Page 1
Submit to Jurnal SAINSMAT- Maret 2015 - 1 -
PERBANDINGAN KANDUNGAN KADAR LOGAM BERAT TEMBAGA (Cu)
KEONG MAS Pomacea canaliculata PADA BERBAGAI LOKASI
DI KOTA MAKASSAR
THE COMPARISON OF HEAVY METAL COPPER (Cu) CONTENT IN
THE GOLDEN APPLE SNAIL Pomacea canaliculata AT VARIOUS LOCATIONS IN
MAKASSAR CITY
Liantira1*, Magdalena Litaay1*, Eddy Soekendarsi1 1) Jurusan Biologi, Fakultas MIPA, UNHAS Makassar
Email: [email protected]
No telp: 081244703307
ABSTRAK
Penelitian mengenai perbandingan kandungan logam berat Tembaga (Cu) pada keong mas
Pomacea canaliculata telah dilakukan. Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis dan
membandingkan kadar logam berat Tembaga (Cu) dalam P. canaliculata yang berasal dari
empat lokasi berbeda yang diduga tercemar di Makassar. Perbandingan kandungan logam
berat tembaga (Cu) dilakukan dengan metode destruksi kering dan pembacaan absorbansi
sampel menggunakan Spektofotometri Serapan Atom (AAS). Hasil penelitian menunjukkan
konsentrasi logam tembaga (Cu) yang tertinggi ke terendah pada sampel sebagai berikut:
1) lokasi tempat pembuangan sampah domestik (71,310 ± 0,505 mg/kg), 2) saluran
irigasi (26,612 ± 0,256 mg/kg), 3) pusat pembuangan limbah RPH (10,705 ± 0,166 mg/kg),
dan 4) lokasi persawahan sekitar RPH (7,140 ± 0,077 mg/kg). Hasil analisis varians
menunjukkan terdapat perbedaan kandungan logam tembaga (Cu) dalam P. canaliculata
pada lokasi yang berbeda.
Kata kunci: Logam berat, Keong mas, Spektofotometri SSA, limbah organik & anorganik
ABSTRACT
The research on the determination heavy metals Copper (Cu) content in the Golden Apple
Snail Pomacea canaliculata has been done. The purpose of this study was to analyze and to
compare the levels of Cu in P. canaliculata originated four different sampling sites that
suspect contaminated. Determination of copper was done with dryed destructive method
using an Atomic Absorption Spektofotometric (AAS) on absorbancing samples. The results
shows that concentrations of Cu which highest to the lowest value in the sample from
locations are follows : 1) domestic landfills (71.310 ± 0.505 mg/kg), 2) irrigation (26.612 ±
0.256 mg/kg), 3) the central location of the abattoir waste disposal (10.705 ± 0.166 mg/kg),
and 4) surrounding ricefields in abattoir waste disposal (7.140 ± 0.077 mg/kg). The result of
the analysis of variance shows that there is significant different in Cu content in P.
canaliculata at different sampling sites. Keywords : Heavy metals, Golden Apple Sails, Spectophotometry AAS, organic &
inorganic waste
Page 2
Submit to Jurnal SAINSMAT- Maret 2015 - 2 -
PENDAHULUAN
Limbah logam berat di lingkungan akuatik sangat membahayakan
keberlangsungan lingkungan tersebut maupun organisme yang terlibat, termasuk
manusia. Logam berat berbahaya bagi manusia karena dapat mengakibatkan efek
biotoksik pada manusia yang kemudian menimbulkan penyakit akut maupun kronis.
Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) menemukan bahaya
kesehatan yang dapat ditimbulkan dari keberadaan logam berat di rantai makanan
(Srivastava & Goyal, 2010). Logam berat dalam aliran air perkotaan, dan limbah
industri dialirkan menjadi limbah dan diendapkan menjadi sedimen. Ini kemudian
dikonsumsi terutama oleh ikan, krustasea, dan moluska yang memiliki kemampuan
untuk mengakumulasi logam berat dalam jaringan mereka, dan pada suatu waktu dapat
diakses untuk dikonsumsi oleh manusia (Peńa dan Gloria, 2008). Salah satu logam berat
yang menjadi bahan pencemar terutama pada perairan air tawar adalah logam Tembaga
(Cu).
Logam Tembaga (Cu) dapat masuk ke dalam semua strata lingkungan, baik itu
pada strata perairan, tanah ataupun udara (lapisan atmosfer). Tembaga (Cu) yang masuk
dalam ketiga strata lingkungan tersebut dapat datang dari bermacam-macam sumber.
Tetapi sumber–sumber masukan logam Tembaga kedalam strata lingkungan yang
umum dan diduga paling banyak adalah dari kegiatan-kegiatan perindustrian, kegiatan
rumah tangga dan dari pembakaran serta mobilitas bahan-bahan bakar (Palar, 2008).
Adanya pencemaran logam berat pada perairan menyebabkan biota-biota
tersebut dapat mengakumulasi logam berat (Asikin, 1982). Logam berat diserap oleh
tubuh hewan perairan kebanyakan dalam bentuk ion. Penyerapan tersebut dalam bentuk
ion, melalui insang dan saluran pencernaan. Logam dapat tertimbun dalam jaringan
Page 3
Submit to Jurnal SAINSMAT- Maret 2015 - 3 -
terutama dihati dan ginjal. Ion logam yang masuk kedalam jaringan makhluk hidup
bersenyawa dengan bahan kimia jaringan makhluk hidup membentuk senyawa
kompleks organik-protein yang disebut metalionin (Nurtoni, 1984).
Pomacea canaliculata adalah salah satu organisme perairan tawar yang telah
dibuktikan memiliki tingkat akumulasi 8,97 ug 𝐶𝑢
𝑔 per hari, dan efisiensi asimilasi 89%.
Data ini menunjukkan bahwa Pomacea canaliculata memiliki kapasitas yang tinggi
untuk mengumpulkan dan mengasimilasi logam dari makanannya sehingga dapat dinilai
sebagai biomonitor logam potensial, selain itu juga mudah ditemukan, selalu tersedia,
memiliki massa yang cukup untuk analisis, bisa dengan mudah menyesuaikan diri
dengan kondisi lingkungan yang berbeda, dapat terpapar untuk periode lebih lama tanpa
makan, dan menetap (Phipps, 1993).
Masyarakat pada umumnya belum mengetahui bahwa biota air yang dikonsumsi
dapat sebagai perantara memindahkan penyakit pada manusia, baik ringan maupun
berat. Penyakit ini berhubungan erat dengan dengan cara hidupnya yang relatif menetap,
sehingga kecil kemungkinan untuk menghindari dari perubahan lingkungan perairan
yang membahayakan dan juga sifat filter feeder dari biota perairan. Cara makan seperti
ini menyebabkan terakumulasinya jenis-jenis polutan sampai jumlah yang
membahayakan bagi tubuh manusia (Nurtoni, 1984).
Berdasarkan uraian diatas maka perlu dilakukan penelitian untuk membuktikan
ada atau tidak pencemaran logam berat Tembaga (Cu) melalui akumulasi terhadap
organisme perairan tawar khususnya pada Keong Mas Pomacea canaliculata pada
beberapa habitat yang berbeda.
Page 4
Submit to Jurnal SAINSMAT- Maret 2015 - 4 -
METODE
Pengambilan Sampel
Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah sampel Keong Mas Pomacea
canaliculata yang diambil dari beberapa lokasi yang berbeda yakni (1) Persawahan
sekitar industri Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Antang, (2) Pusat pembuangan
Limbah Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Antang, (3) Saluran irigasi Warga dan (4)
tempat pembuangan sampah domestic. Pada setiap lokasi sampling di ambil tiga titik
pada tiap lokasi dan dijadikan satu (komposit) (Lelifajri, 2009).
Preparasi Sampel
Sampel dikeringkan dalam oven pada suhu 60-70oC selama 24 jam dan
didinginkan di dalam desikator, kemudian sampel ditimbang sebanyak 30 g yang
dimasukkan dalam wadah tertutup, selanjutnya di tambahkan 1,5 mL H2SO4 pekat dan
3,5 mL HNO3 pekat, ditutup dan dibiarkan selama 24 jam. Selanjutnya larutan yang
diperoleh dipanaskan di atas penangas air pada suhu 60 - 70oC selama 2 - 3 jam (sampai
larutan jernih). Didinginkan pada suhu ruangan dan ditambahkan 1 mL HNO3 pekat dan
diaduk pelan-pelan, kemudian ditambahkan 9 mL aquades. Sampel siap diukur dengan
Spektofotometri Serapan Atom (AAS) menggunakan nyala udara-asetilen.
Penetapan kadar logam Tembaga (Cu) dalam keong mas dilakukan dengan
menggunakan spektofotometer serapan atom karena waktu pengerjaan yang cepat,
sensitif, dan sangat spesifik untuk unsur yang akan dianalisis (Haris dan Gunawan,
1992).
Pembuatan Larutan Pengencer
Larutan pengencer dibuat dari larutan HNO3 dengan pH 2. Larutan HNO3 65%
dipipet sebanyak 0,5 ml dan diencerkan dengan aquades hingga volumenya 500 mL.
Page 5
Submit to Jurnal SAINSMAT- Maret 2015 - 5 -
Sebanyak 10 mL larutan induk logam tembaga 1000 mg/L dimasukkan kedalam labu
takar 100 ml lalu diencerkan dengan larutan pengencer sampai garis tanda akhir yang
ada pada labu takar dan diaduk sampai homogen. Larutan yang diperoleh mengandung
konsentrasi 100 ppm. Dari larutan 100 ppm dipipet sebanyak 10 ml lalu dimasukkan
kedalam labu takar 100 ml lalu diencerkan dengan larutan pengencer sampai garis tanda
akhir dan diaduk sampai homogen untuk memperoleh larutan dengan konsentrasi 10
ppm.
Pembuatan larutan standar tembaga (Cu)
Untuk mendapatkan larutan standar dengan konsentrasi 1,00; 2,00; dan dan 4,00
ppm berturut-turut dipipet sebayak 10, 20, dan 40 ml larutan standar tembaga 10 ppm
dimasukkan kedalam labu takar 100 ml lalu diencerkan dengan larutan pengencer
sampai garis tanda dan diaduk sampai homogen.
Pembuatan kurva kalibrasi logam tembaga (Cu)
Larutan seri standar logam tembaga 1,00 ppm kemudian diukur absorbansinya
dengan spektofotometer serapan atom pada λspesifik = 324,8 nm. Perlakuan dilakukan
sebanyak 4 kali dan dilakukan hal yang sama untuk larutan seri standar 2,00 dan 4,00
ppm. Alat Spektofotometri Serapan Atom di set terlebih dahulu sesuai dengan instruksi
dalam manual alat tersebut. Kemudian dikalibrasikan dengan kurva standar dari masing-
masing logam Cu dengan konsentrasi 1,00; 2,00 dan 4,00 ppm. Diukur absorbansi atau
konsentrasi masing-masing sampel.
Pengukuran kadar logam tembaga dalam sampel
Setelah itu kemudian diukur absorbansi larutan sampel P. canaliculata yang
telah dipreparasi dengan menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom pada λspesifik =
324,8. Perlakuan dilakukan sebanyak empat kali untuk setiap sampel. Kadar logam
Page 6
Submit to Jurnal SAINSMAT- Maret 2015 - 6 -
berat Cu dalam masing-masing sampel dinyatakan dengan ppm (part per million).
Untuk mendapatkan berat kering sampel maka nilai konsentrasi logam dalam larutan
satuan μg/ml di konversi mg/kg (1 ppm= μg/mL).
K (ppm) x V (mL)
Kandungan Cu (mg/Kg) =
W (g)
K = Konsentrasi Cu
V = Volume akhir sampel
W = Berat kering sampel yang ditimbang
Analisis Data
Hasil perhitungan konsentrasi logam tembaga (Cu) selanjutnya dianalisis dengan
menggunakan uji statistik ANAVA dan uji lanjut kemudian (uji t) untuk melihat apakah
terdapat perbedaan nyata tiap sampelnya berdasarkan perbedaan tempat pengambilan
sampel.
HASIL
Hasil analisis kandungan logam tembaga (Cu) pada keong mas yang diambil
dari empat tempat berbeda disajikan pada Gambar 1. Kandungan tembaga tertinggi
adalah keong mas yang diperoleh di area pembuangan sampah domestik yaitu 71,310 ±
0,505 mg/Kg. Selanjutnya berturut- turut saluran irigasi = 26,612 ± 0,256 mg/Kg, Pusat
limbah RPH Antang yaitu: 10,705 ± 0,166 mg/Kg; dan terendah persawahan sekitar
RPH Antang yaitu: 7,140 ± 0,077 mg/Kg.
Page 7
Submit to Jurnal SAINSMAT- Maret 2015 - 7 -
Gambar 1. Histogram kandungan logam Cu dalam P. canaliculata
Hasil pembacaan absorbansi pada kurva kalibrasi tembaga (Cu) diperoleh
persamaan garis regresi (fungsi garis linier) dengan nilai y = 0.160x + 0.004 dan nilai r2
= 0.999 yang berarti terdapat pengaruh sebesar 99.9% antara absorbansi yang diperoleh
dari larutan standar 1,00; 2,00 dan 4,00. Dengan demikian alat yang digunakan yakni
Spektofotometri Serapan Atom layak untuk digunakan.
Hasil uji statistik untuk tiap area atau tempat pengambilan sampel menunjukkan
hasil yang berbeda nyata, yaitu: Fhitung = 39226.92 > daripada Ftabel = 3.49 (P < 0,05).
Untuk hasil uji lanjut yang digunakan yakni uji t dengan membandingkan tiap dua
variabel sampel dari ke empat sampel diperoleh hasil dari semua sampel yang diuji
menunjukkan nilai yang signifikan dengan kesimpulan nilai thitung lebih besar dari nilai
ttabel. Hasil analisis perhitungan uji t pada tiap sampel disajikan pada Tabel 1.
Page 8
Submit to Jurnal SAINSMAT- Maret 2015 - 8 -
Tabel 1. Hasil hitung Uji t untuk setiap sampel berpasangan
PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan untuk menentukan kadar logam berat Tembaga (Cu)
pada Keong mas P. canaliculata pada beberapa habitat yang tercemar sehingga dapat
diketahui mana lokasi yang paling banyak tercemar oleh logam berat tembaga dan juga
kelayakan dari keong mas untuk dimanfaatkan oleh manusia. Kelayakan daging dari
keong untuk dikonsumsi mengacu pada batas aman yang telah ditetapkan oleh Badan
Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).
Kandungan tembaga (Cu) pada keong mas P. canaliculata tertinggi didapat di
area pembuangan sampah domestik yaitu 71,310 ± 0,505 mg/Kg, hal ini di duga bahwa
habitat atau perairan keong mas tersebut sudah tercemar logam tembaga. Hal ini
dikarenakan pada tempat pembuangan sampah tersebut terdapat berbagai macam jenis
sampah baik itu sampah yang berasal dari sisa barang-barang bekas yang dibuang dan
mengalami pengkaratan, utamanya barang bekas berupa baterai yang tidak terpakai
kemudian dibuang ke penampungan sampah. Baterai merupakan salah satu benda yang
Saluran irigasi Pusat limbah
RPH Antang
Persawahan
sekitar RPH
Antang
Pembuangan
Sampah
domestik
t hitung = 230,8
t tabel = 2,353
t hitung = 318,9
t tabel = 2,353
t hitung = 293,8
t tabel = 2,353
Saluran irigasi t hitung = 237,1
t tabel = 2,353
t hitung = 187,9
t tabel = 2,353
Pusat limbah
RPH Antang
t hitung = 56,6
t tabel = 2,353
Page 9
Submit to Jurnal SAINSMAT- Maret 2015 - 9 -
dapat menyumbang pasokan tembaga karena memiliki kandungan campuran tembaga di
dalamnya, juga buangan yang bersumber dari industri perbengkelan yang ada di dekat
pembuangan sampah tersebut. Pada industri perbengkelan salah satu sumber tembaga
yang dapat menimbulkan pencemaran berasal dari aki kendaraan bermotor yang ikut
terbuang bersama limbah perbengkelan, sisa-sisa pembakaran sampah oleh masyarakat
baik itu sampah plastik dan sampah yang berbahan karet, selain itu juga karena tempat
pembuangan sampah tersebut dijadikan sebagai tempat mengalirnya air sisa pemakaian
rumah tangga (selokan) sehingga pencemaran menjadi sangat tinggi.
Menurut Sudarwin (2008) pada pembuangan sampah domestik, berbagai jenis
sampah mengalami proses dekomposisi. Proses tersebut sangat dipengaruhi oleh
berbagai faktor seperti curah hujan, geografi, jenis tanah serta musim. Proses
dekomposisi akan menghasilkan lindi. Kandungan lindi terdiri atas bahan organik
maupun bahan anorganik. Lindih hasil dekomposisi yang mengandung logam berat
dapat bereaksi dengan partikel-partikel permukaan dalam perairan dan mengendap
menjadi lumpur sedimen. Selanjutnya organisme yang hidup pada tempat tersebut yang
sifatnya menetap akan dapat mengakumulasi logam berat yang terkandung didalam
sedimen lumpur, terutama organisme seperti keong mas yang hidup membenamkan diri
pada lumpur sedimen dan perairan.
Kandungan tembaga (Cu) di area irigasi yaitu 26,612 ± 0,256 mg/kg, kandungan
tembaga (Cu) masih tergolong tinggi. Hal ini diduga karena saluran irigasi merupakan
saluran pembuangan air sisa pemakaian rumah tangga dan pembuangan limbah
pertanian utmanya sisa-sisa penggunaan pestisida. Menurut Darmono (1995) Pestisida
yang digunakan untuk penyemprotan hama pada pertanian mengandung tembaga yakni
dari larutan CuSO4 yang berkisar antara 1–3% dan digunakan sebagai bahan larutan
Page 10
Submit to Jurnal SAINSMAT- Maret 2015 - 10 -
“Bordeaux” untuk membasmi hama dan penyakit pada tanaman pertanian sehingga
dapat memasok logam tembaga kedalam air irigasi, serta limbah cair lainnya terbuang
bersama aliran air perkotaan dan pada akhirnya menyatu pada penampungan air sisa
dari saluran irigasi yang merupakan tempat hidup keong mas.
Setyowati (2006) menyatakan, bahwa pemasukan logam Cu berasal dari limbah
rumah tangga, pertanian, dan peternakan, aktifitas penduduk dalam industri maupun
limbah rumah tangga merupakan salah satu jalur yang dapat mempercepat peningkatan
pencemaran logam Cu. Selain itu pemukiman padat penduduk menghasilkan limbah
rumah tangga yang berpotensi besar dalam mentransfer logam Tembaga (Cu) ke
perairan karena sebagian besar penduduk akan membuang limbahnya ke saluran irigasi
sebagai aliran pembuangan limbah cair. Disamping itu korosi pada pipa-pipa saluran air
dan peralatan rumah tangga juga menyumbang pasokan logam Tembaga (Cu) ke
perairan.
Astuti (2013) menyatakan organisme perairan dapat mengabsorbsi tembaga (Cu)
melalui makanannya dan langsung dari air dengan melewati insang. Oleh karena logam
berat terikat dengan protein di seluruh jaringan organsme perairan, termasuk otot, maka
tidak ada metoda pemasakan atau pencucian untuk mengurangi kadar tembaga (Cu) di
dalamnya. Pengaruh langsung pollutan terhadap organisme perairan biasa dinyatakan
sebagai lethal (akut), yaitu akibat-akibat yang timbul pada waktu kurang dari 96 jam
atau sublethal (kronis), yaitu akibat-akibat yang timbul pada waktu lebih dari 96 jam
(empat hari). Sifat toksis yang lethal dan sublethal dapat menimbulkan efek genetik
maupun teratogenik terhadap biota yang bersangkutan. Pengaruh lethal disebabkan
gangguan pada saraf pusat sehingga ikan tidak bergerak atau bernapas akibatnya cepat
Page 11
Submit to Jurnal SAINSMAT- Maret 2015 - 11 -
mati. Pengaruh sub lethal terjadi pada organ-organ tubuh, menyebabkan kerusakan pada
hati, mengurangi potensi untuk perkembangbiakan, pertumbuhan dan sebagainya.
Kandungan tembaga (Cu) pada pusat pembuangan Limbah RPH yaitu 10,705 ±
0,166 mg/kg dan pada persawahan sekitar RPH 7,140 ± 0,08 mg/kg memiliki
perbedaan nilai yang kecil. Pada lokasi RPH meskipun kandungan tembaga lebih kecil
dibandingkan dengan kedua lokasi yang lainnya namun tetap melampaui batas baku
mutu limbah cair yang telah ditetapkan oleh Kep. Men. Neg. No.:KEP-
51/MENLH/10/1995 dengan batas maksimum cemaran logam pada limbah cair untuk
industri adalah 2 – 3 ppm. Hal ini dikarenakan pada industri Rumah Pemotongan
Hewan sumber tembaga yang paling banyak berasal dari darah ternak yang telah
dipotong dan kemudian mengendap selama beberapa waktu. Tembaga dalam tubuh
hewan sangat dibutuhkan terutama dalam pembentukan hemoglobin dan juga berikatan
dengan enzim seruloplasmin yang berfungsi sebagai feroksidase dan transportasi
didalam darah (Sharma, 2003). Nilai konsentrasi tembaga (Cu) dari Limbah
pembuangan RPH ini seharusnya lebih tinggi daripada nilai yang diperoleh dari hasil
pengukuran absorbansi dan konsentrasi tembaga. Nilai yang lebih kecil ini diduga
karena sebelum pengambilan sampel dilakukan, terjadi penggenangan air akibat adanya
hujan yang terus menerus berlangsung sehingga terjadi pelarutan mineral-mineral
tembaga didalam tanah dan limbah cair, dan ketika telah larut maka jumlah konsentrasi
tembaga pada limbah akan menjadi berkurang, kemudian penyerapan logam tembaga
oleh Keong mas pun ikut menurun. Dari kempat sampel yang tercemar ini, tidak lepas
pula dari sumber unsur tembaga yang terjadi secara alami yakni dari proses pelapukan
yang larut didalam tanah kemudian dapat di absorbsi oleh organisme perairan
khususnya keong mas (Foth, 1994).
Page 12
Submit to Jurnal SAINSMAT- Maret 2015 - 12 -
Keong mas merupakan salah satu organisme perairan yang memiliki
kemampuan mengakumulasi logam berat dan dapat bertahan hidup dengan kondisi
perairan yang tidak memungkinkan atau dapat dikatakan tercemar. Kondisi lingkungan
yang tercemar dapat berbeda-beda sesuai dengan bahan pencemar yang terkandung pada
habitatnya tersebut. Hal ini membuat keong mas dapat digunakan sebagai bioindikator
adanya pencemaran logam berat di perairan tawar sehingga dapat diketahui tempat-
tempat mana saja yang memiliki tingkat pencemaran yang paling tinggi.
Tembaga (Cu) dapat masuk kedalam tubuh keong melalui rantai makanan,
insang, dan difusi permukaan kulit, dan akumulasi Cu dalam tubuh Keong Mas dapat
terjadi melalui proses absorbsi air, dan partikel-partikel kecil. Disamping itu tingginya
konsentrasi Cu dalam jaringan tubuh Keong mas tidak terlepas dari tingginya
kandungan Cu di dalam air dan endapannya.
Keempat lokasi tersebut dapat dikatakan telah terjadi akumulasi logam berat
tembaga (Cu). Akumulasi logam berat ini terjadi bila pada waktu tertentu banyaknya
logam berat yang diabsorbsi lebih besar dari yang diekskresikan dari tubuh sampel.
Pemasukan logam ini dapat terjadi anrata lain: bersama makanan yang mengandung
logam berat, penyerapan dari air yang telah tercemar atau dari air yang dicerna melalui
sistem pencernaan. Logam Tembaga (Cu) dapat menimbulkan efek peggandaan
(magnification effect) pada konsumen berikutnya sesuai dengan sistem rantai makanan
dan akan sampai pada manusia jika dikonsumsi oleh manusia.
Hasil analisis konsentrasi Cu pada keong mas di empat lokasi tersebut dapat
dikatakan melampaui ambang batas. Nilai toksisitas tembaga berkisar antara 0.02-100
mg/L. Sementara itu kadar standar baku mutu logam berat pada biota perairan untuk
tembaga sebesar 0.02 mg/kg dan batas maksimum kadar Cu yang diperbolehkan dalam
Page 13
Submit to Jurnal SAINSMAT- Maret 2015 - 13 -
makanan sebesar 1.0 mg/kg (Widowati, 2008). Bila dilihat dari nilai ambang batas yang
telah ditetapkan di atas, berdasarkan ini maka limbah industri pemotongan hewan, aliran
air perkotaan, dan limbah buangan domestik data dinyatakan tercemar logam berat Cu
yang cukup tinggi.
Selain mencemari lingkungan, berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan
sebagian besar warga masyarakat khususnya di sekitar industri Rumah Pemotongan
Hewan yang ada di Antang Makassar dan masyarakat yang hidup disekitar pusat
pembuangan aliran air perkotaan memanfaatkan keong mas sebagai bahan makanan
sedangkan hasil penelitian bahwa keong mas yang sering dikonsumsi oleh masyarakat
tersebut telah tercemar Cu yang cukup tinggi, jika terus menerus dikonsumsi maka
kemungkinan dapat menyebabkan keracunan logam Cu. Sesuai dengan keputusan
Jendral Pengawasan Obat dan Makanan (POM) No. 0375/B/SK/VII/89 tentang batas
maksimum cemaran logam pada makanan khususnya daging dan hasil olahannya. Batas
maksimal konsentrasi Cu adalah 20,0 mg/kg, maka keong mas yang hidup pada limbah
cair domestik dan saluran irigasi tidak layak untuk dikonsumsi, sedangkan keong mas
yang hidup pada sekitar pembuangan industri Rumah Pemotongan Hewan masih dapat
dikonsumsi namun tentunya dalam jumlah yang sedikit.
Cu merupakan logam yang bersifat esensial terutama pada tubuh hewan dan
manusia akan tetapi jika di konsumsi secara berlebihan maka akan bersifat racun
terhadap tubuh karena tidak mampunya tubuh menyerap Cu yang berlebih. Sehubungan
dengan keong mas yang banyak dikonsumsi oleh warga sekitar utamanya di Makassar,
sangat besar kemungkinan keong mas yang dikonsumsi ini dapat mengakumulasikan
logam Cu terlebih lagi karena sumber keong yang diambil oleh warga berasal dari
tempat yang memang diduga tercemar oleh berbagai sumber pencemar misalnya
Page 14
Submit to Jurnal SAINSMAT- Maret 2015 - 14 -
pembuangan sampah warga, limbah aliran air perkotaan, dan persawahan sekitar limbah
serta pusat pembuangan industri rumah pemotongan hewan.
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat ditarik berdasarkan hasil penelitian adalah
1). Kandungan Cu dalam P. canaliculata berbeda pada habitat yang berbeda.
2). Kandungan Cu dalam P. canaliculata dari tertinggi ke terendah ditemukan pada
sampel asal: lingkungan pembuangan sampah, saluran irigasi, pusat pembuangan
limbah RPH Antang, dan daerah persawahan sekitar RPH Antang.
DAFTAR PUSTAKA
Asikin. 1982. “Kerang Hijau”. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.
Astuti. 2013. “Pencemaran Logam Berat”. https://www.academia.edu. Jurnal
Makalah Universitas Hasanuddin Makassar. Diakses pada tanggal 15 Februri
2015 pukul 23.05 WITA.
Darmono, 1995. “Logam Dalam System Biologi Makhluk Hidup”. UI-Press. Jakarta.
Foth, 1994. “Dasar - Dasar Ilmu Tanah. Erlangga”. Jakarta. 368 Hal.
Haris, A. dan Gunawan. 1992. “Prinsip dasar Spektofotometi Serapan Atom”. Badan
Pengelolah MIPA-UNDIP. Semarang. Hal 55-56.
Lelifajri. 2009. “Analisis Logam Berat Pb dan Cd dalam Sampel Ikan dan Kerang
secara Spektrofotometri Serapan Atom”. Jurnal Rekayasa Kimia dan
Lingkungan. Universitas syiah Kuala. 8 Hal.
Nurtoni, R. 1984. “Mutu Kerang Hijau Rebus yang Disimpan Pada Suhu Rendah”.
Dalam laporan penelitian Teknologi Perikanan. Balai Penelitian Teknologi
Perikanan. Jakarta.
Palar, H. 2008. “Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat”. Penerbit Rineka cipta.
Jakarta.
Penná, S.C., Glorina, Pocsidio, N. 2008. “Accumulation of Copper by Golden Apple
Snail Pomacea canaliculata Lamarck”. Philippine Journal of Science”. 137 (2):
153-158
Page 15
Submit to Jurnal SAINSMAT- Maret 2015 - 15 -
Phipps, Gi., Ankley G.T, Benoit Da, Mattson, V. 1993. “Use of The Aquatic
Oligochaete Lumbriculus Variegatus for Assessing The Toxicity And
Bioaccumulation of Sediment-Associated Contaminants”. Environ Toxicol
Chem 12: 269-274.z.
Setyowati, S. 2006. “ Logam tembaga (Cu) dalam Eceng Gondok (Eichhornia
crassipes Solms.), Perairan dan Sedimen Berdasarkan Tata Guna Lahan di
Sekitar Sungai Banger Pekalongan”. Jurnal. Jurusan Biologi FMIPA UNDIP.
8 Hal.
Sharma. 2003. “Studies on serum micro-mineral, hormone and vitamin profile and
its effect on production and therapeutic management of buffaloes in
Haryana State of India”. Asian Aust. J. Anim. Sci. 16(4): 519 – 528.
Sudarwin. 2008. “Analisis Spasial Pencemaran Logam Berat (Pb dan Cd) pada
aliran sungai pada tempat pembuangan akhir (TPA) Jatibarang
Semarang”. Tesis. Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang. 106 Hal.
Srivastava, S., and P. Goyal. 2010. “Novel Biomaterials Decontamination of Toxic
Metals from Wastewater”. Heidelberg: Springer-Verlag.
Widowati, W. 2008. “Efek toksik logam, pencegahan dan penanggulangan
pencemaran”. Andi. Yogyakarta.