Top Banner
http://www.unissula.ac.id EFEK KONSENTRASI EKSTRAK BUAH ADAS (Foeniculum vulgare Mill.) TOPIKAL PADA EPITELISASI PENYEMBUHAN LUKA GINGIVA LABIAL TIKUS SPRAGUE DAWLEY IN VIVO Recita Indraswary Dosen Fakultas Kedokteran Gigi UNISSULA ABSTRACT Treatment in dental practice usually causes wound on oral cavity. The injury needs anatomic and functional repairment. Epitel is the first barrier which has contact with oral cavity enviroment. Re-epithelialization is a parameter for measuring wound healing, that is shown by the reproduction of the ephitel continuity. Fennel is a herbal medicine which contains chemical composition that has been proved to have anti-inflammatory effect. The aim of this study was to determine the consentration effect of topically administered fennel extract on re- epithelialization in the gingival wound healing process of Sprague dawley rats. Thirty five male Sprague dawley rats, aged 2-2,5 month and weighed 180-220g were randomly divided into three groups: treated (25 rats), positive and negative control groups (5 rats each). Before the wound was made, all rats were treated by i.m Phenobarbital (100 mg/kgBW) injection and anesthetized by infiltrated Pehacain (0,2 ml/kgBW) on the labial gingiva. The wound was made on labial gingiva mucosal area under both mandibular central incisor teeth used punch biopsy in diameter 2,5 mm deep into the alveolar bone surface. The treated group were applied with 10%, 20%, 40%, 60%, or 80% of fennel extract, with 5 rats each respectively. Positive control group were applied with Bactidol and for the negative control using aquadest. Those subtance were topically applied on the wound twice a day 7-day period after biopsy. On the seventh day, the clinical appearance was observed and then the rats were sacrified and the gingival tissue of wound area were excised. The tissue were histologicaly prosessed and was stained with HE and the epithel thickness were observed using Visopan. This study showed that topical application of 10%, 20%, 40%, 60%, or 80% of fennel extract concertation significantly increase the re-epithelialization in the gingival wound healing process. This study indicated that 40% of fennel extract concertation was the best to accelerate labial gingiva wound healing of Sprague dawley rats that was shown by clinical and histological studies. Key words : fennel extract, re-epithelialization, gingival wound healing process. PENDAHULUAN Mukosa mulut dan gingiva merupakan jaringan lunak pelapis rongga mulut yang dapat mengalami perlukaan baik secara sengaja maupun tidak. Ismardianita dkk (2003) menyebutkan bahwa beberapa tindakan seperti perawatan gigi sering menimbulkan perlukaan gingiva. Jaringan gingiva dibentuk oleh jaringan ikat fibrosa yang dilindungi oleh epitel skuamus berlapis. Komposisi jaringan ikat fibrosa (lamina propria) terdiri dari serabut kolagen, substansi dasar interseluler, sel, pembuluh darah, dan saraf. Komposisi lain yang ikut menyusun lamina propria adalah serangkaian sel-sel dominan yang terdiri atas plasma sel, fibroblast, sel mast, dan limfosit (Hoag dan Pawlak, 1990).
16
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: jurnal reepitelisasi

http://www.unissula.ac.id

EFEK KONSENTRASI EKSTRAK BUAH ADAS (Foeniculum vulgare Mill.) TOPIKAL PADA EPITELISASI PENYEMBUHAN LUKA GINGIVA LABIAL

TIKUS SPRAGUE DAWLEY IN VIVO

Recita Indraswary Dosen Fakultas Kedokteran Gigi UNISSULA

ABSTRACT Treatment in dental practice usually causes wound on oral cavity. The injury needs anatomic and functional repairment. Epitel is the first barrier which has contact with oral cavity enviroment. Re-epithelialization is a parameter for measuring wound healing, that is shown by the reproduction of the ephitel continuity. Fennel is a herbal medicine which contains chemical composition that has been proved to have anti-inflammatory effect. The aim of this study was to determine the consentration effect of topically administered fennel extract on re- epithelialization in the gingival wound healing process of Sprague dawley rats. Thirty five male Sprague dawley rats, aged 2-2,5 month and weighed 180-220g were randomly divided into three groups: treated (25 rats), positive and negative control groups (5 rats each). Before the wound was made, all rats were treated by i.m Phenobarbital (100 mg/kgBW) injection and anesthetized by infiltrated Pehacain (0,2 ml/kgBW) on the labial gingiva. The wound was made on labial gingiva mucosal area under both mandibular central incisor teeth used punch biopsy in diameter 2,5 mm deep into the alveolar bone surface. The treated group were applied with 10%, 20%, 40%, 60%, or 80% of fennel extract, with 5 rats each respectively. Positive control group were applied with Bactidol and for the negative control using aquadest. Those subtance were topically applied on the wound twice a day 7-day period after biopsy. On the seventh day, the clinical appearance was observed and then the rats were sacrified and the gingival tissue of wound area were excised. The tissue were histologicaly prosessed and was stained with HE and the epithel thickness were observed using Visopan. This study showed that topical application of 10%, 20%, 40%, 60%, or 80% of fennel extract concertation significantly increase the re-epithelialization in the gingival wound healing process. This study indicated that 40% of fennel extract concertation was the best to accelerate labial gingiva wound healing of Sprague dawley rats that was shown by clinical and histological studies. Key words : fennel extract, re-epithelialization, gingival wound healing process. PENDAHULUAN Mukosa mulut dan gingiva merupakan jaringan lunak pelapis rongga mulut yang dapat mengalami perlukaan baik secara sengaja maupun tidak. Ismardianita dkk (2003) menyebutkan bahwa beberapa tindakan seperti perawatan gigi sering menimbulkan perlukaan gingiva. Jaringan gingiva dibentuk oleh jaringan ikat fibrosa yang dilindungi oleh epitel skuamus berlapis. Komposisi jaringan ikat fibrosa (lamina propria) terdiri dari serabut kolagen, substansi dasar interseluler, sel, pembuluh darah, dan saraf. Komposisi lain yang ikut menyusun lamina propria adalah serangkaian sel-sel dominan yang terdiri atas plasma sel, fibroblast, sel mast, dan limfosit (Hoag dan Pawlak, 1990).

Page 2: jurnal reepitelisasi

http://www.unissula.ac.id

Adanya perlukaan pada jaringan selalu diikuti proses perbaikan atau penyembuhan luka (Bucci, 1995 sit. Percival, 1997). Perlukaan terhadap jaringan umumnya diikuti oleh reaksi lokal yang akut dan sebagian besar mempunyai karakteristik pada rangkaian perubahan vaskular (Singer dan Clark, 1999). Penyembuhan luka dapat mengalami reaksi kemerahan, panas, atau rasa sakit sebagai proses yang alami. Apabila luka yang bersifat lokal pada pasien tidak dilakukan upaya penyembuhan, maka luka akan menjadi suatu permasalahan serta dapat menimbulkan rasa yang tidak nyaman (Percival, 1997). Penyembuhan luka diartikan oleh Bhaskar (1981) sebagai suatu proses pergantian jaringan yang rusak atau mati oleh jaringan baru yang sehat oleh tubuh melalui regenerasi. Selanjutnya diikuti dengan perbaikan ligamen, otot, dan tulang. Tahap awal proses penyembuhan dari perlukaan akan melibatkan jaringan yang rusak, selanjutnya jaringan ikat yang sehat akan terlihat dalam setiap tahapan dari proses penyembuhan (Bucci, 1995 sit. Percival, 1997).

Pada setiap proses penyembuhan luka ditemukan tiga bahan utama yaitu: (1) bahan dasar jaringan, yang mengandung mukopolisakarida asam, (2) pembuluh-pembuluh kapiler baru hasil proliferasi endotel pembuluh-pembuluh kapiler yang rusak pada waktu terjadinya luka, dan (3) fibroblast yang berperan menghasilkan serabut kolagen (Boyne, 1966).

Fibroblast merupakan jenis sel yang paling banyak terdapat pada jaringan ikat longgar dengan bentuk gelendong atau fusiform, gepeng, berukuran besar, dengan kandungan glikosaminoglikans sebagai unsur amorf. Sel ini merupakan sel tetap pada jaringan ikat yang mampu tumbuh dan beregenerasi seumur hidup serta merupakan sel yang dapat menghasilkan kolagen (Leeson dan Paparo, 1985).

Pada keadaan normal, aktivitas pembelahan fibroblast sangat jarang terlihat, namun ketika terjadi perlukaan sel ini terlihat lebih aktif dalam memproduksi matriks ekstraselluler (Bloom dan Fawcett, 1994). Enoch dan Harding (2003) menyebutkan bahwa proliferasi fibroblast secara alami distimulasi oleh interleukin-Ib (IL-Ib), platelet derived growth factor (PDGF), dan fibroblast growth factor (FGF). Sementara itu, Kanzaki dkk (1998) berpendapat bahwa migrasi fibroblast distimulasi oleh transforming growth factor β (TGF β).

Proses penyembuhan luka sangat dipengaruhi oleh peranan migrasi dan proliferasi fibroblast pada area perlukaan. Proses penyembuhan luka dapat dipengaruhi oleh beberapa senyawa yang terdapat pada ekstrak obat-obatan alami antara lain saponin, flavonoid, minyak atsiri, protein, dan vitamin C (Sudarsono dkk., 2002). Maheswari (2002) mendefinisikan obat alami sebagai obat-obatan yang berasal dari alam, tanpa rekayasa atau buatan, bisa berupa obat yang biasa digunakan secara tradisional namun pembuatannya secara modern. Obat alami adalah sediaan obat baik berupa obat tradisional, fitofarmaka, farmasetik atau ekstrak.

Bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku bangsa, memiliki keanekaragaman obat tradisional yang dibuat dari bahan-bahan alami bumi Indonesia dengan jumlah lebih dari 30.000 spesies tanaman dan 940 spesies diantaranya diketahui sebagai bahan obat (Maheswari, 2002). Salah satu jenis tanaman obat tradisional yang kini digunakan oleh masyarakat luas digunakan dan dibudidayakan menjadi salah satu komoditas pertanian adalah tanaman adas (Foeniculum vulgare Mill.). Adas sebagai tanaman obat digunakan sebagai bahan jamu dan obat saat ini (Siswanto, 1997).

Page 3: jurnal reepitelisasi

http://www.unissula.ac.id

Buah adas di pasaran berbentuk buah kering yang berwarna coklat kehitaman dan bermanfaat sebagai obat batuk, mulas, sariawan, pelega tenggorokan, dan penghambat badan (Siswanto, 1997). Fungsi buah Adas sebagai tanaman obat berkaitan erat dengan kandungan kimiawinya yang terdiri atas minyak atsiri, flavonoid, saponin, glikosidastilben funikulosida I, II, III, IV, stigmasterin, minyak lemak, protein, asam-asam organik, pentosan, pectin, trigonelin, kolin, dan iodine. (Sudarsono dkk., 2002 dan Amelio, 1999).

Minyak atsiri memiliki fungsi sebagai penghambat pertumbuhan mikroba maupun memberikan aroma harum (Aryati, 1997). Flavonoid telah lama diakui memiliki aktivitas antiinflamasi, antioksidan, antialergi, hepatoprotektif, antitrombotik, antiviral, dan antikarsinogenik (Nijveldt dkk., 2001). Saponin memiliki fungsi sebagai antiinflamasi, antibakteri, dan antikarsinogenik (Andajani dan Maharddika, 2003). Komponen saponin menurut Froschle dkk (2004) terbukti mampu menstimulasi sintesis fibroblast oleh fibronektin. Kanzaki dkk (1998) menyebutkan bahwa fungsi saponin berkaitan erat dengan aktivasi TGF-β.

Kemampuan ekstrak buah adas konsentrasi 100% dalam menurunkan tingkat radang pada mukosa mulut tikus wistar telah dibuktikan oleh Andajani dan Maharddika (2003). Selain itu, penelitian Setyaningsih (2006) menunjukkan bahwa pemberian ekstrak buah adas dengan konsentrasi 50% pada perlukaan gingiva tikus Spraque dawley mampu meningkatkan jumlah fibroblast. Dilaporkan juga oleh Mandala (2006) bahwa adas dengan konsentrasi yang sama mampu menginduksi re-epitelisasi sehingga mempercepat penyembuhan luka. Selanjutnya, El dan Karakaya (2004) menjelaskan bahwa peningkatan aktivitas flavonoid sebagai agen antiinflamasi pada adas meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi, yaitu pada konsentrasi 5%, 10%, dan 20%. Penelitian tentang ekstrak buah adas dalam hal ini sangat diperlukan untuk mengetahui efek pemberian konsentrasi ekstrak buah adas secara topikal pada kepadatan fibroblast dalam proses penyembuhan luka. METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni (pure experimental).

Subyek penelitian terdiri dari 35 ekor tikus jantan dari galur Spraque dawley dengan usia 2 – 2,5 bulan. Subyek dibagi menjadi 3 kelompok yaitu kelompok perlakuan, kontrol negatif dan positif. Kelompok perlakuan yang berjumlah 25 ekor diberikan aplikasi topikal ekstrak buah adas konsentrasi 10%, 20%, 40%, 60%, dan 80% masing-masing 5 ekor, kelompok kontrol negatif tikus diaplikasi aquades, sedangkan untuk kontrol positif masing-masing berjumlah 5 ekor diaplikasi dengan hexetidine 0,1%. Setiap ekor mendapatkan aplikasi sebanyak 100 µl, 2 x 1 hari selama 1 menit.

Tabel 1. Pembuatan konsentrasi ekstrak adas Konsentrasi

(%) Jumlah adas yang dibutuhkan Pengenceran

(ml aquades) 80 10 g adas 12,5 60 7,5 ml dari ekstrak adas 80% 2,5 40 5 ml dari ekstrak adas 60% 5 20 2,5 ml dari ekstrak adas 40% 7,5 10 1,25 ml dari ekstrak adas 20% 8,75

Page 4: jurnal reepitelisasi

http://www.unissula.ac.id

Semua tikus yang dipakai sebagai hewan coba diadaptasikan dahulu selama 3 hari di dalam kandang individual. Sebelum dilakukan perlukaan, semua tikus diinjeksi phenobarbital 100 mg/kgBB secara intramuskular pada paha bagian atas untuk memberikan efek sedasi dan dianestesi infiltrasi dengan pehacain 0,2 ml/kgBB pada daerah labial. Perlukaan dibuat pada gingiva bagian labial dibawah kedua gigi anterior mandibula dengan menggunakan punch biopsy berdiameter 2,5 mm hingga kedalaman mencapai tulang alveolar. Pada kelompok perlakuan diaplikasikan ekstrak buah adas konsentrasi 10%, 20%, 40%, 60%, dan 80% masing-masing diwakili 5 ekor. Kelompok kontrol positif menggunakan aplikasi hexetidine 0,1% dan pada kelompok kontrol negatif memakai aplikasi akuades. Semua bahan diaplikasikan secara topikal sebanyak 100 µl dengan menggunakan bantuan kapas steril selama 1 menit. Aplikasi dilakukan 2 kali sehari, yaitu pagi dan sore dengan selisih waktu 6 jam selama 7 hari. Selama 2 hari pertama setiap tikus diberi analgetik peroral melalui air minum untuk mengurangi rasa nyeri pasca perlukaan. Pada hari ke-7 semua tikus dimatikan dengan cara tikus diinjeksi dengan phenobarbital 100 mg/kgBB secara intramuskular pada bagian paha atas untuk memberikan efek sedasi. Selanjutnya jaringan gingiva pada daerah perlukaan diambil dan dibersihkan dengan cairan fisiologis.

Pemeriksaan mikroskopis dilakukan dengan jaringan yang diambil tersebut dilakukan fiksasi dengan buffer formalin 10% maksimum selama 24 jam. Setelah fiksasi selesai, jaringan dipotong dengan menggunakan skapel dan dimasukan kedalam automatic tissue processor, kemudian dehidrasi dengan alkohol 99% secara bertahap untuk membersihkan sisa-sisa fiksatif. Sisa-sisa alkohol dibersihkan dengan clearing xylol selanjutnya dilakukan prosedur penanaman. Prosedur penaman dilakukan dengan infiltrasi parafin cair pada suhu 57oC-59oC kedalam kotak parafin untuk mengisi rongga dalam jaringan yang ditempati oleh air sehingga terbentuk blok parafin. Blok parafin didinginkan sebentar kedalam frezzer agar tidak terlalu lunak, kemudian dari setiap blok parafin dilakukan pengirisan jaringan setebal 3-4 µm menggunakan mikrotom. Irisan jaringan tersebut dimasukan kedalam water bath pada suhu sekitar 50 oC, selanjutnya dinkubasi pada hot plate suhu 40-50 oC selama 15 menit untuk menguapkan air pada jaringan. Irisan jaringan dilakukan deparafinisasi dengan xylol, diikuti dengan rehidrasi dengan alkohol secara bertingkat turun untuk menghilangkan xylol. Sisa alkohol dihilangkan dengan membasuh preparat di bawah air mengalir dan aplikasi dengan cat HE yang memberikan warna biru pada intisel, diikuti pembilasan di bawah air mengalir untuk menghilangkan sisa cat, kemudian eosin sebagai bahan counter stain memberikan warna merah sebagai kontras. Preparat dicelupkan ke dalam air untuk menghilangkan sisa eosin dan didehidrasi menggunakan alkohol bertingkat untuk menghilangkan air. Tahap berikutnya dilakukan clearing xylol untuk memberikan warna bening pada jaringan dan mounting agar preparat awet serta menambah kejernihan. Pengukuran kepadatan jumlah sel fibroblast dilakukan pengamatan pada daerah perlukaan sediaan mikroskopik dengan menggunakan mikroskop fase kontras yang dilengkapi layar monitor perbesaran 400x. Pengukuran kepadatan fibroblast dilakukan pada 10 lapangan pandang dengan menghitung jumlah sel fibroblast yang berbentuk fusiform dengan inti satu atau lebih dan bersifat basofilik dan tercat ungu pada pewarnaan HE. Analisa data dengan data jumlah sel fibroblast dianalisis dengan ANOVA kemudian dilanjutkan dengan analisis Post Hoc Test (p<0,05).

Page 5: jurnal reepitelisasi

http://www.unissula.ac.id

HASIL PENELITIAN Rerata dan simpangan baku kepadatan fibroblast pada kelompok perlakuan serta kelompok kontrol positif (hexetidine 0,1%) dan negatif (akuades) dapat dilihat pada Tabel 2. Selanjutnya, rerata dan simpangan baku kepadatan fibroblast pada kelompok perlakuan dirangkum dalam Gambar 2 untuk melihat pola peningkatan pertumbuhan kepadatan fibroblast.

Tabel 2. Rerata dan simpangan baku kepadatan fibroblast pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol

Keterangan Rerata + SB

Konsentrasi 10% 38,36 + 9,96

Konsentrasi 20% 35,36 + 7,06

Konsentrasi 40% 52,72 + 10,78

Konsentrasi 60% 43,82 + 7,78

Konsentrasi 80% 49,88 + 10,80

Kontrol (-) 30,28 + 10,63

Kontrol (+) 37,16 + 8,75

Konsentrasi Ekstrak Buah Adas

Gambar 2. Pola pertumbuhan kepadatan fibroblast pada kelompok perlakuan berdasarkan konsentrasi.

Pola pertumbuhan kepadatan fibroblast (Gambar 2) menunjukkan bahwa rerata jumlah fibroblast yang paling tinggi terdapat pada kelompok perlakuan yang mendapat aplikasi topikal ekstrak buah adas konsentrasi 40%, kemudian mengalami penurunan tajam pada konsentrasi 60% dan terjadi peningkatan kembali pada konsentrasi 80%. Namun demikian jumlah kepadatan fibroblast pada konsentrasi 80% lebih rendah apabila dibandingkan dengan kelompok yang mendapat aplikasi ekstrak buah adas 40%. Uji homogenitas dilakukan pada ketiga kelompok dengan hasil yang homogen, sehingga analisis diteruskan dengan menggunakan ANOVA yang hasilnya menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna antara ketiga kelompok pada signifikansi <0,05 (Tabel 3). Hasil Tabel 3 tersebut memperlihatkan bahwa ekstrak adas mampu menstimulasi peningkatan kepadatan fibroblast pada proses penyembuhan luka.

Fib

robl

ast

10% 20% 40% 60% 80%

10 20 30

40 50

Page 6: jurnal reepitelisasi

http://www.unissula.ac.id

Tabel 3. Hasil ANOVA antara kelompok perlakuan, kontrol positif dan negatif

Kepadatan Fibroblast

Jumlah kuadrat df Rerata F Sig. Antar kelompok 19628,02 6 3271,336 36,237 ,000 Per kelompok 30964,58 343 90,276

Jumlah 50592,60 349

Analisis Post Hoc Test (Tabel 4) dilakukan setelah analisis ANOVA untuk mengetahui perbedaan kepadatan fibroblast kelompok perlakuan, kelompok kontrol positif dan negatif. Tabel 4 menunjukkan hasil bahwa terdapat perbedaan yang bermakna kepadatan fibroblast antara kelompok perlakuan, kontrol negatif dan positif, kecuali pada luka yang mendapat aplikasi topikal ekstrak buah adas 10% dengan kontrol positif menunjukkan efeksama. Demikian pula dengan luka yang diberi ekstrak buah adas konsentrasi 20% memiliki efek yang sama dengan luka yang diberi hexetidine 0,1%. Efek yang sama juga tampak pada luka yang diaplikasi topikal ekstrak buah adas konsentrasi 40% dengan 80%.

Tabel 4. Hasil Post Hoc Test kepadatan fibroblast antara kelompok perlakuan, kelompok kontrol negatif, dan positif. (p<0,05)

Konsentrasi ekstrak buah adas (%) Signifikansi

10 – 20 0,115** 10 – 40 0,000** 10 – 60 0,004** 10 – 80 0,000** 20 – 40 0,000** 20 – 60 0,000** 20 – 80 0,000** 40 – 60 0,000** 40 – 80 0,136** 60 – 80 0,002**

10 – kontrol (-) 0,000** 20 – kontrol (-) 0,008** 40 – kontrol (-) 0,000** 60 – kontrol (-) 0,000** 80 – kontrol (-) 0,000** 10 – kontrol (+) 0,528** 20 – kontrol (+) 0,344** 40 – kontrol (+) 0,000** 60 – kontrol (+) 0,001** 80 – kontrol (+) 0,000**

Page 7: jurnal reepitelisasi

http://www.unissula.ac.id

Gambaran mikroskopis pada luka yang diberi aplikasi topikal akuades (kontrol negatif), hexetidine 0,1% (kontrol positif), dan ekstrak buah adas konsentrasi 40% memperlihatkan perbedaan kepadatan fibroblast yang bermigrasi di daerah luka (Gambar 3). Pada Gambar 3B dan 3C tampak jumlah fibroblast yang jauh lebih banyak daripada Gambar 3A. Ini membuktikan bahwa hexetidine 0,1% dan ekstrak buah adas mampu meningkatkan proliferasi dan migrasi fibroblast pada daerah luka.

Gambar 3. Fotomikroskopik luka (200x) pada kontrol negatif (A) memperlihatkan jumlah fibroblast (anak

panah putih) yang paling sedikit dan sel radang (anak panah hitam) paling banyak jika dibandingkan dengan kontrol positif (B). Fibroblast paling padat pada luka yang diaplikasi topikal ekstrak buah adas 40% (C).

Pada Gambar 3A dan 3B terlihat adanya sel-sel radang yang masih memenuhi area perlukaan. Keterlibatan sel-sel radang yang masih mendominasi area luka tersebut menandakan bahwa proses inflamasi sedang berlangsung. Secara klinis pada kontrol negatif dan kontrol positif, tampak area luka yang belum menutup dan bahkan terdapat pus di sekitar perlukaan. Hal ini berbeda pada luka dengan aplikasi topikal ekstrak adas konsentrasi 40% yang memperlihatkan bahwa area luka telah menutup. Gambar 4 dengan perbesaran 400x menunjukkan bentuk fibroblast hipertrofi, inti berbentuk ovoid, besar disertai dengan prosesus-prosesus sitoplasma yang tampak dengan jelas. Bentuk fibroblast pada kedua gambar tersebut menunjukkan bahwa fibroblast sedang dalam keadaan aktif untuk mengadakan pemulihan jaringan. Gambaran tersebut didapatkan pada luka dengan aplikasi hexetidine 0,1% dan ekstrak buah adas. Berbeda halnya dengan bentuk fibroblast pada kontrol negatif, fibroblast tampak berukuran lebih kecil serta prosesus yang lebih sedikit dan lebih runcing daripada bentuk fibroblast di luka yang mendapat aplikasi ekstrak buah adas 40%.

A B

C

A B

B

Page 8: jurnal reepitelisasi

http://www.unissula.ac.id

Gambar 4. Fotomikroskopik fibroblast (anak panah putih) pada luka kelompok kontrol positif (A) dan ekstrak buah adas 40% (B) perbesaran 400x. Fibroblast tampak lebih besar (hipertrofi) dan berbentuk ovoid.

Gambaran mikroskopis pada Gambar 5 menunjukkan bahwa aplikasi topikal ekstrak buah adas konsentrasi 40% dan 80% memperlihatkan adanya peningkatan jumlah fibroblast. Peningkatan jumlah fibroblast aktif yang bermigrasi ke area luka menunjukkan bahwa pada area luka sedang terjadi tahapan proliferasi penyembuhan luka. Luka yang diberi aplikasi ekstrak buah adas konsentrasi 40% menunjukkan bahwa jumlah fibroblast yang bermigrasi di daerah perlukaan tampak lebih banyak dibandingkan dengan daerah luka yang diaplikasi ekstrak buah adas konsentrasi 80%.

Gambar 5. Fotomikroskopik luka (200x) setelah aplikasi topikal ekstrak buah adas konsentrasi 40% (A)

dan 80% (B). Gambar A menunjukkan jumlah fibroblast (anak panah putih) yang bermigrasi ke area luka terlihat lebih banyak daripada Gambar B.

Berdasarkan rerata kepadatan fibroblast (Gambar 2) serta hasil analisis yang menunjukkan bahwa ekstrak buah adas 40% berefek sama dengan 80% dan konsentrasi 40% berbeda bermakna dengan 60%. Begitu juga dengan konsentrasi 60% dengan konsentrasi 80% berbeda bermakna (Tabel 4), maka hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa ekstrak buah adas konsentrasi 40% merupakan konsentrasi yang paling efektif.

PEMBAHASAN Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat perbedaan efek pemberian konsentrasi

ekstrak buah adas secara topikal pada kepadatan fibroblast dari pengamatan histologis maupun klinis antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Perbedaan bermakna jumlah fibroblast kelompok adas dan kelompok kontrol terlihat pada konsentrasi 10%, 20%, 40%, 60%, 80%, kecuali konsentrasi 10% dan 20% dengan hexetidine 0,1% menunjukkan efek yang sama dalam menstimulasi peningkatan jumlah fibroblast. Begitu pula dengan konsentrasi 40% dan 80% memiliki efek yang sama pula terhadap peningkatan kepadatan fibroblast. Hasil penelitian ini didukung oleh El dan Karakaya (2004) yang melaporkan bahwa flavonoid dari ekstrak adas dapat berfungsi menghambat reaksi inflamasi. Penelitian tersebut menggunakan konsentrasi ekstrak adas 5%, 10%, dan 20%, yang hasilnya memperlihatkan adanya efek antiinflamasi meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi dan pada konsentrasi 20% menunjukkan aktivitas flavonoid yang

A B

Page 9: jurnal reepitelisasi

http://www.unissula.ac.id

terbaik. Andajani dan Maharddika (2003) melaporkan bahwa ekstrak adas konsentrasi 100% dapat menurunkan proses radang pada mukosa mulut tikus wistar.

Peningkatan kepadatan jumlah fibroblast dalam penelitian ini juga didukung oleh Setyaningsih (2006) yang melaporkan bahwa buah adas konsentrasi 50% dapat meningkatkan jumlah fibroblast pada penyembuhan luka gingiva tikus Spraque dawley. Stimulasi terhadap kepadatan jumlah fibroblast kemungkinan oleh adanya kandungan flavonoid, saponin, minyak atsiri, vitamin C, protein, dan fixed oil yang dimiliki oleh buah adas (Sudarsono dkk., 2002). Proses penyembuhan luka sangat penting untuk mencegah terjadinya suatu infeksi sebagai dasar respon jaringan yang mengalami jejas yaitu berupa pemulihan integritas jaringan serta pengembalian struktur dan fungsi jaringan tersebut terutama melalui sintesis matriks jaringan ikat (Cate, 1985; Kalangi, 2004). Proses penyembuhan luka terbagi menjadi empat fase yaitu penggumpalan dan inflamasi, penyembuhan epitel, penyembuhan jaringan ikat, serta maturasi, dan pemodelan ulang yang berjalan secara simultan (Harrison 1991).

Torre (2006) menyebutkan bahwa fase awal perlukaan adalah fase inflamasi. Fase ini terjadi sesaat setelah jaringan mengalami perlukaan. Secara simultan proses koagulasi, jalur asam arakidonat, sitokin dan faktor pertumbuhan akan bekerja bersama-sama dalam fase ini. Perlukaan yang terjadi pada jaringan akibat bakteri, trauma, bahan kimiawi, panas dapat menyebabkan pelepasan beberapa substansi yang menimbulkan perubahan sekunder dalam jaringan (Guyton, 1997). Pelepasan beberapa substansi tersebut dapat mengakibatkan perubahan klinis pada fase inflamasi yaitu kemerahan, panas, pembengkaan, dan rasa sakit (Torre, 2006). Perubahan klinis pada fase tersebut dikenal dengan reaksi inflamasi (Guyton, 1997). Reaksi inflamasi yang berlangsung lama dapat megakibatkan proses penyembuhan luka menjadi terhambat. Ditambahkan pula oleh Dubay dan Franz (1998) fase inflamasi yang terlalu lama dapat mengakibatkan perpanjangan waktu penyembuhan luka, sehingga diperlukan beberapa agen antiinflamasi untuk menghambat respon tidak baik pada jaringan akibat mekanisme inflamasi yang terlalu lama.

Adanya flavonoid berfungsi untuk membatasi pelepasan mediator inflamasi. Flavonoid merupakan golongan senyawa fenol terbesar sebagai kandungan khas tumbuhan hijau. Aktivitas antiinflamasi flavonoid dilakukan melalui penghambatan siklooksigenase dan lipoksigenase sehingga terjadi pembatasan jumlah sel inflamasi yang bermigrasi ke jaringan perlukaan. Selanjutnya reaksi inflamasi akan berlangsung lebih singkat dan kemampuan proliferatif dari TGF-β tidak terhambat, sehingga proses proliferasi dapat segera terjadi (Gambar 3C). Aktivitas flavonoid dalam mempercepat proses penyembuhan luka didukung juga oleh mekanisme antioksidan dalam melakukan penghambatan aktivitas radikal bebas (Nijveldt dkk., 2001). Birdane dkk (2007) menyebutkan bahwa mekanisme antioksidan yang dimiliki ekstrak adas mampu mempercepat proses penyembuhan ulkus mukosa intestinal tikus Spraque dawley. Flavonoids dapat pula mencegah aktivitas radikal bebas yang memperlambat proses inflamasi dengan berbagai mekanisme (Nijveldt, 2001) yang antara lain dengan menstabilkan komponen dari radikal bebas tersebut. Reaktivitas yang tinggi dari komponen hidroksil flavonoid mengakibatkan radikal bebas menjadi tidak aktif sehingga aktivasi terhadap mediator inflamasi oleh radikal bebas dapat dihambat. Ditambahkan pula bahwa rutin pada ekstrak buah adas merupakan golongan flavonoid dengan aktivitas penghambatan radikal bebas yang sangat kuat (Hanasaki dkk., 1994 sit. Nijveldt dkk., 2001). Dengan demikian, kemampuan antioksidan dari golongan flavonoid

Page 10: jurnal reepitelisasi

http://www.unissula.ac.id

ekstrak buah adas dapat mengoptimalkan proses penyembuhan luka melalui mekanisme antiinflamasi dan penghambatan aktivitas radikal bebas. Fase kedua penyembuhan luka adalah proses penyembuhan epitel (Harrison, 1991). Penyembuhan epitel sebagai mekanisme penyembuhan luka dapat terlihat dalam proses penutupan luka. Secara klinis, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa telah terjadi penutupan luka pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Penutupan luka yang terjadi pada kelompok adas tersebut diduga karena adanya kandungan saponin dan flavonoid yang mampu mempercepat proses penyembuhan luka (Sudarsono dkk., 2002). Namun berbeda halnya dengan luka pada kontrol negatif yang tampak belum menutup secara sempurna dan masih terlihat adanya cekungan disertai dengan pembengkaan. Begitu pula yang terlihat pada kelompok kontrol positif dan kelompok perlakuan yang mendapat aplikasi topikal ekstrak buah adas 10% dengan 20%, namun pada kedua kelompok tersebut tidak disertai dengan pembengkaan yang parah. Pada pengamatan histologis pada subyek yang mendapat aplikasi topikal ekstrak adas 40% menunjukkan bahwa epitel telah terbentuk secara baik dengan adanya gambaran retepek. Namun, epitel yang terlihat pada area luka memiliki ketebalan yang lebih tipis daripada epitel sekitarnya, sedangkan secara klinis diperoleh gambaran luka yang telah menutup. Fase selanjutnya pada proses penyembuhan luka adalah fase proliferatif yang dimulai 2-3 hari setelah terjadi perlukaan jaringan. Fase ini ditandai dengan datangnya fibroblast pada area perlukaan dan fibroblast akan menjadi sel dominan pada 7-14 hari pasca perlukaan (Torre, 2006). Pengamatan pada kelompok perlakuan yang diaplikasi secara topikal ekstrak buah adas konsentrasi 40% menunjukkan bahwa terdapat gambaran fibroblast yang hipertrofi, nukleus besar dengan bentuk ovoid, sitoplasma dengan gambaran prosesus yang jelas. Fibroblast dalam keadaan seperti itu sedang berada dalam fase aktif untuk mengadakan pemulihan jaringan seperti yang tampak jelas terlihat pada konsentrasi 40%. Pada gambaran mikroskopis (Gambar 4), kelompok perlakuan dan kontrol positif menunjukkan fibroblast sedang berada dalam keadaan terstimulasi. Namun, hal tersebut berbeda dengan gambaran fibroblast yang tampak pada kelompok kontrol negatif. Fibroblast pada dasarnya memiliki berbagai macam variasi bentuk dan bisa terdapat dalam keadaan yang tidak aktif (Bloom dan Fawcett, 1994). Pada kontrol negatif, fibroblast terlihat lebih kecil dengan akhir prosesus yang meruncing serta tercat lebih gelap. Hal ini dimungkinkan adanya kandungan protein yang dimiliki oleh ekstrak buah adas yang berfungsi di dalam pembentukkan struktur sel dan salah satunya adalah fibroblast. Aktivitas fibroblast dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor pertumbuhan yang akan distimulasi oleh kandungan saponin dan flavonoid. Pengamatan histologis kelompok perlakuan terlihat bahwa terjadi peningkatan jumlah migrasi fibroblast ke area luka. Melihat bahwa jumlah kepadatan fibroblast tertinggi (Gambar 2) diperoleh pada konsentrasi 40% maka konsentrasi tersebut memberikan efek yang paling efektif terhadap peningkatan kepadatan fibroblast. Hasil penelitian tersebut memperlihatkan bahwa buah adas dapat menstimulasi kepadatan jumlah fibroblast pada proses penyembuhan luka gingiva tikus Spraque dawley. Peningkatan migrasi fibroblast ke area perlukaan pada kelompok perlakuan yang mendapat aplikasi topikal ekstrak adas konsentrasi 40% dimungkinkan oleh kandungan saponin dan flavonoid melalui stimulasi faktor pertumbuhan seperti TGF-β, TGF-α, dan FGF terhadap migrasi dan proliferasi fibroblast. Hasil penelitian ini yang memperlihatkan efek penurunan proliferasi fibroblast pada konsentrasi 60% serta 80% (Gambar 2) didukung oleh Nijveldt dkk (2001) menyebutkan bahwa kadar

Page 11: jurnal reepitelisasi

http://www.unissula.ac.id

flavonoid akan mengalami penurunan pada konsentrasi tertinggi. Hal tersebut disebabkan oleh peningkatan kepekatan dari larutan yang mengakibatkan penurunan aktivitas antioksidannya. Francis dkk (2001) juga bahwa tingkat kepekatan larutan yang terlalu tinggi dapat menghambat saponin untuk menembus membran. Ditambahkan pula bahwa saponin pada konsentrasi yang rendah lebih mudah untuk melewati aktivitas membran (Melzig dkk., 2001 sit. Francis dkk., 2002). Namun menurut Douglas dkk (2002) konsentrasi ekstrak tanaman yang terlalu rendah hanya mengandung saponin dalam jumlah yang sedikit. Dengan demikian diduga kandungan saponin pada ekstrak buah adas konsentrasi 60% dan 80% lebih sulit menembus membran mukosa mulut, sedangkan pada konsentrasi 10% dan 20% kadar saponinnya terlalu sedikit sehingga fungsi biologisnya menjadi tidak optimal. Faktor pertumbuhan lain seperti PDGF yang bekerja bersama dengan TGF dan bersatu dengan matriks ekstraseluler juga dapat menstimulasi fibroblast pada daerah sekitar luka untuk berproliferasi dan bermigrasi ke area luka, serta mengekspresikan reseptor integrin (Singer dan Clark, 1999). Enoch dan Harding (2003) juga menyatakan bahwa proliferasi fibroblast dapat distimulasi secara alami oleh IL-Ib. Disebutkan oleh Kanzakki dkk (1998) bahwa saponin yang terkandung dalam ekstrak buah adas dapat meningkatkan kepadatan fibroblast dengan adanya sintesis, sekresi, dan aktivasi TGF-β. Proses agregrasi platelet mensekresikan TGF-β yang dapat distimulasi oleh kandungan fixed oil (Andajani dan Maharddika, 2003) serta dimungkinkan mencapai kadar optimalnya pada konsentrasi 40%. Didukung oleh pernyataan Mimica-Dukic dkk (2003) yang menyebutkan bahwa peningkatan kandungan oil di dalam ekstrak buah adas sesuai dengan penurunan rasio antara bubuk dan air. Stimulasi TGF-β akan meningkatkan aktivitas fibronektin di dalam pembentukkan gumpalan fibrin (Mitchel dan Cotran, 1997). Ditambahkan pula bahwa saponin pada tahap awal proses penyembuhan luka mampu meningkatkan síntesis fibronektin (Kanzaki dkk., 1998). Gumpalan fibrin yang terbentuk oleh peningkatan aktivitas fibronektin akan menjadi kerangka bagi re-epitelisasi dan proliferasi fibroblast. Dengan demikian bila gumpalan fibrin cepat terbentuk, maka fibroblast akan segera berproliferasi ke area luka untuk segera mengadakan pemulihan jaringan. Kemampuan saponin dalam mempercepat penyembuhan luka dibuktikan oleh Shukla dkk (1997) melalui penggunaan larutan asiaticoside 0,2% secara topikal dan didapatkan mampu mempercepat penyembuhan luka pada tikus Spraque dawley. Asiaticoside merupakan ekstrak saponin dari tanaman Centella asiatica yang secara topikal mampu meningkatkan hidroksiprolin sebesar 56%, kekuatan tensil dari kolagen sebesar 57%, dan menghasilkan proses reepitelisasi yang lebih baik jika dibandingkan dengan kontrol (Shukla dkk., 1997). Kolagen merupakan komponen penting pada fase maturasi dan akan menjadi proses yang dominan 1-6 minggu pasca perlukaan. Secara histologis pada luka yang mendapat aplikasi hexetidine 0,1% kolagen tampak padat dan hanya sebagian kecil yang terlihat masih jarang. Hal ini juga ditemui pada kelompok perlakuan dengan aplikasi topikal ekstrak adas konsentrasi 80%. Berbeda halnya pada konsentrasi 40%, kolagen tampak lebih banyak disertai dengan jumlah fibroblast yang terlihat sedikit lebih banyak. Pembentukkan kolagen pada area luka dimungkinkan juga oleh adanya kandungan vitamin C (Sauberlich, 1987 sit. Setyaningrum, 2002), protein, dan fixed oil pada ekstrak buah adas (Andajani dan Maharddika, 2003). Vitamin C dalam ekstrak buah adas merupakan zat yang mampu meningkatkan produksi kolagen dengan cara menghidroksi lisin dan prolin (Sauberlich, 1987 sit.

Page 12: jurnal reepitelisasi

http://www.unissula.ac.id

Setyaningrum, 2002). Proses hidroksi lisin dan prolin berperan penting di dalam pembentukkan kolagen. Ini terlihat pada daerah luka yang mendapat aplikasi ekstrak adas konsentrasi 40% dengan gambaran kolagen yang padat serta fibroblast yang tampak berproliferasi. Fungsi vitamin C dapat distabilkan oleh rutin, golongan flavones dari flavonoid (de Groot dan Rauen, 1998 sit. Nijveldt dkk., 2001). Kandungan rutin yang dimiliki oleh adas akan meningkatkan intensitas dan stabilitas vitamin C pada peningkatan kepadatan serabut kolagen sehingga struktur jaringan yang terbentuk menjadi lebih kuat dan stabil. Selain vitamin C, protein juga berperan penting dalam proses penyembuhan luka melalui mekanisme pembentukkan struktur sel, salah satunya adalah fibroblast (Percival, 1998). Kevin dkk (2000) menyebutkan bahwa protein juga dibutuhkan oleh fibroblast untuk menjalin hubungan dengan fibroblast lain sehingga dapat mensintesis matriks ekstraseluler dan membentuk kolagen. Adanya kandungan protein di dalam ekstrak buah adas memungkinkan terjadi peningkatan pembentukkan kolagen oleh fibroblast sehingga proses penyembuhan luka dapat terjadi secara optimal. KESIMPULAN Dari hasil penelitian yang dilakukan pada tikus Spraque dawley mengenai efek pemberian konsentrasi ekstrak buah adas (Foeniculum vulgare Mill.) topikal pada penyembuhan luka mukosa gingiva labial, dapat disimpulkan bahwa : 1. Ekstrak buah adas 10%, 20%, 40%, 60%, dan 80% dapat meningkatkan kepadatan

fibroblast. 2. Secara histologis dan ditunjang pemeriksaan klinis, ekstrak buah adas konsentrasi 40%

ditemukan sebagai konsentrasi terbaik dalam proses penyembuhan luka gingiva tikus Spraque dawley.

DAFTAR PUSTAKA

Agusta A. Minyak Atsiri Tumbuhan Tropika Indonesia. Bandung: Penerbit ITB. 2002;17,

117. Amerongen N. Ludah dan Kelenjar Ludah (terj.). Yogyakarta: Gadjah Mada University

Press. 1991;83-88. Andajani TW, Maharddika D. Perbandingan Efek Aplikasi Adas Manis Segar Tumbuk dan

Adas Manis Segar Destilasi Pada Mukosa Mulut Tikus Wistar Strain LMR yang Mengalami Peradangan (Penelitian Laboratorik). JKGUI. 2003;10 (Edisi Khusus): 478-80.

Arini S, Nurmawan D, Alfiani F, Hertiani T. Daya Antioksidan dan Kadar Flavonoid Hasil Ekstraksi Etanol-Air Daging Buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocappa (Scheff) Boerl.). Buletin Penalaran Mahasiswa. UGM. 2003;10(1):2-5.

Ashcroft GS, Lei K, Jin W, Longenecker G, Kulkarni AB, Greenwell-Wild T. Secretory Leukocyte Protease Inhibitor mediates Non-redundant Functions Necessary for Normal Wound Healing. Nat Med. 2000;6:1147-53.

Atkinson ME, White FH. Principles of Anatomy and Oral Anatomy for Dental Students. Edinburg: Churchil Living Stone. 1992;327-47.

Bhaskar SN. Synopsis of Oral Pathology Saint Louis: The C.V. Mosby Company. 1981. Birdane FM, Cemek M, Birdane YO, Gulcin I, Buyukokuroglu ME. Beneficial Effects of

Foeniculum vulgare on Ethanol-Induced Acute Gastric Mucosal Injury in Rats. World J Gastroenterol. 2007;13(4):607-11.

Page 13: jurnal reepitelisasi

http://www.unissula.ac.id

Bloom, Fawcett. A Text Book of Histology. 12th ed. New York: Chapman and Hall. 1994;133-149.

Boyne PJ. Osseous Repair of Structure of Post Extraction Alveolus In Man. Oral Surgery. 1966;21.

Brand RW, Isselhard DE, Satin E. Anatomy of Orofacial Structures. 7th ed. Saint Louis: Mosby Company. 2003.

Cate ART. Repair and Regeneration of Dental Tissue. dalam Cate ART (ed): Oral Hisrtology, Development, Structure and Function. 2nd ed. St. Louis: The C.V. Mosby Company. 2003;390-7.

Cotran RS, Kumar V, Robbins SL. Basic Pathology. 6th ed. Philadelpia: W.B. Saunders Co. 1997;4.

Daveby YD, Åman P, Betz JM, Musser SM. Effect of storage and extraction on ratio of soyasaponin I to 2,3-dihydro-2,5-dihydroxy-6-methyl-4-pyrone-conjugated soyasaponin I in dehulled peas (Pisum sativumL). Journal of The Science of Food and Agriculture. 1998;78(1):141-6.

Dubay DA, Franz M. Acute Wound Healing: The Biology of Acute Wound Failure. Surgical Clinics of North America. 2003;83(3):1-17.

Douglas KA, Soejarto DD. Discovery of Terpenoid and Phenolic Sweeteners from Plants. Pure Appl. Cham. 2002;74(7):1169-79.

Ebadi M. Pharmacodynamic Basic of Herbal Medicine. Florida: CRG Press, 2002;133-49. El SN, Karakaya S. Radical Scavening and Iron-chelating Activities of Some Green Used

as Traditional Dishes in Mediterana Diet. International Journal of Food Sciences and Nutrition. 2004;55(1):67-74.

Enoch S, Hardin K. Wound Bed Preparation: The science Behind The removal of Barrier to Healing. Wounds. 2003;15(7): 213-29.

Farida R. Reaksi Radang. JKGUI. 2003;10(Edisi Khusus):468-72. Francis G, Kerem Z, Makkar HPS, Becker K, The Biological Action of Saponin in Animal

System: A Review. British J. Nutrition. 2002;88:587-605. Froschle M, Pluss, Peter A, Etzweiler E, Ruegg D. Phytosteroid for Skin Care. Personal

Care. 2004; 55-8. Gulfraz M, Waheed A, Mehmood S, Ihtisham M. Extraction and Purification of Various

Organic Compounds in selected Medicinal Plants of Kotli Sattian, District Rawalpindi, Pakistan, Department of Biochemistry, Department of Botany, University of Arid Agriculture, Rawalpindi, Pakistan. 2005. http://www.siu.edu/~ebl/leaflets/kotli.html.2/2/2007

Guzman CC, Siemonsma JS. PROSEA (Plant Resources of South East Asia) 13 Spices. Bogor: Prosea Foundation. 1999;56-7.

Hakkinen L, Uitto VJ, Larjava H. Cell Biology of Wound Healing. Periodontology. 2000;24:127-52.

Hamamah F. Potensi Tumbuh-tumbuhan Sebagai Ubat-ubatan, Malaysia: Bagian Antropologi dan Sosiologi. Universitas Sains Malaysia. 2003.

Harborne JB. The Flavonoids Advances in Research Since 1986. USA: Chapman and Hall. 1999; 420-5.

Harrison JW. Healing of Surgical Wound in Oral Mucoperiosteal Tissue. J.Endod. 1991;17(8):401-8.

Hermanto E, Taufiqurrahman I. Manfaat Terapi Oksigen Hiperbarik dalam Mempercepat Proses Penyembuhan Luka. PDGI. ed. Khusus. 2004;55: 176-80.

Page 14: jurnal reepitelisasi

http://www.unissula.ac.id

Hoag PM, Pawlak EA. Essentials of Periodontics, 4th ed., Phliladelphia: C.V Mosby Company. 1990;5-12.

Hunt TK, Dunph JE. Fundamental of Wound Management. New York: Appleton Century Crofts. 1979; 41-5.

Ismardianita E, Soebijanto, Sutrisno. Pengaruh Kuretase Terhadap Penyembuhan Luka Pasca Pencabutan Gigi dan Kajian Histologis Pada Tikus Galur Wistar. Dentika Dental Jurnal. 2003;8(2): 75-80.

Kalangi JRS. Peranan Kolagen dalam penyembuhan Luka. Dexa Medika. 2004;17(4):168-74.

Kanzaki T, Moraski N, Shiina R, Saito Y. Role of Transforming Growth Factor-β Pathway in The Mechanisme of Wound Healing By Saponin from Ginseng Radix Rubra. Br. J. Pharmacol. 1998;125: 255-62.

Kevin KO, Arora P, Lee W, McCulloch C. Biochemical and Functional Characterization of Intercellular Adhesion and Gap Junctions in Fibroblast. Am. J. Physiol. Cell. 2000;279:147-157.http://www.ajpcell. 1/1/2007

Leeson RC, Leeson TS, Paparo AA. Buku Ajar Histologi (terj.). ed. 5. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1985.

Lekic P, McCulloch CAG. Periodontal ligament cell populations: The central role of fibroblasts in creating a unique tissue. The Anatomical Record. 1996;245(2):327–41.http://www3.interscience.wiley.com/cgibin/abstract/ 58053/ABSTRACT?CRETRY=1&SRETRY=0.26/3/2007

Litsgarten MA. Similarity of Epithelial Relationship in the Gingiva of Rat and Man. J.Periodontal. 1975;46(11):677-80.

Maheswari S. Pemanfaatan Obat Alami Potensi dan Prospek Pengembangannya, Bogor: Program Pasca Sarjana. 2002.

Markham. Cara Mengidentifikasi Flavonoid, Penerbit ITB. Bandung. 1998;10-2. Mandala V. Skripsi: Re-epitelisasi Pada Penyembuhan Luka Gingiva Tikus Sprague

dawley Setelah Aplikasi Ekstrak Buah Adas (Foeniculum vulgare Mill.) 50% in vivo. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. 2006.

Martin P. Wound Healing-Aiming for Perfect Skin Regeneration. Science J. 1997;276: 75-81.

Mawardi H, Hasan H. Peranan Serabut Kolagen terhadap Penyembuhan Luka, MIKG. 2001; III(6): 135-8.

Mc Gee M, Binkley J, Jensen GL. The Science and Practice of Nutrition Suppor. Iowa: Kendall Hunt Publishing CO. 2001.

Meitha, Widurini. Pengaruh Daun Lidah Buaya Terhadap Peradangan Jaringan Mukosa Rongga Mulut (Laporan Penelitian). JKGUI. 2003;10(Edisi Khusus):473-7.

Middleton JRE, Kandaswami C, Theoharis C, Theoharides. The Effects of Plants Flavonoids on Mammalian Cells: Implication for Inflammation. Heart Disease and Cancer. Pharmacol. Rev. 2000;52(4):673-751.

Mimica-Dukic N, Kujundzic S, Sokovic M, Couladis M. Essential Oil Composition and Antifungal Activity of Foeniculum vulgare Mill. Obtained by Different Distilation Conditions. Phytother. Res. 2003;17: 368-71.

Mitchel V, Cotran RS. Repair: Cell Regenaration, Fibrosis and Wound Healing, dalam Kumar V. Cotran RS. Robbins SL. (ed): Basic Pathology. 6th ed. Philadelphia: W.B. Saunders Company. 1997;48-58.

Mjor IA. Histology of Human Toot. Munksgaard. Copenhagen. 1975;143.

Page 15: jurnal reepitelisasi

http://www.unissula.ac.id

Mjor IA, Fejersckov O. Embriologi dan Histologi Rongga Mulut. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran Widya Medika. 1990;122, 220-5.

Mulyani S, Gunawan D. Ramuan Tradisional Untuk Penderita Asma Jakarta: Penebar Swadaya. 2003.

Mursito B. Tampil Percaya Diri Dengan Ramuan Tradisional. Jakarta: Penebar Swadaya. 2000;54.

Murria RK, Keeley FW. Matriks Ekstrasel, Biokimia Harper. ed. 25. Jakarta: EGC. 2000;662.

Nijveldt R.J, Van Nood E, Van Hoorn E, Boelens PG, Van Norren K, Van Leeuwen.Flavonoids: a review of probable mechanisms of action and potential application. Am. J. Clin. Nutr. 2001;74: 418-25.

Parejo I, Jauregui O, Ssnches, Rabaneda F, Viladomat F, Bastida J, Codina C. Separation and Characterization of Phenolic Compounds in Fennel (Foeniculum vulgare) Using Liguid Chromatography-Negative Electrospray Ionization Tandem Mass Spectometry. J.Agric. Food Chem. 2005;52:3679-87.

Percival M. Nutritional Support for Connective Tissue Repair and Wound Healing. J. Clin. Nut. 1997;26: 1-4.

Pinheiro ALB, Meireles GCS, Vieira ALB, Almeida D, Carvaiho C.M, Santos J.N. Phototherapy Improves Healing of Cutaneus Wounds in Nourished and Undernourished Wistar Rats. Braz. Dentz. J. 2004;15(SI): 21-8.

Puspitawati R. Struktur makroskopik dan Mikroskopik Jaringan Lunak Mulut. Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. 2003;10 (edisi khusus): 462-7.

Rinastiti M. Pengaruh Membran Amnion Terhadap Jumlah Sel Fibroblast pada Penyembuhan Luka (Kajian Histologis pada Gingiva Kelinci). JKGUI. 2003;10(Edisi Khusus):462-7.

Robbins SL, Kumar V. Buku Ajar Patologi (terj.). ed. 4. Jakarta: EGC. 1995; 53-7. Robbins ST, Angel M. Basic Pathology. 2nd ed. Philadelphia: W.B. Saunders Company.

1976. Robinson T. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi, (ter.). ed. 4. Bandung: ITB

Press.1995;15-158. Rukmono. Radang dalam Himawan S. (ed.). Kumpulan Kuliah Patologi. Jakarta: Bagian

Patologi Anotomi Universitas Indonesia. 1994;46-56. Setyaningrum A. Skripsi: Pengaruh Pemberian Vitamin C Dosis Tertentu terhadap

Kecepatan Pertumbuhan Penyembuhan Luka Pasca Pencabutan Gigi (tinjauan secara klinis). Yogyakarta: Bagian Bedah Mulut, FKG UGM. 2002.

Setyaningsih W. Skripsi: Kepadatan Fibroblast Pada Penyembuhan Luka Gingiva Tikus Sprague dawley Setelah Aplikasi Ekstrak Buah Adas (Foeniculum vulgare Mill.) 50% in vivo. Yogyakarta: Bagian Biologi Mulut. Universitas Gadjah Mada. 2006.

Shafer WG, Hine M, Levy BM. A text Book of Oral Pathology. 3rd ed. Philadelphia: Saunders. 1974.

Sheehan P. Therapeutic Challenge of the Diabetic Foot. Diabetes Care. 1999;22(8):354–60.

Singer AJ, Clark RAF. Cutaneous Wound Healing. NEJM. 1999;341(10):738-46. http://content.nejm.org/cgi/content/extract/341/10/738.12/12/2006

Siswanto YW. Penanganan Hasil Panen Tanaman Obat Komersial. Ungaran: Trubus Agriwidya. 1997;84-5.

Page 16: jurnal reepitelisasi

http://www.unissula.ac.id

Shukla A, Rasik AM, Patnaik GK, Depletion of Reduced Glutathione, Ascorbic Acid, Vitamin E, and Antioxidant Defence Enzymes in A Healing Cutaneous Wound. Free Radic Res. 1997;26:93-101.

Slavkin HC. The Body Skin Frontier and The Challenges of Wound Healing: Keloids. J. Am. Dent. Assoc. 2000;131(3): 362-5.

Spector WG, Spector TD. Pengantar Patologi Umum, ed. 3 (terj. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 1993;71.

Squier CA, Hill MW. Oral Mucosa dalam Cate ART. (ed.): Oral Hisrtology, Development, Structure and Function. 2nd ed. St. Louis: The C.V. Mosby Company. 1985;337-50.

Sudarsono PN. Gunawan D. Wahyuono S. Donatus IA. Purnomo. Tumbuhan Obat II (Hasil Penelitian, Sifat-Sifat, dan Penggunaan). Yogyakarta: Pusat Studi Obat Tradisional Universitas Gadjah Mada. 2002;85-9.

Sumuwi YAA, Sosroseno W, Soesatyo, Uji Sensitivitas Terhadap Merkuri (Hg) pada Tikus Wistar. B.I.Kead. 1998;30(1):1-5.

Syamsuhidayat S, Hutapea JR. Inventaris Tanaman Obat Indonesia (I). Jakarta: Badan Libangkes Depkes RI. 1991;113:23-7.

Torre J. Wound Healing, Chronic Wounds. eMedicine. 2006. http://www.emedicine.com/plastic/topic477.html.

Underwood JCE. Patologi Umum dan Sistemik (terj.). ed.2, vol.1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1999.

Wijesekera ROB. Plant Derrived Medicine and Their Role in Global Health in Medicine Plant Industry. Wijesekera (ed.). Florida: CRC Press Inc. 1991.

Zelles T, Prusshotham KR, Macauley SP. Oxford GE. Humprey-Beher MG. Saliva and Growth Factors: The Fountain of Youth resides in USA. J. Dent. Res. 1995;74:1826-32.