BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang WHO 1972, mendefinisikan kebutaan sebagai tajam penglihatan dibawah 3/60. Kebutaan adalah masalah kesehatan masyarakat yang serius bagi setiap negara. Berdasarkan WHO (1979), prevalensi kebutaan lebih besar pada negara berkembang. Kebutaan ini sendiri akan berdampak secara sosial dan ekonomi bagi orang yang menderitanya. Ironisnya, 75% dari kebutaan yang terjadi dapat dicegah atau diobati. Indonesia sebagai negara berkembang, tidak luput dari masalah kebutaan. Disebutkan, saat ini terdapat 45 juta penderita kebutaan di dunia 60% diantaranya berada di negara miskin atau berkembang. Indonesia, dalam catatan WHO berada diurutan ketiga dengan terdapat angka kebutaan sebesar 1,47%. 48% kebutaan yang terjadi di dunia ini disebabkan oleh katarak. Untuk Indonesia, survei pada 1995/1996 menunjukkan prevalensi kebutaan mencapai 1,5% dengan 0,78% di antaranya disebabkan oleh katarak , dan yang terbesar karena katarak senilis. Katarak merupakan perubahan lensa mata yang semula jernih dan tembus cahaya menjadi keruh, sehingga cahaya sulit mencapai retina akibatnya penglihatan menjadi kabur. Katarak terjadi 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
WHO 1972, mendefinisikan kebutaan sebagai tajam penglihatan dibawah 3/60. Kebutaan
adalah masalah kesehatan masyarakat yang serius bagi setiap negara. Berdasarkan WHO
(1979), prevalensi kebutaan lebih besar pada negara berkembang. Kebutaan ini sendiri akan
berdampak secara sosial dan ekonomi bagi orang yang menderitanya. Ironisnya, 75% dari
kebutaan yang terjadi dapat dicegah atau diobati.
Indonesia sebagai negara berkembang, tidak luput dari masalah kebutaan. Disebutkan, saat
ini terdapat 45 juta penderita kebutaan di dunia 60% diantaranya berada di negara miskin atau
berkembang. Indonesia, dalam catatan WHO berada diurutan ketiga dengan terdapat angka
kebutaan sebesar 1,47%.
48% kebutaan yang terjadi di dunia ini disebabkan oleh katarak. Untuk Indonesia, survei
pada 1995/1996 menunjukkan prevalensi kebutaan mencapai 1,5% dengan 0,78% di antaranya
disebabkan oleh katarak , dan yang terbesar karena katarak senilis.
Katarak merupakan perubahan lensa mata yang semula jernih dan tembus cahaya menjadi
keruh, sehingga cahaya sulit mencapai retina akibatnya penglihatan menjadi kabur. Katarak
terjadi secara perlahan-lahan sehingga penglihatan penderita terganggu secara berangsur.
Perubahan ini dapat terjadi karena proses degenerasi atau ketuaan trauma mata, komplikasi
penyakit tertentu, maupun bawaan lahir (Harmani, 2013).
1.2 Tujuan
1. Mengetahui definisi katarak
2. Mengetahui penyebab dan manifestasi klinis dari katarak
3. Mengetahui patofisiologi dari katarak
4. Mengetahui asuhan keperawatan dari katarak
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Katarak
Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih. Biasanya terjadi akibat
proses penuaan tapi dapat timbul pada saat kelahiran (katarak kongenital). Dapat juga
berhubungan dengan trauma mata tajam maupun tumpul, penggunaan kortikosteroid jangka
panjang, penyakt sistemis, seperti diabetess mellitus atau hipoparatiroidisme, pemajanan radiasi,
pemajanan yag lama sinar matahari (sinar ultraviolet), atau kelainan mata lain seperti uveitis
anterior (Brunner & Suddarth, 2002).
Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies, Inggeris Cataract, dan Latin cataracta
yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana penglihatan seperti tertutup
air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap keadaan kekurangan pada lensa atau
akibat kedua-duanya.
Biasanya kekeruhan mengenaikedua mata dan berjalan progresif ataupun dapat tidak
mengalami peruahan dalam waktu yang lama.
Katarak umumnya merupakan penyakit pada usia lanjut, akan tetapi dapat juga akibat
kelainan kongenital, atau penyulit penyakit mata lokal menahun. Bermacam-macam penyakit
mata dapat mengakibatkan katarak seperti glaukoma, ablasi, uveitis, dan retinitis pigmentosa.
Katarak dapat berhubungan dengan proses penyakit intraokular lainnya.
Katarak dapat disebabkan bahan toksik khusus (kimia dan fisik). Keracunan beberapa
jenis obat dapat menimbulkan katarak seperti: eserin (0.25-0.5%), kortikosteroid, ergot,
antikolinesterase topikal.
Kelainan sistemik atau metabolik yang dapat menimbulkan katarak adalah diabetes
mellitus, galaktosemi, dan distrofi miotonik.
Katarak dapat ditemukan dalam keadaan tanpa adanya kelainan mata atau sistemik
(katarak senil, juvenil, herediter) atau kelainan kongenital mata. (Ilyas, 2002)
2
Katarak adalah penurunuan progresif kejernihan lensa. Lensa menjadi keruh, atau
berwarna putih abu-abu, dan ketajaman penglihatan berkurang. Katarak terjadi apabila protein-
protein lensa yang normal transparan terurai dan mengalami koagulasi (Corwin, 2001).
2.2 Etiologi
Sebagian besar katarak, yang disebut katarak senilis, terjadi akibat perubahan-perubahan
degrneratif yang berhubungan dengan pertambahan usia. Pajanan terhadap sinar matahari selama
hidup dan predisposisi herediter berperan dalam munculnya katarak senilis.
Katarak dapat timbul pada usia berapa saja setelah trauma lensa, infeksi mata, atau akibat
pajanan radiasi atau obat tertentu. Janin yang terpajan virus rubela dapat mengalami katarak.
Para pengidap diabetes melitus kronik sering mengalami katarak, yang kemungkinan besar
disebabkan oleh gangguan aliran darah ke mata dan perubahan penanganan dan metabolisme
glukosa (Corwin, 2001).
2.3 Patofisiologi
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk
seperti kancing baju; mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung tiga
komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nucleus, di perifer ada korteks, dan yang
mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia, nucleus
mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan. Di sekitar opasitas terdapat densitas
seperti duri di anterior dan posterior nucleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk
katarak yang paling bermakna-nampak seperti Kristal salju pada jendela.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi. Perubahan
pada serabut halus multiple (zunula)yang memanjang dari badan silier ke sekitar daerah diluar
lensa, misalnya, dapat menyebabkan penglihatan mengalami distorsi. Perubahan kimia dalam
protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga menabutkan pandangan dengan
menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa
normal terjadi disertai influx air e dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang
dan mengganggu transmisi sinar. Teor lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran
3
dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia
dan tidak ada pada kebanyaan pasien yang menderita katarak.
Katarak biasanya terjadi bilateral, namun mempunyai kecepatan yang berbeda. Dapat
disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemis, sepeti diabetes, namun sebenarnya
merupakan konsekwensi dari proses penuaan yang normal. Kebanyakan katarak berkembang
secara kronik dan “matang” ketika orang memasuki decade ke tujuh. Katarak dapat bersifat
kongenital dan harus diidentifikasi awal, karena bila tidak terdiagnosa dapat menyebabkan
amblyopia dan kehilangan penglihatan permanen. Faktor yang paling sering yang berperan
dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar ultraviolet B, obat-obatan, alcohol, merokok,
diabetes, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka waktu lama (Brunner &
Suddarth, 2002).
2.4 Manifestasi klinis
Katarak didiagnosis terutama dengan gejala subjektif. Biasanya, pasien melaporkan
penurunan ketajaman penglihatan dan silau dan gangguan fungsional sampai derajat tertentu
yang diakibatkan karena kehilangan penglihatan tadi. Temuan objektif biasanya meliputi
pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan tampak degan
oftalmoskop.
Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan bukannya ditransmisikan
dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina. Hasilnya adalah pandangan kabur atau
redup, menyilaukan yang menjengkelkan dengan distorsi bayangan da susah melihat di malam
hari. Pupil, yang normalnya hitam, akan tampak kekuningan, abu-abu atau putih. Katarak
biasanya terjadi bertahap selama bertahun-tahun, dan ketika katarak sudah sangat memburuk,
lensa koreki yang lebih kuat pun tak akan mampu memperbaiki penglihatan.
Orang dengan katarak secara khas selalu mengembangkan strategi untuk menghindari
silau yang menjengkelkan yang disebabkan oleh cahaya yang salah arah. Misalnya, ada yang
mengatur ulang perabot rumahnya sehingga sinar tidak akan langsung menyinari mata mereka.
Ada yang mengenakan topi berkelepak lebar atau kacamata hitam dan meurunkan pelindung
cahaya saat mengendarai mobil pada siang hari (Brunner & Suddarth, 2002) .
4
Pasien dengan katarak mengeluh dengan penglihatan seperti berasap dan tajam
penglihatan yang menurun secara progresif. Kekeruhan lensa ini megakibatkan lensa tidak
transparan, sehingga pupil akan berwarna putih atau abu-abu.
Pada mata akan tampak kekeruhan lensa dalam bermacam-macam bentuk dan tingkat.
Kekeruhan ini juga dapat ditemukan pada berbagai-bagai lokalisasi dilensa seperti korteks dan
nucleus (Ilyas, 2002).
2.5 Pemeriksaan dan Evaluasi Diagnostig
Pemeriksaan yang dilakukan pada pasien katarak adalah pemeriksaan sinar celah
(slitlamp), funduskopi pada kedua mata bila mungkin, tonometer selain daripada pemeriksaan
prabedah diperlukan lainnya seperti adanya infeksi pada kelopak mata, konjungtiva, karena dapat
penyulit yang berat berupa panoftalmitis pasca bedah dan fisik umum.
Pada katarak sebaiknya dilakukan pemeriksaan tajam penglihatan sebelum dilakukan
pembedahan untuk melihat apakah kekeruhan sebanding dengan turunnya tajam penglihatan.
Pada katarak nuklear tipis dengan miopia tunggi akan terlihat tajam penglihatan yang tidak
sesuai sehingga mungkin penglihatan yang turun akibat kelainan pada retina dan bila dilakukan
pembedahan memberikan hasil tajam penglihatan yang tidak memuaskan. Sebaliknya pada
katarak kortikal posterior yang kecil akan mengakibatkan penurunan tajam penglihatan yang
sangat berat pada penerangan yang sedang ataupun keras akan tetapi bila pasien berada ditempat
gelap maka tajam penglihatan akan memperlihatkan banyak kemajuan (Ilyas, 2002).
Selain uji mata yang biasa, keratometri, dan pemeriksaan lampu slit dan oftalmoskopis,
maka A-scan ultrasound (echography) dan hitung sel endotel sangat berguna sebagai alat
diagnostic, khususnya bila di pertimbangkan akan dilakukan pembedahan. Dengan hitung sel
endotel 2000 sel/mm3, pasien ini merupakan kandidat yang baik untuk dilakukan
fakoemulsifikasi dan implntasi IOL.
5
2.6 Penatalaksanaan
Pengobatan katarak adalah tindakan pembedahan. Setelah pembedahan lensa diganti
dengan kacamata afakia, lensa kontak atau lensa tajam intraocular (Ilyas, 2002).
Tak ada terapi obat untuk katarak, dan tak dapat diambil dengan pembedahan laser.
Namun, masih terus dilakukan penelitian mengenai kemajuan prosedur laser baru yang dapat
digunakan untuk mencairkan lensa sebelum dilakukan penghisapan keluar melalui kanula
(Pokalo, 1992).
Bila penglihatan dapat dikoreksi dengan dilator pupil dan refraksi kuat sampai ketitik
dimana pasien melaakukan aktivitas hidup sehari-hari, maka penanganan biasanyya konservatif.
Penting dikaji efek katarak terhadap kehiidupan sehari-hari pasien. Mengkaji derajat gangguan
sehari-hari, seperti berdandan, ambulasi, aktivitas rekreasi, menyetir mobil, dan kemampuan
bekerja, sangat penting untuk menentukan terapi mana yang paling cocokbagi masing-masing
penderita.
Pembedahan diindikasikan bagi mereka yang memerlukan penglihatan akut untuk bekerja
ataupun keamanan. Biasanya diindikasikan bila koreksi tajam penglihatan yang terbaik yang
dapat di capai adalah 20/50 atau lebih buruk lagi, bila ketajaman pandang mempengaruhi
keamanan atau kualitas hidup, atau bila visualisasi segmen posterior sangat perlu untuk
mengevaluasi pertimbangan berbagai penyakit retina atau saraf optikus, seperti pada diabetes dan
glaucoma.
Pembedahan atarak adalah pembedahan yang paling sering dilakukan pada orang yang
berusia lebih dari 65. Masa kini, katarak paling sering diangkat dengan anastesia local berdasar
pasien rawat jalan, meskipun pasien perlu dirawat bila ada indikasi medis. Keberhasilan
pengembalian penglihatan yang bermanfaat dapat dicapai pada 95% pasien.
Pengambian keputusan untuk menjalani pembedahan sangat individual siafatnya.
Dukungan finansial dan psikososial dan konsekuensi pembedahan harus di evaluasi, karena
sangat penting untuk penatalaksaan pasien pasca operasi.
6
Kebanyakan operasi dilakukan dengan anastesia local (retrobulbar atau peribulbar), yang
dapat mengimobilisasi mata. Obat penghilang cemas dapat diberikan untuk mengatasi perasaan
klaustrofobia sehubungan dengan draping bedah. Anastesi mum diperlukan bagi yang tak bisa
menerima anastesia local, yang tak mampu bekerja sama dengan alasan fisik atau psikologis,
atau yang tak berespons terhadap anastesia local. ada dua macam teknik pembedahan tersedia
untuk pengangkatan katarak: ekstraksi intrakapsulur dan ekstra kapsuler. Indikasi intervensi
bedah adalah hlangnya penglihatan yang mempengaruhi aktivitas normal pasien atau katarak
yang menyebabkan glaucoma atau mempengaruhi diagnosis dan terapi gangguan okuler lain
seperti retinopati diabetika.
1. Ekstraksi katarak intrakapsuler
Ekstraksi katarak intrakapsuler (ICCE, intracapsular cataract extraction) adalah
pengangkatan seluruh lensa sebagai satu kesatuan. Setelah zonula dipisahkan, lensa diangkat
dengan cryoprobe, yang diletakkan secara lansung pada kapsula lentis. Bedah beku
berdasarkan pada suhu pembekuan untuk mengangkat suatu lesi atau abnormalitas instrumen
bedah beku bekerja dengan prinsip bawah logam dingin akan melekat pada benda yang
lembab. Ketika cryopobe diletakkan secara lansung pada kapsula lentis, kapsul akan melekat
pada probe. Lensa kemudian diangkat secara lembut. Yang dahulu merupakan cara
pengangkatan katarak utama, ICCE sekarang jarang dilakukan karena tersedianya teknik