SKENARIO A BLOK 14 TAHUN 2013 Anamnesis: Tn.B, umur 35 tahun, mempunyai BB 95kg dan TB 165 cm, datang ke Poliklinik Khusus Endokrin Metabolisme RSMH Palembang dengan keluhan utama merasa mudah capek sejak 3 bulan yang lalu. Dia juga merasa cepat haus dan lapar sejak 2 bulan yang lalu disertai sering buang air kecil di malam hari. Di samping itu ia juga mengeluh kesemutan dan gatal-gatal seluruh tubuh sejak 6 bulan yang lalu. Dari anamnesis juga diketahui bahwa Tn. B mempunyai riwayat keluarga menderita hipertensi (ayah) dan diabetes (ibu dan kakek). Pemeriksaan Fisik: Tekanan Darah 170/95 mmHg, acanthosis nigricans, obesitas sentral dengan lingkar perut 120cm. Pemeriksaan laboratorium: Darah rutin: Hb 14 g %, Ht 42%, leukosit 7.600/mm 3 , trombosit 165.000/mm 3 Gula darah puasa 277 mg/dL HbA1C 8,6 % OGTT (puasa) 146 mg/dL, (2 jam post prandial) 246 mg/dL Total protein 7,7 g/dL, Albumin 4,8 g/dL, Globulin 2,9 g/dL, Ureum 22 mg/dL, Kreatinin 0,6 mg/dL, Sodium 138 mmol/l, Potasium 3,6 mmol/l. 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
SKENARIO A BLOK 14 TAHUN 2013
Anamnesis:
Tn.B, umur 35 tahun, mempunyai BB 95kg dan TB 165 cm, datang ke Poliklinik Khusus
Endokrin Metabolisme RSMH Palembang dengan keluhan utama merasa mudah capek sejak
3 bulan yang lalu. Dia juga merasa cepat haus dan lapar sejak 2 bulan yang lalu disertai
sering buang air kecil di malam hari. Di samping itu ia juga mengeluh kesemutan dan gatal-
gatal seluruh tubuh sejak 6 bulan yang lalu. Dari anamnesis juga diketahui bahwa Tn. B
mempunyai riwayat keluarga menderita hipertensi (ayah) dan diabetes (ibu dan kakek).
Pemeriksaan Fisik:
Tekanan Darah 170/95 mmHg, acanthosis nigricans, obesitas sentral dengan lingkar
perut 120cm.
Pemeriksaan laboratorium:
Darah rutin: Hb 14 g %, Ht 42%, leukosit 7.600/mm3, trombosit 165.000/mm3
Gula darah puasa 277 mg/dL
HbA1C 8,6 %
OGTT (puasa) 146 mg/dL, (2 jam post prandial) 246 mg/dL
Total protein 7,7 g/dL,
Albumin 4,8 g/dL,
Globulin 2,9 g/dL,
Ureum 22 mg/dL,
Kreatinin 0,6 mg/dL,
Sodium 138 mmol/l,
Potasium 3,6 mmol/l.
Total Cholesterol 270 mg/dL
Cholesterol LDL 210 mg/dL
Cholesterol HDL 38 mg/dL
Trigliserida 337 mg/dL
Urinalisis: Urin reduksi +2, mikroalbuminuria (+)
I. Klarifikasi Istilah
1
1. Kesemutan (paresthesia): suatu kondisi abnormal disaat seseorang merasakan
sensasi pada bagian tubuh tertentu yang tidak dipicu rangsangan dari luar, dapat
terjadi jika syaraf dan pembuluh darah mengalami tekanan.
2. Diabetes: setiap kelainan yang ditandai ekskresi urin yang berlebihan.
3. Achantosis nigricans: hiperplasia dan penebalan difus stratum spinosum epidermis
seperti beludru dengan pigmentasi gelap, khususnya diketiak; pada orang dewasa,
satu bentuk achantosis nigricans sering disertai dengan karsinoma internal, serta
bentuk lainnya bersifat jinak, nevoid, kurang lebih generalisata.
4. Obesitas sentral: adanya kelebihan lemak di perut. Dalam kondisi ini, jumlah
lemak yang disimpan dalam perut berada di luar dari proporsi total lemak tubuh.
5. Lingkar perut: angka yang menunjukkan panjang keliling perut dalam satuan cm
yang diukur satu jari dibawah pusar mengelilingi perut. Pria normalnya 80cm dan
wanita 90cm.
6. Gula darah puasa: tingkat glukosa darah seseorang setelah orang tersebut tidak
makan selama 8-12 jam.
7. HbA1C: zat yang terbentuk dari reaksi kimia antara glukosa dan hemoglobin yang
menggambarkan konsentrasi glukosa darah rata-rata selama periode 1-3 bulan.
8. OGTT: pemeriksaan yang dilakukan dengan memberikan larutan glukosa khusus
untuk diminum dan akan diperiksa setelah satu atau dua jam setelah meminum
larutan tersebut. Tes ini adalah standar emas untuk membuat diagnosis untuk DM
tipe 2.
9. Post prandial: terjadi atau dilakukan setelah makan.
10. Total protein: total jumlah protein dalam darah. Protein dalam darah terdiri dari
albumin dan globulin.
11. Albumin: protein yang larut dalam air dan juga dalam larutan garam konsentrasi
sedang.
12. Globulin: setiap anggota dari suatu kelas protein yang sebagian besar tidak larut
dalam air tetapi larut dalam larutan garam (Euglobulin), tetapi beberapa larut
dalam air (pseudoglobulin) dengan sifat fisik lainnya yang menyerupai euglobulin.
13. Ureum: produk akhir nitrogen utama dari metabolisme protein yang dibentuk
dalam hati dari asam amino dan senyawa amoniak ditemukan dalam urin, darah,
dan limfe.
2
14. Kreatinin: bentuk anhidrida kreatin hasil akhir metabolisme fosfokreatin untuk
pengukuran laju ekskresi urin dipakai sebagai indikator diagnostik fungsi ginjal
dan masa otot.
15. Sodium: unsur kimia dengan lambang Na yang merupakan kation utama di dalam
cairan tubuh ekstraseluler.
16. Potasium: unsur kimia dengan lambang K yang merupakan kation utama di dalam
cairan tubuh intraseluler, dan banyak bentuk garamnya digunakan sebagai
pengganti elektrolit yang hilang dan anti hipokalemia.
17. Total cholesterol: merupakan jumlah kolesterol yang terdapat di dalam semua
partikel lipoprotein tubuh (semua jenis kolesterol dan trigliserida).
18. Cholesterol LDL: kolesterol serum yang dibawa oleh lipoprotein densitas rendah,
kira-kira 60-70% dari kolesterol total.
19. Cholesterol HDL: kolesterol serum yang dibawa oleh lipoprotein densitas tinggi,
kira-kira 20-30% dari kolesterol total.
20. Trigliserida: senyawa yang terdiri dari tiga molekul asam lemak yang telah
teresterifikasi menjadi gliserol; lemak netral yang merupakan bentuk penyimpanan
lipid yang biasa pada hewan.
21. Urin reduksi: pemeriksaan uji laboratorium untuk mengetahui kadar gula pada
pasien.
22. Mikroalbuminuria: peningkatan albumin urin yang sangat sedikit.
II. Identifikasi Masalah
1. Tn.B, umur 35 tahun, mempunyai BB 95kg dan TB 165 cm, datang ke Poliklinik
Khusus Endokrin Metabolisme RSMH Palembang dengan keluhan utama merasa
mudah capek sejak 3 bulan yang lalu. (Chief Complaint)
2. Dia juga merasa cepat haus dan lapar sejak 2 bulan yang lalu disertai sering buang
air kecil di malam hari.
3. Di samping itu ia juga mengeluh kesemutan dan gatal-gatal seluruh tubuh sejak 6
bulan yang lalu.
4. Dari anamnesis juga diketahui bahwa Tn. B mempunyai riwayat keluarga
menderita hipertensi (ayah) dan diabetes (ibu dan kakek).
5. Pemeriksaan Fisik: (Main Problem)
Tekanan Darah 170/95 mmHg, acanthosis nigricans, obesitas sentral dengan
lingkar perut 120cm.
3
6. Pemeriksaan laboratorium:
Darah rutin: Hb 14 g %, Ht 42%, leukosit 7.600/mm3, trombosit 165.000/mm3
Gula darah puasa 277 mg/dL
HbA1C 8,6 %
OGTT (puasa) 146 mg/dL, (2 jam post prandial) 246 mg/dL
Total protein 7,7 g/dL,
Albumin 4,8 g/dL,
Globulin 2,9 g/dL,
Ureum 22 mg/dL,
Kreatinin 0,6 mg/dL,
Sodium 138 mmol/l,
Potasium 3,6 mmol/l.
Total Cholesterol 270 mg/dL
Cholesterol LDL 210 mg/dL
Cholesterol HDL 38 mg/dL
Trigliserida 337 mg/dL
7. Urinalisis: Urin reduksi +2, mikroalbuminuria (+)
8. Sindroma Metabolik
III. Analisis Masalah
1. Tn.B, umur 35 tahun, mempunyai BB 95kg dan TB 165 cm, datang ke Poliklinik
Khusus Endokrin Metabolisme RSMH Palembang dengan keluhan utama merasa
mudah capek sejak 3 bulan yang lalu.
a. Bagaimana IMT Tn. B dan bagaimana IMT yang normal?
Indeks massa tubuh (IMT) adalah nilai yang diambil dari perhitungan
antara berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) seseorang. IMT dipercayai
dapat menjadi indikator atau mengambarkan kadar adipositas dalam tubuh
seseorang.
Berat badan (Kg)
IMT =
[Tinggi badan (m)]2
95 kg
4
IMT Tn.B =
(1,65) 2
IMT Tn. B = 34,89 (Interpretasi obesitas II)
Batas ambang IMT untuk Indonesia adalah sebagai berikut:
b. Bagaiman hubungan IMT Tn. B dengan keluhan?
Pada skenario telah diketahui bahwa pasien mengalami hiperglikemi,
akan tetapi glukosa yang banyak ini tidak dapat memasuki sel karena
resistensi insulin, resistensi insulin ini salah satunya disebabkan karena sel sel
adipose yang berlebih manyebabkan menurunnya hormone adiponektin dan
masuknya berbagai makrofag dan mengeluarkan sitokin-sitokin seperti TNF
alfa dan IL-6 , dengan menurunnya hormone dan adanya mediator inflamasi
ini akan mengurangi sensitifitas reseptor insulin. Berkurangnya sensitifitas
insulin akan menurunkan masukan glukosa ke sel. Mudah lelah disini
diartikan sebagai kurangnya energi dalam tubuh. Energi diperoleh dari hasil
metabolisme glukosa dalam sel. Akan tetapi karena pada kasus ini glukosa
tidak dapat memasuki sel atau hanya sedikit glukosa yang dapat masuk
sehingga pembentukan ATP juga sedikit, dan menyebabkan kondisi mudah
lelah pada pasien ini.
c. Bagaimana mekanisme capek yang dialami Tn. B?
Ketidakpekaan insulin (resistensi insulin) dalam merespon lonjakan
gula darah menyebabkan peningkatan produksi glukosa oleh hati seraya
penurunan ambilan glukosa oleh jaringan (terjadilah hiperglikemia).
Berkurangnya jumlah glukosa ke jaringan mengakibatkan sel menjadi
5
IMT KATEGORI
< 18,5 Berat badan kurang
18,5 – 22,9 Berat badan normal
≥ 23,0 Kelebihan berat badan
23,0 – 24,9 Beresiko menjadi obes
25,0 – 29.9 Obes I
≥ 30,0 Obes II
kelaparan. Di sisi lain, sel-sel itu sendiri tidak memiliki kemampuan untuk
menghasilkan energi. Maka terjadilah kelelahan dan kelemahan sebagai
cerminan ketiadaan energi pada diabetes dalam kasus Tn. B ini.
Mekanismenya :
Resistensi insulin Hiperglikemia sintesis ATP pada otot rangka menurun
mudah lelah.
2. Dia juga merasa cepat haus dan lapar sejak 2 bulan yang lalu disertai sering
buang air kecil di malam hari.
a. Bagaimana mekanisme dari cepat haus, cepat lapar dan sering buang air
kecil di malam hari?
Keluhan yang dirasakan oleh Tn. B dimulai dengan poliuria (sering
buang air kecil), polidipsia (cepat haus) dan polifagia (cepat lapar).
Mekanisme dari keluhan-keluhan tersebut diantaranya:
a. Poliuria
Ada dua mekanisme yang mungkin terjadi pada keluhan poliuria yang
dialami oleh Tn. B, yaitu
1. Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah
menjadi glikogen sehingga kadar gula darah meningkat dan terjadi
hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi ini, karena
ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila
terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan
mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan dengan
sifat gula yang menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan
bersama urine yang disebut glukosuria. Bersamaan keadaan
glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urine.
2. Tingginya kadar glukosa darah (>180 mg/dl) dapat menyebabkan
dehidrasi pada sel di seluruh tubuh. Hal ini terjadi karena glukosa
tidak dapat dengan mudah berdifusi melalui pori-pori membrane
sel, dan naiknya tekanan osmotic dalam cairan ekstrasel
menyebabkan timbulnya perpindahan air secara osmosis keluar
dari sel. Selain efek dehidrasi sel langsung akibat glukosa yang
berlebihan, keluarnya glukosa ke dalam urin akan menimbulkan
keadaan diuresis osmotic dari glukosa dalam tubulus ginjal yang
6
sangat mengurangi reasorbsi cairan tubulus. Efek keseluruhannya
adalah kehilangan cairan yang sangat besar dalam urin sehingga
menyebabkan dehidrasi cairan ekstrasel.
b. Polidipsia
Haus merupakan respon tubuh ketika tubuh kehilangan banyak
cairan/dehidrasi (outtake > intake). Pada kasus Tn. B, haus ini diawal
dengan sering buang air kecil sehingga cairan tubuh Tn. B menjadi
berkurang. Sebagai bentuk kompensasi, maka tubuh melalui pusat haus
di Hippothalamus akan merangsang rasa haus.
c. Polifagia
Glukosuria menyebabkan kehilangan kalori yang cukup besar
(4,1 kkal untuk setiap gram karbohidrat yang disekresikan keluar)
sehingga hal ini menyebabkan terjadinya lapar sel. Karena uptake
glukosa oleh sel yang rendah, sel mengirim sinyal ke hipothalamus
lateral (pusat lapar).
b. Bagaimana hubungan antar keluhan yang dialami Tn. B (cepat haus,
cepat lapar dan sering buang air kecil di malam hari)?
Mekanisme:
Terjadinya gangguan trannspor glukosa ke sel menyebabkan sumber
pembentuk energy menurun. Hal tersebut menyebabkan sel menjadi
7
kekurangan energy. Kemudian mempengaruhi pusat rasa lapar di otak.
Timbullah polyphagia.
Dan disisi lain, terjadi peningkatan glukosa darah atau hiperglikemia.
Hiperglikemia ini menyebabkan filtrasi di tubulus ginjal meningkat dan
hiperosmotik plasma. Sehingga terjadi glikosuria. Meningkatnya diuresis
osmotic memicu terjadinya dehidrasi akibat polyuria sehingga menyebabkan
polydipsia / rasa haus.
c. Mengapa buang air kecil dominan di malam hari terkait kasus?
Pada penderita diabetes, kadar gula dalam darah yang tinggi
mengakibatkan peningkatan kepekatan (osmolalitas) darah. Kadar gula darah
yang tinggi mengakibatkan tubuh akan memberikan respon melalui ginjal
dengan cara meningkatkan frekuensi dan volume urin yang dimaksudkan agar
pembuangan glukosa dapat terjadi melalui urin. Ginjal akan mendapatkan
peningkatan beban cairan untuk diolah, sehingga meningkatkan frekuensi
kencing sebagai upaya ginjal untuk menyingkirkan kelebihan glukosa dalam
darah. Terjadi pada malam hari (atau disebut gejala malam) terjadi karena
ketika malam hari kadar gula dalam darah sedang meningkat. Sehingga kerja
ginjal untuk megeluarkan glukosa akan lebih keras dan penderita akan lebih
sering berkemih.
3. Di samping itu ia juga mengeluh kesemutan dan gatal-gatal seluruh tubuh sejak 6
bulan yang lalu.
a. Bagaimana mekanisme gatal-gatal dan kesemutan terkait kasus?
ada dua mekanisme yang mungkin terjadi:
a. Tuan B obesitas mengaktivasi enzim aldose-reduktase merubah
glukosa menjadi sorbitol di metabolisme oleh sorbitol dehidrogenase
fruktosa (akumulasi sorbitol dalam saraf hipertonik intraseluler
edem saraf) .
meningkatnya sintesis sorbitol dan fruktosa mengganggu jalur poliol
(glukosa- sorbitol – fruktosa) terhambatnya mioinosito masuk Ke
dalam sel saraf.
Penurunan mioinositol dan akumulasi sorbitol secara lagsung stresss
osmotik merusak mitokondria dan menstimulasi protein kinase C
(PKC) menekan fungsi Na – K – ATP –ase kadar Na intraseluler +
8
menghambat mioinisitol ke saraf gangguan tranduksi sinyal pada
saraf.
Hiperglikemia menyebabkan kadar gula dalam keringat meningkat,
keringat menguap, gula tertimbun di dalam kulit dan menyebabkan iritasi
dan gatal – gatal. Keadaan hiperglikemi juga mempengaruhi pruritogen
untuk menyebabkan ujung serabut saraf C pruritoseptif teraktivasi.
Serabut saraf C tersebut kemudian menghantarkan impuls sepanjang
serabut saraf sensoris. Terjadi input eksitasi di Lamina-1 kornu dorsalis
susunan saraf tulang belakang. Hasil dari impuls tersebut adalah akson
refleks mengeluarkan transmiter yang menghasilkan inflamasi neurogenik
(substansi P, CGRP, NKA, dll). Setelah impuls melalui pemrosesan di
korteks serebri, maka akan timbul suatu perasaan gatal dan tidak enak
yang menyebabkan hasrat untuk menggaruk bagian tertentu tubuh.
b. Kesemutan pada diabetes terjadi karena adanya gangguan di pembuluh
darah kapiler yang kecil-kecil atau kerusakan pada pembuluh darah tepi
( pada penderita diabetes di mana dapat terjadi mikroangiopati
(kekurangan makanan pada saraf) sehingga pembuluh darah dan saraf tepi
(perifer) mengalami gangguan ). Mekanisme penyebab neuropati akibat
diabetes belum diketahui sepenuhnya. Diperkirakan peningkatan kadar
glukosa darahlah yang menyebabkan gangguan antaran listrik pada
serabut saraf perifer. Selain itu, pembuluh darah kapiler terganggu,
sehingga menyebabkan sel-sel saraf tidak mendapatkan sirkulasi darah
yang baik dan terjadilah kerusakan.
Pada diabetes misalnya, pengendalian kadar gula darah dalam batas
normal dapat mencegah perburukan gejala. Pengendalian gula darah dapat
dilakukan dengan konsumsi obat secara teratur dan diet.
Untuk mengatasi kesemutan, hal pertama yang mesti dilakukan adalah
mengontrol gula darah. Vitamin khusus untuk saraf, yaitu obat turunan
vitamin B ( metikobalamin ). Obat neurotropik diberikan guna
mempertahankan saraf tepi agar tidak cepat rusak, juga mempertinggi
ambang rangsang kesemutan.
c. Mengapa kronologis keluhan Tn. B diawali dengan gatal-gatal dan
kesemutan lalu baru diikuti keluhan lainnya?
9
Kesemutan dan gatal-gatal dirasakan terlebih dahulu (6 bulan yang
lalu) kemungkinan besar itu adalah faktor individual, di mana gejala yang lain
mungkin sudah ada tetapi, tidak begitu nampak, dan mengganggu sehingga
diabaikan. Sedangkan kesemutan dan gatal-gatal merupakan gejala yang
mengganggu aktifitas dan kenyamanan sehingga dirasakan terlebih dahulu.
4. Dari anamnesis juga diketahui bahwa Tn. B mempunyai riwayat keluarga
menderita hipertensi (ayah) dan diabetes (ibu dan kakek).
a. Bagaimana hubungan sindroma metabolik dengan riwayat penyakit
dalam keluarganya?
Hipertensi bersifat multifaktorial dan berhubungan dengan riwayat
keluarga. Diketahui bahwa faktor herediter merupakan salah satu unsur yang
penting dalam resdisposisi hipertensi, dimana ayah mempunyai kontribusi
lebih kuat dibandingkan ibu. Faktor genetik memberikan kontribusi untuk
munculnya hipertensi sebanyak 30-50%.
Pada Diabetes Tipe 2 memliki basis genetik yang lebih besar
dibandingkan tipe I. Jika orang tua menderita DM tipe 2 sejak berusia dibawah
50 tahun, maka kemungkinan anak mengalami DM yang sama adalah 1:7.
Apabila orang tua terdiagnosis diatas 50 tahun makan kemungkinan ankanya
sedikit mengecil, yaitu 1:13.
b. Bagaimana faktor risiko hipertensi dan diabetes?
Hipertensi : Faktor risiko terjadi hipertensi dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu faktor yang tidak dapat dikendalikan dan faktor yang dapat
dikendalikan. Faktor yang tidak dapat dikendalikan meliputi keturunan
(herediter/genetik), usia dan ras. Sedangkan faktor yang dapat
dikendalikan adalah asupan garam, obesitas, inaktivitas/jarang olah raga,
merokok, stress, minuman beralkohol dan obat-obatan. Penggunaan obat-
obatan seperti golongan kortikosteroid (cortison) dan beberapa obat
hormon, termasuk beberapa obat antiradang (anti-inflammasi) secara terus
menerus dapat meningkatkan tekanan darah seseorang.Penting bagi
penderita untuk melakukan modifikasi pada faktor yang dapat
dikendalikan tersebut.
Diabetes :
- Riwayat Keluarga
10
Faktor keturunan atau genetik punya kontribusi yang tidak bisa
diremeh untuk seseorang terserang penyakit diabetes.
Menghilangkan faktor genetik sangatlah sulit. Yang bisa dilakukan
untuk seseorang bisa terhindar dari penyakit diabetes melitus
karena sebab genetik adalah dengan memperbaiki pola hidup dan
pola makan.
- Obesitas Atau Kegemukan
Kegemukan bisa menyebabkan tubuh seseorang mengalami
resistensi terhadap hormon insulin. Sel-sel tubuh bersaing ketat
dengan jaringan lemak untuk menyerap insulin. Akibatnya organ
pankreas akan dipacu untuk memproduksi insulin sebanyak-
banyaknya sehingga menjadikan organ ini menjadi kelelahan dan
akhirnya rusak.
- Usia Yang Semakin Bertambah
Usia dia atas 40 tahun banyak organ-organ vital melemah dan
tubuh mulai mengalami kepekaan terhadap insulin. Bahkan pada
wanita yang sudah mengalami monopause punya kecenderungan
untuk lebih tidak peka terhadap hormon insulin.
- Kurangnya Aktivitas Fisik
Kurangnya aktivitas fisik menjadi faktor cukup besar untuk
seseorang mengalami kegemukan dan melemahkan kerja organ-
organ vital seperti jantung, liver, ginjal dan juga pankreas.
Lakukan olahraga secara teratur minimal 30 menit sebanyak 3 kali
dalam seminggu.
- Merokok
Asap rokok ternyata menimbulkan efek negatis terhadap kesehatan
dan sifatnya sangat komplek. Termasuk terhadap resiko seseorang
mudah terserang penyakit diabetes mellitus.
- Mengkonsumsi Makanan Berkolesterol Tinggi
Manakan berkolesterol tinggi juga diyakini memberi kontribusi
yang cukup tinggi untuk seseorang mudah terserang penyakit
diabetes melitus. Batasi konsumsi kolestorol Anda tidak lebih dari
300mg per hari.
- Stres Dalam Jangka Waktu Lama
11
Kondisi setres berat bisa mengganggu keseimbangan berbagai
hormon dalam tubuh termasuk produksi hormon insulin.
Disamping itu setres bisa memacu sel-sel tubuh bersifat liar yang
berpotensi untuk seseorang terkena penyakit kanker juga memicu
untuk sel-sel tubuh menjadi tidak peka atau resiten terhadap
hormon insulin. Belajarlah untuk berpola hidup santai walau dalam
keadaan serius.
- Hipertensi
Jagalah tekanan darah Anda tetap di bawah 140/90 mmHg. Jangan
terlalu banyak konsumsi makanan yang asin-asin. Garam yang
berlebih memicu untuk seseorang teridap penyakit darah tinggi
yang pada akhirnya berperan dalam meningkatkan resiko untuk
Anda terserang penyakit diabetes melitus.
- Kehamilan
Pada saat hamil, plasenta memproduksi hormon yang mengganggu
keseimbangan hormon insulin dan pada kasus tertentu memicu
untuk sel tubuh menjadi resisten terhadap hormon insuline.
Kondisi ini biasanya kembali normal selah masa kehamilan atau
pasca melahirkan. Namun demikian menjadi sangat beriso
terhadap bayi yang dilahirkan untuk kedepan punya potensi
diabetes melitus.
- Ras
Ada beberapa ras manusia di dunia ini yang punya potensi tinggi
untuk terserang diabetes melitus. Peningkatan penderita diabetes di
wilawah Asia jauh lebih tinggi dibanding di benua lainnya.
Bahkan diperkirakan lebih 60% penderita berasal dari Asia.
- Terlalu Sering Konsumsi Obat-Obatan Kimia
Konsumsi obatan kimia dalam jangka waktu yang lama diyakini
akan memberika efek negatif yang tidak ringan. Obat kimia ibarat
pisau bermata dua. Di satu sisi mengobati di sisi yang lain
mengganggu kesehatan. Bahkan tidak sedikit kasus penyakit berat
seperti jantung dan liver serta diabetes diakibatkan oleh terlalu
seringnya mengkomsumsi obat kimia. Salah satu obat kimia yang
sangat berpotentsi sebagai penyebab diabetes adalah THIAZIDE
12
DIURETIK dan BETA BLOKER. Kedua jenis obat tersebut
sangat meningkatkan resiko terkena diabetes melitus karena bisa
merusak pankreas.
5. Pemeriksaan Fisik:
a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme keabnormalan pada:
Tekanan darah 170/95 mmHg
Klasifikasi tekanan darah menurut JNC
Jadi Tn. B termasuk hipertensi derajat 2 menurut JNC 7.
Kondisi obesitas dapat meningkatkan risiko hipertensi melalui
beberapa mekanisme yaitu: terjadi peningkatan volume darah, stroke
volum dan kardiak output sehingga terjadi peningkatan resistensi
pembuluh darah perifer yang dapat menimbulkan kondisi hipertensi. Hal
ini dikaitkan dengan disfungsi endotel, resistensi insulin, perubahan
sistem syaraf simpatik, dan pelepasan mediator proinflamasi (TNF α dan
inteleukin – 6) sehingga terjadi peningkatan resistensi pembuluh darah
peifer. Obesitas dapat meimbulkan resistensi insulin yang selanjutnya
mengganggu produksi endothelial Nitric Oxide Synthase sehingga
menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah.
Peran adiponektin dalam hipertensi melalui beberapa mekanisme
yaitu adiponektin menurunkan inflamasi melalui regulasi negatif terhadap
TNF- α dan C-Reactive Protein (CRP) serta menurunkan ekspresi molekul
adhesi, pembentukan sel busa dan proliferasi sel otot polos. Obesitas
13
Klasifikasi Tekanan Darah TDS (mmHg) TDD (mmHg)
Normal < 120 dan < 80
Prahipertensi 120-139 atau 80-89
Hipertensi Derajat 1 140-159 atau 90-99
Hipertensi Derajat 2 ³ 160 atau ³ 100
diketahui sebagai kondisi low grade inflamation yang dapat meningkatkan
tekanan darah. Adiponektin dapat menekan inflamasi sehingga mencegah
naiknya tekanan darah.
Adiponektin dapat memperbaiki kondisi resistensi insulin melalui
aktivasi AMP- Kinase sehingga terjadi peningkatan oksidasi asam lemak
serta penurunan produksi glukosa endogen oleh hati sehingga akan
menurunkan akumulasi Free Fatty Acid, yang selanjutnya akan
menghambat pembentukan radikal bebas yang dapat merusak Nitric Oxide
(NO) yang bekerja menjaga intigrasi endothel dan mencegah
vasokonstriksi pembuluh darah.
Acanthosis nigricans
Acanthosis nigricans telah dilaporkan pada beberapa penelitian
disebabkan oleh meningkatnya melanosit dan melanin, sedangkan yang
lainnya menyatakan bahwa AN lebih berhubungan dengan penebalan
14
lapisan kulit luar yang mengandung keratin. Acanthosis nigricans pada
sindrom resistensi insulin disebabkan karena kadar insulin yang tinggi
mampu mengaktifkan fibroblas dermal dan keratinosit melalui reseptor
insulin-like growth factor yang ada pada sel-sel tersebut. Sebagai hasilnya
terjadi peningkatan deposisi glikosaminoglikans oleh fibroblas di dermal.
Hal ini menyebabkan papilomatosis dan hiperkeratosis.
Insulin dengan konsentrasi rendah mengatur metabolisme
karbohidrat, lipid, dan protein, serta membantu pertumbuhan dengan
berikatan pada reseptor insulin. Dalam konsentrasi yang tinggi, insulin
memiliki efek lebih besar dalam pertumbuhan melalui ikatannya dengan
insulin-like growth factor 1 receptors (IGF-1Rs), yaitu reseptor dengan
ukuran dan struktur menyerupai reseptor insulin, tetapi memiliki afinitas
100 sampai 1000 kali lebih besar. Hasil penelitian menyatakan bahwa
aktivasi IGF-1Rs yang bergantung pada insulin dalam menyebabkan
proliferasi sel dan memfasilitasi berkembangnya AN. Jadi insulin dapat
menyebabkan AN melalui aktivasi langsung jalur sinyal IGF-1.
Hiperinsulinemia juga dapat memfasilitasi berkembang AN
secara tidak langsung, yaitu dengan meningkatkan kadar IGF-1 bebas
dalam sirkulasi darah. IGF binding protein (IGFBPs) mengatur aktivitas
IGF-1, yaitu dengan meningkatkan waktu paruh IGF-1, menghantarkan
IGF ke jaringan target, dan mengatur kadar IGF-1 bebas. Insulin-like
growth factor binding protein I (IGFBP) jumlahnya menurun pada pasien
obese dengan hiperinsulinemia, sehingga meningkatkan konsentrasi
plasma dari IGF-1 bebas. Jumlah IGF-1 yang meningkat menyebabkan
bertambahnya pertumbuhan dan diferensiasi sel..
Obesitas sentral
Merupakan hasil Interpretasi dari Lingkar Perut : Obesitas Sentral
Penumpukan lemak >>> di jaringan adiposa
Keadaan ini timbul akibat
– Pengaturan makan yang tidak baik
– Gaya hidup kurang gerak
– Faktor keturunan (genetik)
Jenis Obesitas
– Pria → apel (android) → pinggang & rongga perut
15
– wanita → pir (gynecoid) → pinggul, pantat & paha
Obesitas dapat terjadi bila input lebih besar daripada output. Asupan
makanan yang banyak tanpa diimbangi aktifitas seperti olahraga atau
aktifitas-aktifitas lainnya dapat menyebabkan terjadinya penambahan
berat badan.
Lingkar perut 120 cm
Pada masyarakat Asia, lingkar perut normal 90 cm untuk pria dan 78,9 cm
untuk wanita.
Intepretasi : Melebihi nilai normal, bisa dikaitkan dengan kriteria sindrom
metabolik dan obesitas sentral.
Obesitas dihubungkan dengan resistensi insulin. Jaringan
adiposamenginduksi resistensi insulin melalui berbagai mekanisme.
Adiposa dapat melepaskan asam lemak bebas yang dapat berpengaruh
pada proses pembentukan sinyal insulin melalui mekanisme stimulasi
terhadap isoform protein kinase (PKC). Asam lemak bebas juga
mempunyai kemampuan mengganggu pelepasan glukosa dari hepar.
Obesitas viseral atau dikenal dengan obesitas sentral merupakan contoh
penimbunan lemak tubuh yang berbahaya karena lipolisis di daerah ini
sangat efisien dan lebih resisten terhadap efek insulin dibandingkan
adiposit didaerah lain. Jaringan adiposa juga membuat dan melepaskan
beberapa adipositokin. Adipositokin yang paling penting adalah TNF-α,
yang berperan menginduksi resistensi insulin melalui glucose transporter
4 (GLUT 4) dan meningkatkan pelepasan asam lemak bebas.
b. Bagaimana cara
mengukur
lingkar perut?
Pengukuran
menggunakan
pita pengukuran
yang terbuat
dari plastik. .
Untuk
pengukuran ini
16
responden diminta untuk membuka pakaian bagian atas, atau setidaknya hanya
menggunakan pakaian yang paling tipis
Tentukan bagian terbaawah lengkung (arcus) costae dan krista iliaca.
Lingkar pinggang diukur melalui titik ( pada linea aksilaris ) pertengahan
antara dua lengkung mengelilingi perut. Subjek berdiri tegak dengan kaki
diregnagkan selebar kira-kira 25-30 cm. sebelum pengukuran dilaksanakan
hendaknya subjek berpuasa sepanjang malam. Subjek melakukan ekspirasi
biasa.
6. Pemeriksaan laboratorium
a. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan laboratorium:
dr. Abu Hana, http://kaahil.wordpress.com/laboratorium-normal/ diakses pada kamis, 19 Desember 2013.
dr. Alwi Shahab, http://dokter-alwi.com/sindrommetabolik.html diakses pada kamis, 19 Desember 2013.
dr. Azham Purwandhono, 2013, http://umc.unej.ac.id/index.php/78-berita/96-hipertensi diakses pada kamis, 19 Desember 2013.
Gandasoebroto, R.. 1985. Penuntun Praktikum Klinik. Jakarta: Dian Rakyat
Guyton A. C, Hall J. E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
Harjasasmita, 1996, Ikhtisar Biokimia dasar B, Jakarta, FKUI
Harper, Rodwell, Mayes, 1977, Review of Physiological Chemistry
Jose RL Batubara, 2010, http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/12-2-1.pdf diakses pada kamis, 19 Desember 2013.
Patofisiologi Konsep Klinis Proses Proses Penyakit. A. Price, Sylvia ,M. Wilson, Lorraine. 2006ed : Hartanto, Huriawati, dkk. Jakarta : Penerbit Buku KedokteranEGC
Purwandhono, dr. Azham. 2013. Hipertensi. (Dalam http://umc.unej.ac.id/index.php/78-berita/96-hipertensi, diakses pada 19 Desember 2013).
Rahman,muhammad syaifur.2007.Patogenesis dan Terapi sindroma metabolik. Jurna Kardiologi Indonesia.
Robbin,Kumar,Cotran.2004. Buku Ajar Patologi Edisi 7 Vol.2. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
USU, http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25508/4/Chapter%20II.pdf diakses pada kamis, 19 Desember 2013.