Tabel Kebutuhan Tulangan Pelat Tangga Beton Bertulang Berdasar
SNI 03-2847-2002 Dan Pemodelan SAP 2000 Nama Mahasiswa : Yuanita
Kartika Utami NRP : 3107100124 Jurusan : Teknik Sipil, FTSP-ITS
Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Ir. Triwulan, DEA. Dr. techn. Pujo Aji,
ST, MT. Abstrak Di dalam suatu bangunan, tangga merupakan struktur
sekunder yang merupakan komponen terpenting dalam penggunaannya
Karena tangga merupakan struktur sekunder, alangkah baiknya apabila
perhitungan kebutuhan akan tulangan dapat diketahui secara cepat
dan akurat. Dengan adanya suatu pedoman atau dasar yang dapat
diketahui dengan waktu yang relatif singkat, akan sangat membantu
para engineer dalam melakukan perhitungan, sehingga waktu yang
mereka miliki akan lebih efektif dan efisien. Dalam perkembangan
dunia konstruksi sekarang ini, tak dapat dipungkiri bahwa kebutuhan
akan perhitungan cepat sangat diperlukan, sehingga pembuatan akan
tabel kebutuhan tulangan pelat tangga ini akan dapat membantu dalam
aplikasinya dilapangan. Tabel yang dihasilkan diharapkan mampu
mengatasi masalah perhitungan mengenai kebutuhan tulangan tangga
yang sebenarnya tiadk terlalu rumit, sehingga dapat tercapai
tulangan yang sesuai dan memenuhi kriteria perencanaannya. Kata
kunci : tabel tulangan, pelat tangga
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini,
konstruksi-konstruksi bangunan di kota-kota besar semakin
berkembang dengan pesat. Semakin sempitnya daerah (area) tanah yang
ada untuk bangunan dan juga harga tanah yang relatif mahal jika
dibandingkan dengan harga bangunannya, maka orientasi perluasan
pembangunan sekarang ini tidak lagi dalam arah horizontal, tetapi
dibuat ke arah atas (vertikal). Untuk menghubungkan ruang dibawah
dengan diatasnya digunakan alat penghubung, yaitu tangga. Di dalam
suatu bangunan, tangga merupakan struktur sekunder yang merupakan
komponen terpenting dalam penggunaannya. Suatu gedung bertingkat
tidak akan dapat digunakan secara optimal, apabila tidak ada
struktur tangga didalamnya. Sehingga didalam perencanaanya, seorang
ahli dituntut untuk mampu menghitung kebutuhan tulangan tangga pada
suatu bangunan. Di Indonesia Dalam perhitungan tangga khususnya
beton bertulang, para engineer seringkali melakukan pengulangan
terhadap pekerjaan perhitungan tangga tersebut, hal ini disebabkan
karena mereka dihadapkan pada perencanaan suatu konstruksi tangga
yang typical dengan sebelumnya. Tak jarang pula mereka memprediksi
kebutuhan tulangan yang digunakan berdasarkan pengalaman-pengalaman
yang telah dilakukan sebelumnya. Mereka banyak membuang-buang waktu
mereka untuk melakukan perhitungan yang sama seperti sebelumnya,
karena mereka hanya mengulang lagi apa yang telah mereka kerjakan.
Karena tangga merupakan struktur sekunder, alangkah baiknya apabila
perhitungan kebutuhan akan tulangan dapat diketahui secara cepat
dan akurat. Dengan adanya suatu pedoman atau dasar yang dapat
diketahui dengan waktu yang relatif singkat, akan sangat membantu
para engineer dalam melakukan perhitungan, sehingga waktu yang
mereka miliki akan lebih efektif dan efisien. Namun dalam pedoman
tersebut diperlukan aturan yang valid yang mengacu pada peraturan
yang berlaku, sehingga pedoman tersebut dapat digunakan oleh para
engineer dalam aplikasinya di lapangan. Dalam dunia konstruksi di
Indonesia, peraturan SNI tidak cukup untuk digunakan dalam
perancangan suatu gedung. Peraturan SNI memang dijadikan dasar
perhitungannya, namun tidak semua peraturan perhitungan dapat
ditemukan di SNI, misalnya untuk masalah pembebanan suatu gedung,
PPIUG 83 atau yang terbaru RSNI 1727-1989 masih diperlukan dalam
menentukan koefisien koefisien yang digunakan, dan masih banyak
peraturan-peraturan yang dijadikan dasar untuk perhitungan suatu
konstruksi gedung di indonesia. Pada Penelitian yang akan
dilakukan, perhitungan akan kebutuhan tulangan pelat tangga ini
akan didasarkan pada peraturan SNI 03-28472002 dengan menggunakan
program SAP 2000. Dengan adanya suatu pedoman yang dapat dijadikan
dasar oleh para engineer dalam perhitungan tangga tersebut,
diharapkan dapat membantu dalam proses pengerjaannya, sehingga
waktu yang mereka gunakan untuk melakukan perhitungan suatu
struktur sekunder khususnya tangga yang sering dilakukan
berulang-ulang menjadi lebih efektif dan efisien. 1.2 Perumusan
Masalah Dalam pembuatan tabel kebutuhan tulangan pelat tangga
dengan menggunakan peraturan SNI 03-2847-2002 dan program SAP 2000
terdapat permasalahan yang timbul. Permasalahan yang timbul antara
lain : 1. Apa saja aspek yang ditinjau dalam pembuatan tabel
kebutuhan tulangan pelat beton bertulang? 2. Bagaimana memperoleh
data untuk menganalisa perhitungan kebutuhan tulangan tangga? 3.
Data apa saja yang perlu dianalisa dalam proses perhitungan
kebutuhan tulangan tangga? 4. Bagaimana cara mendapatkan suatu
output tabel perhitungan kebutuhan tulangan pelat tangga untuk
memudahkan pelaksanaan perhitungan dalam aplikasinya di lapangan?
1.3 Tujuan Dalam perhitungan kebutuhan tulangan pelat tangga beton
bertulang dengan menggunakan peraturan SNI 03-2847-2002 dan program
SAP 2000, mempunyai tujuan diantaranya adalah untuk Menentukan: 1.
2. 3. 4. Mengetahui aspek yang ditinjau dalam pembuatan tabel
Memperoleh data untuk dianalisa yang menghasilkan output tabel.
Mengetahui data apa saja yang perlu dianalisa dalam proses
pembuatan tabel kebutuhan tulangan tangga Mendapatkan suatu output
tabel kebutuhan tulangan pelat tangga sebagai sarana untuk
mempermudah pekerjaan konstruksi
1.4 Batasan Masalah Dari beberapa permasalahan yang timbul dari
latar belakang diatas, maka penulis membatasi permasalahan sebagai
berikut :
1. 2.
3.
Hasil dari perhitungan kebutuhan tulangan ini hanya dibatasi
pada pelat tangga beton bertulang Pemodelan dari pembuatan tabel
kebutuhan tulangan pelat tangga ini mengacu pada beberapa proyek
yang ditinjau Perencanaan ini tidak meninjau analisa biaya
digunakan bila tempat yang digunakan cukup sempit (area
terbatas)
1.5 Manfaat Tugas Akhir Dari penelitian ini diharapkan dapat
diperoleh suatu prediksi untuk kebutuhan tulangan pelat tangga,
sehingga dapat digunakan oleh kalangan konstruksi untuk mempercepat
pekerjaan perhitungan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum
Mengenai Tipe Tangga Berdasar bentuknya, Tipe tangga ada 2 macam
yaitu tangga lurus dan spiral. Penjelasannya sebagai berikut : 1.
Tangga lurus b.
Gambar 2.2 Tangga tipe L (Khalid, 1998) Tangga dobel-L Jenis ini
menggunakan belokan 900 (seperti terlihat pada Gambar 2.3 dibawah)
dan 2 pendaratan , tangga dengan desain seperti ini berbeda dengan
bentuk U dan biasanya digunakan pada bangunan rumah.
Gambar 2.3 Tangga tipe dobel-L (Khalid, 1998) c. Tangga U
Terdiri dari 2 tangga yang parallel, sehingga pendaratannya berada
ditengahtengah tangga atas dan tangga bawah (Gambar 2.4). Tipe ini
juga dibagi 2, ada yang narrow U dan WideU. Tangga jenis ini yang
akan digunakan pada pembuatan tabel, karena jenis ini cukup
sederhana dan biasa digunakan pada proyek konstruksi gedung.
Gambar 2.1 Elemen tangga lurus (Khalid, 1998) Pada Gambar 2.1
diatas plan merupakanpanjang dari tangga atau biasa juga disebut
span. Kemiringan merupakan hal yang sangat diperhitungkan pada
tangga ini. Kemiringan tersebut sangat mempengaruhi rise (tanjakan)
dan going (injakan). Tangga jenis ini memiliki desain tangga
sebagai berikut: a. Tangga L Tangga ini menggunakan pendaratan
dengan belokan, seperti terlihat pada gambar 2.2 berikut ini.
Bentuk ini biasa
Gambar 2.4 Tangga U
(Khalid, 1998) d. Tangga belok Tangga ini menggunakan pendaratan
sebagai bagian darinya, sehingga seolaholah tidak ada pendaratan
(istirahat). Biasanya berbentuk segitiga, terlihat pada gambar 2.5
dibawah ini. Karena bentuknya, tangga ini dinilai kurang aman.
Gambar 2.7 Tangga melintang (Khalid, 1998)
Gambar 2.5 Tangga belok (Khalid, 1998) 2. Tangga Spiral Tangga
ini membentuk lingkaran untuk tempat anak tangganya. Biasanya
digunakan pula sebagai tambahan dekoratif dalam suatu bangunan
apabila tempat yang tersedia cukup sempit (Gambar 2.6).
Pada Gambar 2.7 diatas merupakan bentuk tangga melintang yang
biasa digunakan pada bangunan perumahan, biasanya tangga ini
didukung oleh diding beton bertulang dengan ketebalan minimal 20cm
pada sisi kanan dan kiri tangga, seperti terlihat pada Gambar 2.8
dibawah ini.
Gambar 2.8 Tampak samping potongan tangga melintang (Khalid,
1998) 2. Longitudinally supported stair Pada Gambar 2.9 dibawah ini
terdapat jenis dari tangga membujur ini, dengan posisi dari balok
yang berbeda. Pada gambar dijelaskan mengenai tangga U untuk
contoh.
Gambar 2.6 Tangga spiral (Khalid, 1998)
Berdasar tipe beban strukturalnya, tangga dibagi menjadi:
1. Transverselly supported stair
Gambar 2.9 posisi balok untuk tangga membujur (Khalid, 1998) 3.
Cantilever stair Tangga ini memiliki beban area diatas balok
kantilever, seperti terlihat pada gambar 2.10 berikut ini.
Gambar 2.10 Tangga kantilever (Khalid, 1998) Untuk posisi
penulangan tangga ini ada pada Gambar 2.11 berikut ini. (Sumber :
PT. Gunung Gahapi Bahara) Dalam tabel tersebut untuk tulangan polos
diberi simbol diameternya menggunakan , sedangkan untuk tulangan
ulir menggunakan simbol D untuk kodenya. Untuk tabel tulangan ulir
dan polos, terlampir berat per satuan kg/m dan diameternya sesuai
dengan kode yang ada. Untuk setiap berat dan diameter tersebut ada
batas toleransinya. Pada tabel juga terlampir untuk luasan dan
keliling dari diameter tulangan tersebut. Pada tulangan ulir juga
terlihat ukuran untuk ulirnya pada diameter yang berbeda. Bahan
penyusun kedua tulangan tersebut (chemical composition) dan
mechanical properties berdasarkan JIS juga terlampir dalam tabel,
hal itu yang mempengaruhi apakah tulangan yang diproduksi sudah
layak atau tidak. Selain Tabel 2.1 diatas, ada pula spesifikasi
tulangan untuk angkur, pada pemasangan tangga, pedoman untuk
penulangan angkur sangat diperlukan. Berikut ini pada Tabel 2.2
disajikan spesifikasi yang digunakan oleh PT.Gunung Gahapi Bahara
untuk penulangan angkur. Tabel 2.2 Spesifikasi Tulangan Angkur
Gambar 2.11 Penulangan tangga kantilever 2.2 Bentuk Tabel Untuk
Spesifikasi Tulangan Adapun tabel mengenai tulangan yang telah ada,
antara lain: 1. Tabel yang digunakan oleh perusahaan Untuk tabel
dari perusahaan, diambil dari perusahaan PT.Gunung Gahapi Bahara
yang menggunakan JIS (Japanese International Standar) sebagai
standar. Tabel 2.1 Spesifikasi Berbagai Tulangan Polos dan Ulir
sebelumnya, luasan nominal dan berat nominalnya juga terdapat
didalam tabel. Tabel 2.4 Spesifikasi Tulangan Standar ASTM
A615M
(Sumber : PT. Gunung Gahapi Bahara) Dari tabel tersebut
diketahui diameter standar dari penggunaan baja tulangan untuk
angkur. Selain itu terdapat pula radius dari pembengkokan angkur
tersebut dan panjang total dari angkur tersebut. Dalam
pelaksanaannya, untuk spesifikasi telah dilaksanakan oleh
perusahaan yang menyediakan tulangan tersebut, sehingga tulangan
tersebut dapat langsung digunakan dalam aplikasinya sesuai dengan
kebutuhan perhitungan. 2. Tabel yang ada pada tugas akhir Berikut
pada Tabel 2.3 merupakan spesifikasi berupa luasan dan beratnya
yang dihitung berdasar perbedaan diameter. Tabel 2.3 Spesifikasi
Berat Tulangan Berdasar Perbedaandiameter
(Sumber : SNI 03-2847-2002) Didalam SNI juga terlampir mengenai
tabel penulangan untuk tulangan ulir yang menggunakan standar ASTM
juga, didalamnya juga sama dengan tabel-tabel sebelumnya yang
menampilkan berat dan luas penampangnya. Dalam Tabel 2.5 berikut
disajikan untuk kawat baja berulir dengan berbagai ukuran diameter.
Untuk Tabel ini nomor ukuran kawat ulir berbeda dengan ukuran
diameternya, sehingga nomor D-1, D-2 dan seterusnya merupakan kode
dari tulangan standar ASTM tersebut.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Flowchart Pengerjaan Tugas
Akhir Bab Metodologi menjelaskan urutan pelaksanaan penyelesaian
yang akan digunakan dalam penyusunan tugas akhir. Urutan
pelaksanaan tersebut dimulai dari pengumpulan literatur dan pedoman
perencanaan sampai dengan mencapai tujuan akhir dari hasil yang
akan disajikan. Secara garis besar, urutan penelitian struktur yang
dilakukan mengacu pada SNI 03 2847-2002. Adapun tahapan-tahapan
pelaksanaan sebagai berikut
(Sumber : Ibrahim 1994) Untuk contoh Tabel 2.2, yang diambil
dari contoh Tugas Akhir melampirkan diameter tulangan serta luasan
efektif tulangan dan berat tulangan. Dalam tabel tersebut luas 2
tulangannya sudah diubah dalam satuan cm . 3. Tabel yang ada pada
peraturan Untuk Tabel 2.4 dibawah ini yang tercantum pada SNI
03-2847-2002 yang diambil dari ASTM, tersedia diameter tulangan
tertentu berdasarkan nomor tulangannnya serta diameter nominal,
luasan nominal, dan berat nominal. Pada catatan dibawahnya
terlampir nomor batang menunujukan diameter nominal batang. Seperti
tabel-tabel
Gambar 3.1 Flowchart Proses Pengerjaan Tugas Akhir 3.2
Perencanaan Tulangan Untuk langkah-langkah dan syarat perhitungan
tulangan lentur dan tulangan susut dan suhu pada konstruksi beton
bertulang, dalam perhitungan penulangan pelat tangga ini, kriteria
yang perlu diperhatikan antara lain: a.Kriteria perencanaan lentur
adalah Mu = Mn (SNI 2847-2002, pasal 3.28) Dimana : Mn = kuat momen
penampang Mu = Momen ultimate yang oleh penampang tersebut = Faktor
reduksi kekuatan Untuk mencari tulangan perlu digunakan :
ditahan
(SNI 2847-2002, pasal 12.3.3) Dimana : b = rasio tulangan
berimbang fc = kuat tekan beton yang disyaratkan, Mpa (Rachmat
Purwono, 2003) fy = Tegangan leleh baja faktor 1 harus diambil
sebesar 0,85 untuk fc 30 Mpa. Untuk beton dengan fc diatas 30 Mpa.
1 harus direduksi sebesar 0,05 untuk setiap kelebihan 7 Mpa diatas
30 Mpa, tetapi tidak boleh diambil kurang dari 0,65 (SNI 2847-2002,
pasal 12.2.7.3) Rasio tulangan maksimum sebesar : max = 0,75 x b
(SNI 2847-2002, pasal 12.3.3)