MENGUNGKAP POTENSI AFRODIASIAKA ALAMI DENGAN TEKNIK REVERSE DOCKING PADA MATA KULIAH BIOINFORMATIKA Dr. Sulfahri, S.Si., M.Si Riuh Wardhani Fahrani Anggraeni Makatita 2019
MENGUNGKAP POTENSI AFRODIASIAKA ALAMI DENGAN
TEKNIK REVERSE DOCKING PADA MATA KULIAH
BIOINFORMATIKA
Dr. Sulfahri, S.Si., M.Si
Riuh Wardhani
Fahrani Anggraeni Makatita
2019
ii
PERPUSTAKAAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA KATALOG DALAM
TERBITAN (KDT)
MENGUNGKAP POTENSI AFRODIASIAKA ALAMI DENGAN TEKNIK
REVERSE DOCKING PADA MATA KULIAH BIOINFORMATIKA
Penulis Sulfahri
Riuh Wardhani
Fahrani Anggraeni Makatita
Desain Cover
Bichiz Daz
Layout Fitri Ani Rahmawati, A.Md
Copyright © 2019 Jakad Publishing
Surabaya
Diterbitkan & Dicetak Oleh CV. Jakad Publishing Surabaya 2019
Jl. Gayung Kebon Sari I No. 1 Surabaya Telp. : 081234408577
E-mail : [email protected]
ISBN: 978-623-7033-24-0
Hak cipta dilindungi oleh Undang-undang Ketentuan Pidana Pasal 112 - 119
Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.
Dilarang keras menerjemahkan, memfotokopi, atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari penerbit
iii
PRAKATA
Sebuah pasangan mengalami infertilitas jika perempuan tidak
dapat hamil setelah melakukan hubungan seks dengan pasangannya
beberapa kali sebulan dalam satu tahun, tanpa menggunakan metode
kontrasepsi. Sebuah pasangan dapat dikatakan memiliki masalah in-
fertilitas apabila perempuan mengalami keguguran sebanyak 3 kali
atau lebih secara berurutan. Gaya hidup yang kurang baik seperti
minum alkohol, merokok, atau mengunyah tembakau, dan meng-
gunakan obat-obatan terlarang (Narkoba) dapat mempengaruhi ferti-
litas (kesuburan). Infertilitas tidak selalu disebabkan oleh perempuan,
namun juga berkaitan dengan laki-laki. Salah satu penyebab utama
infertilitas pada laki-laki adalah masalah pada saat berhubungan seks
seperti penisnya tidak dapat mengeras/ereksi atau ereksinya tidak
dapat bertahan saat berhubungan seks.
Disfungsi ereksi (DE) adalah ketidakmampuan organ reproduksi
pria untuk melakukan hubungan seksual akibat tidak terjadinya
ereksi pada penis. Gangguan fungsi seksual yang umum terjadi pada
pria dari segala rentang usia, etnis dan latar belakang budaya. Lebih
dari 157 juta pria di seluruh dunia mengalami disfungsi ereksi pada
tahun 1995, dan jumlah ini akan meningkat sebesar 170 juta, dan
menjadi sekitar 322 juta pada tahun 2025. Gangguan seksual tidak
hanya berdampak pada laki-laki, tetapi juga berdampak terhadap
pasangannya sehingga sehingga dapat menyebabkan gangguan psikis
yang berat (Sumampouw dan Wantouw, 2015). Obat-obat oral untuk
penanganan Disfungsi Ereksi yang sudah tersedia di pasaran maupun
yang masih dalam penelitian adalah inhibitor enzim phospho-
diesterase (PDE) 5/sildenafil, apomorfin SL (sublingual), dan phen-
tolamine. Sildenafil diakui oleh Food and Drug dengan keberhasilan
sekitar 60 – 70% tergantung pada penyebab DE. Biasanya sildenafil
iv
mulai bekerja satu jam setelah dikonsumsi dan ereksi akan terjadi
sebagai respon bila terdapat stimulasi seksual. Akan tetapi, sildenafil
memiliki efek samping mulai dari sakit kepala, hipotensi, gangguan
penglihatan, hingga gangguan otot seperti mialgia (Susanto, 2011).
Oleh karena itu, perlu dieksplorasi sumber daya alam yang dapat
berperan sebagai obat afrodisiaka alami.
Banyak cara yang dilakukan dalam mengatasi keluhan DE, salah
satunya adalah dengan obat-obatan. Namun, obat-obatan ditakutkan
memiliki efek samping dalam metabolisme tubuh, oleh karena itu,
kebanyakan orang lebih memilih mengkomsumsi tumbuhan tertentu
untuk mengatasi masalah disfungsi ereksi. Secara tradisional, diketa-
hui banyak tumbuhan yang berpotensi sebagai obat tradisional, khu-
susnya tumbuhan yang meningkatkan gairah seksual. Obat tradisio-
nal adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tum-
buhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau
campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah
digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan
norma yang berlaku di masyarakat.
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak di kawasan
tropis antara dua benua (Asia dan Australia) dan dua Samudera
(Samudera Hindia dan Samudera Pasifik) yang terdiri atas sekitar
17.500 pulau dengan panjang garis pantai sekitar 95.181 km. Wilayah
Indonesia luasnya sekitar 9 juta km2 (2 juta km2 daratan, dan 7 juta
km2 lautan). Luas wilayah Indonesia ini hanya sekitar 1,3% dari luas
bumi, namun mempunyai tingkat keberagaman kehidupan yang
sangat tinggi. Untuk tumbuhan, Indonesia diperkirakan memiliki 25%
dari spesies tumbuhan berbunga yang ada di dunia atau merupakan
urutan negara terbesar ketujuh dengan jumlah spesies mencapai
20.000 spesies, 40% merupakan tumbuhan endemik atau asli Indo-
nesia. Indonesia dengan keanekaragaman hayati yang ada tentunya
v
memiliki potensi obat tradisional yang tinggi, akan tetapi jumlah jenis
tumbuhan berkhasiat obat yang ada di Indonesia sampai saat ini
belum diketahui secara pasti, sehingga diperlukan penelitian dalam
mengungkap potensi obat pada berbagai tanaman.
Penggunaan tumbuhan obat sebagai bahan baku obat sudah di-
lakukan oleh masyarakat Indonesia sejak dikenalnya proses meramu
dan masih berlangsung hingga kini. Tumbuhan obat digunakan oleh
banyak orang karena relatif memiliki efek samping yang kecil dan
lebih murah dibandingkan dengan obat-obatan kimia. Di sulawesi
sendiri berbagai jenis tumbuhan obat digunakan oleh masyarakat
secara umum seperti untuk mengobati diabetes, asam urat, hipertensi
dan penyakit lainnya. Salah satu tumbuhan yang berpotensi sebagai
Afrodisiak adalah Lunasia amara Blanco atau dikenal dengan nama
lokal Sanrego di Sulawesi Selatan. Sejarah ditemukannya potensi obat
ini cukup unik, yakni diperoleh dari pengamatan terhadap seekor
kuda yang memakan tumbuhan tersebut.
Bab I dari buku ini menjelaskan mengenai tumbuhan Sanrego
Lunasia amara meliputi ciri tanaman Sanrego, penyebaran, sejarah
digunakannya sebagai afrodisiaka hingga kandungan kimia yang
dikandung oleh tumbuhan sanrego. Dengan bantuan soal maka dosen
dapat membantu mahasiswa dalam mengenal lebih dalam tumbuhan
Sanrego Lunasia amara yang merupakan tumbuhan lokal Indonesia
sehingga mahasiswa mampu mengembangkan potensi tumbuhan
tersebut bukan hanya sebagai afrodisiaka, melainkan untuk keperlu-
an medis lainnya.
Bab II dari buku ini menjelaskan mengenai afrodisiaka. Adapun
cakupan pembahasan termasuk defenisi senyawa afrodisiaka, zat
yang meningkatkan libido, zat yang dapat meningkatkan potensi, dan
zat yang dapat meningkatkan pengalaman sensorik selama koitus.
Selain itu dilengkapi juga dengan mekanisme terjadinya ereksi serta
vi
beberapa senyawa alam yang dapat djadikan afrodisiaka. Pemahaman
mengenai mekanisme terjadinya ereksi kemudian menjadi dasar
untuk melakukan teknik bioinformatika pada bab III.
Bab III membahas mengenai teknik analisis potensi senyawa
Sanrego Lunasia amara sebagai afrodisiaka. Dosen dapat membim-
bing mahasiswa secara langsung untuk melakukan reverse docking
yang meliputi koleksi struktur 3D senyawa, prediksi protein target,
pengolahan senyawa protein hingga validasi dan visualisasi interaksi
senyawa alami yang dipilih dengan protein target dalam bentuk 3D
dengan memperhatikan tutorial yang telah disajikan pada buku ajar.
Mekanisme pengungkapan senyawa afrodisiaka alami dari bahan-
bahan alam dilakukan melalui salah satu teknik in silico yaitu reverse
docking.
Keberhasilan penyusunan buku ini tentunya bukan hasil usaha
penulis semata, banyak pihak didalamnya yang telah menyum-
bangkan pikiran, tenaga maupun materil sehingga buku ini dapat
tersusun dengan baik. Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada
keluarga, sahabat, rekan-rekan, dan pihak-pihak lainnya yang telah
berkontribusi dalam penyususnan buku ini. Semoga buku ini mem-
bantu menambah pengetahuan, wawasan dan minat bagi para
pembaca. Buku ini penulis akui masih memiliki banyak kekurangan,
oleh kerena itu penulis sangat mengharapkan kepada para pembaca
untuk memberikan saran-saran yang bersifat membangun untuk
buku ini supaya kedepannya menjadi lebih baik lagi. Harapan penulis,
buku ini dapat menginspirasi sekaligus meningkatkan minat pelajar/
mahasiswa Indonesia dibidang Bioinformatika, penulis melihat bah-
wa mata kuliah ini merupakan mata kuliah milenial yang memung-
kinkan pelajar dapat melakukan riset dalam lingkup digital. Hal ini
tentunya didukung oleh sumber daya alam yang tinggi di negara kita,
sehingga potensi-potensi obat yang terdapat di Indonesia dapat
vii
segera di petakan sehingga secara langsung mendukung sumber daya
manusia yang sehat.
Makassar, Februari 2019
PENULIS
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................... i
PRAKATA ....................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................... ix
DAFTAR TABEL ............................................................................ xxi
BAB I LUNASIA AMARA ............................................................... 1
A. Ciri/Karakteristik Lunasia amara ............................... 1
B. Penyebaran Lunasia amara .......................................... 3
C. Sejarah Penggunaan Lunasia amara sebagai
Afrodisiaka .......................................................................... 4
D. Kandungan Kimia Lunasia amara .............................. 5
E. Pemanfaatan Lunasia amara ........................................ 8
F. Latihan Soal I ...................................................................... 9
Lampiran Latihan Soal I ....................................................... 9
BAB II AFRODISIAKA ................................................................. 11
A. Pengertian/Defenisi Afrodisiaka ................................ 11
B. Jenis-jenis Afrodisiaka .................................................... 12
C. Latihan Soal II .................................................................... 20
Lampiran Latihan Soal II ..................................................... 20
x
BAB III ANALISIS POTENSI AFRODISIAKA SECARA
IN-SILICO LUNASIA AMARA ....................................... 23
A. Penentuan senyawa target ......................................... 23
B. Penentuan protein target dengan database
senyawa ............................................................................. 23
C. Penentuan Senyawa Protein ...................................... 61
D. Pemotongan Senyawa Protein .................................. 66
E. Analisis Senyawa Afrodisiak Lunasia amara
dengan Teknik Reverse Docking secara
In Silico ............................................................................... 71
F. Klarifikasi Potensi Senyawa Alami Berdasarkan
Mode Of Action Dengan Software PyRx .................. 72
G. Visualisasi Interaksi Antara Senyawa Lunasia
amara Dengan Protein Target ................................... 72
H. Uji Drug-likeness Senyawa Lunasia amara ......... 132
I. Uji ADME/TOX Senyawa Lunasia Amara ........... 135
J. Kesimpulan .................................................................... 155
K. Latihan Soal III ............................................................. 156
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................... 158
TENTANG PENULIS ..................................................................... 161
xi
Daftar Gambar
Gambar 1.1 Morfologi Lunasia Amara............................................ 2
Gambar 1.2 Produk Madu Sanrego................................................ 9
Gambar 2.1 Obat Viagra (Sildenafil) ............................................. 19
Gambar 2.2 Ginseng ............................................................................ 19
Gambar 3.1 Laman awal PubChem................................................ 23
Gambar 3.2 Pencarian senyawa Lunacrine ................................ 24
Gambar 3.3 Database senyawa Lunacrine pada website
PubChem ........................................................................ 24
Gambar 3.4 Pengunduhan bentuk 3d senyawa
Lunacrine ...................................................................... 25
Gambar 3.5 Visualisasi bentuk senyawa Lunacrine dengan
aplikasi Avogadro ....................................................... 26
Gambar 3.6 Penyimpanan senyawa Lunacrine dalam
bentuk PDB .................................................................... 26
Gambar 3.7 Pencarian senyawa Lunacridine di website
PubChem ........................................................................ 27
Gambar 3.8 Database senyawa PubChem .................................. 27
Gambar 3.9 Pengunduhan senyawa Lunacridine dalam
bentuk sdf ...................................................................... 28
Gambar 3.10 Visualisasi 3d senyawa Lunacridine .................. 29
Gambar 3.11 Penyimpanan format Lunacridine dalam
bentuk pdb .................................................................. 29
Gambar 3.12 Pencarian senyawa Hydroxylunacrine di
website PubChem .................................................... 30
Gambar 3.13 Database senyawa Hydroxylunacrine ............ 30
Gambar 3.14 Pengunduhan senyawa Hydroxylunacrine
dalam bentuk sdf ...................................................... 31
Gambar 3.15 Visualisasi 3d senyawa Hydroxylunacrine .. 32
xii
Gambar 3.16 Penyimpanan format Hydroxylunacrine
dalam bentuk pdb..................................................... 32
Gambar 3.17 Pencarian senyawa Kokusagine........................... 33
Gambar 3.18 Database senyawa Kokusagine pada website
PubChem ...................................................................... 33
Gambar 3.19 Pengunduhan bentuk 3d senyawa
Kokusagine .................................................................. 34
Gambar 3.20 Visualisasi bentuk senyawa Kokusagine
dengan aplikasi Avogadro ..................................... 35
Gambar 3.21 Penyimpanan senyawa Kokusagine dalam
bentuk PDB ................................................................. 35
Gambar 3.22 Pencarian senyawa Skimmianine ...................... 36
Gambar 3.23 Database senyawa Skimmianine pada
website PubChem ..................................................... 36
Gambar 3.24 Pengunduhan bentuk 3d senyawa
Skimmianine ............................................................... 37
Gambar 3.25 Visualisasi bentuk senyawa Skimmianine
dengan aplikasi Avogadro ..................................... 38
Gambar 3.26 Penyimpanan senyawa Skimmianine dalam
bentuk PDB ................................................................. 38
Gambar 3.27 Pencarian senyawa 4-methoxy-2-
phenylquinoline ........................................................ 39
Gambar 3.28 Database senyawa 4-methoxy-2-
phenylquinoline pada website PubChem........ 39
Gambar 3.29 Pengunduhan bentuk 3d senyawa
4-methoxy-2-phenylquinoline ............................ 40
Gambar 3.30 Visualisasi bentuk senyawa 4-methoxy-2-
phenylquinoline dengan aplikasi Avogadro... 41
Gambar 3.31 Penyimpanan senyawa 4-methoxy-2-
phenylquinoline dalam bentuk PDB ................. 41
xiii
Gambar 3.32 Pencarian senyawa Eduleine ............................... 42
Gambar 3.33 Database senyawa Eduleine pada website
PubChem ..................................................................... 42
Gambar 3.34 Pengunduhan bentuk 3d senyawa
Eduleine ....................................................................... 43
Gambar 3.35 Visualisasi bentuk senyawa Eduleine dengan
aplikasi Avogadro .................................................... 43
Gambar 3.36 Penyimpanan senyawa Eduleine dalam
bentuk PDB ................................................................. 44
Gambar 3.37 Pencarian senyawa Lunamarine ........................ 44
Gambar 3.38 Database senyawa Lunamarine pada website
PubChem ..................................................................... 45
Gambar 3.39 Pengunduhan bentuk 3d senyawa
Lunamarine ................................................................ 46
Gambar 3.40 Visualisasi bentuk senyawa Lunamarine
dengan aplikasi Avogadro .................................... 46
Gambar 3.41 Penyimpanan senyawa Lunamarine dalam
bentuk PDB ................................................................. 47
Gambar 3.42 Pencarian senyawa β-elemene ........................... 47
Gambar 3.43 Database senyawa β-elemene pada website
PubChem ..................................................................... 48
Gambar 3.44 Pengunduhan bentuk 3d senyawa
β-elemene ................................................................... 48
Gambar 3.45 Visualisasi bentuk senyawa β-elemene
dengan aplikasi Avogadro .................................... 49
Gambar 3.46 Penyimpanan senyawa β-elemene dalam
bentuk PDB ................................................................. 49
Gambar 3.47 Pencarian senyawa Germacrene ........................ 50
Gambar 3.48 Database senyawa Germacrene pada website
PubChem ..................................................................... 50
xiv
Gambar 3.49 Pengunduhan bentuk 3d senyawa
Germacrene................................................................. 51
Gambar 3.50 Visualisasi bentuk senyawa Germacrene
dengan aplikasi Avogadro ..................................... 52
Gambar 3.51 Penyimpanan senyawa Germacrene dalam
bentuk PDB ................................................................. 52
Gambar 3.52 Pencarian senyawa Bicyclogermacrene .......... 53
Gambar 3.53 Database senyawa Bicyclogermacrene pada
Website PubChem .................................................... 53
Gambar 3.54 Pengunduhan bentuk 3d senyawa
Bicyclogermacrene .................................................. 54
Gambar 3.55 Visualisasi bentuk senyawa
Bicyclogermacrene dengan aplikasi
Avogadro ...................................................................... 55
Gambar 3.56 Penyimpanan senyawa Bicyclogermacrene
dalam bentuk PDB .................................................... 55
Gambar 3.57 Pencarian senyawa α-farnese .............................. 56
Gambar 3.58 Database senyawa α-farnese pada website
PubChem ...................................................................... 56
Gambar 3.59 Pengunduhan bentuk 3d senyawa
α-farnese ...................................................................... 57
Gambar 3.60 Visualisasi bentuk senyawa α-farnese dengan
Aplikasi Avogadro .................................................... 58
Gambar 3.61 Penyimpanan senyawa α-farnese dalam
bentuk PDB ................................................................. 58
Gambar 3.62 Pencarian senyawa Bicycloelemene. ................ 59
Gambar 3.63 Database senyawa Bicycloelemene. pada
website PubChem ..................................................... 59
Gambar 3.64 Pengunduhan bentuk 3d senyawa
Bicycloelemene.......................................................... 60
xv
Gambar 3.65 Visualisasi bentuk senyawa Bicycloelemene.
dengan aplikasi Avogadro .................................... 60
Gambar 3.66 Penyimpanan senyawa Bicycloelemene.
dalam bentuk PDB ................................................... 61
Gambar 3.67 Halaman Awal UniProt........................................... 62
Gambar 3.68 Pencarian nitric oxide synthase pada kotak
pencarian ..................................................................... 62
Gambar 3.69 Pemilihan database senyawwa nitric oxide
synthase ....................................................................... 63
Gambar 3.70 Database senyawa nitric oxide synthase pada
manusia ........................................................................ 63
Gambar 3.71 Tampilan awal situs Protein Data Bank .......... 64
Gambar 3.72 Pemilihan kode PDB senyawa nitric oxide
synthase ....................................................................... 65
Gambar 3.73 Pencarian kode senyawa nitric oxide
synthase ....................................................................... 65
Gambar 3.74 Pengunduhan bentuk 3d senyawa nitric
oxide synthase ........................................................... 66
Gambar 3.75 Tampilan awal aplikasi PyMol ............................ 67
Gambar 3.76 Struktur 3d senyawa nitric oxide synthase ... 67
Gambar 3.77 Pemilihan ikatan protein ..................................... 68
Gambar 3.78 Duplikasi senyawa protein ................................... 69
Gambar 3.79 Penggantian nama senyawa protein yang
telah dihilangkan ikatan selain protein ........... 69
Gambar 3.80 Tampilan senyawa nitric oxide synthase
setelah dibersihkan ................................................. 70
Gambar 3.81 nitric oxide synthase bersih ................................. 70
Gambar 3.82 Penyimpanan senyawa protein yang sudah
dibersihkan ................................................................. 71
Gambar 3.83 Tampilan awal PyRx 0.8 ........................................ 73
xvi
Gambar 3.84 Pemasukan file yang akan di docking ................ 74
Gambar 3.85 Persiapan file untuk di docking ............................ 74
Gambar 3.86 Pemilihan file docking ............................................... 75
Gambar 3.87 Proses docking .............................................................. 75
Gambar 3.88 Hasil docking ................................................................. 76
Gambar 3.89 Visualisasi senyawa lunacrine (merah)
dengan nitric oxide synthase (hijau) ................ 76
Gambar 3.90 Visualisasi senyawa lunacrine (merah)
dengan nitric oxide synthase (hijau) ................ 77
Gambar 3.91 Visualisasi senyawa lunacrine (merah),
senyawa kontrol sildenafil (kuning) dan
nitric oxide synthase (hijau) ................................ 77
Gambar 3.92 Visualisasi senyawa lunacrine (merah),
senyawa kontrol sildenafil (kuning) dan
nitric oxide synthase (hijau) ................................ 78
Gambar 3.93 Pemasukan file yang akan di docking ................. 79
Gambar 3.94 Persiapan file untuk di docking ............................. 79
Gambar 3.95 Pemilihan file docking ................................................ 80
Gambar 3.96 Proses docking ............................................................... 80
Gambar 3.97 Hasil docking ................................................................. 81
Gambar 3.98 Visualisasi senyawa lunacridine (ungu)
dengan nitric oxide synthase (hijau) ................ 81
Gambar 3.99 Visualisasi senyawa lunacridine (ungu)
dengan nitric oxide synthase (hijau) ................ 81
Gambar 3.100 Visualisasi senyawa lunacridine (ungu),
senyawa kontrol sildenafil (kuning) dan
nitric oxide synthase (hijau) ............................. 82
Gambar 3.101 Visualisasi senyawa lunacridine (ungu),
senyawa kontrol sildenafil (kuning) dan
nitric oxide synthase (hijau) ............................. 82
xvii
Gambar 3.103 Pemasukan file yang akan di docking .............. 83
Gambar 3.104 Persiapan file untuk di docking .......................... 84
Gambar 3.105 Pemilihan file docking ............................................. 84
Gambar 3.106 Proses docking ............................................................ 85
Gambar 3.107 Hasil docking ............................................................... 85
Gambar 3.108 Visualisasi senyawa hydroxylunacrine
(biru) dengan nitric oxide synthase (hijau).. 86
Gambar 3.109 Visualisasi senyawa hydroxylunacrine
(biru) dengan nitric oxide synthase (hijau) ... 86
Gambar 3.110 Visualisasi senyawa hydroxylunacrine
(biru), senyawa kontrol sildenafil (kuning)
dan nitric oxide synthase (hijau) .................... 86
Gambar 3.111 Visualisasi senyawa hydroxylunacrine
(biru), senyawa kontrol sildenafil (kuning)
dan nitric oxide synthase (hijau) .................... 87
Gambar 3.112 Pemasukan file yang akan di docking .............. 88
Gambar 3.113 Persiapan file untuk di docking .......................... 88
Gambar 3.114 Pemilihan file docking ............................................. 89
Gambar 3.115 Proses docking ............................................................ 89
Gambar 3.116 Hasil docking ............................................................... 90
Gambar 3.117 Visualisasi senyawa kokusagine (hitam)
dengan nitric oxide synthase (hijau) ............... 90
Gambar 3.118 Visualisasi senyawa kokusagine (hitam)
dengan nitric oxide synthase (hijau) ............... 91
Gambar 3.119 Visualisasi senyawa kokusagine (hitam),
senyawa kontrol sildenafil (kuning) dan
nitric oxide synthase (hijau) ............................... 91
Gambar 3.120 Visualisasi senyawa kokusagine (hitam),
senyawa kontrol sildenafil (kuning) dan
nitric oxide synthase (hijau) ............................. 91
xviii
Gambar 3.121 Pemasukan file yang akan di docking .............. 92
Gambar 3.122 Persiapan file untuk di docking .......................... 93
Gambar 3.123 Pemilihan file docking ............................................. 93
Gambar 3.124 Proses docking ............................................................ 93
Gambar 3.125 Hasil docking ................................................................ 94
Gambar 3.126 Visualisasi senyawa skimmiamine
(biru-merah) dengan nitric oxide synthase
(hijau) ......................................................................... 94
Gambar 3.127 Visualisasi senyawa skimmiamine
(biru-merah) dengan nitric oxide synthase
(hijau) ......................................................................... 94
Gambar 3.128 Visualisasi senyawa skimmiamine
(biru-merah), senyawa kontrol sildenafil
(kuning) dan nitric oxide synthase (hijau) ..... 95
Gambar 3.129 Visualisasi senyawa skimmiamine
(biru-merah), senyawa kontrol sildenafil
(kuning) dan nitric oxide synthase (hijau) ..... 95
Gambar 3.130 Pemasukan file yang akan di docking .............. 96
Gambar 3.131 Persiapan file untuk di docking .......................... 97
Gambar 3.132 Pemilihan file docking ............................................. 97
Gambar 3.133 Proses docking ............................................................ 98
Gambar 3.134 Hasil docking ................................................................ 98
Gambar 3.135 Visualisasi senyawa 4-methoxy-2-
phenylquinoline (coklat) dengan nitric
oxide synthase (hijau).......................................... 98
Gambar 3.136 Visualisasi senyawa 4-methoxy-2-
phenylquinoline (coklat) dengan nitric
oxide synthase (hijau).......................................... 99
xix
Gambar 3.137 Visualisasi senyawa 4-methoxy-2-
phenylquinoline (coklat), senyawa kontrol
sildenafil (kuning) dan nitric oxide synthase
(hijau) ........................................................................ 99
Gambar 3.138 Visualisasi senyawa 4-methoxy-2-
phenylquinoline (coklat), senyawa kontrol
sildenafil (kuning) dan nitric oxide synthase
(hijau) ........................................................................ 99
Gambar 3.139 Pemasukan file yang akan di docking .............. 100
Gambar 3.140 Persiapan file untuk di docking .......................... 101
Gambar 3.141 Pemilihan file docking ............................................. 101
Gambar 3.142 Proses docking ............................................................ 102
Gambar 3.143 Hasil docking ............................................................... 102
Gambar 3.144 Visualisasi senyawa eduleine (merah muda)
dengan nitric oxide synthase (hijau) ............. 103
Gambar 3.145 Visualisasi senyawa eduleine (merah muda)
dengan nitric oxide synthase (hijau) ............ 103
Gambar 3.146 Visualisasi senyawa eduleine (merah muda),
senyawa kontrol sildenafil (kuning) dan
nitric oxide synthase (hijau) ............................. 103
Gambar 3.147 Visualisasi senyawa eduleine (merah muda),
senyawa kontrol sildenafil (kuning) dan
nitric oxide synthase (hijau) ............................. 104
Gambar 3.148 Pemasukan file yang akan di docking .............. 105
Gambar 3.149 Persiapan file untuk di docking .......................... 105
Gambar 3.150 Pemilihan file docking ............................................ 106
Gambar 3.151 Proses docking ........................................................... 106
Gambar 3.152 Hasil docking .............................................................. 107
xx
Gambar 3.153 Visualisasi senyawa lunamarime
(merah muda-biru-merah) dengan nitric
oxide synthase (hijau).......................................... 107
Gambar 3.154 Visualisasi senyawa lunamarime
(merah muda-biru-merah) dengan nitric
oxide synthase (hijau).......................................... 107
Gambar 3.155 Visualisasi senyawa lunamarime
(merah muda-biru-merah), senyawa
kontrol sildenafil (kuning) dan nitric
oxide synthase (hijau).......................................... 108
Gambar 3.156 Visualisasi senyawa lunamarime
(merah muda-biru-merah), senyawa
kontrol sildenafil (kuning) dan nitric
oxide synthase (hijau).......................................... 108
Gambar 3.157 Pemasukan file yang akan di docking .............. 109
Gambar 3.158 Persiapan file untuk di docking .......................... 110
Gambar 3.159 Pemilihan file docking ............................................. 110
Gambar 3.160 Proses docking ............................................................ 111
Gambar 3.161 Hasil docking ................................................................ 111
Gambar 3.162 Visualisasi senyawa β-elemene (abu-abu)
dengan nitric oxide synthase (hijau) ............. 112
Gambar 3.163 Visualisasi senyawa β-elemene (abu-abu)
dengan nitric oxide synthase (hijau) ............. 112
Gambar 3.164 Visualisasi senyawa β-elemene (abu-abu),
senyawa kontrol sildenafil (kuning) dan
nitric oxide synthase (hijau) ............................. 112
Gambar 3.165 Visualisasi senyawa β-elemene (abu-abu),
senyawa kontrol sildenafil (kuning) dan
nitric oxide synthase (hijau) ............................. 113
Gambar 3.166 Pemasukan file yang akan di docking .............. 114
xxi
Gambar 3.167 Persiapan file untuk di docking .......................... 114
Gambar 3.168 Pemilihan file docking ............................................. 115
Gambar 3.169 Proses docking ............................................................ 115
Gambar 3.170 Hasil docking ............................................................... 116
Gambar 3.171 Visualisasi senyawa germacrene (violet)
dengan nitric oxide synthase (hijau) ............. 116
Gambar 3.172 Visualisasi senyawa germacrene (violet)
dengan nitric oxide synthase (hijau) ............. 116
Gambar 3.173 Visualisasi senyawa germacrene (violet),
senyawa kontrol sildenafil (kuning) dan
nitric oxide synthase (hijau) ............................. 117
Gambar 3.174 Visualisasi senyawa germacrene (violet),
senyawa kontrol sildenafil (kuning) dan
nitric oxide synthase (hijau) ............................. 117
Gambar 3.175 Pemasukan file yang akan di docking .............. 118
Gambar 3.176 Persiapan file untuk di docking .......................... 119
Gambar 3.177 Pemilihan file docking ............................................. 119
Gambar 3.178 Proses docking ............................................................ 120
Gambar 3.179 Hasil docking ............................................................... 120
Gambar 3.180 Visualisasi senyawa bicyclogermacrene
(jingga) dengan nitric oxide synthase
(hijau) ........................................................................... 121
Gambar 3.181 Visualisasi senyawa bicyclogermacrene
(jingga) dengan nitric oxide synthase
(hijau) ........................................................................... 121
Gambar 3.182 Visualisasi senyawa bicyclogermacrene
(jingga), senyawa kontrol sildenafil (kuning)
dan nitric oxide synthase (hijau) ............................... 121
xxii
Gambar 3.183 Visualisasi senyawa bicyclogermacrene
(jingga), senyawa kontrol sildenafil (kuning)
dan nitric oxide synthase (hijau) ........................ 122
Gambar 3.184 Pemasukan file yang akan di docking .............. 123
Gambar 3.185 Persiapan file untuk di docking .......................... 123
Gambar 3.186 Pemilihan file docking ............................................. 124
Gambar 3.187 Proses docking ............................................................ 124
Gambar 3.188 Hasil docking ................................................................ 125
Gambar 3.189 Visualisasi senyawa α-farnese (biru tua)
dengan nitric oxide synthase (hijau) ............... 125
Gambar 3.190 Visualisasi senyawa α-farnese (biru tua)
dengan nitric oxide synthase (hijau) ............... 125
Gambar 3.191 Visualisasi senyawa α-farnese (biru tua),
senyawa kontrol sildenafil (Kuning) nitric
oxide synthase (hijau).......................................... 126
Gambar 3.192 Visualisasi senyawa α-farnese (biru tua),
senyawa kontrol sildenafil (Kuning) nitric
oxide synthase (hijau).......................................... 126
Gambar 3.193 Pemasukan file yang akan di docking .............. 127
Gambar 3.194 Persiapan file untuk di docking .......................... 128
Gambar 3.195 Pemilihan file docking ............................................. 128
Gambar 3.196 Proses docking ............................................................ 129
Gambar 3.197 Hasil docking ................................................................ 129
Gambar 3.198 Visualisasi senyawa bicycloelemene (zaitun)
dengan nitric oxide synthase (hijau) ............. 130
Gambar 3.199 Visualisasi senyawa bicycloelemene (zaitun)
dengan nitric oxide synthase (hijau) ............. 130
Gambar 3.200 Visualisasi senyawa bicycloelemene (zaitun),
senyawa kontrol sildenafil (kuning) dan
nitric oxide synthase (hijau) ............................. 130
xxiii
Gambar 3.201 Visualisasi senyawa bicycloelemene (zaitun),
senyawa kontrol sildenafil (kuning) dan
nitric oxide synthase (hijau) ............................. 131
Gambar 3.202 Tampilan awal SwissADME ................................ 133
Gambar 3.203 Halaman Awal AdmetSAR ................................... 136
Gambar 3.204 Halaman Uji ADME/TOX pada AdmetSar ..... 136
xxv
Daftar Tabel
Tabel 3.1 Nilai binding affinity senyawa Lunasia amara ....... 131
Tabel 3.2 Hasil uji Aturan Lipinski’s Senyawa Lunasia
amara .................................................................................... 134
Tabel 3.3 Hasil Uji ADME/TOX Lunacrine dan
Lunacridine ......................................................................... 137
Tabel 3.4 Hasil Uji ADME/TOX Hydroxylunacrine dan
Kokusagine .......................................................................... 138
Tabel 3.5 Hasil Uji ADME/TOX Skimmiamine dan 4-
Methoxy-2- Phenylquinoline ....................................... 140
Tabel 3.6 Hasil Uji ADME/TOX Eduleine dan Lunamarine .. 142
Tabel 3.7 Hasil Uji ADME/TOX β-elemene dan
Germacrene ........................................................................ 144
Tabel 3.8 Hasil Uji ADME/TOX Bicyclogermacrene dan
α-farnase .............................................................................. 145
Tabel 3.9 Hasil Uji ADME/TOX Bicycloelemene ....................... 147
1
BAB I
LUNASIA AMARA
A. Ciri/Karakteristik Lunasia amara
Lunasia amara mempunyai beberapa nama daerah, yaitu
kemaitan, maitan (Jawa) mamaitan (Madura), makelum halahuna,
aifafa, Pintan (Minahasa), bungkus susu (Maluku) dan sanrego
(Bone) (Heyne, 1987; EISAI, 1995; Trubus, 1999). Menurut Heyne
(1987), kemaitan mempunyai ciri morfologi berbentuk pohon
rendah (perdu) dengan tinggi mencapai 12 m, dan gemang (besar)
12 cm. Maitan merupakan perdu dengan kulit batang yang pahit
dan beracun, daun tersusun spiral, dengan bunga berwarna
kuning pucat berukuran kecil (EISAI, 1995). Sedangkan dalam
Trubus (1999), diterangkan bahwa kemaitan merupakan pohon
tegak tidak bercabang (monopodial) mencapai tinggi 12 m, keras
dan licin. Berdaun lebat di mana daun mudanya ditutupi bulu-bulu
putih dan coklat. Bagian kelopak bunganya ditutupi bulu coklat
berukuran 1,5 mm dan mengeluarkan bau yang harum. Menurut
Rahardjo (1999) tumbuhan sanrego diklasifikasikan sebagai
berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Classis : Angiospermae
Subclassis : Dicotyledonae
Ordo : Sapindales
Familia : Rutaceae
Genus : Lunasia
Species : Lunasia amara Blanco
2
Gambar 1.1 Morfologi Lunasia Amara
(Sumber : Dokumentasi Pribadi)
Kemaitan merupakan tumbuhan berupa
perdu tegak, kebanyakan mempunyai tinggi 3
meter. Rantingnya licin dengan bagian ujung
mudanya berwarna seperti buah zaitun.
Daunnya tersusun secara sasak altemate,
berbentuk oblong-obovate, dengan ukuran
panjang 20-40 cm dan lebar 7-12 cm. Bunga
jantan dan betina tertutup dengan sisik
lepidote, berukuran kecil, berwarna kuning,
kebanyakan axillary inflorescence, yang mana
lebih pendek dari tangkai daunnya, masing
masing mempunyai panjang sekitar 1 cm atau
lebih. Buahnya terdiri dari 3 kapsul
kekuningan, licin dan memiliki bagian seperti
urat, membuka sepanjang uratnya dengan bagian atasnya seperti
jahitan luka (Quisumbing, 1951).
Tahukah
Anda ?
Potensi
Lunasia
amara
sebagai
afrodisiaka
mulanya
diamati pada
seekor kuda
jantan yang
dinamai La
Bolong.
Coba
perhatikan
Gambar 1.
Di daerah
kalian,
tumbuhan
ini
namanya
apa yah ?
3
B. Penyebaran Lunasia amara
Dikutip dalam Odum (1971), mengatakan bahwa penyebaran
tumbuhan dalam suatu habitat umumnya dipengaruhi oleh
tuntutan tumbuhan tersebut untuk memperoleh ruang tumbuh,
cahaya matahari, dan zat makanan yang lebih baik untuk
pertumbuhan dan perkembangannya. Selanjutnya dalam Weaver
(1938) dijelaskan bahwa kondisi lingkungan seperti tanah,
topografi, curah hujan. dan suhu juga akan mempenganuhi pola
penyebaran suatu jenis tumbuhan.
Beberapa pustaka mengungkapkan lokasi penyebaran
kemaitan agak berbeda. EISAI (1995), menyebutkan bahwa
penyebaran kemaitan di Nusantara mencakup beberapa wilayah
yang tersebar di Jawa Tengah Jawa Timur, Nusa Barung, Madura.
Sulawesi, dan Indonesia Bagian Timur. Potensi terbesar kemaitan
ada di Sulawesi dan daerah Irian Jaya (Heyne, 1987; EISAI, 1995;
Trubus, 1999.
Berdasarkan data yang dihimpun dari penelusuran koleksi
herbarium kemaitan di Herbarium Bogoriense, ditemukan bahwa
penyebaran kemaitan yang diketahui hingga saat ini mencakup
wilayah Jawa, Madura, Bali, Flores, Tanimbar, Sumbawa.
Kalimantan, Sulawesi, Irian (Papua), dan Filipina. Hal tersebut
menandakan habitat kemaitan berbeda-beda di tiap-tiap lokasi.
Adapun tipe habitat yang diketahui merupakan daeah penyebaran
kemaitan meliputi hutan pegunungan, hutan primer, hutan
sekunder muda, bukit dengan tanah kapur, dataran rendah ultra
basic, daerah dekat lembah sungai serta hutan hujan tropis.
Habitat Kemaitan kebanyakan ditemukan di daerah dekat
pantai, hutan kering dan daerah bersemak dengan ketinggian 1-
400 Mdpl (Backer & Bakhuizen 1965). Heyne (1987)
mengemukakan bahwa kemaitan tumbuh pada ketinggian
dibawah 400 Mdpl. Tumbuh di perbukitan yang gundul dan
4
berbatu, terkadang pada karang batu yang gundul di dekat pantai.
Trubus (1999) menambahkan bahwa kemaitan tumbuh di antara
semak belukar pada daerah panas hingga sejuk yang memiliki
ketinggian dibawah 400 Mdpl.
C. Sejarah Penggunaan Lunasia amara sebagai Afrodisiaka
Penggunaan Lunasia amara sebagai obat afrodisiaka terjadi
secara tidak sengaja. Dilansir dari artikel yang ditulis oleh Hafid
pada Beritatagar.id alkisah di Sulawesi Selatan, saat La Tenri Rawe
Bongkange yang bestari menjadi Raja Bone ke-7 (1568-1584), ada
seekor kuda jantan bernama La Bolong (si hitam) milik Arung
Sanrego. Sang kuda tak sengaja menemukan satu tanaman di
hutan berbukit. Setiap kali La Bolong melahap tumbuhan itu,
kontan berahinya memuncak. Sejurus kemudian langsung
mencari kuda betina. Dalam sehari itu La Bolong mampu
melampiaskan birahinya kepada 40 ekor kuda betina.
Keperkasaan La Bolong telah menjadi legenda turun-temurun
dalam keluarganya. Melihat hal tersebut, Arung Sanrego
keheranan. Ia tertarik dengan kayu yang selalu dielus sang kuda.
Lalu melakukan uji coba kepada beberapa hewan peliharaan lain,
seperti kucing, anjing, dan ayam. Caranya dengan memberi air
rebusan kayu tersebut. Ternyata reaksi yang sama terjadi. Semua
hewan birahi tak terkira berkat kayu ajaib tersebut. Setelah
merasa cukup yakin, Arung Sanrego menguji khasiat kayu tadi
kepada putranya, Bangkung Pettareng. Sesuatu yang tak biasa pun
terjadi. Vitalitas Bangkung meningkat luar biasa. Alhasil 41
istrinya, kecuali yang pertama, semuanya hamil. Bangkung lalu
bersumpah akan membuat istri pertamanya juga bunting. Sumpah
itu kemudian bisa terpenuhi tapi dengan cara yang unik sekaligus
membuktikan khasiat bolong sanrego. Konon saat meninggal dan
jasadnya dimandikan, istri pertama keheranan melihat lase (penis
5
dalam bahasa Bugis) Bangkung masih "hidup". Dipersilakanlah
permaisuri memasuki bilik dan menuntaskan hajat suaminya.
Sembilan bulan kemudian, istri pertama melahirkan anak yang
diberi nama I Ladica Puang Makuasa. Sejak peristiwa itu, kisah soal
kayu ajaib ini terkenal hingga ke seantero negeri bone. Mereka pun
menyebutnya kayu bolong sanrego sebagai penghormatan kepada
kuda milik Arung Sanrego. Tempat ditemukannya kayu tersebut
hingga kini diberi nama Desa Sanrego
D. Kandungan Kimia Lunasia amara
Dalam beberapa studi fitokimia yang dilakukan pada Lunasia
amara, telah diidentifikasi empat kelompok utama alkaloid
quinoline pada tanaman ini (Macabeo and Aguinaldo, 2008), yaitu:
1. Dimethylallyl-2-Quinolones.
Kelompok alkaloid ini adalah yang paling luas dan telah
diteliti dengan baik. Senyawa ini secara biologis diproduksi
melalui pra-kondensasi asam antranilat dan asetat untuk
menghasilkan kuinolon, turunan kuinolin yang sangat
teroksidasi. Transformasi biosintesis lebih lanjut seperti
penambahan nukleofilik dari 3,3 dimethylallyl (dari asam
mevalonic) membentuk metabolit 3-(3 ', 3dimethylallyl)-4-O-
alkyl-2-quinolone. Beberapa senyawa pada Lunasia amara
termasuk yang termasuk dalam kelompok ini yaitu
lunacridine dan turunan hidroksinya, lunidine dan turunan
hidroksinya serta lunidonine. Alkaloid lain yang tidak dikenal
jauh adalah lunolone.
2. Furoquinolines
Jenis metabolit nitrogen ini dianggap sederhana secara
kimia. Sebagian besar memiliki gugus aril dan biasanya
divariasikan berdasarkan cara substitusi cincin dalam
struktur benzenoid dan adanya gugus metoksi pada C4. Dua
6
alkaloid kuinolin yang diidentifikasi dari Lunasia amara dari
kelompok ini adalah kokusagine (7,8methylenedioxy-
dictamnine) dan skimmianine.
3. Furoquinolones
Kelompok senyawa dasar ini secara
klasik dikenal sebagai konstituen alami
artefaktual hingga mereka telah ditemu-
kan secara alami di beberapa genera,
berdasarkan struktur cincin dasarnya,
baik sebagai furoquinoline sederhana
atau sebagai 2-isopropyl-2,3-ihydrofuro-
quinoline. Genus Lunasia dianggap
sebagai salah satu sumber utama
senyawa ini bersama dengan genera
Ptelea dan Balfourodendron. Informasi
kemotak-sonomi ini menempatkan
Lunasia pada beberapa literatur ke
Toddalioideae (sub-familia Pteleinae).
Metabolit alkaloid isopropil utama yang
diisolasi dari Lunasia amara adalah
lunacrine bersama dengan sejumlah kecil lunin. Dua alkaloid
minor tambahan, yang memiliki gugus hidroksil dalam gugus
isopropilnya juga diidentifikasi, senyawa ini adalah
hydroxylunacrine dan hydro-xylunine. Hydroxylunacrine
memiliki gugus metoksi pada cincin benzenoidnya sedangkan
hydroxylunine memiliki gugus metilenoksi. Selain itu, alkaloid
yang tidak teridentifikasi, lunacrinol, juga diisolasi dalam
jumlah yang sangat kecil. Senyawa kelima dari kelompok ini
yang diidentifikasi pada Lunasia amara adalah lunasine,
alkaloid furoquinoline kuaterner. Alkaloid yang larut dalam
Tahukah
Anda?
Selain sebagai
Afrodiasiaka,
menurut
Atkinson
(1956) dan
Collins
(1990)
senyawa yang
terkandung
pada Lunasia
amara juga
bersifat
Antibakteri
7
air ini digunakan sebagai referensi dalam hipotesis
biosintesis.
4. 2-Arylquinolines dan 4-kuinolon
Kelompok alkaloid ini diturunkan secara biogenetis
melalui kondensasi asam antranilat dan asam aromatik
lainnya seperti fenilalanin dan tirosin. Bersamaan dengan
genera Balfourodendron dan Orixa, genus Lunasia dilaporkan
mengandung kelompok alkaloid tersebut. Informasi ini
selanjutnya memberikan bukti mengenai hubungan biokimia
yang kuat antara ketiga genera Rutaceae. 2-arylquinolin yang
diidentifikasi dari Lunasia amara adalah 4-methoxy2-
phenylquinoline dan 4-methoxy-2-(3',4'methylenedioxy-
phenyl) quinoline (graveolinine) sementara dua 4-kuinolon
yang dikenal dari tanaman ini adalah 2-phenyl-4quinolone
dan lunamarine.
Selain itu, juga ditemukan adanya kandungan senyawa
sesquiterpen pada Lunasia amara. Sesquiterpen adalah
kelompok isoprenoid C15 yang ditemukan di tanaman tingkat
tinggi dan rendah, mikroba dan beberapa organisme laut.
Banyak yang memiliki aktivitas biologis, termasuk sifat
antimikroba, antitumor, dan sitotoksik. Pada tanaman,
mereka memainkan peran ekologis penting dalam interaksi
dengan serangga dan mikroba dan bertindak sebagai atraktan,
penangkal, antifidan, dan phytoalexin. Sesquiterpen adalah
komponen kunci dari banyak minyak atsiri. Ketika disuling
dari materi tanaman, senyawa ini merangsang kelenjar dan
hati, serta memiliki sifat anti-alergen, antispasmodik, dan anti-
inflamasi. Daun L. amara menghasilkan minyak esensial yang
terutama terdiri dari β-elemene, germacrene, bicycloger-
macrene, bicycloelemene, γ-elemene dan farnesene (Macabeo
and Aguinaldo, 2008).
8
E. Pemanfaatan Lunasia amara
Sampai saat ini bagian yang dimanfaatkan dari kemaitan
adalah bagian kulit batang dan daun yang telah dikeringkan (C.
Jerasi. 1992 dalam Sidik. 1999). Adapun manfaat dari kemaitan
menurutnya adalah sebagai obat gosok bagian tubuh yang
bengkak, obat koskado dan obat penambah nafsu birahi
(aphrodisiac). Daru dkk (1999) dalam Muhtadi (1999),
mengungkapkan bahwa pemberian infus daun kemaitan terhadap
anak ayam jantan White Leghorn berumur 3 hari menyebabkan
pertambahan berat dan bentuk jengger, berat testis dan berat
bursa fabrisius. Hal ini menunjukkan bahwa daun kemaitan
memilik aktivitas androgenik. Kulit batang kemaitan bermanfaat
sebagai obat nyeri perut, penawar racun ular dan serangga,
sedangkan daunnya bermanfaat sebagai obat bengkak dan
penyubur rambut (EISAL, 1995).
Dalam Trubus (1999), disebutkan bahwa kemaitan
bermanfaat sebagai pelancar saluran urin, memacu gairah seksual,
kosmetik, penghambat pertumbuhan bakteri (Eschericia coli,
Shygella bodyi dan Staphylococcus aureus), obat diare, penawar
racun makanan dan bisa ular serta mengatasi kelainan kulit.
Bangsa Philipina memanfaatkan kulit batang, biji, serta daun
Lunasia amara untuk digunakan dalam dunia pengobatan.
Penyakit yang sering diatasi dengan bahan ini adalah luka akibat
gigitan lar dan gangguan pada organ-organ pencemaan
(Quisumbing, 1951).
9
Gambar 1.2 Produk Madu Sanrego
(Sumber : Dokumentasi Pribadi)
F. Latihan Soal I
1. Apa senyawa dalam Sanrego Lunasia amara yang berpotensi
sebagai afrodisiaka?
2. Bagaimana pemanfaatan Sanrego Lunasia amara di
masyarakat?
Lampiran Latihan Soal I
Jawaban:
1. Senyawa pada Sanrego Lunasia amara yang berpotensi
sebagai afrodisiaka yaitu dari golongan alkaloid quinoline
yaitu lunacridine, kokusagine, skimmiamine, lunacrine,
hydroxylunacrine, 2-phenyl-4quinolone, lunamarine serta
beberapa senyawa sesquiterpene seperti β-elemene,
germacrene, bicyclogermacrene, bicycloelemene, γ-elemene
dan farnesene (Macabeo and Aguinaldo, 2008).
2. Di masyarakat sendiri, khususnya masyarakat Bone Sulawesi
Selatan Sanrego Lunasia amara telah lama digunakan sebagai
afrodisiaka. Selain itu Sanrego Lunasia amara dapat
digunakan untuk pelancar saluran urin, memacu gairah
seksual, kosmetik, penghambat pertumbuhan bakteri
10
(Eschericia coli, Shygella bodyi dan Staphylococcus aureus),
obat diare, penawar racun makanan dan bisa ular serta
mengatasi kelainan kulit (Trubus, 1999).
11
BAB II
AFRODIASIAKA
A. Pengertian/Defenisi Afrodisiaka
Istilah impotensi dulunya digunakan untuk menggambarkan
kondisi ketidakmampuan laki-laki untuk
mencapai dan mempertahankan ereksi yang
memadai dalam hubungan seksual. Walaupun
istilah ini telah digunakan selama berabad-
abad, namun menyebabkan banyak ke-
bingungan dan telah digantikan dengan istilah
'disfungsi ereksi' sejak 1992 (Shah, 2002).
Pencarian obat atau resep yang dapat
meningkatkan fungsi seksual atau mengobati disfungsi ereksi pria
(DE) telah menjadi obsesi sepanjang sejarah yang diketahui,
apakah itu peradaban Timur maupun Barat, religius ataupun ateis,
aspirasi manusia untuk "kejantanan" yang lebih baik telah menjadi
tujuan sejarah. Dalam ulasan Shah (2002), berbagai pemikiran dan
reaksi peradaban yang berbeda mengenai tujuan ini dengan fasih
dibahas. Contohnya, puisi dari peradaban Hindu yang berasal dari
3.000 hingga 4.000 tahun menggambarkan penelitian terbaru
tentang pencarian bahan-bahan yang dapat meningkatkan
seksualitas. Salah satu dari resep ini menggambarkan secara alami
nilai nutrisi makanan, parfum dan bahkan rempah-rempah yang
dapat meningkatkan kemampuan seksual pria. Dalam sebuah teks
Cina kuno (2697 hingga 2595 SM), obat yang terdiri dari 22
ramuan diceritakan diminum oleh kaisar dan mampu
meningkatkan mortalitas 1.200 wanita. Dalam sejarah lain, bangsa
Mesir kuno menjelaskan banyak obat yang digunakan dalam
mengobati difungsi ereksi termasuk konsumsi pinus, garam, dan
semangka (Shamloul, 2010).
Coba Cari
Tahu !
Bagaimana
ereksi
terjadi
secara alami
pada tubuh
?
12
Afrodisiak didefinisikan sebagai
makanan atau obat apa pun yang mem-
bangkitkan naluri seksual, menginduksi
hasrat pemujaan dan meningkatkan ke-
senangan serta kinerja seksual. Kata ini
berasal dari 'Astrodite' Dewi Cinta dan
keindahan Yunani. Zat-zat ini berasal dari
tumbuh-tumbuhan, hewan atau mineral
dan sejak dahulu kala mereka telah
meningkatkan gairah manusia. Banyak
zat alami secara historis dikenal sebagai
afrodisiak di Afrika dan Eropa, seperti
yohimbine dan tanaman mandrake, serta
cula badak tanah dalam budaya Tiongkok
dan "lalat Spanyol" yang sebenarnya
beracun. Bahkan di budaya saat ini, ada
makanan tertentu yang digunakan
sebagai afrodisiak, termasuk stroberi dan
tiram mentah. Cokelat, kopi, dan madu
juga dipercaya memiliki potensi afrodisiak. Meskipun bahan alami
ini diklaim sebagai afrodisiak, tidak ada atau sedikit informasi
ilmiah yang mendukung pernyataan tersebut (Kotta et al., 2013).
B. Jenis-jenis Afrodisiaka
Obat Viagra (sildenafil) telah menarik perhatian publik untuk
afrodisiak. Pencarian untuk zat-zat tersebut berawal dari ribuan
tahun lalu. Afrodisiak dapat diklasifikasikan berdasarkan cara
kerjanya menjadi 3 jenis, yaitu jenis yang meningkatkan (1) libido,
(2) potensi, dan (3) kenikmatan seksual. Berbagai zat hewan dan
tumbuhan telah digunakan dalam obat-obatan tradisional dari
Dikutip dari
Campbell et al.
(2010), Selama
peningkatan
gairah seksual,
neuron-neuron
tertentu
melepaskan NO
(Nitrit Oxide)
kedalam jaringan
erektil peni
sehingga sel-sel
otot polos
berelaksasi dan
pembuluh darah
sekitarnya
melebar dan
mengisi jaringan
erektil.
13
berbagai budaya, beberapa telah
diidentifikasi secara farmakologis, me-
mungkinkan untuk memahami mekanisme
aksi mereka. Contohnya ambrein,
konstituen utama Amra grisea yang
digunakan di negara-negara Arab. Untuk
meningkatkan libido Alkohol triterpen
trisiklik ini meningkatkan konsentrasi
beberapa hormon hipofisis anterior dan
testosteron serum. Kulit dan kelenjar kodok
Bufo mengandung bufotenine (dan bufa-
dienolides lainnya), suatu congener
halusinogenik diduga dari serotonin. Untuk
meningkatkan potensi, Panax ginsen
digunakan dalam pengobatan tradisional Tiongkok.
1. Zat Yang meningkatkan Libido
Afrodisiak ini bekerja pada level sistem saraf pusat
dengan mengubah neurotransmitter spesifik atau konsentrasi
hormon seks tertentu. Beberapa golongan senyawa ini dapat
menjadi efektif pada kedua jenis kelamin, meskipun sebagian
besar bekerja melalui peningkatan konsentrasi testosterone
sehingga dapat dikatakan bekerja lebih efektif pada pria.
Berikut beberapa contoh senyawa atau tumbuhan yang
bersifat afrodisiak dengan meningkatkan libido:
a. Ambrein
Zat penyusun utama pada Ambra grisea, digunakan di
negara-negara Arab. Ditemukan dalam usus paus sperma,
dan penggunaannya dalam pengobatan tradisional sangat
luas, mulai dari pengobatan sakit kepala dan rematik (dan
memang sifatnya yang anti-inflamasi dan antinosiseptif
telah diperlihatkan) hingga pembuatan parfum serta
Tahukah
Anda?
Afrodisiak
diklasifikasika
n berdasarkan
cara kerjanya
menjadi 3
jenis, yaitu
jenis yang
meningkatkan
(1) libido, (2)
potensi, dan
(3) kenik-
matan seksual.
14
untuk peningkatan kinerja seksual. Penelitian pada
hewan telah menunjukkan bahwa alkohol triterpen
trisiklik ini meningkatkan konsentrasi beberapa hormon
hipofisis anterior dan testosteron serum, yang pada
gilirannya merangsang sintesis reseptor dopamin dan
perilaku seksual. Ambrein juga meningkatkan aliran nor
adrenergik, yang kemudian merangsang gairah seksual,
dan itu dapat bekerja antagonis dengan kontraktil dari
berbagai agen (asetilkolin, noradrenalin, prostaglandin,
oksitosin) pada otot polos.
b. Salvia hematematik
Telah dilaporkan memiliki efek ansiolitik (meng-
hambat kecemasan), mengurangi sintesis serotonin otak,
dan mengandung flavonoid yang memiliki sifat anti-
oksidan. Senyawa antioksidan dapat mengubah tingkat
androgen.
c. Lithospermum arvense (bird millet)
adalah tanaman yang daun dan bijinya memiliki sifat
androgenik, gonadotropik, dan estrogenik, karenanya
memiliki efek afrodisiak. Tidak diketahui adanya
toksisitas.
Di negara-negara Arab, Brassica rapa, Prunus
amygdalus, dan Zingiber officinale digunakan sebagai
bahan yang memiliki efek afrodisiak dan berbagai sifat
medis lainnya. Penelitian pada hewan telah menunjukkan
aktivitas androgeniknya, dengan toksisitas terbatas pada
efek androgen (penambahan berat badan, alopesia) dan
anemia ringan.
d. Bufotenin
Kulit kodok dan kelenjar bufo mengandung bufotenin
dan turunannya yang dimetilasi-O, 5-MeO-DMT (5-
15
metoksi-N, N-dimetiltiltriptamin), suatu senyawa yang
yang bersifat halusinogenik serotonin. Ini adalah bahan
aktif dalam batu cinta India Barat dan obat Cina chan su.
Penggunaannya berasal dari zaman prasejarah,
menyebar pada banyak budaya dan benua. Karena
sifatnya, bahan ini direkomendasikan sebagai obat
jantung dan diuretik serta untuk menghentikan diatesis
pendarahan. Sifat afrodisiak kemungkinan berasal dari
saraf pusat, seperti juga efek (psikoaktif) obat lainnya,
karenanya, ia terdaftar sebagai halogenogen. Kodok
memiliki posisi yang menonjol dalam mitologi, agama,
ritual okultisme dan sihir, serta dongeng. Bagaimana
popularitas itu berhubungan dengan racunnya adalah
sebuah misteri.
Peningkatan perilaku seksual yang tidak spesifik
terjadi dengan asupan stimulan sistem saraf pusat, seperti
amfetamin, kokain, agen dopaminergik, kafein, obat
antiserotonin dan ganja. Berbagai stimulan yang terdapat
pada minuman dan turunan kunyah dari kacang kola,
guarana, dan pinang, penggunaannya sebagai obat
rekreasional dan afrodisiak tersebar luas di Afrika, Asia,
dan Amerika Latin. Kacang-kacangan juga mengandung
tanin, yang sifatnya karsinogenik dan antinutrisi terkenal.
Efek etanol kemungkinan melalui disinhibisi, tetapi
menurunkan potensi.
2. Zat Yang meningkatkan Potensi (memungkinkan atau
mempertahankan ereksi)
Cara kerja senyawa ini umumnya melalui induksi
vaskodilatasi, untuk memungkinkan ereksi terjadi. Obat
semacam ini digunakan hampir secara eksklusif oleh pria,
meskipun pada tingkat yang lebih rendah mereka bisa efektif
16
pada wanita. Sildenafil (dengan nama
merek Viagra) merupakan obat oral
untuk pria dengan disfungsi ereksi,
menghasilkan ereksi yang memuaskan
dan meningkatkan kepuasan seksual
tanpa mempengaruhi hasrat seksual.
Sildenafil juga dapat berguna untuk
mengobati disfungsi seksual wanita.
Sildenafil merupakan inhibitor
fosfodiesterase oral yang meningkatkan
fungsi ereksi melalui jalur umum yang
terjadi secara alami pada tubuh. Sildenafil membutuhkan
stimulasi seksual agar bisa berfungsi. Stimulasi seksual
menghasilkan pelepasan oksida nitrat dari saraf dan sel
endotel di corpus cavernosum penis. Nitric oxide (NO)
merangsang guanylate cyclase dengan
pembentukan cyclic guanosine mono-
phosphate (cGMP). Cyclic guanosine
monophosphate adalah zat yang
mengarah pada relaksasi sel otot polos di
dalam arteri, arteriol, dan sinusoid dari
corpus cavernosum yang memungkinkan
jaringan ereksi ini terisi dengan darah dan
menyebabkan ereksi. Pria dengan dis-
fungsi ereksi (DE) mungkin tidak dapat
menghasilkan jumlah cyclic guanosin
monofosfat yang memadai. Cyclic
guanosine monophosphate biasanya dipecah oleh phospho-
diesterase. Ada banyak fosfodiesterase di seluruh tubuh,
tetapi isoform tipe 5 (PDE5) ditemukan dalam kadar tinggi di
genitalia. Sildenafil menghambat PDE5 memungkinkan
Coba Cari
Tahu !
Selain dari
kelompok
Alkaloid, apa
saja senyawa
yang
terkandung
dalam
Lunasia
amara ?
Tahukah
Anda ?
Obat kuat
Viagra be-
kerja dengan
cara me-
ningkatkan
potensi/memp
ertahankan
ereksi.
17
peningkatan cyclic guanosin mono-
fosfat dan vasodilatasi. PDE5
ditemukan di jaringan lain selain
genitalia, termasuk otot polos
pembuluh darah dan visceral,
trombosit, dan otot rangka. Sildenafil
sangat spesifik untuk PDE5 di-
bandingkan dengan isoform PDE
lainnya. Potensi afrodisiak meng-
hambat tindakan hidrolisis PDE-5
dengan hasil itu cGMP aktif dapat
terakumulasi. ‘Tidak Terganggu’ dan
memperpanjang ereksi melalui
peningkatan darah mengalir (Kloner,
2000).
Karena efek vasodilatasi aditif
dan potensi penurunan tekanan
darah yang berbahaya, sildenafil
tidak boleh dikonsumsi bersamaan
dengan terapi nitrat, dan tidak boleh
digunakan dalam waktu 24 jam.
Pasien dengan disfungsi otonom
adrenergik yang tidak dapat meng-
imbangi gangguan hemodinamik,
sangat berisiko terhadap efek
hipotensi sildenafil. Sayangnya,
orang-orang seperti itu kemung-
kinan merupakan pasien yang
mungkin memerlukan sildenafil.
Sildenafil dapat menghasilkan
efek kardiovaskular yang berpotensi
Coba Cari Tahu
!
Dari beberapa
klasifikasi
Afrodisiak
berdasarkan
cara kerjanya,
bagaimana
senyawa
Lunasia amara
mempengaruhi
gairah seksual ?
Dikutip dari
Macabeo dan
Aguinaldo
(2008),
Lunacrine dan
lunasine pada
Lunasia amara
bekerja dengan
cara meningkat-
kan dan
mempertahankan
aktivitas otot
secara terus
menerus, mirip
seperti cara kerja
sildenafil pada
obat Viagra.
18
berbahaya untuk pasien tertentu, seperti orang dengan
iskemia koroner atau gagal jantung kongestif, atau pasien
yang menggunakan rejimen anti hipertensi serta obat-obatan
yang mungkin memperpanjang masa paruh sildenafil. Pasien
dalam uji eskalasi dosis telah dilaporkan mengalami gangguan
penglihatan seperti melihat kabut biru dan peningkatan
kecerahan sementara ketika mengkomsumsi sildenafil dalam
dosis lebih dari 200 mg. Penglihatan abnormal sementara
terjadi pada 3% pasien dalam uji dosis fleksibel dan 11%
pasien dalam studi dosis tetap dan lebih umum pada dosis 100
mg daripada pada dosis rendah. Fenomena seperti ini
disebabkan oleh efek obat pada fosfodiesterase retina, dan
oleh karena itu penggunaan sildenafil berbahaya pada pasien
dengan retinitis pigmen-tosa atau kelainan retina lainnya.
Sakit kepala terjadi pada 11% hingga 16% pasien dalam
penelitian besar, dan itu bisa parah.
Panax (panacea) ginseng memiliki akar yang digunakan
dalam peng-obatan Cina tradisional. Ia bekerja sebagai
antioksidan dengan me-ningkatkan sintesis oksida nitrat (NO)
dalam endotelium banyak organ, termasuk korpora
cavernosa. Ginse-nosides juga meningkatkan relaksasi
asetilkolin yang diinduksi dan stimulasi saraf transmural yang
terkait dengan peningkatan siklik jaringan guanosin
monofosfat, mirip dengan sildenafil, karenanya memiliki sifat
afrodisiak. Efek sentral Ginseng (peningkatan dopamin batang
otak, norepinefrin, serotonin kortikal, atenuasi aktivitas
oksidase monoamina) dapat menjelaskan peningkatan
ingatannya dan sifat-sifat anti kecemasan dan berkontribusi
terhadap efek afrodisiaknya.
19
Gambar 2.1 Obat Viagra (Sildenafil)
(Sumber: www. Statepharmacy.com)
Gambar 2.2 Ginseng
(Sumber: www.naturalfoodseries.com)
3. Zat yang meningkatkan pengalaman sensorik selama
koitus
Efek zat-zat ini umumnya melalui iritasi pada mukosa
genital, sehingga meningkatkan sensasi. Zat-zat ini dijual di
toko-toko seks dan digunakan baik oleh laki-laki maupun
perempuan. Cantharidin adalah bahan kimia dengan sifat
vesikan/iritan yang berasal dari kumbang blister yang telah
digunakan selama ribuan tahun sebagai stimulan seksual oleh
kedua jenis kelamin. Cara kerjanya adalah dengan meng-
20
hambat aktivitas fosfodiesterase dan protein fosfatase dan
stimulasi 13 reseptor, yang menyebabkan kemacetan dan
peradangan pembuluh darah. Dapat menyebabkan toksisitas
pada saluran gastrointestinal, yang mengakibatkan pen-
darahan fatal. Toksisitas ginjal adalah hasil dari ekskresi
ginjalnya, yang dapat menyebabkan nekrosis tubular akut.
Efek jantung kemungkinan besar disebabkan oleh syok
hemoragik, tetapi juga bisa disebabkan oleh degenerasi
miofibril dan perdarahan perikardial serta subendokardial.
C. Latihan Soal II
1. Apa itu afrodisiaka?
2. Mengapa stimulasi seksual dapat menyebabkan terjadinya
ereksi?
3. Bagaimana peranan Nitrogen Oksida terhadap tubuh
manusia?
Lampiran Latihan Soal II
Jawaban:
1. Afrodisiaka adalah makanan atau obat apa pun yang mem-
bangkitkan naluri seksual, menginduksi hasrat pemujaan dan
meningkatkan kesenangan serta kinerja seksual. Kata ini
berasal dari 'Astrodite' Dewi Cinta dan keindahan Yunani. Zat-
zat ini berasal dari tumbuh-tumbuhan, hewan atau mineral
dan sejak dahulu kala mereka telah meningkatkan gairah
manusia (Kotta et al., 2013).
2. Stimulasi seksual menghasilkan pelepasan oksida nitrat dari
saraf dan sel endotel di corpus cavernosum penis. Nitric oxide
(NO) akan merangsang guanylate cyclase dengan pem-
bentukan cyclic guanosine monophosphate (cGMP). Cyclic
guanosine monophosphate adalah zat yang mengarah pada
21
relaksasi sel otot polos di dalam arteri, arteriol, dan sinusoid
dari corpus cavernosum yang memungkinkan jaringan ereksi
ini terisi dengan darah dan menyebabkan ereksi (Kloner,
2000).
3. Nitrogen oksida menyebabkan relaksasi otot polos, meng-
hambat agregasi dan adhesi trombosit, serta menghambat
proliferasi sel. NO juga berperan dalam proses imunologis, di
antaranya dihasilkan oleh sel makrofag jaringan, akibat
aktifasi berbagai sitokin dan endotoksin bakteri patogen yang
mampu merusak sel target atau sel bakteri melalui perannya
sebagai bahan sitotoksik (Gunawijaya dan Arhana, 2000).
23
BAB III
ANALISIS POTENSI AFRODISIAKA SECARA IN-SILICO LUNASIA
AMARA
Tahapan analisis data secara in silico yaitu:
A. Penentuan senyawa target
Penentuan senyawa target dapat dilakukan melalui studi literatur
baik dari jurnal, buku, ataupun sumber lainnya. Berdasarkan hasil
studi literatur, senyawa pada Lunasia amara yang akan diuji yaitu
Lunacrine, lunadicrine, hydroxylunacrine, kokusagine, skimmi-
anine, 4-methoxy-2-phenylquinoline, eduleine, lunamarine, b-
elemene germacrene, bicyclogermacrene, a-farnase, dan
bicycloelemene.
B. Penentuan protein target dengan database senyawa
Setelah ditentukan senyawa yang akan diuji, maka senyawa
tersebut dianalisis lebih detail dengan menggunakan “PubChem”
yang dapat diakses di https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/.
Gambar 3.1 Laman awal PubChem
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Adapun analisis senyawa uji sebagai berikut:
Tahukah
Anda?
Senyawa
yang akan
diuji dapat
diunduh di
website
PubChem
24
1. Lunacrine
Pada laman akan terlihat seperti pada gambar diatas,
selanjutnya pada tampilan PubChem akan terdapat beberapa
icon yaitu BioAssay, Coompund to, dan Substance. Untuk
mengetahui jenis-jenis protein apa saja yang menyusun
senyawa Alpha-santalol, maka pada ketiga option diatas kita
akan memilih “Coumpound to”, lalu ketik jenis senyawanya
yaitu Lunacrine
Gambar 3.2 Pencarian senyawa Lunacrine
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Gambar 3.3 Database senyawa Lunacrine pada website PubChem
Sumber: (Dokumentasi pribadi
25
Setelah itu dicatat Pubchem ID dan canonical smile dari
senyawa Lunacrine. Pubchem ID merupakan nomor ID dari
senyawa target di PubChem, sehingga lebih memudahkan kita
dalam menemukan senyawa target ini kembali di PubChem.
Dan Smile adalah kode spesifik dari senyawa target yang
digunakan pada program penentuan senyawa target.
Pubchem ID: 442921
Canonical Smile:
CC(C)C1CC2=C(O1)N(C3=C(C2=O)C=CC=C3OC)C
Setelah dicatat, maka langkah selanjutnya yaitu mengunduh
bentuk 3d dari senyawa Lunacrine. Klik download kemudian
pilih format sdf untuk proses unduh. Setelah diunduh, wajib
untuk mengubah nama file unduh menjadi nama senyawa. Hal
ini bertujuan untuk memudahkan proses docking yang akan
dilakukan.
Gambar 3.4 Pengunduhan bentuk 3d senyawa Lunacrine
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Karena senyawa yang diunduh dalah bentuk sdf, maka perlu
untuk diubah formatnya menjadi PDB. Hal yang perlu
26
dilakukan pertama yaitu membuka aplikasi “Avogadro”.
Setelah itu, pilih menu “File” kemudian pilih senyawa yang
sebelumnya diunduh lalu klik “open”.
Gambar 3.5 Visualisasi bentuk senyawa Lunacrine dengan
aplikasi Avogadro
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Setelah terlihat visualisasi senyawa Lunacrine dalam bentuk
3d, pilih File, lalu Save As, dan ubah jenis format penyimpanan
ke Protein Data Bank Files (pdb).
Gambar 3.6 Penyimpanan senyawa Lunacrine dalam bentuk PDB
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
27
2. Lunacridine
Pertama, dilakukan analisis senyawa Lunacridine melalui
website “Pubchem” yang dapat diakses di
https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/.
Gambar 3.7 Pencarian senyawa Lunacridine di website PubChem
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Gambar 3.8 Database senyawa PubChem
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
28
Setelah itu, di kotak pencarian, ketik senyawa yang akan dicari
dalam hal ini Lunacridine untuk mendapatkan database
senyawa tersebut. Setelah itu, dicatat nomor PubChem ID dan
Canonical Smiles dari Lunacridine.
PubChem ID : 442920
Canonical Smiles :
CC(C)C(CC1=C(C2=C(C(=CC=C2)OC)N(C1=O)C)OC)O
Untuk analisis lebih lanjut, perlu diunduh bentuk 3d senyawa
Lunacridine dengan cara di bagian 3d comformer, klik
donwload, pilih format sdf kemudian save. Jangan lupa untuk
mengganti nama unduhan dengan nama senyawa tersebut.
Gambar 3.9 Pengunduhan senyawa Lunacridine dalam bentuk sdf
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Karena file dalam bentuk sdf, maka perlu diubah dalam format
pdb dengan menggunakan program avogadro. Buka program
avogadro kemudian ke menu file lalu open kemudian pilih
senyawa yang akan divisualisasikan bentuk 3dnya.
29
Gambar 3.10 Visualisasi 3d senyawa Lunacridine
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Kemudian disimpan dalam format pdb dengan cara pilih
menu file, kemudian save as dengan format pdb.
Gambar 3.11 Penyimpanan format Lunacridine dalam bentuk
pdb
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
3. Hydroxylunacrine
Pertama, dilakukan analisis senyawa Hydroxylunacrine
melalui website “Pubchem” yang dapat diakses di
30
https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/. Setelah itu, di kotak
pencarian, ketik senyawa yang akan dicari dalam hal ini
Hydroxylunacrine untuk mendapatkan database senyawa
tersebut.
Gambar 3.12 Pencarian senyawa Hydroxylunacrine di website
PubChem
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Gambar 3.13 Database senyawa Hydroxylunacrine
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
31
Setelah itu, dicatat nomor PubChem ID dan Canonical Smiles
dari Hydroxylunacrine.
PubChem ID: 101289744
Canonical Smiles:
CC(C)(C1CC2=C(O1)N(C3=C(C2=O)C=CC=C3OC)C)O
Untuk analisis lebih lanjut, perlu diunduh bentuk 3d senyawa
Hydroxylunacrine dengan cara di bagian 3d comformer, klik
donwload, pilih format sdf kemudian save. Jangan lupa untuk
mengganti nama unduhan dengan nama senyawa tersebut.
Gambar 3.14 Pengunduhan senyawa Hydroxylunacrine dalam
bentuk sdf
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Karena file dalam bentuk sdf, maka perlu diubah dalam format
pdb dengan menggunakan program avogadro. Buka program
avogadro kemudian ke menu file lalu open kemudian pilih
senyawa yang akan divisualisasikan bentuk 3dnya
32
Gambar 3.15 Visualisasi 3d senyawa Hydroxylunacrine
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Kemudian disimpan dalam format pdb dengan cara pilih
menu file, kemudian save as dengan format pdb.
Gambar 3.16 Penyimpanan format Hydroxylunacrine dalam
bentuk pdb
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
33
4. Kokusagine
Pertama, dilakukan analisis senyawa Kokusagine melalui
website “Pubchem” yang dapat diakses di
https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/. Setelah itu, di kotak
pencarian, ketik senyawa yang akan dicari dalam hal ini
Kokusagine untuk mendapatkan database senyawa tersebut.
Gambar 3.17 Pencarian senyawa Kokusagine
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Gambar 3.18 Database senyawa Kokusagine pada website
PubChem
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
34
Setelah itu, dicatat nomor PubChem ID dan Canonical Smiles
dari Kokusagine.
PubChem ID: 5318829
Canonical Smiles: COC1=C2C=COC2=NC3=C1C=CC4=C3OCO4
Untuk analisis lebih lanjut, perlu diunduh bentuk 3d senyawa
Kokusagine dengan cara di bagian 3d comformer, klik
donwload, pilih format sdf kemudian save. Jangan lupa untuk
mengganti nama unduhan dengan nama senyawa tersebut.
Gambar 3.19 Pengunduhan bentuk 3d senyawa Kokusagine
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Karena file dalam bentuk sdf, maka perlu diubah dalam format
pdb dengan menggunakan program avogadro. Buka program
avogadro kemudian ke menu file lalu open kemudian pilih
senyawa yang akan divisualisasikan bentuk 3dnya.
35
Gambar 3.20 Visualisasi bentuk senyawa Kokusagine dengan
aplikasi Avogadro
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Kemudian disimpan dalam format pdb dengan cara pilih
menu file, kemudian save as dengan format pdb.
Gambar 3.21 Penyimpanan senyawa Kokusagine dalam bentuk
PDB
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
5. Skimmianine
Pertama, dilakukan analisis senyawa Skimmianine melalui
website “Pubchem” yang dapat diakses di
36
https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/. Setelah itu, di kotak
pencarian, ketik senyawa yang akan dicari dalam hal ini
Skimmianine untuk mendapatkan database senyawa
tersebut.
Gambar 3.22 Pencarian senyawa Skimmianine
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Gambar 3.23 Database senyawa Skimmianine pada website
PubChem
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Setelah itu, dicatat nomor PubChem ID dan Canonical Smiles
dari Skimmianine.
37
PubChem ID: 6760
Canonical Smiles:
COC1=C(C2=C(C=C1)C(=C3C=COC3=N2)OC)OC
Untuk analisis lebih lanjut, perlu diunduh bentuk 3d senyawa
Skimmianine dengan cara di bagian 3d comformer, klik
donwload, pilih format sdf kemudian save. Jangan lupa untuk
mengganti nama unduhan dengan nama senyawa tersebut.
Gambar 3.24 Pengunduhan bentuk 3d senyawa Skimmianine
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Karena file dalam bentuk sdf, maka perlu diubah dalam format
pdb dengan menggunakan program avogadro. Buka program
avogadro kemudian ke menu file lalu open kemudian pilih
senyawa yang akan divisualisasikan bentuk 3dnya.
38
Gambar 3.25 Visualisasi bentuk senyawa Skimmianine dengan
aplikasi Avogadro
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Kemudian disimpan dalam format pdb dengan cara pilih
menu file, kemudian save as dengan format pdb.
Gambar 3.26 Penyimpanan senyawa Skimmianine dalam bentuk
PDB
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
6. 4-methoxy-2-phenylquinoline
Pertama, dilakukan analisis senyawa 4-methoxy-2-
phenylquinoline melalui website “Pubchem” yang dapat
39
diakses di https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/. Setelah itu, di
kotak pencarian, ketik senyawa yang akan dicari dalam hal ini
4-methoxy-2-phenylquinoline untuk mendapatkan database
senyawa tersebut.
Gambar 3.27 Pencarian senyawa 4-methoxy-2-phenylquinoline
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Gambar 3.28 Database senyawa 4-methoxy-2-phenylquinoline
pada website PubChem
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Setelah itu, dicatat nomor PubChem ID dan Canonical Smiles
dari 4-methoxy-2-phenylquinoline.
40
PubChem ID: 826247
Canonical Smiles: COC1=CC(=NC2=CC=CC=C21)C3=CC=CC=C3
Untuk analisis lebih lanjut, perlu diunduh bentuk 3d senyawa
4-methoxy-2-phenylquinoline dengan cara di bagian 3d
comformer, klik donwload, pilih format sdf kemudian save.
Jangan lupa untuk mengganti nama unduhan dengan nama
senyawa tersebut
Gambar 3.29 Pengunduhan bentuk 3d senyawa 4-methoxy-2-
phenylquinoline
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Karena file dalam bentuk sdf, maka perlu diubah dalam format
pdb dengan menggunakan program avogadro. Buka program
avogadro kemudian ke menu file lalu open kemudian pilih
senyawa yang akan divisualisasikan bentuk 3dnya.
41
Gambar 3.30 Visualisasi bentuk senyawa 4-methoxy-2-
phenylquinoline dengan aplikasi Avogadro
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Kemudian disimpan dalam format pdb dengan cara pilih
menu file, kemudian save as dengan format pdb.
Gambar 3.31 Penyimpanan senyawa 4-methoxy-2-
phenylquinoline dalam bentuk PDB
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
7. Eduleine
Pertama, dilakukan analisis senyawa Eduleine melalui
website “Pubchem” yang dapat diakses di
https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/. Setelah itu, di kotak
42
pencarian, ketik senyawa yang akan dicari dalam hal ini
Eduleine untuk mendapatkan database senyawa tersebut.
Gambar 3.32 Pencarian senyawa Eduleine
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Gambar 3.33 Database senyawa Eduleine pada website PubChem
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Setelah itu, dicatat nomor PubChem ID dan Canonical Smiles
dari Eduleine.
PubChem ID: 253834
Canonical Smiles:
CN1C(=CC(=O)C2=C1C=C(C=C2)OC)C3=CC=CC=Cs
43
Untuk analisis lebih lanjut, perlu diunduh bentuk 3d Eduleine
dengan cara di bagian 3d comformer, klik donwload, pilih
format sdf kemudian save. Jangan lupa untuk mengganti nama
unduhan dengan nama senyawa tersebut.
Gambar 3.34 Pengunduhan bentuk 3d senyawa Eduleine
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Karena file dalam bentuk sdf, maka perlu diubah dalam format
pdb dengan menggunakan program avogadro. Buka program
avogadro kemudian ke menu file lalu open kemudian pilih
senyawa yang akan divisualisasikan bentuk 3dnya.
Gambar 3.35 Visualisasi bentuk senyawa Eduleine dengan
aplikasi Avogadro
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
44
Kemudian disimpan dalam format pdb dengan cara pilih
menu file, kemudian save as dengan format pdb.
Gambar 3.36 Penyimpanan senyawa Eduleine dalam bentuk PDB
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
8. Lunamarine
Pertama, dilakukan analisis senyawa Lunamarine melalui
website “Pubchem” yang dapat diakses di
https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/. Setelah itu, di kotak
pencarian, ketik senyawa yang akan dicari dalam hal ini
Lunamarine untuk mendapatkan database senyawa tersebut.
Gambar 3.37 Pencarian senyawa Lunamarine
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
45
Gambar 3.38 Database senyawa Lunamarine pada website
PubChem
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Setelah itu, dicatat nomor PubChem ID dan Canonical Smiles
dari Lunamarine.
PubChem ID: 442922
Canonical Smiles:
CN1C(=CC(=O)C2=C1C=C(C=C2)OC)C3=CC4=C(C=C3)OCO4
Untuk analisis lebih lanjut, perlu diunduh bentuk 3d
Lunamarine dengan cara di bagian 3d comformer, klik
donwload, pilih format sdf kemudian save. Jangan lupa untuk
mengganti nama unduhan dengan nama senyawa tersebut.
46
Gambar 3.39 Pengunduhan bentuk 3d senyawa Lunamarine
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Karena file dalam bentuk sdf, maka perlu diubah dalam format
pdb dengan menggunakan program avogadro. Buka program
avogadro kemudian ke menu file lalu open kemudian pilih
senyawa yang akan divisualisasikan bentuk 3dnya.
Gambar 3.40 Visualisasi bentuk senyawa Lunamarine dengan
aplikasi Avogadro
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Kemudian disimpan dalam format pdb dengan cara pilih menu file,
kemudian save as dengan format pdb.
47
Gambar 3.41 Penyimpanan senyawa Lunamarine dalam bentuk
PDB
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
9. β-elemene
Pertama, dilakukan analisis senyawa β-elemene melalui
website “Pubchem” yang dapat diakses di
https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/. Setelah itu, di kotak
pencarian, ketik senyawa yang akan dicari dalam hal ini β-
elemene untuk mendapatkan database senyawa tersebut.
Gambar 3.42 Pencarian senyawa β-elemene
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
48
Gambar 3.43 Database senyawa β-elemene pada website
PubChem
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Setelah itu, dicatat nomor PubChem ID dan Canonical Smiles
dari β-elemene.
PubChem ID: 253834
Canonical Smiles: CC(=C)C1CCC(C(C1)C(=C)C)(C)C=C
Untuk analisis lebih lanjut, perlu diunduh bentuk 3d β-
elemene dengan cara di bagian 3d comformer, klik donwload,
pilih format sdf kemudian save. Jangan lupa untuk mengganti
nama unduhan dengan nama senyawa tersebut.
Gambar 3.44 Pengunduhan bentuk 3d senyawa β-elemene
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
49
Karena file dalam bentuk sdf, maka perlu diubah dalam format
pdb dengan menggunakan program avogadro. Buka program
avogadro kemudian ke menu file lalu open kemudian pilih
senyawa yang akan divisualisasikan bentuk 3dnya.
Gambar 3.45 Visualisasi bentuk senyawa β-elemene dengan
aplikasi Avogadro
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Kemudian disimpan dalam format pdb dengan cara pilih
menu file, kemudian save as dengan format pdb.
Gambar 3.46 Penyimpanan senyawa β-elemene dalam bentuk
PDB
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
50
10. Germacrene
Pertama, dilakukan analisis senyawa Germacrene melalui
website “Pubchem” yang dapat diakses di
https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/. Setelah itu, di kotak
pencarian, ketik senyawa yang akan dicari dalam hal ini
Germacrene untuk mendapatkan database senyawa tersebut.
Gambar 3.47 Pencarian senyawa Germacrene
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Gambar 3.48 Database senyawa Germacrene pada website
PubChem
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
51
Setelah itu, dicatat nomor PubChem ID dan Canonical Smiles
dari Germacrene.
PubChem ID: 5315347
Canonical Smiles: CC1=CCCC(=CC2C(C2(C)C)CC1)C
Untuk analisis lebih lanjut, perlu diunduh bentuk 3d
Germacrene dengan cara di bagian 3d comformer, klik
donwload, pilih format sdf kemudian save. Jangan lupa untuk
mengganti nama unduhan dengan nama senyawa tersebut.
Gambar 3.49 Pengunduhan bentuk 3d senyawa Germacrene
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Karena file dalam bentuk sdf, maka perlu diubah dalam format
pdb dengan menggunakan program avogadro. Buka program
avogadro kemudian ke menu file lalu open kemudian pilih
senyawa yang akan divisualisasikan bentuk 3dnya.
52
Gambar 3.50 Visualisasi bentuk senyawa Germacrene dengan
aplikasi Avogadro
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Kemudian disimpan dalam format pdb dengan cara pilih
menu file, kemudian save as dengan format pdb.
Gambar 3.51 Penyimpanan senyawa Germacrene dalam bentuk
PDB
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
53
11. Bicyclogermacrene
Pertama, dilakukan analisis senyawa Bicyclogermacrene
melalui website “Pubchem” yang dapat diakses di
https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/. Setelah itu, di kotak
pencarian, ketik senyawa yang akan dicari dalam hal ini
Bicyclogermacrene untuk mendapatkan database senyawa
tersebut.
Gambar 3.52 Pencarian senyawa Bicyclogermacrene
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Gambar 3.53 Database senyawa Bicyclogermacrene pada website
PubChem
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
54
Setelah itu, dicatat nomor PubChem ID dan Canonical Smiles
dari Bicyclogermacrene.
PubChem ID: 5315347
Canonical Smiles: CC1=CCCC(=CC2C(C2(C)C)CC1)C
Untuk analisis lebih lanjut, perlu diunduh bentuk 3d
Bicyclogermacrene dengan cara di bagian 3d comformer, klik
donwload, pilih format sdf kemudian save. Jangan lupa untuk
mengganti nama unduhan dengan nama senyawa tersebut.
Gambar 3.54 Pengunduhan bentuk 3d senyawa
Bicyclogermacrene
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Karena file dalam bentuk sdf, maka perlu diubah dalam format
pdb dengan menggunakan program avogadro. Buka program
avogadro kemudian ke menu file lalu open kemudian pilih
senyawa yang akan divisualisasikan bentuk 3dnya.
55
Gambar 3.55 Visualisasi bentuk senyawa Bicyclogermacrene
dengan aplikasi Avogadro
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Kemudian disimpan dalam format pdb dengan cara pilih
menu file, kemudian save as dengan format pdb.
Gambar 3.56 Penyimpanan senyawa Bicyclogermacrene dalam
bentuk PDB
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
56
12. α-farnese
Pertama, dilakukan analisis senyawa α-farnese melalui
website “Pubchem” yang dapat diakses di
https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/. Setelah itu, di kotak
pencarian, ketik senyawa yang akan dicari dalam hal ini α-
farnese untuk mendapatkan database senyawa tersebut.
Gambar 3.57 Pencarian senyawa α-farnese
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Gambar 3.58 Database senyawa α-farnese pada website
PubChem
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
57
Setelah itu, dicatat nomor PubChem ID dan Canonical Smiles
dari α-farnese.
.
PubChem ID: 5281516
Canonical Smiles: CC(=CCCC(=CCC=C(C)C=C)C)C
Untuk analisis lebih lanjut, perlu diunduh bentuk 3d α-farnese
dengan cara di bagian 3d comformer, klik donwload, pilih
format sdf kemudian save. Jangan lupa untuk mengganti nama
unduhan dengan nama senyawa tersebut.
Gambar 3.59 Pengunduhan bentuk 3d senyawa α-farnese
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Karena file dalam bentuk sdf, maka perlu diubah dalam format
pdb dengan menggunakan program avogadro. Buka program
avogadro kemudian ke menu file lalu open kemudian pilih
senyawa yang akan divisualisasikan bentuk 3dnya.
58
Gambar 3.60 Visualisasi bentuk senyawa α-farnese dengan
aplikasi Avogadro
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Kemudian disimpan dalam format pdb dengan cara pilih
menu file, kemudian save as dengan format pdb.
Gambar 3.61 Penyimpanan senyawa α-farnese dalam bentuk PDB
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
13. Bicycloelemene.
Pertama, dilakukan analisis senyawa bicycloelemene melalui
website “Pubchem” yang dapat diakses di
https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/. Setelah itu, di kotak
pencarian, ketik senyawa yang akan dicari dalam hal ini
59
bicycloelemene untuk mendapatkan database senyawa
tersebut.
Gambar 3.62 Pencarian senyawa Bicycloelemene.
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Gambar 3.63 Database senyawa Bicycloelemene. pada website
PubChem
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Setelah itu, dicatat nomor PubChem ID dan Canonical Smiles
dari bicycloelemene.
PubChem ID: 56842786
Canonical Smiles: CC(=C)C1C2C(C2(C)C)CCC1(C)C=C
60
Untuk analisis lebih lanjut, perlu diunduh bentuk 3d
bicycloelemene dengan cara di bagian 3d comformer, klik
donwload, pilih format sdf kemudian save. Jangan lupa untuk
mengganti nama unduhan dengan nama senyawa tersebut
Gambar 3.64 Pengunduhan bentuk 3d senyawa Bicycloelemene.
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Karena file dalam bentuk sdf, maka perlu diubah dalam format
pdb dengan menggunakan program avogadro. Buka program
avogadro kemudian ke menu file lalu open kemudian pilih
senyawa yang akan divisualisasikan bentuk 3dnya.
Gambar 3.65 Visualisasi bentuk senyawa Bicycloelemene. dengan
aplikasi Avogadro
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
61
Kemudian disimpan dalam format pdb dengan cara pilih
menu file, kemudian save as dengan format pdb.
Gambar 3.66 Penyimpanan senyawa Bicycloelemene. dalam
bentuk PDB Sumber: (Dokumentasi pribadi)
C. Penentuan Senyawa Protein
Selanjutnya adalah mengidentifikasi
senyawa protein yang akan direaksikan
dengan menggunakan UniProt yang dapat
diakses di https://www.uniprot.org/. Di
dalam UniProt akan terlampir semua
karakteristik dari senyawa yang dicari baik
dari binding sites, sifat katalisis, struktur
senyawa, hingga jurnal-jurnal yang terkait
dengan penelitian senyawa tersebut. Perlu
diperhatikan dalam pencarian mengg-
unakan Uniprot untuk selalu mencatat
kode senyawa, karena pada server UniProt
terdapat banyak data dari satu senyawa
akan tetapi memilki berbeda asal misalnya ada yang terdapat di
Tahukah Anda?
Penentuan
senyawa protein
target selain dari
studi literatur juga
bisa menggunakan
situs Superpred
(http://prediction.
charite.de/)
Ataupun Swiss
Target Prediction
(http://swisstarge
tprediction.ch/)
62
bakteri, jamur, hewan, maupun manusia. Dalam hal ini, senyawa
protein yang akan direaksikan adalah nitric oxide synthase.
Gambar 3.67 Halaman Awal UniProt
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Langkah pertama yaitu mencari data mengenai nitric oxide
synthase di kotak pencarian laman Uniprot. Akan muncul
beberapa hasil yang dengan kode yang serta asal organisme yang
memiliki nitric oxide synthase. Karena ingin dilihat potensi
senyawa ligand pada manusia, maka dipilih nitric oxide synthase
pada manusia.
Gambar 3.68 Pencarian nitric oxide synthase pada kotak
pencarian
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
63
Gambar 3.69 pemilihan database senyawwa nitric oxide synthase
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Gambar 3.70 Database senyawa nitric oxide synthase pada
manusia
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Setelah muncul database senyawa yang diinginkan, maka
selanjutnya perlu dicari yaitu struktur 3d dari senyawa protein
yang akan diuji bersama dengan ligan. Struktur 3d senyawa
protein dapat diunduh di Protein Data Bank yang dapat diakses di
https://www.rcsb.org/.
64
Gambar 3.71 Tampilan awal situs Protein Data Bank
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Sebelum ke situs Protein Data Bank,
perlu diketahui kode PDB senyawa
yang akan diambil strukturnya. Kode
PDB dapat dilihat di UniProt. Caranya
cukup scroll ke bawah hingga
menemukan daftar struktur 3d dari
senyawa pilihan dalam hal ini nitric
oxide synthase. Kemudian pilih kode
yang memiliki resolusi terkecil. Untuk
nitric oxide synthase terdapat 10 kode
PDB yang disediakan dengan kode
5XN3 yang memiliki resolusi terkecil.
Tahukah Anda?
Setelah
ditemukan kode
PDB di Uniprot,
struktur
senyawa protein
dapat diunduh
di situs Protein
Data Bank
65
Gambar 3.72 Pemilihan kode PDB senyawa nitric oxide synthase
Setelah didapatkan kode PDB, maka selanjutnya yaitu mencari
kode tersebut di kotak pencarian pada halaman awal situs Protein
Data Bank
Gambar 3.73 Pencarian kode senyawa nitric oxide synthase
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Setelah itu, akan muncul database dari kode yang dimasukkan.
Untuk mengunduh format 3d senyawa nitric oxide synthase, maka
klik pada opsi download files, kemudian pilih “PDB format” .
66
Gambar 3.74 Pengunduhan bentuk 3d senyawa nitric oxide
synthase
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
D. Pemotongan Senyawa Protein
Tahap berikutnya adalah tahap pemotongan protein yang telah
diunduh dari server PDB sebelumnya. Pemotongan senyawa nitric
oxide synthase perlu dilakukan untuk memisahkan setiap ikatan
protein yang menyusun senyawa ligand tersebut. Selain
memisahkan setiap ikatan protein, pemotongan ini juga bertujuan
untuk menghilangkan unsur lain selain pikatan protein, misalnya
ikatan air. Hal ini dilakukan karena selain ikatan protein, ikatan
unsur lain akan mempengaruhi proses perlekatan antara senyawa
dan ligand pada tahap ‘docking’ nanti. Pemotongan senyawa
protein dilakukan dengan aplikasi PyMol.
67
Gambar 3.75 Tampilan awal aplikasi PyMol
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Setelah dibuka aplikasi Pymol, klik file kemudian open lalu pilih
senyawa nitric oxide synthase yang sebelumnya telah diunduh
dari server PDB.
Gambar 3.76 Struktur 3d senyawa nitric oxide synthase
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Tahukah
Anda?
Senyawa
protein yang
telah diunduh
perlu dihilang-
kan molekul
selain protein
dengan meng-
gunakan
aplikasi PyMol.
68
Struktur yang diunduh masih memiliki ikatan selain protein, hal ini
akan mempengaruhi hasil ”docking nanti”. Oleh karena itu perlu
dipotong ikatan selain protein dengan ikatan protein dari nitric
oxide synthase. Caranya yang pertama dengan klik menu “S” yang
berada di pojok kanan bawah aplikasi PyMol. Dengan mengklik
menu “S” maka akan muncul kode ikatan protein pada bagian atas
senyawa nitric oxide synthase. Selanjutnya, klik pada huruf
pertama ikatan protein yang berwarna hijau dan tekan ‘Shift’ pada
keyboard lalu tarik kursor hingga ke ujung huruf hijau lagi.Perlu
diperhatikan bahwa ikatan protein yang dimaksud adalah deretan
huruf tanpa spasi dan berwarna hijau, karena terdapat beberapa
huruf yang berwarna hijau tetapi memiliki spasi merupakan
susunan ligand lain dan bukan protein. Serta juga terdapat
susunan angka ‘0’ tanpa spasi, akan tetapi berwarna merah
merupakan struktur molekul air dan bukan bagian dari ikatan
protein.
Gambar 3.77 Pemilihan ikatan protein
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
69
Kemudian pada kotak “sele” klik menu “A” lalu pilih opsi “copy to
object” untuk menduplikasi senyawa yang dipotong
Gambar 3.78 Duplikasi senyawa protein
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Setelah diduplikasi, maka pada kotak “obj01” klik menu “A” lalu
pilih opsi “Rename object” untuk mengganti nama senyawa yang
sudah dipisahkan dari ikatan selain protein.
Gambar 3.79 Penggantian nama senyawa protein yang telah
dihilangkan ikatan selain protein
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
70
Langkah selanjutnya klik kotak nama senyawa yang diunduh dan
kotak sele sehingga akan muncul bentuk nitric oxide synthase yang
telah bersih dari ikatan selain protein.
Gambar 3.80 Tampilan senyawa nitric oxide synthase setelah
dibersihkan
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Gambar 3.81 nitric oxide synthase bersih
Setelah didapat senyawa protein bersih maka disimpan dengan
cara klik menu “File” lalu pilih export molecule lalu klik save.
Setelah mengklik save, maka akan muncul tampilan lebih rinci
71
mengenai penyimpanannya. Simpan dengan format PDB dengan
nama yang diinginkan.
Gambar 3.82 Penyimpanan senyawa protein yang sudah
dibersihkan
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
E. Analisis Senyawa Afrodisiak Lunasia amara dengan Teknik
Reverse Docking secara In Silico
Penelitian berbasis In Silico dengan
teknik reverse docking memiliki tujuan yaitu
mereaksikan senyawa terhadap protein
target untuk mengetahui aktivitas biologis-
nya melalui pengikatan site dari struktur 3
dimensi. Syarat untuk mendapatkan hasil
analisis dari penelitian in silico ini, yaitu
koleksi 3D senyawa (ligand), koleksi 3D
protein target, reverse docking mengguna-
kan PyRx dan analisis reverse docking
menggunakan PyMol.
Tahukah Anda?
Teknik reverse
docking ber-
tujuan untuk
mereaksikan
senyawa yang
akan diuji
dengan protein
target.
72
Struktur-struktur 3 dimensi ini yang akan dianalisis kekuatan
afinitas pengikatannya bersama protein target dari. Binding
affinity atau afinitas pengikatan adalah energi yang dibutuhkan
senyawa untuk berikatan dengan protein target. Semakin rendah
nilai afinitas pengikatan maka semakin besar pengikatan antara
senyawa alami dengan senyawa target.
F. Klarifikasi Potensi Senyawa Alami Berdasarkan Mode Of
Action Dengan Software PyRx
Pada tahapan ini, reverse docking menggunakan fitur Vina
Wizard yang terintegrasi di dalam PyRx 0,8 software. Senyawa
alami Alpha-santalol digunakan sebagai ligan dalam tahapan ini.
G. Visualisasi Interaksi Antara Senyawa Lunasia amara Dengan
Protein Target
Struktur 3 dimensi senyawa dan
protein target, selanjutnya di-docking
dengan menggunakan software PyRx
0,8 untuk memperoleh model
pengikatan terbaik dengan binding
afinity paling rendah. Hasil dari reaksi
tersebut, selanjutnya divisualisaskani
secara 3 dimensi menggunakan PyMol.
Pada penelitian ini, teknik reverse
docking bertujuan untuk mengetahui
potensi antiaging pada suatu senyawa
alami dan inter-aksinya dengan senyawa lain melalui site
pengikatan pada protein target yang dibandingkan dengan
senyawa kontrol (ligan).
Tahukah Anda?
Program PyRx
digunakan untuk
melakukan
docking senyawa
dengan protein
target dan untuk
visualisasi
bentuk 3d
digunakan Pymol
73
Gambar 3.83 Tampilan awal PyRx 0.8
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
1. Visualisasi Interaksi senyawa Lunacrine dengan nitrit
oxide synthase
Langkah pertama yang dilakukan yaitu memasukkan file
senyawa luncarine yang telah dikonversi dalam format pdb
dan file senyawa nitric oxide bersih bersih ke dalam program
PyRx. Caranya dengan mengklik ikon Load Molecule
kemudian pilih file yang akan dimasukkan. Setelah itu, pada
kedua file tersebut, klik kanan lalu pilih autodock. Akan
muncul pilihan “make ligand” dan “make macromolecule”.
Pada lunacrine pilih “make ligand” sedangkan untuk nitric
oxide synthase pilih “make macromolecule”. Setelah itu, pada
bagian bawah halaman Pyrx klik start kemudian pilih ligand
dan makromolekul yang akan di docking kemudian klik
forward. Kemudian pklik maximize dan tekan forward
kembali dan tunggu hingga hasilnya muncul. Hasilnya akan
muncul data hasil docking antara ligand dan makromolekul
tadi. Pilih data dengan nilai binding affinity tertinggi
74
kemudian simpan. Setelah itu, data dapat divisualisasikan
dengan program Pymol untuk melihat interaksi senyawa
Lunacrine dengan nitrit oxide synthase.
Gambar 3.84 Pemasukan file yang akan di docking
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Gambar 3.85 Persiapan file untuk di docking
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
75
Gambar 3.86 Pemilihan file docking
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Gambar 3.87 Proses docking
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
76
Gambar 3.88 Hasil docking
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Gambar 3.89 Visualisasi senyawa lunacrine (merah) dengan nitric
oxide synthase (hijau)
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
77
Gambar 3.90 Visualisasi senyawa lunacrine (merah) dengan nitric
oxide synthase (hijau)
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Gambar 3.91 Visualisasi senyawa lunacrine (merah), senyawa
kontrol sildenafil (kuning) dan nitric oxide synthase (hijau)
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
78
Gambar 3.92 Visualisasi senyawa lunacrine (merah), senyawa
kontrol sildenafil (kuning) dan nitric oxide synthase (hijau)
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
2. Visualisasi interaksi senyawa lunacridine dengan nitrit
oxide synthase
Langkah pertama yang dilakukan yaitu memasukkan file
senyawa lunacridine yang telah dikonversi dalam format
pdb dan file senyawa nitric oxide bersih ke dalam program
PyRx. Caranya dengan mengklik ikon Load Molecule
kemudian pilih file yang akan dimasukkan. Setelah itu, pada
kedua file tersebut, klik kanan lalu pilih autodock. Akan
muncul pilihan “make ligand” dan “make macromolecule”.
Pada lunacridine pilih “make ligand” sedangkan untuk nitric
oxide synthase pilih “make macromolecule”. Setelah itu, pada
bagian bawah halaman Pyrx klik start kemudian pilih ligand
dan makromolekul yang akan di docking kemudian klik
forward. Kemudian pklik maximize dan tekan forward
kembali dan tunggu hingga hasilnya muncul. Hasilnya akan
muncul data hasil docking antara ligand dan makromolekul
tadi. Pilih data dengan nilai binding affinity tertinggi
kemudian simpan. Setelah itu, data dapat divisualisasikan
79
dengan program Pymol untuk melihat interaksi senyawa
lunacridine dengan nitrit oxide synthase.
Gambar 3.93 Pemasukan file yang akan di docking
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Gambar 3.94 Persiapan file untuk di docking
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
80
Gambar 3.95 Pemilihan file docking
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Gambar 3.96 Proses docking
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
81
Gambar 3.97 Hasil docking
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Gambar 3.98 Visualisasi senyawa lunacridine (ungu) dengan
nitric oxide synthase (hijau)
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Gambar 3.99 Visualisasi senyawa lunacridine (ungu) dengan
nitric oxide synthase (hijau)
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
82
Gambar 3.100 Visualisasi senyawa lunacridine (ungu), senyawa
kontrol sildenafil (kuning) dan nitric oxide synthase (hijau)
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Gambar 3.101 Visualisasi senyawa lunacridine (ungu), senyawa
kontrol sildenafil (kuning) dan nitric oxide synthase (hijau)
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
3. Visualisasi interaksi senyawa hydroxylunacrine dengan
nitrit oxide synthase
Langkah pertama yang dilakukan yaitu memasukkan file
senyawa Hydroxylunacarine yang telah dikonversi dalam
format pdb dan file senyawa nitric oxide bersih ke dalam
program PyRx. Caranya dengan mengklik ikon Load
Molecule kemudian pilih file yang akan dimasukkan. Setelah
itu, pada kedua file tersebut, klik kanan lalu pilih autodock.
Akan muncul pilihan “make ligand” dan “make
83
macromolecule”. Pada Hydroxylunacarine pilih “make
ligand” sedangkan untuk nitric oxide synthase pilih “make
macromolecule”. Setelah itu, pada bagian bawah halaman
Pyrx klik start kemudian pilih ligand dan makromolekul
yang akan di docking kemudian klik forward. Kemudian klik
maximize dan tekan forward kembali dan tunggu hingga
hasilnya muncul. Hasilnya akan muncul data hasil docking
antara ligand dan makromolekul tadi. Pilih data dengan nilai
binding affinity tertinggi kemudian simpan. Setelah itu, data
dapat divisualisasikan dengan program Pymol untuk melihat
interaksi senyawa Hydroxylunacarine dengan nitrit oxide
synthase.
Gambar 3.103 Pemasukan file yang akan di docking
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
84
Gambar 3.104 Persiapan file untuk di docking
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Gambar 3.105 Pemilihan file docking
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
85
Gambar 3.106 Proses docking
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Gambar 3.107 Hasil docking
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
86
Gambar 3.108 Visualisasi senyawa hydroxylunacrine (biru)
dengan nitric oxide synthase (hijau)
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Gambar 3.109 Visualisasi senyawa hydroxylunacrine (biru)
dengan nitric oxide synthase (hijau)
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Gambar 3.110 Visualisasi senyawa hydroxylunacrine (biru),
senyawa kontrol sildenafil (kuning) dan nitric oxide synthase
(hijau)hijau)
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
87
Gambar 3.111 Visualisasi senyawa hydroxylunacrine (biru),
senyawa kontrol sildenafil (kuning) dan nitric oxide synthase
(hijau)
4. Visualisasi interaksi senyawa kokusagine dengan nitrit
oxide synthase
Langkah pertama yang dilakukan yaitu memasukkan file
senyawa kokusagine yang telah dikonversi dalam format
pdb dan file senyawa nitric oxide bersih ke dalam program
PyRx. Caranya dengan mengklik ikon Load Molecule
kemudian pilih file yang akan dimasukkan. Setelah itu, pada
kedua file tersebut, klik kanan lalu pilih autodock. Akan
muncul pilihan “make ligand” dan “make macromolecule”.
Pada kokusagine pilih “make ligand” sedangkan untuk nitric
oxide synthase pilih “make macromolecule”. Setelah itu, pada
bagian bawah halaman Pyrx klik start kemudian pilih ligand
dan makromolekul yang akan di docking kemudian klik
forward. Kemudian pklik maximize dan tekan forward
kembali dan tunggu hingga hasilnya muncul. Hasilnya akan
muncul data hasil docking antara ligand dan makromolekul
tadi. Pilih data dengan nilai binding affinity tertinggi
kemudian simpan. Setelah itu, data dapat divisualisasikan
88
dengan program Pymol untuk melihat interaksi senyawa
kokusagine dengan nitrit oxide synthase.
Gambar 3.112 Pemasukan file yang akan di docking
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Gambar 3.113 Persiapan file untuk di docking
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
89
Gambar 3.114 Pemilihan file docking
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Gambar 3.115 Proses docking
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
90
Gambar 3.116 Hasil docking
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Gambar 3.117 Visualisasi senyawa kokusagine (hitam) dengan
nitric oxide synthase (hijau)
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
91
Gambar 3.118 Visualisasi senyawa kokusagine (hitam)
dengan nitric oxide synthase (hijau)
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Gambar 3.119 Visualisasi senyawa kokusagine (hitam),
senyawa kontrol sildenafil (kuning) dan nitric oxide synthase
(hijau)
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Gambar 3.120 Visualisasi senyawa kokusagine (hitam),
senyawa kontrol sildenafil (kuning) dan nitric oxide synthase
(hijau)
92
5. Visualisasi interaksi senyawa skimmiamine dengan
nitrit oxide synthase
Langkah pertama yang dilakukan yaitu memasukkan file
senyawa skimmiamine yang telah dikonversi dalam format
pdb dan file senyawa nitric oxide bersih ke dalam program
PyRx. Caranya dengan mengklik ikon Load Molecule
kemudian pilih file yang akan dimasukkan. Setelah itu, pada
kedua file tersebut, klik kanan lalu pilih autodock. Akan
muncul pilihan “make ligand” dan “make macromolecule”.
Pada skimmiamine pilih “make ligand” sedangkan untuk
nitric oxide synthase pilih “make macromolecule”. Setelah itu,
pada bagian bawah halaman Pyrx klik start kemudian pilih
ligand dan makromolekul yang akan di docking kemudian
klik forward. Kemudian pklik maximize dan tekan forward
kembali dan tunggu hingga hasilnya muncul. Hasilnya akan
muncul data hasil docking antara ligand dan makromolekul
tadi. Pilih data dengan nilai binding affinity tertinggi
kemudian simpan. Setelah itu, data dapat divisualisasikan
dengan program Pymol untuk melihat interaksi senyawa
skimmiamine dengan nitrit oxide synthase.
Gambar 3.121 Pemasukan file yang akan di docking
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
93
Gambar 3.122 Persiapan file untuk di docking
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Gambar 3.123 Pemilihan file docking
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Gambar 3.124 Proses docking
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
94
Gambar 3.125 Hasil docking
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Gambar 3.126 Visualisasi senyawa skimmiamine (biru-merah)
dengan nitric oxide synthase (hijau)
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Gambar 3.127 Visualisasi senyawa skimmiamine (biru-merah)
dengan nitric oxide synthase (hijau)
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
95
Gambar 3.128 Visualisasi senyawa skimmiamine (biru-
merah)senyawa kontrol sildenafil (kuning) dan nitric oxide
synthase (hijau)
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Gambar 3.129 Visualisasi senyawa skimmiamine (biru-
merah), senyawa kontrol sildenafil (kuning) dan nitric oxide
synthase (hijau)
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
6. Visualisasi interaksi senyawa senyawa 4-methoxy-2-
phenylquinoline dengan nitrit oxide synthase
Langkah pertama yang dilakukan yaitu memasukkan file
senyawa 4-methoxy-2-phenylquinoline yang telah di-
konversi dalam format pdb dan file senyawa nitric oxide
bersih ke dalam program PyRx. Caranya dengan mengklik
96
ikon Load Molecule kemudian pilih file yang akan dimasuk-
kan. Setelah itu, pada kedua file tersebut, klik kanan lalu pilih
autodock. Akan muncul pilihan “make ligand” dan “make
macromolecule”. Pada 4-methoxy-2-phenylquinoline pilih
“make ligand” sedangkan untuk nitric oxide synthase pilih
“make macromolecule”. Setelah itu, pada bagian bawah
halaman Pyrx klik start kemudian pilih ligand dan
makromolekul yang akan di docking kemudian klik forward.
Kemudian pklik maximize dan tekan forward kembali dan
tunggu hingga hasilnya muncul. Hasilnya akan muncul data
hasil docking antara ligand dan makromolekul tadi. Pilih data
dengan nilai binding affinity tertinggi kemudian simpan.
Setelah itu, data dapat divisualisasikan dengan program
Pymol untuk melihat interaksi senyawa 4-methoxy-2-
phenylquinoline dengan nitrit oxide synthase.
Gambar 3.130 Pemasukan file yang akan di docking
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
97
Gambar 3.131 Persiapan file untuk di docking
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Gambar 3.132 Pemilihan file docking
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
98
Gambar 3.133 Proses docking
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Gambar 3.134 Hasil docking
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Gambar 3.135 Visualisasi senyawa 4-methoxy-2-phenylquinoline
(coklat) dengan nitric oxide synthase (hijau)
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
99
Gambar 3.136 Visualisasi senyawa 4-methoxy-2-phenylquinoline
(coklat) dengan nitric oxide synthase (hijau)
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Gambar 3.137 Visualisasi senyawa 4-methoxy-2-phenylquinoline
(coklat), senyawa kontrol sildenafil (kuning) dan nitric oxide
synthase (hijau)
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Gambar 3.138 Visualisasi senyawa 4-methoxy-2-phenylquinoline
(coklat), senyawa kontrol sildenafil (kuning) dan nitric oxide
synthase (hijau)
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
100
7. Visualisasi interaksi senyawa senyawa eduleine dengan
nitrit oxide synthase
Langkah pertama yang dilakukan yaitu memasukkan file
senyawa eduleine yang telah dikonversi dalam format pdb
dan file senyawa nitric oxide bersih ke dalam program PyRx.
Caranya dengan mengklik ikon Load Molecule kemudian
pilih file yang akan dimasukkan. Setelah itu, pada kedua file
tersebut, klik kanan lalu pilih autodock. Akan muncul pilihan
“make ligand” dan “make macromolecule”. Pada eduleine
pilih “make ligand” sedangkan untuk nitric oxide synthase
pilih “make macromolecule”. Setelah itu, pada bagian bawah
halaman Pyrx klik start kemudian pilih ligand dan
makromolekul yang akan di docking kemudian klik forward.
Kemudian pklik maximize dan tekan forward kembali dan
tunggu hingga hasilnya muncul. Hasilnya akan muncul data
hasil docking antara ligand dan makromolekul tadi. Pilih data
dengan nilai binding affinity tertinggi kemudian simpan.
Setelah itu, data dapat divisualisasikan dengan program
Pymol untuk melihat interaksi senyawa eduleine dengan
nitrit oxide synthase.
Gambar 3.139 Pemasukan file yang akan di docking
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
101
Gambar 3.140 Persiapan file untuk di docking
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Gambar 3.141 Pemilihan file docking
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
102
Gambar 3.142 Proses docking
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Gambar 3.143 Hasil docking
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
103
Gambar 3.144 Visualisasi senyawa eduleine (merah muda)
dengan nitric oxide synthase (hijau)
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Gambar 3.145 Visualisasi senyawa eduleine (merah muda)
dengan nitric oxide synthase (hijau)
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Gambar 3.146 Visualisasi senyawa eduleine (merah muda),
senyawa kontrol sildenafil (kuning) dan nitric oxide synthase
(hijau)
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
104
Gambar 3.147 Visualisasi senyawa eduleine (merah muda),
senyawa kontrol sildenafil (kuning) dan nitric oxide synthase
(hijau)
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
8. Visualisasi interaksi senyawa senyawa lunamarine
dengan nitrit oxide synthase
Langkah pertama yang dilakukan yaitu memasukkan file
senyawa lunamarine yang telah dikonversi dalam format
pdb dan file senyawa nitric oxide bersih ke dalam program
PyRx. Caranya dengan mengklik ikon Load Molecule
kemudian pilih file yang akan dimasukkan. Setelah itu, pada
kedua file tersebut, klik kanan lalu pilih autodock. Akan
muncul pilihan “make ligand” dan “make macromolecule”.
Pada lunamarine pilih “make ligand” sedangkan untuk nitric
oxide synthase pilih “make macromolecule”. Setelah itu, pada
bagian bawah halaman Pyrx klik start kemudian pilih ligand
dan makromolekul yang akan di docking kemudian klik
forward. Kemudian pklik maximize dan tekan forward
kembali dan tunggu hingga hasilnya muncul. Hasilnya akan
muncul data hasil docking antara ligand dan makromolekul
tadi. Pilih data dengan nilai binding affinity tertinggi
kemudian simpan. Setelah itu, data dapat divisualisasikan
105
dengan program Pymol untuk melihat interaksi senyawa
lunamarine dengan nitrit oxide synthase.
Gambar 3.148 Pemasukan file yang akan di docking
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Gambar 3.149 Persiapan file untuk di docking
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
106
Gambar 3.150 Pemilihan file docking
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Gambar 3.151 Proses docking
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
107
Gambar 3.152 Hasil docking
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Gambar 3.153 Visualisasi senyawa lunamarime (merah muda-
biru-merah) dengan nitric oxide synthase (hijau)
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Gambar 3.154 Visualisasi senyawa lunamarime (merah muda-
biru-merah) dengan nitric oxide synthase (hijau)
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
108
Gambar 3.155 Visualisasi senyawa lunamarime (merah muda-
biru-merah), senyawa kontrol sildenafil (kuning) dan nitric oxide
synthase (hijau)
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Gambar 3.156 Visualisasi senyawa lunamarime (merah muda-
biru-merah), senyawa kontrol sildenafil (kuning) dan nitric oxide
synthase (hijau)
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
9. Visualisasi interaksi senyawa β-elemene dengan nitrit
oxide synthase
Langkah pertama yang dilakukan yaitu memasukkan file
senyawa β-elemene yang telah dikonversi dalam format pdb
dan file senyawa nitric oxide bersih ke dalam program PyRx.
Caranya dengan mengklik ikon Load Molecule kemudian
pilih file yang akan dimasukkan. Setelah itu, pada kedua file
tersebut, klik kanan lalu pilih autodock. Akan muncul pilihan
109
“make ligand” dan “make macromolecule”. Pada β-elemene
pilih “make ligand” sedangkan untuk nitric oxide synthase
pilih “make macromolecule”. Setelah itu, pada bagian bawah
halaman Pyrx klik start kemudian pilih ligand dan
makromolekul yang akan di docking kemudian klik forward.
Kemudian pklik maximize dan tekan forward kembali dan
tunggu hingga hasilnya muncul. Hasilnya akan muncul data
hasil docking antara ligand dan makromolekul tadi. Pilih data
dengan nilai binding affinity tertinggi kemudian simpan.
Setelah itu, data dapat divisualisasikan dengan program
Pymol untuk melihat interaksi senyawa β-elemene dengan
nitrit oxide synthase.
Gambar 3.157 Pemasukan file yang akan di docking
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
110
Gambar 3.158 Persiapan file untuk di docking
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Gambar 3.159 Pemilihan file docking
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
111
Gambar 3.160 Proses docking
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Gambar 3.161 Hasil docking
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
112
Gambar 3.162 Visualisasi senyawa β-elemene (abu-abu) dengan
nitric oxide synthase (hijau)
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Gambar 3.163 Visualisasi senyawa β-elemene (abu-abu) dengan
nitric oxide synthase (hijau)
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Gambar 3.164 Visualisasi senyawa β-elemene (abu-abu),
senyawa kontrol sildenafil (kuning) dan nitric oxide synthase
(hijau)
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
113
Gambar 3.165 Visualisasi senyawa β-elemene (abu-abu),
senyawa kontrol sildenafil (kuning) dan nitric oxide synthase
(hijau)
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
10. Visualisasi interaksi senyawa senyawa germacrene
dengan nitrit oxide synthase
Langkah pertama yang dilakukan yaitu memasukkan file
senyawa germacrene yang telah dikonversi dalam format
pdb dan file senyawa nitric oxide bersih ke dalam program
PyRx. Caranya dengan mengklik ikon Load Molecule
kemudian pilih file yang akan dimasukkan. Setelah itu, pada
kedua file tersebut, klik kanan lalu pilih autodock. Akan
muncul pilihan “make ligand” dan “make macromolecule”.
Pada germacrene pilih “make ligand” sedangkan untuk nitric
oxide synthase pilih “make macromolecule”. Setelah itu, pada
bagian bawah halaman Pyrx klik start kemudian pilih ligand
dan makromolekul yang akan di docking kemudian klik
forward. Kemudian pklik maximize dan tekan forward
kembali dan tunggu hingga hasilnya muncul. Hasilnya akan
muncul data hasil docking antara ligand dan makromolekul
tadi. Pilih data dengan nilai binding affinity tertinggi
kemudian simpan. Setelah itu, data dapat divisualisasikan
114
dengan program Pymol untuk melihat interaksi senyawa
germacrene dengan nitrit oxide synthase.
Gambar 3.166 Pemasukan file yang akan di docking
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Gambar 3.167 Persiapan file untuk di docking
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
115
Gambar 3.168 Pemilihan file docking
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Gambar 3.169 Proses docking
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
116
Gambar 3.170 Hasil docking
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Gambar 3.171 Visualisasi senyawa germacrene (violet) dengan
nitric oxide synthase (hijau)
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Gambar 3.172 Visualisasi senyawa germacrene (violet) dengan
nitric oxide synthase (hijau)
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
117
Gambar 3.173 Visualisasi senyawa germacrene (violet), senyawa
kontrol sildenafil (kuning) dan nitric oxide synthase (hijau)
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Gambar 3.174 Visualisasi senyawa germacrene (violet), senyawa
kontrol sildenafil (kuning) dan nitric oxide synthase (hijau)
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
11. Visualisasi interaksi senyawa senyawa
bicyclogermacrene dengan nitrit oxide synthase
Langkah pertama yang dilakukan yaitu memasukkan file
senyawa bicyclogermacrene yang telah dikonversi dalam
format pdb dan file senyawa nitric oxide bersih ke dalam
program PyRx. Caranya dengan mengklik ikon Load
Molecule kemudian pilih file yang akan dimasukkan. Setelah
itu, pada kedua file tersebut, klik kanan lalu pilih autodock.
Akan muncul pilihan “make ligand” dan “make
118
macromolecule”. Pada bicyclogermacrene pilih “make
ligand” sedangkan untuk nitric oxide synthase pilih “make
macromolecule”. Setelah itu, pada bagian bawah halaman
Pyrx klik start kemudian pilih ligand dan makromolekul
yang akan di docking kemudian klik forward. Kemudian
pklik maximize dan tekan forward kembali dan tunggu
hingga hasilnya muncul. Hasilnya akan muncul data hasil
docking antara ligand dan makromolekul tadi. Pilih data
dengan nilai binding affinity tertinggi kemudian simpan.
Setelah itu, data dapat divisualisasikan dengan program
Pymol untuk melihat interaksi senyawa bicyclogermacrene
dengan nitrit oxide synthase.
Gambar 3.175 Pemasukan file yang akan di docking
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
119
Gambar 3.176 Persiapan file untuk di docking
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Gambar 3.177 Pemilihan file docking
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
120
Gambar 3.178 Proses docking
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Gambar 3.179 Hasil docking
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
121
Gambar 3.180 Visualisasi senyawa bicyclogermacrene (jingga)
dengan nitric oxide synthase (hijau)
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Gambar 3.181 Visualisasi senyawa bicyclogermacrene (jingga)
dengan nitric oxide synthase (hijau)
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Gambar 3.182 Visualisasi senyawa bicyclogermacrene (jingga),
senyawa kontrol sildenafil (kuning) dan nitric oxide synthase
(hijau)
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
122
Gambar 3.183 Visualisasi senyawa bicyclogermacrene (jingga),
senyawa kontrol sildenafil (kuning) dan nitric oxide synthase
(hijau)
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
12. Visualisasi interaksi senyawa senyawa α-farnese
dengan nitrit oxide synthase
Langkah pertama yang dilakukan yaitu memasukkan file
senyawa α-farnese yang telah dikonversi dalam format pdb
dan file senyawa nitric oxide bersih ke dalam program PyRx.
Caranya dengan mengklik ikon Load Molecule kemudian
pilih file yang akan dimasukkan. Setelah itu, pada kedua file
tersebut, klik kanan lalu pilih autodock. Akan muncul pilihan
“make ligand” dan “make macromolecule”. Pada α-farnese
pilih “make ligand” sedangkan untuk nitric oxide synthase
pilih “make macromolecule”. Setelah itu, pada bagian bawah
halaman Pyrx klik start kemudian pilih ligand dan
makromolekul yang akan di docking kemudian klik forward.
Kemudian pklik maximize dan tekan forward kembali dan
tunggu hingga hasilnya muncul. Hasilnya akan muncul data
hasil docking antara ligand dan makromolekul tadi. Pilih data
dengan nilai binding affinity tertinggi kemudian simpan.
Setelah itu, data dapat divisualisasikan dengan program
123
Pymol untuk melihat interaksi senyawa α-farnese dengan
nitrit oxide synthase.
Gambar 3.184 Pemasukan file yang akan di docking
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Gambar 3.185 Persiapan file untuk di docking
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
124
Gambar 3.186 Pemilihan file docking
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Gambar 3.187 Proses docking
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
125
Gambar 3.188 Hasil docking
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Gambar 3.189 Visualisasi senyawa α-farnese (biru tua) dengan
nitric oxide synthase (hijau)
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Gambar 3.190 Visualisasi senyawa α-farnese (biru tua) dengan
nitric oxide synthase (hijau)
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
126
Gambar 3.191 Visualisasi senyawa α-farnese (biru tua), senyawa
kontrol sildenafil (Kuning) nitric oxide synthase (hijau)
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Gambar 3.192 Visualisasi senyawa α-farnese (biru tua), senyawa
kontrol sildenafil (Kuning) nitric oxide synthase (hijau)
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
13. Visualisasi interaksi senyawa senyawa bicycloelemene
dengan nitrit oxide synthase
Langkah pertama yang dilakukan yaitu memasukkan file
senyawa bicycloelemene yang telah dikonversi dalam
format pdb dan file senyawa nitric oxide bersih ke dalam
program PyRx. Caranya dengan mengklik ikon Load
Molecule kemudian pilih file yang akan dimasukkan. Setelah
itu, pada kedua file tersebut, klik kanan lalu pilih autodock.
Akan muncul pilihan “make ligand” dan “make
macromolecule”. Pada bicycloelemene pilih “make ligand”
127
sedangkan untuk nitric oxide synthase pilih “make
macromolecule”. Setelah itu, pada bagian bawah halaman
Pyrx klik start kemudian pilih ligand dan makromolekul
yang akan di docking kemudian klik forward. Kemudian
pklik maximize dan tekan forward kembali dan tunggu
hingga hasilnya muncul. Hasilnya akan muncul data hasil
docking antara ligand dan makromolekul tadi. Pilih data
dengan nilai binding affinity tertinggi kemudian simpan.
Setelah itu, data dapat divisualisasikan dengan program
Pymol untuk melihat interaksi senyawa bicycloelemene
dengan nitrit oxide synthase.
Gambar 3.193 Pemasukan file yang akan di docking
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
128
Gambar 3.194 Persiapan file untuk di docking
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Gambar 3.195 Pemilihan file docking
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
129
Gambar 3.196 Proses docking
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Gambar 3.197 Hasil docking
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
130
Gambar 3.198 Visualisasi senyawa bicycloelemene (zaitun)
dengan nitric oxide synthase (hijau)
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Gambar 3.199 Visualisasi senyawa bicycloelemene (zaitun)
dengan nitric oxide synthase (hijau)
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Gambar 3.200 Visualisasi senyawa bicycloelemene (zaitun),
senyawa kontrol sildenafil (kuning) dan nitric oxide synthase
(hijau)
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
131
Gambar 3.201 Visualisasi senyawa bicycloelemene (zaitun),
senyawa kontrol sildenafil (kuning) dan nitric oxide synthase
(hijau)
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Setelah semua senyawa pada Lunasia amara di docking
dengan protein target dalam hal ini nitric oxide synthase,
maka tabulasikan nilai binding affinity yang didapatkan dan
dibandingkan dengan senyawa kontrol. Senyawa kontrol
yang digunakan yaitu sildenafil. Sildenafil di masyarakat
lebih dikenal dengan nama dagang Viagra, yaitu sejenis
afrodisiak yang banyak diperjualbelikan. Tujuan dari
tabulasi nilai binding affinity yaitu untuk melihat potensi
yang dimiliki suatu senyawa dibandingkan senyawa kontrol.
Tabel 3.1 Nilai binding affinity senyawa Lunasia amara
Senyawa Binding Affinity
Sildenafil (senyawa kontrol) -9.6
Lunacrine -8.6
Lunacridine -7.9
Hydroxylunacrine -8.4
Kokusagine -7.7
Skimmianine -7.6
4-methoxy-2-phenylquinoline -10.3
132
Eduleine -9.7
Lunamarine -8.9
b-elemene -7.2
Germacrene -7.2
Bicyclogermacrene -6.8
a-farnase -7.9
Bicycloelemene -6.2
Berdasarkan nilai binding affinity yang dimiliki oleh
senyawa pada tumbuhan Lunasia amara dan dibandingkan
dengan senyawa kontrol, maka dapat disimpulkan bahwa
Lunasia amara memiliki potensi untuk menjadi bahan
pembuatan afrodisiak. Hal ini karena nilai binding affinity
yang dimiliki cukup rendah, bahkan ada yang lebih rendah
dibandingakn senyawa kontrol yaitu sildenafil. Semakin
rendah nilai afinitas suatu senyawa maka semakin sedkit
untuk melakukan pengikatan, dengan kata lain energi yang
dibutuhkan semakin sedikit sehingga mempermudah
perlekatan antara senyawa (ligand) dengan protein target.
Hal ini tentu akan mempengaruh posisi dari perlekatan,
yaitu surface (permukaan) atau tengah. Semakin mudah
senyawa berikatan dengan protein target, maka akan
semakin kedalam tempat perlekatannya dan interaksi yang
terjadi akan semakin kuat.
H. Uji Drug-likeness Senyawa Lunasia amara
Saat kita mendesain suatu senyawa untuk dijadikan kandidat
obat, maka ada yang disebut dengan tes Drug-likeness. Drug-
likeness adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan
bagaimana sifat fisiokimia senyawa mempengaruhi sifat
molekuler secara in vivo. Kebanyakan aturan untuk menguji drug
133
likeness menggunakan sifat fisiokimia
yang didapatkan dari struktur molekuler
dan mecocokkan sifat tersebut dengan
obat-obatan yang telah terdaftar. Salah
satu aturan yang banyak digunakan yaitu
aturan Lipinski, dimana suatu molekul
harus memiliki berat ≤500 kDa, nilai LogP
≤5, jumlah grup donor proton hidrogen ≤5
dan grup aseptor proton ≤10. Kriteria
tersebut mirip dengan kriteria senyawa
dengan bioaviabilitas oral yang bagus
(Zuegg dan Cooper, 2012).
Tes Drug-likeness dari suatu senyawa
dapat dilakukan di SwissADME yang dapat
diakses di http://www.swissadme.ch. Ada dua cara untuk
mendapatkan informasi drug-likeness dari senyawa yang diuji,
yaitu dengan menggambar bentuk 2D molekul atau dengan
menggunakan canonical SMILES dari senyawa tersebut. Setelah
dimasukkan data baik bentuk 2D molekul atau Canonical SMILES
dari senyawa klik “Run” untuk melihat hasilnya.
Gambar 3.202 Tampilan awal SwissADME
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Tahukah Anda?
. Drug-likeness
adalah istilah
yang digunakan
untuk
menjelaskan
bagaimana sifat
fisiokimia
senyawa
mempe-
ngaruhi sifat
molekuler
secara in vivo.
134
Tabel 3.2 Hasil uji Aturan Lipinski’s Senyawa Lunasia amara
Senyawa Berat molekul Donor
proton
ikatan
hidrogen
Aseptor
proton
ikatan
hidrogen
logaritma
koefisien
partisi
dalam
air dan 1-
oktanol
(LogP)
Keterangan
Lunacrine 273.33 g/mol 0 3 1,97 Memenuhi
aturan
Lunacridine 305.37 g/mol
1 4 1,78 +
Hydroxylunacrine 289.33 g/mol 1 4 1,14 +
Kokusagine 243.21 g/mol 0 5 1,50 +
Skimmiamine 259.26 g/mol 0 5 1,09 +
4-methoxy-2-
phenylquinoline
235.28 g/mol 0 2 2,87 +
Eduleine 265.31 g/mol 0 2 2,16 +
Lunamarine 309.32 g/mol 0 4 1,65 +
B-Elemene 218.38 g/mol
0 0 4,78 +
Germacrene 204.35 g/mol 0 0 4,53 +
Bicyclogermacrene 204.35
g/mol
0 0 4,63 +
a-farnase 204.35 g/mol 0 0 4,84 +
bicycloelemene 204.35 g/mol 0 0 4,63 +
Menurut Syahputra dkk. (2014), Aturan Lipinski dapat
menentukan sifat fisikokimia ligan untuk menentukan karakter
hidrofobik/hidrofilik suatu senyawa untuk melalui membran sel
oleh difusi pasif. Nilai log P menyatakan koefisien kelarutan dalam
lemak/air yang memiliki rentang -0,4 – 5. Berat molekul yang lebih
dari 500 Da tidak dapat berdifusi menembus membrane sel.
Semakin besar nilai log P, maka semakin hidrofobik molekul
tersebut. Molekul yang memiliki sifat terlalu hidrofobik cenderung
135
memiliki tingkat toksisitas yang tinggi karena akan tertahan lebih
lama pada lipid bilayer dan terdistribusi lebih luas di dalam tubuh
sehingga selektifitas ikatan terhadap enzim target menjadi
berkurang. Nilai log P yang terlalu negatif juga tidak baik karena
jika molekul tersebut tidak dapat melewati membran lipid bilayer.
Jumlah donor dan akseptor ikatan hidrogen mendeskripsikan
semakin tinggi kapasitas ikatan hidrogen, maka semakin tinggi
energi yang dibutuhkan agar proses absorpsi dapat terjadi. Secara
umum aturan Lipinski menggambarkan solubilitas senyawa
tertentu untuk menembus membran sel oleh difusi pasif. Dari data
hasil uji senyawa yang terkandung di Lunasia amara, semuanya
memenuhi aturan Lipinski. Jadi, dapat disimpulkan bahwa seluruh
senyawa dalam Lunasia amara mampu diserap tubuh dengan baik.
I. Uji ADME/TOX Senyawa Lunasia Amara
ADME/TOX merupakan singkatan dari
Absorption, Distribution, Metabolism,
Eliminination, dan Toxicity. Uji ADME/TOX
sangat penting untuk dilakukan agar suatu
senyawa dapat dijadikan kandidat obat. Telah
diperkirakan hampir 50% obat-obatan tidak
efektif digunakan akibat kurangnya bio-
aviabilitas karena tdak mampu diserap usus
dan terjadi gangguan metabolisme yang tidak
diinginkan akibat adanya senyawa tersebut.
40% kandidat obat juga gagal dijadikan obat
karena tidak aman. Oleh karena itu, Uji
ADME/Tox sangat penting dalam mencari kandidat obat yang
efektif untuk pengobatan (Li, 2001).
Uji ADME/Tox dapat dilakukan dengan mengakses situs
AdmetSAR di http://lmmd.ecust.edu.cn/admetsar1. Setelah
Tahukah
Anda?
ADME/Tox
merupakan
singkatan
dari
Absorption,
Distribution,
Metabolism,
Elimination,
dan Toxicity
136
muncul halaman awal, pilih menu predict. Kemudian, masukkan
canonical smiles senyawa dan klik predict untuk melihat hasilnya.
Gambar 3.203 Halaman Awal AdmetSAR
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Gambar 3.204 Halaman Uji ADME/TOX pada AdmetSar
Sumber: (Dokumentasi pribadi)
Adapun data hasil uji ADME/Tox dari senyawa Lunasia Amara
adalah sebagai berikut:
137
Tabel 3.3 Hasil Uji ADME/TOX Lunacrine dan Lunacridine
Model Lunacrine Lunacridine
Hasil Probabilitas Hasil Probabilitas
Absorpsi
Blood-Brain
Barrier BBB+ 0.9776 BBB+ 0.8205
Human Intestinal
Absorption HIA+ 1.0000 HIA+ 0.9573
Caco-2
Permeability Caco2+ 0.6536 Caco2+ 0.6432
P-glycoprotein
Substrate Non-substrate 0.6718 Non-substrate 0.5230
P-glycoprotein
Inhibitor Inhibitor 0.5235 Inhibitor 0.5059
Non-inhibitor 0.5275 Inhibitor 0.8095
Renal Organic
Cation Transporter Non-inhibitor 0.7794 Non-inhibitor 0.8564
Distribusi
Lokasi subseluler Mitokondria 0.5473 Mitokondria 0.5773
Metabolisme
CYP450 2C9
Substrate Non-substrate 0.7708 Non-substrate 0.7103
CYP450 2D6
Substrate Non-substrate 0.7064 Non-substrate 0.7501
CYP450 3A4
Substrate Substrate 0.7144 Substrate 0.7026
CYP450 1A2
Inhibitor Inhibitor 0.9130 Inhibitor 0.8040
CYP450 2C9
Inhibitor Non-inhibitor 0.8333 Non-inhibitor 0.8555
CYP450 2D6
Inhibitor Non-inhibitor 0.8996 Non-inhibitor 0.8979
CYP450 2C19
Inhibitor Inhibitor 0.5888 Non-inhibitor 0.6081
CYP450 3A4
Inhibitor Non-inhibitor 0.7930 Non-inhibitor 0.5102
138
CYP Inhibitory
Promiscuity
Low CYP
Inhibitory
Promiscuity
0.5756
Low CYP
Inhibitory
Promiscuity
0.6034
Toksisitas
Human Ether-a-go-
go-Related Gene
Inhibition
Weak
inhibitor
0.9847 Weak inhibitor 0.9832
Non-inhibitor 0.8241 Non-inhibitor 0.7479
AMES Toxicity AMES toxic 0.5107 Non AMES toxic 0.7587
Carcinogens Non-
carcinogens
0.9074 Non-
carcinogens
0.9105
Fish Toxicity High FHMT 0.6979 High FHMT 0.7143
Tetrahymena
Pyriformis Toxicity High TPT 0.7589 High TPT 0.9526
Honey Bee Toxicity Low HBT 0.5000 Low HBT 0.5728
Biodegradation Not ready
biodegradable
0.7973 Not ready
biodegradable
0.9260
Acute Oral Toxicity III 0.6731 III 0.7018
Carcinogenicity
(Three-class) Non-required 0.4889 Non-required 0.5853
nilai unit nilai unit
Rat Acute Toxicity 2.5568 LD50, mol/kg 2.7777 LD50, mol/kg
Fish Toxicity 0.5789 pLC50, mg/L 0.6452 pLC50, mg/L
Tetrahymena
Pyriformis Toxicity 0.5106 pIGC50, ug/L 0.6592 pIGC50, ug/L
Tabel 3.4 Hasil Uji ADME/TOX Hydroxylunacrine dan
Kokusagine
Model Hydroxylunacrine Kokusagine
Hasil Probabilitas Hasil Probabilitas
Absorpsi
Blood-Brain
Barrier BBB+ 0.7734 BBB+ 0.9386
139
Human Intestinal
Absorption HIA+ 0.9796 HIA+ 0.9913
Caco-2
Permeability Caco2+ 0.5122 Caco2+ 0.5631
P-glycoprotein
Substrate Non-substrate 0.5300 Non-substrate 0.7672
P-glycoprotein
Inhibitor Non-inhibitor 0.5831 Non-inhibitor 0.8594
Non-inhibitor 0.6585 Non-inhibitor 0.9035
Renal Organic
Cation
Transporter
Non-inhibitor 0.8624 Non-inhibitor 0.8203
Distribusi
Lokasi subseluler Mitokondria 0.4340 Mitokondria 0.5983
Metabolisme
CYP450 2C9
Substrate Non-substrate 0.7776 Non-substrate 0.8296
CYP450 2D6
Substrate Non-substrate 0.7453 Non-substrate 0.7710
CYP450 3A4
Substrate Substrate 0.7250 Substrate 0.5523
CYP450 1A2
Inhibitor Inhibitor 0.6644 Inhibitor 0.9453
CYP450 2C9
Inhibitor Non-inhibitor 0.8251 Inhibitor 0.5196
CYP450 2D6
Inhibitor Non-inhibitor 0.8837 Non-inhibitor 0.6618
CYP450 2C19
Inhibitor Non-inhibitor 0.6889 Inhibitor 0.6568
CYP450 3A4
Inhibitor Non-inhibitor 0.7899 Inhibitor 0.8064
CYP Inhibitory
Promiscuity
Low CYP
Inhibitory
Promiscuity
0.7394
High CYP
Inhibitory
Promiscuity
0.8611
Toksisitas
Human Ether-a-
go-go-Related
Gene Inhibition
Weak
inhibitor
0.9978 Weak
inhibitor
0.9901
Non-inhibitor 0.9000 Non-inhibitor 0.9427
140
AMES Toxicity Non AMES
toxic
0.5099 AMES toxic 0.9246
Carcinogens Non-
carcinogens
0.9174 Non-
carcinogens
0.9654
Fish Toxicity High FHMT 0.5435 Low FHMT 0.7641
Tetrahymena
Pyriformis
Toxicity
High TPT 0.9293 High TPT 0.7383
Honey Bee
Toxicity Low HBT 0.5175 High HBT 0.5428
Biodegradation Not ready
biodegradable
0.9501 Ready
biodegradable
0.7572
Acute Oral
Toxicity III 0.6272 III 0.7536
Carcinogenicity
(Three-class) Non-required 0.4958 Non-required 0.5090
nilai unit nilai unit
Rat Acute
Toxicity 2.7557 LD50, mol/kg 2.3104 LD50, mol/kg
Fish Toxicity 0.7582 pLC50, mg/L 0.9965 pLC50, mg/L
Tetrahymena
Pyriformis
Toxicity
0.6486 pIGC50, ug/L 0.3137 pIGC50, ug/L
Tabel 3.5 Hasil Uji ADME/TOX Skimmiamine dan 4-
Methoxy-2-Phenylquinoline
Model Skimmiamine 4-methoxy-2-phenylquinoline
Hasil Probabilitas Hasil Probabilitas
Absorpsi
Blood-Brain
Barrier BBB+ 0.9509 BBB+ 0.9797
Human Intestinal
Absorption HIA+ 0.9968 HIA+ 1.0000
Caco-2
Permeability Caco2+ 0.5894 Caco2+ 0.6767
P-glycoprotein
Substrate Non-substrate 0.7389 Non-substrate 0.6943
141
P-glycoprotein
Inhibitor Non-inhibitor 0.7018 Non-inhibitor 0.7791
Non-inhibitor 0.8382 Non-inhibitor 0.8231
Renal Organic
Cation
Transporter
Non-inhibitor 0.8846 Non-inhibitor 0.7412
Distribusi
Lokasi subseluler Mitokondria 0.5489 Mitokondria 0.7839
Metabolisme
CYP450 2C9
Substrate Non-substrate 0.8030 Non-substrate 0.7574
CYP450 2D6
Substrate Non-substrate 0.7020 Non-substrate 0.6429
CYP450 3A4
Substrate Substrate 0.6156 Non-substrate 0.5425
CYP450 1A2
Inhibitor Inhibitor 0.9107 Inhibitor 0.8945
CYP450 2C9
Inhibitor Non-inhibitor 0.9227 Inhibitor 0.5637
CYP450 2D6
Inhibitor Non-inhibitor 0.9231 Non-inhibitor 0.5489
CYP450 2C19
Inhibitor Non-inhibitor 0.8664 Inhibitor 0.6463
CYP450 3A4
Inhibitor Inhibitor 0.5272 Non-inhibitor 0.5933
CYP Inhibitory
Promiscuity
High CYP
Inhibitory
Promiscuity
0.7298
High CYP
Inhibitory
Promiscuity
0.5814
Toksisitas
Human Ether-a-
go-go-Related
Gene Inhibition
Weak inhibitor 0.9817 Weak
inhibitor
0.8904
Non-inhibitor 0.8834 Non-inhibitor 0.7464
AMES Toxicity AMES toxic 0.9163 AMES toxic 0.6003
Carcinogens Non-
carcinogens
0.9537 Non-
carcinogens
0.9581
Fish Toxicity High FHMT 0.5457 High FHMT 0.8800
142
Tetrahymena
Pyriformis
Toxicity
High TPT 0.6645 High TPT 0.8745
Honey Bee
Toxicity High HBT 0.6088 High HBT 0.6929
Biodegradation Not ready
biodegradable
0.8906 Not ready
biodegradable
0.9197
Acute Oral
Toxicity III 0.5276 III 0.7272
Carcinogenicity
(Three-class) Non-required 0.4832 Non-required 0.5262
nilai unit nilai unit
Rat Acute
Toxicity Weak inhibitor 0.9817 1.7305 LD50, mol/kg
Fish Toxicity Non-inhibitor 0.8834 1.5910 pLC50, mg/L
Tetrahymena
Pyriformis
Toxicity
AMES toxic 0.9163 0.6646 pIGC50, ug/L
Tabel 3.6 Hasil Uji ADME/TOX Eduleine dan Lunamarine
Model Eduleine Lunamarine
Hasil Probabilitas Hasil Probabilitas
Absorpsi
Blood-Brain Barrier BBB+ 0.9864 BBB+ 0.9389
Human Intestinal
Absorption HIA+ 1.0000 HIA+ 0.9937
Caco-2 Permeability Caco2+ 0.8613 Caco2+ 0.7720
P-glycoprotein
Substrate Non-substrate 0.7188 Non-substrate 0.7582
P-glycoprotein
Inhibitor Inhibitor 0.6473 Non-inhibitor 0.5956
Inhibitor 0.6141 Inhibitor 0.5371
Renal Organic
Cation Transporter Non-inhibitor 0.6935 Non-inhibitor 0.7263
Distribusi
143
Lokasi subseluler Mitokondria 0.8562 Mitokondria 0.5420
Metabolisme
CYP450 2C9
Substrate Non-substrate 0.7673 Non-substrate 0.8482
CYP450 2D6
Substrate Non-substrate 0.6467 Non-substrate 0.7664
CYP450 3A4
Substrate Substrate 0.6148 Substrate 0.6372
CYP450 1A2
Inhibitor Inhibitor 0.6887 Inhibitor 0.9028
CYP450 2C9
Inhibitor Inhibitor 0.5138 Non-inhibitor 0.6215
CYP450 2D6
Inhibitor Non-inhibitor 0.7267 Inhibitor 0.7881
CYP450 2C19
Inhibitor Non-inhibitor 0.5159 Inhibitor 0.9448
CYP450 3A4
Inhibitor Inhibitor 0.5635 Inhibitor 0.8907
CYP Inhibitory
Promiscuity
High CYP
Inhibitory
Promiscuity
0.7621
High CYP
Inhibitory
Promiscuity
0.9391
Toksisitas
Human Ether-a-go-
go-Related Gene
Inhibition
Weak
inhibitor
0.9341 Weak
inhibitor
0.9839
Inhibitor 0.5088 Non-inhibitor 0.8774
AMES Toxicity Non AMES
toxic
0.5887 AMES toxic 0.7064
Carcinogens Non-
carcinogens
0.9443 Non-
carcinogens
0.9405
Fish Toxicity High FHMT 0.8793 High FHMT 0.9378
Tetrahymena
Pyriformis Toxicity High TPT 0.8302 High TPT 0.8971
Honey Bee Toxicity Low HBT 0.5347 Low HBT 0.5342
Biodegradation Not ready
biodegradable
0.8471 Not ready
biodegradable
0.6419
Acute Oral Toxicity III 0.6913 III 0.7384
Carcinogenicity
(Three-class) Warning 0.3968 Non-required 0.3946
144
nilai unit nilai unit
Rat Acute Toxicity 2.1572 LD50, mol/kg 2.4645 LD50, mol/kg
Fish Toxicity 0.7973 pLC50, mg/L 0.4147 pLC50, mg/L
Tetrahymena
Pyriformis Toxicity 0.4711 pIGC50, ug/L 0.3837 pIGC50, ug/L
Tabel 3.7 Hasil Uji ADME/TOX β-elemene dan Germacrene
Model β-elemene Germacrene
Hasil Probabilitas Hasil Probabilitas
Absorpsi
Blood-Brain Barrier BBB+ 0.9725 BBB+ 0.9473
Human Intestinal
Absorption HIA+ 0.9861 HIA+ 0.9950
Caco-2 Permeability Caco2+ 0.7243 Caco2+ 0.6787
P-glycoprotein
Substrate Non-substrate 0.5539 Non-substrate 0.5434
P-glycoprotein
Inhibitor Non-inhibitor 0.6144 Non-inhibitor 0.6467
Non-inhibitor 0.6442 Inhibitor 0.5144
Renal Organic
Cation Transporter Non-inhibitor 0.7830 Non-inhibitor 0.8270
Distribusi
Lokasi subseluler Lisosom 0.7164 Lisosom 0.4651
Metabolisme
CYP450 2C9
Substrate Non-substrate 0.8732 Non-substrate 0.8854
CYP450 2D6
Substrate Non-substrate 0.8358 Non-substrate 0.8101
CYP450 3A4
Substrate Substrate 0.5148 Non-substrate 0.5126
CYP450 1A2
Inhibitor Non-inhibitor 0.8309 Non-inhibitor 0.6853
CYP450 2C9
Inhibitor Non-inhibitor 0.8737 Non-inhibitor 0.8228
CYP450 2D6
Inhibitor Non-inhibitor 0.9494 Non-inhibitor 0.9409
145
CYP450 2C19
Inhibitor Non-inhibitor 0.8433 Non-inhibitor 0.7961
CYP450 3A4
Inhibitor Non-inhibitor 0.8612 Non-inhibitor 0.9422
CYP Inhibitory
Promiscuity
Low CYP
Inhibitory
Promiscuity
0.7368
Low CYP
Inhibitory
Promiscuity
0.7758
Toksisitas
Human Ether-a-go-
go-Related Gene
Inhibition
Weak
inhibitor
0.8370 Weak
inhibitor
0.8372
Non-inhibitor 0.8558 Non-inhibitor 0.8506
AMES Toxicity Non AMES
toxic
0.8650 Non AMES
toxic
0.8949
Carcinogens Non-
carcinogens
0.6821 Non-
carcinogens
0.6288
Fish Toxicity High FHMT 0.9877 High FHMT 0.9954
Tetrahymena
Pyriformis Toxicity High TPT 0.9506 High TPT 0.9769
Honey Bee Toxicity High HBT 0.8169 High HBT 0.8349
Biodegradation Not ready
biodegradable
0.8281 Not ready
biodegradable
0.6613
Acute Oral Toxicity III 0.8194 III 0.8141
Carcinogenicity
(Three-class) Warning 0.5176 Warning 0.5024
nilai unit nilai unit
Rat Acute Toxicity 1.4691 LD50, mol/kg 1.5749 LD50, mol/kg
Fish Toxicity -0.6358 pLC50, mg/L -0.6531 pLC50, mg/L
Tetrahymena
Pyriformis Toxicity 0.7866 pIGC50, ug/L 0.8980 pIGC50, ug/L
Tabel 3.8 Hasil Uji ADME/TOX Bicyclogermacrene dan α-
farnase Model bicyclogermacrene α-farnase
Hasil Probabilitas Hasil Probabilitas
Absorpsi
Blood-Brain Barrier BBB+ 0.9676 BBB+ 0.9425
146
Human Intestinal
Absorption HIA+ 0.9965 HIA+ 0.9750
Caco-2 Permeability Caco2+ 0.6428 Caco2+ 0.6849
P-glycoprotein
Substrate Substrate 0.5737 Non-substrate 0.6000
P-glycoprotein
Inhibitor Non-inhibitor 0.7183 Non-inhibitor 0.6247
Inhibitor 0.6171 Inhibitor 0.5993
Renal Organic
Cation Transporter Non-inhibitor 0.8549 Non-inhibitor 0.8361
Distribusi
Lokasi subseluler Lisosom 0.6555 Nukleus 0.6326
Metabolisme
CYP450 2C9
Substrate Non-substrate 0.8605 Non-substrate 0.8645
CYP450 2D6
Substrate Non-substrate 0.8343 Non-substrate 0.8111
CYP450 3A4
Substrate Substrate 0.5775 Non-substrate 0.5525
CYP450 1A2
Inhibitor Non-inhibitor 0.6910 Non-inhibitor 0.7161
CYP450 2C9
Inhibitor Non-inhibitor 0.6993 Non-inhibitor 0.8903
CYP450 2D6
Inhibitor Non-inhibitor 0.9299 Non-inhibitor 0.9474
CYP450 2C19
Inhibitor Non-inhibitor 0.6402 Non-inhibitor 0.8891
CYP450 3A4
Inhibitor Non-inhibitor 0.8991 Non-inhibitor 0.9627
CYP Inhibitory
Promiscuity
Low CYP
Inhibitory
Promiscuity
0.7842
Low CYP
Inhibitory
Promiscuity
0.7252
Toksisitas
Human Ether-a-go-
go-Related Gene
Inhibition
Weak inhibitor 0.9326 Weak
inhibitor
0.7690
Non-inhibitor 0.8560 Non-inhibitor 0.8720
AMES Toxicity Non AMES toxic 0.8639 Non AMES
toxic
0.9494
147
Carcinogens Non-
carcinogens
0.7061 Carcinogens 0.5698
Fish Toxicity High FHMT 0.9413 High FHMT 0.9955
Tetrahymena
Pyriformis Toxicity High TPT 0.9709 High TPT 0.9952
Honey Bee Toxicity High HBT 0.8582 High HBT 0.8387
Biodegradation Not ready
biodegradable
0.7208 Ready
biodegradable
0.7175
Acute Oral Toxicity III 0.7166 III 0.9077
Carcinogenicity
(Three-class) Warning 0.4661 Warning 0.4862
nilai unit nilai unit
Rat Acute Toxicity 1.3378 LD50, mol/kg 1.4720 LD50, mol/kg
Fish Toxicity -0.3160 pLC50, mg/L -0.8334 pLC50, mg/L
Tetrahymena
Pyriformis Toxicity 0.6986 pIGC50, ug/L 0.9633 pIGC50, ug/L
Tabel 3.9 Hasil Uji ADME/TOX Bicycloelemene Model bicycloelemene
Hasil Probabilitas
Absorpsi
Blood-Brain Barrier BBB+ 0.9504
Human Intestinal
Absorption HIA+ 0.9772
Caco-2 Permeability Caco2+ 0.6671
P-glycoprotein
Substrate Substrate 0.5132
P-glycoprotein
Inhibitor Non-inhibitor 0.5155
Non-inhibitor 0.8219
Renal Organic Cation
Transporter Non-inhibitor 0.8041
Distribusi
Lokasi subseluler Lisosom 0.7390
Metabolisme
CYP450 2C9
Substrate Non-substrate 0.8374
148
CYP450 2D6
Substrate Non-substrate 0.8177
CYP450 3A4
Substrate Substrate 0.6356
CYP450 1A2 Inhibitor Non-inhibitor 0.7340
CYP450 2C9 Inhibitor Non-inhibitor 0.8281
CYP450 2D6 Inhibitor Non-inhibitor 0.9157
CYP450 2C19
Inhibitor Non-inhibitor 0.7376
CYP450 3A4 Inhibitor Non-inhibitor 0.8637
CYP Inhibitory
Promiscuity
Low CYP
Inhibitory
Promiscuity
0.7344
Toksisitas
Human Ether-a-go-
go-Related Gene
Inhibition
Weak inhibitor 0.9676
Non-inhibitor 0.9034
AMES Toxicity Non AMES toxic 0.6674
Carcinogens Non-carcinogens 0.7252
Fish Toxicity High FHMT 0.9691
Tetrahymena
Pyriformis Toxicity High TPT 0.6955
Honey Bee Toxicity High HBT 0.8456
Biodegradation Not ready
biodegradable
0.6701
Acute Oral Toxicity III 0.8709
Carcinogenicity
(Three-class) Non-required 0.4773
Nilai unit
Rat Acute Toxicity 1.6198 LD50, mol/kg
Fish Toxicity 0.1457 pLC50, mg/L
Tetrahymena
Pyriformis Toxicity 0.3645 pIGC50, ug/L
149
1. Absorpsi
Jalur utama suatu obat dapat diserap
tubuh yaitu melalui sistem gastroinstestinal
dan kulit. Penyerapan obat dapat terjadi di
tempat lain tergantung dari mana obat
tersebut diberi pada manusia. Molekul obat
yang ideal harus mampu diserap dengan
cepat sesuai dosis yang diberikan dengan efek
yang mminimal. Suatu obat harus mampu
melewati membran sel usus melalui difusi pasif, difusi
terfasilitasi, atau transpor aktif agar dapat menuju sistem
sistem sirkulasi. Sel Caco-2 merupakan sel yang berasal dari
kanker kolon manusia dan banyak diunakan sebagai model
eksperimen in vitro untuk memahami mekanisme penyerapan
usus manusia. Sel Caco-2 mampu mengekspresikan transporter
untuk senyawa gula, protein dan sistem transport obat-obatan
pada usus manusia (Lin dkk., 2003). Berdasarkan hasil uji,
semua senyawa pada Lunasia amara positif dalam uji Human
Intestinal Absorption dan Caco2 permeability. Hal ini
menunjukkan bahwa senyawa yang terkandung dalam Lunasia
amara mampu diserap oleh tubuh.
Menurut Lin dkk. (2003), penetrasi senyawa obat pada
otak berbeda dari organ lain. Di otak, terdapat dinding pemisah
antara otak dan darah yang disebut dengan Blood-Brain Barrier
(BBB). Suatu senyawa harus mampu melewati dinding pemisah
tersebut melalui difusi. Oleh karena itu, kemampu-an obat
untuk masuk melewati BBB penting dalam desain kandidat
obat. Diperlukan kemampuan penetrasi yang besar untuk obat-
obatan yang aktif di sistem saraf pusat manusia. Obat-obatan
seperti sildenafil memiliki efek pada sistem saraf pusat
sehingga membantu terjadinya ereksi pada penis. Seluruh
Ayo Cari
Tahu!
Apa yang
dimaksud
dengan
sel Caco-
2?
.
150
senyawa yang yang terkandung dalam Lunasia amara positif
dalam tes Blood-Brain Barrier, artinya mampu untuk
berpenetrasi masuk ke dalam sistem saraf pusat manusia.
Ginjal merupaka organ utaman pembuangan obat-obatan
dan hasil metabolitnya dari tubuh
manusia. Renal drug transporter, yang
ditemukan di tubulus proksimal ber-
peran penting dalam sekresi dan re-
absorpsi senyawa obat di ginjal. Senyawa
yang bersifat inhibitor terhadap renal
drug transporter akan menghambat
sekresi obat di tubulus. Hal ini akan
meningkatkan konsentrasi obat dalam
plasma darah sehingga mengubah
respon farmakologis dan toksikologi
tubuh. Selain itu, senyawa-senyawa
tersebut akan mengakibatkan terjadinya
akumulasi senyawa obat di ginjal yang
dapat berakibat kerusakan pada ginjal
tersebut (Yin dan Wang, 2016). Data
menunjukkan bahwa semua senyawa
pada Lunasia amara bersifat non-
inhibitor terhadap Renal Organic Cation
Transporter, sehingga tidak meng-
hambat proses sekresi dari Renal
Organic Transporter ginjal.
P-glycoprotein (PGP) merupakan
salah satu superfamili dari ATA-Bindig
casette transporter, dikenal karena di-
temukan dalam resistensi multidrug pada kemoterapi.
Transporter ini mencegah akumulasi dan efek sitotoksik dari
Sel Caco-2
merupakan sel
yang berasal
dari kanker
kolon manusia
dan banyak
diunakan
sebagai model
eksperimen in
vitro untuk
memahami
mekanisme
penyerapan
usus manusia.
Sel Caco-2
mampu meng-
ekspresikan
transporter
untuk senyawa
gula, protein
dan sistem
transport obat-
obatan pada
usus manusia
(Lin dkk.,
2003).
151
obat kanker dengan mengeluarkannya dari membran sel
sebelum obat tersebut masuk ke dalam intra-seluler. PGP
banyak ditemukan dalam jaringan manusia. Karena sifatnya
yang tersebar luas, maka fungsinya juga berbeda di tiap
jaringan. PGP memegang peranan penting dalam bagaimana
suatu obat diserap, didistribusikan, dan dikeluarkan dari dalam
tubuh. Contohnya, jika suatu obat merupakan substrat PGP dii
saluran gastrointestinal, maka penyerapan obat akan
terganggu, sebaliknya, jika suatu obat merupakan substrat pada
tubulus ginjal, maka akan membantu dalam sekresi obat pada
urin (Yu, 1999). Berdasarkan hasil uji ADME/TOX, ada
beberapa senyawa yang dapat berperan sebagai substrat p-
glycoprotein yaitu bicyclogermacrene dan bicycloelemene dan
ada beberapa senyawa yang menjadi inhibitor p-glycoprotein
yaitu lunacridine dan eduleine. Selebihnya tidak berperan
sebagai substrat ataupun inhibitor dari p-glycoprotein. Namun
karena belum diketahui dimana lokasi senyawa tersebut
menjadi substrat ataupun inhibitor, maka belum diketahui
dengan jelas efeknya pada tubuh.
2. Distribusi
Setelah diserap tubuh, molekul obat akan menuju sel dan
masuk ke lokasi intraseluler yang menjadi targetnya., Ada yang
masuk ke dalam mitokondria, lisosom, retikulum endoplasma,
dan lain-lain. Berdasarkan hasil uji, senyawa yang terkandung
dalam Lunasia amara memiliki lokasi intraseluler yang
berbeda-beda. Terdapat 8 senyawa yang terdapat di
mitokondria, yaitu Lunacrine, Lunacridine, Hydroxylunacrine,
Kokusagine, Skimmiamine, 4-methoxy-2-phenylquinoline,
Eduleine, dan Lunamarine. Terdapat 4 senyawa yang terdapat
di lisosom yaitu β-elemene, germacrene, bicyclogermacrene
152
dan bicycloelemene. Hanya terdapat 1 senyawa yang terdapat
di nukleus, yaitu α-farnase.
3. Metabolisme
Eliminasi senyawa obat dari dalam tubuh merupakan
proses irreversible. Ada dua jalur eliminasi senyawa obat dari
dalam tubuh yaitu dari eksresi yang dilakukan oleh ginjal dan
melalui metabolisme (biotransformasi). Metabolisme melibat-
kan enzim untuk mengubah obat, dan proses kimiawi yang
mengubah senyawa obat tersebut menjadi suatu metabolit.
Senyawa xenobiotik yang terlalu lipophilic tidak bisa langsung
dieksresikan oleh ginjal sehingga diperlukan metabolisme
untuk mengubah senyawa obat tersebut menjadi lebih
hidrofilik sehingga dapat dikeluarkan melalui ginjal atau
direabsorpsi kembali menuji sistem sirkulasi (Lin dkk., 2003).
Sitokrom P450s (CYPS) merupakan
anggota enzim monooxygenase yang
mengkatalisis metabolisme senyawa
dari luar maupun dalam tubuh, ter-
masuk xenobiotik, obat-obatan, steroid,
dan asam lemak. Beberapa jenis
isoenzim CYPs yang banyak terlibat
dalam tubuh manusia yaitu CYP1A2,
CYP2B6, CYP2C9, CYP2C19, CYP2D6
DAN CYP3A4. CYP3A4 banyak terdapat
di hati dan usus dan memproses lebih
dari 50% jenis obat-obatan yang
beredar (Zhou, 2008).
Interaksi obat-obatan yang melibat-
kan enzim CYP berasal dari penggunaan
obat-obatan secara bersamaan, dimana
salah satu obat berperan sebagai
. Tahukan
Anda?
Sitokrom P450s
(CYPS)
merupakan
anggota enzim
monooxygenas
e yang
mengkatalisis
metabolisme
senyawa dari
luar maupun
dalam tubuh,
termasuk
xenobiotik,
obat-obatan,
steroid, dan
asam lemak.
153
substrat isoenzim dan obat lainnya yang memiliki jalur
metabolisme yang sama tetapi berperan sebagai inducer antau
inhibitor isoenzim yang bekerja. Beberapa obat-obatan
merupakan substrat bagi suatu isoenzim dan inhibitor untuk
enzim lainnya, yang membuat interaksi antar obat-obatan
semakin kompleks. Obat-obatan yang tergolong sebagai
inducer enzim CYP merupakan obat-obatan yang dapat
meningkatkan sintesis enzim dan aktivitasnya sedangkan obat-
obatan yang tergolong inhibitor enzim CYP merupakan obat-
obatan yang dapat menghambat metabolisme obat yang
menjadi substrat sehingga meningkatkan resiko toksisitas
(Cayot dkk., 2014).
Dari hasil uji ADME/TOX, aada beberapa senyawa yang
memiliki potensi interaksi obat-obatan pada enzim CYP, yaitu:
a. Kokusagine, merupakan inhibitor untuk isoenzim 1A2,
2C19, dan 3A4
b. Skimmiamine, merupakan inhibitor isoenzim 1A2 dan 3A4
c. 4-methoxy-2-phenylquinoline, merupakan inhibitor
isoenzim 1A2, 2C9, dan 2C19
d. Eduleine, merupakan inhibitor untuk isoenzim 1A2, 2C19,
dan 3A4
e. Lunamarine, merupakan inhibitor untuk isoenzim 1A2,
2D6, 2C19 dan 3A4.
Adanya inhibitor untuk beberapa isoenzim CYP, terutama
isoenzim 3A4 akan menghambat metabolisme senyawa yang
menjadi substrat isoenzim tersebut, seperti Lunacrine,
Lunacridine, ataupun hydroxylunacrine.
4. Toksisitas
The human Ether-a-go-go Related Gene (hERG, KCNH2)
merupakan gen yang mengkode pembentukan sub-unit a dari
154
porin kanal potasium Kv11.1. tiap kanal memiliki 4 a sub-unit,
masing-masing dengan enam domain transmembran. Pada
manusia, penghambatan hERG oleh obat-obatan dapat men-
yebabkan arrhytmia (detak jantung yang tidak beraturan)
(Huang dkk., 2010). Dari hasil uji yang dilakukan, senyawa yang
terdapat pada Lunasia amara bersifat inhibitor lemah terhadap
hERG. Hal ini berarti bahwa potensi Lunasia amara dalam
menghambat kinerja hERG lemah sehingga masih aman
digunakan.
Zat karsinogen, atau zat yang dapat
menyebabkan kanker, dapat dibagin
menjadi dua yaotu zat karsinogen
mutagenik dan non-mutagenik. Zat
karsinogen yang bersifat mutagenik
merupakan zat yang berpotensi men-
yebabkan mutasi pada DNA. Salah satu
tujuan utama pencarian kandidat obat
yaitu mengidentifikasi zat yang ber-
potensi menjadi zat karsinogen
mutagenik dan non-mutagenik. Untuk uji
zat karsinogen yang bersifat mutagen,
digunakan uji AMES toxicity (Lin dkk.,
2003). Berdasarkan uji ADME/TOX, ada
beberapa senyawa yang bersifat
karsinogen mutagen, yaitu Lunacrine,
Kokusagine, Skimmiamine, 4-Methoxy-2-Phenylquinoline, dan
Lunamarine. Selebihnya bersifat non-AMES Toxic atau tidak
menyebabkan mutasi DNA. Selain itu, seluruh zat yang terdapat
pada Lunasia amara tidak bersifat karsinogen sehingga tidak
memicu kanker.
. Tahukan
Anda?
The human
Ether-a-go-go
Related Gene
(hERG,
KCNH2)
merupakan
gen yang
mengkode
pembentukan
sub-unit a dari
porin kanal
potasium
Kv11.1
155
Acute oral toxiciy adalah istilah untuk menjelaskan efek obat
setelah pemberian selam 24 jam. Untuk uji secara akurat,
diperluka uji secara in vivo. akan tetapi, metode in vivo sangat
rumit, mahal dan memakan waktu. Oleh karena itu, di-
kembangkan metode in silico sebagai alternatif . Untuk kriteria
Acute Oral Toxicity, lembaga EPA (Environmental Protection
Agency) Amerika Serikat mengkategorikannya dalam empat
kategori berdasarkan median lethal dose (LD50) atau median
lethal concentration (LC50) (Li dkk., 2014).
Kategori Toksisitas Berdasarkan EPA Amerika Serikat
Berdasarkan hasil uji ADME/Tox, senyawa pada Lunasia amara
termasuk dalam kategori III, yaitu sedikit beracun. Dengan
demikian, maka Lunasia amara masih cukup aman untuk
digunakan asalkan diperhatikan dosisnya.
J. Kesimpulan
Lunasia amara Blanco atau di sulawesi dikenal dengan nama
Sanrego merupakan tanaman perdu tegak yang tingginya dapat
mencapai 5 meter, untuk mendapatkan tanaman ini bukanlah hal
yang mudah, tanaman ini biasanya ditemukan di pedalaman hutan
di sulawesi. Tanaman ini oleh masyarakat sekitar dijadikan
sebagai ramuan untuk meningkatkan gairah dan sebagai obat kuat
ketika hendak melakukan pekerjaan berat. Dalam beberapa studi
fitokimia yang dilakukan pada Lunasia amara, telah diidentifikasi
Acute
toxicity
Kategori
I (sangat
beracun)
II (Beracun) III (sedikit
beracun)
IV (tidak
beracun)
Oral (mg/kg) ≤50 >50
≤500
>500
≤5000
>5000
Kulit
(mg/kg)
≤200 >200
≤2000
>2000
≤5000
>5000
156
empat kelompok utama alkaloid quinoline yaitu Dimethylallyl-2-
Quinolones, Furoquinolines, Furoquinolones serta 2-Arylquino-
lines dan 4-kuinolon, keempat kelompok utama alkaloid quinoline
ini terdiri atas senyawa-senyawa yang berpotensi sebagai
afrodisiaka yaitu Lunacrine, Lunacridine, Hydroxylunacrine,
Kokusagine, Skimmiamine, 4-methoxy-2-phenylquinoline, Edu-
leine, Lunamarine, B-Elemene, Germacrene, Bicyclogermacrene, a-
farnase dan bicycloelemene. Berdasarkan hasil docking moleculer,
nilai binding affinity yang dimiliki berpotensi sebagai bahan
pembuatan afrodisiak. Hal ini karena nilai binding affinity yang
dimiliki cukup rendah, bahkan ada yang lebih rendah
dibandingakn senyawa kontrol yaitu sildenafil. Kemudian
dilakukan tes Drug-likeness. Drug-likeness adalah tes yang
digunakan untuk mengetahui sifat fisiokimia senyawa
mempengaruhi sifat molekuler secara in vivo. Dari data hasil uji
senyawa yang terkandung di Lunasia amara, semuanya memenuhi
aturan Lipinski. Jadi, dapat disimpulkan bahwa seluruh senyawa
dalam Lunasia amara mampu diserap tubuh dengan baik. Salah
satu uji yang juga dilakukan adalah Uji ADME/TOX, uji ini sangat
penting untuk dilakukan agar suatu senyawa dapat dijadikan
kandidat obat. Berdasarkan hasil uji ADME/Tox, senyawa pada
Lunasia amara termasuk dalam kategori III, yaitu sedikit beracu
namun masih cukup aman untuk digunakan asalkan diperhatikan
dosisnya.Dengan demikian dari rangkaian studi potensi Lunasia
amara, maka dapat disimpulkan bahwa Lunasia amara berpotensi
sebagai bahan pembuatan Afrodisiaka.
K. Latihan Soal III
1. Berdasarkan studi literatur, carilah tumbuhan lokal Indonesia
yang memiliki potensi sebagai afrodisiaka. Setelah itu,
gunakan teknik molecular docking untuk membuktikan
157
potensi tersebut. Susunlah hasil penelitian tersebut dalam
bentuk artikel sedehana dengan format:
a. Pendahuluan
b. Tujuan
c. Metode Penelitian
d. Hasil dan Pembahasan
e. Kesimpulan
f. Daftar Pustaka
158
DAFTAR PUSTAKA
Backer, C.A. & Bakhuizen Van Den Brink. 1965. Flora of Java II
(Spermatophytes only). N.V.P. Noordhoff-Netherlands.
Cayot, A., Laroche, D., Disson-Dautriche, A., Arbault, A. Maillefert, J. F.,
Ornetti, P. 2014. Cytochorome P450 Inteactions and Clinical
Implication in Rheumatology. Clinical Rheumatology.
33(5):1231-1238
Campbell, N.A., Reece, J.B., Urry, L.A., Cain, M.L., Wasserman, S.A.,
Jackson. 2008. Biologi Edisi kedelapan jilid 3. Erlangga; Jakarta
EISAI. 1995. Medicinal Herb Index in Indonesia. The Second Edition. PT
Eisai, Indonesia.
Gunawijaya, E. dan Arhana, BNP, 2000. Peran Nitrogen Oksida pada
Infeksi. Sari Pediatri. 2(2):113-119
Hafid, Hariandi. Legenda kayu perkasa Bolong Sanrego. 15 Januari
2018.
https://beritagar.id/artikel/laporan-khas/legenda-kayu-perkasa-
bolong-sanrego
Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid III. Badan Litbang
Departemen Kehutanan Jakarta.
Kloner, Robert A. 2000. Cardiovascular Risk and Sildenafil. The
American Journal of Cardiology. 86: 58F-61F.
Kotta, S., Ansari, S.H., Ali, Javed. 2013. Exploring scientifically proven
herbal aphrodisiacs. Pharmacognosy Reviews. 7: 1-10.
Li, A. P., 2001. Screening for Human ADME/TOX Drug Properties in Drug
Discovery. DDT. 6(7):357-366
Li, X., Chen, L., Cheng, F., Wu, Z., Bian, H., Xu, C., Li, W., Liu, G., Tang, Y.,
2014. In Silico Prediction of Chemical Acute Oral Toxicity Using
159
Multi-Classification Method. Journal of Chemical Information and
Modelling. 54:1061-1069
Lin, J., Sahakian, D. C., Morais, S. M. F., Xu, J.J Polzer, R. J., Winter, S. M.,
2003. The Role of Absorption, Distribution, Metabolism,
Excretion, and Toxicity in Drug Discovery. Current Topics in
Medicinal Chemistry. 3:1125-1154
Macabeo, A.P.G. and Aguinaldo, A.M. 2008. xChemical and
Phytomedicinal Investigations in Lunasia amara.
Pharmacognosy Reviews. 2(4); 317-325.
Odum, E.P. 1971. Fundamental Ecology. 3rd Edition. W.B. Saunders
Company. Philadelphia & London.
Quisumbing, Eduardo. 1951. Medicinal Plants Of Philippines. Bureau of
Printing, Manila.
Rahardjo A. 1999.Tanaman Sang “Dewi Cinta”. Majalah Trubus.
Edisi November No.356. ( halaman 76 - 77).
Sandroni, Paola. 2001. Aphrodisiacs past and present: a historical
review. Clinical Autonomic Research. 11(5); 303-307.
Shah, J. 2002. Erectile dysfunction through the ages. BJU International.
90: 433–441.
Shamloul, Rany. 2010. Natural Aphrodisiacs. International Society for
Sexual Medicine. 7: 39-49.
Syahputra, G., Ambarsari, L., Sumaryada, T., 2014. Simulasi Docking
Kurkumin Enol, Bisdemetoksikurkumin dan Analognya Sebagai
Inhibitor Enzim 12-Lipoksigenase. Jurnal Biofisika. 10(1):55-67
Trubus. 1999. Edisi November No.360 Th. XXX 1999 (halaman 76-77).
Wenver, J.E. dan Clements, F.E. 1928. Plant Ecology. 2nd Edition. Mc
Graw-Hill Book Company. New York.
Yin, J. & Wang, J., 2016. Review:Renal Drug Transporters and Their
Significance in Drug-Drug Interactions. Acta Pharmaceutica
Sinica B. 6(5):363-373
160
Yu, D. K., 1999. Special Review: The Contribution of P-glycoprotein to
Pharmacokinetic Drug-Drug Interaction. J Clin Pharmacol. 39:
1203-1211
Zhou, S. F., 2008. Drugs Behave as Substrates, Inhibitors, and Inducers of
Human Cytochrome P450 3A4. Current Drug Metabolism. 9:310-
322
161
TENTANG PENULIS
Dr. Sulfahri, S.Si., M.Si. Lahir di Tanete-
Bulukumba, Sulawesi-Selatan pada Tanggal
26 Januari 1989. Pendidikan yang pernah
ditempuh penulis diantaranya adalah : S1
Biologi bidang Mikrobiologi di Jurusan
Biologi ITS Surabaya, S2 Biologi bidang
Mikrobiologi di Departemen Biologi
Universitas Airlangga Surabaya, S3 di
Jurusan Doktoral Pendidikan Biologi
Universitas Negeri Malang. Prestasi yang
pernah diraih penulis diantaranya adalah : (1) Peraih Outstanding
Inventors pada International Exhibition for Young Inventors yang
diadakan oleh Japan Institute of Invention and Innovation di New Delhi,
India, (2) Lulusan terbaik Universitas Airlangga, (3) Peraih
penghargaan dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan kategori
penerima Beasiswa Unggulan dengan output penelitian terbaik karena
lulus S2 hanya dalam waktu 10 bulan dengan kategori cum laude dan
hasil penelitian dipublikasikan pada jurnal internasional bereputasi di
Amerika Serikat. Pada tahun 2018, tempo institute menganugerahi
penulis sebagai 10 tokoh muda berprestasi Indonesia yang diprediksi
akan memberikan perubahan untuk Indonesia tahun 2045. Pekerjaan
penulis adalah sebagai staf pengajar pada Jurusan Biologi, FMIPA,
Universitas Hasanuddin. Berbagai tulisan penulis telah diterbitkan
pada buku, jurnal nasional dan internasional. Sejak tahun 2016, penulis
tergabung sebagai tim edior dan reviewer pada berbagai jurnal
internasional, salah satunya adalah jurnal Internasional Biofuels yang
terindeks scopus dari publisher Taylor & Francis dari negara Inggris.
162
Riuh Wardhani lahir di Amparita Sidenreng
Rappang pada hari Selasa, tanggal 02
Desember 1997, riwayat pendidikan tinggi
pada Program Studi Biologi, Universitas
Hasanuddin (2016-sekarang), Makassar.
Semasa Sekolah dasar, pernah menjuarai
Olympiade pada bidang Ilmu Pengetahuan
Alam tingkat kecamatan tellu limpoe. Di
bangku SMP berhasil memperoleh juara 1
debat dan juara 1 menulis yang diadakan di
kampus STKIP Rappang se-kabupaten
sidenreng rappang. Di tingkat SMA meng-
ikuti Olympiade pada Konsentrasi Geografi, memperoleh juara 1 lomba
puisi keagamaan Pasraman Hindu tingkat provinsi sulawesi selatan,
lalu sebagai finalis lomba karya tulis ilmiah sekabupaten sidenreng
rappang. Memasuki Bangku perguruan tinggi aktif mengikuti lomba
karya tulis ilmiah dan meraih juara III lomba karya tulis mahasiswa
(LKTM) kemaritiman dan festival inovasi kemaritiman Nasional
Universitas Hasanuddin 2018 selain itu terpilih sebagai 15 penulis
terbaik dalam YOULEC Essay Competition 2019. Salah satu mata kuliah
disenangi adalah Bioinformatika, ketertarikan saya disebabkan karena
mata kuliah ini adalah mata kuliah masa depan dimana digitalisasi
semakin pesat di era revolusi industri 4.0 ini, termasuk didunia
pendidikan. Motivasi pembuatan buku ini adalah untuk menginspirasi
generasi muda melalui bidang bioinformatika untuk mengoptimalkan
potensi sumber daya alam tumbuhan disekitar kita, apalagi melihat
fakta bahwa indonesia adalah salah satu negara yang tinggi akan
keanekaragaman hayatinya, artinya masih banyak potensi sumber
daya yang harus kita gali, salah satu metodenya melalui
Bioinformatika.
163
Fahrani Anggraeni Makatita lahir di Gorontalo
pada hari Sabtu, 24 April 1999 dengan riwayat
pendidikan SD Al-Fatah 2 Ambon (2004-2010),
SMP Negeri 14 Ambon (2010-2013), SMA
Negeri 11 Ambon (2013-2016). Semasa di
bangku SMP, penulis pernah mengikuti lomba
olimpiade biologi tingkat kota Ambon dan
berhasil menjadi finalis. Saat ini penulis tengah
menempuh pendidikan di Program studi
Biologi, Universitas Hasanuddin (2016-2018). Penulis aktif
berorganisasi dan saat ini menjabat dalam divisi akademik Himbio
FMIPA Unhas (2018-sekarang). Tak hanya aktif di organisasi, penulis
juga aktif mengikuti lomba karya tulis ilmiah serta Program Kreativitas
Mahasiswa. Penulis menaruh minat besar pada pemanfaatan senyawa-
senyawa bioaktif pada makhluk hidup, khususnya tumbuhan.
Indonesia memiliki banyak sekali tumbuhan yang belum terekspos
potensinya. Oleh karena itu, penulis tertarik pada bidang
bioinformatika karena mampu menunjang riset yang berkaitan.
Dengan penyusunan buku ini, penulis ingin membagi pengetahuan
kepada masyarakat khususnya mahasiswa untuk mengenal bagaimana
pemanfaatan ilmu bioinformatika di dalam mengungkap potensi
sumber daya alam sekitar untuk kesehatan tubuh. Dengan mengenal
ilmu bioinformatika, semoga para generasi muda mampu untuk
melihat potensi alam sekitar dan memanfaatkannya untuk
kepentingan masyarakat.