Page 1
31
Jurnal Agriuma:, 2 (1) April 2020 ISSN 2657-1749 (Print) ISSN 2657-1730 (Online)
JURNAL AGRIUMA
Available online http://ojs.uma.ac.id/index.php/agriuma
Analisis Usaha Agroindustri Kerajinan Keset Sabut Kelapa (Studi Kasus: Desa Baru Kecamatan Batang Kuis Kabupaten Deli Serdang)
Analysis of Coconut Fiber Doormat Agroindustry Business (Case Study: Baru Village, Batang Kuis District, Deli Serdang Regency)
Sukirlan Tobing, Retna Astuti K & Endang Sari Simanullang*
Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Medan Area, Indonesia
Diterima: April 2020 Disetujui: April 2020 Dipublish: April 2020
*Coresponding Email: [email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan proses produksi kerajinan keset sabut kelapa, analisis penerimaan, biaya produksi, keuntungan dan analisis B/C rasio di Desa Baru, Kecamatan Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang. Metode pengambilan sampel menggunakan metode sensus dengan jumlah sampel adalah 10 orang. Hasil penelitian menunjukkan proses produksi kerajinan keset sabut kelapa terdiri dari penguraian, penjemuran, pengayakkan, pengepresan, pemintalan, pengayaman dan pengemasan. Nilai rara-rata total penerimaan adalah Rp 8.585.000/bulan, nilai rata-rata biaya produksi adalah Rp 4.151.610,78/bulan, nilai rata-rata keuntungan adalah 4.433.389,22/bulan, nilai total B/C rasio adalah 1.06, artinya usaha kerajinan keset sabut kelapa di Desa Baru, Kecamatan Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang layak untuk dikembangkan.
Kata Kunci: agroindustri; kerajinan; keset; sabut kelapa
Abstract
The aims to describe the production process carft coco mat, revenue, cost production, benefit analysis and B/C ratio in the village of Baru, Batang Kuis Sub District, Deli Serdang Regency. The method of sampling decision is used census with ten samples. The results showed the craft production of coco mat consist of apart, dry in the sun, sifter, pressing, spinning, weaving and packing. The average of total revenue value is Rp 8.585.000/month, the average of total cost production value is Rp 4.151.610,78/month, the average of total benefit value is Rp 4.433.389,22/month, the value of total average B/C ratio is 1,06, this home industry of carft coco mat can be developed.
Keywords: agroindustry; carfts; coco mat; coir
How to Cite: Tobing, S.. Kuswardhani, R.A & Simanullang, E.S (2020). Analisis Usaha Agroindustri Kerajinan Keset Sabut Kelapa(Studi Kasus: Desa Baru Kecamatan Batang Kuis Kabupaten Deli Serdang). Jurnal Agriuma. 2(1): 31-49.
Page 2
Sukirlan Tobing, Retna Astuti K, & Endang Sari Simanullang , Analisis Usahatani Pepaya
32
PENDAHULUAN
Serat sabut kelapa merupakan salah satu alternatif produk yang dapat dikembangkan
dari komoditi kelapa. Serat sabut kelapa merupakan produk hasil pengolahan industri
sabut kelapa. Sabut kelapa sendiri terdiri dari serat (cocofiber) dan serbuk (cocopeat).
Serbuk merupakan bagian yang menghubungkan untaian-untaian serat yang satu dengan
yang lain. Pada industri serat sabut, serbuk tersebut dibuang sehingga dihasilkan serat yang
bersih, licin dan mengkilat.
Menurut syahril (2000) ada beberapa produk yang dapat dikembangkan agroindustri
pengolahan sabut kelapa. Serat sabut kelapa (cocofiber) dapat dimanfaatkan menjadi keset,
karpet, genteng, jok mobil, dashboard kendaraan, kasur, bantal dan lain-lain. Sedangkan
serbuk kelapa (cocopeat) dimanfaatkan untuk timbunan lapangan golf, media penanaman
angrek, produk pot-pot bunga, lapisan triplek dan lain-lain.
Industri pengolahan serat sabut kelapa memberikan dampak lingkungan fisik yang
positif oleh karena dapat mengurangi limbah sabut kelapa sebagai hasil samping dari
kegiatan usaha perdagangan buah kelapa. Keberadaan industri pengolahan serat ini
menjadikan hasil samping sabut kelapa memberikan nilai tambah, sehingga meningkatkan
pendapatan petani/pedagang buah kelapa. Pemanfaatan sabut kelapa sebagai bahan baku
industri sehingga menjadi komoditi perdagangan menyebabkan terbukanya kesempatan
kerja baru, yaitu dalam bentuk adanya pedagang pengumpul sabut kelapa serta usaha jasa
transportasi (Palungkun, 1999).
Pertumbuhan usaha kecil dan menengah di Kabupaten Deli Serdang menjadi
penggerak perekonomian, hal ini dapat dilihat pada Tabel 3. Dari Tabel 3 dilihat bahwa
pertumbuhan volume Usaha Kecil Dan Menengah di Kabupaten Deli Serdang tahun 2007
adalah 567.508.415, tahun 2008 adalah 400.971.897 dan tahun 2009 adalah 428.858.12
data tersebut di atas terlihat sebuah gambaran potensial menyangkut prospek
pengembangan Usaha Kecil Menengah sebagai salah satu motor penggerak perekonomian
lokal. Hal ini dapat dilihat dari tren peningkatan angka tenaga kerja yang terserap,
akumulasi modal yang meningkat serta pertumbuhan volume dan aset usaha setiap
tahunnya.
Tabel 1. Pertumbuhan Usaha Kecil dan Menengah Kabupaten Deli Serdang Tahun 2007-2009
Page 3
Jurnal Agriuma:, 2 (1) April 2020 ISSN 2657-1749 (Print) ISSN 2657-1730 (Online) (31-49)
33
Sumber: Dinas Koperasi, Kabupaten Deli Serdang, 2009
Dalam usaha agroindustri kerajinan keset sabut kelapa di Desa Baru Kabupaten Deli
Serdang memiliki pemasalahan seperti kualitas produksi dan prossesing yang belum
mampu bersaing. Maka, usaha agroindustri kerajinan keset sabut kelapa di Desa Baru
Kabupaten Deli Serdang yaitu untuk mengetahui usaha agroindustri kerajinan keset sabut
kelapa layak atau tidak layak untuk mengembangkan usaha agroindustri dan penggerak
perekonomian lokal untuk usaha kecil mengengah di Kabupten Deli Serdang, juga usaha
agroindustri ini menjadi peluang dalam pendayagunaan sumber daya manusia sebagai
tenaga kerja dalam usaha agroindustri ini. Sehingga tujuan penelitian ini adalah untuk
menganalisis proses produksi usaha agroindustri sabut kelapa menjadi kerajinan keset
sabut kelapa di Desa Baru, Kecamatan Batang Kuis. Untuk menganalisis biaya produksi,
penerimaan dan keuntungan usaha serta tingkat kelayakan usaha agroindustri sabut kelapa
menjadi kerajian keset sabut kelapa di Desa Baru, Kecamatan Batang Kuis.
METODE PENELITIAN
Penetuan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive sampling) di Desa Baru,
Kecamatan Batang Kuis, kabupaten Deli Serdang. Lokasi ini dipilih secara sengaja dengan
pertimbangan bahwa di daerah ini terdapat usaha agroindustri sabut kelapa menjadi
kerajinan keset sabut kelapa. Penelitian ini dilakukan pada bulan juni sampai agustus tahun
2015. Metode yang digunakan dalam penelitian pengambilan sampel adalah sampling jenuh
atau sensus. Metode pengumpulan data dilakukan dengan metode survey. Data yang
JumlahUsaha KecilMenengah
Tenaga kerja ModalVolumeusaha
Aset
2007 673 97,501 543,250,125 567,508,415 473,127,510
2008 684 98,033 545,413,864 400,971,897 509,392,737
2009 691 98,473 547,216,946 428,858,127 539,613,750
0
100000000
200000000
300000000
400000000
500000000
600000000
Page 4
Sukirlan Tobing, Retna Astuti K, & Endang Sari Simanullang , Analisis Usahatani Pepaya
34
dikumpulkan berupa data primer dan data skunder. Data primer diperoleh langsung
melalui wawancara kepada responden dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner)
yang telah dipersiapkan sebelumnya. Data sekunder dalam penelitian ini penumpulan data
diperoleh dari berbagai sumber antara lain jurnal, skripsi maupun buku-buku terbitan
instansi pemerintah. Instansi yang dimaksud antara lain Badan Pusat Statistik (BPS)
Kabupaten Deli Serdang, BPS Sumatera Utara, Dinas Koperasi Usaha Kecil dan Menengah
Kabupaten Deli Serdang dan literatur yang mendukung penelitian ini.
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
yaitu dengan menggambarkan keadaan lokasi penelitian dan dengan menggunakan analisis
data sebagai berikut:
Analisis Biaya Penyusutan Peralatan (Deprecition)
Untuk menghitung biaya-biaya penyusutan dalam proses produksi kerajinan keset
sabut kelapa menggunakan rumus sebagai berikut:
𝐃 =𝐏𝐛 − 𝐏𝐬
𝐭
Dimana: D : Penyusutan (Rp)
Pb : Nilai Awal (Rp)
t : Umur ekonomis (Tahun)
Ps : Perkiraan nilai sisa barang (Rp)
Analisis Biaya Total (total cost)
Untuk menghitung biaya total kerajian keset sabut kelapa dapat dihitung dengan
mengunakan rumus sebagai berikut:
Rumus: TC = TFC + TVC
Keterangan:
TC : Biaya total usaha pengolahan kerajian keset sabut kelapa (Rp/Bulan)
TFC : Biaya tetap usaha pengolahan kerajinan keset sabut kelapa (Rp/Bulan)
Page 5
Jurnal Agriuma:, 2 (1) April 2020 ISSN 2657-1749 (Print) ISSN 2657-1730 (Online) (31-49)
35
TVC : Biaya variabel usaha pengolahan kerajinan keset sabut kelapa (Rp/Bulan)
Analisis Penerimaan dan Keuntungan
Untuk menghitung penerimaan kerajinan keset sabut kelapa dapat dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
Rumus: TR = Pq x Q
Keterangan:
TR : Total penerimaan (Rp/bulan)
Pq : Harga per satuan (Rp/bulan)
Q : Total produksi (Unit/bulan)
Sedangkan untuk menghitung keuntungan kerajinan keset sabut kelapa dapat
dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Rumus: 𝝅 =TR – TC
Keterangan:
𝜋 : Keuntungan (Rp/bulan)
TR : Total penerimaan (Rp/bulan)
TC : Biaya total (Rp/bulan)
Analisis Kelayakan Usaha
Untuk menganalisis kelayakan usaha dengan menggunakan B/C ratio (Benefit Cost
Ratio), atau dikenal dengan perbandingan antara keuntungan dan biaya. Untuk rumus
analisis kelayakan usaha sebagai berikut:
B/C ratio = 𝐊𝐞𝐮𝐧𝐭𝐮𝐧𝐠𝐚𝐧
𝐁𝐢𝐚𝐲𝐚 𝐏𝐫𝐨𝐝𝐮𝐤𝐬𝐢
Dengan asumsi:
B/C > 1 berarti usaha kerajinan keset sabut kelapa layak diusahakan
B/C = 1 berarti usaha kerajianan keset sabut kelapa tidak rugi dan tidak untung
Page 6
Sukirlan Tobing, Retna Astuti K, & Endang Sari Simanullang , Analisis Usahatani Pepaya
36
B/C < 1 berarti usaha kerajinan keset sabut kelapa tidak layak diusahakan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Proses Produksi Kerajinan Keset Sabut Kelapa
Proses produksi kerajinan keset sabut kelapa terdiri dari penguraian, penjemuran,
pengayakan, pengepresan, pemintal, rimangan/penganyam dan pengemasan (packing).
Penguraian
Penguraian adalah proses pemisahan buah kelapa menjadi serat sabut kelapa.
Tujuan penguraian adalah memperoleh serat sabut kelapa yang akan digunakan sebagai
bahan baku proses produksi keset. Tahapan penguraian terdiri dari: Pengupasan buah
kelapa lalu buah kelapa yang telah dikupas, dimasukkan dalam mesin pengurai. Mesin
pengurai akan memisahkan buah kelapa dengan serat sabut kelapa. Setelah itu bahan baku
serat sabut kelapa siap untuk dilakukan penjemuran
Gambar1. Proses Penguraian Bahan Baku Sabut Kelapa
Penjemuran
Penjemuran adalah proses penurunan kadar air serat sabut kelapa. Tujuan
penjemuran adalah untuk memperoleh sabut kelapa yang kering yang dipisahkan dengan
serat sabut kelapa yang tersisa. Penjemuran dilakukan di lapangan terbuka selama 2 -3 jam
setiap harinya menggunakan panas matahari seperti terlihat pada gambar 2.
Gambar 2. Proses Penjemuran Sabut Kelapa
Page 7
Jurnal Agriuma:, 2 (1) April 2020 ISSN 2657-1749 (Print) ISSN 2657-1730 (Online) (31-49)
37
Pengayakan
Pengayakan adalah proses pemisahan serbuk sabut kelapa dengan sabut kelapa.
Tujuan pengayakan adalah memperoleh sabut kelapa yang bagus dan bersih. Proses
pengayakan menggunakan mesin pengayak dengan mesin dynamo motor yang
menggunakan bahan bakar minyak. Mesin pengayak mampu mengayak ± 200 kg serat
sabut kelapa dalam waktu ± 1 jam untuk mendapatkan hasil ayakan yang baik, seperti
terlihat pada gambar 3.
Gambar 3. Proses Produksi Pengayakan Sabut Kelapa
Pengepresan
Pengepresan merupakan proses pemadatan sabut kelapa melalui mesin press.
Tujuan pengepresan adalah memperoleh sabut kelapa yang padat. Tahapan pengepresan
terdiri dari: Sabut kelapa dimasukkan kedalam mesin press sampai sabut kelapanya
menyentuh besi press. Lalu pintu mesin press ditutup dan mesin press begerak dengan
memanfaatkan tenaga listrik. Diperoleh sabut kelapa yang padat dan siap untuk dipintal.
Gambar 4. Proses Pengepresan Sabut Kelapa
Pemintalan
Pemintalan adalah proses penggulungan sabut kelapa yang padat menjadi tali yang
berbentuk tambang dengan menggunakan dua alat pemintal. Tujuan pemintalan adalah
memperoleh tali yang berbentuk tambang. Tahapan spemintal sabut kelapa terdiri dari:
Page 8
Sukirlan Tobing, Retna Astuti K, & Endang Sari Simanullang , Analisis Usahatani Pepaya
38
Sabut kelapa yang telah padat digulung dari alat pemintal satu ke pemintal dua. Lalu
penggulungan dilakukan terus menerus sampai sabut kelapa menjadi tali. Diperoleh tali
yang berbentuk tambang.
Gambar 5. Proses Pemintalan Sabut Kelapa
Pengayaman
Penganyam adalah proses penyambungan tali tambang dengan tali yang lainnya
dengan menggukan alat rimbangan. Tujuan pengayaman adalah untuk memperoleh keset
sabut kelapa.
Gambar 6. Proses Pengayaman Sabut Kelapa
Pengemasan (Packing)
Keset sabut kelapa yang telah dihasilkan dari tempat penganyaman kemudian
dikemas secara manual dengan menggunakan tali yang disusun untuk mendapatkan keset
sabut kelapa per bal tersebut. Dalam per bal keset sabut kelapa ada 10 keset sabut kelapa
dengan berat ± 40 kg.
Page 9
Jurnal Agriuma:, 2 (1) April 2020 ISSN 2657-1749 (Print) ISSN 2657-1730 (Online) (31-49)
39
Gambar 7. Proses Pengemasan (Packing) Keset Sabut Kelapa
Pada proses kerajinan keset sabut kelapa seperti penguraian, pengayakan, dan
pengepresan merupakan proses yang bagus pada kerajian keset sabut kelapa dikarenakan
pada proses ini menggunakan alat teknologi dibandingkan proses produksi lainnya.
Biaya Produksi (Production Cost)
Dalam usaha kerajinan keset sabut kelapa biaya produksi terdiri dari biaya tetap
(Fixed Cost) dan biaya tidak tetap (Variabel Cost). Biaya tetap (fixed cost) terdiri dari biaya
penyusutan mesin pengurai, biaya penyusutan mesin ayak, biaya penyusutan mesin press,
biaya penyusutan pemintal (tambang) dan biaya penyusutan rimbangan (penganyam).
Sedangkan biaya tidak tetap (variable cost) terdiri dari biaya pembelian bahan baku sabut
kelapa, biaya listrik, biaya tali, biaya minyak solar dan gaji karyawan.
Biaya Tetap (Fixed Cost)
Pada biaya tetap biaya satuan keset (unit cost) akan berubah berbanding terbalik
dengan perubahan volume penjualan produksi keset sabut kelapa, semakin tinggi volume
kegiatan produksi maka semakin rendah biaya satuan, semakin rendah volume kegiatan
produksi maka semakin tinggi biaya satuan.
Biaya Penyusutan Peralatan (Deprecition)
Biaya penyusutan (Deprecition) merupakan salah satu biaya penggunaan aktiva tetap
dengan kosekuansi, dimana aktiva tetap mengalami penurunan fungsi atau kerusakan suatu
alat produksi usaha. Biaya penyusutan ini dikenakan pada baran-barang yang dapat
Page 10
Sukirlan Tobing, Retna Astuti K, & Endang Sari Simanullang , Analisis Usahatani Pepaya
40
digunakan dalam jangka waktu lama (tidak habis sekali pakai) contohnya mesin pengurai,
mesin ayak, mesin press, pemintal (pembuatan tambang) dan rimbangan (penganyam).
Dari hasil penelitian yang dilakukan maka dapat diperoleh data penyusutaan
peralatan rata-rata per bulan produksi sebagai berikut:
Tabel 2. Rata-Rata Biaya Penyusutan Peralatan/Bulan No Jenis Biaya Jumlah
(Unit)
Harga @ (Rp/Bln)
Nilai Awal (Rp/Bln)
Umur Ekonomis
Nilai Akhir
(Rp/Bln)
Nilai Penyusutan
(Rp/Bln) 1 Penyusutan
mesin pengurai 1 63.333.333
63.333.333
60
30.000.000
555,555.56
2 Penyusutan mesin ayak
1,17
15.333.333
17.833.333
60
9.500.000
138,888.89
3 Penyusutan mesin press
1 50.000.000
50.000.000
120
20.000.000
250.000.00
4 Penyusutan pemintal/tamb-ang
6 2.000.000
11.000.000
120
500.000
87,500.00
5 Penyusutan rimbangan/pen-ganyam
5
500.000
2.450.000
60
150.000
38.333.33
Jumlah 1.070.277.78
Sumber: Data diolah, 2015
Dari data diatas dapat dilihat bahwa biaya penyusutan peralatan terbesar adalah
biaya penyusutan mesin pengurai sebesar Rp. 555,555.56 (51,91%), biaya penyusutan
mesin ayak sebesar Rp 138,888.89 (12,98%), biaya penyusutan mesin prss sebesar
Rp 250.000.00 (23,36%), biaya penyusutan pemintal/tambang sebesar Rp 87,500.00
(8,18%) dan biaya penyusutan rimbangan/penganyam sebesar Rp 38.333.33 (3,58%).
Biaya penyusutan terbesar terdapat pada biaya penyusutan mesin pengurai. Hal ini
dikarenakan besarnya nilai awal mesin pengurai dibandingkan dengan nilai awal biaya
peralatan lainnya.
Page 11
Jurnal Agriuma:, 2 (1) April 2020 ISSN 2657-1749 (Print) ISSN 2657-1730 (Online) (31-49)
41
Total Biaya Tetap (Total Fixed Cost)
Total biaya tetap (Total Fixed Cost) merupakan jumlah keseluruhan biaya tetap
produksi yang dikeluarkan selama dalam proses produksi. Biaya tetap terdiri dari biaya
penyusutan mesin pengurai, biaya penyusutan mesin ayak, biaya penyusutan mesin press,
biaya penyusutan pemintal (tambang) dan biaya penyusutan rimbangan (penganyam).
Tabel 3. Total Biaya Tetap/Bulan
No Jenis Total Biaya Total Biaya (Rp/Bulan)
Persentase (%)
1 Penyusutan mesin pengurai 555,555.56 51.91% 2 Penyusutan mesin ayak 138,888.89 12.98% 3 Penyusutan mesin press 250.000.00 23,36% 4 Penyusutan pemintal/tambang 87,500.00 8,18% 5 Penyusutan rimbangan/penganyam 38.333.33 3,50%
Jumlah 1.070.277.78 100%
Sumber: Data diolah, 2015
Keseluruhan total biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi yaitu sebesar
1.070.277.78 (100%) dengan asumsi biaya penyusutan mesin pengurai sebesar Rp
555,555.56 (51,91%), biaya penyusutan mesin ayak sebesar Rp 138,888.89 (12,98%), biaya
penyusutan mesin press sebesar Rp 250.000.00 (23,36%), biaya penyusutan
pemintal/tambang sebesar Rp 87,500.00 (8,18%) dan biaya penyusutan
rimbangan/penganyam sebesar Rp 38.333.33 (3,50%).
Total biaya penyusutan terbesar terdapat pada biaya penyusutan mesin pengurai. Hal
ini dikarenakan besarnya nilai awal mesin pengurai dibandingkan dengan nilai awal biaya
peralatan lainnya.
Biaya Variabel (Variable Cost)
Biaya variabel (variable cost) merupakan biaya yang jumlah dari total akan berubah
secara proposional (sebanding) dengan perubahan volume kegiatan, semakin besar volume
kegiatan usaha maka semakin tinggi jumlah total biaya variabel, semakin rendah volume
Page 12
Sukirlan Tobing, Retna Astuti K, & Endang Sari Simanullang , Analisis Usahatani Pepaya
42
kegiatan usaha maka semakin rendah pula jumlah biaya variabel. Biaya variabel terdiri dari
biaya pembelian bahan baku sabut kelapa, biaya listrik, biaya minyak solar dan biaya tali
plastik.
Pembelian Sabut Kelapa
Sabut kelapa merupakan salah sumber bahan baku dalam pembuatan kerajinan keset
sabut kelapa. Pembelian sabut kelapa sendiri didapat dari daerah Mandailing Natal dengan
menggunakan agen yang sama dalam penyortiran bahan baku oleh penjual ke tempat yang
dituju yaitu tempat pembuatan kerajinan keset sabut kelapa. Untuk mendapatkan satu unit
keset sabut kelapa diperlukan 1 Kg sabut kelapa yang sudah diproses produksi.
Rata-rata pembelian sabut kelapa yaitu 416/Kg dalam satu bulan, dengan harga
3.000/Kg. Dengan demikian pengusaha membutuhkan biaya Rp 1.248.000 dalam satu
bulan.
Biaya Listrik
Biaya listrik adalah biaya yang digunakan dalam proses produksi yaitu peralatan-
peralatan penunjang dalam kegiatan pembuatan kerajinan keset sabut kelapa seperti mesin
ayak dan dibayar kepada Perusahaan Listrik Negara (PLN). Rata-rata pengusaha
mengeluarkan biaya listrik yaitu Rp 250.000 dalam satu bulan selama pengunaan alat
proses produksi.
Biaya Minyak Solar
Minyak solar merupakan salah satu biaya variabel yang digunakan dalam proses
produksi dengan peralatan penunjang dalam kegiatan pembuatan kerajinan keset sabut
kelapa seperti mesin press dan mesin pengurai. Rata-rata jumlah minyak solar yang
digunakan adalah 19 Liter/Bulan dengan harga yaitu Rp 8.000/Liter dan biaya minyak
solar yang dikeluarkan yaitu Rp 149.333 dalam satu bulan selama proses produksi
dilakukan.
Biaya Tali Plastik
Tali plastik merupakan bahan yang digunakan untuk membungkus (diikat) keset
sabut kelapa yang telah selesai. Terdapat sepuluh keset sabut kelapa dalam satu packing.
Page 13
Jurnal Agriuma:, 2 (1) April 2020 ISSN 2657-1749 (Print) ISSN 2657-1730 (Online) (31-49)
43
Rata-rata jumlah tali plastik yang digunakan adalah 12 tali/ bulan dengan harga Rp
22.000/tali dan biaya tali plastik yang keluarkan pengusaha yaitu Rp 264.000/bulan dalam
pembelian tali plastik.
Biaya Gaji Karyawan
Gaji karyawan adalah biaya yang dikeluarkan sebagai upah/imbalan kepada orang
yang telah membantu menjalankan kegiatan usaha kerajinan keset sabut kelapa. Gaji
karyawan dalam kegiatan usaha kerajinan keset sabut kelapa ada yang berupa gaji
borongan dan gaji harian. Dalam usaha agroindustri kerajinan keset sabut kelapa di Desa
Baru, Kecamatan Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang ini termasuk kedalam industri kecil
yaitu umumnya memakai sistem pekerja upahan, dengan jumlah tenaga kerja 5 – 19 orang
(Aristanto, 1996). Rata-rata gaji karyawan borongan adalah Rp 390.000/bulan dan rata-
rata gaji karyawan harian adalah 780.000/bulan. Biaya gaji karyawan dimasukkan kedalam
biaya variabel dikarenakan gaji yang diperoleh karyawan dalam bentuk harian dan juga
borongan.
Total Biaya Variabel (Total Variable Cost)
Total biaya variabel (total variable cost) merupakan jumlah keseluruhan biaya
variabel yang digunakan selama proses produksi kegiatan usaha kerajinan keset sabut
kelapa. Dalam kegiatan usaha ini, biaya variabel terdiri dari biaya pembelian bahan baku
sabut kelapa, biaya listrik, biaya minyak solar, biaya tali plastik dan biaya gaji karyawan,
yang diuraikan pada tabel 6.
Tabel 4. Total Biaya Variabel/Bulan
No Jenis Biaya variabel Total Biaya (Rp/Bulan)
Persentase (%)
1 Pembelian sabut kelapa 1.248.000 40,50% 2 Biaya listrik 250.000 8,11% 3 Pembelian minyak solar 149.333 4,85% 4 Pembelian tali plastik 264.000 8,57% 5 Biaya gaji karyawan 1.170.000 37,97%
Jumlah 3.081.333 100%
Page 14
Sukirlan Tobing, Retna Astuti K, & Endang Sari Simanullang , Analisis Usahatani Pepaya
44
Sumber: Data diolah, 2015
Dari data diatas dapat dilihat biaya variabel terbesar adalah pembelian sabut kelapa
sebesar Rp 1.248.000 atau (40.50%) kemudian biaya gaji karyawan sebesar Rp 1.170.000
atau (37.97%), biaya pembelian tali plastik sebesar Rp 264.000 atau (8.57%), biaya listrik
sebesar Rp 250.000 atau (8.11%) dan biaya pembelian minyak solar sebesar Rp 149.333
atau (4.57%)
Total biaya variabel terbesar terdapat pada pembelian sabut kelapa dikarenakan
banyaknya pengambilan bahan baku sabut kelapa dari dalam kota maupun luar kota
sehingga permintaan bahan baku sabut kelapa banyak untuk meningkatkan penerimaan
produksi keset sabut kelapa.
Total Biaya Produksi
Total biaya produksi merupakan jumlah keseluruhan dari biaya-biaya proses produksi.
Tabel 5. Total Biaya Produksi/bulan
No Jenis Biaya Total Biaya (Rp/Bulan)
Persentase (%)
1 Biaya Tetap 1.070.277.78 25,78% 2 Biaya Variabel 3.081.333 74,22%
Jumlah Total Biaya 4.151.610,78 100%
Sumber: Data diolah, 2015
Dari data diatas dapat dilihat bahwa biaya variabel merupakan penyusun terbesar
dalam total biaya yang dikeluarkan dalam setiap satu bulan yaitu rata-rata 74,22%. dari
total biaya, sedangkan biaya tetap hanya sebesar 25,58%. Biaya variabel merupakan
persentase total biaya terbesar 74,22% dari persentase total biaya tetap yang hanya
25,78%, dikarenakan biaya pembelian bahan baku sabut kelapa merupakan salah satu
biaya variabel paling besar persentasenya dibandingkan dengan jumlah biaya variabel
lainnya.
Penerimaan (Revenue)
Page 15
Jurnal Agriuma:, 2 (1) April 2020 ISSN 2657-1749 (Print) ISSN 2657-1730 (Online) (31-49)
45
Penerimaan adalah perkalian harga jual keset per unit dengan jumlah keset yang
dijual. Jumlah keset yang dijual dengan penjualan keset per unit (eceran) dan per bal.
Penerimaan Keset Sabut Kelapa (Bal)
Pada usaha kerajianan keset sabut kelapa ini, keset merupakan produksi utama yang
hasilkan oleh pengusaha kerajinan keset sabut kelapa. Produksi kerajinan keset sabut
kelapa yang diproleh dari pengusaha sangat mempengaruhi besarnya penerimaan yang
didapat oleh seorang pengusaha kerajinan keset sabut kelapa. Bahan baku sabut kelapa
yang diperoleh dapat diambil serat menjadi keset yang akan diperjual/belikan kepada
konsumen.
Pada penjualan kerajinan keset sabut kelapa ini dilakukan dalam sebulan sekali.
Usaha kerajinan keset sabut kelapa ini dipasarkan ke sekitaran tempat produksi, dalam
kota maupun keluar kota. Dalam pemasaran kerajinan keset sabut kelapa ini pembeli yang
datang untuk mengambil pesanan keset sabut kelapa per bal, sehingga pengusaha tidak
perlu mengeluarkan biaya transportasi dalam pemasaran kerajinan keset sabut kelapa ini.
Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat diketahui produksi kerajinan keset sabut
kelapa rata-rata 84 bal dengan harga jual rata-rata Rp 100.000/bal maka pendapatan
pengusaha dari hasil produksi kerajinan keset sabut kelapa adalah Rp 8.400.000/bulan.
Penerimaan Keset Sabut Kelapa (Unit)
Kerajinan keset sabut kelapa yang diproduksi dipasarkan dengan per bal dan per
unit. Dalam pemasaran keset per unit ini dipasarkan di sekitaran tempat produksi.
Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat diketahui keset yang dijual per unit
dengan rata-rata 18.5 per unit/bulan dengan harga jual rata-rata Rp 10.000/unit keset
maka pendapatan pengusaha dari hasil produksi kerajinan keset atau per unit sabut kelapa
adalah Rp 185.000/bulan.
Per unit keset sabut kelapa merupakan permintaan konsumen didaerah sekitaran
tempat produksi atau masih dalam kawasan Kabupaten Batang Kuis. Per unit sabut kelapa
Page 16
Sukirlan Tobing, Retna Astuti K, & Endang Sari Simanullang , Analisis Usahatani Pepaya
46
ini menjadi pendapatan tambahan dari pengusaha kerajinan keset sabut kelapa, sehingga
pengusaha tidak terlalu fokus terhadap produksi penjualan per unit sabut kelapa tersebut.
Total penerimaan (Total Revenue)
Dari penelitian yang dilakukan dapat diperoleh total penerimaan dalam usaha
agroindustri kerajinan keset sabut kelapa yaitu penjualan keset dalam bentuk per bal dan
penjualan keset dalam bentuk per unit yang dihasilkan dalam satu bulan.
Maka total penerimaan (total revenue) pada kerajinan keset sabut kelapa adalah
jumlah pendapatan dari penjualan keset pr bal dan penjualan keset per unit yang dihasilkan
dalam satu bulan. Dalam satu bulan produksi keset sabut kelapa per bal dapat
menghasilkan rata-rata produksi yaitu 84 bal/bulan dengan harga jual rata-rata yaitu Rp
100.000 /bal/bulan. Jadi penerimaan yang didapat pengusaha adalah Rp 8.400.000/bulan.
Untuk produksi dan penjualan keset sabut kelapa per unit dengan rata-rata yaitu
18.5 unit/bulan dengan harga penjualan rata-rata yaitu Rp.10.000 unit/bulan. Jadi
penerimaan dari penjualan per unit sabut kelapa yaitu Rp 185.000 /bulan.
Tabel 6. Rata-Rata Total Penerimaan/Bulan
No Jenis Penerimaan Jumlah Penerimaan (Rp/Bulan)
Persentase (%)
1 Keset per bal 8.400.000 97.85% 2 Keset per unit 185.000 2.15%
Total Penerimaan 8.585.000 100%
Sumber: Data diolah, 2015
Dari tabel 6 dapat dilihat bahwa total penerimaan terbesar sampel kerajinan keset
sabut kelapa adalah dengan penjualan keset/bal yaitu sebesar 97.85% dari total
penerimaan, dan dari total penerimaan keset/unit yaitu sebesar 2.15% dari total
penerimaan.
Persentase dari total penerimaan yang berasal dari produksi penjualan keset sabut
kelapa per bal lebih besar dari pada persentase total penerimaan produksi penjualan keset
sabut kelapa per unit, dikarenakan produksi keset per unit adalah permintaan konsumen
dari sekitaran tempat produksi keset tersebut.
Page 17
Jurnal Agriuma:, 2 (1) April 2020 ISSN 2657-1749 (Print) ISSN 2657-1730 (Online) (31-49)
47
Total penerimaan dari produksi yang dihasilkan keset sabut kelapa per bal juga lebih
besar dikarenakan permintaan keset sabut kelapa per bal dijual ke dalam kota maupun
keluar kota dengan harga rata-rata keset per bal yaitu Rp 100.000/bal dan per unit
kesetnya dijual dengan harga rata-rata Rp 10.000/keset. Selain itu produksi rata-rata keset
sabut kelapa per bal ini jauh lebih besar yaitu 84 bal/bulan dibandingkan dengan produksi
rata-rata keset sabut kelapa per unit sebesar yaitu 18.5 keset/bulan.
Analisis Keuntungan
Analisis keuntungan dilakukan untuk mengetahui apakah dalam kegiatan suatu
usaha mendapatkan keuntungan atau kerugian dari hasil usaha yang dijalankan. Suatu
usaha dikatakan untung jika usaha memperoleh penerimaan laba yang lebih besar dari
pada pengeluaran yang dibutuhkan dalam menjalankan suatu kegiatan usaha tersebut.
Sebaliknya suatu usaha dikatakan rugu juka usaha memperoleh penerimaan laba yang lebih
kecil dari pada biaya yang dibutuhkan dalam menjalankan usaha.
Tabel 7. Rata-Rata Keuntungan/Bulan
No Uraian Nilai (Rp/Bulan)
1 Total Penerimaan (TR) 8.585.000 2 Total Biaya Produksi (TC) 4.151.610,78
Keuntungan (𝝅) 4.433.389,22
Sumber: Data diolah, 2015
Dari tabel 7 diatas dapat dilihat bahwa total penerimaan (TR) pengusaha dalam satu
bulan adalah Rp 8.585.000, sedangkan biaya yang harus dikeluarkan dalam setiap satu
bulan usaha kerajinan keset sabut kelapa adalah Rp 4.151.610,78 selisih antara total
penerimaan dengan total pengeluaran adalah Rp 4.433.389.22, dikarenakan selisih antara
total penerimaan dan total pengeluaran bernilai positif maka usaha agroindustri kerajinan
keset sabut kelapa mendapatkan keuntungan sebesar yaitu Rp 4.433.389.22 per bulan.
Page 18
Sukirlan Tobing, Retna Astuti K, & Endang Sari Simanullang , Analisis Usahatani Pepaya
48
Hasil Analisis Tingkat Kelayakan Usaha Kerajinan Keset Sabut Kelapa
Tingkat kelayakan usaha kerajinan keset sabut kelapa di Desa Baru, Kecamatan
Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang menggunakan analisis B/C rasio. Dari hasil penelitian
yang telah dilakukan dapat bahwa total keuntungan rata-rata pengusaha kerajinan keset
sabut kelapa di Desa Baru, Kecamatan Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang adalah Rp
4.433.389,22 dan total biaya produksi yang dikeluarkan dengan rata-rata Rp 4.151.610,78.
Tabel 8. B/C Ratio/Bulan
No Uraian Nilai (Rp/Bulan)
1 Keuntungan (𝜋) 4.433.389,22 2 Total Biaya Produksi (TC) 4.151.610,78
B/C ratio 1,06
Sumber: Data diolah, 2015
Usaha kerajinan keset sabut kelapa ini yang telah dilakukan di Desa Baru,
Kecamatan Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang layak untuk diusahakan karena memiliki
B/C Ratio sebesar 1,06. Artinya setiap >Rp 1 yang dikeluarkan akan menghasilkan nilai Rp
1,06 ini dikarenakan biaya variabel pembelian bahan baku sabut kelapa terlalu besar,
sehingga mengakibatkan banyaknya pengeluaran yang dibutuhkan.
SIMPULAN
Proses produksi kerajinan keset sabut kelapa di Desa Baru, Kecamatan Batang Kuis,
Kabupaten Deli Serdang dalam satu bulan selama proses produksi. Kegiatan-kegiatan yang
dilakukan selama proses produksi keset sabut kelapa antara lain: penguraian bahan baku
sabut kelapa; penjemuran sabut kelapa yang telah diurai dengan mesin pengurai;
Pengayakan dilakukan untuk pemisahan dari serbuk-serbuk sabut kelapa; pengepresan
dilakukan untuk membuat sabut kelapa menjadi padat; pemintal (pembuatan tali
berbentuk tambang sabut kelapa); penganyam (dilakukan dengan menggunakan mesin
rimbangan).
Rata-rata biaya produksi, penerimaan dan hasil keuntungan dari usaha agroindustri
kerajinan keset sabut kelapa: Rata-rata biaya produksi kerajinan keset sabut dalam satu
bulan yaitu Rp 4.151.610,78/Bulan yang terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Rata-
Page 19
Jurnal Agriuma:, 2 (1) April 2020 ISSN 2657-1749 (Print) ISSN 2657-1730 (Online) (31-49)
49
rata total penerimaan dari kegiatan usaha kerajinan keset sabut kelapa yaitu Rp 8.585.000
dalam satu bulan berasal dari penjualan bentuk bal dan per unit.
Berdasarkan hasil analisa keuntungan yang dilakukan dengan cara mengurangkan
total penerimaan dengan total biaya produksi, kegiatan usaha kerajinan keset sabut kelapa
di Desa Baru, Kecamatan Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang memperoleh rata-rata
keuntungan sebesar Rp 4.433.389,22/bulan. Usaha kerajinan keset sabut kelapa ini layak
diusahakan karena nilai B/C ratio yakni 1,06 (> 1) yaitu pada usaha kerajinan keset sabut
(B/C ratio >1).
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, 2010 - 2012. Produk Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2010 – 2012. Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, Medan.
Dadang, W.L. dkk. (2010). Potensi Produksi Sabut Kelapa Menigkatkan Nilai Tambah. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Damayanti. (2003). Pengolahan Hasil-Hasil Kerajinan Tangan. Jakarta: Penebar Swadaya Dhani, R. (2001). Pengertian Bahan Penolong. Padang: Universitas Andalas. Ferri, dkk. (1995). Komposisi Kimia Dari Sabut Kelapa. Jakarta: Ghalia Indonesia. Fitria, D. (2005). Biaya-Biaya dalam Proses Produksi Menggunakan Bahan Penolong. Bandung: Humamniora
Utama Press. Halim, A. Bambang, S. (2005). Akuntansi Manajemen. Yogyakarta: BPFE. Hendra, P. (2003). Bahan Penolong Terhadap Harga Produksi. Medan: Universitas Sumatera Utara. Hermawan. (2010). Subsistem Membangun Sistem Agribisnis. Brawijaya: Fakultas Pertanian. Hussain. (2004). Manajemen Bisnis Terhadap Penerimaan Produksi. Jakarta: Pustaka Utama. Kholmi, M. (2003). Akuntansi Biaya. Yogyakarta: Penerbit UMM. Mulyadi. (2001). Pengukuran Biaya-Biaya Dalam Proses Produksi. Jakarta: PT.Bumi Aksara Nafarin, M. (2007). Penggerapan Perusahaan. Jakarta: Selemba Empat. Rahman, A. (2010). Peranan Sektor Pertanian Terhadap Pembangunan Ekonomi Nasional. Yogyakarta: Graha
Ilmu. Rindengen. (1995). Komposisi Kimia Dari Sabut Kelapa. Jakarta: Ghalia Indonesia Seyomi, N. (2012). Analisis Kelayakan Terhadap Usaha Agroindustri. Jakarta: Kencana Prenada Media. Suryana, (2001). Pengaplikasian Industri Berdasarkan Tenaga Kerja. Tesis. Universitas Sumatera Utara. Syafril. (2000). Ilmu Pengetahuan Sosial Ekonomi. Jakarta: Bumi. ________. (2000). Pengolahan Agroindustri Menjadi Produk-Produk Agroindustri yang Dapat dikembangkan.
Bogor: Penebar Swadaya.