-
1
PENINGKATAN EFSIENSI DAN PRODUKTIVITAS KINERJA MELALUI
PENDEKATAN ANALISIS RANGKED POSITIONAL
WEIGHT METHOD PT. X
Komarudin dan Rudi Saputra Teknik Industri, Institut Sains dan
Teknologi Nasional
ABSTRAK
PT X adalah salah satu perusahaan yang memperroduksi pralatan
medis di Indonesia khususnya dalam memproduksi incubator dengan
kualitas yang maksimal dan menerapkan efisiensi dan efektifitas
kerja dalam membuat peralatan medis untuk meningkatkan efisiensi
lini, meminimalkan waktu menagngggur dan meningkatkan produktifitas
dalam produksi cabinet TSN 89 TR dengan menggunakan keseimbangan
lintasan pada lini produksi. Keseimbangan lini produksi dari jalur
cabinet TSN 89 TR dengan menggunakan metode peringkat bobot posisi
dengan langkah2 pendahulunya tersebut, data uji keseragama, data
uji kecukupan, waktu normal dan waktu standa. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa lini keseimbangan dengan menggunakan peringkat
positional weight method hasil dalam efisiensi sejalan dengan
peningkatan, meminimalkan waktu menganggur, mengurangi jumlah
stasiun kerja dan peningkatan produktifitas. Dimana kondisi awal
sebesar 9 stasiun kerja sementara perbaikan yang diusulkan untuk 6
stasiun kerja yang menghasilkan peningkatan efisiensi garis 25, 85
persen dengan mengurangi waktu idle 26081,74 detik dan meningkatkan
produktifitas 0,016 lembar/pekerjaan jam. Kata kunci : Jalur
Balancing, Produktifitas, Rangked Metode Bobot Posisi
ABSTRACT PT. X is one of the companies that manufacture medical
equipments in Indonesia,
especially in producing an incubator with maximum quality and
implement efficiency and effectiveness of work in making medical
equipments to improve line efficiency, minimizing idle time and
increase productivity in the production of Cabinet TSN 89 TR by
using line balancing on the line production. Balance the production
line of the track Cabinet TSN 89 TR by using Ranked Positional
Weight Method with predecessor steps such, uniformity test data,
adequacy test data, normal time and standard time. The results
showed that the balance line by using Ranked Positional Weight
Method results in improved line efficiency, minimizing idle time,
reducing the number of work stations and increased productivity.
Where the initial conditions amounted to 9 work stations while on
the proposed improvements to 6 work stations that produce increased
line efficiency of 25.85% with a reduction in idle time of 26081.74
seconds and increase the productivity of 0.016 pieces / hour job.
Keywords : Line Balancing, Productivity, Rangked Positional Weight
Method
1. PENDAHULUAN Peranan industri dalam suatu negara sudah
terbukti mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Hal ini
dikarenakan industri digunakan sebagai suatu sektor yang
menyediakan barang kebutuhan dalam negeri maupun kebutuhan ekspor.
Di Indonesia sekarang ini, sudah semakin banyak perindustrian yang
bergerak di berbagai bidang. Termasuk dalam bidang pembuatan
alat-
alat kesehatan dengan berbagai merek dan jenis yang diproduksi
oleh perusahaan-perusahaan alat-alat kesehatan tersebut. Dalam
perkembang an dunia, perindustri an tingkat persaingan sangat
tinggi sehingga sebuah perusahaan dituntut untuk lebih produktif.
Hanya pada tingkat produktivitas yang memadai dari waktu ke waktu,
sebuah perusahaan dapat mempertahankan eksistensinya dan berkembang
menjadi perusahaan yang besar.
-
2
PT. X merupakan salah satu perusahaan yang memproduksi alat-alat
kesehatan di Indonesia, dalam mempertahankan eksistensinya di dunia
industri alat-alat kesehatan, khususnya dalam memproduksi inkubator
dengan kualitas yang maksimal, memenuhi permintaan konsumen dalam
berbagai jenis alat kesehatan dan menerapkan keefisienan dan
keefektifan kerja dalam membuat alat-alat kesehatan sehingga lebih
produktif.
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Produksi
Untuk melaksanakan fungsi-fungsi produksi dengan baik, maka
diperlukan rangkaian kegiatan yang akan membentuk suatu sistem
produksi. Sistem produksi merupakan kumpulan dari sub sistem-sub
sistem yang saling berinteraksi dengan tujuan mentransformasi input
produksi menjadi output produksi. Input produksi ini dapat berupa
bahan baku, mesin, tenaga kerja, modal dan informasi, sedangkan
output produksi merupakan produk yang dihasilkan berikut hasil
sampingannya seperti limbah, informasi dan sebagainya.
Gambar 1. Input-Output Sistem Produksi
2.2 Proses Produksi Proses produksi merupakan cara, metode dan
teknik untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu produk dengan
mengoptimalkan sumberdaya produksinya (tenaga kerja, mesin, bahan
baku dan dana) yang ada. Selain itu, dalam suatu proses produksi
juga dapat berpatokan dengan waktu sehingga perlu adanya aliran
atau keseimbangan pada lintasan produksi maupun perakitannya.
Gambar 2. Proses Produksi Pada PT. X
2.3 Metode Bobot Posisi (Rangked Positional Weight Method)
Metode Bobot Posisi (Rangked Positional Weight Method) merupakan
heuristik yang paling awal dikembangkan. Metode ini dikembangkan
oleh W.B. Helgeson dan D.P. Birnie1. Metode ini merupakan
pendekatan untuk dapat memecahkan masalah pada keseimbangan lini
perakitan dan menemukan solusi secara cepat. Pendekatan ini
menugaskan operasi ke dalam stasiun-stasiun kerja dengan dasar
panjang waktu operasi. Proses kerja diurutkan berdasarkan
peringkat, mulai dari yang paling besar sampai yang paling kecil.
Nilai peringkat didapat dari jumlah waktu operasi mulai dari awal
sampai akhir proses.
2.4 Pengukuran Waktu
Pengukuran waktu adalah pekerjaan mengamati dan mencatat
waktu-waktu kerja baik setiap elemen ataupun siklus dengan
menggunakan alat-alat yang telah disiapkan di atas. Bila operator
telah siap di depan mesin atau di tempat kerja lain yang waktu
krjanya akan diukur, pengukur memilih posisi untuk tempat dia
berdiri mengamati dan mencatat. Posisi ini hendaknya sedemikian
rupa sehingga operator tidak terganggu gerakan-gerakannya ataupun
merasa canggung karena merasa terlampau diamati, misalnya jika
pengukur berdiri dekat di depan operator. Posisi ini hendaknya
memudahkan pengukur mengamati jalannya pekerjaan sehingga dapat
mengikuti dengan baik saat-saat siklus atau elemen bermula dan
berakhir. Umunya posisi agak menyamping di belakang operator sejauh
sekitar 1,5 meter merupakan tempat terbaik. Berikut ini adalah
hal-hal yang dikerjakan selama pengukuran berlangsung.
Data waktu yang didapat dengan melakukan pengukuran dengan jam
henti kemudian diolah untuk mengetahui: 1. Rata-rata dari harga
rata-rata subgroup
dengan:
kix
x Dimana : ix adalah harga rata-rata dari subgroup
ke-i. k adalah harga banyaknya subgroup yang terbentuk
Proses Transformasi
Teknologi Ekonomi
Produk
Limbah
Informasi
Material
Tenaga Kerja
Dana
Mesin
Informasi
Ekonomi
Politik Sosial Budaya
Dana KeluarDana Masuk
WeldingWelding PaintingPainting
FlexiglassFlexiglass AssemblyAssembly ElektronicElektronic
-
3
2. Hitung standar deviasi sebenarnya dari waktu penyelesaian
dengan:
1)(
Nxxi z
Dimana: N adalah jumlah pengamatan pendahuluan yang telah
dilakukan.
Xi adalah waktu penyelesaian yang teramati selama pengukuran
pendahuluan yang telah dilakukan.
3. Hitung standar deviasi dari distribusi harga rata-rata
subgroup dengan:
nx
Dimana: n adalah besarnya subgroup.
4. Tentukan batas kontrol atas (BKA) dan batas control bawah
(BKB):
x
x
xBKB
xBKA
3
3
Batas-batas kontrol inilah yang merupakan batas apakah suatu
subgroup seragam atau tidak. Apabila nilai rata-rata yang diperoleh
berada diantara masing-masing batas kontrol, maka data-data yang
diperoleh tersebut telah seragam.
5. Apabila langkah tersebut telah dilakukan, maka langkah
selanjutnya adalah melakukan penghitungan untuk kecukupan data
dengan menggunakan persamaan :
22240'
xixixiN
N
Dimana N adalah jumlah pengamatan yang telah dilakukan. Rumus
ini adalah untuk tingkat ketelitian 5% dan tingkat keyakinan 95%.
Apabila jumlah pengukuran yang diperlukan ternyata masih lebih
besar daripada jumlah pengukuran yang dilakukan atau N > N, maka
harus dilakukan pengukuran kembali hingga jumlah pengukuran yang
diperlukan lebih kecil daripada jumlah pengukuran yang dilakukan
atau N < N.
2.5 Menentukan Jumlah Stasiun Kerja Jumlah stasiun kerja yang
akan terbentuk
dapat diperkirakan dengan cara membagi jumlah total dari waktu
pekerjaan setiap elemen dengan waktu siklusnya, seperti pada rumus
berikut :
Perkiraan Jumlah Stasiun
diinginkanyangsikluswaktupengerjaanwaktutotal
..........
2.6 Perhitungan Efisiensi Lini Efisiensi lini merupakan
perbandingan dari total waktu per stasiun kerja terhadap
keterkaitan waktu siklus terpanjang dengan jumlah stasiun kerja
yang dinyatakan dalam presentase. Sebelum melakukan perhitungan
efisiensi lini produksi, dibutuhkan data-data dari hasil
perhitungan dari Waktu Siklus (Ws), Waktu Normal (Wn) dan Waktu
Baku (Wb). Setelah mendapatkan perhitungan-perhitungan tersebut,
maka selanjutnya dapat menghitung tingkat efisiensi lini produksi
dengan menentukan Cycle Time (CT). Dimana tingkat efisiensi untuk
tiap proses kerja diperoleh melalui rumus melalui rumus:
100%x(CT)(K)
WbLE
Dimana : LE = Line efficiency atau efisiensi lini Wb = Waktu
sebenarnya pada setiap
stasiun K = Jumlah total stasiun kerja CT = Cycle time atau
waktu siklus
terpanjang
2.7 Keseimbangan Waktu Menganggur Keseimbangan waktu menganggur
atau balance delay sering juga disebut balancing loss, adalah
ukuran dari ketidakefisienan lintasan yang dihasilkan dari waktu
mengangur sebenarnya yang disebabkan karena pengalokasian yang
kurang sempurna diantara stasiun-stasiun kerja. Balance delay ini
dinyatakan dalam prosentase. Balance delay dirumuskan sebagai
berikut.
100%x(K.CT)
Wb(K.CT)BD Dimana : BD = Keseimbangan waktu menganggur K =
Jumlah stasiun kerja CT = Cycle time atau waktu siklus terpanjang
Wb = Waktu sebenarnya pada setiap stasiun
-
4
2.8 ProduktivitasUkuran utama yang digunakan untuk
mengukur kinerja dari manajemen operasi adalah produktivitas.
Produktivitas merupakan ukuran bagaimana baiknya suatu sumber daya
diatur dan dimanfaatkan untuk mencapai hasil yang diinginkan2.
Secara umum produktivitas dapat dinyatakan sebagai rasio antara
keluaran terhadap masukan atau rasio hasil yang diperoleh terhadap
sumber daya yang dipakai. Maka rumus produktivitas secara umum
adalah sebagai berikut.
digunakan yang dayasumber diperoleh yang hasil
MasukanKeluaran tasProduktivi
Jika dalam rasio itu yang dihitung sebagai masukan hanya
komponen tertentu saja maka disebut produktivitas parsial, misalnya
produktivitas tenaga kerja dan dirumuskan sebagai berikut.
orang-kerja JamKeluaran ltas parsiaProduktivi
3. PENGOLAHAN DATA 3.1 Data dan Spesifikasi Bentuk Produk
Gambar 3. Data dan Spesifikasi Kabinet TSN 89 TR
3.2 Uji Keseragaman Data Setelah data waktu yang dibutuhkan
sudah
terkumpul, maka dilakukan uji keseragaman data pada data-data
tersebut. Banyaknya sampel waktu pengamatan yaitu sebanyak 30 kali
waktu pengamatan untuk masing-masing proses kerja.
Tabel 3. Pengelompokkan Data Waktu Pengukuran Plat Besi
Rangka Fiber Part 1 (2x)
Harga rata-rata sub grup :
detik43,446
6,266 k
ixx
Standar deviasi dari waktu penyelesaian: 38,1
130367,55
1)(
N
xxi z
Standar deviasi dari harga rata-rata subgroup: 62,05/38,1 nx
Batas kontrol atas (BKA) dan batas kontrol bawah (BKB) :
detik 42,583(0,62)44,433xBKBdetik 46,293(0,62)44,433xBKA
x
x
Data dikatakan seragam karena semua Xi rata-rata terdapat di
dalam BKA dan BKB.
3.3 Uji Kecukupan Data Dari data sub gup yang telah di uji
keseragaman datanya, maka dapat dilakukan uji kecukupan data
untuk mengetahui banyaknya data pengukuran yang sudah diambil sudah
mencukupi atau belum mencukupi. Pengujian kecukupan data ini
menggunakan tingkat ketelitian sebesar 5% dan tingkat keyakinan
sebesar 95%. Jadi, tingkat ketelitian 5% dan tingkat keyakinan 95%
memberi arti bahwa pengukuran membolehkan rata-rata hasil
pengukuran menyimpang sejauh 5% dari rata-rata sebenarnya dari
kemungkinan mendapatkan ini yang sebesar 95%. Berikut adalah uji
kecukupan data yang diambil dari data uji keseragaman data
sebelumnya pada proses pengukuran pelat besi rangka fiber part 1
(2x).
-
5
222*40'
i
i
xxixN
N
2
1333177688959285*3020
= 1,496
Data waktu pengamatan telah mencukupi karena N < N
3.4 Waktu Siklus Berikut adalah contoh perhitungan waktu
siklus untuk proses pengukuran pelat besi rangka fiber part 1
(2x).
3.5 Waktu Normal
Dalam pengambilan data waktu kerja yang
diperoleh pada saat melakukan pengukuran pada umumnya tidak
selalu normal, hal ini dikarenakan operator terkadang bekerja lebih
cepat atau sebaliknya dapat menjadi lambat dari rata-rata. Untuk
menentukan waktu normal, waktu siklus operator dikalikan dengan
penyesuaian berdasarkan metode Shumard. Perhitungan penyesuaian
berdasarkan metode Shumard dinilai Good - = 65
p = 65 / 60 = 1,083
Waktu normal = Waktu siklus x penyesuaian = 44,43 x 1,083 =
48,13 detik
3.6 Waktu Baku
Setelah melakukan perhitungan waktu
normal dan telah mendapatkan hasilnya, maka selanjutnya
dilakukan perhitungan waktu baku dimana waktu baku ini merupakan
waktu yang dipergunakan untuk menentukan operasi dari masing-masing
proses. Waktu baku diperoleh dari hasil perhitungan waktu normal
yang dipengaruhi faktor kelonggaran. Wb = Wn (1 + l)
Dimana faktor kelonggaran atau l didapat dari: Faktor
kelonggaran: 1. Tenaga yang dikeluarkan = 6% 2. Sikap kerja = 1% 3.
Gerakan kerja = 0% 4. Kelelahan mata = 6% 5. Temperatur tempat
kerja = 7% 6. Keadaan atmosfer = 0% 7. Keadaan lingkungan = 2% 8.
Kelonggaran pribadi = 2% + Allowance = 24%
Maka proses pengukuran pelat besi rangka fiber part 1 (2x) dapat
diperoleh waktu bakunya dengan perhitungan sebagai berikut:
Wb = 48,13 (1 + 0,24) = 59,68 detik
3.7 Efisiensi, Balance Delay, dan Total Waktu Menganggur Kondisi
Awal
Pembebanan waktu operasi stasiun kerja dan efisiensi pada
kondisi awal untuk setiap stasiun kerja dapat dilihat pada tabel 4
berikut ini.
Tabel 4. Pembebanan Operasi dan Efisiensi Kondisi Awal
Maka efisiensi lini, balance delay dan total
waktu menganggur pada kondisi awal sebagai berikut: Efisiensi
lini:
3.6.
100%x(CT)(K)
WbLE
4.6.
60,81% 100%x(9461,14)(9)
51781,53 LE
detik 44,4330
1333NXiWs
-
6
Balance delay (Keseimbangan Waktu Menganggur):
5.6.
100%x(K.CT)
Wb(K.CT)BD
6.6.
39,19% 100%x9461,14) x (9
53,178159461,14) x (9BD
Total waktu menganggur (Idle Time): Total waktu menganggur =
(K.CT) Wb Total waktu menganggur = 85150,26 51781,53
= 33368,71 detik
3.8 Produktivitas Kondisi Awal
Kondisi awal pada lintasan produksi Kabinet TSN 89 TR dengan 9
stasiun dan memerlukan 10 Operator. Pembagian kerja operator dapat
dilihat pada tabel 3.4 berikut ini.
Tabel 5. Pembagian Kerja Operator Pada Kondisi Awal
Maka produktivitas pada kondisi awal adalah
sebagai berikut.
kerja buah/jam 0,036 hari 22 x jam/hari 8 operator x 10
buah 64 tasProduktivi
3.9 Precedence Diagram
Gambar 4. Precedence Diagram Pembuatan Kabinet TSN 89 TR
3.10 Menentukan Bobot Posisi
Langkah berikutnya adalah menhitung
bobot posisi dari setiap operasi. Bobot posisi didapat dari
menjumlah waktu baku dari operasi-operasi pengikut dan ditambah
dengan operasi itu sendiri. Untuk dapat mengetahui bobot posisi
pada masing-masing operasi dapat dilihat pada tabel 6 berikut
ini.
-
7
Tabel 6. Hasil Perhitungan Bobot Posisi Untuk Setiap Operasi
4. ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Terhadap Jumlah
Stasiun
dan Efisiensi Lini
Pembebanan operasi pada kondisi awal dan saat usulan perbaikan
terdapat perbedaan yaitu terdapat penggabungan operasi stasiun 1
dan stasiun 2 pada kondisi awal menjadi stasiun 1 pada usulan
perbaikan, stasiun 3 pada kondisi awal menjadi stasiun 2 pada
usulan perbaikan, stasiun 4 dan stasiun 5 serta operasi 63 pada
kondisi awal menjadi stasiun 3 pada usulan perbaikan, stasiun 6
pada kondisi awal menjadi stasiun 4 pada usulan perbaikan, stasiun
8, operasi 76 dan operasi 77 pada kondisi awal menjadi stasiun 5
pada usulan perbaikan, dan stasiun 9 pada kondisi awal menjadi
stasiun 6 pada usulan perbaikan.
Perbandingan antara jumlah stasiun kerja dan efisiensi lini
kondisi awal dan usulan perbaikan dapat dilihat pada tabel 11 di
bawah ini. Tabel 11. Efisiensi Lini Pada Kondisi Awal dan
Usulan
Perbaikan
Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah stasiun pada
kondisi awal adalah 9 stasiun dengan efisiensi 60,81%, sedangkan
jumlah stasiun pada usulan perbaikan dengan metode bobot posisi
adalah 6 stasiun dengan efisiensi meningkat menjadi 87,66%. Dengan
perbaikan ini, maka kita dapat mengurangi jumlah stasiun yang
diperlukan untuk pembuatan Kabinet TSN 89 TR serta dapat
meningkatkan produktifitas kerja sebesar 25,85%.
4.2 Analisis Terhadap Balance Delay dan
Idle Time
Balance delay dan idle time pada kondisi awal dan usulan
perbaikan dapat dilihat pada tabel 12 di bawah ini.
Tabel 12. Balance Delay dan Idle Time Pada
Kondisi Awal dan Usulan Perbaikan
Pada kondisi awal sebelum adanya
perbaikan stasiun kerja, banyak terjadi
-
8
kemacetan pada lintasan produksi sehingga mengakibatkan waktu
menunggu di stasiun lain. Balance delay pada kondisi awal sebesar
39,19%, sedangkan setelah usulan perbaikan turun menjadi 12,34%
sehingga lebih mendekati 0%. Sedangkan waktu menganggur (idle time)
yang dapat menghambat laju produksi mengalami penurunan yang sangat
signifikan sebesar 26081,74 detik. Pada kondisi awal sebesar
33368,71 detik dan pada usulan perbaikan 7286,97 detik. Sehingga
laju produksi semakin efisien dan efektif.
4.3 Analisis Terhadap Produktivitas
Dengan adanya pengurangan stasiun kerja dari 9 stasiun menjadi 6
stasiun kerja tentu juga mengakibatkan pengurangan jumlah operator,
maka jumlah operator pada kondisi awal adalah 10 operator dan pada
usulan perbaikan adalah 7 operator. Maka produktivitas pada kondisi
awal dan usulan perbaikan adalah sebagai berikut. Produktivitas
pada kondisi awal:
kerja buah/jam 0,036 hari 22 x jam/hari 8 operator x 10
buah 64 tasProduktivi
Produktivitas pada usulan perbaikan:
kerja buah/jam 0,052 hari 22 x jam/hari 8 operator x 7
buah 64 tasProduktivi
Produktivitas pada kondisi awal sebesar
0,036 buah/jam kerja sedangkan produktivitas pada usulan
perbaikan sebesar 0,052 buah/jam kerja. Hal ini menunjukkan bahwa
adanya peningkatan produktivitas sebesar 0,016 buah/jam kerja.
5. KESIMPULAN 1. Efisiensi lini pembuatan Kabinet TSN 89 TR
di PT. X pada kondisi awal diperoleh sebesar 60,81% dan
perancangan lintasan baru (usulan perbaikan) berdasarkan metode
bobot posisi menghasilkan efisiensi sebesar 87,66% sehingga
efisiensi lintasan meningkat sebesar 25,85%.
2. Jumlah waktu menganggur pada kondisi awal adalah 33368,71
detik dan setelah usulan perbaikan menjadi 7286,97 detik. Sehingga
waktu menganggur dapat dikurangi
dari 33368,71 detik menjadi 7286,97 detik atau berkurang sebesar
26081,74 detik.
3. Jumlah stasiun kerja berkurang dari 9 stasiun kerja pada
kondisi awal menjadi 6 stasiun kerja setelah usulan perbaikan, yang
berarti ada penghematan lokasi produksi (stasiun kerja).
4. Produktivitas pada kondisi awal sebesar 0,036 buah/jam kerja
dan setelah usulan perbaikan menjadi 0,052 buah/jam kerja, yang
berarti ada peningkatan produktivitas sebesar 0,016 buah/jam
kerja.
5. Terjadi penurunan jumlah operator, yaitu pada kondisi awal
jumlah operator berjumlah 10 operator dan setelah usulan perbaikan
menjadi 7 operator yang akan meningkatkan produktivitas
operator.
DAFTAR PUSTAKA 1. Baroto, Teguh. 2002. Perencanaan dan
Pengendalian Produksi. Jakarta: Ghalia Indonesia.
2. Buffa, Elwood S., dan Sarin Rakesh K. 1999. Manajemen Operasi
dan Produksi Modern. Edisi 8, Jilid 2, Jakarta: Binarupa
Aksara.
3. Herjanto, Eddy. 1999. Manajemen Produksi dan Operasi. Edisi
II, Jakarta: PT Grasindo.
4. Idris S., Taufiq. 2008. Usulan Perencanaan Tata Letak Lantai
Produksi Untuk Peningkatan Kapasitas Produksi Pada Divisi Welding
PT. Tesena Inovindo. Program Studi Teknik Industri, Fakultas
Teknologi Industri, Universitas Trisakti, Jakarta.
5. Maarif, Syamsul., dan Tanjung, Hendri. 2003. Manajemen
Operasi. Jakarta: PT Grasindo.
6. Nasution, Arman H., dan Prasetyawan, Yudha. 2008. Perencanaan
dan Pengendalian Produksi. Edisi I, Cetakan Pertama, Yogyakarta:
Graha Ilmu.
7. Sutalaksana,Anggawisastra, Tjakraatmadja. 2006. Teknik
Perancangan Sistem Kerja. Bandung: ITB.
8. Zulkarnaen, Achmad. 2011. Tugas Akhir : Analisa Keseimbangan
Lini Pada Proses Produksi Industri Garmen Guna Mencapai Target
Produksi Di PT. X. Program Studi Teknik Industri, Fakultas
Teknologi Industri, Institut Sains dan Teknologi Nasional,
Jakarta.