Top Banner
31 Jurnal Agriuma:, 2 (1) April 2020 ISSN 2657-1749 (Print) ISSN 2657-1730 (Online) JURNAL AGRIUMA Available online http://ojs.uma.ac.id/index.php/agriuma Analisis Usaha Agroindustri Kerajinan Keset Sabut Kelapa (Studi Kasus: Desa Baru Kecamatan Batang Kuis Kabupaten Deli Serdang) Analysis of Coconut Fiber Doormat Agroindustry Business (Case Study: Baru Village, Batang Kuis District, Deli Serdang Regency) Sukirlan Tobing, Retna Astuti K & Endang Sari Simanullang* Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Medan Area, Indonesia Diterima: April 2020 Disetujui: April 2020 Dipublish: April 2020 *Coresponding Email: [email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan proses produksi kerajinan keset sabut kelapa, analisis penerimaan, biaya produksi, keuntungan dan analisis B/C rasio di Desa Baru, Kecamatan Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang. Metode pengambilan sampel menggunakan metode sensus dengan jumlah sampel adalah 10 orang. Hasil penelitian menunjukkan proses produksi kerajinan keset sabut kelapa terdiri dari penguraian, penjemuran, pengayakkan, pengepresan, pemintalan, pengayaman dan pengemasan. Nilai rara-rata total penerimaan adalah Rp 8.585.000/bulan, nilai rata-rata biaya produksi adalah Rp 4.151.610,78/bulan, nilai rata-rata keuntungan adalah 4.433.389,22/bulan, nilai total B/C rasio adalah 1.06, artinya usaha kerajinan keset sabut kelapa di Desa Baru, Kecamatan Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang layak untuk dikembangkan. Kata Kunci: agroindustri; kerajinan; keset; sabut kelapa Abstract The aims to describe the production process carft coco mat, revenue, cost production, benefit analysis and B/C ratio in the village of Baru, Batang Kuis Sub District, Deli Serdang Regency. The method of sampling decision is used census with ten samples. The results showed the craft production of coco mat consist of apart, dry in the sun, sifter, pressing, spinning, weaving and packing. The average of total revenue value is Rp 8.585.000/month, the average of total cost production value is Rp 4.151.610,78/month, the average of total benefit value is Rp 4.433.389,22/month, the value of total average B/C ratio is 1,06, this home industry of carft coco mat can be developed. Keywords: agroindustry; carfts; coco mat; coir How to Cite: Tobing, S.. Kuswardhani, R.A & Simanullang, E.S (2020). Analisis Usaha Agroindustri Kerajinan Keset Sabut Kelapa(Studi Kasus: Desa Baru Kecamatan Batang Kuis Kabupaten Deli Serdang). Jurnal Agriuma. 2(1): 31- 49.
19

Jurnal Agriuma:, JURNAL AGRIUMA

Oct 02, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Jurnal Agriuma:, JURNAL AGRIUMA

31

Jurnal Agriuma:, 2 (1) April 2020 ISSN 2657-1749 (Print) ISSN 2657-1730 (Online)

JURNAL AGRIUMA

Available online http://ojs.uma.ac.id/index.php/agriuma

Analisis Usaha Agroindustri Kerajinan Keset Sabut Kelapa (Studi Kasus: Desa Baru Kecamatan Batang Kuis Kabupaten Deli Serdang)

Analysis of Coconut Fiber Doormat Agroindustry Business (Case Study: Baru Village, Batang Kuis District, Deli Serdang Regency)

Sukirlan Tobing, Retna Astuti K & Endang Sari Simanullang*

Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Medan Area, Indonesia

Diterima: April 2020 Disetujui: April 2020 Dipublish: April 2020

*Coresponding Email: [email protected]

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan proses produksi kerajinan keset sabut kelapa, analisis penerimaan, biaya produksi, keuntungan dan analisis B/C rasio di Desa Baru, Kecamatan Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang. Metode pengambilan sampel menggunakan metode sensus dengan jumlah sampel adalah 10 orang. Hasil penelitian menunjukkan proses produksi kerajinan keset sabut kelapa terdiri dari penguraian, penjemuran, pengayakkan, pengepresan, pemintalan, pengayaman dan pengemasan. Nilai rara-rata total penerimaan adalah Rp 8.585.000/bulan, nilai rata-rata biaya produksi adalah Rp 4.151.610,78/bulan, nilai rata-rata keuntungan adalah 4.433.389,22/bulan, nilai total B/C rasio adalah 1.06, artinya usaha kerajinan keset sabut kelapa di Desa Baru, Kecamatan Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang layak untuk dikembangkan.

Kata Kunci: agroindustri; kerajinan; keset; sabut kelapa

Abstract

The aims to describe the production process carft coco mat, revenue, cost production, benefit analysis and B/C ratio in the village of Baru, Batang Kuis Sub District, Deli Serdang Regency. The method of sampling decision is used census with ten samples. The results showed the craft production of coco mat consist of apart, dry in the sun, sifter, pressing, spinning, weaving and packing. The average of total revenue value is Rp 8.585.000/month, the average of total cost production value is Rp 4.151.610,78/month, the average of total benefit value is Rp 4.433.389,22/month, the value of total average B/C ratio is 1,06, this home industry of carft coco mat can be developed.

Keywords: agroindustry; carfts; coco mat; coir

How to Cite: Tobing, S.. Kuswardhani, R.A & Simanullang, E.S (2020). Analisis Usaha Agroindustri Kerajinan Keset Sabut Kelapa(Studi Kasus: Desa Baru Kecamatan Batang Kuis Kabupaten Deli Serdang). Jurnal Agriuma. 2(1): 31-49.

Page 2: Jurnal Agriuma:, JURNAL AGRIUMA

Sukirlan Tobing, Retna Astuti K, & Endang Sari Simanullang , Analisis Usahatani Pepaya

32

PENDAHULUAN

Serat sabut kelapa merupakan salah satu alternatif produk yang dapat dikembangkan

dari komoditi kelapa. Serat sabut kelapa merupakan produk hasil pengolahan industri

sabut kelapa. Sabut kelapa sendiri terdiri dari serat (cocofiber) dan serbuk (cocopeat).

Serbuk merupakan bagian yang menghubungkan untaian-untaian serat yang satu dengan

yang lain. Pada industri serat sabut, serbuk tersebut dibuang sehingga dihasilkan serat yang

bersih, licin dan mengkilat.

Menurut syahril (2000) ada beberapa produk yang dapat dikembangkan agroindustri

pengolahan sabut kelapa. Serat sabut kelapa (cocofiber) dapat dimanfaatkan menjadi keset,

karpet, genteng, jok mobil, dashboard kendaraan, kasur, bantal dan lain-lain. Sedangkan

serbuk kelapa (cocopeat) dimanfaatkan untuk timbunan lapangan golf, media penanaman

angrek, produk pot-pot bunga, lapisan triplek dan lain-lain.

Industri pengolahan serat sabut kelapa memberikan dampak lingkungan fisik yang

positif oleh karena dapat mengurangi limbah sabut kelapa sebagai hasil samping dari

kegiatan usaha perdagangan buah kelapa. Keberadaan industri pengolahan serat ini

menjadikan hasil samping sabut kelapa memberikan nilai tambah, sehingga meningkatkan

pendapatan petani/pedagang buah kelapa. Pemanfaatan sabut kelapa sebagai bahan baku

industri sehingga menjadi komoditi perdagangan menyebabkan terbukanya kesempatan

kerja baru, yaitu dalam bentuk adanya pedagang pengumpul sabut kelapa serta usaha jasa

transportasi (Palungkun, 1999).

Pertumbuhan usaha kecil dan menengah di Kabupaten Deli Serdang menjadi

penggerak perekonomian, hal ini dapat dilihat pada Tabel 3. Dari Tabel 3 dilihat bahwa

pertumbuhan volume Usaha Kecil Dan Menengah di Kabupaten Deli Serdang tahun 2007

adalah 567.508.415, tahun 2008 adalah 400.971.897 dan tahun 2009 adalah 428.858.12

data tersebut di atas terlihat sebuah gambaran potensial menyangkut prospek

pengembangan Usaha Kecil Menengah sebagai salah satu motor penggerak perekonomian

lokal. Hal ini dapat dilihat dari tren peningkatan angka tenaga kerja yang terserap,

akumulasi modal yang meningkat serta pertumbuhan volume dan aset usaha setiap

tahunnya.

Tabel 1. Pertumbuhan Usaha Kecil dan Menengah Kabupaten Deli Serdang Tahun 2007-2009

Page 3: Jurnal Agriuma:, JURNAL AGRIUMA

Jurnal Agriuma:, 2 (1) April 2020 ISSN 2657-1749 (Print) ISSN 2657-1730 (Online) (31-49)

33

Sumber: Dinas Koperasi, Kabupaten Deli Serdang, 2009

Dalam usaha agroindustri kerajinan keset sabut kelapa di Desa Baru Kabupaten Deli

Serdang memiliki pemasalahan seperti kualitas produksi dan prossesing yang belum

mampu bersaing. Maka, usaha agroindustri kerajinan keset sabut kelapa di Desa Baru

Kabupaten Deli Serdang yaitu untuk mengetahui usaha agroindustri kerajinan keset sabut

kelapa layak atau tidak layak untuk mengembangkan usaha agroindustri dan penggerak

perekonomian lokal untuk usaha kecil mengengah di Kabupten Deli Serdang, juga usaha

agroindustri ini menjadi peluang dalam pendayagunaan sumber daya manusia sebagai

tenaga kerja dalam usaha agroindustri ini. Sehingga tujuan penelitian ini adalah untuk

menganalisis proses produksi usaha agroindustri sabut kelapa menjadi kerajinan keset

sabut kelapa di Desa Baru, Kecamatan Batang Kuis. Untuk menganalisis biaya produksi,

penerimaan dan keuntungan usaha serta tingkat kelayakan usaha agroindustri sabut kelapa

menjadi kerajian keset sabut kelapa di Desa Baru, Kecamatan Batang Kuis.

METODE PENELITIAN

Penetuan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive sampling) di Desa Baru,

Kecamatan Batang Kuis, kabupaten Deli Serdang. Lokasi ini dipilih secara sengaja dengan

pertimbangan bahwa di daerah ini terdapat usaha agroindustri sabut kelapa menjadi

kerajinan keset sabut kelapa. Penelitian ini dilakukan pada bulan juni sampai agustus tahun

2015. Metode yang digunakan dalam penelitian pengambilan sampel adalah sampling jenuh

atau sensus. Metode pengumpulan data dilakukan dengan metode survey. Data yang

JumlahUsaha KecilMenengah

Tenaga kerja ModalVolumeusaha

Aset

2007 673 97,501 543,250,125 567,508,415 473,127,510

2008 684 98,033 545,413,864 400,971,897 509,392,737

2009 691 98,473 547,216,946 428,858,127 539,613,750

0

100000000

200000000

300000000

400000000

500000000

600000000

Page 4: Jurnal Agriuma:, JURNAL AGRIUMA

Sukirlan Tobing, Retna Astuti K, & Endang Sari Simanullang , Analisis Usahatani Pepaya

34

dikumpulkan berupa data primer dan data skunder. Data primer diperoleh langsung

melalui wawancara kepada responden dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner)

yang telah dipersiapkan sebelumnya. Data sekunder dalam penelitian ini penumpulan data

diperoleh dari berbagai sumber antara lain jurnal, skripsi maupun buku-buku terbitan

instansi pemerintah. Instansi yang dimaksud antara lain Badan Pusat Statistik (BPS)

Kabupaten Deli Serdang, BPS Sumatera Utara, Dinas Koperasi Usaha Kecil dan Menengah

Kabupaten Deli Serdang dan literatur yang mendukung penelitian ini.

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif

yaitu dengan menggambarkan keadaan lokasi penelitian dan dengan menggunakan analisis

data sebagai berikut:

Analisis Biaya Penyusutan Peralatan (Deprecition)

Untuk menghitung biaya-biaya penyusutan dalam proses produksi kerajinan keset

sabut kelapa menggunakan rumus sebagai berikut:

𝐃 =𝐏𝐛 − 𝐏𝐬

𝐭

Dimana: D : Penyusutan (Rp)

Pb : Nilai Awal (Rp)

t : Umur ekonomis (Tahun)

Ps : Perkiraan nilai sisa barang (Rp)

Analisis Biaya Total (total cost)

Untuk menghitung biaya total kerajian keset sabut kelapa dapat dihitung dengan

mengunakan rumus sebagai berikut:

Rumus: TC = TFC + TVC

Keterangan:

TC : Biaya total usaha pengolahan kerajian keset sabut kelapa (Rp/Bulan)

TFC : Biaya tetap usaha pengolahan kerajinan keset sabut kelapa (Rp/Bulan)

Page 5: Jurnal Agriuma:, JURNAL AGRIUMA

Jurnal Agriuma:, 2 (1) April 2020 ISSN 2657-1749 (Print) ISSN 2657-1730 (Online) (31-49)

35

TVC : Biaya variabel usaha pengolahan kerajinan keset sabut kelapa (Rp/Bulan)

Analisis Penerimaan dan Keuntungan

Untuk menghitung penerimaan kerajinan keset sabut kelapa dapat dihitung dengan

menggunakan rumus sebagai berikut:

Rumus: TR = Pq x Q

Keterangan:

TR : Total penerimaan (Rp/bulan)

Pq : Harga per satuan (Rp/bulan)

Q : Total produksi (Unit/bulan)

Sedangkan untuk menghitung keuntungan kerajinan keset sabut kelapa dapat

dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Rumus: 𝝅 =TR – TC

Keterangan:

𝜋 : Keuntungan (Rp/bulan)

TR : Total penerimaan (Rp/bulan)

TC : Biaya total (Rp/bulan)

Analisis Kelayakan Usaha

Untuk menganalisis kelayakan usaha dengan menggunakan B/C ratio (Benefit Cost

Ratio), atau dikenal dengan perbandingan antara keuntungan dan biaya. Untuk rumus

analisis kelayakan usaha sebagai berikut:

B/C ratio = 𝐊𝐞𝐮𝐧𝐭𝐮𝐧𝐠𝐚𝐧

𝐁𝐢𝐚𝐲𝐚 𝐏𝐫𝐨𝐝𝐮𝐤𝐬𝐢

Dengan asumsi:

B/C > 1 berarti usaha kerajinan keset sabut kelapa layak diusahakan

B/C = 1 berarti usaha kerajianan keset sabut kelapa tidak rugi dan tidak untung

Page 6: Jurnal Agriuma:, JURNAL AGRIUMA

Sukirlan Tobing, Retna Astuti K, & Endang Sari Simanullang , Analisis Usahatani Pepaya

36

B/C < 1 berarti usaha kerajinan keset sabut kelapa tidak layak diusahakan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Proses Produksi Kerajinan Keset Sabut Kelapa

Proses produksi kerajinan keset sabut kelapa terdiri dari penguraian, penjemuran,

pengayakan, pengepresan, pemintal, rimangan/penganyam dan pengemasan (packing).

Penguraian

Penguraian adalah proses pemisahan buah kelapa menjadi serat sabut kelapa.

Tujuan penguraian adalah memperoleh serat sabut kelapa yang akan digunakan sebagai

bahan baku proses produksi keset. Tahapan penguraian terdiri dari: Pengupasan buah

kelapa lalu buah kelapa yang telah dikupas, dimasukkan dalam mesin pengurai. Mesin

pengurai akan memisahkan buah kelapa dengan serat sabut kelapa. Setelah itu bahan baku

serat sabut kelapa siap untuk dilakukan penjemuran

Gambar1. Proses Penguraian Bahan Baku Sabut Kelapa

Penjemuran

Penjemuran adalah proses penurunan kadar air serat sabut kelapa. Tujuan

penjemuran adalah untuk memperoleh sabut kelapa yang kering yang dipisahkan dengan

serat sabut kelapa yang tersisa. Penjemuran dilakukan di lapangan terbuka selama 2 -3 jam

setiap harinya menggunakan panas matahari seperti terlihat pada gambar 2.

Gambar 2. Proses Penjemuran Sabut Kelapa

Page 7: Jurnal Agriuma:, JURNAL AGRIUMA

Jurnal Agriuma:, 2 (1) April 2020 ISSN 2657-1749 (Print) ISSN 2657-1730 (Online) (31-49)

37

Pengayakan

Pengayakan adalah proses pemisahan serbuk sabut kelapa dengan sabut kelapa.

Tujuan pengayakan adalah memperoleh sabut kelapa yang bagus dan bersih. Proses

pengayakan menggunakan mesin pengayak dengan mesin dynamo motor yang

menggunakan bahan bakar minyak. Mesin pengayak mampu mengayak ± 200 kg serat

sabut kelapa dalam waktu ± 1 jam untuk mendapatkan hasil ayakan yang baik, seperti

terlihat pada gambar 3.

Gambar 3. Proses Produksi Pengayakan Sabut Kelapa

Pengepresan

Pengepresan merupakan proses pemadatan sabut kelapa melalui mesin press.

Tujuan pengepresan adalah memperoleh sabut kelapa yang padat. Tahapan pengepresan

terdiri dari: Sabut kelapa dimasukkan kedalam mesin press sampai sabut kelapanya

menyentuh besi press. Lalu pintu mesin press ditutup dan mesin press begerak dengan

memanfaatkan tenaga listrik. Diperoleh sabut kelapa yang padat dan siap untuk dipintal.

Gambar 4. Proses Pengepresan Sabut Kelapa

Pemintalan

Pemintalan adalah proses penggulungan sabut kelapa yang padat menjadi tali yang

berbentuk tambang dengan menggunakan dua alat pemintal. Tujuan pemintalan adalah

memperoleh tali yang berbentuk tambang. Tahapan spemintal sabut kelapa terdiri dari:

Page 8: Jurnal Agriuma:, JURNAL AGRIUMA

Sukirlan Tobing, Retna Astuti K, & Endang Sari Simanullang , Analisis Usahatani Pepaya

38

Sabut kelapa yang telah padat digulung dari alat pemintal satu ke pemintal dua. Lalu

penggulungan dilakukan terus menerus sampai sabut kelapa menjadi tali. Diperoleh tali

yang berbentuk tambang.

Gambar 5. Proses Pemintalan Sabut Kelapa

Pengayaman

Penganyam adalah proses penyambungan tali tambang dengan tali yang lainnya

dengan menggukan alat rimbangan. Tujuan pengayaman adalah untuk memperoleh keset

sabut kelapa.

Gambar 6. Proses Pengayaman Sabut Kelapa

Pengemasan (Packing)

Keset sabut kelapa yang telah dihasilkan dari tempat penganyaman kemudian

dikemas secara manual dengan menggunakan tali yang disusun untuk mendapatkan keset

sabut kelapa per bal tersebut. Dalam per bal keset sabut kelapa ada 10 keset sabut kelapa

dengan berat ± 40 kg.

Page 9: Jurnal Agriuma:, JURNAL AGRIUMA

Jurnal Agriuma:, 2 (1) April 2020 ISSN 2657-1749 (Print) ISSN 2657-1730 (Online) (31-49)

39

Gambar 7. Proses Pengemasan (Packing) Keset Sabut Kelapa

Pada proses kerajinan keset sabut kelapa seperti penguraian, pengayakan, dan

pengepresan merupakan proses yang bagus pada kerajian keset sabut kelapa dikarenakan

pada proses ini menggunakan alat teknologi dibandingkan proses produksi lainnya.

Biaya Produksi (Production Cost)

Dalam usaha kerajinan keset sabut kelapa biaya produksi terdiri dari biaya tetap

(Fixed Cost) dan biaya tidak tetap (Variabel Cost). Biaya tetap (fixed cost) terdiri dari biaya

penyusutan mesin pengurai, biaya penyusutan mesin ayak, biaya penyusutan mesin press,

biaya penyusutan pemintal (tambang) dan biaya penyusutan rimbangan (penganyam).

Sedangkan biaya tidak tetap (variable cost) terdiri dari biaya pembelian bahan baku sabut

kelapa, biaya listrik, biaya tali, biaya minyak solar dan gaji karyawan.

Biaya Tetap (Fixed Cost)

Pada biaya tetap biaya satuan keset (unit cost) akan berubah berbanding terbalik

dengan perubahan volume penjualan produksi keset sabut kelapa, semakin tinggi volume

kegiatan produksi maka semakin rendah biaya satuan, semakin rendah volume kegiatan

produksi maka semakin tinggi biaya satuan.

Biaya Penyusutan Peralatan (Deprecition)

Biaya penyusutan (Deprecition) merupakan salah satu biaya penggunaan aktiva tetap

dengan kosekuansi, dimana aktiva tetap mengalami penurunan fungsi atau kerusakan suatu

alat produksi usaha. Biaya penyusutan ini dikenakan pada baran-barang yang dapat

Page 10: Jurnal Agriuma:, JURNAL AGRIUMA

Sukirlan Tobing, Retna Astuti K, & Endang Sari Simanullang , Analisis Usahatani Pepaya

40

digunakan dalam jangka waktu lama (tidak habis sekali pakai) contohnya mesin pengurai,

mesin ayak, mesin press, pemintal (pembuatan tambang) dan rimbangan (penganyam).

Dari hasil penelitian yang dilakukan maka dapat diperoleh data penyusutaan

peralatan rata-rata per bulan produksi sebagai berikut:

Tabel 2. Rata-Rata Biaya Penyusutan Peralatan/Bulan No Jenis Biaya Jumlah

(Unit)

Harga @ (Rp/Bln)

Nilai Awal (Rp/Bln)

Umur Ekonomis

Nilai Akhir

(Rp/Bln)

Nilai Penyusutan

(Rp/Bln) 1 Penyusutan

mesin pengurai 1 63.333.333

63.333.333

60

30.000.000

555,555.56

2 Penyusutan mesin ayak

1,17

15.333.333

17.833.333

60

9.500.000

138,888.89

3 Penyusutan mesin press

1 50.000.000

50.000.000

120

20.000.000

250.000.00

4 Penyusutan pemintal/tamb-ang

6 2.000.000

11.000.000

120

500.000

87,500.00

5 Penyusutan rimbangan/pen-ganyam

5

500.000

2.450.000

60

150.000

38.333.33

Jumlah 1.070.277.78

Sumber: Data diolah, 2015

Dari data diatas dapat dilihat bahwa biaya penyusutan peralatan terbesar adalah

biaya penyusutan mesin pengurai sebesar Rp. 555,555.56 (51,91%), biaya penyusutan

mesin ayak sebesar Rp 138,888.89 (12,98%), biaya penyusutan mesin prss sebesar

Rp 250.000.00 (23,36%), biaya penyusutan pemintal/tambang sebesar Rp 87,500.00

(8,18%) dan biaya penyusutan rimbangan/penganyam sebesar Rp 38.333.33 (3,58%).

Biaya penyusutan terbesar terdapat pada biaya penyusutan mesin pengurai. Hal ini

dikarenakan besarnya nilai awal mesin pengurai dibandingkan dengan nilai awal biaya

peralatan lainnya.

Page 11: Jurnal Agriuma:, JURNAL AGRIUMA

Jurnal Agriuma:, 2 (1) April 2020 ISSN 2657-1749 (Print) ISSN 2657-1730 (Online) (31-49)

41

Total Biaya Tetap (Total Fixed Cost)

Total biaya tetap (Total Fixed Cost) merupakan jumlah keseluruhan biaya tetap

produksi yang dikeluarkan selama dalam proses produksi. Biaya tetap terdiri dari biaya

penyusutan mesin pengurai, biaya penyusutan mesin ayak, biaya penyusutan mesin press,

biaya penyusutan pemintal (tambang) dan biaya penyusutan rimbangan (penganyam).

Tabel 3. Total Biaya Tetap/Bulan

No Jenis Total Biaya Total Biaya (Rp/Bulan)

Persentase (%)

1 Penyusutan mesin pengurai 555,555.56 51.91% 2 Penyusutan mesin ayak 138,888.89 12.98% 3 Penyusutan mesin press 250.000.00 23,36% 4 Penyusutan pemintal/tambang 87,500.00 8,18% 5 Penyusutan rimbangan/penganyam 38.333.33 3,50%

Jumlah 1.070.277.78 100%

Sumber: Data diolah, 2015

Keseluruhan total biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi yaitu sebesar

1.070.277.78 (100%) dengan asumsi biaya penyusutan mesin pengurai sebesar Rp

555,555.56 (51,91%), biaya penyusutan mesin ayak sebesar Rp 138,888.89 (12,98%), biaya

penyusutan mesin press sebesar Rp 250.000.00 (23,36%), biaya penyusutan

pemintal/tambang sebesar Rp 87,500.00 (8,18%) dan biaya penyusutan

rimbangan/penganyam sebesar Rp 38.333.33 (3,50%).

Total biaya penyusutan terbesar terdapat pada biaya penyusutan mesin pengurai. Hal

ini dikarenakan besarnya nilai awal mesin pengurai dibandingkan dengan nilai awal biaya

peralatan lainnya.

Biaya Variabel (Variable Cost)

Biaya variabel (variable cost) merupakan biaya yang jumlah dari total akan berubah

secara proposional (sebanding) dengan perubahan volume kegiatan, semakin besar volume

kegiatan usaha maka semakin tinggi jumlah total biaya variabel, semakin rendah volume

Page 12: Jurnal Agriuma:, JURNAL AGRIUMA

Sukirlan Tobing, Retna Astuti K, & Endang Sari Simanullang , Analisis Usahatani Pepaya

42

kegiatan usaha maka semakin rendah pula jumlah biaya variabel. Biaya variabel terdiri dari

biaya pembelian bahan baku sabut kelapa, biaya listrik, biaya minyak solar dan biaya tali

plastik.

Pembelian Sabut Kelapa

Sabut kelapa merupakan salah sumber bahan baku dalam pembuatan kerajinan keset

sabut kelapa. Pembelian sabut kelapa sendiri didapat dari daerah Mandailing Natal dengan

menggunakan agen yang sama dalam penyortiran bahan baku oleh penjual ke tempat yang

dituju yaitu tempat pembuatan kerajinan keset sabut kelapa. Untuk mendapatkan satu unit

keset sabut kelapa diperlukan 1 Kg sabut kelapa yang sudah diproses produksi.

Rata-rata pembelian sabut kelapa yaitu 416/Kg dalam satu bulan, dengan harga

3.000/Kg. Dengan demikian pengusaha membutuhkan biaya Rp 1.248.000 dalam satu

bulan.

Biaya Listrik

Biaya listrik adalah biaya yang digunakan dalam proses produksi yaitu peralatan-

peralatan penunjang dalam kegiatan pembuatan kerajinan keset sabut kelapa seperti mesin

ayak dan dibayar kepada Perusahaan Listrik Negara (PLN). Rata-rata pengusaha

mengeluarkan biaya listrik yaitu Rp 250.000 dalam satu bulan selama pengunaan alat

proses produksi.

Biaya Minyak Solar

Minyak solar merupakan salah satu biaya variabel yang digunakan dalam proses

produksi dengan peralatan penunjang dalam kegiatan pembuatan kerajinan keset sabut

kelapa seperti mesin press dan mesin pengurai. Rata-rata jumlah minyak solar yang

digunakan adalah 19 Liter/Bulan dengan harga yaitu Rp 8.000/Liter dan biaya minyak

solar yang dikeluarkan yaitu Rp 149.333 dalam satu bulan selama proses produksi

dilakukan.

Biaya Tali Plastik

Tali plastik merupakan bahan yang digunakan untuk membungkus (diikat) keset

sabut kelapa yang telah selesai. Terdapat sepuluh keset sabut kelapa dalam satu packing.

Page 13: Jurnal Agriuma:, JURNAL AGRIUMA

Jurnal Agriuma:, 2 (1) April 2020 ISSN 2657-1749 (Print) ISSN 2657-1730 (Online) (31-49)

43

Rata-rata jumlah tali plastik yang digunakan adalah 12 tali/ bulan dengan harga Rp

22.000/tali dan biaya tali plastik yang keluarkan pengusaha yaitu Rp 264.000/bulan dalam

pembelian tali plastik.

Biaya Gaji Karyawan

Gaji karyawan adalah biaya yang dikeluarkan sebagai upah/imbalan kepada orang

yang telah membantu menjalankan kegiatan usaha kerajinan keset sabut kelapa. Gaji

karyawan dalam kegiatan usaha kerajinan keset sabut kelapa ada yang berupa gaji

borongan dan gaji harian. Dalam usaha agroindustri kerajinan keset sabut kelapa di Desa

Baru, Kecamatan Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang ini termasuk kedalam industri kecil

yaitu umumnya memakai sistem pekerja upahan, dengan jumlah tenaga kerja 5 – 19 orang

(Aristanto, 1996). Rata-rata gaji karyawan borongan adalah Rp 390.000/bulan dan rata-

rata gaji karyawan harian adalah 780.000/bulan. Biaya gaji karyawan dimasukkan kedalam

biaya variabel dikarenakan gaji yang diperoleh karyawan dalam bentuk harian dan juga

borongan.

Total Biaya Variabel (Total Variable Cost)

Total biaya variabel (total variable cost) merupakan jumlah keseluruhan biaya

variabel yang digunakan selama proses produksi kegiatan usaha kerajinan keset sabut

kelapa. Dalam kegiatan usaha ini, biaya variabel terdiri dari biaya pembelian bahan baku

sabut kelapa, biaya listrik, biaya minyak solar, biaya tali plastik dan biaya gaji karyawan,

yang diuraikan pada tabel 6.

Tabel 4. Total Biaya Variabel/Bulan

No Jenis Biaya variabel Total Biaya (Rp/Bulan)

Persentase (%)

1 Pembelian sabut kelapa 1.248.000 40,50% 2 Biaya listrik 250.000 8,11% 3 Pembelian minyak solar 149.333 4,85% 4 Pembelian tali plastik 264.000 8,57% 5 Biaya gaji karyawan 1.170.000 37,97%

Jumlah 3.081.333 100%

Page 14: Jurnal Agriuma:, JURNAL AGRIUMA

Sukirlan Tobing, Retna Astuti K, & Endang Sari Simanullang , Analisis Usahatani Pepaya

44

Sumber: Data diolah, 2015

Dari data diatas dapat dilihat biaya variabel terbesar adalah pembelian sabut kelapa

sebesar Rp 1.248.000 atau (40.50%) kemudian biaya gaji karyawan sebesar Rp 1.170.000

atau (37.97%), biaya pembelian tali plastik sebesar Rp 264.000 atau (8.57%), biaya listrik

sebesar Rp 250.000 atau (8.11%) dan biaya pembelian minyak solar sebesar Rp 149.333

atau (4.57%)

Total biaya variabel terbesar terdapat pada pembelian sabut kelapa dikarenakan

banyaknya pengambilan bahan baku sabut kelapa dari dalam kota maupun luar kota

sehingga permintaan bahan baku sabut kelapa banyak untuk meningkatkan penerimaan

produksi keset sabut kelapa.

Total Biaya Produksi

Total biaya produksi merupakan jumlah keseluruhan dari biaya-biaya proses produksi.

Tabel 5. Total Biaya Produksi/bulan

No Jenis Biaya Total Biaya (Rp/Bulan)

Persentase (%)

1 Biaya Tetap 1.070.277.78 25,78% 2 Biaya Variabel 3.081.333 74,22%

Jumlah Total Biaya 4.151.610,78 100%

Sumber: Data diolah, 2015

Dari data diatas dapat dilihat bahwa biaya variabel merupakan penyusun terbesar

dalam total biaya yang dikeluarkan dalam setiap satu bulan yaitu rata-rata 74,22%. dari

total biaya, sedangkan biaya tetap hanya sebesar 25,58%. Biaya variabel merupakan

persentase total biaya terbesar 74,22% dari persentase total biaya tetap yang hanya

25,78%, dikarenakan biaya pembelian bahan baku sabut kelapa merupakan salah satu

biaya variabel paling besar persentasenya dibandingkan dengan jumlah biaya variabel

lainnya.

Penerimaan (Revenue)

Page 15: Jurnal Agriuma:, JURNAL AGRIUMA

Jurnal Agriuma:, 2 (1) April 2020 ISSN 2657-1749 (Print) ISSN 2657-1730 (Online) (31-49)

45

Penerimaan adalah perkalian harga jual keset per unit dengan jumlah keset yang

dijual. Jumlah keset yang dijual dengan penjualan keset per unit (eceran) dan per bal.

Penerimaan Keset Sabut Kelapa (Bal)

Pada usaha kerajianan keset sabut kelapa ini, keset merupakan produksi utama yang

hasilkan oleh pengusaha kerajinan keset sabut kelapa. Produksi kerajinan keset sabut

kelapa yang diproleh dari pengusaha sangat mempengaruhi besarnya penerimaan yang

didapat oleh seorang pengusaha kerajinan keset sabut kelapa. Bahan baku sabut kelapa

yang diperoleh dapat diambil serat menjadi keset yang akan diperjual/belikan kepada

konsumen.

Pada penjualan kerajinan keset sabut kelapa ini dilakukan dalam sebulan sekali.

Usaha kerajinan keset sabut kelapa ini dipasarkan ke sekitaran tempat produksi, dalam

kota maupun keluar kota. Dalam pemasaran kerajinan keset sabut kelapa ini pembeli yang

datang untuk mengambil pesanan keset sabut kelapa per bal, sehingga pengusaha tidak

perlu mengeluarkan biaya transportasi dalam pemasaran kerajinan keset sabut kelapa ini.

Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat diketahui produksi kerajinan keset sabut

kelapa rata-rata 84 bal dengan harga jual rata-rata Rp 100.000/bal maka pendapatan

pengusaha dari hasil produksi kerajinan keset sabut kelapa adalah Rp 8.400.000/bulan.

Penerimaan Keset Sabut Kelapa (Unit)

Kerajinan keset sabut kelapa yang diproduksi dipasarkan dengan per bal dan per

unit. Dalam pemasaran keset per unit ini dipasarkan di sekitaran tempat produksi.

Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat diketahui keset yang dijual per unit

dengan rata-rata 18.5 per unit/bulan dengan harga jual rata-rata Rp 10.000/unit keset

maka pendapatan pengusaha dari hasil produksi kerajinan keset atau per unit sabut kelapa

adalah Rp 185.000/bulan.

Per unit keset sabut kelapa merupakan permintaan konsumen didaerah sekitaran

tempat produksi atau masih dalam kawasan Kabupaten Batang Kuis. Per unit sabut kelapa

Page 16: Jurnal Agriuma:, JURNAL AGRIUMA

Sukirlan Tobing, Retna Astuti K, & Endang Sari Simanullang , Analisis Usahatani Pepaya

46

ini menjadi pendapatan tambahan dari pengusaha kerajinan keset sabut kelapa, sehingga

pengusaha tidak terlalu fokus terhadap produksi penjualan per unit sabut kelapa tersebut.

Total penerimaan (Total Revenue)

Dari penelitian yang dilakukan dapat diperoleh total penerimaan dalam usaha

agroindustri kerajinan keset sabut kelapa yaitu penjualan keset dalam bentuk per bal dan

penjualan keset dalam bentuk per unit yang dihasilkan dalam satu bulan.

Maka total penerimaan (total revenue) pada kerajinan keset sabut kelapa adalah

jumlah pendapatan dari penjualan keset pr bal dan penjualan keset per unit yang dihasilkan

dalam satu bulan. Dalam satu bulan produksi keset sabut kelapa per bal dapat

menghasilkan rata-rata produksi yaitu 84 bal/bulan dengan harga jual rata-rata yaitu Rp

100.000 /bal/bulan. Jadi penerimaan yang didapat pengusaha adalah Rp 8.400.000/bulan.

Untuk produksi dan penjualan keset sabut kelapa per unit dengan rata-rata yaitu

18.5 unit/bulan dengan harga penjualan rata-rata yaitu Rp.10.000 unit/bulan. Jadi

penerimaan dari penjualan per unit sabut kelapa yaitu Rp 185.000 /bulan.

Tabel 6. Rata-Rata Total Penerimaan/Bulan

No Jenis Penerimaan Jumlah Penerimaan (Rp/Bulan)

Persentase (%)

1 Keset per bal 8.400.000 97.85% 2 Keset per unit 185.000 2.15%

Total Penerimaan 8.585.000 100%

Sumber: Data diolah, 2015

Dari tabel 6 dapat dilihat bahwa total penerimaan terbesar sampel kerajinan keset

sabut kelapa adalah dengan penjualan keset/bal yaitu sebesar 97.85% dari total

penerimaan, dan dari total penerimaan keset/unit yaitu sebesar 2.15% dari total

penerimaan.

Persentase dari total penerimaan yang berasal dari produksi penjualan keset sabut

kelapa per bal lebih besar dari pada persentase total penerimaan produksi penjualan keset

sabut kelapa per unit, dikarenakan produksi keset per unit adalah permintaan konsumen

dari sekitaran tempat produksi keset tersebut.

Page 17: Jurnal Agriuma:, JURNAL AGRIUMA

Jurnal Agriuma:, 2 (1) April 2020 ISSN 2657-1749 (Print) ISSN 2657-1730 (Online) (31-49)

47

Total penerimaan dari produksi yang dihasilkan keset sabut kelapa per bal juga lebih

besar dikarenakan permintaan keset sabut kelapa per bal dijual ke dalam kota maupun

keluar kota dengan harga rata-rata keset per bal yaitu Rp 100.000/bal dan per unit

kesetnya dijual dengan harga rata-rata Rp 10.000/keset. Selain itu produksi rata-rata keset

sabut kelapa per bal ini jauh lebih besar yaitu 84 bal/bulan dibandingkan dengan produksi

rata-rata keset sabut kelapa per unit sebesar yaitu 18.5 keset/bulan.

Analisis Keuntungan

Analisis keuntungan dilakukan untuk mengetahui apakah dalam kegiatan suatu

usaha mendapatkan keuntungan atau kerugian dari hasil usaha yang dijalankan. Suatu

usaha dikatakan untung jika usaha memperoleh penerimaan laba yang lebih besar dari

pada pengeluaran yang dibutuhkan dalam menjalankan suatu kegiatan usaha tersebut.

Sebaliknya suatu usaha dikatakan rugu juka usaha memperoleh penerimaan laba yang lebih

kecil dari pada biaya yang dibutuhkan dalam menjalankan usaha.

Tabel 7. Rata-Rata Keuntungan/Bulan

No Uraian Nilai (Rp/Bulan)

1 Total Penerimaan (TR) 8.585.000 2 Total Biaya Produksi (TC) 4.151.610,78

Keuntungan (𝝅) 4.433.389,22

Sumber: Data diolah, 2015

Dari tabel 7 diatas dapat dilihat bahwa total penerimaan (TR) pengusaha dalam satu

bulan adalah Rp 8.585.000, sedangkan biaya yang harus dikeluarkan dalam setiap satu

bulan usaha kerajinan keset sabut kelapa adalah Rp 4.151.610,78 selisih antara total

penerimaan dengan total pengeluaran adalah Rp 4.433.389.22, dikarenakan selisih antara

total penerimaan dan total pengeluaran bernilai positif maka usaha agroindustri kerajinan

keset sabut kelapa mendapatkan keuntungan sebesar yaitu Rp 4.433.389.22 per bulan.

Page 18: Jurnal Agriuma:, JURNAL AGRIUMA

Sukirlan Tobing, Retna Astuti K, & Endang Sari Simanullang , Analisis Usahatani Pepaya

48

Hasil Analisis Tingkat Kelayakan Usaha Kerajinan Keset Sabut Kelapa

Tingkat kelayakan usaha kerajinan keset sabut kelapa di Desa Baru, Kecamatan

Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang menggunakan analisis B/C rasio. Dari hasil penelitian

yang telah dilakukan dapat bahwa total keuntungan rata-rata pengusaha kerajinan keset

sabut kelapa di Desa Baru, Kecamatan Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang adalah Rp

4.433.389,22 dan total biaya produksi yang dikeluarkan dengan rata-rata Rp 4.151.610,78.

Tabel 8. B/C Ratio/Bulan

No Uraian Nilai (Rp/Bulan)

1 Keuntungan (𝜋) 4.433.389,22 2 Total Biaya Produksi (TC) 4.151.610,78

B/C ratio 1,06

Sumber: Data diolah, 2015

Usaha kerajinan keset sabut kelapa ini yang telah dilakukan di Desa Baru,

Kecamatan Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang layak untuk diusahakan karena memiliki

B/C Ratio sebesar 1,06. Artinya setiap >Rp 1 yang dikeluarkan akan menghasilkan nilai Rp

1,06 ini dikarenakan biaya variabel pembelian bahan baku sabut kelapa terlalu besar,

sehingga mengakibatkan banyaknya pengeluaran yang dibutuhkan.

SIMPULAN

Proses produksi kerajinan keset sabut kelapa di Desa Baru, Kecamatan Batang Kuis,

Kabupaten Deli Serdang dalam satu bulan selama proses produksi. Kegiatan-kegiatan yang

dilakukan selama proses produksi keset sabut kelapa antara lain: penguraian bahan baku

sabut kelapa; penjemuran sabut kelapa yang telah diurai dengan mesin pengurai;

Pengayakan dilakukan untuk pemisahan dari serbuk-serbuk sabut kelapa; pengepresan

dilakukan untuk membuat sabut kelapa menjadi padat; pemintal (pembuatan tali

berbentuk tambang sabut kelapa); penganyam (dilakukan dengan menggunakan mesin

rimbangan).

Rata-rata biaya produksi, penerimaan dan hasil keuntungan dari usaha agroindustri

kerajinan keset sabut kelapa: Rata-rata biaya produksi kerajinan keset sabut dalam satu

bulan yaitu Rp 4.151.610,78/Bulan yang terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Rata-

Page 19: Jurnal Agriuma:, JURNAL AGRIUMA

Jurnal Agriuma:, 2 (1) April 2020 ISSN 2657-1749 (Print) ISSN 2657-1730 (Online) (31-49)

49

rata total penerimaan dari kegiatan usaha kerajinan keset sabut kelapa yaitu Rp 8.585.000

dalam satu bulan berasal dari penjualan bentuk bal dan per unit.

Berdasarkan hasil analisa keuntungan yang dilakukan dengan cara mengurangkan

total penerimaan dengan total biaya produksi, kegiatan usaha kerajinan keset sabut kelapa

di Desa Baru, Kecamatan Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang memperoleh rata-rata

keuntungan sebesar Rp 4.433.389,22/bulan. Usaha kerajinan keset sabut kelapa ini layak

diusahakan karena nilai B/C ratio yakni 1,06 (> 1) yaitu pada usaha kerajinan keset sabut

(B/C ratio >1).

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, 2010 - 2012. Produk Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2010 – 2012. Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, Medan.

Dadang, W.L. dkk. (2010). Potensi Produksi Sabut Kelapa Menigkatkan Nilai Tambah. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Damayanti. (2003). Pengolahan Hasil-Hasil Kerajinan Tangan. Jakarta: Penebar Swadaya Dhani, R. (2001). Pengertian Bahan Penolong. Padang: Universitas Andalas. Ferri, dkk. (1995). Komposisi Kimia Dari Sabut Kelapa. Jakarta: Ghalia Indonesia. Fitria, D. (2005). Biaya-Biaya dalam Proses Produksi Menggunakan Bahan Penolong. Bandung: Humamniora

Utama Press. Halim, A. Bambang, S. (2005). Akuntansi Manajemen. Yogyakarta: BPFE. Hendra, P. (2003). Bahan Penolong Terhadap Harga Produksi. Medan: Universitas Sumatera Utara. Hermawan. (2010). Subsistem Membangun Sistem Agribisnis. Brawijaya: Fakultas Pertanian. Hussain. (2004). Manajemen Bisnis Terhadap Penerimaan Produksi. Jakarta: Pustaka Utama. Kholmi, M. (2003). Akuntansi Biaya. Yogyakarta: Penerbit UMM. Mulyadi. (2001). Pengukuran Biaya-Biaya Dalam Proses Produksi. Jakarta: PT.Bumi Aksara Nafarin, M. (2007). Penggerapan Perusahaan. Jakarta: Selemba Empat. Rahman, A. (2010). Peranan Sektor Pertanian Terhadap Pembangunan Ekonomi Nasional. Yogyakarta: Graha

Ilmu. Rindengen. (1995). Komposisi Kimia Dari Sabut Kelapa. Jakarta: Ghalia Indonesia Seyomi, N. (2012). Analisis Kelayakan Terhadap Usaha Agroindustri. Jakarta: Kencana Prenada Media. Suryana, (2001). Pengaplikasian Industri Berdasarkan Tenaga Kerja. Tesis. Universitas Sumatera Utara. Syafril. (2000). Ilmu Pengetahuan Sosial Ekonomi. Jakarta: Bumi. ________. (2000). Pengolahan Agroindustri Menjadi Produk-Produk Agroindustri yang Dapat dikembangkan.

Bogor: Penebar Swadaya.