire logging unit, mud pump,
mud logging equipment, desender and desilter, truck and trailers, pompa air, blow out
preventer, dan lain sebagainya.
3. Sumur Produksi
Setelah pemboran selesai, selanjutnya dilakukan penyelesaian sumur (well completion)
sesuai dengan program yang telah disusun, antara lain dengan pemasangan
production string, well head and Christmas tree.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-14
PT PERTAMINA EP - PPGM
G. Sistem Pemipaan Gas
1. Jalur pipa
Hasil produksi gas dari tiap-tiap sumur dialirkan melalui pipa produksi (flowline) dengan
diameter yang sesuai menuju Blok Station (BS) dan Gas Processing Facility (GPF). Lebar
lahan yang akan digunakan untuk pipa produksi tersebut sekitar 8 meter dengan
panjang kumulatif ± 35 km untuk 18 sumur. Layout masing-masing lokasi Block Station
dan flowline diringkaskan seperti pada Gambar 2.7 – 2.11.
Gambar 2.7. Lokasi Block Station Donggi dan Flowline
Flowline Jarak(m)
DNG - 1 to BS DONGGI 1,208DNG - 2 to BS DONGGI 2,132DNG - 3 to BS DONGGI 4,569DNG - 5 to BS DONGGI 2,518DNG - AA to BS DONGGI 1,268DNG - BB to BS DONGGI 1,637DNG - CC to BS DONGGI 2,087
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-15
PT PERTAMINA EP - PPGM
Gambar 2.8. Lokasi Block Station Matindok dan Flowline
Gambar 2.9. Lokasi Block Station Maleoraja dan Flowline
Flowline Jarak(m)
MLR - 1 to BS MALEORAJA 100MLR - AA to BS MALEORAJA 1,435MLR - AA to BS MALEORAJA 676
Makanan, Minuman & Tembakau 24.432 27.477 32.757 45.581 40.582 Tekstil, Brg. dari Kulit & Alas Kaki 156 174 207 285 250 Kayu & Hasil Hutan Lainnya 32.276 36.415 43.550 60.084 53.364 Kertas & Barang Cetakan 1.227 1.386 1.660 2.318 2.072 Pupuk, Kimia & Brg dari Karet 161 177 206 279 242 Semen & Brg Galian bukan Logam 3.526 3.981 4.764 6.648 5.995 Alat Angkut, Mesin & Peralatannya 147 163 191 261 228 Barang Lainnya 32 35 41 55 48
4. Listrik dan Air Bersih 4.391 4.940 5.930 7.0540 7.997 Listrik 3.793 4.268 5.137 6.128 6.955 Air Bersih 598 672 793 926 1.042
5. Bangunan 59.645 64.463 77.334 89.0820 96.8076. Perdagangan, Hotel & Restoran 74.700 82.066 97.191 109.812 121.615
Perdagangan Besar dan Eceran 73.672 80.935 95.849 108.313 119.973 Hotel 419 455 539 601 657 Restoran 609 676 803 899 985
Bank 4.321 4.659 5.326 5.735 6.232 Lembaga Keuangan Tanpa Bank 1.682 1.832 2.114 2.299 2.475 Sewa Bangunan 19.611 21.540 25.456 28.340 30.928 Jasa Perusahaan 1.293 1.435 1.690 1.873 2.036
9. Jasa-Jasa 88.190 96.785 113.226 115.5554 136.731 Pemerintahan Umum 70.007 76.052 88.401 89.629 105.779 Swasta 18.183 20.733 24.824 25.926 30.952
Makanan, Minuman & Tembakau 3,03 3,05 3,03 3,62 2,96 Tekstil, Brg. dari Kulit & Alas Kaki 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 Kayu & Hasil Hutan Lainnya 4,00 4,04 4,03 4,77 3,89 Kertas & Barang Cetakan 0,15 0,15 0,15 0,18 0,15 Pupuk, Kimia & Brg dari Karet 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 Semen & Brg Galian bukan Logam 0,44 0,44 0,44 0,53 0,44 Alat Angkut, Mesin & Peralatannya 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 Barang Lainnya 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
4. Listrik dan Air Bersih 0,54 0,55 0,55 0,56'1 0,58 Listrik 0,47 0,47 0,48 0,49 0,51 Air Bersih 0,07 0,07 0,07 0,07 0,08
5. Bangunan 7,39 7,15 7,16 7,070 7,066. Perdagangan, Hotel & Restoran 9,25 9,10 9,00 8,72 8,86
Perdagangan Besar dan Eceran 9,12 8,98 8,87 8,60 8,74 Hotel 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 Restoran 0,08 0,08 0,07 0,07 0,07
Bank 0,54 0,52 0,49 0,46 0,45 Lembaga Keuangan Tanpa Bank 0,21 0,20 0,20 0,18 0,18 Sewa Bangunan 2,43 2,39 2,36 2,25 2,25 Jasa Perusahaan 0,16 0,16 0,16 0,15 0,15
9. Jasa-Jasa 10,92 10,74 10,48 9,17 9,97 Pemerintahan Umum 8,67 8,44 8,18 7,11 7,71 Swasta 2,25 2,30 2,30 2,06 2,26
penduduk, dan dokter spesialis 1,4 : 100.000 penduduk.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-125
PT PERTAMINA EP - PPGM
c. Tenaga Paramedis
Tenaga paramedis yang terdiri dari bidan dan perawat pada tahun 2003 jumlahnya
meningkat dibandingkan pada tahun 2002. Untuk tenaga bidan terjadi peningkatan sebesar
16,06% dari 193 orang pada tahun 2002 menjadi 224 orang pada tahun 2003. Tenaga
perawat tahun 2003 sebanyak 191 orang atau meningkat sekitar 5,52% dibandingkan tahun
sebelumnya.
Tenaga paramedis ini tersebar merata di setiap kecamatan di wilayah Kabupaten Banggai.
Rasio tenaga bidan per penduduk Kabupaten Banggai adalah 83,0 berbanding 100.000
penduduk, sedangkan untuk perawat adalah 101 berbanding 100.000 penduduk.
d. Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu)
Posyandu di Kabupaten Banggai dibedakan atas Posyandu Pratama, Madya, Purnama dan
Mandiri. Jumlah posyandu seluruhnya adalah 358 buah dengan persentase terbesar (69,8%)
merupakan posyandu pratama, kemudian diikuti posyandu madya sebanyak 21,5%, dan
posyandu purnama sebanyak 8,7%. Posyandu yang benar-benar telah mandiri belum
dijumpai di wilayah Kabupaten Banggai.
2.2.4.2. Derajat Kesehatan Masyarakat
a. Usia Harapan Hidup
Usia harapan hidup masyarakat Banggai cenderung terus meningkat dari tahun ketahun.
Pada tahun 1996, rata-rata usia harapan hidup masyarakat adalah 61,4 tahun, dan pada
tahun 1999 meningkat menjadi 63,5 tahun dan pada tahun 2000 meningkat lagi menjadi
65,15 tahun. Usia harapan hidup perempuan umumnya lebih tinggi daripada laki-laki. Pada
tahun tersebut tercatat bahwa usia harapan hidup laki-laki adalah 63,2 dan perempuan
67,1 tahun. Usia harapan hidup di Kabupaten Banggai merupakan tertinggi kedua setelah
Palu di Provinsi Sulawesi Tengah.
b. Mortalitas
Angka Kematian Bayi (AKB)
Tahun 2003 AKB di Kabupaten Banggai sebesar 16 per 1000 kelahiran hidup dengan AKB
tertinggi di Puskesmas Toili III. AKB tahun 2003 relatif turun bila dibandingkan dengan
tahun 2002, yaitu dari 17 menjadi 16 per 1000 kelahiran hidup.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-126
PT PERTAMINA EP - PPGM
Angka Kematian Balita (AKABA)
Angka kematian balita merupakan jumlah kematian anak umur 0-4 tahun per 1000
kelahiran hidup. Pada tahun 2003 angka kematian balita akibat pnemonia sebesar 12,
atau meningkat 3 kematian per 1000 kelahiran hidup dibandingkan dengan tahun 2002.
Angka Kematian Ibu
Angka kematian maternal merupakan jumlah kematian ibu hamil + jumlah kematian ibu
bersalin + jumlah kematian ibu nifas. Tahun 2003 kematian ibu maternal di Kabupaten
Banggai adalah 15 kematian. Angka kematian ibu melahirkan per 100.000 kelahiran hidup
adalah 249 yang berarti mengalami penurunan 145 kematian dibandingkan tahun 2002.
c. Morbiditas
Sepuluh besar penyakit yang banyak diderita penduduk Kabupaten Banggai disajikan pada
tabel berikut.
Tabel 2.39. Persentase Sepuluh Besar Penyakitdi Kabupaten Banggai Tahun 2003
Jenis Penyakit Persentase
1. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) 29,702. Penyakit Kulit dan Jaringan Bawah Kulit 9,003. Malaria Klinis 8,104. Tekanan Darah Tinggi 6,505. Diare 6,306. Asma 2,507. Pnemonia 2,508. Karies Gigi 2,109. Penyakit Kulit dan Jamur 2,1010. Penyakit Lain-lain 28,20
J u m l a h 100,00Sumber: Profil Kesehatan Kabupaten Banggai Tahun 2004
Jenis penyakit utama yang banyak diderita penduduk umumnya terkait dengan pernafasan
seperti ISPA, asma, pnemonia dan bronchitis. Hal ini terjadi antara lain sebagai akibat
kualitas udara yang terancam terus menurun oleh berbagai aktivitas yang banyak
menghasilkan debu dan berbagai zat pencemar dan kemungkinan akibat karakteristik
mobilitas penduduk yang tinggi yang dapat memicu terjadinya penyebaran penyakit
tersebut.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-127
PT PERTAMINA EP - PPGM
Sementara itu penyakit darah tinggi yang termasuk dalam kategori penyakit degeneratif
menduduki peringkat keempat dengan persentase sebesar 6,50%. Penyakit ini dan jenis-
jenis penyakit degeneratif lainnya diprakirakan akan terus meningkat pada masa-masa yang
akan datang, diantaranya sebagai akibat adanya transisi demografi yaitu meningkatnya usia
lanjut yang pada akhirnya banyak memunculkan berbagai penyakit non menular
(degeneratif) dan karena adanya perubahan pola makan. Secara umum nampak bahwa
jenis-jenis penyakit infeksi (menular) masih mendominasi pola penyakit yang ada.
d. Status Gizi
Mengingat bahwa kelompok bayi dan balita sangat rentan terhadap penyakit-penyakit
kekurangan gizi, maka status gizi bayi dan balita merupakan indikator yang digunakan
dalam mengukur status gizi masyarakat. Pada tahun 2003 terdapat 68 kasus atau sekitar
1,1% kelahiran bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR), berarti telah terjadi
penurunan 10 kasus dibandingkan pada tahun 2002. Kasus tertinggi terjadi di Kecamatan
Toili. Dari 7.392 (27,70%) balita yang ditimbang pada tahun 2003, terdapat sekitar 5.625
balita (76,10%) yang berat badannya naik, balita BGM sebanyak 1.732 atau sekitar 23,43%
dan yang menderita marasmus/kwasiorkor (gizi buruk) sebanyak 35 anak atau 0,47% dan
telah diberikan perawatan 100%. Terdapat 3 kecamatan bebas rawan gizi pada tahun 2003,
yaitu Kecamatan Bualemo, Luwuk dan Toili. Namun demikian, mengingat bahwa kesehatan
balita merupakan salah satu indikator penting untuk melihat rawan tidaknya kesehatan
masyarakat, maka upaya peningkatan penyuluhan dari para kader gizi kepada ibu-ibu balita
tentang konsumsi gizi dan upaya peningkatan / penambahan Program Pemberian Makanan
Tambahan (PMT) kepada balita perlu terus dilakukan.
e. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
Di berbagai bagian wilayah Banggai umumnya (lebih dari 50%) masyarakat masih
membelanjakan sebagian besar pendapatannya untuk keperluan bahan makanan pokok.
Sementara itu penggunaan dana untuk non pangan rata-rata sangat kecil (kurang dari Rp.
40.000,00) dan umumnya masyarakat belum atau bahkan tidak mengalokasikan sebagian
dananya untuk biaya kesehatan. Kondisi ini menggambarkan bahwa tingkat pendapatan dan
kesejahteraan masyarakat relatif masih sangat rendah.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-128
PT PERTAMINA EP - PPGM
Pola perilaku lainnya yang tercakup dalam PHBS diantaranya adalah tingkat partisipasi
masyarakat dalam program-program kesehatan (posyandu, pemberantasan sarang nyamuk,
dan sebagainya), pola pemberian ASI, angka bebas rokok dalam rumah tangga, pendapat
masyarakat tentang konsep sakit dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat berkaitan dengan
kondisi lingkungannya. Pada tahun 2003 diperoleh data bahwa pemberian ASI eksklusif
adalah 0-4 bulan dan dari 4.133 bayi yang ada, yang diberikan ASI eksklusif adalah 3.589
bayi atau sekitar 86,8%. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesadaran ibu-ibu tentang
pentingnya ASI bagi bayi mereka sudah cukup baik.
Pada tahun 2003 jumlah kunjungan masyarakat ke Puskesmas baik rawat jalan maupun
rawat inap adalah 114.164 kunjungan. Dengan demikian baru sekitar 40,20% penduduk
Kabupaten Banggai yang telah memanfaatkan Puskesmas sebagai salah satu upaya
pengelolaan kesehatannya. Sementara itu pemanfaatan RSUD baru dilakukan oleh 4,4%
penduduk Kabupaten Banggai.
2.2.4.3. Kesehatan Lingkungan
Kesehatan lingkungan merupakan suatu kondisi atau keadaan lingkungan yang optimum
sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya status kesehatan yang optimum pula.
Kondisi kesehatan lingkungan dicerminkan dari keberadaan rumah sehat, kepemilikan jamban
keluarga, cakupan air bersih, kualitas air bersih, pengelolaan sampah dan cakupan SPAL (Sarana
Pembuangan Air Limbah).
Pada tahun 2003 terdapat sebanyak 61.934 buah rumah di Kabupaten Banggai, dan sebanyak
53.513 (86,40%) rumah yang diperiksa, baru sekitar 44,30% diantaranya yang telah memenuhi
syarat sebagai rumah sehat. Dalam hal ini berarti perlu adanya program untuk meningkatkan
kesadaran masyarakat dalam memelihara kesehatan lingkungan baik di rumah maupun
lingkungan sekitarnya.
2.3. PELINGKUPAN
2.3.1. Proses Pelingkupan
Seperti diuraikan pada deskripsi rencana kegiatan, dalam kegiatan pengembangan gas Matindok
ini dimunculkan beberapa alternatif yaitu:
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-129
PT PERTAMINA EP - PPGM
a. Alternatif jalur trunkline dari BS Donggi ke LNG Plant
Jalur pipa trunkline dari BS Donggi ke LNG Plant akan dibuat tiga jalur alternatif sebagai
berikut:.
1. Jalur alternatif-1 yaitu pemasangan pipa trunkline dari BS Donggi melintasi SM
Bangkiriang berdampingan jalan provinsi, penggelaran pipa ditanam sedalam 2 meter
kemudian ditimbun kembali;
2. Jalur alternatif-2 yaitu pemasangan pipa melintasi SM Bangkiriang dilakukan dengan
sistem pemboran horizontal.
3. Jalur alternatif-3 yaitu pemasangan trunkline dari BS Donggi akan dilakukan melalui
pantai SM Bangkiriang sepanjang sekitar 4 km.
Jalur alternatif-2 dan jalur alternatif-3 dimaksudkan untuk menghindari gangguan pada
lahan di Bangkiriang sebagai Suaka Margasatwa, walaupun kondisi hutan di SM Bangkiriang
sekarang ini sudah rusak.
b. Alternatif penyediaan air tawar untuk LNG Plant
Dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan air tawar yang besar untuk operasional LNG
Plant, maka penyediaan air tawar diusahakan dari 3 alternatif yaitu:
1. Air tawar diambil dari air tanah dalam
2. Air tawar disuling dari air laut
3. Air tawar diambil dari air permukaan
c. Alternatif lokasi LNG Plant dan Pelabuhan Khusus
Sementara ini PPGM masih mengkaji dua kemungkinan lokasi LNG Plant dan pelabuhan
khusus yaitu di Desa Uso (Kecamatan Batui) dan Desa Padang (Kecamatan Kintom). Oleh
karena itu dalam kajian AMDAL ini dua rencana lokasi akan menjadi kajian alternatif.
Proses pelingkupan rencana pengembangan gas Matindok dilakukan dengan cara diskusi
publik yang telah dilaksanakan saat akan menyusun dokumen ANDAL, serta dengan
menggunakan proffessional judgement.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-130
PT PERTAMINA EP - PPGM
Dalam proses pelingkupan, identifikasi dampak potensial berdasarkan atas pertimbangan
atas kombinasi antara kondisi rona lingkungan hidup dan informasi jenis dan intensitas
setiap kegiatan yang direncanakan, termasuk didalamnya alternatif-alternatif yang telah
ditetapkan. Hasil identifikasi dampak potensial menunjukkan bahwa pada tahap konstruksi
dan operasi ketiga jalur alternatif pemasangan pipa akan terjadi perbedaan dampak
potensial yang signifikan pada subkomponen biologi, dan sebaliknya tidak akan ada
perbedaan yang signifikan untuk subkomponen geofisik-kimia, sosekbud dan kesmas. Hal ini
disebabkan semua alternatif melewati lahan yang dimiliki negara sehingga tahap
prakonstruksi tidak berpotensi menimbulkan dampak. Pada tahap operasional ketiga
alternatif rencana penyediaan air tawar untuk operasional Kilang LNG yang diambil dari air
permukaan diduga akan berpotensi menimbulkan dampak yang berbeda nyata pada
subkomponen geofisik-kimia dan soseskbud. Sementara untuk semua tahapan kegiatan dari
dua alternatif lokasi kompleks LNG Plant dan Pelabuhan Khusus diduga dampak potensial
yang terjadi akan berbeda nyata pada soseskbud, karena kedua lokasi yang relatif dekat itu
merupakan hamparan ekosistem yang relatif sama, namun kondisi sosial ekonomi dan
budaya masyarakatnya relatif berbeda.
Dengan mempertimbangkan identifikasi dampak potensial pada setiap alternatif yang
dimunculkan tersebut diatas, maka proses pelingkupan ini meliputi setiap rencana kegiatan
dan termasuk didalamnya alternatif-alternatifnya. Jadi kajian alternatif tidak ditampilkan
secara terpisah, melainkan akan diintegrasikan pada setiap komponen lingkungan yang
terkena dampak.
Alur pikir dan hasil proses pelingkupan dapat diringkaskan seperti tercantum dalam
Gambar 2.30. dan Gambar 2.31.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-131
PT PERTAMINA EP - PPGM
Gambar 2.30. Bagan Alir Identifikasi Dampak PotensialRencana Kegiatan PPGM PT PERTAMINA
Di Kabupaten Banggai(ambil di file Gb. 2.30)
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-132
PT PERTAMINA EP - PPGM
Gambar 2.31. Kerangka Proses Pelingkupan Isu Pokok Kegiatan Proyek Pengembangan Gas Matindokdi Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah
PRIORITAS DAMPAK
Prakonstruksi:1. Perubahan pola kepemilikan lahan2. Perubahan sikap dan persepsi masyarakatKonstruksi:1. Terjadi kebisingan2. Terjadi erosi tanah3. Gangguan sistem drainase dan Irigasi4. Gangguan transportasi darat5. Peningkatan kuantitas aliran permukaan6. Penurunan kualitas air permukaan7. Penurunan kualitas air laut8. Gangguan vegetasi9. Gangguan satwa liar10. Gangguan biota air tawar11. Gangguan bioata air laut12. Peningkatan pendapatan masyarakat13. Adanya kesempatan berusaha14. Gangguan proses sosial15. Perubahan sikap dan persepsi masyarakat16. Penurunan sanitasi lingkunganOperasi:1. Perubahan kualitas udara ambien (debu dan gas)2. Terjadi kebisingan3. Penurunan kualitas air permukaan4. Penurunan kualitas air laut5. Gangguan transportasi darat6. Gangguan biota air tawar7. Gangguan biota air laut8. Perubahan kependudukan9. Peningkatan pendapatan masyarakat10. Adanya kesempatan berusaha11. Gangguan proses sosial12. Perubahan sikap dan persepsi masyarakat13. Penurunan sanitasi lingkungan14. Penurunan tingkat kesehatan masyarakatPasca Operasi:1. Peningkatan kualitas udara ambien (debu dan gas)2. Terjadi kebisingan3. Peningkatan kualitas air permukaan4. Peningkatan kualitas air laut5. Gangguan transportasi darat6. Penurunan pendapatan masyarakat7. Hilangnya kesempatan berusaha8. Perubahan sikap dan persepsi masyarakat
DAMPAK PENTING HIPOTETIS
A. Geo-Fisik-KimiaPerubahan kualitas udara ambienTerjadi kebisinganPeningkatan kuantitas aliran permukaanTerjadi erosi tanahGangguan sistem drainase dan irigasiPenurunan kualitas air permukaanPenurunan kualitas air lautGangguan transportasi darat
B. Komponen BiologiGangguan vegetasiGangguan satwa liarGangguan biota air tawarGangguan biota air laut
C. Komponen SosekbudPerubahan kependudukanPerubahan pola kepemilikan lahanPeningkatan/penurunan pendapatan
masyarakatAdanya kesempatan berusahaGangguan proses sosialPerubahan sikap dan persepsi
masyarakat
D. Komponen KesmasPenurunan sanitasi lingkunganPenurunan tingkat kesehatan masyarakat
KLASIFIKASIDAN
PRIORITAS
DAMPAK POTENSIAL
A. Geo-Fisik-KimiaPerubahan iklim mikroPerubahan kualitas udara ambienTerjadi kebisinganPerubahan sifat tanahPeningkatan kuantitas aliran
permukaanPeningkatan debit air sungaiPenurunan debit air sungaiTerjadi erosi tanahGangguan sistem drainase dan
irigasiPenurunan kualitas air permukaanPenurunan kualitas air lautPenurunan kuantitas air tanahGangguan transportasi daratGangguan transportasi laut
B. Komponen BiologiGangguan vegetasiGangguan satwa liarGangguan biota air tawarGangguan biota air laut
C. Komponen SosekbudPerubahan kependudukanPerubahan pola kepemilikan lahanPeningkatan/penurunan pendapatan
masyarakatAdanya kesempatan berusahaGangguan proses sosialPerubahan sikap dan persepsi
masyarakatD. Komponen Kesmas
Penurunan sanitasi lingkunganPenurunan tingkat kesehatan
masyarakat
DeskripsiRencana KegiatanPra-KonstruksiKonstruksiOperasiPasca Operasi
Komponen kegiatan terutama pembukaan dan pematangan lahan untuk lokasi pemboran
sumur pengembangan, GPF, Kilang LNG dan jalur pipa akan menyebabkan perubahan suhu
dan kelembaban udara di daerah tersebut. Akan tetapi karena luas wilayah yang dibuka
untuk kegiatan-kegiatan tersebut relatif kecil dibandingkan dengan luas daerah sekitarnya
yang hampir 100% tertutup oleh vegetasi, maka pengaruhnya tidak signifikan dalam
mempengaruhi iklim mikro, dan ditetapkan sebagai bukan dampak negatif hipotetik.
Tahap Operasi
Perubahan iklim mikro dapat terjadi secara signifikan sebagai akibat kegiatan operasi
produksi gas dan gas cair. Kegiatan operasi produksi di pusat pengolahan gas dan pencairan
gas akan menimbulkan panas dan cahaya yang berumber dari colok api (flare stack). Panas
dan cahaya akan menyebar ke sekitarnya dari nyala api yang terdapat di colok api tersebut,
gas yang dibakar dari colok api adalah gas buangan dalam jumlah dan tekanan kecil. Dalam
keadaan normal hanya berupa nyala kecil. Tujuan pembakaran gas di colok api dilakukan
sebagai pengamanan apabila terjadi tekanan gas yang berlebihan dari sumbernya dan pada
proses produksi gas dan gaas cair. Dalam keadaan demikian maka gas akan dialirkan ke
colok api untuk dibakar, sehingga buangan sebelum masuk ke udara bebas hanya berupa
sisa pembakaran (SO2, NO2 dan debu).
Perubahan iklim mikro akibat kegiatan pembukaan dan pematangan lahan tidaklah signifikan
karena lahan yang dibuka relatif sempit dibanding dengan lahan sekitarnya yang lebih luas
dan masih tertutup oleh vegetasi.
Demikian pula halnya dengan perubahan iklim mikro (pencahayaan dan suhu udara) yang
diduga terjadi dari colok api karena gas yang dibakar jumlahnya kecil, sehingga perubahan
iklim mikro tersebut mempunyai intensitas perubahan kecil. Dengan demikian, penyebaran
panas dan cahaya relatif pendek dan tidak mengganggu penduduk. Sementara itu sekitar
kilang LNG akan relatif lebih panas karena operasi produksi LNG. Namun karena lokasinya di
pantai dengan angin yang kencang maka perubahan ini tidak akan signifikan. Oleh karena itu
perubahan iklim mikro secara hipotetik tidak akan menjadi dampak penting.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-134
PT PERTAMINA EP - PPGM
2. Perubahan Kualitas Udara Ambien
Tahap Konstruksi
Kualitas udara ambien mengalami perubahan yang cukup signifikan diakibatkan oleh
kegiatan-kegiatan konstruksi pemboran gas, pembangunan GPF dan Kilang LNG serta
pemasangan pipa. Hal itu disebabkan kegiatan itu menggunakan bantuan peralatan
berbahan bakar fosil seperti genset untuk pengelasan, alat-alat berat untuk konstruksi itu
dan penerangan. Operasional mesin-mesin menyebabkan timbulnya gas-gas buang SO2, NO2,
hidrokarbon dan debu.
Tahap Operasi
Kegiatan operasional proses produksi gas dan gas cair akan menimbulkan limbah gas,
terutama dari emisi kompresor, genset dan pembakaran di colok api. Dari genset dan
kompresor akan dikeluarkan SO2, NO2, CO, hidrokarbon dan debu, sementara dari
pembakaran colok api dikeluarkan SO2, NO2 dan debu. Sebaliknya pada Tahap Pasca Operasi
yaitu kegiatan penutupan sumur dan penghentian operasi produksi gas dan gas cair gas-gas
tersebut tidak diemisikan, sehingga kualitas udara menjadi relatif lebih baik daripada tahap
operasi.
Debu dan gas yang muncul pada kegiatan tahap konstruksi yang dikeluarkan oleh peralatan,
seperti genset, relatif kecil, sehingga secara hipotetik, tidak akan menjadi dampak penting.
Akan tetapi pada tahap operasi jumlah gas dan debu yang dikeluarkan dari mesin-mesin dan
emisi gas dari colok api untuk operasi produksi gas di BS, GPF dan Kilang LNG cukup
signifikan sehingga secara hipotetik akan menjadi dampak negatif penting. Sebaliknya pada
tahap pasca operasi, kualitas udara akan menjadi lebih baik, dan diharapkan dapat seperti
kondisi udara di areal sekitarnya yang tidak terkena proyek.
3. Terjadi Kebisingan
Tahap Konstruksi
Kebisingan akan timbul diakibatkan suara kendaraan berat dan lalu lintas kendaraan proyek
selama kegiatan mobilisasi dan demobilisaasi peralatan, material dan tenaga kerja.
Kebisingan juga muncul karena suara dari mesin-mesin atau peralatan dan genset yang
digunakan serta suara-suara lain yang timbul selama kegiatan pembukaan dan pematangan
lahan, kegiatan pembangunan fasilitas produksi gas dan kilang LNG. Sementara kebisingan
juga muncul karena suara genset dan mesin rig selama pemboran sumur gas.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-135
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tahap Operasi
Kebisingan akan muncul diakibatkan suara kompresor dari pusat pemrosesan gas dan gas
cair dengan tingkat kebisingan yang tinggi sehingga dapat mencapai 100 dBA. Bila
perumahan dekat dengan sumber suara itu, maka penduduk akan menerima dampaknya.
Sebaliknya pada Tahap Pasca Operasi, penghentian proses produksi akan kebisingan itu
akan terhenti pula, sehingga kualitas udara menjadi relatif lebih baik.
Kebisingan yang muncul pada kegiatan tahap konstruksi yang dikeluarkan oleh peralatan,
seperti genset, relatif kecil dan penduduk di sekitarnya masih jarang, sehingga secara
hipotetik, tidak akan menjadi dampak penting. Akan tetapi pada tahap operasi kebisingan
yang dikeluarkan dari mesin-mesin, terutama mesin kompressor, di BS, GPF dan Kilang LNG
cukup signifikan sehingga secara hipotetik akan menjadi dampak negatif penting. Sebaliknya
pada tahap pasca operasi, tingkat kebisingan akan menurun dan diharapkan akan seperti
kondisi kebisingan di daerah sekitar yang tidak ada proyek.
4. Perubahan Sifat Tanah
Tahap Konstruksi
Kegiatan pembukan dan pematangan lahan untuk persiapan areal pemboran (100 m x 100
m), pembangunan fasilitas produksi gas dan gas cair serta pemasangan pipa akan
menyebabkan hilangnya tanah pucuk yang subur. Dengan hilangnya solum tanah tersebut
akan berpengaruh terhadap sifat fisik dan kimia tanah yang akan berubah. Apalagi dengan
tidak adanya penutup lahan saat konstruksi, maka hujan yang jatuh akan langsung
menghantam tanah dan mengerosi tanah pucuk (top soil) secara berangsur sehingga solum
tanah menjadi tipis atau hilang selamanya. Dengan demikian unsur hara atau bahan organik
yang ada dalam solum tersebut ikut tercuci hilang terangkut oleh aliran permukaan, dan
menjadikan tingkat kesuburan semakin rendah serta dapat berpengaruh tehadap organisme
dalam tanah.
Luasan lahan pada kegiatan pembukaan dan pematangan lahan cukup luas. Sifat fisik-kimia
tanah yang akan mengalami perubahan karena kegiatan pembukaan lahan cukup luas pula.
Namun bila dibandingkan luasan lahan tertutup vegetasi di sekitarnya menjadi relatif sempit
yang akan menjadi areal terbuka. Selain itu, tanah yang dibuka tersebut memang
dipersiapkan untuk pembangunan tahapan berikutnya berupa lokasi yang akan segera
dikelola atau segera mengalami suksesi alami secara cepat, sehingga sifat tanah tidak akan
berpengaruh secara signifikan. Oleh karena itu, secara hipotetik, perubahan sifat tanah tidak
menjadi dampak penting hipotetik.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-136
PT PERTAMINA EP - PPGM
5. Peningkatan kuantitas aliran air permukaan
Tahap Konstruksi
Aliran permukaan dan peningkatan aliran permukaan akan terjadi akibat hilangnya vegetasi
penutup lahan oleh kegiatan pembukaan dan pematangan lahan untuk penyiapan lahan
lokasi kegiatan pemboran gas, pembangunan fasilitas produksi gas dan gas cair serta
pemasangan pipa. Selama kegiatan penyiapan lahan tersebut akan terjadi aliran air
permukaan langsung (runoff) di lokasi tersebut. Peningkatan aliran air permukaan tersebut
dipengaruhi oleh tiga faktor penting yaitu faktor koefisien aliran permukaan, intensitas hujan
dan luas kawasan (area). Dengan dibukanya lahan dari penutup vegetasi, maka akan
berakibat tetesan hujan menghantam (impact) langsung kepermukaan tanah dan aliran
permukan tanah terjadi. Aliran permukaan tanah tersebut nantinya masih terus terjadi
meskipun pembangunan bangun-bangunan prasarana fasilitas produksi gas telah selesai.
Akibat aliran permukaan tersebut berdampak pada terjadinya proses berikutnya berupa erosi
tanah.
Peningkatan aliran permukaan pada saat pembukaan dan pematangan lahan dilaksanakan
pada lokasi-lokasi sumur pemboran, dan pemasangan pipa (sepanjang ± 75 km), terutama
pada lokasi yang tidak datar (topografi landai, berombak, bergelombang, berbukit dan
bergunung). Aliran permukaan tersebut nantinya akan menyebar keluar tapak proyek dan
mengalir kedaerah bagian hilir yang lebih rendah ke lahan millik masyarakat di sisi bagian
hilir lokasi dan kemungkinan sambil membawa material sedimen ke arah pantai, sehingga
dapat mengganggu penduduk bagian hilir. Oleh karena itu dampak peningkatan kuantitas air
permukaan, secara hipotetik akan menjadi dampak penting hipotetik.
6. Terjadinya Erosi Tanah
Tahap Konstruksi
Erosi tanah diprakirakan akan terjadi ketika vegetasi penutup lahan hilang akibat pembukaan
dan pematangan lahan untuk penyiapan lahan kegiatan pemboran gas, dan pengelupasan
tanah oleh kegiatan pembukaan lahan dan pematangan lahan dalam rangka menyiapkan
lahan untuk kegiatan pemboran sumur gas, fasilitas produksi gas dan gas cair serta
pemasangan pipa. Selama kegiatan penyiapan lahan tersebut akan menyebabkan terjadinya
proses erosi di lokasi tersebut. Proses erosi tersebut dipengaruhi oleh lima faktor penyebab
erosi antara yaitu faktor erosivitas hujan, erodibilitas tanah, panjang lereng, kemiringan
lereng, vegetasi penutup tindakan konservasi. Dengan dibukanya tanah dari penutup
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-137
PT PERTAMINA EP - PPGM
vegetasi, maka akan berakibat tetesan hujan menghantam (impact) langsung dan
melepaskan serta mengangkut agregat tanah sehingga diprakirakan akan terjadi peningkatan
aliran permukaan yang mampu mengerosi tanah permukaan. Kondisi seperti ini akan
berlangsung selama permukaan lahan masih terbuka ditempat tersebut dan segera
berkurang atau terhenti setelah lahan tertutup kembali dengan bangunan-bangunan atau
vegetasi.
Erosi tanah akan besar terutama pada pembukaan dan pematangan lahan pada lokasi-lokasi
sumur pemboran, dan pemasangan pipa (sepanjang ± 75 km), terutama pada lokasi yang
tidak datar dan kondisi tanah yang peka erosi. Partikel tanah hasil erosi tersebut diperkirakan
akan menyebar ke lahan yang lebih rendah millik masyarakat di sisi bagian hilir lokasi dan
sebagian masuk sungai sebagai material sedimen dan terbawa aliran sungai ke arah pantai,
sehingga dapat mengganggu penduduk. Oleh karena itu dampak terhadap erosi tanah,
secara hipotetik akan menjadi dampak penting.
7. Gangguan Sistem Drainase dan Irigasi
Tahap Konstruksi
Kegiatan pembukaan dan pematangan lahan khususnya untuk jalur pipa gas akan memotong
beberapa sungai, saluran drainase dan irigasi, yang bila tidak dilakukan dengan sistem
pemasangan pipa semacam jembatan atau saluran pengelak akan menggaggu aliran air.
Sistem drainase dan irigasi di persawahan wilayah Kecamatan Toili Barat, Toili dan Batui
akan terganggu oleh karena terpotong oleh jalur pipa. Tanah bekas galian untuk kegiatan
pemasangan pipa gas juga akan mengganggu aliran air, atau mungkin aliran permukaan
akan terbendung timbunan tanah galian, sehingga dapat menggenangi persawahan atau
lahan sekitarnya.
Terganggunya sistem drainase dan irigasi, secara hipotetik akan menjadi dampak penting,
karena pembukaan lahan khususnya untuk jalur pipa banyak yang memotong sungai-sungai
yang mengalir ke arah perairan Selat Peleng, saluran irigasi dan beberapa alur sungai
tersebut yang selama ini dipergunakan untuk mengairi sawah penduduk sehingga sistem
drainase dan irigasi menjadi terganggu.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-138
PT PERTAMINA EP - PPGM
8. Peningkatan Debit Air Sungai
Tahap Konstruksi
Debit air sungai akan meningkat akibat mendapat imbuh dari aliran permukaan (run-off)
akibat pembukaan lahan dan pematangan lahan untuk persiapan kegiatan pembangunan
fasilitas produksi gas dan kegiatan pemasangan pipa. Pembukaan lahan ini akan
menyebabkan terjadinya perubahan nilai koefisien aliran permukaan (run off) menjadi besar
sehingga hujan yang jatuh di daerah tersebut sebagian besar akan menjadi aliran permukaan
yang selanjutnya masuk ke sungai dan menyebabkan meningkatnya debit aliran permukaan
dan debit sungai.
Peningkatan debit akibat pembukaan lahan relatif kecil karena luas lahan yang dibuka bila
dibandingkan areal sekitarnya yang masih tertutup rapat oleh vegetasi relatif kecil. Debit air
sungai juga tidak akan terpengaruh secara signifikan oleh kegiatan hydrotest yang sekalipun
kebutuhan airnya besar, namun bila dibandingkan dengan ketersediaan air di sungai terdekat
terutama bila pada musim penghujan maka menjadi relatif kecil; selain itu pelaksanaan uji
hidrostatis memakan waktu yang pendek. Oleh karena itu secara hipotetik, dampak pada
debit air sungai tidak akan menjadi dampak penting.
9. Penurunan Debit Air Sungai
Tahap Konstruksi
Diperkirakan debit air sungai akan menurun ketika air sungai diambil untuk keperluan
pemboran dan uji hidrostatis pemasangan pipa pada kegiatan pembangunan fasilitas
produksi gas (khususnya pemboran sumur).
Terkait dengan kebutuhan akan air bersih untuk keperluan proyek pengembangan gas
Matindok yang cukup besar, dapat dijelaskan disini bahwa data debit sungai yang digunakan
adalah berdasarkan data sekunder yang ada (BAPPEDA Kabupaten Banggai, 2006). Seperti
dijelaskan terdahulu bahwa di daerah penelitian terdapat beberapa sungai besar dengan data
debit sesaat yaitu: Sungai Singkoyo (64 m3/dtk), Sungai Mansahang (41 m3/dtk), Sungai Toili
(40 m3/dtk), Sungai Batui (85,2 m3/dtk), Sungai Sinorang (24 m3/dtk), Sungai Mendono (60
m3/dtk), Sungai Tangkiang (60 m3/dtk). Debit keseluruhan sungai-sungai tersebut
diperkirakan sekitar 1.895,78 x 106m3/tahun. Salah satu sungai yang data debitnya dipantau
secara periodik oleh Departemen Pekerjaaan Umum, Direktorat Jendral Sumber Daya Air,
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-139
PT PERTAMINA EP - PPGM
Kabupaten Palu tahun 1995-2004 adalah Sungai Batui, dengan debit rata-rata harian sebesar
94.093 m3/hari. Hal ini menujukkan bahwa debit sungai tersebut ditinjau secara kualitas
lingkungan dari segi kuantitas air sungai adalah sangat baik.
Diperkirakan bahwa kebutuhan air untuk kegiatan uji hidrostatik sekitar 20.000 m3. Dengan
melihat cadangan kuantitas (debit) air sungai tersebut, apabila pelaksanaan uji hidrostatik
menggunakan air sungai sebesar 20.000 m3 dan hanya sekali, maka tidak akan ada
pengaruhnya terhadap penurunan debit sungai. Apalagi apabila pelaksanaan uji hidrostatik
dilakukan pada musim penghujan, dimana saat itu kondisi debit sungai adalah mempunyai
aliran stabil. Dengan demikian ditinjau dari dampaknya maka dampak penuruan kuantitas air
permukaan dalam hal ini air sungai tidak dikatagorikan kedalam dampak negatif penting
hipotetik.
10. Penurunan Kuantitas Air Tanah
Tahap Konstruksi
Kuantitas air tanah diperkirakan akan berpotensi menurun karena vegetasi penutup lahan
hilang (land clearing) dan pengelupasan tanah serta aliran permukaan yang lebih tinggi
sehingga terjadi gangguan dalam penyerapan air. Hal itu disebabkan oleh kegiatan
pembukaan lahan dan penyiapan lahan untuk pemboran sumur, pembangunan fasilitas
produksi gas dan gas cair serta untuk jalur pipa.
Akan tetapi luas permukaan yang akan terbuka relatif sedikit dibanding luasan lahan yang
tertutup oleh vegetasi, maka dampak hipotetis yang terjadi tidak dikatagorikan sebagai
dampak negatif penting hipotetis.
Telah dijelaskan terdahulu bahwa data kuantitas air tanah yang digunakan adalah data
sekunder dari Bappeda Kabupaten Banggai (2006). Air tanah di suatu daerah sangat
dipengaruhi oleh curah hujan dan karakteristik formasi geologi daerah yang bersangkutan.
Daerah penelitian tersusun dari beberapa formasi batuan, yaitu: Formasi Batuan Volkanik
Tua, Volkanik Recent, Batu Gamping dan Sedimen Napa, yang masing-masing mempunyai
kemampuan untuk imbuh air tanah dari hujan dengan kecepatan yang berbeda satu sama
lain. Berdasarkan data sekunder potensi air tanah), potensi air tanah tahunan adalah sebesar
387 X 106 m3/tahun atau 1.035 X 106 m3/hari. Debit air tanah tersebut termasuk dalam
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-140
PT PERTAMINA EP - PPGM
jumlah yang sangat besar. Dengan memperhatikan cadangan kuantitas (debit) air tanah
tersebut, maka apabila digunakan untuk keperluan pemboran sumur (420 m3/sumur), dan
pemboran sejumlah sumur pengembangan dilakukan secara tidak bersamaan waktunya,
maka sangat kecil sekali pengaruhnya terhadap penurunan debit air tanah. Dengan
demikian, dampak berupa penurunan kuantitas air tanah untuk keperluan pemboran sumur
adalah tidak sigifikan dan ditetapkan tidak sebagai dampak negatif penting hipotetik.
Tahap Operasi
Operasional BS akan membutuhkan air tanah sekitar 25 m3/hari, dan kilang LNG secra
keseluruhan adalah sekitar 75 m3/hari. Pada penjelasan di sub bab sebelumnya telah
disampaikan bahwa potensi air tanah tahunan mempunyai debit sebesar 387 X 106 m3/tahun
atau 1.035 X 106 m3/hari. Apabila digunakan untuk operasional BS sebesar 25 m3/hari
dan opersional kilang LNG sebesar 75 m3/hari, maka sangat kecil sekali pengaruhnya
terhadap penurunan debit air tanah. Dengan demikian dampak penurunan kuantitas air
tanah untuk keperluan operasional BS dan kilang LNG tidak ditetapkan sebagai dampak
negatif penting hipotetik.
11. Penurunan Kualitas Air Permukaan
Tahap Konstruksi
Kualitas air permukaan (sungai) akan menurun karena erosi tanah yang menyebabkan
peningkatan kekeruhan akibat kegiatan pembukaan dan pematangan lahan. Kemungkinan
pula, kualitas air permukaan juga akan menurun sebagai akibat dari pembuangan air bekas
hydrotest dari kegiatan konstruksi/pembangunan fasilitas produksi gas dan kegiatan
pemasangan pipa transmisi gas (pipeline) selesai dilaksanakan.
Tahap Operasi
Kualitas air sungai akan menurun kemungkinan akibat pembuangan air limbah dari instalasi
pengolahan air limbah (waste water treatment) di fasilitas produksi gas dan gas cair selama
operasional serta pemboran sumur pengembangan. Selanjutnya air sungai yang kualitasnya
telah menurun itu bila meresap ke dalam tanah akan berpotensi menurunkan kualitas air
sumur penduduk.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-141
PT PERTAMINA EP - PPGM
Penurunan kualitas air permukaan akan terjadi pada tahap konstruksi dan akibat limbah cair
dari operasi produksi. Kualitas air yang menurun akan berdampak pada komponen lain
misalnya badan air yang sama di bagian hilirnya digunakan oleh masyarakat dan dapat pula
mempengaruhi kehidupan biota air tawar. Secara hipotetik, jenis dampak pada kualitas air
permukaan akan menjadi dampak negatif penting. Sebaliknya, setelah selesai operasi
produksi, kualitas air permukaan akan menjadi sama dengan bagian hulu badan air yang
sama.
12. Penurunan Kualitas Air Laut
Tahap Konstruksi
Kualitas air laut akan menurun karena pengerukan tanah di pantai untuk pembangunan jetty
dan dermaga khusus untuk pengapalan LNG yang menyebabkan peningkatan kekeruhan
akibat kegiatan pembukaan dan pematangan lahan, dan pembangunan fasilitas produksi gas
dan gas cair.
Tahap Operasi
Kualitas air laut akan menurun karena pembuangan air limbah dari instalasi pengolahan air
(waste water treatment)/IPAL di fasilitas produksi gas dan gas cair selama operasional yang
akhirnya mengalir di laut. Kualitas air laut juga akan menurun karena pencemaran minyak
dan bahan kimia lain akibat adanya kapal-kapal termasuk kapal tanker yang berlabuh di
dermaga di komplek kilang LNG pada kegiatan operasi fasilitas produksi gas dan gas cair.
Kualitas air laut juga akan menurun disebabkan oleh pembuangan air bekas hydrotest dari
kegiatan pemboran sumur, dan pemasangan pipa di laut. Selain itu pembuangan lumpur bor
ke laut juga akan menurunkan kualitas air laut.
Kualitas air laut akan turun pada tahap konstruksi khususnya pada asat pemasangan pipa
lepas pantai dan pembangunan dermaga di Kilang LNG serta operasi produksi gas dan gas
cair. Kualitas air yang menurun akan berdampak pada komponen lain misalnya bila pada
areal yang sama digunakan oleh masyarakat untuk penangkapan ikan dan dapat pula
mempengaruhi kehidupan biota air laut. Secara hipotetik, jenis dampak pada kualitas air laut
akan menjadi dampak negatif penting. Sebaliknya, setelah selesai operasi produksi, kualitas
air laut akan menjadi sama dengan bagian laut sekitarnya.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-142
PT PERTAMINA EP - PPGM
13. Gangguan Transportasi Darat
Pada dasarnya gangguan transportasi darat mencakup beberapa macam dampak seperti a).
Kerusakan jalan dan jembatan, b). Gangguan kelancaran lalulintas, c). Gangguan
keselamatan pengguna jalan, dan d). Pengotoran jalan.
a. Kerusakan Jalan dan Jembatan
Tahap konstruksi
Pada tahap konstruksi kegiatan mobilisasi peralatan dan pengangkutan material
bahan konstruksi melalui jalan darat ke lokasi rencana kegiatan pemipaan dan
fasilitas produksi serta LNG diperkirakan akan berdampak pada gangguan stabilitas
perkerasan jalan dan jembatan. Peralatan berat akan diangkut dengan menggunakan
trailer dengan muatan sumbu terberat dapat mencapai > 10 ton. Jalan yang akan
dijadikan rute pengangkutan meskipun sebagai jalan provinsi, namun klas jalan bila
ditinjau dari tekanan gandar maksimum setara dengan jalan klas II (kekuatan
maksimum < 8 ton), sehingga dikhawatirkan adanya lalulintas tersebut dapat merusak
jalan dan jembatan.
Berdasarkan hasil observasi awal di lokasi, beberapa ruas jalan sudah menunjukkan
gejala kerusakan, khususnya pada wilayah yang sering mengalami banjir serta kondisi
jembatan yang sempit (lebar 3,20 meter) dikhawatirkan terjadi kerusakan jalan maupun
jembatan. Dengan demikian parameter kerusakan jalan dan jembatan pada kegiatan
mobilisasi peralatan, material dan tenaga kerja dikategorikan sebagai dampak penting
hipotetik.
Kerusakan jalan disebakan pula oleh kegiatan Pemasangan Pipa Penyalur Gas
pada jalur darat yang memotong jalan raya, akan merusak jalan raya (ada kegiatan
penggalian). Kerusakan jalan tersebut tidak dapat dikembalikan seperti kondisi semula,
kecuali melalui proses perbaikan struktur jalan (pemadatan dan pengaspalan).
Pekerjaan pemasangan pipa yang memotong jalan hanya pada tempat-tempat tertentu
dan sifatnya tidak permanen (dapat segera dipulihkan). Dengan demikian parameter
kerusakan jalan pada kegiatan pemasangan pipa penyalur gas dikategorikan bukan
sebagai dampak penting hipotetik.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-143
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tahap Operasional
Pada Tahap Operasional, kegiatan penyaluran kondensat melalui jalan darat
dilakukan dengan menggunakan mobil tanki akan berdampak pula pada peningkatan
kerusakan jalan dan jembatan. Beban yang besar dan intensitas pembebanan yang
berulang, akan menyebabkan umur rencana jalan cepat tercapai, sehingga tidak tahan
lama/cepat rusak. Lebar kendaraan yang lebih dari 2 meter, bila terjadi simpangan akan
merusak bahu jalan (lebar perkerasan rata-rata hanya 4,5 meter), karena roda
kendaraan keluar perkerasan.
Mengingat kondisi beberapa ruas jalan sudah menunjukkan gejala kerusakan khususnya
pada wilayah yang sering mengalami banjir serta kondisi jembatan yang sempit (lebar
3,20 meter), maka aktivitas tersebut dikhawatirkan menambah kerusakan jalan
maupun menyebabkan kerusakan jembatan. Dengan demikian parameter kerusakan
jalan dan jembatan pada kegiatan penyaluran kondesat dengan transportasi darat
dikategorikan sebagai dampak penting hipotetik.
Tahap Pasca Operasi
Pada Tahap Pasca Operasi, kegiatan demobilisasi peralatan melalui jalan darat
diperkirakan akan berdampak pada gangguan stabilitas perkerasan jalan dan jembatan.
Peralatan berat akan diangkut dengan menggunakan trailer diperkirakan memiliki
muatan sumbu terberat mencapai > 10 ton, sehingga dikhawatirkan adanya lalulintas
tersebut dapat merusak jalan dan jembatan. Hal ini dimungkinkan mengingat klas jalan
berdasarkan tekanan gandar belum mencapai 10 ton.
Mengingat kondisi beberapa ruas jalan sudah menunjukkan gejala kerusakan,
khususnya pada wilayah yang sering mengalami banjir serta kondisi jembatan yang
sempit (lebar 3,20 meter), maka aktivitas tersebut dikhawatirkan menambah kerusakan
jalan maupun menyebabkan kerusakan jembatan. Dengan demikian parameter
kerusakan jalan dan jembatan pada kegiatan demobilisasi peralatan dikategorikan
sebagai dampak penting hipotetik.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-144
PT PERTAMINA EP - PPGM
b. Gangguan Kelancaran Lalulintas
Tahap Konstruksi
Aktvitas mobilisasi peralatan dan pengangkutan material bahan konstruksi
dilakukan pada saat awal pekerjaan konstruksi dan pengangkutan material melalui jalan
darat dilakukan selama tahap pembangunan (tahap konstruksi akan berdampak pada
gangguan kelancaraan jalan). Namun pengangkutan peralatan tersebut tidak terlalu
mengganggu kelancaran lalulintas di sepanjang ruas jalan yang dijadikan rute
pengangkutan. Hanya saja pada saat pengangkutan material, khususnya pipa untuk
kegiatan pemipaan akan menimbulkan dampak pada parameter kelancaran lalulintas.
Hal ini disebabkan oleh intensitas pengangkutan yang cukup tinggi, sedangkan lebar
jalan/jembatan relatif sempit, sehingga mengakibatkan tundaan lalulintas pada salah
satu arah.
Mengingat jalur jalan yang dijadikan rute pengangkutan merupakan jalur satu-satunya
yang menghubungkan Kota Luwuk-dengan kota-kota kecamatan (Kintom, Batui, Toili
dan Toili Barat), maka gangguan kelancaran pada ruas jalan tersebut akan berakibat
pada kemacetan di seluruh wilayah kecamatan tersebut. Dengan demikian parameter
gangguan kelancaran lalulintas pada kegiatan mobilisasi dan demobilisasi peralatan,
material dan tenaga kerja dikategorikan sebagai dampak penting hipotetik
Kegiatan pembukaan dan pematangan lahan khususnya untuk area pembangunan
kilang LNG di wilayah Batui maupun Kintom berada di wilayah yang sudah terbangun
(permukiman maupun sistem jaringan infrstruktur, baik jaringan jalan maupun
jembatan). Selama belum ada pengalihan sistem jaringan jalan dan jembatan yang
sudah ada saat ini, maka kegiatan pembukaan dan pematangan lahan akan
bersinggungan dengan jalur lalulintas, sehingga menyebabkan gangguan pada
parameter kelancaran lalulintas. Gangguan kelancaraan disebabkan oleh aktivitas alat-
alat berat yang melintas/memotong jalan, sehingga harus menghentikan arus lalulintas
menerus.
Ruas jalan yang terkena dampak kegiatan pembukaan dan pematangan lahan adalah
ruas jalan satu-satunya yang menghubungkan wilayah kecamatan Batui, Toili dan Toili
Barat ke kecamatan Kintom maupun Kota Luwuk. Apabila ada gangguan pada ruas jalan
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-145
PT PERTAMINA EP - PPGM
tersebut, maka dampaknya akan dirasakan oleh sebagian besar warga masyarakat yang
tinggal di wilayah kecamatan tersebut. Dengan demikian parameter gangguan
kelancaran lalulintas pada kegiatan pembukaan dan pematangan lahan dikategorikan
sebagai dampak penting hipotetik.
Kegiatan pemasangan pipa pada jalur darat akan memotong jalan raya dan
diprakirakan akan menggangu pergerakan lalulintas di jalan raya. Hal ini diakibatkan
oleh penutupan separuh lebar jalan (pekerjaan dilakukan bertahap) dan kurangnya
jalur-jalur alternatif untuk mengalihkan arus lalulintas.
Pekerjaan pemasangan pipa yang memotong jalan dapat dilakukan secara bertahap dan
disertai dengan pembuatan jalan darurat, sehingga dapat mengalirkan arus lalulintas
untuk kedua arah. Dengan demikian parameter gangguan kelancaran lalulintas pada
kegiatan pemasangan pipa penyalur gas dikategorikan bukan sebagai dampak penting
hipotetik.
Tahap Operasi
Pada tahap operasi aktivitas pergerakan mobil tanki mengangkut kondensat dari
fasilitas produksi gas ke lokasi Tangki Penampung Kondensat milik JOB
Pertamina-Medco Tomori Sulawesi di Bajo akan membebani ruas jalan provinsi.
Tambahan arus lalulintas ini dapat mengakibatkan penurunan kinerja jalan, sehingga
berakibat pada besarnya tundaan lalulintas (gangguan kelancaran lalulintas).
Mengingat jalur jalan yang dijadikan rute pengangkutan merupakan jalur satu-satunya
yang menghubungkan Kota Luwuk-dengan kota-kota kecamatan (Kintom, Batui, Toili
dan Toili Barat), maka gangguan kelancaran pada ruas jalan tersebut akan berakibat
pada kemacetan di seluruh wilayah kecamatan tersebut. Dengan demikian parameter
gangguan kelancaran lalulintas pada kegiatan penyaluran kondesat dengan transportasi
darat dikategorikan sebagai dampak penting hipotetik.
Tahap Pasca Operasi
Pada tahap pasca operasi, proses pengangkutan peralatan setelah berakhirnya kegiatan
operasional (demobilisasi peralatan), akan dapat mengakibatkan gangguan
kelancaran laluintas. Gangguan kelancaraan lalulintas disebabkan masuknya kendaraan
angkutan berukuran besar ke dalam arus lalulintas. Jalan raya yang sempit akan
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-146
PT PERTAMINA EP - PPGM
menyebabkan iringan kendaraan, karena kecepatan arus sangat tergantung pada
kecepatan kendaraan angkutan akibat kesulitan dalam melakukan gerakan menyalip
(gerakan mendahului kendaraan di depannya).
Mengingat jalur jalan yang dijadikan rute pengangkutan merupakan jalur satu-satunya
yang menghubungkan Kota Luwuk-dengan kota-kota kecamatan (Kintom, Batui, Toili
dan Toili Barat), maka gangguan kelancaran pada ruas jalan tersebut akan berakibat
pada kemacetan di seluruh wilayah kecamatan tersebut. Dengan demikian parameter
gangguan kelancaran lalulintas pada kegiatan demobilisasi peralatan dikategorikan
sebagai dampak penting hipotetik.
c. Gangguan Keselamatan Pengguna Jalan
Tahap Konstruksi
Dengan terjadinya kerusakan jalan dan gangguan kelancaran pengguna jalan, maka
proses mobilisasi dan demobilisasi pengangkutan peralatan konstruksi
maupun pengangkutan material bahan konstruksi diperkirakan akan memberikan
dampak pada parameter keselamatan pengguna jalan pada tahap konstruksi.
Kondisi jalan dan jembatan yang sempit, faktor lingkungan di sekitar jalan yang banyak
potensi pejalan kaki (kawasan permukiman dan perkotaan) maupun binatang ternak
yang berada di jalan raya menjadi faktor utama penyebab kecelakaan lalulintas.
Banyaknya kawasan permukiman dan kawasan perkotaan yang padat kegiatan di sekitar
rute angkutan tersebut, maka banyak tempat-tempat yang berpotensi terjadinya
kecelakaan lalulintas. Dengan demikian parameter gangguan keselamatan pengguna
jalan pada kegiatan mobilisasi dan demobilisasi peralatan, material dan tenaga kerja
dikategorikan sebagai dampak penting hipotetik.
Kegiatan aktivitas pembukaan dan pematangan lahan (pembangunan kilang LNG)
yang bersinggungan dengan arus lalulintas di jalan raya diprakirakan akan berdampak
pada gangguan keselamatan pengguna jalan, khususnya pengendara kendaraan
bermotor di jalan raya. Gangguan keselamatan pengguna jalan diakibatkan oleh
gerakan/manuver kendaraan proyek maupun alat-alat proyek seperti excavator dan
bulldozer yang memotong jalan maupun beraktivitas di area yang berdekatan dengan
jalan raya.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-147
PT PERTAMINA EP - PPGM
Kelalaian operator dan pelaksana proyek di lapangan yang tidak mematuhi SOP, dapat
mengakibatkan kecelakaan yang menimpa pengemudi kendaraan bermotor di jalan
raya (pengguna jalan). Dengan demikian parameter gangguan keselamatan pengguna
jalan pada kegiatan pembukaan dan pematangan lahan dikategorikan sebagai dampak
penting hipotetik.
Pemasangan pipa pada jalur darat yang memotong jalan raya, sehingga
mengharuskan penutupan separuh lebar jalan (pelaksanaan bertahap), menyebabkan
rawan terjadinya gangguan keselamatan pengguna jalan berupa kecelakaan
khususnya pada waktu malam hari. Potensi kejadian kecelakaan disebabkan oleh
beberapa faktor, yaitu kurangnya penerangan jalan dan proses pengembalian kondisi
jalan seperti semula tidak dapat dilakukan dalam jangka pendek. Faktor lain yang
menyebabkan terjadinya rawan kecelakaan adalah pengoperasian alat berat di lokasi
kegiatan yang bersingungan dengan jalan raya.
Pekerjaan pemasangan pipa yang memotong jalan tidak dapat dilakukan dengan segera
dan membutuhkan waktu untuk pengembalian kondisi jalan seperti semula. Bekas-
bekas galian dan gundukan tanah bisa menyebabkan terjadinya kecelakaan, khususnya
di malam hari (perlu penerangan dan rambu peringatan). Dengan demikian parameter
gangguan keselamatan pengguna jalan pada kegiatan pemasangan pipa penyalur gas
dikategorikan sebagai dampak penting hipotetik.
Tahap Operasi
Penambahan arus lalulintas yang diakibatkan oleh proses pengangkutan kondensat
lewat jalan darat, berpotensi pada peningkatan kerawanan terhadap kecelakaan
(gangguan keselamatan pengguna jalan). Hal ini disebabkan oleh dimensi
kendaraan angkutan yang besar (lebar kendaraan berkisar 2,25 – 2,5 meter) dan lebar
perkerasan yang kurang dari 5 meter (jalan dan sebagai jembatan), menyebabkan
peningkatan resiko terjadinya kecelakaan yang dibebabkan kebebasan samping yang
kurang memadai. Kendaraan bila akan simpangan harus keluar perkerasan jalan dan
beresiko pada konflik dengan pejalan kaki, khususnya di kawasan permukiman maupun
daerah perkoataan.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-148
PT PERTAMINA EP - PPGM
Banyaknya kawasan permukiman dan kawasan perkotaan yang padat kegiatan di sekitar
rute angkutan tersebut, maka banyak tempat-tempat yang berpotensi terjadinya
kecelakaan lalulintas. Dengan demikian parameter gangguan keselamatan pengguna
jalan pada kegiatan penyaluran kondesat dengan transportasi darat dikategorikan
sebagai dampak penting hipotetik
Tahap Pasca Operasi
Penggunaan kendaraan berukuran besar pada proses pengangkutan kembali
(demobilisasi) peralatan konstruksi diperkirakan akan memberikan dampak pada
parameter keselamatan pengguna jalan. Rawan kecelakaan dapat terjadi di daerah
yang banyak pejalan kaki dan jalan antar kota yang terdapat binatang ternak yang
dibiarkan di badan jalan serta jembatan yang sempit (bottle neck). Apabila pengemudi
angkutan tersebut kurang memahami lokasi proyek, maka dikhawatirkan banyak terjadi
kecelakaan.
Banyaknya kawasan permukiman dan kawasan perkotaan yang padat kegiatan di sekitar
rute angkutan tersebut, maka banyak tempat-tempat yang berpotensi terjadinya
kecelakaan lalulintas. Dengan demikian parameter gangguan keselamatan pengguna
jalan pada kegiatan demobilisasi peralatan dikategorikan sebagai dampak penting
hipotetik.
d. Pengotoran Jalan
Tahap Konstruksi
Aktivitas hilir mudiknya kendaraan proyek pada saat kegiatan pembukaan dan
pematangan lahan (pembangunan kilang LNG) dapat menyebabkan pengotoran jalan
akibat tanah yang menempel pada ban roda kendaraan proyek dan jatuh atau lengket
pada badan jalan. Pengotoran ini akan semakin besar bila dilakukan pada saat musim
penghujan, sehingga mengganggu kenyamanan dan berkendaraan bagi pengemudi
kendaraan bermotor di jalan raya.
Mengingat aktivitas kendaraan proyek pada saat kegiatan pembukaan dan pematangan
lahan (pembangunan kilang LNG) hanya melintas/memotong jalan, maka pengotoran
jalan sifatnya hanya setempat/tidak menyebar. Dengan demikian parameter pengotoran
jalan pada kegiatan pembukaan dan pematangan lahan dikategorikan bukan sebagai
dampak penting hipotetik.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-149
PT PERTAMINA EP - PPGM
14. Gangguan Transportasi Laut
a. Gangguan keselamatan pelayaran
Tahap Konstruksi
Pada tahap Konstruksi kegiatan konstruksi fasilitas produksi dan kompleks
kilang LNG berada pada daerah pantai. Salah satu fasilitas yang akan dibangun adalah
pembangunan dermaga khusus yang akan dipergunakan dan dikelola sendiri untuk
kepentingan operasi Kilang LNG dan Fasilitas Produksi Gas serta tidak diperuntukkan
untuk masyarakat umum. Kegiatan pelabuhan khusus dilakukan dalam skala kecil dan
hanya untuk keperluan proyek dan tidak akan digunakan untuk keperluan komersial
lainnya atau pembuatan kapal laut. Pembangunan dermaga ini akan menganggu
pelayaran kaitannya dengan keselamatan pelayaran di sekitar lokasi proyek.
Berdasarkan hasil observasi awal di wilayah studi, saat ini terdapat 1 (satu) pelabuhan
umum di Luwuk ibukota Kabupaten Banggai. Pada umumnya, lalu lintas kapal yang
berhubungan dengan pelabuhan ini terdiri dari kapal barang dari/ke Luwuk, kapal
penumpang Tilong Kabila jurusan Indonesia Timur milik PELNI. Letak pelabuhan umum
ini sekitar 50 km dari rencana lokasi dermaga, dan intensitas kapal nelayan sendiri juga
masih jarang. Dengan demikian parameter gangguan keselamatan pelayaran pada
kegiatan pembangunan konstruksi fasilitas produksi dan kompleks kilang LNG
dikategorikan tidak sebagai dampak penting hipotetik
Tahap Operasi
Pengoperasian kilang LNG dan fasilitas lainnya terkait dengan proses
pengangkutan lewat jalur laut yang akan didistribusikan ke wilayah lain. Adanya
bangkitan arus lalulintas kapal angkutan yang berlabuh di dermaga khusus tersebut,
akan berdampak pada gangguan keselamatan pelayaran.
Dari hasil observasi awal di wilayah studi, lokasi rencana dermaga jauh dari pelabuhan
umum serta intensitas kapal nelayan yang masih sedikit diperkirakan tidak terlalu
menganggu aktivitas nelayan setempat. Dengan demikian parameter gangguan
keselamatan pelayaran pada kegiatan operasional kilang LNG dan fasilitas lainnya
dikategorikan tidak sebagai dampak penting hipotetik.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-150
PT PERTAMINA EP - PPGM
B. Komponen Biologi
1. Gangguan Vegetasi
Tahap Konstruksi
Kegiatan pembukaan dan pematangan lahan
Pembukaan untuk lokasi jalan masuk dan sumur pengembangan BS, pemasangan pipa,
lokasi GPF, Kilang LNG dan fasilitas (base camp, jalan,laydown area) akan dilaksanakan
dengan penebangan dan perataan untuk footprint yang diperlukan untuk mendukung
pekerjaan yang sedang berlangsung secara aman. Kegiatan ini akan menyebabkan
pengurangan penutupan lahan oleh vegetasi. Pembukaan lahan ini terjadi di lokasi-lokasi
sumur, fasilitas produksi gas, jalur pipa dan fasilitas produksi gas cair seluas lebih dari
200 ha.
Sebagian besar areal bervegetasi yang akan dibuka merupakan areal budidaya (persawahan
dan kebun) dan semak , namun demikian lokasi sumur bor ternyata ada yang terletak di
areal berhutan. Selain itu rencana jalur pipa alternatif 1 dan 2 terletak pada jalur yang
melalui kawasan Suaka Margasatwa Bangkiriang yang meupakan kawasan konservasi. Areal
yang dibuka di dalam hutan memang relatif kecil, namun areal yang dibuka untuk akses jalan
yang dibangun untuk pemasangan pipa akan memicu terjadinya illegal logging, sehingga
vegetasi hutan di sekitar lokasi kegiatan akan mengalami resiko kerusakan. Berkurangnya
vegetasi akan menyebabkan dampak lebih lanjut yaitu dapat merubah iklim mikro,
mempercepat aliran air permukaan setempat dan menambah resiko erosi. Oleh karenanya,
secara hipotetik, dampak pada vegetasi akibat kegiatan pembukaan dan pematangan lahan
ini akan menjadi dampak penting hipotetik.
Tahap Operasi
Kegiatan operasional Kilang LNG dan fasilitas pendukungnya
Operasional kilang LNG di satu sisi akan menyebabkan penurunan kualitas udara yang
berpotensi menganggu pertumbuhan vegetasi di sekitarnya, namun di sisi lain karena alasan
untuk keindahan dan perbaikan lingkungan maka pada sisa-sisa lahan yang memungkinkan
akan ditanami dengan pepohonan dan semak-semak serta tanaman berbunga. Secara
keseluruhan kegiatan tersebut akan berdampak positif terhadap lingkungan.
Luas areal yang akan direvegetasi di dalam kompleks LNG Plant relatif sangat kecil
dibandingkan dengan total area yang digunakan untuk bangunan dan sarana serta prasarana
LNG Plant. Oleh karenanya dampak positif yang akan terjadi tidak ditetapkan sebagai
dampak penting hipotetik.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-151
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tahap Pasca Operasi
Kegiatan penghentian operasi produksi gas
Pada kegiatan penghentian operasi produksi gas dilakukan pembongkaran fasilitas produksi,
setelah itu akan dilakukan program revegetasi lahan-lahan terbuka dengan ditanami berbagai
jenis tumbuhan lokal yang cepat tumbuh pada lokasi bekas BS, GPF dan LNG plant.
Sementara di jalur pipa dan lokasi sumur tetap terjaga/tetap terbuka sampai saat diserahkan
kepada Pemerintah. Program revegetasi menyebabkan penutupan lahan oleh vegetasi akan
meningkat, selain itu akan memberikan ruang dan waktu untuk proses suksesi yang dimulai
dari tumbuhnya jenis-jenis pionir, jadi merupakan dampak positif. Namun demikian karena
kemungkinan besar fasilitas tersebut juga akan digunakan untuk kegiatan lain dan tidak akan
dijadikan lahan hutan kembali, sehingga dampak yang ada bukan merupakan dampak
permanen (melainkan bersifat sementara). Oleh karena itu dampak positif yang terjadi tidak
merupakan dampak penting hipotetik.
Parameter vegetasi yang dipelajari
Pengertian vegetasi adalah komposisi tumbuhan di suatu tempat dan waktu tertentu. Jadi
berkurangnya vegetasi dapat diartikan berkurangnya jenis-jenis tumbuhan atau terjadi
penurunan keanekaragaman jenisnya, dan masing-masing jenis berkurang anggota individu
penyusunan atau berkurangnya komunitas tumbuhan. Demikian pula hal sebaliknya. Dalam
teknik analisis vegetasi kedua parameter tersebut sudah tercakup didalamnya.
2. Gangguan Satwa Liar
Tahap Konstruksi
Kegiatan pembukaan dan pematangan lahan
Pembukaan untuk lokasi jalan masuk dan sumur pengembangan, BS pemasangan pipa,
lokasi GPF, Kilang LNG dan fasilitas (base camp, jalan,laydown area) akan membuka vegetasi
seluas lebih dari 200 ha. Sebagian diantaranya pada jalur yang melalui kawasan Suaka
Margasatwa Bangkiriang yang merupakan kawasan konservasi. Dengan berkurangnya
vegetasi yang juga menjadi habitat satwa liar menyebabkan satwa liar akan pindah di daerah
sekitarnya, sehingga terjadi hilangnya satwa liar di areal yang dibuka. Pada daerah yang
akan menjadi tempat hidup yang baru akan terjadi keseimbangan baru kehidupan satwa liar
dan hal itu akan menyebabkan berkurangnya satwa liar. Luas areal bervegetasi hutan untuk
pemasangan pipa jalur 1 dan 2 memang relatif kecil, namun areal yang dibuka untuk akses
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-152
PT PERTAMINA EP - PPGM
jalan yang dibangun untuk pemasangan pipa akan memicu terjadinya illegal logging dan
akses utuk perburuan satwa liar di wilayah konservasi yang salah jenis di dalamnya adalah
keberadaan burung maleo. Berkurangnya satwa liar akan menyebabkan dampak lebih lanjut
yaitu potensi daya tarik wisata alam di Suaka Margasatwa Bangkiriang berkurang dan
keunikannya terancam hilang. Oleh karenanya, secara hipotetik, dampak pada satwa liar
akibat kegiatan pembukaan dan pematangan lahan ini akan menjadi dampak penting.
Tahap Operasi
Kegiatan operasional Kilang LNG dan fasilitas pendukungnya
Operasional kilang LNG di satu sisi akan menyebabkan penurunan kualitas udara yang
berpotensi menganggu pertumbuhan vegetasi di sekitarnya, namun di sisi lain karena alasan
untuk keindahan dan perbaikan lingkungan pada sisa-sisa lahan yang memungkinkan akan
ditanami dengan pepohonan dan semak-semak serta tanaman berbunga. Secara keseluruhan
kegiatan tersebut akan berdampak positif.
Luas areal yang akan direvegetasi di dalam kompleks LNG Plant relatif sangat kecil
dibandingkan dengan total area yang digunakan untuk bangunan dan sarana serta prasarana
LNG Plant. Oleh karenanya dampak positif yang akan terjadi bukan merupakan dampak
penting hipotetik.
Tahap Pasca Operasi
Penghentian operasi produksi gas
Pada kegiatan penghentian operasi produksi gas dilakukan pembongkaran fasilitas produksi,
setelah itu akan dilakukan program revegetasi lahan-lahan terbuka dengan ditanami dengan
jenis tumbuhan lokal yang cepat tumbuh pada lokasi bekas BS, GPF dan LNG plant.
Sementara di jalur pipa dan lokasi sumur tetap terjaga/tetap terbuka sampai saat diserahkan
kepada Pemerintah. Program revegetasi menyebabkan penutupan lahan oleh vegetasi akan
meningkat, selain itu akan memberikan ruang dan waktu untuk proses suksesi yang dimulai
dari tumbuhnya jenis-jenis pionir, jadi merupakan dampak positif. Namun demikian karena
kemungkinan besar fasilitas tersebut juga akan digunakan untuk kegiatan lain dan bukan
akan dijadikan lahan hutan kembali, sehingga dampaknya bukan merupakan dampak
permanen (melainkan bersifat sementara). Oleh karena itu dampak positif yang terjadi tidak
merupakan dampak penting hipotetik.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-153
PT PERTAMINA EP - PPGM
Parameter satwa liar yang dipelajari
Dampak berupa penurunan satwa liar idealnya dipelajari melalui parameter-parameter
keanekaragaman jenis dengan teknis inventarisasi dan densitas masing-masing jenis dengan
teknik sensus. Namun karena sifat dan perilaku masing-masing jenis sangat bervariasi,
misalnya adanya jenis-jenis yang sangat takut akan keberadaan manusia dan adanya jenis-
jenis yang aktif di senja dan malam hari, jadi akan sangat sulit kiranya dapat dilakukan
sensus untuk seluruh jenis satwa liar yang ada. Dengan demikian pendekatan studi yang
akan diterapkan dalam kajian AMDAL ini akan dilakukan dengan perhitungan dari parameter
keanekaragaman jenis atau kekayaan jenis.
3. Gangguan Biota Air Tawar
Tahap Konstruksi
Kegiatan pembukaan dan pematangan lahan
Kegiatan pembukaan, perataan dan pengerasan lahan akan berpotensi menimbulkan erosi
dan selanjutnya menyebabkan kekeruhan. Pada lokasi-lokasi yang berbatasan langsung
dengan sungai anak sungai kemungkinan akan terjadi longsor tanah setempat akan langsung
menyebabkan sungai yang menjadi habitat biota air terganggu. Selain itu kegiatan
pembukaan dan pematangan lahan untuk pemasangan pipa banyak yang memotong sungai,
sungai kecil dan saluran irigasi. Kekeruhan dan gangguan langsung pada habitat biota air
akan berpotensi menyebabkan penurunan komunitas biota air tawar, terutama plankton dan
benthos.
Penurunan komunitas biota air tawar, terutama ikan akan mengganggu masyarakat yang
sering menangkap ikan dan atau memelihara ternak bebek di sekitar lokasi kegiatan. Selain
itu banyaknya aliran sungai yag terpotong oleh kegiatan pembukaan dan pematangan lahan
terutama utuk pemasangan pipa akan menyebabkan gangguan pada migrasi harian ikan di
badan air itu. Secara umum kegiatan tersebut berlangsung relatif lama. Oleh karenanya,
secara hipotetik, dampak penurunan biota air yang disebabkan oleh kegiatan pembukaan
dan pematangan lahan ditetapkan sebagai dampak negatif penting hipotetik.
Kegiatan konstruksi fasilitas processing gas dan kilang LNG
Kegiatan konstruksi fasilitas processing gas dan kilang LNG akan menyebabkan penurunan
kualitas air. Hal itu disebabkan oleh pembuangan air bekas hydrotest dan pemberihan
peralatan sebelum komisioning akan dibuang ke sungai. Selanjutnya penurunan kualitas air
berpotensi menimbulkan gangguan pada biota air, plankton dan benthos selanjutnya akan
mempengaruhi biota air lain yang memakannya.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-154
PT PERTAMINA EP - PPGM
Penurunan komunitas biota air tawar ini tidak merupakan dampak penting hipotetik karena
penurunan kualitas air tawa yang terjadi bukan pencemaran berat, berlangsung relatif sinkat
dan terjadi pada lokasi yang relatif terbatas.
Tahap Operasi
Pemboran sumur pengembangan
Kegiatan pemboran sumur menggunakan lumpur bor water-based dan tidak berracun untuk
kedalaman bagian atas pengembangan sumur. material sand blasting (grit) cuttings yang
dicuci dan dibuang ke sungai selama pengeboran, air bekas uji hidrostastis, pembersihan
peralatan sebelum komisioning yang dibuang di sungai akan berpotensi menurunkan kualitas
air sungai. Selain itu tumpahan tidak sengaja jenis material, bahan bakar atau cat juga
akan menurunkan kualitas air. Penurunan kualitas air ini berpotensi menimbulkan penurunan
biota air. Kegiatan pemboran berlangsung relatif pendek, dan berlangsung di lokasi terbatas
oleh karenanya dampak pada biota air tawar ini tidak ditetapkan sebagai dampak negatif
penting hipotetik.
Kegiatan operasi produksi gas dan kegiatan operasional kilang LNG
Kedua kegiatan yaitu Kegiatan operasi produksi gas dan kegiatan operasional kilang LNG
akan membuang limbah cair baik dari operasi produksi, domestik dan atau air cucian
pemeliharaan fasilitas produksi. Air limbah ini akan dikelola dengan IPAL yang airnya
kemudian dialirkan ke air permukaan sehingga terjadi penurunan kualitas air. Penurunan
kualitas air ini berpotensi menimbulkan dampak pada biota air tawar. Perubahan kualitas,
seperti peningkatan TSS, kekeruhan, dan film minyak akan mempengaruhi biota air
khususnya plankton dan benthos yang selanjutnya akan mempengaruhi kehidupan ikan yang
mungkin menjadi sumber ekonomi masyarakat. Kegiatan operasi berlangsung lama, maka
dampak pada biota air tawar ini merupakan dampak penting hipotetik.
4. Gangguan Biota Air Laut
Tahap Konstruksi
Pemasangan pipa
Jalur pemasangan pipa dengan alternatif ke 3 yaitu jalur melalui pantai akan berpotensi
menimbulkan dampak pada biota air laut. Oleh karena di pantai tersebut besar kemungkinan
terdapat komunitas terumbu karang, maka dampak pemasangan pipa lewat laut ini pada
biota air laut merupakan dampak negatif penting hipotetik.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-155
PT PERTAMINA EP - PPGM
Kegiatan konstruksi kilang LNG dan fasilitas pendukungnya.
Kegiatan konstruksi kilang LNG dan fasilitas pendukungnya termasuk pembangunan dermaga
yang terletak di pantai akan berpotensi menimbulkan dampak pada biota air. Oleh karena di
pantai tersebut kemungkinan besar terdapat komunitas terumbu karang, maka dampak
pemasangan pipa lewat laut ini pada biota air laut merupakan dampak negatif penting
hipotetik.
Tahap Operasi
Kegiatan operasional kilang LNG
Kegiatan operasional kilang LNG akan membuang limbah cair baik dari operasi produksi,
domestik dan atau air cucian pemeliharaan fasilitas produksi. Air limbah ini akan dikelola
dengan IPAL yang airnya kemudian dialirkan ke air permukaan sehingga terjadi penurunan
kualitas air. Penurunan kualitas air ini berpotensi menimbulkan dampak pada biota air tawar.
Perubahan kualitas, seperti peningkatan TSS, kekeruhan, dan film minyak akan
mempengaruhi biota air tawar selanjutnya air yang telah turun kualitasnya mengalir di laut
sehingga berpotensi menimbulkan dampak pada biota air laut. Kegiatan operasi berlangsung
lama, maka dampak pada biota air laut ini merupakan dampak negatif penting hipotetik.
C. Komponen Sosial, Ekonomi dan Budaya
1. Perubahan Kependudukan
Tahap Operasi
Jumlah penduduk lokal akan bertambah karena akan banyak pekerja datang dari daerah lain
karena adanya peneriman tenaga kerja untuk kegiatan operasi produksi gas dan gas cair
serta kegiatan pemeliharaan peralatan dan fasilitas produksi. Hal itu disebabkan pekerjaan
operasi produksi gas dan gas cair sebagian harus dikerjakan oleh pekerja terapil dan khusus
yang kemungkinan tidak tercukupi oleh tenaga kerja lokal. Kehadiran pekerja pendatang
akan meningkatkan kepadatan penduduk dan merubah komposisi penduduk setempat
khususnya kelompok umur dan jenis kelamin.
Pada tahap Operasi, jumlah pekerja pendatang relatif besar, terutama kegiatan operasional
kilang LNG. Hal ini akan berdampak terhadap kondisi kependudukan, apalagi bila para
pekerja disertai dengan keluarganya untuk jangka selama operasi yang lebih dari 20 tahun
menetap, sehingga akan menimbulkan dampak turunan lain yang ikut menggerakkan
perekonomian lokal dan merubah struktur sosial masyarakat lokal. Secara hipotetik, dampak
kependudukan pada tahap operasi akan menjadi dampak penting.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-156
PT PERTAMINA EP - PPGM
2. Perubahan Pola Kepemilikan Lahan
Tahap Prakonstruksi
Pemilikan/pengelolaan lahan, baik berupa lahan sawah, tegal dan kebun, dari penduduk
sebagai pemilik lahan yang legal beralih kepemilikan secara permanen/pengelolaannya
kepada PT. PERTAMINA EP – PPGM karena dibeli atau disewa. Selanjutnya lahan yang
sudah berhasil dibebaskan tersebut akan berubah fungsi dari peruntukan semula, misalnya
yang sebelumnya untuk kegiatan pertanian akan beralih fungsi menjadi jalur pipa, kompleks
bangunan fasilitas produksi gas dan gas cair.
Perubahan kepemilikan lahan secara permanen akan terjadi setelah kegiatan pembebasan
lahan dan tanam tumbuh selesai. Perubahan pola kepemilikan lahan ini termasuk sebagai
dampak negatif penting hipotetik, karena diprakirakan dalam proses pembebasannya akan
menyebabkan pihak-pihak tertentu merasa tidak puas dengan nilai ganti rugi yang ada.
Lahan yang dibebaskan sebenarnya juga telah dilakukan untuk banyak lokasi sumur, karena
kegiatan yang dilakukan pemrakarsa meneruskan kegiatan sebelumnya.
3. Peningkatan Pendapatan Masyarakat
Tahap Konstruksi
Pendapatan masyarakat, terutama para pekerja yang terlibat langsung dalam kegiatan
konstruksi akan meningkat. Jumlah tenaga kerja yang direkrut untuk konstruksi mulai dari
mobilisasi dan demobilisasi alat/bahan/pekerja, pembukaan dan pematangan lahan,
pemasangan pipa dan pembangunan fasilitas produksi gas serta gas cair cukup besar dengan
periode waktu yang lebih dari 1 tahun dan dengan gaji standar. Rekrutmen tenaga kerja
dilakukan oleh kontraktor atau perusahaan yang ditunjuk pemrakarsa, maka proses seleksi
akan berjalan sesuai prosedur standar sehingga tenaga kerja lokal yang terserap adalah yang
memunuhi persayaratan yang telah ditentukan. Tenaga kerja yang diambil meliputi tenaga
ahli dan bukan tenaga ahli misalnya kuli angkut, tenaga keamanan, tukang bangunan,
tukang las, tukang cat dan pembantu operator alat berat. Kesempatan kerja yang ada ini
akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Masyarakat bukan pekerja dan yang
memanfaatkan kesempatan usaha yang ada juga berpeluang untuk meningkatkan
pendapatan karena uang yang diterima para pekerja akan dibelanjakan untuk memenuhi
berbagai keperluan hidup mereka. Oleh karena itu dampak peningkatan pendapatan
masyarakat ditetapkan sebagai dampak positif penting hipotetik.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-157
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tahap Operasi
Pendapatan masyarakat, terutama masyarakat pekerja yang terlibat langsung dalam kegiatan
pada tahap operasi akan meningkat. Jumlah tenaga kerja yang direkrut untuk operasi
produksi gas dan gas cair cukup besar dengan periode waktu yang lebih lama, yaitu lebih
dari 20 tahun dan dengan gaji yang standar. Oleh karena rekruitmen tenaga kerja dilakukan
oleh kontraktor atau perusahaan yang ditunjuk pemrakarsa, proses seleksi akan dilaksanakan
secara standar sehingga tenaga kerja lokal yang terserap adalah yang benar-benar
memunuhi persayaratan yang telah ditentukan. Tenaga kerja yang diambil meliputi tenaga
ahli dan bukan tenaga ahli misalnya tenaga keamanan, office boy (pembantu), tenaga untuk
pemeliharaan fasilitas produksi seperti petugas kebersihan, pertamanan, line checker
(pengawas ROW), pemeliharaan gedung seperti tukang bangunan, tukang las, tukang cat
dan pembantu operator alat berat. Masyarakat bukan pekerja juga berpeluang untuk
meningkatkan pendapatan melalui kesempatan usaha yang ada, karena uang yang diterima
para pekerja akan dibelanjakan untuk memenuhi berbagai keperluan hidup para pekerja dan
keluarganya. Peningkatan pendapatan masyarakat dari berbagai kegiatan pada tahap operasi
ini ditetapkan sebagai dampak positif penting hipotetik.
Tahap Pasca Operasi
Pendapatan masyarakat akan menurun khususnya bagi para pekerja yang selama ini terlibat
langsung aktivitas operasi seiring dengan berlangsungnya kegiatan penglepasan tenaga
kerja. Masyarakat bukan pekerja namun yang penghasilannya terkait dengan perusahaan
atau para pekerja juga akan ikut menurun.
Pendapatan masyarakat, terutama pekerja, yang direkrut proyek untuk konstruksi akan
meningkat; pendapatan masyarakat lain yang menyediakan jasa dan untuk memenuhi
kepentingan proyek atau kebutuhan para pekerja yang menjadi konsumen juga akan
meningkat. Dampak kenaikan pendapatan masyarakat ini akan menambah gerakan ekonomi
lokal dan bagi masyarakat lain yang yang selama ini menganggur juga mendapat
kesempatan usaha yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan masyarakat. Secara
hipotetik, peningkatan pendapatan masyarakat pada tahap konstruksi akan menjadi dampak
penting. Pada tahap operasi, pendapatan masyarakat, terutama pekerja, yang direkrut
proyek untuk operasi produksi akan meningkat; pendapatan masyarakat lain yang
menyediakan jasa dan untuk memenuhi kepentingan proyek atau kebutuhan para pekerja
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-158
PT PERTAMINA EP - PPGM
dan keluarganya yang jumlahnya lebih dari 5000 orang yang menjadi konsumen juga akan
meningkat. Dampak kenaikan pendapatan masyarakat ini akan menambah gerakan ekonomi
lokal dan bagi masyarakat lain yang selama ini menganggur juga mendapat kesempatan
usaha yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan masyarakat. Secara hipotetik,
peningkatan pendapatan masyarakat pada tahap operasi akan menjadi dampak positif
penting hipotetik.
4. Adanya Kesempatan Berusaha
Tahap Konstruksi
Kesempatan berusaha bagi masyarakat terbuka pada tahap konstruksi. Usaha jasa
transportasi pengangkutan pipa dan jasa penyewaan crane dan lainya terbuka pada kegiatan
mobilisasi dan demobilisasi alat/material/pekerja. Usaha kontraktor pembukaan lahan dan
penyewaan alat berat dan laln-lain terbuka pada kegiatan pembukaan lahan dan pematangan
lahan. Usaha pembangunan fasilitas, pemasok bahan bangunan, pemasok bahan makanan
dan penyewaan rumah dan jasa transportasi akan terbuka saat kegiatan pembangunan
fasilitas produksi. Jasa penyewaan alat berat, las dan lainnya terbuka saat kegiatan
pemasangan pipa berlangsung. Kesempatan berusaha tersebut dapat dilakukan oleh
penduduk setempat selama memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh kontraktor.
Dengan demikian, maka adanya kesempatan berusaha pada tahap konstruksi ini ditetapkan
sebagai dampak positif penting hipotetik.
Tahap Operasi
Kesempatan berusaha penduduk setempat terbuka pada tahap operasi. Kesempataan
berusaha yang berkembang adalah seperti warung makanan, jasa transportasi, toko
kelontong, hotel, dan usaha lain untuk memenuhi keperluan hidup pekerja dan keluarganya
serta usaha-usaha yang berkaitan dengan kepentingan operasional produksi gas dan gas
cair. Kesempatan berusaha ini akan berdampak positif lain berupa peningkatan pendapatan
masyarakat dan tumbuhnya perekonomian lokal. Dengan demikian, adanya kesempatan
berusaha pada tahap operasi ini ditetapkan sebagai dampak positif penting hipotetik
Tahap Pasca Operasi
Kesempatan usaha akan terkuka misalnya bagi kontraktor pembongkaran fasilitas dan jasa
pengangkutan peralatan yang akan dipindahkan atau dibongkar pada kegiatan
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-159
PT PERTAMINA EP - PPGM
pembongkaran fasilitas produksi dan demobilisasi peralatan. Sebaliknya, kesempatan
berusaha bagi masyarakat yang secara tidak langsung bergantung pada kepentingan
produksi atau pemeliharaan fasilitas produksi serta pemenuhan keperluan keluarga karyawan
akan menurun seiring dengan kegiatan penutupan sumur dan penghentian operasi produksi
dan kegiatan penglepasan tenaga kerja. Oleh karenanya dampak menurunnya kesempatan
berusaha pada tahap pasca operasi ditetapkan sebagai dampak negatif penting hipotetik.
5. Gangguan Proses Sosial
Tahap Prakontruksi
Proses sosial yang bersifat disosiatif diduga akan muncul bila tidak diperoleh kesepakatan
nilai ganti rugi yang diterima masyarakat saat kegiatan pembebasan lahan. Proses sosial
yang bersifat disosiatif juga akan muncul karena masuknya tenaga kerja dari luar daerah
untuk konstruksi. Proses hubungan sosial yang kurang harmonis (kecemburuan) antara
penduduk lokal dan tenaga kerja pendatang terjadi karena perbedaan perilaku dan adat-
istiadat, hal mana berpotensi menimbulkan permasalahan-permasalahan dalam masyarakat.
Namun demikian, apabila tenaga kerja dari luar dapat memahami dan menyesuaikan diri
dengan pola perilaku dan adat-istiadat yang berlangsung di daerah setempat maka konflik
akan dapat dihindari. Dengan demikian, maka adanya gangguan proses sosial pada tahap
prakonstruksi ini ditetapkan bukan sebagai dampak negatif penting hipotetik.
Tahap Konstruksi
Proses soial yang bersifat disosiatif akan muncul bila terjadi gangguan lalu lintas (kerusakan
jalan dan kecelakaan lalu lintas) akibat kegiatan mobilisasi dan demobilisasi alat/bahan/
personil. Disosiasi juga timbul bila terjadi gangguan kenyamanan masyarakat akibat
kebisingan dan penurunan kualitas udara akibat kegiatan pembangunan fasilitas produksi.
Salain itu Proses sosial yang bersifat disosiatif juga akan muncul bila terjadi kekeruhan
sungai, pemotongan saluran irigasi, pemotongan jalan akibat kegiatan pemasngan pipa.
Setelah berakhirnya tahap konstruksi akan terjadi penglepasan tenaga kerja, dan bila proses
ini tidak mengikuti peraturan yang berlaku atau kesepakatan sebelumnya maka akan
menimbulkan gangguan hubungan sosial dalam masyarakat. Oleh karena itu, adanya
gangguan proses sosial pada tahap konstruksi ini ditetapkan sebagai dampak negatif penting
hipotetik.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-160
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tahap Operasi
Proses sosial yang bersifat disosiatif akan muncul akibat munculnya kebisingan, bau gas (H2)
dan pencemaran air dari kegiatan operasi produksi gas dan gas cair. Proses disosiatif juga
dapat muncul bila dalam kegiatan proses produksi tidak melibatkan masyarakat lokal sebagai
pekerja, dan adanya perubahan status sosial, seperti munculnya orang kaya baru, perubahan
status yang semula petani/pedagang kemudian menjadi pekerja proyek. Dimungkinkan
proses pembebasan lahan dan rekrutmen tenaga kerja lokal yang berlangsung tidak
transparan akan dapat menimbulkan kecemburuan dalam masyarakat.
Proses sosial yang bersifat disosiatif akan muncul bila tidak diperoleh kesepakatan nilai ganti
rugi lahan dan tanaman pada kegiatan pembebasan lahan dan tanam tumbuh (Tahap
Prakonstruksi). Walaupun sudah tercapai kesepakatan nilai ganti rugi lahan, tetapi bila terjadi
kesalahpahaman dalam proses pembayaran juga berpotensi menimbulkan proses disosiatif.
Proses sosial yang bersifat disosiatif akan muncul bila terjadi gangguan lalu lintas, kerusakan
jalan dan kecelakaan saat kegiatan mobilisasi dan demobilisasi alat/ bahan/personil. Disosiasi
akan muncul karena kegiatan konstruksi lain melibatkan banyak pekerja yang berisiko
timbulnya gesekan sosial. Pada tahap operasi, proses produksi yang menghasilkan limbah
cair, padat dan gas ditambah kemungkinan tidak terakomodasinya keinginan masyarakat
lokal menjadi karyawan akan menimbulkan disosiasi. Padahal periode waktu operasi produksi
lama dan mencakup luas wilayah yang luas. Oleh karena itu, proses sosial yang bersifat
disosiatif secara hipotetik akan menjadi dampak negatif penting hipotetik.
6. Perubahan Sikap dan persepsi masyarakat
Persepsi masyarakat merupakan gabungan berbagai dampak yang dapat bersifat positif dan
atau negatif serta terjadi pada semua tahapan pekerjaan.
Tahap Prakonstruksi
Persepsi positif terhadap perusahaan atau pemrakarsa akan muncul bila harga ganti untung
tanah yang diterima masyarakat sesuai dengan harapan mereka. Sebaliknya, persepsi negatif
akan muncul bila proses pembebasan lahan tidak dilakukan melalui musyawarah dan
mufakat dan tidak ada kesepakatan dalam hal nilai ganti rugi. Demikian juga persepsi positif
akan muncul bila masyarakat lokal mendapatkan kesempatan bekerja di proyek secara
proporsional yang direkrut untuk konstruksi. Sebaliknya, bila rekrutmen itu dipandang tidak
proporsional, maka akan terjadi persepsi yang negatif. Oleh karena itu, munculnya sikap dan
persepsi masyarakat pada tahap prakonstruksi ini ditetapkan sebagai dampak negatif penting
hipotetik.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-161
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tahap Konstruksi
Sikap dan persepsi negatif akan muncul bila terjadi kerusakan jalan, gangguan lalu lintas dan
kecelakaan lalu lintas pada kegiatan mobilisasi dan demobilisasi alat/bahan/ personil.
Sebaliknya, persepsi positif akan muncul bila pemrakarsa ikut berpartisipasi dalam
peningkatan kapasitas jalan dan bahkan membangun jalan. Persepsi negatif akan muncul bila
pekerja yang digunakan dalam kegiatan pembukaan dan pematangan lahan tidak
mengutamakan pekerja lokal dan bila kayu-kayu hasil tebangan dan material lainnya
dirasakan mengganggu masyarakat. Sebaliknya, persepsi positif akan muncul bila kegiatan
itu banyak menyerap tenaga lokal dan bekas tebangan terlihat diatur dengan baik. Persepsi
negatif akan muncul bila terjadi kebisingan dan dirasakan mengganggu masyarakat pada
kegiatan pembanguan fasilitas poduksi. Persepsi negatif akan muncul bila aksesibilitas
masyarakat sekitar terganggu akibat pemotongan jalan dan saluran irigasi serta timbulnya
kekeruhan akibat pemasangan pipa. Mengingat bahwa sikap dan persepsi negatif masyarakat
dalam hal ini lebih dominan muncul, maka sikap dan persepsi masyarakat pada tahap
konstruksi ini dikatagorikan sebagai dampak negatif penting hipotetik.
Tahap Operasi
Persepsi negatif akan muncul bila terjadi kebisingan, bau (H2S) dan pencemaran air akibat
operasi produksi gas dan gas cair serta tidak terakomodasinya masyarakat sebagai pekerja di
perusahaan. Sebaliknya, persepsi positif akan muncul bila pemrakarsa banyak memanfaatkan
tenaga lokal dan berubahnya estetika lingkungan sekitar dan dalam kompleks fasilitas
produksi menjadi indah.
Persepsi masyarakat terhadap perusahaan akan bersifat positif bila nilai ganti rugi dan proses
pembebasan lahan dan tanam tumbuh dirasa memuaskan, demikian sebaliknya. Jumlah
masyarakat yang lahannya dibebaskan banyak dan daerah yang dibebaskan luas serta
pengalihan hak itu berlangsung permanen. Persepsi masyarakat terhadap perusahaan akan
bersifat positif bila rekrutmen tenaga (pada tahap prakonstruksi) yang bekerja untuk
konstruksi melibatkan tenaga kerja lokal secara proporsional, demikian sebaliknya. Persepsi
masyarakat akan bersifat negatif bila dalam proses konstruksi terjadi banyak dampak
lingkungan seperti kebisingan, debu, pemotongan saluran irigasi, pemotongan jalan dan
penurunan aksesibilitas jalan raya yang dirasa mengganggu kenyamanan dan keamanan
masyarakat. Oleh karena jumlah manusia yang terkena dampak relatif banyak mengingat
lokasi kegiatan berada di konsentrasi penduduk (walaupun tidak mengenai permukiman)
atau lahan milik penduduk dan meliputi wilayah yang panjangnya lebih dari 75 km dan
luasnya lebih dari 125 ha dengan periode waktu kegiatan konstruksi seluruhnya lebih dari
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-162
PT PERTAMINA EP - PPGM
1 tahun, maka secara hipotetik, dampak sikap dan persepsi masyarakat akan bersifat negatif
penting. Persepsi positif muncul bila kegiatan rekrutmen tenaga kerja untuk operasi produksi
melibatkan warga lokal secara proporsional. Namun sebaliknya dampak negatif juga akan
muncul karena kemungkinan masyarakat akan merasa terganggu dengan adanya limbah
cair, padat dan gas yang dihasilkan proses produksi, dan bila arus lalu lintas darat dan laut di
sekitar lokasi kegiatan dirasakan mengganggu warga. Oleh karena jumlah manusia yang
terkena dampak relatif banyak karena lokasi kegiatan berada di konsentrasi penduduk dan
lama berlangsungnya dampak lebih dari 20 tahun, maka secara hipotetik, dampak sikap dan
persepsi masyarakat akan menjadi dampak negatif penting hipotetik.
D. Komponen Kesehatan Masyarakat
1. Penurunan Sanitasi Lingkungan
Tahap Konstruksi
Sanitasi lingkungan akan menurun oleh karena adanya kegiatan konstruksi fasilitas
produksi gas dan kompleks kilang LNG serta kegiatan pemasangan pipa penyalur gas.
Bahan polutan yang dihasilkan adalah limbah domestik oleh karena kurang berfungsinya
MCK secara maksimal. Walaupun pihak perusahaan telah menyediakan MCK portable dan
disertai dengan pengawasan dari pihak kontraktor, namun karena jumlah pekerja relatif
banyak di area tersebut sehingga MCK dapat berfungsi secara maksimal. Bekas galian
pipa penyalur gas yang belum dikembalikan seperti semula akan menghasilkan lubang-
lubang air sebagai media berkembangnya vektor penyakit. Apabila tidak ditangani dengan
baik maka akan merubah sanitasi lingkungan menjadi buruk sebagai akibat para pekerja
membuang limbah domestik, baik padat maupun cair secara sembarangan. Dengan
perubahan sanitasi lingkungan secara signifikan maka sanitasi lingkungan pada tahap
konstruksi ini ditetapkan sebagai dampak negatif penting hipotetik.
2. Penurunan Tingkat Kesehatan Masyarakat
Tahap Konstruksi
Kesehatan masyarakat akan menurun seiring dengan penurunan kualitas udara dan air
dari kegiatan mobilisasi alat berat dan material, kegiatan pembukaan dan pematangan
lahan, pembangunan fasilitas produksi dan pemasangan pipa. Gangguan kesehatan
masyarakat merupakan dampak turunan dari akibat penurunan kualitas udara, air dan gas
yang merupakan dampak primer. Pada tahap konstruksi intensitas dampaknya relatif kecil
sehingga dampak pada kesehatan masyarakat tidak dikatagorikan sebagai dampak negatif
penting hipotetik.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-163
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tahap Operasi
Sanitasi lingkungan bisa memburuk diakibatkan oleh adanya kegiatan operasi block
station (BS) dan Fasilitas Produksi Gas (GPF) dan kegiatan operasional kilang LNG dan
fasilitas lainnya. Dengan dioperasikannya kegiatan ini sanitasi lingkungan menjadi lebih
buruk apabila para pekerja/pihak perusahaan tidak mengelola limbah domestik sesuai
dengan ketentuan. Oleh karena kegiatan pada tahap operasi berlangsung cukup lama
maka kemungkinan volume sampah menumpuk dan bercampur dengan bahan organik
maupun non organik yang dapat memicu berkembangnya populasi vektor penyakit.
Apabila penampungan sampah berdampingan dengan hunian penduduk dan berlangsung
dalam waktu yang lama, maka sanitasi lingkungan pada tahap operasi ini ditetapkan
sebagai dampak negatif penting hipotetik.
Kesehatan juga akan terganggu bila terjadi pencemaran gas yang mengandung H2S
(berbau), kebisingan, pencemaran air dari proses produksi gas dan gas cair. Kesehatan
masyarakat khususnya para pekerja/karyawan akan terganggu oleh karena terjadi
penurunan kualitas lingkungan akibat kebisingan, limbah gas, cair, dan padat. Walaupun
paparan terhadap pencemaran itu relatif kecil, namun berlangsung cukup lama (lebih dari
20 tahun) dan mengenai pekerja yang jumlahnya sangat banyak terutama pada proses
produksi kilang LNG. Gangguan kesehatan masyarakat merupakan dampak turunan dari
penurunan kualitas udara dan air yang merupakan dampak primer seiring dengan
penurunan kualitas udara dan kualitas air, dari kegiatan operasional fasilitas produksi gas
(BS dan GPF) dan kegiatan oeprasional kilang LNG dan fasilitas lainnya. Dengan demikian,
maka dampak terganggunya kesehatan pekerja ini dikatagorikan sebagai dampak negatif
penting hipotetik.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-164
PT PERTAMINA EP - PPGM
Klasifikasi dan Prioritas
Prioritas Dampak Penting Hipotetik:
a. Prakonstruksi:
1. Perubahan pola kepemilikan lahan
2. Perubahan sikap dan persepsi masyarakat
b. Konstruksi:
1. Terjadi kebisingan
2. Terjadi erosi tanah
3. Gangguan sistem drainase dan irigasi
4. Gangguan transportasi darat
5. Peningkatan kuantitas aliran permukaan
6. Penurunan kualitas air permukaan
7. Penurunan kualitas air laut
8. Penurunan debit air sungai
9. Gangguan vegetasi
10. Gangguan satwa liar
11. Gangguan biota air tawar
12. Gangguan biota air laut
13. Peningkatan pendapatan masyarakat
14. Adanya kesempatan berusaha
15. Gangguan proses sosial
16. Perubahan sikap dan persepsi masyarakat
17. Penurunan sanitasi lingkungan
c. Operasi:
1. Perubahan kualitas udara ambien (debu dan gas)
2. Terjadi kebisingan
3. Penurunan kualitas air permukaan
4. Penurunan kualitas air laut
5. Gangguan transportasi darat
6. Gangguan biota air tawar
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-165
PT PERTAMINA EP - PPGM
7. Gangguan biota air laut
8. Perubahan kependudukan
9. Peningkatan pendapatan masyarakat
10. Adanya kesempatan berusaha
11. Gangguan proses sosial
12. Perubahan sikap dan persepsi masyarakat
13. Penurunan sanitasi lingkungan
14. Penurunan tingkat kesehatan masyarakat
d. Pasca Operasi:
1. Peningkatan kualitas udara ambien (debu dan gas)
2. Terjadi kebisingan
3. Peningkatan kualitas air permukaan
4. Peningkatan kualitas air laut
5. Gangguan transportasi darat
6. Penurunan pendapatan masyarakat
7. Hilangnya kesempatan berusaha
8. Perubahan sikap dan persepsi masyarakat
2.3.2. Hasil Pelingkupan
2.3.2.1. Dampak Penting Hipotetik
Walaupun telah ditemukan dampak hipotetiknya tidak berarti bahwa dampak penting hipotetik
lainnya tidak dikaji. Dampak penting hipotetik merupakan puncak-puncak permasalahan
lingkungan yang timbul sebagai akibat dilaksanakannya suatu rencana kegiatan, sehingga dalam
rangka mempertahankan mutu lingkungan permasalahan tersebut harus dapat diatasi dengan
baik. Berdasarkan atas analisis keterkaitan antar dampak yang dilakukan oleh pemrakarsa dan
para ahli secara brain storming, maka dapat dihasilkan dampak penting hipotetik dari rencana
pelaksanaan kegiatan proyek pengembangan gas Matindok di Kabupaten Banggai Sulawesi
Tengah dapat diringkas seperti pada tabel berikut.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-166
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 2.40. Ringkasan Jenis-jenis dampak hipotetik RencanaKegiatan Proyek Pengembangan Gas MatindokDi Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah
No Komponen Lingkungan
Komponen Rencana KegiatanPra-
Konst Konstruksi Operasi PascaOperasi
1 2 1 2 3 4 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3GEO-FISIK-KIMIA
1 Kualitas udara ambien - - +2 Kebisingan - - +3 Erosi tanah - - -4 Sistem drainase dan irigasi - - -5 Kualitas air permukaan - - - - - +6 Kualitas air laut - - - +7 Transportasi darat - - - - - +/- +
BIOLOGI1 Vegetasi - -2 Satwa liar - - -3 Biota air tawar - - - - -4 Biota air laut - - -
SOSIAL-EKONOMI-BUDAYA1 Kependudukan +2 Pola kepemilikan lahan +/-3 Pendapatan masyarakat + + + + + + + + + -4 Kesempatan berusaha + + + + + + + + + -5 Proses sosial +/- +/- - - - -6 Sikap & persepsi masyarakat +/- +/- + - - - - +/- - - - - - -
KESEHATAN MASYARAKAT1 Sanitasi lingkungan - - - -2 Tingkat kesehatan masyarakat - -
Keterangan:A. Tahap Prakonstruksi
1. Pembebasan lahan dan tanam tumbuh2. Pemanfaatkan tenaga kerja setempat
B. Tahap Konstruksi1. Mobilisasi dan demobilisasi peralatan, material dan tenaga kerja2. Pembukaan dan pematangan lahan3. Kegiatan Konstruksi Fasilitas Produksi Gas dan Kompleks Kilang LNG4. Kegiatan Pemasangan Pipa Penyalur Gas
C. Tahap Operasi1. Penerimaan tenaga kerja2. Pemboran sumur pengembangan3. Penyaluran gas dan kondensat melalui pipa4. Penyaluran kondesat dengan transportasi darat5. Kegiatan operasi fasilitas produksi gas (MS dan BS)6. Operasional Kilang LNG dan fasilitas lainnya7. Pemeliharaan fasilitas produksi (Gas dan LNG)
D. Tahap Pasca Operasi1. Penghentian operasi produksi gas (MS dan BS) dan Kilang LNG2. Demobilisasi peralatan3. Penglepasan Tenaga Kerja
– = dampak negatif+ = dampak positif
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-167
PT PERTAMINA EP - PPGM
2.3.2.2. Lingkup Wilayah Studi dan Batas Waktu Kajian
1. Batas Wilayah Studi
a. Batas Proyek
Batas tapak proyek adalah ruang di mana suatu rencana usaha dan/atau kegiatan akan
melakukan kegiatan prakonstruksi, konstruksi, operasi dan pasca operasi. Penentuan
batas proyek didasarkan pada rencana pengembangan gas Matindok di lapangan
Donggi, Minahaki, Sukamaju, Matindok dan Maleo Raja dengan luas masing-masing
sekitar 5 ha dan area pembuatan jalan baru dan peningkatan jalan yang sudah ada
dengan panjang kumulatif sekitar 15 km dan lebar 6-8 m ; ROW pipa selebar 20 m dari
dari masing-masing sumur di lapangan menuju ke fasilitas produksi gas dan selanjutnya
gas dari lokasi GPF di Donggi dan Matindok ke lokasi kilang LNG di Batui atau Kintom
dengan panjang total sekitar 60 km (= sekitar 150 ha) yang melewati wilayah
Kecamatan Toili Barat, Toili, Batui dan lahan untuk lokasi Kilang LNG seluas 200 ha di
Batui.
b. Batas Ekologis
Dalam studi ini batas ekologis meliputi lokasi-lokasi lapangan gas, jalur pipa (darat dan
laut) dan fasilitas Kilang LNG serta wilayah di luarnya yang diperkirakan merupakan
daerah sebaran dampak. Daerah-daerah tersebut terdiri dari area lahan basah berupa
persawahan, daerah perkebunan, hutan dan aliran air tawar dan air laut serta
permukiman penduduk.
Sebaran debu diperkirakan menyebar sejauh 200 m dari kiri-kanan jalur pipa, lokasi
sumur, fasilitas produksi gas dan kilang LNG pada saat kegiatan tahap konstruksi.
Kebisingan dan pencemaran udara tersebar melalui angin yang arah dominannya adalah
ke barat laut ke tenggara dan sebaliknya. Kegiatan proses produksi gas dan gas cair
dari fasilitas produksi gas (BS) di Donggi menyebabkan kebisingan yang diperkirakan
mencapai sejauh 500 m dari pusat kegiatan dan perubahan kualitas udara akibat emisi
gas (tergantung dari kecepatan dan arah angin yang signifikan sehingga melebihi baku
mutu diperkirakan tidak akan melebihi 1 km dari pusat kegiatan. Namun penyebaran
kebisingan dan emisi gas dari Kilang LNG di Batui atau Kintom akan menyebar lebih dari
2 km. Sementara sebaran dampak melalui aliran air akan sangat tergantung dari debit
badan air penerima, diperkirakan akan mencapai 2 km ke arah hilir untuk aliran yang
kecil dan akan tidak akan lebih dari 1 km dari aliran air sungai besar yang terpotong
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-168
PT PERTAMINA EP - PPGM
jalur pipa dan dari pipa pembuangan limbah cair dari fasilitas produksi gas dan gas
cair; sedangkan penyebaran dampak sehingga menimbulkan penurunan kualitas air
yang signifikan di perairan laut tidak akan lebih dari 2 km dari sekitar dermaga fasilitas
Kilang LNG. Sementara dampak terhadap satwa liar di SM Bangkiriang tidak akan
melebihi 3 km kanan kiri pipa yang melewati kawasan konservasi tersebut
c. Batas Sosial
Batas sosial adalah ruang di sekitar rencana kegiatan yang merupakan berlangsungnya
berbagai interaksi sosial yang mengandung norma dan nilai tertentu yang sudah mapan
(struktur sosial), sesuai dengan dinamika kelompok masyarakat yang diprakirakan
terpengaruh akibat kegiatan Pengembangan Gas Matindok. Justifikasi batas sosial
adalah adanya interaksi masyarakat dengan adanya kegiatan pembebasan lahan untuk
tapak BS, GPF, pipa dan Kilang LNG; pemasangan jalur pipa, pembangunan BS dan
GPF serta pembangunan Kilang LNG serta mobilisasi dan demobilisasi alat/bahan/
personil. Desa yang menjadi batas sosial disajikan pada Tabel 2.41.
d. Batas Administrasi
Batas administrasi adalah wilayah administrasi pemerintahan mulai tingkat
desa/kelurahan dimana kegiatan proyek berlangsung dan berinteraksi secara
kelembagaan atau institusional yang sangat berpengaruh terhadap tingkat keberhasil
pelaksanaan proyek. Nama-nama wilayah administrasi desa/kelurahan yang berinteraksi
langsung dengan rencana kegiatan Proyek Pengembangan Gas Matindok di Kabupaten
Banggai disajikan pada Tabel 2.42.
2. Batas Waktu Kajian
Dalam proses pelingkupan ini batas waktu kajian yang dirancang untuk kurun waktu
5 tahun, dengan asumsi bahwa rencana kegiatan serupa di wilayah studi yaitu JOB
Pertamina – Medco E & Tomori Sulawesi terealisasi terlebih dahulu dan mempertimbangkan
perubahan kondisi sosial-ekonomi masyarakat yang akan mengalami perubahan cepat
karena berbagai kegiatan lain terkait dengan adanya dua kegiatan pengembangan gas.
Penentuan batas waktu kajian akan digunakan sebagai dasar untuk melakukan penentuan
perubahan rona lingkungan tanpa adanya rencana usaha dan/atau kegiatan atau dengan
adanya rencana usaha dan/atau kegiatan. Hasil prakiraan dan evaluasi didasarkan atas
perbandingan dinamika atau kecenderungan perubahan lingkungan 5 tahun ke depan bila
tanpa adanya kegiatan ini dengan adanya rencana kegiatan ini.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-169
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 2.41. Desa/Kelurahan yang Menjadi Batas Sosial KegiatanPengembangan Gas Matindok di Kabupaten BanggaiSulawesi Tengah.
Kecamatan Desa/Kelurahan Justifikasi Batas Sosial
No Nama No NamaJalurpipa
Tapaksumur
TapakBlock
Station
TapakGPF
TapakKilangLNG
Mobilisasi dandemobilisasi peralatan,
material dan tenagakerja
1. Kintom123
PadangTangkiangKalolos
VVv
V* VVV
2. Batui 4 Uso V V** V5 Honbola V6 Lamo V V7 Balantang V V8 Bugis V V9 Batui V V
10 Tolando V V11 Sisipan V V12 Ondo-ondolu I V V13 Nonong V V14 Kayowa V V V15 Masing V V16 Batui IV V V17 Batui 21 V V18 Sukamaju I V V V V19 Bonebalantak V V20 Sinorang V V V V
3. Toili 21 Mulyoharjo V V22 Argo Kencana V V V V23 Minahaki V V V V24 Rusa Kencana V V V V25 Agro Estate V V26 Singkoyo V V27 Tolisu V V28 Bukit Jaya V V
4. Toili Barat 29 Uwelolu V V30 Pandan Wangi V V V31 Dongin V V V32 Kamiwangi V V V33 Sendang Sari V V V34 Bukit Makarti V V35 Bukit Harapan V V36 Makapa V V V V37 Karya Makmur V V V
Keterangan: *: Lokasi LNG alternatif 1; **: Lokasi LNG alternatif 2
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-170
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 2.42. Desa/Kelurahan yang Menjadi Batas Administrasi KegiatanPengembanga Gas Matindok di Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah
3. Toili 21 Mulyoharjo22 Argo Kencana23 Minahaki24 Rusa Kencana25 Agro Estate26 Singkoyo27 Tolisu28 Bukit Jaya
4. Toili Barat 29 Uwelolu30 Pandan Wangi31 Dongin32 Kamiwangi33 Sendang Sari34 Bukit Makarti35 Bukit Harapan36 Makapa37 Karya Makmur
Resultante dari batas tapak proyek, batas ekologis, batas sosial dan batas administrasi
merupakan batas wilayah studi, seperti yang disajikan pada Gambar 2.32.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-171
PT PERTAMINA EP - PPGM
Gambar 2.32. Peta Batas Wilayah Studi AMDAL
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-1
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Bab-3METODE STUDI
3.1. METODE PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA
Tujuan pengumpulan dan analisis data:
1. Menelaah, mengamati, mengukur parameter lingkungan yang diperkirakan akan
terkena dampak besar dan penting dari kegiatan proyek,
2. Menentukan kualitas lingkungan dari berbagai parameter yang yang diperkirakan akan
terkena dampak besar dan penting dari kegiatan proyek,
3. Menelaah, mengamati, dan mengukur komponen rencana kegiatan yang diperkirakan
akan terkena dampak besar dan penting dari lingkungan hidup sekitarnya,
4. Memprakirakan perubahan kualitas lingkungan hidup awal akibat kegiatan proyek.
Secara umum lokasi-lokasi pengambilan data ditetapkan pada lokasi tapak proyek, serta
beberapa lokasi di sekitar tapak proyek yang diperkirakan akan terkena sebaran dampak.
Dengan cara ini kondisi atau rona lingkungan hidup awal pada lokasi-lokasi calon penerima
dampak dapat terukur/teramati, sehingga nantinya besaran dampak di wilayah studi dapat
diprakirakan.
Komponen lingkungan dan parameter yang harus diamati, diukur dan dicatat beserta metode
pengumpulan dan analisis datanya diuraikan sebagai berikut.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-2
PT. PERTAMINA EP - PPGM
3.1.1. Komponen Geo-Fisik-Kimia
Komponen lingkungan geo-fisik-kimia yang ditelaah dalam studi ini meliputi :
1. Iklim (suhu udara, kelembaban, arah dan kecepatan angin, curah hujan dan intensitas
penyinaran matahari), kualitas udara ambien, kebisingan, kebauan dan getaran
2. Fisiografi dan geologi
3. Hidrologi, kualitas dan kuantitas air
4. Hidrooceanografi
5. Ruang, lahan dan tanah
3.1.1.1. Iklim, kualitas udara ambien, kebisingan dan getaran
3.1.1.1.1. Iklim
Komponen lingkungan hidup yang akan ditelaah antara lain: suhu, kelembaban, curah hujan,
arah dan kecepatan angin.
1) Metode pengumpulan data
Pengambilan data iklim dilakukan pada Stasiun Klimatologi Bubung di Luwuk/Toili Kabupaten
Banggai yang ada di daerah penelitian dengan periode pencatatan selama 10 tahun terakhir.
Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa selama 10 tahun pencatatan data iklim tersebut hasil
analisisnya dapat digunakan untuk mengetahui kondisi iklim daerah penelitian. Parameter-
parameter iklim yang dikumpulkan meliputi:
Suhu udara
Data suhu udara dikumpulkan dari stasiun meteorologi terdekat, selain itu suhu udara
diukur langsung di beberapa lokasi (tercantum pada peta lokasi pengambilan/pengukuran
sampel). Pengukuran dilakukan dengan menggunakan thermometer bola kering dan
thermometer untuk suhu maksimum dan minimum.
Kelembaban
Data kelembaban akan dikumpulkan dari data sekunder hasil pencatatan stasiun
meteorologi terdekat. Selain itu pengukuran akan dilakukan langsung dengan alat
Termohygrometer.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-3
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Angin
Data arah dan kecepatan angin dalam serangkaian waktu (time series) akan dikumpulkan
dari stasiun meteorologi terdekat. Data yang diperoleh kemudian akan diolah untuk
memperoleh pola wind rose di wilayah studi. Pola wind rose yang diperoleh akan
digunakan untuk memprakirakan arah dan tingkat pencemaran udara.
Curah hujan
Data curah hujan dikumpulkan dengan mencatat data hujan dari stasiun-stasiun penakar
hujan yang ada di wilayah studi untuk periode 10 tahun terakhir untuk mengetahui hujan
rata-rata tahunan dan tipe curah hujannya.
2) Metode analisis data
Suhu dan kelembaban udara
Analisis data suhu udara dan kelembaban akan dilakukan dengan menetapkan suhu rata-
rata, suhu maksimum dan minimum, kelembaban rata-rata dan kelembaban maksimum
dan minimum. Sedangkan untuk menghitung suhu rata-rata dan kelembaban rata-rata
udara dilakukan dengan menghitung suhu dan kelembanan rata-rata secara aritmatik. Hal
ini didasarkan pada kenyataan bahwa wilayah yang akan dilalui jalur pipa adalah daerah
dengan topografi relatif datar pada dataran rendah (low land).
Angin
Data yang diperoleh dari hasil pencatatan dan pengukuran arah dan kecepatan angin
kemudian diolah untuk memperoleh pola wind rose di wilayah studi. Pola wind rose yang
diperoleh akan digunakan untuk memprakirakan arah dan kecepatan angin dominan.
Curah hujan
Dengan memperhatikan topografi yang relatif datar, maka perhitungan tebal hujan rata-
rata daerah penelitian menggunakan metode Poligon Thiessen. Metode Poligon Thiessen
dipergunakan untuk menghitung hujan rata-rata dengan cara membuat poligon yang
mewakili luas persebaran hujan masing-masing stasiun pencatat hujan. Dari masing-
masing stasiun hujan dihubungkan satu sama lain dengan garis. Pada garis penghubung
tersebut ditarik garis tegaklurus pada titik tengahnya sehingga garis-garis yang tegak
lurus tersebut akan berpotongan pada suatu titik. Dari banyak perpotong garis pada titik-
titik di antara tiga stasiun pencatat hujan tersebut akan membentuk suatu poligon yang
banyak seperti Gambar 3.1.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
PT. PERTAMINA EP - PPGM
A3A2
A1
A5 A4
Gambar 3.1. Poligon Thiessen
Catatan: P1 : Tebal hujan pada stasiun penakar hujan 1P2 : Tebal hujan pada stasiun penakar hujan 2P3 : Tebal hujan pada stasiun penakar hujan 3P4 : Tebal hujan pada stasiun penakar hujan 4P5 : Tebal hujan pada stasiun penakar hujan 5A1 : Luas daerah poligon 1A2 : Luas daerah poligon 2A3 : Luas daerah poligon 3A4 : Luas daerah poligon 4A5 : Luas daerah poligon 5An : Luas daerah poligon ke nP : Curah hujan rata-rata daerah penelitian
Sesuai denganKep.Men. LH No. 48tahun 1996 tentangBaku TingkatKebisingan
Hasil perhitungandikonversi menjadiskala kualitaslingkungan
3.1.1.2. Fisiografi dan Geologi
1) Fisiografi
a. Metode pengumpulan data
Data kondisi fisiografi mencakup konfigurasi permukaan bumi yang lebih menekankan
data bentuklahan dan proses geomorfologi yang terjadi. Pengumpulan data yang
dilaksanakan dengan menggunakan metode observasi yakni langsung melakukan
pengamatan, pengukuran dan pencatatan parameter-parameter bentuk lahan mencakup
topografi, lereng, material dan proses geomorfologi yang bekerja. Selain itu data
sekunder konfigurasi permukaan bumi disadap dari peta topografi sebagai sumber data
untuk digunakan dalam mengkaji fisiografi daerah penelitian yaitu di tapak BS, GPF,
Kilang LNG, sumur, jalur pipa dan sekitarnya.
b. Metode analisis data
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif
observasional. Informasi kemiringan lereng diperoleh dari data sekunder berupa Peta
Kemiringan Lereng yang telah ada. Ceking lapangan dilakukan untuk memperbaiki
dan/atau merevisi peta lereng yang telah ada dengan melakukan pengukuran kemiringan
lereng di lapangan menggunakan abney level dan kompas geologi. Apabila belum ada
peta lereng, maka akan dibuat peta lereng dengan data pokok dari Peta Rupa Bumi.
Dengan menggunakan Peta Rupa Bumi skala 1:25.000, Peta Lereng Daerah Penelitian
Peta Kemiringan Lereng dapat dibuat dengan metode Thornwhite (grid system).
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-8
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Berikut metode analisis kemiringan lereng menggunakan Peta Rupa Bumi:
peta dibagi kedalam beberapa grid
masing-masing grid ditarik garis diagonal yang paling banyak terpotong oleh garis
tinggi (kontur)
hitung panjang diagonal (L) dan jumlah kontur yang terpotong oleh diagonal (N).
Hitung dengan menggunakan rumus:
(N-1) x Ci= ------------- x 100%
L
Catatan : = besar lereng (%)N = jumlah kontur yang terpotong diagonalCi = kontur interval ( 12,5 m untuk Peta Rupa Bumi skala
1:25.000 dan 25 m untuk skala 1:50.000)L = panjang diagonal (m)
Dengan diperolehnya data kemiringan lereng masing-masing grid maka peta lereng dapat
disusun berdasarkan nilai kemiringan lereng tersebut. Hasil pemetaan kemudian dicek di
lapangan dengan melakukan pengukuran di beberapa lokasi sampel, hasilnya kemudian
dianalisis untuk mengetahui klas kemiringan lereng dan topografi daerah penelitian.
Tabel 3.3. Aspek-Aspek Relief yang Merupakan Gabungan yang EratAntara Topografi, Kemiringan Lereng dan Beda Tinggi Relatif
No Unit Relief Lereng (%) Beda Tinggi Relatif (m)1234567
Topografi datar – hampir datarTopografi berombak/landaiTopografi bergelombang/ miringTopografi bergelombang–berbukit/agak curamPerbukitan curam/ lereng curamPegunungan curam terkikis/sangat terjalPegunungan/amat sangat terjal
0-23-7
8-1314-2021-55
156-140>140
< 55-5025-7550-200200-500
500-1000>1000
Sumber: Van Zuidam, R.A and Zuidam Cancelado, 1979.
2) Geologi
a. Metode pengumpulan data
Pengumpulan data geologi meliputi jenis batuan, struktur geologi dan stratigrafi dilakukan
dengan pengumpulan data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan dengan
metode observasi lapangan yakni mengamati, melihat, mengukur dan mencatat
fenomena geologi, batuan di lapangan tapak BS, GPF, Kilang LNG, sumur, jalur pipa dan
sekitarnya. Data sekunder berupa data dari laporan hasil penelitian terdahulu dan dari
peta-peta geologi daerah setempat.
b. Analisis data
Teknik analisis yang digunakan menggunakan teknik analisis deskriptif secara langsung di
lapangan dan bantuan data sekunder untuk mendeskripsikan kondisi geologi setempat.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-9
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.4. Parameter, Metode Pengumpulan dan Analisis Data Fisiografi, Tanah dan Geologi
No Parameter Metode Pengumpulan Data Metode Analisis Keterangan
1. Topografi Parameter-parameter yang terukur juga digunakan dalamanalisis kestabilan lereng
a. Posisi Pengukuran langsung dengan GPS Manual hasil pencatatan posisi dg GPS Parameter-parameter yang terukur diplotkan langsungpada peta
b. Kelerengan Pengukuran langsung menggunakankompas terkalibrasiPengukuran/pembuatan peta lerengdari Peta Rupa Bumi
Perhitungan dengan metode Thornwhite(Grid System)
Parameter-parameter yang terukur diplotkan langsungpada peta sebagai ceking hasil perhitungan dari konturPeta Rupa Bumi
c. Relief Pengukuran langsung menggunakankompas geologi
Hubungan antara kemiringan lerengdengan beda tinggi lokal
Parameter-parameter yang terukur diplotkan langsungpada peta
2. Struktur geologi Parameter-parameter yang terukur juga digunakan dalamanalisis kestabilan geologi
a. Posisi Pengukuran langsung dengan GPS Parameter-parameter yang terukur diplotkan langsungpada peta
3 Batuan Parameter-parameter yang terukur juga digunakan dalamanalisis kestabilan geologi
a. Jenis Observasi Analisis makroskopis petrolografib. Posisi Pengukuran langsung dengan GPS Parameter-parameter yang terukur diplotkan langsung
pada peta4. Jenis tanah Pemboran tanah dengan hand auger
(bor tangan) untuk ambil sampeltanah
Analisis laboratorium (tekstur, struktur,kandungan bahan organik) denganmengunakan teknik segitiga tekstur USDA
Parameter-parameter terukur juga digunakan dalamanalisis kestabilan tanah (erosi)
a. Sifat-sifat fisik Deskripsi dan analisis ukuran batir Analisis langsung lapangan (kedalamansolum, warna, pH, struktur) dan analisalaboratorium (Kandungan N,P,K, B.O., dll)
Mencakup parameter-parameter untuk analisis erosi yaitutekstur, struktur dan kandungan bahan organik
b. Permeabilitas danporositas
Deskripsi dan tes permeabilitas insitu Analisis laboratorium Mencatat tingkat permeabilitas tanah (lambat, sedang,cepat).
c. Kesuburan tanah Pengambilan sampel tanah denganhand auger saat melakukanpemboran tanah
Analisis kesuburan tanah terhadapparameter penentu kesuburan tanah
Parameter penentu kesuburan terukur digunakan untukanalisis kesuburan tanah
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-10
PT. PERTAMINA EP - PPGM
3.1.1.3. Hidrologi dan Kualitas Air
3.1.1.3.1. Hidrologi
a. Metode pengumpulan data
Lingkup studi komponen lingkungan hidrologi meliputi komponen-komponen sebagai berikut:
1) Hidrologi/air permukaan
a. Karakteristik fisik sungai, danau dan rawa
b. Rata-rata debit dekade, bulanan dan tahunan
c. Kadar sedimentasi (lumpur), tingkat erosi
d. Kondisi fisik daerah resapan air permukaan dan air tanah
e. Kualitas fisik, kimia dan mikrobiologi air
2) Tingkat penyediaan dan kebutuhan/pemanfaatan air
Tabel 3.5. Parameter, Metode Pengumpulan dan Analisis Data Hidrologi
No ParameterMetode Pengumpulan
Data Metode Analisis Data Keterangan
A Hidrologi/Air Permukaan1. Karakteristik fisik
sungai1.a. Pola alur sungai Berdasar peta rupa bumi
skala 1:25.000 danobservasi cek lapangan
Analisis secara deskriptifterhadap pola aliran sungai(drentitik, paralel, trelis,rektangular dll)
Dari pola alur sungai dapatmemberikan informasi tentangstruktur geologi dan jenisbatuan.
1.b. Pola drainase Observasi visual dari petarupa bumi skala 1:25.000Dan interview serta datasekunder aliran
Obsrvasi dan analisis datasekunder tentang keajeganaliran sungai sepanjangtahun.
1.c. Kerapatan drainase Pengukuran pada peta daripeta rupa bumi skala1:25.000
Analisis KerapatanDrainase dengan rumus:Dd= L / ADd= Kerapatan drainase(km/km2)L= Panjang seluruh alursungai (km)A = Luas DAS (km2)
Nilai Dd dapat digunakan untukmemberikan informasi tentangkondisi pengatusan (drainage)apakah pengatusannya : jelek,sedang atau baik, danintensitas proses torehanakibat erosi pada lokasitersebut
1.d. Kondisi dasar sungai Observasi visual lapangan Deskriptif observasional Dapat memberikan informasibagaimana sedimen transportsungai tersebut.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-11
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.5. Lanjutan
No ParameterMetode Pengumpulan
Data Metode Analisis Data Keterangan
1.e. Prakiraan ketinggianmuka air sungaimaksimum
Pengukuran dengan jalanatau tongkat berskala dilapangan, atau tanayakepada penduduksetempat
Deskriptif observasional
1.f. Kedalaman sungairata rata
Pengukuran dengan jalanatau tongkat berskala dilapangan
Deskriptif observasional
1.h. Lebar sungai rata-rata
Pengukuran dengan pitaukur di lapangan
1.i. Kemiringan dindingsungai
Pengukuran dengan abneylevel atau kompas geologi
Visual dan deskriptif
1.j. Kondisi banjir Data sekunder Deskripsif observasional Data yang dikumpulkan antaralain, periodisasi banjir, lokasi-lokasi banjir, luasan areabanjir
2 Debit/DischargeSungai
Data sekunderDan data primer
MatematikQ = V * A
Data debit dekade, bulanan,tahunan
3. Debit aliranpermukan
Metode rasionalData primer
MatematikR = 0,028C.I.A(m3/dt)
Butuh data hujan, luas daerahdan data penutup lahan
4. Kualitas airpermukaan *)
Menerapkan StandardMethods for TheExamination of Water andWastes Water, APHA, edisike 20, tahun 200. BakuMutu Air yang akandipergunakan adalah PPNo. 82 tahun 2001.
Menerapkan NationalSanitation Foundation’sWater Quality Index (NSF-WQI), (Ott, 1998).
Pengukuran parameter fisikseperti suhu, pH, TDS, DO danDHL dilakukan langsung dilapangan (in situmeasurement)
5. Tingkat erosi Observasi visual, peta rupabumi, kemiringan danpanjang lereng, sifat fisiktanah, data hujan
USLE MethodA = R.K.L.C.P (ton/ha/th)
Pengukuran parameter erosidilakukan di lapangan dananalisis laboratorium
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-12
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.5. Lanjutan
No ParameterMetode Pengumpulan
Data Metode Analisis Data Keterangan
6. Kondisi fisik daerahresapan
6.a. Topografi Observasi visual danpengukuran langsung dilapangan dan peta rupabumi
Analisis morfologi (kaitanlereng dengan relief)
Data ini didapatkan padasurvei komponen fisiografi
6.b. Air larian permukaan(run off)
Observasi visual danpengukuran luas DAS padapeta dengan planimeter
Lokasi dimana terjadipembukaan lahan (tapaksumur, jalur pipa dll.
B. Tingkat penyedia-an dan kebutuhan/pemanfaatan air
Data sekunder Perhitungan tingkatkebutuhan/pemanfaatanair dihitung berdasarkanrata-rata penggunaanvolume air per satuan luaslahan untuk pertanian,rata-rata penggunaan airuntuk industri, dan rata-rata penggunaan air untukkegiatan lainnya
Masing-masing komponen dan paramerter lingkungan yang diprakirakan terkena dampak
tersebut akan dikumpulkan baik dari lapangan maupun instansi terkait, dengan rencana lokasi
pengambilan sampel disajikan pada Peta Rencana Lokasi Pengambilan Sampel, yang selanjutnya
akan dianalisis untuk menentukan skala Kualitas Lingkungannya.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-13
PT. PERTAMINA EP - PPGM
3.1.1.3.2. Kualitas Air
1) Kualitas air tanah
Untuk mengetahui kualitas air tanah pada lokasi penelitian, maka dilakukan pengukuran
terhadap kualitas air sumur penduduk. Pengambilan sampel air tanah untuk penelitian ini
dilakukan di sekitar lokasi rencana tapak sumur, LNG Plant, pembuatan dermaga, dan jalur
pemipaan. Jumlah lokasi pengambilan sampel sebanyak 22 buah (GW-1 s/d GW-22). Cara
pengukuran, perhitungan dan evaluasi kualitas air tanah berpedoman pada Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 416 Tahun 1990. Parameter-parameter kualitas air tanah yang
akan diukur disajikan pada Tabel 3.6.
Tabel 3.6. Parameter Kualitas Air Tanah/Sumur yang akan Diukur(sesuai PERMENKES 907/MENKES/SK/VII/2002)
19 Tembaga (Cu)20 Kesadahan (Ca CO3)21 Hidrogen Sulfida (H2S)22 Besi (Fe)23 Mangan (Mn)24 pH25 Sodium (Na)26 Sulfat (SO4)27 TDS28 Seng (Zn)29 Kekeruhan30 E. Coli31 Fecal coli32 Suhu33 Total zat padat terlarut (TDS)
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-14
PT. PERTAMINA EP - PPGM
2) Kualitas air permukaan
Untuk mengetahui kualitas air permukaan (air sungai) pada lokasi penelitian, maka dilakukan
pengukuran terhadap kualitas air permukaan. Cara pengukuran, perhitungan dan evaluasi
kualitas air sungai berpedoman pada Peraturan Pemerintah RI No. 82 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air dan Kep.Men LH No. 37 Tahun
2003 tentang Metode Analisis Kualitas Air Permukaan dan Pengambilan Contoh Air
Permukaan. Pengambilan sampel air permukaan untuk penelitian ini dilakukan di sungai-
sungai terdekat yang terpengaruh oleh kegiatan di BS, GPF, Kilang LNG, sumur dan jalur pipa
dan sekitarnya. Parameter-parameter kualitas air permukaan yang akan diukur disajikan
pada tabel berikut.
Tabel 3.7. Parameter Kualitas Air Permukaan yang akan Diukur(sesuai PP RI No. 82 Tahun 2001)
No. Parameter
1 pH2 DO3 Kekeruhan4 DHL5 BOD6 COD7 Total fosfat sebagai P8 NO39 NH310 Kobalt (Co)11 Barium (Ba)12 Boron (Bo)13 Kadmium (Cd)14 Khrom (VI)15 Tembaga (Cu)16 Besi (Fe)17 Timbal (Pb)18 Mangan (Mn)19 Air Raksa (Hg)20 Seng (Zn)21 Khlorida (Cl)22 Sianida (CN)23 Fluorida (F)24 Nitrit (NO2)25 Sulfat (SO4)26 Khlorin bebas27 Belerang sbg H2S28 Minyak dan Lemak29 Detergen30 Residu Terlarut31 Residu Tersuspensi32 Total Coliform33 Fecal Coliform
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-15
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Lokasi pengambilan sampel ditetapkan pada lokasi tapak proyek dan sekitarnya yang
diprakirakan akan terkena dampak kegiatan proyek. Penetapan lokasi ini juga
mempertimbangkan:
1. Kemiringan topografi daerah aliran sungai dan daerah resapan,
2. Arah aliran sungai,
3. Arah aliran air tanah.
Pengambilan sampel air tanah akan dilakukan pada 10 titik/lokasi yang didasarkan pada
perbedaan jenis tanah dan pertimbangan lain, yaitu kemungkinan sebidang tanah tercemar
oleh limbah pemboran, sedangkan sampel air sungai akan diambil di 6 lokasi. Titik-titik
lokasi pengambilan sampel dapat dilihat pada Peta Lokasi Pengambilan Sampel
(Gambar 3.3), sedangkan justifikasi penentuan lokasi tersebut diuraikan sebagai berikut:
Justifikasi lokasi pengukuran debit sungai di sekitar tapak proyek
Pengukuran debit sungai dilakukan pada muara-muara sungai-sungai minor yang
mensuplai air dan sedimen ke dalam Sungai yang terpengaruh oleh GPF, BS, Kilang LNG,
sumur, jalur pipa dan sekitarnya. Debit memiliki hubungan erat dengan jumlah sedimen
yang dibawanya. Dengan mengetahui besarnya debit aliran maka dapat diperkirakan
besarnya beban debit dari sungai tersebut, sehingga dapat diprakirakan pasokan debit ke
daerah hilir yang memungkinkan dapat terjadinya banjir.
Hal ini penting dilakukan karena diperkirakan selama pekerjaan proyek, erosi akan
semakin besar sehingga sedimen yang terbawa oleh air akan semakin banyak dan beban
sedimen yang masuk kedalam sungai-sungai itu akan semakin besar.
Justifikasi lokasi pengukuran debit sungai di sepanjang jalur pipa
Pengukuran debit sungai ditujukan untuk mengetahui volume air sungai yang tersedia
sepanjang tahun. Lokasi pengukuran dilakukan pada upstream dan downstream sungai.
Tujuan utama pengukuran ini untuk mengetahui jumlah volume air in reservoir (Qin –
Qout), sehingga prediksi akibat pengambilan air sungai ini serta perkiraan volume air
yang boleh diambil dapat dilakukan. Sungai-sungai yang akan diambil debitnya adalah
sungai terdekat yang memenuhi syarat.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-16
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Justifikasi lokasi sampling kualitas air sungai
Lokasi sampling kualitas air sungai, ditetapkan sedemikian rupa dengan tujuan utama
untuk mengetahui kondisi kualitas air sungai sebelum pelaksanaan proyek. Lokasi utama
pengambilan sampel air sungai dilakukan pada Sungai yang terpengaruh oleh GPF, BS,
Kilang LNG, sumur dan jalur pipa. Lokasi sampling ditetapkan pada posisi hulu, tengah
dan hilir sungai sehingga kondisi kualitas alamiah air sungai dan interaksinya dengan tata
guna air sekitar dapat diketahui.
Justifikasi lokasi sampling kualitas air tanah
Lokasi sampling kualitas airtanah ditetapkan sedemikian rupa dengan tujuan utama untuk
mengetahui kondisi kualitas airtanah dangkal sebelum pelaksanaan proyek. Lokasi utama
pengambilan sampel air tanah adalah di area rencana GPF, BS, Kilang LNG, sumur dan
jalur pipa. Di area rencana tapak proyek lokasi sampling ditentukan dengan menggunakan
prinsip purposive sampling yang mewakili kondisi daerah upstream dan downstream aliran
airtanah. Tujuannya agar perubahan kualitas dari daerah upstream ke downstream dapat
termonitor, sehingga diketahui pengaruh lingkungan saat ini terhadap perubahan kondisi
kualitas airtanah dangkal sebelum proyek. Pada lokasi-lokasi sepanjang pipa, tujuan
utamanya adalah mengetahui kondisi awal kualitas airtanah di daerah ini sebelum
keberadaan pipa penyalur gas.
b. Metode analisis data
Parameter yang telah diukur/diamati dan dicatat kemudian dianalisis dengan metode seperti
yang diuraikan dalam Tabel 3.8.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-17
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.8. Parameter, Teknik Pengujian, Spesifikasi MetodePengujian Kualitas Air
No Parameter Teknik PengujianSpesifikasi
MetodePengujian1 Amonium Spektrofotometri dengan Nessler SNI 06-2479-19912 Besi Spektrometri serapan atom SNI 06-2523-19913 BOD Inkubasi Winkler SNI 06-2503-19914 COD Refluk secara tertutup SNI 06-2504-19915 Fenol Spektrofotometri dengan aminoantipirin SNI 19-1656-19896 Krom Spektrometri serapan atom SNI 06-2511-19917 Kadmium Spektrometri serapan atom SIN-06-2465-19918 Minyak dan lemak Ekstraksi dengan petroleum eter SNI 19-1660-19899 Nitrat Spektrofotometri dengan brusin sulfat SNI 06-2480-199110 Nitrit Spektrofotometri dengan Asam sulfanilat SNI 06-2484-199111 Perak Spektrometri serapan atom SNI 06-4162-199612 Sulfida Spektrofotometri dengan para aminodimetil anilin SNI 19-1664-198913 Sianida Titrimetri dan kolorimetri SNI 19-1504-198914 Seng Spektrometri serapan atom SNI 06-2507-1991
Sumber : Kepmen LH No. 37 tahun 2003
Berikut ini disajikan persamaan-persamaan matematik untuk menghitung besar data debit,
sedimen transport total dan erosi dari metode analisis data hidrologi, suspensi dan parameter
erosi.
1. Pengukuran debit sungai dan debit aliran permukaan
a. Pengukuran langsung lapangan
Data debit, terutama diperoleh dari data sekunder dari instansi terkait (Bappeda
Kabupaten Banggai (2006) yang telah ada dengan pencatatan data jangka panjang,
sedangkan data pengukuran debit secara langsung dilakukan untuk ceking kondisi
debit tetapi sifatnya hanya debit sesaat.
Pengukuran debit sungai dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Lebar sungai di lokasi pengukuran dibagi menjadi beberapa seksi.
2) Masing-masing seksi diukur kedalaman airnya, kemudian diukur kecepatan aliran
air sungai pada kedalaman tertentu (0,2 dan 0,8 dari kedalaman air sungai) dengan
”current meter”, dan selanjutnya dihitung luas penampang masing-masing seksi.
3) Debit sungai dihitung dengan mengkalikan kecepatan aliran dengan luas
penampang masing-masing seksi.
4) Debit total air sungai adalah jumlah seluruh debit masing-masing seksi dalam
penampang sungai tersebut, dengan rumus sebagai berikut:
Catatan :Qw = debit total sungai (m3/detik)Q = debit masing-masing seksi penampang sungai (m3/detik)n = banyaknya seksi pengukuran
n
q
QnQw1
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-18
PT. PERTAMINA EP - PPGM
b. Rational Method
Perhitungan debit aliran permukan dengan menggunakan rumus rasional (empiris)
sebagai berikut:
R = 0,028C.I.A
Dimana : R = Debit larian air permukaanC = Koefisien aliran permukaanI = Intensitas hujan (mm/jam)A = Luas area/wilayah DAS (Ha)
Sumber: Sitanala Arsyad, 1989
2. Prakiraan besar erosiPrakiraan besar erosi dilakukan dengan rumus empris dari United Soil Loss Equation(USLE) yaitu:
E = R.K.L.S.C.P
Dimana : E = Soil loss (ton/ha/tahun) S = Faktor kemiringan lerengR = Faktor erosivitas hujan C = Faktor jenis tutupan lahanK = Faktor erodibilitas hujan P = Faktor konservasi tanahL = Faktor panjang lereng
3.1.1.4. Hidro-oseanografi
1) Metode pengumpulan data
Pengumpulan data lingkungan dilakukan melalui pemetikan data primer dan pengumpulan
data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan di perairan laut di sekitar sumur lepas
pantai di sekitar dermaga dalam kompleks kilang LNG dengan pengambilan sampel yang
kemudian diuji di laboratorium atau pengukuran langsung. Parameter hidro-oseanografi yang
diukur/diamati meliputi:
a. Batimetri
Data hidrometri diperoleh dari data sekunder berupa peta yang dikeluarkan DISHIDROS
maupun hasil pengukuran/pemetaan/kajian/studi terdahulu. Data batimetri diperlukan
untuk mengkaji dampak yang terjadi dari kegiatan pembangunan dermaga dan pemboran
sumur lepas pantai.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-19
PT. PERTAMINA EP - PPGM
b. Pasang surut
Data pasang surut diperoleh dari data sekunder hasil pengukuran terdahulu yang telah
dipakai untuk penyusunan design FSO maupun fasilitas pantai. Selain itu, data sekunder
dari DISHIDROS juga dapat digunakan. Data pasang surut diperlukan untuk pemodelan
hidrodinamika, untuk mengetahui kisaran kedalaman perairan dan prakiraan dampak
kegiatan konstruksi pembangunan dermaga dan pemboran sumur lepas pantai. Pasang
surut diamati setiap interval satu jam selama minimal 15 hari.
c. Arus
Data arus didasarkan pada data sekunder DISHIDROS dan dari studi terdahulu. Selama
pengambilan sampel juga dilakukan pengukuran arus di lokasi pengambilan sampel
selama minimal tiga hari. Pengukuran dilakukan dengan current meter pada kedalaman
0,2; 0,6 dan 0,8 kali kedalaman untuk mendapatkan arah dan kecepatan rata-rata sesaat.
Data arus diperlukan untuk memperkirakan kegiatan konstruksi pembangunan dermaga
dan pemboran sumur lepas pantai.
d. Gelombang
Sama halnya dengan data arus, data gelombang juga didasarkan pada data sekunder dari
kajian-kajian yang pernah dilakukan di sekitar lokasi.
e. Temperatur air
Parameter temperatur air diukur pada saat pengambilan sampel dengan termometer
lapangan. Untuk mendapatkan keadaan temperatur dalam rentang waktu yang lebih
panjang, data sekunder hasil pengukuran/studi yang lampau akan digunakan.
f. Kualitas air laut
Untuk mengetahui kualitas air laut di lokasi penelitian, maka dilakukan pengukuran
terhadap kualitas air laut. Evaluasi kualitas air laut berpedoman pada Keputusan MENLH
No. 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut Lampiran I untuk Perairan Pelabuhan.
Pengambilan sampel air permukaan untuk penelitian ini dilakukan di sekitar lokasi rencana
pembangunan dermaga. Parameter-parameter kualitas air laut yang akan diukur disajikan
pada Tabel 3.9.
g. Salinitas
Salinitas pada saat pengambilan sampel diukur dengan salinometer. Sedangkan variasi
salinitas dalam jangka panjang akan didasarkan pada kajian data sekunder.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-20
PT. PERTAMINA EP - PPGM
h. Keadaan dasar perairan
Keadaan dasar perairan diamati dengan pengambilan sedimen dasar menggunakan grab
sampler dan sonar di sekitar lokasi sumur pemboran lepas pantai dan lokasi dermaga.
Selain itu juga dilakukan penyelaman untuk mencek keadaan dasar laut.
Tabel 3.9. Parameter Kualitas Air Laut untuk Perairan Pelabuhan(sesuai dengan KEPMENLH No. 51 Tahun 2004)
No. Parameter
1 Kecerahan2 Padatan tersuspensi total3 Suhu4 Ph5 Salinitas6 Amonia total (NH3)7 Sulfida (H2S)8 Hidrokarbon total9 Senyawa Fenol total10 PCB (poliklor bifenil)11 Surfaktan (Deterjen)12 Minyak dan lemak13 Suhu14 Cadmium (Cd)15 Tembaga (Cu)16 Timbal (Pb)17 Seng (Zn)18 Coliform (total)19 Kekeruhan20 BOD521 DO
Lokasi pengumpulan data meliputi zona pantai, yaitu kurang lebih 2 km ke arah kanan
dan kiri rencana pembangunan dermaga (dalam Kompleks Kilang LNG).
Pemilihan lokasi pengumpulan data didasarkan pada pertimbangan berikut:
Lokasi yang paling potensial mengalami dampak, yaitu lokasi tapak proyek.
Lokasi yang potensial terkena sebaran dampak.
Selain itu pendekatan analogi berdasarkan kondisi hidro-oseanografi di lokasi lain yang
relatif masih dekat dengan lokasi calon tapak proyek juga diterapkan, terutama
menyangkut perkiraan arah sebaran arus dan kondisi batimetri.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-21
PT. PERTAMINA EP - PPGM
2) Metode analisis data
Analisis data untuk tiap parameter yang diukur/diamati dilakukan dengan metode yang
tercantum dalam Tabel 3.10.
Tabel 3.10. Parameter, Metode Pengumpulan dan Analisis DataHidro-Oseanografi
No Parameter Metode Pengumpulan Data Metode Analisis Data Keterangan
1. Batimetri Data sekunder yang ada (PetaBatimetri)
Deskriptif, dengan membacapeta Batimetri yang telah ada.
Perairan sekitar tapak kegiatanpembangunan dermaga dansumur lepas pantai
2. Pasang surut Data sekunder dari penelitiansebelumnya, atau data dari dishidrospada pelabuhan terdekat
Analisis harmoni untuk menetap-kan MSL (Mean Sea Level), HWL(High Water Level), LWL (LowWater Level)
Perairan sekitar tapak kegiatanpembangunan dermaga dansumur lepas pantai
3. Arus Data sekunder hasil penelitansebelumnya,
Analisis deskriptif kecepatan arusdan arah arus
Pada beberapa titik di sekitarlokasi pembangunan dermagadan sumur lepas pantai
4. Gelombang Data sekunder pada pelabuhanterdekat atau observasi visualmenggunakan pencatat gelombang
Analisis karakteristik ketinggiandan periode gelombang yangsignifikan; serta wavehindcasting
Lepas pantai (pada lokasi SPMlocation) dan dekat pantai
5. Suhu Data sekunder pada stasiunmeteorology terdekat atau denganpengukuran langsung menggunakanthermometer
Fluktuasi suhu (untuk menetap-kan suhu ambien)
Dekat pantai sampai 10 mLWL
6. Kualitas airlaut
Sampling dan pengukuran setempat Fluktuasi kualitas air (kondisisaat ini)
Lepas pantai (di lokasi SPM)dan sekitar pantai.
Peta Lokasi Pengambilan Sampel dapat dilihat pada Gambar 3.3.
Dinamika proses sedimentasi sepanjang pantai sangat tergantung dengan dinamika air laut
dekat pantai. Dinamika air laut maupun gelombang pecah (surf) berpengaruh pada dinamika
morfologi pantai terutama dalam proses erosi dan sedimentasi pantai. Dinamika air laut
dapat didekati dengan dengan menggunakan formula tentang skala faktor pecah gelombang
(surf scaling factor) oleh Guza dan Bowen, 1975 (dalam Pethick, 1984) dan koefisien pecah
gelombang (wave breaker coefficient) menurut Galvin, 1968, 1972 (dalam Pethick, 1984)
sebagai berikut.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-22
PT. PERTAMINA EP - PPGM
1) Faktor skala pecah gelombang (surf scaling factor)
a : Tinggi gelombang (m)
T : Periode gelombang (dt)
: Lereng pantai (…o)
g : Percepatan gravitasi bumi (9.8 m/dt2)
2) Koefisien pecah gelombang:
2.. Tsg
HB bb
Keterangan:
Bb : Koefisien pecah gelombang
Hb : Tinggi gelombang (m)
g : Percepatan karena gravitai bumi (9.8 m/dt2)
s : Kemiringan lereng (%)
T : Periode gelombang (dt)
Tipe gelombang ada empat macam (Galvin,1968, 1972):
a. surging,
b. collapsing,
c. plunging, dan
d. spilling.
Tipe pecah gelombang surging breaker adalah berasosiasi dengan pantai rata (flat),
gelombang rendah dengan pantai agak curam. Akibat tipe ini akan berdampak langsung
pada proses erosi dan pantai mundur arah ke darat. Tipe pecah gelombang spilling
berasosiasi dengan gelombang tinggi, pendek dan pantai rata. Diantara kedua tipe pecah
gelombang yang ekstrim ini terdapat tipe plunging dan collapsing untuk gelombang
rendah. Kedua tipe pecah gelombang ini mempunyai kecenderungan untuk terjadinya
pengendapan (depositional). Tabel 3.11 menunjukan perbandingan nilai antara koefisien
pecah gelombang (wave breaker coefficient) dan faktor pecah gelombang (surf scaling
factor).
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-23
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.11. Perbandingan Koefisien Pecah Gelombang danFaktor Skala Pecah Gelombang
Pengarang Teori RumusTransisi Tipe Pecah Gelombang
Surging keplunging
Plunging kespiling
Galvin, 1968,1972
Guza andBowen, 1975
Koefisien PecahGelombang (Breakercoefficient)
Faktor Skala PecahGelombang (Surfscaling factor)
2b
b g.s.TH
B
βg.Ttana.2πε
2
0,003
2.5
0.068
33
Source: Pethick, 1984
3.1.1.5. Ruang, Lahan dan Tanah
1) Tata Ruang
a. Metode pengumpulan data
Dua pendekatan akan digunakan dalam studi tata ruang ini, yaitu :
1) Kajian data sekunder
Kegiatan utama dalam kajian data sekunder ini adalah pengumpulan berbagai peta
yang memuat data tata ruang wilayah studi yaitu wilayah Kecamatan Batui, Toili dan
Toili Barat (Kabupaten Banggai). Dalam metode ini akan dikaji keberadaan rencana
tata ruang yang ada. Lebih lanjut akan dikaji pula kebijakan-kebijakan pengembangan
ruang di wilayah studi.
2) Observasi lapangan
Dalam observasi ini akan dikaji pola tata ruang yang ada sebagaimana telah
dikumpulkan melalui data sekunder. Dalam observasi lapangan ini akan dikaji secara
khusus kemungkinan pemindahan pemukiman penduduk di sepanjang jalur pipa (bila
ada) serta alternatif-alternatif tata ruang yang dapat mengakomodasi antara
kepentingan pemukiman penduduk dan kepentingan proyek. Secara khusus akan
dilakukan pula dokumentasi lansekap kawasan agar pembangunan di kawasan ini tidak
mengurangi kualitas lansekap wilayah studi.
Hasil-hasil kajian lapangan dan data sekunder ini akan digunakan untuk memberikan
masukan bagi kajian tata ruang serta mengusulkan ide-ide penataan ruang wilayah
studi. Secara khusus akan diusulkan tata ruang yang meminimalkan kemungkinan
konflik antar kegiatan.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-24
PT. PERTAMINA EP - PPGM
b. Metode analisis data
1) Inventarisasi tata guna lahan dan sumberdaya lainnya serta kemungkinan
pengembangan serta peruntukkannya dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Kabupaten.
2) Rencana pengembangan wilayah, rencana tata ruang, dan rencana tata guna lahan
dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui persebaran, kepadatan dan pola
penggunaan lahan di masing-masing fungsi ruang.
2) Tanah
a. Metode pengumpulan data
Pengumpulan data tanah dilakukan dengan pengumpulan data primer dan data sekunder.
Dasar penentuan lokasi pengambilan sampel tanah, adalah jenis tanah di daerah
penelitian yaitu tapak GPF, BS, Kilang LNG, sumur, jalur pipa dan sekitarnya. Jenis tanah
di daerah penelitian secara garis besar terdapat dua jenis tanah, yaitu tanah aluvial dan
grumusol, dengan masing-masing tanah diambil 5 sampel tanah dengan maksud untuk
dapat mewakili seluruh karakteristik tanah (sifat fisik, kimia dan kesuburan).
Pengumpulan data primer dilakukan dengan pengukuran langsung di lapangan
menggunakan bor tangan (hand auger) lengkap dengan soil test kit untuk sidik cepat sifat
fisik, seperti: tekstur, kedalaman solum, drainase dan sifat kimia tanah lapangan, seperti:
pH, kandungan bahan organik (BO) dan kandungan kalsium (Ca). Selain itu, sampel tanah
diambil untuk keperluan analisis sifat-sifat fisik dan kimia tanah secara akurat di
laboratorium guna menentukan tingkat kesuburan tanah.
b. Metode analisis data
Unsur-unsur yang dikaji dalam analisis laboratorium tersebut meliputi unsur-unsur fisika
dan kimia tanah. Unsur-unsur fisik tanah meliputi unsur ketebalan solum tanah, horison
tanah, tekstrur, struktur, warna dan konsistensi tanah. Unsur-unsur kimia tanah meliputi
unsur-unsur bahan organik, pH tanah, KTK, kandungan N, P, K dan lain-lain, dimaksudkan
untuk menganalisis tingkat kesuburan tanah. Pengumpulan data sekunder tanah
dilakukan dengan pengumpulan data dari hasil laporan penelitian terdahulu serta dari
peta tanah dan kesesuaian tanah daerah penelitian.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-25
PT. PERTAMINA EP - PPGM
3.1.1.6. Transportasi Darat
a. Metode pengumpulan data
Jenis data yang digunakan untuk mempekirakan dampak pada komponen transportasi,
meliputi volume kendaraan, geometri ruas jalan dan simpang, jenis dan kondisi kerusakan
jalan, kecelakaan lalulintas serta kecepatan sesaat pada lokasi yang berpotensi
membangkitkan pejalan kaki. Jenis data dan metoda pengumpulan data dapat diuraikan
sebagai berikut.
Volume arus lalulintas
Metoda pengambilan data volume arus lalulintas dilakukan dengan metoda
pencacahan arus lalulintas tiap jenis kendaraan (traffic counting) pada ruas jalan.
Pengamatan dilakukan dengan interval waktu tiap 15 (lima belas) menitan yang
mencakup periode waktu jam sibuk. Prakiraan jam sibuk didasarkan pada kondisi tata
guna lahan di sekitar jalan/simpang yang akan diamati. Dari hasil observasi awal di
lokasi, ditentukan periode jam pengamatan mulai jam 06.00 – 14.00.
Klasifikasi kendaraan yang disurvai adalah :
1. Light Vehicle (LV) : Kendaraan ringan, terdiri dari mobil pribadi, pickup
2. Heavy Vehicle (HV) : Kendaraan berat, terdiri dari bus sedang, truk 2 As, truk
3 As atau lebih dan bus besar
3. Motor Cycle (MC) : Sepeda motor
4. Unmotorized (UM) : Kendaraan tidak bermotor, seperti sepeda
Geometri Ruas Jalan dan Simpang
Data geometri ruas diperoleh dengan cara pengukuran langsung di lapangan maupun
data sekunder dari instansi berwenang, untuk mendapatkan data berupa:
- Lebar lajur
- Lebar perkerasan total,
- Lebar bahu jalan
Data lain yang diperlukan meliputi fasilitas kelengkapan jalan, yaitu meliputi rambu
dan marka jalan.
Kecepatan Setempat
Data kecepatan setempat (spot speed) diperoleh dengan pengukuran langsung
dengan cara mengamati waktu tempuh pada jarak 50 m pada ruas jalan untuk setiap
jenis kendaraan bermotor secara acak. Waktu pengukuran dilakukan bersamaan
dengan pengambilan data volume arus lalulintas (traffic counting).
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-26
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Jenis dan Kondisi Kerusakan Jalan
Mengamati secara langsung kondisi perkerasan jalan khususnya pada ruas jalan yang
akan dijadikan sebagai rute angkutan barang/material. Data lain yang diperlukan
adalah kondisi jembatan yang berada di sepanjang ruas jalan.
Tingkat kecelakaan
Data tentang kecelakaan diperoleh berdasarkan wawancara dengan warga yang
tinggal di sekitar ruas jalan yang dijadikan rute angkutan barang serta data sekunder
dari Polsek Batui, Toili dan Toili Barat.
b. Metode Analisis
Kapasitas Ruas Jalan
Kapasitas ruas jalan perkotaan dapat diketahui dengan mengacu pedoman dari
Manual Kapasitas Ruas Jalan Indonesia (MKJI) tahun 1997 sebagai berikut:
C = Co x FCw x FCsp x FCsf x FCcs
Dengan:C : Kapasitas ruas jalan (smp/jam)Co : Kapasitas dasar (smp/jam)FCw : Faktor penyesuaian lebar jalanFCsp : Faktor penyesuaian distribusi arahFCsf : Faktor penyesuaian hambatan sampingFCcs : Faktor penyesuaian ukuran kota
Faktor penyesuaian dan Kapasitas dasar (Co) untuk masing-masing tipe jalan
berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) adalah sebagai berikut:
Penelitian AMDAL aspek sosial rencana kegiatan PT. PERTAMINA EP – PPGM ini mengacu
pada Kep.Ka BAPEDAL No. 299/1996 tentang Pedoman Teknis Kajian Aspek Sosial Dalam
Penyusunan AMDAL. Data yang diperlukan komponen sosial ekonomi dan budaya dalam
penelitian meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari responden
melalui wawancara secara terarah/terfokus dengan menggunakan pedoman wawancara
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-37
PT. PERTAMINA EP - PPGM
(interview guidance). Responden ditentukan dengan metode purposive random sampling.
Menurut Paton (1990), purposive sampling umumnya digunakan untuk penelitian kualitatif,
dimana pemilihan responden lebih didasarkan pada kriteria khusus dan tujuan penelitian
yang akan dilakukan serta kurang menekankan pada sifat representativitas dalam
pengambilan sampel. Responden yang diambil meliputi anggota masyarakat dari berbagai
kelompok, seperti tokoh formal dan informal, para pemuda, wanita dan ibu rumah tangga
serta kelompok-kelompok profesi atau matapencaharian. Adapun data sekunder diperoleh
dari instansi terkait di tingkat desa, kecamatan, dan kabupaten.
b. Penentuan lokasi sampel
Penentuan lokasi sampel untuk pelaksanaan wawancara dilakukan dengan menggunakan
metode purposive sampling, dengan mempertimbangkan pada kategori-kategori wilayah
yang diprakirakan akan terkena dampak baik pada aspek fisik, biologi, maupun sosial
budaya dari adanya rencana kegiatan Proyek Pengembangan Gas Matindok. Selengkapnya
rencana pengambilan sampel komponen sosial disajikan pada tabel berikut.
Tabel 3.20. Lokasi Pengambilan Sampel Komponen Sosial
KomponenLingkungan/Parameter
Lokasi JumlahSampel Dasar Penentuan
1. Demografi(kependudukan)
Desa-desa di wilayahKecamatan Toili Barat,Toili, Batui
200responden
Desa-desa di sekitar tapak proyek yang akanterkena dampak langsung dari kegiatanPengembangan Lapangan Gas Matindok.Mata pencaharian penduduk umumnyasebagai petani dan nelayan.
2. Sosial EkonomiKesempatan kerja
Desa-desa di wilayahKecamatan Toili Barat,Toili, Batui
200responden
Desa-desa di sekitar tapak proyek yang akanterkena dampak langsung dari kegiatanPengembangan Lapangan Gas Matindok.Mata pencaharian penduduk umumnyasebagai petani dan nelayan.
Kesempatanberusaha
Desa-desa di wilayahKecamatan Toili Barat,Toili, Batui
50responden
Umumnya kesempatan usaha banyakberkembang di lokasi-lokasi strategis
Pendapatanpenduduk
Desa-desa di wilayahKecamatan Toili Barat,Toili, Batui
200responden
Desa-desa di sekitar tapak proyek yang akanterkena dampak langsung dari kegiatanPengembangan Lapangan Gas Matindok.Mata pencaharian penduduk umumnyasebagai petani dan nelayan.
Perekonomianlokal
Kantor Kecamatan danKantor DispendaKabupaten
- Sumber data aktivitas ekonomi tingkatkecamatan dan kabupaten
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-38
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.20. Lanjutan
KomponenLingkungan/Parameter
Lokasi JumlahSampel
Dasar Penentuan
3. Sosial BudayaProses sosial
Desa-desa di wilayahKecamatan Toili Barat,Toili, Batui
200responden
Desa-desa di sekitar tapak proyek yang akanterkena dampak langsung dari kegiatanPengembangan Lapangan Gas Matindok.Mata pencaharian penduduk umumnyasebagai petani dan nelayan.
Sikap dan persepsimasyarakat
Desa-desa di wilayahKecamatan Toili Barat,Toili, Batui
200responden
Desa-desa di sekitar tapak proyek yang akanterkena dampak langsung dari kegiatanPengembangan Lapangan Gas Matindok.Mata pencaharian penduduk umumnyasebagai petani dan nelayan.
Parameter, metode pengumpulan dan analisis data demografi, sosial ekonomi dan budaya
adalah sebagai berikut.
3.1.3.1. Demografi
Data kependudukan meliputi data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui
wawancara langsung kepada masyarakat yang diprakirakan terkena dampak kegiatan. Data
sekunder diperoleh melalui data statistik di kecamatan dan kabupaten yang menjadi lokasi
rencana kegiatan. Adapun parameter kependudukan yang diteliti meliputi:
Struktur penduduk (kelompok umur menurut jenis kelamin, mata pencaharian dan
tingkat pendidikan) serta kepadatan penduduk
Perkembangan penduduk khususnya pertumbuhan penduduk
Mobilitas penduduk yang meliputi migrasi keluar/masuk, pola migrasi dan pola
persebaran penduduk
Tenaga kerja, meliputi angkatan kerja dan tingkat pengangguran
Metode analisis data kependudukan yang bersifat kuantitatif dilakukan dengan analisis statistik,
sedangkan yang bersifat kualitatif dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif analisis.
Metode analisis data demografi bersifat kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif dilakukan
menggunakan beberapa rumus:
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-39
PT. PERTAMINA EP - PPGM
a) Rumus kepadatan penduduk:
100%X)2(kmwilayahLuas
(jiwa)pendudukJumlahKp
b) Rumus pertumbuhan penduduk
Pt = Po (l + r)t
Dimana :Po = jumlah penduduk tahun ke 0/awal perhitungan (jiwa)Pt = jumlah penduduk tahun ke-t/akhir perhitungan (jiwa)t = jangka waktu antara Po dan Pt (tahun)r = rata-rata pertumbuhan penduduk setiap tahun selama t tahun (%)
c) Sex ratio
100%xperempuanpendudukJumlah
laki-lakipendudukJumlahratioSex
3.1.3.2. Sosial Ekonomi
Pengumpulan data sosial ekonomi dilakukan melalui data sekunder dan data primer. Data
sekunder meliputi data monografi, data statistik pada instansi terkait di daerah yang diteliti.
Data primer diperoleh dengan cara wawancara secara langsung terhadap masyarakat di daerah
sekitar proyek dan pada kegiatan-kegiatan ekonomi di lapangan. Adapun parameter sosial
ekonomi yang akan diteliti meliputi:
Ekonomi rumah tangga terdiri dari: (a) tingkat pendapatan, (b) pola nafkah ganda.
Ekonomi sumber daya alam yang terdiri dari : (a) pola pemanfaatan sumberdaya alam,
(b) pola penggunaan lahan.
Perekonomian lokal yang terdiri dari: (a) kesempatan kerja dan berusaha, (b) jenis dan
jumlah aktivitas ekonomi nonformal, (c) pusat-pusat pertumbuhan ekonomi, (d)
Pendapatan Asli Daerah (PAD), (e) aksesibilitas wilayah, (f) fasilitas umum dan fasilitas
sosial.
Analisis data sosial ekonomi yang bersifat kuantitatif akan dilakukan dengan analisis statistik,
sedangkan yang bersifat kualitatif akan dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif
analisis.
Beberapa rumus yang digunakan dalam analisis data sosial ekonomi adalah sebagai berikut.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-40
PT. PERTAMINA EP - PPGM
a) Angka beban ketergantungan (Dependency Ratio) =
Jumlah penduduk yang tidak produktif (15– + 65+)Jumlah penduduk usia produktif (15 – 64)
dimana:DR = angka beban tanggungan (%)P15- = jumlah penduduk usia 0–14 tahunP65+ = jumlah penduduk usia 65 tahun ke atasP15-64 = jumlah penduduk usia 15–64 tahunK = konstanta (100)
(Nurdini, 1981)
b) Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) =
Angkatan kerjaPenduduk berumur 15 th+
Angkatan kerja adalah penduduk berumur 15 tahun ke atas yang selama seminggu sebelum
pencacahan telah bekerja atau punya pekerjaan, tetapi untuk sementara waktu tidak
bekerja dan mereka yang tidak bekerja atau sedang mencari pekerjaan.
c) Pendapatan
I = TR .......................(dari sudut penerimaan)
dimana :I = pendapatan (income)TR = penerimaan total (total revenue)
I = C + S + i ................. (dari sudud pengeluaran)
Metode analisis dampakkesehatan lingkungan,metode epidemiologi
Analisis dilakukan secarakualitatif dan kuantitatif
2. Tingkatkesehatanmasyarakat
Observasi/pengamatan lapangan,wawancara, penelusuran data daninformasi, pengumpulan datasekunder
Metode analisis dampakkesehatan lingkungan,metode epidemiologi
Analisis dilakukan secarakualitatif dan kuantitatif
Peta Lokasi Pengambilan Sampel Komponen Geo-Fisik-Kimia, Biologi, Sosial dan
Kesehatan Masyarakat dapat dilihat pada Gambar 3.3 dan ringkasan metode pengambilan
data dan lokasi pengambilan data disajikan pada Tabel 3.24.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-45
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Gambar 3.3. Peta Rencana Pengambilan Sampel
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-46
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.24. Komponen/Paramater Lingkungan, Metode Pengumpulan dan Lokasi Pengambilan Data
No KomponenLingkungan
Parameter Metode/ Sumber Data Alat Jumlah Sampel Lokasi Alasan Penetapan TitikSampel
1 Iklim Curah hujan Tabulasi/diagram Rain gauge 1 paket (data curahhujan,suhu udara,kelembaban udara danangin diambil dariStasiun KlimatologiBandara Luwuktersebut
Stasiun Klimatologi BubungLuwuk/Toili
Karena satu-satunya stasiunklimatolagi terdekat didalam wilayah studi, makastasiun klimatologi tersebutdipilih sebagai referensi dataiklim daerah penelitian
Suhu udara Tabulasi/diagram Thermometer udara
Kelembaban nisbi udara Tabulasi/diagram Hygrometer
Angin WinrosePencatatan arah dankecepatan angin
2 Kualitas Udara SO2 Pararosanilin Spektofotometer
12 titik sampling
Akan diambil di beberapatempat seperti: Kilang LNGPadang dan Uso, GPFKayowa, BS (Minahaki,Sukamju, Donggi, Maleorajadan Matindok), Jalur pipa BSDonggi-BS Matindok, Jalurpipa unit XII desa Tirtasari,Jalur pipa diunit II Desa ArgaKencana dan jalur pipa dipersawahan Kintom
Titik samplingmerepresentasikan lokasialternatif Kilang LNG Padangdan Uso, Gas ProcessingFacilities (GPF) di Kayowa,Block Station (BS) diMinahaki, Sukamaju, Donggi,Maleoraja, Matindok danjalur-jalur pipa
NO2 Salzman Spektofotometer
CO NDIR Analyzer
Debu (TSP) Gravimetri Dust level sampler
PM10 Gravimetri Dust level sampler
Kebisingan Pembacaan langsung Sound level meter
3 Fisiografi danMorfologi
Ketinggian tempat Pengukuran langsungPeta Rupa Bumi IndBakosurtanal
GPSPeta topografi
1 paket (dalam satulokasi sampel diukurketinggian tempat,kondisi topografi dankemiringan lereng)
Rencana lokasi tapak GPF(BS, LNG, sumur, dan jalurpipa
Lokasi tersebut dapatmewakili kondfisi fisiografidan morfomologi daerahpenelitian.
Topografi ObservasiPeta Rupa Bumi IndBakosurtanal
Peta topografi danVisual
Kemiringan lahan Pengukuran langsungPeta Rupa Bumi IndBakosurtanal
Kompas Geologi(Suncto)
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-47
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.24. Lanjutan
No KomponenLingkungan Parameter Metode/ Sumber Data Alat Jumlah Sampel Lokasi Alasan Penetapan Titik
Sampel4 Geologi dan
hidrogeologiGeologi regional Membaca dan interpretasi
Peta Geologi BersistemLembar Batui (GTL
Bandung)
Pancaindra mata 1 paket(Jenis batuan, strukturgeologi : lipatan, sesar,pola sesar)
Wilayah studi Tidak mendasarkan sampeltetapi overview fenomenageologi seluruh wilayah didaerah penelitian
Geologi lokal Observasi Kompas geologi,palu geologi
Karena kondisi drainasemerupakan satu kesatuanhasil proses antara hujan,karakteristik fisiografidaerah, vegetasi penutupdan sifat batuan/tanah dalamsuatu areal tertentu.
8 Hidro-oseanografi Batimetri Hasil penelitian sebelumnya(Baseline Study RencanaProyek Pengembangan GasMatindok Sulawesi Tengah)
Peta Batimetri 1 paket Wilayah laut yang masukpada batas wilayah studiuntuk rencana pemilihandermaga
Data sekunder yang adasudah dimaksudkan untukpemilihan rencana lokasidermaga (Uso dan Padang)
Pasang-surut Hasil penelitian sebelumnya(Baseline Study RencanaProyek Pengembangan GasMatindok Sulawesi Tengah)
Papan skala (AWLR) 1 paketWilayah laut yang masukpada batas wilayah studiuntuk rencana pemilihandermaga
Data sekunder yang adasudah dimaksudkan untukpemilihan rencana lokasidermaga (Uso dan Padang)
Gelombang Hasil penelitian sebelumnya(Baseline Study RencanaProyek Pengembangan GasMatindok Sulawesi Tengah)
Jalon, meteran,stopwatch
1 paket Wilayah laut yang masukpada batas wilayah studiuntuk rencana pemilihandermaga
Data sekunder yang adasudah dimaksudkan untukpemilihan rencana lokasidermaga (Uso dan Padang)
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-49
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.24. Lanjutan
NoKomponenLingkungan Parameter Metode/ Sumber Data Alat Jumlah Sampel Lokasi
Alasan Penetapan TitikSampel
Arus Hasil penelitian sebelumnya(Baseline Study RencanaProyek Pengembangan GasMatindok Sulawesi Tengah)Dan hasil data pengukuransebelumnya dari instansilain (data sekunder)
Current meter 1 paket Wilayah laut yang masukpada batas wilayah studiuntuk rencana pemilihandermaga
Data sekunder yang adasudah dimaksudkan untukpemilihan rencana lokasidermaga (Uso dan Padang)
9 Kualitas air tawar Sifat fisik air Pengukuran langsung dilapangan
Termometer,eikman grab
9 titik sampel Koordinat lokasi disajikanpada Dok. ANDAL
Titik sampling merepre-sentasikan lokasi air sungaiterdekat di sekitar BS, KilangLNG; perwakilan sungaiterpotong oleh jalur pipadari BS-Kilang LNG dan airsumur penduduk yangterdekat dengan lokasialternatif kilang LNG diPadang dan Uso serta jalurpipa
Sifat kimia air Pengambilan sampellangsung dan analisislaboratorium
Ruas jalan provinsi dariDesa Uso sampai denganKaryamakmur (Toili Barat)
Dengan mengetahui kondisikepadatan lalulintas padasuatu segmen jalan sudahdapat digunakan untukmemprediksi kepadatanlalulintas pada seluruh badanjalan tersebut.
Gangguan keselamatanpengguna jalan
Data sekunder angkakecelakaan jalan raya
Data sekunder dariDLLJR Kab. Banggai& Polsek Kec. ToiliBarat, Toili; Batui
1 paket (jalan retak,aspal mengelupas,tanah ambles, jalanterputus dan lainnya)
Jalan raya dimanakemungkinan terjadigangguan lalulintas
Pada jalan yang dilaluilangsung kendaraan-kendraan proyek milik PTPertamina
Kerusakan jalan raya danjembatan
Pengamatan langsungkondisi perkerasan jalan
Visual Ruas jalan provinsi dariDesa Uso sampai denganKaryamakmur (Toili Barat)
Pada jalan yang dilaluilangsung kendaraan-kendaraan proyek milik PTPertamina
Pengotoran jalan Pengamatan langsungkondisi perkerasan jalan
Visual Ruas jalan provinsi dariDesa Uso sampai denganKaryamakmur (Toili Barat)
Pada jalan yang dilaluilangsung kendaraan-kendaraan proyek milik PTPertamina
12 Kualitas air laut Sifat fisik air Pengukuran langsung dilapangan
Termometer, seichidisk
6 titk sampel Rencana Dermaga Padang(AL-1, AL-2, AL-3) danrencana Dermaga Uso (AL-4,AL-4, dan AL-5)
Badan air laut terdekat di disekitar alternatif dermagakompleks Kilang LNG diPadang atau Uso
Sifat kimia air Pengambilan sampellangsung dan analisislaboratorium
Botol sampel, phmeter, perangkattitrasi water sampler
6 titk sampel Rencana Dermaga Padang(AL-1, AL-2, AL-3) danrencana Dermaga Uso (AL-4,AL-4, dan AL-5)
Badan air laut terdekat di disekitar alternatif dermagakompleks Kilang LNG diPadang atau Uso
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-51
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.24. Lanjutan
No KomponenLingkungan Parameter Metode/ Sumber Data Alat Jumlah Sampel Lokasi Alasan Penetapan Titik
Sampel13 Biota air laut Terumbu karang Pengamatan langsung di
lapangan, Peta Dinas Hidro-oseanografi TNI AL/ PetaLPI Bakosurtanal
Peralatansnorkeling/ SCUBA,GPS
3 titik sampel Badan air laut terdekat disekitar sumur lepas pantaisekitar dermaga di kompleksKilang LNG (sesuai denganpengambilan sampel airlaut);
Lokasi sampel berada disekitar kegiatan sehinggadiprakirakan akan berdampakpada terumbu karang
14 titik sampel Prinsip keterwakilanekosistem di area rencanatapak kegiatan (sumur bor,BS, Kilang LNG, jalur pipa),misalnya hutan di SMBangkiriang, HL Mangrove
Lokasi pengambilan sampeltersebut terletak di sekitarkegiatan. Apabila rencanakegiatan berlangsungdikhawatirkan akanmenyebabkan hilangnya floraatau berubahnya strukturvegetasi
Satwa liar Observasi, pengamatanburung dengan metode IPA& wawancara tentangkeberadaan satwa liarendemik/dilindungi
14 titik pengamatan Prinsip keterwakilanekosistem di area rencanatapak kegiatan (sumur bor,BS, Kilang LNG, jalur pipa),misalnya hutan di SMBangkiriang, HL Mangrove
Lokasi pengambilan sampeltersebut terletak di sekitarkegiatan. Apabila rencanakegiatan berlangsungdikhawatirkan akanberdampak pada fauna
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-52
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.24. Lanjutan
No KomponenLingkungan Parameter Metode/ Sumber Data Alat Jumlah Sampel Lokasi Alasan Penetapan Titik
Sampel15 Sosial ekonomi
dan budayaKependudukan (strukturpenduduk, kepadatanpenduduk, mobilitaspenduduk)
Kuesioner dengan jumlahresponden proporsionalterhadap jumlah pendudukdi desa dalam wilayahstudi;Data BPS, KantorKecamatan – Kantor Desa
Kuesioner 200 responden Desa-desa di sekitar tapakproyek (37 desa, lihat hal. II-169)
Desa-desa yang merupakankonsentrasi penduduk dandiprakirakan akan terkenadampak langsung darikegiatan proyek PPGM
Pola kepemilikan lahan;pendapatan masyarakat;kesempatan berusaha
Observasi wawancaraterstruktur denganresponden (masyarakat,tokoh masyarakat) denganjumlah responden ± 200penduduk desa di wilayahstudi
Kuesioner 200 responden Desa-desa di sekitar tapakproyek (37 desa, lihat hal. II-169))
Desa-desa yang merupakankonsentrasi penduduk dandiprakirakan akan terkenadampak langsung darikegiatan proyek PPGM
Proses sosialWawancara terstrukturdengan responden(masyarakat dan tokohmasyarakat)
Kuesioner 200 responden Desa-desa di sekitar tapakproyek (37 desa, lihat hal. II-169)
Desa-desa yang merupakankonsentrasi penduduk dandiprakirakan akan terkenadampak langsung darikegiatan proyek PPGM
Sikap dan persepsimasyarakat
Wawancara terstrukturdengan responden(masyarakat dan tokohmasyarakat)
Kuesioner 200 responden Desa-desa di sekitar tapakproyek (37 desa, lihat hal. II-169)
Desa-desa yang merupakankonsentrasi penduduk dandiprakirakan akan terkenadampak langsung darikegiatan proyek PPGM
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-53
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.24. Lanjutan
NoKomponen
Lingkungan Parameter Metode/ Sumber Data Alat Jumlah Sampel LokasiAlasan Penetapan Titik
Sampel16 Kesehatan
masyarakatKondisi sanitasi lingkungan Observasi langsung
Wawancara terstrukturdengan responden(masyarakat dan tokohmasyarakat)
VisualKuesioner
200 responden Desa-desa di sekitar tapakproyek (37 desa, lihat hal. II-169)
Desa-desa yang merupakankonsentrasi penduduk dandiprakirakan akan terkenadampak langsung darikegiatan proyek PPGM
Tingkat kesehatanmasyarakat (prevalensipenyakit, jenis-jenispenyakit, status gizi balita)
Observasi dan wawancaraterstruktur denganresponden (masyarakat,tokoh masyarakat);Data Dinas Kesehatan,Puskesmas dan BPS
Data sekunderKuesioner
200 responden Desa-desa di sekitar tapakproyek (37 desa, lihat hal. II-169)
Desa-desa yang merupakankonsentrasi penduduk dandiprakirakan akan terkenadampak langsung darikegiatan proyek PPGM
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-54
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Distribusi titik sampel untuk semua komponen lingkungan disajikan pada Peta rencana
Pengambilan sample (Hasil analisis data, terutama untuk parameter-parameter dari jenis-jenis
dampak hipotetik dikonversi menjadi bentuk skala setelah dicocokkan dengan Tabel Skala
Kualitas Lingkungan (Lampiran 12). Dalam tabel itu skala kualitas lingkungan hidup untuk
masing-masing komponen lingkungan hidup dan dampak penting hipotetik ditetapkan ke dalam
lima kelas yaitu:
Kelas: 1 = kualitas lingkungan hidup sangat jelek
2 = kualitas lingkungan hidup jelek
3 = kualitas lingkungan hidup sedang
4 = kualitas lingkungan hidup baik
5 = kualitas lingkungan hidup sangat baik
Selanjutnya, hasil analisis data yang telah ditelaah dikonversi ke dalam skala dituangkan dalam
Tabel 3.25.
Tabel 3.25. Ringkasan Hasil Analisis Data dan Skala Kualitas Lingkungan AwalMasing-masing Parameter Lingkungan yang Terkena Dampak
No.KomponenLingkungan
ParameterHasil Analisis Data Skala
KualitasLingkungan
Ket.PengukuranPengamatan
Lokasi
KOMPONEN GEO-FISIK-KIMIA1. Kualitas udara SO
NO2
COPM10
Debu (TSP)Kebisngan
2 Erosi tanah Erosivitas hujanErodibilitas tanahKelerenganPenutupan dan pengelolaan tanah
3 Drainase dan Pola aliranirigasi, debit Jaringan irigasi
Kecepatan aliran & luas penampang sungai
4 Kualitas air tawar Sifat fisik airSedimenSifat kimia air
5 Kualitas air laut Sifat fisik airSifat kimia air
6 Transportasi darat Kerusakan jalan dan jembatanGangguan kelancaran lalulintasGangguan keselamatan pengguna jalanPengotoran jalan
KOMPONEN BIOLOGI1 Biota air tawar ID Plankton
ID BenthosKekayaan jenis nekton
2 Biota air laut Persentase penutupan terumbu karangKekayaan jenis nekton
3 Biota darat Vegetasi alamiVegetasi budayaKekayaan jenis satwa liar
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-55
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.25. Lanjutan
No.KomponenLingkungan
ParameterHasil Analisis Data Skala
KualitasLingkungan
Ket.PengukuranPengamatan
Lokasi
KOMPONEN SOSIAL1 Sosial
KependudukanKependudukan (struktur dan mobilitaspenduduk)
2 Sosial Ekonomi Pendapatan masyarakatKesempatan berusaha
3 Sosial Budaya Proses sosialSikap dan persepsi masyarakat
KOMPONEN KESEHATAN MASYARAKAT1. Sanitasi
lingkunganTingkat sanitasi lingkungan
2. Tingkat Kesehatanmasyarakat
Tingkat kesehatan masyarakat
3.2. METODE PRAKIRAAN DAMPAK PENTING
3.2.1. Prakiraan Besaran Dampak
Metode prakiraan dampak pada prinsipnya adalah untuk memprakirakan besaran dampak
(magnitude) dan tingkat kepentingan (important) dampak.
Tabel 3.26. Metode Prakiraan Besaran Dampak Untuk Masing-MasingParameter Lingkungan Pada Jenis-Jenis Dampak Hipotetik
No KomponenLingkungan
Parameter Metode PrakiraanBesaran Dampak
Keterangan
1. Kualitas Udara SO Matematik dankomparatif dengan
analog kegiatan lainyang sama
Analogi dengan kegiatanAMDAL PengembanganLapangan Gas Senoro danPemipaan Gas Senoro-KintomKab. Banggai, Prov. SulawesiTengah
NO2
COPM10
Debu (TSP)Kebisingan
2 Erosi Tanah Erosivitas hujan,Erodibilitas tanah,Kelerengan,Penutupan dan pengelolaan tanah
Matematik:
A = R.K.L.C.P.
Adanya perubahan penutuplahan dan pengelolaan lahanberbeda akan menghasilkanbesar erosi berbeda.
3 Drainase dan irigasi,debit
Pola aliran,Jaringan irigasi,Kecepatan arus
Professional Judgement,Komparatif
4 Kualitas air tawar Sifat fisik air MatematikSifat kimia air
5 Kualitas air laut Sifat fisik air MatematikSifat kimia air
6 Transportasi darat Gangguan kelancaran lalulintas MatematikGangguan keselamatan pengguna Professional JudgementjalanKerusakan jalan dan jembatanPengotoran jalan
Komparatif dengananalog kegiatan lain
yang sama
Analogi dengan kegiatanAMDAL PengembanganLapangan Gas Senoro danPemipaan Gas Senoro-KintomKab. Banggai, Prov. SulawesiTengah
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-56
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.2.6. Lanjutan
NoKomponenLingkungan
ParameterMetode Prakiraan Besaran
DampakKeterangan
7 Biota air tawar ID Plankton Professional Judgement dananalog dengan kegiatan sejenis
Analogi dengan kegiatanAMDAL PengembanganLapangan Gas Senorodan Pemipaan GasSenoro-Kintom Kab.Banggai, Prov. SulawesiTengah;
ID BenthosKekayaan Jenis Nekton
8 Biota air laut % penutupan terumbu karangKekayaan jenis nekton
9 Biota darat Vegetasi alamiVegetasi budayaKekayaan jenis satwa liar
10 Sosial ekonomi Kependudukan Analogi dengan kegiatan AMDALPengembangan Lapangan GasSenoro dan Pemipaan GasSenoro-Kintom Kab. Banggai,Prov. Sulawesi Tengah;Professional Judgement
dan budaya Pendapatan masyarakatKesempatan berusahaProses sosialSikap dan persepsi masyarakat
11 Kesehatan Kondisi sanitasi lingkungan Analogi dengan kegiatan AMDALPengembangan Lapangan GasSenoro dan Pemipaan GasSenoro-Kintom Kab. Banggai,Prov. Sulawesi Tengah;Professional Judgement
Masyarakat Tingkat kesehatan masyarakat
Berdasarkan metode (Tabel 3.26) tersebut di atas, akan dihasilkan kondisi masing-masing
parameter lingkungan terprediksi yang selanjutnya dikonversi dalam bentuk skala. Besaran
dampak setiap parameter yang dikaji diperoleh dengan menghitung selisih kualitas lingkungan
hidup setiap kegiatan (proyek) berlangsung (KLp) dengan kualitas lingkungan hidup saat rona
lingkungan hidup awal (mula-mula sebelum adanya proyek (KLRLA) atau Besar prakiraan
dampak = KLp – KLRLA
Angka prakiraan besaran dampak yang akan diperoleh antara 1 s/d 4, dengan pengertian:
+/-1 = dampak positif/negatif kecil
+/-2 = dampak positif/negatif sedang
+/-3 = dampak positif/negatif besar
+/-4 = dampak positif/negatif sangat besar
Namun demikian penetapan besaran dampak tersebut di atas tidak terlalu kaku, khususnya
untuk parameter tertentu yang diprakirakan akan melebihi baku mutu dan atau telah mendekati
angka batas pada perubahan skala kualitas lingkungan.
Selanjutnya hasil prakiraan besaran dampak di tuangkan dalam Tabel 3.27.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-57
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.27. Ringkasan Hasil Prakiraan Besaran Dampak Rencana Kegiatan ProyekPengembangan Gas Matindok di Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah
No Komponen Lingkungan
Komponen Rencana KegiatanPra-
Konst Konstruksi Operasi PascaOperasi
1 2 1 2 3 4 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3GEO-FISIK-KIMIA
1 Kualitas udara ambien -? -? +?2 Kebisingan -? -? +?3 Erosi tanah -? -? -?4 Sistem drainase dan irigasi -? -? -?5 Kualitas air permukaan -? -? -? -? -? +?6 Kualitas air laut -? -? -? +?7 Transportasi darat -? -? -? -? -? -? +?
BIOLOGI1 Vegetasi -? -?2 Satwa liar -? -? -?3 Biota air tawar -? -? -? -? -?4 Biota air laut -? -? -?
SOSIAL-EKONOMI-BUDAYA1 Kependudukan +?2 Pola kepemilikan lahan -?3 Pendapatan masyarakat +? +? +? +? +? +? +? +? +? -?4 Kesempatan berusaha +? +? +? +? +? +? +? +? +? -?5 Proses sosial -? -? -? -? -? -?6 Sikap & persepsi masyarakat -? -? +? -? -? -? -? -? -? -? -? -? -? -?
KESEHATAN MASYARAKAT1 Sanitasi lingkungan -? -? -? -?2 Tingkat kesehatan masyarakat -? -?
Keterangan:A. Tahap Prakonstruksi
1. Pembebasan lahan dan tanam tumbuh2. Pemanfaatkan tenaga kerja setempat
B. Tahap Konstruksi1. Mobilisasi dan demobilisasi peralatan, material dan tenaga kerja2. Pembukaan dan pematangan lahan3. Kegiatan Konstruksi Fasilitas Produksi Gas dan Kompleks Kilang LNG4. Kegiatan Pemasangan Pipa Penyalur Gas
C. Tahap Operasi1. Penerimaan tenaga kerja2. Pemboran sumur pengembangan3. Penyaluran gas dan kondensat melalui pipa4. Penyaluran kondesat dengan transportasi darat5. Kegiatan operasi fasilitas produksi gas (MS dan BS)6. Operasional Kilang LNG dan fasilitas lainnya7. Pemeliharaan fasilitas produksi (Gas dan LNG)
D. Tahap Pasca Operasi1. Penghentian operasi produksi gas (MS dan BS) dan Kilang LNG2. Demobilisasi peralatan3. Penglepasan Tenaga Kerja
KESEHATAN MASYARAKAT1 Sanitasi lingkungan P/TP P/TP P/TP P/TP
2 Tingkat kesehatan masyarakat P/TP P/TP
Keterangan:A. Tahap Prakonstruksi
1. Pembebasan lahan dan tanam tumbuh P = dampak penting2. Pemanfaatkan tenaga kerja setempat TP= dampak tidak penting
B. Tahap Konstruksi1. Mobilisasi dan demobilisasi peralatan, material dan tenaga kerja2. Pembukaan dan pematangan lahan3. Kegiatan Konstruksi Fasilitas Produksi Gas dan Kompleks Kilang LNG4. Kegiatan Pemasangan Pipa Penyalur Gas
C. Tahap Operasi1. Penerimaan tenaga kerja2. Pemboran sumur pengembangan3. Penyaluran gas dan kondensat melalui pipa4. Penyaluran kondesat dengan transportasi darat5. Kegiatan operasi fasilitas produksi gas (MS dan BS)6. Operasional Kilang LNG dan fasilitas lainnya7. Pemeliharaan fasilitas produksi (Gas dan LNG)
D. Tahap Pasca Operasi1. Penghentian operasi produksi gas (MS dan BS) dan Kilang LNG2. Demobilisasi peralatan3. Penglepasan Tenaga Kerja
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-63
PT. PERTAMINA EP - PPGM
3.3. METODE EVALUASI DAMPAK PENTING
Tujuan dilakukan evaluasi dampak besar dan penting lingkungan akibat dari komponen
kegiatan yang direncanakan adalah memutuskan/menentukan jenis dampak hipotetik yang akan
dikelola, jenis dampak tersebut ditelaah secara holistik, dan memberikan arahan atau alternatif
pengelolaannya.
Metode evaluasi dampak penting yang digunakan adalah non matrik yaitu dengan pendekatan
deskriptif-kualitas berdasarkan informasi besaran dan tingkat kepentingan masing-masing jenis
dampak penting hipotetik dengan bagan alir. Adapun keputusan tentang jenis dampak
hipotetik yang akan dikelola adalah jenis dampak yang termasuk kategori dampak penting
yang dikelola (PK) yang ditetapkan berdasarkan dua kriteria sederhana berikut:
a) Pada prameter linkungan yang memiliki Baku Mutu Lingkungan tertentu: apabila tingkat
kepentingannya (∑P) > 3 dan dampak negatif yang diprakirakan akan terjadi
menyebabkan perubahan nilai pada parameter tertentu sehingga nilai itu akan melebihi
baku mutu yang berlaku, maka kesimpulan dampaknya termasuk kategori dampak
penting yang dikelola (PK).
b) Pada prameter linkungan yang tidak memiliki Baku Mutu Lingkungan: Apabila (∑P)
3 dan besaran angka prakiraan dampak ≥ (+/-) 2, maka kesimpulan dampaknya
masuk kategori dampak penting yang dikelola (PK).
c) Diluar kedua kriteria tersebut di atas masuk dalam kategori dampak tidak penting dan
tidak dikelola (TPK).
Diluar kedua kriteria di atas, kesimpulan hasil evaluasi adalah dampak tidak penting dan
tidak dikelola (TPK). Bila dampak yang disimpulkan merupakan dampak penting yang
dikelola (PK), maka dampak-dampak itulah yang akan dijadikan dasar untuk penyusunan
Rencana Pengelolaan Lingkungan dan Rencana Pemantauan Lingkungan. Hasil evaluasi dampak
besar dan penting disajikan dalam Tabel 3.31.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-64
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.31. Ringkasan Hasil Evaluasi Dampak Penting
TAHAP RENCANAKEGIATAN
JENIS DAMPAK PENTINGHIPOTETIK
SUMBERDAMPAK
BakuMutuLingk
BESARANDAMPAK
(+/-)
JUMLAHBOBOTNILAI
P
KEPUTUSAN/KESIMPULAN HASIL
EVALUASI(PK/TPK)
Kualitas udara ambien
Kebisingan
Erosi tanah
Sistem drainase dan irigasi
Kualitas air permukaan
Kualitas air laut
Transportasi darat
Vegetasi
Satwa liar
Biota air tawar
Biota air laut
Kependudukan
Pendapatan masyarakat
Kesempatan berusaha
Proses sosial
Sikap dan persepsi masyarakat
Sanitasi Lingkungan
Tingkat Kesehatan masyarakat
Jenis dampak penting tersebut kemudian di telaah secara holistik yang dibantu dengan Bagan
Aliran Dampak untuk mengetahui kecenderungan dengan menyajikan nilai kuantitatif dan
kualitatif dari setiap besaran dan sifat kepentingan dalam bentuk uraian deskriptif secara satu
kesatuan, yang dikelompokkan ke dalam tiga kajian, yaitu:
Kelestarian fungsi ekologis, merupakan hasil pengkajian dari parameter fisik-kimia dan
biologi yang terkena dampak besar dan penting;
Peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar, merupakan hasil pengkajian dari parameter
sosial ekonomi, budaya dan kesehatan masyarakat;
Kontribusi terhadap pembangunan daerah, merupakan kajian secara makro dimana
kontribusi perusahaan terhadap pembangunan daerah sebagai konsekuensi dari diperolehnya
ijin melakukan eksploitasi migas yaitu bersumber dari pembayaran pajak, pelaksanaan
community development, dan perimbangan penerimaan daerah dari produksi migas
berdasarkan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-65
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Berdasarkan hasil telaahan secara holistik atas jenis dampak besar dan penting dapat ditentukan
berbagai alternatif atau arahan pengelolaannya dengan mempertimbangkan sumber penyebab
dampak, lokasi atau kondisi lingkungan berlangsungnya dampak, dan besaran dampaknya.
Sumber dampak dapat berupa suatu komponen kegiatan atau penyebab dampak yang
bersumber dari jenis dampak yang lain. Berdasarkan arahan atau berbagai alternatif
pengelolaan yang diusulkan akan dapat diperoleh dua informasi penting yaitu:
Masukan untuk pengambilan keputusan atas kelayakan lingkungan dari Rencana Proyek
Pengembangan Gas Matindok (PPGM);
Masukan untuk penyusunan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana
Pemantauan Lingkungan (RPL).
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok IV-1
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Bab-4PELAKSANA STUDI
4.1. IDENTITAS PEMRAKARSA DAN PENYUSUN AMDAL
4.1.1. Pemrakarsa
A. Nama Perusahaan
Nama Perusahaan: PT. PERTAMINA EP - Proyek Pengembangan Gas Matindok
Alamat Kantor : Gedung Pertamina, Annex Lantai 9
Jl. Merdeka Timur No. 1A. Jakarta, 10110, Indonesia
P.O. Box 1012 Jkt.
Telp./ Fax. : (021) 3816570/ (021) 3521992
B. Nama dan Alamat Penanggung Jawab Kegiatan
Nama : M. Indra Kusuma
Jabatan : General Manager Proyek Pengembangan Gas Matindok
Alamat Kantor : Gedung Pertamina, Annex Lantai 9
Jl. Merdeka Timur No. 1A. Jakarta, 10110, Indonesia
P.O. Box 1012 Jkt.
Telp./ Fax. : (021) 3816570/ (021) 3521992
4.1.2. Identitas Penyusun AMDAL
A. Nama dan Alamat Instansi
Nama : Pusat Studi Lingkungan Hidup Universitas Gadjah Mada
Alamat : Jl. Lingkungan Budaya, Sekip Utara Yogyakarta 55281
Tim pelaksana Studi AMDAL ini terdiri dari beberapa bagian, yaitu: ketua tim, koordinator
bidang fisik kimia beserta beberapa orang anggota, koordinator bidang biologi denganbeberapa orang anggota, koordinator bidang sosial ekonomi dan budaya dengan beberapa
orang anggota, koordinator bidang kesehatan masyarakat dengan seorang anggota
dan beberapa narasumber. Susunan tim penyusun AMDAL selengkapnya disajikan pada
Tabel 4.1.Tabel 4.1. Susunan Tim Pelaksana Studi AMDAL
Jabatan Nama Keahlian SertifikatAMDAL
Nara Sumber Ir. Subaryono, MA, PhD. Ahli Kepala,Lingkungan dan GIS(S3, 15 tahun)
Ketua Tim Drs. Bambang Agus Suripto, M.Sc. Ahli Kepala, Lingkungan(S2, 10 tahun) A, B
Koordinator BidangGeofisik-Kimia Drs. Suprapto Dibyosaputro, M.Sc. Ahli Kepala, Geomorfologi
(S2, 10 tahun) A, B
Anggota Dr. rer. nat. Nurul Hidayat Aprilita, M.Si. Ahli Kimia(S3, 5 tahun) A
Ir. Wahyu Widodo, M.T. Ahli Transportasi A,B
Koordinator BidangBiologi Drs. Bambang Agus Suripto, M.Sc. Ahli Kepala, Lingkungan
(S2, 10 tahun) A, B
Asisten Utiyati, S.Si. Asisten Biologi A, B
Koordinator BidangSos-Ek-Bud Drs. Dahlan H. Hasan, M.Si. Ahli Kepala, Sos.Ek.Bud
(S2, 10 tahun) A, B
Anggota Supriadi, SH., M.Hum. Ahli Sos.Ek.Bud (S2) A, B
Asisten Ir. Christina Lilies Sutarminingsih Asisten Sos.Ek.Bud. A, B
Koordinator BidangKes. Mas. Prof. Dr. Sugeng Yuwono Mardihusodo Ahli Kepala, Kes. Mas.
(Guru Besar)
Asisten P. Sutrisno, S.Sos. Asisten Kes. Mas. A, B
Nara Sumber Ir. Subaryono, MA., Ph.D. Ahli Kepala Lingkungan dan GIS(S3, 15 tahun)
Pemetaan/GIS Ahsan Nurhadi, S.Si. Pemetaan/GIS A, B
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok IV-3
PT. PERTAMINA EP - PPGM
4.2. BIAYA STUDI
Perkiraan biaya studi AMDAL PT. PERTAMINA EP - Proyek Pengembangan Gas Matindok
(PPGM) termasuk kegiatan konsultasi masyarakat sebagai kewajiban yang tercantum pada
Keputusan Kepala BAPEDAL No. 08 Tahun 2000 adalah sebagai berikut :
1. Konsultasi Masyarakat
a. Jasa tenaga ahli : 11%
b. Survei lapangan/kegiatan konsultasi masyarakat : 19%
c. Dokumentasi/pelaporan : 4%
2. Penyusunan KA-ANDAL, ANDAL, RKL dan RPL
a. Tenaga ahli : 21%
b. Survei lapangan dan analisis laboratorium : 29%
c. Proses persetujuan dokumen : 10%
d. Dokumentasi/administrasi : 6%
TOTAL 100%
4.3. WAKTU STUDI
Studi AMDAL PT. PERTAMINA EP - Proyek Pengembangan Gas Matindok (PPGM) ini
diprakirakan akan berlangsung selama 8 bulan, tidak termasuk waktu tunggu presentasi di
depan Komisi Penilai AMDAL Pusat dan persetujuan dari Komisi AMDAL Pusat, Kementrian
Lingkungan Hidup Jakarta.
Pembagian secara detail tahapan-tahapan penelitian penyusunan laporan Studi AMDAL disajikan
pada Tabel 4.2.
+
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok IV-4
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 4.2. JADWAL RENCANA PENYUSUNAN STUDI AMDAL PT. PERTAMINA EP – MATINDOK SULAWESI TENGAH
NO KEGIATANBULAN KE
I II III IV V VI VII VIII1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 a. Perijinan ke instansi terkaitb. Koordinasi dengan pemerintah setempat
2 PENGUMUMAN PUBLIKa. Memasang papan pengumuman di desa dan kecamatanb. Pengumuman di Media Elektronikc. Pengumuman di Media Cetakd. Pengumpulan Data Tanggapan Masyarakat
3 KONSULTASI MASYARAKATa. Koordinasi dengan Pemerintah Setempatb. Konsultasi Masyarakat di Desa/Kecamatanc. Pengolahan Data Hasil Konsultasi Masyarakatd. Pengolahan Data Hasil Diskusi – Konsultasie. Pengumpulan Data Sekunder
4 PENYUSUNAN KA ANDALa. Penulisan Draft KA ANDALb. Konsultasi KA ANDAL dengan Pemrakarsac. Penyempurnaan KA ANDALd. Penyerahan KA ANDAL ke Pemrakarsae. Penyerahan KA ANDAL ke Komisi Penilai AMDALf. Presentasi KA ANDAL di Komisi Penilai AMDALg. Penyempurnaan dan Persetujuan KA ANDAL
5 PENYUSUNAN ANDAL – RKL – RPLa. Pengumpulan Data Lapangan (A-B-SEB-KM)b. Analisis Laboratoriumc. Pengolahan Datad. Penyusunan ANDALe. Penyusunan RKLf. Penyusunan RPLg. Konsultasi ANDAL-RKL-RPL kepada Pemrakarsah. Penyempurnaan ANDAL-RKL-RPLi. Penyerahan ANDAL-RKL-RPL ke Pemrakarsaj. Penyerahan ANDAL-RKL-RPL ke Komisi Penilai AMDALk. Presentasi ANDAL-RKL-RPL di Komisi Penilai AMDALl. Penyempurnaan dan Persetujuan ANDAL-RKL-RPL
Audley-Charles, M.G., and J.S. Milsom. (1974). Comments on a paper by T.J. Fitch “Plateconvergence, transcurrent faults, and internal deformation adjacentsoutheast Asia and the western pacific.” Journal of Geophysical Research79:4980-4981.
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasil Pentahapan KeluargaSejahtera Tingkat Nasional tahun 1994-2001, www.bkkbn.go.id
Badan Pusat Statistik, 1990, Sensus Penduduk Indonesia Tahun 1990, BPS, Jakarta.
Badan Pusat Statistik, 2003, Data dan Informasi Kemiskinan, BPS, Jakarta.
Bally, A.W. and Snelson, S. (1980). Realms of subsidence. Facts and principles of worldpetroleum occurrence. Can. Soc. Petrol. Geologists Memoirs 6:9-94.
Biswas, A.K. and Geping, Q. (1987). Environmental impact assessment for developingcountries. United Nations University, Tycooly International, London, 232 pp.
Cooley, Charles Horton, 1922, Freedom “Chapter 12 in Human Nature and the SocialOrder (Revised Edition)” Charles Scribner's Sons, New York.
Cooley, Charles Horton, 1918, Social Process,Charles Schribner’s Sons, New York.http://spartan.ac.brocku.ca/Iward/Cooley/cool_ctoc.html
Davis, K., and W. E. Moore. 'Some Principles of Stratification.' American SociologicalReview 10 (1945):242-49.
Depkes, 2002, Profil Kesehatan Indonesia 2001, Menuju Indonesia Sehat 2010,Departemen Kesehatan RI, Jakarta
Gellner, 1983, The integration of immigrants Social cohesion and quality of lifehttp://Social.coe.int/en/Index.htm
Geertz, Clifford, 1973, The Interpretation of Culture, New York : Basic.
Green, R.H. (1979). Sampling Design and Statistical Methods for EnvironmentalBiologists. John Wiley and Sons. New York, 527 pp.
Hadi Sidarta, P, 1995 Aspek Sosial AMDAL, Sejarah Teori dan Metode, Gadjah MadaUniversity Press, Yogyakarta.Krejcie,R.V., D.W. Morgan, 1970, DeterminingSample Side for Research Activities, Educational and PsychologicalMeasurement.
Hari Purwanto, 2000 Kebudayaan dan Lingkungan Dalam Perspektif Antropologi, PustakaPelajar, Yogyakarta,
Myers and Michener, et al, 2002, Lecture 04 - Social Psych “Social PerceptionAttribution”, http:www.nd.edu.
Mantra, Ida Bagus, 2001, Kumpulan Rumus-Rumus Demografi. Fakultas GeografiUniversitas Gadjah Mada. Yogyakarta
Patton, M.Q.(1990). Qualitative Evaluation and Research Methods. SAGE Publications.Newbury Park London New Delhi.
PRM Research 447, 2004, Calculating Sample Size and Margin of Error Table,http://www.prm.nau.edu/prm447/sample_size.htm
Redfield, Robert, Ralph Linton and Melville, J. Herskovits, 1936 : 38 (1): 149-152"Memorandum for the Study of Acculturation”. American Anthropologist.
Sayogyo dan Pujiwati Sajogyo, 2002. Sosiologi Pedesaan (Kumpulan Bacaan) Jilid 2.Gadjah Mada University Press, Cit, 11 Yogyakarta
Schmidt, F.H. and Ferguson, J.H.A. (1951). Rainfall Types Based on Wet and Dry PeriodRatios for Indonesia and Western New Guinea. Verh. Djawatan Mety. DanGeofisik, Jakarta 42
Sloan, N.A. (1993b). Effects of Oil on Marine Resources: A Worldwide Literature ReviewRelevant to Indonesia. EMDI Environment Report, Halifax, Canada andJakarta, Indonesia, 70 pp.
Soekanto, Soerjono, 1969. Sosiologi Suatu Pengantar, Yayasan Penerbit UniversitasIndonesia, Jakarta.
Sukamto Reksohadiprodjo, dan A Budi Purnomo, 1998. Ekonomi Sumber Daya Alam danEnergi,BPFE, Yogyakarta
Sukamto Reksohadiprodjo, dan A Budi Purnomo, 1998. Ekonomi Lingkungan SuatuPengantar, BPFE, Yogyakarta
Surveyguy, 2004, Sample Size Calculator, Creative Research Systems Survey Software,http://www.SurveyGuy_com.Sample Size Calculator.htm
Thanh Loi, Duong,1998, Assimilation versus Integration and the Vietnamese Youth’sIdentity “Youth Involvement and Community Development” tanggal 16-18Oktober 1998, Vietnamese Canadian Federation, Ottawa.