Top Banner
8

Jurnal Maritim Edisi 19 - November 2014

Oct 09, 2015

Download

Documents

Jurnal Maritim

Memutar Haluan

“Kita harus bekerja dengan sekeras-kerasnya untuk mengembalikan Indonesia sebagai negara maritim. Samudra, laut, selat dan teluk adalah masa depan peradaban kita. Kita telah terlalu lama memunggungi laut, memunggungi samudra, memunggungi selat dan teluk…”

Demikian cuplikan yang kami pandang penting, dari pidato perdana Presiden Joko Widodo seusai pelantikan pada senin, 20 Oktober 2014. Tepat tujuh hari kemudian, Presiden Indonesia ke-tujuh ini melantik anggota kabinetnya. Nama-nama menteri anggota kabinet diumumkan di halaman belakang Istana Merdeka, Minggu (26/10/2014), sehari sebelumnya.

Di luar dugaan banyak orang, Jokowi memberi nama kabinetnya dengan nama Kabinet Kerja. Sesuai namanya, bolehlah kami berharap penamaan Kabinet Kerja tersebut sebangun dan selaras dengan salah satu kalimat dalam pidatonya di atas, yaitu: “bekerja dengan sekeras-kerasnya untuk mengembalikan Indonesia sebagai negara maritim.”

Dua kalimat berikutnya sungguh membesarkan hati, “Samudra, laut, selat dan teluk adalah masa depan peradaban kita. Kita telah terlalu lama memunggungi laut, memunggungi samudra, memunggungi selat dan teluk”. Kedua kalimat ini setidaknya bermakna dua hal; yang pertama, adanya kesadaran terhadap elemen domain maritim (Maritime Domain Awarnesses), dan kedua, adanya pengakuan atas kesalahan paradigma pembangunan nasional selama ini yang land oriented. Sekaligus secara implisit menunjukkan akan ada perubahan yang fundamental, 180 derajat, dari memunggungi menjadi menghadap ke laut.

Kembali ke Kabinet, ada pos baru yaitu Menko Kemaritiman. Bertugas mengkoordinasikan empat kementerian yang sudah ada sebelumnya, yaitu: Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Perhubungan, Kementerian ESDM, dan Kementerian Pariwisata. Belum ada penjelasan yang rinci mengapa hanya ke-empat kementerian tersebut yang dikelompokkan dalam bidang kemaritiman. Sangat mungkin Jokowi ingin mendahulukan sektor-sektor produktif yang berkaitan langsung dengan laut.

Sederhananya, ke-empat sektor ini menjadi penglaris visi maritim Jokowi. Sebenarnya, masih banyak Kementerian lain yang terkait erat dengan pencapaian visi Jokowi, yaitu menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Sebut saja Kementerian Keuangan, Pertahanan, Luar Negeri, Hukum dan HAM, Kemendag, Kemenperin dan lainnya, baik yang di bawah koordinasi Menko perekonomian maupun Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. Karena Maritim adalah visi tingkat negara.

Sekali lagi, tentu saja kami dapat memahami bahwa sebagai nakhoda memang tidak mudah bagi Jokowi memutar haluan kapal 180 derajat dalam waktu yang singkat. Kesiapan ABK, penumpang, kecepatan kapal, kondisi arus, gelombang, angin, dan keadaan lingkungan navigasi harus dipertimbangkan dengan cermat. Agar kapal berputar haluan dengan mulus, tidak limbung, atau bahkan menjadi kandas.

Dan bagi para ABK yang baru saja menempati pos-nya dan akan memulai kerja kerasnya, kami mengucapkan Selamat berlayar. Salam Maritim!

— Dari Redaksi, Jurnal Maritim Edisi 19, November 2014
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
NOVEMBER 2014   EDISI 19
EDISI 19   NOVEMBER 2014
dr Hariman Siregar
Ir Daniel M Rosyid PhD, M RINA
Ir Sunaryo, PhD
Ir Harsusanto, MM
KANTOR
Kebayoran Baru, Jakarta Selatan,
 "Kita harus bekerja dengan sekeras-kerasnya untuk mengembalikan Indonesia sebagai negara maritim. Samudra, laut, selat dan teluk adalah masa depan peradaban kita. Kita telah terlalu lama memunggungi laut, memunggungi samudra, memunggungi selat dan teluk..."
Demikian cuplikan yang kami pandang penting, dari pidato perdana Presiden Joko Widodo seusai pelantikan pada senin, 20 Oktober 2014. Tepat tujuh hari kemudian, Presiden Indonesia ke-tujuh ini melantik anggota kabinetnya. Nama-nama menteri anggota kabinet diumumkan di halaman belakang Istana Merdeka, Minggu (26/10/2014), sehari sebelumnya.
Di luar dugaan banyak orang, Jokowi memberi nama kabinetnya dengan nama Kabinet Kerja. Sesuai namanya, bolehlah kami berharap penamaan Kabinet Kerja tersebut sebangun dan selaras dengan salah satu kalimat dalam pidatonya di atas, yaitu: "bekerja dengan sekeras-kerasnya untuk mengembalikan Indonesia sebagai negara maritim."
Dua kalimat berikutnya sungguh membesarkan hati, "Samudra, laut, selat dan teluk adalah masa depan peradaban kita. Kita telah terlalu lama memunggungi laut, memunggungi samudra, memunggungi selat dan teluk". Kedua kalimat ini setidaknya bermakna dua hal; yang pertama, adanya kesadaran terhadap elemen domain maritim (Maritime Domain Awarnesses), dan kedua, adanya pengakuan atas kesalahan paradigma pembangunan nasional selama ini yang land oriented. Sekaligus secara implisit menunjukkan akan ada perubahan yang fundamental, 180 derajat, dari memunggungi menjadi menghadap ke laut.
Kembali ke Kabinet, ada pos baru yaitu Menko Kemaritiman. Bertugas mengkoordinasikan empat kementerian yang sudah ada sebelumnya, yaitu: Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Perhubungan, Kementerian ESDM, dan Kementerian Pariwisata. Belum ada penjelasan yang rinci mengapa hanya ke-empat kementerian tersebut yang dikelompokkan dalam bidang kemaritiman. Sangat mungkin Jokowi ingin mendahulukan sektor- sektor produktif yang berkaitan langsung dengan laut. Sederhananya, ke-empat sektor ini menjadi penglaris visi maritim Jokowi.
Sebenarnya, masih banyak Kementerian lain yang terkait erat dengan pencapaian visi Jokowi, yaitu menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Sebut saja Kementerian Keuangan, Pertahanan, Luar Negeri, Hukum dan HAM, Kemendag, Kemenperin dan lainnya, baik yang di bawah koordinasi Menko perekonomian maupun Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. Karena Maritim adalah visi tingkat negara.
Sekali lagi, tentu saja kami dapat memahami bahwa sebagai nakhoda memang tidak mudah bagi Jokowi memutar haluan kapal 180 derajat dalam waktu yang singkat. Kesiapan ABK, penumpang, kecepatan kapal, kondisi arus, gelombang, angin, dan keadaan lingkungan navigasi harus dipertimbangkan dengan cermat. Agar kapal berputar haluan dengan mulus, tidak limbung, atau bahkan menjadi kandas.
 
NOVEMBER 2014   EDISI 19
Kesenjangan Timur-Barat
GEOPOLITIK 38 Menguji Anggaran Ideal   untuk Pertahanan Laut
TEKNOLOGI 42 Ecoliner, Suistanable Shipping Technology   Dari Negeri Kincir Angin
GEOPOLITIK 44 Kisah Godzilla dari Bumi Marinir Cilandak 
KEAMANAN LAUT 46 Saatnya Bakamla Dipimpin Sipil
PERSPEKTIF 50  Laksda TNI (Purn) Robert Mangindaan   Strategi Pertahanan Negeri ‘Nyiur Melambai’
54  M Riza Damanik    Prioritas Menko Maritim
56  Siswanto Rusdi   Jalan Berat Mewujudkan Visi Maritim Presiden
PUSTAKA BAHARI 58  Ardinanda Sinulingga   Sea Power Penunjang Visi Maritim Indonesia
ARCHIPELAGO 64  Pesona Nusantara di Ujung Batas Utara
 
ILUSTRASI: JURNAL MARITIM/SENA
EDISI 19   NOVEMBER 2014
 Dari Pembaca 
Abdullah Puteh, Mantan Gubernur NAD Kekayaan Aceh yang sesungguhnya berada di laut dan itu sudah tersohor sejak zaman sultan Iskandar Muda pada abad 17. Jadi kita jangan hanya tahu Belawan, Tanjung Priok, Tanjung Perak, dan Makassar saja, tetapi kita memiliki 34 Propinsi yang punya potensi untuk di bangun pelabuhan besar salah satunya Sabang atau Banda Aceh yang ada di Propinsi NAD.
Lettu (Mar) Huda Prawira, Anggota Intai Amfibi Marinir TNI AL Kegiatan pengenalan laut sangat diperukan bagi siswa-siwi sekolah supaya mereka dapat mengenal semangat bahari yang mana kita memang sebagai Negara maritim, apalagi ini dilakukan pada saat mereka masih duduk di bangku SD dan SMP.
Kolonel Laut (Purn) Soeharwanto, Pengamat Maritim dan Pertahanan Untuk menjadi negara maritim yang kuat diperlukan angkatan laut yang mumpuni. Syarat untuk membentuk angkatan laut yang mumpuni diukur dari alutsistanya harus ada anggaran yang cukup dan diplomasi yang baik, seperti masa Presiden Sukarno dulu.
Anugrah Sulistyawan, Karyawan tinggal di Jakarta Jurnal Maritim seharusnya membuat rubrik khusus tentang sejarah kejayaan laut kita, misalnya sejarah pertempuran-pertempuran laut antara ALRI dengan Belanda maupun masa kerajaan-kerajaan di nusantara.
Ahmad Lohy, Mahasiswa Universitas Pattimura, Ambon Jurnal Maritim harus mengangkat tema tentang potensi kelautan di setiap daerah, misanya di saya punya kampung di Pulau Seram, disana terdapat potensi kelautan seperti pembudidayaan ikan kerapu dan pantainya yang bagus.
 
NOVEMBER 2014   EDISI 19