PERENCANAAN KEBUTUHAN DAN PENGADAAN MATERIAL
Infomatek Volume 5 Nomor 4 Desember 2003 : 187-202Infomatek
Volume 5 Nomor 4 Desember 2003 : 187-202Perencanaan Kebutuhan dan
Pengadaan Material
Pesawat Telepon Tipe PTE 991 N-3
INFOMATEK
Volume 5 Nomor 4 Desember 2003
PERENCANAAN KEBUTUHAN DAN PENGADAAN MATERIAL PESAWAT TELEPON
TIPE PTE 991 N-3
Sutarman dan Wahyu Katon
Jurusan Teknik Industri
Fakultas Teknik-Universitas Pasundan
Abstrak : Saat ini sudah semakin banyak perusahaan yang
menyadari perlunya analisis yang seksama terhadap jenis-jenis
material yang bernilai tinggi (High Cost) dan penggunaan dalam
jumlah banyak (High Usage), dan kebijakan persediaan harus
menghasilkan jumlah dan saat yang tepat dalam melakukan pemesanan,
selanjutnya juga harus memperoleh material yang sesuai dengan
spesifikasi, dan akhirnya disertai dengan biaya yang wajar,
berdasarkan pemikiran tersebut, maka masalah pokok dalam penelitian
ini diformulasikan antara lain; (1) bagaimana melakukan perencanan
persediaan yang baik agar pihak perusahaan tidak mengalami stockout
maupun overstock, dan (2) bagaimana melakukan seleksi pemasok, agar
memperoleh pemasok yang mampu mengirim material secara tepat waktu,
sesuai dengan spesifikasi, dan harga yang wajar. Upaya untuk
menjawab masalah tersebut, peneliti menggunakan Material
Requirement Planning, dengan metode Lotting Algoritma Wagner
Within, dan untuk melakukan seleksi pemasok menggunakan Multy
Criteria Decision Making dengan metode Analytical Hierarchy
Process.Berdasarkan penggunaan kedua metode tersebut menghasilkan
ukuran dan saat pemesanan material yang optimum, sehingga
memperoleh ongkos persediaan yang minimum, sedangkan pemasok yang
mampu memenuhi kriteria yang ditetapkan perusahaan adalah pemasok
A.
Kata Kunci : MRP, Wagner Within, Pair-wise comparison, Eigen
Value, Consistency RatioI. PENDAHULUANPT. X(Persero) adalah
merupakan Badan Usaha Milik Negara yang bergerak dalam produksi
alat telekomunikasi, mempunyai wilayah pemasaran dalam dan luar
negeri, saat ini perusahaan selalu berusaha untuk melayani
pelanggan secara baik, dan salah satu faktor yang harus
diperhatikan adalah bagaimana menjaga kelancaran prosedur dan
pelaksanaan bidang operasional terutama dalam melakukan perencanaan
dan pengendalian persediaan, oleh karena itu, peranan logistik
sangatlah diperlukan.
Saat ini kebijakan persediaan material yang dilakukan pihak
perusahaan masih belum
memperhitungkan ukuran pemesanan optimum, akan tetapi perusahaan
melakukan pemesanan material pada saat akan dimulai produksi dengan
jumlah sekali pesan. Gejala ini berakibat terjadinya pembengkakkan
ongkos persediaan, hal ini diperkuat dengan adanya kondisi objektif
bahwa ternyata dana yang diinvestasikan untuk persediaan di
perusahaan mencapai 66 % dari keseluruhan biaya operasional.
Oleh karena itu, perusahaan sangat menyadari perlunya analisis
yang seksama terhadap jenis-jenis material yang bernilai tinggi
(High Cost) dan penggunaan dalam jumlah banyak (High Usage), karena
kebijakan persediaan harus menghasilkan jumlah dan saat yang tepat
dalam melakukan pemesanan, selanjutnya juga harus memperoleh
material yang sesuai dengan spesifikasi, dan akhirnya disertatai
dengan biaya yang wajar.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka masalah pokok
dalam penelitian ini diformulasikan antara lain; (1) bagaimana
melakukan perencanan persediaan yang baik agar pihak perusahaan
tidak mengalami stockout maupun overstock, dan (2) bagaimana
melakukan seleksi pemasok, agar memperoleh pemasok yang mampu
mengirim material secara tepat waktu, sesuai dengan spesifikasi,
dan harga yang wajar.
Apabila persediaan material yang diperlukan dapat mendukung
terselenggaranya aktivitas produksi sehingga mampu memenuhi
permintaan pelanggan, maka langkah selanjutnya perusahaan harus
melakukan seleksi terhadap para pemasok yang bersedia untuk
mendukung terciptanya kominmen perusahaan kepada para
pelanggannya.
II. MANAJEMEN LOGISTIKProses kegiatan logistik tidak akan lepas
dari proses bisnis, baik manufaktur maupun jasa, karena logistik
akan selalu melibatkan kegiatan-kegiatan pelayanan kepada
pelanggan, transportasi, persediaan, pemrosesan pesanan,
pergudangan, pemindahan bahan, dan pemeliharaan informasi, sehingga
merupakan kegiatan yang tak mungkin terhindar dari proses bisnis,
maka kegiatan logistik adalah keniscayaan yang perlu diperhatikan,
agar pelayanan kepada pelanggan dapat dipelihara secara
konsisten.
Definisi yang dikemukakan oleh pakar manajemen logistik,
Bowersox [1] sebagai berikut : The process of strategically
managing the movement and storage of materials, part and finished
inventory from supplier, between enterprise facilities, and to
customers.Selain dari hal tersebut ia pun mengemukakan bahwa
terdapat 5 komponen yang bergabung untuk membentuk sistem logistik,
yaitu, (1) struktur lokasi fasilitas, (2)transportasi, (3)
persediaan,(4) komunikasi,(5) penanganan dan (6)
penyimpananSedangkan lembaga swadaya masyarakat Amerika Serikat
yang bergerak dalam manajemen logistik (The Council of Logistics
Management), dalam Ballou [2] mendefinisikan bahwa logistik adalah
: The process of planning, implementing, and controlling the
efficient, cost-effective flow and storage of raw material, in
process inventory, finished goods, and related information from the
point of origin to the point of consumption for the purpose of
conforming to customer requirements. Mengingat logistik akan selalu
melibatkan unsur pemasok, manufaktur, distribusi dan para
pelanggan, maka misi logistik harus dapat melaksanakan kegiatan
pengiriman barang dan jasa yang diperlukan pelanggan secara
efisien, maka misi logistik yang dimaksud menurut Ballou [2]
adalah:
The mission of logistics is to get the right goods, or services
to the right place, at the right time, and in the desired
condition, while making the greatest contribution to the firm
Sehubungan sistem logistik mengalami perkembangan yang pesat,
maka organisasi profesi tersebut menambahkan unsur jasa (services)
dalam definisinya, yang dikemukakan oleh Johnson [3] adalah
menjadi:
The process of planning, implementing, and controlling the
efficient, effective flow and storage of goods, services, and
related information from the point of origin to the point of
consumption for the purpose of conforming to customer
requirement.
Sedangkan peranan logistik apabila dilihat dari perspektif
Supply Chains menurut Chopra [4], adalah: Inventory exists in the
supply chains because of a miss match between supply and demand.
This mismatch is intentional at a steel manufacturer, where it is
economical to manufacture in large lot than are then stored for
future sales. The missmatch is also intentional at a retail store,
when inventory is held in anticipation of future demand. An
important role that inventory plays in supply chains is to increase
amount of demandthat can be satisfied by having the product ready
and available when the customer wants it. Another significant role
inventory plays is to reduce cost by exploiting ani economies of
scale that may exist during both production and distribution.
Berdasarkan definisi logistik yang diutarakan di atas,
menyatakan bahwa kegiatan logistik tidak akan pernah terpisah dari
menajemen persediaan, dan manajemen persediaan merupakan aktivitas
kunci dari kegiatan logistik Maka dengan demikian Tersine [5],
mengemukakan tentang definisi, tujuan persediaan dan tujuan
manajemen persediaan sebagai berikut: Inventory as a material held
an idle or incomplete state awaiting future sales, use, or
transformation.
Tujuan persediaan adalah : Inventory exist because supply and
demand are difficult to synchronized perfectly and it take time to
perform material related operations. For several reason, supply and
demand frequently differ in the rate at which they respectively
provide and require stock. These reason can be best explained by
four functional factors of inventory, that is Time, discontinuity,
uncertainly, and economy.
Sedangkan tujuan manajemen persediaan adalah :
The objective of inventory management is to have the appropriate
amounts of material in the right place, at the right time and at
low cost. Inventory costs are associated with the operation of an
inventory system and result from action or lack of action on the
part of management in establishing the system. They are the basic
economic parameters to any inventory decision model, and the more
relevant ones to most systems are itemized as follows. Sedangkan
Yamit [6] telah mencoba mendefinisikan bahwa :Persediaan adalah
jumlah bahan-bahan, bagian-bagian yang disediakan dan bahan-bahan
dalam proses yang terdapat dalam perusahaan untuk proses produksi,
serta barang-barang jadi atau produk yang disediakan untuk memenuhi
permintan dari pelanggan atau langganan setiap waktu.Rangkuti [7],
menyatakan bahwa :
Persediaan timbul oleh tidak singkronnya permintaan dan waktu
yang digunakan untuk memproses material.Sehubungan dengan tujuan
persediaan tersebut, maka komponen biaya persediaan adalah terdiri
dari 4 komponen, yaitu (1) biaya pembelian, (2) biaya pemesanan,
(3) biaya simpan dan (4) biaya kekurangan persediaan, komponen
biaya persediaan tersebut merupakan variable yang dapat menentukan
tingkat pemesanan optimum, sehingga ongkos total persediaan menjadi
minimum. 3. Material Requirement Planning
Material Requirement Planning adalah suatu set teknik yang
dipakai untuk merencanakan pembuatan atau pembelian Sub-Assembly,
komponen dan bahan baku yang diperlukan untuk melaksanakan Master
Production Schedule (MPS).
MRP merupakan sistem yang dirancang secara khusus untuk situasi
permintaan bergelombang, yang secara tipikal karena permintaan
tersebut dependen. Sedangkan tujuan MRP adalah (1) menjamin
tersedianya material, item atau komponen saat dibutuhkan untuk
memenuhi jadwal produksi, dan menjamin tersedianya produk jadi bagi
konsumen, (2) menjaga tingkat persediaan pada kondisi minimum, dan
(3) merencanakan aktivitas pengiriman, jadwal dan aktifitas
pembelian.
Agar proses MRP dapat beroperasi, maka ia membutuhkan lima
sumber informasi utama yaitu (1) Master Production Schedule (MPS)
yang merupakan pernyataan definitif, tentang produk akhir apa yang
direncanakan perusahaan untuk diproduksi, berapa kuantitas yang
dibutuhkan, pada waktu kapan dibutuhkan dan bilamana produk
tersebut akan diproduksi, (2) Bill of Material (BOM), adalah daftar
dari semua material, parts dan sub-assemblies, serta kuantitas dari
masing-masing yang diperlukan untuk memproduksi satu unit produk,
(3) Item master merupakan suatu file yang berisi informasi status
tentang material, parts, sub-assemblies dan produk-produk yang
menunjukkan kuantitas yang dialokasikan, waktu tunggu yang
direncanakan, ukuran lot, stock pengaman, kriteria lot sizing,
toleransi untuk hasil dan berbagai informasi penting lainnya yang
berkaitan dengan suatu item, (4) Pesanan-pesanan, yang akan
memberitahukan tentang berapa banyak dari setiap item yang akan
diperoleh sehingga akan meningkatkan stock on hand di masa yang
akan datang dan (5) kebutuhan-kebutuhan akan memberitahukan tentang
berapa banyak dari setiap item itu dibutuhkan sehingga akan
mengurangi stock on hand di masa yang akan datang.1)
Langkah-langkah MRPSistem MRP memiliki 4 langkah utama yang
selanjutnya keempat langkah ini harus diterapkan satu per satu pada
periode perencanaan dan pada setiap item Langkah-langkah tersebut
adalah (1) Neeting, adalah menentukan kebutuhan bersih, merupakan
selisih antara kebutuhan kotor dengan keadaan persediaan atau on
hand yang sedang diperiksa, (2) Lotting, yaitu menentukan besarnya
pesanan individu yang optimal berdasarkan kebutuhan bersih, (3)
Offsetting, yaitu menentukan saat yang tepat untuk melakukan
pesanan dalam rangka memenuhi kebutuhan bersih, rencana pemesanan
ditentukan dengan mengurangkan saat awal tersedianya ukuran yang
diinginkan dengan besarnya waktu ancang-ancang, (4) Exploding,
adalah perhitungan untuk kebutuhan kotor untuk tingkat yang lebih
rendah dalam struktur produk berdasarkan rencana pemesanan.2)
Teknik LottingTeknik lotting adalah proses menentukan ukuran
pemesanan. Pemesanan ini harus tersedia di awal periode produksi.
Adapun permintaan yang terjadi tidak setiap periode.
Terdapat banyak alternatif untuk menghitung ukuran lot. Beberapa
teknik diarahkan untuk menyeimbangkan ongkos set up dan ongkos
simpan, ada juga yang bersifat sederhana dengan menggunakan konsep
jumlah atau periode pemesanan yang tetap. Beberapa alternatif dar
teknik lotting yang biasa digunakan, antara lain (Zulian Zamit
2003) adalah (1) Lot For Lot (LFL), (2) Economic Order Quantity
(EOQ), (3) Periodic Order Quantity (POQ), (4) Fixed Period
Requirement (FPR), (5) Least Unit Cost (LUC), (6) Wagner Within
(WW), (7) Silver Meal (SM), (8) Part Period Balancing (PBB).
Namun dalam penelitian ini metode lotting yang digunakan adalah
Algoritma Wagner Within, dengan alas an bahwa algoritma ini
memberikan solusi optimum bagi persoalan ukuran pemesanan
Dinamis-deterministik pada suatu kurun waktu tertentu dimana
kebutuhan pada seluruh periode harus terpenuhi.Adapun prosedur
perhitungan Algoritma Wagner Within aterdiri dari 3 langkah berikut
:
Langkah 1: (a) hitung matriks ongkos total variabel untuk
seluruh alternatif pemesanan yang dapat dilakukan selama kurun
waktu yang terdiri dari N periode, (b) ongkos total variabel ini
meliputi ongkos pemesanan dari ongkos simpan, dan (c) definisikan
Zce sebagai ongkos total variabel pada periode c hingga e sebagai
akibat melakukan pemesanan pada periode c yang akan memenuhi
kebutuhan pada periode c hingga e.
..(1) untuk i c e N
Qce= ..(2)
Dimana : C = ongkos per sekali pesan, F = % ongkos simpan per
periode, P = ongkos pembelian per unit, Rk = tingkat kebutuhan pada
periode k
Langkah 2: (a) Definisikan fe sebagai ongkos minimum yang
mungkin terjadi pada periode 1 hingga e, dimana tingkat persediaan
pada akhir periode e adalah nol, (b) Algoritma dimulai dengan fo =
0, kemudian hitung f1,f2,,fN berturut-turut. fe dihitung pada
urutan yang menaik dengan menggunakan rumus :
fe = min (Zce + fc-1)
..(3)
Untuk c = 1,2, ., e
(c) Artinya, pada setiap periode seluruh kombinasi dari
alternatif pemesanan dengan strategi fe dibandingkan kombinasi
terbaik yaitu yang memberikan ongkos terendah dinyatakan sebagai
strategi untuk memenuhi kebutuhan pada periode 1 hingga e, (d)
Nilai fN adalah ongkos dari jadwal pemesanan yang optimal.
Langkah 3: Terjemahkan solusi optimum (fN) yang diperoleh dari
algoritma ini untuk menentukan ukuran pemesanan sebagai berikut :
fN = ZwN + fw-1 .(4) pemesanan terakhir terjadi padaperiode w dan
dapat memenuhi kebutuhan pada periode w hingga N
fw-1 = Zv(w-1)+.fv-1 ......(5)pemesanan yang mendahului
pemesanan terakhir terjadi pada periode v dan dapat memenuhi
kebutuhan pada periode v hingga (w-1)
fu-1=Z1(u-1) + fo ..(6)pemesanan pertama terjadi pada periode 1
dan memenuhi kebutuhan pada periode 1 hingga (u-1) 4. Metode
Pengambilan Keputusan
Sehubungan pentingnya peran pemasok dalam sistem produksi, maka
diperlukan proses evaluasi dan seleksi karena perusahaan pembeli
dihadapkan terhadap jumlah pemasok potensial yang banyak, dengan
demikian perusahaan sebagai pihak pembeli harus menentukan
prioritas, agar memperoleh pemasok yang mampu memenuhi kriteria
yang ditentukan.
Salah satu metode yang mampu mengakomodasikan persoalan di atas
adalah metode Analytical Hierarchy Process (AHP), yaitu sebuah
metode yang dibentuk secara hiraraki fungsional dengan input
utamanya persepsi manusia [8].
4.1 Tahapan Proses Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan dengan menggunakan AHP memerlukan tahapan
baku, sehingga diperoleh keputusan yang rasional dan konsisten,
adapun tahapan yang dimaksud adalah (1) mendefinisikan masalah dan
menentukan solusi yang diinginkan, (2) membuat struktur hirarki
yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan
subtujuan-subtujuan, kriteria dan kemungkinan alternatif-alternatif
pada tingkatan kriteria yang paling bawah, (3) membuat matriks
perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi relatif atau
pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan atau kriteria
yang setingkat diatasnya. Perbandingan dilakukan berdasarkan
judgment dari pengambil keputusan dengan menilai tingkat
kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya, (4) melakukan
perbandingan berpasangan sehingga diperoleh judgment seluruhnya
sebanyak n x [(n-1)/2] buah, dengan n adalah banyaknya elemen yang
dibandingkan, (5) menghitung nilai eigen dan menguji
konsistensinya, jika tidak konsisten maka pengambilan data
diulangi, (6) mengulangi langkah 3, 4, dan 5 untuk seluruh tingkat
hirarki.
Membuat matriks perbandingan berpasangan memerlukan
besaran-besar yang mampu mencerminkan beda antara faktor satu
dengan lainnya, dan secara naluri, manusia dapat mengestimasi
besaran sederhana melalui inderanya. Proses yang paling mudah
adalah membandingkan dua hal dengan keakuratan perbandingan
tersebut dapat dipertanggungjawabkan. Untuk itu Saaty menetapkan
skala kuantitatif 1 sampai 9 untuk menilai perbandingan tingkat
kepentingan suatu elemen terhadap elemen lain.
4.2 Penyusunan Prioritas
Menentukan susunan prioritas elemen adalah dengan menyusun
perbandingan berpasangan yaitu membandingkan dalam bentuk
berpasangan seluruh elemen untuk setiap sub sistem hirarki.
Perbandingan tersebut kemudian ditransformasikan dalam bentuk
matriks untuk analisis numerik. Misalkan terdapat n objek yang
dinotasikan dengan A1, A2, , An yang akan dinilai tingkat
kepentingannya antara lain Ai dan Aj dipresentasikan dalam matriks
A dengan ukuran n x n. Matriks ini disebut perbandingan
berpasangan.
Tabel 1Matriks Perbandingan Berpasangan
CA1A2A3An
A1a11a12a13a1n
A2a21a22a23a2n
Anan1an2an3ann
Sumber : Kadarsah Suryadi dan Ali Ramdhani, 2000Bila diketahui
nilai perbandingan elemen Ai terhadap elemen Aj adalah aij maka
secara teoritis mempunyai nilai (aij = 1/aij), dan nilai aij dalam
situasi i = j adalah mutlak I.
Bobot yang dicari dinyatakan dalam vektor W = (W1, W2,, Wn).
Nilai Wn menyatakan bobot relative kriteria An terhadap keseluruhan
set kriteria pada sub sistem tersebut. Pada situasi penilaian yang
konsisten sempurna (teoritis) maka didapatkan hubungan :
aik = aij x ajk untuk semua i, j, k .......(7)
Dan matriks yang didapatkan adalah matriks yang konsisten.
Dengan demikian nilai perbandingan yang didapatkan dari partisipan
berdasarkan penilaian Tabel 2.2 yaitu aij dapat dinyatakan dalam
vektor W sebagai :
....... (8)
Dari persamaan diatas dapat dibuat persamaan sebagi berikut
:
...... (9)
Dan dengan demikian didapatkan :
.......(10)
.......(11)
....... (12)
Yang ekivalen dengan persamaan :
AW = nW
. (13)
Dalam teori tentang matriks, formula tersbut menyatakan bahwa W
adalah eigen vector dari matriks A dengan eigen value n. Bisa
ditulis secara lengkap maka persamaan terssebut akan terlihat pada
persamaan dibawah ini :
Variabel n pada persamaan diatas dapat digantikan, dengan sebuah
vektor sebagai berikut :
AW = W
.......(14)
Dimana = (1, 2, , n). Setiap n yang memenuhi persamaan diatas
dinamakan eigen value, sedangkan vektor W yang memenuhi persamaan
tersebut, eigen vector.
Karena matriks A adalah suatu matriks resiprokal dengan nilai
aij = 1 untuk semua i, maka = n = jumlah elemen-elemen diagonal
matriks A, artinya apabila matriks A adalah matriks yang konsisten
maka semua eigen value bernilai nol kecuali satu yang disebut maks
yang bernilai sama dengan n. Bila matriks A adalah matriks yang tak
konsisten, variasi kecil atas aij akan membuat nilai eigen value
terbesar, maks tetap dekat dengan n, dengan nilai eigen value
lainnya mendekati nol.
Nilai maks dapat dicari dengan persamaan berikut :
AW = maks W
.(15)
(A - maks I) W = 0....... (16)
Dimana I adalah matriks identitas dan 0 adalah matriks nol.
4.3 Perhitungan Konsistensi Indeks
Pada keadaan sebenarnya akan terjadi ketidakkonsistenan dalam
preferensi seseorang. Hal ini dapat dibuktikan bahwa suatu
perubahan kecil dapat dibuktikan dimana menyebabkan perubahan tidak
berarti pada eigen vector-nya, sehingga dapat dikatakan bahwa eigen
vector tidak terpengaruh oleh perubahan kecil pada penilaian.
Dengan menggunakan nilai pertimbangan, maka sejauh mana nilai W
dapat diperkirakan Thomas L. Saaty telah membuktikan bahwa A
konsisten (jika dan hanya jika) nilai maks > n, hal ini dapat
dinyatakan sebagai berikut :
.........(17)
Penyimpangan dari konsistensi dinyatakan dengan rumus :
........ (18)
4.4 Perhitungan Konsistensi Rasio
Untuk mengetahui konsistensi dari hasil analisis dikembangkan
konsep konsistensi rasio (CR), menurut Thomas L. Saaty nilai CR
didapat dari persamaan berikut :
....... (19)
Hasil penilaian dapat diterima apabila nilai rasio konsistensi
(CR) 0,1. Jika CR > dari harga itu, maka penilaian yang telah
dilakukan adalah tidak konsisten, dengan demikian perlu diulang
atau diperbaiki.Nilai Random Indeks untuk beberapa orde matriks,
disajikan nilai rata-rata RI pada Tabel 2 sebagai berikut :Tabel 2
Random Indeks
N123456789101112131415
RC000,580,901,121,241,321,411,451,491,511,481,561,571,59
Sumber : Kadarsah Suryadi dan Ali Ramdhani, 2000
4.5 Pengujian Konsistensi Hirarki
Untuk menguji keknsistensian dari tingkat hirarki adalah dengan
mengetahui hasil konsistensi dan eigen vector dari suatu matriks
perbandingan berpasangan pada tingkat hirarki tertentu. Hirarki
yang disusun harus konsisten, yang dapat dinyatakan dengan
konsistensi hirarki. Menurut Thomas L. Saaty konsistensi hirarki
dapat dihitung berdasarkan persamaan sebagai berikut :
.......(20)
CH1 = CI + (B1)(CI2).......(21)
CH2 = RI1 + (B1)(RI2)...... (22)
5. Aplikasi Numerik
Dalam upaya untuk mengetahui jumlah dan saat pemesanan material
dimana produknya bersifat dependent dan diskrit, maka pada kondisi
ini memerlukan metode material requirement planning (MRP),
sedangkan masukan dari metode ini adalah meliputi (1) bill of
material, (2) jadwal induk produksi (MPS), dan (3) status
persediaan. 5.1 Menentukan ukuran dan saat pemesanan
Bill of material dari produk pesawat telepon tipe PTE 991-N3,
yang menjelaskan tentang struktur dan komponen yang melekat pada
produk tersebut adalah seperti tertera pada Tabel 3. Tabel 3 Bill
Of Material (BOM) PTE 991-N3LevelKomponenJumlahLead TimeSumber
0PTE 991-N3-1Buat
1Head Set13Buat
2((Casing12Buat
3(((Biji Plastik11Beli
2((Microphone12Beli
2((Speaker12Beli
2((Connector12Beli
2((Baut 1062Beli
2((Plastik Tutup Baut22Beli
1Label13Beli
1Kabel Input13Beli
1Kabel Spiral13Beli
1Styrofoam13Beli
1Plastik13Beli
1Box13Beli
Sedangkan Master Production Schedule, yang menggambarkan tentang
jumlah produk yang akan diproduksi berdasarkan hasil ramalan, dapat
dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Master Production Schedule
(MPS)Bulan123456789101112Total
Ramalan
Produksi39553171345439363282429846404223376828732715273843018
Dengan melalui proses dan langkah-langkah baku dari metode MRP,
yang terdiri dari 4 langkah, yaitu (1) Netting, (2) Lotting,(
menggunakan algoritma Wagner-Within), (3) offsetting dan (4)
exploding, dan keempat langkah ini harus diterapkan satu per satu
pada periode perencanaan dan pada setiap item. Dengan menggunakan
persamaan-persamaan 1, 2, 3, 4, 5 dan 6, untuk menentukan jumlah,
saat pemesanan material optimum dengan ongkos yang optimum untuk
setiap level seperti pada Bill of Material, dengan sample khusus
pada item label, diperoleh tabel Lotting untuk item tersebut,
seperti dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5Hasil Lotting untuk Part Label
Melalui proses yang sama, saling terkait dan bertahap antar
level, maka diperoleh jumlah dan saat pemesanan material optimum
dengan ongkos minimum pada level 0 dari produk pesawat telepon tipe
PTE 991-N3, seperti dapat dilihat pada Tabel 6.Tabel 6 MRP untuk
Part No. 1 (PTE 991-N3)
5.2. Menentukan Supplier PrioritasRencana Kebutuhan Material
dibuat dengan maksud untuk dapat menyediakan material yang
diperlukan untuk aktivitas produksi, agar produksi dapat
dilaksanakan secara tepat waktu dan tepat jumlah, dengan tujuan
untuk memenuhi jumlah permintaan pelanggan yang besarnya sesuai
dengan Master Production Schedule. Untuk dapat mewujudkan tujuan
tersebut, perlu komitmen para supplier, karena pada prinsipnya
pengadaan material bersumber dari para supplier tersebut, untuk
maksud tersebut diperlukan penilaian kinerjanya agar pabrik selalu
mendapatkan pelayanan yang terbaik. Jika perusahaan dituntut untuk
mampu melayani pelanggannya, maka pihak perusahaan pun harus
mendapatkan pelayanan yang baik dari para supplier.
5.2.1 Struktur Hirarki
Kriteria penilaian perusahaan terhadap para supplier adalah
terdiri dari (1) Price, terdiri dari sub kriteria (a) price of
material, dan (b) financing terms, (2) Quality, terdiri dari sub
kriteria (a) overall supplier reputation, (b) product reliability,
dan (c) technical specification, (3) Service, terdiri dari sub
kriteria (a) reliability service, (b) ordering convenience, dan (c)
flexibility, dan (4) Delivery, terdiri dari sub kriteria (a)
reliability of delivery, dan (b) total transit time. Sedangkan
pihak perusahaan selama ini dipasok oleh 3 supplier, yaitu suppleir
A, B dan C, Persoalannya adalah bagaimana menentukan supplier
prioritas agar perusahaan memperoleh supplier yang mampu melayani
perusahaan secara baik. Langkah pertama dalam menyelesaikan
persoalan tersebut diformulasikan pada struktur hirarki seperti
pada Gambar 1.
Gambar 1Struktur Hirarki Penentuan Supplier PrioritasBerdasarkan
struktur hirarki pada Gambar 1, persoalan pengambilan keputusan
untuk menentukan prioritas supplier terbaik, dan dalam persoalan
ini terdiri dari 4 level, yang dibentuk melalui 15 buah matriks,
dengan rincian sebagai berikut ; (a) level 2 terhadap level 1
sebuah matriks berorde 4x4, (b) level 3 terhadap level 2, terdiri
dari 2 buah matriks orde 2x2, 2 buah matriks orde 3x3, sedangkan
(c) level 4 terhadap level 3, terdiri 10 buah matriks berorde
3x3.
Semua matriks perbandingan berpasangan dari struktur hirarki
tersebut diproses melalui tahapan berikut (1) membuat matriks data
mentah, (2) matriks normalisasi, (3) menghitung , (4) menghitung
Indeks konsistensi (CI) dan (5) menghitung rasio konsistensi
(CR).
5.2.2 Matriks Data Mentah Matriks data mentah diperoleh setelah
mengisi matriks perbandingan berpasangan (pairwise comparison),
yang diisi oleh beberapa responden, selanjutnya diperoleh nilai
geomentric mean, dan nilai inilah yang masuk dalam matriks data
mentah, seperti pada Tabel 7.Dari 15 buah matriks dalam persoalan
ini, diambil sebuah sample matriks perbandingan berpasangan untuk
alternatif supplier A, B dan C terhadap subkriteria price of
material, seperti pada Tabel 7.Tabel 7Matriks Data Mentah
Price of MaterialABC
A120,44
B0,510,35
C2,272,861
Total3,775,861,79
5.2.3 Matriks NormalisasiSetiap sel pada matriks data mentah
dibagi dengan total pada setiap kolomnya, maka diperoleh matrik
data normal, karena setiap sel mendapat perlakuan atau dibagi
dengan bilangan yang sama, dari matriks data normal tersebut dapat
diperoleh bobot prioritas pada matriks tersebut, seperti terlihat
pada Tabel 8.Tabel 8Tabel Matriks Normalisasi
Price of MaterialABCTotalBobot Prioritas
A0,2650,3410,2460,8520,284
B0,1330,1710,1960,5000,167
C0,6020,4880,5591,6490,550
5.2.4 Menentukan Nilai maks, Consistency Index, Consistency
Ratio, Consistency HierarchyKetiga indikator tersebut berguna untuk
menentukan konsistensi dari preferensi para responden, yang telah
direpresentasikan dalam 15 buah matriks perbandingan berpasangan,
dan proses perhitungan maks dari matriks pada level-4 (alternatif
supplier A,B,C terhadap subkriteria Price Of Material ) adalah
dengan cara mengalikan elemen-elemen pada vektor bobot prioritas
dengan setiap sel pada matriks data mentah (awal), sesuai dengan
persamaan (16) , sehingga diperoleh matriks seperti pada Table 9.
Tabel 9Proses Perhitungan maks
ABC
0,2840,1670,550
A0,2840,3280,2420,854
B0,1420,1670,1930,452
C0,6450,4780,5501,673
0,854 0,284 3, 007 0,452 : 0,167 = 3, 005 1,643 0,550 3,042
Besarnya maks = 3,018Sedangkan besarnya nilai Consistency Index
(CI) = 0,009, dan nilai Consistency Ratio (CR) = 0,016.Sehubungan
dengan nilai CI < 10%, maka matriks tersebut dinyatakan
konsisten dan keputusan prioritas pada bobot prioritas dapat
diberlakukan, dengan menggunakan persamaan (2) maka dapat diperoleh
besarnya nilai Consistency Ratio Hierarchy(CRH)= 0,003, karena CRH
< 10% maka hirarki keseluruhan dapat dinyatakan konsisten.III.
KESIMPULANa. Berdasarkan masalah pokok yang telah diformulasikan,
selanjutnya dilakukan analisis dengan Material Requirement
Planning, menggunakan metode lotting Algoritma Wagner-Within maka
diperoleh jumlah pemesanan material yang optimum serta saat
pemesanan yang tepat.b. Setelah mengetahui saat dan jumlah
pemesanan yang optimum, selanjutnya menentukan supplier mana yang
memiliki prioritas untuk dipilih agar mampu memasok material yang
sesuai dengan kriteria yang ditetapkan, maka dengan menggunakan
metode Analitical Hierarchy Process diperoleh supplier yang
dipastikan memiliki kemampuan lebih, dalam melayani pesanan
perusahaan. Dari ketiga alternatif supplier A, B, dan C, maka A
merupakan supplier yang memlilki prioritas utama untuk dijadikan
rekanan perusahaan.IV. DAFTAR RUJUKAN[1] Bowersox, Donald J 1978:
Logistical Management, Second Edition, Mcmillan Publishing Co. Inc.
New York
[2] Ballou, Ronald.H 1999 : Logistics Management, Fourth
Edition, McGraw-Hill, New Jersey
[3] Johnson, James. C, Donald F. Wood 1990 : Contemporary
Logistics, Fifth Edition, Mcmillan Publishing Company New York
[4] Chopra, Sunil 2002 : Supply Chain Logistics Management.
Third Edition, McGraw-Hill, New Jersey
[5] Tersine, Richard.J 1994: Inventory and Material Management,
3rd Edition, Elsevier Publishing, USA. [6] Rangkuti Freddy, 1998, :
Manajemen Persediaan Aplikasi di Bidang Bisnis,Edisi ketiga, PT
Raja Grafindo, Jakarta.
[7] Yamit, Zulian 2003 : Manajemen Persediaan, Penerbit Ekonesia
Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta
[8] Saaty, Thomas, L 1994 : Fundamental of Decision Making And
Priority Theory, First Edition RWS Publications 4922 Ellsworth
Avenue Pittsburg
188202187
_1165601837.unknown
_1165601889.unknown
_1191569567.unknown
_1191569669.unknown
_1191570044.unknown
_1191593201.vsdSupplier Terbaik
Price of Material
Financing Terms
Overall Supliers reputation
Product Reliability
Technical Spesification
Reliability Service
Ordering Convinience
Flexibility
Reliability of Delivery
Total Transit Time
Price
Quality
Service
Delivery
Supplier A
Supplier B
Supplier C
_1191570012.unknown
_1191569627.unknown
_1165601984.unknown
_1165601986.unknown
_1170145903.unknown
_1171740392.unknown
_1165601985.unknown
_1165601981.unknown
_1165601982.unknown
_1165601980.unknown
_1165601904.unknown
_1165601863.unknown
_1165601874.unknown
_1165601884.unknown
_1165601870.unknown
_1165601849.unknown
_1165601857.unknown
_1165601842.unknown
_973054225.unknown
_1165601694.unknown
_1165601701.unknown
_973054226.unknown
_973054222.unknown
_973054224.unknown
_973054221.unknown